Pengaruh Konvegerhensi Ifrs Terhadap Perpajakan
-
Upload
adipradana-ramadhan -
Category
Documents
-
view
805 -
download
9
Transcript of Pengaruh Konvegerhensi Ifrs Terhadap Perpajakan
PENGARUH KONVEGERHENSI IFRS TERHADAP
PERPAJAKAN
Oleh :
Adipradana R. (10312206)
FAKULTAS EKONOMI-AKUNTANSI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2011/2012
I. Sejarah dan Pengertian IFRS
Di era zaman yang semakin hari semakin modern, masyarakat di berbagai belahan
dunia begitu mudahnya untuk berinteraksi, termasuk dalam interaksi dagang dan
berinvestasi. Karena kemajuan teknologi tersebut mendorong kemudahan manusia di seluruh
dunia untuk berkomunikasi tanpa ada batas wilayah Negara atau biasa kita sebut globalisasi.
Dampak globalisasi yang semakin kuat dan berimbas kepada pasar pasar investasi
membuat pihak yang terlibat berupaya untuk mempermudah dan menyeragamkan bahasa
dalam berinvestasi (bahsa pelaporan keuangan dan standar keuangan). Standar pelaporan
keuangan dan standar akuntansi haruslah standar yang dapat diterima dan dipahami oleh
masyarakat global. Sehingga diperlukan standar yang sama di seluruh dunia.
1970’an Inggris, Kanada, US membentuk Accounting International
Study Group (AISG)
1973 Organisasi professional akuntansi dr Belanda, Kanada,
Australia, Meksiko, Jepang, Prancis dan Selandia Baru
membentuk International Accounting Standard Committee
(IASC) dan menghasilkan International Accounting Standard
(IAS)
2000 IASC restrukturisasi kelembagaan dan dibentuk IASC
Foundation (IASCF) yg membawahi International Accounting
Standard Board (IASB) dan International Financial Reporting
Intepretation Committee (IIFRIC). IASB mengeluarkan
International Financial Reporting Standards (IFRS).
International Financial Reporting Standards (IFRS) merupakan standar pelaporan
keuangan internasional yang menjadi rujukan atau sumber konvergensi bagi standar-standar
akuntansi di Negara-negara di dunia yang diterbitkan oleh International Accounting Standard
Board (IASB) pada 1 April 2001. Standar Akuntansi Internasional (International Accounting
Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB), Komisi Masyarakat Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal
(IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Secara garis besar ada empat hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi :
1. Definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang berkaitan.
Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah
transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal,
pendapatan dan biaya.
2. Pengukuran dan penilaian.
Pedoman ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan
keuangan baik pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian
laporan keuangan (pada tanggal neraca).
3. Pengakuan
Merupakan kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan
sehingga elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan.
4. Penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
Komponen keempat ini digunakan untuk menentukan jenis informasi dan
bagaimana informasi tersebut disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan.
Suatu informasi dapat disajikan dalam badan laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi)
atau berupa penjelasan (notes) yang menyertai laporan keuangan
Kerangka Dasar Penyusunan Laporan Keuangan Berdasar IFRS
Elemen Laporan Keuangan
1. Neraca
2. Laporan Laba Komperhensif
3. Laporan Perubahan Ekuitas
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
6. Laporan Posisi Keuangan pada Perioda Komparatif
Pemakai Laporan Keuangan.
Pemakai Kepentingan
Internal
(Manajemen)
Melihat besar kecilnya laba dan mengevaluasi kinerja
keuangan perusahaan. Dan Informasi dalam laporan
keuangan dapat digunakan untuk menentukan plan dan
strategi perusahaan.
Eksternal
(Investor)
Menilai prospek tidaknya perusahaan tersebut (Mengukur
resiko-resiko investasinya)
Pemberi
Pinjaman
(Biasanya Bank)
Untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam
melunasi pinjamannya.
Pemerintah dan
Badan Regulator
Lain
Untuk menganalisa CAR perusahaan, sebagai
pertimbangan kebijakan pajak, menghitung statistic
pendapatan nasional.
Supplier Untuk menentukan kebijakan kredit terhadap perusahaan.
Pelanggan Mengetahui kelangsungan hidup perusahaan.
Karyawan Mengetahui kelangsungan hidup perusahaan serta
mengetahui perusahaan untuk memberikan balas jasa.
Masayarakat
(termasuk
akademisi)
Sebagai bahan pembelajaran dan ilmu pengetahuan.
Selain itu dapat menjadi bahan dalam membuat tugas
akhir, artikel, makalah, dan presentasi-presentasi.
Basis Pengukuran
1. Biaya Perolehan
2. Biaya Kini
3. Nilai Realisasi dan Penyelesaian
4. Nilai Sekarang.
IFRS di Berbagai Negara
IFRS dianggap sebagai “prinsip-prinsip berdasarkan” peraturan luas terdiri dari:
1. Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) – standar yang dikeluarkan
setelah tahun 2001.
2. Standar Akuntansi Internasional (IAS) – standar yang diterbitkan sebelum 2001.
3. Interpretasi berasal dari interpretasi Pelaporan Keuangan Internasional Komite
(IFRIC) – yang diterbitkan setelah tahun 2001.
4. Berdiri Interpretasi Committee (SIC) – yang diterbitkan sebelum 2001.
5. Kerangka Penyajian dan Penyusunan Laporan Keuangan.
IFRS digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa, Hong Kong, Australia,
Malaysia, Pakistan, negara-negara GCC, Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Sejak
27 Agustus 2008, lebih dari 113 negara di seluruh dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini
membutuhkan atau mengizinkan pelaporan berdasarkan IFRS. Sekitar 85 negara-negara
membutuhkan IFRS pelaporan untuk semua, perusahaan domestik yang terdaftar. Sedangkan
di Indonesia sendiri baru akan diadopsi mulai tahun 2012 mendatang.
Standar Akuntansi yang menjadi dua kekuatan besar dunia :
1. Amerika = FASB dan US GAAP
2. Internasional = Eropa = dibentuk IASC yang kemudian berubah IFRS
IFRS di Amerika, terdapat standar yang terbagi dalam tiga era :
1. Standar ditentukan / disusun oleh manajemen, Standar ditentukan / disusun oleh
manajemen karena yang membutuhkan adalah pihak manajemen.
2. Standar ditentukan / disusun oleh profesi, Standar ditentukan / disusun oleh profesi
karena profesi yang bertugas untuk menyusun dan mengaudit laporan keuangan.
3. Financial Accounting Standard World (FASW), FASW lahir setelah orang menilai
pihak kreditur terlalu dominant dalam menyusun standar akuntansi keuangan.
IFRS di Indonesia
1. Di Indonesia selama dalam penjajahan Belanda, tidak ada standar Akuntansi yang
dipakai. Indonesia memakai standar (Sound Business Practices) gaya Belanda.
2. Sampai Thn. 1955 = Indonesia belum mempunyai undang – undang resmi / peraturan
tentang standar keuangan.
3. Thn. 1974 = Indonesia mengikuti standar Akuntansi Amerika yang dibuat oleh IAI
yang disebut dengan prinsip Akuntansi.
4. Thn. 1984 = Prinsip Akuntansi di Indonesia ditetapkan menjadi standar Akuntansi.
5. Akhir Thn. 1984 = Standar Akuntansi di Indonesia mengikuti standar yang bersumber
dari IASC.
6. Sejak Thn. 1994 = IAI sudah committed mengikuti IASC / IFRS.
7. Thn. 2008 = diharapkan perbedaan PSAK dengan IFRS akan dapat diselesaikan.
8. Thn. 2012 = Ikut IFRS sepenuhnya?
Upaya untuk memperkuat Arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka
panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan, membuat International
Accounting Standard Boards (IASB) melakukan percepatan harmonisasi standar
Akuntansi internasional khususnya International Financial Reporting Standard (IFRS)
yang dibuat oleh IASB dan Financial Accounting Standard Boards (badan pembuat
standar Akuntansi di Amerika Serikat).
IFRS di Uni Eropa :
1. 1982 = IFAC mengendors IASC sebagai Global Accounting Standard.
2. 1989 = Federasi Akuntansi Eropa mengendors IASC.
3. 1994 = IASC Advisory Council Approved selaku oversight and finance.
4. 1995 = IASC & IOSCO menandatangani perjanjian agar negara – negara Uni Eropa
harus mengikuti IASs.
5. 1996 = US SEC endors IASC to initiate the dev of global accounting standards.
6. 1997 = IASC Forms SIC Standing Interpretation Committee, Forms SWP (Strategy
Working Party).
7. 1998 = IFAC / IASC memperluas kenggotaan menjadi 140 bodies di 101 negara.
8. 1999 = G7 Finance Ministers and IMF Support IASs Strengthen International
Financial Structure.
9. 2000 = IASB new chairman Sir David Tweedie appointed.
10. 2001 = IASB dilahirkan sebagai pengganti IASC. Isinya untuk melakukan
convergensi ke global Accounting standards dengan kualitas :
Single Set and High Quality.
Transparant dan komparabel Laporan Keuangan.
Berguna bagi pemain Pasar Modal dunia.
II. Proses Penarapan Konvegerhensi IFRS
International Financial Reporting Standard) merupakan pedoman penyusunan
laporaan keuangan yang diterima secara global. Sejarah terbentuknya pun cukup panjang
dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika
sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem
pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia
mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal.
Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang
dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS,
laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi
signifikan dengan laporan keuangan berdasarkanIFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan
memberikan manfaat :
1. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK
yang dikenal secara internasional
2. Meningkatkan arus investasi global
3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global
dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan
Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang
strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus,
tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara
maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi
ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.
PSAK akan dikonvergensikan secara penuh dengan IFRSmelalui tiga tahapan,
yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir dan tahap implementasi.
Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi
seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 3 Business combination
3. IFRS 4 Insurance contracts
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
7. IFRS 8 Segment reporting
8. IAS 1 Presentation of financial statements
9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates
10. IAS 12 Income taxes
11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
14. IAS 28 Investments in associates
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets
Pada 2010 adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 7 Statement of Cash Flows
2. IFRS20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government
Assistance
3. IFRS24 Related Party Disclosures
4. IFRS29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
5. IFRS33 Earnings per Share
6. IFRS34 Interim Financial Reporting
7. IFRS41 Agriculture
Sedangkan arah pengembangan konvergensi IFRSmeliputi :
1. PSAK yang sama dengan IFRS akan direvisi, atau akan diterbitkan PSAK yang
baru
2. PSAK yang tidak diatur dalam IFRS, maka akan dikembangkan
PSAK industri khusus akan dihapuskan
3. PSAK turunan dari UU tetap dipertahankan
Pada 2011 tahap persiapan akhir dilakukan dengan menyelesaikan seluruh
infrastruktur yang diperlukan. Pada 2012 dilakukan penerapan pertama kali PSAK yang
sudah mengadopsi IFRS. Namun, proses konvergensi ini tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat
mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.
III. Pengaruh IFRS terhadap Perpajakan
Konvergensi IFRS rupanya membuat panik berbagai pihak. Salah satunya adalah
pihak-pihak yang berkepentingan dengan regulasi perpajakan, terutama adalah para
mahasiswa. Dalam tulisan kali ini, saya akan memaparkan beberapa poin (tidak semua,
namun yang cukup penting) terkait dampak konvergensi IFRS terhadap regulasi
perpajakan (kata kunci: dampak konvergensi IFRS pajak).
SAK Pasca Dicanangkan Konvergensi IFRS
Setelah dicanangkannya konvergensi IFRS, Indonesia saat ini memiliki 3 SAK
yaitu, SAK Umum (berbasis IFRS), SAK ETAP (berjiwa IFRS for SME), dan SAK
Syariah (bernafaskan prinsip-prinsip syariah di Indonesia). Dampak terdapatnya 3 SAK
bagi peraturan perpajakan adalah, dalam peraturan perpajakan, dinyatakan bahwa
pembukuan (untuk tujuan pajak) menggunakan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
Peraturan Perpajakan menyatakan lain. Hal ini berarti, untuk tujuan pajak, digunakan
perlakuan akuntansi sesuai dengan peraturan pajak, kecuali jika tidak diatur dalam
peraturan perpajakan, maka pengaturan akuntansinya menggunakan SAK (KUP 28/2007).
Dalam kondisi terdapatnya 3 SAK, yang mana 2 SAK mengatur entitas (SAK
Umum dan SAK ETAP) dan 1 SAK mengatur transaksi (SAK Syariah), maka hal ini
perlu dicermati oleh regulator perpajakan. Para petugas pajak harus memiliki pemahaman
atas SAK ETAP dan SAK Umum.
Jika wajib pajak merupakan entitas berakuntabilitas publik, maka wajib pajak
tersebut akan menggunakan SAK Umum. Oleh karena itu, pemeriksa pajak harus
memahami SAK Umum untuk pelakuan akuntansi atas hal-hal yang tidak diatur dalam
peraturan pajak. Namun, jika wajib pajak merupakan entitas tanpa akuntabilitas publik,
maka wajib pajak tersebut akan menggunakan SAK ETAP (kecuali jika regulator
menyatakan lain). Oleh karena itu, pemeriksa pajak harus memahami SAK ETAP untuk
perlakuan akuntansi atas hal-hal yang tidak diatur dalam peraturan pajak.
Oleh karena adanya kemungkinan terjadi perbedaan pengaturan antara SAK
ETAP – SAK Umum – Peraturan Perpajakan, maka regulator pajak perlu mengatasi
perbedaan penafsiran yang sangat mungkin terjadi di lapangan. Sehingga, pemeriksa
pajak yang satu dan yang lain tidak akan memiliki penafsiran yang berbeda cukup
signifikan atas suatu hal/item (item bisa digunakan dalam standar untuk menggantikan
pos, unsur, atau hal-hal lain terkait transaksi/laporan keuangan) tertentu.
1. Aset Tak berwujud
Contoh item yang tidak diatur dalam peraturan pajak dan oleh karena itu
menggunakan SAK sebagai dasar adalah aset takberwujud. Dalam peraturan
perpajakan, aset takberwujud mengacu ke SAK (dalam hal batasan dan
pengakuan) sesuai dengan Pasal 28 UU KUP. Padahal, pengaturan aset
takberwujud untuk SAK ETAP dan SAK Umum berbeda. Untuk SAK Umum,
aset takberwujud dapat dihasilkan secara internal (dari proses
pengembangan/development) maupun eksternal (membeli lisensi, hak cipta, dll).
Untuk SAK ETAP, aset takberwujud hanya yang dihasilkan secara eksternal saja.
Perlakuan untuk amortisasi aset takberwujud berdasar UU KUP adalah 20 tahun
atau mengikuti klasifikasi UU No.11 mengenai aset, sedangkan berdasar SAK
Umum dapat berumur terbatas atau takterbatas, dan berdasarkan SAK ETAP
umurnya terbatas.
2. Mata Uang Pembukan dan Mata Uang Pelaporan
Terdapat perbedaan pengaturan dalam hal penggunaan mata uang
pelaporan. Berdasarkan peraturan pajak dan SAK ETAP, mata uang pelaporan dan
pembukuan dalam rupiah. Sedangkan dalam SAK Umum menggunakan mata
uang fungsional sebagai mata uang pembukuan dan mata uang pelaporan rupiah.
3. Fair Value Accounting
Seringkali yang ditakutkan dari dampak konvergensi IFRS terhadap
peraturan perpajakan adalah mengenai diterapkannya Fair Value
Accounting (FVA). Namun, patut dicermati bahwa penerapan FVA atau
penggunaan model revaluasi merupakan sebuah pilihan. Entitas boleh memilih
akan menggunakan model biaya (historical cost model) atau model revaluasi
(menggunakan FVA). Penggunaan FVA yang wajib hanya di kategori
instrumenfair value through profit or loss (FVTPL). Selain itu, jika tidak
ada marketnya, maka menggunakan valuation technique.
Permasalahan FVA di Indonesia tidak sebesar kelihatannya. Selain itu,
secara rasional bisnis akan cenderung bertahan di historical cost.
4. Revaluasi
Berdasarkan SAK Umum, revaluasi merupakan pilihan dan tidak perlu
seizin regulator. Berdasarkan peraturan perpajakan, PMK No.79/PMK.03/2008,
revaluasi tidak dapat dilakukan setiap saat. Sedangkan berdasarkan SAK ETAP
revaluasi harus seizin regulator.
5. Goodwill
Berdasarkan peraturan perpajakan, goodwill diamortisasi. Berdasarkan
SAK Umum, goodwill tidak diamortisasi namun diuji penurunan nilainya. Untuk
kombinasi bisnis, SAK Umum sudah tidak mengizinkan pooling of interest
method – sesuai perlakuan dalam IFRS (kecuali untuk perlakuan transaksi entitas
sepengendali).
6. Masa Transisi
Dalam masa transisi dari penggunaan SAK lama ke SAK baru yang
berbasis IFRS, banyak entitas yang tiba-tiba memiliki aset dalam jumlah besar,
atau melakukan revaluasi sehingga nilai asetnya naik. Dalam kondisi sekarang ini,
yang mana peraturan pajak dan petugas pajak masih ‘saklek‘, rule based, dan
‘jadul‘, entitas cukup dirugikan. Hal ini dikarenakan peningkatan aset atau laba
tersebut terjadi bukan secara nyata, namun hanya karena pengaruh perubahan
kebijakan akuntansi baru (berbasis IFRS) yang cukup ekstrim. Padahal, dasar
pengenaan pajak adalah atas peningkatan penghasilan. Oleh karena itu, regulator
perpajakan perlu menyikapi secara cepat untuk hal-hal terkait dengan transisi
regulasi ini, sehingga entitas-entitas dapat melakukan transisi ke SAK Umum
yang berbasis IFRS dengan tenang. Pada kenyataannya, cukup banyak entitas
yang mengeluh untuk menerapkan SAK Umum atau untuk mengadopsi IFRS
(sebagai contoh akan diadopsinya IAS 41: Agriculture), bukan karena rumitnya
standar tersebut, namun lebih karena permasalahan pajak dalam masa transisi ini.
Satu hal yang perlu diingat, konvergensi IFRS merupakan kesepakatan
pemerintah dalam forum G-20. Konvergensi ini bukan merupakan pekerjaan
DSAK-IAI saja. Regulator-regulator seperti Bank Indonesia, Bapepam, dan
asosiasi-asosiasi industri telah menyelaraskan regulasi mereka dengan SAK
Umum, sebagai bukti dukungan mereka terhadap komitmen pemerintah.
Sayangnya, regulator perpajakan merupakan regulator yang dinilai paling lambat
dalam menyikapi konvergensi IFRS ini.
7. Perbedaan Akuntansi dan Pajak, Selamanya
Di belahan dunia manapun, hingga saat ini, pengaturan akuntansi selalu
berbeda dengan peraturan perpajakan. Hampir tidak ada peraturan akuntansi yang
sama dengan peraturan perpajakan. Hal ini dikarenakan tujuan dari akuntansi dan
tujuan perpajakan berbeda. Selain itu, prinsip-prinsip dari standar akuntansi dan
peraturan perpajakan juga berbeda. Pengaturan dalam standar akuntansi
berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi dan digunakan untuk pelaporan keuangan
bertujuan umum (general purpose financial statement), sedangkan pengaturan
dalam peraturan perpajakan berdasarkan aturan (rule based) dan bertujuan khusus
(untuk penarikan pajak – kepentingan si penarik pajak/pemerintah). Oleh karena
itu, konvergensi IFRS tidak harus membuat peraturan perpajakan juga ikut
konvergen (apalagi peraturan perpajakan induknya adalah undang-undang, yang
mana jika ingin mengubah undang-undang proses birokrasinya sangat lama dan
berbelit di DPR).
Namun, walaupun perbedaan antara SAK dan Peraturan Perpajakan tidak
akan pernah bisa dihilangkan, sebaiknya regulator perpajakan tetap melakukan
tindakan untuk meminimalkan bentang perbedaan antara SAK yang ada saat ini
(SAK Umum & ETAP) dengan Peraturan Perpajakan. Hal ini dikarenakan SAK
sudah berkembang sangat pesat, sedangkan Peraturan Perpajakan sangat tertinggal
jauh dalam hal penggunaan dasar akuntansinya.
Perbedaan antara SAK Umum dengan SAK ETAP, dan SAK (Umum dan
ETAP) dengan Peraturan Perpajakan, harus mulai disikapi oleh para petugas
pajak, atau calon-calon petugas pajak yang saat ini sedang kuliah. Pemahaman
atas SAK Umum dan SAK ETAP merupakan hal yang cukup penting. Secara
umum, entitas yang menggunakan SAK ETAP jumlahnya lebih banyak daripada
entitas yang menggunakan SAK Umum. Namun dari segi pemasukan pajak,
entitas yang menggunakan SAK Umum lebih besar jumlahnya daripada SAK
ETAP.
Pengaruh konvergensi IFRS terhadap Perpajakan
Pengaruh konvergensi IFRS tidak hanya berpengaruh terhadap dunia bisnis saja,tetapi
juga dalam dunia Perpajakan. Perbedaan IFRS dengan perpajakan salah satunya mencakup
aset tetap (PSAK No.16). Berdasarkan PSAK No.16(Revisi 2007) perusahaan diperbolehkan
memilih metode biaya atau metode revaluasi, sedangkan Peraturan Perpajakan, yaitu
Peraturan Menteri Keuangan No.79/PMK.03/2008, metode penyustan aset tetap
menggunakan biaya perolehan sesuai Pasal 10 ayat (1) UU PPh, Menteri Keuangan. Masalah
kewajiban perpajakan yang timbul atas revaluasi aset tetap adalah sebagai berikut:
1. Nilai hasil revaluasi akan lebih tinggi dari nilai perolehan awal.
Hal ini disebabkan penilaian aset tetap dilakukan berdasarkan nilai
pasar/nilai wajar tersebut yang ditetapkan oleh jasa penilai/appraisal independen yang
disahkan oleh Menkeu. Sehingga atas hasil revaluasi ini akan muncul selisih revaluasi
aset tetap dari perolehan yang lama.
2. Apakah atas hasil revaluasi dikenakan PPh bersifat final sebesar 10%?
Jawabannya ya, hal tersebut sesuai dengan ketentuan dimaksud pada pasal 5 PMK
79/PMK.03/2008 tentang penilaian kembali aktiva tetap perusahaan untuk tujuan
perpajakan. Adapun tatacaranya dapat dilihat pada Per-12/PJ/2009. Obyek yang
dikenakan tarif 10% tersebut adalah selisih dari nilai hasil revaluasi aset tetap.
Contoh lainnya yang menjadi perhatian bagi pihak otoritas pajak, konvergensi IFRS yang
berimplikasi dengan perpajakan adalah sebagai berikut:
1. Pada PSAK No. 1, pos? Pos dalam laporan laba rugi komprehensif, yaitu: beban
keuangan, keuntungan atau kerugian darioperasi yang dihentikan,
diakui secara keseluruhan sedangkan pada perpajakan dilakukan koreksi fiskal atas perb
edaan antara akuntansi dan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
2. Pada No. PSAK 7, pengungkapan pihak pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah
pihak istimewa yang terkait denganpihak dalam transaksi yang wajar, pengakuan beban
selama periode berjalan, klasifikasi pengungkapan atas pihak?pihak yang mempunyai
hubungan istimewa. Pada nama entitas induk, jika berbeda dengan entitas anak dan
pihak yang mengendalikan. Jika entitas induk maupun pihak pengendali utama
menghasilkan laporan keuangan yang tersedia untuk keperluan umum, nama entitas
induk berikutnya yang paling pertama melakukannya juga harus diungkapkan.
Dari sisi perpajakan semua pihak istimewa harus diungkapkan dengan pengisian
lampiran 3A atau 3B pada SPT PPh badan dan membuat TP Documentation sesuai Per?
43/PJ/2010.
3. Pada PSAK No. 10, pengaruh perubahan nilai tukar valuta asing, pada laporan keuangan
mata uang yang digunakan adalah:mata uang fungsional digunakan sebagai
mata uang pengukuran dan penyajian bisa berlainan dengan mata uang fungsional.Sedan
gkan pada perpajakan harus menggunakan rupiah atau US Dollar.
4. Pada PSAK No. 13, properti yang digunakan pada operating lease Diklasifikasikan
dan dicatat sebagai properti investasi,hanya jika sesuai dengan definisi dari properti
investasi dan lessee menggunakan fair value model. Sedangkan pada perpajakan Tidak
membedakan properti investasi dari aktiva tetap, Pengalihan tanah dan/bangunan dikena
kan pajak penghasilan final.
IV. Kesimpulan dan Saran
PSAK yang sekarang berlaku, maupun nantinya diterapkan IFRS, ataupun
SAK ETAP, undang-undang Perpajakan kita ataupun Ditjen Pajak juga berencana
menyesuaikan perkembangan yang terjadi begitu cepat dari standar akuntansi yang
diterbitkan oleh Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia. Titik temunya adalah
rekonsiliasi fiskal untuk menghitung laba kena pajak sebagaimana yang telah berlaku
selama ini. Sebagai contoh penurunan nilai tercatat aset maupun pemulihan yang
diperkenankan oleh standar-standar akuntansi yang berlaku tahun 2011, tentunya akan
berpengaruh besar terhadap perhitungan laba rugi komersial entitas dan perhitungan
laba rugi komersial entitas dan perhitungan PPh-nya. Semakin banyak pos yang akan
direkonsiliasi menyesuaikan peraturan undang-undang pajak penghasilan
untuk menghitung laba kena pajak menurut fiskal. Kita dituntut belajar terus menerus
menyesuaikan perkembangan standar akuntansi dan peraturan perpajakan, yang
masing-masing berjalan dengan arahnya sendiri-sendiri. Sebagai kesimpulan bahwa
tidak ada dampak IFRS konvegerhensi terhadap pelaporan pajak, karena laporan
keuangan fiskal mengacu pada aturan pajak (Undang-Undang, Peraturan Menteri
Keuangan, Peraturan Direktorat Jenderal, dll.) yang berbeda dengan
PSAK/IFRS/GAAP dan sebagainya.
Daftar Pustaka
1. http://acctbuzz.blogspot.com/2009/08/proses-konvergensi-ifrs-2012-di.html
2. http://gemaisgery.blogspot.com/2012/03/pengertian-ifrs-dan-penerapannya.html
3. http://stefanusariyanto.wordpress.com/2011/08/18/sejarah-international-financial-
reporting-standards-ifrs/
4. http://lisapurnamylullaby.blogspot.com/2012/03/sejarah-dan-pengertian-ifrs.html
5. http://rogonyowosukmo.wordpress.com/2011/03/24/dampak-konvergensi-ifrs-
terhadap-perpajakan/
6. http://akuntanonline.com/?p=3546