PeManFaatan buaH MengkuDu (Morinda citrifolia) Dan keloPak ...
PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda...
Transcript of PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda...
i
PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus SEBAGAI
PENYEBAB ABSES PERIODONTAL SECARA IN VITRO
I Gusti Ayu Istri Praminingrat Aryadi
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.067
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2014
ii
PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus SEBAGAI
PENYEBAB ABSES PERIODONTAL SECARA IN VITRO
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Oleh :
I Gusti Ayu Istri Praminingrat Aryadi
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.067
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Pembimbing I
Ni Luh Putu Sri Maryuni A.,drg.,M.Biomed.
NPK. 827 203 220
Pembimbing II
Dwis Syahriel, drg.,M.Kes., Sp.Perio., FISID
NIP. 19600413 199203 1 001
iii
Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara
pembuatan skripsi dengan judul : ”Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu
(Morinda citrifolia L.) terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai
Penyebab Abses Periodontal secara In Vitro” yang telah
dipertanggungjawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 25
Februari 2014.
Atas nama Tim Penguji Skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.
Denpasar, 25 Februari 2014
Tim Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Ketua,
Ni Luh Putu Sri Maryuni A.,drg.,M.Biomed.
NPK. 827 203 220
Anggota : Tanda tangan
1. Dwis Syahriel, drg.,M.Kes., Sp.Perio., FISID 1………………..
NIP. 19600413 199203 1 001
2. I Putu Yudhi Astaguna Wibawa, drg.,M.Biomed 2………………
NPK. 826 794 201
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Putu Ayu Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes, FISID
NIP. 19590512 198903 2001
iv
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai Penyebab Abses
Periodontal secara In Vitro” ini tepat pada waktunya.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan penulis untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi (S.KG) di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar. Skripsi ini juga merupakan kesempatan
berharga untuk dapat menghasilkan sebuah karya ilmiah yang diharapkan penulis
sehingga bermanfaat di bidang kedokteran gigi.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan yang
begitu besar dari banyak pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang tulus kepada keluarga tercinta, kepada Ayahanda Drs. I Gusti Ngurah
Oka S. Aryadi, Ibunda I Gusti Ayu Alit, dan adik I Gusti Ayu Dewi
Pradnyaningrat Aryadi yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan
materi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Penulis juga menyadari skripsi ini dapat terselesaikan tentu tidak terlepas
dari bimbingan, pengarahan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada,
1. Yth. Ni Luh Putu Sri Maryuni Adnyasari, drg., M.Biomed., selaku dosen
pembimbing I yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan
v
bimbingan dan pengarahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Yth. Dwis Syahriel, drg., M.Kes., Sp. Perio., FISID selaku dosen pembimbing
II atas segala bimbingan dan petunjuk yang diberikan sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
3. Yth. I Putu Yudhi Astaguna Wibawa, drg., M.Biomed, selaku dosen penguji
yang bersedia untuk menguji dan memberikan pengarahan dalam penulisan
skripsi ini.
4. Kak Anggi dan Bu Ami yang telah membantu dalam memberikan arahan dan
masukan mengenai penelitian ini.
5. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam
menulis skripsi ini, serta seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi.
Denpasar, 25 Februari 2014
Penulis
vi
PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus SEBAGAI
PENYEBAB ABSES PERIODONTAL SECARA IN VITRO
Abstrak
Kelainan periodontal yang umum diderita yaitu periodontitis dan abses.
Staphylococcus aureus adalah bakteri penyebab abses periodontal. Terkait dengan
tingginya kejadian infeksi, penanganan yang tidak adekuat menghasilkan suatu
masalah baru yaitu resistensi terhadap antibiotik. Mengkudu sering digunakan
masyarakat sebagai salah satu terapi herbal. Pada daun mengkudu (Morinda
citrifolia L.) terdapat senyawa aktif yang berfungsi sebagai zat antibakteri, yaitu
saponin, flavonoid, polifenol, tanin, dan triterpen. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui apakah terdapat efek antibakteri ekstrak daun mengkudu
(Morinda citrifolia L.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
sebagai penyebab abses periodontal. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorium dengan post-test design group secara in vitro. Metode
yang digunakan sebagai uji antibakteri adalah metode difusi Kirby Bauer dengan
konsentrasi ekstrak daun mengkudu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
5%, 10%, 20%, 40%, 80%, dan kontrol negatif etanol serta kontrol positif
Ceftazidime 30µg (BBL 231632). Media biakan yang digunakan adalah Mueller
Hinton Agar (MHA). Sampel bakteri berasal dari Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hasil penelitian menunjukkan adanya
penurunan jumlah koloni Staphylococcus aureus yang signifikan (p<0,05).
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah ekstrak daun mengkudu
(Morinda citrifolia L.) dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
sebagai penyebab abses periodontal.
Kata kunci : Ekstrak daun mengkudu, Staphylococcus aureus, antibakteri.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul…………… .............................................................................. i
Halaman Persetujuan Pembimbing……. ....................................................... ii
Halaman Persetujuan Penguji dan Pengesahan Dekan. ................................ iii
KATA PENGANTAR……… ...................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISTILAH ..................................................................................... xi
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .............................................. xii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Hipotesis ............................................................................................. 3
E. Manfaat Penelitian .............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
A. Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ............................................. 5
1. Sejarah .......................................................................................... 4
2. Klasiifikasi dan Morfologi............................................................ 7
3. Kandungan Senyawa Kimia ......................................................... 8
B. Staphylococcus aureus ........................................................................ 8
1. Sejarah ....................................................................................... 10
2. Klasifikasi Ilmiah ...................................................................... 10
3. Morfologi dan Identifikasi ......................................................... 11
4. Faktor Virulensi ......................................................................... 12
5. Mekanisme Infeksi .................................................................... 15
C. Abses Periodontal .............................................................................. 16
1. Definisi ...................................................................................... 16
2. Klasifikasi .................................................................................. 16
3. Prevalensi ................................................................................... 21
4. Etiologi ...................................................................................... 21
5. Patogenesis dan Histopatologi ................................................... 22
viii
6. Komplikasi ................................................................................. 23
BAB III METODE PENELITIAN............................................................... 25
A. Rancangan Penelitian ....................................................................... 25
B. Populasi dan Sampel ............................................................................
25
C. Identifikasi Variabel ......................................................................... 26
D. Definisi Operasional ......................................................................... 26
E. Alat dan Bahan ................................................................................ 28
F. Tempat dan Waktu ............................................................................ 30
G. Jalannya Penelitian ........................................................................... 30
1. Persiapan Sampel ........................................................................ 30
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mengkudu .............................. 31
3. Proses Ekstraksi Serbuk Daun Mengkudu .................................. 31
4. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Mengkudu ............................. 32
5. Pembuatan Larutan Uji ............................................................... 35
6. Pembuatan Media Blood Agar .................................................... 35
7. Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan (Larutan Mc. Farland) .. 36
8. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar ..................................... 36
9. Uji Aktivitas Antibakteri secara In Vitro .................................... 37
10. Pengamatan dan Pengukuran .................................................... 38
H. Analisis Data ..................................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 41
A. Uji Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus .......................... 41
B. Analisis Data Statistik ..................................................................... 41
BAB V PEMBAHASAN ............................................................................. 45
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 50
A. Simpulan ......................................................................................... 50
B. Saran ................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 52
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter zona hambat ........................................ 39
Tabel 4.2 Hasil uji normalitas ......................................................................... 40
Tabel 4.3 Hasil uji homogenitas ...................................................................... 40
Tabel 4.4 Hasil uji one way anova .................................................................. 41
Tabel 4.5 Hasil uji post hoc (Games-Howell) ................................................. 41
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mengkudu (Morinda citrifolia L.) ............................................ 7
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus ............................................................. 11
Gambar 2.3 Abses gingiva pada gigi P1 kanan bawah .............................. 17
Gambar 2.4 Abses periodontal .................................................................... 18
Gambar 2.5 Abses perikoronal .................................................................... 19
Gambar 2.6 Abses periodontal akut ............................................................ 19
Gambar 2.7 Abses periodontal kronis ......................................................... 20
Gambar 3.1 Rancangan penelitian ............................................................... 25
xi
DAFTAR ISTILAH
1. Adhesin : gaya tarik menarik antara molekul yang tidak
sejenis.
2. Bakterisidal : sifat destruktif atau membunuh bakteri
3. fw : masa total dari satuan rumus dalam satuan massa
atom yang dinyatakan dengan satuan gram per
mol
4. Hexanal : zat yang memengaruhi gula dalam darah yang
jumlahnya paling besar. Salah satu senyawa hasil
oksidasi lemak dengan oksigen dari udara
5. Immunokompromise : suatu keadaan dimana sistem imun dalam tubuh
menurun, biasanya pada penderita HIV atau lupus
6. Mesh : jumlah lubang dalam 1 inci linear
7. µm : mikrometer, satuan ukuran partikel atau molekul
xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
α : alfa
ATCC : American Type Culture Collection
atm : atmosphere
ATP : Adenosine Triphosphate
bar : barometer
0C : celcius
cc : centimeter cubic
CFU : Colony Forming Units
ChKM : Chlorphenol kamfer menthol
cm : centimeter
CO2 : carbon dioxide
Cu : cuprum
Cu2+
: atom cuprum
F : fluorin
Fe : ferrum
FeCl3 : ferri clorite
FMIPA : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
HCl : hydrochlorida
H0 : hipotesis nol
m : meter
McF : Mac-Farland
xiii
mg : miligram
MHB : Mueller-Hinton Blood
ml : mililiter
NaCl : natrium chloride
NaF : natrium fluorida
OH : hydroxide
P : psidium
Pb : timbal
pH : Potential of Hydrogen
ppm : part per milion
rpm : revolution per minute
sig. : signifikan
Sn2+
: atom sianida
SPSS : Statistical Product and Service Solution
UV : ultra violet
Zn2+
: atom zinc
Zn : zinc
µg : microgram
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan gigi dan mulut merupakan suatu masalah yang saat ini
memerlukan penanganan secara komprehensif, karena masalah kesehatan gigi
mempunyai dampak luas yang meliputi: faktor fisik, mental, maupun sosial bagi
penderita. Menjaga kebersihan gigi dan mulut adalah upaya pencegahan
terjadinya penyakit dalam rongga mulut.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010 Departemen
Kesehatan RI menunjukkan bahwa 63% penduduk Indonesia menderita penyakit gigi
dan mulut meliputi karies gigi dan penyakit jaringan penyangga (Sasea dkk. 2013).
Profil kesehatan gigi dan mulut di Indonesia menggambarkan bahwa dari 12 jenis
penyakit gigi dan mulut yang diderita masyarakat yang berobat di rumah sakit
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penyakit periodontal menduduki urutan
kedua yaitu 24,82%. Di Puskesmas, dari empat jenis penyakit gigi dan mulut yang
diderita masyarakat, kelainan periodontal menduduki urutan pertama yaitu
36,05% (Widagdo dkk. 2007).
Penelitian mengenai kesehatan gigi dan mulut menghasilkan bahwa
kelainan periodontal yang umum diderita yaitu periodontitis dan abses. Abses bisa
terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut. Abses rongga mulut yang
paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses periapikal (Wilson 2003
cit Siregar dan Fitriani 2013). Abses periodontal merupakan lesi yang dapat
2
dengan cepat merusak jaringan periodonsium dan bisa terjadi dalam bentuk akut
dan kronis (Siregar dan Fitriani 2013).
Salah satu bakteri penyebab abses periodontal adalah Staphylococcus
aureus (Baga dkk. 2011). Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit
melalui kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan
berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi
dapat berupa protein, termasuk enzim dan toksin (Ryan et al. 2000 cit. Kusuma
2009).
Terkait dengan tingginya kejadian infeksi, penanganan yang tidak adekuat
menghasilkan suatu masalah baru yaitu resistensi terhadap antibiotik. Pada
penelitian di beberapa negara menemukan bahwa Staphylococcus aureus resisten
terhadap obat golongan penisilin dan juga turunanannya seperti methicillin
(Michael 2012). Mencegah resistensi adalah dengan memanfaatkan kembali bahan
alami bagi kesehatan, terutama obat-obatan yang berasal dari tumbuhan, karena
pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan alam harganya lebih
terjangkau, mudah didapat dan efek samping yang rendah. Salah satu terapi herbal
yang memiliki nilai terapi adalah menggunakan daun mengkudu (Abbas 2004 cit.
Kameswari 2013).
Hasil penelitian Djauharia (2003 cit. Sukandar dkk. 2010), telah
membuktikan bahwa pada daun mengkudu terdapat senyawa aktif yang berfungsi
sebagai zat antibakteri. Bakteri yang telah diketahui Bacillus subtilis, Bacillus
cereus, Pseudomonas airugenosa, dan Staphylococcus aureus. Berdasarkan
penelitian Purba (2007 cit. Diassanti 2011) bahwa daun mengkudu memiliki
kandungan saponin, flavonoid, polifenol, tanin, dan triterpen. Zat aktif tersebut
3
bersifat bakterisidal dan memiliki metode tersendiri dalam menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan uraian diatas, penulis ingin melihat daya hambat ekstrak daun
mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus
sebagai penyebab abses periodontal secara in vitro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka dibuat permasalahan apakah ekstrak
daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus sebagai penyebab abses periodontal secara in vitro?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui adanya daya hambat ekstrak
daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus sebagai penyebab abses periodontal secara in vitro.
D. Hipotesis
Ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai penyebab abses periodontal secara in
vitro.
E. Manfaat Penelitian
Memberikan informasi yang bermanfaat dan dapat menambah
pengetahuan bagi masyarakat tentang manfaat daun mengkudu (Morinda citrifolia
4
L.) yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus. Selain itu
masyarakat mampu mengobati abses periodontal dengan bahan alami yang
terjangkau dan rendah efek samping.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
F. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
1. Sejarah
Mengkudu termasuk tumbuhan keluarga kopi-kopian (Rubiaceae), yang
pada mulanya berasal dari wilayah daratan Asia Tenggara dan kemudian
menyebar sampai ke Cina, India, Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Australia,
Karibia, Haiti, Fiji, Florida dan Kuba (Sjabana 2002 cit. Sitepu dan Josua 2012).
Tahun 100 SM, penduduk Asia Tenggara bermigrasi dan mendarat di
kepulauan Polinesia, mereka hanya membawa tanaman dan hewan yang dianggap
penting untuk hidup di tempat baru. Tanaman-tanaman tersebut memiliki banyak
kegunaan, antara lain untuk bahan pakaian, bangunan, makanan dan obat-obatan.
Mengkudu yang dalam bahasa setempat disebut "Noni" adalah salah satu jenis
tanaman obat penting yang turut dibawa. Bangsa Polinesia memanfaatkan "Noni"
untuk mengobati berbagai jenis penyakit, diantaranya: tumor, luka, penyakit kulit,
gangguan pernapasan (termasuk asma), demam dan penyakit usia lanjut (Bangun
et al. 2002).
Pengetahuan tentang pengobatan menggunakan mengkudu diwariskan dari
generasi ke generasi melalui nyanyian dan cerita rakyat. Tabib Polinesia, yang
disebut Kahuna adalah orang memegang peranan panting dalam dunia pengobatan
tradisional bangsa Polinesia dan selalu menggunakan mengkudu dalam resep
pengobatannya (Bangun et al. 2002).
6
Laporan-laporan tentang khasiat tanaman Mengkudu juga terdapat pada
tulisan-tulisan kuno yang dibuat kira-kira 2000 tahun yang lalu, yaitu pada masa
pemerintahan Dinasti Han di Cina. Bahkan juga dimuat dalam cerita-cerita
pewayangan yang ditulis pada masa pemerintahan raja-raja di pulau Jawa ratusan
tahun yang lalu (Goreti 2008).
Perkembangan industri tekstil di Eropa mendorong pencarian bahan-bahan
pewarna alami sampai kewilayah-wilayah kolonisasi, karena pada masa itu
pewarna sintetis belum ditemukan. Pada tahun 1849, para peneliti Eropa
menemukan zat pewarna alami yang berasal dari akar mengkudu, dan kemudian
diberi nama "Morindone" dan "Morindin” (Goreti 2008).
Tabel 2.1 Sejarah perkembangan Morinda citrifolia L.
Tahun Keterangan
100 M Imigran dari Asia Tenggara tiba di Kep.Polinesia dengan
membawa bibit mengkudu.
1849 Orang-orang Eropa menemukan zat pewarna dari akar mengkudu,
yaitu Morindon dan Morindin.
1860 Penggunaan mengkudu untuk pengobatan mulai ditulis dalam
literatur Barat.
1950 Penemuan zat antibakteri pada buah mengkudu
1960-1980 Riset-riset ilmiah dilakukan untuk membuktikan bahwa
mengkudu dapat menurunkan tekanan darah tinggi
1972 Ahli biokimia, Dr. Ralph Heinicke mulai melakukan penelitian
tentang xeronine dan mengkudu.
1993 Penemuan zat anti kanker (damnacanthal) di dalam buah
mengkudu
Sumber (Goreti 2008)
7
2. Klasifikasi dan Morfologi
Gambar 2.1 Mengkudu (Dalimartha 2006).
Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut (Sjabana 2002 cit.
Sitepu dan Josua 2012),
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Anak kelas : Sympetalae
Bangsa : Rubiales
Suku : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia
8
Produksi tanaman mengkudu yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat
yaitu sekitar 6,04 kg/m2 (2006) dan pada tahun 2007 mencapai produksi sebesar
8,31 kg/m2 (Dalimartha 2006).
Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis tanaman
yang umumnya memiliki batang pendek dan banyak cabang dengan ketinggian
pohon sekitar 3-8m di atas permukaan tanah serta tumbuh secara liar di hutan-
hutan, tegalan, pinggiran sungai, dan pekarangan. Mengkudu dapat tumbuh di
berbagai tipe lahan dan iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai
1.500m diatas permukaan laut dengan curah hujan 1500– 3500mm/tahun, pH
tanah 5-7, suhu 22-300C dan kelembaban 50-70% (Rukmana 2002).
Buah mengkudu memiliki bentuk bulat sampai lonjong, panjang 10cm,
berwarna kehijauan tetapi menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah
lunak, daging buah mengkudu banyak mengandung air yang aromanya seperti
keju busuk. Bau itu timbul karena pencampuran antar asam kaprik dan asam
kaproat. Kedua senyawa tersebut bersifat aktif sebagai antibiotik. Permukaan buah
seperti terbagi dalam sel-sel polygonal (bersegi banyak) yang berbintik-bintik dan
berkutil (Santoso 2008).
Daun tersusun berhadapan dan bertangkai pendek. Daunnya tebal, lebar
dan mengkilap. Bentuk daun lonjong menyempit kearah pangkal (Ribka dan Dewi
2011). Daun mengkudu merupakan daun tunggal berwarna hijau kekuningan,
bersilang hadapan, ujung meruncing dan bertepi rata dengan ukuran panjang 10-
40cm dan lebar 15-17cm. Bunga mengkudu berwarna putih, berbau harum dan
mempunyai mahkota berbentuk terompet (Bangun et al. 2002).
9
3. Kandungan Senyawa Kimia
Zat aktif utama dalam daun mengkudu meliputi: terpenoid, antibakteri,
ascorbic acid, beta karoten, I-arginine, xeronine, dan proxeronine. Selain itu,
mengkudu juga mengandung antraquinon dan scolopetin yang aktif sebagai
antimikroba, terutama bakteri dan jamur yang penting dalam mengatasi
peradangan dan alergi (Sitepu dan Josua 2012).
Menurut para ahli kesehatan, bagian-bagian tanaman mengkudu
mengandung zat-zat kimia sebagai berikut (Rukmana 2002) :
a. Akar tanaman mengkudu mengandung zat damnacanthal, sterol, resin,
asperulosida, morindadiol, morindon, soranjidol, antraquinon, dan glikosida.
b. Kulit akar tanaman mengkudu mengandung zat kimia yang terdiri atas
morindin, khlororubin, rubiadin, morindon, morindanigrin, aligarind-methyl-
ether, soranjidol, antraquinon, monometil, eter, dan lain-lain.
c. Bunga tanaman mengkudu mengandung glikosida, antraquinon, dan acasetin-
7-0-beta-b(+)-glukopiransoida.
d. Buah mengkudu mengandung alkaloid triterpenoid, skopoletin, acubin, alizarin,
antraquinon, asam benzoat, asam oleat, asam palmitat, glukosa, eugenol, dan
hexanal. Unsur antibakteri yang terdapat dalam buah mengkudu ini juga
berfungsi untuk pengobatan infeksi kulit, pilek, demam, dan masalah kesehatan
lainnya yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
e. Daun tanaman mengkudu mengandung zat kapur, protein, zat besi, karoten,
arginin, asam glutamat, tirosin, asam askorbat, asam ursolat, thiamin, dan
antraquinon. Kandungan flavonoid total dalam daun mengkudu adalah
254mg/100gram fw. Angka ini termasuk tertinggi dibandingkan 90 tanaman
10
lain yang juga diteliti oleh Yang et al. Daun mengkudu juga mengandung
spektrum luas antrakuinon seperti iridoid, glikosida flavonol, dan triterpen.
Senyawa ini berfungsi sebagai antibakteri seperti: Staphylococcus aureus yang
menyebabkan peradangan dan infeksi, Shigela yang menyebabkan disentri,
Pseudomonas aeruginosa, Proteus morgaii, Baciillis subtilis, Salmonella, dan
Escherichia coli.
B. Staphylococcus aureus
1. Sejarah
Staphylococcus aureus merupakan nama spesies yang merupakan bagian
dari genus Staphylococcus. Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakkan oleh
Pasteur dan Koch, kemudian diteliti secara lebih terinci oleh Ogston dan
Rosenbach pada era tahun 1880-an (Lowy 2003).
Nama genus Staphylococcus diberikan oleh Ogston karena bakteri ini,
pada pengamatan mikroskopis berbentuk seperti setangkai buah anggur,
sedangkan nama spesies aureus diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan
murni, koloni bakteri ini terlihat berwarna kuning-keemasan. Rosenbach juga
mengungkapkan bahwa Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi pada
luka dan furunkel. Sejak itu Staphylococcus aureus dikenal secara luas sebagai
penyebab infeksi pada pasien pasca bedah dan pneumonia terutama pada musim
dingin atau hujan (Radji 2011).
11
2. Klasifikasi Ilmiah
Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif dan jika diamati di
bawah mikroskop akan tampak dalam bentuk bulat tunggal atau berpasangan, atau
berkelompok seperti buah anggur (Radji 2011).
Gambar 2.2 Staphylococcus aureus (Kusuma 2009)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah (Brooks et al. 2005):
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Divisi : Firmicutes
Class : Cocci
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
12
3. Morfologi dan Identifikasi
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur
seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak
bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna
abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan
berkilau (Fischetti et al. 2000).
Ciri khas infeksi yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus adalah
radang supuratif (bernanah) pada jaringan lokal dan cenderung menjadi abses.
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah furunkel pada kulit dan
impetigo pada anakanak. Infeksi superfisial ini dapat menyebar (metastatik) ke
jaringan yang lebih dalam menimbulkan osteomielitis, artritis, endokarditis dan
abses pada otak, paru-paru, ginjal serta kelenjar mammae. Pneumonia yang
disebabkan Staphylococcus aureus sering merupakan suatu infeksi sekunder
setelah infeksi virus influenza. Staphylococcus aureus dikenal sebagai bakteri
yang paling sering mengkontaminasi luka pasca bedah sehingga menimbulkan
komplikasi. Bila terjadi bakteriemia, infeksi dapat bermetastasis ke berbagai organ
(DeLeo et al. 2009).
Patogenesis infeksi Staphylococcus aureus merupakan hasil interaksi
berbagai protein permukaan bakteri dengan berbagai reseptor pada permukaan sel
inang. Penentuan faktor virulen mana yang paling berperan sulit dilakukan karena
demikian banyak dan beragam faktor virulen yang dimiliki Staphylococcus aureus
(DeLeo et al. 2009).
13
4. Faktor Virulensi
Staphylococcus aureus dapat menimbulkan penyakit melalui
kemampuannya tersebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai
zat ekstraseluler.
Berbagai zat yang berperan sebagai faktor virulensi dapat berupa protein,
termasuk enzim dan toksin, contohnya :
a. Katalase
Katalase adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap
proses fagositosis. Tes adanya aktivtias katalase menjadi pembeda genus
Staphylococcus dari Streptococcus (Ryan et al. 2000 cit. Kusuma 2009).
b. Koagulase
Enzim ini dapat menggumpalkan plasma oksalat atau plasma sitrat, karena
adanya faktor koagulase reaktif dalam serum yang bereaksi dengan enzim
tersebut. Esterase yang dihasilkan dapat meningkatkan aktivitas penggumpalan,
sehingga terbentuk deposit fibrin pada permukaan sel bakteri yang dapat
menghambat fagositosis (Warsa 2000).
c. Hemolisin
Hemolisin merupakan toksin yang dapat membentuk suatu zona hemolisis
di sekitar koloni bakteri. Hemolisin pada Staphylococcus aureus terdiri dari alfa
hemolisin, beta hemolisisn, dan delta hemolisisn. Alfa hemolisin adalah toksin
yang bertanggung jawab terhadap pembentukan zona hemolisis di sekitar koloni
Staphylococcus aureus pada medium agar darah. Toksin ini dapat menyebabkan
nekrosis pada kulit hewan dan manusia. Beta hemolisin adalah toksin yang
terutama dihasilkan Stafilokokus yang diisolasi dari hewan, yang menyebabkan
14
lisis pada sel darah merah domba dan sapi. Sedangkan delta hemolisin adalah
toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan kelinci, tetapi efek
lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa 2000).
d. Leukosidin
Toksin ini dapat mematikan sel darah putih pada beberapa hewan. Tetapi
perannya dalam patogenesis pada manusia tidak jelas, karena Stafilokokus
patogen tidak dapat mematikan sel-sel darah putih manusia dan dapat
difagositosis (Jawetz et al. 2000).
e. Toksin eksfoliatif
Toksin ini mempunyai aktivitas proteolitik dan dapat melarutkan matriks
mukopolisakarida epidermis, sehingga menyebabkan pemisahan intraepithelial
pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin eksfoliatif merupakan penyebab
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome, yang ditandai dengan melepuhnya kulit
(Warsa 1994).
f. Toksin Sindrom Syok Toksik (TSST)
Sebagian besar galur Staphylococcus aureus yang diisolasi dari penderita
sindrom syok toksik menghasilkan eksotoksin pirogenik. Pada manusia, toksin ini
menyebabkan demam, syok, ruam kulit, dan gangguan multisistem organ dalam
tubuh (Ryan et al. 2000 cit. Kusuma 2009, Jawetz et al. 2000).
g. Enterotoksin
Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana
basa di dalam usus. Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan
makanan, terutama pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein
(Jawetz et al. 2000).
15
5. Mekanisme Infeksi
Menurut Jawetz et al. (2007) mekanisme infeksi dari Staphylococcus
aureus yaitu:
a. Perlekatan pada protein sel inang
Struktur sel Staphylococcus aureus memiliki protein permukaan yang
membantu penempelan bakteri pada sel inang. Protein tersebut adalah laminin dan
fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan epitel dan
endotel. Selain itu, beberapa galur mempunyai ikatan protein fibrin atau
fibrinogen yang mampu meningkatkan penempelan bakteri pada darah dan
jaringan.
b. Invasi
Invasi Staphylococcus aureus terhadap jaringan inang melibatkan
sejumlah besar kelompok protein ekstraseluler. Beberapa protein yang berperan
penting dalam proses invasi Staphylococcus aureus adalah α-toksin, β-toksin, δ-
toksin, γ-toksin, leukosidin, koagulase, stafilokinase, dan beberapa enzim
(protease, lipase, DNAse, dan enzim pemodifikasi asam lemak).
c. Perlawanan terhadap ketahanan inang
Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri
terhadap mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktor pertahanan diri yang
dimiliki Staphylococcus aureus yaitu : simpai polisakarida, protein A, dan
leukosidin.
d. Pelepasan beberapa jenis toksin
Pelepasan beberapa jenis toksin diantaranya yaitu eksotoksin,
superantigen, dan toksin eksfoliatin.
16
C. Abses Periodontal
Abses periodontal merupakan salah satu kondisi klinik dalam periodontik
dimana pasien diharapkan untuk segera mendapatkan perawatan. Hal ini penting
dilakukan, tidak hanya untuk prognosis periodontitis pada gigi yang dipengaruhi,
tetapi juga kemungkinan adanya penyebaran infeksi (Herrera et al. 2000, Radmila
et al. 2008).
1. Definisi
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada
jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal lateral atau
abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang dapat dengan cepat
merusak jaringan periodonsium terjadi selama periode waktu yang terbatas serta
mudah diketahui gejala klinis dan tanda-tandanya seperti akumulasi lokal pus dan
terletak di dalam saku periodontal (Newman et al. 2006).
2. Klasifikasi
Abses periodontal dapat di klasifikasikan atas 3 kriteria, yaitu:
a. Berdasarkan lokasi abses
1). Abses gingiva
Abses gingiva merupakan infeksi lokal purulen yang terletak pada
marginal gingiva atau papila interdental dan merupakan lesi inflamasi akut yang
mungkin timbul dari berbagai faktor, termasuk infeksi plak mikroba, trauma, dan
impaksi benda asing. Gambaran klinisnya merah, licin, kadang-kadang sangat
sakit dan pembengkakan sering berfluktuasi (Martinez et al. 2005).
17
Gambar 2.3 Abses gingiva pada gigi P1 kanan bawah (Newman et al. 2006).
2). Abses periodontal
Abses periodontal merupakan infeksi lokal purulen di dalam dinding
gingiva pada saku periodontal yang dapat menyebabkan destruksi ligamen
periodontal dan tulang alveolar (Dahlen 2000). Abses periodontal secara khusus
ditemukan pada pasien dengan periodontitis yang tidak dirawat dan berhubungan
dengan saku periodontal yang sedang dan dalam, biasanya terletak diluar daerah
mukogingiva (Herrera et al. 2000, Newman et al. 2006).
Gambaran klinisnya terlihat licin, pembengkakan gingiva mengkilat
disertai rasa sakit, daerah pembengkakan gingivanya lunak karena adanya eksudat
purulen dan meningkatnya kedalaman probing, gigi menjadi sensitif bila diperkusi
dan mungkin menjadi mobiliti serta kehilangan perlekatan periodontal dengan
cepat (Newman et al. 2006).
Abses periodontal sering muncul sebagai eksaserbasi akut dari saku
periodontal yang ada sebelumnya terutama terkait pada ketidaksempurnaan dalam
menghilangkan kalkulus dan tindakan medis seperti pada pasien setelah perawatan
18
bedah periodontal, setelah pemeliharaan preventif, setelah terapi antibiotik
sistemik dan akibat dari penyakit rekuren. Kurangnya kontrol terhadap diabetes
mellitus merupakan faktor predisposisi dari pembentukan abses periodontal.
Pembentukan abses periodontal merupakan penyebab utama kehilangan gigi.
Namun, dengan perawatan yang tepat dan perawatan preventif yang konsisten,
gigi dengan kehilangan tulang yang signifikan dapat dipertahankan selama
bertahun-tahun (Newman et al. 2006).
Gambar 2.4 Abses Periodontal (Newman et al. 2006).
3). Abses perikoronal
Abses perikoronal adalah abses yang terjadi karena adanya inflamasi
jaringan lunak operkulum, yang menutupi sebagian gigi yang sedang erupsi.
Abses perikoronal ditemukan pada gigi yang mengalami perikoronitis. Keadaan
ini paling sering terjadi pada gigi molar tiga rahang atas dan rahang bawah
(Newman et al. 2006, Martinez et al. 2005). Sama halnya dengan abses gingiva,
abses perikoronal dapat disebabkan oleh retensi dari plak mikroba dan impaksi
makanan atau trauma. Gambaran klinis berupa gingiva berwarna merah
terlokalisir, bengkak, lesi yang sakit jika disentuh dan memungkinkan
19
terbentuknya eksudat purulen, trismus, limfadenopati, demam dan malaise
(Newman et al. 2006).
Gambar 2.5 Abses perikoronal (Newman et al. 2006).
b. Berdasarkan jalannya lesi
1). Abses periodontal akut
Abses periodontal akut biasanya menunjukkan gejala seperti sakit,
edematous, lunak, pembengkakan, dengan penekanan yang lembut di jumpai
adanya pus, peka terhadap perkusi gigi dan terasa nyeri pada saku, sensitifitas
terhadap palpasi dan kadang disertai demam dan limfadenopati (Herrera et al.
2000. Newman et al. 2006).
Gambar 2.6 Abses Periodontal Akut (Herrera et al. 2000)
20
2) Abses periodontal kronis
Abses periodontal kronis biasanya asimtomatik, walaupun pada pasien
didapatkan gejala-gejala ringan. Abses ini terbentuk setelah penyebaran infeksi
yang disebabkan oleh drainase spontan, respon host atau terapi. Setelah
hemeostatis antara host dan infeksi tercapai, pada pasien hanya sedikit atau tidak
terlihat gejalanya. Namun rasa nyeri akan timbul bila adanya saku periodontal,
inflamasi dan saluran fistula (Newman et al. 2006).
Gambar 2.7 Abses Periodontal Kronis (Newman et al. 2006)
c. Berdasarkan jumlah abses
1). Abses periodontal tunggal
Abses periodontal tunggal biasanya berkaitan dengan faktor-faktor lokal
mengakibatkan tertutupnya drainase saku periodontal yang ada (Herrera 2000).
2). Abses periodontal multipel
Abses ini bisa terjadi pada pasien diabetes mellitus yang tidak terkontrol,
pasien dengan penyakit sistemik dan pasien dengan periodontitis tidak terawat
setelah terapi antibiotik sistemik untuk masalah non oral. Abses ini juga
21
ditemukan pada pasien multipel eksternal resopsi akar, dimana faktor lokal
ditemukan pada beberapa gigi (Herrera 2000, Eley 2004).
3. Prevalensi
Abses periodontal merupakan kasus darurat penyakit periodontal ketiga
yang paling sering terjadi mencapai 7-14%, setelah abses dentoalveolar akut (14-
25%) dan perikoronitis (10-11%) di klinik gigi (Wilson 2003). Prevalensi kasus
abses periodontal relatif tinggi dan mempengaruhi prognosis dari gigi terutama
pada pasien periodontitis. Pada pasien ini abses periodontal lebih mungkin terjadi
dalam saku periodontal yang sudah ada sebelumnya. Dahulu, gigi dengan abses
tidak berhubungan karena terjadinya abses dapat menjadi salah satu alasan utama
ekstraksi gigi selama perawatan periodontal (Radmila et al. 2008).
4. Etiologi
Etiologi abses periodontal dibagi atas 2, yaitu:
a. Abses periodontal berhubungan dengan periodontitis
Hal- hal yang menyebabkan abses periodontal yang berhubungan dengan
periodontitis adalah (Herrera et al. 2000, Radmila et al. 2008):
1). Adanya saku periodontal yang dalam dan berliku.
2). Penutupan marginal saku periodontal yang dapat mengakibatkan perluasan
infeksi ke jaringan periodontal sekitarnya karena tekanan pus di dalam saku
tertutup.
3). Perubahan dalam komposisi mikroflora, virulensi bakteri, atau dalam
pertahanan host bisa juga membuat lumen saku tidak efisien dalam
meningkatkan pengeluaran supurasi.
22
4). Pengobatan dengan antibiotik sistemik tanpa debridemen subgingiva pada
pasien dengan periodontitis lanjut juga dapat menyebabkan pembentukan
abses.
b. Abses periodontal tidak berhubungan dengan periodontitis
Hal-hal yang menyebabkan abses periodontal yang tidak berhubungan
dengan periodontitis adalah (Herrera et al. 2000, Radmila et al. 2008):
1). Impaksi dari benda asing seperti potongan dental floss, biji popcorn, potongan
tusuk gigi, tulang ikan, atau objek yang tidak diketahui.
2). Perforasi dari dinding gigi oleh instrumen endodontik.
3). Infeksi lateral kista.
4). Faktor-faktor lokal yang mempengaruhi morfologi akar dapat menjadi
predisposisi pembentukan abses periodontal. Adanya cervical cemental tears
dapat memicu pekembangan yang cepat dari periodontitis dan perkembangan
abses.
5. Patogenesis dan Histopatologi
Masuknya bakteri ke dalam dinding saku jaringan lunak merupakan awal
terjadinya abses periodontal. Sel-sel inflamatori kemudian ditarik oleh faktor
kemotaksis yang dilepaskan oleh bakteri dan bersama dengan reaksi inflamatori
akan menyebabkan destruksi jaringan ikat, enkapsulasi dari infeksi bakteri dan
memproduksi pus (Herrera et al. 2000, Linde et al. 2006).
Secara histologis, akan ditemukan neutrofil-neutrofil yang utuh
mengelilingi bagian tengah debris jaringan lunak dan destruksi leukosit. Pada
tahap berikutnya, membran piogenik yang terdiri dari makrofag dan neutrofil telah
terbentuk. Laju destruksi abses tergantung pada pertumbuhan bakteri di dalamnya,
23
virulensinya dan pH lokal. Adanya pH asam akan memberi keuntungan terhadap
enzim lisosom (Herrera et al. 2000, Linde et al. 2006).
6. Komplikasi
a. Kehilangan gigi
Abses periodontal yang dikaitkan dengan kehilangan gigi biasanya
dijumpai pada kasus-kasus periodontitis sedang sampai parah dan selama fase
pemeliharaan. Abses periodontal merupakan penyebab utama dilakukan ekstraksi
gigi pada fase pemeliharaan dimana terjadi pembentukan abses yang berulang dan
gigi mempunyai prognosis buruk (Herreraet al. 2000, Linde ett al. 2006).
b. Penyebaran infeksi
Sejumlah tulisan menyatakan bahwa diduga infeksi sistemik dapat berasal
dari abses periodontal. Ada dua kemungkinan yang terjadi yaitu: penyebaran
bakteri dalam jaringan selama perawatan atau penyebaran bakteri melalui aliran
darah karena bakteremia dari abses yang tidak dirawat (Herreraet al. 2000, Linde
et al. 2006).
Abses dentoalveolar yang berasal dari endodontik lebih sering
menyebabkan komplikasi penyebaran infeksi daripada abses periodontal.
cellulitis, infeksi subkutaneus, phlegmone dan mediastinitis dapat berasal dari
infeksi odontogenik tetapi jarang berasal dari abses periodontal. Namun, abses
periodontal dapat berperan sebagai pusat infeksi non oral. Abses periodontal bisa
menjadi pusat dari penyebaran bakteri dan produk bakteri dari rongga mulut ke
bagian tubuh lainnya dan menyebabkan keadaan infeksi yang berbeda. Pada
perawatan mekanikal abses periodontal bisa menyebabkan bakteremia seperti
24
pasien dengan endoprotesa atau imunokompromise dapat menyebabkan infeksi
non oral (Linde et al. 2006).
Paru-paru bisa bertindak sebagai barier makanikal dimana bakteri
periodontal dapat terjebak dan dapat menyebabkan penyakit. Adakalanya
penyebaran bakteri periodontal dapat berakibat menjadi abses otak. Sejumlah
laporan kasus dari periodontal patogen bahwa pada abses otak tersebut didapatkan
adanya bakteri P.micros, F. nucleatum, pigmen hitam pada bakteri batang anaerob
dan Actinomyces spp, diantaranya merupakan spesies bakteri periodontal anaerob
yang diisolasi dari abses intra cranial. Infeksi lain yang berhubungan dengan abses
periodontal adalah cervical nekrotizing fascitis dan cellulites pada pasien kanker
payudara (Newman et al. 2006, Linde et al. 2006).
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
eksperimental laboratorium dengan post-test design group (Notoatmodjo 2012).
P0 O0
P1 O1
P2 O2
R RA P3 O3
P4 O4
P5 O5
P6 O6
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
R = Random
RA = Randomisasi alokasi
P0 = Perlakuan dengan etanol pada kelompok kontrol negatif
P1 = Perlakuan dengan Ceftazidime 30µg (BBL 231632) pada kelompok kontrol
positif
P S
26
P2 = Perlakuan dengan ektrak daun mengkudu dengan konsentrasi 5%
P3 = Perlakuan dengan ektrak daun mengkudu dengan konsentrasi 10%
P4 = Perlakuan dengan ektrak daun mengkudu dengan konsentrasi 20%
P5 = Perlakuan dengan ektrak daun mengkudu dengan konsentrasi 40%
P6 = Perlakuan dengan ektrak daun mengkudu dengan konsentrasi 80%
O0 = Pengamatan hasil pada kelompok P0
O1 = Pengamatan hasil pada kelompok P1
O2 = Pengamatan hasil pada kelompok P2
O3 = Pengamatan hasil pada kelompok P3
O4 = Pengamatan hasil pada kelompok P4
O5 = Pengamatan hasil pada kelompok P5
O6 = Pengamatan hasil pada kelompok P6
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi dalam penelitian ini adalah koloni bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 25922 yang didapatkan dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
2. Besar sampel pada percobaan ini menggunakan rumus umum (Federer
1977) :
Keterangan :
n = banyak pengulangan
t = perlakuan
(n-1) (t-1) > 15
27
Dalam penelitian ini konsentrasi bahan coba dibagi menjadi 7 kelompok yaitu:
a. Kelompok I : larutan kontrol negatif (etanol 96%)
b. Kelompok II : larutan ekstrak daun mengkudu 5%
c. Kelompok III : larutan ekstrak daun mengkudu 10%
d. Kelompok IV : larutan ekstrak daun mengkudu 20%
e. Kelompok V : larutan ekstrak daun mengkudu 40%
f. Kelompok VI : larutan ekstrak daun mengkudu 80%
g. Kelompok VII : larutan kontrol positif Ceftazidime 30µg (BBL 231632)
Jadi perlakuannya (t) adalah 7
(n-1).(7-1) > 15
6 (n-1) > 15
6n – 6 > 15
n > 21/6
n > 4
Jumlah sampel (n) yang dipakai adalah 5, artinya pada kelompok I-VII
dilakukan masing-masing 5 kali pengulangan.
C. Identifikasi Variabel
Pada penelitian ini penulis menggunakan 3 variabel yaitu:
1. Variabel pengaruh : ekstrak daun mengkudu dengan konsentrasi 5%,
10%, 20%, 40%, dan 80%.
2. Variabel terpengaruh : pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada
uji sensitivitas diukur dengan metode pengukuran
28
diameter zona hambat menggunakan jangka
sorong.
3. Variabel terkendali : media pertumbuhan bakteri, suhu inkubasi, jumlah
koloni bakteri, dan waktu untuk membiakkan
bakteri.
D. Definisi Operasional
1. Ekstrak daun mengkudu adalah ekstrak yang diperoleh dengan melakukan
ekstaksi daun mengkudu kering yang telah dihaluskan dengan pelarut
etanol 96% kemudian diuapkan dengan evaporator sehingga diperoleh
ekstrak daun mengkudu. Pada penelitian ini menggunakan ekstrak daun
mengkudu dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%.
2. Koloni Staphylococcus aureus adalah bakteri gram positif berbentuk
kokus dengan susunan seperti buah anggur, tidak mempunyai spora dan
tidak bergerak bersifat aerob dan anaerob fakultatif yang dapat
menyebabkan abses. Penelitian ini menggunakan Staphylococcus aureus
ATCC 25922 karena merupakan bakteri biakan terbaru dan cara kerja lebih
mudah dibandingkan dengan mengambil langsung dari pasien yang
mengalami abses periodontal.
3. Diameter zona hambat adalah diameter zona dimana bakteri tidak tumbuh,
ditandai dengan zona bening yang diukur dengan jangka sorong dengan
satuan millimeter (mm).
4. Media pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah Mueller Hinton
Agar (MHA).
29
5. Suhu inkubasi adalah suhu pada inkubator yang digunakan dalam
penelitian sebesar 37oC.
6. Waktu untuk membiakkan bakteri adalah waktu yang bakteri tersebut
dibiakkan pada media selama 18-24 jam.
7. Etanol 96% (kontrol negatif) digunakan karena dalam pembuatan ekstrak
daun mengkudu menggunakan teknik ekstraksi dengan etanol 96%.
Harapan dari kontrol negatif ini dapat membuktikan bahwa zat
penghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus bukan etanol, melainkan
zat aktif yang terkandung dalam daun mengkudu.
8. Ceftazidime 30µg (BBL 231632) sebagai kontrol positif bertujuan untuk
membandingkan daya hambat pertumbuhan Staphylococcus aureus,
dengan ekstrak daun mengkudu dan antibiotik yang sering digunakan
untuk mengobati abses periodontal yang dapat membunuh bakteri gram
positif dan negatif.
E. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak daun mengkudu
a. Timbangan
b. Blender
c. Erlenmeyer
d. Corong buchner
e. Rotary evaporator
f. Pisau
30
2. Bahan yang digunakan dalam pembuatan ekstak daun mengkudu
a. Daun mengkudu
b. Etanol 96%
c. Kertas saring
d. Akuades
e. Handscoon
f. Aluminium foil
g. Kertas label
3. Alat yang digunakan dalam uji fitokimia
a. Tabung reaksi
b. Rak tabung reaksi
c. Penjepit tabung
d. Pipet tetes
e. Gelas ukur
f. Tabung spritus
4. Bahan yang digunakan dalam uji fitokimia
a. Akuades
5. Alat yang digunakan dalam uji daya hambat ekstrak daun mengkudu
terhadap Staphylococcus aureus
a. Cawan petri
b. Paper disk blank
c. Mikropipet
d. Pinset
e. Lidi kapas steril
31
f. Lampu Bunsen
g. Inkubator
h. Jangka sorong
i. Timer
j. Tabung glass
k. Ose
l. Waterbath
6. Bahan yang digunakan dalam uji daya hambat ekstrak daun mengkudu
terhadap Staphylococcus aureus
a. Blood agar VM458486 (Merck)
b. Mueller Hinton Agar VM371937 (Merck)
c. NaCl 0,9%
d. Staphylococcus aureus ATCC 25922
e. Ekstrak daun mengkudu konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80%
f. Etanol 96%
g. Ceftazidime 30µg (BBL 231632)
h. Handscoon
i. Masker
F. Tempat dan Waktu
1. Pengeringan daun mengkudu sehingga menghasilkan serbuk dilakukan di
rumah peneliti selama 14 hari.
32
2. Pembuatan ekstrak daun mengkudu dan uji identifikasi fitokimia di
Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia Farmasi FMIPA Universitas
Udayana selama 10 hari.
3. Pengujian daya hambat ekstrak mengkudu terhadap bakteri
Staphylococcus aureus di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana selama 5 hari.
G. Jalannya Penelitian
1. Persiapan Sampel
Mencari daun mengkudu yang dewasa, lalu dibersihkan dengan
mencuci di bawah air mengalir sampai bersih, ditiriskan, diiris tipis-tipis,
lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Sampel yang telah kering
diserbukkan dengan menggunakan blender. Kemudian disimpan di dalam
wadah tertutup.
2. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Mengkudu
a. Penetapan Kadar Air Simplisia
Botol timbang disiapkan 3 buah , dikeringkan dan ditimbang. Botol
timbang dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 30 menit.
Dinginkan dalam desikator, kemudian botol timbang dan tutup ditara.
Ditimbang 1 gram simplisia dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu
105oC selama 30 menit dengan tutup terbuka. Setelah 30 menit, botol
timbang dikeluarkan dan ditutup, selanjutnya didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang. Jika selisih antara 2 penimbangan lebih dari 0,25%
33
maka simplisia dikeringkan kembali dalam oven pada suhu 105oC hingga
bobot konstan. Kadar air simplisia yang diperbolehkan pada proses
ekstraksi yaitu ≤ 15 %.
Kadar air simplisia 1 = 18,85%
Kadar air simplisia 2 = 18,67%
Kadar air simplisia 3 = 18,63%
Rerata = 18,71%
Kadar air simplisia yang diperoleh sebesar 18,71% sehingga dapat
disimpulkan proses ekstraksi harus segera dilakukan untuk mengurangi
terjadinya kerusakan pada simplisia.
3. Proses Ekstraksi Serbuk Daun Mengkudu
Serbuk daun mengkudu, dihaluskan hingga diperoleh serbuk
berukuran 100 mesh. Sebanyak 230 gram dimaserasi menggunakan 2,5liter
etanol 80% pada suhu kamar selama 1 hari disertai dengan pengadukan
setiap 10 jam sekali. Disaring (diperoleh ekstrak cair pertama) kemudian
ampas diremaserasi kembali dengan 2,5 liter etanol 80% pada suhu kamar
selama 1 hari disertai dengan pengadukan setiap 10 jam sekali. Disaring
(diperoleh ekstrak cair kedua) kemudian ekstrak cair pertama dan kedua
disatukan, didiamkan 1 hari dan dilanjutkan ketahap pengentalan ekstrak
menggunakan rotary evaporator (80 rpm, 450C, 0,62bar).
4. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Mengkudu
Skrining fitokimia terhadap ekstrak daun mengkudu meliputi
pemeriksaan minyak atsiri, tannin, alkaloid, sterol, terpenoid, saponin,
fenol, glikosida dan flavonoid.
34
a. Pembuatan larutan untuk skrining fitokimia
Pembuatan larutan uji untuk skrining fitokimia dilakukan
dengan melarutkan 500mg ekstrak dalam 10ml etanol 80%.
b. Pemeriksaan flavonoid
1) Cara 1 (Reaksi Pew) : Sebanyak 1ml larutan ekstrak uji diuapkan,
dibasahkan sisanya dengan aseton P, ditambahkan sedikit serbuk
halus asam borat P dan serbuk halus asam oksalat P, dipanaskan
hati - hati di atas tangas air dan dihindari pemanasan berlebihan.
Sisa yang diperoleh dicampur dengan 10ml eter P. Diamati dengan
sinar UV366, larutan berfluoresensi kuning intensif, menunjukkan
adanya flavonoid (Depkes RI 1989). Hasil pengamatan di bawah
UV 366nm, larutan tidak berfluoresensi kuning intensif (larutan
berfluoresensi merah muda), sehingga negatif mengandung
flavonoid.
2) Cara 2 (Reaksi WilsonTaubock) : Sebanyak 1ml larutan ekstrak uji
diuapkan, sisa dilarutkan dalam 1 - 2ml etanol 80% P, ditambahkan
0,5g serbuk Zn dan 2ml HCl 2N, diamkan selama 1 menit.
Tambahkan 10 tetes HCl pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi
warna merah intensif, menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-
flavonol). Hasil pengamatan tidak terjadi warna merah intensif
(negatif mengandung flavonoid).
c. Pemeriksaan minyak atsiri
Ekstrak yang diperoleh ditambah dengan etanol, bila berbau
enak/aromatik larutan alkoholik tersebut diuapkan kembali hingga
35
kering. Bila residu tetap berbau enak, menunjukkan ekstrak positif
mengandung minyak atsiri (Evans 2009). Hasil pengamatan terjadi bau
aromatis (positif mengandung minyak atsiri).
d. Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 2ml larutan ekstrak uji diuapkan di atas cawan
porselin hingga didapat residu. Residu kemudian dilarutkan dengan
5ml HCl 2N. Larutan yang didapat kemudian di bagi ke dalam 5
tabung reaksi. Tabung pertama ditambahkan dengan asam encer yang
berfungsi sebagai blanko. Tabung kedua ditambahkan pereaksi
Dragendorff sebanyak 3 tetes dan tabung ketiga ditambahkan pereaksi
Mayer sebanyak 3 tetes. Tabung keempat ditambahkan pereaksi
wagner sebanyak 3 tetes. Tabung kelima ditambahkan pereaksi
Bouchardat sebanyak 3 tetes. Terbentuknya endapan jingga pada
tabung kedua dan endapan kuning pada tabung ketiga menunjukkan
adanya alkaloid. Hasil pengamatan tidak terbentuk endapan (negatif
alkaloid).
e. Pemeriksaan saponin
Sebanyak 2ml larutan ekstrak uji dalam tabung reaksi
ditambahkan dengan 10ml akuades kemudian dikocok vertikal selama
10 detik. Pembentukan busa setinggi 1-10cm yang stabil selama tidak
kurang dari 10 menit, menunjukkan adanya saponin. Pada penambahan
1 tetes HCL 2N, busa tidak hilang. Hasil pengamatan terbentuk busa
setinggi 5cm yang stabil (positif mengandung saponin).
36
f. Pemeriksaan steroid dan triterpenoid
Pemeriksaan steroid dan triterpenoid dilakukan dengan reaksi
Liebermann-Burchard. Sebanyak 2ml larutan uji diuapkan dalam
cawan penguap. Residu dilarutkan dengan 0,5ml kloroform, kemudian
ditambahkan 0,5ml asam asetat anhidrat. Selanjutnya ditambahkan 2ml
asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Terbentuknya cincin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya
triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan
menunjukkan adanya steroid. Hasil pengamatan tidak terbentuk cincin
berwarna biru kehijauan (negatif mengandung steroid), dan terbentuk
cincin coklat (positif mengandung triterpenoid).
g. Pemeriksaan Fenol
Sebanyak 2ml larutan uji ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%.
Terbentuk warna hitam pekat menunjukkan adanya fenol. Hasil
pengamatan terbentuk warna hitam pekat (positif mengandung fenol).
h. Pemeriksaan tannin
Sebanyak 2ml larutan uji ditambahkan 2 tetes larutan Pb
asetat 10%. Terbentuk endapan berwarna putih menunjukkan adanya
tannin. Hasil pengamatan terbentuk endapan putih (positif
mengandung tannin).
i. Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 2ml larutan uji 2ml asam asetat anhidrat,
dilanjutkan dengan penambahan asam sulfat pekat. Terbentuk lartutan
berwarna hijau kebiruan menunjukkan adanya glikosida. Hasil
37
pengamatan terbentuk warna hijau kebiruan (positif mengandung
glikosida)
5. Pembuatan larutan uji
Dibuat larutan uji dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan
80%. Larutan 5% berarti larutan tersebut terdiri dari 5% ekstrak mengkudu
dan 95% akuades. Begitu pula dengan konsentrasi 10%, 20%, 40%, dan
80%. Pembuatan larutan kontrol negatif yaitu dengan menggunakan etanol
96% dan kontrol positif yaitu dengan menggunakan disk yang
mengandung antibiotik ceftazidime 30µg (BBL 231632) buatan dari pabrik
Becton, Dickinson and Company Spark, MD 21152 USA.
6. Pembuatan Media Blood Agar
Blood agar 3,4gram dilarutkan dalam 100ml akuades
menggunakan erlenmeyer. Setelah itu dihomogenkan dengan strirer di
atas penangas air sampai mendidih. Media tersebut disterilkan dalam
autoklaf pada tekanan 121atm selama 15 menit. Kemudian ditaruh dalam
waterbath pada suhu 50°C selama ±30 menit dan ditambahkan 5% darah
kambing kemudian dihomogenkan. Dituangkan ke dalam cawan petri steril
volume @20-25ml, dibiarkan pada suhu ruang sampai memadat. Inkubasi
dari total jumlah media (5%) pada suhu 37°C selama 18-24 jam. Setelah
steril, media tersebut bisa langsung digunakan untuk menanam
Staphylococcus aureus ATCC 25922.
7. Pembuatan Standar Kekeruhan Larutan (Larutan Mc. Farland)
Larutan H2SO4 0,36N sebanyak 99,5ml dicampurkan dengan
larutan BaCl2.2H2O 1,175% dengan kekeruhan 0,5 Mc. Farland yang
38
setara dengan 108 CFU/ml dalam erlenmeyer. Kemudian dikocok sampai
terbentuk larutan yang keruh. Kekeruhan ini dipakai sebagai standar
kekeruhan suspensi bakteri uji.
8. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar
Mueller Hinton agar 4gram dilarutkan dalam 100ml akuades
menggunakan erlenmeyer. Setelah itu dihomogenkan dengan strirer di
atas penangas air sampai mendidih. Media tersebut disterilkan dalam
autoklaf pada tekanan 121atm selama 15 menit. Kemudian diletakkan
dalam waterbath pada suhu 50°C selama ±30 menit. Dituangkan ke dalam
cawan petri steril volume @20-25ml, dibiarkan pada suhu ruang sampai
memadat. Inkubasi dari total jumlah media (5%) pada suhu 37°C selama
18-24 jam. Setelah steril, media tersebut bisa langsung digunakan untuk
menguji ekstrak daun mengkudu terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus ATCC 25922.
9. Uji Aktivitas Antibakteri secara In Vitro
Suspensi kekeruhan Staphylococcus aureus ATCC 25922 yang
setara dengan 108 CFU/ml, diambil dengan menggunakan lidi kapas steril.
Kemudian dioleskan secara merata di atas media Mueller Hinton Agar
steril.
Ekstrak daun mengkudu dengan berbagai konsentrasi (5%, 10%,
20%, 40%, 80%), kontrol negatif dan kontrol positif ditambahkan disk
blank sebanyak 6 biji. Kemudian disk yang telah mengandung ekstrak
daun mengkudu dengan berbagai konsentrasi, kontol negatif, dan kontrol
positif diletakkan di atas media Mueller Hinton Agar yang telah berisi
39
suspensi Staphylococcus aureus ATCC 25922, dan diinkubasi dalam
inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.
10. Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah
bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau
bahan antibakteri lainnya yang digunakan sebagai bahan uji yang
dinyatakan dengan lebar diameter zona hambat. Diameter zona hambat
dihitung dalam satuan millimeter (mm) menggunakan jangka sorong.
Kemudian diameter zona hambat tersebut dikategorikan kekuatan daya
antibakterinya berdasarkan penggolongan Davis and Stout, yaitu sebagai
berikut:
a. Diameter zona bening 20 mm atau lebih artinya daya hambat sangat
kuat.
b. Diameter zona bening 10 – 20 mm artinya daya hambat kuat.
c. Diameter zona bening 5 – 10 mm artinya daya hambat sedang.
d. Diameter zona bening 2 – 5 mm artinya daya hambat lemah.
H. Analisis Data
1. Analisis deskriptif adalah analisis untuk memberikan gambaran tentang
data penelitian yang diuraikan secara deskriptif kualitatif dan disajikan
dalam bentuk tabel.
2. Uji Normalitas dan Homogenitas
a. Uji Normalitas dengan Saphiro-Wilk oleh karena besar sampel
penelitian <30.
b. Uji Homogenitas dengan Levene’s Test.
40
3. Uji one way anova (analisa varian satu arah) untuk mengetahui adanya
perbedaan antara ekstrak daun mengkudu pada masing-masing konsentrasi
dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
4. Uji Post Hoc (Games-Howell) untuk menentukan perbedaan pada masing-
masing konsentrasi ekstrak daun mengkudu.
41
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Uji Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus
Tabel 4.1 Hasil pengukuran diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus (mm)
Pengulangan
Kontrol
Negatif
Kontrol
Positif 5% 10% 20% 40% 80%
1 0 21 0 29 12 10 0
2 0 21 0 14 10 0 0
3 0 21 0 14 10 9 0
4 0 21 0 12 11 0 0
5 0 21 0 11 11 0 0
Jumlah 0 105 0 80 54 19 0
Rerata 0 21 0 16 10.8 3.8 0
Penggolongan
(Davis and
Stout)
- Sangat
Kuat - Kuat Kuat Lemah -
Tabel 4.1 menunjukkan hasil bahwa rerata diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus tertinggi yaitu dengan kontrol positif antibiotik
Ceftazidime 30µg (BBL 231632). Konsentrasi hambat optimal ekstrak daun
mengkudu terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 10%.
B. Analisis Data Statistik
Uji analisis menggunakan metode one way anova dengan tingkat
kemaknaan 95% atau α=0,05. Sebelum dilakukan uji one way anova, dilakukan
uji normalitas dan homogenitas.
42
Tabel 4.2 Hasil uji normalitas diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus
Konsentrasi Shapiro-Wilk
Statistic df Sig.
10% 0,795 5 0,074
20% 0,881 5 0,314
40% 0,851 5 0,198
a. diameter is constant when jenis = kontrol negatif. It has been omitted.
b. diameter is constant when jenis = kontrol positif. It has been omitted.
c. diameter is constant when jenis = 5%. It has been omitted.
d. diameter is constant when jenis = 80%. It has been omitted.
Hasil tabel 4.2 didapatkan nilai signifikan untuk ekstrak daun
mengkudu konsentrasi 10% adalah 0,074. Nilai signifikan untuk ekstrak daun
mengkudu konsentrasi 20% adalah 0,314. Nilai signifikan untuk ekstrak daun
mengkudu 40% adalah 0,198. Dapat disimpulkan diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus terdistribusi normal (p>0,05). Tidak didapatkan hasil
untuk ekstrak dengan kosentrasi 5% dan 80% serta kontrol negatif dan kontrol
positif.
Tabel 4.3 Hasil uji homogenitas diameter zona bening bakteri
Staphylococcus aureus
Levence statistic df1 df2 Sig.
4,138 2 12 0,043
Hasil tabel 4.3 menunjukkan bahwa 0,043<0,05 sehingga dapat
disimpulkan diameter zona hambat bakteri Staphylococcus aureus mempunyai
varian yang berbeda (p<0,05). Selanjutnya dilakukan uji one way anova untuk
mengetahui perbedaan rerata tujuh kelompok tersebut (kontrol positif, kontrol
negatif, dan ekstrak daun mengkudu).
43
Tabel 4.4 Hasil uji one way anova diameter zona hambat bakteri Staphylococcus
aureus
No. Kelompok N Rerata Simpang Baku Sig.
1
2
3
4
5
6
7
Kontrol negatif 5 0 0
0,00
Kontrol positif 5 21,0 0
5% 5 0 0
10% 5 16 3,30151
20% 5 10,8 0,37417
40% 5 3,8 2,33238
80% 5 0 0
Hasil tabel 4.4 menunjukkan bahwa zona hambat terluas yaitu kontrol
positif berupa antibiotik Ceftazidime 30µg (BBL 231632). Ekstrak daun
mengkudu dengan konsentrasi 10% memiliki zona hambat yang lebih luas
dibandingkan kelompok lainnya. Uji one way anova dengan tingkat kemaknaan
a=0,05 menunjukkan perbedaan rerata yang signifikan p=0,00 (p<0,05).
Selanjutnya untuk mengetahui kelompok mana saja yang berbeda, dilakukan uji
post hoc Games-Howell.
Tabel 4.5 Hasil Uji post hoc (Games-Howell) diameter zona hambat bakteri
Staphylococcus aureus
Konsentrasi Beda Rerata P
Etanol kontrol (-) Ceftazidime kontrol (+)
Ekstrak daun mengkudu 5%
Ekstrak daun mengkudu 10%
Ekstrak daun mengkudu 20%
Ekstrak daun mengkudu 40%
Ekstrak daun mengkudu 80%
-21,00000
0,00000
-16,00000
-10,80000
-3,80000
0,00000
-
-
0,055
0,000
0,681
-
Ceftazidime
kontrol (+)
Etanol kontrol (-)
Ekstrak daun mengkudu 5%
Ekstrak daun mengkudu 10%
Ekstrak daun mengkudu 20%
Ekstrak daun mengkudu 40%
Ekstrak daun mengkudu 80%
21,00000
21,00000
5,00000
10,20000*
17,20000*
21,00000
-
-
0,733
0,000
0,013
-
44
Ekstrak daun
mengkudu 5%
Etanol kontrol (-)
Ceftazidime kontrol (+)
Ekstrak daun mengkudu 10%
Ekstrak daun mengkudu 20%
Ekstrak daun mengkudu 40%
Ekstrak daun mengkudu 80%
0,00000
-21,00000
-16,00000
-10,80000*
-3,80000
0,00000
-
-
0,055
0,000
0,681
-
Ekstrak daun
mengkudu 10%
Etanol kontrol (-)
Ceftazidime kontrol (+)
Ekstrak daun mengkudu 5%
Ekstrak daun mengkudu 20%
Ekstrak daun mengkudu 40%
Ekstrak daun mengkudu 80%
16,00000
-5,00000
16,00000
5,20000
12,20000
16,00000
0,055
0,733
0,055
0,710
0,152
0,055
Ekstrak daun
mengkudu 20%
Etanol kontrol (-)
Ceftazidime kontrol (+)
Ekstrak daun mengkudu 5%
Ekstrak daun mengkudu 10%
Ekstrak daun mengkudu 40%
Ekstrak daun mengkudu 80%
10,80000*
-10,20000*
10,80000*
-5,20000
7,00000
10,80000*
0,000
0,000
0,000
0,710
0,226
0,000
Ekstrak daun
mengkudu 40%
Etanol kontrol (-)
Ceftazidime kontrol (+)
Ekstrak daun mengkudu 5%
Ekstrak daun mengkudu 10%
Ekstrak daun mengkudu 20%
Ekstrak daun mengkudu 80%
3,80000
-17,20000*
3,80000
-12,20000
-7,00000
3,80000
0,681
0,013
0,681
0,152
0,226
0,681
Ekstrak daun
mengkudu 80%
Etanol kontrol (-)
Ceftazidime kontrol (+)
Ekstrak daun mengkudu 5%
Ekstrak daun mengkudu 10%
Ekstrak daun mengkudu 20%
Ekstrak daun mengkudu 40%
0,00000
-21,00000
0,00000
-
-
-
-16,0000
-10,80000*
-3,80000
0,055
0,000
0,681
*tingkat kemaknaan p<0,05
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui perbedaan antara
kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya dengan melihat nilai sig. (p).
perbedaan kelompok yang signifikan diperoleh nilai sig<0,05. Hasil menunjukkan
bahwa ekstrak daun mengkudu dengan konsentrasi 10%, 20% dan 40% mampu
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, dengan 10% sebagai
konsentrasi optimal.
45
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, data menunjukkan bahwa
ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) 10%, 20%, dan 40% mempunyai
daya hambat antibakteri Staphylococcus aureus. Ekstrak daun mengkudu
(Morinda citrifolia L.) konsentrasi 10% merupakan konsentrasi optimal,
ditunjukkan dengan memiliki diameter zona hambat paling besar dibanding
dengan konsentrasi ekstrak lainnya.
Bakteri gram positif memiliki kandungan lipid yang rendah yaitu hanya
sebesar 1- 4% apabila dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Bakteri gram
positif hanya memiliki satu lapis membran peptidoglikan yang tebal (Lingga dan
Rustama 2010). Hal tersebut yang menyebabkan pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dapat dihambat oleh ekstrak daun mengkudu yang
mengandung zat antibakteri.
Zat aktif yang terkandung dalam ekstrak daun mengkudu (Morinda
citrifolia L.) berdasarkan hasil uji skrining fitokimia yaitu minyak atsiri, saponin,
triterpenoid, fenol, tannin, dan glikosida berfungsi sebagai antibakteri. Masing-
masing zat aktif tersebut menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
dengan mekanisme yang berbeda-beda.
Komponen kimia yang dapat digunakan sebagai sumber obat antibakteri
salah satunya adalah minyak atsiri. Minyak atsiri mengandung senyawa-senyawa
volatil seperti golongan monoterpen dan sesquiterpen. Berdasarkan penelitian
senyawa golongan tersebut bersifat antibakteri (Emamghoreishi 2005 cit. Dewi
46
dkk. 2013). Minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi dua komponen yaitu
golongan hidrokarbon dan golongan hidrokarbon teroksigenasi (Parwata dan
Dewi 2008). Menurut Heyne (1987 cit. Parwata dan Dewi 2008), senyawa-
senyawa turunan hidrokarbon teroksigenasi (fenol) memiliki daya antibakteri
yang kuat.
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk
dalam kelompok metabolit sekunder. Penggolongan glikosida berdasarkan
aglikonnya adalah glikosida saponin, glikosida fenol, glikosida flavonol, dll.
Mekanisme fenol sebagai agen antibakteri adalah meracuni protoplasma,
merusak dan menembus dinding serta mengendapkan protein sel bakteri. Senyawa
fenolik bermolekul besar mampu menginaktifkan enzim esensial di dalam sel
bakteri meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah. Fenol dapat
menyebabkan kerusakan pada sel bakteri, denaturasi protein, menginaktifkan
enzim dan menyebabkan kebocoran sel (Moeljantoro 2004).
Saponin merupakan glukosida yang larut dalam air dan etanol, tetapi tidak
larut dalam eter. Saponin bekerja sebagai antibakteri dengan mengganggu
stabilitas membran sel bakteri sehingga menyebabkan sel bakteri lisis, jadi
mekanisme kerja saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang
mengganggu permeabilitas membran sel bakteri, yang mengakibatkan kerusakan
membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam
sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Ganiswarna 1995).
Senyawa terpena atau triterpenoid memiliki aktivitas antibakteri dengan
mekanisme pengerusakan membran oleh senyawa lipofilik (Cowan 1999).
Kerusakan membran sel dapat terjadi ketika senyawa aktif antibakteri bereaksi
47
dengan sisi aktif dari membran atau dengan melarutkan konsituen lipid dan
meningkatkan permeabilitasnya. Membran sel bakteri terdiri dari fosfolipid dan
molekul protein. Akibat peningkatan permeabilitas, senyawa antibakteri dapat
masuk ke dalam sel. Ketika di dalam sel, senyawa tersebut dapat melisis membran
sel atau mengkoagulasi sitoplasma dari sel bakteri tersebut (Banwart 1981).
Tannin biasa terdapat pada tumbuhan berpembuluh. Zat ini mampu
bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tidak larut dalam air.
Keberadaan tannin dalam sel mengganggu penyerapan protein oleh cairan tubuh
karena menghambat proteolitik menguraikan protein menjadi asam amino
(Harborne 1996 cit. Lingga dkk. 2010). Tannin bekerja sebagai zat antibakteri
dengan tiga mekanisme. Mekanisme pertama yaitu berperan sebagai astrigen
yaitu zat yang dapat menciutkan. Hal ini dikarenakan tannin mampu berikatan
membentuk kompleks dengan enzim bakteri ataupun substrat. Mekanisme kedua
yaitu dengan memasuki sel bakteri. Tannin mampu masuk kedalam sel bakteri
melalui dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan
(murein) dan teichoic acids yang memungkinkan tannin masuk ke dalamnya.
Mekanisme ketiga yaitu dengan membentuk kompleks dengan ion metal.
Mayoritas tannin memiliki lebih dari dua grup o-difenol pada molekulnya yang
mampu membuat ikatan ion – ion metal seperti Cu dan Fe. Tannin mereduksi
ketersediaan ion metal esensial untuk mikroorganisme (Scalbert 1991 cit.
Sumarno 2010).
Tidak diketahui secara pasti bahan manakah yang memiliki peran paling
besar dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, bahan aktif
48
tersebut dapat bekerja sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menghambat
bakteri Staphylococcus aureus.
Berdasarkan penelitian Purba (2007 cit. Diassanti 2011) bahwa daun
mengkudu (Morinda citrifolia L.) memiliki kandungan saponin, flavonoid,
polifenol, tannin, dan triterpen. Zat aktif tersebut bersifat bakterisidal dan
memiliki metode tersendiri dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. Sedangkan berdasarkan penelitian ini, zat aktif yang
terkandung dalam ekstrak daun mengkudu berdasarkan hasil uji skrining fitokimia
yaitu minyak atsiri, saponin, triterpenoid, fenol, tannin, dan glikosida
Hasil dapat berbeda karena tidak ada standarisasi pembuatan ekstrak bahan
alam sehingga apabila dilakukan pembuatan ekstrak di laboratorium yang
berbeda, terjadi hasil yang berbeda pula. Selain itu, adanya variasi biologis,
misalnya darimana asal daun mengkudu yang digunakan, juga bisa mempengaruhi
jumlah kandungan bahan aktif yang ada. Faktor lain yang bisa mempengaruhi
penelitian ini adalah lamanya penyimpanan ekstrak. Semakin lama ekstrak
tersebut disimpan, maka sensitifitas ekstrak biasanya akan menurun. Untuk
aplikasi secara klinis dari penelitian ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut
mengenai standarisasi bahan aktif apa saja yang dapat digunakan dan berapa
konsentrasi yang efektif sebagai antibakteri (Diassanti 2011).
Pada umumnya, diameter zona hambat cenderung meningkat sebanding
dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Tetapi ada penurunan luas zona
hambat pada konsentrasi yang lebih besar yaitu pada konsentrasi 80%. Hal ini
dapat terjadi karena perbedaan kecepatan difusi ekstrak daun mengkudu pada
media agar.
49
Menurut Jawetz perbedaan struktur dinding sel menentukan penetrasi,
ikatan dan aktivitas senyawa antibakteri. Staphylococcus aureus memiliki struktur
dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, lipid sejumlah 2%, dan dinding
sel mengandung polisakarida (asam teikoat). Asam teikoat merupakan polimer
yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transport ion positif untuk keluar atau
masuk. Sifat larut air inilah yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram
positif bersifat polar sedangkan senyawa pada ekstrak daun mengkudu
merupakan bagian yang bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan
peptidoglikan yang bersifat polar sehingga menyebabkan aktivitas penghambatan
bakteri.
Dengan melihat fakta hasil penelitian yakni penurunan jumlah koloni
Staphylococcus aureus adanya bukti – bukti penelitian terkait serta analisis one
way anova bahwa ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) mengandung
bahan aktif yang mempunyai efek sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus. Maka dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun mengkudu (Morinda
citrifolia L.) terbukti memiliki efek antibakteri yang dapat menghambat
pertumbuhan dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini
membuktikan bahwa hipotesis yang telah disusun sebelumnya terbukti.
50
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa ekstrak daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) dapat menghambat
pertumbuhan Staphylococcus aureus sebagai penyebab abses periodontal
secara in vitro dengan konsentrasi optimal sebesar 10%.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti dapat
memberikan saran sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penyebaran informasi mengenai manfaat dari bahan alami,
khususnya daun mengkudu (Morinda citrifolia L.) sebagai salah satu obat
antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus
sebagai penyebab terjadinya abses periodontal.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh variasi biologis
tumbuhnya tanaman mengkudu dengan kandungan konsentrasi zat
aktifnya serta penelitian mengenai lamanya penyimpanan ekstrak dengan
dengan keefektifan ekstrak.
3. Perlu dibuatkan standarisasi pembuatan ekstrak bahan alam sehingga tidak
terjadi perbedaan apabila dilakukan pembuatan ekstrak di laboratorium
yang berbeda.
51
4. Perlu studi lebih lanjut tentang farmakokinetik, farmakodinamik, toksisitas
dan efek ekstrak ini pada hewan coba lain dan tahap-tahap penemuan obat.
5. Perlu dilakukan penelitian mengenai cara ekstraksi lain yang lebih baik
dalam mengambil zat aktif dalam daun mengkudu (Morinda citrifolia L.).
52
DAFTAR PUSTAKA
Baga, I., Sanarto, Gunawan T.A. 2011, Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kulit
Mangga (Mangifera indica L) terhadap Staphylococcus aureus secara In
Vitro, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bangun, A.P., Sarwono, B. 2002, Mengenal Mengkudu, Agro Media Pustaka,
Jakarta.
Banwart, G. J. 1981, Basic Food Microbiology, Mikrobiologi Kedokteran,
Salemba Media, hlm. 318-326, Jakarta.
Brooks, G.F., Butel, J.S., Morse, S.A. 2005, Mikrobiologi Kedokteran,
Penerjemah: Mudihardi, E., Kuntaman, Wasito, E.B., Salemba Medika,
Jakarta.
Cowan M.M., 1999, Plant Product as Antimicrobial Agents, Clinical
Microbiology Reviews, hlm. 564-582. 13.
Dahlen, G. 2000, „Microbiology and treatment of dental abscesses and
periodontalendodontics lesion‟, J.Periodontology, Ed. ke-28, hlm. 206-
239.
Dalimartha, S. 2006, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Puspa Swara, Jakarta.
DeLeo, F.R., Diep, B.A., Otto, M. 2009, „Host defense and pathogenesis in
Staphylococcus aureus infections‟, J Dent, vol. 23, no. 1, hlm. 17-34.
Dewi, S.M., Handayani, N., Ngaisah, S., Setyowati, E.N. 2013, „Aktivitas
Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper Crocatumruiz &
Pav.)‟, ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia, vol. 9, no. 2, hlm. 33-40.
Diassanti, A. 2011, Uji Ekstrak Etanol Daun Mengkudu (Morinda citrifolia)
sebagai Antimikroba terhadap Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA) Secara In Vitro, Skripsi, Universitas Brawiijaya, Malang.
Eley, B.M., Manson, J.D. 2004, Periodontics, Ed. ke-5, Elsivier, Philadelphia.
Fischetti, A.V., Novick, R.P., Ferreti, J.J., Portnoy, D.A., and Rood, J.I. 2000.
Gram Positif, ASM Press. Washington DC.
Ganiswarna, S. 1995, Farmakologi dan Terapi, Ed. Ke-4. Penerbit UI, Jakarta.
Goreti, M. 2008, Sehat dengan Mengkudu, STP, Jakarta.
53
Harborne. 1996, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan, Penerjemah: K. Padmawinata dan I. Soediro, Penerbit ITB,
Bandung.
Hayati, K., 2009, Efek Anti Bakteri Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap
Staphylococcus aureus yang Diisolasi dari Denture Stomatitis (Penelitian
In Vitro), Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Herrera, D., Roldan, S., Sanz, M. 2000, „The Periodontal Abscess: a review’.
Journal of Clinical Peridontology, vol. 27, hlm. 377-386.
Jawetz, E., Melnick, J.L., Adelberg, E.A., Brooks, G.F., Butel, J.S. dan Ornston,
L.N. 2000. Mikrobiologi Kedokteran. Ed. ke-21, Penerjemah : Nugroho &
R.F.Maulany, EGC, Jakarta.
Kameswai M.S., Mahatmi, H., Besung, N.K. 2013, „Perasan daun mengkudu
(Morinda citrifolia) menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli
secara In Vitro’, Indonesia Medicus Veterinus, vol. 2, no. 2, hlm. 216-224.
Kusuma, S.A.F. 2009, Staphylococcus aureus, Tesis, Universitas Padjajaran,
Bandung.
Linde, J, Karring, T, Lang, N.P. 2006, Clininical periodontology and implant
dentistry, Ed. ke-4, Blackwell Publishing Company, USA.
Lingga, M.E., Rustama, M.M. 2010, Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak Air
dan Etanol Bawang Putih (Allium sativum L) terhadap Bakteri Gram
Negatif dan Gram Positif yang Diisolasi dari Udang Dogol (Matapenaeus
monoceros), Udang Lobster (Panulirus sp), dan Udang Rebon (Mysis dan
Acetes), Skripsi, Universitas Padjajaran, Bandung.
Lowy, F.D. 2003. Staphylococcus aureus Infection, J Med, England.
Martinez, B., Ruiz, F. 2005, „Peridontal disease as bacterial infection‟.
Periodontal Implant, vol. 17 no. 3, hlm. 111-118.
Michael. 2013, Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Teh Hijau (Camellia
sinensis) yang Diperoleh dengan Metode Soxhletasi terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara In Vitro, Skripsi,
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Moeljantoro. 2004, Khasiat dan Manfaat Daun Sirih, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Mpila, D.A., Fatimawali, Wiyono, W.I. 2012, „Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol Daun Mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth)‟, hlm. 13-21.
Newman, M.G., Takei, H.H., Kiokkevold, P.R. 2006, Clinical Periodontology,
Ed. ke-10, Saunders Elsevier, China.
54
Notoatmodjo, S. 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Ed. 2, PT. Rineka Cipta,
Jakarta.
Nugroho, B.A. 2005, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan
SPSS, Penerbit Andi, Yogykarta.
Parwata, O.A. dan Dewi, F.S. 2008, „Isolasi dan uji aktivitas antibakteri minyak
atsiri dari rimpang lengkuas (Alpinia galanga L)‟, Jurnal Kimia 2, vol. 2,
hlm. 100-104.
Radji, Maksum. 2011, Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi &
Kedokteran, EGC, Jakarta.
Radmila, O.R., Draginja, K.B., Vesna, B.R. 2008, „The therapy of periodontal
abscess‟. Acta Stomatologica Naissi, vol. 24, no.5, hlm. 775-780.
Ribka, Dewi. 2011, Pengaruh Pemberian Daun Mengkudu dan Daun Nimba
terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus) (Isoptera; Rhinotermi) Di
Laboratorium, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Robinson, T. 1995, Kandungan organik tumbuhan tinggi, Ed. Ke-6. Penerjemah:
Padmawinata K. Penerbit ITB, Bandung.
Rukmana, R. 2002, Mengkudu Budi Daya dan Prospek Agribisnis, Kanisius,
Yogyakarta.
Santoso B.H. 2008, Ragam dan Khasiat Tanaman Obat, Agro Media Pustaka,
Jakarta.
Sarwono, Jonathan. 2006, Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS, Penerbit
Andi, Yogyakarta.
Sasea, A., Lampus, B.S., Supit, A. 2013, „Gambaran status kebersihan rongga
mulut dan status gingival pada mahasiswa dengan gigi berjejal‟, Jurnal e-
GiGi (eG), vol. 1, no. 1, hlm. 52-58.
Siregar, Fitriani, D. 2011, Abses Periodontal, Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Sitepu dan Josua. 2012. Perbandingan Efektifitas Daya Hambat terhadap
Staphylococcus Aureus dari Berbagai Jenis Ekstrak Buah Mengkudu
(Morinda Citrofolia Liin) ( In vitro), Skripsi, Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Sukandar, D., Radiastuti, N., Utami, S. 2010, Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Butanol Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L), Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
55
Sumarno, Soemantri, B., Wahyu, J. 2010, Efek Antibakteri Ekstrak Daun Jambu
Biji (Psidium guajava Lamk.) terhadap Staphylococcus aureus Secara In
Vitro, Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang.
Trihendradi, Cornelius. 2006, Langkah Mudah Menguasai Analisis Statistik
Menggunakan SPSS, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Warsa, U.C. 2000. Staphylococcus dalam Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran.
Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Jakarta.
Widagdo, Y., Sulistiawati, N., Laksmi, D., „Kondisi pH saliva penderita gingivitis
anak usia gigi bercampur‟, Interdental Jurnal Kedokteran Gigi, vol. 5, no.
2, hlm. 107-112.
53
LAMPIRAN
Dokumentasi Penelitian
1. Persiapan Sampel
Daun Mengkudu Daun Mengkudu diiris kecil-kecil
Serbuk Daun Mengkudu setelah diblender Daun Mengkudu dikeringkan
54
2. Proses Ekstraksi Daun Mengkudu
Penyaringan Ekstrak Penguapan Ekstrak
Ekstrak Daun Mengkudu
3. Skrining Fitokimia Ekstrak Daun Mengkudu
Larutan Uji M Wagner Alkaloid (-) Bouchardat Alkaloid (-)
Meyer Alkaloid (-) Dragendorff Alkaloid (-) Forth Saponin (-)
55
Foam Saponin (+) Steroid (-) Fenol (+)
Tannin (+) Glikosida (+) Flavonoid (-)
4. Uji Aktivitas Antibakteri
Persiapan Alat dan Bahan Larutan uji Kirby Bauer
Pembuatan Larutan Uji (5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%)
56
Pengolesan bakteri pada media Penempelan disc blank pada media
Media yang sudah terisi disc blank Media di dalam inkubator
57
Hasil Uji Kirby Bauer
Pengukuran diameter zona hambat dengan jangka sorong
58
Hasil uji SPSS
Tests of Normality
b,c,d,e
jenis
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
diameter 10% ,407 5 ,007 ,711 5 ,012
20% ,231 5 ,200* ,881 5 ,314
40% ,367 5 ,027 ,715 5 ,014
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. diameter is constant when jenis = kontrolnegatif. It has been omitted. c. diameter is constant when jenis = kontrolpositif. It has been omitted. d. diameter is constant when jenis = 5%. It has been omitted. e. diameter is constant when jenis = 80%. It has been omitted.
Test of Homogeneity of Variance
a,b,c,d
Levene Statistic df1 df2 Sig.
diameter Based on Mean 4,138 2 12 ,043
Based on Median ,815 2 12 ,466
Based on Median and with adjusted df
,815 2 7,806 ,477
Based on trimmed mean 3,233 2 12 ,075
a. diameter is constant when jenis = kontrolnegatif. It has been omitted. b. diameter is constant when jenis = kontrolpositif. It has been omitted. c. diameter is constant when jenis = 5%. It has been omitted. d. diameter is constant when jenis = 80%. It has been omitted.
59
Descriptives
diameter
N Mean Std. Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
kontrol negatif 5 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00
kontrol positif 5 21,0000 ,00000 ,00000 21,0000 21,0000 21,00 21,00
5% 5 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00
10% 5 16,0000 7,38241 3,30151 6,8335 25,1665 11,00 29,00
20% 5 10,8000 ,83666 ,37417 9,7611 11,8389 10,00 12,00
40% 5 3,8000 5,21536 2,33238 -2,6757 10,2757 ,00 10,00
80% 5 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00
Total 35 7,3714 8,69106 1,46906 4,3859 10,3569 ,00 29,00
Test of Homogeneity of Variances
diameter
Levene Statistic df1 df2 Sig.
8,657 6 28 ,000
Multiple Comparisons
Dependent Variable:diameter
(I) jenis (J) jenis Mean
Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LSD kontrol negatif kontrol positif -21,00000* 2,16992 ,000 -25,4449 -16,5551
5% ,00000 2,16992 1,000 -4,4449 4,4449
10% -16,00000* 2,16992 ,000 -20,4449 -11,5551
20% -10,80000* 2,16992 ,000 -15,2449 -6,3551
40% -3,80000 2,16992 ,091 -8,2449 ,6449
80% ,00000 2,16992 1,000 -4,4449 4,4449
kontrol positif kontrol negatif 21,00000* 2,16992 ,000 16,5551 25,4449
5% 21,00000* 2,16992 ,000 16,5551 25,4449
10% 5,00000* 2,16992 ,029 ,5551 9,4449
20% 10,20000* 2,16992 ,000 5,7551 14,6449
40% 17,20000* 2,16992 ,000 12,7551 21,6449
80% 21,00000* 2,16992 ,000 16,5551 25,4449
5% kontrol negatif ,00000 2,16992 1,000 -4,4449 4,4449
kontrol positif -21,00000* 2,16992 ,000 -25,4449 -16,5551
10% -16,00000* 2,16992 ,000 -20,4449 -11,5551
20% -10,80000* 2,16992 ,000 -15,2449 -6,3551
40% -3,80000 2,16992 ,091 -8,2449 ,6449
80% ,00000 2,16992 1,000 -4,4449 4,4449
10% kontrol negatif 16,00000* 2,16992 ,000 11,5551 20,4449
kontrol positif -5,00000* 2,16992 ,029 -9,4449 -,5551
5% 16,00000* 2,16992 ,000 11,5551 20,4449
20% 5,20000* 2,16992 ,023 ,7551 9,6449
60
40% 12,20000* 2,16992 ,000 7,7551 16,6449
80% 16,00000* 2,16992 ,000 11,5551 20,4449
20% kontrol negatif 10,80000* 2,16992 ,000 6,3551 15,2449
kontrol positif -10,20000* 2,16992 ,000 -14,6449 -5,7551
5% 10,80000* 2,16992 ,000 6,3551 15,2449
10% -5,20000* 2,16992 ,023 -9,6449 -,7551
40% 7,00000* 2,16992 ,003 2,5551 11,4449
80% 10,80000* 2,16992 ,000 6,3551 15,2449
40% kontrol negatif 3,80000 2,16992 ,091 -,6449 8,2449
kontrol positif -17,20000* 2,16992 ,000 -21,6449 -12,7551
5% 3,80000 2,16992 ,091 -,6449 8,2449
10% -12,20000* 2,16992 ,000 -16,6449 -7,7551
20% -7,00000* 2,16992 ,003 -11,4449 -2,5551
80% 3,80000 2,16992 ,091 -,6449 8,2449
80% kontrol negatif ,00000 2,16992 1,000 -4,4449 4,4449
kontrol positif -21,00000* 2,16992 ,000 -25,4449 -16,5551
5% ,00000 2,16992 1,000 -4,4449 4,4449
10% -16,00000* 2,16992 ,000 -20,4449 -11,5551
20% -10,80000* 2,16992 ,000 -15,2449 -6,3551
40% -3,80000 2,16992 ,091 -8,2449 ,6449
Games-Howell kontrol negatif kontrol positif -21,00000 ,00000 . -21,0000 -21,0000
5% ,00000 ,00000 . ,0000 ,0000
10% -16,00000 3,30151 ,055 -32,4644 ,4644
20% -10,80000* ,37417 ,000 -12,6659 -8,9341
40% -3,80000 2,33238 ,681 -15,4314 7,8314
80% ,00000 ,00000 . ,0000 ,0000
kontrol positif kontrol negatif 21,00000 ,00000 . 21,0000 21,0000
5% 21,00000 ,00000 . 21,0000 21,0000
10% 5,00000 3,30151 ,733 -11,4644 21,4644
20% 10,20000* ,37417 ,000 8,3341 12,0659
40% 17,20000* 2,33238 ,013 5,5686 28,8314
80% 21,00000 ,00000 . 21,0000 21,0000
5% kontrol negatif ,00000 ,00000 . ,0000 ,0000
kontrol positif -21,00000 ,00000 . -21,0000 -21,0000
10% -16,00000 3,30151 ,055 -32,4644 ,4644
20% -10,80000* ,37417 ,000 -12,6659 -8,9341
40% -3,80000 2,33238 ,681 -15,4314 7,8314
80% ,00000 ,00000 . ,0000 ,0000
10% kontrol negatif 16,00000 3,30151 ,055 -,4644 32,4644
kontrol positif -5,00000 3,30151 ,733 -21,4644 11,4644
5% 16,00000 3,30151 ,055 -,4644 32,4644
20% 5,20000 3,32265 ,710 -11,1454 21,5454
40% 12,20000 4,04228 ,152 -3,6918 28,0918
80% 16,00000 3,30151 ,055 -,4644 32,4644
20% kontrol negatif 10,80000* ,37417 ,000 8,9341 12,6659
kontrol positif -10,20000* ,37417 ,000 -12,0659 -8,3341
5% 10,80000* ,37417 ,000 8,9341 12,6659
10% -5,20000 3,32265 ,710 -21,5454 11,1454
40% 7,00000 2,36220 ,226 -4,4708 18,4708
80% 10,80000* ,37417 ,000 8,9341 12,6659
40% kontrol negatif 3,80000 2,33238 ,681 -7,8314 15,4314
61
kontrol positif -17,20000* 2,33238 ,013 -28,8314 -5,5686
5% 3,80000 2,33238 ,681 -7,8314 15,4314
10% -12,20000 4,04228 ,152 -28,0918 3,6918
20% -7,00000 2,36220 ,226 -18,4708 4,4708
80% 3,80000 2,33238 ,681 -7,8314 15,4314
80% kontrol negatif ,00000 ,00000 . ,0000 ,0000
kontrol positif -21,00000 ,00000 . -21,0000 -21,0000
5% ,00000 ,00000 . ,0000 ,0000
10% -16,00000 3,30151 ,055 -32,4644 ,4644
20% -10,80000* ,37417 ,000 -12,6659 -8,9341
40% -3,80000 2,33238 ,681 -15,4314 7,8314
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
62
63
64