PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN SERBUK … 2_Jurnal... · Metode penelitian dilakukan dengan uji...

download PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN SERBUK … 2_Jurnal... · Metode penelitian dilakukan dengan uji eksperimen dan simulasi komputer. ... kelembaban dalam campuran, ... yang memenuhi syarat

If you can't read please download the document

Transcript of PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN SERBUK … 2_Jurnal... · Metode penelitian dilakukan dengan uji...

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    10

    PENGARUH KOMPOSISI DAN UKURAN SERBUK BRIKET YANG TERBUAT DARI BATUBARA DAN JERAMI PADI TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN

    Hadi Rinayu, ST, M.,Sc

    Sfaf Pengajar, Program Studi D3 Mesin Otomotif Politeknik Indonusa Surakarta

    Jl. KH. Samanhudi No. 31 Mangkuyudan Surakarta E-mail: [email protected]

    Abstrak

    Biomassa dari jerami padi yang berada di daerah pertanian selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal penggunaanya sehingga perlu adanya alternatif pengolahan agar menjadi bahan yang lebih bermanfaat. Salah satu pengolahan limbah jerami padi adalah menjadikannya sebagai bahan bakar alternatif yaitu briket. Kelebihan dari pengolahan limbah jerami padi menjadi briket adalah tersedianya bahan baku yang cukup banyak dan murah di daerah pertanian di Indonesia. Briket jerami padi mempunyai nilai kalor yang rendah pada waktu pembakaran, maka untuk meningkatkan kalornya perlu adanya campuran bahan lain. Bahan campuran yang digunakan adalah batubara sebab mempunyai nilai kalor tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat briket campuran jerami padi dan batubara yang sesuai standar maka perlu memperhitungkan komposisi dan ukuran serbuk untuk menghasilkan karakteristik pembakaran yang memenuhi standar SNI 01-6235-2000 tentang briket arang.

    Metode penelitian dilakukan dengan uji eksperimen dan simulasi komputer. Parameter uji eksperimen adalah karakteristik briket yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, kadar karbon terikat, densitas, nilai kalor dan laju pembakaran dengan variasi komposisi bahan baku dan ukuran partikel. Parameter uji simulasi adalah suhu pada waktu pembakaran mengunakan simulasi komputer dengan software Fluent 3.6.2 dengan cara memasukkan data hasil eksperimen.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen arang dari proses pirolisis batubara dan jerami padi diperoleh sebesar 68,54% dan 24,61%; sedangkan nilai kalornya sebesar 6150.740 kal/g dan 4751.184 kal/g. Dari hasil uji eksperimen titik optimum pada briket komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh, parameter pengujian sesuai dengan SNI 01-6235-2000 yaitu kadar air sebesar 5,176%, kadar abu sebesar 26,231%, kadar volatile matter sebesar 12,484%, nilai kalor sebesar 5037.127 kal/g, kadar karbon terikat sebesar 56.105%, densitas sebesar 0.743 g/cm3 dan untuk laju pembakaran sebesar 4,14 g/menit pada menit ke-8, Hasil simulasi komputer untuk suhu pada waktu pembakaran maka komposisi 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh sebesar 743 K atau 469 C. Kata kunci: batubara, jerami padi, briket

    I. PENDAHULUAN

    Perkembangan sentra industri sekarang tidak lepas dari kebutuhan bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang semakin meningkat sehingga menyebabkan pemakaian bahan bakar lebih banyak. Selama ini para pengusaha sentra indutri banyak menggunakan bahan bakar kayu, minyak tanah dan gas elpiji untuk pembakaran, namun harganya semakin lama semakin mahal sehingga secara ekonomi tidak

    memungkinkan lagi untuk dibeli selain itu permasalahan ketersediaan bahan baku juga terbatas. Melihat permasalahan diatas maka perlunya segera mencari bahan bakar alternatif yang berbasis pada potensi lokal sebagai pengganti yang mempunyai spesifikasi mendekati bahan bakar tersebut baik dari sisi karakteristik pembakarannya maupun karakteristik mekaniknya, agar kontinuitas sentra industri tetap berjalan khususnya industri kecil menengah.

    Kelangkaan minyak tanah dan mahalnya harga elpiji sebagai konversi

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    11

    minyak tanah memicu munculnya kebutuhan akan sumber energi alternatif. Hal ini tertera dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang menyatakan bahwa pemerintah mengajak kepada seluruh pihak maupun kalangan masyarakat Indonesia untuk mensukseskan pengembangan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak. Adanya sumber energi terbarukan (renewable) dibutuhkan untuk penyediaan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Hal ini akan lebih baik lagi apabila berasal dari limbah, sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi efek negatif penumpukan limbah terhadap lingkungan.

    Jerami padi merupakan biomassa yang dianggap sampah dan untuk menghilangkannya dengan cara dibakar. Limbah jerami padi yang berada di daerah pertanian selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal penggunaannya, untuk memaksimalkan penggunaan limbah jerami padi maka dapat diolah menjadi bahan bakar alternatif salah satunnya berupa briket.

    Briket batubara merupakan bahan bakar padat yang merupakan alternatif pengganti minyak tanah yang mempunyai kelayakan teknis untuk digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga, industri kecil ataupun menengah. Batubara juga mempunyai keuntungan ekonomis karena dapat diproduksi secara sederhana, memiliki nilai kalor yang tinggi, dan ketersediaan batubara cukup banyak di Indonesia sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar lain.

    Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menganalisis karakteristik pembakaran pada briket, yang mana dilakukan sebagai tolak ukur untuk pembuatan bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya. Melihat kenyataan tersebut, maka timbul pemikiran mencampurkan batubara dengan jerami padi yang sesuai dengan SNI agar dapat dimanfaatkan untuk industri kecil dan rumah tangga.

    Dalam penelitian ini akan dibuat campuran batubara dan jerami padi yang bertujuan untuk memperbaiki karakteristik pembakaran terutama nilai kalornya, karena jerami padi merupakan biomassa yang mempunyai nilai kalor kurang dibutuhkan batubara yang mempunyai kalor lebih tinggi sebagai campuran dalam pembuatan briket.

    Untuk mengetahui suhu pada saat pembakaran briket dilakukan pengambilan data berupa suhu pada ketinggian tertentu selanjutnya disimulasikan dengan Computational Fluid Dynamics (CFD).

    Fokus dalam penelitian ini didasarkan pada suatu rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaruh komposisi dan

    ukuran serbuk briket yang terbuat dari batubara dan jerami padi terhadap karakteristik pembakaran?

    2. Berapakah komposisi dan ukuran serbuk briket terbaik yang terbuat dari batubara dan jerami padi yang sesuai dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang?

    3. Berapa suhu maksimal pada proses pembakaran briket batubara dan jerami padi?

    Dalam penelitian ini penulis membatasi

    masalah yang diteliti pada bahan, proses pembuatan dan uji karakteristik briket yaitu: 1. Bahan utama yang digunakan dalam

    pembuatan briket adalah campuran batubara jenis bituminus dengan jerami padi.

    2. Variasi prosentase yang diberikan adalah variasi komposisi arang batubara (B) dengan arang jerami padi (J) yaitu B/J: 100/0; 70/30; 50/50, 30/70, 0/100.

    3. Ukuran partikel yang diberikan 35 dan 50 mesh.

    4. Kecepatan angin 0,3 m/s dan waktu karbonisasi 8 jam.

    5. Tekanan pengepressan sebesar 75 kg/cm2.

    Tujuan dari penelitian yang dilakukan ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh komposisi dan

    ukuran serbuk briket dari campuran batubara dan jerami padi terhadap kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, nilai kalor.

    2. Mengetahui pengaruh komposisi dan ukuran serbuk briket dari campuran batubara dan jerami padi terhadap kadar karbon terikat, densitas dan laju pembakaran briket.

    3. Mengetahui komposisi dan ukuran serbuk briket terbaik dari campuran batubara dan jerami padi yang sesuai dengan SNI 01-6235-2000 pada briket arang yaitu meliputi parameter kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, nilai

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    12

    kalor. 4. Mengetahui suhu maksimal pada proses

    pembakaran briket menggunakan simulasi komputer.

    5. Mengetahui hasil kelayakan usaha dari pembuatan briket campuran batubara dan jerami padi.

    Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi memberikan manfaat diantaranya: 1. Memaksimalkan pemanfaatan limbah

    pertanian sebagai bahan energi alternatif. 2. Mendapatkan sumber energi alternatif

    yang murah 3. Membuat bahan bakar alternatif yang

    berkualitas dan murah sehingga membatu para industri kecil menengah dan masyarakat karena terus naiknya bahan bakar minyak dan gas.

    4. Dapat menciptakan peluang bisnis usaha briket.

    II. TINJAUAN PUSTAKA Temuan Penelitian

    Saptoadi dan Harwin (2007), mengemukakan bahwa biomassa salah satu jenis bahan bakar padat selain batubara. Mekanisne pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu pengeringan (drying), devoltasi (devolatization), dan pembakaran arang (char combustion).

    Menurut Hindarso (2007), biomassa hasil limbah pertanian dianggap bahan yang tidak berguna, tetapi dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif dengan mengubah mejadi bioarang sehingga akan memiliki nilai kalor lebih tinggi.

    Menurut Sudrajat (2000) melakukan penelitian tentang pemanfaatan energi dari biomasa sebagai sumber alternatif, dimana dia mendapatkan data yang menunjukkan besarnya tingkat sampah yang dihasilkan di beberapa kota besar di Indonesia pada tahun 2000 yang mana sebagian besarnya adalah sampah organik yang mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi.

    Herbawatmurti (2005), menyatakan bahwa karakteristik briket batubara, meliputi waktu dan suhu yang dihasilkan pada saat briket terbakar dipengaruhi oleh sifat dasar batubara, misalnya nilai kalori dipengaruhi oleh persediaan udara yang digunakan untuk membakar briket. Semakin banyak udara yang terbakar akan mempersingkat waktu briket terbakar dan terjadi pembakaran sempurna dengan udara berlebih. Semakin

    tinggi nilai kalori batubara, semakin tinggi pula suhu yang akan dihasilkan dari pembakaran briket.

    Borowski (2008) analisis briket batubara mineral dari arang dan biomassa bersama dengan molase sebagai bahan pengikat untuk pemanfaatan energi industri. Pengaruh dari parameter proses pencetakan dengan menekan untuk mengetahui ketangguhan briket diselidiki. Analisis diambil dari parameter seperti: kontribusi biomassa dalam campuran arang dan pengikat, kelembaban dalam campuran, gaya tekanan pada pembentukan, dan campuran. Hasilnya dapat diketahui kemungkinan memanfaatkan briket kualitas energi yang tinggi. Mereka memiliki kekuatan material yang nilai tinggi serta bahan bakar yang mempunyai kalori tinggi, yang memenuhi syarat untuk pemanfaatan energi industri. Standar Mutu Briket Arang

    Badan Standarisasi Nasional (2000) briket bioarang yang memenuhi standar sebagai bahan bakar, dilihat dari kadar air, kadar volatile matter, kadar abu, nilai kalor. Kualitas standar briket arang dengan bahan kayu seperti pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Standarisasi briket arang (SNI 01-6235-2000)

    Sedangkan sifat fisik dan kimia briket

    buatan beberapa negara dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.

    Tabel 2.2 Sifat fisik dan kimia briket

    arang buatan Jepang, Amerika, Inggris dan Indonesia (Badan Litbang Kehutanan, 1994)

    Menurut Widarto dan Suryanta (1995), briket bioarang memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya antara lain :

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    13

    1. Bentuk dan ukuran seragam, karena briket bioarang dibuat dengan alat pencetak khusus yang bentuk dan besar kecilnya bisa diatur sesuai dengan yang dikehendaki.

    2. Mempunyai panas pembakaran yang lebih tinggi dibandingkan arang biasa.

    3. Tidak berasap (jumlah asap kecil sekali) dibanding arang biasa.

    4. Tampak lebih menarik, karena bentuk dan ukurannya bisa disesuaikan dengan kehendak kita. Disamping itu pengemasannya juga mudah.

    Kualitas briket arang dapat dinilai dari beberapa parameter sebagai berikut: 1. Nilai kalor

    Menurut Koesoemadinata (1980), nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar tersebut dengan meningkatkan temperatur 1 gr air dari 3,5 C 4,50 C, dengan satuan kalori. Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar. Semakin tinggi berat jenis bahan bakar, maka semakin tinggi nilai kalor yang diperolehnya. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kalor disebut kalorimeter bom (Bomb Calorimeter).

    2. Kadar Air Kandungan air yang tinggi

    menyulitkan penyalaan dan mengurangi temperatur pembakaran. Moisture dalam bahan bakar padat terdapat dalam dua bentuk, yaitu sebagai air bebas (free water) yang mengisi rongga pori-pori di dalam bahan bakar dan sebagai air terikat (bound water) yang terserap di permukaan ruang dalam struktur bahan bakar (Syamsiro dan Saptoadi, 2007).

    Soeparno (1993) menyatakan bahwa kadar air sangat menentukan kualitas arang yang dihasilkan. Arang dengan kadar air rendah akan memiliki nilai kalor tinggi. Makin tinggi kadar air maka akan makin banyak kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air dari dalam kayu agar menjadi uap sehingga energi yang tersisa dalam arang akan menjadi lebih kecil.

    3. Kadar Abu Abu sebagai bahan yang tersisa

    apabila kayu dipanaskan sampai berat

    yang konstan. Kadar abu ini sebanding dengan berat kandungan bahan anorganik di dalam kayu. Fengel dan Wegener (1995) mendefinisikan abu sebagai jumlah sisa setelah bahan organik dibakar, yang komponen utamanya berupa zat mineral, kalsium, kalium, magnesium dan silika. Abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tak dapat terbakar dan tertinggal setelah proses pembakaran atau reaksi-reaksi yang menyertainya selesai. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor (Yuwono, 2009).

    4. Kadar zat mudah menguap (Volatile matter)

    Zat mudah menguap dalam biobriket arang adalah senyawa-senyawa selain air, abu dan karbon. Zat menguap terdiri dari unsur hidrogen, hidrokarbon CO2 - CH4, metana dan karbon monoksida. Adanya unsur hidrokarbon (alifatik dan aromatik) akan menyebabkan makin tinggi kadar zat yang mudah menguap sehingga biobriket arang akan menjadi mudah terbakar karena senyawa alifatik dan aromatik ini mudah terbakar. Yuwono (2009) mendefinisikan kadar zat mudah menguap sebagai kehilangan berat (selain karena hilangnya air) dari arang yang terjadi pada saaat proses pengarangan berlangsung selama 7 menit pada suhu 9000 C pada tempat tertutup tanpa adanya kontak dengan udara luar. Selanjutnya disebutkan bahwa penguapan volatile matter ini terjadi sebelum berlangsungnya oksidasi karbon dan kandungan utamanya yaitu hidrokarbon serta sedikit nitrogen (Fengel dan Wagener, 1995).

    5. Kadar karbon terikat (fixed carbon) Yuwono (2009) mengatakan

    bahwa kadar karbon terikat adalah fraksi dalam arang selain fraksi abu, air dan zat mudah menguap. Kadar karbon terikat merupakan salah satu penentu baik tidaknya kualitas arang. Kadar karbon terikat yang tinggi menunjukkan kulitas arang yang baik dan sebaliknya.

    6. Densitas (density) Menurut Haygreen dan Bower

    (1998) densitas adalah perbandingan

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    14

    antara kerapatan kayu (atas dasar berat kering tanur dan volume pada kadar air yang telah ditentukan) dengan kerapatan air pada suhu 4 C. Air memiliki kerapatan partikel 1 g/cm3 atau 1000 kg/m3 pada suhu standar tersebut. Soeparno dkk (1990), mengemukakan kerapatan yang tinggi menunjukkan kekompakan partikel arang briket yang dihasilkan.

    Laju Pembakaran

    Pembakaran adalah suatu reaksi atau perubahan kimia apabila bahan mudah terbakar (combustile material) bereaksi dengan oksigen atau bahan pengoksida lain secara eksotermik. Menurut Naruse et al (1999), melakukan penelitian mengenai karakteristik pembakaran biomassa yang berasal dari limbah jagung. Di dapatkan bahwa karakteristik pembakaran biomassa tergantung dari komposisi biomassa semisal lignin dan cellulose, disamping itu juga didapatkan bahwa biomassa dapat memperbaiki proses penyalaan.

    Beberapa masalah yang berhubungan dengan pembakaran limbah pertanian adalah kadar air, berat jenis (bulk density), kadar abu dan kadar volatile matter. Kadar air yang tinggi dapat menyulitkan penyalaan dan mengurangi temperatur pembakaran. Kadar volatile matter yang tinggi pada limbah pertanian mengindikasikan bahwa limbah pertanian mudah menyala dan terbakar, walaupun pembakaran lebih cepat dan sulit dikontrol (Himawanto, 2003).

    Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran bahan padat, antara lain sebagi berikut: 1. Ukuran partikel

    Partikel yang lebih kecil ukuranya akan lebih cepat terbakar.

    2. Kecepatan aliran udara Laju pembakaran biobriket akan naik dengan adanya kenaikan kecepatan aliran udara dan kenaikan temperatur.

    3. Jenis bahan bakar Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik bahan bakar, dimana karakteristik tersebut antara lain kandungan volatile matter dan kandungan moisture.

    4. Temperatur udara pembakaran

    Kenaikan temperatur udara pembakaran menyebabkan semakin pendeknya waktu pembakaran. Adapun pembakaran arang ditentukan

    oleh parameter-paramater, antara lain: 1. Rasio luas permukaan partikel per

    satuan massa bahan bakar. 2. Ketersedian luas permukaan area

    permukaan kontak dengan oksigen. 3. Temperatur. 4. Kemampuan oksigen melakukan

    penetrasi ke dalam pori-pori bahan bakar.

    5. Konsentrasi oksigen pada lingkungan partikel bahan bakar. Model matematis laju pembakaran di

    dalam sebuah tungku pembakaran, mencerminkan urutan proses pembakaran bahan bakar padat. Pembakaran berlangsung secara cepat, sehingga satu proses berlangsung secara cepat menyusul proses sebelumnya. Sementara itu, proses perpindahan panas yang terjadi meliputi proses perpindahan panas secara konduksi dari dinding tungku pembakaran ke permukaan bahan bakar (atau sebaliknya), proses perpindahan panas konveksi dari udara sekitar ke bahan bakar (atau sebaliknya). Adapun model matematis laju pembakaran sebagai berikut:

    nr mkdt

    dm

    Dimana,

    1neATfk TR

    E

    rrr

    r

    P

    gasPgas

    P

    Ph

    P CmCn

    dtdm

    CmTCH

    TTCmAU

    dtdT

    uTT

    pemanasPpemanas

    h

    pemanasPpemanas

    Listrikh

    CmTTAU

    CmQ

    dtdT

    Keadaan awal: 1. ho000 TT;TT;mm0;t 2. hh TTT;Tm;mt;t A : Luas penampang, m Ar : Frekuensi tumbukan, 1/g.detik Cp : Kapasitas panas, joule/g.K Cp gas : Kapasitas panas gas, joule/g.K Cp pemanas : Kapasitas panas pemanas, Joule/g.K Er : Energi aktivasi, Joule/mol kr : Konstanta laju kinetika, 1/detik

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    15

    m : Massa, g ma : Massa abu, g mc : Massa char, g m0 : Massa mula-mula, g mP : Massa partikel bahan bakar, g mP pemanas : Massa pemanas, g mv : Massa volatile matter, g n : Orde reaksi ngas : Molekul-molekul gas, mol pyr : Pirolisis Qlistrik : Panas listrik, watt Rr : Konstanta gas ideal, joule/mol.K t : Waktu, detik T : Temperatur tungku, K Td : Temperatur dinding luar, K Th : Temperatur pemanas, K Th0 : Temperatur pemanas mula-mula, K Tp : Temperatur partikel briket, K Tu : Temperatur udara, K U : Koefisien perpindahan panas keseluruhan, watt/cm.K H : Entalpi, kal/g

    Secara garis besar untuk

    mendapatkan informasi pengaruh waktu proses pirolisis lambat terhadap karakteristik pembakaran yang meliputi harga konstanta Arhennius (k), energi aktivasi (E) dan faktor pre-eksponensial (A), serta penentuan nilai ITVM (Initiation Temperature of Volatile Metter), nilai ITFC (Initiation Temperature of Fixed Carbon), nilai PT (Peak Temperature) serta BT (Burningout Temperature) pada proses pembakaran untuk mendapatkan gambaran mengenai karakteristik pembakaran briket char sampah bambu yang paling optimal berupa titik penyalaan arang yang paling rendah.

    Laju pembakaran arang bergantung pada laju reaksi kimia antara molekul karbon-oksigen pada permukaan partikel dan difusi oksigen internal (bagian dalam partikel). Selain itu, laju pembakaran arang juga tergantung pada konsentrasi oksigen, suhu gas, angka Reynolds, porositas, laju difusi gas, dan ukuran char. Secara skematik, karakteristik pembakaran bahan bakar padat berupa laju penurunan massa dan tahapan proses yang terjadi pada ditunjukkan pada gambar 2.1 (Cheng dkk, 2007).

    Gambar 2.1. Profil Laju Pengurangan Massa

    Sebagai Fungsi Waktu Secara detail, proses pembakaran bahan

    bakar padat yang meliputi tiga tahapan ditunjukkan pada gambar 2.4 (Othman, 2003).

    Gambar 2.2. Tahapan Dalam Proses

    Pembakaran Bahan Bakar Padat III. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian

    Tempat penelitian meliputi pembuatan, analisa dan uji mutu briket di Laboratorium Perpindahan Panas PAU Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Bahan Penelitian

    Dalam penelitian laju pembakaran briket ini, bahan yang dipergunakan meliputi: 1. Batubara yang berasal dari

    pertambangan yang ada di Indonesia, sampel diambil dari tempat pengolahan batubara yang berada di Mojosongo, Solo.

    2. Jerami yang berada Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

    3. Bahan perekat berupa tepung pati kanji. Alat Penelitian

    Alat yang digunakan meliputi: 1. Timbangan 2. Alat pirolisis berupa kiln metal yang

    dilengkapi dengan ruang pengarangan, dapur pembakaran, isolator, cerobong, dan termokopel.

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    16

    Lubang pemasukan material melalui bagian atas dengan membuka tutup yang berbentuk kerucut.

    Gambar 3.1 Alat Pirolisis

    Keterangan gambar: a. Cerobong

    Pada kiln metal ini menggunakan cerobong tunggal berada di bagian atas tengah, yang dihubungkan dengan destilator untuk mendinginkan asap yang terjadi. Cerobong dibuat untuk mempermudah pengontrolan terhadap asap cair dan sebagai tempat kontrol indikator selesainya proses pengarangan.

    b. Ruang pengarangan Ruang pengarangan dibuat berbentuk silinder dari bahan plat baja minyak. Ruang pengarangan berfungsi sebagai tempat bahan baku yang diarangkan. Spesifikasinya adalah diameter = 22 cm dan tinggi = 71 cm. Sehingga kapasitasnya = 2 x 3,14 x (11)2 x 71 = 38028,6 cm3 = 38,028 lt.

    c. Dapur pembakaran Dapur pembakaran terletak di sisi luar ruang pengarangan (retort) dengan tinggi ruang 72,5 cm. Dapur pembakaran berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan baku.

    d. Isolator Isolator terletak di sisi luar dapur pembakaran dengan tinggi ruang 72,5 cm yang terbuat dari batu bata tahan api yang terbuat dari tanah liat dengan tebal 4 cm. Isolator berfungsi sebagai penahan panas.

    e. Termokopel Termokopel yang digunakan adalah termokopel untuk pengukuran suhu dengan maksimum pengukuran sebesar 600 oC. Termokopel dipasang dibagian tutup kerucut. Pada bagian pengukur suhu dipanjangkan sampai mencapai daerah bagian tengah dari ruang pengarangan.

    3. Alat penghancur arang 4. Meshing/saringan 5. Alat pencampuran arang dengan perekat

    kanji. 6. Bomb kalorimeter 7. Oven 8. Alat pengepres / pencetak briket. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

    a. Perbandingan komposisi bahan 1) Campuran batubara 100% dan

    jerami 0% 2) Campuran batubara 70% dan

    jerami 30% 3) Campuran batubara 50% dan

    jerami 50% 4) Campuran batubara 30% dan

    jerami 70% 5) Campuran batubara 0% dan

    jerami 100% b. Ukuran partikel: 35 dan 50 mesh

    2. Variabel Terikat Berdasarkan SNI 01-6235-2000 tentang

    briket arang maka parameter yang diuji adalah kadar air (%), kadar abu (%), kadar volatile matter (%), dan nilai kalor (kal/gr). Parameter lain yang merupakan karakteristik biobriket adalah kadar karbon terikat ( fixed karbon) (%), densitas (g/cm3) dan laju pembakaran (g/menit).

    Diagram Alir Penelitian

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    17

    Pengolahan Briket 1. Batubara yang telah diayak

    dicampurkan dengan jerami dengan perbandingan komposisi B/J: 100/0; 70/30; 50/50; 30/70; 0/100, menurut mesh 35 dan 50.

    2. Bahan baku yang telah tercampur rata dimasukkan ke dalam cetakan yang berbentuk silinder.

    3. Kemudian melakukan pengepresan dengan menggunakan alat press hidrolik manual.

    4. Setelah itu mengeluarkan briket dari cetakan dan mengeringkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari secara langsung selama 3 hari.\

    Teknik Analisis Data Teknik analisis data dengan

    menggunakan perhitungan dengan menggunakan rumus standarisasi sesuai dengan karakteristik dari pembakaran briket yaitu 1. Rendemen arang

    Penentuan rendemen arang dilakukan sebelum proses pembuatan biobriket. Rendemen arang dapat ditentukan dengan membandingkan berat arang yang dihasilkan dengan berat kering bahan uji.

    =

    100% . (1)

    2. Kadar air (moisture) Pengujian dilakukan dengan prosedur American Society for Testing and Material (ASTM) D-3173 sebagai berikut: Sampel sebanyak 2 gram (p) dikeringkan dalam oven pada suhu 103 2 oC selama kurang lebih 4 jam sampai beratnya konstan (q). Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar moisture dihitung dengan rumus :

    (%)=

    100% . . (2)

    di mana: p = berat sampel (g) q = berat konstan (g)

    3. Kadar abu (Ash) Pengujian dilakukan dengan prosedur American Society for Testing and Material (ASTM) D-3174 sebagai berikut : Sampel sebanyak 1 gram (p) dimasukkan dalam cawan pengabuan

    (krus) dan ditimbang (q), krus tanpa diberi tutup dipanaskan dalam oven dengan suhu 600oC 750oC selama 3 4 jam, kemudian oven dibuka selama 1 menit untuk menyempurnakan proses pembakaran. Krus dan sampel kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (r). Kadar abu dinyatakan dalam proses dengan rumus sebagai berikut :

    (%)=

    100% . . (3)

    r = berat krus dan sampel (g)

    4. Kadar volatile matter Sampel briket bioarang ditimbang sebanyak 1 gram (p) dan dipanaskan dalam oven sampai pada suhu 800 900o C selama 15 menit. Setelah suhu tercapai sampel dibiarkan dingin dahulu dalam oven. Sampel kemudian dimasukkan ke eksikator dan ditimbang (q). Jika masih ada bagian yang berwarna putih maka pengujian harus diulangi. Perhitungan kadar Volatile matter menggunakan prosedur American Society for Testing and Material (ASTM) D- 3175 sebagai berikut : (%)

    =

    100% . . . . (4)

    Kadar zat mudah menguap (%) = Kehilangan berat (%) kadar air (%)

    5. Kadar karbon terikat ( fixed carbon ) Kadar karbon terikat(%) = 100% - (%air + %abu + %zat menguap). . (5)

    6. Pengujian nilai kalor (heating value) Pengujian nilai kalor menggunakan prosedur American Society for Testing and Material (ASTM) D-2015 menggunakan Bomb Calorimeter, pengujian dilaksanakan di Laboratorium Perpindahan Panas PAU UGM Yogyakarta.

    7. Pengujian pembakaran (burning test) Sampel briket untuk diuji pembakaran sebanyak 14 gram dan selama proses pembakaran laju aliran udara konstan sekitar 0,3 m/s. Peralatan yang digunakan adalah combustion apparatus. Untuk mengetahui pengurangan massa dari biobriket akibat pembakaran digunakan

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    18

    Electronic Top Pan Balance dan pengukuran selang waktu pengambilan data menggunakan sebuah stop watch.

    Simulasi CFD (Computational Fluid Dinamics)

    Desain simulasi CFD bertujuan untuk mengetahui suhu pada proses pembakaran briket, sofware yang digunakan dalam uji simulasi ini menggunakan program Fluent V 3.6.2 yang sebelumnya didesain menggunakan program Gambit, dimensi dari dapur pembakaran briket sebagai berikut: - Dimensi briket: tinggi 22,5 mm dan

    diameter 50 mm. - Dimensi ruang pembakaran: tinggi 300

    mm; diameter 107 mm - Jarak briket dengan dinding 41,5 mm

    Simulasi CFD (Computational Fluid Dinamics)

    Desain simulasi CFD bertujuan untuk mengetahui suhu pada proses pembakaran briket, sofware yang digunakan dalam uji simulasi ini menggunakan program Fluent V 3.6.2 yang sebelumnya didesain menggunakan program Gambit, dimensi dari dapur pembakaran briket sebagai berikut: - Dimensi briket: tinggi 22,5 mm dan

    diameter 50 mm. - Dimensi ruang pembakaran: tinggi 300

    mm; diameter 107 mm - Jarak briket dengan dinding 41,5 mm

    Gambar 3.3 Dimensi Ruang Pembakaran

    Briket

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku

    Untuk mengetahui kondisi awal bahan baku yang dapat mempengaruhi kualitas briket maka dilakukan pengujian nilai kalor dan rendemen arang bahan baku. Hasil pengujian terhadap nilai rendemen dan kalor arang bahan baku yaitu batubara dan jerami padi disajikan dalam tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Hasil pengujian nilai rendemen dan kalor arang bahan baku

    Bahan Baku Rendemen (%)

    Nilai kalor (kal/g)

    Batubara 68,549 6150,740 Jerami Padi 24,619 4751,184

    Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa

    bahan baku arang batubara mempunyai rendemen sebesar 68,549% dan nilai kalor 6150,740 kal/g. Sedangkan arang jerami padi memiliki rendemen sebesar 24,619% dan nilai kalor 4751,184 kal/g.

    Rendemen arang digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan pembuatan arang. Ditinjau dari besarnya rendemen maka bahan baku jerami padi ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa proses pembuatan biobriket proses pembentukan arang dapat menghasilkan rendemen sebesar 20-30 %.

    Sedangkan nilai kalor arang batubara sebesar 6150,740 kal/g telah melampaui standar SNI 01-6235-2000 tentang briket arang yaitu minimum 5000 kal/g dan untuk jerami padi sebesar 4751,184 kal/g perlu penambahan campuran bahan baku lain yang mempunyai nilai kalor lebih tinggi sebagai pendukung sehingga menghasilkan kalor yang memenuhi standart SNI yaitu batubara. Dengan campuran kedua bahan baku berpotensi sebagai bahan baku pembuatan briket. Pengaruh Komposisi Campuran Bahan Baku

    Pengujian sifat fisik dan kimia briket campuran batubara dan jerami padi yaitu analisis proximat terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap (volatile matter), nilai kalor, kadar karbon terikat (fixed carbon), kerapatan (densitas) dan laju pembakaran. Hasil rata-rata pengujian analisis proksimat terhadap briket dari campuran batubara dan jerami padi berdasarkan ukuran partikel disajikan dalam tabel berikut:

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    19

    Tabel 4.2 Rata-Rata hasil pengujian analisis proximat briket

    Dari Tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan secara rinci tentang pengaruh komposisi campuran bahan baku terhadap beberapa parameter briket sebagai berikut:

    Kadar Air

    Kadar air merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas briket. Disamping berkaitan dengan kemudahan penyalaan, juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kadar karbon terikat dalam briket.

    Hasil pengujian kadar air briket dari campuran batubara dan jerami padi disajikan dalam Tabel 4.2 di atas dan Gambar 4.1.

    Gambar 4.1 Pengaruh komposisi dan mesh

    batubara/jerami padi terhadap kadar air briket

    Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa komposisi campuran bahan baku dan ukuran partikel sangat berpengaruh terhadap kadar air briket campuran batubara dan jerami padi. Semakin kecil ukuran partikel maka semakin tinggi kadar air briket dan semakin tinggi prosentase arang jerami padi yang ditambahkan semakin tinggi pula kadar airnya.

    Pada setiap komposisi campuran bahan baku, kadar air briket memiliki kecenderungan meningkat pada ukuran partikel yang semakin mengecil. Ditinjau dari ukuran partikelnya maka hal ini dimungkinkan oleh adanya perbedaan besar kecilnya pori-pori antar partikel yang mampu menyimpan air. Pada briket 35 mesh

    memiliki kerapatan (densitas) yang lebih rendah, pori-pori briket menjadi lebih banyak. Kondisi ini mengakibatkan penguapan air menjadi lebih mudah pada saat dilakukan pengeringan, sehingga pada saat dilakukan pengujian, kadar air yang tersisa tinggal sedikit dibandingkan dengan briket yang dengan kerapatan lebih tinggi yaitu briket 50 mesh.

    Ukuran partikel yang semakin kecil memiliki densitas yang lebih tinggi, sehingga semakin besar area kontak dengan udara yang mampu mengikat air, penyerapan air pada arang terjadi setelah proses pirolisis selesai. Besarnya jumlah air yang diserap tergantung pada kondisi udara dan tempat dimana arang tersebut disimpan.

    Sedangkan berdasarkan prosentase arang batubara yang ditambahkan, maka hal ini dimungkinkan karena kadar air arang jerami padi lebih tinggi dibandingkan arang batubara yang memiliki kadar air lebih rendah. Disamping itu kadar air yang tinggi juga disebabkan oleh sifat partikel arang yang higroskopis terhadap air dan udara sekelilingnya. Bahan baku briket arang yang memiliki kerapatan rendah dapat lebih mudah menyerap udara yang lembab dari sekelilingnya sehingga dapat menyebabkan tingginya kadar air briket yang dihasilkan.

    Rata-rata kadar air briket terendah sebesar 3,812% pada briket dari komposisi arang batubara sebesar 100% pada ukuran partikel 35 mesh. Sedangkan rata-rata kadar air biobriket tertinggi sebesar 7,886% pada briket dari 100% arang jerami padi ukuran partikel 50 mesh. Jika dibandingkan dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, parameter kadar air yang dihasilkan maksimal 8%, maka kadar air briket dari campuran arang batubara dan jerami padi telah memenuhi SNI. Oleh karena itu ditinjau dari parameter kadar air maka seluruh briket yang dibuat mempunyai kualitas yang baik karena kadar air di bawah 8%.

    Kadar Abu

    Tinggi rendahnya kadar abu yang dikandung briket, sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar karbon terikat. Nilai rata-rata kadar abu yang dihasilkan dalam penelitian ini disajikan

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    20

    dalam tabel 4.2 di atas dan gambar 4.2 berikut.

    Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa rata-

    rata kadar abu briket terendah sebesar 14,302% pada briket dari arang batubara sebesar 100% pada ukuran partikel 50 mesh. Sedangkan rata-rata kadar abu biobriket tertinggi sebesar 41,627% pada briket 100% arang jerami padi ukuran partikel 35 mesh. Jika dibandingkan dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, parameter kadar abu yang dihasilkan maksimal 8%, maka sampel yang dihasilkan belum memenuhi standar SNI ini dikarenakan sifat dari bahan dasar yaitu untuk jerami padi memiliki kadar abu yang lebih tinggi, maka untuk penggunaan briket berbahan dasar batubara dan jerami padi ini lebih cocok digunakan untuk industri kecil menengah karena tidak memperhitungkan sifat dari kandungan abu pada saat pembakaran.

    Gambar diatas menunjukkan bahwa kadar abu briket meningkat seiring dengan kenaikan prosentase arang jerami padi yang ditambahkan, maka hal ini dimungkinkan karena kadar abu jerami padi lebih tinggi dibandingkan arang batubara yang memiliki kadar abu lebih rendah. Hal ini terlihat jelas pada sampel briket dengan komposisi campuran 100% arang jerami padi pada ukuran partikel 50 mesh. Hal ini dapat disebabkan karena jerami padi mengandung abu dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan batubara.

    Pada setiap komposisi campuran bahan baku, kadar abu briket memiliki kecenderungan meningkat pada ukuran partikel yang semakin mengecil. Ditinjau dari ukuran partikelnya maka hal ini dimungkinkan oleh komponen jerami padi. Tinggi rendahnya kadar abu dipengaruhi oleh jenis bahan baku arang dan sempurna tidaknya proses pirolisis. Bahan baku dengan kerapatan yang tinggi akan

    menghasilkan arang dengan nilai karbon terikat yang tinggi dan kadar abu serta kadar air yang rendah (Sudradjat, 2001). Pirolisis yang tidak sempurna akan menghasilkan arang yang tidak matang sehingga unsur kayu masih terdapat di dalam arang tersebut dan menghasilkan briket dengan kadar abu yang tinggi. Sedangkan jika pirolisis berjalan dengan sempurna, maka dari proses tersebut akan dihasilkan arang yang murni sehingga kadar abu menjadi lebih sedikit.

    Kadar abu diharapkan serendah mungkin, karena kadar abu yang tinggi akan mengurangi nilai kalor dan dapat memperlambat proses pembakaran. Besarnya kadar abu setelah bahan baku menjadi briket cenderung naik, hal ini karena ketika terjadi proses pirolisis, maka massa air dan zat mudah terbang lainnya akan keluar atau menguap sehingga mengurangi massa bahan baku secara keseluruhan, padahal massa abu yang ada pada bahan baku tidak berkurang sehingga kadar abu yang merupakan perbandingan massa abu dengan massa bahan akan naik.

    Tidak banyak yang bisa dilakukan secara maksimal agar kadar abu briket yang dihasilkan bisa sesuai dengan standar. Karena kadar abu ini terkait dengan karakteristik bahan baku yang digunakan.

    Kadar Volatile Matter

    Zat mudah menguap (volatile matter) dalam briket arang adalah senyawa-senyawa selain air, abu dan karbon. Zat mudah menguap terdiri dari unsur hidrokarbon, metana dan karbon monoksida. Hasil pengujian kadar zat mudah menguap briket disajikan dalam Gambar 4.3 dibawah ini.

    Dari Gambar 4.3 terlihat bahwa rata-

    rata kadar volatile matter biobriket terendah sebesar 10,378 % pada sampel briket dari 100% arang batubara pada ukuran partikel

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    21

    35 mesh. Sedangkan rata-rata kadar volatile matter biobriket tertinggi sebesar 14,448% pada sampel briket dari 100% arang jerami padi pada ukuran partikel 35 mesh. Jika dibandingkan dengan standar SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, parameter kadar volatile matter yang dihasilkan maksimal 15%, maka semua sampel sudah memenuhi standart SNI.

    Gambar 4.3 diatas menunjukkan bahwa komposisi campuran arang bahan baku berpengaruh terhadap kadar volatile matter briket, bahwa kadar volatile matter meningkat seiring dengan kenaikan prosentase arang jerami padi yang ditambahkan. Hal ini dimungkinkan karena kadar volatile matter arang jerami padi lebih tinggi dibandingkan arang batubara yang memiliki kadar volatile matter lebih rendah. Hal ini terlihat jelas pada sampel briket dengan komposisi 100% arang jerami padi pada ukuran partikel 35 mesh, ini disebabkan karena jerami padi mengandung volatile matter dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan arang batubara.

    Pada biobriket dengan ukuran partikel yang semakin kecil diperoleh kadar volatile matter yang semakin rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh zat volatile matter yang mudah terbakar pada suhu maksimum pirolisis seperti yang dikemukakan oleh Nurhayati (1976). Sehingga proses pengarangan memberikan kesempatan untuk menguapkan kadar volatile matter sebanyak-banyaknya. Akibatnya pada saat pengujian diperoleh kadar volatile matter yang rendah, sesuai dengan kriteria kualitas briket arang yang baik.

    Pada setiap komposisi campuran bahan baku, kadar volatile matter briket memiliki kecenderungan meningkat pada ukuran partikel yang semakin besar. Ditinjau dari ukuran partikelnya maka hal ini dimungkinkan oleh adanya perbedaan kerapatan antar partikel. Pada biobriket 35 mesh memiliki kerapatan (densitas) yang lebih rendah, pori-pori briket menjadi lebih banyak. Kondisi ini mengakibatkan pada saat proses pengujian kadar volatile matter memerlukan waktu yang lebih cepat sehingga volatile matter belum teruapkan secara maksimal dibandingkan dengan briket yang dengan kerapatan lebih tinggi yaitu briket 50 mesh. Hal ini sesuai dengan

    yang dikemukakan oleh Sudradjat, 1983 bahwa kayu dengan kerapatan yang tinggi akan menghasilkan briket dengan kadar zat mudah menguap rendah.

    Nilai Kalor

    Nilai kalor atau nilai panas adalah salah satu sifat yang penting untuk menentukan kualitas arang terutama yang berhubungan dengan penggunaannya. Untuk mengetahui sejauh mana nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan briket arang, maka harus diketahui terlebih dahulu nilai kalornya. Untuk pengujian nilai kalor dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Pangan dan Gizi PAU UGM Yoyakarta menggunakan alat bomb calorimeter, untuk hasil pengujian nilai kalor briket disajikan dalam Gambar 4.4 dibawah ini.

    Gambar 4.4 Pengaruh komposisi dan mesh

    batubara/jerami padi terhadap nilai kalor briket

    Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa rata-rata nilai kalor briket terendah sebesar 4463.499 kal/g pada sampel briket dengan komposisi 100% arang jerami padi pada ukuran partikel 35 mesh. Sedangkan rata-rata nilai kalor tertinggi sebesar 5867.457 kal/g pada sampel briket dengan 100% arang batubara dengan ukuran partikel 50 mesh.

    Dari Gambar 4.4 menunjukkan bahwa komposisi bahan baku sangat berpengaruh terhadap nilai kalor, semakin tinggi persentase arang jerami padi maka semakin rendah nilai kalor, dan sebaliknya semakin tinggi persentase arang batubara maka semakin tinggi nilai kalor briket. Hal ini dimungkinkan karena arang jerami padi mempunyai nilai kalor yang rendah dibandingkan arang batubara yang memililki nilai kalor relatif lebih tinggi.

    Ditinjau dari ukuran partikel briket maka semakin kecil ukuran partikelnya, semakin tinggi nilai kalor. Nilai kalor dalam biobriket dipengaruhi oleh kadar karbon terikat (fixed carbon). Kadar karbon terikat (fixed carbon) rendah akan

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    22

    memiliki nilai kalor rendah dan sebaliknya kadar karbon terikat (fixed carbon) tinggi akan memiliki nilai kalor yang tinggi pula (Faisal, 2010).

    Bila dibandingkan dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, nilai kalor yang dihasilkan minimal 5000 kalori/gram maka rata-rata kandungan nilai kalor briket rata-rata memenuhi standart untuk pengujian nilai kalor briket yang belum memenuhi standar adalah pada dua komposisi yaitu pada 35% batubara dan 70% jerami pada ukuran partikel 35 mesh dan 50 mesh kemudian pada komposisi 100% jerami padi pada ukuran partikel 35 mesh dan 50 mesh, hal ini dikarenakan bahwa komposisi campuran bahan baku mempengaruhi fixed carbon biobriket, bahwa semakin tinggi prosentase arang jerami padi maka semakin rendah kadar fixed carbon. Hal ini dimungkinkan karena jerami padi mempunyai fixed carbon yang rendah dibandingkan arang batubara yang memiliki fixed carbon relatif lebih tinggi.

    Kadar Karbon Terikat

    Kadar karbon terikat (fixed carbon) adalah fraksi karbon (C) yang terikat di dalam briket arang selain fraksi air, abu dan volatile matter. Nilai kadar karbon terikat diperoleh melalui perhitungan berat sampel (100%) dikurangi dengan jumlah kadar air, kadar abu dan kadar volatile matter. Karbon terikat merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam tungku setelah bahan yang mudah menguap didestilasi.

    Hasil pengujian fixed carbon pada biobriket disajikan dalam Gambar 4.5 di bawah ini.

    Gambar 4.5 Pengaruh komposisi dan mesh batubara/jerami padi terhadap fixed carbon briket

    Dari Gambar 4.5 terlihat bahwa rata-rata fixed carbon terendah sebesar 36.746% diperoleh pada sampel briket dengan komposisi 100% arang jerami padi ukuran partikel 35 mesh. Sedangkan rata-rata fixed

    carbon tertinggi sebesar 71,347% pada sampel briket dengan komposisi 100% arang batubara pada ukuran partikel 50 mesh.

    Gambar 4.5 menunjukkan bahwa komposisi campuran bahan baku mempengaruhi fixed carbon biobriket, semakin tinggi prosentase arang jerami padi maka semakin rendah kadar fixed carbon. Hal ini dimungkinkan karena jerami padi mempunyai fixed carbon yang rendah dibandingkan arang batubara yang memiliki fixed carbon relatif lebih tinggi.

    Kadar karbon terikat (fixed carbon) yang rendah dipengaruhi secara dominan oleh kondisi bahan baku, bahan baku yang mempunyai kadar karbon terikat (fixed carbon) rendah menghasilkan kadar karbon terikat (fixed carbon) yang rendah pada briket dan sebaliknya.

    Ditinjau dari segi ukuran partikel maka semakin kecil ukuran partikel maka semakin rendah kadar karbon terikatnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan kadar air, kadar abu dan volatile matter.

    Kadar karbon terikat tidak termasuk dalam SNI 01-6235-2000 tentang briket arang sebagai parameter yang harus diperhatikan untuk diteliti. Tetapi bila dibandingkan dengan nilai briket arang buatan Jepang (60% 80%), Amerika (60%), dan Inggris (75,3%) maka nilai kadar karbon terikat (fixed carbon) dengan rentang 36,746 71,347% sebagian besar komposisi campuran telah memenuhi syarat sehingga briket yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik.

    Kerapatan (density)

    Densitas merupakan parameter lain yang dilihat untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan kekompakan briket dilihat dari bobot dan volume per satuan briket. Briket dengan densitas yang tinggi lebih kompak dibanding briket dengan densitas rendah (Suwanda, 2009). Hasil pengujian kerapatan briket disajikan dalam gambar 4.6 di bawah ini.

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    23

    Berdasarkan gambar 4.6 terlihat bahwa rata-rata nilai densitas briket terendah sebesar 0,629 g/cm3 pada sampel briket dengan komposisi 100% arang jerami padi dengan ukuran partikel 35 mesh. Sedangkan rata-rata nilai densitas briket tertinggi sebesar 0,88 g/cm3 pada sampel briket dengan komposisi 100% batubara dengan ukuran partikel 50 mesh.

    Perhitungan densitas briket melibatkan bobot dan volume briket. Ukuran partikel briket sangat mempengaruhi nilai densitas briket. Semakin besar ukuran partikel briket maka semakin besar pula pori-pori briket. Pada saat briket dicetak, pori-pori briket banyak diisi oleh air yang berasal dari perekat. Pada saat briket dikeringkan air akan menguap dan meninggalkan pori-pori yang terisi oleh udara sehingga bobot briket menjadi ringan. Sebaliknya pada briket dengan ukuran partikel yang lebih lembut, jumlah air yang terkandung dalam pori-pori briket lebih sedikit sehingga air yang menguap dan meninggalkan pori pun sedikit sehingga bobot briket menjadi lebih berat setelah dikeringkan. Sehingga dengan volume yang sama, maka densitasnya akan berbeda.

    Densitas tidak termasuk dalam SNI 01-6235-2000 tentang briket arang sebagai parameter yang harus diperhatikan untuk diteliti. Tetapi bila dibandingkan dengan nilai briket arang buatan Jepang (1-1,2 g/cm3), Amerika (1 g/cm3), dan Inggris (0,48 g/cm3) maka nilai densitas dengan rentang 0,62 - 0,88 g/cm3 cukup memenuhi syarat sehingga briket yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik.

    Laju Pembakaran

    Secara umum pembakaran briket dibagi menjadi tiga tahap. Pertama adalah tahap pengeringan/pemanasan dengan pengurangan massa yang lambat. Tahap kedua adalah devolatilisasi yang ditunjukkan dengan pengurangan massa yang cepat dan ketiga pembakaran arang yang ditunjukan dengan pengurangan massa yang lambat.

    Pengaruh komposisi campuran bahan baku terhadap laju pembakaran pada beberapa variasi ukuran partikel dilakukan pada semua sampel briket. Briket dialiri udara dengan kecepatan konstan yaitu 0,3 m/s pada temperatur lingkungan rata-rata

    30oC dan suhu tungku rata-rata 500oC. Gambar 4.7 berikut merupakan grafik laju pembakaran briket komposisi campuran arang batubara dan jerami padi pada ukuran partikel 35 dan 50 mesh.

    Pada Gambar 4.7 dan 4.8 di atas dapat

    dilihat bahwa tahap pengeringan pada briket seluruh komposisi batubara dan jerami padi membutuhkan waktu pengeringan rata-rata 8 menit, hal ini terkait dengan kadar air yang dimiliki oleh briket. Untuk komposisi jerami padi lebih cepat mengering dikarenakan lebih banyak kadar air dari grafik terlihat komposisi jerami padi lebih cepat mengering ini dikarenakan dalam pengujian tidak dimulai dengan suhu lingkungan. Sedangkan tahap devolatilisasi dan tahap pembakaran pada briket komposisi 100% jerami padi lebih lama dari briket dengan komposisi 100% batubara. Hal ini disebabkan oleh briket dengan komposisi 100% batubara mengandung volaitile matter lebih besar dari briket dengan komposisi 100% jerami padi dan selanjutnya sesuai dengan komposisi campuran bahan baku. Sedangkan variasi ukuran partikel tidak begitu berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan volatile matter sehingga proses devolatisasi kedua briket hampir sama.

    Laju pembakaran tertinggi tercapai pada komposisi 100% batubara (4,81 g/menit) pada pada ukuran partikel 35 mesh terjadi pada menit ke-8. Hal ini disebabkan bahwa semakin tinggi kandungan jerami padi maka semakin cepat proses pembakaran serta laju pembakaran, sedangkan perbedaan ukuran partikel sangat berpengaruh secara signifikan terhadap waktu pembakaran, hal ini disebabkan bahwa semakin kecil ukuran

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    24

    partikel maka briket semakin padat sehingga semakin sulit oksigen masuk menyebabkan waktu pembakaran serta laju semakin lama.

    Berdasarkan kedua gambar grafik diatas, dapat terlihat bahwa semakin banyak komposisi campuran batubara dalam briket, maka proses berkurangnya massa briket semakin lama. Kemungkinan ini diakibatkan oleh ukuran dan porositas arang di dalam briket tersebut. Pada penelitian ini, tidak dilakukan uji porositas arang terlebih dahulu. Borman dan Ragland (1998) dalam Syamsiro (2007) menyatakan bahwa laju pembakaran arang tergantung pada konsentrasi oksigen, temperatur gas, ukuran dan porositas arang. Arang mempunyai porositas yang tinggi, porositas arang kayu berkisar 0,9.

    Saptoadi dan Syamsiro (2007) yang meneliti pengaruh ukuran partikel penyusun briket serbuk gergaji terhadap laju pembakaran menunjukkan bahwa semakin kecil ukuran partikel akan menurunkan laju pembakaran. Hal ini disebabkan karena densitas briket menjadi lebih tinggi sehingga porositas menjadi lebih rendah dan difusi oksigen menjadi terhambat.

    Semakin tinggi kecepatan udara, laju pembakaran semakin lambat. Semakin tinggi kecepatan udara mengakibatkan zona drying semakin panjang hingga meningkatkan waktu total pembakaran. Namun dengan kecepatan udara yang lebih tinggi akan mengakibatkan pembakaran lebih sempurna, karena menaikan difusi O2 ke dalam briket. Semakin tinggi beda temperatur udara sekitar dengan temperatur briket akan mengakibatkan laju perpindahan panas secara konveksi dari udara ke dinding briket semakin besar. Hal ini disebabkan adanya suplai kalor tambahan secara konveksi dari udara masuk sehingga terjadi peningkatan perpindahan kalor ke briket dan menyebabkan proses devolatilisasi lebih cepat terjadi.

    Hasil Simulasi CFD (Computer Fluid Dinamics)

    Berikut ini adalah simulasi distributi suhu tiap briket dengan variasi komposisi 50% batubara dan 50% jerami padi dengan ukuran serbuk 35 mesh.

    Gambar 4.9 Kontur Temperatur Briket Campuran B/J: 50/50

    sesuai SNI 7498:2008 syarat pada saat terjadi pembakaran sempurna atau cukup masukan udara nyala api harus mencapai suhu 300-500C.

    Briket memancarkan panas ke arah atas sehingga temperature di atas briket akan mengalami kenaikan. Semakin ke atas temperaturnya makin rendah karena titik ukur briket semakin jauh dari sumber panas. Kemudian untuk temperatur sekeliling briket khususnya di dekat dinding temperaturnya relatif kecil dikarenakan pada eksperimen bentuk kompor terbuka sehingga angin bisa keluar masuk ruang pembakaran. Pada eksperimen titik ukur temperature berada pada ketinggian 26 cm dari dasar kompor.

    4.1. Pembahasan

    Berdasarkan hasil pengujian analisis proximat meliputi kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, nilai kalor, fixed carbon, dan densitas terhadap sampel briket pada penelitian ini yang tertera pada tabel 4.2 maka dapat disajikan matrik distribusi parameter briket yang telah memenuhi SNI 01-6235-200 tentang briket arang dalam gambar 4.3 berikut:

    Tabel. 4.3 Matrik distribusi beberapa

    parameter briket arang yang memenuhi SNI 01-6235-2000 tentang briket arang dari hasil pengujian

    Keterangan: Warna hitam = komposisi dan mesh

    batubara dan jerami memenuhi standar SNI

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    25

    Warna putih = komposisi dan mesh batubara dan jerami belum memenuhi standar SNI

    Berdasarkan gambar matrik di atas dapat dilihat bahwa biobriket yang mendekati standar SNI 01-6235-2000 ada 5 sampel yaitu briket dengan komposisi 100% batubara pada 35 mesh; komposisi 100% batubara pada 50 mesh; briket dengan komposisi 75% batubara dan 25% jerami padi pada 50 mesh; briket dengan komposisi campuran 75% batubara dan 25% jerami padi pada 35 mesh; briket dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh dan briket dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 50 mesh

    Pada pengujian kadar air didapatkan briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh yaitu sebesar 5,176%. Sesuai dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, pada parameter kadar air disyaratkan maksimum sebesar 8%, artinya semakin rendah kadar airnya maka kualitas briket semakin baik.

    Ditinjau dari kadar abu didapatkan briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh yaitu sebesar 26,231%. Sesuai dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, pada parameter kadar abu disyaratkan maksimum sebesar 8%, briket belum memenuhi kriteria standart hal ini disebabkan sifat dari bahan dasar yaitu untuk batubara jerami padi memiliki kadar abu yang lebih tinggi, maka untuk penggunaan briket berbahan dasar batubara dan jerami padi ini lebih cocok digunakan untuk industri kecil menengah karena tidak memperhitungkan sifat dari kandungan abu pada saat pembakaran.

    Dilihat dari kadar volatile matter, didapatkan briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh yaitu sebesar 12,484%. Sesuai dengan SNI 01-6235-2000 tentang briket arang, pada parameter kadar volatile matter disyaratkan maksimum sebesar 15%, artinya semakin rendah kadar volatile matter-nya maka kualitas briket semakin baik.

    Hasil pengujian nilai kalor, didapatkan briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami

    padi pada 35 mesh yaitu sebesar 5037,127 kal/g. Dengan demikian berdasarkan nilai kalornya, briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh adalah briket terbaik.

    Menurut kadar karbon terikatnya, didapatkan briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh yaitu sebesar 56,105%. Semakin tinggi kadar karbon terikatnya, maka semakin tinggi nilai kalornya sehingga dapat disimpulkan bahwa briket tersebut mempunyai kualitas terbaik.

    Sedangkan ditinjau dari densitasnya, sampel briket terbaik dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh yaitu sebesar 0,743 K. Dengan kata lain briket dengan komposisi campuran 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh densitasnya sudah memenuhi SNI 01-6235-2000 tentang briket arang.

    Hasil simulasi computer menggunakan Fluent V 6.3.26 maka diketahui pada briket dengan komposisi 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh terjadi distribusi suhu sekitar 743 K atau 469C hal ini sudah sesuai SNI 7498:2008 syarat pada saat terjadi pembakaran sempurna atau cukup masukan udara nyala api harus mencapai suhu 300-500C. Briket memancarkan panas ke arah atas sehingga temperature di atas briket akan mengalami kenaikan. Semakin ke atas temperaturnya makin rendah karena titik ukur briket semakin jauh dari sumber panas. Kemudian untuk temperatur sekeliling briket khususnya di dekat dinding temperaturnya relatif kecil dikarenakan pada eksperimen bentuk kompor terbuka sehingga angin bisa keluar masuk ruang pembakaran. Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, dengan melihat tabel matrik distribusi beberapa parameter briket arang yang memenuhi SNI 01-6235-2000 tentang briket arang kemudian dan melihat ketersediaan bahan baku serta segi ekonomi maka sampel briket dengan komposisi campuran 50% arang batubara dan 50% arang jerami padi pada ukuran partikel 35 mesh sebagai briket dengan komposisi terbaik menurut parameter kadar air, kadar volatile matter, kadar karbon terikat, dan nilai kalornya serta

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    26

    ketersediaan bahan baku. Oleh karena itu pada penelitian ini menghasilkan briket dengan komposisi terbaik adalah briket dengan komposisi campuran 50% arang batubara dan 50% arang jerami padi pada ukuran partikel 35 mesh dengan laju pembakaran mencapai 4,14 g/menit pada menit ke-8 V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengaruh komposisi dari campuran 50%

    batubara dan 50% jerami padi dengan ukuran serbuk briket 35 mesh terhadap karakteristik pembakaran sudah memenuhi standar SNI SNI 01-6235-2000 yang menghasilkan kadar air sebesar 5,176%, kadar abu sebesar 26,231%, kadar volatile matter sebesar 12,484% dan nilai kalor sebesar 5037,127 kal/g.

    2. Pengaruh komposisi dari campuran 50% batubara dan 50% jerami padi dengan ukuran serbuk briket 35 mesh terhadap karakteristik pembakaran yang menghasilkan kadar karbon terikat sebesar 56,105%, densitas sebesar 0,743 g/cm3 dan untuk laju pembakaran sebesar 4,14 g/menit pada menit ke-8.

    3. Komposisi dan ukuran partikel terbaik dari campuran batubara dan jerami padi yang sesuai dengan SNI 01-6235-2000 pada briket arang yaitu meliputi parameter kadar air, kadar abu, kadar volatile matter, nilai kalor adalah briket dengan komposisi 50% batubara dan 50% jerami padi dengan ukuran partikel 35 mesh, hal tersebut dilihat dari ketersediaan bahan baku serta ekonomi.

    4. Hasil simulasi distribusi suhu komposisi 50% batubara dan 50% jerami padi pada 35 mesh terjadi distribusi suhu sekitar 743 K atau 469C.

    5.1. Saran 1. Hasil samping pada proses pirolisis

    adalah berupa asap, jika asap ini dilakukan proses pendinginan, maka akan diperoleh asap cair yang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi dari briket. Untuk itu diperlukan pembuatan cerobong untuk mengalirkan

    asap dari pembakaran bahan baku pada saat pirolisis berlangsung.

    2. Penelitian lanjutan mengenai karakteristik briket ini adalah dengan variasi suhu pada waktu pirolisis sehingga dengan variasi suhu akan didapatkan briket yang lebih mendekati paramater standart briket arang.

    3. Dari segi ekonomi perlu adanya pemasaran yang lebih baik hasil penjualan briket dapat memenuhi target analisis kelayaka dari usaha.

    DAFTAR PUSTAKA Borman, G.L., Ragland, K.W., 1998,

    Combustion Engineering, Mc Graw-Hill Book Co, Singapore.

    Borowski, G., 2008, Possibilities of Utilization of Energy Briquettes, Lublin University of Technology, Nadbystrzycka Journal 20-618, Poland.

    Cheng, Z., et. al., 2007, An Application of Thermal Analysis to Household Waste, Journal of ASTM International Vol, 4 No.1. Paper ID:JAI100523.

    Fengel, D., & Wegener, G., 1995, Kayu Kimia Ultrasruktur Reaksi Kimia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

    Haygren, J.G. dan Bowyer, J.L., 1989, Hasil Hutan dan Ilmu Kayu Suatu Pengantar, Cetakan Ketiga Terjemahan Sutjipto, A. H. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

    Herbawatmurti, 2005, Analisis Karakteristik Pembakaran Biobriket Campuran Ampas Aren dan Batubara Dengan Bahan Perekat Pati Kanji, Tugas Akhir, FT. Mesin UMS, Surakarta.

    Himawanto, D.A., Pengolahan Limbah Pertanian Menjadi Biobriket Sebagai Salah Satu Bahan Bakar Alternatif, Laporan Penelitian, UNS, 2003.

    Hindarso, 2007. Asap Air (Liquid Smoke) dan Sampah Organik dengan Proses Pirolisis. Thesis, Magister SistemTeknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Koesoemadinata, R.P., 1980, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Jilid 1, Edisi Ke-2, ITB, Bandung.

    Othman, N.F., & Shamsuddin, A.H., 2003, Coal Combustion Studies Using Thermogravimetry Analisys, TNB

  • Jurnal AUTINDO Politeknik Indonusa Surakarta ISSN : 2442-7918 Vol. 1 Nomor 1 Juni 2013

    27

    Research Sdn. Berhad, Jurnal Mekanikal, Bil. 15,97 107.

    Saptoadi, H. dan Syamsiro, M., 2007. Pembakaran Briket Biomassa Cangkang Kakao: Pengaruh Temperatur Udara Preheat, Seminar Nasional Teknologi (SNT), Yogyakarta.

    Soeparno, 1993, Pengaruh Tekanan Waktu Kempa dan Jenis Serbuk Pada Pembuatan Arang Gergajian Terhadap Rendemen dan Nilai Panas, Tesis, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

    Sudradjat, R., 2001, The Potential of Biomass Energy Resources in Indonesia for the Possible Development of Clean Technology Process (CPT), Laporan Penelitian, Jakarta.

    Widarto dan Suryanta, 1995, Membuat Bioarang Dari Kotoran Lembu, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

    Yuwono, J., 2009, Pengaruh Penambahan Bahan Penyala Pada Briket Arang dari Limbah Serbuk Kayu Jati, Tesis, Magister Sistem Teknik, UGM. Yogyakarta.

    Referensi Standarisasi ASTM D2015-96, 1996, Standard Test

    Methods for Gross Calorific Value of Coal and Coke by the Adiabatic Bomb Calorimeter, Annual Book of ASTM Standards Vol. 11.01, ASTM International, West Conshohocken, PA.

    ASTM D3173-03, 2003, Standard Test Method for Moisture in the Analysis Sample of Coal and Coke, Annual Book of ASTM Standards Vol. 05.05, ASTM International, West Conshohocken, PA.

    ASTM D3174-02, 2002, Standard Test Method for Ash in the Analysis Sample of Coal and Coke from Coal, Annual Book of ASTM Standards Vol. 05.06, ASTM International, West Conshohocken, PA

    ASTM D3175-07, 2007, Standard Test Method for Volatile Matter in the Analysis Sample of Coal and Coke, Annual Bzook of ASTM Standards Vol. 05.07, ASTM International, West Conshohocken, PA.

    Badan Standarisasi Nasional, 2000, Wood Charcoal Briquette, SNI 01-6235-2000, Jakarta.

    Badan Standarisasi Nasional, 2008, Kompor Briket, SNI 7498-2008, Jakarta