PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS...

27
PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS JEMAAT (Studi Kasus Terhadap Kesenjangan Jender dalam Struktur Kepemimpinan Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Majelis Jemaat merupakan pelayan-pelayan khusus yang mempunyai tempat, kedudukan dan otoritas pemerintahan di dalam gereja 1 .Pelayan-pelayan khusus yang dimaksud adalah Pendeta, Penatua dan Diaken 2 . Menurut Calvin Pendeta dan Penatua bertugas di bidang pendidikan teologi dan menjalankan kepemimpinan gereja sedangkan Diaken bertugas memelihara orang-orang miskin dan sakit 3 . Pertanyaannya adalah bagaimana realita posisi serta kedudukan majelis jemaat laki-laki dan perempuan di dalam Alkitab? menurut Perjanjian Lama, laki-laki dan perempuan setara namun berbeda secara biologis. Secara puitis kesetaraan itu di sampaikan dalam Kitab Kejadian 1:27 yang mencatat bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama martabatnya sebagai manusia dan penyandang gambar Allah 4 . Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dari fakta bahwa keduanya mendapat mandat yang sama dari Allah untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kej.1:26, 28-29) 5 , laki-laki tidak diciptakan di atas perempuan ataupun sebaliknya dan jika dihubungankan dengan pelayanan, keduanya mendapat mandat yang sama untuk melayani Allah dan sesama 6 . Alkitab juga mencatat bahwa ada begitu banyak tokoh perempuan yang berperan dalam dunia pelayanan, misalnya Miriam, saudara perempuan Musa yang dianggap sebagai pemimpin bangsa Israel (Kel 15:20-21), Ester yang menjadi ratu dan Debora yang menjadi hakim (Hakim-Hakim 4:4-9) 7 . Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa perempuan juga memiliki andil dalam dunia pelayanan. Akan tetapi Alkitab mencatat bahwa perempuan pada zaman Perjanjian Lama tidak pernah menjadi Imam dan tidak juga menjadi Tua-Tua Israel (tidak memegang jabatan) 8 . Parahnya lagi dalam Perjanjian Baru perempuan dilarang untuk menjadi 1 Abineno J.L.Ch, Pelayan-Pelayan Khusus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 149. 2 Ibid,. 3 Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 103. 4 Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 45. 5 Ibid, 46. 6 Ibid, 59. 7 J.A.C. Rullman, Peraturan Gerdja, (Jakarta: Taman Pustaka Kristen, 1956), 46. 8 Ibid., 48

Transcript of PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS...

Page 1: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS

JEMAAT

(Studi Kasus Terhadap Kesenjangan Jender dalam Struktur Kepemimpinan

Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Majelis Jemaat merupakan pelayan-pelayan khusus yang mempunyai tempat,

kedudukan dan otoritas pemerintahan di dalam gereja1 .Pelayan-pelayan khusus yang

dimaksud adalah Pendeta, Penatua dan Diaken2. Menurut Calvin Pendeta dan Penatua

bertugas di bidang pendidikan teologi dan menjalankan kepemimpinan gereja sedangkan

Diaken bertugas memelihara orang-orang miskin dan sakit 3 . Pertanyaannya adalah

bagaimana realita posisi serta kedudukan majelis jemaat laki-laki dan perempuan di

dalam Alkitab? menurut Perjanjian Lama, laki-laki dan perempuan setara namun berbeda

secara biologis. Secara puitis kesetaraan itu di sampaikan dalam Kitab Kejadian 1:27

yang mencatat bahwa baik laki-laki maupun perempuan sama martabatnya sebagai

manusia dan penyandang gambar Allah 4 . Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga

terlihat dari fakta bahwa keduanya mendapat mandat yang sama dari Allah untuk beranak

cucu dan menguasai alam (Kej.1:26, 28-29)5, laki-laki tidak diciptakan di atas perempuan

ataupun sebaliknya dan jika dihubungankan dengan pelayanan, keduanya mendapat

mandat yang sama untuk melayani Allah dan sesama6. Alkitab juga mencatat bahwa ada

begitu banyak tokoh perempuan yang berperan dalam dunia pelayanan, misalnya Miriam,

saudara perempuan Musa yang dianggap sebagai pemimpin bangsa Israel (Kel 15:20-21),

Ester yang menjadi ratu dan Debora yang menjadi hakim (Hakim-Hakim 4:4-9)7.

Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa perempuan juga memiliki andil dalam dunia

pelayanan. Akan tetapi Alkitab mencatat bahwa perempuan pada zaman Perjanjian Lama

tidak pernah menjadi Imam dan tidak juga menjadi Tua-Tua Israel (tidak memegang

jabatan) 8 . Parahnya lagi dalam Perjanjian Baru perempuan dilarang untuk menjadi

�������������������������������������������������������������1Abineno J.L.Ch, Pelayan-Pelayan Khusus, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983), 149. 2 Ibid,. 3 Christiaan de Jonge, Apa itu Calvinisme?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), 103. 4Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 45. 5Ibid, 46. 6Ibid, 59. 7J.A.C. Rullman, Peraturan Gerdja, (Jakarta: Taman Pustaka Kristen, 1956), 46. 8Ibid., 48

Page 2: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

pemimpin dan tidak boleh memerintah laki-laki (lihat. I Tim 2:12, I Kor 14:34-35) 9 dan

hal tersebut masih terjadi sampai sekarang. Salah satu contohnya adalah kesenjangan

jender yang terjadi dalam struktur kepemimpinan majelis jemaat Gereja Protestan Maluku

(GPM) Pulau Saparua.

GPM Pulau Saparua terdiri dari 14 jemaat yakni jemaat Saparua-Tiouw, Tuhaha,

Mahu, Ihamahu, Siri-Sori Serani, Itawaka, Noloth, Porto, Haria, Pia, Ultah, Ou, Boi dan

Paperu. Jumlah Pendeta yang melayani di GPM pulau Saparua adalah 22 orang, terdiri

dari 10 Pendeta laki-laki dan 12 Pendeta perempuan10. Enam (6) jemaat diketuai oleh

pendeta perempuan sedangkan delapan (8) jemaat diketuai oleh pendeta laki-laki 11 .

Jumlah Penatua dan Diaken yang melayani di GPM Pulau Saparua adalah 457 orang,

terdiri dari 258 laki-laki dan 199 perempuan12.

Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa ada kesenjangan jender antara majelis jemaat

laki-laki dan perempuan, dimana jumlah majelis jemaat laki-laki lebih banyak dari

majelis jemaat perempuan. Selain itu, terdapat juga fakta bahwa pemegang jabatan

pimpinan dalam strukutur pelayanan majelis jemaat didominasi oleh kaum laki-laki,

mulai dari Ketua, Wakil, Sekertaris, Bendahara sampai pada ketua-ketua bidang 13 .

Bahkan ketua bidang kerumahtanggaan yang asumsinya dipegang oleh kaum perempuan

juga dipegang oleh kaum laki-laki14. Fakta lainnya adalah seluruh majelis pekerja klasis

GPM Lease adalah pendeta laki-laki15. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa di dalam

struktur kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua, terdapat kesenjangan jender

yang mencolok.

1.2 Alasan Pemilihan Judul

Melihat realita tersebut penulis tertarik untuk menelitinya, dengan harapan lewat

penelitian ini, majelis jemaat GPM pulau Saparua dapat mengetahui dan memahami

bentuk-bentuk kesenjangan jender yang terdapat di dalam gereja dan faktor-faktor

�������������������������������������������������������������9Alexander Strauch, Kepenatuaan atau Kependetaan, (Yogjakrta: Andi, 1992),90. 10Informasi didadapt dari mantan ketua klasis GPM Lease via telephone pada hari senin tanggal 12 Mei

2012 pukul 15.45 WIB 11Ibid,. 12Ibid,. 13Informasi didapat dari salah satu anggota majelis jemaat Saparua-Tiouw pada tanggal 24 april 2012

pukul 19.50 WIB 14Informasi didapat dari pendeta jemaat GPM Noloth pada tanggal 9 agustus 2012 pukul 15.40 WIT 15Informasi didadapt dari mantan ketua klasis GPM Lease via telephone,..

Page 3: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

penyebabnya, sehingga pada gilirannya mau bertransformasi dan menyadari, bahwa

mereka adalah rekan kerja yang setara dan dipanggil untuk saling melengkapi serta

memperkaya satu dengan yang lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis

memilih judul penelitian sebagaimana disebutkan di bawah ini :

PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS

JEMAAT

(Studi Kasus Terhadap Kesenjangan Jender dalam Struktur Kepemimpinan

Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua)

1.3 Rumusan Masalah

Apakah yang menjadi faktor-faktor penyebab kesenjangan jender dalam struktur

kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua?

1.4 Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan faktor-faktor penyebab kesenjangan jender dalam struktur

kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua.

1.5 Manfaat Penulisan

Memberi sumbangan pemikiran kepada majelis jemaat GPM pulau Saparua

tentang bentuk kesenjangan jender yang terdapat dalam struktur kepemimpinan majelis

jemaat dan faktor-faktor penyebabnya sehingga pada gilirannya mau bertransformasi dan

manyadari bahwa mereka adalah rekan kerja yang setara dan dipanggil untuk saling

melengkapi serta memperkaya satu dengan yang lainnya.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif, dengan metode kualitatif.

Pendekatan deskriptif adalah pencarian fakta dengan intepretasi yang tepat dengan jalan

mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam

masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,

sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan

pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena16, sedangkan metode kualitatif adalah metode

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

�������������������������������������������������������������16Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Balai Aksara, Yudihstira, Saadiyah, 1983), 63-64.

Page 4: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan secara holistik dan

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks tertentu17.

Penulis menggunakan metode kualitatif karena melalui metode ini penulis dapat secara

langsung meneliti di lapangan tentang fenomena yang diangkat dalam tulisan ini. Data

penelitian dikumpulkan melalui beberapa teknik dengan sumber data sebagai berikut :

a. Observasi

Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena

sosial dan gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan 18 .

Dalam penelitian ini, penulis akan mengobservasi Majelis Jemaat Saparua-

Tiouw, Tuhaha dan Pia.

b. Wawancara

Wawancara adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang

atau lebih yang duduk berhadapan secara fisik dan diarahkan pada suatu

masalah tertentu 19 . Wawancara secara mendalam akan dilakukan bersama

Ketua dan Sekertaris Klasis GPM Lease serta Pendeta jemaat Noloth, Itawaka,

Ihamahu, Saparua-Tiouw, Pia dan Tuhaha.

c. Focus Group Discussion (FGD)

FGD adalah suatu proses pengumpulan informasi suatu masalah tertentu

yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok (Irwanto, 1998) 20 . Tiap

kelompok terdiri dari tujuh (7) orang Majelis Jemaat laki-laki dan perempuan.

Kelompok yang dimaksud adalah Majelis Jemaat Saparua-Tiouw, Tuhaha dan

Pia.

d. Kepustakaan

Penulis akan mengumpulkan data melalui kepustakaan dari berbagai buku,

artikel, jurnal maupun dokumen lainnya yang mendukung penelitian ini.

Kepustakaan bermanfaat dalam penyusunan landasan teorotis yang manjadi

tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan guna menjawab

persoalan pada rumusan masalah penelitian21.

�������������������������������������������������������������

17Lexy Moleong, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Balai Aksara, Yudhistira, Sadiyah, 1983),63. 18Kartini Kartono,Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1996), 150. 19Ibid., 187. 20 http://www.scribd.com/doc/88524590/Pp-focus-group-discussion, diunduh pada hari Sabtu tanggal 8

Agustus 2012, pukul 16.45 WIB 21 http://www.scribd.com/doc/57297015/Pengertian-studi-kepustakaan,diunduh pada hari Sabtu tanggal

8 Agustus 2012, pukul 16.45 WIB

Page 5: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

II. PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Majelis Jemaat

Majelis jemaat adalah pemegang pemerintahan dan pengambil keputusan dalam

suatu jemaat 1 . Majelis jemaat disebut sebagai persekutuan anggota jemaat yang

terpanggil menjadi kawan sekerja Allah dalam menjalankan fungsi pelayanan dalam

gereja. Menurut Calvin di dalam majelis jemaat terdapat tiga (3) jabatan yang

ditetapkan oleh Kristus sebagai kepala gereja. Tiga (3) jabatan yang dimaksud adalah

Pendeta, Penatua dan Diaken.

2.1.1 Pendeta

Kata pendeta di ambil dari kata “Pasteur, Pastor “(bahasa latin dari kata

gembala). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pendeta didefinisikan

sebagai pemuka, pemimpin, atau guru agama. Pendeta merupakan pelayan firman

yang didik secara teologis2. Pendeta adalah seorang pengajar umum dan juga pengajar

khusus di dalam jemaat dimana ia harus melibatkan diri secara langsung pada tiga

wadah pelayanan yaitu kelas katekisasi, pendidikan teologi jemaat, dan mimbar3 .

Pendeta dianggap sebagai pemimpin yang Alkitabiah4. Sebagai pejabat gereja pendeta

memiliki tugas-tugas khusus. Tugas pendeta adalah melayani pemberitaan firman

Allah dan sakramen, memimpin katekisasi (pengajaran agama), meneguhkan anggota

sidi, menabishkan pelayan-pelayan khusus, memberkati dan meneguhkan nikah,

memimpin pemakaman orang mati, mengembalakan anggota jemaat, memimpin

sidang jemaat, memimpin jemaat, menjalankan disiplin gereja dan melakukan

pelayanan diakonia5. Pendeta juga bertugas mengawasi dan melakukan fungsi pastoral

serta fungsi adminstratif gereja6. Akan tetapi tugas pendeta yang utama dan terpenting

adalah memberitakan injil dan melayani sakaramen7.

�������������������������������������������������������������1 M.H. Bolkestein, Azaz-Azaz Hukum Gereja, (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1956), 32. 2 Edgar Wals, Bagaimana Mengelola Gereja Anda, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 7. 3S. Wismoady Wahono, P.D. Latuihamalo, F. Ukur, Tabah Melangkah STT ke 50, (Jakarta: STT

Jakarta, 1984), 148-149. 4 Strauch, Kepenatuaan, 179. 5 J.L.Ch. Abineno, Jemaat, 164. 6 Edgar Wals, Bagaimana Mengelola Gereja Anda, 8-9. 7 M.H. Bolkestein, Azaz-Azaz Hukum Gereja, 74.

Page 6: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

2.1.2 Penatua

Penatua berasal dari bahasa yunani Presybetros yang artinya Imam dan

Episkopos yang artinya Uskup8 . Alkitab Perjanjian lama mencatat bahwa dalam

Pentateukh disingung adanya tua-tua orang mesir (Kej 50:7) dan tua-tua Israel.

Dalam Kitab Ulangan para tua-tua berfungsi sebagai hakim dalam menahan para

pembunuh (Ul19:12), menjalankan pemeriksaan (Ul 21:2), dan menyelesaikan

pertikaian perkawinan (Ul 22:15:25:7). Para tua-tua tersebut dihubungkan dengan

pejabat-pejabat sipil, misalnya kepala suku (Ul:5:23;29:10), para pengatur pasukan

dari hakim (Yos 8:33) dan pemimpin umat Allah pada saat itu9. Sepanjang sejarah

Perjanjian Lama, para tua-tua merupakan orang-orang yang dihormati dan

berwibawa serta mempunyai suara yang menentukan dalam berbagai perkara10.

Dalam Perjanjian Baru kata Yunanai presybiteros dipakai dalam tua-tua

agama, tua-tua adat dan pemimpin-pemimpin rumah ibadah Yahudi 11 . Kata

persybetros menunjukan kelebihan usia dalam arti umur, (Lukas 15:25, Kpr 2:17),

nenek moyang atau pemimpin-pemimpin agama pada masa lampau (Mat 15:2, Mark

7:3,5, Ibrani 11:2), para tua-tua bangsa Yahudi (Mat 16:21, Kpr 4:5,8,23; 6:12;

23:14; 24:1), para penatua dalam jemaat kristen (Kpr 11:30; 14:23) dan para tua-tua

yang disebut dalam Kitab Wahyu (Wahyu 4:4,10;5:5) 12 . Penatua merupakan

kumpulan para gembala yang ditetapkan oleh Roh Kudus (Kpr 20:28) dan ditunjuk

bersama dengan para pendeta untuk mengawasi kehidupan gerejawi13.

Sebagai pemegang jabatan di dalam gereja, penatua mempunyai tugas-tugas

khusus. Tugas penatua adalah menjaga dan memelihara jemaat Allah (I Pet 5:8),

mengunjungi dan mengembalakan kawanan jemaat Allah 14 , memimpin jemaat,

mengatur rumah Allah (I Tim 3:4-5 ; Titus 1, 7), mengurus setiap kebutuhan umat

Allah (1 Tim 3:5)15, menjaga kemurnian ajaran (Kpr 20, 29)16serta bersama-sama

dengan pendeta bertangung jawab terhadap pemberitaan firman, pelayanan

sakramen17 dan menjalankan disiplin gereja. Menurut Ruller tugas penatua yang

�������������������������������������������������������������8 J.L.Ch. Abineno , Penatua Jabatannya dan Pekerjaannya, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 14. 9 Pramudianto, Panduan Pelayan Majelis, (Jakarta: Sirao Credentia Center, 2008), 16. 10 A. N Hendriks, Pengatur Rumah Allah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1981), 7. 11 De Jonge, Apa Itu, 106. 12 Pramudianto, Panduan Pelayan Majelis, (Jakarta: Sirao Credentia Center, 2008), 16-17. 13 Strauch, Kepenatuaan, 60. 14Ibid., 19. 15 Ibid, 139. 16 A. N Hendriks, Pengatur, 10. 17 M.H. Bolkestein, Azaz-Azaz Hukum Gereja, 84.

Page 7: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

terpenting adalah perkunjungan rumah tangga 18 , namun sebaiknya perkunjungan

rumah tangga tidak dilakukan oleh penatua saja, melainkan bersama-sama dengan

pejabat yang lain (diaken dan pendeta)19.

2.1.3 Diaken

Diaken atau syamas berasal dari bahasa yunani “Diakonos”: yang berarti

pelayanan. Alkitab mencatat bahwa salah satu tugas terpenting diaken adalah

melakukan pelayanan kasih20. Diaken atau syamas merupakan pelayan-pelayan yang

mengurus dan membantu orang-orang miskin dan sakit21 . Bolkestein berpendapat

bahwa diaken merupakan bagian dari penatua, sedangkan Locher berpendapat bahwa

diaken adalah penatua kelas dua22. Berdasarkan I Korintus 12:8-11 dan Roma 12:4-8,

Rasul Paulus menyebut beberapa tugas dari diaken antara lain sebagai berikut:

pelayanan kasih di bidang praktis dan materiil (Roma 12:7 ; I Pet 4:11), menolong

orang-orang yang sangat membutuhkan, seperti: orang sakit, orang cacad, orang yang

kesepian, bertanggung jawab atas penerimaan, pengunaan dan pemeliharaan uang

diakonia 23 , bersama-sama dengan pendeta bertanggung jawab atas pelaksanaan

pelayanan diakonia serta melayani orang sakit dan orang-orang yang hidup dalam

kekurangan (Roma 12:8)24.

2.2 Jender

2.2.1 Pengertian Jender

Menurut Fakih Jender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki

maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Webster’s

New World Dictionary mengartikan jender sebagai perbedaan yang tampak antara

laki-laki dan perempuan dalam hal nilai dan perilaku25. Stoller mengartikan jender

sebagai pemisahan manusia yang didasarkan pada pendefenisian yang bersifat sosial

�������������������������������������������������������������18Ibid, 86. 19J.L.Ch. Abineno, Penatua, 20. 20 J.L.Ch. Abineno, Pembangunan jemaat, Tata Gereja dan Jabatan Gerejawi, (Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 1992), 53. 21 De Jonge, Apa Itu , 102. 22Ibid.,105 23Ibid., 106 24 Abineno, Jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),164. 25 Victoria Neufeldt (ed.) Webster’s New World Dictionary (New York: Webster’s New World

Clevenland, 1984), 561.

Page 8: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

budaya dan biologis26. Oakley27 mengartikan jender sebagai perbedaan yang bukan

biologis dan bukan kodrat Tuhan. Ia mengartikan jender sebagai konstruksi sosial

pada manusia yang dibangun oleh kebudayaan manusia28. Pendapat ini dipertegas

dalam Women’s Studies Encylopedia yang menjelaskan bahwa jender adalah suatu

konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku,

mentalitas dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang

berkembang dalam masyarakat29. Dengan kata lain jender merupakan konsep sosial

yang membedakan peran antara laki-laki dan perempuan30 . Oleh sebab itu dapat

disimpulkan bahwa jender merupakan perbedaan perilaku (behavior differences)

antara laki-laki dan perempuan, yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya dalam

masyarakat dan bukan merupakan kodrat dari Tuhan31.

2.2.2 Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Jender

Ketidakadilan Jender adalah suatu sistem dan struktur pelayanan yang

menempatkan laki-laki maupun perempuan sebagai korban dari sistem tersebut32 .

Ketidakadilan jender termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni :

marginalisasi, subordinasi, stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja ganda33.

a. Marginalisasi

Bentuk manefestasi ketidakadilan jender adalah proses marginalisasi atau

pemiskinana terhadap kaum perempuan 34 . Ada beberapa mekanisme proses

penyisihan hak-hak perempuan karena perbedaan jender. Misalnya: kebijakan

pemerintah, keyakinan, tafsir agama, tradisi, kebiasaan dan bahkan asumsi ilmu

pengetahuan35. Sebagai contoh: perempuan hanya memperoleh pekerjaan-pekerjaan

yang dianggap ringan. Bahkan dalam beberapa kasus jenis pekerjaan domestik yang

�������������������������������������������������������������26 Robeth Stoller, Sex and Gender: on the development of Masculinity and Femininity (London:

Hogarth press, 1968), 7. 27 Ia adalah orang yang pertama kali mengembangkan pendekatan analisis gender untuk melihat posisi

dan kerja kaum perempuan. 28 Aan Oakley, Sex, Gender and Society (London: Temple Smith, 1985), 22. 29 Helen Toerney (Ed), Women’s Studies Encylopedia Vol 1 (New York: Green Wood Press, 1990),

153. 30 Trisakti Handayani dan Sugiarti, konsep dan teknik penelitian gender (Malang:Universitas

Muhamadiyah Malang, 2002), 5-6. 31Ibid., 31. 32Mutali’in A, Bias Jender dalam Pendidikan, 33. 33 Trisakti, Sugiarti, Konsep, 15-19. 34Ibid., 16. 35Ibid.

Page 9: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

dikhususkan bagi pihak perempuan diambil ahli oleh pihak laki-laki jika pekerjaan

tersebut berada pada ranah publik. Misalnya dalam hal masak-memasak. Untuk masak

sehari-hari dirumah diserahkan pada pihak perempuan sedangkan koki di restoran

yang memperoleh gaji diserahkan pada pihak laki-laki 36 . Contoh lain misalnya

adanya pekerjaan khusus perempuan seperti: guru kanak-kanak, pekerja pabrik yang

berakibat pada pengajian yang rendah37.

Bentuk marginalasi terhadap kaum perempuan tidak terjadi hanya dalam dunia

pekerjaan tetapi juga terjadi dalam rumah tangga, gereja, masyarakat dan bahkan

negara38. Misalnya pemberian hak waris di dalam sebagian tafsir keagamaan, porsi

untuk laki-laki dan perempuan berbeda, dimana pembagian hak waris untuk laki-laki

lebih besar dari perempuan39. Hal ini menyebabkan perempuan tergantung secara

ekonomi kepada laki-laki.

b. Subordinasi

Subordinasi adalah suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang

dilakukan oleh suatu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain40. Subordinasi juga

diartikan sebagai pandangan yang menyatakan bahwa perempuan adalah makhluk

yang irasional dan emosional, oleh sebab itu ia dipandang tidak bisa memimpin dan

ditempatkan pada posisi yang tidak penting41. Hal yang sama pun terjadi pada zaman

Perjanjian Baru. Dalam I Timotius 2:1 Paulus mengatakan bahwa “Aku tidak

mengizinkan perempuan mengajar dan juga tidak mengizinkannya memerintah laki-

laki, hendaklah ia berdiam diri”. Dengan bercermin pada ayat tersebut, secara

kontekstual Paulus dengan tegas melarang kaum perempuan untuk mengajar dan

memerintah kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak berwenang menjelaskan disiplin

kepada kaum laki-laki42.Hal ini dipertegas oleh pendapat Hurley yang mengatakan

bahwa jabatan gerejawi hanya boleh dipegang oleh kaum laki-laki, kaum perempuan

�������������������������������������������������������������36Mutali’in A, Bias, 34. 37 Trisakti, Sugiarti, konsep, 16. 38Riant Nugroho, Gender, 41. 39Ibid., 42. 40 Julia cleves Mosse, Gender dan Pembangunan, 1996, 37 Mutali’in A, Bias Jender dalam Pendidikan,

(Surakarta : Muhammadiyah University Press,2001), 35. 41Mutali’in A, Bias Jender dalam Pendidikan, 35. 42 Strauch, Kepenatuaan, 80.

Page 10: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

tidak dapat dan tidak boleh43. Hal ini dikarenakan Allah sering digambarkan dalam

jender maskulin sebagai laki-laki, bapak dan Raja.

c. Streotipe

Streotipe adalah pelebelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau

jenis kelamin44. Dengan kata lain streotipe adalah suatu bentuk penindasan ideologi

kultural yakni dengan pemberian label tertentu yang memojokan kaum perempuan45.

Streotipe mengakibatkan diskriminasi dan ketidakadilan46. Adanya stereotipe tertentu

yang dikenakan kepada perempuan dalam masyarakat sering membuat mereka tidak

bebas untuk berperan. Perempuan dibatasi karena dianggap tidak pantas, lemah dan

tidak mampu melakukan peran-peran tertentu dalam masyarakat47. Menurut Budiman

kaum perempuan berada di bawah kekuasaan kaum laki-laki. Hal ini disebabkan

adanya streotipe bahwa perempuan itu lemah lembut, sabar, tekun, penurut,

emosional, irasional dan keibuan.

Clark juga mengatakan bahwa kaum laki-laki lebih baik menjadi pemimpin

dalam jemaat Kristen. Hal ini dikarenakan adanya streotipe bahwa kaum laki-laki

adalah kepala keluarga, oleh sebab itu mereka juga harus menjadi kepala/pemimpin

dalam jemaat48. Pendapat tersebut bersumber dari tulisan Paulus dalam I Korintus

11:2-16 mengenai kekepalaan laki-laki dan penundukan diri perempuan. Berdasarkan

cerminan ayat tersebut Paulus secara tegas dan kontekstual mengatakan bahwa

penundukan diri perempuan terhadap laki-laki merupakan bagian dari serangkaian

hubungan penundukan dan kekepalaan. Alkitab mencatat bahwa Allah adalah kepala,

Kristus adalah kepala dan laki-laki juga adalah kepala. Hanya perempuanlah yang

tidak disebutkan sebagai kepala 49 . Oleh sebab itu kaum laki-lakilah yang harus

menjadi kepala/penguasa rohani dalam jemaat Kristen, perempuan tidak boleh

berkuasa , karena kekuasaan berada pada wilayah laki-laki50.

�������������������������������������������������������������43Ibid., 78. 44 Riant Nugroho, Gender, 42. 45Mutali’in A, Bias, 37-38. 46Riant Nugroho, Gender, 43. 47Gandhi, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial, 44. 48 Strauch, Kepenatuaan, 76. 49Ibid., 86. 50Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama, 68.

Page 11: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

d. Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan (violence) merupakan serangan terhadap fisik maupun integritas

mental psikologis yang dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya

perempuan51. Bentuk dari kekerasan ini seperti pemerkosaan, pelacuran, pemukulan

hingga pada bentuk yang lebih halus yakni pelecehan seksual dan penciptaan

ketergantungan. Parahnya dalam kasus pelacuran, masyarakat dan pemerintah

memberikan label tuna susila kepada para pelacur tetapi tidak memberikan label tuna

susila juga bagi kaum laki-laki yang merupakan konsumennya52.

Kekerasan terhadap perempuan sering tejadi karena budaya dominasi laki-laki

terhadap perempuan. Kekersan digunakan laki-laki untuk memenangkan perbedaan

pendapat, untuk menyatakan rasa tidak puas, dan seringkali hanya untuk menunjukan

bahwa laki-laki berkuasa atas perempuan53. Kekerasan ini disebut sebagai gender-

related violence yang pada dasarnya disebabakan oleh kekuasaan. Hal ini terbukti

lewat berbagai macam kenyataan di masyarakat yang menunjukan bahwa perempuan

masih dianggap sebagai objek untuk dinikahi, menjadi harta milik laki-laki, dituntut

untuk mengabdi, patuh kepada petunjuk dan perintah laki-laki. Perempuan merupakan

kelompok masyarakat yang tersisih. Hak-hak asasi perempuan mudah dilanggar

seperti terlihat dari berbagi tindak kekerasan, pemerkosaan dan perdagangan

perempuan54.

e. Triple Peran/Beban Kerja Ganda

Menurut Fakih beban kerja ganda adalah beban kerja yang diterima salah satu

jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Perempuan dalam hal

ini sering menerima beban kerja ganda. Selain harus bekerja di ranah domestik

mereka juga harus melakukan tugas pelayanan di gereja dan masyarakat55. Jika hal

tersebut terjadi pada kalangan yang memiliki tingkat ekonomi yang cukup maka

seringkali beban kerja domestik dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga, namun

jika terjadi pada kalangan yang memiliki tingkat ekonomi di bawah rata-rata (miskin)

�������������������������������������������������������������51Riant Nugroho, Gender, 43. 52Mutali’in A, Bias, 41. 53Ibid.,19. 54 Karman, Bunga Rampai, 70. 55 Trisakti/Sugiarti, Konsep, 20.

Page 12: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

maka beban kerjanya akan menjadi berlipat ganda56. Tugas-tugas yang banyak dan

padat dalam rumah-tangga membuat perempuan kehilangan kesempatan yang sama

seperti laki-laki untuk mengembangkan dirinya secara optimal sebagai individu yang

bebas 57 . Perempuan harus seorang diri melakukan berbagai tugas rumah tangga

seperti memasak, mencuci, mengasuh anak dan bahkan mengurus suami. Meskipun

demikian pekerjaan tersebut sama sekali tidak dihargai secara ekonomi bahkan status

sosialnya dalam masyarakat dianggap lebih rendah58.

2.3 Penyebab Ketidakadilan Jender

Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan jender dan perbedaan jender

telah melahirkan ketidakadilan dan ketidak-setaraan jender. Ketidak-setaraan dan

ketidakadilan jender antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat, pemerintah

dan gereja merupakan akibat dari adanya konstruksi sosial dan budaya tentang laki-

laki dan perempuan59. Ada beberapa faktor utama yang melatar-belakangi adanya hal

tersebut.

a. Pengaruh Budaya dan Dogma Agamawi

Di banyak negara (termasuk di Indonesia), masyarakat masih menjalani

kehidupannya dalam pengaruh adat budaya dan dogma agama yang kuat. Umumnya

budaya yang berkembang di dalam masyarakat adalah budaya patriarkhi. Patriarkhi

berasal dari dari bahasa Yunani, pater yang artinya bapak dan arche yang artinya

kekuasaan. Ebert mendefenisikan patriarkhi sebagai organisasi dan divisi dari semua

praktek dalam pengertian dalam hal jender yang mengistimewakan salah satu jenis

kelamin atas yang lain dengan kontrol laki-laki atas perempuan dalam hal seksualitas,

kesuburan dan tenaga kerja60.

Budaya patriarkhi menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan, dimana

laki-lakilah yang memegang kekuasaan atas semua peran penting di dalam

masyarakat, pemerintah, pendidikan, industri, bisnis, perawatan, kesehatan, iklan,

agama, dan lain sebagainya 61 . Sementara dogma-dogma agama pun kebanyakan

bersifat patriarkhi yang lebih mengedepankan kaum laki-laki. Dengan begitu maka,

�������������������������������������������������������������56Riant Nugroho, Gender, 47. 57Thobias Messakh, Konsep Keadilan dalam Pancasila, (Salatiga: Satya Wacana University Press,

2007), 78-79. 58Mutali’in A, Bias, 39-40. 59 Trisakti/Sugiarti, Konsep, 11. 60Elisabeth Schussler Fiorenza, But She Said, Messachusetts: Beacon Press Boston, 1992, 110 61Ibid,.

Page 13: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

berbagai persepsi atau pandangan yang tumbuh dalam masyarakat akan menganggap

laki-laki sebagai yang lebih utama dan lebih tinggi posisinya daripada perempuan.

b. Kecenderungan Kaum Perempuan Sendiri untuk Dipimpin

Oleh Kaum Laki-laki.

Faktanya ada banyak perempuan yang berjuang untuk mendapatkan

kesetaraan dengan kaum laki-laki. Namun masih banyak pula perempuan yang tidak

menyadari bahwa mereka sedang berada dalam kehidupan yang tidak setara dengan

laki-laki. Mereka justru menganggap bahwa kehidupan yang dijalani setiap hari itu

sudah menjadi kodrat mereka, termasuk ketika harus selalu berada di dalam keluarga

dengan peran-peran yang hanya terbatas pada memasak, merawat keluarga, mengasuh

anak atau sekedar mendampingngi suami. Faktor-faktor di atas merupakan

penghalang yang kuat, yang membatasi gerak perempuan untuk berperan dan

memiliki kedudukan yang setara dengan kaum laki-laki dalam masyarakat dan gereja.

Page 14: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

III. HASIL PEN ELITIAN DAN ANALISA

3.1 Gambaran Umum Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua

Majelis Jemaat Gereja Protestan Malauku (GPM) pulau Saparua merupakan salah

satu majelis jemaat yang beraliran Calvinis. Secara umum, pengorganisasian majelis

jemaat GPM pulau Saparua mengikuti sistem dan aturan presbiteral-sinodal. Arti dari

sistem presbiteral-sinodal adalah bahwa jemaat setempat diperintah atau dipimpin

oleh sekelompok orang yang memangku jabatan gerejawi, yaitu:� pendeta, penatua

dan diaken yang juga disebut sebagai majelis jemaat1.

GPM pulau Saparua terdiri dari 14 jemaat yakni jemaat Saparua-Tiouw, Tuhaha,

Mahu, Ihamahu, Siri-Sori Serani, Itawaka, Noloth, Porto, Haria, Pia, Ulath, Ou, Boi

dan Paperu. Tempat penelitian penulis meliputi 6 (enam) jemaat, yakni jemaat

Saparua-Tiouw, Pia, Tuhaha, Noloth, Itawaka, dan Ihamahu. Penulis memilih enam

(6) jemaat tersebut berdasarkan data yang terdapat di majelis klasis Lease yang

mencatat, bahwa di ke-enam jemaat tersebut jumlah majelis jemaat laki-laki lebih

banyak dari majelis jemaat perempuan, dan bahwa jabatan kepemimpinan

didimoniasi oleh majelis laki-laki. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di

dalam struktur kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua terdapat masalah

kesenjangan jender. Pertanyaannya adalah apakah yang menjadi faktor penyebab

kesenjangan jender dalam struktur kepemimpinan majelis jemaat setempat?.

3.2. Faktor Penyebab Kesenjangan Jender Dalam Struktur Kepemimpinan

Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua

Secara struktural majelis jemaat GPM pulau Saparua terdiri dari badan

pimpinan harian majelis jemaat (BPHMJ) yang di dalamnya terdapat ketua majelis

jemaat, wakil, sekertaris, bendahara dan ketua-ketua bidang. Bidang-bidang yang

dimaksud adalah bidang keesaan pembinaan umat dan hubungan agama-agama,

bidang pelayanan pendidikan dan pembangunan masyarakat (pelpem), bidang

pekabaran injil dan komunikasi (pikom), bidang finansial ekonomi (finek) dan bidang

kerumahtanggan2. Pada umumnya, jabatan ketua bidang dipegang oleh penatua atau

diaken sedangkan jabatan ketua majelis jemaat hanya boleh dipegang oleh pendeta.

�������������������������������������������������������������1Dien Sumiyatiningsih, “Kedudukan Peranan Wanita dalam Pemerintahan Gereja di Lingkungan

Gereja Kristen Jawa”, Gema, Desember 1986, 25 2Data didapat dari hasil diskusi bersama majelis jemaat GPM pulau Saparua, pada hari Rabu tanggal 8

Agustus 2012, pukul 18.00 WIT

Page 15: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

Faktanya hampir semua jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis

jemaat GPM pulau Saparua didominasi oleh kaum laki-laki. Sebagai contoh: di dalam

majelis jemaat Tuhaha struktur pimpinan harian majelis jemaat didominasi oleh kaum

laki-laki, mulai dari ketua, wakil, sekertaris, bendahara sampai pada ketua-ketua

bidang3. Tidak hanya jemaat Tuhaha, jemaat Pia, Noloth, Itawaka dan Ihamahu pun

demikian, hanya jemaat Saparua-Tiouw saja yang melibatkan paling tidak 4

perempuan dalam struktur pimpinan harian majelis jemaat4.

Salah seorang majelis jemaat Tuhaha mengatakan bahwa, sejujurnya kaum

perempuan juga ingin memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis

jemaat di gereja, namun peluang untuk untuk memegang jabatan tersebut tidak pernah

didapatinya5. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari pendeta jemaat Tuhaha yang

mengatakan bahwa yang lebih berpotensi untuk memegang jabatan pimpinan dalam

struktur pelayanan majelis jemaat di gereja adalah kaum laki-laki 6 . Hal ini

dikarenakan adanya streotipe bahawa laki-lakilah yang lebih pantas dan layak

memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis jemaat7 . Laki-laki

lebih berani dan berpengalaman serta memiliki banyak waktu dibanding dengan

perempuan8.

Berdasarkan fakta di atas, maka dapat disimpulkan bahwa dalam struktur

kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua terdapat kesenjengan jender yang

mencolok. Pertanyaannya adalah apakah yang menjadi faktor penyebabnya?.

Berdasarkan hasil observasi, wawancara dan diskusi yang dilakukan penulis di enam

(6) jemaat GPM pulau Saparua, ditemukan beberapa faktor penyebab antara lain

sebagai berikut :

3.2.1 Perempuan Sebagai Pencari Nafakah Utama (the bread winner )

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa kaum laki-laki diidentikan

sebagai pencari nafkah, namun dalam penelitian di majelis jemaat GPM pulau

Saparua, ditemukan bahwa justru perempuanlah yang mencari nafkah.

�������������������������������������������������������������3Hasil wawancara dengan ketua majelis jemaat GPM Tuhaha pada hari Minggu tanggal 5 Agustus

2012, pukul 13.25 WIT 4Data didapat dari hasil diskusi bersama para majelis jemaat GPM pulau Saparua,.. 5Hasil diskusi bersama majelis jemaat perempuan GPM Tuhaha pada hari Minggu tanggal 5 Agustus

2012 pukul 15.25 WIT 6Hasil wawancara dengan ketua majelis jemaat GPM Tuhaha,... ��Hasil wawancara dengan salah seorang majelis jemaat perempuan GPM Pia pada hari Rabu tanggal 8

Agustus 2012, pukul 16.00WIT�8 Ibid,.

Page 16: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

Faktanya hampir sebagian besar masyarakat pulau Saparua melimpahkan

tugas mencari nafkah kepada kaum perempuan. Hal ini dikarenakan sebagian besar

kaum laki-laki di Saparua tidak memiliki pekerjaan tetap. Sebagai contoh: kaum

perempuan di jemaat Pia, Noloth, Itawaka, Ihamahu dan Tuhaha harus berjuang keras

demi mencukupi kebutuhan keluarga dengan berdagang sagu dan hasil-hasil bumi

seperti ketela pohon, ubi-ubian dan sayur-sayuran di pasar9 . Pertanyaanya adalah

bagaimana dengan kaum laki-laki? Dalam wawancara bersama salah seorang majelis

jemaat Pia, dikatakan bahwa memang laki-laki juga membantu perempuan untuk

melaksanakan tugas mencari nafkah namun tidak sepenuhnya10. Hal ini dikarenakan

adanya streotipe bahwa tugas berdagang di pasar adalah tugas perempuan, jika laki-

laki melakukannya, maka laki-laki tersebut dikatakan tidak jantan.

Kondisi di atas menyebabkan sebagian besar kaum perempuan di pulau

Saparua jarang dan bahkan tidak pernah terlibat dalam struktur pelayanan majelis

jemaat di gereja. Kalaupun terlibat, kaum perempuan jarang diberikan kesempatan

untuk memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis jemaat dengan

alasan tidak mempunyai waktu. Menurut Pendeta jemaat Tuhaha perempuan akan

kewelahan jika memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis

jemaat. Hal ini dikarenakan kaum perempuan juga dibebani dengan tugas mencari

nfakah utama.

Berdasarkan fakta di atas maka dapat disimpulkan bahwa, di dalam

masyarakat pulau Saparua terjadi ketidakadilan jender dimana perempuan kehilangan

kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk mengembangkan dirinya secara

optimal sebagai individu yang bebas karena tugas sebagai pencari nafkah utama

dalam keluarga.

3.2.2 “Tugas Ganda” Perempuan

Selain mencari nafkah, perempuan juga harus mengerjakan tugas-tugas

domestik yakni mencuci, memasak, menyetrika, mengurus anak, suami dan lain

sebagainya. Parahnya, perempuan mengerjakan tugas-tugas tersebut secara mandiri

tanpa bantuan orang lain. Hal ini disebabkan kaum perempun tidak mampu menyewa

tenaga pembantu karena ekonomi keluarga yang lemah

�������������������������������������������������������������9Hasil wawancara dengan majelis jemaat GPM Pia, Tuhaha, Ihamahu, Noloth dan Itawaka 10Hasil wawancara dengan salah seorang majelis jemaat GPM Pia,...

Page 17: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

Dalam wawancara bersama pendeta jemaat Pia dikatakan bahwa, ketika

perempuan diminta untuk menjadi anggota majelis jemaat mereka selalu menolak

dengan alasan bahwa tugas yang mereka pikul sangat berat, mereka harus mengurus

rumah tangga dan juga bekerja mencari nafkah demi mencukupi kebutuhan

keluarga11. Berbeda dengan hal di atas salah seorang majelis jemaat Pia mengatakan,

bahwa sebenarnya, ketika perempuan diminta untuk terlibat dalam struktur pelayanan

majelis jemaat di gereja, mereka bersedia, sayangnya tidak diijinkan suami dengan

alasan bahwa sebagai istri, perempuan harus mengerjakan tugas-tugas domestiknya12.

Hal ini disebabkan adanya streotipe bahwa tugas domestik dalam keluarga hanya

boleh dilakukan oleh kaum perempuan saja. Padahal tidak seharusnya demikian, jika

kaum laki-laki bersedia membantu perempuan untuk melakukan tugas-tugas domestik

dalam keluarga mungkin kaum perempuan pun dapat terlibat dalam struktur

pelayanan majelis jemaat di gereja.

Berdasarkan data di atas maka disimpulkan bahwa tugas ganda yang

dibebankan kepada kaum perempuan telah membuatnya jarang bahkan tidak pernah

terlibat dalam struktur pelayanan majelis jemaat di gereja. Kalaupun terlibat jarang

sekali mendapat kepercayaan untuk memegang jabatan pimpinan.

3.2.3 Perbedaan Citra Laki-laki dan Perempuan Di Dalam Masyarakat

dan Gereja

Sebagian besar majelis jemaat GPM pulau Saparua mengatakan bahwa karunia

memimpin lebih banyak diberikan kepada kaum laki-laki 13 . Bagi mereka, moto

penggerak dalam gereja adalah laki-laki 14 . Laki-laki dinilai lebih cepat dalam

mengambil keputusan dibanding perempuan, laki-laki lebih berpengalaman dari

perempuan, laki-laki itu kuat, gagah, perkasa dan lebih berani jika dipercayakan

menjadi pemimpin 15 . Hal ini menyebabkan hampir semua pemegang jabatan

kepemimpinan dalam struktur pelayanan majelis jemaat GPM pulau Saparua

didominasi oleh kaum laki-laki16.

�������������������������������������������������������������11Hasil diskusi dengan majelis jemaat Tuhaha,... 12Hasil wawancara dengan majelis jemaat GPM Pia pada hari Rabu tanggal 8 Agustus 2012, pukul

14.00 WIT 13Hasil diskusi dengan majelis jemaat perempuan Tuhaha,... 14Ibid,. 15Ibid,. 16Data didapat berdasarkan hasil wawancara bersama majelis jemaat Pia, Tuhaha, Itawaka, Noloth, Ihamahu dan Saparua-Tiouw

Page 18: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

Dalam proses wawancara bersama pendeta jemaat Pia dikatakan, bahwa GPM

terletak di daerah kepulauan dan sebagaian besar gerejanya berada di daerah-daerah

terpencil 17 . Dengan demikian yang dibutuhkan adalah pendeta laki-laki bukan

perempuan. Hal ini disebabkan adanya pencitraan bahwa secara fisik pendeta laki-laki

lebih kuat dari pendeta perempuan18.

Berbeda dengan pernyataan di atas, Ketua dan Sekretaris Klasis Lease

mengemukakan, bahwa dalam ajaran GPM, perempuan diberikan peluang yang sama

dengan laki-laki untuk terlibat dalam struktur pelayanan majelis jemaat dan

memegang jabatan pimpinan di dalam gereja 19 . Keduanya pun mengakui bahwa

sebenarnya perempuan memiliki kemampuan yang lebih baik dari laki-laki, bahkan

secara intelektual perempuan lebih unggul20. Namun faktanya perempuan yang dinilai

unggul, jarang mendapat kesempatan untuk memegang jabatan pimpinan dalam

struktur pelayanan majelis jemaat di gereja. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan

dari salah seorang majelis jemaat Tuhaha yang mengatakan, bahwa perempuan tidak

pernah ditawarkan untuk memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan

majelis jemaat di gereja21. Tawaran selalu diberikan kepada majelis jemaat laki-laki.

Hal ini disebabkan adanya pencitraan, bahwa perempuan itu lemah secara fisik,

irasional, dan emosional. Sebagai contoh: dalam proses pemilihan majelis jemaat di

GPM pulau Saparua, laki-lakilah yang mendapat suara terbanyak, dan parahnya

sebagian besar calon majelis jemaat yang tidak lolos adalah kaum perempuan22. Tidak

hanya sampai disitu, perempuan yang lolos pun jarang diberikan kesempatan

memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis jemaat di gereja23. Hal

ini dikarenakan budaya patriarkhi yang lebih mengunggulkan kaum laki-laki dari

perempuan. Selain itu terdapat juga pencitraan bahwa laki-laki lebih berani dan

memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin, perempuan diangap lemah

dan tidak mampu melakukan peran-peran tertentu dalam masyarakat dan gereja.

Berdasarkan fakta di atas maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan citra antara

laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan gereja telah menciptakan kesenjangan

�������������������������������������������������������������17Hasil wawancara bersama pendeta GPM Pia, pada hari Selasa tanggal 7 Agustus 2012, pukul 18.00 WIT 18Ibid,. 19Hasil wawancara bersama sekertaris klasis Lease pada hari senin tanggal 6 Agustus 2012, pukul 15.00 WIT. 20Ibid,. 21Hasil wawancara bersama majelis jemaat perempuan GPM Tuhaha,... 22Hasil wawancara bersama majelis jemaat GPM Tuhaha,... 23Ibid,.

Page 19: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

jender dalam struktur pelayanan dan kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau

Saparua.

3.2.4 Pengaruh Ajaran Gereja dan Penafsiran Alkitab

Sebagian besar pendeta GPM pulau Saparua mengatakan bahwa Alkitab

mencatat pemimpin bangsa Israel adalah laki-laki dan bagi mereka hal tersebut masih

diteruskan sampai sekarang24. Buktinya ketua klasis, ketua majelis jemaat dan ketua

bidang dalam struktur pelayanan majelis jemaat kebanyakan masih dipegang oleh

kaum laki-laki. Perempuan jarang diberikan kesempatan untuk memegang jabatan

tersebut. Hal ini disebabkan adanya tafsiran bahwa penulis kitab semuanya laki-laki,

tokoh Alkitab pun lebih banyak laki-laki25. Oleh sebab itu wajar bila laki-laki lebih

diutamakan dan diandalkan dalam struktur pelayanan dan kepemimpinan majelis

jemaat di gereja.

Salah seorang majelis jemaat Saparua-Tiouw mengatakan bahwa yang menjadi

pemimpin/Imam pada zaman Perjanjian Lama adalah laki-laki, beliau juga

menambahkan bahwa Alkitab selalu mencerminkan sifat maskulin, sebagai contoh

anak-anak Yakub yang seharusnya berjumlah 13 orang, disebutkan hanya 12 orang26.

Dina yang adalah perempuan tidak disebutkan dan parahnya lagi ia tidak mendapat

sedikit warisan pun dari ayahnya27. Fakta lainnya adalah Allah digambarkan oleh

Alkitab sebagai sosok maskulin yakni seorang bapa dan raja.

Fakta-fakta di atas membuktikan bahwa dari dulu sampai sekarang laki-laki

lebih diutamakan, diunggulkan, diandalkan dan lebih dipercayakan menjadi pemimpin

dalam gereja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Clark yang mengatakan bahwa

kaum laki-laki lebih baik menjadi pemimpin dalam jemaat Kristen. Hal ini

dikarenakan adanya stereotipe bahwa kaum laki-laki adalah kepala keluarga, oleh

sebab itu mereka juga harus menjadi kepala/pemimpin dalam jemaat. Selain itu ada

�������������������������������������������������������������24Hasil wawancara dengan pendeta jemaat Pia, Tuhaha, Noloth dan Itawaka 25Ibid,. 26Hasil diskusi bersama para majelis jemaat GPM Saparua-Tiouw pada hari rabu tanggal 8 Agustus 2012, pukul 17.00 WIT 27Ibid,.

Page 20: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

juga tafsiran bahwa Adam yang lebih dahulu diciptakan baru Hawa, dengan demikian

yang harus menjadi pemimpin adalah laki-laki bukan perempuan28.

3.2.5 Kecenderungan Kaum Perempuan Dipimpin Oleh Kaum Laki-

laki

Berdasarkan wawancara, diskusi dan observasi yang dilakukan, penulis

menemukan bahwa kebanyakan jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan majelis

jemaat GPM pulau Saparua dipegang oleh kaum laki-laki. Pertanyaannya adalah

bagaimana dengan posisi dan kedudukan perempuan? Sebagian besar majelis jemaat

GPM pulau Saparua menjawab bahwa biasanya posisi dan kedudukan majelis jemaat

perempuan berada di bawah majelis jemaat laki-laki.

Dalam observasi yang dilakukan penulis, terlihat bahwa dalam pertemuan-

pertemuan ibadah, yang lebih berani mengutarakan pendapat adalah kaum laki-laki.

Hal tersebut diperkuat oleh salah seorang majelis jemaat Pia yang mengatakan bahwa

dalam rapat-rapat kemajelisan kaum perempuan lebih banyak diam dan sering

mengikuti keputusan dari majelis laki-laki. Ketika ditanya mengapa demikian? Beliau

menjawab hal ini dikarenakan jumlah perempuan yang sedikit dalam struktur

pelayanan majelis jemaat sehingga mereka lebih sering mengikuti keputusan daripada

memutuskan29.

Melihat fakta di atas, penulis menganalisa bahwa kaum perempuan di pulau

Saparua cenderung memberikan diri untuk dipimpin daripada memimpin. Sebagian

besar mereka beranggapan bahwa yang lebih pantas menjadi pemimpin adalah laki-

laki. Perempuan selalu berada di bawah pimpinan laki-laki dan lebih sering mengikuti

keputusan dari kaum laki-laki. Sebagai contoh : salah seorang majelis jemaat

perempuan pernah ditawarakan untuk menjadi ketua persidangan majelis jemaat Pia,

sayangnya tawaran tersebut ditolaknya dan didelegasikan kepada kaum lak-laki.

Ketika ditanya mengapa mendelegasikan tugas tersebut kepada kaum laki-laki?

Jawaban yang diberikan adalah karena laki-laki yang lebih cocok dan mampu menjadi

pemimpin, posisi perempuan biasanya dibawahnya, misalnya sekertaris/bendahara.30

Berdasarkan fakta tersebut penulis menganalisa bahwa citra diri sebagain besar kaum

perempuan di pulau Saparua tergolong rendah, mereka akan merasa aman jika mereka

�������������������������������������������������������������28Hasil wawancara bersama majelis jemaat perempuan GPM Tuhaha,... 29 Ibid,. ���Hasil wawancara bersama majelis jemaat perempuan GPM Pia,…�

Page 21: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

berada dibawah laki-laki. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa salah satu

penyebab perempuan jarang memegang jabatan pimpinan dalam struktur pelayanan

majelis jemaat di gereja adalah karena kaum perempuan sendiri yang cenderung

memberi diri dipimpin oleh kaum laki-laki.

3.2.6 Budaya Patriarkhi Yang Mengakar Dalam Masyarakat dan

Gereja

Budaya patriarkhi merupakan salah satu penyebab kesenjangan jender dalam

struktur pelayanan dan kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua. Adanya

budaya patriarkhi yang menomorsatukan laki-laki dalam berebagai macam posisi

membuat perempuan menjadi tersisih dan terpojokan. Sebagai contoh: dalam

pemilihan anggota majelis klasis Lease pendeta perempuan pun masuk dalam bakal

calon, namun sebelum sampai pada proses pemilihan mereka mengundurkan diri

dengan alasan memberikan kesempatan kepada senior. Parahnya senior yang

dimaksudkan adalah pendeta laki-laki. Contoh lain misalnya: di dalam struktur

pelayanan majelis jemaat GPM Noloth seksi kerumahtanggaan yang asumsinya harus

dipegang oleh perempuan justru dipegang oleh laki-laki31.

Hal ini disebabkan dalam budaya gereja di Maluku, kepemimpinan lebih sering

dipercayakan kepada seseorang yang berpengalaman, dalam hal ini laki-laki yang

lebih dipercaya, karena pada umumnya masyarakat Saparua mengangap bahwa laki-

lebih berpengalaman daripada perempuan. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan

tidak berpengalaman. Dalam wawancara bersama ketua klasis Lease, beliau

mengatakan bahwa dogma GPM mengajarkan kesetaraan dan kemitraan antara laki-

laki dan perempuan. Menurutnya perempuan dan laki-laki setara meskipun berbeda

secara biologis. Perempuan juga diberikan peluang dan potensi dari Allah untuk

menjadi pemimpin dalam gereja, sayangnya apa yang diharapkan tidak sesuai dengan

yang terjadi di lapangan 32 . Peluang dan potensi yang diberikan tidak digunakan

sebagaimana mestinya oleh kaum perempuan. Hal ini disebabkan dalam kehidupan

masyarakat dan gereja di pulau Saparua masih terdapat budaya yang mengajarkan

bahwa posisi laki-laki lebih tinggi dari perempuan 33 . Sebagai contoh : dalam

observasi yang penulis lakukan di jemaat Tuhaha, terlihat bahwa guru sekolah minggu �������������������������������������������������������������

31Hasil wawancara dengan pendeta jemaat Noloth, pada hari jumat tanggal 10 Agustus 2012, pukul 16.00 WIT 32Ibid,. 33Hasil wawancara bersama pendeta jemaat Noloth, Itawaka dan Ihamahu

Page 22: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

di dominasi oleh kaum perempuan, sedangkan struktur pelayanan majelis jemaat

didominasi oleh kaum laki-laki. Fakta ini membuktikan bahwa kaum laki-laki

diidentikan sebagai pemimpin pada aras yang lebih tinggi sedangkan perempuan pada

aras yang rendah.

3.3 Rangkuman

Berdasasrkan data di atas maka dapat disimpulkan, bahwa faktor penyebab

kesenjangan jender dalam struktur pelayanan dan kepemimpinan majelis jemaat GPM

pulau Saparua adalah karena pada umumnya di pulau Saparua perempuanlah yang

bekerja sebagai pencari nafkah utama “the bread winner”. Sebagai akibatnya mereka

jarang bahkan tidak pernah terlibat dalam struktur pelayanan dan kepemimpinan

majelis jemaat di gereja. Tidak hanya sebagai pencari nafkah utama, perempuan juga

dibebani dengan tugas-tugas domestik di dalam keluarga dan juga didukung oleh

budaya dan penafsiran Alkitab yang menomorsatukan laki-laki.

3.4 Refleksi Teologis

Menurut Perjanjian Lama, majelis jemaat laki-laki dan perempuan setara

namun berbeda secara biologis. Secara puitis kesetaraan itu di sampaikan dalam Kitab

Kejadian pasal 1:27 “ maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,

menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya

mereka.” Bercermin pada ayat tersebut, kita menemukan bahwa baik laki-laki maupun

perempuan sama martabatnya sebagai manusia dan penyandang gambar Allah 34 .

Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dari fakta bahwa keduanya mendapat

mandat yang sama dari Allah untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kej.1:26, 28-

29)35. Hal ini berarti bahwa laki-laki dan perempuan diberikan kemampuan yang sama

untuk melayani Allah dan sesama.

Alkitab Perjanjian Lama juga mencatat bahwa peran dan kedudukan

perempuan tidak hanya sebagai istri atau ibu melainkan sebagai mitra kerja laki-laki

dan bahkan sebagai penasihat hikmat istana, Nabi, dan Hakim36. Contohnya : Debora

dan Yael (Hakim 4 dan 5) yang memberikan kemenangan kepada bangsa Israel,

�������������������������������������������������������������34 Karman, Bunga Rampai , 45. 35Ibid,. 36 Risnawaty Sinulingga, “Gender ditinjau dari Sudut Pandang Agama Kristen”Jurnal Wawasan,

Volume 12, Nomor 1 (Juni 2006) 49.

Page 23: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

Naomi dan Rut yang menunjukan kesetiaannya pada tanah leluhur, Hana yang

mempersembahkan Samuel, sampai pada Ester, ratu yang mengambil resiko untuk

menyelamatkan bangsanya. Contoh di atas membuktikan bahwa peran perempuan

dalam sejarah kehidupan bangsa Israel bukan hal yang kecil37. Perempuan diciptakan

tidak untuk menjadi pelengkap kehidupan laki-laki dan tidak juga menjadi juru

selamat melainkan menjadi rekan yang setara. Keduanya tidak berjalan sendiri-sendiri

melainkan bersatu dalam kontribusi yang berbeda, saling bergantung, dan saling

melengkapi.

Sama halnya dengan Perjanian Lama, Perjanjian Baru pun mencatat bahwa

laki-laki dan perempuan adalah mitra atau patner hidup yang setara dan saling

melengkapi. Hal ini tercatat dalam 1 Korintus 11:11-12 yang menyebutkan bahwa

“Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada

laki-laki tanpa perempuan, sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki,

demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan; dan segala sesuatu berasal dari

Allah”. Gagasan ini didukung oleh Paulus dalam Gal 3:28 yang menyebutkan bahwa

“Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau

orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di

dalam Kristus.” Dengan bercermin pada ayat tersebut kita menemukan bahwa secara

prinsipil tidak ada tatanan hirarkis tentang hubungan peranan majelis jemaat laki-laki

dan perempuan. Dalam kondisi ini, majelis jemaat perempuan memiliki hak dan

kewajiban yang sama dengan majelis jemaat laki-laki, termasuk untuk melakukan

berbagai peran dan menempati posisi yang sesuai dengan keinginan dan ketrampilan

dirinya.

Sebagai mitra kerja, teman kerja atau rekan kerja yang setara, maka majelis

jemaat perempuan dan laki-laki harus saling menolong dan menopang satu dengan

yang lain, seperti yang dianjurkan Paulus dalam Galatia 6:2 “bertolong-tolonglah

menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus”.

�������������������������������������������������������������37Dikutip dari bahan ceramah Pdt. Yolanda Pantau

Page 24: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa di

dalam struktur pelayanan dan kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua

terdapat kesenjangan jender yang mencolok, dimana jumlah majelis jemaat laki-laki

lebih banyak dari majelis jemaat perempuan dan hampir semua pemegang jabatan

pimpinan didominasi oleh kaum laki-laki. Hal ini dikarenakan pada umumnya

perempuan di jemaat GPM pulau Saparua merupakan pencari nafkah utama (the

bread winner).

Sebagai akibatnya kaum perempuan jarang dan bahkan tidak pernah terlibat

dalam struktur pelayanan dan kepemimpinan majelis jemaat di gereja. Hal ini

dikarenakan sebagian besar waktunya tersita untuk melakukan tugas sebagai pencari

nafkah utama bagi keluarga. Selain pencari nafkah utama, kaum perempuan di

Saparua juga dibebani dengan tugas domestik yang dimilikinya. Di samping itu,

budaya patriarkhi dan penafsiran Alkitab yang mengunggulkan laki-laki juga

merupakan faktor penyebab kesenjangan jender dalam struktur pelayanan dan

kepemimpinan majelis jemaat GPM pulau Saparua.

Oleh sebab itu lewat tulisan ini penulis ingin mengusulkan beberapa hal

kepada majelis jemaat GPM pulau Saparua sebagai suatu bentuk tindak lanjut dari

penelitian yang telah penulis lakukan. Saran yang diusulkan kepada majelis jemaat

GPM pulau Saparua antara lain sebagai berikut :

a. Perlu adanya perubahan paradigma dari anggota dan majelis jemaat GPM

pulau Saparua mengenai pembagian tugas domestik-publik dalam keluarga

dan masyarakat. Jika perempuan sudah melakukan tugas domestik dan

publik, maka seharusnya laki-laki pun demikian. Jika pihak laki-laki mau

bekerja sama dan membantu pihak perempuan untuk untuk melaksanakan

tugas di ranah publik yakni mencari nafkah bagi keluarga dan

melaksanakan tugas-tugas domestik dalam keluarga, maka secara

otomatis, perempuan pun dapat terlibat dalam struktur pelayanan dan

kepemimpinan majelis jemaat di gereja.

b. Perlu mengadakan sosialisasi mengenai kesetaraan laki-laki dan

perempuan di berbagai kegiatan misalnya PA, seminar, Diskusi, kotbah

dan lain-lain sebagainya.

Page 25: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

c. Lebih banyak mengangkat teks-teks Alkitab yang mengandung unsur

kemitraan, keadilan, dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan

sebagai bahan khotbah, PA, diskusi, dan lain-lain.

d. Mulai memberikan kesempatan dan peluang yang sama bagi kaum

perempuan sama seperti halnya kepada kaum laki-laki, untuk terlibat

dalam peran dan kedudukan di gereja baik sebagai majelis jemaat maupun

badan pengurus organisasi gerejawi.

Page 26: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

• Kepustakaan

Abineno,J.L.Ch. 2008. Penatua Jabatannya dan Pekerjaannya. Jakarta: BPK Gunung Mulia

---------------------,2003. Diaken. Jakarta: BPK Gunung Mulia --------------------,1992. Pembangunan Jemaat, Tata Gereja dan Jabatan Gereja.

Jakarta: BPK Gunung Mulia --------------------,1983. Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia --------------------,1983. Pelayan-Pelayan Khusus : Jakarta: BPK Gunung Mulia Ahmad, Muthali. 2001. Bias Jender dalam Pendidikan. Surakarta: MVP Bolkestein, M.H. 1966. Azas-Azas Hukum Gereja. Djkarta: Badan Penerbit Kristen Daun, Paulus. Pengantar ke Dalam Administrasi Gereja, 51. Faisal, Sanapiah. 1989. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: CV. Rajawali Fakih, Mansor. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Insist

Press Hommes, Anne. 1992. Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Gereja dan

Masyarakat. Yogyakarta: BPK Gunung Mulia dan Kanisus Hendriks, A. N. 1981. Pengatur Rumah Allah. Jakarta: BPK Gunung Mulia, Jonge, Christiaan de. 1999. Apa itu Calvinisme?. Jakarta: BPK Gunung Mulia Karman, Yonky. 2004. Bunga Rampai Teologi Perjanjian Lama. Jakarta: BPK

Gunung Mulia Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: MANDAR

MAJU Kirchberger, G. 1991. Gereja Yesus Kristus Sakramen Roh Kudus. Ende: Nusa Indah Moleong, Lexy. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya Bandung Nazir, Mohammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta: Balai Aksara, Yudihstira,

Saadiyah Neufeldt (ed.), Victoria. 1984. Webster’s New World Dictionary. New York:

Webster’s New World Clevenland Nugroho, Riant. 2008. Gender, Jakarta : Pustaka Pelajar

Page 27: PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/2871/2/T1_712008039_Full... · manusia dan penyandang gambar Allah4. Kesetaraan laki-laki

Oakley, Aan. 1985. Sex, Gender and Society. London: Temple Smith Pantau, Yolanda. 2011. “Bagaimana memahami posisi dan peran perempuan dalam

PL”. Jakarta Pramudianto. 2008.Panduan Pelayan Majelis. Jakarta: Sirao Credentia Center Rullman, J.A.C. 1956. Peraturan Geredja. DJakarta: Taman Pustaka Kwitang Retnowati. 2009. Handout Seminar Dasar. Salatiga: Fakultas Teologi UKSW Sinulingga, Risnawaty. 2006. “Gender ditinjau dari Sudut Pandang Agama

Kristen”Jurnal Wawasan, Volume 12, Nomor 1 Strauch, Alexander. 2008. Diaken dalam Gereja Penguasa atau Pelayan.

Yogyakarta: ANDI Strauch, Alexander. 2008. Kepenatuaan atau Kependetaan. Yogyakarta: ANDI Stoller, Robeth. 1968. Sex and Gender: on the development of Masculinity and

Femininity. London: Hogarth press Sugiarti dan Handayani, Trisakti. 2002. Konsep dan teknik penelitian gender.

Malang:Universitas Muhamadiyah Sumiyatiningsih, Dien. 2010. “Kepemimpinan Pendidikan dalam Perspetif Jender.

Semarang” : UNES Semarang

-----------------------------,1986. “Kedudukan Peranan Wanita dalam Pemerintahan Gereja di Lingkungan Gereja Kristen Jawa”. Salatiga: UKSW

Toerney, Helen (ed.). 1990.Women’s Studies Encylopedia Vol 1. New York: Green

Wood Press �

Usman, Husain. 1996. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara Vredenbregt, J. 1978. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT

GRAMEDIA JAKARTA Wals, Edgar. 2008. Bagaimana Mengelola Gereja Anda. Jakarta: BPK Gunung Mulia