Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap...

27
1844 Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana 3 rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014 PENGARUH KONFLIK KEHARUSAN AKUNTABILITAS TERHADAP KINERJA KERJA NGO DI INDONESIA M. Yudhika Elrifi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis & Perbankan, Yogyakarta [email protected] Abstrak Penelitian ini menganalisis tentang konflik keharusan akuntabilitas di organisasi sektor publik, khususnya Non Govermental Organization (NGO). Penelitian ini memberikan bukti empiris tentang pengaruh konflik keharusan akuntabilitas terhadap kinerja kerja aktor akutabilitas NGO di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perbedaan tipe keharusan akuntabilitas dan untuk menentukan apakah tekanan keharusan akuntabilitas mempengaruhi kinerja kerja karyawan NGO. Teori institusional, khususnya isomorphisme institusional digunakan sebagai dasar teoritikal untuk penjelasan temuan-temuan lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mix method) dengan Partial Least Square (PLS) sebagai alat analisisnya dan Thematic Content Analysis (TCA) untuk menganalisis dan menginterpretasi data. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis kuantitatif menunjukkan bahwa kinerja kerja aktor akuntabilitas di NGO secara sebagian dipengaruhi oleh konteks kerja persepsian negatif berupa beban kerja dan tekanan kerja. Hasil tersebut terdukung juga dari analisis kualitatif melalui wawancara yang telah dilakukan terhadap para responden penelitian. PENDAHULUAN Tumbuh dan menjamurnya NGO di Indonesia pada era reformasi merupakan fenomena yang menarik dan menggembirakan bagi perkembangan organisasi sektor publik di Indonesia selain organisasi pemerintahan. Dengan terus bertambahnya jumlah NGO, maka diharapkan organisasi sektor publik dapat berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat. Namun di sisi lain, berbagai penyelewengan dan penyimpangan sebagian NGO telah menodai reputasi NGO lainnya. Mereka menilai perilaku miring itu sebagai ancaman besar terhadap eksistensi NGO yang mengandalkan kepercayaan publik dalam menjalankan program dan organisasinya. Hasil dari beberapa penelitian melaporkan adanya berbagai penyelewangan dan skandal yang juga menimpa NGO di Amerika dan internasional dalam pengelolaan dana masyarakat, kesejahteraan, dan jasa pelayanan masyarakat (Gibelman dan Gelman, 2001). Dixon dkk. (2006) meneliti akuntabilitas penyaluran dana bergulir oleh NGO lokal untuk memberdayakan kaum miskin di Zambia yang awalnya sukses namun karena membuka cabang dan lemah pengawasan sehingga terjadi manipulasi data atau data fiktif yang merugikan masyarakat. Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persoalan tata kelola yang baik (good governance) dalam organisasi NGO merupakan hal yang sangat penting dan perlu untuk diterapkan. Dengan diimplementasikannnya tata kelola yang baik, maka diharapkan dapat mewujudkan adanya akuntabilitas dan kinerja NGO yang juga lebih baik. Tidak hanya lembaga pemerintah dan sektor bisnis saja yang dituntut agar mampu menerapkan good goverment dan good corporate governance, organisasi non pemerintah

Transcript of Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap...

Page 1: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1844

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

PENGARUH KONFLIK KEHARUSAN AKUNTABILITAS

TERHADAP KINERJA KERJA NGO DI INDONESIA

M. Yudhika Elrifi

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bisnis & Perbankan, Yogyakarta

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini menganalisis tentang konflik keharusan akuntabilitas di organisasi sektor

publik, khususnya Non Govermental Organization (NGO). Penelitian ini memberikan bukti

empiris tentang pengaruh konflik keharusan akuntabilitas terhadap kinerja kerja aktor

akutabilitas NGO di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

perbedaan tipe keharusan akuntabilitas dan untuk menentukan apakah tekanan keharusan

akuntabilitas mempengaruhi kinerja kerja karyawan NGO. Teori institusional, khususnya

isomorphisme institusional digunakan sebagai dasar teoritikal untuk penjelasan temuan-temuan

lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mix method) dengan Partial Least

Square (PLS) sebagai alat analisisnya dan Thematic Content Analysis (TCA) untuk

menganalisis dan menginterpretasi data. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis

kuantitatif menunjukkan bahwa kinerja kerja aktor akuntabilitas di NGO secara sebagian

dipengaruhi oleh konteks kerja persepsian negatif berupa beban kerja dan tekanan kerja. Hasil

tersebut terdukung juga dari analisis kualitatif melalui wawancara yang telah dilakukan

terhadap para responden penelitian.

PENDAHULUAN

Tumbuh dan menjamurnya NGO di Indonesia pada era reformasi merupakan fenomena

yang menarik dan menggembirakan bagi perkembangan organisasi sektor publik di Indonesia

selain organisasi pemerintahan. Dengan terus bertambahnya jumlah NGO, maka diharapkan

organisasi sektor publik dapat berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan

kesejahteraan masyarakat.

Namun di sisi lain, berbagai penyelewengan dan penyimpangan sebagian NGO telah

menodai reputasi NGO lainnya. Mereka menilai perilaku miring itu sebagai ancaman besar

terhadap eksistensi NGO yang mengandalkan kepercayaan publik dalam menjalankan program

dan organisasinya. Hasil dari beberapa penelitian melaporkan adanya berbagai penyelewangan

dan skandal yang juga menimpa NGO di Amerika dan internasional dalam pengelolaan dana

masyarakat, kesejahteraan, dan jasa pelayanan masyarakat (Gibelman dan Gelman, 2001).

Dixon dkk. (2006) meneliti akuntabilitas penyaluran dana bergulir oleh NGO lokal untuk

memberdayakan kaum miskin di Zambia yang awalnya sukses namun karena membuka cabang

dan lemah pengawasan sehingga terjadi manipulasi data atau data fiktif yang merugikan

masyarakat.

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persoalan

tata kelola yang baik (good governance) dalam organisasi NGO merupakan hal yang sangat

penting dan perlu untuk diterapkan. Dengan diimplementasikannnya tata kelola yang baik,

maka diharapkan dapat mewujudkan adanya akuntabilitas dan kinerja NGO yang juga lebih

baik. Tidak hanya lembaga pemerintah dan sektor bisnis saja yang dituntut agar mampu

menerapkan good goverment dan good corporate governance, organisasi non pemerintah

Page 2: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1845

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

seperti NGO juga perlu menerapkan prinsip good non-govermental organization sebagai wujud

dari akuntabilitas dan pelaporan kinerjanya.

Pembahasan mengenai akuntabilitas NGO, telah ditingkatkan secara intensif dalam

beberapa tahun terakhir. NGO berusaha untuk menyeimbangkan kinerja terhadap berbagai

tuntutan dari forum dan sering bertentangan untuk akuntabilitas (Kim dan Lee, 2010).

Penekanan akan pentingnya akuntabilitas mungkin memiliki beberapa manfaat dalam

memperkuat kepercayaan lembaga donor dan memastikan keberlanjutan bantuan pendanaan

dari mereka. Namun, adanya konflik keharusan akuntabilitas dan beragamnya keharusan

akuntabilitas tersebut menjadi tantangan manajerial yang signifikan dalam pencapaian misi

organisasi. Selanjutnya, harapan yang beragam antara berbagai pemangku kepentingan

terhadap akuntabilitas NGO dapat menghambat pendirian standar tunggal dan menyebabkan

tekanan dan permasalahan managemen (Brown, Moore, & Honan, 2001; Greenlee, 1998;

Kanter & Summers, 1987), serta mempengaruhi outcome kinerja (Dicke, 2002).

Tidak adanya standar efektivitas penting menyisakan pertanyaan sentral terhadap

akuntabilitas: Manakah jenis kebutuhan akuntabilitas yang harus didahulukan dari pada yang

lain? Apa yang dapat atau harus dilakukan oleh pimpinan NGO ketika dihadapkan dengan arah

yang tidak sesuai dengan mandat organisasi atau preferensi publik? (Kim & Lee, 2010). Konflik

keharusan akuntabilitas telah diuji secara intensif di organisasi sektor publik (misalnya,

Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell, 2005; Radin, 2002; Romzek

& Dubnick, 1987) dan secara khusus di NGO (Christensen & Ebrahim, 2006; Ebrahim, 2003;

Kearns, 1994; Rubin, 1990). Studi-studi tersebut menyatakan bahwa tekanan akuntabilitas

meninggalkan beberapa kerapuhan akuntabilitas, yang dapat mengakibatkan kegagalan

pencapaian misi organisasi.

Dengan menggunakan analisis kualitatif, studi-studi tersebut menyatakan bahwa

efektivitas dalam suatu organisasi dapat terancam oleh tekanan berlebihan terhadap salah satu

tipe keharusan akuntabilitas atas yang lain. Hasil penelitian Kim (2005) menyatakan bahwa

konflik keharusan akuntabilitas itu sendiri mungkin tidak menjadi permasalahan bagi kinerja

aktor akuntabilitas. Tekanan antar hubungan akuntabilitas yang berbeda bertindak sebagai

sistem penyeimbang (check and balances) apabila tidak terjadi penekanan berlebihan pada

salah satu tipe akuntabilitas, karena dapat menyebabkan tipe akuntabilitas lain yang sama

pentingnya menjadi rapuh.

Pada penelitian ini konflik keharusan akuntabilitas didefinisikan sebagai kualitas kerja

atau kinerja tertentu yang diperlukan oleh aktor akuntabilitas untuk mencapai ekspektasi

berbagai tipe forum akuntabilitas (Kim & Lee, 2010). Dalam konteks organisasi di sektor

nirlaba, Kim & Lee (2010) mengemukakan bahwa kinerja dapat didefinisikan sebagai

pemenuhan misi organisasi.

Menurut Kim dan Lee (2010) diskusi tentang dinamika akuntabilitas selama ini masih

lebih banyak berbentuk kualitatif, masih sedikit bukti kuantitatif yang dapat menjelaskan sejauh

mana tekanan keharusan akuntabilitas mempengaruhi kinerja kerja individu atau aktor

akuntabilitas. Dengan kata lain, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang

belum kokoh untuk menjelaskan dampak konflik keharusan akuntabilitasterhadap kinerja aktor

akuntabilitas. Oleh karena itu, sangat penting untuk kembali menguji secara empiris pengaruh

konflik keharusan akuntabilitas terhadap kinerja kerja dengan memasukkan konsep lain yang

menghubungkannya.

Page 3: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1846

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Mencermati fenomena yang terjadi dan untuk menguji secara empiris dan lebih

mendalam akan adanya tekanan akuntabilitas di NGO, khususnya di Indonesia, maka penulis

tertarik untuk meneliti pengaruh konflik keharusan akuntabilitas terhadap kinerja kerja aktor

akuntabilitas dengan memasukan konsep konteks kerja dengan persepsian negatif melalui

beban kerja dan tekanan kerja. Model penelitian yang digunakan berdasarkan pengembangan

model Kim & Lee (2010) dengan menggunakan tipe-tipe akuntabilitas berdasarkan Johnston &

Romzek (1999), yaitu akuntabilitas hirarkikal, akuntabilitas legal, akuntabilitas profesional,

dan akuntabilitas politikal.

Pengembangan hipotesis untuk melihat pengaruh konflik keharusan akuntabilitas

terhadap kinerja kerja NGO dan interpretasi hasil penelitian ini akan dilihat dari teori

institusional berdasarkan konsep isomorfisme di NGO dengan harapan bahwa konflik

keharusan akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja kerja NGO yang bergantung pada

persepsi terhadap konteks kerja. Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed method),

yaitu metode penelitian yang mengharuskan peneliti menggabungkan teknik penelitian,

metode, pendekatan, konsep atau bahasa kuantitatif dan bahasa kualitatif ke dalam suatu bentuk

studi tunggal (Johnson & Onwuegbuzie, 2004). Strategi yang digunakan adalah eksplanatori

sekuensial (Cresswell & Clark, 2011; 57), yang merupakan desain metode penelitian yang di

dalamnya peneliti memulai dengan menjalankan tahap kuantitatif dan diikuti dengan tahap

kualitatif. Penggunaan langkah kualitatif ditempuh untuk tujuan menjelaskan hasil awal secara

lebih mendalam (Cresswell & Clark, 2011; 81-82).

Strategi penelitian eksplanatori sekuensial dalam penelitian ini bertujuan untuk

menjelaskan hasil analisis kuantitatif secara lebih mendalam dan juga untuk menangkap

fenomena teori institusional yang sesuai dengan praktik NGO. Selain itu, melalui pendekatan

integratif diharapkan adanya pemahaman yang lebih baik terhadap fenomena yang terjadi serta

dapat menguji hasil penelitian dari pendekatan yang berbeda (Cresswell & Clark, 2011; 81-82)

dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Lebih lanjut, eksplanatori sekuensial

dapat juga mengeksplorasi hasil yang outlier dan ekstrim ketika menganalisis data kuantitatif

pada tahap pertama, kemudian dapat ditindaklanjuti dengan wawancara kualitatif tentang

kasus-kasus outlier tersebut agar diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam berdasarkan

hasil olah data kuantitatif (Cresswell & Clark, 2011; 71).

Kerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis

Teori Institusional

Teori institusional telah banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena serta

memberikan pandangan yang kompleks dan kaya dalam lingkungan organisasi sektor publik

(Van Helden, 2005). Menurut Dacin, Goldstein dan Scott (2002) teori institusional merupakan

penjelasan populer dan kuat untuk tindakan individu dan organisasi. Menurut teori institusional,

organisasi dipengaruhi oleh tekanan normatif, yang kadang-kadang timbul dari sumber

eksternal seperti lingkungan, namun juga bisa timbul dari dalam organisasi itu sendiri. Banyak

literatur institusional menekankan bahwa struktur dan proses organisasi cenderung menjadi

isomorphic dengan norma-norma yang diterima untuk jenis organisasi tertentu (DiMaggio dan

Powell, 1983), akibatnya suatu lingkungan melegitimasi cara-cara tertentu dari

pengorganisasian. Sebagai contoh, Tolbert dan Zucker (1983) menemukan bahwa dari waktu

ke waktu reformasi pelayanan sipil diadopsi karena menjadi simbolis dari pemerintahan yang

baik bukan karena tujuan efisien.

Page 4: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1847

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

DiMaggio dan Powell (1983) mengidentifikasi tiga kekuatan isomorfisme. Pertama,

isomorfisme koersif (coersive) yang berasal dari pengaruh politik dan masalah legitimasi.

Tekanan ini berasal dari tekanan formal dan informal dari organisasi-organisasi lain. Kedua,

isomorfisme mimetik (mimetic) yang merupakan hasil dari proses menanggapi lingkungan yang

tidak pasti dalam bidang organisasi beroperasi. Ketika ada ketidakpastian, organisasi cenderung

untuk meniru orang lain untuk mencapai legitimasi. Ketiga, isomorfisme normatif, (normative)

yang biasanya berhubungan dengan profesionalisme.

Akuntabilitas dan Competing Accountability Requirement

Akuntabilitas NGO, menurut Ebrahim (2003), adalah suatu proses di mana NGO

menggangap dirinya bertanggung jawab secara terbuka mengenai apa yang diyakininya, apa

yang dilakukan dan tidak dilakukannya. Secara operasional, akuntabilitas diwujudkan dalam

bentuk pelaporan (reporting), pelibatan (involving) dan cepat tanggap (responding). NGO

bertanggung jawab atas semua nilai-nilai yang dianutnya, apa yang dilakukan atau tidak

dilakukannya, kepada semua stakeholder (individu atau kelompok sasaran, lembaga donor,

sesama NGO, pemerintah dan masyarakat luas). Yang dipertanggungjawabkan adalah semua

program dan kegiatan yang dilakukan dan diwujudkan dalam bentuk dana yang diperoleh dan

dikeluarkan, hasil-hasil yang dicapai, keterampilan dan keahlian yang dikembangkan, dll. Cara

mempertanggungjawabkan adalah melalui mekanisme pelaporan yang jujur dan transparan,

mudah diperoleh dan dijangkau oleh masyarakat.

Berdasarkan definisi, maka akuntabilitas melingkupi berbagai tipe hubungan dan

melayani berbagai kepentingan. Institusi publik diharuskan mempertanggungjawabkan

perilaku mereka untuk berbagai tipe forum dalam berbagai cara. Usaha untuk menyeimbangkan

akuntabilitas berdasarkan tipe forum dalam berbagai cara menjadi permasalahan yang tidak

terselesaikan (Posner, 2000). Usaha menyeimbangkan akuntabilitas menjadi isu kritis karena

dapat menyebabkan kerapuhan akuntabilitas yang mungkin berdampak pada kegagalan

pencapaian nilai (Kim & Lee, 2010) dan menyebabkan disfungsional akuntabilitas yang

berakibat pada stagnansi pencapaian pelayanan dan perubahan organisasi (Caseley, 2006).

Penelitian-penelitian di atas mengindikasikan keharusan pencapaiaan berbagai tipe

akuntabilitas yang menyebabkan tekanan dan mempengaruhi kinerja aktor akuntabilitas (Kim

& Lee, 2010).

Akuntabilitas Hirarkikal Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan Kerja

Persepsian

Hubungan akuntabilitas adalah berdasarkan pada supervisi ketat individu dengan

otonomi kerja yang rendah dan kontrol internal. Aktor Akuntabilitas dengan derajat otonomi

yang rendah diharuskan mencapai ekspektasi supervisor melalui beragam aturan organisasi dan

regulasi, arahan langsung, dan standar kinerja (Kim & Lee, 2010). Hubungan yang mendasari

adalah supervisor-subordinat, supervisi langsung dan reviu secara periodik merupakan

manifestasi nyata dari akuntabilitas hirarkikal (Romzek, 2000). Evaluasi kinerja individu

cenderung bersifat detail dan standar evaluasinya adalah apakah individu berkinerja seperti

yang diharuskan. Tekanan akuntabilitas hirarkikal dapat menyebabkan subordinat meluangkan

lebih banyak waktu untuk mencapai ekspektasi supervisor dan meninggalkan tugas utama

dalam organisasi (Kim & Lee, 2010). Selain itu, derajat otonomi yang rendah mengakibatkan

subordinat tidak memiliki kekuatan pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas

tugasnya (Hansen & Host, 2012) sehingga berdampak pada pengabaian tugas utamanya.

Kondisi ini telah menimbulkan dilema etis yang menyebabkan tekanan kerja terhadap aktor

Page 5: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1848

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

akuntabilitas (Kim & Lee, 2010). Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas,

maka hipotesis yang dikembangkan adalah:

Hipotesis 1a: Keharusan akuntabilitas hirarkikal berhubungan secara positif terhadap

tekanan kerja.

Hipotesis 1b: Keharusan akuntabilitas hirarkikal berhubungan secara positif terhadap

beban kerja.

Akuntabilitas Legal Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan Kerja Persepsian

Akuntabilitas legal tidak mempertimbangkan pengetahuan dan kecakapan aktor

akuntabilitas yang menyebabkan bertambahnya beban kerja persepsian karena aktor

akuntabilitas harus mencapai ekspektasi eksternal yang tidak sesuai dengan kemampuan aktor

akuntabilitas dan kebutuhan institusi (Romzek & Ingraham, 2000).

Tekanan terhadap akuntabilitas legal dapat mempengaruhi kinerja kerja persepsian

dalam dua cara. Pertama, akan meningkatkan beban kerja persepsian karena pemenuhan

kewajiban kontrak selalu menghasilkan dokumen yang cukup banyak dan persyaratan

dokumentasi yang berlebihan. Kedua, akan meningkatkan tekanan kerja karena karyawan

mungkin menganggap bahwa lembaga bergerak menjauh dari misi tradisional mereka yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat—kepedulian altruistik—dan kepatuhan terhadap

standar internal dan lebih mementingkan urusan teknis untuk mencapai tuntutan regulasi pihak

eksternal (Kim & Lee, 2010). Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas, maka

hipotesis yang dikembangkan adalah:

Hipotesis 2a: Keharusan akuntabilitas legal berhubungan secara positif terhadap

tekanan kerja.

Hipotesis 2b: Keharusan akuntabilitas legal berhubungan secara positif terhadap beban

kerja.

Akuntabilitas Profesional Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan Kerja

Persepsian

Akuntabilitas profesional terefleksikan dalam tata kelola kerja yang memberi derajat

otonomi tinggi kepada individu yang mendasari pembuatan keputusan mereka pada norma-

norma yang terinternalisasi terhadap praktik yang tepat. Berdasarkan standar ini individu

dihadapkan pada pertanyaan: apakah kinerja kerja mereka adalah konsisten dengan norma yang

diturunkan dari sosialisasi profesional, keyakinan personal, budaya organisasi dan pengalaman

kerja (Romzek, 2000). Derajat otonomi yang menjadi dasar pembuatan keputusan pada norma

internalisasi terhadap praktik yang tepat menghantarkan mereka pada pengambilan keputusan

yang tepat pula walaupun tanpa arahan dari supervisor dan atau keharusan regulasi (Ha & Hoch,

1989).

Akuntabilitas profesional juga dapat mengurangi beban kerja persepsian dan tekanan

kerja persepsian karena aktor yang bersangkutan bekerja untuk pembuatan keputusan dengan

pengakuan kepakaran oleh otoritas yang lebih tinggi (Kim & Lee, 2010). Berdasarkan latar

belakang teoretikal dan argumen di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah:

Hipotesis 3a: Keharusan akuntabilitas profesional berhubungan secara negatif terhadap

tekanan kerja.

Hipotesis 3b: Keharusan akuntabilitas profesional berhubungan secara negatif terhadap

beban kerja.

Page 6: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1849

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Akuntabilitas Politikal Persepsian, Beban Kerja Persepsian, dan Tekanan Kerja

Persepsian

Keharusan akuntabilitas politikal dapat menyebabkan bertambahnya beban kerja

karena pemenuhan ekspektasi lebih dari batas kepakaran dan arahan supervisor (Romzek,

2000). Selain itu, pemenuhan kebutuhan akuntabilitas politikal kepada konstituen juga dapat

menyebabkan bertambahnya tekanan kerja karena kebutuhan pemenuhan tanggung jawab yang

merefleksikan kebutuhan legitimasi sangat bergantung pada seberapa baik aktor mengantisipasi

dan mencapai ekspektasi forum dan apakah aktor akuntabilitas dipersepsikan sebagai rekan

kerja oleh mereka (Romzek & Ingraham, 2000). Lebih lanjut, tekanan dari kelompok advokasi

dan media lokal juga dapat mengalihkan perhatian aktor akuntabilitas terhadap pencapaian misi

organisasi dengan menghabiskan sumber daya yang besar untuk menjaga hubungan baik

dengan stakeholders. Dengan kata lain, aktor akuntabilitas dapat mengorbankan misi organisasi

yang sebenarnya untuk mencapai tujuan akuntabilitas politikalnya (Kim & Lee, 2010).

Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas, maka hipotesis yang dikembangkan

adalah:

Hipotesis 4a: Keharusan akuntabilitas politikal berhubungan secara positif terhadap

tekanan kerja.

Hipotesis 4b: Keharusan akuntabilitas politikal berhubungan secara positif terhadap

beban kerja.

Beban Kerja Persepsian dan Tekanan Kerja Persepsian

Dampak langsung dari tekanan keharusan akuntabilitas adalah akan meningkatkan

beban kerja persepsian karyawan karena kecukupan dokumen dan persyaratan pelaporan untuk

memenuhi kewajiban kontraktual (Kim & Lee, 2010). Tekanan persepsian terhadap beban kerja

antar karyawan dapat memperburuk tekanan kerja, misalnya mereka diwajibkan untuk

mengurangi waktu pribadi mereka dalam berinteraksi dengan masyarakat atau kelompok

dampingan untuk menyelesaikan dokumen yang diperlukan. Sebagai contoh, Johnston dan

Romzek (1999) menemukan kasus bahwa manajer, meskipun mereka memiliki tingkat

komitmen yang tinggi untuk memberikan layanan yang berkualitas akan frustrasi oleh

dokumen-dokumen dan persyaratan pendokumentasian, dan mereka mempersepsikan bahwa

kepatuhan terhadap kewajiban kontrak dapat membahayakan misi lembaga dalam melayani

masyarakat (Kim & Lee, 2010). Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas,

maka hipotesis yang dikembangkan adalah:

Hipotesis 5: Beban kerja tinggi karyawan berpengaruh positif terhadap tekanan kerja.

Beban Kerja Persepsian, Tekanan Kerja Persepsian, Kinerja Kerja Persepsian

Tekanan karena keharusan akuntabilitas cenderung menyebabkan melemahnya peran

aktor akuntabilitas karena pelaksanaan fungsi administrasi yang berlebihan sebagai akibat

keharusan akuntabilitas yang menyebabkan meningkatnya persepsian negatif konteks kerja

(Kim & Lee, 2010). Sebenarnya konteks kerja dapat dipersepsikan secara negatif maupun

positif. Perbedaan ini berpengaruh terhadap outcome kerja atau kinerja kerja pada level yang

berbeda (Lusch & Serpkenci, 1990). Namun demikian, dalam penelitian ini konteks kerja

dipersepsikan negatif dalam bentuk tekanan kerja dan beban kerja karena adanya onflik

keharusan akuntabilitas (Kim & Lee, 2010).

Karyawan-karyawan NGO semakin menghabiskan sejumlah besar waktu mereka pada

kegiatan pendokumentasian dan menghasilkan pendapatan dengan mengorbankan

Page 7: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1850

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

pemeliharaan hubungan dengan masyarakat (Kim & Lee, 2010). Tekanan pekerjaan ini

cenderung menciptakan disonansi nilai yang dapat menyakiti panggilan profesional atau

kewajiban etis mereka untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka cenderung

memiliki persepsi bahwa pekerjaan mereka tidak dihargai karena mereka dipaksa untuk

mengalokasikan waktu yang seharusnya dapat digunakan untuk melayani masyarakat (Light,

2000; Salamon, 2002). Beban kerja persepsian yang tinggi dan tekanan kerja secara bersamaan

yang dirasakan antar karyawan dapat secara negatif mempengaruhi persepsi mereka terhadap

kinerja. Berdasarkan latar belakang teoretikal dan argumen di atas, maka hipotesis yang

dikembangkan adalah:

Hipotesis 6a: Beban kerja berpengaruh secara negatif terhadap kinerja kerja.

Hipotesis 6b: Tekanan kerja berpengaruh secara negatif terhadap kinerja kerja.

Model Penelitian (Lihat Gambar 1 terlampir)

Metode Penelitian

Populasi dan Sampel

Penelitian dilakukan di 5 provinsi yang meliputi: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur. Objek penelitian yaitu pegawai pada

NGO. Metode pemilihan sampel adalah purposive sampling, yaitu sampel dipilih berdasarkan

kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel ini, yaitu semua pegawai

yang pernah terlibat dalam proses pemenuhan akuntabilitas secara keuangan dan program

terhadap para stakeholder (lembaga donor, pemerintah, perusahaan, individu atau kelompok

dampingan, lembaga mitra, masyarakat, dll.), sehingga responden yang dipilih diyakini telah

memahami kondisi di dalam organisasi tempat mereka bekerja.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer melalui metode

penelitian campuran (mixed method). Penelitian metode campuran secara formal didefinisikan

sebagai kelas penelitian yang menuntut peneliti untuk mencampur atau menggabungkan teknik

penelitian, metode, pendekatan, konsep atau bahasa kuantitatif dan kualitatif ke dalam studi

tunggal (Johnson dan Onwuegbuzie, 2004). Strategi yang digunakan adalah eksplanatoris

sekuensial (Creswell, 2010:316), yaitu dengan pengumpulan dan analisis data kuantitatif pada

tahap pertama lalu diikuti dengan pengumpulan dan analisis cara kualitatif (wawancara semi-

terstruktur) pada tahap ke dua yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Metode ini

digunakan karena apabila cakupan penelitian hanya dijelaskan dengan menggunakan data

kuantitatif, maka dikhawartirkan tidak dapat menangkap fenomena teori institusional yang

ingin dicapai, selain itu dengan menggunakan satu pendekatan integratif ini supaya mampu

memperoleh pemahahaman yang lebih baik serta dapat menguji hasil penelitian dari

pendekatan yang berbeda (Creswell, 2010: 307).

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel eksogen dan variabel

endogen. Variabel eksogen terdiri dari keharusan akuntabilitas hirarkikal, keharusan

akuntabilitas legal, keharusan akuntabilitas profesional dan keharusan akuntabilitas politikal,

sedangkan variabel eksogen endogen adalah beban kerja dan tekanan kerja. Variabel endogen

dalam penelitian ini adalah kinerja kerja

Variabel Eksogen

Page 8: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1851

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Konflik Keharusan Akuntabilitas

Definisi dari konflik keharusan akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitas kerja atau kinerja tertentu yang diperlukan oleh aktor akuntabilitas untuk mencapai

ekspektasi berbagai tipe forum akuntabilitas (Kim & Lee, 2010). Pengukuran terhadap konflik

keharusan akuntabilitas dalam penelitian ini menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh

Kim & Lee (2010) dan Wang (2002) dengan penyesuaian untuk konteks NGO di Indonesia.

konflik keharusan akuntabilitas dalam penelitian ini adalah berdasarkan tipe-tipe akuntabilitas

yang diajukan Johnston & Romzek (1999, hal. 387), yang terdiri dari:

a. Akuntabilitas Hirarkikal

Definisi operasional dari keharusan akuntabilitas hirarkikal adalah supervisi yang ketat dari

otoritas yang lebih tinggi, yang menggunakan seperangkat standar kinerja, peraturan dan

aturan internal organisasi, dan instruksi atasan. Pola kerja yang dibangun adalah hubungan

antara supervisor-subordinat (Romzek, 2000) yang dalam penelitian ini adalah hubungan

antara aktor akuntabilitas di NGO dengan atasannya langsung.

b. Akuntabilitas Legal

Definisi operasional dari keharusan akuntabilitas legal adalah kinerja NGO secara eksternal

diaudit kepatuhannya, yaitu berdasarkan hubungan antara kontrol eksternal dan aktor

akuntabilitas. Akuntabilitas legal terjadi antara dua pihak yang otonom (Romzek &

Dubnick, 1987). Dalam penelitian ini akuntabilitas legal adalah bentuk keharusan

akuntabilitas terhadap penyandang dana (lembaga donor, pemerintah, perusahaan, dll.).

Instrumen akuntabilitas legal didasarkan pada instrumen yang dikembangkan oleh Kim dan

Lee (2010).

c. Akuntabilitas Profesional

Keharusan akuntabilitas profesional adalah merujuk pada adanya derajat otonomi yang

tinggi dari aktor akuntabilitas dalam pembuatan keputusan dan perbedaan keahlian dan

standar kinerja didasarkan pada norma profesional dan praktik-praktik yang berlaku dari

rekan kerja atau kelompok kerja. Aktor akuntabilitas harus bertumpu pada kepakaran dan

kecakapan untuk menghasilkan solusi yang tepat (Romzek & Dubcick, 1987). Dengan

demikian, keharusan akuntabilitas profesioanl dalam penelitian ini adalah tekanan konflik

yang berasal dari dalam diri aktor akuntabilitas itu sendiri.

d. Akuntabilitas Politikal

Akuntabilitas politikal terkait dengan tanggungjawab terhadap konstituen utama NGO

seperti lembaga-lembaga mitra, individu dan kelompok dampingan (petani, buruh,

perempuan, orang cacat, masyarakat desa) dan masyarakat secara luas. Dalam penelitian ini

keharusan akuntabilitas politikal adalah terhaadap konstituen-konstituen di atas.

Variabel Eksogen Endogen

Beban Kerja

Secara umum definisi beban kerja adalah hubungan manusia dengan tuntutan tugas

yang diemban dalam lingkup operasional. Hart dan Staveland (1988) mengemukakan bahwa

beban kerja merupakan hubungan yang dapat dirasakan antara sejumlah kemampuan mental

dalam berproses dengan sejumlah kemampuan mental dalam berproses yang dibutuhkan dalam

sebuah pekerjaan.

Page 9: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1852

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Spector dan Jex (1998) menyatakan bahwa beban kerja (workload) adalah salah satu

faktor penyebab job stressor. Job stressor mewakili situasi dimana pekerjaan berkaitan dengan

faktor-faktor menyimpang karyawan dari fungsi psikologinya ataupun fungsi fisiknya (Beehr

dan Newman, 1978). Instrumen beban kerja didasarkan pada instrumen pengukuran Index of

Organizational Reaction yang dikembangkan oleh Smith (1976) dalam penelitian Kim & Lee

(2010).

Tekanan Kerja

Definisi operasional tekanan kerja adalah merujuk pada kondisi kecemasan psikologi

individu sebagai konsekuensi peran signifikan untuk mencapai kualitas kerja atau kinerja

tertentu (Bedeian & Armenakis, 1981) sebagai dampak dari konflik peran atau ketidakjelasan

peran (Fry dkk., 1986). Tetlock (1985) mengemukakan bahwa tekanan akuntabilitas persepsian

mempengaruhi kognitif individu dan pernyataan emosional individu. Penelitan Kim & Lee

(2010) mendukung dan menunjukan hasil yang sama bahwa salah satu pengaruh konflik

keharusan akuntabilitasadalah meningkatnya tekanan kerja. Instrumen tekanan kerja

persepsian dalam penelitian ini menggunakan Tension Index yang dikembangkan oleh Lyon

(1971) yang terdukung dalam penelitian Kim & Lee (2010).

Variabel Endogen

Kinerja Kerja

Handoko (1996) menyatakan bahwa kinerja merupakan hasil yang dicapai atau prestasi

yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan pada suatu organisasi. Amstrong

(2004) mengatakan bahwa kinerja adalah hasil yang dicapai dan atribut (ketrampilan,

pengetahuan dan keahlian) dan kompetensi yag dibutuhkan untuk mencapai hasil tersebut yang

sasarannya adalah memberi kontribusi untuk pencapaian cita-cita nilai organisasi.

Bertambahnya persepsian konteks kerja negatif akan berpengaruh terhadap kinerja

kerja aktor akuntabilitas (Kim & Lee, 2010). Kinerja kerja dalam penelitian ini merujuk pada

kecakapan atau kemampuan aktor dalam melaksanakan aktivitas secara formal dan diakui

sebagai bagian dari aktivitas kerja yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung

melalui proses transformasi bahan mentah ke dalam bentuk barang dan pelayanan (London &

Sminther, 1997). Pengukuran terhadap kinerja kerja menggunakan item-item pengukuran yang

dikembangkan oleh Tsui dkk. (1997). Pengukuran ini tidak konsisten dengan pengukuran yang

digunakan dalam penelitian Kim & Lee (2010) karena penelitian tersebut hanya menggunakan

indikator tunggal. Adapun rincian mengenai jumlah variabel dan item pengukuran terdapat di

Tabel 1 (terlampir).

Metode Analisis Data

Pendekatan Kuantitatif

Penelitian ini menggunakan alat analisis Partial Least Square (PLS) untuk menguji

hipotesis yang diajukan. PLS adalah teknik Structural Equation Modeling (SEM) berbasis

varian yang secara simultan dapat melakukan pengujian model pengukuran sekaligus pengujian

model struktural (Hartono, 2011). Sebagai lawan dari metode SEM berbasis kovarian (misalnya

AMOS dan LISREL), PLS menempatkan tuntutan yang minimal pada skala pengukuran,

ukuran sampel, distribusi variabel dan distribusi residual (Chin, Marcolin, dan Newsted, 2003).

Page 10: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1853

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Kemudian juga menurut Hartono (2011) PLS juga bertujuan untuk memprediksi model dalam

rangka pengembangan teori yang merupakan alat prediksi kausalitas yang digunakan sebagai

pengembangan teori.

PLS sangat cocok digunakan untuk penelitian ini, karena karakteristiknya yang

mempunyai kombinasi dan model yang kompleks dan dapat memakai ukuran sampel yang

relatif kecil untuk mengantisipasi kurangnya tingkat partisipasi (respon rate) dari sampel di

NGO yang dituju. Software yang digunakan untuk mengolah data yang telah terkumpul adalah

SmartPLS versi 2.0 yang dikembangkan oleh Ringle, C.M/Wende, S./Will, S dan dapat diunduh

secara gratis di alamat website http://www.smartpls.de.

Pendekatan Kualitatif

Menurut Creswell (2010; 329), ada beberapa langkah yang perlu dilakukan dalam

menganalisis data kualitatif, seperti mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis dengan

membuat transkrip wawancara yang disesuaikan dengan sumber informasi. Dasar penentuan

responden yang dipilih adalah dengan melihat data outlier, yaitu dalam strategi sekuensial,

analisis data kuantitatif pada tahap pertama dapat menghasilkan kasus-kasus ekstrim dan

outlier. Setelah analisis ini, dapat ditindaklanjuti dengan wawancara kualitatif tentang kasus-

kasus outlier tersebut untuk memperoleh pengetahuan tentang mengapa kasus-kasus ini berbeda

atau menyimpang dari sampel kuantitatif.

Teknik wawancara yang dipakai adalah dengan wawancara semi-terstruktur dan

terbuka, sambil merekamnya dengan alat perekam suara (audio recoreder), lalu

menstranskripkannya (Creswell, 2010; 274), apabila diperlukan maka peneliti harus mencatat

hal-hal khusus atau gagasan-gagasan yg muncul dari hasil transkrip. Selanjutnya, dengan

menggunakan analisis tematik yang menurut Braun dan Clarke (2006) merupakan metode

analitik kualitatif untuk mengidentifikasi, dan melaporkan pola (tema) yang terdapat di dalam

data, selain itu menurut Aronson (1994) analisis tersebut juga berfokus pada tema dan pola

yang diidentifikasi dalam penelitian. Lebih lanjut, dengan menganalisis lebih detail melalui

proses pengkodean (coding) (bila diperlukan), kemudian hasil data wawancara yang sudah

dipisah-pisah tersebut dapat dihubungkan dengan tema atau masalah penelitian yang sedang

dibahas dan yang terakhir adalah melakukan interpretasi data dalam bentuk deskripsi hasil.

Hasil Penelitian

Pendekatan Kuantitatif

Pilot Study

Dalam rangka pengujian validitas dan realibilitas, kuesioner terlebih dahulu

diujicobakan (pilot study) kepada 25 responden pada 20 Oktober 2013. Responden adalah para

pegawai NGO pada Yayasan Dian Desa, Yogyakarta. Instrumen yang telah diujicobakan

kemudian dianalisis dengan menggunakan software PLS. Hasil dari pilot study (lihat lampiran)

menunjukkan bahwa nilai AVE dan Communality masing-masing variabel >0,5. Nilai

Composite Reliability masing-masing variabel >0,6. Hasil pilot study juga menunjukan bahwa

nilai faktor loading >0,6. Berdasarkan tabel cross loading, dapat disimpulkan bahwa masing-

masing indikator yang ada pada satu variabel laten (konstruk) mempunyai faktor loading

tertinggi pada konstruk yang dituju dibandingkan dengan nilai yang ada pada konstruk lainnya.

Hasil tersebut menunjukan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini adalah valid dan

reliabel, sehingga layak untuk digunakan lebih lanjut.

Pengumpulan Data Kuantitatif

Page 11: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1854

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Pengumpulan data dilakukan secara bertahap dengan menggunakan dua metode, yaitu

pengumpulan data kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner penelitian pada masing-masing

NGO yang ada di lima Provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta,

Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dari 325 responden yang dikirimi kuesioner, 211 responden

yang mengembalikan, artinya response rate-nya adalah 64,9%. Jumlah kuesioner yang dapat

digunakan dalam penelitian ini adalah 203 responden, yang artinya usable respon rate-nya

adalah 96% dan jumlah kuesioner yang tidak dapat digunakan adalah sebanyak 122. The usable

questionaires kemudian dianalisis untuk mengetahui profil dari para responden. Tabel 2

(terlampir) menunjukkan profil responden yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, dan

masa kerja di masing-masing NGO.

Analisis Demografi

Analisis demografi merupakan analisis yang dilakukan untuk menguji apakah perbedaan

demografi responden mempengaruhi jawaban yang diberikan. Analisis demografi dapat

memberikan tambahan penjelasan mengenai hasil penelitian. Ringkasan analisis demografi

ditampilkan pada tabel di bawah ini:

Berdasarkan hasil analisis variabel demografi sebagaimana yang ditampilkan di tabel

3 (terlampir), variabel usia pada konstruk tekanan kerja, variabel tingkat pendidikan pada

konstruk kinerja kerja, variabel masa kerja pada konstruk beban kerja dan variabel masa kerja

pada konstruk tekanan kerja mempunyai nilai yang signifikan (>0,05). Hal ini mengindikasikan

bahwa perbedaan usia mempengaruhi tekanan kerja, perbedaan masa kerja mempengaruhi

kinerja kerja dan perbedaan masa kerja mempengaruhi beban kerja dan tekanan kerja responden

dalam hal persepsian keharusan akuntabilitas.

Kisaran Data

Berdasarkan hasil pengolahan data dari 203 responden, maka data deskripsi konstruk

berdasarkan 28 item pertanyaan yang valid dengan kisaran teoritis, yaitu Konstruk

Akuntabilitas Legal (ALE), dan Tekanan Kerja (TKE) dengan masing-masing 4 item

pertanyaan valid, berada pada kisaran teoritis di antara nilai minimal 4 dan nilai maksimal 20.

Konstruk Akuntabilitas Profesional (APRO) dengan 5 item pertanyaan valid, berada pada

kisaran minimal 5 dan maksimal 20. Konstruk Akuntabilitas Politikal (APO), Akuntabilitas

Hirarkikal (AHI), dan Beban Kerja (BKE) dengan masing-masing 3 item pertanyaan valid

berada pada kisaran teoritis dengan nilai minimal 3 dan maksimal 15. Selanjutnya, Konstruk

Kinerja Kerja (KKE) dengan 6 item pertanyaan valid, berada pada kisaran minimal 6 dan

maksimal 30.

Semua jawaban yang terlihat dalam kisaran aktual berada di dalam kisaran nilai

minimal dan maksimal teoritisnya. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa jawaban

responden terhadap konstruk-konstruk berada pada kisaran teoritisnya. Tabel 4 (terlampir)

menunjukkan perbandingan nilai kisaran teoritis dan kisaran aktual secara keseluruhan.

Analisis Data Kuantitatif dan Pengujian Hipotesis

Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R² untuk konstruk dependen. Dari

tabel 5 (terlampir) terlihat nilai R² untuk konstruk beban kerja adalah sebesar 0.185539,

konstruk tekanan kerja sebesar 0.304753, dan konstruk kinerja kerja sebesar 0.167056. Hasil

Page 12: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1855

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

nilai tersebut berarti bahwa model penelitian yang diajukan dapat menjelaskan variabel

konstruk beban kerja sebesar 18,5%, konstruk tekanan kerja sebesar 30,4%, konstruk kinerja

kerja sebesar 16,7%, dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model yang diajukan.

Semakin tinggi nilai R², maka akan semakin baik model prediksi dari model yang diajukan.

Parameter uji validitas konvergen dilihat dari skor Average Variance Extracted (AVE)

dan communality. Skor masing-masing bernilai >0,5. Hal ini berarti, probabilitas indikator di

suatu konstruk masuk ke variabel lain lebih rendah (kurang dari 0,5) sehingga probabilitas

indikator tersebut konvergen dan masuk pada konstruk yang dimaksud lebih besar, yaitu di atas

0,5 atau sebesar 50%. Dari tabel 6 di atas terlihat skor AVE tertinggi pada konstruk

akuntabilitas politikal (0.719854) dan terendah pada konstruk beban kerja (0.500935). Dalam

penelitian ini, skor AVE untuk semua konstruk adalah >0,5, sehingga konstruk-konstruk

tersebut memenuhi syarat skor ideal, namun skor 0,4 masih diberi toleransi (Lai & Fan, 2008;

Vinzi dkk., 2010). Skor communality tertinggi terdapat pada konstruk akuntabilitas politikal

(0.719854) dan terendah pada konstruk beban kerja (0.500934).

Untuk uji validitas diskriminan, parameter yang diukur adalah dengan melihat skor

cross loading. Pada tabel 6 (terlampir) terlihat bahwa masing-masing indikator di suatu

konstruk di dalam model pengukuran telah memenuhi validitas diskriminan karena masing-

masing indikator di suatu konstruk berbeda dengan indikator di konstruk lain dan mengumpul

pada konstruk dimaksud dengan skor >0,6.

Uji reliabilitas dapat dilihat pada skor composite reliability dengan syarat minimal >0,6

(Hair dkk., dalam Hartono, 2010) dari tabel 7 (terlampir) terlihat skor composite reliability

tertinggi pada konstruk akuntabilitas legal (0.899866) dan skor terendah pada konstruk beban

kerja (0.749648). Dengan demikian, konstruk penelitian dinyatakan reliabel. Secara umum

dapat dinyatakan bahwa instrumen penelitian adalah valid karena telah memenuhi kriteria

validitas konvergen dan diskriminan serta dapat diandalkan (reliable) sehingga layak

digunakan untuk pengujian hipotesis.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilal T-table dengan nilai T-

statistic yang dihasilkan dari proses bootstrapping dalam PLS. Hipotesis diterima (terdukung)

jika nilai T-statistics lebih tinggi daripada nilai T-table dengan tingkat keyakinan 95% (alpha 5

persen), nilai T-table untuk uji hipotesis satu ekor (one-tailed) adalah ≥ 1,64 (Hair et al., 2006

in Hartono, 2010).

Dari 11 hipotesis yang diuji, 6 hipotesis terdukung secara statistik karena memiliki nilai

T-statistics yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai T-table, yaitu ≥ 1.64 (alpha 5 persen).

6 hipotesis tersebut adalah 1a (AHI→BKE) dengan nilai T-statistic sebesar 2,264653, dan nilai

koefisien jalur (γ1) sebesar -0,306482; hipotesis 2a (ALE→BKE) dengan nilai T-statistic

sebesar 2.019520, dan nilai koefisien jalur (γ1) sebesar 0.278353; hipotesis 3a (APRO→BKE)

dengan nilai T-statistic sebesar 1.774100, dan nilai koefisien jalur (γ1) sebesar -0.244211;

hipotesis 4b (APO→TKE) dengan nilai T-statistic sebesar 2.661294, dan nilai koefisien jalur

(γ1) sebesar 0.309035; hipotesis 5 (BKE→TKE) dengan nilai T-statistic sebesar 3.715839, dan

nilai koefisien jalur (γ1) sebesar -0.445746; dan hipotesis 6a (BKE→TKE) dengan nilai T-

statistic sebesar 3.145243, dan nilai koefisien jalur (γ1) sebesar -0.484807. Selanjutnya, 5

hipotesis yang tidak terdukung secara statistik karena nilai T-statistics tidak lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai T-table, yaitu ≥ 1.64 (alpha 5 persen). 5 hipotesis tersebut adalah 1b

(AHI→TKE) dengan nilai T-statistic sebesar 0.128311, dan nilai koefisien jalur (γ1) sebesar

0.017970; hipotesis 2b dengan nilai T-statistic sebesar 0.248222, dan nilai koefisien jalur (γ1)

sebesar -0.041542; hipotesis 3b dengan nilai T-statistic sebesar 0.435495, dan nilai koefisien

Page 13: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1856

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

jalur (γ1) sebesar 0.120434; hipotesis 4a dengan nilai T-statistic sebesar 1.581846, dan nilai

koefisien jalur (γ1) sebesar 0.205240; dan hipotesis 6b dengan nilai T-statistic sebesar

1.510057, dan nilai koefisien jalur (γ1) sebesar 0.219860. Ringkasan hasil pengujian hipotesis

dengan menggunakan PLS dapat dilihat dalam Tabel 8 (terlampir).

Pendekatan Kualitatif

Pengumpulan Data Kualitatif

Pemilihan responden untuk diwawancarai berdasarkan hasil oleh data kuantitatif

dengan beberapa syarat atau kriteria yang telah ditetapkan, yaitu (1) berdasarkan hasil olah data

yang outlier saja (Creswell, 2010) yang diambil berdasarkan teknik scatter plot, (2) berdasarkan

ketersediaan responden untuk diwawancarai yang dapat dilihat pada lembar kesediaan

wawancara di kuesioner yang telah disebarkan bersamaan pada saat pengumpulan data

kuantitatif, dan (3) berdasarkan ketersediaan responden untuk diwawancarai pada saat

dihubungi melalui telepon. Berikut ini sebaran hasil pengolahan data kuantitatif yang

memperlihatkan data outlier:

Berdasarkan gambar 2 (terlampir) terlihat ada 5 orang responden yang outlier, akan

tetapi semua responden tersebut tidak bersedia untuk diwancarai sehingga penelitian ini

menggunakan responden yang tidak outlier agar tetap dapat menangkap fenomena isomorfisme

yang terjadi. Pemilihan responden juga dipilih berdasarkan wilayah penelitian dengan harapan

dapat mewakili populasi. Selanjutnya, ada 4 orang responden yang akhirnya dapat

diwawancarai oleh peneliti, yaitu satu orang responden dari NGO yang berada di Provinsi DKI

Jakarta, satu responden dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, satu responden dari

Provinsi Jawa Tengah, dan satu responden dari Provinsi Jawa Timur. Pemilihan responden

tersebut selain dari hasil olah data kuantitatif untuk menentukan jawaban outlier, tetapi juga

dipilih secara merata untuk mewakili daerah populasi dengan mempertimbangkan kesediaan

responden untuk diwawancarai.

Analisis Data Kualitatif

Creswell (2010, 275) mengemukakan bahwa dalam menganalisis dan menginterpretasi

data kualitatif, model analisis yang umum digunakan adalah dengan mengumpulkan data

kualitatif yang merupakan hasil wawancara, menganalisisnya berdasarkan tema atau perspektif-

perspektif tertentu yang telah ditentukan sebelumnya. Pendekatan yang dipakai untuk

menjelaskan data kualitatif yang telah dikumpulkan adalah dengan menerapkan pendekatan

naratif dalam menyelesaikan hasil analisis. Berikut ini penjelasan mengenai kinerja kerja aktor

akuntabilitas yang dipengaruhi oleh konflik keharusan akuntabilitasdengan persepsian negatif

beban kerja dan tekanan kerja pada pegawai NGO.

Konflik Keharusan Akuntabilitas

Salah satu penyebab timbulnya beban kerja persepsian dan tekanan kerja persepsian

secara teoritis adalah konflik yang disebabkan kualitas kerja atau kinerja tertentu yang

diperlukan untuk mencapai ekspektasi berbagai tipe forum akuntabilitas (Kim & Lee, 2010),

yang menurut Johnston & Romzek, 1999 adalah akuntabilitas hirarkikal, akuntabilitas legal,

akuntabilitas, profesional dan akuntabilitas politikal. Dari hasil wawancara yang telah

dilakukan kepada beberapa responden yang pada intinya mendukung pernyataan tersebut,

sebagaimana yang diungkapkan oleh Direktur Yayasan STAPA Center, Jawa Timur:

Saya memahami akuntabilitas adalah mempertanggungjawabkan atas apa yang

dipercayakan kepada kami dari seluruh aspeknya.. (1) Kepada orang yg memberikan

Page 14: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1857

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

amanah kepada kami. (2) Kepada beneficieries yang kita sasar (petani tembakau

Lampung Timur, Lombok Timur Jember, Lumajang, Jombang, Ponorogo), karena

sebenarnya program-program yang dijalankan tidak hanya mengikuti keinginan donor,

karena konsep-konsep program itu dari kami. (3) Kepada seluruh staf-staf kami untuk

menjaga kepercayaan teman-teman kepada struktur dan managemen yang ada.

Selanjutnya, pendapat yang sama juga dikemukakan, antara lain:

Direktur Yayasan IRE Flamma, Yogyakarta:

Yang berhak menilai akuntabilitas IRE adalah orang-orang atau pihak di luar IRE.

Khususnya, yang menjadi beneficeries/mitra dari lembaga tersebut. Jadi, yang berhak

mengatakan IRE akuntabel itu, ya disamping warga yang menjadi sasaran program-

program IRE, juga funding yang mendukung pendanaan dari realisasi program-program

IRE, maupun jaringan-jaringan IRE yang menyatakan bahwa kinerja IRE itu bagus,

dalam arti akuntabel.

Manager Keuangan Yayasan Gita Pertiwi, Solo, Jawa Tengah:

Akuntabilitas NGO itu adalah bagaimana NGO mampu mempertanggungjawabkan

keuangan maupun program kepada funding dan masyarakat atau pihak lainnya... Kepada:

(1) lembaga donor karena memang kita terikat dengan mereka. (2) kepada kelompok

dampingan, dan (3) kepada publik.

Deputi Direktur, Yayasan KPPOD, Jakarta:

Bahwa dalam menjalankan aktivitasnya ada kesadaran untuk

mempertanggungjawabkannya kepada pihak eksternal maupun internal lembaga.. Kalau

keharusan ini saya rasa memang lebih banyak kepada pihak-pihak eksternal dalam hal

ini mereka yang bekerjasama dengan kita men-support kita maupun terhadap “objek”

dari kegiatan kita atau masyarakat yang menjadi fokus kegiatan kita..

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa berbagai tipe keharusan

akuntabilitas yang terjadi di NGO mencerminkan beberapa fenomena isomorfisme

institusional. Keharusan akuntabilitas hirarkikal, akuntabilitas legal, akuntabilitas profesional,

dan akuntabilitas politikal adalah bentuk isomorfisme normatif yang dibangun atas dasar

kesadaran bersama dari seluruh pegawai yang ada di NGO. Fenomena isomorfime normatif

merujuk pada shared norms anggota organisasi (Ryan & Purcel, 2004). Elemen normatif

lingkungan institusi menyebabkan keserupaan kognitif melalui pelatihan atau seminar, jalur

karir, dan konsepsi profesi (Levit & Nass, Dobbin Dkk. (dalam Ryan & Purcell, 2004).

Fenomena isomorfisme normatif tersebut tergambarkan melalui hasil wawancara dengan

Direktur Yayasan KPPOD, Jakarta:

Sebenarnya tidak, karena sesuatu yang wajar ketika pihak-pihak tersebut men-support

kita mereka menuntuk akuntabilitas dan itu menjadi kesadaran bersama dari lembaga dan

menjadi budaya organisasi kami... Jadi, kita sudah menyadari bahwa adalah suatu

konsekuensi logis bahwa kita harus mempertanggungjawabkan apa yang kita terima dan

kita tidak keberatan, seperti itu.

Page 15: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1858

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan IRE Flamma,

Yogyakarta:

Mempengaruhi jelas (keharusan akuntabilitas), tapi tidak membebani karena memang

lembaga punya komitmen untuk akuntabel. Komitmen internal lembaga untuk akuntabel,

pararel dengan keinginan funding untuk kita akuntabel (kepada funding).

Hal senada juga disampaikan oleh Manager Keuangan Yayasan Gita Pertiwi, Solo, Jawa

Tengah:

Kami akuntabel karena memang itu penting sehingga menjadi kesadaran pribadi, bukan

karena kewajiban atau paksaan. Karena ada beberapa penyandang dana yang tidak

mewajibkan Gita Pertiwi untuk diaudit, tapi ada atau tidak ada kewajiban dari funding

untuk diaudit (laporan keuangan) Gita Pertiwi tetap mengadakan audit keuangan

lembaga.

Begitu juga yang disampaikan oleh Direktur Yayasan STAPA Center, Jawa Timur:

...Tidak, karena selama ini teman-teman sudah terbiasa sejak awal. Jangankan tanggung

jawab dari orang luar, tanggung jawab dari internal saja kita mencoba membiasakan

bahwa apapun yang dilakukan harus dipetanggungjawabkan... Bagi kami itu investasi

sekaligus nilai-nilai yg kami yakini di lembaga: terbuka, transparan dan akuntabel dan

visi misi kami memang mengharuskan itu untuk kita jalankan. Karena, menurut kami itu

satu-satunya yang membuat orang percaya kepada kami, berbeda dengan banyak

lembaga atau NGO lainnya yang seperti kami mereka punya pilihan lain, kami memilih

yang berinvestasinya dengan cara menunjukkan kerja-kerja yang akuntabel..

Beban Kerja dan Tekanan Kerja Akibat Competing Accountability Requirement

Dalam konteks organisasi NGO untuk tipe-tipe keharusan akuntabilitas tidak begitu

berdampak terhadap tekanan kerja, yaitu suatu kondisi kecemasan psikologi individu sebagai

konsekuensi peran signifikan untuk mencapai kualitas kerja atau kinerja tertentu (Bedeian &

Armenakis, 1981) dan sebagai dampak dari konflik peran atau ketidakjelasan peran (Fry dkk.,

1986). Hal tersebut tergambarkan melalui hasil wawancara dengan Direktur Yayasan STAPA

Center, Jawa Timur:

.....memang kalau dikatakan tidak sama sekali tidak juga, ada beberapa yang membebani.

Dalam konteks isu, misalnya sering-sering juga tidak matching dengan harapan kita.

Mereka minta laporan harus cepat-cepat, harus begini-begini, tapi kami bisa

mengkreasikannnya. Tapi, jujur saja hal-hal seperti itu misal ada titipan-titipan isu

tertentu kadang membebani buat kami. Bagi managemen, dalam konteks administrasi

terkadang juga ada donor yg sangat ribet pasti membebani kami dan membuat tidak

nyaman, karena kepercayaannya tanggung.

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Yayasan IRE Flamma,

Yogyakarta:

Page 16: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1859

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Walaupun kemudian membutuhkan energi ekstra (waktu & keuangan) untuk memenuhi

itu, misalnya untuk audit eksternal itu kan mesti ada biaya di luar yang dibiayai oleh

funding, sehingga dibiayai oleh lembaga...

Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Yayasan KPPOD, Jakarta:

Beban itu dikatakan mungkin lebih pada beban administratif saja untuk menyediakan

laporannya, dsb. yang berbeda-beda itu kadang-kadang tidak menyulitkan tapi memang

menbutuhkan effort yang lebih. Misalnya begini, sistem pelaporan keuangan kendala

yang paling konkrit: funding A itu mengharapkan ABCDE sedangkan yang lain sampai

F dsb. Ketika kita mempunyai standar berbeda tentunya membutuhkan penyesuaian,

tetapi pada prinsipnya sudah ada ketentuan dari kita bahwa kita akan menyediakan sesuai

yang diharapkan oleh funding kita.

Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa konflik keharusan akuntabilitas yang

terjadi berdampak terhadap konteks kerja dengan persepsian negatif yang disebabkan oleh

adanya keharusan untuk melaksanakan lebih dari satu tipe akuntabilitas dan ketidakmampuan

untuk menyeimbangkan antara tipe-tipe akuntabilitas tersebut. Hal tersebut sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Kim (2005) bahwa tekanan antar hubungan akuntabilitas yang berbeda

bertindak sebagai sistem penyeimbang (check and balances). Permasalahannya adalah pada

penekanan berlebihan pada salah satu set hubungan dari akuntabilitas, karena akan

menyebabkan set lain yang sama pentingnya akan menjadi rapuh.

Kinerja kerja akibat beban kerja dan tekanan kerja

Berkaitan dengan hubungan negatif beban kerja dan tekanan kerja terhadap kinerja

kerja, dari hasil analisis secara kuantitatif menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif

anatara kenerja kerja aktor akuntabilitas dan tekanan kerja, sedangkan beban kerja dapat

meningkatkan kinerja kerja aktor akuntabilitas. Dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap

responden-responden yang ada dapat disimpulkan bahwa beban kerja persepsian dan tekanan

kerja secara psikologis tidak terlalu mempengaruhi atau hanya sedikit mempengaruhi kinerja

aktor akuntabilitas di organisasi NGO. Hal tersebut terlihat dari hasil wawancara dengan

Direktur Yayasan STAPA Center, Jawa Timur:

Tidak, karena selama ini teman-teman sudah terbiasa sejak awal. Jangankan tanggung

jawab dari orang luar, tanggung jawab dari internal saja kita mencoba membiasakan

bahwa apapun yang dilakukan harus dipetanggungjawabkan....Tidak hanya soal

keuangan... Tidak, memang kalau dikatakan tidak sama sekali tidak juga, ada beberapa

yang membebani. Dalam konteks isu, misalnya sering-sering juga tidak matching dengan

harapan kita. Mereka minta laporan harus cepat-cepat, harus begini-begini, tapi kami bisa

mengkreasikannnya. Tapi, jujur saja hal-hal seperti itu misal ada titipan-titipan isu

tertentu kadang membebabni buat kami. Bagi managemen, dalam konteks administrasi

terkadang juga ada donor yg sangat ribet pasti membebani kami dan membuat tidak

nyaman, karena kepercayaannya tanggung.

Kemudian juga hal tersebut tergambarkan melalui hasil wawancara dengan Direktur Yayasan

KPPOD, Jakarta:

Page 17: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1860

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Sebenarnya tidak, karena sesuatu yang wajar ketika pihak-pihak tersebut men-support

kita mereka menuntut akuntabilitas dan itu menjadi kesadaran bersama dari lembaga dan

menjadi budaya organisasi kami. Beban itu dikatakan mungkin lebih pada beban

administratif saja untuk menyediakan laporannya, dsb. yang berbeda-beda itu kadang-

kadang tidak menyulitkan tapi memeng menbutuhkan effort yang lebih. Misalnya begini,

sistem pelaporan keuangan kendala yang paling konkrit: funding A itu mengharapkan

ABCDE sedangkan yang lain sampai F dsb. Ketika kita mempunyai standar berbeda

tentunya membutuhkan penyesuaian, tetapi pada prinsipnya sudah ada ketentuan dari

kita bahwa kita akan menyediakan sesuai yang diharapkan oleh funding kita.

Hasil wawancara terkait hubungan antara konteks kerja dengan persepsian negatif

terhadap kinerja kerja memperlihatkan keterdukungan terhadap hasil penelitian secara

kuantitatif. Beban kerja yang dipersepsikan negatif oleh aktor akuntabilitas tidak berdampak

terhadap kinerja kerja persepsian aktor akuntabilitas tersebut. Hal ini disebabkan aktor

akuntabilitas merasa bahwa akuntabilitas yang diharuskan oleh pihak-pihak yang mendukung

kegiatan atau program NGO adalah sebuah komitmen yang muncul dan menjadi kesadaran bagi

pegawai NGO. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Kim & Lee, 2010 yang

mengemukakan bahwa konteks kerja dengan persepsian negatif mempengaruhi kinerja kerja

persepsian aktor akuntabilitas. Hasil penelitian ini mendukung Dubnick & Yang, 2010 yang

menyatakan bahwa keharusan akuntabilitas persepsian adalah bergantung pada rasa individu

yang terlibat dalam hubungan akuntabilitas tersebut. Masing-masing individu memiliki

persepsi sendiri terhadap hubungan berbagai tipe dan fungsi akuntabilitas dan implikasinya.

Kesimpulan, Keterbatasan, dan Implikasi Penelitian

Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan

kualitatif. Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan analisis koefisien jalur,

terlihat bahwa kinerja kerja aktor akuntabilitas di NGO provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dipengaruhi oleh konteks kerja

dengan persepsian negatif yang berupa beban kerja, namun tidak dipengaruhi tekanan kerja

persepsian negatif. Tekanan kerja dengan persepsian negatif berdasarkan hasil penelitian dapat

meningkatkan kinerja kerja aktor akuntabilitas. Dengan kata lain, ada hubungan positif antara

kinerja aktor akuntabilitas dengan tekanan kerja yang disebabkan persepsian negatif konflik

keharusan akuntabilitas. Persepsian beban kerja dan tekanan kerja dipengaruhi oleh konflik

keharusan akuntabilitasNGO pada arah dan tingkat yang berbeda-beda bergantung pada

persepsian konflik keharusan akuntabilitasaktor akuntabilitas mereka masing-masing.

Keharusan akuntabilitas hirarkikal, dan akuntabilitas legal menunjukkan hubungan

positif dengan beban kerja, sedangkan akuntabilitas profesional menunjukan hubungan negatif

dengan beban kerja. Lebih lanjut, akuntabilitas politikal menunjukkan hubungan positif dengan

tekanan kerja. Secara umum dapat dijelaskan bahwa konflik keharusan akuntabilitas yang

terjadi karena ketidakmampuan untuk menyeimbangkan keharusan akuntabilitas tersebut

menyebabkan makin tinggi beban kerja aktor akuntabilitas yang bersangkutan. Sedangkan

tekanan kerja hanya berhubungan secara positif dengan keharusan akuntabilitas politikal.

Artinya, apabila aktor akuntabilitas menekankan pada keharusan akuntabilitas politikal lebih

dari keharusan akuntabilitas yang lainnya, maka akan meningkatkan persepsian tekanan

kerjanya. Terdukungnya hipotesis tersebut mungkin saja lebih disebabkan bahwa dalam

Page 18: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1861

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

konteks NGO dengan karakter organisasi yang kolegial atau kekeluargaan, maka akan membuat

aktor akuntabilitas akan merasakan tekanan persepsian.

Hasil olah data kualitatif menunjukkan keterdukungan terhadap hasil olah data

kuantitatif. Bentuk-bentuk keharusan akuntabilitas yang digunakan dalam model penelitian

terjadi dalam praktik akuntabilitas NGO. Sedangkan konteks kerja dengan persepsian negatif

yang dipengaruhi oleh keharusan akuntabilitas adalah beban kerja karena merupakan

manifestasi nyata dari pertambahan jumlah pekerjaan. Sedangkan tekanan kerja sebagai bentuk

tekanan secara psikologis tidak berdampak signifikan terhadap aktor akuntabilitas. Persepsian

konteks kerja secara negatif melalui beban kerja hanya berpengaruh kecil dan temporer

terhadap persepsian kinerja aktor akuntabilitas karena adanya kesadaran dari aktor akuntabilitas

bahwa mereka memang harus akuntabel ada atau tidak tuntutan atau tekanan akuntabilitas dari

stakeholder (lembaga donor, individu atau kelompok dampingan, perusahaan, pemerintah, dll.)

Fenomena isomorfisme yang ingin ditangkap dalam penelitian ini terlihat juga dalam

hasil olah data kualitatif. Keharusan akuntabilitas hirarkikal, legal, profesional dan politikal

dipandang sebagai bentuk kesadaran atau kewajiban yang wajar bagi aktor akuntabilitas.

Dengan demikian, isomorfisme normatif terjadi dalam semua bentuk keharusan akuntabilitas.

Selanjutnya, hasil olah data kualitatif menunjukkan bahwa isomorfisme koersif dan memetik

tidak terjadi di organisasi NGO karena memang sejarah atau latar belakang berdirinya NGO

untuk penguatan akuntabilitas kepada pihak-pihak yang telah memberikan mandat pada

mereka.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian pada konflik keharusan akuntabilitasdan pengaruhnya terhadap kinerja kerja

NGO merupakan penelitian pertama di Indonesia. Penelitian sebelumnya pernah dilakukan di

Amerika atas organisasi non-profit di bidang pelayanan kemanusian saja, sehingga penelitian

ini memiliki keterbatasn yang akan mempengaruhi hasil penelitian. Adapun keterbatasan-

keterbatasan tersebut, antara lain:

1. Instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk variabel tekanan kerja dan kinerja kerja

banyak yang dihapus karena cross loading yang rendah. Penelitian selanjutnya dapat

mempertimbangkan untuk menggunakan instrumen yang berbeda yang dianggap paling

sesuai dengan konteks penelitian.

2. Instrumen untuk variabel akuntabilitas hirarkikal beban kerja hanya menggunakan tiga

item pertanyaan. Hal ini menjadi kelemahan apabila dalam pilot study terdapat item

pertanyaan yang harus dihapus, maka instrumen tersebut menjadi tidak layak digunakan

apabila penelitian menggunakan alat analisis PLS.

3. Data penelitian ini merupakan hasil dari instrumen yang berdasarkan pada persepsi

responden, maka hal ini dapat menimbulkan masalah jika persepsi responden berbeda

dengan keadaan sesungguhnya.

Implikasi Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi NGO di Indonesia mengenai

adanya konflik keharusan akuntabilitasyang terjadi akibat adanya keharusan terhadap berbagai

tipe akuntabilitas dengan tidak mempertimbangkan heterogenitas NGO maupun individu yang

terlibat di dalamnya. Aktor akuntabilitas dipaksa untuk mencapai ekspektasi berbagai forum

akuntabilitas yang mungkin tidak sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas aktor akuntabilitas.

Kondisi ini menyebabkan tekanan untuk mencapai kualitas kerja tertentu sesuai ekspektasi

Page 19: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1862

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

forum akuntabilitas ataupun akumulasi jumlah pekerjaan karena ekspektasi-ekspektasi yang

berbeda tersebut.

Kinerja kerja aktor akuntabilitas hanya dipengaruhi oleh persepsian negatif beban kerja

yang disebabkan oleh bertambahnya volume pekerjaan dan beragamnya SOP (standard

operating procedure) yang ditetapkan oleh masing-masing lembaga donor. Secara umum hasil

penelitian ini berimplikasi terhadap wacana penentuan tipe akuntabilitas yang tepat bagi tiap

organisasi NGO sesuai dengan ekspektasi masing-masing forum (Romzek & Dubnick, 1987).

Peningkatan kinerja adalah dampak utama yang seharusnya terjadi karena berbagai bentuk

keharusan yang dilaksanakan oleh aktor akuntabilitas (Dubnick, 2005) yang faktanya di

organisasi NGO hal tersebut terjadi karena praktik akuntabilitas dilakukan atas dasar kesadaran

sejak awal pendirian organisasi NGO tersebut.

Daftar Pustaka

Amstrong, M. (2004). Performance management. Setiawan, T. (alih Bahasa). Tugu Publisher.

Yogyakarta.

Beehr, T.A., & Newman, J. (1978). Job stress, employee health, and organizational

effectiveness: A facet analysis, model and literatur review. Personnel Psychology, (31),

665-669.

Brown, L. D., Moore, M. H., & Honan, J. (2001). Building strategic accountability systems for

international NGOs. Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, 30(3), 569-587.

Chin, W., Mancolin, B. L., & Newsted, P. R. (2003). A partial least square latent variabel

modelling aproach for measuring interaction effects: result from amonte carlo

simulayion and voice mail emotion/adoption study. information system reseach. Vol.

14, No. 2, June, pp. 189-217.

Christensen, R. A., & Ebrahim, A. (2006). How does accountability affect mission? The case

of a nonprofit serving immigrants and refugees. Nonprofit Management and

Leadership, 17(2), 195-209.

Creswell, J. W., & Clark, V. P. (2010). Designing and conducting mixed methods research (2nd

ed.). California: Sage Publication.

Dacin, T. Goodstein, J. Scott, W.R. 2002. Institutional Theory and Institutional Change:

Introduction to the Special Research Forum. Academy of Management Journal 45(1).

45-56

Dicke, C. (2002). Ensuring accountability in human service contracting. Public Pruductivity &

Management Review, 22: 502-516.

DiMaggio, P. J., and W. W. Powell. (1983). The iron cage revisited: Institutional isomorphism

and collective rationality in organizational fields. American Sociological Review 48:

147-160.

Dixon, Rob, John Ritchie, and Juliana Siwale (2006). Microfinance: accountability from the

grassroots. Accounting, Auditing, and Accountability Journal. Vol.19, No.3. pp.405-

427.

Ebrahim, A. (2003). Making sense of accountability: Conceptual perspectives for Northern and

Southern nonprofits. Nonprofit Management and Leadership, 14(2), 191-212.

Fredericksen, P. J., & Levin, D. (2004). Accountability and the use of volunteer officers in

public safety organizations. Public Performance & Management Review, 27(4), 118-

143.

Page 20: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1863

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Fry, R. E. (1995). Accountability in organizational life: Problem or opportunity for nonprofits?

Nonprofit Management and Leadership, 6(2), 181-195.

Gibelman, M., dan Gelman, S. R. (2001). Very public scandals: Non Governmental

Organizations in trouble. International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector

Quarterly. 12(1), 49– 66.

Greenlee, J. S. (1998). Accountability in nonprofit organizations. Nonprofit Management and

Leadership, 9(2), 205-210.

Johnston, J. M., & Romzek, B. S. (1999). Contracting and accountability in state medical

reform: Rhetoric, theories, and realities. Public Administration Review, 59(5), 383-399.

Johnson, R.B., & Onwuegbuzie, A.J. (2004). Mixed methods research: A research paradigm

whose time has come. Educational Researcher, Vol. 33, No. 7. pp. 11-26.

Handoko T.H. (1996). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta.

Hansen, J. R., & Host, V. (2012). Understanding the relationship between decentralization

organizational decesion structure, job context, and job satisfaction-a survey of dining

public managers. Review of Public Personel Administration. 132 (2): 288-308.

Hartono, Jogiyanto dan Abdillah Willy. 2010. Konsep dan Aplikasi PLS (Partial Least Square)

untuk Penelitian Empiris. BPFE Yogyakarta

Hartono, Jogiyanto. 2011. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modeling Berbasiskan

Varian dalam Penelitian Bisnis. STIM YKPN Yogyakarta

Kanter, R. M., & Summers, D. V. (1987). Doing well while doing good: Dilemmas of

performance measurement in nonprofit organizations and the need for multiple-

constituency approach. In W. W. Powell (Ed.), The nonprofit sector: A research

handbook (pp. 154-166). New Haven, CT: Yale University Press.

Kearns, K. P. (1994). The strategic management of accountability in nonprofit organizations:

An analytical framework. Public Administration Review, 54(2), 185-192.

Kim, S. E. (2005). Balancing competing accountability requirements: Challenges in

performance improvement of the nonprofit human service agency. Public Performance

and Management Review, 29(2), 145-163.

Kim, S.E., & Lee (2010). Impact of competing accountability requirements on perceived work

performance. The American Review of Public Administration, 49(1), 100-118.

Koppell, J. G. S. (2005). Pathologies of accountability: ICANN and the challenges of “multiple

accountabilities disorder.” Public Administration Review, 65(1), 94-105.

Lai, Ming-Cheng and Fan, Shih-Liang. 2008. Use of Fit Perception in Employee Behavioral

Criteria in Taiwan IT Industry. Business and Information. Volume 5, Issue 1. Available

also at, http://academic-papers.org/ocs2/session/Papers/A2/234.doc

Light, P. C. (2000). Making nonprofits work: A report on the tides of nonprofit management

reform. Washington, DC: Brookings Institution Press.

Lusch, R. F., & Serpkenci, R.R. (1990). Personal differences, job tension, job outcomes, and

store performance: A study of retail store manager. Journal of Marketing, 85-101.

Lyons, T. F. (1971). Role clarity, need for clarity, satisfaction, tension, and withdrawal.

Organizational Behavior and Human Performance, 6, 99-110.

Radin, B. A. (2002). The accountable juggler: The art of leadership in a federal agency.

Washington, DC: CQ Press.

Romzek, B. S., & Dubnick, M. J. (1987). Accountability in the public sector: Lessons from the

challenger tragedy. Public Administration Review, 47(3), 227-238.

Romzek, B. S., & Ingraham, P. W. (2000). Cross pressures of accountability: Initiative,

command, and failure in the Ron Brown Plane crash. Public Administration Review,

60(3), 240-253.

Page 21: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1864

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Rubin, H. (1990). Dimensions of institutional ethics: A framework for interpreting the ethical

context of the nonprofit sector. In D. Gies, S. Ott, & J. M. Shafritz (Eds.), The nonprofit

sector: Essential readings (pp. 211-216). Pacific Grove, CA: Brooks/Cole.

Salamon, L. M. (2002). The state of nonprofit america. Washington, D.C.: Brookings

Institution Press.

Smith, S. R., & Lipsky, M. (1993). Nonprofits for Hire: The welfare state in the age of

contracting. Cambridge, MA: Harvard University.

Spector, P. E., & Jex, S. M. (1998). Development of four self-report measures of job stressor

and strains: Interpersonal conflict at work scale, organizational constraints scale,

workload and physical symptoms inventory: Journal of Occupational Health

Pshcology. 3, 356-367.

Tolbert, Pamela S. and Zucker Lynne G. 1983. lnstitutional Sources of Change In The Formal

Structure of Organizations: The Diffusion of Civil Service Reforms. 1880-1

935."Administrative Science Quarterly 23: 22-39

Van Helden, G.J. 2005. Researching Public Sector Transformation: The Role of Management

Accounting. Financial Accountability & Management 21: 99-133

Vinzi, V. Esposito, Chin, W.W., Henseler, J., Wang, H.2010. Handbook of Partial Least

Squares: Concepts, Methods and Applications. Springer Handbooks of Computational

Statistics

Wang, Xiahou. 2002. Assesing Performance Measurement Impact: A study of US Local

Government. Public Performance and Management Review. Sage Publications Vol.

26: 26-43

Wolf, J. (1990). Managing change in nonprofit organizations. In D. L. Gies, J. S. Ott, & J. M.

Shafritz (Eds.), The nonprofit organization: Essential readings (pp. 241-257). Pacific

Grove, CA: Brooks/Cole.

Page 22: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1865

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 1

Model Penelitian

Gambar 2

Scatter Plot Hasil Olah Data Responden

Tabel 1

Variabel-Variabel Model Penelitian

Variabel Laten Kode Variabel Manifes* Item

Akuntabilitas Hirarkikal AHI AHI1-AHI3 3

Akuntabilitas Legal ALE ALE1, ALE2, ALE3, ALE5 4

Akuntabilitas Profesional APRO APRO1-APRO5 5

Akuntabilitas Politikal APO APO3, APO4, APO5 3

Beban Kerja BKE BKE1-BKE3 3

Tekanan Kerja TKE TKE1-TKE2, TKE4, TKE5 4

Kinerja Kerja KKE KKE2, KKE3, KKE5, KKE6, KKE7,

KKE8

6

* Beberapa variabel telah dihapus karena tidak memenuhi standar skor loading

-

50

100

150

200

- 50 100 150 200 250

Series1

Akuntabilitas

Hirarkikal

Hira Akuntabilitas

Legal

Akuntabilitas

Profesional

Akuntabilitas

Politikal

Tekanan Kerja

Persepsian

Bebankerja

Persepsian

Kinerja Kerja

Persepsian

H1a(+)

H1b(+) H2a(+)

H2b(+)

H3b(-)

H4a (+)

H4b(+)

H5(+)

H6b(-)

H6a(-)

H3a(-)

Page 23: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1866

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Tabel 2

Profil Responden Penelitian

Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Jenis Kelamin :

Laki-laki 114 56,15

Perempuan 89 43,85

Jumlah 203 100

Usia:

<30 tahun 32 15,76

30-40 tahun 121 59,60

40-50 tahun 40 19,70

>50 tahun 10 04,92

Jumlah 203 100

Tingkat Pendidikan:

SMA 17 08,37

S1 173 85,22

S2 13 06,41

Jumlah 203 100

Masa Kerja:

<5 tahun 30 14,63

5-15 tahun 90 43,90

15-25 tahun 65 31,71

>25 tahun 20 09,76

Jumlah 203 100

Tabel 3

Ringkasan Analisis Demografi

Variabel

Demografi

Sig.

BKE TKE KKE

Jenis Kelamin 0.564 0.813 0.697

Usia 0.041 0.002 0.297

Tingkat Pendidikan 0.544 0.473 0.003

Masa Kerja 0.004 0.006 0.010

Page 24: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1867

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Tabel 4

Perbandingan Nilai Kisaran Teoritis dan Kisaran Aktual

Pertanyaan Kisaran

Teoritis

Kisaran

Aktual

AHI 3 - 15 3 – 15

ALE 4 - 20 4 – 20

APRO 5 - 25 5 – 25

APO 3 - 15 3 – 15

BKE 3 - 15 4 - 15

TKE 4 - 16 4 – 16

KKE 6 - 30 6 – 30

Tabel 5

Overview Iterasi Algoritma PLS

Catatan: * 0,67 = substansial, 0,33 = moderate, 0,19 = weak. (Chin dalam Henseler,

2009).

Tabel 6

Cross Loadings

AHI ALE APO APRO BKE KKE TKE

APO3 0.34620

0

0.39957

2

0.85745

6

0.51557

4

0.09087

1

0.24348

9

0.23565

3

APO4 0.23366

1

0.33353

6

0.83138

5

0.37883

7

0.08067

4

0.26645

0

0.28531

2

APO5 0.28479

6

0.51624

9

0.85623

0

0.44231

3

0.11130

8

0.22323

6

0.24899

8

AVE Composite

Reliability R Square*

Cronbachs

Alpha

Commu-

nality

AHI 0.616734 0.827182 0.715282 0.616734

ALE 0.692083 0.899866 0.856790 0.692084

APO 0.719854 0.885152 0.805887 0.719854

APRO 0.599068 0.880770 0.834097 0.599068

BKE 0.500935 0.749648 0.185539 0.504953 0.500934

KKE 0.562971 0.884795 0.167056 0.846184 0.562971

TKE 0.544779 0.826989 0.304753 0.726261 0.544779

Page 25: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1868

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

BKE1

-

0.05175

8

0.25911

0

0.28469

3

-

0.00916

4

0.70466

5

-

0.00260

9

0.56131

7

BKE2

-

0.30259

4

-

0.01667

7

-

0.07107

3

-

0.22092

5

0.77120

4

-

0.50059

5

0.23430

6

BKE3

-

0.22398

2

-

0.01900

7

0.00353

1

-

0.21227

2

0.64147

9

-

0.27093

7

0.20470

5

TKE1

-

0.01962

6

0.08800

7

0.23846

0

0.00374

4

0.20297

9

-

0.01939

8

0.73736

9

TKE2

-

0.11689

0

0.07258

8

0.19464

1

-

0.07083

5

0.31978

3

-

0.12410

5

0.78050

2

TKE4 0.01093

8

0.14243

3

0.24290

6

0.02813

5

0.42867

5

-

0.03795

9

0.73051

8

TKE5

-

0.07180

1

0.07688

2

0.21838

7

-

0.00592

2

0.41273

0

0.13666

6

0.70182

9

AHI1 0.70724

0

0.29819

1

0.37152

3

0.62657

1

-

0.16987

7

0.37347

7

-

0.06544

4

AHI2 0.75877

4

0.40504

3

0.16867

4

0.43776

2

-

0.08566

5

0.31845

9

-

0.06089

3

AHI3 0.87992

9

0.40620

5

0.24176

9

0.48050

1

-

0.28599

2

0.32501

5

-

0.04180

2

ALE1 0.42233

0

0.82003

5

0.53342

2

0.53565

3

0.13736

2

0.15899

6

0.02843

6

ALE2 0.53914

9

0.84579

1

0.51975

7

0.51729

6

0.03540

5

0.12842

2

0.09603

0

ALE3 0.31108

5

0.80990

4

0.26560

9

0.22336

7

0.10545

2

0.14950

7

0.13658

6

ALE5 0.34637

2

0.85121

7

0.40145

1

0.45010

8

0.09723

6

0.10166

1

0.14456

8

Page 26: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1869

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

APRO

1

0.47376

2

0.38249

0

0.41205

3

0.81746

3

-

0.10974

6

0.34425

3

-

0.01090

7

APRO

2

0.54029

1

0.47767

3

0.47651

7

0.83155

7

-

0.11267

5

0.30752

3

-

0.04303

9

APRO

3

0.42819

5

0.38460

0

0.27051

1

0.74160

1

-

0.14105

7

0.29848

3

-

0.08996

8

APRO

4

0.37268

8

0.36440

0

0.53650

9

0.62076

4

-

0.11444

1

0.12453

8

0.04747

5

APRO

5

0.61403

3

0.34285

5

0.39168

6

0.83683

2

-

0.22716

2

0.34896

1

0.03171

2

KKE2 0.38601

6

0.21092

6

0.24342

7

0.29460

4

-

0.23377

7

0.77085

1

0.01984

8

KKE5 0.25718

5

0.13965

6

0.26577

5

0.33388

3

-

0.16706

5

0.67201

2

0.06546

9

KKE6 0.42508

3

0.13282

6

0.21450

6

0.35257

1

-

0.35318

0

0.77614

1

-

0.08303

1

KKE7 0.33260

9

0.08939

7

0.11016

5

0.17669

4

-

0.33365

3

0.79324

2

-

0.06512

6

KKE8 0.24837

1

0.01512

3

0.30612

5

0.32929

9

-

0.34125

3

0.81517

2

-

0.03527

8

Page 27: Pengaruh Konflik Keharusan Akuntabilitas Terhadap …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5942/2/PROS_M. Yudhika... · Fredericksen & Levin, 2004; Johnston & Romzek, 1999; Koppell,

1870

Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Kristen Satya Wacana

3rd Economics & Business Research Festival

13 November 2014

Tabel 7

Koefisien Jalur (Path Cooficients; Mean, STDEV, T-Values)

Tanda

Original

Sample

(O)

Sample

Mean (M)

Standard

Deviation

(STDEV)

Standard

Error

(STERR)

T Statistics

(|O/STERR|)

AHI -> BKE + -0.306482 -0.303255 0.135333 0.135333 2.264653**

AHI -> TKE + 0.017970 0.005596 0.140048 0.140048 0.128311

ALE -> BKE + 0.278353 0.272168 0.137831 0.137831 2.019520**

ALE -> TKE + -0.041542 -0.036328 0.167358 0.167358 0.248222

APRO -> BKE - -0.244211 -0.240505 0.137653 0.137653 1.774100**

APRO -> TKE - -0.076407 -0.062100 0.175449 0.175449 0.435495

APO -> BKE + 0.205240 0.190387 0.129747 0.129747 1.581846

APO -> TKE + 0.309035 0.316115 0.116122 0.116122 2.661294***

BKE -> TKE + 0.445746 0.439252 0.119958 0.119958 3.715839***

BKE -> KKE - -0.467458 -0.484807 0.148624 0.148624 3.145243***

TKE -> KKE - 0.219860 0.192203 0.145597 0.145597 1.510057

Catatan: *** Sangat signifikan, ** signifikan; 1,64 P<0,05; 2,33 P<0,01 (one tailed)

Tabel 8

Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis

Hipotesi

s

Hubungan Tanda Koefisien t-value Hasil

H1a AHI--->BKE + -0.306482 2.264653** Terdukung

H1b AHI--->TKE + 0.017970 0.128311 Tidak terdukung

H2a ALE--->BKE + 0.278353 2.019520** Terdukung

H2b ALE--->TKE + -0.041542 0.248222 Tidak terdukung

H3a APRO---

>BKE

- -0.244211 1.774100** terdukung

H3b APRO---

>TKE

- -0.076407 0.435495 Tidak terdukung

H4a APO--->BKE + 0.205240 1.581846 Tidak terdukung

H4b APO--->TKE + 0.309035 2.661294*** Terdukung

H5 BKE--->TKE + 0.445746 3.715839*** Terdukung

H6a BKE--->KKE - -0.467458 3.145243*** Terdukung

H6b TKE--->KKE - 0.219860 1.510057 Tidak terdukung

Catatan: *** Sangat signifikan, ** signifikan; 1,64 P<0,05; 2,33 P<0,01 (one tailed)