pengaruh headset pad gangguan pendengan

24
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran 2.1.1 Anatomi telinga luar Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira antara 2,5 sampai 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut (Sherwood, 2011). Pinna (aurikula) berasal dari pinggir-pinggir celah brankial pertama dan arkus brankialis pertama dan kedua. Aurikula dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus servikalis (Adams, 2012). Pinna atau daun telinga berfungsi untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut 7

description

penggunaan personal listening devices atau headset dapat menyebabkan gangguan pendengaran

Transcript of pengaruh headset pad gangguan pendengan

7

622

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran2.1.1 Anatomi telinga luarTelinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Liang telinga berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira antara 2,5 sampai 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak serumen (kelenjar keringat) dan rambut (Sherwood, 2011). Pinna (aurikula) berasal dari pinggir-pinggir celah brankial pertama dan arkus brankialis pertama dan kedua. Aurikula dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari saraf mandibularis serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan cabang pleksus servikalis (Adams, 2012).Pinna atau daun telinga berfungsi untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal mandibular (Sherwood, 2011).2.1.2Anatomi telinga tengahTelinga tengah berbentuk kubus dan terbagi atas beberapa bagian yaitu:1. batas luar: membran timpani 2. batas depan: tuba eustachius 3. batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis) 4. batas belakang: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis 5. batas atas: tegmen timpani (meningen/otak) 6. batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tinkgap lonjong (oval window), tingkap (round window), dan promontorium. Telinga tengah memiliki tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes (Sloane, 2014). Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Sherwood, 2011).Gambar 2.1 Anatomi Telinga Tengah (Herman, 2011).

2.1.3Anatomi telinga dalam Telinga dalam yang bertulang (selubung labirin) membungkus cairan paralimfa; di tempat ini terdapat labirin-selaput. Cairan paralimfa (kaya akan natrium) dihubungkan dengan rongga subaraknoid oleh duktus perilimfatikus (akuaduktus koklea). Labirin-selaput berisi endolimfa (kaya kalium) yang diproduksi oeh striavaskularis (Broek, 2009). Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibular yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli (Sherwood, 2011). Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis). Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissners membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ Corti (Soepardi, 2007).

Gambar 2.2 Anatomi Telinga Dalam (Herman, 2011).Skala media memiliki bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti (Soepardi, 2007).2.1.4Fisiologi sistem pendengaranGetaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah luar (Broek, 2009).Waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion natrium dan kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklearis (Broek, 2009). Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39 sampai 40) di lobus temporalis (Sherwood, 2011).

2.2 Gangguan Pendengaran2.2.1 Defenisi gangguan pendengaranGangguan pendengaran didefinisikan sebagai pengurangan dalam kemampuan seseorang untuk membedakan suara (WHO, 2014). Gangguan pendengaran dapat terjadi karena adanya kerusakan pada struktur bagian telinga ataupun kerusakan pada saraf sensorik telinga yang berfungsi sebagai penerima suara. Gangguan pendengaran biasanya disebabkan oleh paparan suara yang sangat keras atau berlebihan yang disebut dengan gangguan pendengaran akibat bising yang tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan ataupun pembedahan (CDC, 2013).2.2.2 Patofisiologi gangguan pendengaranGangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis.Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Tuli campuran adalah tuli baik konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun konduksi tulang (Lucente et al, 2011).2.2.3 Jenis gangguan pendengaranAda tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran atau sentral. Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural.1.Gangguan pendengaran jenis konduktif Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar,liang telinga luar membran timpani, atau rongga telinga tengah dan isinya. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII) (CDC, 2013).2. Gangguan pendengaran jenis sensorineuralGangguan pendengaran ini umumnya adalah satu diantara tiga hal berikut: tuli bawaan, tuli dengan onset-lambat (delayed-onset) yang onsetnya bertahap, serta tuli dengan onset mendadak. Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversible (Lucente et al, 2011). Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: a. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis. b. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi. c. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya (Broek, 2009). Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin menyatakan bahwa pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan) (Soepardi, 2007). 3. Gangguan pendengaran jenis campuranGangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama (Broek, 2009).Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi (Adams, 2002). Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek. Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang (Burnside, 2005).2.2.4 Gangguan pendengaran akibat bisingGangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe sensorineural, yang pada awalnya tidak disadari karena belum mengganggu percakapan sehari-hari. Sifat gangguannya adalah tuli sensorineural tipe koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan perhari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat (KOMNAS PGPKT, 2013).Bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat menyebabkan kerusakan dimana yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hz - 6000 Hz dan yang terberat terjadi kerusakan pada alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 4000 Hz. Gangguan pendengaran akibat bising ini dapat disebabkan oleh paparan satu kali paparan suara yang sangat keras (pada atau di atas 120 dB), ledakan, impuls, atau dengan mendengarkan suara keras (pada atau di atas 85 dB) dalam jangka waktu yang lama. Semakin keras suara, semakin pendek periode waktu sebelum kerusakan pendengaran terjadi (CDC, 2013).Orang yang berisiko mengalami gangguan pendengaran akibat gangguan bising ini diantaranya adalah mereka yang bekerja dengan alat-alat berat, bekerja di tempat yang terpapar musik sangat keras seperti tempat hiburan malam, dan orang yang secara teratur mendengarkan musik dengan earphone dalam volume tinggi (Ismail, 2013).2.2.5 Klasifikasi derajat gangguan pendengaranDerajat ketulian yang di hitung hanya ambang dengar hantaran udaranya saja. Berikut derajat ketulian menurut International Standard Organization (ISO):Tabel 2.1 Kasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran Menurut ISODerajat Gangguan Pendengaran International Standard Organization (ISO)

Pendengaran Normal10-25 dB

Ringan26-40 dB

Sedang41-55 dB

Sedang Berat56-70 dB

Berat71-90 dB

Sangat BeratLebih 90 dB

Sumber : ISO (International Standart Organization)2.3 Personal Listening Devices (PLDs)Personal listening devices seperti Walkman, CD player, Mp3 Player, ipod, Handphone, Televisi, dan lainnya merupakan perangkat yang digunakan untuk meningkatkan pendengaran dengan berbagai pilihan dan pengaturan oleh individu. Penggunaan PLDs ini menggunakan aksesoris berupa earphone ataupun sejenisnya.Earphone maupun headset adalah sepasang pengeras suara kecil yang digunakan dekat dengan telinga penggunanya dan dihubungkan ke sumber sinyal seperti radio, CD player, media player portable dan lain lain (Airo, 2007). Menurut Tom Frank (2000) berikut adalah jenis-jenis Earphone yang biasa digunakan bersama media pemutar musik.1. Circumaural adalah headphone yang sepenuhnya mengelilingi telinga. Secara harfiah circumaural berarti sekitar telinga. Hal tersebut memungkinkan telinga penggunanya untuk sepenuhnya tertutup dan dirancang untuk menempel di kepala, sehingga memberikan banyak isolasi dari luar, yang bertujuan untuk meredam kebisingan (noise-canceling headphone) lingkungan yang tidak diinginkan.

Gambar 2.3 Circumaural Headphone2. Supra-aural atau juga di kenal dengan earpad headphone merupakan headphone yang menempel pada permukaan daun telinga namun tidak sepenuhnya menutupi telinga seperti circumaural. Supra-aural headphone tidak sama besar dengan headphone circumaural. Bentuknya yang tidak sebesar circumaural headphone jenis supra-aural menjadi lebih mudah dibawa karena ukuran dan beratnya yang lebih kecil dari circumaural. Namun, headphone jenis ini hanya menempel pada sebagian daun telinga bukan benar-benar menyelimutinya sehingga suara lingkungan tidak dapat benar benar diredam seperti pada headphone jenis circumaural.

Gambar 2.4 Supra-aural Headphone3. Earbud merupakan salah satu bentuk dari inter aural headphone dimana ukurannya jauh lebih kecil dibanding dua jenis headphone sebelumnya. Penggunaannya langsung ditempatkan di luar kanal telinga. Bentuknya yang kecil membuat headphone jenis ini terbaik untuk kemudahan portabilitas. Mereka dapat muat bahkan dalam kompartemen terkecil dalam perjalanan, seperti kemeja pengguna atau saku celana. Meskipun headphone terbaik untuk tujuan portabilitas, earbud headphone memiliki beberapa kelemahan. Beberapa pengguna merasa tidak nyaman dengan betuknya yang kaku dan terbuat dari plastik. Dan biasanya headphone jenis ini dibuat dengan ukuran standart dan tetap dan tidak disesuaikan dengan ukuran penggunanya. Sebuah kelemahan ketiga headphone earbud bahwa alat ini tidak pas di telinga dan tidak meredam kebisingan di luar dengan baik. Jadi headphone jenis ini tidak sebaik dua jenis headphone sebelumnya dalam meredam suara lingkungan. Hal tersebut memungkinkan penggunanya untuk menaikkan tingkat volume saat mendengarkan musik di lingkungan yang bising seperti jalan raya, kafetaria dan lain-lain.

Gambar 2.5 Earbud Headphone4. Canalphone dikenal juga sebagai In-Ear-Monitor (IEM), adalah satu lagi jenis headphone inter Aural. Seperti namanya In- Ear-monitor, headset ini di gunakan dengan memasukkan bagian eartip dari headset kedalam bagian depan lubang telinga yang bertujuan untuk menyegel telinga. Canalphone jauh lebih baik dalam merdam suara lingkungan (29 sampai 377 dB) di banding jenis headphone circumaural dan supra-aural (8 sampai 11 dB) (Herman, 2011).

Gambar 2.6 Canalphone 2.4 Pemeriksaan Pendengaran2.4.1 Pemeriksaan dengan garputalaUntuk mengetahui adanya gangguan pendengaran konduktif atau gangguan pendengaran sensorineural dapat dilakukan tes pendengaran dengan mempergunakan tes garputala. Tes ini dilakukan untuk mengetahui secara pasti apakah penderita gangguan pendengaran konduktif atau sensorineural. Frekuensi garputala yang dipakai 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Jika hanya memakai 1 penala, digunakan 512 Hz. Ada tiga macam tes yang mempergunakan garputala, yakni: tes Weber, tes Rinne dan tes Schwabach.Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi suara bising disekitarnya. Cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif (Guyton, 2007). Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Penderita masih mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (Burnside, 2005)2.4.2 Pemeriksaan audiometriAudiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran (Lucente et al, 2011).Pemeriksaan audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes ini meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri nada murni adalah suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan audiometer dimana alat ini akan menghasilkan nada dengan frekuensi yang beragam (dalam satuan hertz mulai dari 12 hingga 8000 atau 12000 hertz) dan dengan intensitas (dalam satuan desibel) mulai dari 10 dB hingga 120dB (Lucente et al, 2011). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala (headset) dan vibrator tulang ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk mengukur ambang dengar melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva atau audiogram hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang (Lucente et al, 2011).Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat di dengar oleh telinga seseorang (Kandau, 2013). Terdapat ambang dengar menurut Air Conduction (AC) dan menurut Bone Conduction (BC), pada ambang dengar ini dihubungkan dengan garis, baik AC maupun BC. Pada pemeriksaan audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh (intensitas yg diperiksa 125 sampai 8000 Hz) dan grafik BC dibuat dengan garis putus putus (intensitas yang diperiksa 250 sampai 8000Hz).

Ambang Dengar (AD) = AD 500 + AD 1000 + AD 2000 + AD 40005

Gambar 2.7 Rumus Ambang DengarTelinga manusia paling sensitif terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz. Frekuensi dari 500 sampai 4000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Dari rumus diatas dapat dihitung ambang dengar hantaran udara (AC) atau hantaran tulang (BC). Pada intepretasi audiogram harus dijelaskan gangguan pendengaran telinga yang mana, apa jenis gangguan pendengarannya, dan bagaimana derajat gangguan pendengarannya. Dalam menentukan derajat kegangguan pendengaran yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udara (AC) saja.Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-masing telinga secara kualitatif (pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat) (Soepardi, 2007).

7