Pengaruh Kepemimpinan Dan Spritual Organisasi Terh 2
-
Upload
barreto-vital -
Category
Documents
-
view
231 -
download
7
description
Transcript of Pengaruh Kepemimpinan Dan Spritual Organisasi Terh 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Perubahan global yang begitu cepat mempengaruhi perkembangan organisasi atau
perusahaan di dunia bisnis sehingga memaksa untuk meningkatkan sumber dayanya guna
menaggapi perubahan yang sedang terjadi dengan harapan bahwa setiap karyawan akan
berperilaku “extra role” di samping sikap “intra role” yang menajadi tuntutan langsung
dari organisasi Organ (1988), Magdalena (2013). Ketika karyawan berperilaku ekstra
peran di tempat kerja maka akan menpengaruhi juga cara bersikap dalam berhubungan
dengan sesama baik ditempat kerja, keluarga, kehidupan sosial Kim (2014), hal ini
dibuktikan oleh Nair (2013) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa adanya
pengaruh yang signifikan antara Organizational Citizenship behavior dan quality of work
life.
Perilaku kewarganegaraan dan keseimbangan antara karya kualitas hidup merupakan
esensi yang berasal dari dalam diri tiap karyawan dimana faktor-faktor ini akan
mendorong orang untuk berperilaku baik dalam hubungannya secara horizontal maupun
vertikal Dehaghi et al (2012). Hal ini tidaklah mungkin berjalan sendiri dan harus di
dukung oleh faktor eksternal yaitu pemimpin dimana kepemimpinan tidak hanya
bertangung jawab terhadap kualitas kerja seorang karyawan dalam organisasi saja namun
kepemimpinan juga menjadi penyeimbang bagi kualitas kehidupan pribadi karyawan baik
di dalam organisasi maupun di luar organisasi. Hal ini juga dibuktikan oleh Khan (2013)
bahwa kepemimpinan yang afektif merupakan faktor pendukung utama bagi
pembentukan perilaku kewarganegaraan dalam diri karyawan. Dalam penelitian ini juga
Khan membuktikan bahwa gaya kepemimpinan seperti kepemimpinan transformasi,
kepemimpinan spiritual, kepemimpinan melayani berpengaruh secara signifikan terhadap
organizational citizenship behavior. Selanjutnya Meihanmi et al (2013) juga
mengemukakan hal yang sama bahwa faktor kepemimpinan berpengaruh terhadap OCB.
Maka faktor OCB memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan dengan faktor
pendorong eksternal yaitu kepemimpinan dalam mencapai suatu karya kualitas
kehidupan. Oleh karena itu kepemimpinan tidak hanya untuk mengontrol kegiatan tiap
karyawan dalam organisasi saja, lebih dari itu tetap menjamin dan mengarahkan
kehidupan yang bahagia bagi tiap karyawan baik dalam hubunganya dengan diri sendiri,
Sesama dan Tuhan.
Keberhasilan dari organisasi atau perusahaan dalam menanggapi perubahaan-
perubahan eksternal yang terjadi begitu cepat adalah karena adanya keterkaitan struktural
dalam organisasi yang mampu berkolaborasi dengan baik dalam menjalankan tugas dan
fungsi masing-masing baik itu pada level kepemimpinan maupun pada level karyawan
biasa. Selain keterkaitan antara faktor-faktor yang telah dijelaskan bahwa terdapat juga
faktor Spiritual organisasi dimana organisasi berperan untuk membangun karakter
karyawannya yaitu karakter yang mengacu dan berlandaskan nilai-nilai luhur universal
diaman karakter mulia itu akan bermuara pada terwujudnya kinerja organisasi yang luar
biasa. Hal ini dibuktikan oleh Ahmadi et al (2014) bahwa faktor spiritualitas memiliki
keterhubungan linier yang sangat kuat. Jadi dengan menumbuh-suburkan karyawan-
karyawan berkarakter spiritual, maka akan terwujud kinerja bisnis yang luar biasa.
Kumpikaitė V, & Valiūnienė (2013) juga menjelaskan bahwa faktor spiritual mempunyai
peranan penting di tempat kerja namun ia juga menambahkan bahwa itu tergantung pada
kepercayaan pribadi masing-masing karyawan.
Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dipaparkan bahwa faktor
organizational citizenship behavior memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan
keseimbangan karya kualitas hidup atau QWL yang mana kedua variabel ini juga
dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan yang juga berperan dalam meningkatkan OCB
namun ketiga faktor ini harus didkukung oleh faktor spiritual organisasi karena hanya
dengan faktor ini karakter organisasi terbentuk yang terwujud dalam sikap dan perilaku
karyawan dalam melakukan tugas dan tangung jawabnya di dalam perusahaan. Dilihat
dari leteratur yang ada bahwa penelitian mengenai keterkaitan antara OCB dan faktor
Spiritual organisasi masih sangat terbatas maka muncul keinginan untuk meneliti varibel
ini secara bersama-sama dengan kepemimpinan, OCB dan QWL.
1.2 Pertanyaan Penelitian
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan terhadap OCB dan QWL?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara Spiritual organisasi terhadap OCB dan
QWL?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara OCB dan QWL
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji pengaruh antara kepemimpinan terhadap OCB dan QWL
2. Untuk menguji Pengaruh Spiritual organisasi terhadap OCB dan QWL
3. Untuk menguji Pengaruh OCB dan QWL
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini akan memberikan manfaat secara teoritis kepada ilmu
pengetahuan dan memberikan masukan kepada organisasi atau perusahaan untuk
melibatkan faktor spiritual dalam menjalankan bisnis atau usaha.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Definisi Konsep
2.1.1 Quality work of Life Balance
Quality of Work Life (QWL) pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1972. QWL
didefinisikan sebagai keseimbangan antara keinginan atau minat pekerja dengan
tanggung jawab sosial perusahaan. QWL menjadi perhatian setelah United Auto Workers
and General Motors memulai sebuah program QWL untuk perubahan kerja. Program
QWL mula-mula dipusatkan pada kebutuhan para pekerja wanita dan kemudian diperluas
kepada semua karyawan. perusahaan secara teratur mengidentifikasi kebutuhan
karyawannya untuk memastikan bahwa program QWL mereka responsif dan relevan,
terutama ketika kebutuhan pekerja berubah-ubah. Pengembangan QWL ditujukan untuk
membantu menyeimbangkan pekerjaan dengan kebutuhan, minat dan tekanan yang
dihadapi oleh karyawan sehingga bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas
perusahaan dan mengurangi turnover karyawan.
QWL membicarakan tentang pemuasan kebutuhan karyawan melalui penyediaan
jaminan kerja, reward systems yang lebih baik, upah yang tinggi, kesempatan untuk
pertumbuhan. Senada dengan itu, Johnson (1999) mengemukakan bahwa QWL is defined
as the favorable conditions and environments of a workplace that support and promote
employee satisfaction by providing them with rewards, job security, and growth
opportunities. Pada masa mendatang, bidang QWL nampaknya akan dipengaruhi oleh
perubahan sosial. Perusahaan inovatif di masa datang akan membangun program QWL
yang tidak hanya mengenali kecenderungan demografis secara luas tetapi juga
mengakomodasi aneka pilihan individu karyawan.
Unsur-unsur Quality of Work Life
Ditinjau dari perspektif karyawan, program QWL bertujuan untuk meningkatkan
kondisi kerja. Sedangkan dari perspektif pemberi kerja bertujuan untuk meningkatkan
efektivitas organisatoris. Berkenaan dengan itu, Benders dan Van de Looij (Harnest,
2004:28) mengemukakan empat karaktersitik umum yang berhubungan dengan QWL,
yaitu work content, labor relations at the micro level, employee condition and work
environment. Nawawi (2005) menyebutkan terdapat sembilan aspek pada SDM yang
perlu diciptakan, dibina dan dikembangkan untuk mengendalikan eksistensi organisasi.
Kesembilan aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Partisipasi pekerja. Setiap pekerja/karyawan diikutsertakan dalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan posisi, kewenangan
dan jabatan masing-masing. Para karyawan yang dilibatkan menjadi lebih bertanggung
jawab atas pekerjaannya karena merasa keputusan yang diambil oleh perusahaan adalah
juga bagian dari keputusannya.
2. Pengembangan karir. Setiap pekerja/karyawan memerlukan kejelasan
pengembangan karier masing-masing dalam menghadapi masa depannya. Kejelasan
pengembangan karier merupakan suatu usaha yang ditempuh untuk memenuhi harapan
dan dapat mendorong perilaku karyawan untuk senantiasa meningkatkan kinerja.
3. Penyelesaian konflik. Setiap pekerja/karyawan memerlukan pemberian
kesempatan pemecahan konflik dengan perusahaan atau sesama karyawan, secara
terbuka, jujur dan adil. Kondisi itu sangat berpengaruh pada loyalitas dan dedikasi serta
motivasi kerja karyawan.
4. Komunikasi. Setiap pekerja/karyawan sebagai SDM memerlukan komunikasi yang
terbuka dalam batas-batas wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Komunikasi
yang lancar untuk memperoleh informasi-informasi yang dipadang. penting oleh
karyawan dan disampaikan tepat pada waktunya, dapat menimbulkan rasa puas dan
merupakan motivasi kerja yang positif.
5. Kebanggaan. Setiap pekerja/karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan
bangganya pada tempatnya bekerja, termasuk juga pada pekerjaan atau jabatannya.
Karyawan yang loyal terhadap perusahaan akan mengutamakan kepentingan organisasi
diatas kepentingan pribadinya.
6. Kompensasi yang wajar. Setiap pekerja/karyawan harus memperoleh kompensasi
yang adil/wajar dan mencukupi. Untuk itu diperlukan kemampuan menyusun dan
menyelenggarakan sistem dan struktur pemberian kompensasi langsung dan tidak
langsung (pemberian upah dasar dan berbagi keuntungan/manfaat) yang kompetitif dan
dapat mensejahterakan kehidupan karyawan sesuai posisi/ jabatannya di perusahaan dan
status sosial ekonominya di masyarakat.
7. Keselamatan lingkungan. Setiap pekerja/karyawan memerlukan keamanan
lingkungan kerja. Untuk itu perusahaan berkewajiban menciptakan dan mengembangkan
serta memberi jaminan lingkungan kerja yang aman. Penciptaan rasa aman
memungkinkan karyawan bekerja dengan optimal.
8. Keselamatan kerja. Setiap pekerja/karyawan memerlukan rasa aman atau jaminan
kelangsungan pekerjaannya. Untuk itu perusahaan perlu berusaha menghindari
pemberhentian sementara para karyawan, menjadikannya sebagai karyawan tetap dengan
memiliki tugas-tugas reguler dan memiliki program yang teratur dalam mengundurkan
diri, terutama melalui pengaturan pensiun.
9. Pemeliharaan kesehatan. Setiap pekerja/karyawan memerlukan perhatian terhadap
pemeliharaan kesehatannya, agar dapat bekerja secara efektif, efisien dan produktif.
Untuk itu perusahaan dapat mendirikan dan menyelenggarakan Pusat Kesehatan, Pusat
Perawatan Gigi, menyelenggarakan program pemeliharaan kesehatan, program rekreasi
dan program konseling/penyuluhan bagi para pekerja/karyawan.
Keberhasilan program QWL dari sudut pekerja dapat dilihat dari indikator-indikator
yang dikemukakan oleh Nawawi (2005), sebagai berikut: 1) Keikutsertaan dalam bekerja
memberikan dan meningkatkan rasa puas; 2) Rasa puas mendorong untuk semakin aktif
mewujudkan keikutsertaan dalam bekerja; 3) Tingkat kehadiran tinggi; 4) Kesediaan
bekerja secara sukarela meningkat dan meluas; 5) Merasa merugi jika tidak masuk/tidak
hadir; 6) Selalu terdorong menyampaikan saran untuk peningkatan produktivitas dan
kualitas.
2.1.2 Organizational Citizenship Behaviour
Organizational Citizenship behaviour atau yang dikenal dengan OCB yang
dikemukakan pertama kali oleh Organ (1988) merupakan perilaku individu yang
ekstra tidak secara langsung dapat dikenal dalam suatu sistem kerja yang formal,
namun secara agregat mampu meningkatkan efektifitas fungsi organisasi.
Selanjutnya organ mejelaskan lima dimensi OCB yaitu Altruism, kesediaan untuk
menolong rekan kerja dalam menyelesaikan pekerjaannya dalam situasi yang tidak
biasa, Civic virtue, menyangkut dukungan pekerja atas fungsi-fungsi administratif
dalam organisasi, Conscientiousness, menggambarkan pekerja yang melaksanakan
tugas dan tanggung jawab lebih dari apa yang diharapkan, Courtesy, perilaku
meringankan problem-problem yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi
orang lain, Sportsmanship, menggambarkan pekerja yang lebih menekankan untuk
memandang aspek-aspek positif dibanding aspek-aspek negative dari organisasi,
sportsmanship menggambarkan sportivitas seorang pekerja terhadap organisasi.
Sedangkan menurut Aldag dan Resckhe, (1997), Organizational Citizenship
Behavior merupakan kontribusi individu yang melebihi tuntutan peran di tempat
kerja. Sehingga lebih lanjut Podsakkoff dan Mackenzie (2009) mendefinisikan OCB
sebagai kontribusi karyawan dalam meningkatkan produktivitas karyawan dan
menhemat sumber daya secara keseluruhan, membantu memelihara fungsi kelompok
kerja, meningkatkan stabilitas kerja organisasi serta meiningkatkan kemampuan
adaptasi dalam menghadapi perubahan eksternal.
Hannah (2006) juga mengemukakan ada beberapa dimensi OCB berdasarkan
pemikiran beberapa ahli seperti Podsakoff dan organ meliputi: Perilaku menolong
(helping behavior), merupakan bentuk perilaku sukarela individu untuk menolong
individu lain atau mencegah terjadinya permasalahan yang terkait dengan pekerjaan
(workrelated problem). Organ (1983) membagi dimensi ini dalam dua kategori yaitu
altruism dan courtesy. Sportsmanship, didefinisikan kemauan atau keinginan untuk
menerima (toleransi) terhadap ketidaknyamanan yang muncul dan imposition of
work without complaining,
Organizational loyalty, merupakan bentuk perilaku loyalitas individu terhadap
organisasi seperti menampilkan image positif tentang organisasi, membela organisasi
dari ancaman eksternal, mendukung dan membela tujuan organisasi,
Organizational compliance, merupakan bentuk perilaku individu yang mematuhi
segala peraturan, prosedur, dan regulasi organisasi meskipun tidak ada pihak yang
mengawasi,
Individual initiative, merupakan bentuk self-motivation individu dalam
melaksanakan tugas secara lebih baik atau melampaui standar/level yang ditetapkan.
Organ (1983) menamakan dimensi ini sebagai conscientiousness dan mengatakan
bahwa dimensi ini sulit dibedakan dengan kinerja in-role,
Civic virtue, merupakan bentuk komitmen kepada organisasi secara makro atau
keseluruhan seperti menghadiri pertemuan, menyampaikan pendapat atau
berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi,
Self-development. George dan Brief mendefinisikan dimensi ini sebagai bentuk
perilaku individu yang sukarela meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan sendiri seperti mengikuti kursus, pelatihan, seminar atau mengikuti
perkembangan terbaru dari bidang yang ia kuasai (Podsakoff, 2000).
2.1.3. Kepemimpinan (Leadership)
Sarros dan Butchatsky (1996), kepemimpinan sebagai suatu perilaku dengan tujuan
tertentu untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi. Sedangkan
menurut Nurkolis (2003) Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi
contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Dalam hal ini yang lebih dituntut adalah perilaku dari seorang pemimpin yang mampu
mengilhami bawahan untuk bertindak atau bekerja sesuai dengan tuntutan organisasi atau
tindakan tambahan lainnya. Kepemimpinan yang sebenarnya itu berasal dari persepsi
bawahan maka French dan Raven (1968), menjelaskan bahwa kekuasaan yang dimiliki
oleh para pemimpin dapat bersumber dari: Reward power, bawahan menganggap bahwa
seorang pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan
penghargaan kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya. Coercive
power, bawahan menganggap bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan
hukuman bagi bawahan yang tidak mengikuti arahan-arahan pemimpinnya Legitimate
power, bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas
yang dimilikinya. Referent power, yang didasarkan atas identifikasi (pengenalan)
bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan pengaruhnya
karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya. Expert power, yang
didasarkan atas persepsi bawahan bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki
kompetensi dan mempunyai keahlian dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk kekuasaan atau kekuatan yang
berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam berbagai situasi. Namun pada era
ini pemimpin tidak hanya mengadalkan kekuasaan dan kekuatan saja namun lebih pada
sikap dan perilaku yang mampu mempengaruhi. Maka seorang pemimpin harus memiliki
karakter seperti:1. Jujur terhadap diri sendiri dan orang lain. Jujur dengan kekuatan diri
dan kelemahan dan usaha untuk memperbaikinya. 2. Pemimipin harusnya berempati
terhadap bawahannya secara tulus. 3. Memiliki rasa ingin tahu dan dapat didekati
sehingga orang lain merasa aman dalam menyampaikan umpan balik dan gagasan-
gagasan baru secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya. 4.
Bersikap transparan dan mampu menghormati pesaing dan belajar dari mereka dalam
situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya. 5. Memiliki kecerdasan,
cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional keilmuan dalam
jabatannya. 6. Memiliki rasa kehormatan diri dan berdisiplin pribadi, sehingga mampu
dan mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya. 7. Memiliki
kemampuan berkomunikasi, semangat " team work ", kreatif, percaya diri, inovatif dan
mobilitas.
2.1.3.1 Aplikasi Kepemimpinan Dalam Organisasi
a) Kepemimpinan, Organisasi dan Perubahan Lingkungan
Ada tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan, dan
inovasi. Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas kepemimpinan
seseorang salah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam mengelola perubahan.
Kemampuan ini penting sebab pada masa kini pemimpin, akan selalu dihadapkan pada
perubahan-perubahan, sehingga pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan
perubahan lingkungan.
Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan. Ada empat
tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahan lingkungan.
Tahap-tahap tersebut adalah pertama, mengidentifikasi perubahan; Kedua, Menilai posisi
organisasi; Ketiga, Merencanakan dan melaksanakan perubahan; dan Keempat,
Melakukan evaluasi. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah
tersebut perlu dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
b) Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan
bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan organisasi. Dengan
demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan perilaku para anggota organisasi
agar tujuan organisasi dapat tercapai. Para pemimpin perlu membentuk, mengelola,
meningkatkan, dan mengubah budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas
tersebut, manajer perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi
lingkungan organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang tepat,
menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan hukuman, sistem
pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan prosedur kerja, dan komunikasi serta
motivasi.
Salah satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas
dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas,
menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan yang adil,
menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan transparan, mengurangi permainan
politik dalam organisasi, dan mengembangkan semangat kerja tim melalui pengembangan
nilai-nilai inti.
c) Kepemimpinan dan Inovasi
Inovasi berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada penciptaan ide
sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide. Karena inovasi adalah
proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari faktor-faktor organisasional dan
leaderships.
Dalam membahas inovasi paling tidak ada duabelas tema umum yang berkaitan
dengan pembahasan tentang inovasi yaitu kreativitas dan inovasi, karakteristik umum
orang-orang kreatif, belajar atau bakat, motivasi, hambatan untuk kreatif dan budaya
organisasi, struktur organisasi, struktur kelompok, peranan pengetahuan, kreativitas
radikal atau inkrimental, struktur dan tujuan,proses, dan penilaian. Kemampuan
organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan keberhasilannya
dalam melakukan inovasi.
Inovasi berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses penciptaan
pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas kejadian, mengolahnya menjadi
data, lalu data dijadikan informasi, dan informasi diberikan konteks sehingga menjadi
pengetahuan. Pengetahuan inilah yang oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk
melakukan inovasi. Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan
pengetahuan disebut sebagai learning organization.
2.1.3.2 Peran Pemimpin Dalam Pengendalian Dan Hubungan Organisasional
Peran seorang pemimpin dalam sebuah organisasi sangat menentukan untuk menjaga
keberlanjutan dan meningkatkan performa organisasi dari periode ke periode selanjutnya
maka tindakan manajemen pengendalian organisasi meliputi: a) mengelolah aset
perusahaan; b) melakukan pengendalian terhadap kualitas kepemimpinan dan kinerja
organisasi; c) meningkatkan dan mengembangkan serta mengendalikan situasi yang
kondusif mengenai seluruh hubungan antara karyawan baik secara vertikal maupun
horizontal.
2.1.4 Spiritualitas Organisasi
Spiritualitas merupakan suatu hal yang mendasari seluruh perilaku manusia. Menurut
Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra, inter, dan transpersonal. Hubungan yang
dimaksud disini adalah hubungan tiap individu dengan dirinya sendiri, hubungan individu
dengan wujud tertinggi yang diyakininya dan hubungan individu dengan sesama. Dalam
setiap hubungan itu terdapat kesepakatan universal yang diyakini benar dan dijadikan
pedoman untuk mencapai tujuan dari tiap relasi yang ada atau yang dikenal dengan
aktualisasi diri serta Waaijman (2000) menyebutnya sebagai proses transformasi ke watak
manusia yang asli. (Dyson, Cobb, Forman, 1997) juga menjelaskan bahwa seseorang
menemukan aspek spiritual tersebut dalam hubungan dengan seseorang dengan dirinya
sendiri, orang lain dan dengan Tuhan.
Neal (1997) mengatakan bahwa wilayah manajemen organisasi baik secara teori dan
prakteknya tidak pernah terlepas dari pengaruh besar kekuatan spiritualitas yang mana
kekuatan ini yang memampukan karyawan untuk bekerja sama secara profesional dalam
meningkatkan kemanusiaan kearah yang lebih baik. Spiritual organisasi adalah
perusahaan yang membawa nilai-nilai spiritual ke dalam perusahaan dengan demikian
nilai-nilai spiritual yang universal menjadi ruh perusahaan, seperti kejujuran, ketulusan,
rendah hati, menghargai harkat kemanusiaan, rela berkorban demi kesejahteraan orang
lain, Koentjoro (2013)
Ada enam manfaat dalam menerapkan spiritual company. Pertama, perusahaan akan
jauh dari berbagai kecurangan (fraud) yang mungkin terjadi akibat menghalalkan segala
cara. Kedua, meningkatkan produktivitas dan kinerja perusahaan. Ketiga, terbangunnya
suasana kerja yang harmonis atau hadirnya sinergi diantara karyawan dan pimpinan
perusahaan. Keempat, meningkatnya citra (image) positif perusahaan. Kelima,
perusahaan menjadi tumbuh dan berkembang secara berkesinambungan (sustainable
company). Keenam, menurunkan perpindahan (turnover) karyawan.
2.2 Perumusan Hiposteis
2.2.1 Hubungan antara Kepemimpinan dan OCB dan Quality work of Life
Kepemimpinan merupakan satu motivasi eskternal yang memilik peran untuk
memunculkan perilaku Organizational citizenship behavior atau perilaku ekstra diluar
tuntutan organisasi. Kepemimpinan tidak hanya memberikan penilaian dan penghargaan
atas prestasi kerja karyawan namun harus memampukan karyawan untuk mengaktualisasi
diri agar setiap karyawan mencapai kualitas kerja dan kualitas hidup yang seimbang
dimana ketika seorang karyawan merasa dihargai dan diterima oleh teman kerja dalam
organisasi maka akan mengalami suatu kualitas hidup yang baik juga dalam hubungannya
dengan sesama dalam lingkungan sosialnya.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:
H1: “Kepemimpinan berpengaruh Positif terhadap OCB dan QWL”
2.2.2 Hubungan Spiritual organisasi terhadap OCB dan Quality work of life
Spiritualitas organisasi merupakan suatu nilai yang disepakati bersama dalam
organisasi sebagai landasan untuk melakukan kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan
dari organisasi. Spiritualitas yang ada akan mendorong setiap karyawan untuk berperilaku
ekstra di samping tugas utama yang dibebankan kepadanya. Perilaku ekstra ini
merupakan bukan tuntuta namun dapat dihargai oleh rekan kerja atau atasan tanpa
mendapatkan imbalan langsung dari organisasi atau perusahaan. Perilaku ekstra ini juga
nantinya akan menghantar karyawan pada suatu keseimbangan karya kualitas hidup yang
mana menjadikan karyawan memiliki kualitas hidup yang seimbang baik di dalam
organisasi, keluarga dan masyarakat di mana tiap karyawan berada.
Berdasarkan dasar pemikiran diatas maka dirumuskan hipotesis 2 sebagai berikut
H2: “ Spiritual Organisasi berpengaruh Positif terhadap OCB dan QWL”
2.2.4 Hubungan OCB terhadap Quality Work of Life
Ketika seorang memiliki OCB maka karyawan tersebut memiliki nilai tambah dalam
perusahaan meskipun sikap ini tidak dihargai secara formal namun memiliki kontribusi
yang sinifikan terhadap organisasi. Karyawan yang memiliki OCB akan memiliki tingkat
kinerja yang tinggi sehingga mempunyai prestasi kerja yang baik pula dalam perusahaan.
Podsakoff dan Mackenzie dalam Kelana, (2009) Organizational Citizenship Behavior
(OCB) memberikan kontribusi bagi organisasi berupa peningkatan produktivitas rekan
kerja, peningkatan produktivitas manajer, menghemat sumber daya yang dimiliki
manajemen dan organisasi secara keseluruhan, membantu memelihara fungsi kelompok,
menjadi sangat efektif untuk mengkoordinasikan kegiatankegiatan kelompok kerja,
meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan
terbaik, meningkatkan stabilitas kerja organisasi, meningkatkan kemampuan organisasi
untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
dari Fitrianasarany (2013) Organizational Citizenship Behavior (OCB) berpengaruh
secara langsung terhadap prestasi karyawan.
Berdasarkan pemikiran dan hasil penelitian di atas maka dirumuskan Hipotesis 4
sebagai berikut:
H3: “Organizational Citizenship Behaviour (OCB) berpengaruh Positif
terhadap QWL”
2.3 Model Penelitian
Kepemimpinan
Spiritualitas Organisasi
QWLOCB
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Dili
Institute of Tehnology (DIT) yang saat ini bekerja aktif di institute, yaitu berjumlah
125 orang karyawan, baik karyawan akademik maupun non akademik.
3.1.2 Sampel
Mengingat jumlah populasi dapat diteliti semua maka sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi yang ada yaitu 125 orang
karyawan.
3.2 Pengukuran atau Definisi Operasional
Dalam penelitian ini digunakan beberapa konsep yaitu Kepemimpinan,
Spiritualitas Organisasi, Organizational Citizenship Behaviour, dan Quality of work
life. Konsep-konsep dan pengukurannya ada dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.1 Definisi Operasioanl
Definisi Konsep Indikator empirik Sub-IndikatorQuality of work Life: keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhan mereka yang penting dengan bekerja dalam organisasi, dan kemampuan untuk melakukan hal itu bergantung pada apakah terdapat adanya:Perlakuan yang fair, adil, dan suportif terhadap para pegawai.Kesempatan bagi tiap pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh.Kesempatan untuk mewujudkan diri, yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya.Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan mereka.”Dessler (1986)
1. Keamanan kerja2. Sistem penghargaan yg lebih baik3. Gaji yg lebih baik4. Kesempatan untuk pengembangan diri5. Partisipasi
1.
Organizational Citizenship Behavior 1. Altruism 1. Sikap sukarela
(Ocb)Adalah: Sebuah Perilaku Positif–Dalam Hal Ini Adalah Perilaku Membantu Pekerjaan Individu Lain–Yang Ditunjukkan Oleh Seseorang Dalam Sebuah Organisasi Atau Perusahaan
2. Conscientiousness3. Courtesy4. Sportsmanship5. Civic Virtue
menolong2. Sikap hati-hati dan mendengarkan kata hati3. Sikap Sopan4. Toleransi5. Partisipasi
Spiritualitas Organisasi: sebagai inti dari manusia yang memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan perilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam ,dan Tuhan (Dossey & Guazetta, 2000).
1. Strong sense of purpose2. Focus on individual development3. Trust and Openness4. Employee and empowerment5. Toleration of employees’ expression
1. Menumbuhkan kepercayaan 2. Meminimalkan politik tempat kerja3. Menghormati keberagaman4. Mengoptimalkan kemampuan karyawan 5. Mengakui dan menghargai
Kepemimpinan adalah : sebuah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan pada keadaan tertentu, serta diarahkan lewat proses komunikasi, menuju arah pencapaian satu tujuan tertentu atau lebih Weschler dan Massarik (1961)
1. Idealized Influence2. Motivasi inspirasional3. Stimulasi intelektual4. Pertimbangan Individual5.
1.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan cara
menemui secara langsung dan membagi kuesioner kepada seluruh karyawan DIT
Kuesioner yang diggunakan dalam penelitian ini yaitu untuk variabel OCB di
adopsi dari Organ (1988). Untuk Variabel Personality didopsi dari Costa & McCrae
(1997). Untuk variabel Quality of Work Life di adopsi ............ Untuk variabel
Spiritualitas Organisasi diadopsi dari .....................).
3.4 Teknik Analisis
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Software SPSS dengan
menggunakan beberapa tahapan sebagai berikut:
3.4.1 Statistik Deskriptif
Analisa deskriptif dilakukan terhadap variabel-variabel yang diteliti dalam
penelitian ini dengan menggunkan data yang diperoleh dari penyebaran angket.
Jawaban responden dikategorikan ke dalam 5 pilihan (Skala likert) dan diberi skor 1-
5. Penentuan rata-rata X = Skor Frekuensi Jumlah Sampel.
Skor setiap atribut dapat diperoleh melalui rumus pembagian kelas interval
sebagai berikut: Interval = skor jawaban tertinggi skor jawaban terendah Jumlah
kategori
Setelah diketahui besarnya interval maka menurut Suliyanto (2011) dibuat
rentang skala sehingga dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian responden
terhadap setiap unsur ranking skala tersebut.
Tabel 3.2
Interval Kategori Jawaban
Kategori Skala Interval Kategori Jawaban
1 1-1.80 STS
2 1.81-2.60 TS
3 2.61-3.40 R
4 3.41-4.20 S
5 4.21-5.00 ST
3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur kevalitan instrumen penelitian.
Instrumen penelitian dikatakan valid jika mampu mengukur variabel yang diteliti.
Ghozali (2005) mengatakan bahwa suatu variabel dikatakan valid jika nilai
Corrected item total correlation > 0.361
Uji reliabilitas untuk mengetahui konsistensi suatu alat ukur yang digunakan
dalam penelitian. Ghozali (2002) menyatakan bahwa Suatu variabel reliabel jika
nilai Cronbach’s alpha > 0.6
3.4.3 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji data agar dapat memenuhi Kriteria
yang diharapkan. Uji asumsi klasik ini terdiri dari Uji multikolinearitas, uji auto
korelasi, uji normalitas dan uji heterokesdastisitas.
3.4.4 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi sederhana dan linear berganda
dengan persamaan sebagai berikut:
Y= ß+b1X1+b2X2+b3X3....................................................(i)Dimana Y= Organizational Citizenship Behaviour
X1 = Kepemimpinan
X2 =Spiritualitas organisasi
ß = Konstanta
B = Koefisien regresi
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis regresi sederhana untuk melihat
pengaruh keempat variabel secara bersama-sama terhadap Y2 persamaanya
sebagai berikut:
Y2= ß+b4. Y1..............................................................(ii)
Dimana:Y= Quality of work life
ß = Konstante
b4 = koefisien regresi
Dalam pengujian hipotesis ini dilalui beberapa tahap yaitu: Pengujian ketepatan
perkiraan dimana ini ditunjukan oleh nilai koefisien determinasi (R2). Tahap selanjutnya
yaitu Pengujian Uji F dimana:
H0 = tidak ada pengaruh secara signifikan dari variabel independen terhadap
variabele dependen.
H1 = terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel
dependen.
Jika nilai F hitung lebih besar dari F tabel (F hitung ≥ F tabel) nilai signifikasi lebih
kecil dari alpha 0.05 (P≤ 0.05) maka H0 di tolak dan H1 diterima artinya terdapat
pengaruh variabel independen terhadap dependen.
Selanjutnya akan dilakukan juga uji t dimana dalam uji t ini untuk menguji
signifikansi konstanta dari variabel independen, dalam uji t juga untuk melihat variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen dimana:
H0 = Koefisien regresi tidak sifnifikan
H1 = Koefisien regresi signifikan
Daftar Pustaka
Dehaghi M. R., et al 2012; The effect of spiritual values on employees' organizational commitment and its models. Procedia - Social and Behavioral Sciences 62 2012; 159 – 166 Procedia -Social and Behavioral Sciences 00(2012)
Kim, H Kyoung 2014; Work-Life Balance and Employees’ Performance: The Mediating Role of Affective Commitment.
Khan Naveed R. 2013; Leadership Styles And Organizational Citizenship Behavior In in Small and Medium Scale Firms.Journal of Arts, Science & Commerce, Vol. IV, Issue 2, pp. 153-163.
Magdalena S. M. 2013. The effects of organizational citizenship behavior in the academic environment. Procedia-social and behavioral sciences 127 (2014) 738-742. University of Pitesti.Small And Medium Scale Firms
Meihanmi et al 2013; A Survey on the Impact of Transformational Leadership on organizational Citizenship Behavio in public organization in Kurdistan province
Nair G.S. Sandhya 2013; Study On The Effect Of Quality Of Work Life (Qwl) On Organisational Citizenship Behaviour (Ocb) - With Special Reference To College Teachers Is Thrissur District, Kerala. Integral review jurnal of Management Vol. 6. No. 1, June 2013.
Amalia F & Yunizar Perilaku dan Spiritualitas di Tempat KerjaKumpikaitė V, & Valiūnienė, Spirituality at work: comparison analysisAli Asgari, et al 2013; The relationship between leader-member exchange,
organizational inflexibility, perceived organizational support, interactional justice and organizational citizenship behaviour
D. Chitra and V. Mahalakshmi 2012; A Study on Employees’ Perception on Quality of Work Life and Job Satisfaction in manufacturing organization – an Empirical study. International Journal of Trade and Commerce-IIARTCJuly-December 2012, Volume 1, No. 2, pp. 175-184 ISSN-2277-5811 (Print), ISSN 2278-9065 (Online)
Bass, B.M. and Avolio, B.J., 1994, Improving Organizational Effectiveness through Transformational Leadership, Sage, Thousand Oaks.
Bass, B.M., 1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers, New York.
Bennis, W.G. and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, Harper and Row, New York.
Bryman, A., 1992, Charisma and Leadership in Organizations, Sage, London.Burns, J.M., 1978, Leadership, Harper and Row, New York.Fiedler, F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York.French, J. and Raven, B., 1967, 'The basis of social power', in D. Cartwright and A.
Zander (eds.), Group1-CLICK NEWS (2010), Quality of Work Life http://econ-
management.blogspot.co.id/2010/09/quality-of-work-life.htmlRobert K. Greenleaf, Servant Leadership : The Leadership Theory, ( San Francisco:
Josey-Bass Publishers, 1985), hlm. 68.Sayyid Muhammad Husain Thabathaba’I, Memahami Esensi Al-Qur’an, Cet. I ( Jakarta:
Lentera, 2000) hal IIINurkolis, "Manajeman Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi", Grasindo, 2003,
9797322084, 9789797322083Podsakoff,et al.,2000, Organizational Citizenship Behaviors: A Critical Review of the
Theoretical and Empirical Literature and Suggestions for Future Research. Journal ofManagement, Vol. 26, No. 3.
Robbins., Stephan P. 2007. Perilaku Organisasi (Cetakan pertama). Jakarta:Salemba
empat