PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU KOROSI … · i PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU...
Transcript of PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU KOROSI … · i PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU...
i
PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU
KOROSI DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA KARBON
SEDANG DENGAN PERLAKUAN QUENCHING
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh:
ALOYSIUS BAGUS CAHYADI
NIM : 135214014
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
EFFECT OF THE BEACH ENVIRONMENT TO CORROSION
RATE AND MECHANICAL PROPERTIES OF MEDIUM CARBON
STEEL WITH QUENCHING TREATMENT
FINAL PROJECT
Presented as partial fulfillment of the requirements
to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
By :
ALOYSIUS BAGUS CAHYADI
Student Number : 135214014
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir dengan judul
“Pengaruh Lingkungan Pantai Terhadap Laju Korosi dan Sifat Mekanik pada Baja
Karbon Sedang dengan Perlakuan Panas Quenching” ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 17 Juli 2017
Aloysius Bagus Cahyadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Aloysius Bagus Cahyadi
Nomor Mahasiswa : 135214014
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENGARUH LINGKUNGAN PANTAI TERHADAP LAJU KOROSI DAN
SIFAT MEKANIK PADA BAJA KARBON SEDANG DENGAN PERLAKUAN
PANAS QUENCHING
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 17 Juli 2017
Yang menyatakan,
(Aloysius Bagus Cahyadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
INTISARI
Pantai di Indonesia kaya akan potensi energi terbarukan, namun pantai
merupakan lingkungan yang korosif untuk baja yang notabennya adalah salah satu
material yang digunakan untuk membangun kincir dan panel surya. Korosi tidak
bisa dihentikan hanya bisa dikendalikan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui efek lingkungan pantai pada spesimen yang sudah mendapat
perlakuan panas quenching terhadap laju korosi, kekuatan mekanik, dan bentuk
patahan yang akan dibandingkan dengan bahan yang mendapat perlakuan panas
normalizing.
Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan adalah baja karbon sedang
dengan kadar karbon 0,65% C. Proses korosi dilakukan dengan cara meletakkan
spesimen uji yang sudah diquenching dan dinormalizing pada lingkungan pantai
dan akan dilakukan pengambilan dan pengujian secara berkala 1 bulan, 2 bulan, 3
bulan dan 4 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan tarik spesimen dengan
perlakuan panas quenching lebih tinggi di setiap bulannya dibanding dengan
spesimen dengan perlakuan panas normalizing. Kekuatan tarik maksimal awal
spesimen quenching adalah 182,78 kg/mm2 dan menjadi 86,82 kg/mm2 pada
bulan keempat terkorosi. Kekuatan tarik maksimal awal spesimen normalizing
adalah 73,61 kg/mm2 dan menjadi 70,78 kg/mm2 pada bulan keempat terkorosi.
Jenis patahan pada pengujian tarik spesimen dengan perlakuan panas quenching
adalah getas sedangkan pada spesimen dengan perlakuan panas normalizing
adalah ulet. Laju korosi spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing lebih
tinggi dibanding dengan spesimen uji dengan perlakuan panas quenching setiap
bulannya. Spesimen dengan perlakuan panas quenching memiliki rata-rata 137,47
mdd dan spesimen dengan perlakuan panas normalizing adalah 168,64 mdd. Jenis
korosi yang menyerang spesimen dengan perlakuan panas normalizing adalah
korosi merata. Jenis korosi yang menyerang spesimen dengan perlakuan panas
quenching adalah korosi merata dan korosi sumuran.
Kata kunci : Korosi, Baja karbon, Pantai, Quenching.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRACT
Indonesia beach are abundantly rich in renewable resources. In fact, it is a
corrosive environment for steel as a main material used to build windmills and
solar panels. Corrosion cannot be halted but it can be controlled. The purpose of
this study is to know the effect of coastal environment on specimens which
undergo quenching heat treatment towards the corrosion rate, the mechanical
strength, and the fractional form which will be compared to thematerials which
undergo normalizing heat treatment.
In this study, the researcher used medium carbon steel containing of 0.65%
C. The corrosion process was done by placing the test specimen which have
undergone quenching heat treatment and normalizing heat treatment on the coastal
environment. After that the researcher would take and test it periodically every
month for four months.
The result of the study showed that the ultimate tensile strength with
quenching heat treatment was higher compared to the ultimate tensile strength
with normalizing heat treatment in each month. The early maximum ultimate
tensile strength of the quenching specimen was 182.78 kg/mm2 and became 86.82
kg/mm2 in the fourth month of corrosion while the maximum ultimate tensile
strength of the normalizing specimen was 73.61 kg/mm2 and became 70.78
kg/mm2 in the fourth month of corrosion. The types of the fracture in the tensile
test specimen with quenching heat treatment was brittle fracture and the specimen
with normalizing heat treatment was ductile fracture. The corrosion rate of
specimen with normalizing heat treatment was higher than the specimen with
quenching heat treatment each month. Specimens with quenching heat treatment
had an average of 137.47 mdd and the specimens with normalizing heat treatment
was 168.64 mdd. The type of corrosion which attack the specimen with
normalizing heat treatment was the uniform corrosion and the type of corrosion
that attack specimens with quenching heat treatment was the uniform corrosion
and pitting corrosion.
Keywords : Corrosion, Carbon Steel, Beach, Quenching.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi bagi
mahasiswa Teknik Mesin sebelum dinyatakan lulus sebagai Sarjana Teknik.
Pelaksanaan dan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, baik
berupa materi, bimbingan, kerjasama serta dukungan moril. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapakan terimakasih kepada :
1. Sudi Mungkasi S.Si., M.Math.Sc., Ph.D., Dekan Fakultas Sains Dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ir. Petrus Kanisius Purwadi, MT., Ketua Program Studi Teknik Mesin,
Universitas Sanata Dharma.
3. R. B. Dwiseno Wihadi, S.T., M.Si. Dosen Pembimbing Akademik.
4. Budi Setyahandana MT., Dosen Pembimbing Skripsi.
5. Seluruh Dosen dan Tenaga Kependidikan Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Sanata Dharma.
6. Doddy Purwadianto, S.T., M.T., Kepala Laboratorium Program Studi Teknik
Mesin, Universitas Sanata Dharma.
7. Martono Dwiyaning Nugroho, Ag. Ronny Widaryawan, Intan Widanarko dan
semua Laboran yang lain.
8. Keluarga tercinta, Bapak, Ibu, Kakak, Adik, dan keponakan atas dukungan
moral, motivasi, dan financial.
9. Faustina Monika A.S. yang selalu memberikan semangat dan dukungan lewat
doa dan kasih sayang sampai studi ini selesai.
10. Teman-teman satu kelompok penelitian Silvester Taufan dan Yulius Bima.
11. Mas Tri, Tenaga Kependidikan Prodi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
12. Rekan-rekan dan semua pihak yang membantu dalam penulisan Skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna penyempurnaan
Skripsi ini.
Yogyakarta, 17 Juli 2017
Penulis
Aloysius Bagus Cahyadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL……………………………………………………………... i
LEMBAR JUDUL BAHASA INGGRIS……………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING……………………..… iii
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI DAN DEKAN…………..….. iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………...….… v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA……….. vi
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
INTISARI…………………………………………………………………….. vii
ABSTRACT………………………………………………………………….. viii
KATA PENGANTAR………………………………………………………... ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………. xiv
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………. 1
1.1. Latar Belakang……………………………………………………… 1
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………....... 2
1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………….... 2
1.4. Manfaat Penelitian………………………………………………….. 3
1.5. Batasan Masalah……………………………………………………. 3
BAB II DASAR TEORI.…………………………………………………....... 5
2.1. Baja…………………………………………………………………. 5
2.1.1. Baja Karbon Sedang…………………………………………… 5
2.1.2. Sifat Mekanik Baja…………………………………………….. 5
2.1.3. Diagram Fasa Fe-C…………………………………………….. 7
2.1.4. Struktur Mikro Baja……………………………………………. 8
2.2. Perlakuan Panas…………………………………………………...... 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
2.2.1. Quenching…………………………………………………........ 10
2.2.2. Normalizing…………………………………………………..... 10
2.2.3. Media Pendingin……………………………………………….. 11
2.3. Korosi……………………………………………………………….. 12
2.3.1. Konsep Dasar Korosi…………………………………………... 13
2.3.2. Jenis-jenis Korosi………………………………………………. 15
2.3.3. Laju Korosi…………………………………………………….. 21
2.4. Pengujian dan Pengamatan………………………………………..... 23
2.4.1. Uji Tarik……………………………………………………...... 23
2.4.2. Pengamatan Bentuk Patahan…………………………………….... 28
2.5. Tinjauan Pustaka………………………………………………….... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 33
3.1. Skema Penelitian……………….………………………………….... 33
3.2. Persiapan Bahan………………….…………………………………. 34
3.3. Pembuatan Benda Uji…………….……………………..................... 34
3.4. Peralatan yang Digunakan…………….…………………………….. 35
3.5. Proses Perlakuan Panas……………….…………………….............. 39
3.5.1. Proses Normalizing……………….……………………………. 40
3.5.2. Proses Quenching………………….…………………………… 40
3.6. Penempatan Spesimen Uji di Pantai…….………………………….. 42
3.7. Pengujian Spesimen…………………….…………………………... 43
3.7.1. Uji Tarik…………………………....…………………………. 43
3.7.2. Pengamatan Makro………………….…………………………. 43
3.7.3. Perhitungan Laju Korosi………………………………………. 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….…………………. 46
4.1. Hasil Uji Komposisi…………………………………………........... 46
4.2. Pengujian Tarik…………………………………………………….. 46
4.3. Pengamatan Makro Patahan………………………………………... 53
4.4. Perhitungan Laju Korosi…………………………………………… 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.…………………………………….. 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
5.1. Kesimpulan…………………………………………………………. 67
5.2. Saran………………………………………………………………… 68
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 69
LAMPIRAN………………………………………………………………….. 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 4. 1 Uji komposisi bahan……………………………………………… 46
Tabel 4. 2 Tabel data uji tarik spesimen quenching…………………………. 47
Tabel 4. 3 Tabel data uji tarik spesimen dengan perlakuan panas normalizing. 48
Tabel 4. 4 Data laju korosi spesimen uji quenching…………………………. 58
Tabel 4. 5 Data laju korosi spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing. 59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Diagram keseimbangan besi karbon…………………………….. 8
Gambar 2. 2 Komponen utama terjadinya korosi……………………………... 13
Gambar 2. 3 Proses terjadinya korosi…………………………………………. 14
Gambar 2. 4 Jenis-jenis korosi………………………………………………… 15
Gambar 2. 5 Contoh korosi merata……………………………………………. 16
Gambar 2. 6 Bentuk-bentuk korosi sumuran………………………………….. 16
Gambar 2. 7 Contoh korosi sumuran………………………………………….. 17
Gambar 2. 8 Contoh korosi erosi……………………………………………… 18
Gambar 2. 9 Contoh korosi galvanis………………………………………….. 18
Gambar 2. 10 Contoh korosi tegangan………………………………………... 19
Gambar 2. 11 Contoh korosi celah……………………………………………. 20
Gambar 2. 12 Contoh korosi lelah……………………………………………. 20
Gambar 2. 13 Korosi batas butir……………………………………………… 21
Gambar 2. 14 Kurva tegangan-regangan……………………………………... 24
Gambar 2. 15 Grafik uji tarik…………………………………………………. 26
Gambar 2. 16 Proses patahan Ulet……………………………………………. 29
Gambar 2. 17 Patahan getas…………………………………………………... 30
Gambar 3. 1 Skema Penelitian………………………………………………... 33
Gambar 3. 2 Standart ASTM A370-03a………………………………………. 34
Gambar 3. 3 Bentuk dan ukuran spesimen…………………………………… 34
Gambar 3. 4 Mesin Bubut…………………………………………………….. 35
Gambar 3. 5 Kikir…………………………………………………………….. 35
Gambar 3. 6 A mesin uji tarik di Laboratorium USD. B mesin uji tarik di …. 36
Laboratorium IST AKPRIND
Gambar 3. 7 Neraca digital…………………………………………………… 36
Gambar 3. 8 Jangka sorong…………………………………………………… 37
Gambar 3. 9 Oven…………………………………………………………….. 37
Gambar 3. 10 Stopwatch……………………………………………………… 38
Gambar 3. 11 Oli……………………………………………………………… 38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
Gambar 3. 12 Accu zuur………………………………………………………. 39
Gambar 3. 13 Thermometer………………………………………………….... 39
Gambar 3. 14 Spesimen dimasukkan ke dalam oven…………………………. 41
Gambar 3. 15 Oli yang dipanaskan…………………………………………… 41
Gambar 3. 16 Pencelupan spesimen ke dalam oli…………………………….. 42
Gambar 3. 17 Spesimen setelah diquenching dan dibersihkan……………….. 42
Gambar 3. 18 Penempatan spesimen di lingkungan pantai…………………... . 43
Gambar 3. 19 Penimbangan dengan neraca…………………………………… 44
Gambar 3. 20 Spesimen yang sebagian sudah dikelupas teraknya……………. 44
Gambar 3. 21 Perbandingan antara spesimen yang sudah dibersihkan dari …. 44
terak dan belum
Gambar 3. 22 Perendaman spesimen dengan accu zuur……………………… 45
Gambar 3. 23 Pencucian spesimen setelah direndam accu zuur……………… 45
Gambar 3. 24 Penimbangan kembali setelah spesimen bersih………………... 45
Gambar 4. 1 Grafik UTS spesimen uji quenching…………………………….. 49
Gambar 4. 2 Grafik UTS spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing… 49
Gambar 4. 3 Grafik UTS spesimen uji quenching dan dengan perlakuan ……. 50
panas normalizing
Gambar 4. 4 Grafik regangan spesimen uji quenching………………………… 52
Gambar 4. 5 Grafik regangan spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing 52
Gambar 4. 6 Grafik regangan spesimen uji quenching dan normalizing………. 53
Gambar 4. 7 Spesimen uji awal tanpa terkorosi dengan perlakuan quenching… 54
Gambar 4. 8 Spesimen uji 1 bulan terkorosi dengan perlakuan panas quenching. 54
Gambar 4. 9 Spesimen uji 2 bulan terkorosi dengan perlakuan panas quenching. 54
Gambar 4. 10 Spesimen uji 3 bulan terkorosi dengan perlakuan panas ……….. 55
quenching
Gambar 4. 11 Spesimen uji 4 bulan terkorosi dengan perlakuan panas ……….. 55
quenching
Gambar 4. 12 Spesimen uji awal tidak terkorosi dengan perlakuan panas ……. 55
normalizing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
Gambar 4. 13 Spesimen uji satu bulan terkorosi dengan perlakuan panas …… 56
normalizing
Gambar 4. 14 Spesimen uji dua bulan terkorosi dengan perlakuan panas …... 56
normalizing
Gambar 4. 15 Spesimen uji tiga bulan terkorosi dengan perlakuan panas …... 56
normalizing
Gambar 4. 16 Spesimen uji empat bulan terkorosi dengan perlakuan panas…. 57
normalizing.
Gmbar 4. 17 Foto makro terkorosi 1 bulan spesimen uji quenching………….. 61
Gambar 4. 18 Foto makro terkorosi 2 bulan spesimen uji quenching………… 61
Gambar 4. 19 Foto makro terkorosi 3 bulan spesimen uji quenching………… 62
Gambar 4. 20 Foto makro terkorosi 4 bulan spesimen uji quenching………… 62
Gambar 4. 21 Foto makro terkorosi 1 bulan spesimen uji normalizing……….. 63
Gambar 4. 22 Foto makro terkorosi 2 bulan spesimen uji normalizing……….. 63
Gambar 4. 23 Foto makro terkorosi 3 bulan spesimen uji normalizing……….. 64
Gambar 4. 24 Foto makro terkorosi 4 bulan spesimen uji normalizing……….. 64
Gambar 4. 25 Grafik laju korosi spesimen uji quenching……………………… 65
Gambar 4. 26 Grafik laju korosi spesimen uji dengan perlakuan panas……….. 65
normalizing.
Gambar 4. 27 Grafik perbandingan laju korosi………………………………… 66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang karena Indonesia
merupakan negara kepulauan. Badan Informasi Geospasial (BIG)
menyebutkan, total panjang garis pantai Indonesia adalah 99.093 kilometer.
(Dewanti Lestari, 2015).
Pantai merupakan daerah yang kaya akan potensi, baik potensi untuk
energi terbarukan seperti tenaga angin, tenaga surya dan juga tenaga ombak
maupun potensi wisata. Maka Indonesia adalah negara yang memiliki potensi
energi terbarukan dan juga wisata yang tinggi.
Dalam pemanfaatan tenaga angin dan surya, di wilayah Pantai Baru
Pandansimo, Bantul telah dibangun kincir angin dan juga panel surya sebagai
pembangkit listrik. Salah satu komponen utama yang digunakan dalam
pembangunan kincir angin dan panel surya adalah baja. Namun dibalik
potensi lingkungan pantai itu, pantai merupakan lingkungan yang sangat
korosif bagi baja.
Korosi adalah peristiwa rusaknya suatu bahan atau menurunya
kualitas bahan karena reaksi dengan lingkungannya. Korosi tidak dapat
dihentikan, hanya bisa dicegah atau dikontrol (Saludin Muis,2015).
Kerusakan yang terjadi dapat berupa penyusutan permukaan, timbulnya
lubang-lubang kecil (sumuran), dan lain-lain.
Korosi merupakan hal yang sangat merugikan. Pada tahun 1980 di
Amerika Serikat, Institut Battelle menaksir bahwa setiap tahun perekonomian
Amerika Serikat rugi 70 milyar dolar akibat korosi. Bukan hanya soal biaya,
bahkan korosi juga bisa mendatangkan maut. Pada tahun 1985, atap sebuah
kolam renang berusia 13 tahun di Swiss telah rubuh, menewaskan 12 orang
dan melukai banyak yang lainnya. Diperkirakan penyebabnya adalah korosi
pada baja nirkarat terbuka yang menopang 200 ton atap beton bertulang (John
Chamberlain, 1991:5).
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Baja karbon sedang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Penggunaannya melingkupi berbagai bidang seperti pada pertanian ada
cangkul, parang, palu, dan lain-lain. Pada spare part kendaraan ada poros,
gear, sprocket, dan spare part lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai laju korosi baja karbon sedang dengan kadar karbon 0,65% yang
diberi perlakuan panas quench di lingkungan pantai sebagai Skripsi. Baja
karbon sedang dengan kadar karbon 0,65% dipilih penulis karena merupakan
baja yang cukup keras namun tidak segetas baja karbon tinggi dan juga
memiliki kadar karbon yang cukup untuk mendapat perlakuan panas
quenching.
1.2. Rumusan Masalah
Laju korosi akan berbeda untuk bahan yang berbeda, begitu juga
untuk lingkungan yang berbeda. Pada penelitian ini akan dianalisa hasil laju
korosi baja dengan kadar karbon 0,65% yang telah diberi perlakuan panas
quench maupun yang tidak diberi perlakuan panas. Lama waktu penempatan
dan perlakuan panas quench tersebut yang akan mempengaruhi laju korosi
yang nantinya akan diketahui pengaruhnya terhadap kekuatan benda uji
dengan dilakukan uji tarik.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penulisan skripsi ini
adalah:
1. Mengetahui laju korosi baja karbon 0,65% dengan perlakuan panas
normalizing dan baja karbon 0,65% dengan perlakuan panas quench
akibat pengaruh lingkungan pantai pada kurun waktu 1 sampai 4
bulan.
2. Mengetahui jenis korosi baja karbon 0,65% dengan perlakuan panas
normalizing dan baja karbon 0,65% dengan perlakuan panas quench
akibat pengaruh lingkungan pantai pada kurun waktu 1 sampai 4
bulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
3. Mengetahui kekuatan tarik baja karbon 0,65% dengan perlakuan panas
normalizing dan baja karbon 0,65% dengan perlakuan panas quench
akibat pengaruh lingkungan pantai pada kurun waktu 1 sampai 4
bulan.
4. Mengetahui jenis patahan spesimen uji tarik baja karbon 0,65% dengan
perlakuan panas normalizing dan baja karbon 0,65% dengan perlakuan
panas quench akibat pengaruh lingkungan pantai pada kurun waktu 1
sampai 4 bulan.
1.4. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu pengetahuan serta manfaat-manfaat lain, yaitu:
1. Dapat menjadi referensi pada penelitian berikutnya.
2. Dapat menentukan hasil dari uji tarik dan laju korosi untuk bahan
silinder pejal baja karbon sedang dari waktu ke waktu.
3. Memberi input atau data untuk pengembangan pembangunan di daerah
pantai.
1.5. Batasan Masalah
Batasan masalah yang ditentukan dalam penelitian ini adalah:
1. Spesimen yang digunakan adalah baja karbon sedang dengan kadar
karbon 0,65%.
2. Perlakuan panas yang digunakan adalah quench dengan suhu 850° C
dengan penahanan waktu 60 menit.
3. Lingkungan tempat meletakkan benda uji adalah lingkungan Pantai
Baru Pandansimo, Bantul.
4. Pengujian kekuatan benda uji dilakukan dengan pengujian tarik.
5. Pengujian dan pengamatan yang dilakukan: Laju korosi, kekuatan
tarik, pengamatan makro, dan bentuk patahan.
6. Spesimen diletakkan di pantai dalam waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan,
dan 4 bulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
7. Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan Laboratorium Metalurgi Institut Sains &
Teknologi AKPRIND.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1.Baja
Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana
besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya.
Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai
tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja terdapat unsur-unsur lain selain
karbon yang tertinggal di dalam baja seperti : mangan (Mn), silikon (Si),
kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya. Berdasarkan komposisi
dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon
(Carbon Steel) dan Baja Paduan (Alloy Steel). Baja karbon sendiri dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu baja karbon rendah (C < 0,3%), baja
karbon sedang (0,3% < C < 0,7%), dan baja karbon tinggi (0,7%< C < 1,7%)
(Smallman & Bishop, 1999)
2.1.1. Baja Karbon Sedang
Kandungan karbon pada baja ini antara 0.3% sampai 0.7%. Baja
jenis ini dapat dikeraskan dan dilunakkan, dapat dilas dan mudah
dikerjakan pada mesin dengan baik. Baja ini dapat ditempa secara mudah
tetapi tidak bisa dilas semudah baja kontruksi dan baja struktural.
Penambahan kandungan karbon akan mempertinggi kekuatan tarik tetapi
mengurangi kemampuan regangnya. Penggunaan baja karbon menengah
ini biasanya digunakan untuk poros/as, engkol, gear, crankshaft dan spare
part lainnya.
2.1.2. Sifat Mekanik Baja
Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan
beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa
beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi. Sifat-sifat
mekanik yang terpenting antara lain:
1. Kekuatan (strength)
Kekuatan menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan
tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah. Kekuatan ini ada
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara
lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan,
kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.
2. Kekerasan (hardness)
Kekerasan dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk
bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini
berkaitan erat dengan sifat keausan (wearresistance). Dimana kekerasan
ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.
3. Keuletan (elasticity)
menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah
tegangan dihilangkan. Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak
perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata lain
kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk
dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan
deformasi.
4. Kekakuan (stiffness)
Kekuan menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) atau efleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting
daripada kekuatan.
5. Plastisitas (plasticity)
Plastisitas menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah
deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses
dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding
dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan
(ductility).
6. Ketangguhan (toughness)
Ketangguhan menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah
energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan
suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh
banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.
7. Kelelahan (fatigue)
Kelelahan merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila
menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih
jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari
kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh
kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting
tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang
mempengaruhinya.
8. Keretakan (creep)
Keretakan merupakan kecenderungan suatu logam mengalami
deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat
bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.
2.1.3. Diagram Fasa Fe-C
Diagram kesetimbangan besi karbon adalah diagram yang
menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa
selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar
karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-
operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah
memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap
proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses
pengerasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Gambar 2. 1 Diagram keseimbangan besi karbon
(Sumber : http://www.calphad.com/iron-carbon.html)
2.1.4. Struktur Mikro Baja
Jika baja karbon dilihat di bawah mikroskop metallurgy, maka struktur
mikro dapat dikenali sebagai perlit, ferrit, sementit (karbida besi), austenit atau
bainit dengan beberapa variasi tergantung dari perlakuannya. Sementit atau
karbida besi merupakan struktur terkeras pada diagram karbon dengan kandungan
karbon 6,67% C diagram karbon terlihat bahwa karbida besi (Fe3C) berada pada
bagian sebelah kanan diagram. Baja yang mengalami perlakuan panas akan
mengalami perubahan karakter yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan
panasnya.
Fase-fase yang terjadi pada baja adalah:
1. Austenit atau Besi Austenit merupakan larutan pada sela antara karbon dan
besi dengan struktur FCC dan mampu melarutkan maksimum 2% karbon
secara intersitas pada temperatur 1129oC dalam bentuk larutan padat, austenit
bersifat liat dan lunak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
2. Ferrit adalah besi dengan struktur BBC yang mampu melarutkan 0,008 % C
pada temperatur 723oC. Ferrit membentuk larutan padat intersiti dengan
karbon pada luasan yang sempit dengan struktur yang paling luas.
3. Perlit merupakan campuran eutektoit dengan kandungan 0,8% karbon yang
tampak tersusun berlapis-lapis secara bergantian dari ferrit dan sementit. Oleh
karena itu perlit mempunyai sifat antara ferrit dan sementit yaitu cukup kuat
dan tahan terhadap korosi. Perlit terbentuk pada suhu 723oC, dimana pada saat
pendinginan 0,8% karbon akan menghasilkan 100% perlit pada komposisi
eutectoid. Bila laju pendinginan lambat maka karbon dapat berdifusi lama
sehinga terbentuk perlit kasar, sedangkan bila laju pendinginan dipercepat
maka akan terbentuk perlit halus.
4. Sementit atau karbida besi sementit adalah senyawa kimia antara besi dengan
karbon dengan kandungan karbon sebanyak 6,67% karbida besi (Fe3C)
menyatakan bahwa tiga atom besi terikat oleh salah satu atom karbon yang
menjadi sebuah karbida besi. Sementit memberikan kekerasan yang tinggi
pada baja.
5. Struktur martensit terbentuk karena adanya pemanasan kemudian didinginkan
dengan cepat (Quenching) yang terbentuk dibawah temperatur eutectoid tetapi
masih dibawah temperatur tuang, karena austenit tidak stabil pada
pendinginan diatas, sehingga terjadi secara serentak strukturnya berubah
menjadi kubus pusat ruang tetragonal (BBC). Pada keadaan ini tidak terjadi
difusi melainkan pengerasan sebab semua atom karbon tetap tertinggal dalam
lapisan padat karena strukturnya tidak berbentuk kubus maka karbon
terperangkap sehingga sulit terjadi slip sehingga dalam hal ini martensit
mempunyai sifat keras, rapuh, dan mempunyai kekuatan tarik yang tinggi.
Sifat martensit yang tidak stabil harus ditemper untuk menghilangkan
tegangan dalam agar diperoleh sifat yang lebih liat dan kuat.
2.2. Perlakuan Panas
Perlakuan panas pada baja bertujuan untuk mengubah sifat logam yang
diinginkan dengan mengubah struktur mikro melalui pemanasan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
pengaturan kecepatan pendinginan dengan atau tanpa merubah komposisi
kimia baja.
2.2.1. Quenching
Quenching merupakan salah satu teknik perlakuan panas yang
diawali dengan proses pemanasan sampai temperatur austenit (austenisasi)
diikuti pendinginan secara cepat, sehingga fasa austenit langsung
bertransformasi secara parsial membentuk struktur martensit. Austenisasi
dimulai pada temperatur minimum ± 50°C di atas A3 dan ACM pada
gambar 2.1 yang merupakan temperatur aktual transformasi fasa ferit,
perlit, dan sementit menjadi austenit. Temperatur pemanasan hingga fasa
austenit untuk proses quenching disebut juga sebagai temperatur
pengerasan (hardening temperatur). Dan setelah mencapai temperatur
pengerasan, dilakukan penahanan selama beberapa menit untuk
menghomogenisasikan energi panas yang diserap selama pemanasan,
kemudian didinginkan secara cepat dalam media pendingin.
Tujuan utama quenching adalah menghasilkan baja dengan sifat
kekerasan tinggi. Sekaligus terakumulasi dengan kekuatan tarik dan
kekuatan luluh, melalui transformasi austenit ke martensit. Proses
quenching akan optimal jika selama proses transformasi, struktur austenit
dapat dikonversi secara keseluruhan membentuk struktur martensit.
Hal-hal penting untuk menjamin keberhasilan quenching dan
menunjang terbentuknya martensit khususnya, adalah: temperatur
pengerasan, waktu tahan, laju pemanasan, metode pendinginan, media
pendingin dan hardenability.
2.2.2. Normalizing
Proses normalizing termasuk dalam proses perlakuan panas (Heat
Treatment). Normalizing adalah suatu proses yang dilakukan dengan cara
memanaskan baja hingga mencapai temperatur austenit, kemudian pada
temperatur tersebut ditahan untuk beberapa saat, lalu didinginkan
perlahan-lahan dengan menggunakan media pendingin udara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Normalizing bertujuan untuk memperbaiki dan menghilangkan
struktur butiran kasar dan ketidak-seragaman struktur dalam baja menjadi
berstrukrur yang normal kembali yang otomatis mengembalikan keuletan
baja lagi. Struktur butiran kasar terbentuk karena waktu pemanasan
dengan temperatur tinggi atau di daerah austenit yang menyebabkan baja
berstruktur butiran kasar.
Sedangkan penyebab dari ketidak-seragaman struktur karena :
- pengerjaan rol atau tempa
- pengerjaan las atau potong las
- temperatur pengerasan yang terlalu tinggi
- menahan terlalu lama di daerah austenite
- pengepresan, pelubangan dengan punch, penarikan. Temperatur
pemanasan normalizing sekitar 50℃ diatas temperatur kritis atau
garis AC3 pada gambar 2.1 untuk baja hypoeutectoid agar diperoleh
Austenit yang homogen.
2.2.3. Media Pendingin
Media pendingin yang digunakan untuk mendinginkan baja
bermacam-macam, bergantung kepada karakteristik yang diinginkan.
Berbagai bahan pendingin yang digunakan dalam proses perlakuan panas
antara lain:
1. Air
Pendinginan dengan menggunakan air akan memberikan daya
pendinginan yang cepat. Biasanya ke dalam air tersebut dilarutkan
garam dapur sebagai usaha mempercepat turunnya temperatur benda
kerja dan mengakibatkan bahan menjadi keras. Namun karena
pendinginan yang cepat memberi dampak yang lain, yaitu besar
kemungkinan terjadi distorsi dan retak.
2. Minyak/oli
Pendinginan minyak sering digunakan ketika bagian tipis benda atau
sifat yang diperlukan setelah perlakuan panas tidak tinggi. Minyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
dapat meminimalisir retak dan sangat efektif dalam mengurangi
distorsi. Daripada media pendinginan air dan larutan garam,
minyak/oli cenderung untuk memberikan pendinginan lebih lambat
sedangkan air garam yang paling cepat. Selain minyak/oli yang
khusus digunakan sebagai bahan pendingin pada proses perlakuan
panas, dapat juga digunakan oli mesin, minyak bakar, atau solar.
3. Udara
Pendinginan udara dilakukan untuk perlakuan panas yang
membutuhkan pendinginan lambat. Untuk keperluan tersebut udara
yang disirkulasikan ke dalam ruangan pendingin dibuat dengan
kecepatan yang rendah. Udara sebagai pendingin akan memberikan
kesempatan kepada logam untuk membentuk kristal-kristal dan
kemungkinan mengikat unsur-unsur lain dari udara. Adapun
pendinginan pada udara terbuka akan memberikan oksidasi oksigen
terhadap proses pendinginan.
4. Larutan Garam
Larutan garam dipakai sebagai bahan pendingin disebabkan memiliki
sifat mendinginkan yang teratur dan cepat. Bahan yang didinginkan
di dalam cairan garam yang akan mengakibatkan ikatannya menjadi
lebih keras karena pada permukaan benda kerja tersebut akan
meningkat zat arang. Kemampuan suatu jenis media dalam
mendinginkan spesimen bisa berbeda-beda, perbedaan kemampuan
media pendingin disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar
larutan dan bahan dasar media pendingin.
2.3. Korosi
Korosi adalah peristiwa rusaknya suatu bahan atau menurunnya
kualitas bahan karena reaksi dengan lingkungannya. Proses korosi tidak dapat
dihindari oleh sebuah material, korosi hanya dapat dicegah. Pencegahan korosi
sejak awal sampai sekarang sudah banyak dilakukan karena korosi merusak.
Korosi juga sangat merugikan, seperti dalam hal:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
a. Biaya korosi yang sangat mahal, baik akibat korosi itu sendiri maupun
yang digunakan dalam pencegahannya.
b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.
c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan bisa mendatangkan
maut.
Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia dan beberapa
secara kimiawi. Korosi yang terjadi pada logam, dikarenakan kebanyakan
logam ditemukan di alam dalam bentuk oksida. Logam juga memiliki
kecenderungan untuk kembali kekeadaan pada saat ditemukan di alam.
2.3.1. Konsep Dasar Korosi
Gambar 2. 2 Komponen utama terjadinya korosi
(Sumber : Saludin Muis. Teori Keandalan dan Mekanisme Korosi. Hal 61)
Pada Gambar 2.2 terlihat komponen utama terjadinya korosi. Korosi
berdasarkan proses elektro-kimia (electrochemical prosess) terdiri dari 4
komponen utama yaitu:
1. Anoda
Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-
elektron dari atom-atom logam netral untuk membentuk ion-ion yang
bersangkutan. Ion-ion ini mungkin tetap tinggal dalam larutan atau
bereaksi membentuk hasil korosi yang tidak larut. Contoh reaksi
pada anoda adalah
Fe → Fe2+ + 2e
Banyak elektron yang diambil dari masing-masing atom
ditentukan oleh valensi logam bersangkutan. Umumnya adalah 1, 2,
atau 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2. Katoda
Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin
terjadi kerusakan. Reaksi yang terjadi pada katoda berupa reaksi
reduksi. Reaksi pada katoda tergantung pada pH larutan yang
bersangkutan, seperti:
O2 + 4H+ + 4e → 2H2O
Persyaratan dalam reaksi katoda adalah bahwa reaksi harus
mengkonsumsi elektron-elektron yang dihasilkan oleh proses anoda.
3. Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang mempunyai sifat menghantar
listrik. Elektrolit dapat berupa larutan asam, larutan basa, dan larutan
garam. Larutan elektrolit mempunyai peranan penting dalam korosi
logam karena larutan ini dapat menjadikan kontak listrik antara
anoda dan katoda.
4. Lintasan logam
Anoda dan katoda harus terhubung secara elektris agar arus
dalam sel korosi dapat mengalir. Hubungan secara fisik tidak
diperlukan jika anoda dan katoda merupakan bagian dari logam yang
sama.
Agar korosi dapat terjadi, keempat komponen di atas harus ada,
maka dapat dikatakan bahwa menghilangkan salah satu dari keempat
komponen sel korosi basah sederhana akan menghentikan reaksi
korosi. Pada Gambar 2.3 memperlihatkan proses terjadinya korosi.
Gambar 2. 3 Proses terjadinya korosi
(Sumber : Saludin Muis. Teori Keandalan dan Mekanisme Korosi. Hal 68)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
2.3.2. Jenis-jenis Korosi
Jenis korosi yang terjadi pada logam dapat bermacam-macam
bergantung pada faktor-faktor berikut, yaitu jenis logam, lingkungan,
kehalusan permukaan, bentuk benda, dan sebagainya. Pada Gambar 2.4
ditunjukkan jenis-jenis korosi.
Gambar 2. 4 Jenis-jenis korosi
(Sumber: https://www.researchgate.net)
Berikut adalah jenis-jenis korosi:
1. Korosi Merata (Uniform attack)
Korosi merata adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam
akibat reaksi kimia karena pH air yang rendah dan atau udara yang
lembab sehingga makin lama logam makin menipis. Biasanya korosi
ini terjadi pada pelat baja atau profil logam yang bersifat homogen.
Korosi merata dapat dilihat dengan kasat mata. Pada Gambar 2.5
merupakan contoh dari korosi merata.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Gambar 2. 5 Contoh korosi merata.
(Sumber: https://corrosioncollege.com/)
2. Korosi Sumuran (Pitting corrosion)
Korosi sumuran adalah korosi lokal yang secara selektif
menyerang bagian tertentu pada permukaan logam. Permukaan yang
mudah terserang korosi sumuran adalah permukaan yang tidak rata,
retak atau tergores, bisa juga karena mempunyai tonjolan akibat
dislokasi atau slip yang disebabkan oleh tegangan tarik yang dialami
atau tersisa. Korosi sumuran sangat mirip dengan korosi celah.
Pembedanya adalah pemicunya. Korosi celah dipicu oleh beda
konsentrasi oksigen atau ion-ion elektrolit, sedangkan korosi sumuran
dipicu oleh faktor-faktor metalurgi. Gambar 2.6 menunjukkan bentuk-
bentuk dari korosi sumuran.
Gambar 2. 6 Bentuk-bentuk korosi sumuran
(Sumber: http://www.corrosionclinic.com)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Korosi ini sangat berbahaya karena pada bagian permukaan
hanya lubang kecil saja, namun pada bagian dalamnya terjadi lubang
yang besar seperti sumuran. Pada Gambar 2.7 ditunjukkan contoh
korosi sumuran pada logam.
Gambar 2. 7 Contoh korosi sumuran.
(Sumber: http://pubs.rsc.org)
3. Korosi Erosi (Errosion corrosion)
Korosi ini terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian-
bagian yang tajam dan kasar, bagian-bagian inilah yang mudah terjadi
korosi dan juga diakibatkan karena fluida yang sangat deras dan dapat
mengikis pelindung pada logam. Pada Gambar 2.8 ditunjukkan contoh
korosi erosi pada pipa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Gambar 2. 8 Contoh korosi erosi
(Sumber: Budi Utomo. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. 2009)
4. Korosi Galvanis (Galvanis Corrosion)
Korosi ini terjadi saat adanya dua logam yang berbeda dalam
satu elektrolit sehingga logam yang lebih anodik akan terkorosi.
Korosi ini sering dijumpai pada sambungan sambungan pipa yang
berbeda jenis logamnya. Pemilihan logam yang sama jenisnya sangat
penting untuk menghindari korosi galvanis. Pada Gambar 2.9
ditunjukkan contoh korosi galvanis pada pipa.
Gambar 2. 9 Contoh korosi galvanis
(Sumber: Budi Utomo. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. 2009)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
5. Korosi Tegangan (Stress corrosion)
Korosi tegangan terjadi karena butiran logam yang berubah
bentuk yang diakibatkan karena logam mengalami perlakuan khusus,
seperti diregang dan ditekuk. Sehingga butiran menjadi tegang dan
butiran ini sangat mudah bereaksi dengan lingkungan. Apabila logam
yang telah mengalami stress maka logam harus direlaksasi. Pada
Gambar 2.10 ditunjukkan contoh korosi tegangan.
Gambar 2. 10 Contoh korosi tegangan.
(Sumber: Budi Utomo. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. 2009)
6. Korosi Celah (Crevice corrosion)
Korosi celah adalah dengan perubahan yang tinggi pada lubang
sempit yang disebabkan adanya perbedaan penambahan oksigen
dengan konsentrasi oksigen dalam celah lebih rendah sehingga sulit
bagi oksigen untuk menembus lubang kecil. Korosi ini, disebabkan
oleh adanya sejumlah kecil larutan yang terstagnasi (diam) karena
adanya hole, gasket. Sambungan penyebab timbulnya celah, sehingga
korosi ini sering juga disebut korosi deposit, korosi retakan. Korosi ini
banyak terjadi dalam cairan, dan perancangan dan desain yang benar
dapat menanggulangi terbentuknya celah sehingga korosi celah dapat
dikurangi. Pada Gambar 2.11 ditunjukkan contoh korosi celah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Gambar 2. 11 Contoh korosi celah.
(Sumber: Budi Utomo. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. 2009)
7. Korosi Lelah ( Fatigue corrosion )
Korosi ini terjadi karena logam mendapatkan beban siklus yang
terus berulang sehingga semakin lama logam akan mengalami patah
karena terjadi kelelahan logam. Korosi ini biasanya terjadi pada turbin
uap, pengeboran minyak dan propeller kapal. Pada Gambar 2.12
ditunjukkan contoh korosi lelah.
Gambar 2. 12 Contoh korosi lelah
(Sumber: Budi Utomo. Jenis Korosi dan Penanggulangannya. 2009)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
8. Korosi Batas Butir (Korosi Intergranular)
Korosi ini menyerang pada daerah sepanjang batas butir atau
daerah sekitarnya. Seperti diketahui, logam merupakan susunan
butiran-butiran kristal seperti pasir. Butiran-butiran tersebut saling
terikat membentuk mikrostruktur. Korosi ini disebabkan karena adanya
perubahan sifat metalurgi, terjadi pada suhu pemanasan 400oC – 800oC
dimana krom akan tertarik oleh karbon untuk membentuk kromium
karbida (chromium carbide) dibatas butir. Sehingga permukaan dari
material menjadi lemah. Pada Gambar 2.13 ditunjukkan contoh korosi
batas butir.
Gambar 2. 13 Korosi batas butir
(Sumber: Chamberlain. KOROSI. Hal.124)
2.3.3. Laju Korosi
Laju korosi adalah banyaknya material yang hilang (teroksidasi)
tiap satuan waktu. Laju korosi dapat dihitung dengan metode kehilangan
berat atau weight gain loss (WGL), pengujian ini sesuai dengan standar
ASTM G 31-72. Laju korosi dinyatakan dalam mpy (milli inch per year).
Dengan menghitung massa logam yang telah dibersihkan dari oksida dan
massa tersebut dinyatakan sebagai massa awal lalu dilakukan selama
waktu tertentu. Setelah itu dilakukan penghitungan massa kembali dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
suatu logam setelah dibersihkan logam tersebut dari hasil korosi yang
terbentuk dan massa tersebut dinyatakan sebagai massa akhir. Dengan
mengambil beberapa data seperti luas permukaan, waktu dan massa jenis
logam yang diuji maka dihasilkan suatu laju korosi.
Beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses
korosi antara lain, yaitu :
1. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam proses terjadinya korosi,
dimana kenaikan suhu akan menyebabkan bertambahnya kecepatan reaksi
korosi. Hal ini terjadi karena makin tinggi suhu maka energi kinetik dari
partikel-partikel yang bereaksi akan meningkat sehingga melampaui
besarnya harga energi aktivasi dan akibatnya laju kecepatan reaksi (korosi)
juga akan makin cepat, begitu juga sebaliknya. (Fogler, 1992).
2. Kecepatan Alir Fluida atau Kecepatan Pengadukan
Laju korosi cenderung bertambah jika laju atau kecepatan aliran
fluida bertambah besar. Hal ini karena kontak antara zat pereaksi dan
logam akan semakin besar sehingga ion-ion logam akan makin banyak
yang lepas sehingga logam akan mengalami kerapuhan (korosi). (Kirk
Othmer, 1965).
3. Konsentrasi Bahan Korosif
Hal ini berhubungan dengan pH atau keasaman dan kebasaan suatu
larutan. Larutan yang bersifat asam sangat korosif terhadap logam dimana
logam yang berada di dalam media larutan asam akan lebih cepat terkorosi
karena karena merupakan reaksi anoda. Sedangkan larutan yang bersifat
basa dapat menyebabkan korosi pada reaksi katodanya karena reaksi
katoda selalu serentak dengan reaksi anoda (Djaprie, 1995).
4. Oksigen
Adanya oksigen yang terdapat di dalam udara dapat bersentuhan
dengan permukaan logam yang lembab. Sehingga kemungkinan menjadi
korosi lebih besar. Di dalam air (lingkungan terbuka), adanya oksigen
menyebabkan korosi (Djaprie,1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
5. Waktu Kontak
Dalam proses terjadinya korosi, laju reaksi sangat berkaitan erat
dengan waktu. Pada dasarnya semakin lama waktu logam berinteraksi
dengan lingkungan korosif maka semakin tinggi tingkat korosifitasnya.
2.4.Pengujian dan Pengamatan
Untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari suatu material, maka yang
harus dilakukan adalah pengujian terhadap material tersebut. Dalam penelitian
ini penulis melakukan uji tarik dan pengamatan makro untuk mengetahui sifat
mekanik dan perubahan fisik benda uji.
2.4.1. Uji Tarik
Uji tarik adalah pemberian gaya atau tegangan tarik kepada
material dengan maksud untuk mengetahui atau mendeteksi kekuatan dari
suatu material. Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik
dan perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Pada uji
tarik, ujung-ujung benda uji dijepit dengan kuat dan salah satu ujungnya
dihubungkan dengan alat pengukur beban, sedangkan ujung yang satunya
lagi dengan alat penarik. Regangan benda uji terlihat pada regangan
relatifnya. Tegangan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu regangan
diukur dengan menggunakan metode hidraulik, optik, atau
elektromekanik. Data yang didapat dari uji tarik ini berupa kurva tegangan
vs regangan. Gambar 2.14 menunjukkan hubungan antara tarikan dan
pertambahan panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Gambar 2. 14 Kurva tegangan-regangan
Data-data yang didapat dari hasil uji tarik adalah
1. Batas elastis 𝜎𝐸 (elastic limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali
kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah
proporsionalitas merupakan bagian dari batas elastik ini.
Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari
luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga
bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata
lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu
titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan
terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya.
Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir
berimpitan dengan batas proporsionalitasnya. Secara umum,
batas elastis adalah tegangan yang besarnya tidak dapat
dipastikan secara presisi.
2. Batas Proporsional 𝜎𝑃 (proporsional limit)
Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan
mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dimana hokum Hook masih bisa ditolelir. Setiap penambahan
tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara
proporsional. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini, biasanya
batas proporsional sama dengan batas elastis.
3. Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana matrial akan
terus mengalami deformasi tanpa adanya penambahan beban.
Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan
mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik
luluh ditunjukkan oleh titik Y. Gejala luluh umumnya hanya
ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC
dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom
atom karbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara
dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet seperti
mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point)
dan titik luluh atas (upper yield point). Baja berkekuatan tinggi
dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas
luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material
seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai
Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield
strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan
memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari
proporsionalitas tegangan dan regangan. Pada gambar di bawah
ini garis offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga
perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan memberikan
titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX
diambil 0.1 – 0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu
gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila
digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran.
Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila
bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk- produk
logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan
sebagainya. Gambar 2.15 Kurva tegangan-regangan untuk
menggambarkan titik luluh.
Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat
tegangan yang:
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in
service)
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming
process)
Gambar 2. 15 Grafik uji tarik
4. Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength)
Merupakan tegangan maksimum yang dapat ditanggung
oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai
kekuatan tarik maksimum UTS ditentukan dari beban
maksimum F maks dibagi luas penampang awal Ao
UTS = 𝑭 𝒎𝒂𝒙
𝑨 (2.1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukan oleh C
(Gambar 2.14) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi
hingga titik D. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku
yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan
perpatahan (titik D pada Gambar 2.14). Dalam kaitannya dengan
penggunaan struktural maupun dalam proses forming bahan,
kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali
tidak boleh dilewati.
5. Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada
saat benda uji putus (F breaking ) dengan luas penampang
awal Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet pada saat beban
maksimum terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik
putus D maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai
akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan
ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan
maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah
sama dengan kekuatan maksimumnya.
6. Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan
kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya
perpatahan. Sifat ini, dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki
oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling,
bending, stretching, drawing, hammering, cutting dan
sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode
pengukuran keuletan bahan yaitu :
Persentase perpanjangan (elongation) diukur sebagai
penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang
awalnya.
Elongasi, ε ( %) = [Lƒ-Lo)/Lo] x 100% (2.2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Dimana Lƒ adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari
benda uji
Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area
Reduction)
Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-
selection) setelah perpatahan terhadap luas penampang
awalnya
Rereduksi penampang, R (%) = [(Ao-Aƒ)/Ao] x 100% (2.3)
Dimana Aƒ adalah luas penampang akhir dan Ao luas
penampang awal
7. Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran
kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini
maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu
tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material
tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan,
modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan
garis elastis yang linier, diberikan oleh :
E = σ/ε (2.4)
Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis
kurva tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material
ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya
nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa
merubah struktur bahan.
2.4.2. Pengamatan Bentuk Patahan
Bentuk patahan yang diamati adalah patahan hasil dari pengujian tarik. Dari
bentuk patahan dapat dilihat spesimen tersebut getas atau ulet.
1. Patahan Ulet
Patahan ulet memberikan karakteristik berserabut dan gelap.
Benda yang memiliki patahan ulet cenderung lebih disukai
karena bahan yang ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
peringatan terlebih dahulu dengan tanda-tanda sebelum terjadi
kerusakan. Pengamatan patahan ulet dapat dilihat dengan mata
telanjang, namun untuk lebih jelasnya dapat menggunakan alat
stereoscan macroscope dan jika ingin lebih detail lagi dapat
dengan foto SEM (Scanning Electron Microscope). Pada Gambar
2.16 terlihat tahapan terjadinya patahan ulet pada sempel uji
tarik.
Gambar 2. 16 Proses patahan Ulet
(Sumber: Sriati Djaprie. Metalurgi Mekanik hal.262 Edisi 3)
2. Patahan Getas
Patah getas diawali dengan terjadinya retakan secara cepat
dibandingkan patah ulet, tanpa deformasi plastis terlebih dahulu
dan dalam waktu yang singkat. Retak/patahan merambat
sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-atom material
(transgranular). Pada Gambar 2.17 terlihat contoh patah getas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Gambar 2. 17 Patahan getas
2.5.Tinjauan Pustaka
Penelitian dari PRAMUKO ILMU PURBOPUTO yang berjudul
“Peningkatan Kekakuan Pegas Daun dengan Cara Quenching”
menyatakan bahwa sifat fisis dan mekanis dari baja akan berbeda-beda
bergantung dari perlakuan panas dan variasi pendinginan. Salah satu metode
perlakuan tersebut adalah quenching. Quenching dilakukan dengan
memanaskan benda uji pada suhu austenit yaitu 950℃ dengan waktu
penahanan 30 menit kemudian didinginkan menggunakan tiga media
pendingin yang berbeda, yaitu air, air garam, dan oli. Hasil pengujian
memperlihatkan bahwa quenching oli jika dilihat secara struktur mikro
didapatkan sedikit fasa martensit dan banyak endapan karbida pada batas
butir serta austenite sisa, quenching air garam didapatkan fasa martensit halus
dan merata, quenching air didapatkan fasa martensit kasar dan endapan
karbida pada batas butir. Hasil pengujian kekerasan didapat bahwa spesimen
quenching air garam memiliki nilai tertinggi yaitu 598,75 VHN dan
selanjutnya adalah spesimen quenching air sebesar 592,98 VHN serta
spesimen quenching oli sebesar 569,63 VHN. Pada pengujian impact
didapatkan data spesimen quenching oli sebesar 0,193 J/mm2, selanjutnya
adalah spesimen quenching air yaitu sebesar 0,04 J/mm2, dan yang paling
getas adalah quenching air garam yaitu sebesar 0,28 J/mm2. Dari penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa quenching dengan media pendinginan air garam
memiliki kekerasan tertinggi, namun getas, sedangkan quenching dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
media pendinginan oli memiliki nilai kekerasan terendah, namun memiliki
hasil pengujian impact yang paling tinggi.
Penelitian dari RINALDO STEFANUS yang berjudul “Korosi Plat
Baja Terelektroplating Nikel pada Lingkungan Pantai” menyatakan bahwa
penulis ingin mengetahui penurunan ketebalan dan kekuatan tarik spesimen
baik yang terelektroplating nikel maupun yang tidak terelektroplating nikel
pada kondisi korosi di lingkungan pantai. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa nilai kekuatan tarik dari bulan pertama sampai ke empat selalu turun
akibat dari korosi. Penurunan yang paling besar dialami oleh spesimen tanpa
perlakuan dengan kekuatan tarik rata-rata awal adalah 30,84 kg/mm2, pada
bulan pertama turun menjadi 27,21 kg/mm2, pada bulan kedua turun menjadi
24,05 kg/mm2, pada bulan ketiga turun menjadi 19,56 kg/mm2, dan pada
bulan keempat kembali turun menjadi 19,55 kg/mm2. Penurunan juga terjadi
pada spesimen yang dilapisi nikel dengan kekuatan tarik rata-rata awal 31,80
kg/mm2, pada bulan pertama turun menjadi 31,23 kg/mm2, pada bulan kedua
naik menjadi 31,73 kg/mm2, pada bulan ketiga turun menjadi 29,06 kg/mm2,
dan pada bulan keempat kembali turun menjadi 26,26 kg/mm2. Dari
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa lapisan nikel dapat menghambat laju
korosi logam oleh lingkungan pantai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Skema Penelitian
Gambar 3. 1 Skema Penelitian
PEMBUATAN BENDA UJI
UJI KOMPOSISI
QUENCHING
NORMALIZING
Spesimen tanpa
terkorosi
Spesimen
terkorosi 1
bulan
PENGUJIAN BAHAN:
1. PENIMBANGAN
2. PENGHITUNGAN LAJU KOROSI
3. UJI TARIK
4. PENGAMATAN MAKRO
ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Spesimen
terkorosi 2
bulan
Spesimen
terkorosi 3
bulan
Spesimen
terkorosi 4
bulan
PERSIAPAN BAHAN
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
3.2.Persiapan Bahan
Penelitian ini menggunakan baja berbentuk silinder dengan kadar
karbon 0,65% yang dibentuk menjadi spesimen uji tarik. Pada penelitian ini
juga akan dilakukan uji komposisi untuk mengetahui kandungan dalam
spesimen.
3.3.Pembuatan Benda Uji
Sebelum penelitian dimulai, baja silinder dibentuk menjadi spesimen
uji tarik dengan ukuran mengacu kepada standart ASTM (American Society
for Testing and Materials) A370-03a seperti pada Gambar 3.2. Spesimen
dibentuk menggunakan mesin bubut.
Gambar 3. 2 Standart ASTM A370-03a
Langkah-langkah pembuatan spesimen uji tarik:
1. Pemilihan baja karbon sedang 0,65% dengan diameter 14 mm.
2. Penentuan ukuran yang mengacu dengan standart ASTM A370-03a.
3. Pemotongan dan pembentukan spesimen sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan. Pada Gambar 3.3 terlihat ukuran spesimen.
Gambar 3. 3 Bentuk dan ukuran spesimen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
3.4. Peralatan yang Digunakan
Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan spesimen uji:
a. Mesin bubut
Gambar 3. 4 Mesin Bubut.
b. Kikir
Gambar 3. 5 Kikir.
2. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam pengujian spesimen
uji:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
a. Mesin uji tarik
A B
Gambar 3. 6 A mesin uji tarik di Laboratorium USD. B mesin uji tarik di
Laboratorium IST AKPRIND
b. Neraca digital
Gambar 3. 7 Neraca digital
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
c. Jangka sorong
Gambar 3. 8 Jangka sorong
d. Oven listrik
Gambar 3. 9 Oven
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
e. Stopwatch
Gambar 3. 10 Stopwatch
f. Oli
Gambar 3. 11 Oli
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
g. Accu zuur
Gambar 3. 12 Accu zuur.
h. Thermometer
Gambar 3. 13 Thermometer.
3.5. Proses Perlakuan Panas
Perlakuan panas (heat treatment) pada baja digunakan untuk memodifikasi
struktur mikro baja sehingga dapat mengubah karakteristik mekanik baja.
Perubahan struktur mikro baja dengan perlakuan panas sangat bergantung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
pada kombinasi proses pemanasan dengan suhu tertentu dan pendinginan
dengan kecepatan tertentu.
Sebelum diberi perlakuan panas quenching, spesimen uji diberi perlakuan
panas normalizing untuk menghilangkan tegangan-tegangan yang ada di
dalam spesimen uji dan mengembalikan sifat baja ke sifat awalnya.
3.5.1. Proses Normalizing
Proses normalizing diawali dengan memanaskan spesimen uji di dalam
oven dengan suhu diatas austenite yaitu 830℃. Setelah mencapai suhu
830℃, dilakukan penahanan suhu hingga satu jam supaya seluruh bagian
dari spesimen uji bersuhu sama. Benda uji dikeluarkan dari oven dan
didinginkan menggunakan udara dengan suhu ruangan.
3.5.2. Proses Quenching
Dalam proses quenching media pendingin merupakan salah satu hal
penting. Terdapat banyak pilihan yang dapat digunakan sebagai media
pendingin, antara lain: air, larutan garam, dan minyak/oli. Air dan oli
merupakan media pendingin yang paling sering digunakan karena mudah
didapat dan mudah dalam proses pencelupannya. Pendinginan dengan
media air akan lebih cepat dingin jika dibandingkan dengan oli, namun
pendinginan yang cepat dapat menimbulkan distorsi dan retak. Berbeda
dengan media pendingin oli, tidak begitu cepat sehingga tidak
menimbulkan distorsi dan retak. Namun karena pendinginan tidak begitu
cepat terkadang kekerasan yang diinginkan tidak tercapai, untuk itu perlu
dilakukan riset dan percobaan agar mendapatkan hasil yang diinginkan.
Maka dari itu pada penelitian ini dipilih oli dengan suhu 100℃ sebagai
media pendinginnya.
Selain media pendingin, suhu pemanasan benda uji juga sangat penting
dalam proses quenching. Pada penelitian ini dipilih suhu 850℃. Pemilihan
suhu tersebut didasarkan diagram Fe-C yang bergantung pada komposisi
karbon yang terkandung di dalam baja.
Langkah-langkah quenching spesimen uji adalah sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
1. Spesimen uji dibersihkan setelah selesai dinormalizing,
masukkan ke dalam oven, dan panaskan hingga suhu 850℃ yang
ditahan hingga 60 menit.
Gambar 3. 14 Spesimen dimasukkan ke dalam oven.
2. Oli dipanaskan hingga mencapai suhu 100℃.
Gambar 3. 15 Oli yang dipanaskan.
3. Setelah mencapai 60 menit, spesimen uji dengan cepat
dicelupkan ke dalam oli yang bersuhu 100℃.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Gambar 3. 16 Pencelupan spesimen ke dalam oli.
4. Setelah spesimen uji benar-benar dingin/mencapai suhu ruangan,
spesimen uji dibersihkan dari oli.
Gambar 3. 17 Spesimen setelah diquenching dan dibersihkan
3.6. Penempatan Spesimen Uji di Pantai
Untuk mengetahui pengaruh lingkungan pantai terhadap laju korosi dan
sifat mekanik pada baja karbon sedang dengan perlakuan panas quenching,
maka spesimen uji diletakkan di Pantai Baru Pandansimo, Bantul. Lama
penempatan adalah 4 bulan dengan setiap satu bulan di ambil 3 spesimen
dengan perlakuan panas normalizing dan 3 spesimen dengan perlakuan panas
quenching.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Gambar 3. 18 Penempatan spesimen di lingkungan pantai
3.7.Pengujian Spesimen
Pada penelitian ini dilakukan pengujian tarik, pengamatan makro, dan
juga perhitungan laju korosi untuk mengetahui sifat mekanik, sifat fisis, dan
laju korosi. Dari data yang didapat akan dibandingkan antara spesimen yang
mendapat perlakuan panas dan yang tidak mendapat perlakuan panas, mulai
dari yang tanpa terkorosi, terkorosi 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan.
3.7.1. Uji Tarik
Mesin yang digunakan dalam pengujian tarik ini adalah jenis Universal
Testing Machine dengan kemampuan Tarik maksimum 1000 kgf yang ada
di Laboratorium Universitas Sanata Dharma dan Universal Testing
Machine dengan kemampuan Tarik maksimum 30.000 kgf yang ada di
Laboratorium Logam IST AKPRIND.
3.7.2. Pengamatan Makro
Pengamatan makro dilakukan untuk melihat bentuk patahan setelah diuji
tarik dan korosi yang terjadi. Pengamatan makro dilakukan menggunakan
mikroskop optik di Laboratorium Logam IST AKPRIND dan kamera
handphone.
3.7.3. Perhitungan Laju Korosi
Perhitungan laju korosi ini menggunakan metode menimbang pengurangan
berat pada spesimen uji dengan satuan mdd (milligram per square
decimeter per day). Langkah-langkah perhitungan laju korosi adalah
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
1. Spesimen ditimbang setelah diambil dari pantai untuk mengetahui
perubahan massa yang diakibatkan oleh korosi.
Gambar 3.19 Penimbangan dengan neraca
2. Spesimen uji dibersihkan dari terak-terak korosi yang melekat.
Gambar 3.20 Spesimen yang sebagian sudah dikelupas teraknya.
Gambar 3.21 Perbandingan antara spesimen yang sudah dibersihkan
dari terak dan belum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
3. Spesimen uji direndam dalam accu zuur selama 15 menit untuk
menghilangkan sisa-sisa karat yang masih menempel.
Gambar 3. 22 Perendaman spesimen dengan accu zuur
4. Spesimen uji dicuci menggunakan sabun untuk menghilangkan
sisa-sisa accu zuur yang bersifat asam
Gambar 3. 23 Pencucian spesimen setelah direndam accu zuur
5. Spesimen uji ditimbang kembali untuk mengetahui massanya
setelah dibersihkan karatnya.
Gambar 3. 24 Penimbangan kembali setelah spesimen bersih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Data yang diambil dalam penelitian ini meliputi data uji komposisi, uji
tarik, data laju korosi, dan pengamatan visual secara makro. Setelah mendapatkan
data, data akan diolah dan dibahas untuk membandingkan antara spesimen uji
dengan perlakuan panas quenching dan spesimen dengan perlakuan panas
normalizing.
4.1.Hasil Uji Komposisi
Hasil uji komposisi yang dilakukan di PT. ITOKOH CEPERINDO
menunjukkan bahwa bahan spesimen mengandung:
Tabel 4. 1 Uji komposisi bahan.
Fe C Si Cr Mn Cu
96,11% 0,65% 1,18% 0,48% 1,01% 0,32%
Dalam bahan spesimen tersebut juga masih mengandung unsur lain
yang berdasarkan prosentasenya dapat diabaikan. Untuk lebih lengkapnya
hasil uji komposisi disajikan dalam lampiran.
4.2. Pengujian Tarik
Pengujian tarik dilakukan di dua tempat yang berbeda yaitu
Laboratorium Logam Universitas Sanata Dharma dan Laboratorium Metalurgi
Institut Sains dan Teknologi AKPRIND. Pengujian tarik dilakukan di dua
tempat yang berbeda karena spesimen uji dengan perlakuan quenching
mengalami peningkatan kekuatan yang signifikan hingga diluar dari batas
kemampuan mesin uji tarik Laboratorium Logam Universitas Sanata Dharma
yaitu 1000 kg. Mesin uji tarik di Laboratorium Metalurgi Institut Sains dan
Teknologi AKPRIND berkapasitas 30.000 kg sehingga mampu untuk
melakukan uji tarik spesimen quenching, sedangkan spesimen uji dengan
perlakuan panas normalizing diuji tarik di Laboratorium Logam Universitas
Sanata Dharma karena beban maksimalnya tidak sampai 1000 kg.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Hasil pengujian tarik pada spesimen uji awal dan yang sudah terkorosi
di lingkungan pantai dalam waktu 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan
disajikan dalam tabel dan dan grafik berikut.
1. Data uji tarik disajikan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3
Tabel 4. 2 Tabel data uji tarik spesimen quenching
Nama spesimen Fmax
(kg)
A
(mm2)
Kekuatan Tarik
(Kg/mm2) 𝜀 (%)
Q1
Tanpa
dikorosikan
1234,00 7,07 174,54 2,62
Q2 1308,00 7,07 185,01 4,15
Q3 1314,00 7,07 185,86 8,84
Q4 1313,00 7,07 185,71 3,06
Rata-rata 1292,00 7.07 182,78 4,67
Q5
Di pantai 1
bulan
1442,00 7,79 185,11 4,00
Q6 1211,00 7,07 171,29 3,19
Q7 1236,00 6,83 180,97 1,50
Q8 1132,00 6,61 171,26 2,31
Rata-rata 1276,00 7.07 177,15 2,75
Q9
Di pantai 2
bulan
590,00 7,07 83,45 1,55
Q10 1304,00 7,07 184,44 3,74
Q11 1295,00 6,83 189,60 2,75
Q12 1368,00 7,07 193,49 2,49
Rata-rata 1237,00 7.05 162,75 2,63
Q13 Di pantai 3
bulan
762,00 4,34 175,58 1.98
Q14 561,00 4,71 119,11 1.49
Q15 399,00 4,15 96,14 2.08
Rata-rata 574.00 4.40 130,28 1,85
Q16 Di pantai 4
bulan
402,00 5,40 74,44 1,58
Q17 347,00 3,80 91,32 1,45
Q18 428,00 4,52 94,69 1,55
Rata-rata 387,50 4,16 86,82 1,52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel 4. 3 Tabel data uji tarik spesimen dengan perlakuan panas normalizing
Nama spesimen F max (Kg) A (mm2)
Kekuatan
Tarik
(Kg/mm2)
𝜀 (%)
P1
Tanpa
dikorosikan
603,60 7,07 85,37 18,95
P2 588,10 8,05 73,06 17,86
P3 516,20 7,07 73,01 20,92
P4 491,30 7,80 62,99 16,32
Rerata 549,80 7,50 73,61 18,51
P5
Di pantai 1
bulan
527,50 7,55 69,87 18,78
P6 559,10 7,55 74,05 8,32
P7 404,20 8,05 50,21 19,47
P8 580,40 5,94 97,71 15,76
Rerata 517,80 7,27 72.96 15,58
P9
Di pantai 2
bulan
384,40 6,16 62,40 5,87
P10 427,60 5,73 74,62 5,94
P11 432,20 6,16 70,16 7,56
P12 451,20 6,16 73,25 7,14
Rerata 423,85 6,05 70,11 6,63
P13
Di pantai 3
bulan
395,50 5,31 74,48 4,46
P14 334,70 5,11 65,50 4,12
P15 454,10 5,73 79,25 3,94
P16 359,70 4,91 73,26 4,51
Rerata 386,00 5,27 73,12 4,26
P17 Di pantai 4
bulan
276,30 3,80 72,71 3,73
P18 267,00 3,80 70,26 3,24
P19 217,80 3,14 69,36 2,89
Rerata 253,70 3,58 70,78 3,29
2. Kekuatan Tarik Maksimal/Ultimate Tensile Strength (UTS)
Kekuatan tarik maksimal pada tabel 4.2 dan 4.3 diperoleh dari
beban maksimum dibagi dengan luas penampang awal spesimen uji.
Gambar 4.1 grafik menunjukkan kekuatan tarik spesimen uji quenching.
Gambar 4.2 menunjukkan grafik kekuatan tarik spesimen uji dengan
perlakuan panas normalizing. Gambar 4.3 menunjukkan kekuatan tarik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
spesimen uji quenching dan dengan perlakuan panas normalizing dalam
satu grafik.
Gambar 4. 1 Grafik kekuatan tarik spesimen uji quenching
Gambar 4. 2 Grafik kekuatan tarik spesimen uji dengan perlakuan panas
normalizing.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 1 2 3 4
UTS
(kg
/mm
2 )
Lama Korosi (bulan)
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 1 2 3 4
UTS
(kg
/mm
2 )
Lama Korosi (bulan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Gambar 4. 3 Grafik UTS spesimen uji quenching dan dengan perlakuan
panas normalizing.
Dari Tabel 4.2 tampak bahwa kekuatan tarik maksimal spesimen
uji dengan perlakuan panas quenching mengalami penurunan pada setiap
bulan yang cukup signifikan. Kekuatan tarik maksimal rata-rata awal
spesimen uji quenching sebesar 182,78 kg/mm2. Kekuatan tarik maksimal
rata-rata spesimen uji quenching bulan pertama di pantai sebesar 177,15
kg/mm2.
Pada bulan kedua terkorosi di pantai spesimen uji quenching
terdapat range data yang cukup lebar yaitu antara Q9 dengan Q10, Q11,
dan Q12. Pada spesimen Q9 memiliki kekuatan tarik maksimal sebesar
83,45 kg/mm2, spesimen Q10 memiliki kekuatan tarik maksimal sebesar
184,44 kg/mm2, spesimen Q11 memiliki kekuatan tarik maksimal sebesar
189,60 kg/mm2, dan spesimen Q12 yang memiliki kekuatan maksimal
sebesar 193,49 kg/mm2. Dari data tersebut terlihat bahwa kekuatan tarik
maksimal dari spesimen Q9 berbeda sangat jauh dibanding ketiga data
lainnya dibulan yang sama. Kekuatan tarik maksimal Q9 sangat rendah
karena korosi sudah mulai masuk ke dalam bukan hanya pada permukaan
spesimen saja, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.9.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 1 2 3 4 5
Ke
kuat
an T
arik
(kg
/mm
2 )
Lama Korosi (bulan)
Kekuatan TarikQuenching
Kekuatan TarikNormalizing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Pada bulan ketiga terkorosi di pantai spesimen uji quenching juga
terjadi penurunan kekuatan tarik maksimal yang cukup signifikan
dibanding bulan kedua. Penurunan yang sangat signifikan terjadi pada
spesimen Q14 dan Q15. Pada spesimen Q14 dan Q15 masing-masing
memiliki kekuatan tarik maksimal 119,11 kg/mm2 dan 96,14 kg/mm2.
Kekuatan tarik maksimal Q14 dan Q15 turun drastis disebabkan oleh
korosi yang sudah masuk ke dalam bukan hanya pada permukaan
spesimen saja, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Pada bulan keempat terkorosi di pantai spesimen uji quenching
juga terjadi penurunan kekuatan tarik maksimal yang cukup signifikan
dibanding bulan ketiga. Namun pada bulan keempat tidak mempunyai
range data yang sangat jauh. Pada spesimen uji Q16, Q17, dan Q18
masing-masing memiliki kekuatan tarik maksimal 74,44 kg/mm2, 91,32
kg/mm2, dan 94,69 kg/mm2. Kekuatan tarik maksimal Q16, Q17, dan Q18
turun drastis disebabkan oleh korosi yang sudah masuk ke dalam lebih
jauh daripada bulan ketiga bukan hanya pada permukaan spesimen saja,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.11.
Sementara itu spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing
menunjukkan kekuatan tarik maksimal yang fluktuatif dengan rata-rata
perbulannya antara 70,12-73,25 kg/mm2. Data yang fluktuatif tersebut
disebabkan oleh korosi yang sama dari bulan pertama sampai bulan
keempat, yaitu korosi merata. Untuk lebih lengkapnya akan dijelaskan
pada pengamatan makro dan dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Walaupun spesimen uji quenching mengalami penurunan kekuatan
maksimal yang sangat signifikan namun spesimen uji quenching pada
Gambar 4.3 terlihat tetap lebih tinggi disemua titik dibanding spesimen
uji dengan perlakuan panas normalizing.
3. Regangan/Elongation (𝜀)
Nilai regangan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 didapat dari Persamaan 2.2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Gambar 4. 4 Grafik regangan spesimen uji quenching
Gambar 4. 5 Grafik regangan spesimen uji dengan perlakuan panas
normalizing
0
1
2
3
4
5
0 1 2 3 4
Re
gan
gan
%
Lama Korosi (Bulan)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 1 2 3 4
Re
gan
gan
%
Lama Korosi (Bulan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Gambar 4. 6 Grafik regangan spesimen uji quenching dan normalizing
Dari gambar 4.4, 4.5 dan 4.6 nampak bahwa regangan dari
spesimen uji quenching dan spesimen uji dengan perlakuan panas
normalizing mengalami penurunan. Namun pada spesimen uji
normalizing pada bulan ketiga dan keempat mengalami kenaikan yaitu
dari bulan kedua 3,66% menjadi 4,29%, kemudian melonjak lagi menjadi
11,03%. Lonjakkan regangan pada bulan keempat terjadi karena ada salah
satu nilai regangan yang sangat tinggi yaitu sebesar 21.43%.
Pada spesimen uji quenching dari bulan nol sampai bulan keempat
selalu mengalami penurunan. Penurunan tertinggi terjadi pada spesimen
uji awal sampai bulan pertama di pantai yaitu dari 4,67% menjadi 2,75%.
Penurunan terendah terjadi pada bulan pertama di pantai dan bulan kedua
di pantai yaitu dari 2,75% menjadi 2,63%.
Penurunan regangan yang terjadi baik pada spesimen uji quenching
maupun normalizing disebabkan oleh pengecilan diameter ukur dan mulai
berkurangnya kualitas spesimen uji yang disebabkan oleh korosi.
4.3. Pengamatan Makro Patahan
Hasil pengamatan memperlihatkan bagaimana korosi menyerang
spesimen uji pada setiap bulannya, baik spesimen uji dengan perlakuan panas
quenching maupun dengan perlakuan panas normalizing. Gambar 4.7 sampai
Gambar 4.11 merupakan foto makro spesimen dengan perlakuan panas
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
0 2 4 6
Re
gan
gan
%
Lama Korosi (Bulan)
SpesimenQuenching
SpesimenNormalizing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
quenching dan Gambar 4.12 sampai Gambar 4.16 merupakan foto makro
spesimen dengan perlakuan panas normalizing.
Gambar 4. 7 Spesimen uji awal tanpa terkorosi dengan perlakuan quenching.
Gambar 4. 8 Spesimen uji 1 bulan terkorosi dengan perlakuan panas quenching.
Gambar 4. 9 Spesimen uji 2 bulan terkorosi dengan perlakuan panas quenching.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Gambar 4. 10 Spesimen uji 3 bulan terkorosi dengan perlakuan panas quenching.
Gambar 4. 11 Spesimen uji 4 bulan terkorosi dengan perlakuan panas quenching.
Gambar 4. 12 Spesimen uji awal tidak terkorosi dengan perlakuan panas
normalizing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Gambar 4. 13 Spesimen uji satu bulan terkorosi dengan perlakuan panas
normalizing.
Gambar 4. 14 Spesimen uji dua bulan terkorosi dengan perlakuan panas
normalizing.
Gambar 4. 15 Spesimen uji tiga bulan terkorosi dengan perlakuan panas
normalizing.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Gambar 4. 16 Spesimen uji empat bulan terkorosi dengan perlakuan panas
normalizing.
Dari bentuk patahan spesimen uji quenching yang tidak terkorosi
sampai terkorosi di pantai empat bulan terlihat mengalami patah getas karena
tidak mengalami pengecilan diameter yang ekstrim. Sedangkan bentuk
patahan spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing yang tidak
terkorosi sampai terkorosi di pantai empat bulan terlihat mengalami patah
ulet/liat karena terlihat mengalami pengecilan diameter. Sebagai data
pendukung pada lampiran terdapat grafik uji tarik masing-masing spesimen
uji, spesimen uji quenching tidak mengalami necking sedangkan pada
spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing seluruhnya mengalami
necking.
Gambar 4.7 sebelah kiri memperlihatkan patahan spesimen uji awal
tanpa terkorosi di pantai dengan perlakuan panas quenching membentuk
seperti kubah dengan terbentuknya dinding pada kulit dan butiran pada
tengahnya. Pada Gambar 4.8 sebelah kiri terlihat korosi mulai menyerang
spesimen uji terkorosi di pantai satu bulan dengan perlakuan panas quenching.
Jenis korosi yang menyerang pada spesimen uji ini adalah korosi merata.
Gambar 4.9 sebelah kiri terlihat korosi juga menyerang spesimen uji terkorosi
di pantai dua bulan dengan perlakuan panas quenching. Korosi pada spesimen
uji ini adalah merata dan mulai merambat masuk, terlihat bibit-bibit korosi
sumuran yang menyerang. Gambar 4.10 sebelah kiri terlihat korosi menyerang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
spesimen uji terkorosi tiga bulan di pantai dengan perlakuan panas quenching.
Jenis korosi yang menyerang spesimen uji ini adalah korosi merata dan
sumuran yang mulai terlihat sudah sampai setengah dari diameter spesimen
uji. Gambar 4.11 sebelah kiri terlihat korosi juga menyerang spesimen uji
terkorosi empat bulan di pantai dengan perlakuan panas quenching. Jenis
korosi yang menyerang spesimen ini adalah korosi merata dan korosi sumuran
yang sudah menyerang hingga lebih dari setengah diameter spesimen uji.
Pada spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing terlihat dari
satu bulan hingga empat bulan terkorosi di pantai tidak mengalami banyak
perubahan, hanya pengecilan diameter saja. Jenis korosi yang menyerang
spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing sama yaitu korosi merata.
4.4. Perhitungan Laju Korosi
Laju korosi digunakan untuk mengetahui kecepatan spesimen uji terkorosi
pada setiap bulannya. Perhitungan laju korosi juga untuk membandingkan laju
korosi antara spesimen uji yang diberi perlakuan panas quenching dan
spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing.
A. Data perhitungan laju korosi disajikan pada tabel dan grafik berikut
Tabel 4. 4 Data laju korosi spesimen uji quenching.
Nama spesimen
A
permukaan
(dm2)
Penurunan
Berat (gram)
Penurunan
berat per hari
(mg)
Laju
Korosi
(mdd)
Q1
Tanpa
dikorosikan
0,402 0,00 0,00 0,00
Q2 0,399 0,00 0,00 0,00
Q3 0,383 0,00 0,00 0,00
Q4 0,414 0,00 0,00 0,00
Rata-rata 0,400 0,00 0,00 0,00
Q5 Korosi di
pantai 1
bulan
0,386 0,93 31,00 80,25
Q6 0,414 1,25 41,67 100,69
Q7 0,413 1,11 37,00 89,51
Q8 0,392 1,04 34,67 88,45
Rata-rata 0,401 1,08 36,08 89,72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Q9 Korosi di
pantai 2
bulan
0,379 2,60 43,33 114,41
Q10 0,393 2,04 34,00 86,48
Q11 0,393 2,23 37,17 94,58
Q12 0,396 1,38 23,00 58,11
Rata-rata 0,390 2,06 34,38 88,39
Q13 Korosi di
pantai 3
bulan
0,384 5,38 59,78 155,67
Q14 0,406 5,68 63,11 155,26
Q15 0,404 8,90 98,89 245,03
Rata-rata 0,398 6,65 73,93 185,32
Q16 Korosi di
pantai 4
bulan
0,399 9,56 79,67 199,90
Q17 0,400 8,29 69,08 172,72
Q18 0,400 8,97 74,75 186,78
Rata-rata 0,400 8,94 74,50 186,47
Tabel 4. 5 Data laju korosi spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing.
Nama spesimen
A
permukaan
(dm2)
Penurunan
Berat (gram)
Penurunan
berat per hari
(mg)
Laju
Korosi
(mdd)
P1
Tanpa
dikorosikan
0,383 0,00 0,00 0,00
P2 0,387 0,00 0,00 0,00
P3 0,397 0,00 0,00 0,00
P4 0,399 0,00 0,00 0,00
Rerata 0,392 0,00 0,00 0,00
P5 Korosi di
pantai 1
bulan
0,400 1,39 46,33 115,90
P6 0,400 1,21 40,33 100,94
P7 0,397 1,16 38,67 97,28
P8 0,397 1,28 42,67 107,51
Rerata 0,398 1,26 42,00 105,41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
P9 Korosi di
pantai 2
bulan
0,383 3,77 62,83 163,87
P10 0,382 3,43 57,17 149,84
P11 0,405 3,38 56,33 139,25
P12 0,414 4,61 76,83 185,79
Rerata 0,396 3,80 63,29 159,69
P13 Korosi di
pantai 3
bulan
0,392 7,41 82,33 209,92
P14 0,406 7,36 81,78 201,65
P15 0,390 5,76 64,00 164,14
P16 0,389 7,35 81,67 209,76
Rerata 0,394 6,97 77,44 196,37
P17 Korosi di
pantai 4
bulan
0,392 9,83 81,92 209,04
P18 0,395 10,22 85,17 215,52
P19 0,399 10,28 85,67 214,74
Rerata 0,395 10,11 84,25 213,10
B. Pengamatan korosi secara makro.
Dilihat dari pengamatan foto makro spesimen uji quenching pada
Gambar 4.17 sampai Gambar 4.20, korosi pada spesimen uji semakin
bertambah banyak dan bertambah buruk pada setiap bulannya. Terlihat
pada Gambar 4.20 mulai terjadi retak-retak pada spesimen uji. Pada
spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing juga mengalami hal
yang sama, terlihat pada Gambar 4.21 sampai Gambar 4.24. Hal ini
mununjukkan bahwa laju korosi dan waktu kontak dengan lingkungan
saling berkaitan, semakin lama waktu logam berinteraksi dengan
lingkungan korosif maka semakin banyak logam tersebut terkorosi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Gambar 4. 17 Foto makro terkorosi 1 bulan spesimen uji quenching
Gambar 4. 18 Foto makro terkorosi 2 bulan spesimen uji quenching
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Gambar 4. 19 Foto makro terkorosi 3 bulan spesimen uji quenching
Gambar 4. 20 Foto makro terkorosi 4 bulan spesimen uji quenching
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Gambar 4. 21 Foto makro terkorosi 1 bulan spesimen uji normalizing
Gambar 4. 22 Foto makro terkorosi 2 bulan spesimen uji normalizing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Gambar 4. 23 Foto makro terkorosi 3 bulan spesimen uji normalizing
Gambar 4. 24 Foto makro terkorosi 4 bulan spesimen uji normalizing
C. Grafik dan Pembahasan
Perhitungan laju korosi dilakukan dengan satuan mg dalam 1 dm2
dalam satu hari (mdd). Nilai laju korosi yang didapat pada setiap bulannya
adalah rata-rata nilai laju korosi dari 4 spesimen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Gambar 4. 25 Grafik laju korosi spesimen uji quenching.
Gambar 4. 26 Grafik laju korosi spesimen uji dengan perlakuan panas
normalizing.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
1 2 3 4
Laju
Ko
rosi
(m
dd
)
Lama Terkorosi (bulan)
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4
Laju
Ko
rosi
(m
dd
)
Lama Terkorosi (bulan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Gambar 4. 27 Grafik perbandingan laju korosi.
Dari Tabel 4.4 untuk data laju korosi spesimen uji quenching dan
Tabel 4.5 untuk spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing, terlihat
nilai laju korosi sama-sama mengalami peningkatan nilai laju korosi pada
tiap bulannya kecuali pada bulan pertama ke kedua spesimen uji dengan
perlakuan panas quenching mengalami penurunan 1,33 mdd.
Pada Gambar 4.27 terlihat laju korosi untuk spesimen uji dengan
perlakuan panas normalizing lebih tinggi daripada laju korosi spesimen uji
dengan perlakuan panas quenching disetiap bulannya. Laju korosi untuk
spesimen uji dengan perlakuan panas normalizing terlihat lebih konstan
dalam kenaikannya, berbeda dengan laju korosi pada spesimen uji dengan
perlakuan panas yang kenaikannya tidak konstan. Bulan pertama ke bulan
kedua turun 1,33 mdd, pada bulan ketiga melonjak 96,93 mdd menjadi
185,32 mdd, pada bulan keempat naik lagi namun tidak signifikan menjadi
186,47 mdd.
0
50
100
150
200
250
0 1 2 3 4 5
Laju
Ko
rosi
(m
dd
)
Lama Terkorosi (bulan)
Spesimen UjiQuenching
Spesimen UjiTanpa Perlakuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, pengujian, dan analisis yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi spesimen uji dengan
perlakuan panas normalizing lebih tinggi dibanding dengan spesimen
uji dengan perlakuan panas quenching setiap bulannya. Spesimen
dengan perlakuan panas quenching memiliki rata-rata 137,47 mdd dan
spesimen dengan perlakuan panas normalizing adalah 168,64 mdd.
2. Jenis korosi yang menyerang spesimen dengan perlakuan panas
normalizing adalah korosi merata. Jenis korosi yang menyerang
spesimen dengan perlakuan panas quenching adalah korosi merata dan
korosi sumuran.
3. Spesimen dengan perlakuan panas quenching mengalami lebih banyak
penurunan kekuatan tarik maksimal dibanding spesimen dengan
perlakuan panas normalizing yaitu sebesar 52,5% dan spesimen
dengan perlakuan panas normalizing sebesar 3,45%. Kekuatan tarik
maksimal spesimen dengan perlakuan panas quenching lebih tinggi di
setiap bulannya dibanding dengan spesimen dengan perlakuan panas
normalizing. Kekuatan tarik maksimal awal spesimen quenching
adalah 182,78 kg/mm2 dan menjadi 86,82 kg/mm2 pada bulan keempat
terkorosi. Kekuatan tarik maksimal awal spesimen normalizing adalah
73,61 kg/mm2 dan menjadi 70,78 kg/mm2 pada bulan keempat
terkorosi.
4. Jenis patahan pada pengujian tarik spesimen dengan perlakuan panas
quenching adalah getas sedangkan pada spesimen dengan perlakuan
panas normalizing adalah ulet.
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
5.2. Saran
Agar penelitian-penelitian berikutnya mendapatkan hasil yang lebih baik,
maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemasangan spesimen uji di lingkungan pantai sebaiknya dipersiapkan
benda uji lebih sebagai cadangan untuk mengantisipasi kemungkinan
cacat atau hilangnya spesimen uji saat di pantai.
2. Bentuk spesimen uji tarik dengan perlakuan quenching perlu
dipikirkan supaya mudah dicekam, karena setelah diquenching akan
sangat keras dan licin.
3. Pemilihan dimensi bahan spesimen uji sebaiknya disesuaikan dengan
dimensi spesimen, sehingga tidak terlalu banyak mengurangi dalam
pengerjaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
DAFTAR PUSTAKA
Budi Utomo, Jenis Korosi Dan Penanggulangannya; KAPAL, Vol.6, No 2, 2009.
Diater, G.E., 1992, Metalurgi Mekanik, Jilid 2, edisi ketiga, alih bahasa oleh Sriati
Djaprie, Erlangga, Jakarta.
https://corrosioncollege.com/white-paper.cfm. Diakses pada tanggal 19 April
2017.
https://www.researchgate.net/post/What_are_the_most_dangerous_types_of_corr
osion_and_does_the_dangerous_vary_depending_on_the_type_of_metal.
Diakses pada tanggal 19 April 2017.
http://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2006/dt/b602834a/unauth#!divAbstra
ct. Diakses pada tanggal 19 April 2017.
http://www.corrosionclinic.com/types_of_corrosion/pitting_corrosion.htm.
Diakses pada tanggal 19 April 2017.
http://www.calphad.com/iron-carbon.html. Diakses pada tanggal 19 April 2017.
Lestari, D., (2015, Maret 27). Garis pantai Indonesia terpanjang kedua di dunia.
antaranews.com. http://www.antaranews.com/berita/487732/garis-pantai-
indonesia-terpanjang-kedua-di-dunia. Diakses pada tanggal 19 April 2017.
Mersilia, Anggun., 2016,Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media
Quenching Air Garam Dan Oli Terhadap Struktur Mikro Dan Nilai
Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135, Universitas Lampung, Lampung.
Muis, S., 2015, Teknik Pembuatan Sensor Layar Sentuh, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Purboputro, Pramuko Ilmu., 2009, Peningkatan Kekakuan Pegas Daun dengan
Cara Quenching, Surakarta: Teknik Mesin UMS. Vol. 10, No.1.
Setyahandana, B., Materi Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Smallman, R.E., 1991, Metalurgi Fisik Modern, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Stefanus, Rinaldo., 2011, Korosi Plat Baja Terelektroplating Nikel pada
Lingkungan Pantai, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sulistyo, A.B., 2007, Efek Lingkungan Pantai Dan Waktu Korosi Terhadap Laju
Korosi Dan Karakteristik Baja, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Surdia, Tata.and Shinroku S., 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, cetakan keempat,
PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Tretheway, KR. dan Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk mahasiswa dan
rekayasawan, edisi pertama, PT. Gramedia Utama, Jakarta.
Zuchry, Muhammad., 2011, Pengaruh Karburasi Dengan Variasi Media
Pendingin Terhadap Micro Structur Baja Karbon, Palu:Universitas
Tadulako Palu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 1. Pengujian Komposisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Lampiran 2. Grafik Uji Tarik Spesimen Uji Perlakuan Normalizing
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI