PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK...

7
247 PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP EMISI GAS METANA (CH 4 ) DI LAHAN SAWAH PALUR, SUKOHARJO, JAWA TENGAH Sumani, D.P. Ariyanto, J. Syamsiyah, dan Mujiyo Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Surakarta ABSTRAK Sistem pertanian organik yang mengutamakan penggunaan pupuk organik dalam pengelolaan lahan kenyataannya berpotensi meningkatkan kadar bahan organik tanah, tetapi juga ada indikasi meningkatkan emisi gas metana yang merupakan salah satu gas rumah kaca. Di sisi lain, lahan sawah masih diandalkan untuk mencukupi kebutuhan pangan, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui imbangan pemberian pupuk organik dan anorganik terhadap kadar bahan organik tanah dan emisi gas metana dari lahan sawah yang diperlakukan dengan berbagai kombinasi pupuk organik dan anorganik. Penelitian dilaksanakan di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo pada bulan Juni-September 2009. Metode yang dilakukan adalah eksperimen dengan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) faktorial. Faktor perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu faktor takaran pupuk anorganik (sesuai takaran rekomendasi; 50% takaran rekomendasi, dan tanpa pupuk anorganik), serta faktor pupuk organik (2 t/ha, 1 t/ha, dan tanpa pupuk organik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian imbangan pupuk organiik dan anorganik tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan emisi gas metana selama musim tanam II tahun 2009, namun penambahan pupuk organik saja dapat meningkatkan emisi gas metana. Perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar bahan organik tanah, meskipun secara tren akan meningkatkan kadar bahan organik tanah dengan adanya penambahan pupuk organik. Peningkatan emisi gas metana lebih dipengaruhi oleh potensial reduksi oksidasi. PENDAHULUAN Lahan sawah telah diduga sebagai salah satu sumber emisi GRK yang menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming). Salah satu jenis emisi GRK yang penting oleh sistem sawah adalah metana (CH 4 ), karena reaktivitasnya yang tinggi, merupakan salah satu GRK utama yang dapat menyerap radiasi infra-merah, sehingga berkontribusi besar terhadap fenomena pemanasan global. Salah satu faktor penyebab besarnya emisi CH 4 adalah keberadaan bahan organik di dalam tanah. Beberapa hasil penelitian

Transcript of PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK...

Page 1: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

247

PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK TERHADAP EMISI GAS METANA (CH4) DI LAHAN SAWAH

PALUR, SUKOHARJO, JAWA TENGAH

Sumani, D.P. Ariyanto, J. Syamsiyah, dan Mujiyo

Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Surakarta

ABSTRAK

Sistem pertanian organik yang mengutamakan penggunaan pupuk organik dalam pengelolaan lahan kenyataannya berpotensi meningkatkan kadar bahan organik tanah, tetapi juga ada indikasi meningkatkan emisi gas metana yang merupakan salah satu gas rumah kaca. Di sisi lain, lahan sawah masih diandalkan untuk mencukupi kebutuhan pangan, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui imbangan pemberian pupuk organik dan anorganik terhadap kadar bahan organik tanah dan emisi gas metana dari lahan sawah yang diperlakukan dengan berbagai kombinasi pupuk organik dan anorganik. Penelitian dilaksanakan di Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo pada bulan Juni-September 2009. Metode yang dilakukan adalah eksperimen dengan rancangan acak kelompok lengkap (RAKL) faktorial. Faktor perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu faktor takaran pupuk anorganik (sesuai takaran rekomendasi; 50% takaran rekomendasi, dan tanpa pupuk anorganik), serta faktor pupuk organik (2 t/ha, 1 t/ha, dan tanpa pupuk organik). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian imbangan pupuk organiik dan anorganik tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan emisi gas metana selama musim tanam II tahun 2009, namun penambahan pupuk organik saja dapat meningkatkan emisi gas metana. Perlakuan juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar bahan organik tanah, meskipun secara tren akan meningkatkan kadar bahan organik tanah dengan adanya penambahan pupuk organik. Peningkatan emisi gas metana lebih dipengaruhi oleh potensial reduksi oksidasi.

PENDAHULUAN

Lahan sawah telah diduga sebagai salah satu sumber emisi GRK yang menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming). Salah satu jenis emisi GRK yang penting oleh sistem sawah adalah metana (CH4), karena reaktivitasnya yang tinggi, merupakan salah satu GRK utama yang dapat menyerap radiasi infra-merah, sehingga berkontribusi besar terhadap fenomena pemanasan global. Salah satu faktor penyebab besarnya emisi CH4 adalah keberadaan bahan organik di dalam tanah. Beberapa hasil penelitian

Page 2: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

Sumani et al.

248

menunjukkan bahwa penggunaan pupuk organik (bahan organik) pada tanah sawah meningkatkan produksi gas metana (CH4). Pada tahun 1990, emisi metana dari tanah sawah diperkirakan mencapai 20-120 juta ton/tahun atau sekitar 12,5% dari emisi metana global sebesar 470-650 juta ton//tahun (Sudadi, 2002). Bahan organik menstimulasi produksi metana melalui suatu rangkaian proses yang diakhiri dengan pembentukan CO2 dan CH4.

Lahan sawah yang telah dinilai sebagai salah satu penghasil emisi GRK, akan menimbulkan polemik pro-kontra terhadap keberlanjutan pengelolaan lahan sawah, dan akan berdampak pula terhadap penurunan manfaat sistem sawah. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian yang mendalam tentang emisi GRK oleh sistem lahan sawah ini, khususnya emisi CH4, pada berbagai kombinasi perlakuan takaran pupuk anorganik dan organik. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa besar emisi GRK CH4 pada lahan sawah yang diperlakukan dengan berbagai kombinasi pupuk organik dan anorganik. Tujuan ini didukung dengan informasi utama hubungan antara kombinasi perlakuan pupuk organik dan anorganik dengan sifat tanah dan lahan, sifat dan hasil tanaman, dan emisi CH4.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009 di lahan sawah Desa Palur, Kecamatan Mojolaban, Kabupaten Sukoharjo. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, UNS Surakarta.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Rancangan penelitian menggunakan RAKL (Rancangan Acak Kelompok Lengkap) faktorial (Steel and Torie, 1981) dengan dua faktor : Faktor I adalah takaran pupuk anorganik/kimia (A), yang terdiri atas tiga taraf, yaitu : 0% takaran rekomendasi (A0); 50% takaran rekomendasi(A1); dan 100% takaran rekomendasi (A2). Faktor II adalah takaran pupuk organik (O), terdiri atas tiga taraf, yaitu : 0 t/ha (O0), 1 t/ha (O1), dan 2 t/ha (O2). Dari kedua faktor perlakuan tersebut diperoleh sembilan kombinasi perlakuan yang masing-masing diulang ke dalam tiga blok. Takaran rekomendasi pemupukan anorganik/kimia adalah: urea 300 kg/ha, ZA 100 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Variabel pengamatan dalam penelitian ini adalah pH tanah, potensial redoks, kadar bahan organik tanah, dan kadar emisi gas metana. Pupuk organik yang digunakan dalam percobaan ini merupakan pupuk kandang sapi.

Page 3: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

Pengaruh Imbangan Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Emisi Gas Metana

249

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lahan sawah Palur di Kabupaten Sukoharjo mempunyai karakteristik tanah fluvent. Letak petak sawah percobaan tidak lebih dari 500 m dari Sungai Bengawan Solo. Berdasarkan pengukuran emisi CH4 (metana) yang selanjutnya dianalisis secara statistik dengan uji F menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata (non significant) baik untuk perlakuan menggunakan pupuk anorganik, perlakuan dengan pupuk organik, maupun interaksi keduanya. Hal ini seiring dengan selisih nilai emisi gas metana yang sangat kecil, yaitu sekitar 0,0029 kg CH4/ha untuk perlakuan kontrol dan yang tertinggi sebesar 0,004 kg CH4/ha pada perlakuan A2O1 serta terendah pada perlakuan A1O0 sebesar 0,025 kg CH4/ha.

Meskipun secara statistik tidak adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan imbangan pupuk anorganik dan organik dengan estimasi emisi gas metana. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Wihardjaka (2002) bahwa penambahan pupuk kandang tidak nyata memberikan peningkatan emisi gas, meskipun Wihardjaka dan Setyanto (2007) menambahkan bahwa penambahan bahan organik berupa jerami ke lahan sawah, khususnya yang masih memiliki nisbah C/N tinggi, akan meningkatkan emisi gas metana ke udara. Pada Gambar 1 menunjukkan adanya peningkatan total emisi gas metana pada saat penambahan pupuk organik tanpa adanya penambahan pupuk anorganik (A0O0; A0O1; dan A0O2). Tetapi pada perlakuan penamabahan pupuk anorganik dapat merubah pola peningkatan tersebut. Penambahan pupuk organik sebanyak 1 t/ha mempunyai emisi gas yang lebih tinggi dibandingkan penambahan pupuk organik lainnya pada takaran pupuk anorganik yang sama.

Gambar 1. Estimasi total emisi gas metana selama satu musim tanam

Page 4: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

Sumani et al.

250

Rendahnya total emisi diduga karena faktor-faktor lain juga tidak mendukung pada reaksi pelepasan gas metana. Seperti yang diungkapkan oleh Wihardjaka dan Setyanto (2007), emisi gas metana pada lahan sawah dipengaruhi antara lain oleh pH tanah yang berkisar antara 6-7 serta potensial reduksi dan oksidasi (redoks) di bawah -150 mV. Sedangkan pada pengukuran pH tanah pada lahan sawah percobaan antara 4,6 sampai 6,1. Ini menunjukkan bahwa reaksi kimia di dalam tanah sawah tidak mendukung pembentukan gas metana secara optimal oleh bakteri metanogen. Meskipun selama masa tanam terjadi peningkatan pH tanah (Gambar 2), namun hal tersebut belum menuju pada nilai pH yang dapat menyebabkan reaksi pembentukan metana.

Nilai pH tanah yang lebih dari 6,0 hanya terdapat pada kontrol (A0O0),

sehingga tidak ada pupuk organik yang diubah menjadi gas metana. Nilai pH tanah pada 25 hari setelah tanam (HST) berada pada kisaran nilai kurang dari 5. Kemudian mengalami peningkatan pada 50 dan 80 HST. Peningkatan yang hampir mendekati pH tanah 6, kurang bisa mendukung karena tanah sudah tidak tergenang, sehingga nilai redoks yang semula mengalami penurunan pada 50 HST dibandingkan 25 HST, kembali meningkat pada 80 HST.

Pada pengukuran potensial redoks tanah berkisar antara nilai -6 mV sampai 30,3 mV. Nilai ini jauh di atas nilai potensial redoks yang menyebabkan adanya reaksi kimia untuk pelepasan gas metana. Wihardjaka dan Setyanto (2007) mengungkapkan bahwa proses kimia untuk mengubah senyawa-senyawa di dalam tanah menjadi gas metana berkisar pada nilai potensial redoks -150 mV sampai -200 mV, bahkan kurang dari -200 mV menurut Conrad (1989). Akibatnya pada hasil pengukuran percobaan yang lebih dari nilai tersebut, gas metana yang dihasilkan oleh proses reaksi di dalam tanah tidak terjadi atau sangat kecil sekali.

Gambar 2. Nilai pH tanah saat pengambilan contoh gas metana

Page 5: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

Pengaruh Imbangan Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Emisi Gas Metana

251

Adanya perubahan nilai redoks yang menurun pada 50 HST, namun kembali meningkat pada 80 HST, diduga karena menjelang panen terjadi pengurangan genangan air pada lahan sawah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan reduksi di dalam tanah, sehingga nilai potensial redoksnya kembali meningkat pada pengukuran 80 HST.

Pengamatan kadar bahan organik tanah pada saat panen (Gambar 4) menunjukkan bahwa secara selisih, perlakuan dengan penambahan pupuk organik semakin meningkatkan kadar bahan organik tanah, meskipun secara statistik tidak berpengaruh nyata. Penambahan pupuk anorganik maupun pupuk organik tidak menunjukkan peningkatan kadar bahan organik tanah secara significant (nyata).

Gambar 3. Pengukuran potensial redoks saat pengambilan contoh gas metana

Gambar 4. Kadar bahan organik tanah pada saat panen

Page 6: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

Sumani et al.

252

Hasil analisis korelasi antara pH tanah, potensial redoks, dan estimasi emisi gas metana menunjukkan bahwa pH tanah tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel pengamatan lainnya. Sedangkan potensial redoks menunjukkan korelasi nyata yang negatif terhadap estimasi emisi gas metana. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan emisi gas metana dipengaruhi oleh proses reaksi redoks di tanah yang nilainya semakin kecil.

KESIMPULAN

Imbangan pupuk organik dan anorganik yang diberikan pada lahan sawah palur tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap peningkatan emisi gas metana selama musim tanam II tahun 2009. Meskipun pengaruhnya tidak berarti, penambahan pupuk organik saja dapat meningkatkan emisi gas metana. Emisi gas metana lebih dipengaruhi oleh potensial redoks.

SARAN

Perlu adanya penelitian lain mengenai emisi gas metana pada musim tanam yang berlainan serta dengan jenis tanah yang lain. Selain itu juga variabel pengamatan mengenai tanaman padi perlu lebih diteliti untuk dijadikan variabel pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA

Conrad, R. 1989. Control of methane production in terrestrial ecosystems. In M.O. Andreaeand D.S. Schimel (Eds.), Exchange of Trace Gases between Terrestrial Ecosystems and the Atmosphere. John Wiley & Sons, Chichester, New York, Brisbane, Toronto, Singapore.

Steel, R.G.D. and J.H. Torie. 1981. Principles and Procedures of Statistics. Biometrical Approach. Mac Graw Hill Inc. Book Co. Tokyo.

Sudadi, U. 2002. Produksi Padi dan Pemanasan Global. Makalah Pengantar Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Wihardjaka, A. 2002. Mengurangi Emisi Gas Metana Sawah. http://www. suaramerdeka.com/harian/0210/21/ragam1.html. 9 November 2009.

Wihardjaka, A. dan P. Setyanto. 2007. Emisi dan mitigasi gas rumah kaca dari lahan sawah dan tadah hujan. Dalam A.M. Fagi, E. Pasandaran, dan U. Kurnia (Eds.). Pengelolaan Lingkungan Pertanian menuju Mekanisme Pembangunan Bersih. Balingtan.

Page 7: PENGARUH IMBANGAN PUPUK ORGANIK DAN ANORGANIK …balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/prosiding2009pdf/19-II-2009-Sumani... · adalah eksperimen dengan rancangan acak

Pengaruh Imbangan Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Emisi Gas Metana

253

TANYA JAWAB

Pertanyaan (Helena Lina S., Balingtan) :

Emisi CH4 yang dihasilkan dengan satuan kg CH4/ha per satuan waktu apa ? Apabila satuan emisi CH4 kg/ha/musim, emisi yang dihasilkan sangat kecil sekali. Terima kasih

Jawaban :

Hasil perhitungan emisi CH4 dalam satu musim. Nilai yang kecil kami duga karena pemberian bahan organik berupa bahan organik yang telah matang serta tidak sepanjang musim dilakukan penggenangan, sehingga sangat dimungkinkan nilainya sangat kecil.

Pertanyaan (Sutono, Balittanah) :

Pengamatan gas metana yang hanya dua kali dalam periode pertumbuhan padi akan menghasilkan angka yang menyesatkan dan menggambarkan bahwa sawah adalah produsen gas metana dan berpengaruh jelek terhadap lingkungan. Akan lebih baik dilakukan pengukuran selama satu periode pertumbuhan agar didapat angka yang sahih.

Jika sawah sebagai produsen gas metana dan sawah sudah berumur ratusan tahun, kenapa perubahan lingkungan sangat lambat diketahui ?

Jawaban :

Pengukuran kami lakukan sebanyak tiga kali selama satu musim, yaitu pada umur 25, 50, dan 80 HST. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Balingtan bahwa pada waktu-waktu tersebut sudah bisa mewakili dengan perhitungan sepanjang musim.

Penelitian kami justru memperlihatkan bahwa budidaya padi sawah yang dilakukan dengan penambahan bahan organik yang sudah matang justru menghasilkan nilai emisi yang kecil, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa sawah merupakan produsen gas metana.