Pengaruh Mitos Di Desa Tempursari.2a
Transcript of Pengaruh Mitos Di Desa Tempursari.2a
1. MASYARAKAT PEDESAAN
Masyarakat adalah suatu kesatuan yang selalu berubah, yang hidup
karena proses masyarakat yang menyebabkan perubahan itu sendiri.
Masyarakat mengenal kehidupan yang teratur dan aman yang disebabkan
oleh pengorbanan yang dilakukan oleh anggotanya baik paksaan ataupun
sukarela. Pengorbanan disini dimaksudkan menahan nafsu atau kehendak
sewenang-wenang, untuk mengutamakan kepentingan dan keamanan
bersama. Dengan paksa berarti tunduk terhadap hokum yangh berlaku
sedangkan dengan sukarela
dikarenakan taat terhadap
peraturan berdasarkan
keinsyafan dan kesadaran dari
diri sendiri.1
Masyarakat pedesaan
sering di sebut juga dengan
istilah ‘rural comunity. Agak sulit
untuk memberikan batasan apa
yang di maksud dengan
masyarakat pedesaan. Dalam
hubungan ini, baiklah akan di
berikan gambaran umum tentang masyarakat pedesaan. Warga-warga suatu
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih
mendalam dari pada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya, di luar batas-batas wilayahnya. Sistem kehidupan biasanya
berkelompok, atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat
1 Hasan Shadili, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, Rineka cipta, Jakarta, 1993, hlm 50
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
1
pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian.2 walaupun kita melihat adanya
tukang kayu, tukang genting dan bata, tukang membuat gula dan bahkan
tukang catut (sistem ijon), akan tetapi inti pekerjaan penduduknya adalah
pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di luar pertanian hanya merupakan pekerjaan
sambilan; oleh karena itu bila tiba masa panen atau masa penanaman padi,
pekerjaan sambilan tadi segera di tinggalkannya. Namun demikian, hal itu
tidaklah berarti setiap orang mempunyai tanah. Suatu contoh misalnya, di
pulau Jawa di kenal ada empat macam pemilikan tanah, yaitu:
a. Sistem milik umum atau milik komunal dengan pemakaian beralih-
alih.
b. Sistem milik komunal dengan pemakaian bergiliran;
c. Sistem komunal dengan pemakaian tetap, dan;
d. Sistem milik individu;
Cara-cara bertani masyarakat pedesaan umumnya sangat tradisional
dan tidak efisien, karena belum di kenal luas mekanisme dalam pertanian.
Biasanya mereka bertani semata-mata untuk mencukupi kehidupannya sendiri
dan tidak untuk di jual. Cara bertani yang
demikian lazimnya di namakan substistence
farming, artinya mereka merasa puas apabila
kebutuhan keluarga telah di cukupi.
Golongan-golongan orang tua pada
masyarakat pedesaan, pada umumnya
memegang peranan yang penting. Orang-orang
akan selalu meminta nasehat-nasehat pada
mereka, apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah
bahwa golongan-golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang
2 Drs. Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasonal, Surabaya, hlm 90
2 Masyarakat dan Mitos
didasarkan pada tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan
perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat terasa
sangat kuat, sehingga pengembangan jiwa individu sangat sukar
dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali untuk merubah jalan
pikiran sosial kearah jalan pikiran yang ekonomis, hal mana yang juga
disebabkan karena kurangnya alat-alat komunikasi. Sebagai akibat sistem
komunikasi yang sederhana, hubungan antara seseorang dengan orang
laindapat diatur dengan seksama. Rasa persatuan erat sekali, yang kemudian
menimbulkan saling kenal mengenal dan saling tolong menolong yang akrab.
Apabila ditinjau dari sudut pemerintahannya, hubungan antara
penguasa dengan rakyat berlangsung secara tidak resmi. Segala sesuatu
dijalankan atas dasar musyawarah. Di samping itu karena tidak ada
pembagian kerja yang tegas, seorang penguasa sekaligus mempunyai
beberapa kedudukan dan peran yang sama sekali tidak dapat dipisahkan atau
paling sukar untuk dibeda-bedakan. Di desa terpencil, sukar sekali untuk
memisahkan kedudukan seseorang serta perannya kepada desa sebagai
orang tua yang nasehat-nasehatnya patut dijadikan pegangan, sebagai
seorang pemimpin upacara-upacara adat dan lain sebagainya. Singkatnya,
segala sesuatu disentralisir pada diri kepala desa tersebut.
Cara hidup masyarakat pedesaan sebagaimana digambarkan diatas
akan berubah, sebagaimana ada perkembangan sistem kapitalisme dan
masyarakat industri, artinya di masyarakat pedesaan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi. Menurut koentjaraningrat suatu masyarakat desa
menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial.
Didasarkan atas dua macam prinsip, yaitu:
a. Prinsip hubungan kekerabatan (geneologis)
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
3
b. Prinsip hubungan tinggal dekat (teritorial)
Masyarakat pedesaan kehidupannya perbeda dengan masyarakat
perkotaan. Perbedaan-perbedaan ini berasal dari perbedaan yang mendasar
dari keadaan lingkungan, yang mengakibatkan adanya dampak terhadap
personalitas dan segi-segi kehidupannya. Kesan yang sangat populer
masyarakat perkotaan terhadap masyarakat pedesaan adalah masyarakat
pedesaan bodoh, lambat dalam berfikir dan bertindak, serta mudah ‘tertipu’
dan lain sebagainya. Kesan ini disebabkan karena masyarakat perkotaan
mengamatinya hanya sepintas lalu, tidak banyak tahu dan kurang pengalaman
dengan keadaan lingkungan pedesaan.3
2. PENGARUH MITOS DI DAERAH PEDESAAN
Di daerah pedesaan sangat kuat
pengaruh mitos terhadap kehidupan
masyaratnya, Mitos adalah cerita
tentang asal usul terjadinya dunia
seperti sekarang ini, cerita tentang alam
peristiwa-peristiwa yang tidak biasa
sebelum alam duniawi yang kita hadapi
ini. Cerita-cerita itu menurut
kepercayaan sungguh-sungguh terjadi
dan dalam arti tertentu keramat.
Upacara keagamaan adalah
pelaksanaan tindakan-tindakan yang
ditentukan, yang strukturnya sangat ketat yang dianggap mempunyai arti
3 Koentjoroningrat, Isi Konsep Desa Indonesia, Yayasan BPFE, Universitas Indonesia, Jakarta, hlm 354
4 Masyarakat dan Mitos
keagamaan. Karena cerita itu sering sekali mendramatisasikan atau
memperagakan cerita-cerita Mitos, dan oleh karena itu mitos itu menerangkan
dan memberi rasionalisasi kepada pelaksanaan upacara.4
Dan mitos selalu berhubungan dengan ritual-ritual yang didalamnya
mengandung unsur agama dimana Tylor, satu abad yang lalu telah
mendefinisikan agama sebagai suatu kepercayan dalam bentuk spiritual.
Sejumlah ahli Antropologi sosial modern sudah kembali kesuatu perluasan
definisi agama dalam pengembangan kehidupan sosial masyarakat terhadap
manusia biasa atau kekuatannya. Ahli lainnya mengikuti Durkheim, telah
berusaha menemukan nilai-nilai khusus tentang kesucian yang membatasi
agama dan kepercayaan duniawi. Agama sangat berfariasi dalam peranannya
di alam semesta ini dan cara-cara manusia berhubungan dengan agama
tersebut. Dalam hal ini bisa terdapat kelompok dewa-dewi, satu dewa atau
sama sekali tidak ada roh atau bahkan makhluk dan kekuatan yang
berlebihan, kelompok-kelompok ini secara konstan dapat menghalangi
kegiatan manusia atau tanpa terlibat sekalipun. Kelompok ini bersifat hukum
(primitif) atau bersifat positif. Berhubung dengan ini manusia dapat merasa
kagum atau hormat atu bahkan merasa takut, tetapi mereka juga dapat
mambangkitkan kekuatan gaib atau berusaha memperdayakannya. Agama
kepercayaan dapat juga mengatur moral manusia melakukan atau melanggar
moral. Keberadaan agama atau kepercayaan terdapat beberapa jenis yaitu:
1. Animisme yaitu suatu kepercayaan terhadap roh, hantu,
dahan pohon raksasa, dan jenis keercayaan lainya.
2. Animatisme yaitu suatu kepercayaan terhadap kekuatan roh
yang lebih.
4 Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, Erlangga, Jakarta, 1992, hlm 106-107
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
5
3. Totenisme yaitu dimana dikatakan bahwa mantera
menghubungkan kelompok manusia dengan kelompok
binatag atau dengan fenomena alam.
Hal ini tidak berarti bahwa perbandingan agama tidak harus kehilangan
perbandingannya, atau setiap agama akan terbukti selalu berkaitan dengan
suatu jenis sistem sosial dan kita akan kembali kepada usaha yang lebih
canggih dan modern untuk menunjukkan adanya hubungan antara dunia
khayalan dan dunia kenyataan dimana kita hidup.5
3. AGAMA DAN KEPERCAYAAN PADA MASYARAKAT
Agama sebagai sistem nilai telah lama disalahpahami oleh para pemikir
Barat terutama oleh Aguste Comte6 dengan para pengikutnya. Menurut
Comte, masyarakat berkembang secara linear dari tahap teologis, metafisik,
sampai pada tahap akhir positif. Pada tahap teologis dan metafisik, agama
masih dipandang mempunyai pengaruh yang dominan dalam struktur
masyarakat, sehingga jika terjadi
peristiwa apa saja, semuanya
dikembalikan dan direkonsilasikan
kepada agama. Pada tahap ini, pola
pemikiran masyarakat masih sangat
sederhana.
Agama sebagai nilai bagi
manusia rujukan dan arahan, bukan
sekedar tempat manusia untuk berkompensasi dari kelelahan rohaninya dan
mencari ketenangan. Akan tetapi, lebih jauh memberikan landasan nilai bagi
5 Ibid hlm 936 Harold H. Titus, Marilyn. S. Mith, dan Richard T. Nolan, Living Issues in
Philosophy. Terj. H.M. Rosyidi, Persoalan-persoalan Filsafat. Bulan Bintang, Jakarta, 1984, hal.365.
6 Masyarakat dan Mitos
manusia. Karena itu, agama berkaitan bahkan tidak terpisahkan dengan
kebudayaan. Persoalan utama dalam melihat hubungan antara agama dan
kebudayaan adalah dalam pengambilan nilai-nilai dasar. Agama sebagai
sumber nilai merupakan rujukan esensial bagi masyarakat. Pada pemikiran
barat yang berkembang selama ini, nilai dipandang sebagai sesuatu yang
berubah setiap saat bergantung pada kesepakatan masyarakat, dan agama
merupakan salah satu nilai yang dijadikan rujukan untuk masalah-masalah
yang bersifat ritual, bukan standar nilai baik dan buruk.
Hubungan agama dan kebudayaan memunculkan dua pandangan
dikalangan para ahli. Pertama, agama merupakan bagian dari kebudayaan,
atau kebudayaan itu mencakup agama. Dalam pandangan ini, agama
disamakan dengan mitos, legenda atau dongeng yang merupakan bagian dari
tradisi masyarakat. Bagi agama tertentu (kebudayaan). Pandangan ini dapat
diterima karena agama-agama budaya memang lahir dari pemikiran manusia.
Akan tetapi, bagi agama Islam, pandangan ini tidak bisa diterima karena Islam
bukan hasil pemikiran manusia. Kedua, kebudayaan merupakan bagian dari
agama, atau agama mencakup kebudayaan. Dalam pandangan ini,
kebudayaan manusia merupakan bagian dari agama. Kedua pandangan ini
banyak berpengaruh terhadap cara orang melihat agama dan budaya.7
Menurut Dr. TB. Simatupang, Sepanjang sejarah umat manusia maka di
semua tempat selalu ada agama dan kebudayaan. Semua orang mengetahui
paling sedikit mengira mengetahui, apa yang dimaksud dengan agama dan
apa yang dimaksud dengan kebudayaan. Tetapi tidak ada yang lebih sulit
7 Ali Anwar Yusuf. Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam terhadap Berbagai Disiplin Ilmu. Pustaka Setia, Bandung: 2005, hal.57
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
7
daripada memberikan definisi mengenai agama dan kebudayaan yang dapat
diterima oleh semua orang.8
Sejarah umat manusia memperlihatkan bahwa pengaruh agama selalu
memasuki semua segi kehidupan manusia dan masyaraka. Mempelajari
agama dahulu adalah tugas eksklusif dari para ahli agama atau para teolog.
Sejak abad ke-19 telah diterapkan metode-metode modern filsafat, ilmu
sejarah, ilmu bahasa, psikologi, antropologi, sosiologi, fenomenologi, ilmu
perbandingan agama dan seterusnya untuk memahami asal-usul, hakekat, arti
dan fungsi agama. Semua upaya itu tidak menghasilkan suatu definisi
mengenai agama yang dapat diterima oleh semua pihak. Upaya untuk
menemukan esensi dari agama misalnya, tidak begitu berhasil. Terbukti
bahwa masing-masing agama merupakan suatu sistem tersendiri, dimana
doktrin, mitos, ritual, keimanan, kelembagaan dan seterusnya adalah aspek-
aspek dari suatu kesatuan yang organis yang tidak begitu saja dapat
dibandingkan dengan agama yang lain, apalagi dinilai dengan menggunakan
agama lain sebagai tolok ukur. Air dingin, air panas, air beku, air asin, air
tawar, air bersih dan air kotor adalah manifestasi dan barang yang sama, yaitu
air. Tetapi agama-agama tidak merupakan manifestasi dari suatu barang yang
dapat disebut agama dalam arti yang umum. Oleh karena itu adalah lebih
tepat apabila kita berbicara mengenai agama-agama dan tidak mengenai
agama.9
Tidak ada kurang sulitnya untuk menemukan definisi mengenai
kebudayaan, yang dapat diterima oleh semua orang. Dua antropolog Amerika
8 Drs. Musa Asy’arie. Agama, Kebudayaan dan Pembangunan Lain, Sunan Kalijaga. Hal.41.9 The Studi of Religion, dalam Encyclopaedia Britannica, 1978.
8 Masyarakat dan Mitos
A.L. Kroeber dan Klyde Kluckhorn mencatat tidak kurang dari 164 definisi
mengenai culture.10
Untuk tujuan kita sekarang ini mungkin dapat kita katakana bahwa
kebudayaan yang berasal dari budi itu (1) mencakup segala sesuatu yang
diciptakan oleh budi manusia atau segala sesuatu yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk yang berbudi untuk memberi jawab atas tantangan
yang dihadapi dalam sejarah, (2) merupakan milik bersama dari suatu
masyarakat yang diwariskan kepada generasi-generasi penerus (3) dilandasi
oleh tata nilai dan mempunyai arah serta orientasi tertentu.
Suatu teori mengatakan bahwa kata agama berasal dari bahasa
Sansekerta. Akar katanya gam, mendapat awalan a- dan akhira –a, menjadi a-
gam-a. Disamping itu ada pula yang mendapat awal i- dan u-, menjadi igama
dan ugama. Gam artinya “pergi”. Sansekerta masuk rumpun bahasa-bahasa
indo-Jerman. Dalam bahasa Indo-Jermen lainnya kita temukan akar itu
dengan sedikit perobahan: ga, gam (Belanda) dan go (Inggr). Setelah
mendapat awalan a- dan akhiran –a (a-gam-a) pengertiannya berubah
menjadi “jalan”. Kata agama, igama dan ugama kita temukan sekarang dalam
bahasa Bali, dengan pengertian berbeda-beda. Dan anehnya tiga bahasa
sekarang memakai masing-masing kata itu dengan pengertian sama: Agama
(Indonesia), igama (jawa), ugama (Malaysia).11
Dalam abad ke-XVI Barat memasuki Nusantara, selanjutnya
menjajahnya. Belanda mendirikan sekolah barat di Indonesia, Inggris
membina sekolah barat di Semenanjung. Kaum intelektual bumiputera yang
dihasilkan oleh sekolah-sekolah itu berkenalan dengan kata “religie” (Bld) dan
10 A.L. Kroben and Clyde Kluckhorn, Culture. A Critical Review of Concepts and Deinition, Cambridge, Mass. 1952.
11 Gazalba Sidi. Islam dan Perubahan Sosio Budaya. Pustaka Alhusna: Jakarta Pusat, hal.45-46.
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
9
“religion” (Inggr), yang disamakan mereka pengertiannya dengan agama.
Religi sebagai istilah ilmu lebih jelas pengertiannya. Umumnya orang
berpendapat yang disebut religi itu mengandung tiga ciri:
1. Percaya kepada Yang Kudus
2. Melakukan hubungan dengan Yang Kudus itu dengan upacara
(ritus), pemujaan (kultus) dan permohonan (doa),
3. Doktrin tentang perkara 1 dan 2. Biasanya gejala-gejala itu
dilengkapi oleh ciri ke-
4. Perkara 1, 2, 3 itu membentuk sikap hidup atau pandangan dunia.
Kalau agama disamakan pengertiannya dengan religi, maka yang
dikatakan agama ialah sistem hubungan manusia dengan Tuhan
dengan perincian keempat ciri tersebut. Bertolak dari analisa pengertian
agama itu maka ciri-ciri agama Islam ialah:
1. Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (akidah).
2. Melakukan hubungan dengan Yang Maha Esa dengan upacara,
pemujaan dan doa (ibadah khasah).
3. Doktrin tentang perkara 1 dan 2 (Qur’an dan Hadits)
4. Sikap hidup (taqwa).
Esensi agama Islam adalah sistem hubungan manusia dengan Allah
(Tuhan Yang Maha Esa).
Menurut Drs. Abdullah Fadjar, M.Sc. Antropologi berparadigma
agama-Islam-mengajukan anggapan esensial tentang kualitas manusia.
Manusia pada dasarnya memiliki kualitas unggul. Desain ‘ilahiyah’
menyatakan bahwa manusia telah dijadikan dalam sebaik-baik bentuk
kejadian ‘ahsani taqwim’. Kualitas ini akan bisa dipertahankan sejauh manusia
beriman dan beramal kebjikan. Ini berarti ada nilai-nilai yang berkedudukan
sentral untuk mengamankan kualitas. Peluang untuk penurunan kualitas selalu
dapat dan mungkin terjadi apabila manusia sudah berada di luar rangka iman
10 Masyarakat dan Mitos
dan amal kebajikan. Memang dalam antropologi pernah terjadi perdebatan
apakah perbuatan kejahatan –berarti penurunan derajat ‘ahsani taqwim’ ke
‘astala safilin’ –karena faktor heriditas? Anggapan itu ternyata salah. Studik-
studi antropologi tidak cukup kuat mendukung anggapan itu. (Montagu, 1959:
152-159).
Bertolak dari anggapan esensial diatas, bahwa manusia dijadikan
dalam sebaik-baik bentuk, kita berpandangan positif terhadap produk budi
daya manusia. Produk budi daya manusia yang dikenal dengan kebudayaan,
dapat mencapai kualitas yang sebaik-baiknya. Evolusi dan ritme budaya yang
bersemboyankan kemajuan (progress) dapat mewujudkan kualitas budaya
yang sehat sejahtera lahir batin. Evolusi budaya tidak harus melahirkan “crisis
of crisis” (Bodley 1076), suatu krisis yang berlipat-lipat dan menjangkau tiga
angkatan: global, nasional dan personal. Seperti yang digagaskan oleh Peter
S. Albin, kemajuan dan pertumbuhan ekonomi tetap bertanggung jawab
secara sosial dan tidak menciptakan kemiskinan; (progress without poverty
1978).
Ritme budaya yang suci, karena dilandasi ruh iman dan amal
kebjikan, tidak harus bergeser ke yang ‘vulgar’ (meminjam ungkapan Dane
Rudhyar: 1977). Dalam perjalanan budaya umat manusia tidak perlu terjadi
pergulatan politik yang diwarnai oleh kemarahan dan penindasan seperti yang
digambarkan dalam buku Anger, Violence and Politics (Feierabend dkk.;
1972). Juga apa yang dilukiskan oleh Martin Carnoy bahwa pendidikan
menjurus fungsinya menjadi imperialisme budaya tentulah tidak bakal terjadi
(lihat Carnoy, Education as Cultural Imperilasime: 1974).
Kalau evolusi budaya yang dikembangkan oleh umat manusia
ternyata melahirkan aneka ragam krisis, katakanlah budaya cacat atau cacat
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
11
budaya, karena memang peluang untuk terjadi krisis atau cacat hampir selalu
terbuka.
Ambilah contoh kehidupan seorang patriot. Bayangkan, format
kehidupan seorang patriot dapat memiliki cacat. Kesan kita selama ini seorang
patriot adalah seorang yang mencintai atau orang yang berbuat kebajikan
kepada tanah airnya.
Khusus kebijaksanaan kebudayaan dalam pembangunan Negara
yang sudah berjalan, merangkum sepuluh dalam pembangunan Negara yang
sudah berjalan, merangkum sepuluh hal:
1. Pembinaan dan pengembangan nilai budaya Indonesia
2. Pembinaan kebudayaan nasional
3. Penanggulangan pengaruh kebudayaan asing yang negative
4. Tanggungjawab social dan disiplin nasional
5. Usaha pembauran bangsa
6. Pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia
7. Pembinaan bahasa daerah
8. Pembinaan kesenian yang mencerminkan kepribadian bangsa
Indonesia
9. Kesenian daerah
10.Pemeliharaan tradisi dan peninggalkan daerah
Secara etnis, jawa merupakan mayoritas Indonesia, namun diantara
mereka sendiri secara religius ada keanekaragaman, karena sekitar lima
sampai sepuluh prosen diantaranya adalah menganut Islam dalam bentuk
yang agak murni, sekitar tigapuluh persen menganut Islam dalam versi yang
sudah amat sinkretis dan dijawakan, sementara sebagian besar diantaranya
menganggap mereka sebagai muslim nominal yaitu mengakui bahwa dirinya
12 Masyarakat dan Mitos
islam namun tindakan dan pikiran mereka lebih dekat kepada tradisi Jawa
kuno dan Jawa Hindu. Kelompok tersebut disebut kelompok abangan.12
Kebangkitan kembali kebatinan itu lebih daripada sekedar suatu
reaksi melawan islam yang diperpolitikkan saja. Menurut Hadiwijono, mistik
tampil ke permukaan terutama pada masa-masa penuh tekanan dan
keresahan social, ketika orang-orang mencari landasan- landasan baru guna
membangun bagan keadaan manusiawi (1967:3).13
Secara sosial, individu dianggap sebagai suatu makhluk yang
didorong oleh pamrih atau hawa nafsu yang motif-motifnya harus dicurigai. Ia
harus dikendalikan oleh adat istiadat dan kebudayaan yang disodorkan dan
dijadikan pedoman oleh masyarakat. Manusia harus hidup secara publik dan
harus dapat diawasi. Individu dianggap tidak bertanggung jawab atas
perbuatanyya jika dianggap tidak bias memikul tanggug jawab atas
tindakannya tersebut. Pada akhirnya yang bertanggung jawab adalah
kelompok pada masyarakat tersebut.14
12 Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, PT. Gramedia, Jakarta, 1884, hlm113 Ibid hlm 314 Ibid hlm 48
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
13
LAPORAN OBSERVASI
Disini saya akan mengangkat tentang kehidipan masyarakat yang
berada di Desa Tempursari di Kabupaten Madiun yang masih terikat kuat
dengan adanya mitos yang mereka percayai. Di Desa ini hampir semua
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dimana hampir setiap
musim lahan pertanian mereka hanya ditanami padi disepanjang tahunnya
bahkan mereka tetap bertanam padi pada waktu musim kemarau sekalipun
padahal mereka mengerti kalau sangatlah sulit untuk mendapatkan air untuk
mengairi lahan mereka bahkan segala cara mereka lakukan untuk tetap dapat
bertanam padi di musim kemarau. Mereka tidak pernah mencoba menanam
tanaman lain yang dapat dijadikan sebagai pengganti seperti ubi, jagung,
kedelai, dan lain sebagainya karena jika mereka mengganti dengan tanaman
tersebut mereka sangat kesulitan untuk menjual hasil panen tanaman palawija
tersebut dan kalaupun ada yang membeli mereka membeli dengan harga
murah jauh jebih murah dibandingkan dengan harga pasaran.
Bagi masyrarakat yang tidak mempunyai lahan pertanian mereka
biasanya menggarap lahan orang lain yang hasilnya dibagi dua atau bahkan
ada juga yang ekeja sebagai buruh tani saja dimana mereka hanya
mendapatkan pekerjaan jika musim bertani tiba dan untuk selanjutnya mereka
bekerja serabutan atau sebagai kuli bangunan jika ada masyarkat yang
membangun rumah tetapi kadang-kadang didalam pendirian rumah tersebut
dilakukan secara gotong- royong atau lebih dikenal dengan sebutan
“sambatan” biasanya mereka yang ikut mendirikan rumah tersebut hanya
diberi makan dan uang rokok saja dan untuk tenaga dan waktu yang mereka
berikan selebihnya adalah gratis dan atas dasar rasa gotong-royong ,
mengenai ekonomi msyarakat pada umumnya dapat dikatakan masyarakat
menengah kebawah di daerah ini masyarakat miskin relatif banyak dan
14 Masyarakat dan Mitos
mengnai pendidikan hanya sebagian saja yang bisa melanjutkan ke tingkat
perguruan tinggi kebanyakan setekah lulus dari SMP atau SMA mereka
membantu orangtua mereka untuk bekerja.
Mengenai masalah sosial yang terjadi di Desa ini yang paling
menonjol adalah mengenai masalah kepercayaan atau masalah keagamaan
dimana masyarakat ini sebetulnya hampir seluruhnya memeluk agama Islam
tetapi mereka tidak mengerti apa itu agama islam yang sebenarnya, mereka
sering lupa akan kewajiban Sholat disaat mereka disibukkan dengan kegiatan
mereka atau pada saat musim bertani tiba mereka tidak begitu peduli akan
kewajiban mereka untuk menunaikan ibadah Sholat wajib dikarenakan dalam
seharian penuh mereka berada di sawah untuk bertani. Bahkan untuk
menunaikan Sholat jum’at pun kebanyakan dari para penduduk laki-laki
mereka tidak tau bahwa Sholat jum’at adalah suatu kewajiban bagi laki-laki
sehingga sering diabaikan. Walaupun begitu mereka tau akan peraturan dan
hukum-hukum islam tentang hal yang boleh dilakukan dan hal yang tidak
boleh dilakukan sehingga tingkat kejahatan yang terjadi relatif sedikit bahkan
tidak ada kejahatan yang terjadi. Disisi lain mereka percaya kepada salah satu
sosok yang mereka percayai adalah sebagai penunggu desa tersebut yang
melindungi mereka dari marabahaya atau bencana, memang terkadang sosok
tersebut menampakkan diri dalam sosok seekor binatang anjing yang pada
malam hari tertentu berjalan mengelilingi desa. Walaupun menurut orang
dianggap mustahil tetapi hal itu memang benar terjadi dan dapat dibuktikan.
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
15
Didalam hal lain ketika musim panen tiba di hari pertama memanen
mereka biasa menyajikan sebuah tumpeng lengkap dengan seekor ayam
panggang lengkap dengan bumbu urap serta sayur mayurnya, hal itu mereka
lakukan untuk menghormati dewi sri atau dewi padi dimana telah memberikan
hasil panen yang melimpah sekaligus rasa syukur atas hasil panen yang
mereka dapatkan, dan apabila panen telah selesai mereka megambil seikat
padi yang telah dikeringkan tetapi bulir-bulir
padinya tidak dilepaskan dari batangnya,
setelah itu mereka menaruhnya diatas kuda-
kuda rumah hal itu dilakukan agar rumah yang
mempunyai seikat padi tadi selalu
mendapatkan pangan yang melimpah dan
tidak kekurangan yang diosimbolkan dengan
seikat padi tadi.
Di desa ini juga percaya bahwa ketika
ada gerhana Bulan mereka yakin bahwa pada saat itu sang rembulan sedang
dimakan oleh Buto Ijo yang hanya berkepala saja dan tidak mempunyai tubuh,
mereka dengan segera membangunkan ayam yang sedang bertelur ataupun
yang sedang mengerami induknya, menurut Mitos apabila mereka tidak
membangunkan ayam tersebut, telur yang tadinya dierami tidak akan bisa
menetas atau yang biasa mereka sebut dengan istilah “kopyor “, selain itu
mereka juga memukul-mukul lesung atau alu mereka percaya bahwa jika
mereka memukul-mukul lesung Buto Ijo yang tadinya memakan Rembulan
akan takut dan segera mengeluarkanya kembali.
Dan yang menjadi masalah disini adalah budaya memepercayai Mitos
sudah sangat melekat pada masyarakat desa ini mereka tidak tau jika hal itu
adalah perbuatan syirik yang bertentangan dengan agama Islam, mereka lebih
takut pada adat yang menyatakan jika mereka tidak menjalankan tradisi yang
16 Masyarakat dan Mitos
ada mereka akan mendapatkan musubah sehingga mereka tidak berani dalam
menentang hal tersebut dan masalah-masalah yang terjadi adalah sebagai
berikut:
a. Seperti yang telah disebutkan tadi bahwa Desa ini
mempercayai adanya sosok yang dipercayai adalah sebagai
penunggu Desa yang berwujud seekor anjing yang berukuran besar,
dimana sang penunggu ini biasanya pada malam di hari-hari
tertentu mengelilingi desa. Orang Desa menganggap bahwa Anjing
itu ikut menjaga keamanan desa sehingga di setiap tahunnya pada
hari dimana malamnya adalah malam Jum’at legi warga Desa
berbondong-bondong untuk membuat tumpeng yang isinya adalah
seekor ayam panggang, sayur dan beberapa lauk sebagai
pelengkapnya dan disaat proses pembuatannyapun tidak boleh
dicicipi terlebih dahulu. Dan setelah semuanya selesai pada hari
Jum’at legi pagi tumpeng tersebut mereka bawa ke dsebuah
“Punden” yaitu pada sebuah pohon asam yang besar yang
dipercaya sebagai tempat tinggal penunggu desa tersebut.
Upacara tersebut dipimpin oleh seorang Modin yang
biasanya tugasnya ialah mengurusi segala surat-surat pernikahan
jika ada yang akan menikah dan juga bertugas sebagai orang yang
memandikan jenazah jika ada orang yang meninggal sebenarnya
Modin adalah orang yang lebih tau atau lebih pandai di dalam hal
agama jika dibandingkan dengan warga masyarakat yang ada di
desa tersebut. Berhubung modinpun tidak melarang kegiatan
terebut dan bahkan sebagai pemimpin upacaranya maka
masyarakatpun tidak pernah sadar bahwa kegiatan tersebut adalah
kegiatan syirik, mereka takut jika mereka tidak melakukan
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
17
persembahan tumpeng maka mereka mempunyai keyakinan bahwa
mereka titak ada yang melindungi desa mereka. Bukan hanya itu
saja pada malam harinya masyarakat menyelenggarakan suatu
hiburan yang sangat meriah yaitu diantaranya pertunjukan wayang
semalam suntuk selain itu pertunjukan Reog ponorogo juga
disajikan yaitu setelah upacara selesai Reog diarak keliling
mengelilingi Desa setelah itu psds mslsm harinya pertunjukan Reog
dilanjutkan kembali Sekaligus sebagai penutup acara.
b. Selain itu desa ini juga masih banyak mempunyai mitos yang
lain antara lain yaitu seorang anak kecil apabila sudah memasuki
waktu dzuhur maka bagi anak-anak balita dilarang keluar rimah
masyarakat disini percaya bahwa apabila ada anak balita yang
keluar rumah maka bisa jadi makhluk gaib akan mengganggu anak
kecil tersebut biasanya reaksi yang ditimbulkan yaitu anak kecil
menangis terus menerus dan tidak bias dihentikan, mereka percaya
bahwa pada waktu sore hari menjelang Magrib adalah waktu
dimana Makhluk-makhluk Gaib keluar dari tempat
persembunyianya.
c. Dan pada waktu terjadi Gerhana Bulan masyarat dengan
segera mengambil alu dan ditumbuk-tumbukkan ke dalam lesung
yang dipercaya jika lesung tersebut dipukul-pukul maka makhluk
gaib yang disebut Buto Ijo yang dipercaya telah memakan Bidadari
Bulan akan takut mendengar suara alu tersebut dan segera
melepaskannya. Selain itu bagi masyarakat yang mempunyai Ayam
yang sedang bertelur induk dari Ayam tersebut dibangunkan dengan
mengobrak-ngobrak sarangnya mereka percaya jika Ayam tersebut
tidak dibangunkan maka telur yang tadinya dierami oleh induk Ayam
tidak akan menetas.
18 Masyarakat dan Mitos
ANALISA, PEMBAHASAN DAN SOLUSI.
Melihat dari Fenomena diatas bahwa Desa Tempursari menganut
beberapa Mitos yang diantaranya Didalam hal ketika musim panen tiba di hari
pertama memanen mereka biasa menyajikan sebuah tumpeng lengkap
dengan seekor ayam panggang lengkap dengan bumbu urap serta sayur
mayurnya, hal itu mereka lakukan untuk menghormati dewi sri atau dewi padi
dimana telah memberikan hasil panen yang melimpah sekaligus rasa syukur
atas hasil panen yang mereka dapatkan, dan apabila panen telah selesai
mereka megambil seikat padi yang telah dikeringkan tetapi bulir-bulir padinya
tidak dilepaskan dari batangnya, setelah itu mereka menaruhnya diatas kuda-
kuda rumah hal itu dilakukan agar rumah yang mempunyai seikat padi tadi
selalu mendapatkan pangan yang melimpah dan tidak kekurangan yang
diosimbolkan dengan seikat padi tadi.
Di desa ini juga percaya bahwa ketika ada gerhana Bulan mereka
yakin bahwa pada saat itu sang rembulan sedang dimakan oleh Buto Ijo yang
hanya berkepala saja dan tidak mempunyai tubuh, mereka dengan segera
membangunkan ayam yang sedang bertelur ataupun yang sedang mengerami
induknya, menurut Mitos apabila mereka tidak membangunkan ayam tersebut,
telur yang tadinya dierami tidak akan bisa menetas atau yang biasa mereka
sebut dengan istilah “kopyor “, selain itu mereka juga memukul-mukul lesung
atau alu mereka percaya bahwa jika mereka memukul-mukul lesung Buto Ijo
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
19
yang tadinya memakan Rembulan akan takut dan segera mengeluarkanya
kembali.
Hal tersebut membuktikan bahwa hal tersebut sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa. Di daerah pedesaan sangat kuat pengaruh mitos
terhadap kehidupan masyaratnya, Mitos adalah cerita tentang asal usul
terjadinya dunia seperti sekarang ini, cerita tentang alam peristiwa-peristiwa
yang tidak biasa sebelum alam duniawi yang kita hadapi ini. Cerita-cerita itu
menurut kepercayaan sungguh-sungguh terjadi dan dalam arti tertentu
keramat. Upacara keagamaan adalah pelaksanaan tindakan-tindakan yang
ditentukan, yang strukturnya sangat ketat yang dianggap mempunyai arti
keagamaan. Karena cerita itu sering sekali mendramatisasikan atau
memperagakan cerita-cerita Mitos, dan oleh karena itu mitos itu menerangkan
dan memberi rasionalisasi kepada pelaksanaan upacara.
Dan mitos selalu berhubungan dengan ritual-ritual yang didalamnya
mengandung unsur agama dimana Tylor, satu abad yang lalu telah
mendefinisikan agama sebagai suatu kepercayan dalam bentuk spiritual.
Sejumlah ahli Antropologi sosial modern sudah kembali kesuatu perluasan
definisi agama dalam pengembangan kehidupan sosial masyarakat terhadap
manusia biasa atau kekuatannya. Ahli lainnya mengikuti Durkheim, telah
berusaha menemukan nilai-nilai khusus tentang kesucian yang membatasi
agama dan kepercayaan duniawi. Agama sangat berfariasi dalam peranannya
di alam semesta ini dan cara-cara manusia berhubungan dengan agama
tersebut. Dalam hal ini bisa terdapat kelompok dewa-dewi, satu dewa atau
sama sekali tidak ada roh atau bahkan makhluk dan kekuatan yang
berlebihan, kelompok-kelompok ini secara konstan dapat menghalangi
kegiatan manusia atau tanpa terlibat sekalipun. Kelompok ini bersifat hukum
(primitif) atau bersifat positif. Berhubung dengan ini manusia dapat merasa
kagum atau hormat atu bahkan merasa takut, tetapi mereka juga dapat
20 Masyarakat dan Mitos
mambangkitkan kekuatan gaib atau berusaha memperdayakannya. Agama
kepercayaan dapat juga mengatur moral manusia melakukan atau melanggar
moral.
Dan mengenai kepercayaan atau mengenai masalah Agama
dimana budaya memepercayai Mitos sudah sangat melekat pada masyarakat
desa ini mereka tidak tau jika hal itu adalah perbuatan syirik yang
bertentangan dengan agama Islam, mereka lebih takut pada adat yang
menyatakan jika mereka tidak menjalankan tradisi yang ada mereka akan
mendapatkan musibah sehingga mereka tidak berani dalam menentang hal
tersebut.
Masyarakat daerah ini sebetulnya hampir seluruhnya memeluk agama
Islam tetapi mereka tidak mengerti apa itu agama islam yang sebenarnya,
mereka sering lupa akan kewajiban Sholat disaat mereka disibukkan dengan
kegiatan mereka atau pada saat musim bertani tiba mereka tidak begitu peduli
akan kewajiban mereka untuk menunaikan ibadah Sholat wajib dikarenakan
dalam seharian penuh mereka berada di sawah untuk bertani. Bahkan untuk
menunaikan Sholat jum’at pun kebanyakan dari para penduduk laki-laki
mereka tidak tau bahwa Sholat jum’at adalah suatu kewajiban bagi laki-laki
sehingga sering diabaikan. Walaupun begitu mereka tau akan peraturan dan
hukum-hukum islam tentang hal yang boleh dilakukan dan hal yang tidak
boleh dilakukan sehingga tingkat kejahatan yang terjadi relatif sedikit bahkan
tidak ada kejahatan yang terjadi.
Orang Desa menganggap bahwa Anjing itu ikut menjaga keamanan
desa sehingga di setiap tahunnya pada hari dimana malamnya adalah malam
Jum’at legi warga Desa berbondong-bondong untuk membuat tumpeng yang
isinya adalah seekor ayam panggang, sayur dan beberapa lauk sebagai
pelengkapnya dan disaat proses pembuatannyapun tidak boleh dicicipi
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
21
terlebih dahulu. Dan setelah semuanya selesai pada hari Jum’at legi pagi
tumpeng tersebut mereka bawa ke dsebuah “Punden” yaitu pada sebuah
pohon asam yang besar yang dipercaya sebagai tempat tinggal penunggu
desa tersebut.
Upacara tersebut dipimpin oleh seorang Modin yang biasanya
tugasnya ialah mengurusi segala surat-surat pernikahan jika ada yang akan
menikah dan juga bertugas sebagai orang yang memandikan jenazah jika ada
orang yang meninggal sebenarnya Modin adalah orang yang lebih tau atau
lebih pandai di dalam hal agama jika dibandingkan dengan warga masyarakat
yang ada di desa tersebut. Berhubung modinpun tidak melarang kegiatan
terebut dan bahkan sebagai pemimpin upacaranya maka masyarakatpun tidak
pernah sadar bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan syirik, mereka takut
jika mereka tidak melakukan persembahan tumpeng maka mereka
mempunyai keyakinan bahwa mereka titak ada yang melindungi desa mereka.
Bukan hanya itu saja pada malam harinya masyarakat menyelenggarakan
suatu hiburan yang sangat meriah yaitu diantaranya pertunjukan wayang
semalam suntuk selain itu pertunjukan Reog ponorogo juga disajikan yaitu
setelah upacara selesai Reog diarak keliling mengelilingi Desa setelah itu
psds mslsm harinya pertunjukan Reog dilanjutkan kembali Sekaligus sebagai
penutup acara.
Hal tersebut membuktikan bahwa mayoritas orang jawa mempunyai
agama Islam yang belum murni yang masih terpengaruh oleh kebudayaan
Hindu. Seperti teori yang mengatakan bahwa, Secara etnis, jawa merupakan
mayoritas Indonesia, namun diantara mereka sendiri secara religius ada
keanekaragaman, karena sekitar lima sampai sepuluh prosen diantaranya
adalah menganut Islam dalam bentuk yang agak murni, sekitar tigapuluh
persen menganut Islam dalam versi yang sudah amat sinkretis dan dijawakan,
sementara sebagian besar diantaranya menganggap mereka sebagai muslim
22 Masyarakat dan Mitos
nominal yaitu mengakui bahwa dirinya islam namun tindakan dan pikiran
mereka lebih dekat kepada tradisi Jawa kuno dan Jawa Hindu. Kelompok
tersebut disebut kelompok abangan.
Kebangkitan kembali kebatinan itu lebih daripada sekedar suatu
reaksi melawan islam yang diperpolitikkan saja. Menurut Hadiwijono, mistik
tampil ke permukaan terutama pada masa-masa penuh tekanan dan
keresahan social, ketika orang-orang mencari landasan- landasan baru guna
membangun bagan keadaan manusiawi (1967:3).
Secara sosial, individu dianggap sebagai suatu makhluk yang
didorong oleh pamrih atau hawa nafsu yang motif-motifnya harus dicurigai. Ia
harus dikendalikan oleh adat istiadat dan kebudayaan yang disodorkan dan
dijadikan pedoman oleh masyarakat. Manusia harus hidup secara publik dan
harus dapat diawasi. Individu dianggap tidak bertanggung jawab atas
perbuatanyya jika dianggap tidak bias memikul tanggug jawab atas
tindakannya tersebut. Pada akhirnya yang bertanggung jawab adalah
kelompok pada masyarakat tersebut.
Dan solusi yang dapat saya berikan adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat hendaknya diberikan pengetahuan yang lebih tentang
Agama Islam dimana Agama Islam sebenarnya melarang Manusia
mendewakan atau memuja sesuatu selain Allah SWT karena hal
tersebut merupakan perbuatan syirik yang tidak disukai oleh Allah
SWT.
2. Pendidikan ke jalur yang lebih tinggi menurut saya perlu diberikan
pada masyarakat tersebut sehingga pengetahuan masyarakat tidak
hanya berhenti disitu saja melainkan mereka akan mendapatkan
pengetahuan yang lebih luas bukan hanya pengetahuan tentang Ilmu
pengetahuan saja melainkan juga tentang Agama.
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
23
3. Hendaknya dengan didirikan Pondok pesantren atau di Desa tersebut
harus mempunyai orang-orang yang tinggi ilmu Agamanya yang
dijadikan sebagai orang yang dianut oleh masyarakat.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Hal tersebut
membuktikan bahwa sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa. Di daerah
pedesaan sangat kuat pengaruh Mitos terhadap kehidupan masyaratnya,
dinmana Mitos adalah cerita tentang asal usul terjadinya dunia seperti
sekarang ini, cerita tentang alam peristiwa-peristiwa yang tidak biasa sebelum
alam duniawi yang kita hadapi ini. Cerita-cerita itu menurut kepercayaan
sungguh-sungguh terjadi dan dalam arti tertentu keramat. Upacara
keagamaan adalah pelaksanaan tindakan-tindakan yang ditentukan, yang
strukturnya sangat ketat yang dianggap mempunyai arti keagamaan. Karena
cerita itu sering sekali mendramatisasikan atau memperagakan cerita-cerita
Mitos, dan oleh karena itu mitos itu menerangkan dan memberi rasionalisasi
kepada pelaksanaan upacara.
Dan mitos selalu berhubungan dengan ritual-ritual yang didalamnya
mengandung unsur agama dimana Tylor, satu abad yang lalu telah
mendefinisikan agama sebagai suatu kepercayan dalam bentuk spiritual.
kepercayaan pada masyarakat pedesaan masih dipengaruhi oleh
kepercayaan-kepercayaan mitos yang sangat kuat melekat pada kehidupan di
24 Masyarakat dan Mitos
masyarakat tersebut antara lain dengan adanya mitos-mitos yang sudah
menjadi tradisi antara lain:
Didalam hal ketika musim panen tiba di hari pertama memanen
mereka biasa menyajikan sebuah tumpeng lengkap dengan seekor ayam
panggang lengkap dengan bumbu urap serta sayur mayurnya, hal itu mereka
lakukan untuk menghormati dewi sri atau dewi padi dimana telah memberikan
hasil panen yang melimpah sekaligus rasa syukur atas hasil panen yang
mereka dapatkan, dan apabila panen telah selesai mereka megambil seikat
padi yang telah dikeringkan tetapi bulir-bulir padinya tidak dilepaskan dari
batangnya, setelah itu mereka menaruhnya diatas kuda-kuda rumah hal itu
dilakukan agar rumah yang mempunyai seikat padi tadi selalu mendapatkan
pangan yang melimpah dan tidak kekurangan yang diosimbolkan dengan
seikat padi tadi. Dan masih banyak lagi Mitos-mitos yang terdapat didalam
Masyarakat tersebut.
Walaupun Masyarakat tersebut mayoritas beragama Islam tetapi
agama mereka sangat lemah, mereka sangat berbegang teguh kepada tradisi
mereka walaupun tradisi tersebut bertentangan dengan Norma Agama.
Mungkin hal ini sangatlah sulit untuk dihilangkan dari kebudayaan mereka
karna orang yang sudah fanatik sulit sekali untuk menerima perubahan.
Mungkin perubahan akan terjadi jika di dalam masyarakat tersebut sudah
banyak orang yang memiliki pendidikan yang tinggi. Sehingga sedikit demi
sedikit tradisi tersebut bias hilang.
Seharusnya pada Masyarakat hendaknya diberikan pengetahuan
yang lebih dalam tentang Agama Islam dimana Agama Islam sebenarnya
melarang Manusia mendewakan atau memuja sesuatu selain Allah SWT
karena hal tersebut merupakan perbuatan syirik yang tidak disukai oleh Allah
SWT. Dan juga Pendidikan ke jalur yang lebih tinggi menurut saya perlu
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
25
diberikan pada masyarakat tersebut sehingga pengetahuan masyarakat tidak
hanya berhenti disitu saja melainkan mereka akan mendapatkan pengetahuan
yang lebih luas bukan hanya pengetahuan tentang Ilmu pengetahuan saja
melainkan juga tentang Agama. Hendaknya dengan didirikan Pondok
pesantren atau di Desa tersebut harus mempunyai orang-orang yang tinggi
ilmu Agamanya yang dijadikan sebagai orang yang dianut oleh masyarakat.
Demikianlah materi yang dapat saya sampaikan mengenai Pengaruh
Mitos yang masih melekat pada masyarakat pedesaan khususnya di Desa
Tempursari. Semoga dengan materi ini dapat dijadikan sebagai tambahan
ilmu pengetahuan. Jika ada kekurangan saya mohon maaf.
DAFTAR RUJUKAN
Hasan Shadili, Sosiologi untuk masyarakat Indonesia, Rineka
cipta, Jakarta, 1993.
Drs. Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasonal,
Surabaya.
Koentjoroningrat, Isi Konsep Desa Indonesia, Yayasan BPFE,
Universitas Indonesia, Jakarta.
Roger M. Keesing, Antropologi Budaya, Erlangga, Jakarta,
1992.
Gazalba Sidi. Islam dan Perubahan Sosio Budaya. Pustaka
Alhusna: Jakarta Pusat.
Niels Mulder, Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa,
PT. Gramedia, Jakarta, 1884.
Harold H. Titus, Marilyn. S. Mith, dan Richard T. Nolan, Living
Issues in Philosophy. Terj. H.M. Rosyidi, Persoalan-
persoalan Filsafat. Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
26 Masyarakat dan Mitos
Ali Anwar Yusuf. Islam dan Sains Modern: Sentuhan Islam terhadap Berbagai Disiplin Ilmu. Pustaka Setia, Bandung: 2005, hal.57
Drs. Musa Asy’arie. Agama, Kebudayaan dan Pembangunan
Lain, Sunan Kalijaga
Agama dan Kepercayaan pada Masyarakat Pedesaan
27