PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN...

85
PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN TERHADAP PERILAKU SPIRITUAL MASYARAKAT DUSUN NGUDI, DESA KALANGAN, BLORA, JAWA TENGAH TAHUN 1940 2000 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapat Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) oleh: Setyo Hari Kharisma 1112022000048 KONSENTRASI ASIA TENGGARA PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Transcript of PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN...

Page 1: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN TERHADAP PERILAKU

SPIRITUAL MASYARAKAT DUSUN NGUDI, DESA KALANGAN, BLORA,

JAWA TENGAH TAHUN 1940 – 2000

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Mendapat Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

oleh:

Setyo Hari Kharisma

1112022000048

KONSENTRASI ASIA TENGGARA

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil
Page 3: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil
Page 4: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil
Page 5: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

iv

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufiq dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa penulis limpahkan kepada baginda nabi

Muhammad saw, keluarga, dan para sahabatnya.

Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana strata 1 (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan

diselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak sedikit kesulitan dan hambatan

yang penulis hadapi dan rasakan, baik yang menyangkut masalah manajemen waktu,

teknis pengumpulan, data dan lain - lain. Akan tetapi, dengan semangat, kerja keras,

dan doa serta dorongan dan bantuan yang di dapat dari berbagai pihak, kesulitan dan

hambatan tersebut sedikit demi sedikit dapat teratasi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa semua ini tidaklah

semata berhasil dengan tenaga dan upaya sendiri, namun banyak pihak yang telah

berpartisipasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, baik yang bersifat moril

maupun materil, maka dengan ini sepatutnya penulis menyampaikan banyak terima

kasih atas kerjasama dan dorongannya. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih

yang terdalam kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Jakarta, berikut pula semua wakil Dekan, I, II, dan III serta seluruh staf dan

pegawai Fakultas Adab dan Humaniora.

2. Bapak H. Nurhasan, M.A selaku Ketua Jurusan dan ibu Shalikatus Sa’diyah,

M.Pd selaku Sekretaris Jurusan yang telah membantu administrasi prosedural

akademik mulai dari perkuliahan hingga selesainya jenjang S-1 penulis.

Page 6: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

v

3. Bapak Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.Ag selaku pembimbing skripsi yang

dengan ikhlas memberikan ilmu dan waktunya untuk membimbing penulis hingga

selesainya penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Amelia Fauzia selaku pembimbing akademik yang telah membimbing

penulis dalam menghadapi masa masa perkuliahan dari awal masuk sampai akhir

perkuliahan.

5. Bapak Prof. Dr. H. Budi Sulistiono M.Hum selaku penguji 1 dan Drs. H. Azhar

Shaleh, M.A Bapak selaku penguji 2 yang telah meluangkan waktunya untuk

pengujian skripsi.

6. Seluruh dosen Program Studi Sejarah dan Kebudayaan Islam yang telah banyak

berjasa terhadap penulis dalam memberikan motivasi dan bimbingan

keilmuannya.

7. Bapak Kusnan dan ibu Amining selaku pak de dan bu de penulis dan selaku

narasumber dan pembimbing penulis dalam membuat skripsi ini, yang telah

memberikan banyak ilmu dan bantuan dalam mencari dan mendapatkan sumber

data.

8. Kiai Kastuju, Kiai Abdul Hadi, Kiai Suhadi, Kiai Bakri, Mardiyah S.Pd S.Sy,

Abdul Mufid dan adiknya Amin, mbah mi, mbah sidik, lek Inanto, Mbak Lia, De

Suti dan seluruh masyarakat Blora, khususnya yang tinggal di Dusun Ngudi, yang

telah memberikan banyak sekali ilmu dan pengalaman buat penulis, sekaligus

memberikan beberapa sumber untuk menyempurnakan skripsi ini.

9. Orang tua penulis, Ibunda Darmilah yang telah mendukung dan memotivasi

penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Ayahanda Muhamad Ahla yang selalu

memberikan dukungan dan memberikan wejangan positif kepada penulis saat

penulis mendapat kebuntuan dan kegelisahan.

10. Adik penulis Imam Bagus Maulana dan Anik Nur Wulandari yang telah

membantu penulis dalam mengumpulkan berkas dalam penulisan skripsi.

11. Teman teman SKI angkatan 2012, teman teman AL AZKIYA 18, KKN ACTIVE,

KARANG TARUNA RW 09, IRMA (Ikatan Remaja Mushola Al Hikmah), Guru

Page 7: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

vi

guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

Falah, INADA (Ikatan Alumni Daarul Muttaqien), Komunitas Santri Pecinta

Alam Tangerang (SAPALA), dan teman teman lainnya yang ikut memberikan

partisipasinya khususnya kepada Fajar Ikhtiar, Ari Rifai, Muhammad Fatulhaj,

Mardiyah, Imam Maulana M.S dan semua orang yang telah membantu penulis

hingga selesainya skripsi ini.

Penulis hanya bisa berdoa, semoga amal baik mereka diberikan ganjaran yang

setimpal, karena allah SWT adalah sebaik baiknya pemberi balasan.

Jakarta, 4 januari 2017

Penulis

Page 8: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

vii

Ringkasan

Nama : Setyo Hari Kharisma

NIM/Jrsn : 1112022000048/Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

“Pengaruh Islam dan Budaya Kejawen Terhadap Perilaku Spiritual Masyarakat

Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah Tahun 1940 – 2000”

ABSTRACT

Religion and culture are two elements that are important for the community,

as both have their respestive roles in shaping the behavior and mindset of the

people.

Meeting between religions and culture sometimes causes the pros and cons

for society, moment like this figure is society that must serve to neutralize

community disputes.

In writing this essay, the author will discuss the existing problem in detail.

Skripsi ini berjudul

“Pengaruh Islam dan Budaya

Kejawen Terhadap Perilaku

Spiritual Masyarakat Dusun Ngudi,

Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah

Tahun 1940 – 2000”.

Mengenai pembahasan di atas,

maka penelitian pun dilakukan dengan

tujuan yaitu: Pertama, untuk

mengetahui lebih dalam tentang agama

Islam dan budaya Jawa (Kejawen) di

Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora,

Jawa Tengah. Kedua, yaitu untuk

mengetahui perilaku spiritual

masyarakat di Dusun Ngudi, Desa

Kalangan, Blora, Jawa Tengah.Ketiga,

untuk mengetahui pengaruh agama

Islam dan budaya Jawa (Kejawen)

terhadap perilaku spiritual masyarakat

Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora,

Jawa Tengah.

Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan metode penelitian

kualiltatif. Alasan peneliti

Page 9: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

viii

menggunakan paradigma kualitatif

adalah karena dalam skripsi ini,

penulis ingin memberikan,

menerangkan, dan mendeskripsikan

secara kritis, atau menggambarkan

suatu fenomena, suatu kejadian, atau

suatu peristiwa interaksi sosial dalam

masyarakat untuk mencari dan

menemukan makna dalam konteks

sesungguhnya. Semua jenis penelitian

kualitatif bersifat deskriptif dengan

mengumpulkan data lunak.

Sedangkan sumber data yang

didapatkan dari penelitian kualitatif,

ada yang diperoleh melalui penelitian

lapangan dan ada pula penelitian

kepustakaan. Perbedaan antara tipe

yang satu dengan yang lain adalah

dalam tujuan dan strategi

penemuannya.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan peneliti yaitu:

observasi,Interview(Wawancara), dan

studi dokumentasi.

Temuan temuan yang peneliti

dapatkan dalam skripsi ini adalah,

pertama, pada masyarakat Jawa,

agama dan budaya sangat dijunjung

tinggi oleh mayoritas masyarakatnya,

perilaku masyarakat dapat terbentuk

dari kedua unsur tersebut.Kedua,

Akulturasi antara agama Islam dan

budaya Jawa memberikan pengaruh

yang signifikan kepada kehidupan

masyarakat, namun salah satu dari

keduanya, pengaruhnya ada yang lebih

dominan dalam masyarakat. Ketiga,

dari akulturasi tersebut muncullah pro

dan kontra masyarakat dalam

menyikapinya, ada yang lebih

dominan terhadap ajaran baru yaitu

ajaran agama Islam, karena ajarannya

yang dianggap benar, dan membawa

perubahan pemikiran dan perilaku

masyarakat menjadi lebih baik, dan

sebagian masyarakat yang lain, ada

yang lebih dominan terhadap budaya,

mereka beranggapan, setiap

masyarakat di setiap daerah pasti

memiliki ciri khas yang berupa tradisi

dan budaya, jika budaya diganti

dengan pembaharuan, maka hasilnya

adalah menghilangnya karakteristik

masyarakat di suatu daerah, karena

setiap masyarakat dalam suatu daerah

karakteristiknya ditentukan oleh tradisi

dan budaya masyarakat, jika itu hilang

maka akan hilanglah pula ciri khas

Page 10: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

ix

masyarakat daerah tersebut. Dari hasil

penelitian ini, peneliti mendapatkan

bukti - bukti penemuan baru, berupa

akulturasi antara agama Islam dan

budaya Jawa dapat dilakukan dan

berdampak positif pada masyarakat,

selain itu pengaruh yang diperoleh

masyarakat bukan hanya melalui

budaya dan agama saja, melainkan

tokoh - tokoh masyarakat pun ikut

serta dalam mengubah pola pikir

masyarakat, selain itu, pengislaman

(Islamisasi) di Dusun Ngudi ini

terbilang unik, karena Islam melalui

sebuah mata pencaharian, yaitu

melalui tradisi keseharian masyarakat

dalam bertani. Temuan ini

menjadi pembaharu teori Islamisasi di

Indonesia karena teori yang

berkembang di masyarakat dalam

Islamisasi yaitu perdagangan,

perkawinan, dan dakwah.

Melihat dari bukti bukti dan

hasil penelitian di atas, dapat

disimpulkan bahwa agama dan budaya

dalam sebuah masyarakat memiliki

peran yang sangat penting, keduanya

memberikan pengaruh kepada perilaku

spiritual masyarakat.

Page 11: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

XI

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………..……………..II

KATA PENGANTAR……………………………………………………..…….....IV

ABSTRAK…………………………………………………………………..…......VII

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..……XI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………….………..1

B. Rumusan Masalah………………………………………………….4

C. Tujuan Penelitian…………………………………………….…….4

D. Manfaat Penelitian………………………………..………………..4

E. Tinjauan Pustaka……………………………………………..….....5

F. Kerangka Teoritik……………………………………………....…..6

G. Metode Penelitian……………………………………………....….7

H. Sistematika Penulisan………………………………………..…...12

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG BUDAYA JAWA DAN ISLAM

A. Seputar Budaya Jawa………………………………………..……14

1. Pengertian Budaya…………………….……………..……14

2. Kebudayaan Jawa………………….………………….…..16

B. Islam di Jawa…………………………………………….....….….20

1. Masuknya Islam di Tanah Jawa…………………….….….20

2. Dakwah dan Ajaran Islam di Jawa………………….…….21

BAB III GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DUSUN NGUDI

A. Letak Geografis dan Demografis Dusun Ngudi…………….……23

B. Kondisi Keagamaan dan Budaya Dusun Ngudi…………….….…24

C. Perilaku Spiritual Masyarakat Dusun Ngudi………………….….29

BAB IV PERSPEKTIF MASYARAKAT DAN PERILAKU SOSIAL

WARGA DUSUN NGUDI

Page 12: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

XII

A. Pengaruh Elite Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Adat Istiadat

Masyarakat Setempat.....................................................................31

B. Pandangan Ulama dan Tokoh Masyarakat Tentang Budaya Jawa

dan Agama Islam...........................................................................33

C, Relasi Agama Islam dengan Perilaku Keseharian Masyarakat

Dusun Ngudi...........................................................,......................38

D. Akulturasi Budaya Jawa dengan Islam dan Pengaruhnya Terhadap

Perilaku Masyarakat Dusun Ngudi................................................44

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................47

B. Saran................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................49

LAMPIRAN................................................................................................................51

Page 13: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Jawa telah mengembangkan sebuah budaya literer dan religius

jauh sebelum Islam.Tercatat, peradaban telah muncul untuk pertama kalinya pada

abad ke-14.Peradaban yang lebih tua ini diilhami oleh gagasan Hindu serta

Budha.Gagasan tersebut meninggalkan beragam warisan berupa seni, arsitektur,

literatur, dan pemikiran, yang sampai saat ini masih membuat masyarakat Jawa dan

kalangan luar terpesona.

Dari sekian banyak tradisi dan budaya masyarakat yang ada di Indonesia, ada

sebagiannya yang masih dijunjung tinggi dan dilestarikan oleh masyarakat secara

turun temurun dari generasi ke generasi.Terkadang di antara tradisi dan kebudayaan

yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, ada yang bertentangan dengan ajaran

agama Islam. Keyakinan masyarakat perihal agama nenek moyang dan tradisi leluhur

yang percaya akan hal - hal yang berbau mistis dan mitos menjadi tantangan besar

bagi para penyiar agama Islam, ditambah lagi dengan adanya akulturasi budaya.

Keduanya masih menjadi masalah dalam pandangan agama Islam.

Selain budaya, agama juga memiliki kontribusi yang sangat penting untuk

masyarakat, karena fungsi agama antara lain sebagai pedoman hidup, pengajaran1,

tatanan sosial dalam bermasyarakat2, pembelajaran

3, dan mempererat tali

persaudaraan4.5Selain dari keempat fungsi tersebut, agama juga berfungsi melakukan

1Agama berfungsi untuk mengajarkan manusia untuk selalu menuju jalan yang benar, jalan

yang diridhoi oleh agamanya, selain itu, agama juga mengajarkan manusia untuk berfikir positif untuk

meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. 2 Agama juga berperan dalam kehidupan manusia, karena di dalam agama manusia diajarkan

cara bersosialisasi, bergaul, dan bercengkrama dengan masyarakat dengan baik dan sopan. 3Agama merupakan tempat belajar bagi manusia, karena di dalam ilmu agama diajarkan untuk

selalu menjadi lebih baik sejalan dengan berjalannya waktu dan berproses dari pengalaman hidup. 4 Agama berperan penting dalam menumbuhkan rasa saling berbagi antara satu manusia

dengan manusia yang lain, rasa solidaritas serta persaudaraan inilah yang membuat manusia makin

kokoh dalam mempererat tali silaturahmi dalam beragama dan bermasyarakat. 5 Irfanul Hidayah, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses Marginalisasi

Budaya Lokal”, dalam Jurnal Religi, vol 2, no 2, juli 2003, h. 137.

Page 14: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

2

perubahan terhadap pola pikir dan keyakinan masyarakat. Dengan kata lain, agama

merupakan suatu sarana baru untuk mengajak masyarakat lama masuk ke dalam

bentuk kehidupan masyarakat yang baru. Dalam hal ini tentu saja akan terjadi

gesekan dengan nilai - nilai budaya dan adat setempat, padahal budaya itu sudah eksis

di masyarakat. Setelah agama dan budaya berada dalam wadah yang sama yaitu di

ruang lingkup masyarakat, maka konsekuensinya adalah akan terpinggirkan salah

satunya, atau akan ada pengaruh antar keduanya.6

Dari pandangan di atas, dapat didefinisikan bahwa keberadaan agama dan

budaya dalam suatu komunitas masyarakat memiliki peran yang sangat penting.Baik

budaya maupun agama, keduanya memiliki peran masing - masing dalam membentuk

suatu tatanan hidup serta pola pikir masyarakat.Dapat diartikan keduanya bisa

membentuk suatu karakter dalam komunitas masyarakat di suatu wilayah. Tetapi

pertemuan antara keduanya, tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan

persaingan dalam mengambil obyek yaitu masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena

kedua unsur tersebut, agama maupun budaya memiliki peran serta fungsi yang

berbeda bagi masyarakat.

Perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi sangat berkaitan dengan rutinitas

harian mereka.Perilaku ini berupa ritual - ritual keagamaan yang masih dianggap

sakral, sehingga harus dilakukan secara terus - menerus.Selain itu, perilaku spiritual

yang dilakukan oleh masyarakat ada yang berhubungan dengan keyakinan dan mata

pencaharian mereka sehari – hari dalam tradisi bertani. Jadi anggapan mereka jika

ritual – ritual dalam tradisi bertani ini dihentikan, maka akan mengganggu ekosistem

pertanian dan mata pencaharian mereka.

Adapun persoalan yang mendorong manusia melaksanakan aktivitas ritual

keagamaan adalah, karena adanya emosi dan getaran jiwa yang sangat mendalam, hal

itu disebabkan oleh rasa takut terhadap sesuatu yang bersifat mistis atau

keramat.Selain takut, alasan lain yang membuat masyarakat dusun Ngudi melakukan

6 Irfanul Hidayah, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses Marginalisasi

Budaya Lokal”, dalam Jurnal Religi, vol 2, no 2, juli 2003, h. 138.

Page 15: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

3

ritual keagamaan adalah adanya harapan - harapan terhadap sesuatu. Sementara itu,

Pada masyarakat yang masih dalam masa transisi dari tradisi lama menuju tradisi

baru yang asing, sering kali terjadi dualisme ekspresi yang tampak berlawanan.

Dualisme itu dapat disaksikan dalam kehidupan masyarakat Dusun Ngudi, di satu sisi

mereka mengakui kebenaran ajaran Islam dan mengamalkannya, di sisi lain mereka

tetap mempercayai hal hal yang berhubungan dengan tradisi warisan kebudayaan

Hindu Budha.7

Ada beberapa faktor yang menyebabkan sebagian masyarakat Dusun Ngudi

kesulitan untuk meninggalkan ritual keagamaan, di antaranya: Pertama, karena dalam

kepercayaan dan keyakinan, mereka masih menyimpan unsur - unsur ajaran

keagamaan terdahulu seperti, animisme, dinamisme, dan ajaran Hindu Budha. Kedua,

karena pengetahuan masyarakat yang minim, sehingga kebanyakan dari

masyarakatnya cenderung bersifat ikut - ikutan dalam mengikuti

pembaharuan.Ketiga, karena masyarakatnya sudah terbiasa melakukan ritual

keagamaan, bahkan ritualnya sudah berlangsung secara turun temurun dari generasi

ke generasi. Mereka meyakini, jika ritual tersebut ditinggalkan akan timbul

malapetaka atau musibah yang akan mereka dapatkan. Keempat, karena agama Islam

masuk melalui tradisi mata pencaharian masyarakat, ajarannya pun sifatnya

toleransi.Kelima, masih ada sebagian tetua adat yang melaksanakan ritual tersebut,

tetua adat ini memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat.8

Adanya dua unsur budaya dalam satu wilayah yang memberikan pengaruh

besar terhadap pola pikir dan perilaku masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.

Pada masyarakat Dusun Ngudi, agama Islam dan budaya Jawa sangat berpengaruh

pada perilaku spiritual mereka. Namun, jika kedua unsur tersebut saling bertemu dan

berakulturasi, maka akan menimbulkan budaya baru di masyarakat, dan dampak dari

akulturasi tersebut terdapat pada perilaku spiritual masyarakat.

7Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 272. 8Kusnan, Pejabat Pemerintahan Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 25 juni

2016.

Page 16: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka obyek yang penulis kaji adalah

Masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah, karena dalam

masyarakat tersebut terdapat masalah berupa akulturasi budaya Jawa dengan agama

Islam serta dampaknya terhadap perilaku spiritual masyarakat di Dusun Ngudi, Desa

Kalangan, Blora, Jawa Tengah.

Berangkat dari latar belakang di atas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana Islam dan budaya Jawa (kejawen) di Dusun Ngudi, Desa Kalangan,

Blora, Jawa Tengah.?

2. Bagaimana perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora,

Jawa Tengah.?

3. Bagaimana pengaruh Islam dan budaya Kejawen terhadap perilaku spiritual

masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah.?

C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui agama Islam dan budaya Jawa (Kejawen) di Dusun Ngudi, Desa

Kalangan, Blora, Jawa Tengah.

2. Untuk mengetahui perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan,

Blora, Jawa Tengah.

3. Untuk mengetahui pengaruh Islam dan budaya Kejawen terhadap perilaku spiritual

masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah.

D. Manfaat Penelitian

Sebagai suatu kajian ilmiah maka penelitian ini diharapkan akan memiliki

kegunaan dan manfaat sebagai berikut:

1. Berguna bagi Fakultas Adab dan Humaniora dan bermanfaat bagi mahasiswa

fakultas tersebut, sebagai bahan dan pengetahuan mengenai agama Islam, budaya

Jawa, dan perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi.

Page 17: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

5

2. Berguna bagi Kementerian Agama, sebagai pengembangan teori Islamisasi dan

akulturasi.

3. Berguna bagi Dinas Pendidikan Daerah, sebagai sumber informasi mengenai

wilayah yang diteliti.

4. Berguna bagi diri sendiri serta mahasiswa yang menyukai kajian Islam dan

kebudayaan.

E. Tinjauan Pustaka

Kajian tentang akulturasi budaya dan agama Islam memang sudah ada

beberapa yang menulisnya, tetapi yang membahas secara khusus tentang perilaku

spiritual masyarakat di Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, belum pernah dilakukan.

Buku M. C. Ricklefs, Mengislamkan Jawa, Sejarah Islamisasi di Jawa dan

Penentangannya dari 1930 sampai sekarang, yang membahas tentang Islamisasi di

Jawa, dan menjelaskan tentang karakteristik masyarakat Jawa dalam memeluk agama

Islam. Selain itu, buku ini juga menjelaskan tentang perilaku masyarakat Jawa dalam

berbudaya, namun pembahasannya tidak secara mendetail membahas perilaku

spiritual masyarakat Ngudi, Blora. Dalam bentuk buku lain, yang ditulis oleh Suwardi

Endraswara pada tahun 2004 berjudul Mistik Kejawen, Sinkretisme, Simbolisme, dan

Sufisme dalam Budaya Spiritual Jawa, pembahasannya sangat tertuju pada perilaku

spiritual dan budaya masyarakat kejawen. Seperti buku yang ditulis Koentjaraningrat

berjudul Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, yang membahas mengenai ragam

budaya di Indonesia khususnya di Jawa.

Sedangkan dalam bentuk skripsi, peneliti menemukan skripsi yang ditulis oleh

Moh. Marzuqi, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta,

Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuludin, pada tahun 2009 dengan judul

„Akulturasi Islam dan Budaya Jawa (studi terhadap Praktek “Laku Spiritual” Kadang

Padepokan Gunung Lanang di Desa Sindutan Kecamatan Temon Kabupaten Kulon

Progo)‟. Skripsi tersebut membahas tentang akulturasi Islam dan budaya Jawa praktik

laku spiritual Kadang Padepokan Gunung Lanang di Desa Sindutan Kecamatan

Temon Kabupaten Kulon Progo.Ada juga dari jurnal yang ditulis oleh Marzuki.

Page 18: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

6

M.Ag, dosen Jurusan PPKN, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta

dengan judul “Tradisi dan Budaya Masyarakat Jawa Dalam Perspektif Islam”,

membahas tentang budaya masyarakat Jawa dengan agama Islam, dan keterkaitan

antara keduanya.

F. Kerangka Teoritik

Persentuhan Islam tetap diberikan sebagai agama wahyu allah, bagaimana pun

itu disampaikan menggunakan metode adaptasi lokal, keyakinan dan budaya lokal

tersebut mengakibatkan corak dakwah Islam di Indonesia menjadi khas dan unik.

Dakwah Islam sebagaimana dibawa para penyebarnyamelalui pesan terhadap

masyarakat dengan cara beradaptasi, menyerap dan berakulturasi dengan keyakinan

dan budaya lokal yang juga sangat banyak dan beragam. Contohnya di Dusun Ngudi,

Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah, jika diteliti secara terperinci, ada keragaman

keyakinan, agama, tradisi, dan budaya.

Dengan persentuhan agama Islam dan budaya masyarakat setempat, jalannya

dakwah Islam di Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah sangatlah

bervariasi, namun keduanya sangat berpengaruh terhadap tradisi ritual masyarakat itu

sendiri, sehingga sangat penting pengkajian tentang pengaruh Islam dan budaya

Kejawen terhadap perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi.

Dakwah Islam yang dikenalkan oleh para penyiarnya di Dusun Ngudi yaitu

melalui ritual keagamaan dalam tradisi yang ada di masyarakat dalam bertani, Dalam

tradisi bertani, di Dusun Ngudi terdapat banyak sekali varian ritualnya di antaranya

adalah: Tradisi Ngalungi (Kupatan), Tradisi Wiwitan (Nggarap), Tradisi Nyebar

(Pembibitan), Tradisi Wiwitan (Tanam Padi), Tradisi Ngalungi (Pasca Tanam Padi),

Tradisi Ngalemi (Sajeni), Tradisi Nyuyuk (Panenan), dari sekian banyak ritual yang

ada dalam tradisi bertani ini Islam mulai dikenalkan. Disinilah akulturasi antara

masyarakat Islam dan budaya kejawen di masyarakat setempat terjadi dan

menghasilkan suatu budaya baru di masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora,

Jawa Tengah tersebut.

Page 19: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

7

Dalam penelitian tentang agama Islam, budaya Jawa, dan perilaku spiritual

masyarakat Jawa khususnya masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa

Tengah, seorang peneliti dituntut untuk memahami terlebih dahulu apa itu agama

Islam, budaya Jawa, serta beberapa karakteristik masyarakat dan perilakunya, selain

itu, pada masyarakat Dusun Ngudi ada unsur - unsur mistik dalam budaya dan

perilakunya, yang mencakup tiga hal. Pertama, sinkretisme; Kedua, simbolisme;

Ketiga, sufisme.Ketiga unsur ini melebur menjadi satu pada dalam karakteristik

masyarakat.

Dalam formasi penulisan skripsi ini, penulis akan mengawalinya dengan

mengenalkan fase budaya Jawa dan apa itu budaya Jawa, dan budaya Kejawen di

masyarakat Jawa khususnya di Dusun Ngudi, lalu disambung dengan penjelasan

mengenai agama Islam dan dakwah Islam di Dusun Ngudi, lalu penulis akan

menjelaskan mengenai perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi dalam melakukan

tradisi dan ritual keagamaan, ditambah dengan pandangan tokoh - tokoh masyarakat

mengenai budaya kejawen dan agama Islam, pembahasan selanjutnya yaitu mengenai

jenis – jenis tradisi masyarakat di Dusun Ngudi, dan prosesi pelaksanaan tradisi

tersebut dari masa kejawen sampai kedatangan Islam, pembahasan yang terakhir

adalah dampak yang dihasilkan dari akulturasi budaya Kejawen dan agama Islam

terhadap perilaku masyarakat di Dusun Ngudi.

G. Metodologi Penelitian

1. Waktu dan Tempat

Setelah penulis mendapatkan obyek pembahasan, yaitu mengenai pengaruh

Islam dan budaya Kejawen terhadap perilaku spiritual masyarakat, maka penelitian

dilakukan di Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah.Sumber dalam

penelitian diperoleh dari masyarakat dusun, dan tokoh - tokoh masyarakat di daerah

tersebut, selain itu, peneliti juga melakukan penelitian langsung ke lokasi yaitu di

Dusun Ngudi, Desa Kalangan, agar data yang penulis uraikan dapat

dipertanggungjawabkan secara akademis. Waktu yang digunakan peneliti dalam

meneliti penelitian ini, yaitu selama 4 bulan dimulai dari bulan mei sampai bulan

Page 20: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

8

agustus 2016. Jadi selama 4 bulan peneliti bersosialisasi di lingkungan masyarakat

tersebut.Adapun rutinitas yang dilakukan oleh peneliti selama 4 bulan yaitu:

1. Pada satu bulan pertama yaitu pada bulan mei 2016, peneliti mencari sumber

seputar budaya Jawa (kejawen) dan agama Islam serta tradisi masyarakat

melalui sumber pustaka untuk dijadikan landasan dasar teori dan pengetahuan

awal, dimulai dari perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora, lalu ke

perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan yang terakhir ke

perpustakaan daerah yang terletak di Blora, Jawa Tengah.

2. Pada satu bulan kedua yaitu pada bulan juni 2016, peneliti mencari sumber

mengenai budaya Jawa (kejawen) dan agama Islam serta perilaku masyarakat

melalui sumber lapangan, mengenai sumber ini, peneliti lebih terfokus pada

narasumber, tujuannya adalah untuk menggali informasi secara mendalam

agar informasi lebih akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.

3. Pada satu bulan ketiga yaitu pada bulan juni 2016, peneliti berbaur dengan

masyarakat di Dusun Ngudi, selain berbaur, peneliti juga mengamati rutinitas

dan tradisi masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah.

Rutinitas ini menyangkut ibadah dalam agama Islam, budaya dan tradisi

masyarakat yang ada, sampai dengan perilaku spiritual masyarakat.

4. Pada satu bulan keempat yaitu pada bulan agustus 2016, peneliti memilah

milih sumber yang sudah diperoleh, dimulai dari sumber wawancara

(narasumber), lalu sumber pustaka, dan hasil pengamatan di lapangan.

Semuanya dibandingkan dan disesuaikan serta dipilih mana yang sesuai

dengan judul pembahasan skripsi dan mana yang tidak. Setelahnya semua

sumber tersebut dijadikan satu dalam bentuk skripsi.

2. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian skripsi ini adalah

metode penelitian kualiltatif.Alasan peneliti menggunakan paradigma kualitatif

adalah karena dalam skripsi ini, penulis ingin melihat sebuah kejadian di masyarakat

di dusun Ngudi, yang berkaitan dengan tradisi masyarakat setempat.Selain itu,

Page 21: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

9

penulis juga ingin menggambarkan suatu fenomena, suatu kejadian, atau suatu

peristiwa interaksi sosial dalam masyarakat berupa perilaku masyarakat dalam ritual

keagamaan.Oleh karena itu, semua jenis penelitian kualitatif bersifat deskriptif,

dengan mengumpulkan data.9

3. Sumber Data

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam menentukan sumber

data.Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian tidak

menggunakan populasi, karena penelitian berangkat dari kasus keberadaan individu

atau kelompok dalam situasi sosial tertentu, maka hasilnya hanya berlaku pada situasi

sosial yang menggambarkan keberadaan kelompok yang diteliti. Situasi sosial itu

mencakup tiga unsur utama, yaitu:

1. Pelaku (actors), yang merupakan pelaku atau actor kegiatan tersebut yaitu

masyarakat yang tinggal di Dusun Ngudi atau tokoh masyarakat, cara

mendapatkan sumber data yaitu melalui wawancara satu arah.Dalam

penelitian ini, peneliti tidak sembarangan dalam memilih narasumber untuk

dijadikan rujukan, peneliti lebih memilih tokoh masyarakat atau pemuka

agama setempat yang kontribusinya sangat berpengaruh terhadap masyarakat,

berikut nama – nama serta jabatan yang dimiliki tokoh masyarakat tersebut di

Dusun Ngudi :

Bapak Kusnan, selaku Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan

Abdul Mufid salah satu aktifis remaja masjid di Dusun Ngudi

Kiai Abdul Hadi, Tokoh Agama di Dusun Kalangan

kiai Kastuju, selaku Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah satu sarana

pendidikan Islam di Dusun Ngudi)

Kiai Suhadi, Pengajar TPA (salah satu sarana pendidikan Islam di Dusun

Ngudi)

Kiai Bakri, selaku Mudin di Dusun Ngudi

9Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan, (Jakarta, Prenada Media, 2014), h. 338.

Page 22: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

10

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negeri Sipil di Department Agama Blora

2. Tempat (place), yaitu tempat kejadian di mana kegiatan tersebut dilakukan

yaitu di Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah, dalam ruang

lingkup tatanan pemerintahan di suatu wilayah, dusun merupakan nama lain

dari kampung, jika di kota orang – orang biasa menyebutnya dengan

kampung, dan jika di desa orang menyebutnya dengan sebutan dusun.

Biasanya dalam satu dusun terdapat satu rw yang di dalamnya terdiri dari

beberapa rt. Salah satu metode yang digunakan saat melakukan penelitian

lapangan adalah dengan mendatangi lokasi atau tempat kejadian, karena judul

yang diangkat mengenai masyarakat Dusun Ngudi, maka penelitian ini

dilakukan di Dusun Ngudi.

3. Aktivitas (activities), merupakan segala aktivitas yang dilakukan aktor atau

pelaku di tempat tersebut dalam konteks yang sesungguhnya, berupa

melaksanakan kegiatan – kegiatan adat dan tradisi keagamaan yang sering

dilakukan oleh masyarakat, cara mendapatkan sumber ini, peneliti berbaur

langsung dengan masyarakat di Dusun Ngudi dengan melihat langsung dan

menelitinya, selain itu, peneliti juga mengamati segala rutinitas yang

dilakukan masyarakat Dusun Ngudi, dari agama, tradisi, sampai perilaku

masyarakatnya.10

Selain tiga unsur di atas, sumber data dapat diperoleh dari masyarakat dan tokoh

masyarakat yang tinggal di daerah tersebut, melalui data atau dokumentasi daerah

tersebut, dan buku referensi.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah:

A. Observasi

10

Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian

Gabungan, (Jakarta, Prenada Media, 2014), h. 368.

Page 23: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

11

Observasi merupakan suatu metode pengumpulan data lapangan, yang biasa

diartikan sebagai cara meninjau secara cermat dan mengamati secara seksama akan

suatu gejala yang sedang terjadi di ruang lingkup penelitian.11

Dengan observasi

diharapkan akan memperoleh data yang lebih akurat dan asli, sehingga fakta yang

sesungguhnya dapat diungkap secara cermat dan lengkap.12

B. Interview (Wawancara)

Interview merupakan salah satu teknik yang dilakukan peneliti dalam meneliti

dan mengumpukan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan

sistematis dan pertanyaan yang diajukan berlandaskan kepada tujuan penelitian.

Pertanyaan yang diajukan pun harus terstruktur dengan rapih agar info yang didapat

lebih akurat dan bisa dipertanggung jawabkan.Dalam pengumpulan data melalui

wawancara, peneliti mengajukan pertanyaan pertanyaan dalam wawancara ini ke

setiap tokoh masyarakat yang ada di Dusun Ngudi, semua narasumber dan pertanyaan

terkait beserta jawabannya terlampir di akhir penulisan skripsi ini.

Fungsi interview pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam tiga golongan

besar: 1. Sebagai metode primer, 2. Sebagai metode pelengkap, 3. Sebagai

kriterium.13

Peneliti akan memberikan pertanyaan searah mengenai “agama Islam,

budaya Jawa dan perilaku spiritual masyarakat” di Ngudi, Desa Kalangan, Blora,

Jawa Tengah.

C. Studi Dokumentasi

Dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan metode dokumentasi

untuk melengkapi sumber - sumber yang ada, seperti buku buku literatur dan

dokumen - dokumen, majalah, jurnal, dan lain - lain yang masih ada kaitannya

dengan permasalahan serta pembahasan yang dibahas. Dalam mengumpulkan data

menggunakan metode ini, peneliti mendatangi perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora, perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan perpustakaan

11

Sutrisno Hadi, Methodology Reseach, jilid 2, (Yogyakarta, Andi, 2000), h. 136. 12

Farouk Muhammad, H. Djali, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta, Bunga Rampai), h.

105. 13

Sutrisno Hadi, Methodology Reseach, Jilid 2, (Yogyakarta, Andi, 2000), h 193.

Page 24: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

12

Daerah Blora, Jawa Tengah untuk menemukan sumber - sumber yang berhubungan

dengan tema pembahasan skripsi.

Selain itu, bukti sumber dokumentasi banyak di dapatkan di Dusun Ngudi

melalui metode foto, semua dokumentasi ini sudah terlampir di akhir penulisan

skripsi ini.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan mendapatkan gambaran yang jelas mengenai isi serta

pembahasan skripsi ini, maka penulis menyusun susunan kerangka sistematis sebagai

berikut:

Bab pertama adalah pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka

teoritik, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas mengenai landasan teori tentang budaya Jawa dan

agama Islam, meliputi pengertian budaya, pengertian budaya menurut para sejarawan,

pengertian budaya Jawa dan agama Islam. Lalu di bab kedua ini juga membahas

mengenai bentuk tradisi dan budaya masyarakat, yang meliputi budaya dan tradisi

kejawen di Dusun Ngudi dan tradisi Islam di Dusun Ngudi.

Bab ketiga ini membahas mengenai perilaku spiritual masyarakat, dalam bab

ini terbagi menjadi tiga sub pokok pembahasan yaitu sub pertama membahas

mengenai kondisi geografis dan demografis Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora,

Jawa Tengah, sub kedua membahas tentang kondisi keagamaan dan kondisi

kebudayaan masyarakat di Dusun Ngudi, dan sub bab yang terakhir yaitu membahas

mengenai tingkah laku masyarakat dalam keseharian dan perilaku spiritual

masyarakat Dusun Ngudi.

Bab keempat menjelaskan mengenai beberapa sub di antaranya sub pertama

yaitu tentang pengaruh elit agama dan tokoh msyarakat dalam adat istiadat

masyarakat, sub kedua berupa pandangan ulama dan tokoh masyarakat tentang

budaya Jawa dan agama Islam, sub ketiga yaitu membahas tentang relasi agama Islam

dengan perilaku masyarakat di Dusun Ngudi, Blora, Jawa Tengah. Sub yang terakhir

Page 25: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

13

adalah akulturasi budaya Jawa dengan agama Islam dan pengaruhnya terhadap

perilaku masyarakat Dusun Ngudi.

Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari seluruh pokok

pembahasan yang dibahas dalam skripsi ini serta saran saran yang ada relevansinya

dengan permasalahan yang dibahas.

Page 26: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

14

BAB II

ISLAM DAN BUDAYA JAWA

A. Seputar Budaya Jawa

1. Pengertian Budaya

Telah dikemukakan oleh para ahli, bahwa budaya memiliki beberapa

arti.Merujuk dari asalnya, budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu kata buddayah

yang berarti akal, sehingga budaya hanya dapat dicapai dengan kemampuan akal

yang tinggi tingkatannya, kemampuan tersebut hanya dimiliki oleh manusia.14

Dalam

bahasa Yunani, budaya dikenal dengan istilah culture, berasal dari kata colere yang

berarti mengolah dan mengerjakan.Jadi kebudayaan merupakan suatu pekerjaan yang

dikerjakan oleh masyarakat dalam suatu wilayah secara terus menerus.15

Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai “seluruh sistem

gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupanmasyarakat yang

dijadikan manusia dengan belajar”.16

Ralph Linton, seorang antropolog,

mengemukakan kebudayaan adalah, “culture is a configuration of learned behavior

and result of behavior whose component elements are shared and transmitted by the

member of particular society”, artinya “Budaya adalah konfigurasi perilaku yang

dipelajari dan hasil dari perilaku yang unsur komponennya dibagi dan ditularkan oleh

anggota masyarakat tertentu”.17

Walaupun terdapat perbedaan dalam mendefinisikan kebudayaan, namun,

dapat disimpulkan bahwa kedua tokoh ini membawa pada satu pandangan yang sama

akan suatu kebudayaan yaitu kebudayaan berasal dari manusia dan kebudayaan

14

Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, Rizka Halida, Manusia dalam Kebudayaan dan

Masyarakat Pandangan Antropologi dan Sosiologi, (Jakarta, Salemba Humanika, 2011) h. 88. 15

Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, Rizka Halida, Manusia dalam Kebudayaan dan

Masyarakat Pandangan Antropologi dan Sosiologi, (Jakarta, Salemba Humanika, 2011) h. 90. 16

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Yogyakarta, Djambatan, 1979)

h. 320. 17

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Yogyakarta, Djambatan, 1979)

h. 298.

Page 27: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

15

berada di tengah - tengah masyarakat, muncul dalam tingkah laku dan yang paling

utama adalah dipelajari, bukan terlahir dan ada begitu saja.

Istilah budaya mempunyai beragam arti di kalangan para sarjana sosiologi,

pengertian budaya ialah cara berfikir seseorang atau sekelompok orang dalam

menerapkan cara hidup secara bermasyarakat, yang dikembangkan secara terus

menerus serta penerapannya diwariskan secara turun temurun dari setiap generasi ke

generasi.18

Budaya dengan manusia merupakan dua unsur yang berkaitan.Kontribusi

manusia di masyarakat sangatlah ditentukan oleh kebudayaan.Kebudayaan

menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup manusia.Manusia tanpa

kebudayaan merupakan mahluk yang tak berdaya, kebudayaan merupakan ukuran

bagi tingkah laku dan kehidupan manusia. Karena dengan kebudayaan manusia bisa

dinilai ruang dunianya, lingkungannya, masyarakatnya, dan nilai - nilai yang menjadi

landasan pokok bagi penentuan sikap manusia terhadap dunia luar, bahkan menjadi

dasar setiap langkah yang akan dilakukan.19

Sehubungan dengan seluruh rangka kebudayaan, ada beberapa wilayah yang

menjadi pusat kebudayaan tersebut. Sudah barang tentu di antara sekian banyak

daerah tempat kediaman masyarakat terdapat berbagai variasi dan perbedaan

perbedaan yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaan, seperti perbedaan

mengenai berbagai istilah dialek, bahasa, dan lain lainya. Dengan demikian, variasi

variasi dan perbedaan tersebut tidaklah besar, karena apabila diteliti masalah tersebut

masih menunjukkan satu pola ataupun satu sistem kebudayaan.20

Pada umumnya jiwa kebudayaan dapat dibagi menjadi dua; pertama, jiwa

kebudayaan yang sifatnya abstrak, kedua, jiwa kebudayaan yang penjelmaannya

kongrit, jiwa kebudayaan ini bisa membentuk ide - ide, dan ide - ide tersebut

18

Eko A. Meinarno, Bambang Widianto, Rizka Halida, Manusia dalam Kebudayaan dan

Masyarakat Pandangan Antropologi dan Sosiologi, (Jakarta, Salemba Humanika, 2011) h. 93. 19

Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Yogyakarta: PT. Hanindita Graha

Widia, 2000), h. 7. 20

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Yogyakarta, Djambatan, 1979)

h. 322.

Page 28: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

16

diwujudkan dengan tingkah laku atau perbuatan yang diaplikasikan dalam kehidupan,

semua itu bersifat material. Cara berfikir dan cara merasa yang sama antar

sekelompok manusia adalah hasil dari hidup bersama dan bekerja sama dalam

lingkungan yang sama dalam kurun waktu yang lama, kemudian kelompok itulah

yang membentuk masyarakat. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri, dan

setiap kebudayaan tentu ada masyarakatnya.21

Bila masyarakatnya berbeda, maka

berbeda pula kebudayaannya.Begitu pula keragaman kebudayaan yang ada di

Indonesia, dikarenakan perbedaan masyarakatnya.

2. Kebudayaan Jawa

Kata kebudayaan sebelum mendapat imbuhan (awalan ke dan akhiran an)

berarti rutinitas yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara terus

menerus dalam suatu wilayah.Indonesia terkenal dengan keberagaman suku, bahasa,

dan budayanya. Meskipun beragam budaya dan berbeda beda setiap wilayahnya,

namun semuanya melebur menjadi satu di Indonesia. Keberadaan budaya Jawa belum

diketahui secara kongkrit asal muasalnya.Dari beberapa sumber sejarah yang ada,

masih belum ada pembahasan yang jelas mengenai awal mula budaya tersebut. Jika

dikaitan dengan ilmu teologi, Ahmad Khalil M.Fil.I, dalam bukunya yang berjudul

Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, mengemukakan karakteristik

budaya Jawa dalam perkembangannya, terbagi dalam 3 fase yaitu; kebudayaan Jawa

pra Hindu Budha, kebudayaan Jawa masa Hindu Budha, dan kebudayaan Jawa masa

Islam.22

Dalam beberapa sumber sejarah, disebutkan bahwa masyarakat Jawa sebelum

datangnya agama Hindu dan Budha telah menjadi masyarakat yang tersusun secara

teratur, sederhana, dan bersahaja.Sebagai masyarakat yang sederhana, sistem religi

yang dianut adalah Animisme dan Dinamisme.Pada masa ini kebudayaan pada

masyarakat dikenal dengan istilah budaya Kejawen.Sistem ini menjadi inti

21

Drs. Sidi Gazalba, Masyarakat Islam Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1976), h. 24. 22

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 130,

Page 29: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

17

kebudayaan masyarakat Jawa yang mewarnai seluruh aktivitas kehidupannya.Cara

berfikir masyarakat pada masa itu masih dikuasai oleh perasaan yang sangat lekat

pada kebudayaan dan agama.Kepercayaan kepada roh dan mahluk halus serta cerita

cerita mistis selalu meliputi seluruh aktivitas kehidupannya.Oleh karena itu, pikiran

dan perilaku keseharian masyarakat Jawa pada masa itu senantiasa tertuju pada suatu

tujuan, yaitu bagaimana mendapatkan bantuan dari roh roh yang baik dan terhindar

dari pengaruh roh roh jahat yang bersifat menggangu.Masyarakat Jawa pada periode

ini sangatlah memegang teguh kebersamaan dan kekeluargaan antar sesamanya,

bahkan mereka sudah mengenal penghormatan kepada yang lebih tua.23

Dari sebagian masyarakat yang tinggal di pulau Jawa, masyarakat Jawa

Tengah masih sangat kental dengan istilah mistis dan mitos, karena keyakinan dan

mistisme (kebatinan) sudah menjadi jalan pencarian masyarakat Jawa Tengah untuk

mencapai sebuah tujuan hidup, terkait dengan disiplin diri dan pemantapan batin.

Dari keyakinan dan mistisme menghasilkan sebuah praktik mistik.Praktik tersebut,

diyakini oleh sebagian masyarakat bisa membebaskan diri dari tuntutan sosial serta

dapat menciptakan sebuah dunia tersendiri yang tampaknya mengandung nilai dan

ajaran kehidupan di alam nyata.24

Merujuk pada uraian di atas, maka seseorang bisa menciptakan jarak antara

kehidupan pribadi dengan kehidupan sosial secara spriritual, tanpa memisahkan

kedua unsur tersebut.Pada aspek aktualisasi peribadatan masyarakat kebatinan amat

menekankan ritual yang berbentuk perilaku spiritual. Pada aplikasi sosial,

penghormatan terhadap orang lain tidak pernah mereka abaikan, inilah yang dianggap

oleh masyarakat Jawa Tengah sebagai kemerdekaan batin. Situasi demikian tercipta

karena mereka mampu memisahkan “ruang dalam” dan “ruang luar”. Oleh karena itu,

mereka menjadi orang yang amat menghormati tradisi yang ada dan bagi mereka

biarkan saja alam luar seperti apa adanya, biarlah diatur dengan nilai nilai praktis,

23

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 132-133. 24

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 158.

Page 30: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

18

dengan bentuk yang diberikan pada budaya, yang menjadi perhatian mereka yaitu

keyakinan batin yang harus terus menerus dibina.25

Sama halnya dengan daerah - daerah di Jawa lainnya, di wilayah Jawa

Tengah, tepatnya di Kabupaten Blora, yang letaknya di sebelah kulon, terdapat

kelompok - kelompok masyarakat yang melaksanakan dan melestarikan kebudayaan

Jawa.Meskipun agama Islam sudah ada serta ajarannya telah dilaksanakan, namun,

ajaran agama Islam yang dilaksanakan tidak sedikitpun menghilangkan budaya serta

tradisi asli masyarakat.Mereka menjadikannya satu keutuhan utuh yang

dikembangkan secara turun temurun.Masyarakat Dusun Ngudi masih memegang

teguh keyakinan dan kepercayaan terhadap segala sesuatu yang dianggap mistis dan

mitos, dari keyakinan tersebut menghasilkan tradisi adat.Tradisi adat itu dilakukan

secara terus menerus oleh masyarakat berupa perilaku spiritual.

Budaya kejawen adalah kategori unik yang diberikan kepada masyarakat

Jawa. Disebut unik karena kejawen misalnya (javanism) merupakan tradisi mistik

yang berbeda dengan wilayah lain. Masing - masing wilayah yang beragama kejawen

memiliki “pedoman” khusus dalam bermasyarakat, berupa kosmogoni dan

teosofis26

.Hampir keseluruhan wilayah Jawa identik dengan keyakinan mistis dan

mitos.Mitos tersebut ada yang dijadikan kiblat hidup, ditaati, dan dipuja oleh

masyarakat Jawa.

Pada masa pra Hindu Budha, kontak sosial masyarakat Indonesia khususnya

Jawa dengan dunia luar sudah terjadi.Kontak perdagangan dengan India, Arab, Cina,

dan Persia sudah berlangsung bahkan terus berkembang. Hal itu dikarenakan pulau

pulau di Indonesia bagian barat terletak di jalur perdagangan dari Asia Selatan ke

Asia Timur, selain itu, tempat tersebut merupakan daerah penghasil rempah - rempah,

emas, kayu manis, dan produk produk lain yang diminati oleh para pedagang.

25

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 159. 26

„Teosofis‟ adalah sebuah ajaran yang mengakui hal hal yang berhubungan dengan Tuhan,

berdasarkan atas pendalaman batin. Kebijaksanaan hidup tersebut selalu dilandasi oleh kekuatan batin

yang ingin menyatu dengan tuhan.

Page 31: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

19

Kondisi yang sedemikian strategis itu, menghasilkan pertukaran budaya antara

masyarakat pribumi dengan pedagang dari luar khususnya India.Budaya yang dibawa

oleh pedagang India ke Indonesia, Menghasilkan suatu gagasan politik dan religius

dalam sistem organisasi kenegaraan, sistem tersebut disusun secara hierarkis27

di

bawah wewenang dan perintah seorang raja atau dewa.Gagasan inilah yang oleh para

penguasa di nusantara ini dilihat sebagai wahana ideologis yang tepat untuk

memperluas wewenang mereka. Oleh karena itu, mereka kemudian memperkerjakan

pendeta pendeta Brahmani28

, untuk menarik garis keturunan nenek moyang raja

sampai kepada dewa dewi Hindu, raja pun menyatakan diri sebagai penjelmaan Siwa

dan Wisnu atau penjelmaan dewa dewa. Penyerapan kebudayaan Hindu Budha dari

India kemudian membawa penduduk negeri ini semakin masuk ke dalam pancaran

kebudayaan India.29

Melihat perkembangan kebudayaan Jawa pada fase pra Hindu Budha, tampak

bahwa kepercayaan masyarakat pada sesuatu yang gaib, yang bersifat misteri dan

mitos hanya sebatas dugaan.Semua berawal dari keterbatasan mereka memahami

fenomena alam yang mengiringi harapan mereka untuk hidup. Begitu datang ajaran

yang baru dengan landasan yang kuat, juga karena berlandaskan oleh kitab suci, serta

di topang dengan pengalaman para penyerunya, secara otomatis masyarakat Jawa

akan lebih percaya dan meyakininya sebagai sesuatu yang lebih benar. Meskipun

dalam kepercayaan tersebut masyarakat Jawa itu sendiri masih menyimpan kesan

kesan dan pengalaman yang di dapat dalam praktik keagamaan sebelumnya.30

Masyarakat Jawa memiliki kepribadian yang sangat ramah dalam menerima

segala sesuatu yang baru, hal ini diwujudkan oleh kebudayaan mereka yang sangat

27

„Hierarki‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah urutan, tingkatan atau

jenjang jabatan dalam suatu pemerintahan (pangkat atau kedudukan). 28

„Brahmani‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah seorang pendeta agama

perempuan, yang mana dalam tingkatan agama hindu memiliki tingkatan kasta yang tertinggi. 29

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 135-136. 30

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 145.

Page 32: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

20

sinkretis31

, setiap agama yang muncul dan masuk selalu diterima dengan sikap

terbuka tanpa memperhatikan aspek benar salahnya.

Sejak saat itu munculah akulturasi budaya lama dengan budaya budaya baru

di Jawa, yang sebelumnya kebudayaan Jawa dan kebudayaan Hidhu Budha, kini

kebudayaan Jawa, Hindhu Budha dan Islam.Corak Kebudayaan ini terletak di

lingkungan istana. Seperti juga di masa kedatangan Hindu Budha, para penyebar

agama Islam pun mulai menyiarkan agama Islam melalui berbagai cara, dari melalui

perdagangan, perkawinan, kesenian, dan lain lain.32

B. Islam di Jawa

1. Masuknya Islam di Tanah Jawa

Kepulauan Indonesia, sejak masa prasejarah telah dikenal memiliki kekayaan

yang melimpah, berupa hasil bumi dan kekayaan alam.Sejak awal abad masehi telah

tercipta rute rute pelayaran yang menghubungkan kepulauan Indonesia dengan

berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.Indonesia menjadi penghubung jalur

perdagangan yang digunakan para pedagang yang berlayar, Indonesia pun menjadi

salah satu negara yang penting bagi para pedagang, khususnya pedagang dari Cina

dan India.

Pedagang muslim asal Arab, Persia, dan India sudah ada yang sampai di

kepulauan Indonesia sejak abad ke-7 M. Ketika Islam pertama kali berkembang di

Timur Tengah, Malaka sudah menjadi pusat utama lalu lintas perdagangan dan

pelayaran. Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting bagi para pedagang

yang keluar masuk melalui jalur tersebut, disinilah muncul pertukaran kebudayaan

antar pedagang, termasuk kebudayaan dan ajaran agama Islam yang dibawa oleh para

pedagang dari Arab, Gujarat, dan lain lain.33

31

„Sinkretis‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah sifat dalam

keagamaan masih mencari kesesuaian (keseimbangan) antara yang satu dengan yang lain, jadi masih

menerima sesuatu yang baru. 32

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 146. 33

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2000), h. 192.

Page 33: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

21

Dari sekian banyak teori yang dikemukakan oleh para sejarawan mengenai

masuknya Islam di nusantara khususnya Jawa, Prof. Azyumardi Azra

mempertimbangkan tiga teori besar masuknya Islam, yaitu: teori da‟i34

, teori

perdagangan35

, dan teori sufi36

. Ketiga teori ini yang menjadi alasan Islam bisa masuk

dan berkembang dengan pesat di nusantara khususnya di wilayah Jawa.37

2. Dakwah dan Ajaran Islam di Jawa

Dalam sejarah penyebaran Islam setelah keluar dari jazirah Arab, kemudian

Islam berinteraksi dan bergulat dengan lingkungan sosial budaya yang baru.Ajaran

Islam terbagi menjadi dua model dakwah yaitu, kompromi dan nonkompromi.

Dakwah model kompromi adalah ajakan untuk memeluk agama Islam dengan cara

mempertemukan atau memadukan Islam dengan ajaran atau tradisi budaya yang

sudah ada, meskipun berbeda, bahkan tampak berlawanan antar keduanya, cara ini

sangat efektif dan mudah di terima oleh masyarakat, karena tidak adanya paksaan dan

tanpa menghilangkan budaya masyarakat yang sudah ada. Sedangakan model

nonkompromi adalah suatu ajakan yang menekankan dan mempertahankan keutuhan

dan kemurnian syari‟ah, sehingga dalam penerapannya mempunyai pandangan yang

agak kaku dalam menghadapi budaya, ajaran, dan lingkungan sosial setempat yang

berbeda dengan tempat asal kelahiran Islam.38

Gerakan dakwah yang bersifat kompromi dapat dilihat dalam perkembangan

Islam di Jawa, dalam perkembangan dakwahnya, gerakan dakwah yang bersifat

34

Teori „da‟I‟ merupakan teori yang menjelaskan mengenai asal muasal masuknya Islam

kenusantara yaitu melalui para guru guru ngaji, yang menyampaikan ajaran Islam melalui metode

penyiaran dan pengajaran kepada masyarakat Nusantara. 35

Teori „Perdagangan‟ merupakan teori yang menjelaskan mengenai asal muasal masuknya

Islam ke Nusantara melalui para pedagang yang datang ke wilayah Nusantara dengan tujuan

berdagang, disinilah terjadi pertukaran kebudayaan, dalam pertukaran budaya tersebut, agama Islam

mulai diperkenalkan oleh para pedagang Arab, dan Gujarat kepada masyarakat pribumi. 36

Teori „Sufi‟ merupakan teori yang menjelaskan mengenai asal muasal masuknya Islam ke

Nusantara yaitu melalui para sufi, ajaran agama Islam diajarkan oleh para sufi kepada masyarakat

Nusantara, ajaran tersebut berlandaskan pada hubungan langsung seseorang dengan tuhan, hubungan

tersebut melalui cara yang disebut tasawuf 37

Ajat Sudrajat, “Perkembangan Islam di Singapura”, Jurnal yang mengemukakan pendapat

Prof. Azyumardi Azra mengenai teori masuknya Islam di wilayah Nusantara. 38

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 14.

Page 34: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

22

kompromi mengalami proses yang cukup unik dan berliku. Hal ini karena dakwahnya

yang menyesuaikan dengan tradisi budaya Hindu Budha yang telah mengakar kuat

dalam masyarakat, baik di kalangan priyayi yang berpusat di istana maupun di

kalangan rakyat, keduanya masih berpegang pada ajaran Animisme dan Dinamisme.

Dengan adanya pengaruh yang kuat dari agama Hindu Budha, maka tidak ada jalan

lain untuk mengajak dan memperkenalkan agama Islam kepada masyarakat Jawa

selain dengan pendekatan secara kompromi dan penuh toleransi. Demikianlah yang

terjadi dalam sejarah pengislaman tanah Jawa yang di pelopori oleh para wali.39

Setelah Islam mulai masuk dan diterima oleh masyarakat Jawa. para penyiar

agama Islam (Walisongo) mulai memperkenalkan dan mengajarkan agama Islam

melalui metode metode yang telah ada, yaitu menggabungkan ajaran Islam dengan

tradisi yang telah berkembang di masyarakat, seperti kesenian, musik, wayang, dan

lain lain. Dalam membawakan tradisi kesenian yang ada di masyarakat, Walisongo

perlahan - lahan mulai menanamkan ketauhidan dan ajaran – ajaran Islam melalui

seni wayang, dengan merubah nama tokoh - tokohnya serta alur ceritanya ke dalam

sejarah sejarah agama Islam. Dengan cara inilah masyarakat Jawa mulai mengenal

agama Islam.

Secara mendasar dapat disimpulkan, bahwa alasan masyarakat Jawa mudah

menerima agama Islam yang dibawa dan diperkenalkan oleh para Walisongo, karena

dalam pengajaran agama Islam, Walisongo lebih menyatu dengan tradisi masyarakat

Jawa.Dari tradisi tersebut, Walisongo mulai merubah kepercayaan masyarakat secara

perlahan lahan, dari mulai ketauhidannya sampai pola ajarannya.

39

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN

Malang Press, 2008), h. 14-15.

Page 35: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

23

BAB III

PERILAKU SPIRITUAL MASYARAKAT DUSUN NGUDI

A. Letak Geografis dan Demografis Dusun Ngudi

Dusun Ngudi merupakan salah satu dusun yang terletak di Desa Kalangan,

Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah.Dusun Ngudi

memiliki luas wilayah 192.821 Ha, terdiri dari 1 rw. 1 rw tersebut terdiri dari 9 rt

yang tersebar di wilayah Barat, Timur, Utara dan Selatan.40

Seperti halnya desa desa

lainnya, Desa Kalangan juga memiliki visi dan misi dalam membangun dan

mengembangkan desanya.

Visi

“Tercapainya Kesejahteraan dan Kemandirian Masyarakat Pedesaan dalam

pemberdayaan sistem sarana sosial dan sumber daya masyarakatnya”.41

Misi

Peningkatan sarana dan prasarana social

Mensejahterakan lingkungan hidup

Meningkatkan sistem pembangunan dan kelistrikan desa

Mengefektifkan fungsi dan peran sumber daya masyarakat dan peran

pemerintahan sosial

Mewujudkan infrastruktur dan lingkungan yang aman dan nyaman.42

Setiap daerah pasti memiliki batas wilayah dengan daerah lain. Adapun batas

wilayah Dusun Ngudi; sebelah Utara Desa berbatasan dengan Desa Sambongrejo,

sebelah Barat Desa berbatasan dengan Desa Bogorejo, sebelah Timur Desa

40

Bersumber dari Data Arsip Desa Kalangan mengenai „Monografi Desa Kalangan‟. 41

Bersumber dari DataArsip Desa Kalangan mengenai „Profil Dusun Ngudi‟, sumber yang

sama diperoleh dari Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun

Ngudi, 25 juni 2016. 42

Kusnan, Pejabat Pemerintahan Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 25

juni 2016.

Page 36: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

24

berbatasan dengan Desa Sukorejo, sebelah Selatan Desa berbatasan dengan Desa

Tambahrejo.43

Dikutip dari buku laporan tahunan pemerintahan Desa Kalangan mengenai

data Monografi desa, disebutkan bahwa jumlah penduduk Dusun Ngudi berdasarkan

hasil data tahunan penduduk sampai akhir tahun 2016 sebanyak 1087 orang, dengan

rincian laki laki berjumlah 540 orang dan perempuan sebanyak 547 orang, sedangkan

jumlah kepala keluarga (KK) yang terdaftar di Dusun Ngudi berjumlah 398 KK.44

Dilansir dari data yang tersimpan di arsip mengenai laporan tahunan desa,

mayoritas penduduk Dusun Ngudi beragama Islam.kurang lebih berjumlah 1085 jiwa,

sedangkan yang beragama Kristen sebanyak 2 orang.45

Mata pencaharian penduduk

Dusun Ngudi, Desa Kalangan terdiri dari: Karyawan, Pegawai Negri Sipil sebanyak 9

orang, TNI/Polri sebanyak 1 orang, Swasta sebanyak 11 orang; Wiraswasta/Pedagang

sebanyak 10 orang; Petani sebanyak 938 orang; Tukang sebanyak 24 orang; Buruh

Tani sebanyak 58 orang; Pensiunan sebanyak 3 orang; dan lain lain sebanyak 33

orang.46

B. Kondisi Keagamaan dan Budaya Dusun Ngudi

Dalam kehidupan manusia, agama memiliki peran yang sangat penting dalam

pelestarian dan perkembangan masyarakat dari masa ke masa.Karena fungsi agama

sangatlah besar, bahkan jika ditelaah lebih jauh ke belakang dari segi etnografik,

tidak ada satu kelompok manusia di dunia ini yang tidak memiliki kepercayaan atau

agama.Demikian juga dengan masyarakat di Dusun Ngudi, agama dan kepercayaan

dari masa ke masa tetap hidup sebagai pedoman dan pegangan bagi masyarakat.

Masyarakat Dusun Ngudi mayoritas beragama Islam, bahkan jika

dikalkulasikan berdasarkan data monografi desa keseluruhan masyarakat beragama

Islam.Meskipun demikian, sebagian dari mereka masih ada yang belum menjalankan

43

Kusnan, Pejabat Pemerintahan Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 25

juni 2016. 44

Bersumber dari DataArsip Desa Kalangan mengenai „Monografi Dusun Ngudi‟. 45

Bersumber dari Data Arsip Desa Kalangan mengenai „Monografi Dusun Ngudi‟. 46

Bersumber dari Data Arsip Desa Kalangan mengenai „Monografi Dusun Ngudi‟.

Page 37: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

25

syariat agama Islam. Namun, mereka sangat menghargai muslim yang taat dan selalu

membantu serta menyukseskan program yang berkaitan dengan aktivitas keagamaan,

seperti membangun masjid, langgar (mushola), madrasah, pengajian, dan lain lain.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dinamika keagamaan di dusun Ngudi, Desa

Kalangan sangat nampak gairahnya, yang dapat dilihat dari sarana dan kegiatan

kegiatan sosial keagamaan yang selalu dilaksanakan.

1. Jumlah tempat ibadah

Di Dusun Ngudi terdapat beberapa tempat ibadah diantaranya, 2 masjid dan 7

mushola (langgar).Semua tempat itu sering digunakan untuk rutinitas ibadah dan

rutinitas sosial keagamaan.47

2. Jumlah sarana prasarana pendidikan agama Islam

Salah satu strategi umat muslim dalam melaksanakan aktivitas dakwahnya

dilakukan dengan membangun sarana pendidikan Islam, baik formal ataupun

nonformal. Adapun sarana pendidikan yang ada di Dusun Ngudi antara lain; TPA,

Madrasah Diniyah, Majelis Ta‟lim, dan lain lain.48

3. Aktivitas Keagamaan

Aktivitas keagamaan yang dilakukan masyarakat di Dusun Ngudi hampir

sama dengan aktivitas yang dilakukan oleh dusun dusun lainnya, berupa pengajian

ibu ibu dan bapak bapak, pembacaan tahlil, peringatan hari besar Islam seperti,

Maulid Nabi Muhammad SAW, Isro Miraj, serta tausiyah tausiyah keagamaan yang

biasa dibawakan oleh kiai kiai dengan diiringi kesenian kesenian Islam, seperti

wayang, hadroh, marawis, dan lain lain.49

Dalam masyarakat di Dusun Ngudi, Desa Kalangan.Perwujutan dan

penggambaran budaya sangat nampak pada masing masing struktur sosial masyarakat

47

Bersumber dariData Arsip Desa Kalangan mengenai „Bangunan - Bangunan di Dusun

Ngudi‟, sumber serupa diperoleh dari Abdul Mufid, salah satu Aktifis Remaja Masjid Dusun Ngudi,

wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 2 juli 2016. 48

kiai Kastuju, Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah satu Sarana Pendidikan Islam di

Dusun Ngudi), wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 27 juni 2016. 49

Abdul Mufid, salah satu Aktifis Remaja Masjid Dusun Ngudi, wawancara pribadi, di

Dusun Ngudi, 2 juli 2016.

Page 38: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

26

tersebut, semua itu terwujud dengan adanya beberapa ritual keagamaan.Terkadang

ritual tersebut berkaitan dengan kepercayaan dan mitos masyarakat setempat,

misalnya ritual yang berkaitan dengan usaha pelestarian dalam siklus pertanian, yang

dalam melakukan ritual tersebut tujuannya adalah untuk menghasilkan hasil panen

yang memuaskan. Selain itu, bukti nyata juga ditunjukkan dari perilaku masyarakat

dalam menjalankan adat istiadat di daerah tersebut, dari masing masing struktur sosial

ada sedikit perbedaan dalam pelaksanaannya, namun tujuan yang ingin dicapat

tetaplah sama.50

Kondisi masyarakat di Dusun Ngudi, jika dilihat dari sistem sosial

kebudayaan sangat akulturatif, begitu pula dengan sosial keagamaanya begitu

sinkretis. Kondisi sosial masyarakat Jawa terdiri dari tiga sub kebudayaan, yang

masing masing terdiri atas struktur sosial yang berlandaskan atas dasar agama.

Struktur sosial yang dimaksud adalah Abangan, Santri, dan Priyayi.51

Adanya ketiga

struktur sosial yang berlainan ini menunjukkan bahwa di balik mayoritas penduduk

Dusun Ngudi yang beragama Islam, sesungguhnya terdapat variasi dalam sistem

kepercayaan, nilai, dan adat istiadat yang berkaitan dengan masing masing struktur

sosial tersebut.52

Dengan adanya tiga latar belakang sejarah kebudayaan yang berbeda dan

dibarengi dengan lingkungan yang berbeda pula maka terwujudlah tiga struktur sosial

kemasyarakatan, diantaranya adalah Abangan (kejawen), Santri (putihan), dan Priyayi

(golongan ningrat).

Bagi masyarakat dusun Ngudi pada umumnya, istilah abangan sudah sering

didengar, karena Islam abangan adalah salah satu varian masyarakat yang

berkembang di pulau Jawa, termasuk di Dusun Ngudi. Istilah abangan memiliki arti

tersendiri, yaitu sebutan untuk umat muslim atau masyarakat Islam yang mengaku

50

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap

disana. 51

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, diterjemahkan oleh

Aswab Mahasin, (Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981), h. VII. 52

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap di

sana.

Page 39: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

27

beragama Islam, namun belum sepenuhnya menjalankan syariat agama Islam secara

benar dan teratur. Umat Islam ini masih memegang erat tradisi leluhur mereka, yaitu

sebuah tradisi yang berasal dari kebudayaan nenek moyang terdahulu sebelum

masuknya agama Islam.53

Dalam tradisi keagamaan abangan, mereka masih sering melakukan kebiasaan

kebiasaan lama, melakukan upacara ritual yang biasa disebut nyajeni saat ini biasa

dikenal dengan (slametan).54

Kepercayaan mereka yang kompleks dan rumit terhadap

mahluk halus dan dewa dewi, masih terus berlanjut secara turun temurun menjadi

sebuah tradisi.Karena kebiasaan yang sering dilakukan tersebut membuat mereka

kesulitan dalam meninggalkannya.Meskipun agama Islam sudah mulai masuk serta

sudah diyakini, mereka masih tidak bisa lepas sepenuhnya dari kebiasaan kebiasaan

tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa abangan merupakan sekelompok masyarakat

yang tinggal di dusun Ngudi, beragama Islam, namun masih melakukan ritual

keagamaan yang secara turun temurun dilakukan oleh leluhur meraka, meskipun

tradisi itu di luar dari ajaran Islam yang mereka anut.

Adapun pengertian santri adalah seseorang atau sekelompok orang yang

beragama Islam, yang memegang teguh ajaran Islam serta taat dalam menjalankan

kegiatan keagamaan.Dalam istilah masyarakat dusun Ngudi, santri diartikan sebagai

orang yang sangat dalam pemahaman agamanya, selalu menjalankan perintah agama

serta menjauhi larangan agama.Jenis golongan ini termasuk ke dalam golongan orang

orang yang saleh.Oleh karena itu, peribadatan pokok seperti sembahyang, merupakan

sesuatu yang terbilang wajib yang harus mereka lakukan tanpa terkecuali.55

Tradisi keagamaan santri, sama dengan masyarakat Islam pada umumnya,

selalu menjalankan aturan - aturan yang ada dalam ajaran Islam. Dalam ajaran Islam

53

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, diterjemahkan oleh

Aswab Mahasin, (Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981), h. X. 54

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, diterjemahkan oleh

Aswab Mahasin, (Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981), h. 6. 55

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, diterjemahkan oleh

Aswab Mahasin, (Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981) h. 173.

Page 40: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

28

ada suatu istilah yang menjelaskan tentang suatu ungkapan yang menjadi pegangan

mereka yaitu “menjalankan segala perintah allah swt dan menjauhi segala larangan

allah swt”. Hampir keseluruhan masyarakat Dusun Ngudi memeluk agama Islam,

mereka menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh agama Islam, melaksanakan

sholat, membayar zakat, berpuasa, bahkan melaksanakan dan memeriahkan hari besar

Islam seperti Isro wal Miroj, Maulid nabi Muhammad saw dan lain lain. Semua itu

mereka lakukan atas dasar kepercayaan pada agama yang mereka anut yaitu agama

Islam.56

Kaum priyayi merupakan kelompok orang yang terdiri dari pegawai negeri,

kaum yang terpelajar, dan golongan ningrat.Priyayi menurut istilah aslinya

menunjukkan kepada orang yang bisa menyelusuri asal usul keturunannya sampai

kepada raja - raja besar Jawa.Semenjak bangsa Belanda menjajah tanah Jawa, mereka

memperkerjakan kaum priyayi di pemerintahan sebagai intrumen administrasi

pemerintahan.57

Namun, semua pernyataan tersebut berbanding terbalik dengan

perspektif masyarakat di Dusun Ngudi tentang priyayi. Oleh masyarakat dusun

Ngudi, priyayi diartikan sebagai seorang yang memiliki jabatan di pemerintahan dan

tidak mesti keturunan ningrat ataupun bangsawan, meskipun hanya keturunan

masyarakat petani biasa jika pekerjaanya di sebuah lembaga pemerintahan (PNS),

masyarakat pun akan menyebutnya dengan sebutan priyayi.58

Ada beberapa hal yang membedakan antara priyayi dengan santri dan

abangan, jika santri dan abangan ruang lingkupnya mengenai kepercayaan dan

kebudayaan, sedangkan priyayi masuk dalam kategori struktur sosial masyarakat atau

tingkatan masyarakat bukan golongan masyarakat dalam ruang lingkup kepercayaan

dan kebudayaan.

56

Abdul Mufid, salah satu Aktifis Remaja Masjid Dusun Ngudi, wawancara pribadi, di

Dusun Ngudi, 2 juli 2016. 57

Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, diterjemahkan oleh

Aswab Mahasin, (Jakarta, PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981) h. 308. 58

Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 14

juli 2016.

Page 41: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

29

Dari semua struktur sosial dan kebudayaan yang ada di Dusun Ngudi, pada

awalnya memang masih mengelompokkan golongan sosial kemasyarakatan, namun

dengan berjalannya waktu, seiring dengan mulai munculnya kesadaran masyarakat

akan pengetahuan dan pendidikan, maka secara perlahan - lahan golongan sosial

masyarakat tersebut mulai hilang dan semua masyarakat melebur menjadi satu dan

tidak ada lagi perbedaan dan penggolongan masyarakat. Tidak hanya santri yang aktif

dan menjalankan perintah agama Islam, tetapi abangan juga melakukan rutinitas

keagamaan Islam dengan rutin, dan bukan hanya abangan yang lalai dalam melanggar

aturan aturan agama Islam, terkadang santri pun lalai dalam melakukan rutinitas

keagamaan, jadi sulit untuk membedakannya karena semuanya sudah melebur

menjadi satu.59

C. Perilaku Spiritual Masyarakat Dusun Ngudi

Masyarakat Dusun Ngudi sangat kental dengan budaya dan tradisi adat

mereka.Meskipun masyoritas masyarakat beragama Islam, namun mereka masih

memegang teguh pada adat istiadat dan tradisi setempat.Di Dusun Ngudi ajaran dan

agama Islam sudah melekat pada kehidupan mereka, tetapi tetap saja kepercayaan

mereka terhadap tradisi leluhur tidak hilang, bahkan masih tetap ada serta masih

dilaksanakan. Meskipun tradisi dan kebiasaan mereka bertentangan dengan ajaran

agama Islam, namun kebiasaan itu tetap mereka laksanakan, karena masyarakat

beranggapan, jika sesuatu sering dilakukan secara terus - menerus dalam kurun waktu

yang lama dan tiba - tiba tidak dilakukan atau terhenti, maka mereka merasa takut ada

sesuatu yang nantinya akan menimpa mereka. Inilah alasan mereka, sehingga mereka

kesulitan untuk meninggalkan kebiasaan - kebiasaan yang telah dilakukan secara

turun - temurun tersebut.

Pandangan masyarakat Dusun Ngudi memang masih berakar jauh ke masa

lalu, yaitu mereka sudah mengenal tuhan sebelum datangnya agama - agama di

59

Kiai Abdul Hadi, Tokoh Agama di Dusun Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun

Kalangan, 13 juli 2016.

Page 42: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

30

Indonesia.Namun, tuhan dan ajaran yang dimaksud masih bersifat animisme60

dan

dinamisme61

.Semua agama yang datang diterima dengan baik oleh masyarakat Dusun

Ngudi, karena mereka beranggapan bahwa semua agama itu baik.Ungkapan inilah

yang kemudian menimbulkan sebuah sinkretisme62

di kalangan masyarakat Dusun

Ngudi. Agama baru telah masuk ke kehidupan mereka, akan tetapi pandangan mereka

terhadap sesuatu yang gaib tidak hilang, bahkan masih melekat kuat. Kepercayaan

tersebut menimbulkan perilaku spiritual dalam ruang lingkup masyarakat. Semuanya

atas dasar kepercayaan terhadap segala sesuatu yang mereka anggap memiliki

kekuatan di luar batas kemampuan manusia, seperti kepercayaan terhadap roh - roh,

benda - benda pusaka, dan lain - lain. Dari kepercayaan tersebut timbulah suatu

kebiasaan dalam melakuan perilaku spiritual berupa ritual - ritual adat.

Gambaran tentang perilaku spiritual masyarakat Dusun Ngudi, berupa ritual -

ritual keagamaan yang terwujud dalam rutinitas harian masyarakat dalam bertani.

Saat bertani, masyarakat masih memegang teguh kebiasaan - kebiasaan yang ada

berupa tradisi nyajeni, tradisi nyuyuk, tradisi ngalemi, dan lain - lain.63

Perilaku

spiritual masyarakat dalam agama Islam yang mereka lakukan adalah malakukan

pendekatan diri kepada allah di suatu tempat dalam kurun waktu yang lama, padahal

tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada allah dan membersihkan diri dari

sifat - sifat duniawi.

60

„Animisme‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kepercayaan kepada roh

roh yang mendiami semua benda seperti: pohon, batu, sungai, dan sebagainya. 61

„Dinamisme‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kepercayaan bahwa

segala sesuatu mempunyai tenaga atau kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau

kegagalan usaha manusia dalam mempertahankan hidup. 62

„Sinkretisme‟ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pemahaman baru yang

merupakan perpnduan dari beberapa paham aliran (agama) yang berbeda untuk mencari keserasian,

keseimbangan, dan sebagainya. 63

Kiai Abdul Hadi, Tokoh Agama di Dusun Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun

Kalangan, 13 juli 2016, sumber serupa diperoleh dari Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa

Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 14 juli 2016.

Page 43: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

31

BAB IV

PERSPEKTIF MASYARAKAT DAN PERILAKU SOSIAL

WARGA DUSUN NGUDI

A. Pengaruh Elite Agama dan Tokoh Masyarakat dalam Adat Istiadat

Masyarakat Setempat

Tingkatan sosial sangat menjadi ketentuan mendasar dalam masyarakat Jawa,

hal ini dikarenakan masyarakat Jawa memiliki susunan masyarakat yang tersusun

secara hierarki.Hierarki menentukan peringkat dan kewenangan berdasarkan status

sosial masyarakatnya.Dengan demikian, masyarakat Jawa sangat sarat dengan

personalisasi, dimana orang dikenal dan dipersamakan dengan posisi yang mereka

duduki dalam struktural sosial kemasyarakatan.Maka tidaklah heran bila dalam

realitanya, orang yang memiliki tempat atau jabatan yang tinggi dalam ruang lingkup

tersebut, menjadi sangat dikagumi dan didengarkan, bahkan menjadi panutan bagi

masyarakat pada umumnya. Kesadaran masyarakat akan status tersebut, membuat

masyarakat tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa tunduk terhadap sesuatu yang

sudah ada. Mereka hanya mengikuti alur dan sistem yang pada hakekatnya akan

membentuk suatumasyarakat yang kaku, yang segala sesuatunya berjalan tidak

seperti adanya.

Pada masyarakat Dusun Ngudi terdapat dua penguasa yang memiliki

kedudukan yang tinggi.Keduanya memiliki peran dan pengaruh terhadap masyarakat

di dusun tersebut.Kedua penguasa tersebut adalah pemuka agama (Elit Ulama) dan

tokoh masyarakat (mudin64

).Kedua penguasa inilah yang mengatur pola kehidupan

masyarakat desa, dari peribadatan sampai ke tradisi dan adat istiadat.65

64

„Mudin‟ merupakan panggilan atau julukan untuk seorang yang ditunjuk oleh masyarakat

untuk melestarikan adat istiadat dalam sebuah desa atau dusun, tugas dari orang tersebut meliputi

segala hal yang menyangkut dan berhubungan dengan adat istiadat dan tradisi masyarakat di desa atau

dusun tersebut, kebanyakan dari mereka paham dan mengerti akan sejarah desa dan kebiasaan

kebiasaan masyarakat yang dilakukan secara turun temurun. 65

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap di

sana.

Page 44: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

32

Penguasa pertama yaitu pemuka agama (Elit Ulama), merupakan orang yang

ahli dalam hukum keagamaan, yang dimaksud elite ulama adalah kiai. Gambaran

masyarakat terhadap sosok kiai adalah seorang yang memiliki pengetahuan ilmu

agama Islam yang mendalam, pandai dalam menyampaikan ajaran agama Islam

kepada masyarakat, dan memiliki mushola (langgar) yang digunakan untuk

melangsungkan pengajian atau mengajar murid (santri).66

Peran seorang kiai dalam

mengenalkan dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat sangatlah penting,

seperti mengajak masyarakat untuk taat menjalankan perintah agama Islam dan

menjauhi segala larangannya.Selain itu, seorang kiai juga melakukan metode -

metode khusus untuk membuat masyarakat lupa terhadap kebiasaan - kebiasaan lama

dan yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Penguasa kedua yaitu tokoh masyarakat (Mudin), Masyarakat Dusun Ngudi

menafsirkan Mudin sebagai orang yang memiliki pengaruh terhadap pelestarian

budaya yang ada, dikarenakan tokoh ini sangat mengerti tentang sejarah leluhur dan

budaya nenek moyang, serta dipercaya oleh masyarakat untuk melestarikan

kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Seorang mudin memiliki tanggung jawab

atas segala hal yang berbau upacara keagamaan dan hari - hari besar, seperti

mengurusi jenazah, sedekah bumi, dan tradisi dalam pertanian yaitu, tradisi mitoni,

tradisi ngalemi, tradisi nyuyuk, dan lain - lain.67

Jadi, Mudin punya peran yang sangat

penting, selain memiliki pengaruh terhadap kebudayaan yang ada, mudin juga

dipercaya masyarakat sebagai penentu hari - hari penting dalam kalender Jawa,

seperti pertanian, pernikahan, pemakaman, dan lain - lain.

Jika diamati tokoh - tokoh ini memiliki pengaruh yang berbeda terhadap

masyarakat Dusun Ngudi, terkadang antar tokoh masyarakat ada beberapa perbedaan

pendapat dalam menentukan sebuah keputusan, bahkan bisa bertentangan antara satu

dengan yang lain, misalnya dalam penentuan hari - hari besar, dalam pelaksanaan

66

Abdul Mufid, salah satu Aktifis Remaja Masjid Dusun Ngudi, wawancara pribadi, di

Dusun Ngudi, 2 juli 2016. 67

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negeri Sipil di Departmen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 45: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

33

suatu upacara adat dan dalam memberi pemahaman tentang agama ke masyarakat.

Ada tokoh yang lebih condong pada agama pembaharuan (agama Islam), mengikis

dan menghapus budaya lama yang tidak sesuai dengan agama Islam, tetapi tokoh lain,

lebih memilih melestarikan budaya yang ada dan menggabungkannya dengan budaya

yang baru.Disini masyarakat dituntut untuk bisa menentukan pilihan, harus memilih

tokoh dengan pemikiran pembaharuan atau memilih tokoh dengan pemikiran

akulturatif, dan teruntuk masyarakat awam pilihan ini sangat memberatkan mereka.

Masyarakat Dusun Ngudi sangat identik dengan kerukunan, sehingga tidak

heran, bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam melakukan kebiasaan - kebiasaan

yang ada, mereka tidak pernah mempermasalahkannya, karena mereka berpendapat

bahwa menghargai dan menghormati orang lain merupakan kewajiban yang harus

dipenuhi oleh setiap manusia yang hidup di dunia ini. Namun, prinsip kerukunan ini

suatu saat akan hilang bila antar warga tidak dapat lagi menahan diri, yang

menyebabkan konflik sosial. Konflik bisa pecah bila ada kepentingan seseorang atau

kelompok tertentu yang saling bertentangan dan bertabrakan.68

Akibatnya, prinsip

awal untuk selalu menghargai dan menghormati orang lain akan sirna dan hilang

karena terkalahkan oleh ego dan tujuan masing - masing.

B. Pandangan Ulama dan Tokoh Masyarakat Tentang Budaya Jawa dan Agama

Islam

Masyarakat Jawa sangat kental dengan masalah tradisi dan agama, begitu juga

msyarakat yang ada di Dusun Ngudi.Semua itu bisa diketahui dari pandangan para

tokoh masyarakat dan ulama yang ada, serta tingkah laku keseharian

masyarakatnya.Jika diamati, di Dusun Ngudi ada beberapa ulama dan tokoh

masyarakat yang memiliki pengaruh terhadap budaya dan agama.

Kiai Kastuju, seorang tokoh agama di Dusun Ngudi berpendapat, bahwa

budaya Jawa merupakan budaya yang unik. Karena budaya tersebut menyangkut

kepercayaan dan keyakinan masyarakat, dan pelaksanaannya berkaitan dengan ritual

68

Ahmad Khalil, M. Fil.I, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN Malang

Press, 2008), h. 165.

Page 46: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

34

ritual. Kebudayaan ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, kebudayaan ini berupa

upacara adat seperti sedekah bumi, tradisi dalam pertanian, dan lain - lain.69

Pandangan yang sama pun diutarakan oleh Kiai Suhadi, tokoh agama di Dusun

Ngudi, dia menambahkan, bahwa kepercayaan masyarakat Jawa sudah terbentuk

sebelum agama - agama masuk ke Nusantara. Kepercayaan tersebut terdiri dari

Animisme dan Dinamisme. Budaya pada masyarakat Jawa, bukan hanya berupa

tradisi dan upacara adat saja, melainkan berupa kesenian, seperti wayang kulit,

ketoprak, tayup, gamelan dan lain lain.70

Budaya Jawa menurut Kiai Abdul Hadi, seorang tokoh agama dari dusun lain,

bahwa budaya Jawa awalnya tercipta jauh sebelum masyarakat mengenal agama,

terdiri dari empat golongan manusia.Golongan pertama adalah golongan kuning,

yaitu orang orang pendatang dari luar nusantara yang berasal dari cina.Golongan

kedua adalah golongan putih, yaitu pedagang pendatang yang membawa ajaran Islam

ke Nusantara.Golongan ketiga adalah golongan hitam, yaitu para penjelajah Eropa

yang datang ke Nusantara. Golongan keempat adalah golongan abang (merah), yaitu

penduduk pribumi yang tinggal di Jawa.Dari keempat golongan ini terciptalah

masyarakat yang membentuk sebuah kebudayaan yang dikenal dengan kebudayaan

Jawa (Kejawen).71

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Kusnan, salah satu tokoh

masyarakat di Dusun Ngudi. Dia memaparkan bahwa budaya Jawa (Kejawen)

terbentuk dari kebiasaan masyarakat yang percaya akan mistis dan mitos. Kebiasaan

tersebut diyakini dan dilaksanakan melalui perilaku spiritual. Perilaku tersebut berupa

ritual ritual seperti sajenan, mitonan, sedekah bumi dan lain - lain. Semua itu

69

Kiai Kastuju, Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah satu Sarana Pendidikan Islam di

Dusun Ngudi), wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 27 juni 2016 sumber serupa diperoleh dari Kiai

Suhadi, Pengajar TPA (salah satu Sarana Pendidikan Islam di Dusun Ngudi), wawancara pribadi, di

Dusun Ngudi, 26 juni 2016. 70

Kiai Suhadi, Pengajar TPA (salah satu Sarana Pendidikan Islam di Dusun Ngudi),

wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 26 juni 2016. 71

Kiai Abdul Hadi, Tokoh Agama di Dusun Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun

Kalangan, 13 juli 2016, sumber serupa diperoleh dari Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa

Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 25 juni 2016.

Page 47: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

35

berlandaskan atas keyakinan masyarakat terhadap hal - hal yang bersifat mistik dan

gaib.72

Mengenai agama Islam, Kiai Bakri (Mudin) berpendapat bahwa Islam

merupakan agama yang dibawa oleh para Walisongo.Walisongo mengajarkan

masyarakat untuk berbuat baik terhadap sesama, beramal sholeh, menghormati orang

lain, dan lain - lain.Ajaran ini sangat sesuai dengan perilaku masyarakat Jawa yang

identik dengan ramah, lemah lembut, dan santun.Kesamaan inilah yang

mempermudah agama Islam diterima oleh masyarakat Jawa pada umumnya.Selain

itu, agama Islam juga tidak menuntut terlalu banyak dalam pelaksanaan ibadahnya,

cukup dengan keyakinan tanpa ada perlu sesuatu yang harus dijadikan sesembahan

dalam pelaksanaan ibadahnya.73

Pemikiran serupa juga dikemukakan oleh Mardiyah

S.Sy S.Pd, salah seorang tokoh masyarakat di Dusun Ngudi.Mbak diyah

mengemukakan bahwa metode yang digunakan para tokoh Islam agar agama tersebut

dapat diterima dan tidak menimbulkan gejolak penolakan adalah metode akulturasi,

antara agama Islam dengan tradisi yang sudah ada.Keduanya dihubungkan dan

dicampur menjadi satu.Dia menambahkan bahwa ajaran Islam disisipkan kepada

tradisi yang ada supaya masyarakat bisa menerima.Metode ini bertujuan agar

masyarakat tidak menyadari dan tidak menolak agama Islam yang bersifat baru, yang

mungkin dianggap asing bagi mereka.Selain itu, metode ini juga bertujuan agar

masyarakat seolah - olah melakukan tradisi yang ada, namun sudah dalam ruang

lingkup ajaran agama Islam.74

Mengenai masyarakat Jawa dan agama Islam, aktifis pemuda masjid Abdul

Mufid berpendapat, bahwa masyarakat Jawa sangat mudah dalam bersosialisasi dan

menerima sesuatu yang baru (toleran).Saat agama Islam itu dibawa oleh tokoh tokoh

72

Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 25

juni 2016. 73

Kiai Bakri, selaku Mudin di Dusun Ngudi, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 28 juni

2016, sumber serupa diperoleh dari Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama

Blora, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 74

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 48: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

36

Islam ke tanah Jawa, masyarakat Jawa menyambutnya dengan baik, karena ada rasa

penasaran yang kuat terhadap sesuatu yang baru tersebut.Selain itu, dia juga

menjelaskan bahwa, Islam bisa berkembang secara merata ke setiap daerah di Jawa,

karena agama Islam dikenalkan secara turun - temurun dari dulu sampai

sekarang.Islam masuk ke Dusun Ngudi tanpa ada pembantahan dalam ajarannya,

masyarakat menyambut ajaran tersebut dengan baik.75

Saat agama Islam sudah masuk

dan sudah menjadi agama mayoritas dan panutan, mereka tetap melaksanakan ritual

keagamaan Jawa, karena pada awalnya Islam masuk lewat tradisi dan budaya yang

ada.76

Akulturasi budaya dan agama Islam menjadi masalah tersendiri bagi

masyarakat Dusun Ngudi.Kebanyakan dari mereka kebingungan dalam mengambil

keputusan untuk melakukan sesuatu kegiatan.Dalam budaya yang ada, mereka

dituntut untuk melakukan sesuatu hal seperti ritual - ritual adat, dan dalam agama

Islam hal tersebut dilarang untuk dilakukan.Disinilah muncul ketergantungan

masyarakat pada keputusan tokoh masyarakat yang ada, karena mayoritas masyarakat

kesulitan dalam menentukan segala sesuatu yang harus mereka lakukan.

Problema pun muncul saat beberapa tokoh masyarakat berbeda pemikiran dan

pendapat dalam memutuskan sesuatu hal.Sebagian tokoh beranggapan bahwa,

meskipun agama Islam sudah masuk dan dianut oleh mayoritas masyarakat, tradisi

dan kebiasaan masyarakat yang sifatnya sakral jangan dihilangkan. Bahkan menurut

Kiai Bakri, tradisi Jawa dalam sejarah sangatlah menarik, sehingga harus

dipertahankan, ketika agama baru sudah masuk dan dipercaya oleh masyarakat,

seharusnya adat istiadat yang ada tidak perlu dihilangkan, bahkan seharusnya

dipertahankan dan dilestarikan, karena setiap daerah pasti memiliki adat dan

istiadatnya masing - masing. Jika itu dihilangkan, maka akan menghilangkan pula ciri

75

Abdul Mufid, salah satu Aktifis Remaja Masjid di Dusun Ngudi, wawancara pribadi, di

Dusun Ngudi, 2 juli 2016. 76

Kiai Kastuju, Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah satu Sarana Pendidikan Islam di

Dusun Ngudi), wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 27 juni 2016.

Page 49: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

37

khas daerah tersebut.77

Mardiyah (mbak Diyah) juga sependapat dengan asumsi

tersebut. Menurutnya, tradisi di suatu daerah yang dijalankan masyarakat secara

umum dari waktu ke waktu secara terus - menerus dari satu generasi ke generasi,

akan sangat sulit untuk dihilangkan, karena keyakinan dan kebiasaan tersebut sudah

melekat kuat dalam diri masyarakat.78

Disatu sisi tokoh masyarakat beranggapan seperti itu, dan di sisi lain sebagian

tokoh masyarakat yang lain memegang teguh pada ajaran agama Islam. Kiai Abdul

Hadi menegaskan bahwa, semua rutinitas masyarakat dalam bentuk tradisi, jika

berbau kemusrikan akan dibrantas dan dihilangkan. Dalam ajaran Islam segala

sesuatu yang berbau kemusrikan sama saja keluar dari ajaran agama Islam itu sendiri,

maka cukup melaksanakan segala tradisi yang tidak menjerumuskan pada kemusrikan

saja.79

Kiai Kastuju menambahkan, jika dilihat dari tradisi masyarakat dalam bertani,

yang pelaksanaannya sangat rumit dan memakan banyak biaya, alangkah baiknya jika

bertani masyarakat cukup melaksanakan tradisi yang mudah mudah saja, di samping

meminimalisir kemusrikan, di dalam tradisinya pun ditanamkan niat shadaqoh dan

doa dalam pelaksanaanya, semua itu bertujuan agar Gusti Allah mengabulkan dan

memberikan apa yang masyarakat pinta, seperti hasil panen yang bagus serta

melimpah.80

Dalam hal ini, perbedaan pendapat dan pemikiran terbilang wajar. Disatu

pihak berpendapat seperti ini dan di pihak lain berpendapat seperti itu, namun yang

terpenting adalah saling menghargai, agar kerukunan dan ketentraman dalam

77

Kiai Bakri, selaku Mudin di Dusun Ngudi, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 28 juni

2016, sumber serupa diperoleh dari Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama

Blora, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 78

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 79

Kiai Abdul Hadi, Tokoh Agama di Dusun Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun

Kalangan, 13 juli 2016. 80

Kiai Kastuju, Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah satu Sarana Pendidikan Islam di

Dusun Ngudi), wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 27 juni 2016.

Page 50: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

38

bertetangga dan bermasyarakat tetap terjaga.81

Mengenai problema di atas, sebagian

masyakat masih bingung untuk mengikuti pihak yang mana, bahkan terkadang

masyarakat hanya diam dan tidak melakukan apapun. Bagi masyarakat yang memiliki

wawasan, akan mudah untuk menanggapi dan mengambil kesimpulan, sebaliknya

bagi masyarakat awan, yang sama sekali tidak mengenal sekolah serta minimnya

pengetahuan, tidak bisa untuk menanggapi dan memberi kesimpulan. Disinilah

masyarakat seakan dituntut untuk berprinsip dan berpegang teguh pada keyakinan

mereka dengan mengikuti pendapat seorang tokoh masyarakat.

C. Relasi Agama Islam dengan Perilaku Keseharin Masyarakat Dusun Ngudi

Masyarakat yang tinggal di suatu daerah, dengan letak geografis daerah yang

jauh dari laut dan gunung, serta lebih dekat dengan pedalaman hutan, lebih memilih

bertani untuk memenuhi kebutuhannya sehari - hari, sekaligus menjadikan bertani

sebagai mata pencaharian. Dalam tradisi bertani, di Dusun Ngudi terdapat banyak

sekali tahapan pelaksanaannya secara berurutan di antaranya adalah: Tradisi Ngalungi

(Kupatan), Tradisi Wiwitan (Nggarap), Tradisi Nyebar (Pembibitan), Tradisi Wiwitan

(Tanam Padi), Tradisi Ngalungi (Pasca Tanam Padi), Tradisi Ngalemi (Sajeni),

Tradisi Nyuyuk (Panenan).

Tradisi Ngalungi (Kupatan), tradisi ini merupakan tradisi yang sudah ada jauh

sebelum agama Islam masuk dan dikenal oleh masyarakat dusun Ngudi, dalam tradisi

ini awalnya masyarakat masih memegang teguh pada keyakinan terhadap animisme

dan dinamisme serta kepercayaan terhadap dewa dewi, namun setelah Islam mulai

mereka kenal ada perubahan keyakinan dalam melaksanakan tradisi tersebut. tradisi

ini biasa dilakukan saat awal musim hujan, bagi yang punya ternak seperti sapi,

kerbau, domba atau kambing. Dalam tradisi ini, prosesinya, dengan membuat

tumpeng yang isinya berupa kupat, lepet, dan lupis. Lalu pelaksanaanya, jika sebelum

Islam masuk atau masyarakat belum mengenal tuhan dan kepercayaan mereka masih

bersifat animisme dan dinamisme,dan pemukiman mereka belum berkembang seperti

81

Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 25

juni 2016.

Page 51: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

39

sekarang ini, pelaksanaannya yaitu semua tumpengan dan isinya dibawa ke tempat

penggembalaan ternak, seperti di padang rumput yang luas, lalu semua hidangan itu

dimakan oleh seluruh peserta yang ada, peserta di sini adalah kerabat dari pemilik

hajat. Sisa hidangan, akan dikalungkan ke setiap hewan ternak. Istilah “Ngalungi”

berasal dari budaya masyarakat saat mengalungi hewan ternak, dan ini merupakan

simbol dari ritual tersebut.Mereka meyakini bahwa dengan dikalungkannya sisa - sisa

makanan tersebut terhadap hewan ternak mereka, dewa dewi dan roh roh leluhur

mereka akandatang dan membantu menyehatkan ternak mereka agar bisa membajak

sawah. untuk sekarang, saat masyarakat sudah mengenal agama Islam ada sedikit

perubahan dalam pelaksanaanya. Masyarakat Ngudi mengalihkan ke pemukiman,

karena minimnya tempat penggembalaan ternak, bahkan sudah terbilang tidak ada,

maka tradisi Ngalungi itu, tempatnya dialihkan ke rumah warga yang memiliki hajat

tersebut. Prosesinya dengan mengundang tetangga sekitar rumah untuk datang dan

membacakan doa, yang bertujuan untuk kesuksesan dalam bertani.Warga disini biasa

menyabutnya dengan istilah “kondangan” karena sifatnya yang mengundang tetangga

sekitar. Hidangannya juga mengalami pembaharuan, yang awalnya berupa

tumpengan, yang isinya kupat, lepet, dan lubis, sekarang berupa sewakul makanan

yang di dalamnya berisi hasil bumi yang sudah diolah menjadi masakan siap saji,

seperti tempe, mie, kacang, telur, nasi, dan lain lain.82

Tradisi Wiwitan (Nggarap), merupakan tradisi yang dilaksanakan ketika akan

menggarap sawah. Masyarakat percaya saat menggarap sawah harus ada tradisi yang

dilaksanakan agar sawah yang digarap bisa subur dan menggembur serta mudah

ditanami. Dalam pelaksanaanyahampir sama dengan tradisi ngalungi yaitu dengan

mengundang warga sekitar atau tetangga sekitar, jika sebelum datangnya Islam

pelaksanaannya hanya berupa prosesi makan – makan hidangan di sawah sebelum

pekerja menggarap sawah, tidak ada doa – doa atau simbolis dalam tradisi ini,

kemudian dilanjutkan dengan menggarap sawah. Saat datangnya Islam, dalam

82

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 52: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

40

pelaksanaannya yaitu dengan mengundang tetangga – tetangga untuk datang ke

rumah sohibul hajat, lalu mengumandangkan doa di rumah sohibul hajat, tujuan dari

doa tersebut untuk kesuksesan dalam menggarap sawah sohibul hajat. Hidangan yang

disediakan pun sama dengan tradisi ngalungi yaitu berupa hasil bumi yang sudah

diolah menjadi masakan siap saji, namun yang membedakan adalah istilah di

belakang kata “Kondangan” itu. Jika tradisi ngalungi istilah yang sering diucapkan

oleh warga adalah “Kondangan Ngalungi”, maka dalam tradisi wiwitan, warga biasa

memberi isitilah “Kondangan Wiwitan”.83

Tradisi Nyebar (Pembibitan), dilaksanakan ketika tanah yang digarap sudah

mulai menggembur, hanya tinggal ditebar bibit - bibit tanaman yang akan ditanam di

sawah, seperti padi, jagung, tebu, dan lain - lain. Dalam tradisi ini, biasanya sohibul

hajat membuat tumpeng, yang di dalamnya berisi ketan sama goro - goro. Goro - goro

biasa dibuat dari tepung padi, tepung jagung, atau tepung ketela, semuanya dibuat

seperti nasi jagung. Kemudian pembuatannya dengan diberi sumba atau pewarna

hijau, yang bertujuan agar tanaman yang ditanam itu berwarna hijau seperti halnya

pewarna hijau tersebut. Lalu semua itu dibawa ke tempat pembenihan yang terletak di

sawah.Hidangan tersebut kemudian dimakan oleh setiap pekerja yang ada di

sawah.Sama halnya dengan tradisi Ngalungi dan Wiwitan, tradisi Nyebar juga

dilakukan dengan kondangan, namun tempatnya saja yang berbeda.Jika tradisi

Ngulangi dan Wiwitan letaknya di rumah sohibul hajat, tradisi Nyebar dilakukan di

lokasi tempat penyebaran bibit yaitu di sawah. Dalam pelaksanaannya sama saja dari

sebelum datangnya Islam sampai dengan Islam datang, pembedanya adalah jika

sebelum Islam mereka hanya makan - makan dan dilanjutkan dengan menebar bibit

tanaman di sawah, namun setelah Islam sudah mereka kenal, pelaksanaan tradisi ini

yaitu dengan diawali dengan doa dan setelah itu tumpengan dimakan para pekerja

83

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 53: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

41

yang hadir di lokasi tersebut dan dilanjutkan dengan menebar bibit tanaman di

sawah.84

Tradisi Wiwitan (Tanam Padi), biasanya dilakukan saat menanam padi,

tepatnya setelah sawah sudah mulai diairi. Dalam tradisi ini, pemilik sawah memiliki

tanggung jawab penuh terhadap tumpengan (makanan) bagi para pekerja yang

bekerja di sawah.Tumpengan tersebut berisi nasi, lauk pauk, pisang dua sisir dan cok

baka.Tumpengan tersebut dibawa ke sawah dan diberikan kepada seluruh pekerja

yang bekerja menanam padi.Jika sebelum Islam masuk atau masyarakat belum

mengenal tuhan dan kepercayaan mereka masih bersifat animisme dan

dinamisme,Dalam pelaksanaannya yaitu dengan menyantap seluruh tumpengan di

sawah, lalu cok baka yang di dalamnya berisi benang, kaca, sisir, bedak, Lombok,

bawang, minyak, di letakkan di sawah. Gunanya untuk mengundang dewa dewi dan

roh – roh leluhur supaya datang dan memberikan bantuan bagi para pekerja yang

menanam padi agar penanamannya berjalan dengan lancar. Setelah datangnya Islam

perlahan - lahan kegiatan ini mulai ditinggalkan karena mereka menghindari

kemusyrikan, tapi tidak menutup kemungkinan masih ada yang melakukan kegiatan

tersebut, karena mereka meyakini bahwa kegiatan yang awalnya sudah

berlangsungsecara turun temurun apabila ditinggalkan akan menimbulkan mala

petaka.85

Tradisi Ngalungi (Pasca Tanam Padi), sama halnya dengan tradisi Ngalungi

(Kupatan), dari tumpengan sampai kondangan semuanya sama. Perbedaannya terletak

pada waktu pelaksanaanya.Jika tradisi ngalungi (Kupatan) pelaksanaannya pada awal

musim penghujan, maka tradisi ngalungi (Pasca Tanam Padi) dilakukan setelah

menanam padi.86

84

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 85

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 86

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara pribadi,

di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 54: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

42

Tradisi Ngalemi (Sajeni), merupakan tradisi inti dari semua tradisi dalam

tradisi pertanian. Tradisi ini dilakukan saat pari yang ditanam mulai berisi padi,

samahalnya dengan orang yang sedang hamil yang biasa dikenal dengan istilah

Mitoni. Bedanya jika Mitoni yang hamil adalah manusia, jika Ngalemi yang hamil

adalah pari. Prosesinya diawali dengan membawa ambeng yang berisi umbi - umbian

rebus seperti ketela, gayeng, ubi, jeruk, sedang pelaksanaanya Jika sebelum Islam

masuk atau masyarakat belum mengenal tuhan dan kepercayaan mereka masih

bersifat animisme dan dinamismeyaitu dengan mengundang tetangga pemilik hajat

untuk datang ke rumah sohibul hajat untuk menyantap hidangan yang telah

disediakan, setelah itu peserta yang hadir membawa blowok87

dan sisa sisa ambeng

yang berisi umbi - umbian ke sawah. Untuk blowok diletakkan di setiap sudut sawah,

sedangkan ambeng ditebar ke seluruh bagian permukaan sawah.Tujuannya adalah

untuk memberikan sesajen bagi dewa dewi dan roh roh leluhur.Dalam tradisi ini

simbolisnya terletak pada sajenan yang di letakkan di area persawahan.Setelah

datangnya Islam tradisi ini perlahan lahan - mulai ditinggalkan oleh masyarakat

dusun Ngudi, karena pelaksanaannya yang lebih berbau kemusrikan, selain itu ulama

- ulama di dusun Ngudi pun menghimbau setiap warganya untuk mulai meninggalkan

tradisi ini.88

Tradisi Nyuyuk (Panenan), merupakan tradisi yang dilaksanakan saat pari

sudah terlihat berisi padi dan terlihat sedikit menunduk, sama halnya dengan tradisi

pertanian yang lain, kondangan dan tumpengan menjadi syarat inti dalam tradisi ini.

Selain membawa tumpengan89

pemilik sawah juga diharuskan membawa cokbaka di

takir90

, merang, dan menyan.Keempat bawaan yang dibawa oleh pemilik sawah

memiliki simbol masing - masing.Pertama, tumpengan melambangkan kasih sayang

terhadap sesama, karena prosesinya dengan membagikannya kepada semua pekerja

87

„Blowok‟ adalah bubur tepung yang di lumuri gula Jawa berwadahkan batok kelapa. 88

Mardiyah S.Sy S.Pd, selaku Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara

pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 89

„Tumpengan‟ yang dibawa wajib berisi yang berisi kue cucur, onde onde, gemblong ketan. 90

„Cokbaka di takir‟ yang di dalamnya berisi yang berisi benang, kaca, sisir, bedak, Lombok,

bawang, minyak.

Page 55: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

43

yang ada di sawah. Kedua, cokbaka yang isinya benang, kaca, sisir, bedak, cabe,

minyak, dan bawang, bertujuan untuk memberikan sesembahan kepada dewi Sri91

,

agar sang dewi memberikan hasil panen yang bagus serta melimpah. Cokbaka yang

berisi kaca, sisir, bedak, dan benang melambangkan bahwa perempuan merupakan

sesosok manusia yang sering berdandang, sedangkan cokbaka yang berisi cabe,

minyak, bawang melambangkan bahwa perempuan itu pekerjaannya adalah di dapur

memasak.Yang terakhir adalah merang92

dan menyan, inti dari tradisi Nyuyuk ada

pada dua benda ini.Makna Nyuyuk adalah nyumet atau membakar.Jadi, prosesinya

adalah merang dan menyan dijadikan satu dan dibakar untuk mengundang dewa -

dewi agar datang.Panggilan tersebut bertujuan agar dewa - dewi menerima

sesembahan dan mengabulkan keinginan mereka. Ada perubahan dari pelaksanaan

tradisi ini setelah masyarakat mengenal ajaran Islam, yaitu mereka tidak lagi

melakukan kegiatan yang berbau kemusrikan dan pemilik sawah tidak lagi membawa

cokbaka di takir93

, merang, dan menyan, karena benda – bendanya yang sulit di cari,

selain itu kebanyakan dari masyarakat dusun Ngudi sudah tidak mau repot lagi,

mereka lebih memilih yang simpel – simpel saja dan tidak mengeluarkan banyak

biaya.94

Dari keseharian mereka dalam bertani inilah Islam mulai diperkenalkan oleh

para tokoh - tokoh pembawa Islam.Pada awalnya melalui ketauhidan, lalu penanaman

ahlak yang baik, setelah itu barulah ajaran - ajaran Islam.Mayoritas penduduk Dusun

Ngudi beragama Islam dan mayoritasnya memiliki mata pencaharian sebagai

pertani.Oleh karena itu, Islam sangat mudah diterima oleh masyarakat, jika Islam

91

„Dewi Sri‟ oleh masyarakat Jawa dikenal sebagai seorang dewi yang memberikan

kemakmuran terhadap masyarakat, dari segi pertanian, perekonomian, dan kehidupan. 92

„Merang‟ merupakan helai helai tangkai padi yang telah dipisahkan dengan isinya dan

dijadikan bahan untuk pembakaran. 93

„Cokbaka di takir‟ yang di dalamnya berisi yang berisi benang, kaca, sisir, bedak, Lombok,

bawang, minyak. 94

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama Blora, wawancara

pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016

Page 56: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

44

mulai ditanamkan melalui kebiasaan - kebiasaan masyarakat yang ada yaitu melalui

kebiasaan mereka dalam menjalankan rutinitas dalam bertani.95

D. Akulturasi Budaya Jawa dengan Islam dan Pengaruhnya Terhadap Perilaku

Masyarakat Dusun Ngudi

Budaya Jawa sudah ada jauh sebelum agama Hindu Budha bahkan Islam ada

di ranah Jawa.Budaya Jawa yang sudah berlangsung secara turun temurun, berasal

dari nenek moyang masyarakat Jawa terdahulu dan terus berlanjut sampai

sekarang.Istilah budaya Jawa dikenal dengan istilah kejawen.Budaya Jawa ini tidak

berasal dari ajaran Hindu Budha dan ajaran Islam, tetapi berasal jauh sebelum

masuknya Hindu Budha dan Islam.Dalam ajaran kejawen, kepercayaan tertuju pada

sesuatu yang bersifat mistis dan dunia ghoib, serta sebagai suatu bentuk keyakinan,

kepercayaan tersebut masih tetap utuh dan dipertahankan sampai saat ini.96

Contoh tradisi budaya Jawa yang sudah berakulturasi dengan agama Islam

adalah Tradisi bertani. Karena di Dusun Ngudi mayoritas masyarakatnya memiliki

mata pencaharian sebagai petani, maka penyebaran agama Islam disesuaikan dengan

adat istiadat dan tradisi masyarakat tersebut, karena dalam bertani di Dusun Ngudi,

banyak sekali prosesi ritualnya seperti Tradisi Ngalungi (Kupatan), Tradisi Wiwitan

(Nggarap), Tradisi Nyebar (Pembibitan), Tradisi Wiwitan (Nanem), Tradisi Ngalungi

(Pasca Nanem), Tradisi Ngalemi (Sajeni) dan Tradisi Nyuyuk (Panenan).97

Ajaran Islam dapat diterima oleh masyarakat Dusun Ngudi dengan mudah,

padahal masyarakat sudah memegang teguh budaya yang ada.Caranya dengan

mengakulturasi budaya yang ada dengan ajaran agama Islam.Dengan menyusupkan

ajaran Islam ke dalam budaya atau adat istiadat masyarakat setempat secara perlahan

95

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap di

sana. 96

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap di

sana, sumber serupa diperoleh dari Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen Agama

Blora, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 97

Kusnan, Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 14

juli 2016, sumber serupa diperoleh dari Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departemen

Agama Blora, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 57: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

45

lahan. Jika langsung bertajuk kepada pembaharuan, maka akan ditolak mentah

mentah oleh masyarakat Dusun Ngudi, tetapi jika proses pengislamannya dilakukan

dengan menggabungkan atau menyusupkan budaya yang ada, maka masyarakat tidak

akan tahu dan akan langsung menerima dengan baik, sehingga terbukti bahwa cara

ini, sangat berpengaruh kepada masyarakat Dusun Ngudi. Pengislaman yang

dilakukan oleh penyiar Islam terdahulu menggunakan metode ini.Mereka menyiarkan

Islam melalui tradisi keseharian masyarakat yaitu bertani.Dalam rentetan tradisi

pertanian, tokoh ulama Islam menyisipkan niat, ketauhidan, keyakinan dan aqidah

ajaran Islam dalam pelaksanaanya.Hasilnya pengislaman bisa dilakukan dengan

mudah tanpa harus merusak budaya atau tradisi yang sudah ada.

Dalam hal ini, masyarakat masih tetap menjalankan budaya dan tradisi yang

ada, tetapi niat dan keyakinannya sudah dalam pengaruh ajaran agama Islam dan

pelaksanaanya menggunakan syariat dan prinsip - prinsip agama Islam.98

Tradisi pertanian ini berasal dari ajaran Hindu Budha. Tradisi bertani dalam

pelaksanaanya sangatlah rumit harus melakukan banyak hal, dan jika dikalkulasi,

keuangan masyarakat yang dipakai dalam bertani berkurang hanya untuk membeli

kebutuhan kebutuhan lain yang harus dipenuhi, dan tidak ada sangkut pautnya dengan

pertanian.

Kedatangan ajaran Islam membuat masyarakat sadar dan berfikir.Pada

awalnya, masyarakat percaya pada sesuatu yang ghaib dan melakukan ritual dengan

memberi sajen, dengan tujuan, bisa membantu mereka untuk mendapatkan hasil

panen yang bagus serta melimpah.Saat ajaran Islam mulai mereka kenal, perlahan

lahan masayarakat mulai mengubah pola pikir mereka menjadi logis dan

berakal.Hasil panen yang baik dan bagus dihasilkan bukan karena sajenan dan ritual -

ritual mistik yang dilakukan, melainkan karena bibit yang bagus, cuaca yang

mendukung, serta keuletan petani dalam mengurusi tanamannya tersebut.Awalnya

98

Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di Departement Agama Blora, wawancara

pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016.

Page 58: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

46

mereka membuang buang harta untuk mempersiapkan sesembahan dalam ritual,

perlahan lahan mereka mulai meninggalkannya.99

Selain itu, tradisi tumpengan yang awalnya digunakan untuk sesembahan

kepada mahluk ghaib, dengan memberikan kemakmuran dalam menjalankan hidup

dan hasil panen yang melimpah, maka setelah masuknya Islam, tradisi itu perlahan

lahan mulai diubah menjadi tradisi kondangan, yang memiliki tujuan untuk berbagi

dengan sesama dan mempererat tali silaturahmi antar tetangga sekitar, bukan

menghambur - hamburkan sesuatu yang hasilnya tidak bisa dipastikan

kebenarannya.100

Setelah Islam mulai menjadi agama yang dipadukan dengan tradisi yang ada,

maka masyarakat mulai bisa mendapatkan pengetahuan dan ilmu agama Islam,

dimulai dari pengetahuan sosial, agama, dan lain - lain. Dari sini, masyarakat Dusun

Ngudi mulai berfikir dan memilih, mana sesuatu yang dianggap benar dan mana yang

dianggap tidak sesuai, bahkan bisa merugikan mereka.

Dengan demikian akulturasi budaya Jawa dan agama Islam di Dusun Ngudi

memberikan dampak yang positif dan memberikan pandangan baru kepada

masyarakat akan sesuatu yang sifatnya baru, dalam berperilaku, mereka benar - benar

mengerti dan paham terhadap ajaran Islam yang dibawa oleh tokoh Islam, meskipun

memegang teguh tradisi yang ada, niat mereka sudah berubah dan digantikan dengan

niat yang baik dan sesuai dengan ajaran agama Islam

99

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap di

sana, diperkuat dengan sumber yang diperoleh dari Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negri Sipil di

Departemen Agama Blora, wawancara pribadi, di Dusun Ngudi, 29 juni 2016. 100

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti di Dusun Ngudi selama beberapa bulan menetap

di sana.

Page 59: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

47

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa agama Islam dan

budaya Kejawen mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku spiritual

masyarakat Dusun Ngudi, Desa Kalangan, Blora, Jawa Tengah selayaknya dapat

dibuktikan dengan:

1. Baik budaya maupun agama, keduanya memiliki peran masing masing dalam

membentuk suatu tatanan hidup serta pola pikir masyarakat. Dapat diartikan

keduanya bisa membentuk suatu karakter dalam komunitas masyarakat di

suatu wilayah.

2. Akulturasi budaya Jawa dan agama Islam menghasilkan suatu pembaharuan

dalam masyarakat. Dari segi keyakinan, ajaran sampai perilaku masyarakat.

Percampuran keduanya memberikan pengaruh terhadap pola pikir masyarakat.

Karakteristik dan perilaku spiritual masyarakat, bukan hanya terbentuk dari agama

dan budaya yang ada saja, melainkan berasal dari tokoh - tokoh

masyarakat.Keputusan.yang diambil oleh tokoh tersebut dalam menentukan suatu hal

akan memberikan dampak yang signifikan kepada pola pikir dan perilaku masyarakat.

Islamisasi di suatu daerah bukan hanya melalui perdagangan, perkawinan, dan

dakwah saja, tetapi Islamisasi bisa dilakukan melalui tradisi dan kebiasaan

masyarakat yang ada, seperti Islamisasi di Dusun Ngudi yang dilakukan melalui

tradisi pertanian.

B. Saran

Seharusnya masyarakat di suatu wilayah mendapatkan pengetahuan yang

cukup dalam bidang pendidikan, bidang sosial dan agama, karena jika pengetahuan

masyarakat terhadap hal tersebut minim, maka, tidak menutup kemungkinan

masyarakat akan kesulitan dalam menentukan dan mengambil keputusan, hasilnya

masyarakat akan cenderung ikut - ikutan saja dalam mengambil suatu keputusan.

Page 60: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

48

Perbedaan pemikiran antar tokoh masyarakat mengenai kebiasaan masyarakat

masih terbilang wajar, yang terpenting adalah sikap saling mendukung demi

kesejahteraan masyarakat, karena sorotan masyarakat akan tertuju langsung kepada

para tokoh masyarakat jika ada gesekan dari perbedaan pemikiran tersebut.

Meskipun ada perbedaan dalam hal keyakinan dan kebiasaan masyarakat,

seharusnya masyarakat bijak dalam menyikapinya. Perbedaan bukanlah asas untuk

membangun perselisihan, melainkan menjadi dasar untuk membangun persatuan

supaya terjalin rasa saling menghargai satu sama lain.

Page 61: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

49

DAFTAR PUSTAKA

Data Arsip Desa Kalangan mengenai “Monografi Desa Kalangan”

Data Arsip Desa Kalangan mengenai “Monografi Dusun Ngudi”

Endraswara, Suwardi,Mistik Kejawen, Sinkretisme, Simbolisme, dan Sufisme dalam

Budaya Spiritual Jawa, (Yogyakarta, 2004)

Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, diterjemahkan

oleh Aswab Mahasin, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya, 1981)

Gazalba, Drs. Sidi, Masyarakat islam pengantar sosiologi dan sosiografi, (Jakarta:

Bulan Bintang, 1976)

Herusatoto,Budiono, Simbolisme dalam Budaya Jawa (Yogyakarta: PT. Hnindita

Graha Widia, 2000),

Hidayah, Irfanul, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses

Marginalisasi Budaya Lokal”, dalam Jurnal Religi, vol 2, no 2, juli 2003

Hadi, Sutrisno, Metodologi Reseach, Jilid 2, (Yogyakarta, Andi, 2000)

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, (Yogyakarta, Djambatan,

1979)

KhalilM. Fil.I, Ahmad, ,Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa, (UIN

malang press, 2008)

Marzuki, Kajian Masalah Pendidikan dan Ilmu Sosialyang berjudul “Tradisi dan

Budaya Masayarakat Jawa dalam Perspektif Islam”, 2006

Muhammad, Farouk, H. Djali, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta, Bunga

Rampai)

Page 62: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

50

Meinarno, Eko A., WidiantoBambang, HalidaRizka, Manusia dalam Kebudayaan

dan Masyarakat Pandangan Antropologi dan Sosiologi, (Jakarta, Salemba

Humanika, 2011)

Ricklefs, M.C, Mengislamkan Jawa, Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangannya

dari 1930 Sampai Sekarang, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2013)

Sudrajat, Ajat, Jurnal yang berjudul “Perkembangan Islam di Singapura”

Yusuf, M.Pd, Prof. Dr. A. Muri, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan

Penelitian Gabungan, (Jakarta, Prenada Media, 2014)

Yatim,Badri, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2000)

Page 63: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

51

LAMPIRAN

LAMPIRAN FOTO

1. Narasumber

Gambar 1.1 : Kiai Bakri, (tokoh) selaku Mudin di Dusun Ngudi

Gambar 1.2 :Kiai Abdul Hadi, (tokoh) selaku Tokoh Agama di Dusun Kalangan

Page 64: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

52

Gambar 1.3 :kiai Kastuju, (tokoh) selaku Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah

satu sarana pendidikan Islam di Dusun Ngudi)

Gambar 1.4 :Mardiyah S.Sy S.Pd, (tokoh) Pegawai Negeri Sipil di Department

Agama Blora

Page 65: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

53

Gambar 1.5 :Kusnan, (tokoh) selaku Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan

Gambar 1.6 :Kiai Suhadi, (tokoh) Pengajar TPA (salah satu sarana pendidikan Islam

di Dusun Ngudi)

Page 66: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

54

2.Tempat Penelitian dan Kegiatan Masyarakat

Gambar 2.1 :(tempat) Kantor Kecamatan Tunjungan

Gambar 2.2 :(tempat) Kantor Kecamatan Tunjungan

Page 67: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

55

Gambar 2.3 :(tempat) Kantor Balai Desa Kalangan

Gambar 2.4 :(tempat) Ruang kerja staf Perpustakaan dan Arsip daerah (Blora)

Page 68: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

56

Gambar 2.5 :(tempat) Halaman depan Perpustakaan dan Arsip daerah (Blora)

Gambar 2.6 :(tempat) Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Blora

Page 69: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

57

Gambar 2.7 :(tempat) Kantor Balai Desa, Desa Kalangan

Gambar 2.8 :(tempat) Ruang Kerja Kantor Balai Desa, Desa Kalangan

Page 70: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

58

Gambar 2.9 :(tempat) Kondisi Persawahan Masyarakat Dusun Ngudi

Gambar 2.10 :(tempat) Bendungan/waduk yang digunakan untuk mengairi sawah

warga

Page 71: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

59

Gambar 2.11 :(kegiatan) Anak - anak pengajian saat sedang mengaji dengan Kiai

Suhadi

Gambar 2.12 :(kegiatan) Salah satu tradisi di masyarakat Dusun Ngudi, mereka biasa

menyebutnya “Kondangan”

Gambar 2.13 :(kegiatan) Salah satu tradisi di masyarakat Dusun Ngudi, mereka biasa

menyebutnya “Kondangan”

Page 72: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

60

Gambar 2.14 :(kegiatan) Berdoa bersama sebelum menyantap hidangan dalam Tradisi

Kondangan

Gambar 2.15 :(kegiatan) Makan bersama seusai acara kondangan

Gambar 2.16 : (kegiatan) salah satu kesenian musik masyarakat Dusun Ngudi

(Rebana)

Page 73: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

61

LAMPIRAN WAWANCARA

Transkip Wawancara

Berikut ini adalah daftar pertanyaan dan jawaban hasil wawancara antara peneliti

dengan pihak internal (masyarakat).

Wawancara Pertama

Nama : Kusnan, selaku Pejabat Pemerintahan di Desa Kalangan

Tanggal wawancara : 25 juni 2016 dan 14 juli 2016

Tempat : kediaman Bpk. Kusnan di Dusun Ngudi

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Apa visi dan misi Desa Kalangan?

J : Visi dari Desa Kalangan adalah Tercapainya Kesejahteraan dan Kemandirian

Masyarakat Pedesaan dalam pemberdayaan sistem sarana sosial dan sumber daya

masyarakatnya, dan misinya adalah Peningkatan sarana dan prasarana sosial,

mensejahterakan lingkungan hidup, meningkatkan sistem pembangunan dan

kelistrikan desa, mengefektifkan fungsi dan peran sumber daya masyarakat dan

peran pemerintahan sosial, mewujudkan infrastruktur dan lingkungan yang aman

dan nyaman.

T : Tolong sebutkan batas wilayah Dusun Ngudi?

J : Batas wilayah Dusun Ngudi yaitu sebelah Utara Desa berbatasan dengan Desa

Sambongrejo, sebelah Barat Desa berbatasan dengan Desa Bogorejo, sebelah

Timur Desa berbatasan dengan Desa Sukorejo, sebelah Selatan Desa berbatasan

dengan Desa Tambahrejo.

T : Pada masyarakat dusun Ngudi, adakah struktur sosial masyarakat seperti santri,

abangan dan priyayi?

J : Untuk sekarang struktur sosial masyarakat seperti itu sudah tidak ada, tapi,

struktur seperti itu dulu pernah ada, bahkan menjadi pembeda yang sangat

mencolok di masyarakat.

T : Menurut anda apa itu santri, abangan, dan priyayi?

J : Santri itu orang taat terhadap ajaran Islam, abangan adalah orang yang beragama

Islam tapi tidak sepenuhnya menjalankan syariat Islam atau biasa disebut Islam

KTP, dan yang terakhir priyayi adalah seorang yang memiliki jabatan di

pemerintahan dan tidak mesti keturunan ningrat ataupun bangsawan, meskipun

hanya keturunan masyarakat petani biasa jika pekerjaanya di sebuah lembaga

pemerintahan (PNS), maka bisa disebut priyayi.

T : Menurut anda apa itu budaya Jawa (Kejawen)?

J : Asal muasal budaya Jawa itu muncul karena ada beberapa golongan orang yang

membelah hutan untuk membangun suatu peradaban, dan itu jauh sebelum

agama itu ada. Dan budaya Jawa (Kejawen) terbentuk dari kebiasaan masyarakat

yang percaya akan mistis dan mitos. Kebiasaan tersebut diyakini dan

dilaksanakan melalui perilaku spiritual. Perilaku tersebut berupa ritual ritual

seperti sajenan, mitonan, sedekah bumi dan lain lain. Semua itu berlandaskan

atas keyakinan masyarakat terhadap hal hal yang bersifat mistik dan gaib.

Page 74: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

62

T : Skripsi yang akan saya buat berhubungan dengan tradisi adat masyarakat Jawa

letaknya di Dusun Ngudi, menurut anda apa itu tradisi masyarakat Jawa?

J : Budaya Jawa pada masyarakat Dusun Ngudi itu terwujud pada kebiasaan

masyarakat dalam bertani, tradisi bertani di dalamnya terdapat ritual ritual,

kayak nyajeni, nyuyuk, ngalemi, tumpengan dan lain lain. Klo tradisi

masyarakat disini banyak, seperti sedekah bumi, wayang kulit, maulidan dan

lain lain.

T : Di Dusun Ngudi ini terdapat beberapa pemimpin masyarakat yang disebut Kiai

dan mudin, bagaimana pendapat anda jika di suatu daerah terdapat beberapa

pemimpin?

J : Meskipun banyak sekali pemimpin dan keyakinan satu dengan yang lain berbeda

dalam menentukan sesuatu, menurut saya bukan suatu masalah, karena dalam

hal ini, perbedaan pendapat dan pemikiran terbilang wajar. Disatu pihak

berpendapat seperti ini dan di pihak lain berpendapat seperti itu, namun yang

terpenting adalah saling menghargai, agar kerukunan dan ketentraman dalam

bertetangga dan bermasyarakat tetap terjaga, itu yang terpenting menurut saya.

Wawancara Kedua

Nama : Abdul Mufid salah satu aktifis remaja masjid di Dusun Ngudi

Hari, tanggal wawancara : 2 juli 2016

Tempat : Kediaman Abdul Mufid di Dusun Ngudi

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Di Dusun Ngudi adakah kegiatan kegiatan yang berhubungan dengan budaya dan

agama? Dan ada berapakah tempat yang digunakan untuk kepentingan tersebut?

J : Ada banyak sekali kegiatan yang berhubungan dengan agama, contohnya disaat

ada perayaan hari besar Islam, pasti ada kegiatan yang dilakukan oleh

masyarakatnya, seperti perayaan Maulid nabi Muhammad SAW, Isra wal Miraj,

Tahlil, Yasinan, Haul kiai H. Abd. Salam dan lain lain.Mengenai tempat yang

digunakan untuk kegiatan kegiatan keagamaan di Dusun Ngudi, terdapat

beberapa tempat diantaranya adalah, 2 masjid dan 7 mushola (langgar).Semua

tempat itu sering digunakan untuk rutinitas ibadah dan rutinitas sosial

keagamaan.

T : Sampai saat ini adakah kegiatan keagamaan yang masih dilakukan? Tolong

berikan contohnya?

J : Aktivitas keagamaan yang dilakukan masyarakat di Dusun Ngudi hampir sama

dengan aktivitas yang dilakukan oleh dusun dusun lainnya, berupa pengajian ibu

ibu dan bapak bapak, pembacaan tahlil, peringatan hari besar Islam seperti,

Maulid Nabi Muhammad SAW, Isro Miraj, serta tausiyah tausiyah keagamaan

yang biasa dibawakan oleh kiai kiai dengan diiringi kesenian kesenian Islam,

seperti wayang, hadroh, marawis, dan lain lain. Semua kegiatan itu masih

dilaksanakan.

Page 75: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

63

T : Menurut anda apa itu santri, abangan, dan priyayi? Adakah golongan golongan

itu di Dusun Ngudi?

J : Santri adalah seorang atau sekelompok orang yang tinggal di pondok atau

pesantren atau di suatu lingkungan yang mayoritas masyarakatnya beragama

Islam, dan setau saya tradisi keagamaan santri, sama dengan masyarakat Islam

pada umumnya, selalu menjalankan aturan aturan yang ada dalam ajaran Islam,

yaitu “menjalankan segala perintah allah SWT dan menjauhi segala larangan

allah SWT”. Hampir keseluruhan masyarakat Dusun Ngudi memeluk agama

Islam, mereka menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh agama Islam,

melaksanakan sholat, membayar zakat, berpuasa, bahkan melaksanakan dan

memeriahkan hari besar Islam. Semua itu mereka lakukan atas dasar

kepercayaan pada agama yang mereka anut yaitu agama Islam, jadi sepertinya

sekarang tidak ada golongan golongan seperti itu, semuanya sama.

T : Apakah benar jika pemimpin masyarakat di Dusun Ngudi ini biasa disebut Kiai?

J : Bukan seperti itu maksudnya, tapi kiai disini adalah seorang yang dihormati

karena keilmuannya, dan Kiai yang dimaksud masyarakat adalah seorang yang

memiliki pengetahuan ilmu agama Islam yang mendalam, pandai dalam

menyampaikan ajaran agama Islam kepada masyarakat, dan memiliki mushola

(langgar) yang digunakan untuk melangsungkan pengajian atau mengajar murid

(santri).

T: Mengenai agama Islam, bagaimana Islam itu bisa masuk ke Dusun Ngudi ini?

melalui apa? Dan adakah penolakan saat Islam itu masuk?

J : Masyarakat Jawa sangat mudah dalam bersosialisasi dan menerima sesuatu yang

baru (toleran). Saat agama Islam itu dibawa oleh tokoh tokoh Islam ke tanah

Jawa, masyarakat Jawa menyambutnya dengan baik, karena ada rasa penasaran

yang kuat terhadap sesuatu yang baru tersebut.Selain itu, Islam bisa berkembang

secara merata ke setiap daerah di Jawa, karena agama Islam dikenalkan secara

turun temurun dari dulu sampai sekarang.Islam masuk ke Dusun Ngudi tanpa

ada pembantahan dalam ajarannya, masyarakat menyambut ajaran tersebut

dengan baik.

Wawancara Ketiga

Nama : Kiai Abdul Hadi, Tokoh Agama di Dusun Kalangan

Tanggal wawancara : 13 juli 2016

Tempat : Kediaman Kiai Abdul Hadi di Dusun Kalangan

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Dalam masyarakat kejawen ada istilah santri, abangan, dan priyayi, Adakah

golongan golongan itu di Dusun Ngudi?

J : Dari semua struktur sosial dan kebudayaan yang ada di Jawa, di Dusun Ngudi,

pada awalnya memang masih mengelompokkan golongan sosial

kemasyarakatan, seperti abangan, santri dan priyayi, namun dengan

berjalannya waktu, seiring dengan mulai munculnya kesadaran masyarakat

Page 76: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

64

akan pengetahuan dan pendidikan, maka secara perlahan lahan golongan sosial

masyarakat tersebut mulai hilang dan semua masyarakat melebur menjadi satu

dan tidak ada lagi perbedaan dan penggolongan masyarakat. Tidak hanya santri

yang aktif dan menjalankan perintah agama Islam, tetapi abangan juga

melakukan rutinitas keagamaan Islam dengan rutin, dan bukan hanya abangan

yang lalai dalam melanggar aturan aturan agama Islam, terkadang santri pun

lalai dalam melakukan rutinitas keagamaan, jadi sulit untuk membedakannya

karena semuanya sudah melebur menjadi satu.

T : Bicara mengenai kejawen atau budaya Jawa adakah kebiasaan masyarakat yang

berhubungan dengan tradisi tersebut?

J : Yang saya ketahui mengenai Dusun Ngudi, dalam ritual kejawen yang masih

berlangsung sampai saat ini, terwujud dalam keseharian masyarakat dalam

bertani. Saat bertani, masyarakat masih memegang teguh kebiasaan kebiasaan

yang ada, yang sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka seperti nyajeni,

nyuyuk, ngalemi, dan lain lain.

T : Mengenai budaya Jawa, bisa sebutkan asal muasal budaya tersebut?

J : Budaya Jawa awalnya tercipta jauh sebelum masyarakat mengenal agama,

awalnya manusia di tanah Jawa terdiri dari empat golongan manusia. Golongan

pertama adalah golongan kuning, yaitu orang orang pendatang dari luar

nusantara yang berasal dari cina.Golongan kedua adalah golongan putih, yaitu

pedagang pendatang yang membawa ajaran Islam ke Nusantara.Golongan

ketiga adalah golongan hitam, yaitu para penjelajah Eropa yang datang ke

Nusantara. Golongan keempat adalah golongan abang (merah), yaitu penduduk

pribumi yang tinggal di Jawa.Dari keempat golongan ini terciptalah sebuah

masayarakat yang membentuk kebudayaan yang dikenal dengan kebudayaan

Jawa (Kejawen).

T : Apakah tradisi masyarakat Jawa dalam bertani masih tetap dilakukan?

J : Bagi masyarakat Dusun Kalangan karena saya kiainya, maka semua rutinitas

masyarakat dalam bentuk tradisi pertanian, jika berbau kemusrikan akan

dibrantas dan dihilangkan. Dalam ajaran Islam segala sesuatu yang berbau

kemusrikan sama saja keluar dari ajaran agama Islam itu sendiri, maka cukup

melaksanakan segala tradisi yang tidak menjerumuskan pada kemusrikan saja.

Wawancara keempat

Nama : kiai Kastuju, selaku Ketua Yayasan Madrasah Diniyah (salah satu sarana

pendidikan Islam di Dusun Ngudi)

Tanggal wawancara : 27 juni 2016

Tempat : Kediaman Kiai Kastuju di Dusun Ngudi

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Sebagai seorang tokoh agama Islam di Dusun Ngudi, bagaimana pak kiai

mengenalkan Islam ke masyarakat?

Page 77: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

65

J : Banyak hal yang saya lakukan dalam mengenalkan agama Islam ke masyarakat,

Salah satu strategi dalam melaksanakan aktivitas dakwah atau pengenalan

agama Islam adalah dengan membangun sarana pendidikan Islam, baik formal

ataupun nonformal. Adapun sarana pendidikan yang ada di Dusun Ngudi antara

lain; TPA, Madrasah Diniyah, Majelis Ta‟lim dan lain lain. Dengan adanya

wadah, masyarakat akan mudah mengenal Islam secara mendasar.

T : Menurut pak kiai, pengertian budaya Jawa itu seperti apa?

J : Budaya Jawa merupakan budaya yang unik. Karena budaya tersebut menyangkut

kepercayaan dan keyakinan masyarakat, dan pelaksanaannya berkaitan dengan

ritual ritual. Kebudayaan ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, kebudayaan ini

berupa upacara adat seperti sedekah bumi, tradisi dalam pertanian, dan lain lain.

Di Dusun Ngudi ini masih banyak yang melakukan ritual keagamaan Jawa,

meskipun begitu mereka tetap beragama Islam.Awalnya Islam itu masuk

melalui tradisi masyarakat, jadi sangat sulit bagi masyarakat untuk

meninggalkan kebiasaan tersebut.Mungkin bisa tapi prosesnya perlahan dan

butuh waktu yang sangat lama.

T : Bagaimana pak kiai menanggapi kebiasaan masyarakat yang tidak sesuai dengan

syariat agama Islam? apakah langsung melarang atau dengan cara lain?

J : Caranya adalah dengan memberikan pengertian mengenai dampak yang

dihasilkan dari ritual tersebut, apakah menguntungkan atau malah sebaliknya.

Contohnya, jika dilihat dari tradisi masyarakat dalam bertani, yang

pelaksanaannya sangat rumit dan memakan banyak biaya, saya memberikan

saran kepada masyarakat, agar melaksanakan tradisi yang mudah mudah saja, di

samping meminimalisir biaya yang dikeluarkan, saya juga menanamkan agar di

dalam tradisinya disisipkan niat shadaqoh dan doa dalam pelaksanaanya, semua

itu bertujuan agar Gusti Allah mengabulkan dan memberikan apa yang

masyarakat pinta, seperti hasil panen yang bagus serta melimpah. Saya sama

sekali tidak melarang, cukup memberikan pemahaman saja kepada mereka, lalu

biar mereka sendiri yang menyimpulkan.

Wawancara Kelima

Nama : Kiai Suhadi, Pengajar TPA (salah satu sarana pendidikan Islam di Dusun

Ngudi)

Tanggal wawancara : 26 juni 2016

Tempat : Kediaman Kiai Suhadi di Dusun Ngudi

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Menurut mbah yai, pengertian budaya (Kejawen) Jawa itu seperti apa?

J : Budaya Jawa adalah suatu tradisi yang muncul di masyarakat. Tradisi tersebut

menyangkut kepercayaan dan keyakinan masyarakat, dan pelaksanaannya

dengan ritual.Kepercayaan ini sudah terbentuk sebelum agama agama masuk ke

Nusantara.Kepercayaan tersebut dikenal dengan sebutan Animisme dan

Dinamisme.

Page 78: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

66

T : Kapan budaya Jawa (Kejawen) itu muncul dan dikenal masyarakat?

J: Kebudayaan ini sudah ada sejak jaman dahulu kala, kebudayaan ini berupa upacara

adat seperti sedekah bumi, tradisi dalam pertanian, dan lain lain. Kebudayaan

masyarakat Jawa bukan hanya berupa tradisi dan upacara adat saja, melainkan

berupa kesenian, seperti wayang kulit, ketoprak, tayup, gamelan dan lain lain.

Wawancara Keenam

Nama : Kiai Bakri, selaku Mudin di Dusun Ngudi

Tanggal wawancara : 28 juni 2016

Tempat : Kediaman Kiai Bakri di Dusun Ngudi

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Menurut mbah yai, pengertian agama Islam itu seperti apa?

J : Islam merupakan agama yang dibawa oleh para Walisongo. Para penyiar Islam

(Walisongo) mengajarkan masyarakat untuk berbuat baik terhadap sesama,

beramal sholeh, menghormati orang lain, dan lain lain. Ajaran ini sangat sesuai

dengan perilaku masyarakat Jawa yang identik dengan ramah, lemah lembut, dan

santun.Kesamaan inilah yang mempermudah agama Islam diterima oleh

masyarakat Jawa pada umumnya.Selain itu, agama Islam juga tidak menuntut

terlalu banyak dalam pelaksanaan ibadahnya, cukup dengan keyakinan tanpa ada

perlu sesuatu yang harus dijadikan sesembahan dalam pelaksanaan ibadahnya.

T : Bagaimana pendapat kiai mengenai budaya Jawa (Kejawen)?

: Tradisi atau Budaya Jawa dalam sejarah sangatlah menarik, sehingga harus

dipertahankan, Ketika agama baru sudah masuk dan dipercaya oleh masyarakat,

seharusnya adat istiadat yang ada tidak perlu dihilangkan, bahkan seharusnya

dipertahankan dan dilestarikan, karena setiap daerah pasti memiliki adat dan

istiadatnya masing masing. Jika itu dihilangkan, maka akan menghilangkan pula

ciri khas daerah tersebut.

Wawancara Ketujuh

Nama : Mardiyah S.Sy S.Pd, Pegawai Negeri Sipil di Department Agama Blora

Tanggal wawancara :29 juni 2016

Tempat : Kediaman Mardiyah S.Sy S.Pd di Dusun Ngudi

Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan narasumber melalui komunikasi

secara langsung:

T : Di Dusun Ngudi ini, adakah seseorang yang memiliki pengaruh yang besar

terhadap kelangsungan adat istiadat masyarakat?

J : Orang yang mengurusi kegiatan kegiatan keagamaan dan budaya masyarakat

biasa menyebutnya dengan sevutan Mudin.

T : Pengertian Mudin seperti apa? Tolong jelaskan?

J : Setau saya, masyarakat dusun Ngudi menafsirkan Mudin sebagai seorang yang

memiliki pengaruh terhadap pelestarian budaya yang ada, dikarenakan tokoh ini

sangat mengerti tentang sejarah leluhur dan budaya nenek moyang, serta

Page 79: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

67

dipercaya oleh masyarakat untuk melestarikan kebudayaan yang ada di daerah

tersebut. Seorang mudin memiliki tanggung jawab atas segala hal yang berbau

upacara keagamaan dan hari hari besar, seperti mengurusi jenazah, sedekah

bumi, dan tradisi dalam pertanian, mitoni, ngalemi, nyuyuk, dan lain lain.

T : Apa pendapat ada mengenai agama Islam? Siapa yang membawanya ke tanah

Jawa?Dan bagaimana Islam itu bisa diterima di masyarakat, khususnya

masyarakat Dusun Ngudi?

J : Agama Islam merupakan ajaran yang dibawa oleh para Walisongo ke tanah

Jawa, lalu para Walisongo dalam mengenalkan agama Islam ke masyarakat

melalui metode akulturasi. Metode ini dapat diterima dan tidak menimbulkan

gejolak penolakan, karena metode akulturasi adalah pencampuran antara agama

Islam dengan tradisi yang sudah ada.Keduanya dihubungkan dan dicampur

menjadi satu.Ajaran Islam disisipkan kepada tradisi yang ada supaya

masyarakat bisa menerima.Metode ini bertujuan agar masyarakat tidak

menyadari dan tidak menolak agama Islam yang bersifat baru, yang mungkin

dianggap asing bagi mereka.Selain itu, metode ini juga bertujuan agar

masyarakat seolah olah melakukan tradisi yang ada, namun sudah dalam ruang

lingkup ajaran agama Islam.

T : Dalam Islamisasi di Dusun Ngudi ini, kenapa harus menggunakan metode

Akulturasi? Adakah metode yang lain yang digunakan untuk mengenalkan

agama Islam ke masyarakat?

J : Karena tradisi dan kebiasaan masyarakat yang sudah ada di Dusun Ngudi

sifatnya sakral,jadi sangat sulit jika tiba tiba masyarakat diserukan kepada

sesuatu yang baru, maka penggabungan antara dua budaya menurut saya adalah

metode yang sangat pas. Ditambah lagi budaya bagi masyarakat Dusun Ngudi

sangat junjung tinggi, jadi sulit rasanya jika Islam itu dikenalkan secara

langsung atau terang terangan.

T : Disaat agama Islam sudah mulai dianut oleh masyarakat, perlukah masyarakat

meninggalkan tradisinya?

J : Disaatagama Islam sudah masuk dan dipercaya oleh masyarakat, seharusnya

adat istiadat yang ada tidak perlu dihilangkan, bahkan seharusnya dipertahankan

dan dilestarikan, karena setiap daerah pasti memiliki adat dan istiadatnya

masing masing. Jika itu dihilangkan, maka akan menghilangkan pula ciri khas

daerah tersebut.selain itu, tradisi di suatu daerah yang dijalankan masyarakat

secara umum dari waktu ke waktu secara terus menerus dari satu generasi ke

generasi, akan sangat sulit untuk dihilangkan, karena keyakinan dan kebiasaan

tersebut sudah melekat kuat dalam diri masyarakat, jadi jika dihilangkan akan

menimbulkan gejolak penolakan yang besar dari masyarakat.

T : Mengenai tradisi masyarakat yang ada di Dusun Ngudi, tolong sebutkan tradisi

yang berhubungan dengan masuknya Islam? lalu prosesinya seperti apa?

J : Islam mulai dikenalkan oleh para penyiarnya melalui tradisi dan budaya yang

ada, jika di Dusun Ngudi Islam dikenalkan melalui tradisi masyarakat dalam

bertani. Tradisi pertanian ada beberapa proses yang dilakukan diantaranya

Page 80: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

68

adalah: 1. Tradisi Ngalungi (Kupatan);2. Tradisi Wiwitan (Nggarap);3.Tradisi

Nyebar (Pembibitan); 4.Tradisi Wiwitan (Nanem); 5.Tradisi Ngalungi (Pasca

Nanem); 6.Tradisi Ngalemi (Sajeni); 7. Tradisi Nyuyuk (Panenan). 1. Tradisi

Ngalungi (Kupatan), merupakan tradisi yang dilakukan saat awal musim hujan,

bagi yang punya ternak seperti sapi, kerbau, domba atau kambing. Dalam tradisi

ini, prosesinya, dengan membuat tumpeng yang isinya berupa kupat, lepet, dan

lupis. Lalu pelaksanaanya, jika sebelum Islam masuk dan pemukiman belum

berkembang seperti sekarang ini, maka semua tumpengan dan isinya dibawa ke

tempat penggembalaan ternak, seperti di padang rumput yang luas, lalu semua

hidangan itu dimakan oleh seluruh peserta yang ada. Sisa hidangan, akan

dikalungkan ke setiap hewan ternak. Istilah “Ngalungi” berasal dari budaya

masyarakat saat mengalungi hewan ternak tersebut.Sekarang, karena

pemukiman semakin berkembang dan minimnya tempat penggembalaan ternak,

bahkan sudah terbilang tidak ada, maka tradisi Ngalungi itu, tempatnya

dialihkan ke rumah warga yang memiliki hajat tersebut. Prosesinya dengan

mengundang tetangga sekitar rumah untuk datang dan membacakan doa, yang

bertujuan untuk kesuksesan dalam bertani.Warga disini biasa menyabutnya

dengan istilah “kondangan”. Hidangannya juga mengalami pembaharuan, yang

awalnya berupa tumpengan, berupa kupat, lepet, dan lubis, sekarang berupa

sewakul makanan yang di dalamnya berisi hasil bumi yang sudah diolah

menjadi masakan siap saji, seperti tempe, mie, kacang, telur, nasi, dan lain lain.

2. Tradisi Wiwitan (Nggarap), merupakan tradisi yang dilaksanakan ketika akan

menggarap sawah. Masyarakat percaya saat menggarap sawah harus ada tradisi

yang dilaksanakan agar sawah yang digarap bisa subur dan menggembur serta

mudah ditanami. Dalam pelaksanaanya, hampir sama dengan tradisi ngalungi

yaitu dengan mengundang warga sekitar atau tetangga sekitar, lalu

mengumandangkan doa di rumah sohibul hajat, tujuan dari doa tersebut untuk

kesuksesan dari sohibul hajat. Hidangan yang disediakan pun sama dengan

tradisi ngalungi yaitu berupa hasil bumi yang sudah diolah menjadi masakan

siap saji, namun yang membedakan adalah istilah di belakang kata

“Kondangan” itu. Jika tradisi ngalungi istilah yang sering diucapkan oleh warga

adalah “Kondangan Ngalungi”, maka dalam tradisi wiwitan, warga biasa

memberi isitilah “Kondangan Wiwitan”. 3. Tradisi Nyebar (Pembibitan),

dilaksanakan ketika tanah yang digarap sudah mulai menggembur, hanya

tinggal ditebar bibit bibit tanaman yang akan ditanam di sawah, seperti padi,

jagung, tebu, dan lain lain. Dalam tradisi ini, biasanya sohibul hajat membuat

tumpeng, yang di dalamnya berisi ketan sama goro goro. Goro goro biasa dibuat

dari tepung padi, tepung jagung, atau tepung ketela, semuanya dibuat seperti

nasi jagung. Kemudian pembuatannya dengan diberi sumba atau pewarna hijau,

yang bertujuan agar tanaman yang ditanam itu berwarna hijau seperti halnya

pewarna hijau tersebut. Lalu semua itu dibawa ke tempat pembenihan yang

terletak di sawah.Hidangan tersebut kemudian dimakan oleh setiap pekerja yang

ada di sawah.Sama halnya dengan tradisi Ngalungi dan Wiwitan, tradisi Nyebar

Page 81: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

69

juga dilakukan dengan kondangan, namun tempatnya saja yang berbeda.Jika

tradisi Ngulangi dan Wiwitan letaknya di rumah sohibul hajat, tradisi Nyebar

dilakukan di lokasi tempat penyebaran bibit yaitu di sawah. Pelaksanaannya

diawali dengan doa dan setelah itu tumpengan dimakan para pekerja yang hadir

di lokasi tersebut. 4. Tradisi Wiwitan (Tanam Padi), biasanya dilakukan saat

menanam padi, tepatnya setelah sawah sudah mulai diairi. Dalam tradisi ini,

pemilik sawah memiliki tanggung jawab penuh terhadap tumpengan (makanan)

bagi para pekerja yang bekerja di sawah.Tumpengan tersebut berisi nasi, lauk

pauk, pisang dua sisir dan cok baka.Tumpengan tersebut dibawa ke sawah dan

diberikan kepada seluruh pekerja yang bekerja menanam padi. 5. Tradisi

Ngalungi (Pasca Tanam Padi), sama halnya dengan tradisi Ngalungi, dari

tumpengan sampai kondangan semuanya sama. Perbedaannya terletak pada

waktu pelaksanaanya.Jika tradisi ngalungi pelaksanaannya pada awal musim

penghujan, maka tradisi ngalungi dilakukan pasca tanam padi. 6. Tradisi

Ngalemi (Sajeni), merupakan tradisi inti dari semua tradisi dalam tradisi

pertanian. Tradisi ini dilakukan saat pari yang ditanam mulai berisi padi, sama

halnya dengan orang yang sedang hamil yang biasa dikenal dengan istilah

Mitoni. Bedanya jika Mitoni yang hamil adalah manusia, jika Ngalemi yang

hamil adalah pari. Prosesinya diawali dengan membawa ambeng yang berisi

umbi umbian rebus seperti ketela, gayeng, ubi, jeruk, sedang pelaksanaanya

dengan mengundang tetangga pemilik hajat untuk datang dan berdoa, serta

setelah itu blowok dan sisa sisa ambeng yang berisi umbi umbian dibawa ke

sawah. Untuk blowok diletakkan di setiap sudut sawah, sedangkan ambeng

ditebar ke seluruh bagian permukaan sawah. 7. Tradisi Nyuyuk (Panenan),

merupakan tradisi yang dilaksanakan saat pari sudah terlihat berisi padi dan

terlihat sedikit menunduk, sama halnya dengan tradisi pertanian yang lain,

kondangan dan tumpengan menjadi syarat inti dalam tradisi ini. Selain

membawa tumpengan pemilik sawah juga diharuskan membawa cokbaka di

takir, merang, dan menyan.Keempat bawaan yang dibawa oleh pemilik sawah

memiliki simbol masing masing.Pertama, tumpengan melambangkan kasih

sayang terhadap sesama, karena prosesinya dengan membagikannya kepada

semua pekerja yang ada di sawah. Kedua, cokbaka yang isinya benang, kaca,

sisir, bedak, cabe, minyak, dan bawang, bertujuan untuk memberikan

sesembahan kepada dewi Sri, agar sang dewi memberikan hasil panen yang

bagus serta melimpah. Cokbaka yang berisi kaca, sisir, bedak, dan benang

melambangkan bahwa perempuan merupakan sesosok manusia yang sering

berdandang, sedangkan cokbaka yang berisi cabe, minyak, bawang

melambangkan bahwa perempuan itu pekerjaannya adalah di dapur

memasak.Yang terakhir adalah merang dan menyan, inti dari tradisi Nyuyuk

ada pada dua benda ini.Makna Nyuyuk adalah nyumet atau membakar.Jadi,

prosesinya adalah merang dan menyan dijadikan satu dan dibakar untuk

mengundang dewa dewi agar datang.Panggilan tersebut bertujuan agar dewa

dewi menerima sesembahan dan mengabulkan keinginan mereka.

Page 82: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil

70

T : Apa pendapat anda mengenai Islam Kejawen?

J : Istilah budaya Jawa dikenal dengan istilah kejawen, Budaya Jawa ini tidak

berasal dari ajaran Hindu Budha dan ajaran Islam, tetapi berasal jauh sebelum

masuknya Hindu Budha dan Islam. Dalam ajaran kejawen, kepercayaan tertuju

pada sesuatu yang bersifat mistis dan dunia ghoib, serta sebagai suatu bentuk

keyakinan, kepercayaan tersebut masih tetap utuh dan dipertahankan sampai

saat ini oleh masyarakat.

T : Islam bisa masuk melalui tradisi bertani, prosesnya seperti apa?

J : Proses Islamisasi yang dilakukan melalui tradisi pertanian yaitu dengan tokoh

ulama Islam menyisipkan niat, ketauhidan, keyakinan dan aqidah ajaran Islam

dalam pelaksanaanya. Hasilnya pengislaman bisa dilakukan dengan mudah

tanpa harus merusak budaya atau tradisi yang sudah ada.Dalam hal ini,

masyarakat masih tetap menjalankan budaya dan tradisi yang ada, tetapi niat

dan keyakinannya sudah dalam pengaruh ajaran agama Islam dan

pelaksanaanya menggunakan syariat dan prinsip prinsip agama Islam.

T : Saat agama Islam mulai dianut, apakah tradisi yang ada ditinggalkan oleh

masyarakat?

J : Hanya sebagian tradisi saja yang ditinggalkan oleh masyarakat. Kedatangan

ajaran Islam membuat masyarakat sadar dan berfikir.Pada awalnya, masyarakat

percaya pada sesuatu yang ghaib dan melakukan ritual dengan memberi sajen,

dengan tujuan, bisa membantu mereka untuk mendapatkan hasil panen yang

bagus serta melimpah.Saat ajaran Islam mulai mereka kenal, perlahan lahan

masyarakat mulai mengubah pola pikir mereka menjadi logis dan berakal.Hasil

panen yang baik dan bagus dihasilkan bukan karena sajenan dan ritual ritual

mistik yang dilakukan, melainkan karena bibit yang bagus, cuaca yang

mendukung, serta keuletan petani dalam mengurusi tanamannya

tersebut.Awalnya mereka membuang buang harta untuk mempersiapkan

sesembahan dalam ritual, perlahan lahan mereka mulai meninggalkannya.

Page 83: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil
Page 84: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil
Page 85: PENGARUH ISLAM DAN BUDAYA KEJAWEN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34505/2/SETYO... · vi guru PONPES Daarul Muttaqien, PONPES Daarul Hikam, Guru guru MI Maroqil