PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN...

8

Click here to load reader

Transcript of PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN...

Page 1: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

126

PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS TaMBaKrEJO

KECaMaTaN SIMOKErTO SUraBaYa

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

Siska renny Elynda dan Lilis SulistyoriniDepartemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

[email protected]

Abstrak: Based on Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar) in 2007, pneumonia was the second leading cause of death in under five years old children after diarrhea. The purpose of this research to analyze the effects of housing sanitation on the incidence of pneumonia in under five years old children which includes home component, home sanitation, and occupant behavior. This research was an analytical study with case-control approach. There were 35 cases of pneumonia in under five years old children and 35 samples of the control group who visited the Tambakrejo Public Health Center with another diseases. The statistical test was using chi square and logistic regression. Housing sanitation associated on the incidence of pneumonia in under five years old children (p < 0.05). Housing sanitation variables which include the home component, the home sanitation, and occupant behavior were associated with the incidence of pneumonia in under five years old children (p < 0.05). Housing sanitation variable influenced on the incidence of pneumonia in under five years old children (sig < 0.05). Housing sanitation variables which influenced on incidence of pneumonia in under five years old children was only occupant behavior (sig < 0.05) whereas the home component and the home sanitation had no effect (sig > 0.05). It is concluded that there was housing sanitation influenced on the incidence of pneumonia in under five years old children. It is suggested that there is an effort to improve the health of the home environment to reduce the risk of pneumonia in under five years old children.

Keywords: pneumonia under five years old children, housing sanitation

abstrak: Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kesehatan lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode kasus-kontrol. Subjek penelitian ini adalah 35 sampel kasus pneumonia balita yang pernah berobat ke Puskesmas Tambakrejo dan 35 sampel kontrol yang pernah berobat ke Puskesmas Tambakrejo dengan penyakit lain. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square dan regresi logistik. Variabel kesehatan lingkungan rumah berhubungan terhadap kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05). Variabel pada kesehatan lingkungan rumah yang meliputi komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni memiliki hubungan terhadap kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05). Variabel kesehatan lingkungan rumah berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita (sig < 0,05). Variabel pada kesehatan lingkungan rumah yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita hanya perilaku penghuni (sig < 0,05) sedangkan komponen rumah dan sarana sanitasi tidak memiliki pengaruh (sig > 0,05). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah kesehatan lingkungan rumah berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita. Disarankan agar ada upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan rumah untuk menurunkan risiko terjadinya pneumonia pada balita.

Kata kunci: pneumonia balita, kesehatan lingkungan rumah

PENDaHULUaN

Ketersediaan lingkungan rumah yang sehat perlu diperhatikan karena dapat meminimalisasi penularan penyakit infeksi. Pneumonia merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya keadaan sanitasi lingkungan. Agar terhindar dari penularan penyakit dan kecelakaan di dalam rumah maka rumah yang

sehat harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan dan penularan penyakit (Azwar, 1996).

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia World Health Organization memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6–2,2 juta, di mana

Page 2: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

127S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah

sekitar 70%-nya terjadi di negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia merupakan pembunuh anak yang menyebabkan kematian lebih tinggi dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria, dan campak.

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI., 2002). Pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare yaitu sebesar 30.470 balita. Survei Demografi Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa prevalensi pneumonia pada balita meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2 persen pada tahun 2007. Provinsi Jawa timur memiliki prevalensi pneumonia pada balita yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur jumlah kasus pneumonia balita tahun 2009 sebesar 64.100 kasus, tahun 2010 mengalami kenaikan begitu tajam sebesar 76.745 kasus. Pada tahun 2011 jumlah kasus pneumonia balita menurun menjadi 75.721 kasus.

Wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo pada tahun 2011 dan 2012 menempati urutan kedua untuk kasus pneumonia balita tertinggi di Kota Surabaya. Selama tiga periode berturut-turut yaitu pada tahun 2010, 2011, dan 2012 selalu mengalami peningkatan jumlah kasus pneumonia balita. Prevalensi Tahun 2010 meningkat menjadi 2,5% dengan 104 kasus, tahun 2011 meningkat menjadi 7,2% dengan 286 kasus, dan tahun 2012 masih mengalami peningkatan menjadi 8,26% dengan 358 kasus.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012, wilayah Kecamatan Simokerto memiliki cakupan rumah sehat sebesar 79,27%. Dari seluruh jumlah rumah yang ada di Kecamatan Simokerto, sebesar 6.460 rumah yang diperiksa, 5.121 rumah termasuk dalam kategori sehat. Hal ini yang menyebabkan peneliti ingin mengetahui hubungan antara hasil penilaian kesehatan lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kesehatan lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto Kota Surabaya.

METODE PENELITIaN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret–Mei 2013. Populasi penelitian adalah semua ibu yang mempunyai balita (1–59 bulan) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto Kota Surabaya Tahun 2012–2013. Sampel terbagi menjadi kelompok kasus dan kelompok kontrol. Responden untuk kelompok kasus adalah ibu di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo yang memiliki balita (1–59 bulan) yang berobat di Puskesmas Tambakrejo pada bulan September 2012 sampai dengan April 2013 dan didiagnosis menderita pneumonia oleh dokter atau paramedik yang terlatih. Balita tersebut menghuni rumah minimal 1 bulan sebelum didiagnosis pneumonia dan masih dihuni saat penelitian berlangsung. Sedangkan untuk kelompok kontrol adalah ibu yang memiliki balita (1–59 bulan) yang berobat di Puskesmas Tambakrejo pada bulan September 2012 sampai dengan April 2013 dan tidak menderita pneumonia sebelum maupun saat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo. Balita tersebut menghuni rumah minimal 1 bulan dan masih dihuni saat penelitian berlangsung. Adapun untuk kelompok kasus diperoleh 35 orang demikian juga kelompok kontrol sebanyak 35 orang.

Variabel yang diteliti adalah karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, pemberian ASI eksklusif hingga usia 4 bulan, dan status gizi), karakteristik responden (usia dan tingkat pendidikan), komponen rumah, sarana sanitasi, perilaku penghuni, dan status kesehatan lingkungan rumah. Untuk pengumpulan data primer digunakan lembar observasi penilaian kesehatan lingkungan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur jumlah kasus pneumonia balita tahun 2009 sebesar 64.100 kasus, tahun 2010 mengalami kenaikan begitu tajam sebesar 76.745 kasus. Pada tahun 2011 jumlah kasus pneumonia balita menurun

Page 3: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

128 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 126–133

menjadi 75.721 kasus Rumah mengacu pada pedoman penilaian rumah sehat Ditjen PPM dan PL Depkes RI tahun 2002 dan telah dimodifikasi sesuai keperluan peneliti. Data disajikan dalam tabulasi silang dan diuji dengan chi square (α = 0,05) serta dilanjutkan dengan uji regresi logistik.

HaSIL DaN PEMBaHaSaN

Gambaran Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto Kota Surabaya

Kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo dapat dilihat berdasarkan karakteristik balita yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, status gizi, dan pemberian ASI eksklusif hingga 4 bulan. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui distribusi terbanyak kejadian pneumonia berkisar pada balita dengan kategori usia 13–24 bulan (45,7%) dengan jenis kelamin perempuan (51,4%) yang memiliki berat lahir non BBLR (88,6%) dan berstatus gizi baik (85,7%) namun tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga 4 bulan (77,1%). Daya tahan tubuh balita yang masih muda lebih rendah bila dibandingkan dengan balita yang mempunyai umur lebih tua karena sistem kekebalan tubuh

pada balita yang lebih tua sudah berfungsi secara maksimal.

Pemberian ASI eksklusif hingga 4 bulan memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita yaitu p = 0,004 (p < α) dan OR = 5,06 (95% CI: 1,79–14,31) sedangkan variabel usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, dan status gizi pada balita tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia Bakteri penyebab pneumonia memiliki masa inkubasi 7–14 hari dan kejadian pneumonia memerlukan waktu papar yang cukup dengan lingkungan rumah sehingga pneumonia banyak terjadi pada balita dengan kelompok umur 13–24 bulan. Baik balita kelompok kasus maupun kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan memiliki berat lahir non BBLR serta memiliki status gizi yang baik. Balita kelompok kasus sebagian besar tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga 4 bulan sedangkan sebagian besar kelompok kontrol mendapatkan ASI eksklusif hingga 4 bulan. Kurangnya ASI yang memadai dapat meningkatkan risiko kematian balita akibat pneumonia (Misnadiarly, 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol berusia 18–37 tahun yaitu sebanyak 26 responden (74,3%) dan

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita pada Kelompok Kontrol dan Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Tahun

2013

Karakteristik BalitaKelompok kontrol Kelompok kasus p Value

(α = 0,05)Or

(95% CI)n % n %Usia 1–12 bulan 11 31,4 6 17,1 0,098 1,27

(0,44–3,70) 13–24 bulan 9 25,8 16 45,7 25–36 bulan 6 17,1 4 11,4 37–48 bulan 4 11,4 8 22,9 > 48 bulan 5 14,3 1 2,9Jenis kelamin Laki-laki 15 42,9 17 48,6 0,810 1,26

(0,44–3,60) Perempuan 20 57,1 18 51,4Berat badan saat lahir Non BBLR 33 94,3 31 88,6 0,673 2,13

(0,30–18,21) BBLR 2 5,7 4 11,4Status gizi Gizi baik 33 94,3 30 85,7 0,428 2,75

(0,42–22,33) Gizi kurang 2 5,7 5 14,3Pemberian ASI eksklusif Ya 21 60,0 8 22,9 0,004 5,06

(1,79–14,31) Tidak 14 40,0 27 77,1

Page 4: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

129S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah

sebagian kecil berusia 38–57 tahun yaitu sebanyak 9 responden (25,7%). Baik responden kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki tingkat pendidikan tinggi, namun tingkat pendidikan rendah lebih banyak dimiliki oleh responden kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol. Tingkat pendidikan ibu yang rendah berhubungan juga dengan risiko kesehatan dan perilaku hidup sehat, tak terkecuali pada kejadian penyakit pneumonia. Pendidikan sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil suatu

keputusan yang cepat dan tepat dalam usaha pencegahan, usaha pengobatan, serta usaha rehabilitasi (Notoatmodjo, 2003).

Sesuai pendapat bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan dapat mempengaruhi daya terima dan pola pikir. Kejadian pneumonia pada balita yaitu p = 0,008 (p < α) dan OR = 9 (95% CI : 1,51–69,02) sedangkan variabel usia tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia.

Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden pada Kelompok Kontrol dan Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo

Tahun 2013

Karakteristik respondenKelompok kontrol Kelompok kasus p Value

(α = 0,05)Or

(95% CI)n % n %Usia 18–37 tahun 26 74,3 26 74,3 1,000 1

(0,30–3,32) 38–57 tahun 9 25,7 9 25,7Tingkat pendidikan Rendah 2 5,7 10 28,6 0,008 9

(1,51–69,02) Sedang 6 17,1 10 28,6 Tinggi 27 77,1 15 42,6

Tabel 3. Hubungan Variabel Komponen Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambakrejo Tahun 2013

Variabel Komponen rumahOr

(95% CI)p value Keeratan hubungan

Langit-langit *Dinding 32,11

(3,9–261,2)0,000 0,523

Lantai 8,98(2,31–34,91)

0,001 0,418

Jendela kamar tidur 1,792(0,69–4,65)

0,336 0,144

Jendela ruang keluarga 2,346(1,75–3,14)

0,002 0,384

Ventilasi alami *Ventilasi buatan 3,18

(0,31–32,24)0,614 0,123

Lubang asap dapur 2,11(0,70–6,40)

0.000 0,572

Pencahayaan *Suhu 3,778

(1,30–10,9)0,023 0,301

Kelembapan 1,614(0,61–4,23)

0,464 0,117

Letak dapur *Kepadatan penghuni 7,22

(2,51–20,74)0,000 0,457

Keterangan:

*=Tabel kontingensi > 2 × 2 dan nilai harapan < 5 lebih dari 20%

Page 5: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

130 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 126–133

Hubungan Komponen rumah, Sarana Sanitasi, dan Perilaku Penghuni dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo

Komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni masing-masing terdiri dari beberapa variabel, kemudian akan dikategorikan menjadi dua kriteria yaitu sehat dan tidak sehat Hubungan komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa variabel komponen rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah dinding, lantai, jendela ruang keluarga, lubang asap dapur, suhu, dan kepadatan penghuni. Pada variabel jendela kamar tidur, ventilasi buatan, dan kelembapan memiliki nilai upper dan lower (95% CI) yang melewati 1 sehingga nilai OR tidak bermakna.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki komponen rumah tidak sehat (77,1%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol memiliki komponen rumah sehat (57,1%). Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara komponen rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 4,5.

Tabel 4. Hubungan Kriteria Komponen Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambakrejo Tahun 2013

Variabel PenelitianKelompok Kontrol Kelompok Kasus p Value

(α = 0,05)Or

(95% CI)n % n %Komponen rumah Sehat 20 57,1 8 22,9 0,007 4,5

(1,6–12,66) Tidak sehat 15 42,9 27 77,1

Tabel 5 menunjukkan variabel sarana sanitasi yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah sarana pembuangan sampah. Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara komponen rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR rumah dengan komponen rumah tidak sehat mempunyai risiko terkena pneumonia 4,5 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan komponen rumah sehat. Hal ini berarti bahwa komponen rumah yang tidak sehat dapat menjadikan risiko terkena pneumonia pada anak balita, salah satunya adalah jendela. Menurut Azwar (1996) yang menyatakan bahwa dengan adanya jendela sebagai lubang angin maka di dalam ruangan tidak pengap dan dapat terhindar dari penularan ISPA yang disebabkan oleh virus dan bakteri.

Tingkat pendidikan ibu yang rendah berhubungan juga dengan risiko kesehatan dan perilaku hidup sehat, tak terkecuali pada kejadian penyakit pneumonia. Pendidikan sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil suatu keputusan yang cepat dan tepat dalam usaha pencegahan, usaha pengobatan, serta usaha rehabilitasi (Notoatmodjo, 2003).

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki sarana sanitasi sehat, namun rumah yang memiliki sarana sanitasi tidak sehat lebih banyak

Tabel 5. Hubungan Variabel Sarana Sanitasi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambakrejo Tahun 2013

Variabel Sarana SanitasiOr

(95% CI)p Value Keeratan Hubungan

Sarana air bersih *Sarana pembuangan kotoran *Sarana pembuangan air limbah *Sarana pembuangan sampah 16,91

(4,21–74,51)0,000 0,514

Keterangan:*=Tabel kontingensi > 2 × 2 dan nilai harapan < 5 lebih dari 20%

Page 6: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

131S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah

pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara sarana sanitasi dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 5,7 yang berarti bahwa balita yang tinggal di rumah dengan sarana sanitasi tidak sehat mempunyai risiko terkena pneumonia 5,7 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan sarana sanitasi sehat.

Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan risiko kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA (Mukono, 1997).

Pada umumnya sebagian besar sampel penelitian sudah memiliki sarana sanitasi yang sehat. Namun ada beberapa yang memiliki sarana sanitasi yang tidak sehat, sebagian besar dikarenakan tidak tersediaannya tempat pembuangan sampah dan penyediaan air

bersih masih menggunakan sumur yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negative bagi kesehatan, salah satunya adalah gangguan psikosomatis yang berupa sesak napas, insomnia, stress, dan lain-lain. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa syarat-syarat air yang sehat harus memenuhi syarat fisik, bakteriologis, dan kimia sehingga dapat terpenuhinya syarat-syarat kesehatan tidak akan terjadi penularan penyakit.

Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa variabel komponen rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah membuka jendela ruang keluarga pada pagi dan siang hari, membersihkan rumah dan halaman, merokok dalam ruangan, penggunaan obat nyamuk bakar, dan kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah.

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki perilaku

Tabel 6. Hubungan Kriteria Sarana Sanitasi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambakrejo Tahun 2013

Variabel PenelitianKelompok kontrol Kelompok kasus p Value

(α = 0,05)Or

(95% CI)n % n %Sarana Sanitasi Sehat 33 94,3 26 72,3 0,049 5,7

(1,13–28,75) Tidak sehat 2 5,7 9 25,7

Tabel 7. Hubungan Variabel Perilaku Penghuni dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambakrejo Tahun 2013

Perilaku PenghuniOr

(95% CI)p value

Keeratan hubungan

Membuka jendela kamar pada pagi dan siang hari *Membuka jendela ruang keluarga pada pagi dan siang hari 17,33

(4,53–71,83)0,000 0,537

Membersihkan rumah dan halaman 25,50(3,13–207,9)

0,000 0,476

Merokok dalam ruangan 10,15(2,80–39,30)

0,000 0,468

Keberadaan balita di dapur saat memasak *Jenis bahan bakar untuk memasak *Penggunaan obat nyamuk bakar 10,07

(1,19–85,57)0,028 0,299

Pembakaran sampah di halaman - 0,114 0,246Kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah 3,5

(2,25–5,45)0,000 0,655

Keterangan:*=Tabel kontingensi > 2 × 2 dan nilai harapan < 5 lebih dari 20%-=Undefine

Page 7: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

132 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 126–133

tidak sehat (91,4%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol memiliki perilaku sehat (51,4%). Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara perilaku penghuni dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 11,29 yang berarti bahwa balita yang tinggal di rumah dengan perilaku penghuni tidak sehat mempunyai risiko terkena pneumonia 11,29 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan perilaku penghuni sehat. Perilaku merupakan salah satu contoh yang dapat mempengaruhi host. Perilaku dapat meningkatkan atau menurunkan kepekaan terhadap suatu penyakit, tentu saja perilaku yang buruk dapat menurunkan status kesehatan dari host tersebut (Mubarak dkk., 2009).

Variabel perilaku penghuni memiliki signifikasi 0,000 (sig < α) dengan nilai Exp (B) = 0,089, sedangkan variabel komponen rumah dan sarana sanitasi tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan balita yang memiliki rumah dengan perilaku penghuni tidak sehat akan mengalami pneumonia 11,24 (1/0,089) kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki rumah dengan perilaku penghuni sehat.

Hasil tersebut sesuai dengan teori dari Blum yang menyatakan bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Perilaku memiliki proporsi 35% dan lingkungan memiliki proporsi 45% yang terbagi pada variabel komponen fisik rumah dan sarana sanitasi. Sehingga dapat diketahui bahwa perilaku memiliki

proporsi yang lebih besar daripada komponen fisik rumah dan sarana sanitasi (Ditjen PPM dan PL, 2002).

Hubungan Status Kesehatan Lingkungan rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki lingkungan rumah tidak sehat (85,7%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol memiliki lingkungan rumah yang sehat (74,3%). Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara kesehatan lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 17,33.

Variabel status kesehatan lingkungan rumah menunjukkan bahwa status kesehatan lingkungan rumah memiliki signifikasi 0,000 (sig < α) dengan Exp(B) = 0,058. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan balita yang memiliki lingkungan rumah tidak sehat akan mengalami pneumonia 17,24 (1/0,058) kali lebih besar jika dibandingkan dengan balita yang memiliki lingkungan rumah sehat.

Hasil tersebut sesuai dengan pendapat bahwa penduduk yang tinggal di daerah pemukiman kumuh mempunyai kejadian penyakit menular dan kecelakaan dalam rumah yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di lingkungan pemukiman yang lebih baik (Keman, 2007).

Tabel 8. Hubungan Kriteria Perilaku Penghuni dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Tambakrejo Tahun 2013

Variabel PenelitianKelompok kontrol Kelompok kasus p Value

(α = 0,05)Or

(95% CI)n % n %Perilaku PenghuniSehat 18 51,4 3 8,6 0,000 11,29

(2,91-43,85)Tidak sehat 17 48,6 32 91,4

Tabel 9. Hubungan Status Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Tambakrejo Tahun 2013

Status Kesehatan Lingkungan rumah

Kelompok kontrol Kelompok kasus p Value(α = 0,05)

Or(95% CI)n % n %

Sehat 26 74,3 5 14,3 0,000 17,33(5,154-58,291)Tidak sehat 9 25,7 30 85,7

Page 8: PENGarUH KESEHaTaN LINGKUNGaN rUMaH TErHaDaP KEJaDIaN ...journal.unair.ac.id/filerPDF/keslinga9552faf422full.pdf · TErHaDaP KEJaDIaN PNEUMONIa PaDa BaLITa DI WILaYaH KErJa PUSKESMaS

133S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah

KESIMPULaN DaN SaraN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa variabel karakteristik balita yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah pemberian ASI eksklusif hingga 4 bulan (p < 0,05) sedangkan variabel usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, dan status gizi pada balita tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia pada balita. Variabel karakteristik responden yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah tingkat pendidikan responden (p<0,05) sedangkan variabel usia responden tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia pada balita. Variabel komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni sama-sama memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05), namun hanya variabel perilaku penghuni yang memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita yaitu signifikasi 0,000 (sig < α) dengan nilai Exp (B) = 0,089. Variabel status kesehatan lingkungan rumah memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05). Variabel status kesehatan lingkungan rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita.

DafTar PUSTaKa

Azwar, A. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Ditjen PPM dan PL. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Dinkes Kota Surabaya. 2012. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012. Surabaya: Bidang P2MK Dinas Kesehatan Kota Surabaya.

Keman, S. 2007. Enam Kebutuhan Fundamental Perumahan Sehat. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3: 192.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik Mycobacterium. Edisi I. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Mubarak, W., Iqbal dan Chayatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta.

Mukono. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press.

Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Puskesmas Tambakrejo. 2013. Profil Puskesmas Tambakrejo Tahun 2013. Surabaya.