Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

68
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia, sehingga ketersediaan pangan perlu mendapat perhatian baik kuantitas maupun kualitasnya. Bahan pangan dapat berasal dari tanaman maupun ternak. Produk ternak merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia. Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan apabila tidak aman dikonsumsi. Selain itu, makanan juga merupakan substrat yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Bila mikroba mengadakan kontak dengan makanan maka akan memungkinkan mikroba tumbuh dan berkembang biak. Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak merupakan persyaratan mutlak yang tidak dapat ditawar lagi (Bahri 2008). Sebagai komoditas dagang, produk ternak juga dituntut keamanannya agar mempunyai daya saing yang tinggi, yang 1

Transcript of Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Page 1: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan paling mendasar bagi manusia, sehingga

ketersediaan pangan perlu mendapat perhatian baik kuantitas maupun kualitasnya.

Bahan pangan dapat berasal dari tanaman maupun ternak. Produk ternak

merupakan sumber gizi utama untuk pertumbuhan dan kehidupan manusia.

Namun, produk ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan

apabila tidak aman dikonsumsi. Selain itu, makanan juga merupakan substrat yang

cocok untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba. Bila mikroba

mengadakan kontak dengan makanan maka akan memungkinkan mikroba tumbuh

dan berkembang biak. Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak merupakan

persyaratan mutlak yang tidak dapat ditawar lagi (Bahri 2008). Sebagai komoditas

dagang, produk ternak juga dituntut keamanannya agar mempunyai daya saing

yang tinggi, yang pada gilirannya dapat memberikan sumbangan dalam

peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional (Murdiati 2006).

Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu

cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan

ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran akan gizi, dan perbaikan

pendidikan masyarakat ( Kasryno et al.,2004). Pada tahun 2009 total produksi

daging diperkirakan sebanyak 2,5 juta ton. Sumber pangan baik yang berasal dari

sumber nabati maupun hewani perlu penanganan khusus, terutama pangan hewani

1

Page 2: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

segar seperti daging. Sapi merupakan penghasil daging utama di Indonesia.

Konsumsi daging sapi mencapai 19 persen dari jumlah konsumsi daging Nasional

(Dirjen Peternakan, 2009). Produk pangan asal ternak khususnya daging berisiko

tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Awal

kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran

darah pada saat penyembelihan dan bila ada alat-alat yang dipergunakan untuk

pengeluaran darah tidak steril. Cemaran mikroba dapat pula terjadi saat ternak

masih hidup dan selanjutnya mikroba masuk dalam rantai pangan. Titik awal

rantai penyediaan pangan asal ternak adalah kandang. Tata laksana peternakan

sangat menentukan kualitas produk ternak. Cemaran pestisida pada air, tanah, dan

tanaman pakan yang diberikan kepada ternak dapat masuk ke dalam tubuh ternak

dan residunya akan ditemukan dalam produk ternak (Soejitno dalam Murdiati

2006).

Cemaran mikroba pada pangan asal ternak yang dapat membahayakan

kesehatan manusia antara lain Coliform, Escherichia coli, Enterococci,

Staphylococcus aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp.,

dan Listeria sp. (Syukur 2006). Adanya senyawa yang dihasilkan dari aktivitas

metabolisme bakteri pada daging akan menurunkan kualitas dan kelayakan daging

untuk dikonsumsi. Penurunan kualitas daging tidak selalu dapat diamati secara

visual. Pengujian secara mikrobiologis daging perlu dilakukan untuk mengetahui

kualitas kelayakan konsumsi, sehingga keamanan konsumen terjamin. Selain itu

perlu dilakukan pengawetan pangan secara tepat. Oleh karena itu dilakukan

penelitian terhadap uji kualitas daging serta cara pengawetan yang tepat. Menurut

2

Page 3: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

International Consultative Group on Food Irradiation (ICGFI) pada tahun 2000,

dari semua proses teknik pengawetan untuk mengurangi jumlah mikroba patogen,

iradiasi dinilai paling komprehensif, dengan lebih dari 40 tahun penelitian di

seluruh dunia mengenai manfaat dan keamanan teknologi pengolahan ini untuk

perbaikan kualitas keamanan pangan. Selain itu teknik iradiasi perlu

dikombinasikan lagi dengan teknik pengawetan lainnya seperti penyimpanan suhu

rendah sebagai teknologi hurdle agar dapat mendapatkan hasil yang lebih

maksimal. Suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen

(Cahyani, 2014). Pengawetan pangan suhu rendah dilakukan pada beberapa suhu

yaitu suhu dingin (Cooling) 5 oC dan suhu beku (freezing) -16 oC. Penelitian ini

akan didapatkan pengaruh dari teknik pengawetan terhadap jumlah bakteri

patogen sehingga akan didapatkan informasi kombinasi teknik pengawetan yang

tepat terhadap kualitas daging terbaik selama kurun waktu 14 hari pengamatan.

1.2 Permasalahan

Daging Sapi berisiko tinggi terhadap cemaran mikroba yang berbahaya

bagi kesehatan manusia, sehingga diperlukannya suatu teknik pengawetan yang

tepat. Permasalahan disini apakah teknik pengawetan iradiasi serta pengawetan

pada suhu rendah berpengaruh terhadap proses pengawetan daging yang ditinjau

dari segi cemaran bakteri pathogen pada dosis yang tepat.

3

Page 4: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengawetan iradiasi dan

penyimpanan suhu rendah terhadap jumlah cemaran bakteri patogen pada dosis

yang tepat.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi masyarakat

dan produsen dalam rangka melindungi konsumen agar terhindar dari pencemaran

bakteri patogen pada daging sapi serta cara penyimpanan dan pengawetan pangan

yang tepat.

4

Page 5: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keamanan Pangan

Keamanan pangan diartikan sebagai kondisi pangan aman untuk

dikonsumsi meliputi pangan itu bebas dari bahaya biologi atau mikroorganisme

yang membahayakan, bebas cemaran fisik dan bebas cemaran kimia. Pangan

tradisional pada umumnya memiliki kelemahan dalam hal keamanannya terhadap

bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia, dan fisik. Adanya bahaya atau cemaran

tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan baku,

teknologi  pengolahan, belum diterapkannnya praktek sanitasi dan higiene yang

memadai, dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani

pangan tradisional. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran

akan kesehatan terhadap pangan yang dikonsumsi, mengkonsumsi pangan yang

aman merupakan hal yang harus diperhatikan oleh produsen dan konsumen.

Berdasarkan UU Pangan No. 7 tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan

upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran

biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia (Krisnamurni, 2007).

Pangan yang tidak aman dapat menyebabkan penyakit yang disebut

dengan foodborne diseases, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat

mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme

pathogen. Penyakit penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke

5

Page 6: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

dalam dua kelompok utama yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah infeksi digunakan

bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri

patogen, timbul gejala gejala penyakit. Intoksikasi adalah keracunan yang

disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa racun

(Baliwati dkk, 2004).

2.2 Faktor yang Mempengaruhi Keamanan Pangan

Menurut Depkes RI 2003, pangan yang tidak aman dapat menyebabkan

penyakit yang disebut dengan foodborne deseases yaitu gejala penyakit yang

timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/ senyawa beracun

atau organisme patogen. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat

digolongkan ke dalam dua kelompok utama yaitu infeksi dan intoksikasi. Istilah

infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang

mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksikasi adalah

keracunan yang disebabkan karena mengkonsumsi pangan yang mengandung

senyawa beracun.

Beberapa faktor yang menyebabkan makanan menjadi tidak aman adalah :

1. Kontaminasi .

Kontaminasi adalah masuknya zat asing ke dalam makanan yang tidak

dikehendaki atau diinginkan. Kontaminasi dikelompokkan ke dalam empat

macam yaitu :

a. Kontaminasi mikroba seperti bakteri, jamur, cendawan.

6

Page 7: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

b. Kontaminasi fisik seperti rambut, debu, tanah, serangga dan kotoran

lainnya.

c. Kontaminasi kimia seperti pupuk, pestisida, mercury, arsen, cyianida dan

sebagainya.

d. Kontaminasi radiokatif seperti radiasi, sinar alfa, sinar gamma, radioaktif,

sinar cosmis dan sebagainya.

Terjadinya kontaminasi dapat dibagi dalam tiga cara yaitu :

a. Kontaminasi langsung (direct contamination) yaitu adanya bahan

pemcemar yang masuk ke dalam makanan secara langsung karena

ketidaktahuan atau kelalaian baik disengaja maupun tidak disengaja.

Contoh potongan rambut masuk ke dalam nasi, penggunaan zat pewarna

kain dan sebagainya.

b. Kontaminasi silang (cross contamination) yaitu kontaminasi yang terjadi

secara tidak langsung sebagai akibat ketidaktahuan dalam pengolahan

makanan. Contohnya makanan mentah bersentuhan dengan makanan

masak, makanan bersentuhan dengan pakaian atau peralatan kotor,

misalnya piring, mangkok, pisau atau talenan.

c. Kontaminasi ulang (recontamination) yaitu kontaminasi yang terjadi

terhadap makanan yang telah di masak sempurna. Contoh nasi yang

tercemar dengan debu atau lalat karena tidak dilindungi dengan tutup.

2. Keracunan .

Keracunan adalah timbulnya gejala klinis suatu penyakit atau gangguan

kesehatan lainnya akibat mengkonsumsi makanan yang tidak hygienis. Makanan

7

Page 8: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

yang menjadi penyebab keracunan umumnya telah tercemar oleh unsur-unsur

fisika, mikroba atau kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut

dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan

dan atau tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene dan sanitasi makanan.

Keracunan dapat terjadi karena :

a. Bahan makanan alami yaitu makanan yang secara alam telah mengandung

racun seperti jamur beracun, ikan, buntel, ketela hijau, umbi gadung atau

umbi racun lainnya.

b. Infeksi mikroba yaitu bakteri pada makanan yang masuk ke dalam tubuh

dalam jumlah besar (infektif) dan menimbulkan penyakit seperti cholera,

diare, disentri.

c. Racun/toksin mikroba yaitu racun atau toksin yang dihasilkan oleh

mikroba dalam makanan yang masuk kedalam tubuh dalam jumlah

membahayakan (lethal dose).

d. Zat kimia yaitu bahan berbahaya dalam makanan yang masuk ke dalam

tubuh dalam jumlah membahayakan.

e. Alergi yaitu bahan allergen di dalam makanan yang dapat menimbulkan

reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan.

2.3 Pengawetan Pangan

Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan oleh

manusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak

mudah rusak. Tujuan produsen makanan mengawetkan produknya, antara lain

8

Page 9: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah

rusak (perishable), dengan mengawetkan makanan dapat disimpan lebih lama

sehingga menguntungkan pedagang (Boediharjo , 2008). Beberapa zat pengawet

berfungsi sebagai penambah daya tarik makanan yang membuat konsumen ingin

membelinya. Selain itu, fungsi pengawet yang terpenting adalah untuk menekan

pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan

sekaligus menjaga nilai gizi makanan.

Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi 3 jenis yaitu ADI,

GRAS dan zat pengawet yang tak layak konsumsi. GRAS (Generally Recognized

and Safe) yang umumnya bersifat alami, sehingga aman dan tidak berefek racun

sama sekali. ADI (Acceptable Daily Intake), yang selalu ditetapkan penggunaan

hariannya untuk melindungi kesehatan konsumen. Zat pengawet yang memang

tak layak dikonsumsi karena berbahaya seperti boraksdan formalin. Yang

termasuk zat pengawet GRAS adalah garam, asam, dan gula . Bahan yang

termasuk zat pengawet ADI adalah asam benzoat, kalsium propionat, asam

propionat, kalsium sorbat, asam sorbat, kalsium benzoat, sulfur dioksida, natrium

benzoat, etil p-hidroksi benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, kalium benzoat,

natrium sulfit, natrium bisulfit, kalium sulfit, natirum metabisulfit, kalium bisulfit,

natrium nitrat, kalium nitrat, natrium nitrit, kalium nitrit, natrium propionat,

kalium propionat, nisin, dan kalium sorbat, propil-p-hidroksi benzoat dan Natrium

benzoate (Darwin, 2008).

Pengawetan daging adalah usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan

atau perubahan pada daging. Metode pengawetan yang digunakan bertujuan untuk

9

Page 10: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

mengontrol aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan aktivitas enzimatik dan

reaksi kimia pada daging. Pengawetan daging dipengaruhi oleh beberapa

faktor,diantaranya adalah aktivitas air (aw) dan pH. Apabila pH daging rendah

atau asam dan aw juga rendah, maka mikroorganisme tidak akan berkembang

biak, sehingga daging tidak cepat rusak atau busuk. Daging sapi segar mempunyai

aktivitas air yang tinggi (0,99-0,98), pH mendekati netral dan sumber nutrisi yang

lengkap, sehingga dapat menjadi media sangat baik untuk pertumbuhan

mikrooganisme. Penyimpanan daging segar pada umumnya menggunakan metode

pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah. Selain itu pengawetan daging

juga dapat dilakukan dengan penambahan bahan pengawet, tetapi penambahan

bahan pengawet ini kadang menjadi kurang aman jika yang digunakan bukan

merupakan bahan pengawet yang ditujukan untuk makanan (Nurlina dkk, 2003).

2.3.1 Pengawetan Suhu Rendah

Penyimpanan daging pada suhu rendah dimaksudkan untuk memperlambat

atau membatasi kecepatan pembusukan yang terjadi. Hal ini didasarkan pada

kenyataan bahwa kecepatan pembusukan yang disebabkan oleh pertumbuhan

mikroba dapat dihambat pada suhu dibawah rata-rata. Terdapat tingkatan teknik

penyimpanan suhu rendah yang biasa diaplikasikan pada daging. Tingkatan

penyimpanan tersebut dapat menghambat atau bahkan menghentikan

pertumbuhan mikroba, namun pertumbuhan bakteri psikrofilik, khamir, dan

kapang tetap tidak dapat dicegah oleh teknik tersebut. Teknik penyimpanan

tersebut adalah sebagai berikut:

10

Page 11: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

a.Cooling

Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan

yaitu -2o sampai 10 oC. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam

lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-8 oC. Meskipun air murni membeku

pada suhu O oC, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu –

20 oC atau di bawah, hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat

di dalam makanan tersebut (Dave, 2011).

b. Freezing

Penyimpanan suhu rendah menggunakan metode freezing merupakan cara

yang paling bagus untuk menjaga sifat- sifat atau karakteristik asli dari daging

segar. Kandungan air yang terdapat di dalamdaging berkisar antara 50-75% dari

berat daging secara keseluruhan,namun besar kandungan tersebut bervariasi

tergantung pada jenis daging. Pada penyimpanan freezing, sebagian besar

kandungan air tersebut akan diubah menjadi es. Freezing yang dilakukan pada

daging hanya memakan waktu yang singkat , dan hampir 75% cairan jaringan

yang terdapat di dalamnya akan membeku pada suhu- 5 oC (Dave, 2011).

Kecepatan pembekuan akan meningkat seiring dengan penurunan suhu.

Pada suhu -20 oC, hampir 98% air yang terkandung dalam daging akan membeku,

dan pembentukan kristal es secara sempurna akan terjadi pada suhu -65°C

11

Page 12: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

(Rosminiet al., 2004). Walaupun demikian, lebih dari 10% air terikat (secara

kimia terikat pada suatu kompleks senyawa seperti karbonil dan kelompok amino

dari ikatan protein dan hidrogen) tidak akan mengalami pembekuan. Kecepatan

pembekuan yang berlangsung lambat ataupun cepat akan sangat mempengaruhi

kualitas dari daging yang dibekukan. Pembekuan cepat akan menghasilkan

kualitas daging yang lebih tinggi dibanding dengan hasil pembekuan lambat

(Dave, 2011).

Penyimpanan beku akan meningkatkan konsentrasi elektrolit di dalam sel

mikroba karena air bebas membeku membentuk kristal es dan merusak sistem

koloidal dari protoplasma (misalnya sistem koloid protein) serta menyebabkan

denaturasi protein didalam sel mikroba. Penyimpanan bekudapat menyebabkan

kematian atau kerusakan subletal pada sebagian sel. Sel yang mengalami

kerusakan subletal dapat tumbuh secara normal dan dapat berkembang biak jika

ditumbuhkan dalam medium yang kaya akan nutrisi (Yuliatin, 2008).

Ketahanan sel mikroba terhadap proses pembekuan dipengaruhi oleh

kemampuan mikrobatersebut untuk tetap hidup selama dehidrasi pada waktu

medium membeku. Ketahanan mikroba selama penyimpanan beku juga

dipengaruhi oleh jenis mikroba, komposisi medium penyimpanan, status nutrisi,

fase pertumbuhan sebelum mikroba dibekukan, suhu penyimpanan beku,

kecepatan pembekuan, lama penyimpanan beku, kecepatan thawing, metode yang

digunakan untuk menentukan jumlah sel yanghidup, dan media yang digunakan

(Putri, 2014).

12

Page 13: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

2.3.2 Iradiasi Pangan

Iradiasi bahan pangan merupakan salah satu teknologi pengolahan pangan

yang bertujuan untuk membunuh cemaran biologis berupa bakteri patogen, virus,

jamur, dan serangga yang dapat merusak bahan pangan tersebut dan

membahayakan konsumen dengan cara mengionisasi bahan pangan tersebut

dengan menggunakan sinar tertentu. Iradiasi juga dapat mencegah penuaan bahan

pangan yang disebabkan karena faktor internal pangan tersebut, misalnya

pertunasan, sehingga berfungsi sebagai pengawet, serta dapat membuat bahan

pangan tetap segar karena proses iradiasi sendiri merupakan proses pada suhu

ambient (Dwiloka, 2002)

Iradiasi pangan menggunakan energi elektromagnetik tertentu, yaitu energi

dari radiasi pengion. Radiasi pengion adalah radiasi dengan energi yang mampu

membuat elektron suatu atom terpental dari tempatnya yang mengakibatkan atom

netral berubah menjadi ion positif, yaitu atom yang kehilangan elektronnya.

Contoh radiasi pengion ialah radiasi ultraviolet, radiasi alpha (α), sinar beta (β)

dan sinar gamma (γ). Radiasi gamma inilah yang digunakan untuk pengawetan

bahan pangan. Istilah radiasi yang diaplikasikan pada pangan disebut iradiasi

(Surindro, 2013). Sinar gamma memiliki gelombang elegtromagnetik yang

bergerak dengan kecepatan tinggi, hampir menyamai kecepatan cahaya, arahnya

tidak dipengaruhi medan magnet, tidak memiliki muatan, jarak lintasan relatif

panjang dan mempunyai daya ionisasi kecil serta daya tembus yang tinggi

(Ikmalia, 2008).

13

Page 14: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Sumber iradiasi yang dapat digunakan untuk proses pengawetan bahan

pangan terdiri dari 4 macam, yaitu Cobalt-60 (Co-60) Caesium-137 (Cs-137)

masing masing menghasilkan sinar gamma, mesin berkas elektron dan mesin

generator sinar-x (Irawati, 2006). Sinar gamma yang dipancarkan oleh

radionukleotida Co-60 dan Cs-137 merupakan sumber iradiasi pengion yang telah

banyak digunakan untuk aplikasi komersial pengawetan makanan (Irawati, 2007).

Pada umumnya sinar gamma yang digunakan untuk iradiasi adalah hasil

peluruhan inti atom 60Co karena Co-60 memiliki energi iradiasi yang lebih besar

sehingga mempunyai daya tembus yang besar dan tersedia di pasaran. Co-60

adalah sejenis metal yang mempunyai karakteristik hampir sama dengan nikel.

Co-60 memancarkan dua sinar gamma dengan energi masing-masing sebesar 1,17

MeV dan 1,33 MeV yang mempunyai waktu paruh 5,27 tahun. Sinar gamma

dapat ditahan oleh materi dengan jumlah massa besar yang memiliki nomor atom

dan densitas tinggi, contohnya timbal. Dosis dan laju dosis sinar gamma dapat

ditentukan dengan mengatur penahan dan jarak (Ikmalia, 2008). Iradiasi gamma

dilakukan dengan pemberian dosis tertentu dengan jangka waktu dari menit ke

jam yang lama waktu pemberian dosis tergantung pada ketebalan dan volume

produk yang akan diiradiasi. Dosis iradiasi yaitu jumlah energi iradiasi yang

diserap ke dalam bahan. Satuan yang digunakan saat ini adalah gray (Gy) yaitu

energi yang dihasilkan iradiasi pengion yang diserap bahan per satuan massa. Satu

gray= 1 Joule/kg (Wahyudi, 2005). Codex Alimentarius Commission FAO/WHO

menganjurkan dosis iradiasi yang boleh digunakan pada iradiasi pangan tidak

melebihi 10 kGy. Jumlah energi ini sebenarnya sangat kecil, setara dengan jumlah

14

Page 15: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

panas yang diperlukan untuk meningkatkan suhu air 2,4°C. Oleh karena itu

pangan yang diiradiasi dengan dosis dibawah 10 kGy hanya mengalami

perubahan yang sangat kecil serta aman dikonsumsi oleh manusia (Irawati, 2007).

Terdapat tiga prinsip proses iradiasi dalam industri pangan yang

diklasifikasikan berdasarkan dosis yang dapat digunakan untuk memperpanjang

umur simpan, yaitu radapertisasi (dosis tinggi) dengan penggunaan dosis iradiasi

berkisar antara 30 sampai 50 kGy, radisidasi (dosis sedang) dengan penggunaan

dosis berkisar antara 1 sampai 10 kGy , dan radurisasi (dosis rendah) dengan

penggunaan dosis berkisar antara 0,4 sampai 2,5 kGy (Cahyani, 2015).

2.4 Mekanisme Iradiasi dalam Menghambat Pertumbuhan Mikroba

Pengaruh iradiasi pada organisme hidup terutama terkait dengan

perubahan kimia tergantung pada faktor fisik dan fisiologis dari organisme hidup

tersebut. Parameter fisik meliputi laju dosis, distribusi dosis, dan kualitas radiasi.

Sedangkan parameter fisiologis yaitu suhu, kadar air, dan konsentrasi oksigen

(Fellows, 2000). Pada prinsipnya proses pengawetan bahan pangan dengan

iradiasi gamma, sinar-x ataupun berkas elektron akan menimbulkan eksitasi,

ionisasi dan perubahan kimia. Eksitasi adalah suatu keadaan dimana sel hidup

dalam keadaan peka terhadap pengaruh dari luar. Sedangkan ionisasi adalah

proses peruraian senyawa kompleks atau makromolekul menjadi fraksi atau ion

radikal bebas. Perubahan kimia timbul sebagai akibat dari eksitasi, ionisasi dan

reaksi-reaksi kimia yang terjadi baik saat berlangsung maupun setelah proses

iradiasi selesai. Bila perubahan kimia terjadi dalam sel hidup, maka akan

15

Page 16: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses pembelahan sel atau proses

kehidupan normal dalam sel akan terganggu dan terjadi efek biologis (Corapci,

2011).

Tindakan iradiasi pada organisme dapat memberikan dua efek yaitu efek

langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi akibat adanya tumbukan

langsung energi radiasi atau elektron dalam mikroba yang menyebabkan

terputusnya ikatan rantai pada DNA dan mempengaruhi kemampuan sel untuk

bereproduksi dan bertahan. Efek tidak langsung terjadi apabila iradiasi mengenai

molekul air yang merupakan komponen utama dalam sel sehingga terjadi proses

radiolisis pada molekul air dan terbentuk radikal bebas (Hudaya, 2008).

Beberapa perubahan sifat fisika kimia yang terjadi akibat iradiasi dapat

menimbulkan perubahan dan hilangnya basa nitrogen, pemutusan ikatan hidrogen,

pemutusan rantai gula. fosfat dari masing-masing polinukleotida dari DNA (single

strand break), pemutusan rantai yang berdekatan pada kedua polinukleotida dari

DNA (double strand break), dan terbentuknya ikatan silang intramolekuler (base

damage). Kebanyakan mikroba mampu untuk memperbaiki kerusakan single

strand break. Beberapa pustaka menyebutkan bahwa mikroba yang sensitif tidak

dapat memperbaiki double strand break, sedangkan mikroba yang menunjukan

resistensi yang lebih tinggi mempunyai kapasitas untuk memperbaiki double

strand breaks. Hasil perbaikan atau penyusunan kembali DNA tersebut dapat

sama atau berbeda dengan semula. Penyusunan ulang yang berbeda dapat

berakibat pada kematian sel, mutasi atau transformasi (Yuliatin, 2008).

16

Page 17: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Setiap mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap iradiasi

gamma. Beberapa mikroorganisme sangat sulit untuk dihambat atau bahkan

dibunuh dengan iradiasi gamma, namun sebagian mikroorganisme juga mudah

mati dengan pemberian iradiasi gamma (Dave, 2011). Tingkat kerusakan sel

mikroba berkaitan erat dengan resistensi mikroba terhadap iradiasi yang

dinyatakan dengan nilai D10 (Leadley, 2008). Nilai D10 merupakan dosis iradiasi

(kGy) yang diperlukan untuk mengurangi jumlah mikroba sebesar 10 kali lipat

(satu siklus log) atau diperlukan untuk membunuh 90% dari jumlah total. Semakin

tinggi nilai D10 suatu bakteri menunjukkan makin tahan bakteri tersebut terhadap

iradiasi (BSN, 2009).

Ketahanan mikroba terhadap radiasi pengion dipengaruhi oleh beberapa

faktor penting diantaranya (Dave, 2011):

1. Ukuran dan susunan struktur DNA dalam sel mikroba

2. Senyawa yang berhubungan dengan DNA dalam sel, seperti peptida,

nukleoprotein, RNA, lipid, lipoprotein dan ion logam.

3. Oksigen. Kehadiran oksigen selama proses iradiasi meningkatkan pengaruh

dalam menginaktivasi mikroba. Dalam kondisi anaerob, nilai D10 beberapa

bakteri vegetative meningkat dengan faktor 2,5 -4,7 bila dibandingkan dengan

kondisi aerob.

4. Kadar air. Mikroorganisme paling tahan ketika disinari dalam kondisi kering.

Hal ini terutama karena jumlah rendah atau tidak adanya radikal bebas ynag

terbentuk dari molekul air dengan iradiasi, dan dengan demikian tingkat efek

tidak langsung pada DNA akan rendah atau bahkan

17

Page 18: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

tidak ada.

5. Suhu. Perlakuan pada suhu tinggi dalam kisaran sub-lethal di atas 45°C,

sinergis meningkatkaN efek bakterisida iradiasi pengion pada sel vegetatif.

Mikrobanvegetatif jauh lebih tahan terhadap radiasi pada suhu subfreezing

dibandingkan pada suhu kamar. Dalam keadaan beku, difusi radikal akan lebih

banyak dibatasi.

6. Media. Komposisi media mikroba memainkan peran penting dalam

menentukan nilai D10. Nilai D10 untuk mikroba tertentu dapat berbeda dalam

berbagai media.

7. Kondisi pasca radiasi. Mikroba yang bertahan setelah perlakuan iradiasi akan

lebih sensitive terhadap kondisi lingkungan (suhu, pH, nutrisi, inhibitor, dll)

dibandingkan dengan sel-sel yang

tidak diberi perlakuan iradiasi.

2.5 Keamanan Pangan Iradiasi

Pada pertemuan di Geneva pada bulan Mei 1992, World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa iradiasi merupakan cara yang aman

untuk mengawetkan suplai makanan dunia. Pernyataan WHO ini dikeluarkan

sehubungan dengan munculnya kekhawatiran konsumen akan keracunan sebagai

efek sampingannya. Pada pertemuan tersebut juga WHO menyimpulkan bahwa

makanan yang diiradiasi sampai tingkat tertentu tidak menimbulkan masalah gizi

dan bahaya racun (Blank, 2001).

18

Page 19: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Pada tahap energi yang tinggi radiasi pengion dapat menjadikan beberapa

bagian tertentu dalam pangan bersifat radioaktif, akan tetapi dibawah batas

ambang energi tertentu reaksi ini tidak terjadi. Berdasarkan hasil percobaan dan

perkiraan teori, pada tahun 1980 Komite Pakar Gabungan FAO/IAEA/WHO

mengenai Keamanan Pangan yang diiradiasi menyarankan pembatasan

penggunaan sumber iradiasi dalam pengolahan pangan. Batasnya adalah tahap

energi di bawah tahap yang menimbulkan radioaktivitas dalam pangan yang

diolah. Pangan yang diolah dengan radiasi sesuai dengan saran Komite tersebut

tidak menjadi radioaktif . Batas maksimal energi sumber radiasi yang dapat

dipakai adalah 5 MeV untuk sinar gamma dan sinar-X, dan 10 MeV untuk berkas

elektron (Lazarine, 2008).

FDA menetapkan bahwa pada kemasan produk pangan yang telah

diiradiasi harus mencantumkan logo radura (radiation durable). Iradiasi pangan di

Indonesia dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 826/MENKES /PER/XII/1987, Nomor

152/MENKES/SK/II/1995,dan Nomor 701/MENKES/PER/VII/2009, serta

Undang-undang Pangan RI Nomor 7/1996, Label Pangan Nomor 69/1999

paragraf 34, danperaturan perdagangan internasional tentang komersialisasi

komoditi pangan iradiasi dan peraturan standar internasional Codex Alimentarius

Commission untuk makanan iradiasi (Lazarine, 2008). Ditinjau dari aspek kimia

dan nutrisi, bahan pangan yang mengalami pengolahan iradiasi mengalami

perubahan yang lebih sedikit. Perubahan karakteristik kimia karena pengaruh

iradiasi dapat meningkat apabila terjadi peningkatan dosis yang juga bergantung

19

Page 20: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

pada jumlah dan komposisi bahan. Pada dosis rendah (sampai 1 kGy) kehilangan

zat gizi dari pangan tidak bermakna. Pada dosis sedang (1-10 kGy) kehilangan

vitamin dapat terjadi pada pangan yang terkena udara selama iradiasi atau

penyimpanan. Pada dosis tinggi (10-50 kGy) kehilangan vitamin dapat dikurangi

dengan upaya perlindungan iradiasi pada suhu rendah dan menghilangkan oksigen

selama proses pengolahan dan penyimpanan. Beberapa vitamin yaitu riboflavin,

niasin, dan vitamin D, tidak begitu peka terhadap iradiasi. Vitamin lain, yaitu

vitamin A, B, B1, E, dan K, mudah rusak (Wiguna, 2014).

Pengaruh iradiasi bervariasi, iradiasi dapat menyebabkan denaturasi

protein pada pemberian dosis iradiasi tinggi. Ionisasi menyebabkan suatu

pembentangan molekul-molekul protein dan menjadikan tempat-tempat tertentu

lebih mudah diserang oleh enzim. Enzim dapat diinaktivasikan baik dengan

pengaruh langsung maupun tidak langsung dengan iradiasi pengion (Masduki,

2014). Iradiasi juga dapat mengubah sifat fisika dan kimia dari bahan pangan

berkarbohidrat tinggi namun tindakan ini tidak nyata mempengaruhi gizinya.

Sedangkan pengaruh iradiasi terhadap lipid sangat bergantung pada susunan asam

lemak dan asam lemak tak jenuh yang lebih mudah dioksidasi dibandingkan yang

jenuh. Perubahan kimia berkurang apabila iradiasi produk dilakukan pada suhu

rendah dan tidak ada cahaya serta oksigen (Cahyani, 2014).

2.6 Daging

Menurut Deptan (2009) ada beberapa faktor yang dapat dijadikan

pedoman untuk memilih daging segar antara lain :

20

Page 21: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

a.Warna

Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat

dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh kandungan dan keadaan pigmen

daging yang disebut mioglobin dan dipengaruhi oleh jenis hewan, umur

hewan,pakan, aktivitas otot, penanganan daging dan reaksi-reaksi kimiawi yang

terjadi di dalam daging. Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah

cerah. Warna daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah

warna merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30

menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut

akan berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama

terkena udara.

b.Bau

Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging

segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis

kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari hewan

yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula daging dari

hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina. Kebusukan

akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau

busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan hasil pemecahan

protein oleh mikroorganisme (Kastanya, 2009)

c. Tekstur

21

Page 22: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan

tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula. Daging yang tidak baik ditandai

dengan tekstur yang lunak dan bila ditekan mudah hancur.

d. Kenampakan

Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa

kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan terasa lengket

ditangan. Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor dan terdapat noda

merah, hitam, biru, putih kehijauan akibat kegiatan mikroba

Tabel 2.1 Komposisi Daging Sapi Segar Tiap 100 gram Direktorat Gizi

Departemen Kesehatan RI (1981) dalam Soputan (2004)

Komponen Jumlah

Kalori 207 Kkal Protein 18.8 g Lemak 14.0 g Karbohidrat 0 g Kalsium 11 g Fosfor 170 g Besi 2.8 mg Vitamin A 30 SI Vitamin B1 0.08 mg Vitamin C 0 mg Air 66 g

22

Page 23: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Rata-rata komposisi kimia daging sapi yaitu protein bervariasi antara l6-

22%, lemak 1,5-l3%, senyawa nitrogen non protein l,5%, senyawa anorganik l%,

karbohidrat 0,5%, dan air antara 65-80% (Soeparno, 2005).

2.7 Bakteri Pencemaran pada Daging

Bahan pangan asal ternak (daging, telur, susu) serta olahannya mudah

rusak dan merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba.

Cemaran mikroba pada pangan asal ternak yang dapat membahayakan kesehatan

manusia antara lain Coliform, Escherichia coli, Enterococci, Staphylococcus

aureus, Clostridium sp., Salmonella sp., Champhylobacter sp., dan Listeria sp.

(Syukur 2006). Beberapa cemaran bakteri yang berbahaya pada produk segar

antara lain adalah Salmonella sp., Shigella sp., dan E. coli. (Pusat Standarisasi dan

Akreditasi 2004). Jumlah dan jenis mikroba berbahaya pada daging ayam maupun

sapi yang dijual di pasar tradisional cukup mengkhawatirkan, terlebih lagi bila

pemotongan dilakukan di pasar tradisional (Budinuryanto et al. 2000).

Tabel 2.2 Spesifikasi persyaratan umum batas maksimum cemaran mikroba pada

daging (CFU/gr) (SNI, 2000)

Jumlah Cemaran Mikroba Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM)

Daging Sega/beku Daging Tanpa Tulang

a. Jumlah Total Kuman (Total Plate 1 x 104 1 x 104

Count)

23

Page 24: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

b. Coliform 1 x 102 1 x 102

c. Escherichia coli (*) 5 x 101 5 x 101

d. Enterococci 1 x 102 1 x 102

e. Staphylococcus aureus 1 x 102 1 x 102

f. Clostridium sp 0 0

g. Salmonela sp (**) NegatifNegatif

h. Camphylobacter sp 0 0

i. Listeria 0 0

Keterangan :

(*) : dalam satuan MPN/gram

(**): dalam satuan kualitatif

MPN : Most Probable Number/Angka paling memungkinkan/mendekati

CFU : Coloni Forming Unit

Spesies bakteri dapat dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk),

komposisi kimia (umumnya dideteksi dengan reaksi biokimia), kebutuhan nutrisi,

aktivitas biokimia, dan sumber energi (sinar matahari atau bahan kimia) (Pratiwi,

2008).

Dinding sel bakteri yang kaku dapat mempertahankan bentuknya dan

melindungi sel dari perubahan tekanan osmotik antara sel dengan lingkungannya.

Dinding sel Gram-positif memiliki lapisan peptidoglikan yang tebal dan membran

sel, sementara dinding sel Gram-negatif memiliki tiga lapisan: membran dalam,

membran luar, dan lapisan peptidoglikan yang lebih tipis. Bakteri merupakan

organisme prokariot, yaitu memiliki kromosom tunggal dan tidak memiliki

nukleus. Pengemasan kromosom di dalam sel, DNA menggulung (coil dan

24

Page 25: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

supercoil); suatu proses yang diperantarai oleh sistem enzim DNA girase.

Ribosom bakteri berbeda dengan ribosom eukariot, menjadikannya target untuk

terapi antibakteri. Bakteri juga mengandung DNA tambahan dalam bentuk

plasmid (Gillespie, 2008).

2.8 Angka Lempeng Total

Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang ada

pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan angka lempeng total (ALT). Uji

angka lempeng total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob mesofil atau anaerob

mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir berupa koloni yang dapat

diamati secara visual berupa angka dalam koloni (cfu) per ml/g atau

koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain dengan cara tuang, cara tetes dan

cara sebar Keuntungan dari metode pertumbuhan agar atau metode uji angka

lempeng total adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan, dapat

diketahui adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam sampel (BPOM, 2008).

25

Page 26: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

III. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian mengenai “Iradiasi Gamma dan Kombinasi Suhu Rendah

pada Daging Sapi terhadap Jumlah Cemaran Bakteri pada Dosis (0; 1,5 ; 3

KGy) ” di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta yang dilakukan pada

Januari – April 2015

3.2 Alat dan Bahan

1. Alat

26

Page 27: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri,

erlenmeyer, tabung reaksi, bunsen, gelas ukur, gelas benda, neraca analitik,

rotary shaker, autoklaf, oven, pipet tetes, mikropipet, irradiator dan lain-lain.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah daging sapi yang

dibeli dari 3 tempat (pasar) secara acak di Jakarta. media yang digunakan

antara lain Buffer Pepton Water (BPW), EMBA, Mac Conkey, Mannitol Salt

Agar (MSA), Baird Parker, TSB, FeSO4 , RV (Rappaport Vassidalis), Xylose

Lysine Deoxycholate (XLD), Nutrient agar, Reagen Kovac’s, Indikator Metil

Red (MR), a-naphtol , KOH. Simons Citrate broth (CSB).

3.3 Cara Kerja

3.3.1 Persiapan Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan berupa daging sapi segar bagian khas dalam dan

khas luar. Daging sapi diperoleh dari 3 tempat secara acak yang ada di Jakarta.

Sampel diambil masing-masing 100 gram daging sapi dari pedagang kemudian

dimasukkan dalam kantong plastik steril dan diberi label. Sampel dikirim ke

laboratorium dengan menggunakan ice box dan dilengkapi cold pack untuk

menjaga suhu ideal sampel 4°- 10°C. Waktu pengiriman sampel diusahakan tidak

lebih dari 3 jam. (Hendrayana, 2012).

27

Page 28: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

3.3.2 Pembuatan Suspensi Daging Sapi

Sampel ditimbang 10 gram dan dipotong kecil-kecil secara aseptik.

Sampel kemudian dibuat suspensi menggunakan air pepton steril 90 ml dan

dihomogenkan hingga 2 menit (SNI, 2008). Kemudian suspensi daging dibuat seri

pengenceran sampai 10-5. Suspensi daging sapi dipipet sebanyak 1 ml kemudian

dimasukkan dalam botol pengencer yang berisi 9 ml akuades steril (pengenceran

10-1) dan seterusnya sampai pada pengenceran yang ditentukan.

3.3.3 Penentuan Jumlah Bakteri (ALT)

Setiap seri pengenceran yang telah dibuat dipipet 1 ml kedalam cawan

petri. Sebanyak 20 ml medium Nutrient agar (NA) ditambahkan kedalam cawan

petri kemudian di homogenkan, dibiarkan memadat, diinkubasi dalam inkubator

24 jam pada suhu 37°C dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik. Setelah itu

dilakukan penghitungan dan pencatatan jumlah koloni pada masing-masing seri

pengenceran yang mempunyai jumlah koloni 25 sampai dengan 250 (SNI, 2008) .

2.3.4 Identifikasi Bakteri

Identifikasi dilakukan secara mikroskopis dan makroskopis. Pengamatan

mikroskopis yaitu pengamatan dengan mikroskop dengan pengamatan sederhana

untuk melihat morfologi bakteri dan pewarnaan gram. Pengamatan makroskopis

meliputi warna koloni, diameter, tekstur. Identifikasi dilakukan dengan cara hasil

pengamatan dimasukkan kedalam kunci identifikasi.

28

Page 29: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

a. Pengamatan Secara Makroskopis

Sampel yang telah dibuat suspensi dengan seri pengenceran hingga 10-5

diinokulasikan pada medium penguji untuk tahap identifikasi. Kultur kemudian

diinkubasi selama ±24 jam setelah itu dapat dilakukan pengamatan masing-masing koloni

yang terbentuk secara makroskopis meliputi warna koloni, tekstur, dan diameter.

Tabel 3.1 Warna Koloni Bakteri terhadap Masing-masing Medium PengujiNo Medium

PengujiA B C

1 Eosyn Methylen Blue Agar (EMBA)

Hijau Logam Metalik

Berwarna Gelap– Kilap Logam

Berwarna Gelap– Kilap Logam

2 Mc.Conkey Merah Bata Tidak Berwarna

Tidak Berwarna

3 XLD Kuning–

Merah (Inti hitam)

4 MSA – Kuning –

5 Baird Parker – Hitam –

(BPOM, 2008)

Keterangan

29

Page 30: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

A. Escherichia coli

B. Staphylococcus sp

C. Salmonella sp

1. Penentuan Bakteri E.coli

Isolat Bakteri yang telah dibuat suspensi diinokulasikan sebanyak 0,1 ml ke

dalam 20 ml media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA) yang merupakan media

diferensial untuk Escherichia coli. Inkubasi disimpan pada suhu 37o C selama 24-

48 jam . Koloni spesifik tumbuh dengan ciri-ciri bentuk bulat, diameter 2-3 mm,

warna hijau dengan kilap logam dan bintik biru kehijauan di tengahnya. E.coli

yang tumbuh digoreskan pada media selektif Mc.conkey untuk uji konfirmasi dan

uji positif koloni akan berwarna merah bata.

Satu koloni spesifik yang terpisah diinokulasikan pada media NA miring

untuk memperbanyak biakan koloni (Suardana, 2014). Kemudian dilanjutkan

dengan uji biokimia dan pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui

morfologi dan penentuan gram .

Tabel 3.2 Uji Biokimia E.coli

No Uji Medium Hasil Uji

1. Uji Indol Tryptophan

broth + reagen

Kovac’s

Cincin berwarna

merah pada

permukaan

Posiftif (+)

2. Methyl Red

(MR)

Larutan Methyl

Red

Merah Posiftif (+)

30

Page 31: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

3 Voges Alfanaftol +

Kalium

hidrokarbon

Merah Muda Negatif (-)

4 Uji sitrat natrium sitrat

atau Simmon’s

Citrate Agar

(SCA),

Biru Negatif (-)

(BPOM, 2008)

2. Penentuan Bakteri Staphylococcus sp

Isolat Bakteri yang telah dibuat suspensi diinokulasikan sebanyak 0,1 ml

ke media 20 ml MSA (Mannitol Salt Agar) . Inkubasi pada suhu 37o C selama 24

jam. Staphylococcus sp yang tumbuh dengan ciri-ciri koloni smooth, koloni

berwarna kuning dengan zone yang berwarna kuning juga. Koloni yang tumbuh

kemudian diinokulasikan ke 20 ml media selektif Baird Parker. Inkubasi

disimpan pada suhu 37o C selama 24. Bakteri Staphylococcus sp yang tumbuh

dengan ciri-ciri koloni warna hitam mengkilat, dikelilingi daerah keruh

(BPOM,2008). Satu koloni spesifik yang terpisah diinokulasikan pada media NA

miring untuk memperbanyak biakan koloni. Kemudian dilanjutkan dengan uji

biokimia dan pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui morfologi dan

penentuan gram .

Tabel 3.3 Uji Biokimia Stpahylococcus sp

No Uji Medium Hasil Uji

1. Uji Indol Tryptophan Cincin berwarna Negatif

31

Page 32: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

broth + reagen

Kovac’s

merah pada

permukaan

2. Methyl Red

(MR)

Larutan Methyl

Red

Merah Posiftif (+)

3 Voges Alfanaftol +

Kalium

hidrokarbon

Merah Muda Negatif (-)

4 Uji sitrat natrium sitrat

atau Simmon’s

Citrate Agar

(SCA),

Biru Negatif (-)

(Karimela, 2013)

3. Penentuan Bakteri Salmonella sp

Isolat Bakteri yang telah dibuat suspensi diinokulasikan sebanyak 0,1 ml

ke media preenrichment Trytic Soy Broth (TSB) yang ditambahkan dengan FeSO4

lalu diinkubasi selama 24 jam kemudian dipindahkan ke medium Rappaport

Vassiliadis (RV) yang diinkubasi pada suhu 420C selama 24 jam untuk

menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Isolat yang tumbuh kemudian di

inokulasikan kedalam medium selektif Xylose-Lysine-Desoxycholate (XLD).

Inkubasi disimpan pada suhu 37o C selama 24-48 jam. Bakteri Salmonella sp yang

tumbuh dengan ciri-ciri koloni translucent dengan bintik hitam ditengahnya dan

dikelilingi zona transparan berwarna kemerahan (BPOM, 2008). Satu koloni

spesifik yang terpisah diinokulasikan pada media NA miring untuk

memperbanyak biakan koloni. Kemudian dilanjutkan dengan uji biokimia dan

pengamatan secara mikroskopis untuk mengetahui morfologi dan penentuan

gram .

Tabel 3.4 Uji Biokimia Salmonella sp

No Nama Uji Medium Hasil Uji

32

Page 33: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

1. Uji Indol Tryptophan broth

+ reagen Kovac’s

Cincin berwarna

merah pada

permukaan

Negatif

2. Methyl Red

(MR)

Larutan Methyl

Red

Merah Positif

3 Voges

Proskauer

Alfanaftol +

Kalium

hidrokarbon

Merah Muda Negatif

4 Uji sitrat natrium sitrat atau

Simmon’s Citrate

Agar (SCA),

Biru Negatif

(WHO, 2003)

b. Pengamatan secara Mikroskopis

Bakteri yang telah diidentfikasi secara makroskopis kemudian dilakukan

uji konfirmasi secara mikroskopis dengan pewarnaan sederhana dan pewarnaan

gram.

1. Pewarnaan Sederhana

Sediaan preparat dalam bentuk suspensi disiapkan. Ose dipijarkan lalu

dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan digoreskan pada kaca objek. Preparat

dikeringkan dengan mengangin-anginkan pada suhu ruang kemudian preparat dilewatkan

diatas api bunsen sebanyak 3x lalu didinginkan. Preparat kemudian ditetesi metilen blue

sebanyak 1-2 tetes diatas suspensi yang telah mengering dan diamkan selama 1-2 menit

lalu dicuci dengan air kemudian dikeringkan diatas nyala api. Preparat diamati di

bawah mikroskop karakteristik dan bentuk bakteri .

33

Page 34: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

2. Pewarnaan Gram

Sebanyak 3 ose akuades diletakkan pada gelas preparat kemudian

diletakkan bakteri diatas akuades tersebut secara aseptis dan dikeringkan dengan

cara fiksasi. Preparat ditetesi dengan gram A (kristal violet). Sampel didiamkan

selama 1 menit. Preparat dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan kembali.

Setelah kering, preparat ditetesi dengan gram B (Larutan mordan lugol iodin) dan

ditunggu hingga 1 menit kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan.

Preparat kemudian ditetesi dengan gram C (Larutan peluntur) dan ditunggu 30

detik. Preparat dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Selanjutnya preparat

ditetesi dengan gram D (Larutan Safranin) dan ditunggu hingga 2 menit setelah itu

dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan. Kemudian preparat diamati di bawah

mikroskop .

3.3.5 Pemilihan Isolat

Hasil Isolasi yang didapatkan kemudian dipilih bakteri patogen yang

dominan terdapat pada daging sapi. Selanjutnya dilakukan iradiasi dengan variasi

dosis untuk menentukan resistensi bakteri patogen tersebut.

3.3.6 Dekontaminasi Daging Sapi oleh Isolat terpilih

Daging sapi awal yang telah disterilkan (iradiasi) sebelum diinokulasikan

isolat bakteri terpilih, dilakukan isolasi terlebih dahulu untuk konfirmasi bahwa

34

Page 35: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

daging tersebut telah steril untuk mengetahui pengaruh iradiasi terhadap daging

sapi yang didekontaminasi.

Bakteri isolat terpilih dari sampel yang sudah murni kemudian

diremajakan terlebih dahulu dalam media agar nutrien miring kemudian

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37o C. Masing-masing dibuat suspensi

dengan konsentrasi kekeruhan 3 x 108 sel/ml. Sebanyak 1 ml suspensi diinokulasi

ke dalam 10 g sampel daging sapi awal (dekontaminasi) selanjutnya tahap

iradiasi.

3.3.7 Resistensi Bakteri Isolat Dari Sampel

Sampel Daging yang telah diinokulasi isolat bakteri dimasukkan ke dalam

kantong plastik, ditutup rapat, kemudian diiradiasi. Sampel diiradiasi dengan dosis

0; 1,5 dan 3 kGy pada laju dosis 1,149 kGy/jam. Sampel yang telah diiradiasi

diencerkan bertingkat dan ditanam pada media nutrient agar kemudian diinkubasi

pada suhu 37o C selama 24 – 48 jam untuk menentukan nilai D10 (Masduki, 2014).

3.3.8 Penetuan Nilai D10

Nilai D10 ditentukan dengan cara membuat grafik jumlah bakteri pada

sumbu Y dan dosis iradiasi pada sumbu X seperti metode Rashid et al.dan Ito et

al (Supardi, 1999).

Berdasarakan adanya hubungan antara fraksi pertumbuhan bakteri dan

besarnya dosis iradiasi, maka daya tahan bakteri terhadap iradiasi dapat

dinyatakan dengan nilai D10. Nilai D10 adalah besarnya dosis iradiasi yang

35

Page 36: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Rumus : LogNoNd

= D

D10

dibutuhkan untuk menurunkan jumlah koloni bakteri sebanyak 1 desimal (90%

mati). Koloni bakteri yang tumbuh dihitung untuk menentukan nilai D10 masing-

masing bakteri yang digunakan pada sampel.

Penentuan nilai D10 diperoleh dengan membuat grafik pertumbuhan bakteri

yaitu dosis iradiasi sebagai absis dan jumlah bakteri yang dinyatakan dalam fraksi

pertumbuhan sebagai ordinat .

3.3.9 Kombinasi dengan Penyimpanan Suhu Rendah

Daging yang telah diiradiasi kemudian disimpan dalam lemari es pada

suhu dingin (5 oC) dan suhu beku (-16 oC). Kemudian dilakukan perhitungan

jumlah bakteri total (ALT) dari kombinasi iradiasi dan suhu rendah serta jumlah

bakteri patogen.

3.3.10 Pengamatan Kurva Pertumbuhan Bakteri

Masing-masing sampel daging baik dengan teknik iradiasi saja maupun

kombinasi dengan suhu dingin (5 oC) dan beku (-16 oC) diamati jumlah bakteri

total (ALT) dan jumlah bakteri patogen. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari

sekali pada hari ke 0, 48, 96, 144 dan seterusnya selama 3 minggu pengamatan

untuk mengetahui kurva pertumbuhan bakteri selama masa penyimpanan daging.

36

Page 37: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

3.3.11 Rancangan Percobaan RAL faktorial

Keterangan:

D1 : Dosis iradiasi 0 kGyD2 : Dosis iradiasi 1.5 kGyD3 : Dosis iradiasi 3 kGyS1 : Penyimpanan suhu dingin (5 S C)S2 : Penyimpanan suhu beku (-16 S C)

3.3.12 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial,

terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas adalah dosis iradiasi dan suhu rendah, sedangkan variabel terikat

adalah jumlah total bakteri (ALT) dan jumlah bakteri patogen . Perlakuan diulang

sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh diolah menggunakan software minitab dan

SAS. Langkah pertama yang dilakukan adalah uji normalitas. Uji ini dilakukan

37

UlanganDosis (kGy) Suhu ( S C) 1 2 3

D1

D2

S1 S2

S1 S2

D1S1-1

D1S2-1

D2S1-1

D2S2-1

D1S1-2

D1S2-2

D2S2-2

D2S2-2

D1S1-3

D1S2-3

D2S1-3

D2S2-3

D3 S1 S2

D3S1-1

D3S2-1

D3S1-2

D3S2-2

D3S1-3

D3S2-3

Page 38: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak,

kemudian dilanjutkan uji homogenitas variansi untuk mengetahui variansi data.

Apabila data yang diperoleh normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji

parametrik untuk menguji hipotesis dilakukan uji ANOVA. Apabila terdapat

pengaruh terhadap jumlah cemaran bakteri dilanjutkan dengan uji wilayah ganda

duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan pada taraf nyata 5%.

3.3.13 Bagan Alir Penelitian

38

Page 39: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

DAFTAR PUSTAKA

39

Page 40: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Anonim. 2010. Profil kesehatan Indonesia . Departemen kesehatan republik Indonesia. Jakarta

Arisman. 2009. Ilmu Gizi Keracunan Makanan. EGC. Jakarta.

bacteriology.net/staph.htmlBadan Standardisasi Nasional (BSN). 2009. SNI 7388 : 2009 Batas Maksimum

Cemaran Mikroba dalam Pangan. SNI. Jakarta.

Bahri, S. 2008. Beberapa aspek keamanan panganasal ternak di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian 1(3): 225

Baliwati, Y.F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya. Jakarta.

BATAN. 2008. Radiasi. http://www.batan.go.id/organisasi/kerjasama.php. 19 Desember 2008 .

Beku Cahyani, dkk . 2014. Aplikasi Teknologi Iradiasi Gamma dan Penyimpanan.Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 1 p.73-79

Blank, G. and R. Cumming. 2001. Irradiation. dalam N.A.M. Eskin and D.S. Robinson (ed.).

Brooks G.F, J.S. Butel, S.A. Morse. 2005. Medical Microbiology. McGraw-Hills Companies Inc.

Budinuryanto, D.C., M.H. Hadiana, R.L. Balia, Abubakar, dan E. Widosari. 2000. Profil keamanan daging ayam lokal yang dipotong di pasar tradisional dalam kaitannya dengan penerapan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). ARMP II Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bandung

Cahyani, A.F.K. 2014. Kombinasi Iradiasi Gamma dan Suhu Penyimpanan untuk Meningkatkan Keamanan Pangan Produk Olahan Daging Ayam. Skripsi Sarjana TP. Universitas Brawijaya. Malang.

Cahyani, A.F.K., Wiguna,L.C., Putri,R.A., Masduki,V.V., WardaniA.K., dan Harsojo. 2015. Aplikasi Teknologi Hurdle Menggunakan Iradiasi Gamma Dan Penyimpanan Beku Untuk Mereduksi Bakteri Patogen Pada Bahan Pangan : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3:1,73-79.

Callaway, T.R., Edrington, T.S., 2008. Prebiotics, prebiotics and competetitive exlusion for prophylaxis against bacteria disease, Animal Health Reasearch Reviews 9, 217-225

Chicken Feces and Test of Hemolytic Profile on Blood Agar Medium . Corapci, B. and Kaba, N. 2011. Irradiation Technology in Sea Products. Journal

of Yunus Arastirma Bulteni 4, 22-27.

Darwin, Frans, 2008. Mengenal Pengawetan dan Bahan Kimia. www.adu-hai.blogspot.com/.../mengenal pengawetan-bahan-kimia.html (Diakses pada tanggal 28 Februari 2010)

40

Page 41: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Dave, D. and Ghaly, A.E.. 2011. Meat Spoilage Mechanisms and Preservation Techniques: A Critical Review. American Journal of Agricultural and Biological Sciences 6:4, 485 – 510

Departemen Kesehatan RI, 2003. Keputusan menteri kesehatan RI tentang persyaratan hygiene sanitasi jasa boga. Jakarta :Depkes RI

Deptan, 2009. Pemilihan dan Penanganan Daging Segar. www.pustaka deptan.go.id/agritek/lip50019.pdf - (Diakses pada tanggal 5 Februari 2010).

Dewan Standardisasi Nasional, 2000. Petunjuk Pemeriksaan Mikrobiologi Makanan dan Minuman. Departemen Kesehatan RI Pusat Laboratorium Kesehatan. Jakarta

Direktorat Jenderal Peternakan.2009. Peluang pencapaian dan kebijakan Swasembada Daging 13 Agustus 2009-2014. Dalam Seminar Tematik Peternakan ”HUT Badan Litbang Pertanian” Bogor, 12 Asal Hewan. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan. Lampung.

Dwiloka, B. 2002. Iradiasi Pangan. Universitas Semarang. Semarang.

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, DenpasarFardiaz, S. 1992. Polusi Air & Udara. Kanisius. Yogyakarta. Hal. 45.

Fellows, P.J. 2000. Food Processing Technology. CRC. USA

Firmansyah, B. 2010. Media Selektif dan Media Diferensial. http://cacingbusuk.blogspot.com/2010/05/media-selektif-dan-media differensial.html . Diakses tanggal 16 Juni 2014.

Food Shelf Life Stability: Chemical, Biochemical, and Microbiological Changes. CRC Press. USA

Genc, and Diler, A., 2013. Elimination of Foodborne Pathogens in Seafoods by Irradiation : Effect on the quality and shelf-life. Journal of food Science and Engineering 3, 99-106.

Hariyadi RD. 2005. Bakteri Indikator Sanitasi dan Keamanan Air.Minum.http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_fdsf_bctrindktr.php. Diakses tanggal 23 Juni 2011.

Harsojo dan Andini, L.S. 2010. Dekontaminasi Beberapa Bakteri Patogen Pada Daging dan Jeroan Kerbau Dengan Iradiasi Gamma. Prosiding Lokakarya Nasional Kerbau. BATAN. Jakarta.

Hidayat, D. 2004. Terungkapnya Asal-Usul Sinar Kosmis. Tempo. 5 November 2004. InovasiPertanian 1(3): 225

Hudaya, S. 2008. Penyimpanan Makanan pada Suhu Rendah dan Pengaruhnya pada Bahan Makanan. Materi Pelatihan Pengolahan Hasil Pertanian dan Pengawetan Pangan. Jakarta

41

Page 42: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Ikmalia. 2008. Analisa Profil Protein Isolat Escherichia coliS1 Hasil Iradiasi Sinar Gamma. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Irawati, Z. 2006. Aplikasi Mesin Berkas Elektron pada Industri Pangan. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya, PTAPB –BATAN. Yogtakarta, 87 – 94

Irawati, Z. 2007. Pengembangan Teknologi Nuklir Untuk Meningkatkan Keamanan dan Daya Simpan Bahan Pangan. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 3:2, 41-54.

Jawetz, Melnick, Adelberg. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.p.199 – 200 : 233.

Kasryno, F. 2004. Strategi PembangunanPe r t an i an dan Pe rdesaan Indones i a yang Memihak Masyarakat Miskin.Agriculture and Rural DevelopmentStrategy Study. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25(1): 22−30. Lampung.

Krisnamurni,S. 2007. Keamanan Pangan Pada Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit, Makalah Disampaikan pada pertemuan ilmiah nasional Asosiasi Dietisien Indonesia ke III di Semarang.

Lazarine, A.D. 2008. Development of An Electron Beam Irradiation Design for Use in The Treatment of Municipal Biosolids and Wastewater Effluent. Disertasi Doktor. Texas A&M University. Texas.

Leadley, C. 2008. Novel Commercial Preservation Methods’. Dalam G.S. Tucker (ed.). Food Biodeterioration and Preservation. Blackwell Publishing. Oxford.

Masduki, V.V. 2014. Aplikasi Iradiasi Gamma dan Suhu Penyimpanan dalam Meningkatkan Keamanan Mikrobiologis Udang Vaname (Litopenaus vannamei). Universitas Brawijaya. Malang.

Murdiati, T.B. 2006. Jaminan keamanan panganasal ternak: Dari kandang hingga piring konsumen.Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 25(1): 22−30.

Nurlina, Fakhrurrazi, Sulasmi, 2003. Hubungan Antara Aktivitas Air Dan Ph Terhadap Bakteri Pada Tiga Metode Pembuatan Daging Kering Khas Aceh (Sie Balu).www. 222.124.186.229/gdl40/go.php?id=gdlnode-gdl... (Diakses pada tanggal 5 Februari 2010).

Pusat Standarisasi dan Akreditasi. 2004. Info Mutu. Berita Standarisasi Mutu dan Keamanan Pangan. Sekretariat Jenderal Departemen Pertanian. Edisi April 2004. hlm. 4−7.

Putri, F.N.A. 2014. Aplikasi Teknologi Iradiasi Gamma dan Penyimpanan Beku Sebagai Upaya Penurunan Bakteri Patogen Pada Kerang Hijau Segar

42

Page 43: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

(Perna viridis) (kajian Dosis Iradiasi dan Lama Penyimpanan). Universitas Brawijaya. Malang

Smith-Keary P. F., 1988. Genetic Elements in Escherichia coli, Macmillan Molecular biology series, London, p. 1-9, 49-54

Soeparno. 2005. Komposisi Karkas dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan. Pascasarjana UGM. Yogyakarta.

Surindro, T.S. 2013. Seminar Produk Teknologi Nuklir Dalam Bidang Pertanian Dan Pangan. Pusat Diseminasi IPTEK Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional. Jakarta.

Swardana, wayan., dkk. 2014. Identification of Escherichia coli O157:H7 fromSyukur, D.A. 2006. Biosecurity terhadap Cemaran Mikroba dalam Menjaga

Keamanan Pangan Treatment of Municipal Biosolids and Wastewater Effluent. Disertasi Doktor. Texas A&M University. Texas.

Todar, K. 2005. Staphylococcus. http://textbookofbacteriologynet/staph.html. Tanggal akses 15 Oktober 2014.

Todar, K., 2008.Staphylococcus aureus and Staphylococcal Disease. USA : Wisconsin, Madison. Available from:http://www.textbookof

Wahyudi, P., SuwahyonoU., Harsoyo, dkk. 2005. Pengaruh Pemaparan Sinar Gamma Isotop Cobalt-60 Dosis 0,25-1 kGy Terhadap Daya Antagonistik Trichoderma harzianum Pada Fusarium oxysporum. Berk. Penel. Hayati:10, 143-151. Pusat Aplikasi Isotop & Radiasi BATAN. Jakarta.

WHO,2007. The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. Geneva: Department of Vaccines and Biologicals.

Wiguna, L.C. 2014. Peningkatan Keamanan Pangan pada Hati Sapi Segar dengan menggunakan Iradiasi Gamma dan Penyimpanan Beku (Kajian Dosis Iradiasi dan Lama Penyimpanan). Universitas Brawijaya. Malang.

Yuliatin, F. 2008. Kemampuan Bertahan Salmonella selama Proses Pembekuan Es. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

43

Page 44: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Nama Lengkap : Fitria

NIM 24020111130055

Tempat/Tanggal Lahir Jakarta 28 April 1993

Agama Islam

Alamat : Jl. LPUU gg.Sigawe Kos rumah damai.

Telp/HP : 089690036512

Email : [email protected]

Nama Orang Tua Alm. Darwin/ Rukimah

Alamat Orang Tua : Jl. Sunter Jaya VII. RT/RW 13/9 No.12

Jakarta Utara

RIWAYAT PENDIDIKAN

NAMA SEKOLAH TAHUN LULUS

TK Kuda Laut Sukapura Jakarta 1999

SDN 01 Pagi Sukapura Jakarta 2005

SMPN 231 Jakarta 2008

SMAN 13 Jakarta 2011

PENGALAMAN ORGANISASI

NAMA ORGANISASI JABATAN TAHUN

Karya Ilmiah Remaja Sekretaris 2009

44

Page 45: Pengaruh Iradiasi Gamma pada varian dosis dan Suhu pada Bakteri Patogen

Himpunan Mahasiswa Biologi Staf Dept. Ekonomi 2012

Himpunan Mahasiswa Biologi Ketua Departemen Ekonomi 2013

BEM KM UNDIP Staf Dept. Ekobis 2011/2012

Biology English Club Humas 2012

Kelompok Mahasiswa Peduli

LingkunganDivisi Lingkungan Hidup 2012

PENGALAMAN ASISTEN PRAKTIKUM

PRAKTIKUM TAHUN

Mikrobiologi 2012

Biokimia 2013

Biologi Umum Kelas A 2013

Mikrobiologi 2013

PENGALAMAN KERJA PRAKTIK

JUDUL TEMPAT TAHUN

Pertumbuhan Isolat Bakteri LP3

dan I.Benzo Pink Pada Senyawa

Alifatik dan Aromatik Sebagai

Sumber Karbon.

Lembaga Ilmu

Pengetahuan

Indonesia

2013

45