081284628080 (Simp) jual madu hitam, agen madu hitam pahit, madu hitam pahit,
PENGARUH JENIS MADU TERHADAP PERUBAHAN WARNA …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34862.pdf1 PENGARUH...
Transcript of PENGARUH JENIS MADU TERHADAP PERUBAHAN WARNA …thesis.umy.ac.id/datapublik/t34862.pdf1 PENGARUH...
1
PENGARUH JENIS MADU TERHADAP PERUBAHAN WARNA
ENAMEL GIGI (IN VITRO)
1Arina Zakiyyatun Nisa,
2Erma Sofiani
1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, FKIK, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta 2Staf Konservasi Gigi Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, FKIK, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Abstract
Tooth discoloration may bring unpleasant experience and has complained
by patient especially in anterior region of teeth. Chemical solvent that often use
for bleaching is Hydrogen Peroxide which has sensitive experience as side effect
such as skin and mucosal membranes ischemic. These side effects bring a lot of
demand to find new material used for bleaching, honey is one of them. Honey
contains of glucose and glucose oxidase enzyme, in several situations has an
ability to break down to be hydrogen peroxide.
Aim of this study was to determine the influence of honey towards
discoloration of tooth enamel (in vitro). Design of this study was in vitro
laboratory experimental. Material of this study was cotton tree honey and longan
honey which follows dilution process with aquades addition and centrifuge
200rpm in room temperature. Sample were 20 post extraction permanent teeth
divided into 4 groups, positive control group hydrogen peroxide 3%, negative
control aquades, cotton tree honey group 20% dilution concentration, longan
honey group 20% dilution concentration. Measurement of color level completed
using spectrophotometer and shade guide.
Result of this study showed that there is an influence of longan honey 20%
dilution concentration toward discoloration of tooth enamel both in
spectrophotometer and shade guide measurement. This study has completed using
wilcoxon analysis. Hydrogen peroxide in cotton tree honey was able to whiten the
teeth in dilution reaction, this result is not comparable with bleach like hydrogen
peroxide 3%.
Key words: Honey oxidation result, Bleaching, Hydrogen Peroxide
Abstrak
Perubahan warna gigi atau diskolorasi gigi tentunya mengganggu dan
menjadi keluhan terutama pada gigi anterior. Bahan kimia pemutih gigi yang
biasa digunakan adalah hidrogen peroksida yang mempunyai efek samping
2
sensitif bagi penderita yaitu iskhemik pada kulit dan membran mukosa. Efek
samping tersebut mendorong untuk mencari bahan alternative lain salah satunya
adalah madu. Madu mengandung glukosa dan enzim glukosa oksidase yang dalam
kondisi tertentu memiliki kemampuan untuk memecah glukosa menjadi hidrogen
peroksida.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh madu terhadap
perubahan warna enamel gigi (in vitro). Jenis penelitian ini adalah eksperimental
laboratories secara in vitro. Penelitian ini menggunakan jenis madu randu dan
madu kelengkeng yang dilakukan proses dilusi dengan penambahan aquades
kemudian dilakukan setrifugasi 200 rpm dalam suhu ruangan. Jumlah sampel 20
gigi permanen pasca ekstraksi dibagi dalam 4 kelompok sampel yaitu kelompok 1
(kontrol positif) dengan bahan kimia hidrogen peroksida (H2O2) 3 %, kelompok 2
(kontrol negatif) dengan aquades, kelompok 3 (madu randu) konsentrasi dilusi 20
%, kelompok 4 (madu kelengkeng) konsentrasi dilusi 20 %. Pengukuran derajat
warna gigi dilakukan dengan alat spectrophotometer dan shade guide.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh jenis madu terhadap
perubahan warna enamel gigi yaitu pada jenis dilusi madu kelengkeng 20%
berdasarkan analisis wilcoxon baik pada pengukuran spectrophotometer dan
shade guide. Bahan hidrogen peroksida dalam kandungan madu randu dapat
memutihkan gigi dalam suatu reaksi dilusi walaupun hasilnya belum sebanding
dengan bahan pemutih yang tersedia seperti hidrogen peroksida 3%.
Kata kunci : Hasil oksidasi madu, bleaching, hidrogen peroksida
PENDAHULUAN
Estetika sudah menjadi
kebutuhan utama setiap orang
terutama dalam kedokteran gigi.
Perubahan warna yang terjadi pada
email atau dentin tentunya akan
sangat mengganggu dan menjadi
keluhan terutama bila terjadi pada
gigi anterior. Keluhan atau masalah
perubahan warna gigi ini biasa
disebut dengan diskolorasi gigi.1
Diskolorasi gigi ini dapat hanya
terjadi pada satu gigi, beberapa gigi,
atau semua gigi dan juga dapat hanya
terjadi pada permukaan, tetapi juga
dapat melibatkan stuktur gigi.2
Diskolorasi gigi ini dapat
diklasifikasikan menjadi dua macam,
yaitu diskolorasi intrinsik dan
3
diskolorasi ekstrinsik. Diskolorasi
intrinsik adalah pewarnaan gigi yang
diakibatkan oleh noda yang terdapat
di dalam email dan dentin, misalnya
stain tetrasiklin. Diskolorasi
ekstrinsik ditemukan pada
permukaan luar gigi dan biasanya
lokal, seperti noda atau stain
tembakau.3
Faktor ekstrinsik yang menyebabkan
diskolorasi gigi terjadi karena
kebersihan mulut yang tidak baik
karena pengendapan makanan
sehingga dapat menyebabkan gigi
berwarna hijau, jingga, kuning, atau
cokelat. Pengaruh dari makanan
misalnya kopi, teh, kunyit dan lain-
lain. Pengaruh rokok dan tembakau
menghasilkan warna cokelat sampai
hitam pada bagian leher gigi.
Distribusi dan perubahan warna
karena rokok dan tembakau ini
tergantung pada tipe, jumlah dan
lamanya kebiasaan merokok. Contoh
lain penyebab diskolorasi gigi adalah
bahan tumpatan dari logam.2
Pemutihan gigi atau yang
lebih dikenal dengan istilah
bleaching adalah suatu cara
pemutihan kembali gigi yang
berubah warna sampai mendekati
warna gigi asli dengan proses
perbaikan secara kimiawi. Tujuan
prosedur pemutihan adalah
merestorasi warna normal pada gigi
dengan mengubah warna noda pada
gigi menggunakan bahan oksidator
atau reduktor yang bertujuan untuk
fungsi estetika. Salah satu bahan
pemutih gigi adalah hidrogen
peroksida yang merupakan oksidator
kuat yang jernih, tak berwarna, tak
berbau dan tidak mudah terbakar
yang umumnya digunakan untuk
memutihkan gigi pada konsentrasi
30%.4
4
Bahan kimia hidrogen
peroksida harus ditangani dengan
hati-hati karena mempunyai efek
samping iskemik pada kulit dan
membran mukosa menyerupai luka
bakar kimiawi.3 Banyaknya
penderita yang sensitif terhadap
bahan bleaching dan besarnya biaya
yang harus dikeluarkan untuk
melakukan perawatan ini membuat
banyak peneliti untuk mencari bahan
alternatif lain yang lebih aman dan
lebih murah untuk digunakan sebagai
bahan bleaching.4 Efek samping dari
penggunaan bahan kimia pemutih
gigi tersebut, mendorong masyarakat
untuk menggunakan bahan yang
berasal dari alam, salah satunya
adalah madu.
Madu merupakan produk lebah
yang terbuat dari nektar yang
dikumpulkan lebah madu dari
berbagai tumbuhan berbunga.
Berdasarkan sumber nektarnya
beberapa jenis madu diantaranya
adalah madu kelengkeng yang
berasal dari bunga kelengkeng dan
madu randu yang berasal dari bunga
randu.5 Madu ketika teroksidasi
ternyata melepaskan senyawa
hidrogen peroksida yang fungsinya
sama-sama untuk memutihkan gigi
dan dikemukakan bahwa hasil
oksidasi madu menghasilkan reactive
oxygen species (ROS), diantaranya
hidrogen peroksida (H2O2) dan
superoksida. Diketahui bahwa
hidrogen peroksida (H2O2)
merupakan salah satu bahan yang
dapat digunakan untuk bahan
pemutih gigi (bleaching).6
Secara umum, semua jenis madu
memiliki kandungan gula tinggi
tetapi kadar air rendah dan
mempunyai tingkat keasaman, serta
mencegah pertumbuhan mikroba.
5
Kebanyakan jenis madu
menghasilkan hidrogen peroksida
bila diencerkan (proses dilusi) karena
aktivasi enzim glukosa oksidase,
yang mengoksidasi glukosa menjadi
asam glukonat dan hidrogen
peroksida.7
Hidrogen peroksida yang berasal
dari bahan kimia murni bersifat
mengiritasi jaringan sedangkan
hidrogen peroksida yang berasal dari
madu tidak merusak ataupun
mengiritasi jaringan dikarenakan
mengandung antioksidan alami dan
berbagai enzim yang terkandung
dalam madu.5
Madu memiliki komponen
penting untuk memproduksi
hidrogen peroksida dengan metode
slow-release. Mekanisme slow-
release pada madu yang
menghasilkan hidrogen peroksida
adalah suatu reaksi kimia. Madu
mengandung glukosa dan enzim
glukosa oksidase. Dalam kondisi
tertentu enzim glukosa oksidase
memiliki kemampuan untuk
memecah glukosa menjadi hidrogen
peroksida namun tidak memiliki
kondisi yang sesuai untuk terjadinya
reaksi kimia tersebut. Untuk
mengaktifkan dan memulai dalam
pemecahan glukosa dalam madu,
enzim glukosa oksidase
membutuhkan pH antara 5,5 hingga
8,0. PH madu yang tidak didilusi
adalah antara 3,2 dan 4,5 yang mana
terlalu rendah untuk mengaktifkan
enzim tersebut.8
hidrogen peroksida diproduksi
secara enzimatis dalam madu. Enzim
glukosa oksidase disekresikan dari
kelenjar hipofaringeal lebah ke
dalam nektar untuk membantu
pembentukan madu dari nektar.9
Hidrogen peroksida dan keasaman
6
madu dihasilkan dari proses reaksi
sebagai berikut :
Gambar 1. Proses pembentukan
hidrogen peroksida
Pada pengenceran madu atau dilusi,
Aktivitas meningkat dengan adanya
faktor 2500 sampai 50.000, sehingga
memberikan "slow release"
antiseptik pada tingkat yang
antibakteri tetapi tidak merusak
jaringan. Penurunan aktivitas
antibakteri ditunjukkan atas madu
yang didilusi sampai empat kali.
Reagen yang digunakan untuk
menghitung kadar hidrogen
peroksida dalam madu dengan
perubahan warna. Semakin pekat
warnanya maka semakin tinggi pula
konsentrasi hidrogen peroksida pada
madu. Warna yang dihasilkan,
diketahui bahwa madu konsentrasi
20% memiliki kadar hidrogen
peroksida setara dengan hidrogen
peroksida murni 1000
mikrogram/plate.10
90 jenis madu dikatakan bahwa
tingkat rata-rata dan akumulasi H2O2
terdapat dalam madu konsentrasi 20%
setelah 1 jam.11
Antara madu
kelengkeng dan madu randu
menyebutkan bahwa kandungan
kadar beta karoten yang terdapat
pada madu kelengkeng lebih kecil
dari kadar beta karoten madu randu.
Besarnya aktivitas antiradikal bebas
dan kadar beta karoten pada madu
kelengkeng adalah 82,10 % dan
1,9687 mg/100 g sedangkan untuk
madu randu yaitu 69,37 % dan
3,6327 mg/100 g.12
Berdasarkan uraian di atas,
maka penting dilakukan penelitian
Glukosa + H2O + O2 asam glukonat + H2O2
7
ini untuk mengkaji dan mengetahui
pengaruh jenis madu terhadap
perubahan warna enael gigi (in vitro),
yang nantinya diharapkan dapat
menjadi salah satu pilihan terapi
efektif dan efisien dengan efek
samping yang minimal.
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama
satu bulan, yaitu terhitung mulai
bulan Agustus 2013 sampai
September 2013 di Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta dan di
laboratorium tekstil Universitas
Islam Indonesia.
Jenis penelitian ini adalah
eksperimental laboratories secara in
vitro. Penelitian ini menggunakan
jenis madu randu dan madu
kelengkeng yang dilakukan proses
dilusi dengan penambahan aquades
kemudian dilakukan setrifugasi
dengan kecepatan 200 rpm dalam
suhu ruangan. Elemen gigi incisivus,
caninus dan premolar permanen
pasca ekstraksi yang berjumlah 20
buah yang sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi tersebut dibagi
menjadi 4 kelompok sampel yang
masing-masing 5 buah gigi yaitu
kelompok 1 (kontrol positif) dengan
bahan kimia hidrogen peroksida
(H2O2) 3 %, kelompok 2 (kontrol
negatif) dengan aquades, kelompok 3
(madu randu) konsentrasi dilusi 20
%, kelompok 4 (madu kelengkeng)
konsentrasi dilusi 20 %. Pengukuran
derajat warna gigi dilakukan dengan
alat spectrophotometer dan shade
guide.
Madu kelengkeng dan madu
randu masing-masing dijadikan
8
konsentrasi sebesar 20% dengan
penambahan aquades steril.
Kemudian dilakukan sentrifugasi
dengan kecepatan 200 rpm dalam
suhu ruangan.13
Masing-masing gigi post-
ekstraksi tiap kelompok sampel
diberi nomor urut. Kemudian bagian
akar diolesi dengan cat kuku warna
putih bening hingga bagian servikal
dengan tujuan untuk menutup akar
sehingga larutan teh hitam tidak
berpenetrasi ke dalam tubulus dentin.
Seluruh gigi post-ekstrasi direndam
dalam larutan teh hitam hingga
terjadi perubahan warna dari warna
asalnya selama 12 hari.4
Pengukuran derajat perubahan
warna gigi dilakukan beberapa kali,
antara lain:
1. Pengukuran warna enamel gigi
sebelum didiskolorasi
menggunakan shade guide dan
spectrophotmeter.
2. Pengukuran warna enamel gigi
setelah didiskolorasi dalam
larutan teh hitam menggunakan
shade guide dan
spectrophotmeter.
3. Pengukuran kembali warna
enamel gigi setelah diberi
perlakuan terhadap masing-
masing kelompok menggunakan
shade guide dan
spectrophotmeter.
Dilakukan pencatatan dari hasil
perubahan warna pada masing-
masing gigi.
Proses bleaching dilakukan
dengan cara merendam sampel gigi
selama 1 jam setiap harinya dalam
kurun waktu 2 minggu. Dasarnya
ialah pemakaian home bleaching
yang umumnya baru terlihat setelah
2 minggu pengaplikasian.
9
Analisis dilakukan dengan
paired t-test untuk mengetahui
pengaruh sebelum dan sesudah
perlakuan dilanjtkan dengan one way
ANOVA untuk mengetahui
perbedaan keefektivitasan antara
hasil oksidasi madu kelengkeng dan
madu randu terhadap derajat
perubahan warna enamel gigi (secara
in vitro). Selanjutnya dilakukan uji
LSD 0,05 (Least Significant
Difference) untuk mengetahui
perbedaan antara masing-masing
kelompok.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil selisih pengukuran
perubahan warna enamel gigi
sebelum dan sesudah perendaman
tiap kelompok perlakuan pada
pengukuran spectrophotometer dan
shade guide.
Tabel 1. Nilai dE*ab sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol positif dan
kelompok kontrol negatif dengan Spectrophotometer.
NO
dE*ab
Kontrol + Interval
Kontrol - Interval
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 102,92 103,11 -0,19 102,68 102,71 -0,03
2 103,1 103,06 0,04 102,93 103,05 -0,12
3 102,21 100,62 1,59 103,1 103,06 0,04
4 101,88 100,33 1,55 101,77 101,7 0,07
5 101,99 100,47 1,52 102,93 103,05 -0,12
Rata-rata 0,902 Rata-rata -0,032
10
Tabel 2. Nilai dE*ab sebelum dan sesudah pada kelompok dilusi madu randu dan
kelompok dilusi madu kelengkeng dengan Spectrophotometer.
NO
dE*ab
Madu Randu Interval
Madu Kelengkeng Interval
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 102,55 102,63 -0,08 102,92 102,75 0,17
2 103,1 103,06 0,04 102,88 102,68 0,2
3 101,83 101,68 0,15 101,77 101,7 0,07
4 101,82 101,63 0,19 101,93 101,8 0,13
5 102,88 102,68 0,2 101,85 101,7 0,15
Rata-rata 0,1 Rata-rata 0,144
Pada tabel 1 dan 2 nilai
dE*ab pada Spectrophometer
sebelum lebih besar dari nilai
sesudah perendaman sehingga
didapat nilai interval positif. Hal ini
menunjukkan
terjadinya selisih angka yang
menurun berarti terjadi penyerapan
warna ke arah terang. Penyerapan
warna ini disebabkan oleh berbagai
faktor, yang akan dijelaskan lebih
rinci pada pembahasa
11
Tabel 3. Nilai sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol positif dan kelompok
kontrol negatif dengan Shade guide
NO
Shade Guide
Kontrol + Interval
Kontrol - Interval
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 A3 A1 7 A3 A3 0
2 A3 B1 8 B3 B3 0
3 A3 A1 7 A3,5 A3,5 0
4 A3 B2 6 A3,5 A3,5 0
5 A3 B1 8 A3 A3 0
Rata-rata 7,2 Rata-rata 0
Tabel 4. Nilai sebelum dan sesudah pada kelompok dilusi madu randu dan
kelompok dilusi madu kelengkeng dengan Shade guide.
NO
Shade Guide
Madu Randu Interval
Madu Kelengkeng Interval
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 B2 B1 2 D4 B1 7
2 A3 A2 4 B3 A2 6
3 A2 A1 3 B3 A2 6
4 A3,5 A3,5 0 A4 A3 6
5 A3 A3 0 B3 D2 7
Rata-rata 1,8 Rata-rata 6,4
Berdasarkan tabel 3 dan 4
nilai shade guide sesuai urutan nilai
orientasi warna menunjukkan selisih
dengan angka yang besar dan positif
hal ini menujukkan perubahan warna
ke arah terang. Makin besar selisih
angka pada nilai orentasi warna
shade guide makin ke arah terang.
Dari data dE*ab dan shade
guide tersebut dilakukan terlebih
dahulu uji
12
normalitas untuk setiap data sebelum
dan sesudah dengan
spectrophotometer dan shade guide
untuk menentukan uji hipotesis yang
akan dilakukan selanjutnya. Pegujian
normalitas dilakukan dengan uji
normalitas Shapiro-Wilk karena
sampel yang digunakan kecil (n ≤
50). Berikut data hasil uji
normalitasnya :
1. Spectrophotometer
Tabel 5. Data uji normalitas sebelum spectrophotometer
Tests of Normality
KELOMPOK Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Sebelum Kontrol positif 0,247 5 0,200* 0,869 5 0,264
Kontrol negatif 0,298 5 0,166 0,789 5 0,066
Madu randu 0,247 5 0,200* 0,872 5 0,276
Madu kelengkeng 0,322 5 0,099 0,768 5 0,043
Tabel 6. Data uji normalitas sesudah spectrophotometer
Tests of Normality
KELOMPOK Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
Sesudah Kontrol positif 0,334 5 0,070 0,743 5 0,026
Kontrol negatif 0,317 5 0,113 0,708 5 0,011
Madu randu 0,276 5
0,200*
0,857 5 0,217
Madu kelengkeng 0,327 5 0,086 0,749 5 0,029
13
Berdasarkan dari tabel 5 dan
6 untuk hasil uji normalitas Shapiro-
Wilk sebelum dan sesudah pada
pengukuran dengan
spectrophotometer diperoleh hasil
bahwa nilai p<0,05 untuk setiap
kelompok kontrol positif, kelompok
kontrol negatif, kelompok dilusi
madu randu dan kelompok dilusi
madu kelengkeng. Hal ini
menunjukan bahwa terdistribusi data
tidak normal.
Data pengukuran
spectrophotometer yang terdistribusi
tidak normal akan dilanjutkan
dengan uji hipotesis non parametrik
yaitu uji Wilcoxon.
Tabel 7. Data uji Wilcoxon spectrophotometer
Test Statisticsc
Sesudah
Kontrol (+) –
Sebelum
Kontrol (+)
Sesudah
Kontrol(-) –
Sebelum
Kontrol (-)
Sesudah
Madu Randu
– Sebelum
Madu Randu
Sesudah
Madu
Kelengkeng
– Sebelum
Madu
Kelengkeng
Z -1,483a -,677
b -1,483
a -2,023
a
Asymp. Sig. (2-
tailed)
,138 ,498 ,138 ,043
Berdasarkan tabel 7
hasil uji Wilcoxon untuk
pengukuran perubahan warna
melalui spectophotometer
diperoleh nilai signifikansi
untuk kelompok dilusi madu
14
kelengkeng 20 % yaitu 0,043
(p<0,05) artinya terdapat
perbedaan nilai dE*ab yang
bermakna antara sebelum dan
sesudah pada kelompok madu
kelengkeng dengan
konsentrasi 20% dengan lama
perendaman 1 jam.
Normalitas data
spectrophotometer yang
diperoleh tidak terdistribusi
normal maka untuk alternatif
uji one way ANOVA yang
dipilih adalah uji Kruskal
Wallis dengan hasil data
sebagai berikut
Tabel 8. Hasil uji Kruskal
wallis data
spectrophotometer
Test Statisticsa,b
SELISI
H
Chi-square 5,516
Df 3
Asymp.
Sig.
0,138
Dengan uji Kruskal –
Wallis, diperoleh nilai p =
0,138. Oleh karena nilai p >
0,05, maka dapat diambil
kesimpulan tidak terdapat
perbedaan antara sebelum
dan sesudah pada setiap
kelompok perlakuan dengan
pengukuran
spectrophotometer.
15
1. Shade guide
Tabel 9. Data uji normalitas sebelum shade guide
KELOMPOK Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Sebelumsg Kontrol negatif 0,254 5 0,200* 0,803 5 0,086
Madu randu 0,252 5 0,200* 0,943 5 0,685
Madu kelengkeng 0,332 5 0,075 0,873 5 0,278
Tabel 10. Data uji normalitas sesudah shade guide
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-
Smirnova Shapiro-Wilk
Statisti
c Df Sig. Statistic Df Sig.
Sesudah sg Kontrol positif 0,231 5 0,200* 0,881 5 0,314
Kontrol negatif 0,254 5 0,200* 0,803 5 0,086
Madu randu 0,193 5 0,200* 0,933 5 0,619
Madu kelengkeng 0,272 5 0,200* 0,942 5 0,680
Berdasarkan dari tabel
9 dan 10 untuk hasil uji
normalitas Shapiro-Wilk
sebelum dan sesudah pada
pengukuran dengan shade
guide didapatkan hasil bahwa
nilai p > 0,05 untuk setiap
kelompok kontrol positif,
kelompok kontrol negatif,
kelompok dilusi madu randu
dan kelompok dilusi madu
kelengkeng. Hal ini
menunjukan bahwa
penyebaran data terdistribusi
normal.
16
Data pengukuran
shade guide yang terdistribusi
normal akan dilanjutkan
dengan uji non parametrik
Wilcoxon. Berikut data hasil
pengujiannya
Tabel 11. Data uji wilcoxon shade guide
Test Statisticsc
SesudahKont
rolP -
SebelumKont
rolP
SesudahKOn
trolN -
SebelumKont
rolN
SesudahMad
uRandu -
SebelumMad
uRandu
SesudahMad
uKelengkeng
-
SebelumMad
uKelengkeng
Z -2,041a ,000
b -1,604
a -2,070
a
Asymp. Sig. (2-
tailed)
,041 1,000 ,109 ,038
Berdasarkan tabel 11
hasil uji Wilcoxon untuk
pengukuran perubahan warna
melalui shade guide pada
kelompok kontrol positif dan
kelompok dilusi madu
kelengkeng diperoleh nilai
signifikasi p < 0,05 artinya
terdapat perbedaan rerata
yang bermakna dari nilai
shade guide kelompok
kontrol positif dengan
hidrogen peroksida 3 % dan
dilusi madu kelengkeng
dengan konsentrasi 20%
dengan lama perendaman 1
jam. Hasil uji wilcoxon untuk
kelompok kontrol negatif dan
kelompok dilusi madu randu
diperoleh nilai signifikansi p
> 0,05 artinya tidak terdapat
perbedaan rerata yang
17
bermakna dari nilai shade
guide pada kelompok
tersebut.
Tabel 12. Hasil uji one way
ANOVA shade guide
SELISIHSG
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
4,012 3 16 ,026
Berdasarkan
hasil uji homogentitas pada
tabel 12 menunjukkan bahwa
p = 0,026 yaitu p < 0,05
artinya bahwa variansi data
berbeda atau tidak homogen.
Karena varian data tidak
sama maka hasil uji ANOVA
pada tabel berikutnya tidak
valid, untuk itu dilakukan uji
dengan Kruskal Wallis.
Tabel 13 Hasil uji Kruskal-
Wallis shade guide
Test Statisticsa,b
SELISIHS
G
Chi-square 15,825
Df 3
Asymp.
Sig.
,001
Berdasarkan
tabel 13 data hasil uji
Kruskal-Wallis untuk
pengukuran dengan shade
guide diperoleh nilai p =
0,001. Oleh karena nilai p <
0,05, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa paling
tidak terdapat perbedaan
antara sebelum dan sesudah
setiap perlakuan kelompok.
Untuk mengetahui kelompok
mana yang mempunyai
perbedaan, maka harus
dilakukan analisis Post Hoc
untuk uji Kruskal-Wallis
adalah dengan Mann-Whitney
U. Berikut hasil datanya
18
Tabel 14. Hasil data uji Mann-Whitney
No Mann-Whitney Asymp. Sig. (2-Tailed)
1
Kontrol
Positif
Kontrol Negatif 0,005*
2 Dilusi Madu Randu 0,008*
3
Dilusi Madu
Kelengkeng 0,049*
4 Kontrol
Negatif
Dilusi Madu Randu 0,054
5
Dilusi Madu
Kelengkeng 0,005*
6
Dilusi Madu
Randu
Dilusi Madu
Kelengkeng 0,032*
Pada tabel 14 dapat
ditarik kesimpulan bahwa
kelompok yang mempunyai
perbedaan adalah pada nilai
signifikansi p < 0,05 yaitu
pada kelompok kontrol
positif dengan kelompok
kontrol negatif, kelompok
kontrol positif dengan
kelompok dilusi madu randu,
kelompok kontrol positif
dengan kelompok dilusi
madu kelengkeng, kelompok
kontrol negatif dengan
kelompok dilusi madu randu,
kelompok kontrol negatif
dengan kelompok dilusi
madu kelengkeng dan
kelompok dilusi madu randu
dengan kelompok dilusi
madu kelengkeng. Antara
kelompok kontrol negatif
dengan kelompok dilusi
madu randu tidak terdapat
perbedaan yang akan
dijelaskan lebih rinci pada
pembahasan.
Urutan perbedaan
yang berpengaruh antara
19
kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain yaitu
sebagai berikut
Tabel 15. Urutan perbedaan nilai Mann-Whitney tiap kelompok
No Mann-Whitney
Asymp. Sig.
(2-Tailed)
1 Kontrol Positif Kontrol Negatif 0,005*
2 Kontrol Negatif
Dilusi Madu
Kelengkeng 0,005*
3 Kontrol Positif Dilusi Madu Randu 0,008*
4
Dilusi Madu
Randu
Dilusi Madu
Kelengkeng 0,032*
5 Kontrol Positif
Dilusi Madu
Kelengkeng 0,049*
6 Kontrol Negatif Dilusi Madu Randu 0,054
Antara kelompok
kontrol positif dengan
kelompok dilusi madu
kelengkeng mempunyai nilai
p = 0,049 artinya mendekati
signifikansi p > 0,05. Hal
tersebut menyatakan bahwa
terdapat perbedaan antara
kelompok dilusi madu
kelengkeng dengan kelompok
kontrol positif terhadap
perubahan warna enamel gigi
namun tidak signifikan.
A. PEMBAHASAN
Madu merupakan
produk lebah yang sudah
banyak dikenal dan diteliti.
Madu terbuat dari nektar
yang dikumpulkan lebah
madu dari berbagai tumbuhan
berbunga. Lebah akan
menyimpan nektar di
sarangnya dalam bentuk
20
madu sebagai makanan
mereka sendiri. Lebah madu
mengumpulkan nektar bunga
dan serbuk sari dengan
kandungan yang kaya akan
allelochemicals dan fenol.
Oksidasi kandungan tersebut
menghasilkan reactive
oxygen species (ROS) yang
diantaranya terdapat H2O2
dan superoxide. Diketahui
bahwa hidrogen peroksida
(H2O2) merupakan salah satu
bahan yang dapat digunakan
untuk bahan pemutih gigi
atau bleaching.6
Berdasarkan sumber
nektarnya beberapa jenis
madu diantaranya adalah
madu kelengkeng dan madu
randu. Madu kelengkeng dan
madu randu termasuk dalam
madu monofloral atau madu
yang berasal dari satu jenis
bunga yaitu bunga
kelengkeng dan bunga
randu.5
Untuk mengetahui
adanya pengaruh jenis madu
antara madu kelengkeng dan
madu randu terhadap
perubahan warna gigi
dilakukan penelitian dengan
menggunakan sejumlah
sampel gigi post ekstraksi.
Sampel gigi terlebih dahulu
diukur intensitas cahanyanya
dengan spectrophotometer
dilanjutkan dengan shade
guide. Selanjutnya dilakukan
perendaman dengan larutan
teh hitam untuk perlakuan
diskolorasi ekstrinsik selama
12 hari. Lamanya perlakuan
diskolorasi ini berdasarkan
penelitian pendahuluan
21
bahwa terjadi perubahan
warna dari A2 menjadi D4.
Perubahan warna atau
diskolorasi ekstrinsik dengan
teh karena teh mengandung
tannin yang dapat
membentuk stain
dibandingkan dengan kopi
yang hanya mengandung
kromogen tapi rendah akan
tannin. Teh cukup agresif dan
merupakan stainer
dibandingkan kopi menurut
Mark S. Wolff, DDS, PhD,
ketua departemen cariology
dan komprehensif perawatan
di New York University
School of Dentistry di New
York City.14
Pada penelitian ini
teknik bleaching yang
digunakan adalah external
bleaching khususnya merujuk
pada teknik home bleaching.
Bahan bleaching yang biasa
digunakan adalah karbamid
peroksida 10-15% atau
sebanding dengan hidrogen
peroksida 3%.16
Sampel penelitian
yang digunakan sebanyak 20
buah gigi ekstraksi yang
sesuai dengan kriteria inklusi
dan eksklusi. Sampel yang
digunakan dalam penelitian
ini ditentukan menggunakan
rumus dan hasil besar sampel
untuk tiap kelompok adalah 5.
Terdapat 4 kelompok yaitu
kelompok kontrol positif
dengan perendaman bahan
kimia hidrogen peroksida
(H2O2) 3%, kelompok
kontrol negatif dengan
perendaman aquades,
kelompok dilusi madu randu
22
konsentrasi 20 % dan
kelompok dilusi madu
kelengkeng konsentrasi 20%.
Masing-masing kelompok
diberi perlakuan dengan
konsentrasi 20 % dan
perendaman selama 1 jam,
hal ini sesuai dengan
Kwakman dan Zaat (2012)
dari 90 jenis madu tingkat
rata-rata dan akumulasi
hidrogen peroksida terdapat
dalam madu konsentrasi 20%
setelah 1 jam.11
Berdasarkan tabel
data angka dE*ab dari
pengukuran
spectrophotometer dapat
dilihat bahwa pada kelompok
kontrol positif memiliki
interval data yang lebih besar
di bandingkan dengan
kelompok lainnya. Hal ini
menunjukkan penyerapan
warna ke arah terang. Salah
satu faktor yang berpengaruh
dari alat spectrophotometer
adalah sumber cahaya (Ultra
violet) untuk pengukuran
penyerapan warna yang
nantinya dapat dilihat dan di
catat dalam bentuk angka.16
Faktor penyerapan
warna gigi pada penelitian ini
berbeda tergantung dari
ketebalan email tiap masing-
masing gigi, warna awal gigi
yang berbeda dan kondisi
gigi yang berbeda yaitu
kondisi gigi pasca pencabutan
yang tidak lagi disuplai oleh
pembuluh darah dan syaraf
serta tidak sesuai dengan
kondisi gigi di dalam rongga
mulut yang sebenarnya.
23
Hasil penelitian baik
pada pengukuran dengan
spectrophotometer dan shade
guide pada kelompok kontrol
positif dan kelompok dilusi
madu kelengkeng terdapat
perbedaan rerata sebelum dan
sesudah perlakuan tetapi
tidak signifikan. Hal ini
disebabkan karena kadar
glukosa pada madu
kelengkeng dan madu randu
berbeda.17
Kandungan
senyawa murni hidrogen
peroksida 3 % tidak
sebanding dengan kandungan
hidrogen peroksida yang
terdapat di dalam madu.
Perbedaan karakteristik
hidrogen peroksida yang
terdapat di dalam masing-
masing madu terutama pada
madu kelengkeng yang
memiliki kandungan glukosa
yang lebih tinggi
dibandingkan dengan madu
randu diantaranya adalah
jenis gula pereduksi tiap
madu yang berbeda. Kadar
glukosa yang tinggi akan
mengahasilkan kadar
hidrogen peroksida yang
tinggi pula.8 Proses produksi
madu oleh lebah itu sendiri
merupakan proses yang
kompleks, seperti musim,
asal tanaman atau bunga yang
berbeda, pengolahan dan juga
diet lebah sehingga
kemungkinan besar terjadi
perbedaan kadar dan
komposisi gula pereduksi di
antara berbagai jenis madu
yang beredar di masyarakat.
Kebanyakan jenis
madu menghasilkan hidrogen
24
peroksida bila diencerkan
(proses dilusi) karena aktivasi
enzim glukosa oksidase, yang
mengoksidasi glukosa
menjadi asam glukonat dan
hidrogen peroksida.7
Hasil pengukuran pH
madu randu dan madu
kelengkeng merk nusantara
yang dipakai pada penelitian
ini sebesar 4,1 dan 4,5 yaitu
sesuai dengan kadar pH madu
pada umumnya sedangkan
setelah dilakukan dilusi
dengan konsentrasi sebesar
20% dengan penambahan
aquades steril Kemudian
dilakukan sentrifugasi dengan
kecepatan 200 rpm dalam
suhu ruangan menunjukkan
besar pH dilusi madu randu
konsentrasi 20% sebesar 7,2
dan besar pH dilusi madu
kelengkeng 20 % sebesar 6,2.
Hal tersebut menunjukkan
besar pH yang sesuai untuk
dapat mengaktifkan enzim
glukosa oksidase untuk
menghasilkan kadar hidrogen
peroksida.13
Hasil data uji Mann
Whitney (shade guide)
menunjukan antara kelompok
kontrol negatif dengan
kelompok dilusi madu randu
tidak terdapat perbedaan yang
signifikan dibandingkan
dengan kelompok lainnya
yang mengalami perbedaan
yang signifikan. Hal ini bisa
dilihat dari tabel selisih shade
guide yaitu pada selisih
antara kontrol negatif yang
menunjukan angka 0 dan
dilusi madu randu sebesar 0,8
yang mana selisih antara
25
keduanya yaitu – 0,8. Dapat
disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara
kedua kelompok tersebut dan
sesuai dengan uji Mann
Whitney.
Dalam pelaksanaan
penelitian terdapat beberapa
kendala yang mempengaruhi
hasil penelitian. Pada
pengukuran dengan
spectrophotometer
diantaranya adalah spesimen
tiap gigi yang berbeda-beda
pada ketebalan email dan
warna awal yang
mempengaruhi hasil
penyerapan warna yang
berbeda–beda pula, hal ini
disebabkan karena kesulitan
memperoleh spesimen gigi
yang sama. Posisi gigi saat
disinari oleh
spectrophotometer tidak
tepat sama dan posisi
mahkota gigi yang akan
disinari tidak tepat berada di
tengah arah penyinaran sinar.
Hal ini dikarenakan kesulitan
dalam penempatan posisi gigi
dalam alat.
Kendala dalam
pengukuran shade guide yaitu
hasil yang subjektif. Esan
(2008) menyebutkan bahwa
persepsi warna pada shade
guide memang tidak selalu
sama dengan hasil yang bisa
diprediksi denga tepat, hal ini
dipengaruhi oleh pemahaman
variabel terhadap persepsi
warna (hue, chroma dan
value) seperti cahaya,
lingkungan dan klinisi yang
melakukan (subjektif).18
26
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat dismpulkan
bahwa
1. Adanya pengaruh jenis madu
terhadap perubahan warna
enamel gigi yaitu pada jenis
dilusi madu kelengkeng 20%
berdasarkan analisis Wilcoxon
baik pada pengukuran
spectrophotometer dan shade
guide.
2. Berdasarkan hasil uji Kruskal
Wallis pada pengukuran
spectrophotometer nilai
signifikansi p > 0,05 yang
artinya tidak terdapat perbedaan
yang signifikan pada setiap
kelompok dengan pengukuran
spectrophotometer.
3. Berdasarkan hasil uji Mann
Whitney pada pengukuran shade
guide terdapat perbedaan antara
kelompok dilusi madu
kelengkeng dengan kelompok
kontrol positif terhadap
perubahan warna enamel gigi
namun tidak signifikan.
4. Bahan hidrogen peroksida dalam
kandungan madu kelengkeng 20
% dapat memutihkan gigi dalam
suatu reaksi dilusi walaupun
hasilnya belum sebanding
dengan bahan pemutih yang
tersedia seperti hidrogen
peroksida 3%.
B. SARAN
1. Diadakan penelitian lanjutan
untuk menguji jenis madu
terhadap gigi vital secara in vivo
yang efektif.
2. Diadakan penelitian lanjutan
untuk mengetahuai kadar enzim
glukosa oksidase sendiri dalam
madu yang berperan dalam
27
pemecahan glukosa menjadi
hidrogen peroksida.
3. Diadakan penelitian lanjutan
untuk mengetahui efek bahan
bleaching dalam penelitian
terhadap jaringan keras dan
jaringan lunak.
4. Diadakan penelitian serupa
dengan sampel baik deri segi
jumlah, warna awal yang sama,
atau sesuai kondisi keadaan
rongga mulut.
5. Diadakan penelitian dengan
jenis variasi madu yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sundoro, Edi Hartini. Serba
Serbi Ilmu Konservasi Gigi.
UI Press: Jakarta. 2007
2. Tarigan, Rasinta. Perawatan
Pulpa Gigi (Endodonti).
Jakarta: EGC. 2006
3. Grossman, Louiss. I. dkk.
Ilmu Endodontic Dalam
Praktek. Jakarta: EGC. 1995
4. Juwita Margaretha, Devi
Rianti, Asti Meizarini.
Perubahan Warna Enamel
Gigi Setelah Aplikasi Pasta
Buah Stroberi Dan Gel
Karbamid Perosida 10%
(Effect Of Strawberry Paste
And Carbamide Peroxide Gel
10% Towards The Brightness
Enamel Tooth). Material
Dental Journal. 2009
Volume 1(1) Hlm 16-20.
5. Suranto, Adji. Khasiat &
Manfaat Madu Herbal.
Jakarta : AgroMedia Pustaka.
2004
6. Korayem, Ahmad M.,
Khodairy, Mohamed M.,
Abdel-Aal, Abdel-Aal A., El-
Sontaby, Ayman A.M. The
Protective Strategy Of
Antioxidant Enzymes
Against Hydrogen Peroxide
In Honey Bee (Apis
Mellifera) During Two
Different Seasons. Journal Of
Biology And Earth Science,
2012. B93-B109.
7. Mohapatra,D.P.,Thakur.V.,Br
ar.,S.K. Antibacterial
Efficacy Of Raw And
Processed Honey.
Biotechnology Research
International, 2011.1-6
8. Honeymark. The Hydrogen
Peroxide Producing Capacity
of Honey. 2009
http;//honeymark.articlealley.
com/the-hydrogen-peroxide-
producing-capacity-of-honey-
880552.html
9. Olaitan, Peter.B., Adeleke,
Olufemi.E., Ola, Iyabo O.
Honey: A Reservoir For
Microorganism And An
Inhibitory Agent For
Microbes. African Health
Sciences,2007. 7(3), 159-
165.
28
10. White, J.W. Inhibine and
Glucose Oxidase in Honey –
A Review. American Bee
Journal : 1966. Vol 106 No.
6.
11. Kwakman,P.H.S. dan
Zaat,S.A.J. Antibacterial
Components of Honey.
IUBMBLife 2012. 64, 48–55.
12. Parwata, I. M., Ratnayani, K.,
& Listya, A. Aktivitas
Antiradikal Bebas Serta
Kadar Beta Karoten Pada
Madu. Jurnal Kimia . 2010. 4
(1) , 54-62.
13. Chen, Cuilan., Campbell,
Leona T., Blair, Shona E.,
Carter, Dee A. The effect of
standard heat and filtration
processing procedures on
antimicrobial activity and
hydrogen peroxide levels in
honey. Frontiers In
Microbiology : 2012. Volume
3, Article 265.
14. Mark S. Wolff. Foods snd
Habits that Stain Your Teeth.
2005.
http://www.webmd.com/oral-
health/features/foods-stain-
teeth-feature
15. Haywood V.B. History,
Safety and Effectiveness of
Current Bleaching
Techniques and Applications
of Nightguard Vital
Bleaching
Technique.Quintessence
International. 1992. 23:7.
471-488.
16. Triyati, Etty.
Spektrofotometer Ultra
Violet dan Sinar Tampak
serta aplikasinya dalam
oseanologi.. Oseana. 1995.
10 (1), 39-47.
17. Ratnayani, K., S, N. M., &
Gitadewi, I. G. Penentuan
Kadar Glukosa Dan Fruktosa
Pada. Jurnal Kimia. 2008. 2
(2) , 77-86
18. Esan, Temitope Ayodeji.,
Bamise, Cornelius Takunbo.,
Akeredolu, Patricia
Adetokunbo., Helen,
Onakpoya Oluwatoyin.,
Oziegbe, Elizabeth
Obhioneh. Evaluation Of
Shade Matching
Practicesamong Nigerian
Dentists. De Clínica e
Pesquisa Odontológica.
2008. Rev. Clín. Pesq.
Odontol., Curitiba, Vol 4, n.
3, p. 161-168