PENGARUH EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH,...
Transcript of PENGARUH EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH,...
PENGARUH EFEKTIVITAS PENDAPATAN ASLI DAERAH, EFISIENSI
KEUANGAN DAERAH DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH
TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN ANGGARAN 2010-2014
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-Syarat
Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
SITI YULIANAH NIM. 1112084000047
PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017/1438H
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Siti Yulianah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang, 10 Juli 1994
3. Alamat
: Jl. Adi Sucipto RT 01/RW 04 No.12
Kecamatan Benda Kelurahan Pajang,
Kota Tangerang- Banten 15124
4. Telepon : 085715616368
5. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1. TK Ekadyasa 01 Tahun 1999 – 2000
2. SD Negeri Pegadungan 01 Pagi Tahun 2000 – 2006
3. SMP Negeri 169 Jakarta Tahun 2006 – 2009
4. SMA Negeri 84 Jakarta Tahun 2009 – 2012
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 – 2017
III. SEMINAR DAN WORKSHOP
1. Seminar Nasional “Mewujudkan Lembaga Keuangan Mikro Yang
Berdaya Saing Dalam Menghadapi MEA 2015”, Social Trust Fund
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sosialisasi Portal “Anti Corruption Clearing House” dengan tema
ii
Langkah Cerdas Cegah Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi
bekerjasama dengan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Seminar Nasional “Tantangan dan Prospek Mahasiswa dalam
Mencegah Penyalahgunaan Narkoba di Lingkungan Kampus dan
Masyarakat”, Satgas Gan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dialog Jurusan dan Seminar Konsentrasi, HMJ IESP UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
IV. PENGALAMAN ORGANISASI
1.
Tahun 2013 menjadi anggota HMJ IESP UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta devisi humas.
V. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : Ruslan
2. Tempat, Tanggal Lahir : Purwokerto, 12 November 1967
3. Ibu : Sutampi
4. Tempat, Tanggal Lahir : Bojonegoro, 25 Juli 1968
5. Alamat
: Jl. Adi Sucipto RT01/RW04 No. 12
Kecamatan Benda, Kelurahan Pajang
Kota Tangerang-Banten, 15124
6. Anak ke : 2 dari 3 bersaudara
iii
ABSTRACT
The aims of this study to look at the influence of Ratio of Regional
Income Effectivity, Ratio of Regional Income Efficiency and Ratio of
Regional Financial Capability toward Economic Growth which is
representated by Gross Domestic Regional Product in Residence/City
Jawa Barat Province during 2010-2014. This research used Fixed Effect
Panel Data Model.
The result showed of FEM regression showed that 26
Residences/Cities Jawa Barat Province have positive significant influence
at Ratio of Regional Income Effectivity and Ratio of Regional Financial
Capability. However, it has negative significant influence at Ratio of
Regional Income Efficiency toward Economic Growth.
Keywords: Ratio of Regional Income Effectivity, Ratio of Regional
Income Efficiency, Ratio of Regional Financial Capability,
Economic Growth, Regional Income
iv
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi yang
direpresentasikan oleh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2010-2014. Penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis data
panel dan model terpilih adalah Fixed Effect Model (FEM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 26 Kabupaten/Kota Provinsi
Jawa Barat memiliki Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah pengaruh positif signifikan, sedangkan Rasio
Efisiensi Keuangan Daerah memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi.
Kata Kunci: Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah, Rasio Kemandirian Keuangan Daerah,
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT, Rabb semesta alam yang telah memberikan
kita kesempatan hidup di dunia ini dan memberikan nafas yang dengannya kita
dapat merasakan keindahan untuk bisa menyembah-Mu. Sungguh tidak ada
satupun kejadian yang terjadi secara kebetulan, semua sudah terencana, semua
telah ditentukan oleh qadha dan qodar-Nya. Salawat serta Salam tidak lupa kita
curahkan kepada junjungan kita, Baginda Nabi Muhammad SAW semoga kelak
kita mendapat syafa’atnya dihari akhir yang pasti terjadi.
Ilmu yang kita miliki pada haikatnya adalah titipan dari Allah, yang sama
sekali tidak sulit bagi-Nya untuk mengambilnya kembali dari kita. Semoga kita
dimudahkan oleh Allah untuk meraih ilmu yang bisa menjadi penerang dalam
kegelapan dan dapat menjaga ilmu tersebut dengan penuh kerendahan hati. Tidak
ada yang tidak mungkin, selama kita mau berdoa dan berusaha, seperti pepatah
bahasa Arab “Man Jadda Wa Jadda” yang artinya barang siapa yang bersungguh-
sungguh akan mendapatkannya. Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk
mendahului orang lain, tapi untuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan
rekor diri sendiri dan untuk melampaui hari kemarin dengan hari yang lebih baik.
Itulah sepenggal kalimat yang menjadi penggugah demi terselesaikannya skripsi
yang sederhana ini, yang berjudul “Pengaruh Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah, Efisiensi Keuangan Daerah Dan Kemandirian Keuangan Daerah
vi
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran
2010-2014”
Dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan rasa
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda penulis Ruslan dan Ibunda penulis
Sutampi, terimakasih atas kasih sayang, dukungan, doa serta kesabaran
tanpa batas yang telah diberikan kepada penulis semasa penulis hidup.
2. Terima kasih kepada Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
semoga Bapak selalu diberikan kemudahan oleh Allah SWT untuk
mengembangkan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
3. Terima kasih kepada Bapak Arief Fitrijanto, M.Si dan Bapak Rizqon Halal
Syah Aji, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan
Studi Pembangunan atas segala bimbingan, arahan serta ilmu yang telah
diberikan kepada penulis.
4. Terima kasih kepada Bapak Aizirman Djusan, M.Sc., Econ selaku dosen
pembimbing penulis atas waktu, tenaga, pikiran, arahan serta ilmu yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
5. Terima kasih kepada seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
yang telah memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi
penulis selama perkuliahan serta jajaran karyawan dan staff UIN Syarif
vii
Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dan membantu penulis selama
perkuliahan.
6. Sahabat-sahabat di Butiran Debu, dan Ayat-ayat Cinta yang selalu
memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi dan selalu memberikan warna dan keceriaan. Semoga kita akan
selalu menjalin hubungan yang baik dan sukses bersama di kemudian hari.
7. Teman-teman IESP 2012 yang sangat luar biasa yang selalu tolong
menolong satu sama lainya dan menerima satu sama lain dengan segala
perbedaan masing-masing.
8. Temen-teman konsentrasi Otonomi dan Keuangan Daerah angkatan
pertama yang selalu hitz dalam setiap momen dan selalu ramai dalam
segala keadaannya. Terima kasih atas kebersamaan dan kebaikannya
selama ini sehingga bisa menghantarkan penulis sampai pada tahap ini.
9. Terima kasih kepada teman-teman terbaik dan seperjuangan penulis, Nurul
Hidayati, Habibatul Mukarramah, Vinnie Aulia, serta teman-teman di grup
Cherybelle yang selalu memberikan semangat, dukungan, serta
perhatiannya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini.
10. Terima kasih kepada sahabat-sahabat kesayangan penulis, Isma Rahayu,
Alviyanti Herlina, Nanda Putri Pratiwi, dan Nana Nur’aini atas segala
perhatian, dukungan serta doa untuk penulis. Semoga persahabatan kita
tetap terjalin selamanya.
viii
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk
segala do’a dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam membantu
penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Februari 2017
Siti Yulianah
ix
DAFTAR ISI
Cover
Lembar Pengesahan Pembimbing
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................... . i
Abstract .... ........................................................................................................ iii
Abstrak .... ....................................................................................................... iv
Kata Pengantar .............................................................................................. v
Daftar Isi . ........................................................................................................ ix
Daftar Tabel .................................................................................................... xiii
Daftar Grafik dan Gambar ........................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 10
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 10
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 13
A. Otonomi Daerah ................................................................................... 13
B. Keuangan Daerah ................................................................................. 14
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah .................................... 14
2. Penerimaan Daerah ........................................................................ 17
a. Pendapatan Asli Daerah ........................................................... 17
b. Pendapatan Transfer ................................................................. 18
c. Pendapatan Lain Yang Sah ...................................................... 19
3. Pengeluaran Daerah ....................................................................... 19
a. Belanja Langsung ..................................................................... 20
b. Belanja Tidak Langsung .......................................................... 20
x
C. Kinerja Keuangan Daerah .................................................................... 21
1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah ..................................... 25
2. Rasio efisiensi keuangan daerah .................................................... 25
3. Rasio Keserasian ............................................................................ 27
4. Rasio Pertumbuhan ........................................................................ 28
5. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ........................................... 30
D. Pertumbuhan Ekonomi ......................................................................... 32
E. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 42
F. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 52
G. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 55
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 59
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 59
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................... 59
C. Metode Pengumpulan Data .................................................................. 60
D. Metode Analisis Data ........................................................................... 60
1. Metode Data Panel ......................................................................... 61
2. Pemodelan Data Panel.................................................................... 62
3. Pemilihan Model Data Panel .......................................................... 64
a. CEM vs FEM (Uji Chow) ........................................................ 66
b. FEM vs REM (Uji Hausman) .................................................. 67
E. Model Empiris ...................................................................................... 68
F. Uji Asumsi Klasik ................................................................................ 69
1. Uji Multikolinearitas ...................................................................... 70
2. Uji Heteroskedastisitas ................................................................... 71
3. Uji Autokorelasi ............................................................................. 72
4. Uji Normalitas ................................................................................ 73
G. Uji Hipotesis ........................................................................................ 75
1. Uji Koefisien Determinasi (R-Square) ........................................... 75
2. Uji-F ............................................................................................... 76
3. Uji-t ................................................................................................ 77
H. Operasional Variabel Penelitian ........................................................... 78
xi
1. Variabel Dependen ......................................................................... 78
2. Variabel Independen ...................................................................... 79
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 81
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................... 81
B. Analisis dan Pembahasan ..................................................................... 84
1. Analisis Deskriptif ......................................................................... 84
a. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat .................................. 84
b. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat .......................................... 86
C. Analisis Regresi Data Panel ................................................................. 88
1. Estimasi Model Data Panel ............................................................ 88
a. CEM vs FEM (Uji Chow) ........................................................ 88
b. FEM vs REM (Uji Hausman) .................................................. 89
2. Model Empiris ................................................................................ 91
3. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 93
a. Uji Normalitas .......................................................................... 94
b. Uji Multikolinearitas ................................................................ 94
c. Uji Heteroskedastisitas ............................................................. 95
d. Uji Autokorelasi ...................................................................... 96
4. Uji Hipotesis .................................................................................. 97
a. Uji-t .......................................................................................... 97
b. Uji-F ......................................................................................... 99
c. Uji Koefisien Determinasi ....................................................... 100
D. Analisis Ekonomi ................................................................................. 101
1. Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat .................................. 101
2. Pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Jawa Barat ........................................................ 104
3. Pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat .................................. 108
xii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 112
A. Kesimpulan .......................................................................................... 112
B. Saran ..................................................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 115
LAMPIRAN 1 ................................................................................................. 118
LAMPIRAN 2 ................................................................................................. 123
LAMPIRAN 3 ................................................................................................. 134
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa dan Bali 7
1.2 Rincian APBD Provinsi Jawa Barat (Dalam Juta Rupiah) 9
2.1 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan 25
2.2 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan 26
2.3 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah 31
2.4 Ringkasan Penelitian Terdahulu 47
3.1 Uji Durbin-Watson 73
3.2 Operasional Variabel Penelitian 80
4.1 Rincian Demografi Jawa Barat 2010-2014 83
4.2 Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat (dalam juta rupiah) 85
4.3 Hasil Uji Chow 89
4.4 Hasil Uji Hausman 90
4.5 Fixed Effect Model 91
4.6 Nilai Intercept Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat 92
4.7 Correlation Matrix 95
4.8 Hasil Uji Park 96
4.9 Nilai Uji-t 97
4.10 Uji F-Statistik 99
4.11 Uji Koefisien Determinasi 100
xiv
DAFTAR GRAFIK DAN GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Gambar Kerangka Berfikir Penelitian 55
3.1 Gambar Kurva Distribusi Data 75
4.1 Grafik Laju Pertumbuha Ekonomi Jawa Barat 87
4.2 Grafik Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat
menurut Lapangan Usaha
88
4.3 Grafik Uji Normalitas 94
4.4 Grafik Laju Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah 103
4.5 Grafik Laju Rasio efisiensi keuangan daerah 106
4.6 Grafik Laju Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 110
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah runtuhnya Orde Baru, era reformasi di Indonesia telah membawa
perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta ekonomi sehingga
menimbulkan tuntutan yang beragam terhadap pengelolaan pemerintahan yang
baik. Salah satu perubahan besar dalam aspek ekonomi adalah perihal
pemerintahan daerah atau otonomi daerah. Hal tersebut ditandai dengan
diterbitkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Otonomi daerah adalah wewenang yang dimiliki daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus masyarakatnya menurut kehendak sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat, sesuai dengan peraturan UU yang berlaku.
Lebih lanjut, otonomi daerah menurut Undang-undang Nomor 32 tahun
2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemberian otonomi daerah
diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor
publik di Indonesia. Dengan otonomi, daerah dituntut untuk mencari alternatif
sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya
bantuan dan bagian dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai
dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Undang-undang tersebut membuka
2
peluang yang luas bagi daerah untuk mengembangkan dan membangun daerahnya
sesuai dengan kebutuhan dan prioritasnya masing-masing.
Otonomi daerah tersebut diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan
peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi, daerah diharapkan
mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan
keanekaragaman daerah. Tujuan otonomi daerah pada dasarnya diarahkan untuk
memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan
kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta masyarakat, serta
meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara nyata, optimal, terpadu, dan
dinamis, serta bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan terhadap daerah
dan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal atau daerah (Bastian,
2001).
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
otonomi daerah maka otonomi ini dititikberatkan pada daerah kabupaten/kota
karena daerah kabupaten/kota berhubungan langsung dengan masyarakat. Sejak
diberlakukannya tentang pelaksanaan otonomi daerah, maka terjadi perubahan
yang mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah
bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai lembaga
legislatif, terlebih dahulu menentukan Arah Kebijakan Umum (AKU) dan
prioritas anggaran dalam pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja
3
Daerah. AKU dan prioritas anggaran merupakan hasil penjaringan aspirasi
masyarakat sehingga diperoleh kebijakan jangka pendek dan kebijakan jangka
menengah yang berkaitan dengan kebijakan pengelolaan daerah.
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya
dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan
pelaksanaan tugas pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk
menjalankan pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran
serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan
keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-
masing daerah.
Dalam rangka memenuhi pembiayaan pembangunan dan penyelenggaraan
daerah, sumber penerimaan dapat diperoleh dari penerimaan daerah sendiri atau
dapat pula dari luar daerah. Sumber-sumber pendapatan yang dapat dilaksanakan
oleh pemerintah daerah dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari hasil Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tidak lepas dari
kemampuan dalam bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting
dalam menghadapi otonomi daerah. Pemerintah daerah sebagai pihak yang
4
diserahi tugas menjalankan roda pemerintahan, pembangunan dan pelayanan
masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan
daerahnya untuk dinilai apakah pemerintah daerah berhasil menjalankan tugasnya
dengan baik atau tidak.
Lebih lanjut, alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerahnya adalah dengan menggunakan analisis rasio
keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan, yang
diharapkan akan memberikan informasi yang lebih rinci atas hasil interprestasi
mengenai prestasi yang dicapai dan keadaan keuangan daerah. Analisis rasio
keuangan sebagai sumber informasi keuangan sangat bermanfaat apabila angka-
angka rasio daerah tersebut dibandingkan dari tahun ke tahun, dengan
membandingkan angka rasio untuk beberapa periode akan dapat mengetahui
semakin efisien tidaknya dalam mengelola keuangan daerah. Beberapa analisis
rasio keuangan daerah yang dilakukan adalah sebagai berikut (Halim, 2007):
1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (RKPAD)
2. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD)
3. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)
Kemudian, hasil analisis rasio keuangan digunakan sebagai tolak ukur
dalam menilai kemandirian keuangan daerah dalam membiayai penyelenggaraan
5
pemerintahan, efisiensi dan efektivitas dalam merealisasikan pendapatan daerah,
sejauh mana aktivitas Pemda dalam membelanjakan pendapatan daerahnya,
kontribusi masing-masing sumber pendapaan dalam pembentukan pendapatan
daerah, dan pertumbuhan perolehan pendapatan dan pengeluaran yang dilakukan
selama periode waktu tertentu (Halim, 2007). Pendapatan dapat dialokasikan
untuk kegiatan pelayanan kepada publik yang merupakan salah satu harapan
masyarakat kepada pemerintah di dalam era desentralisasi fiskal ini. Peningkatan
pelayanan publik yang dimaksud salah satunya adalah dengan pemberian proporsi
belanja modal yang lebih besar.
Belanja modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah juga digunakan di
antaranya untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur di dalam sektor
pendidikan, kesehatan dan transportasi sehingga masyarakat pun turut menikmati
manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik
diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor tersebut,
produktivitas masyarakat pun menjadi semakin tinggi dan pada akhirnya terjadi
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Tetapi otonomi daerah yang saat ini sudah
berjalan di tiap kabupaten dan kota di Indonesia tetap menimbulkan persoalan
baru, karena ternyata potensi pemerintah daerah yang satu dengan daerah yang
lainnya masih sangat beragam. Hal ini disebabkan oleh kesiapan dari masing-
masing daerah yang berbeda-beda dalam pelaksanaan otonomi daerah. Perbedaan
yang terjadi ini akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Hal
ini disebabkan karena dengan adanya peningkatan PAD, maka dana yang dimiliki
oleh pemerintah daerah tersebut akan lebih tinggi, sehingga pemerintah daerah
6
akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan akhirnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Harianto dan Adi, 2007).
Menurut Todaro (2010) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau
komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan
penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja
yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi. Untuk
pertumbuhan ekonomi regional sendiri dapat diukur melalui pendapatan domestik
regional bruto (PDRB) saat ini dikurangi dengan PDRB sebelumnya dibagi
dengan PDRB saat ini. Secara teori dinyatakan bahwa jika pengeluaran
pemerintah yang merupakan komponen permintaan agregat atau Agregat Demand
(AD) meningkat maka secara langsung akan meningkatkan AD itu sendiri.
Agregat Demand adalah jumlah baarang dan jasa yang diminta dalam suatu
perekonomian sebuah Negara, pada tingkat harga tertentu. Peningkatan AD
mengindikasikan terjadi pertumbuhan ekonomi yang dapat diukur dari Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Saragih (2003:15) menjelaskan bahwa jika pemerintah daerah menetapkan
anggaran belanja modal atau pembangunan lebih besar dari pengaluaran rutin,
maka kebijakan ekspansi anggaran daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan
ekonomi daerah. Mardhiasmo (2012:66) menjelaskan bahwa peningkatan
pemerintah daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu
meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan
tingkat partisipasi (kontribusi publik) terhadap pembangunan yang tercermin dari
adanya kenaikan PAD dan nilai rasio keuangan daerah yang baik.
7
Perekonomian Indonesia dari tahun 2010-2014 ditopang oleh provinsi di
regional Pulau Jawa dan Bali dengan menyumbangkan PDRB sebesar 58,20%-
64,17% dari nilai total PDRB seluruh daerah di Indonesia (BPS 2015).
Pertumbuhan ekonomi khususnya di kawasan Jawa dan Bali cukup tinggi
terutama bersumber dari sektor industri manufaktur dan sektor perdagangan,
hotel, dan restoran. Cukup tingginya kinerja sektor industri pengolahan serta
sektor perdagangan, hotel, dan restoran didukung dengan kuatnya permintaan
domestik. Pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia terutama di
regional Jawa dan Bali hingga akhir tahun 2014 masih tercatat bernilai positif,
walaupun ditengah perlambatan perekonomian global.
Tabel 1.1
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi di Pulau Jawa dan Bali
Tahun Banten DKI
Jakarta
Jawa
Barat
Jawa
Tengah
DIY
Yogyakarta
Jawa
Timur
Bali
2010 4,13% 6,11% 6,50% 5,58% 4,22% 5,17% 5,12%
2011 4,92% 5,95% 6,40% 5,80% 4,19% 7,27% 6,09%
2012 5,14% 6,21% 6,55% 6,32% 4,28% 7,22% 5,49%
2013 5,28% 6,53% 6,33% 5,14% 4,32% 6,08% 6,05%
2014 5,47% 6,73% 6,07% 5,42% 5,14% 5,86% 5,97%
Rata-rata 4,99% 6,31% 6,37% 5,65% 4,43% 6,32% 5,74%
Sumber: diolah BPS 2015
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Barat
adalah salah satu provinsi dengan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi dibanding daerah lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah
provinsi Jawa Barat memiliki kinerja perekonomian yang cukup bagus. Peranan
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memiliki peranan penting terhadap keberhasilan
pembangunan daerah tersebut. Keberhasilan otonomi daerah merupakan salah satu
8
faktor kunci keberhasilan masing-masing daerah dalam mengembangkan
kemajuan pemerintahan, pembangunan sektor fisik, sektor ekonomi, dan sektor
lainnya. Apabila berbicara tentang otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun
2004, maka tidak dapat lepas dari kebijakan pemerintah melalui UU No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang tentu saja
memberikan peluang yang lebih luas kepada daerah untuk meningkatkan
potensinya terutama dalam bidang ekonomi. Sebagai contoh, pemprov Jawa Barat
tidak perlu lagi minta izin kepada Pemerintah Pusat untuk berdagang, bahkan
dalam bursa saham sekalipun. Hal ini terkait pula dengan faktor dominan yang
mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri yaitu kemampuan
keuangan daerah.
Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu daerah otonom yang terdiri dari 18
kabupaten dan 9 kota, memiliki kebijakan belanja daerah dengan pola
pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif (Pemprov Jawa Barat, 2013).
Efisiensi belanja dilakukan dengan mengoptimalkan belanja untuk kepentingan
publik, melaksanakan proper budgeting melalui analisis cost benefit dan tingkat
efektivitas setiap program dan kegiatan serta melaksanakan prudent spending
melalui pemetaan profil resiko atas setiap belanja kegiatan beserta perencanaan
langkah antisipasinya. Lebih lanjut, penyusunan belanja daerah diprioritaskan
untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan
daerah yang menjadi tanggungjawab pemerintah Provinsi Jawa Barat.
9
Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya
dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai kegiatan
pelaksanaan tugas pembangunan serta pemerataan dan keadilan dengan
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah.
Provinsi Jawa Barat pada tahun 2014 memiliki total pendapatan APBD sebesar
Rp 19.907 triliun, sedangkan Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp. 15.038. triliun
atau 75,54% dari APBD. Hal ini menunjukkan bahwa derajat desentralisasi
keuangannya sangat baik. Artinya kebutuhan biaya pembangunan untuk
percepatan pembangunan di provinsi Jawa Barat ketergantungannya pada dana
pusat/fiskal pusat sebesar Rp 4.883 trilyun atau 24,46%.
Tabel 1.2
Rincian APBD Jawa Barat (Dalam Juta Rupiah)
Tahun PAD DAU DAK DBH Pajak DBH SDA
2010 7.134.812 1.022.136 41.091 971.761 261.191
2011 8.508.566 1.181.553 45.764 999.708 299.051
2012 9.982.917 1.269.960 48.356 1.199.350 315.078
2013 12.360.109 1.471.411. 35.072 1.025.017 371.990
2014 15.038.193 1.667.666 36.255 1.076541 457.706
Sumber: Ringkasan Laporan Realisasi APBD Jawa Barat 2015
Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk
menjalankan pemerintahan secara efisien dan efektif, mampu mendorong peran
serta masyarakat dalam pembangunan, serta meningkatkan pemerataan dan
keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-
masing daerah. Oleh karena itu penulis ingin meneliti mengenai ”Pengaruh
Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Efisiensi Keuangan Daerah Dan
10
Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Jawa Barat Tahun Anggaran 2010-2014”
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah dalam
mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-
2014 ?
2. Bagaimana pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dalam
mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-
2014 ?
3. Bagaimana pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah dalam
mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-
2014 ?
4. Bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio
Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun
2010-2014 secara simultan ?
C. Tujuan Penelitian
Dari pemaparan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
11
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
tahun 2010-2014.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah
dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun
2010-2014.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014.
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah dalam mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Jawa Barat tahun 2010-2014 secara simultan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pemerintah
Diharapkan Pemerintah Daerah mampu mengoptimalkan sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan sebagai alternatif masukan untuk
meningkatkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah secara ekonomis,
efisien dan efektif demi tercapainya keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah.
2. Manfaat Penelitian
Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media untuk belajar memecahkan
masalah secara ilmiah dan pengaruh Penerapan teori Rasio Efektivitas
12
Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah untuk menganalisis kinerja Perekonomian
Daerah yang ditunjukkan melalui Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Bagi
peneliti selanjutnya dapat dijadikan tambahan pengetahuan dan sebagai
bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dalam bidang yang sama.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian
otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan
menurut Suparmoko (2012:102) mengartikan otonomi daerah adalah
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat. Daerah otonomi adalah kesatuan masyarakat yang mempunyai
batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan Republik
Indonesia.
Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat (8), (9), (10) tentang
Pemerintah Daerah, ada 3 dasar sistem hubungan antara pusat dan daerah yaitu
; (i) Desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintah pusat kepada
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia; (ii) Dekonsentrasi adalah pelimpahan
wewenang pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu; (iii) Tugas perbantuan adalah
14
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan atau desa atau sebutan lain
dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaannya
kepada yang menugaskan.
B. Keuangan Daerah
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah
yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten dan pemerintah kota. karena pemerintah daerah merupakan
bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian
tak terpisahkan dari keuangan negara.
Menurut Halim (2007: 161), ruang lingkup keuangan daerah terdiri
dari keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang
dipisahkan. Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung
adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-
barang inventaris milik daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah berlaku untuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.
15
Pembentukan dan pengelolaannya disesuaikan dengan tata cara yang
berlaku pada pemerintahan pusat.
APBD dapat didefinisikan sebagai rencana operasional keuangan
Pemda, dimana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran
setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek
daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan dilain pihak
menggambarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna
menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. Sebelumnya, yaitu
pada era orde lama, terdapat pula definisi APBD. APBD adalah rencana
pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk suatu jangka
waktu ketika badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan
eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna
kebutuhanrumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi
dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua
penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.
APBD adalah suatu anggaran daerah, kedua definisi APBD di atas
menunjukkan bahwa suatu anggaran daerah, termasuk APBD, memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
a. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
b. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal
untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya
yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan
dilaksanakan.
16
c. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka.
d. Periode anggaran, biasanya 1 tahun.
APBD merupakan dokumen anggaran tahunan, maka seluruh
rencana penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah yang akan
dilaksanakan pada satu tahun anggaran dicatat dalam APBD. Dengan
demikian APBD dapat menjadi cerminan kinerja dan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai dan mengelola penyelenggaraan
pemerintah dan pelaksanaan pembangunan di daerah masing-masing pada
satu tahun anggaran (Kiflimansyah,2011: 167).
Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) disusun dengan
pendekatan kinerja dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah paling lambat
1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan, demikian juga halnya dengan
perubahan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-
lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Sedangkan
perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan.
Bentuk dan susunan APBD berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri) No. 13 Tahun 2006 adalah terdiri atas tiga bagian,
yaitu Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan. Anggaran daerah merupakan
salah satu alat yang memegang peranan penting dalam rangka
meningkatkan pelayanan publik dan didalamnya tercermin kebutuhan
masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan
daerah.
17
2. Penerimaan Daerah
a. Pendapatan Asli Daerah
Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber
keuangan yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Sumber-
sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:
1) Pajak Daerah
Sesuai dengan UU No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah,
yang dimaksud dengan pajak daerah yang selanjutnya disebut
dengan pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepala daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang yang dapat dilaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah.
2) Retribusi Daerah
Menurut UU No.28 Tahun 2009 tentang retribusi daerah, yang
dimaksud dengan retribusi daerah adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atau jasa atau pemberian ijin tertentu
yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah
daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
3) Hasil BUMD
Hasil Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis
18
penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah
lainnya yang dipisahkan antara lain bagian laba, deviden dan
penjualan saham milik daerah.
4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Adalah pendapatan daerah yang bukan berasal dari pokok 3
(tiga) hal sebelumnya, misalnya penjualan aset daerah dan
jasa giro.
b. Pendapatan Transfer
Pendapatan transfer merupakan pendapatan yang berasal dari
entitas pelaporan lain, seperti pemerintah pusat atau daerah otonom lain
dalam rangka perimbangan keuangan. Transfer dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dalam rangka desentralisasi ini disebut juga
dana perimbangan. Sumber-sumber pendapatan transfer diperinci
sebagai berikut:
1) Dana Bagi Hasil Pajak
Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan,
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan penerimaan
dari Sumber Daya Alam seperti: kehutanan, kelautan,
perikanan, pertambangan, minyak dan gas.
2) Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu
dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus
19
yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.
3) Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
c. Pendapatan Lain-lain yang Sah
Yaitu pendapatan yang tidak termasuk dalam rincian Dana
Perimbangan dan pendapatan Asli Daerah.
3. Pengeluaran Daerah
Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran kas daerah periode
tahun anggaran yang bersangkutan yang meliputi belanja langsung dan
belanja tidak langsung. Belanja daerah disusun dengan pendekatan prestasi
kerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan,
oleh karena itu dalam penyusunan APBD agar Pemerintah Daerah
berupaya menetapkan target capaian baik dalam konteks daerah, satuan
kerja, dan kegiatan sejalan dengan urusan yang menjadi kewenangannya.
Selain itu diupayakan agar Belanja Langsung mendapat porsi alokasi yang
lebih besar dari Belanja Tidak Langsung, dan Belanja Modal mendapat
porsi alokasi yang lebih besar dari Belanja Pegawai atau Belanja Barang
dan Jasa.
20
a. Belanja Langsung
Belanja Langsung, yaitu belanja yang dipengaruhi secara
langsung oleh adanya program dan kegiatan yang direncanakan.
Jenis Belanja Langsung dapat berupa Belanja Pegawai/
Personalia, Belanja Barang/ Jasa, Belanja Pemeliharaan dan
Belanja Perjalanan Dinas. Keberadaan anggaran Belanja
Langsung merupakan konsekuensi karena adanya program atau
kegiatan. Karakteristik Belanja Langsung adalah bahwa input
(alokasi belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan
diperbandingkan dengan ouput yang dihasilkan. Jumlah
komponen Belanja Langsung sebagian besar dipengaruhi oleh
target kinerja atau tingkat pencapaian program atau kegiatan
yang diharapkan.
b. Belanja Tidak Langsung
Belanja Tidak Langsung yaitu belanja yang tidak dipengaruhi
secara langsung oleh adanya program atau kegiatan. Keberadaan
Anggaran Belanja Tidak Langsung bukan merupakan
konsekuensi dan atau tiada suatu program atau kegiatan. Belanja
Tidak Langsung digunakan secara periodic (umumnya bulanan)
dalam rangka koordinasi penyelenggaraan kewenangan
pemerintah Daerah yang bersifat umum.
Belanja Tidak Langsung pada dasarnya merupakan belanja
yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk
21
melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Program
atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak langsung
adalah program atau kegiatan Non Investasi. Program atau
kegiatan investasi yang menambahkan aset daerah tidak
menerima alokasi anggaran tahunan belanja tidak langsung,
karena ouput program atau kegiatan investasi adalah merupakan
aset daerah yang dimanfaatkan lebih satu tahun anggaran.
Anggaran belanja tidak langsung hanya digunakan untuk satu
tahun anggaran seperti halnya output program atau kegiatan non
investasi.
C. Kinerja Keuangan Daerah
Perkembangan keuangan pemerintah derah tidak terlepas dari batasan
pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam: (1) Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah; (2)
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah; (3) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun
2006 juncto Permendagri Nomor 59 tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah; dan (4) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
Berdasarkan ketentuan tersebut, kinerja keuangan pemerintah daerah
sangat terkait dengan aspek kinerja pelaksanaan APBD dan aspek kondisi
22
neraca daerah. Kinerja pelaksanaan APBD tidak terlepas dari struktur dan
akurasi belanja (belanja langsung dan belanja tidak langsung) pendapatan
daerah yang meliputi pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain
pendapatan yang sah. Sementara itu, neraca daerah akan mencerminkan
perkembangan dari kondisi asset pemerintah daerah, kondisi kewajiban
pemerintah daerah serta kondisi ekuitas dana yang tersedia.
Sehubungan dengan pentingnya posisi keuangan tersebut, keuangan
daerah sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kemampuan daerah
dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan
dikeluarkannya undang-undang tentang Otonomi Daerah, membawa
konsekuensi bagi daerah yang akan menimbulkan perbedaan antar daerah yang
satu dengan yang lainnya, terutama dalam hal kemampuan keuangan daerah,
antara lain (Halim, 2007):
1. Daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah.
2. Daerah yang mendekati mampu melaksanakan otonomi daerah.
3. Daerah yang sedikit mampu melaksanakan otonomi daerah dan
4. Daerah yang kurang mampu melaksanakan urusan otonomi daerah.
Selain itu ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu
melaksanakan otonomi daerah adalah sebagai berikut (Halim, 2007:98):
1. Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup
memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya.
23
2. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin agar
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber
keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan
keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah
menjadi lebih besar.
Berkaitan dengan hakekat otonomi daerah mengenai pelimpahan
wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan
pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan
masyarakat, maka peranan data keuangan daerah sangat dibutuhkan untuk
mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar
balanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan
secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran
statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun
pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting
terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk
melihat kemampuan dan kemandirian daerah (Yuliati, 2001: 124).
Menurut Helfert (1982) dalam Mohamad Mahsun (2012:135), Analisis
Laporan Keuangan merupakan alat yang digunakan dalam memahami masalah
dan peluang yang terdapat dalam laporan keuangan. Kriteria penting untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangganya adalah kemampuan daerah dalam bidang keuangan. Dengan
perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam
mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
24
Penggunaan analisis rasio pada sektor publik khususnya terhadap APBD
belum banyak dilakukan, sehingga secara teori belum ada kesepakatan secara
bulat mengenai nama dan kiadah pengukurannya. Meskipun demikian, dalam
rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan, jujur, demokratis,
efektif, efisien, dan akuntabel, analisis rasio terhadap APBD perlu
dilaksanakan meskipun kaidah pengakuntansian dalam APBD berbeda dengan
laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta (Halim 2007:4).
Analisis rasio keuangan APBD dilakukan dengan membandingkan hasil
yang dicapai dari satu periode dibandingkan dengan periode sebelumnya
sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu
dapat pula dilakukan dengan cara membandingkan dengan rasio keuangan
yang dimiliki suatu pemerintah daerah tertentu dengan rasio keuangan daerah
lain yang terdekat ataupun yang potensi daerahnya relatif sama untuk dilihat
bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap
pemerintah daerah lainnya. Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan
rasio keuangan pada APBD ini adalah sebagai berikut: DPRD, pihak eksekutif,
pemerintah pusat/provinsi, serta masyarkat dan kreditor (Halim 2007:5).
Ada beberapa cara untuk mengukur Kinerja Keuangan Daerah salah
satunya yaitu dengan menggunakan Rasio Kinerja Keuangan Daerah. Beberapa
rasio yang bisa digunakan adalah : Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah, Rasio Keserasian, Rasio Pertumbuhan, dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah (Halim 2007:11).
25
1. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (RKPAD)
Rasio Efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah
daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang
ditargetkan (Mahmudi 2010:143). Rasio Efektivitas PAD dihitung
dengan cara membandingkan realisasi penerimaan PAD dengan target
penerimaan PAD atau yang dianggarkan sebelumnya . Rumus rasio ini
sebagai berikut :
Ada beberaapa kriteria untuk menentukan Rasio Efektivitas
menurut Mohammad Mahsun (2012:187), adalah :
Tabel 2.1
Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan
No. Persentase Keterangan
1 < 100 % Tidak Efektif
2 100 % Efektivitas Berimbang
3 > 100% Efektif
2. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD)
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima.
Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah dalam melakukan
26
pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila rasio yang
dicapai kurang dari 1 (satu) atau di bawah 100%. Semakin kecil Rasio
Efisiensi Keuangan Daerah berarti Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah semakin baik. Untuk itu pemerintah daerah perlu menghitung
secara cermat berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk
merealisasikan seluruh pendapatan yang diterimanya sehingga dapat
diketahui apakah kegiatan pemungutan pendapatannya tersebut efisien
atau tidak.
Hal itu perlu dilakukan karena meskipun pemerintah daerah
berhasil merealisasikan target penerimaan pendapatan sesuai dengan
target yang ditetapkan, namun keberhasilan itu kurang memiliki arti
apabila ternyata biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan target
penerimaan pendapatannya itu lebih besar daripada realisasi
pendapatan yang diterimanya (Abdul Halim 2007:234). Rumus yang
digunakan untuk menghitung rasio ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2.2
Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan
No. Persentase Keterangan
1 > 100 % Tidak Efisien
2 100 % Efisien Berimbang
3 < 100% Efisien
27
3. Rasio Keserasian
Rasio Keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah
memprioritaskan alokasi dananya pada Belanja Rutin dan Belanja
Pembangunannya secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang
dialokasikan untuk Belanja Rutin berarti persentase Belanja investasi
(Belanja Pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana
dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil (Abdul
Halim 2007:236). Ada 2 perhitungan dalam Rasio Keserasian ini, yaitu
: Rasio Belanja Operasi dan Rasio Belanja Modal.
Rasio Belanja Operasi merupakan perbandingan antara total
Belanja Operasi dengan Total Belanja Daerah. Rasio ini
menginformasikan kepada pembaca laporan mengenai porsi belanja
daerah yang dialokasikan untuk Belanja Operasi. Belanja Operasi
merupakan belanja yang manfaatnya habis dikonsumsi dalam satu
tahun anggaran, sehingga sifatnya jangka pendek dan dalam hal
tertentu sifatnya rutin atau berulang. Pada umumya proporsi Belanja
Operasi mendominasi total belanja daerah, yaitu antara 60-90%.
Pemerintah daerah dengan tingkat pendapatan yang tinggi cenderung
memiliki porsi belanja operasi yang lebih tinggi dibandingkan
pemerintah daerah yang tingkat pendapatannya rendah (Mahmudi
2010:164). Rasio belanja operasi dirumuskan sebagai berikut :
28
Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya Rasio Belanja
Operasi maupun Modal terhadap APBD yang ideal, karena sangat
dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya
kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai
pertumbuhanyang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di
Negara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu
pelaksanaan pembangunan masih relatif besar. Oleh karena itu, rasio
belanja modal (pembangunan) yang relatif masih kecil perlu
ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.
Rasio Belanja Modal merupakan perbandingan antara total realisasi
belanja modal dengan total belanja daerah. Berdasarkan rasio ini,
pembaca laporan dapat mengetahui porsi belanja daerah yang
dialokasikan untuk investasi dengan bentuk belanja modal pada tahun
anggaran bersangkutan. Belanja modal memberikan manfaat jangka
menegah dan panjang juga bersifat rutin. Pada umumnya proporsi
belanja modal degan belanja daerah adalah antara 5-20% (Mahmudi
2010:164). Rasio belanja modal ini dirumuskan sebagai berikut:
4. Rasio Pertumbuhan
Rasio pertumbuhan bermanfaat untuk mengatahui apakah
pemerintah daerah dalam tahun anggaran bersangkutan atau selama
beberapa periode anggaran, kinerja anggarannya mengalami
29
pertumbuhan pendapatan atau belanja secara positif atau negatif
(Mahmudi 2010:138). Rasio ini mengukur seberapa besar kemampuan
pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan
keberhasilannya yang telah dicapai dari satu periode ke periode
berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing
komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan
untuk mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapatkan
perhatian (Halim 2007:241). Rumus untuk menghitung Rasio
Pertumbuhan adalah sebagai berikut :
Dimana:
r : Rasio Pertumbuhan.
Pn : Total PAD/Belanja Modal/Belanja Operasi tahun ke-n.
Po : Total PAD/Belanja Modal/Belanja Operasi tahun sebelumnya.
Rasio Pertumbuhan berfungsi untuk mengevaluasi potensi-potensi
daerah yang perlu mendapatkan perhatian. Semakin tinggi nilai Total
Pendapatan Daerah (TPD), PAD, dan Belanja Modal yang diikuti oleh
semakin rendahnya Belanja Operasi, maka pertumbuhannya adalah
positif. Artinya bahwa daerah yang bersangkutan telah mampu
mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhannya dari periode
yang satu ke periode berikutnya. Jika semakin tinggi nilai TPD, PAD,
dan Belanja Operasi yang diikuti oleh semakin rendahnya Belanja
30
Modal, maka pertumbuhannya adalah negatif. Artinya bahwa daerah
belum mampu meningkatkan pertumbuhan daerahnya.
5. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan
tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan
pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang
telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang
diperlukan daerah. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan
oleh besarnya Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan
Pendapatan Daerah yang berasal dari sumber lain (Pendapatan
Transfer) antara lain : Bagi hasil pajak, Bagi hasil bukan pajak sumber
daya alam, Dana alokasi umum dan Alokasi khusus, Dana darurat dan
pinjaman (Halim 2007:5). Rumus yang digunakan untuk menghitung
Rasio Kemandirian adalah :
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menggambarkan
Ketergantungan daerah terhadap Pendapatan Transfer (sumber data
eksternal). Semakin tinggi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap
bantuan pihak ekstern semakin rendah dan demikian pula sebaliknya.
PAD sebagai salah satu penerimaan yang daerah mencerminkan
tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan
31
bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan
ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah juga menggambarkan
tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin
tinggi Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, semakin tinggi partisipasi
masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang
merupakan komponen utama Pendapatan Asli Daerah. Semakin tinggi
masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan
bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. Sebagai
pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan daerah
(dari sisi keuangan ) dapat dikemukakan tabel sebagai berikut:
Tabel 2.3
Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah
Kemampuan Keuangan
Daerah
Persentase Pola Hubungan
Rendah Sekali 0% - 25% Instruktif
Rendah 26% - 50% Konsultatif
Sedang 51% - 75% Partisipatif
Tinggi 76% - 100% Delegatif
Sumber: Reksohadiprojo dan Thoha dalam Hermi Oppier (2013:82)
Dari table 2.2 di atas, tingkat kemampuan dan pola hubungan
pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dapat diuraikan dalam 4
(empat) hal berikut:
a. Pola hubungan instruktif, di mana peranan pemerintah pusat
lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah
(daerah yang tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
32
b. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah
pusat sudah mulai berkurang karena daerah dianggap sedikit
lebih mampu melaksanakan otonomi daerah.
c. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat sudah
mulai berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat
kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan
otonomi daerah.
d. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat
relatif sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu
dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah
D. Pertumbuhan Ekonomi
Sukirno (2015:131) mendeskripsikan pertumbuhan ekonomi sebagai
perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu, untuk mengetahuinya harus diadakan perbandingan pendapatan
naional dari tahun ke tahun, yang dikenal dengan laju pertumbuhan ekonomi.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat
kegiatan ekonomi lebih tinggi dari apa yang telah dicapai pada periode waktu
sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets adalah kenaikan kapasitas
dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan
barang ekonomi kepada penduduknya, oleh adanya kemajuan atau
penyesuaian-penyesuaian teknologi, institusional dan ideologi terhadap
berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro, 2010: 144). Pertumbuhan
33
ekonomi diartikan sebagai kenaikan PDB/PNB tanpa memandang apakah
kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk
atau pun dari adanya perubahan struktur ekonomi (Arsyad 2009:13).
Pertumbuhan ekonomi suatu Negara dan daerah dapat diukur dengan indikator
utama yaitu Produk Domestik Bruto (PDB) dan . Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB).
Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diukur dengan beragam cara
antara lain melalui angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), investasi,
inflasi, pajak dan retribusi, pinjaman, dan pelayanan bidang ekonomi. Khusus
untuk PDRB, perhitungannya merupakan gambaran total output barang dan
jasa dari fungsi input unit-unit produksi yang digunakan pada suatu daerah
dalam periode tertentu. Dalam praktiknya, nilai PDRB seringkali dijadikan
sebagai indikator makro ekonomi dalam mengukur tingkat pertumbuhan
ekonomi dengan cara membandingkan kenaikan/penurunan nilai PDRB tahun
tertentu dengan tahun sebelumnya.
Senada dengan argument sebelumnya, Boediono (2012: 91) menuturkan
bahwa pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses dari kenaikan output
perkapita dalam jangka waktu yang panjang. Pertumbuhan ekonomi disini
meliputi 3 aspek yaitu :
1. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses (aspek ekonomis)
suatu perekonomian berkembang, berubah dari waktu ke waktu.
2. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan adanya kenaikan output
perkapita, dalam hal ini ada 2 aspek penting yaitu output total dan
34
jumlah penduduk. Output perkapita adalah output total dibagi
jumlah penduduk.
3. Pertumbuhan ekonomi dikaitkan dengan perspektif waktu jangka
panjang. Dikatakan tumbuh bila dalam jangka panjang waktu yang
cukup lama (5 tahun) mengalami kenaikan output.
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor,
faktor ekonomi dan nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara
tergantung pada sumber daya alamnya, sumber daya manusia, modal, usaha,
teknologi, dan sebagainya (Jhingan, 2004:67).
1. Faktor Ekonomi
a. Sumber Daya Alam
Faktor produksi kedua adalah tanah.Tanah yang dapat ditanami
merupakan faktor yang paling berharga. Selain tanah, sumber
daya alam yang penting antara lain minyak-minyak gas, hutan
air dan bahan-bahan mineral lainnya.
b. Akumulasi Modal/Belanja Modal
Untuk pembentukan modal, diperlukan pengorbanan berupa
pengurangan konsumsi, yang mungkin berlangsung selama
beberapa puluh tahun. Pembentukan modal dan investasi ini
sebenarnya sangat dibutuhkan untuk kemajuan cepat dibidang
ekonomi.
35
c. Organisasi
Organisasi bersifat melengkapi dan membantu meningkatkan
produktivitasnya. Jika organisasi atau bisa disebut dengan
Pemerintah tidak dapat menjalan tugas pokoknya, maka
pertumbuhan ekonomi dapat terhambat.
d. Kemajuan Teknologi
Perubahan teknologi dianggap sebagai faktor paling penting di
dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu berkaitan
dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan
hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru.
e. Pembagian Kerja
Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan
produktivitas. Hal ini dapat membawa ekonomi produksi
menjadi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan
industri.
2. Faktor Non-ekonomi
a. Faktor Sosial dan Budaya
Faktor sosial dan budaya juga mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Kekuatan faktor ini menghasilkan perubahan
pandangan, harapan, struktur dan nilai-nilai sosial. Apabila
suatu Negara dipenuhi oleh struktur budaya dan nilai social
yang baik, maka hal ini dapat menyokong pertumbuhan
ekonomi negara tersebut.
36
b. Faktor Sumber Daya Manusia
Kualitas input tenaga kerja, atau sumber daya manusia
merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan ekonomi. Tidak
dapat dipungkiri bahwa lemahnya kualitas SDM selalu memicu
sebuah negara semakin tertinggal dalam pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi. Tingginya jumlah modal dan teknologi
tidak dapat menolong pertumbuhan ekonomi apabila faktor
SDM-nya rendah.
c. Faktor Politik dan Administratif
Struktur politik dan administrasi yang lemah merupakan
penghambat besar bagi pembangunan ekonomi negara
terbelakang. Administrasi yang kuat, efisien, dan tidak koru
amat penting bagi pertumbuhan ekonomi.
Teori pertumbuhan ekonomi banyak dikembangan oleh para ahli
ekonomi, namun sebagian besar terbagi dalam beberapa mazhab yang antara
lain:
a. Ekonomi Klasik
Ahli-ahli ekonomi klasik, di dalam menganalisis masalah-
masalah pembangunan, terutama ingin mengetahui tentang
sebab-sebab perkembangan ekonomi dalam jangka panjang dan
corak proses pertumbuhannya. Beberapa ahli ekonomi klasik
yang terkemuka untuk dibahas satu demi satu (Sukirno, 2012:
448-450).
37
1) Adam Smith
Smith mengemukakan beberapa pandangan mengenai
beberapa faktor yang penting peranannya dalam
pertumbuhan ekonomi. Pandangannya yang pertama adalah
peranan sistem pasar bebas, Smith berpendapat bahwa
sistem mekanisme pasar akan mewujudkan kegiatan
ekonomi yang efisien dan pertumbuhan ekonomi yang
teguh. Kedua perluasan pasar. Perusahaan-perusahaan
melakukan kegiatan memproduksi dengan tujuan untuk
menjualnya kepada masyarakat dan mencari untung. Ketiga
spesialisasi dan kemajuan teknologi. Perluasan pasar, dan
perluasan ekonomi yang digalakkannya, akan
memungkinkan dilakukan spesialisasi dalam kegiatan
ekonomi. Seterusnya spesialisasi dan perluasaan kegiatan
ekonomi akan menggalakkan perkembangan teknologi dan
produktivitas meningkat. Kenaikan produktivitas akan
menaikkan pendapatan pekerja dan kenaikan ini akan
memperluas pasaran.
2) Thomas R. Malthus dan David Ricardo
Tidak semua ahli ekonomi Klasik mempunyai pendapat
yang positif mengenai prospek jangka panjang pertumbuhan
ekonomi. Malthus dan Ricardo berpendapat bahwa proses
pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan kembali ke
38
tingkat subsisten. Jumlah penduduk atau tenaga kerja adalah
berlebihan apabila dibandingkan dengan faktor produksi
yang lain, pertambahan penduduk akan menurunkan
produksi per kapita dan taraf kemakmuran masyarakat.
Maka, pertambahan penduduk yang terus berlaku tanpa
diikuti pertambahan sumber-sumber daya yang lain akan
menyebabkan kemakmuran masyarakat mundur kembali ke
tingkat subsisten.
3) Schumpeter
Pada permulaan abad ini berkembang pula suatu pemikiran
baru mengenai sumber dari pertumbuhan ekonomi dan
sebabnya konjungtur berlaku. Ekonom Schumpeter
menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan terjadi
secara terus menerus tetapi mengalami keadaan dimana
adakalanya berkembang dan pada lain mengalami
kemunduran. Konjungtur tersebut disebabkan oleh kegiatan
para pengusaha (enterpreneur) melakukan inovasi atau
pembaruan dalam kegiatan mereka menghasilkan barang dan
jasa. Untuk mewujudkan inovasi yang seperti ini investasi
akan dilakukan, dan pertambahan investasi ini akan
meningkatkan kegiatan ekonomi.
39
4) Harrod-Domar
Teori ini pada dasarnya melengkapi analisis Keynes
mengenai penentuan tingkat kegiatan ekonomi. Untuk
menunjukkan hubungan diantara analisis Keynes dengan
teori harrod-domar. Teori Keynes pada hakikatnya
menerangkan bahwa perbelanjaan agregat akan menentukan
tingkat kegiatan perekonomian. Analisis yang
dikembangkan oleh keynes menunjukkan bagaimana
konsumsi rumah tangga dan investasi perusahaan akan
menentukan tingkat pendapatan nasional. Analisis harrod-
domar bahwa sebagai akibat investasi yang dilakukan
tersebut pada masa berikutnya kapasitas barang-barang
modal dalam perekonomian akan bertambah. Seterusnya
teori harrod-domar dianalisis keadaan yang perlu wujud agar
pada masa berikutnya barang-barang modal yang tersedia
tersebut akan sepenuhnya digunakan. Sebagai jawaban
tersebut menurut Harrod-Domar agar seluruh barang modal
yang tersedia digunakan sepenuhnya, permintaan agregat
haruslah bertambah sebanyak kenaikan kapasitas barang-
barang modal yang terwujud sebagai akibat dari investasi di
masa lalu.
40
b. Teori Keynes
Teori Keynes yang dipaparkan oleh John Maynard
Keynes dalam bukunya yang berjudul “The General Theory of
Employement, Interest, and Money,” adalah merupakan
penolakan total terhadap teori-teori klasik yang telah
berkembang sebelum Keynes. Kaum kalsik percaya bahwa
perekonomian yang dilandaskan pada kekuatan pasar akan
selalu menuju keseimbangan (equlibrium). Dalam posisi
keseimbangan, kegiatan produksi secara otomotis akan
menciptakan daya beli untuk membeli barang-barang yang
dihasilkan. Daya beli tersebut diperoleh sebagai balas jasa atas
faktor – faktor produksi seperti upah, gaji, suku bunga, sewa,
dan balas jasa dari faktor – faktor produksi lainnya. Pendapatan
atas faktor – faktor tersebut seluruhnya akan dibelanjakan untuk
membeli barang-barang yang dihasilkan perusahaan. ini yang
dimaksudkan J. Baptis Say bahwa penawaran akan selalu
berhasil menciptakan permintaannya sendiri.
Keynes berpendapat penggunaan tenaga kerja penuh adalah
keadaan yang jarang terjadi, dan hal itu disebabkan karena
kekurangan permintaan agregat yang wujud dalam
perekonomian. Selain itu, Keeynes Juga membantah Teori Say
yang mengatakan bahwa “penawaran akan mencipatakan
permintaannya sendiri” diatas ditentang oleh Keynes sebab
41
biasanya permintaan lebih kecil daripada penawaran. Alasannya,
sebagian dari pendapatan yang diterima masyarakat akan
ditabung dan tidaka semuanya dikonsumsi. Dengan demikian,
permintaan efektif biasanya lebih kecil dari total produksi.
Karena konsumsi lebih kecil dari pendapatan, tidak semua
produksiakan diserap oleh masyarakat. Memang inilah yang
terjadi pada tahun 1930, saaat perusahaan berlomba-lomba
berproduksi tanpa kendali. Di pihak lain, daya beli masyarakat
terbatas. Akibatnya banyak stok menumpuk, sehingga
perusahaan terpaksa mengurangi produksi dan sebagian bahkan
melakukan rasionalisasi yaitu mengurangi produksi dengan
mengurangi jumlah pekerja.
c. Ekonomi Neo-Klasik
Dalam analisis Neo-Klasik, permintaan masyarakat tidak
menentukan laju pertumbuhan. Dengan demikian menurut teori
Neo-Klasik, sampai dimana perekonmian akan berkembang,
tergantung kepada pertambahan faktor-faktor produksi dan
tingkat kemajuan teknologi (Jhingan, 2004: 265). Ahli ekonomi
yang menjadi perintis mengembangan teori tersebut diantarnya :
1) J.E. Meade
Profesor J.E.Meade dari Universitas Cambridge membangun
suatu model pertumbuhan ekonomi neo-klasik yang
dirancang untuk menjelaskan bagaimana bentuk paling
42
sederhana dari sistem ekonomi klasik akan berperilaku
selama proses pertumbuhan ekuilibrium. Meade berpendapat
bahwa pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh tenaga kerja
dan aliran modal.
2) Solow
Ekonom ingin Solow menunjukkan bagaimana tabungan,
pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi
mempengaruhi tingkat output dan pertumbuhannya
sepanjang waktu. Solow menegaskan bahwa dengan
koefisien teknik yang bersifat variabel, maka rasio model
buruh akan cenderung saling menyesuaikan selama
perjalanan waktu, kearah rasio keseimbangan. Jika
sebelumnya, rasio modal terhadap buruh lebih besar maka
modal dan output akan tumbuh lebih lambat daripada tenaga
buruh dan sebaliknya.
E. Penelitian Terdahulu
Hakim (2013) dalam penelitian mengenai pengaruh belanja modal
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan studi kasus kabupaten dan kota di
Pulau Jawa dan Bali. Dengan metode yang digunakan dalam penelitian adalah
metode fixed effect crosssection weight. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, serta
belanja modal lainnya memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh variabel belanja infrastruktur,
43
yaitu belanja modal gedung dan bangunan serta belanja jalan, irigasi, dan
jaringan yang tidak berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini
disebabkan adanya kontrak pembangunan yang bersifat multiyears serta
pencairan belanja infrastruktur yang mendekati akhir tahun sehingga terdapat
kelambanan pengaruh belanja infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi
dengan catatan di dalam peneltian ini tidak memperhitungkan lag. Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis belanja
modal, yaitu (1) belanja modal tanah, (2) belanja modal peralatan dan mesin,
(3) belanja modal gedung dan bangunan, (4) belanja modal jalan, irigasi, dan
jaringan, dan (5) belanja modal lainnya, serta variabel dependen yang
digunakan adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebagai
representasi dari pertumbuhan ekonomi.
Pramita (2013) dalam penelitian tentang analisis rasio untuk menilai
kinerja keuangan daerah kabupaten kebumen tahun 2009-2013,
mengungkapkan bahwa Hasil analisis menunjukkan bahwa Kinerja Keuangan
Daerah Kabupaten Kebumen dilihat dari (1) Rasio Efektivitas PAD dapat
dikategorikan Efektif, karena rata-rata efektivitasnya sebesar 104,46% (2)
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah tergolong Efisien karena rata-rata besarnya
rasio ini sebesar 99,82% (3) Rasio Keserasian dapat dikatakan bahwa
Pemerintah Kabupaten Kebumen mengalokasikan sebagian besar anggaran
belanjanya untuk belanja operasi daerah yaitu rata-rata sebesar 80,97%
dibandingkan dengan rata-rata belanja modal sebesar 16,68%, (4) Rasio
Pertumbuhan pendapatan, PAD, Belanja Operasi selalu mengalami kenaikan
44
dari tahun ke tahun dan Pertumbuhan Belanja Modal fluktuatif (5) Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah masih tergolong Rendah Sekali dan dalam
kategori pola hubungan Instruktif karena rata-rata rasionya sebesar 7,80%.
Ronald dan Sarmiyatiningsih (2010) dalam penelitian mengenai analisis
kinerja keuangan dan pertumbuhan ekonomi sebelum dan sesudah
diberlakukan otonomi daerah di Kabupaten Kulon Progo mengungkapkan
bahwa sesudah diberlakukannya Otonomi Daerah, rasio efisiensi belanja
cenderung menurun, artinya Belanja Daerah cenderung efisien sehingga
pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan meskipun dalam angka yang
relatif kecil. Data yang dianalisis adalah data keuangan Pemerintah Kabupaten
Kulon Progo tahun anggaran 1996 sampai dengan 2008, data Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS). Alat analisis data menggunakan Deskriptif dan time
series.
Pramono (2014) dalam penelitian mengenai analisis rasio keuangan
untuk menilai kinerja keuangan pemerintah daerah dengan studi kasus pada
pemerintah Kota Surakarta. Dalam penelitiannya, Data yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah laporan keuangan Pemerintah Kota Surakarta tahun
2011. Selanjutnya data akan di analisis dengan menggunakan enam rasio
keuangan yaitu : rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi, rasio
keserasian, rasio pertumbuhan dan rasio kemampuan mengembalikan
pinjaman. Hasil analisis data menyebutkan bahwa kinerja keuangan Pemkot
Surakarta yang masih kurang adalah di aspek kemandirian dan aspek
45
keserasian, karena rasio kemandiriannya sebesar 15,83% (2010) dan 22,44
(2011) sedangkan rasio belanja terhadap APBD sebesar 90,24% (2010) dan
86,90% (2011), rasio belanja modal terhadap APBD sebesar 9,65% (2010) dan
13,07% (2011). Tingkat efisiensi dan efektivitas Pemkot Surakarta dalam
mengelola dana sudah sangat efisien dan efektif, karena rasio efektivitasnya
94,81% (2010) dan 102,79% (2011) sedangkan rasio efisiensinya 27,95%
(2010) dan 14,15% (2011). Pertumbuhan PAD cukup tinggi yakni sebesar
58,93%, pendapatan naik 19,92%. Belanja operasi naik 14,58% dan belanja
modal naik 61,03%. Kemampuan melunasi pinjaman masih mencukupi karena
rasio DSCR sebesar 15,25% (2010) dan 17,84% (2011).
Hafidh (2013) dalam penelitiannya tentang analisis rasio keuangan
daerah dalam mempengaruhi belanja modal publik bagi pertumbuhan ekonomi
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian dengan menggunakan data
APBD dan PDRB Kota dan Kabupaten di DIY periode 2006-2011. Hasilnya
menunjukkan bahwa semua daerah masih mempunyai tingkat kemandirian
daerah (KD) yang sangat rendah. Tingkat efisiensi daerah (EFD) menunjukkan
nilai yang kurang baik. Variabel efektivitas daerah menunjukkan rasio yang
cukup efektif karena semua daerah mampu melampaui target penerimaan yang
telah ditetapkan. Penelitian ini juga menemukan bahwa ketiga rasio keuangan
daerah menunjukkan hasil yang positif dan signifikan, akan tetapi R2 hanya
sebesar 0,38. Artinya kinerja keuangan yang diproksi dari PAD tidak dapat
mempengaruhi belanja modal publik. Belanja modal mempengaruhi PDRB
secara positif dan signifikan. Jadi, model kinerja daerah yang dinyatakan dalam
46
rasio keuangan daerah tersebut hanya mampu menerangkan perubahan pada
variabel PDRB sebesar 35 persen.
Solikhah (2010) dalam penelitian mengenai analisis kemampuan
kemandirian keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Wonogiri tahun anggaran 2005-2009. Metode analisis data
pada penelitian ini ada 2 macam, yang pertama adalah rasio kemampuan
keuangan daerah dan rasio kemandirian keuangan daerah. Yang kedua, untuk
mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen
digunakan alat analisis regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis yang
telah dilakukan diperoleh hasil sebagai bahwa rasio kemampuan keuangan
daerah memiliki ratarata 6,68 % yang tergolong rendah, sedangkan
kemandirian keuangan daerah ditunjukkan dengan angka rasio rata-ratanya
adalah 7,84% masih berada diantara 0% - 25% tergolong mempunyai pola
hubungan instruktif. Kemampuan Keuangan Daerah berpengaruh negatif tetapi
tidak signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi (growth), artinya semakin
tinggi tingkat kemampuan keuangan daearah tidak akan mengurangi tingkat
pertumbuhan ekonomi. Kemandirian Daerah berpengaruh positif dan
signifikan, artinya semakin tinggi rasio kemandirian keuangan daerahnya maka
akan menambah tingkat pertumbuhan ekonomi.
47
Tabel 2.4
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Variabel Metode dan Hasil
1 Hakim
(2013)
Pengaruh
Belanja Modal
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Dengan Studi
Kasus
Kabupaten Dan
Kota Di Pulau
Jawa Dan Bali
Dependen:
Pertumbuhan
Ekoonomi
Independen:
Peningkatan
Belanja Modal
Tanah, Belanja
Modal
Peralatan Dan
Mesin, Serta
Belanja Modal
Data Panel; Fixed
Effect Model.
Hasil penelitian
menunjukkan
bahwa
peningkatan
belanja modal
tanah, belanja
modal peralatan
dan mesin, serta
belanja modal
lainnya
memberikan
dampak positif
terhadap
pertumbuhan
ekonomi. Hasil
yang berbeda
ditunjukkan oleh
variabel belanja
infrastruktur, yaitu
belanja modal
gedung dan
bangunan serta
belanja jalan,
irigasi, dan
jaringan yang
tidak berdampak
terhadap
pertumbuhan
ekonomi.
2 Pramita
(2013)
Analisis Rasio
Untuk Menilai
Kinerja
Keuangan
Daerah
Kabupaten
Kebumen
Tahun 2009-
2013
Dependen:
Pertumbuhan
Ekonomi
Independen:
Rasio efisiensi
keuangan
daerah, Rasio
Efektivitas
PAD, Rasio
kemandirian
keuangan
Deskriptif
Kuantitatif.
Hasil analisis
menunjukkan
bahwa Kinerja
Keuangan Daerah
Kabupaten
Kebumen dilihat
dari (1) Rasio
Efektivitas PAD
dapat
48
daerah, Rasio
Belanja Modal,
Rasio Belanja
Operasional
dikategorikan
Efektif, karena
rata-rata
efektivitasnya
sebesar 104,46%
(2) Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah
tergolong Efisien
karena rata-rata
besarnya rasio ini
sebesar 99,82%
(3) Rasio
Keserasian dapat
dikatakan bahwa
Pemerintah
Kabupaten
Kebumen
mengalokasikan
sebagian besar
anggaran
belanjanya untuk
belanja operasi
daerah yaitu rata-
rata sebesar
80,97%
dibandingkan
dengan rata-rata
belanja modal
sebesar 16,68%,
(4) Rasio
Pertumbuhan
pendapatan, PAD,
Belanja Operasi
selalu mengalami
kenaikan dari
tahun ke tahun
dan Pertumbuhan
Belanja Modal
fluktuatif (5)
Rasio
Kemandirian
Keuangan Daerah
masih tergolong
Rendah Sekali dan
dalam kategori
pola hubungan
49
Instruktif karena
rata-rata rasionya
sebesar 7,80%.
3 Ronald dan
Sarmiyaningsih
(2010)
Analisis
Kinerja
Keuangan Dan
Pertumbuhan
Ekonomi
Sebelum Dan
Sesudah
Diberlakukan
Otonomi
Daerah Di
Kabupaten
Kulon Progo
Dependen:
Pertumbuhan
Ekonomi
Independen:
Rasio Efisiensi
Belanja Daerah
Regresi Linier.
Rasio efisiensi
belanja cenderung
menurun, artinya
Belanja Daerah
cenderung efisien
sehingga
pertumbuhan
ekonomi
mengalami
peningkatan
meskipun dalam
angka yang relatif
kecil. Data yang
dianalisis adalah
data keuangan
Pemerintah
Kabupaten Kulon
Progo tahun
anggaran 1996
sampai dengan
2008, data Produk
Domestik
Regional Bruto
(PDRB) Atas
Dasar Harga
Konstan yang
diperoleh dari
Badan Pusat
Statistik (BPS).
Alat analisis data
menggunakan
Deskriptif dan
time series.
4 Pramono
(2014)
Analisis Rasio
Keuangan
Untuk Menilai
Kinerja
Keuangan
Pemerintah
Daerah Dengan
Studi Kasus
Pada
Dependen:
Kinerja
Keuangan
Daerah
Independen:
Rasio
Kemandirian,
Rasio
Efektivitas,
Deskriptif
kuantitatif.
Hasil analisis data
menyebutkan
bahwa kinerja
keuangan Pemkot
Surakarta yang
masih kurang
adalah di aspek
50
Pemerintah
Kota Surakarta
Rasio Efisiensi,
Rasio
Keserasian,
Rasio
Pertumbuhan
Dan Rasio
Kemampuan
Mengembalikan
Pinjaman.
kemandirian dan
aspek keserasian,
karena rasio
kemandiriannya
sebesar 15,83%
(2010) dan 22,44
(2011) sedangkan
rasio belanja
terhadap APBD
sebesar 90,24%
(2010) dan
86,90% (2011),
rasio belanja
modal terhadap
APBD sebesar
9,65% (2010) dan
13,07% (2011).
5 Hafidh
(2013)
Tentang
Analisis Rasio
Keuangan
Daerah Dalam
Mempengaruhi
Belanja Modal
Publik Bagi
Pertumbuhan
Ekonomi
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Dependen:
Pertumbuhan
Ekonomi
Independen:
Rasio efisiensi
keuangan
daerah, Rasio
Belanja Modal,
Rasio
kemandirian
keuangan
daerah, Rasio
Efektivitas
PAD
Regresi Linier
Hasilnya
menunjukkan
bahwa semua
daerah masih
mempunyai
tingkat
kemandirian
daerah (KD) yang
sangat rendah.
Tingkat efisiensi
daerah (EFD)
menunjukkan nilai
yang kurang baik.
Variabel
efektivitas daerah
menunjukkan
rasio yang cukup
efektif karena
semua daerah
mampu
melampaui target
penerimaan yang
telah ditetapkan.
Penelitian ini juga
menemukan
bahwa ketiga rasio
keuangan daerah
menunjukkan
51
hasil yang positif
dan signifikan,
akan tetapi R2
hanya sebesar
0,38.
6 Solikhah
(2010)
Analisis
Kemampuan
Kemandirian
Keuangan
Daerah Dan
Pengaruhnya
Terhadap
Pertumbuhan
Ekonomi
Kabupaten
Wonogiri
Tahun
Anggaran
2005-2009
Dependen:
Pertumbuhan
Ekonomi
Independen:
Rasio
kemandirian
keuangan
daerah
Regresi Linier
Rasio kemampuan
keuangan daerah
memiliki ratarata
6,68 % yang
tergolong rendah,
sedangkan
kemandirian
keuangan daerah
ditunjukkan
dengan angka
rasio rata-ratanya
adalah 7,84%
masih berada
diantara 0% - 25%
tergolong
mempunyai pola
hubungan
instruktif.
Kemampuan
Keuangan Daerah
berpengaruh
negatif tetapi tidak
signifikan
terhadap
Pertumbuhan
ekonomi (growth),
artinya semakin
tinggi tingkat
kemampuan
keuangan daearah
tidak akan
mengurangi
tingkat
pertumbuhan
ekonomi.
Kemandirian
Daerah
berpengaruh
positif dan
signifikan, artinya
52
semakin tinggi
rasio kemandirian
keuangan
daerahnya maka
akan menambah
tingkat
pertumbuhan
ekonomi.
Dari hasil pemaparan penelitian terdahulu, posisi penelitian ini adalah
melanjutkan penelitian Sholikhah mengenai analisis kemampuan kemandirian
keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal yang
menjadi perbedaam utama adalah mengenai rasio yang dipakai sebagai variabel
independen dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jika pada penelitian
sebelumnya hanya menggunakan variabel Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah, maka penelitian ini menggunakan 3 rasio, yaitu Rasio Efektivitas
PAD, Rasio efisiensi keuangan daerah dan Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah. Selain itu, penelitian Sholikah bertumpu pada Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Wonogiri, sedangkan penelitian ini bertumpu pada Pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten/Kota Jawa Barat.
F. Kerangka Pemikiran
Dalam kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara teoritis antara
variabel bebas dan variabel terikat. Berdasar pada uraian sebelumnya maka
kerangka pemikiran peneliti dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi
Provinsi Jawa Barat (sebagai variabel dependen) yang dipengaruhi oleh Rasio
Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah (sebagai variabel independen).
53
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi,
yaitu Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat yang terdiri dari 17
Kabupaten dan 9 Kota. Pertumbuhan di definisikan sebagai semua barang dan
jasa hasil dari kegiatan-kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik,
tanpa memerhatikan apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh
penduduk daerah tersebut.
Pertumbuhan daerah merupakan bagian integral dari pertumbuhan
nasional, maka dalam hal ini sudah tentu memerlukan anggaran untuk
mewujudkan pertumbuhan daerah dalam pembangunan dan mengurus rumah
tangganya sendiri. Pemerintah Daerah diberi kesempatan untuk menggali
sumber-sumber pendapatan yang ada di daerah. Oleh karena itu, variabel
independen pada penelitian ini dipilih semua rasio yang menggunakan
pendapatan daerah sebagai salah satu indikatornya.
Sedangkan, variabel independen atau variabel yang mempengaruhi
variabel dependen ditetapkan menjadi 3 variabel, yaitu Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah.
Rasio Efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintah daerah
dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan. Dengan
adanya peningkatan PAD, maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah
tersebut akan lebih tinggi, sehingga pemerintah daerah akan berinisiatif untuk
lebih menggali potensi-potensi daerah dan akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Analisis efektivitas pengelolaan anggaran daerah
54
adalah dengan menggunakan perbandingan antara realisasi pendapatan daerah
dengan target pendapatan yang ditetapkan dalam APBD, guna mengetahui
berhasil tidaknya pencapaian tujuan anggaran.
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Semakin kecil biaya
yang dikeluarkan untuk mendapatkan pendapatan, maka akan menaikkan
pertumbuhan ekonomi. Untuk mengukur kinerja pemerintah daerah dalam
memobilisasi penerimaan PAD, indikator rasio efisiensi keuangan daerah saja
belum cukup, sebab meskipun rasio efisiensinya sudah baik tetapi bila ternyata
biaya untuk mencapai target tersebut sangat besar, maka berarti pemungutan
PAD tersebut tidak efisien. Oleh karena itu perlu pula dihitung rasio efektivitas
PAD.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ditunjukkan oleh besarnya
Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan Pendapatan Daerah yang berasal
dari sumber lain (Pendapatan Transfer). Semakin mandiri suatu daerah otonom,
maka daerah tersebut semakin mampu memaksimalkan potensi pendapatan
daerahnya masing-masing, yang akan menaikkan pertumbuhan ekonomi.
Keberhasilan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan otonomi
daerah salah satunya dilihat dari kemandirian keuangan daerah tersebut. Suatu
daerah yang sudah mandiri dalam aspek keuangan diharapkan bisa
melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat tanpa
mengharapkan transfer dana dari pemerintah pusat.
55
Berdasarkan pemaparan variabel penelitian di atas, maka penyususan
kerangka berfikir penelitian Pengaruh Efektivitas Pendapatan Asli Daerah,
Efisiensi Keuangan Daerah, dan Kemandirian Keuangan Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2010-2014 dapat
dijabarkan dalam gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir Penelitian
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas suatu persoalan yang
masih perlu dibuktikan kebenarannya dan harus bersifat logis, jelas dan dapat
diuji. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Pertumbuhan
Ekonomi
Provinsi Jawa Barat
Rasio Efektivitas
PAD
Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
56
1. H1 : Diduga terdapat pengaruh signifikan antara variabel Rasio
Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 secara
simultan.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel
Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah,
dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014
secara simultan.
2. H1 : Diduga terdapat pengaruh signifikan Rasio Efektivitas PAD
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun
2010-2014 secara parsial.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan Rasio Efektivitas
PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
tahun 2010-2014 secara parsial.
3. H1 : Diduga terdapat pengaruh signifikan Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Jawa Barat tahun 2010-2014 secara parsial.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Jawa Barat tahun 2010-2014 secara parsial.
57
4. H1 : Diduga terdapat pengaruh signifikan Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi
Jawa Barat tahun 2010-2014 secara parsial.
H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh signifikan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014 secara parsial
59
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan model regresi untuk analisis regresi untuk
keperluan estimasi. Penelitian ini menggunakan 1 (satu) variabel dependent
yaitu Pertumbuhan Ekonomi dan 3 (tiga) variabel independent (bebas) yaitu
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah,
dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah. Data yang digunakan adalah data
sekunder. Analisis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Data
Panel, yaitu analisis yang menggabungkan data time series dan cross section.
Adapun data time series yang telah ditentukan adalah tahun 2010-2014, selain
itu telah ditentukan juga data cross section yang akan diteliti meliputi 17 (tujuh
belas) kabupaten, yaitu kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Bogor,
Ciamis, Cianjur, Cirebon, Garut, Indramayu, Karawang, Kuningan,
Majalengka, Pangandaran, Purwakarta, Subang, Sukabumi, Sumedang dan
Tasikmalaya, serta 9 (sembilan) kotamadya, yaitu kota Bandung, Banjar,
Bekasi, Bogor, Cimahi, Cirebon, Depok, Sukabumi, dan Tasikmalaya.
B. Metode Penentuan Sampel
Analisa data dalam penelitian tidak terlepas dari penentuan sampel,
karena sampel merupakan bagian terpenting dalam suatu penelitian dan jika
diabaikan maka hasil interpretasi yang diperoleh nantinya akan keliru terhadap
variabel yang akan diungkap. Menurut Priadana & Muis (2009), “Sampel
merupakan sebagian dari elemen-elemen populasi. Sebuah sampel yang
60
ditemukan tidak selalu memenuhi persyaratan dalam variabel penelitian
sehingga diperlukan pula besaran peluang representatifnya sebuah kelompok
sampel dalam sebuah populasi penelitian”. Dengan nilai representatif yang
lebih besar maka semakin besar pula ketepatan sampel yang digunakan,
sehingga variabel yang akan diungkap tidak mengalami kekeliruan. Sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 26 Kabupaten/Kota di Provinsi
Jawa Barat. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan adalah teknik
purposive sampling, yaitu penarikan sampel yang dilakukan karena tujuan
penelitian hanya dimaksudkan untuk mengungkap variabel sebatas dalam
sampel itu saja.
C. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat dan juga BPS Pusat di
Jakarta, Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung
dan telah dipublikasikan. Data yang telah diperoleh meliputi: Rasio Efektivitas
PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dan Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah menurut Kabupaten/Kota dan Pertumbuhan Ekonomi tahun 2010-
2014. Secara keseluruhan data diperoleh dari BPS.
D. Metode Analisis Data
Sesuai dengan data yang telah diperoleh maka pendekatan yang sesuai
dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang
61
menekankan pada angka-angka dalam penelitiannya. Dari data angka yang
telah diperoleh maka diharap dapat memberikan kesimpulan yang tepat.
1. Metode Data Panel
Menurut Wing Wahyu Winarno (2011), “Data panel atau pooled
data merupakan data yang terdiri atas data seksi silang (beberapa variabel)
dan data runtut waktu (berdasar waktu)”. Analisis regresi data panel adalah
analisis regresi yang didasarkan pada data panel untuk mengamati
hubungan antara variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan
mengenai masalah Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat
menggunakan studi kasus 26 Kabupaten/Kota dengan tahun yang akan
diteliti dari 2010 sampai dengan 2014.
Model dengan data cross section :
Keterangan :
N = Banyaknya data cross section T = Banyaknya data time series
Melihat data panel merupakan gabungan antara data cross section
dan data time series maka model yang dapat disimpulkan adalah sebagai
berikut:
Yit = α + β Xit + Ɛit ; I = 1,2,…,N; t = 1,2,…,T
Keterangan :
N = Banyaknya data cross section
T = Banyaknya data time series
62
N X T = Banyaknya data panel
Menurut Hsiao (2003) dan Baltagi (2005) dalam (Adit Agus Prastyo,
2010:87), Keunggulan penggunaan metode data panel dibandingkan
metode time series atau cross section adalah :
a. Estimasi data panel dapat menunjukkan adanya heterogenitas
dalam tiap individu.
b. Dengan data panel, data lebih informasif, lebih bervariasi,
mengurangi kolinearitas antar variabel, meningkatkan derajat
kebebasan (degree of freedom), dan lebih efisien.
c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan
dinamis dibandingkan dengan studi berulang dari cross section.
d. Data panel lebih mendeteksi dan mengukur efek yang secara
sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross
section.
e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang
lebih kompleks.
f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh
agregasi individu atau perusahaan karena unit data lebih banyak.
2. Pemodelan Data Panel
Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi
data panel, yaitu : 1) pendekatan OLS biasa (Pooled Least Square), 2)
pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model), dan 3) pendekatan efek acak
(Random Effect Model).
63
a. Pendekatan Pooled Least Square
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang paling
sederhana karena menggabungkan data cross section dan data
time series sebagai analisisnya, sering disebut pula dengan
Common Effect Model. Dalam pendekatan ini tidak
memperhatikan dimensi antar individu maupun rentang waktu,
sehingga model ini dapat pula dapat pula disebut sebagai model
OLS biasa karena menggunakan kuadrat terkecil.
b. Pendekatan Fixed Effect Model
Metode efek tetap ini dapat menunjukan perbedaan antar
objek meskipun dengan regresor yang sama. Model ini dikenal
dengan model regresi Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini
dimaksudkan adalah bahwa sutu objek, memiliki konstan yang
tetap besarannya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga
dengan koefisien regresinya, tetap besaranya dari waktu ke
waktu (time invariant).
Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat
membedakan efek individual dan efek waktu dan tidak perlu
mengasumsikan bahwa komponen eror tidak berkolerasi dengan
variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Dan kelemahan
metode efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan
keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda,
64
bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda dengan
kondisi objek tersebut pada waktu yang lain.
c. Pendekatan Random Effect Model
Keputusan untuk memasukan variabel boneka (dummy
variabel) dalam model efek tetap (fixed effect) tidak dapat
dipungkiri akan dapat menimbulkan trade off. Penambahan
variabel boneka ini akan dapat mengurangi banyaknya degree
of freedom yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari
parameter yang diestimasi. Model panel data yang didalamnya
melibatkan kolerasi antar error term karena berubahnya waktu
karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan
model komponen eror (eror component model) atau disebut juga
model efek acak (random effect).
Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode
fixed effect yang menggunakan variabel semu, sehingga model
mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu,
metode efek menggunakan residual, yang diduga memiliki
hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat untuk
menganalisis efek random yaitu objek data silang harus lebih
besar dari pada banyaknya koefisien (Winarno, 2007).
3. Pemilihan Model Data Panel
Estimasi model regresi linier berganda bertujuan untuk memprediksi
parameter model regresi yaitu nilai konstanta (α) dan koefisien regresi (βi).
65
Konstanta biasa disebut dengan intersep dan koefisien regresi biasa disebut
dengan slope. Regresi data panel memiliki tujuan yang sama dengan regresi
linier berganda, yaitu memprediksi nilai intersep dan slope. Penggunaan
data panel dalam regresi akan menghasilkan intersep dan slope yang
berbeda pada setiap entitas/ perusahaan dan setiap periode waktu. Model
regresi data panel yang akan diestimasi membutuhkan asumsi terhadap
intersep, slope dan variabel gangguannya. Menurut Widarjono (2007) ada
beberapa kemungkinan yang akan muncul atas adanya asumsi terhadap
intersep, slope dan variabel gangguannya.
a. Diasumsikan intersep dan slope adalah tetap sepanjang periode
waktu dan seluruh entitas/perusahaan. Perbedaan intersep dan
slope dijelaskan oleh variabel gangguan (residual).
b. Diasumsikan slope adalah tetap tetapi intersep berbeda antar
entitas/perusahaan.
c. Diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda baik antar waktu
maupun antar individu.
d. Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar individu.
e. Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar waktu dan antar
individu.
Dari berbagai kemungkinan yang disebutkan di atas muncullah
berbagai kemungkinan model/teknik yang dapat dilakukan oleh regresi data
panel. Dalam banyak literatur hanya asumsi pertama sampai ketiga saja
yang sering menjadi acuan dalam pembentukan model regresi data panel.
66
Menurut Widarjono (2007, 251), untuk mengestimasi parameter model
dengan data panel, terdapat tiga teknik (model) yang sering ditawarkan dan
dua tahap untuk memilih data panel.
Tahapan dalam memilih metode dalam data panel. Pertama yang
dilakukan adalah membandingkan PLS dengan FEM terlebih dahulu.
Kemudian dilakukan uji F-test Chow. Jika hasil menunjukkan model PLS
yang diterima, maka model PLS lah yang akan dianalisa. Tapi jika model
FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan
perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu dilakukan pengujian
dengan Hausman test untyk menentukan metode mana yang akan dipakai,
apakah FEM atau REM.
a. CEM vs FEM (Uji Chow)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui model Pooled Least Square
(PLS) atau FEM yang akan digunakan dalam estimasi. Relatif terhadap
Fixed Effect Model, Pooled Least Square adalah restricted model
dimana ia menerapkan intercept yang sama untuk seluruh individu.
Padahal asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang
sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit
tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat
digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut.
H0: Model Common Effect (Restricted)
H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)
Dimana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut:
67
Dimana:
Jika nilai F-hitung > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model panel
yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan
sebaliknya jika H0 diterima, maka model FEM harus diuji
kembali untuk memilih apakah akan memakai model FEM atau
REM baru dianalisis.
b. FEM vs REM (Uji Hausman)
Ada beberapa pertimbangan teknis empiris yang dapat digunakan
sebagai panduan untuk memilih antara Fixed Effect Model atau Random
Effect Model yaitu:
1) Bila T (jumlah unit time series) besar sedangkan N (jumlah
unit cross section) kecil, maka hasil FEM dan REM tidak
jauh berbeda. Dalam hal ini pilihan umumnya akan
didasarkan pada kenyamanan perhitungan, yaitu FEM.
2) Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua
pendekatan dapat berbeda signifikan. Jadi, apabila yang
diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam
penelitian diambil secara acak (random) maka REM harus
digunakan. Sebaliknya, apabila uang diyakini bahwa unit
cross section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil
secara acak maka digunakan estimasi FEM.
68
3) Apabila cross section error component (€i) berkorelasi
dengan variabel bebas X maka parameter yang diperoleh
dengan REM akan bias sementara parameter yang
diperoleh dengan FEM tidak habis.
4) Apabila N dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari
REM dapat terpenuhi, maka REM lebih efisien
dibandingkan tidak bias.
Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan
dengan menggunakan spesifikasi yang dikembangkan dengan Hausman.
Spesifikasi ini akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-
square statistik sehinggan keputusan pemilihan model akan dapat
ditentukan secara statistik.
Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:
H0 = Random Effect Model
H1 = Fixed Effect Model
Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Hausman test
dibandingkan dengan Chi-square statistik dengan df = k, di mana k
adalah jumlah koefesien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari
Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang FEM digunakan.
E. Model Empiris
Di awal telah dijelaskan mengenai estimasi model persamaan data
panel, yaitu sebagai berikut:
69
Yit = β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + µit……………….
Berdasarkan model di atas, maka model persamaan yang akan
diestimasi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Yit = α +β1RKPADit + β2REKDit + β3RKKD +µit…
Keterangan:
Y : Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
α : Konstanta
RKPADit : Rasio Efektivitas PAD di daerah i pada periode t
REKDit : Rasio Efisiensi Keuangan Daerah di daerah i pada
periode t
RKDDit : Rasio Kemandirian Keuangan Daerah di daerah i
periode t
Β1,2…..n : Koefisien Regresi
µi : error term
Setelah model penelitian di estimasi maka akan diperoleh nilai dan
besaran dari masing – masing parameter dalam model persamaan diatas.
Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian.
F. Uji Asumsi Klasik
Sebelum memulai olah data regresi, ada beberapa uji yang terlebih
dahulu harus dilakukan, yaitu uji asumsi klasik. Hal tersebut dilakukan untuk
melihat apakah data terbebas dari masalah multikolinearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik ini penting dilakukan
70
untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator – BLUE), yang berarti model
regresi tidak mengandung masalah. Untuk itu perlu dibuktikan lebih lanjut
apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut.
1. Uji Multikolinieritas
Multikolinearitas adalah kondisi adanya hubungan linier antar variabel
independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka
multikolinearitas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana (yang
terdiri atas satu variabel dependen dan satu variabel independen) (Wing
Wahyu, 2011: 5.1). Lebih lanjut, menurut Singgih Santoso (2010: 206),
Multikolinearitas mengandung arti bahwa antar variabel independen yang
terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati
sempurna (koefisien korelasinya tinggi atau bahkan 1).
Indikasi multikolinearitas ditunjukkan dengan beberapa informasi
antara lain:
a. Nilai R2 tinggi, tetapi variable independen banyak yang tidak
signifikan.
b. Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen,
apabila koefisien korelasi diantara masing-masing variabel bebas
lebih besar dari 0,8 maka tidak terdapat multikolinearitas.
c. Dengan melakukan regresi auxiliary, yaitu regresi yang dapat
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua (atau lebih)
71
variabel independen yang secara bersama-sama mempengaruhi satu
variabel independen lainnya.
Sedangkan alternatif menghilangkan multikolinearitas antara lain bisa
dengan menambahkan data penelitian bila memungkinkan, karena masalah
multikolinearitas biasanya muncul karena jumlah observasi yang sedikit. Selain
itu juga dapat dengan menghilangkan salah satu variabel independen, terutama
yang memiliki hubungan linier yang kuat dengan variabel lain. Namun jika
dengan cara tersebut tidak mungkin dihilangkan, maka tetap harus dipakai.
Selanjutnya bisa dengan mentransformasikan salah satu atau beberapa variabel
dengan melakukan differensiasi. (Wing Wahyu, 2011: 5.7 – 5.8)
2. Uji Heteroskedastisitas
Asumsi dalam model regresi adalah dengan memenuhi (i) residual yang
memiliki nilai rata-rata nol, (ii) residual yang memiliki varian yang konstan,
(iii) dan juga residual yang suatu observasinya tidak saling berhubungan
dengan residual observasi lainnya sehingga menghasilkan estimator yang
BLUE. Heteroskedastisitas merupakan fenomena terjadinya perbedaan varian
antar seri data. Heteroskedastisitas muncul apabila nilai varian dari variabel
tak bebas (Yi) meningkat sebagai meningkatnya varian dari variabel bebas
(Xi), maka varian dari Yi adalah tidak sama.
Apabila asumsi (i) tidak terpenuhi yang terpengaruh hanyalah slope
estimator dan ini tidak membawa konsekuensi serius dalam analisis
ekonometrik. Sedangkan jika asumsi (ii) dan (iii) tidak terpenuhi, maka akan
berdampak pada prediksi dengan model yang dibangun. Dalam kenyataannya,
72
nilai residual sulit memiliki varian yang konstan. Hal ini sering terjadi pada
data yang bersifat cross section dibanding time series. (Wing Wahyu, 2011:
5.8)
Regresi data panel tidak sama dengan model regresi linier, oleh karena
itu pada model data panel perlu memenuhi syarat BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator) atau terbebas dari pelanggaran asumsi-asumsi dasar
(asumsi klasik). Jika dilihat dari ketiga pendekatan yang dipakai, maka hanya
uji heteroskedastisitas saja yang relevan dipakai pada model data panel. Ada
beberapa metode yang dapat digunakan untuk menditeksi heteroskedastisitas
dalam sebuah model yaitu : metode grafik, uji park, uji glejser, uji korelasi
pearman, uji goldfield-quandt, uji bruesch-pagan-godffrey dan uji white.
Tetapi dalam penelitian ini hanya akan dilakukan dengan menggunakan Uji
Park.
Uji ini dikembangkan oleh Park pada tahun 1966, pengujian dilakukan
dengan meregresikan nilai log residual kuadrat sebagai variabel dependen
dengan variabel independennya. Uji Park dilihat dari nilai Probabilitasnya,
jika nilai probabilitas lebih besar dari α = 5% maka dapat disimpulkan tidak
ada masalah Heterokedastisitas pada penelitian tersebut.
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi.
Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model
73
regresi. Tentu saja model regresi yang baik adalah regresi bebas dari
autokolerasi. (Gujarati 2007:112). Autokorelasi menurut Wing Wahyu
Winarno (2011: 5.26) dapat berbentuk menjadi autokorelasi positif dan
autokorelasi negatif. Mengidentifikasi adanya autokorelasi dapat dilakukan
dengan melihat hasil uji Durbin-Watson.
Tabel 3.1
Uji Durbin-Watson
Ada
autokorelasi
positif
Tidak dapat
diputuskan
Tidak ada
autokorelasi
Tidak dapat
diputuskan
Ada
autokorelasi
negatif
0 1,10 1,54 2,46 2,90
Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut
tidak terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika DW tidak berada diantara 1,54
hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. (Winarno,
2009:5.27)
4. Uji Normalitas
Salah satu asumsi dalam analisis statistika adalah data berdistribusi
normal. Untuk menguji data apakah terdistribusi normal dengan menggunakan
histogram dan uji Jarque-Bera. Jarque-Bera adalah uji statistik untuk
mengetahui apakah data berdistribusi normal. Uji ini mengukur perbedaan
skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat
normal. Dengan hipotesis:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
74
Uji normalitas juga dapat dilihat dari gambar histogram, namun
seringkali kurvanya tidak mengikuti bentuk kurva normal, sehingga sulit
disimpulkan. Lebih mudah bila melihat koefisien Jarque-Bera dan
Probabilitasnya. Kedua angka ini bersifat saling mendukung. Bila nilai J-B
tidak signifikan (lebih kecil dari 2), maka data berdistribusi normal. Bila
probabilitas lebih besar dari 5% (bila menggunakan tingkat signifikansi
tersebut), maka data berdistribusi normal.
Teorema Limit Pusat (Central Limit Theorem). Dari suatu populasi yang
memiliki distribusi normal, distribusi mean sampling juga terdistribusi normal
untuk nilai n berapapun (tidak bergantung ukuran sampel). Dengan kata lain
jika dimisalkan X1, X2, X3,….Xn-1, Xn adalah suatu sampel acak dari suatu
populasi yang berdistribusi normal dengam mean µ dan deviasi standard σ
maka untuk sembarang nilai n, x juga terdistriusi normal dengan mean µx = µ
dan standar deviasi σx = σ/√n jika populasinya tidak terhingga atau σx =
(σ/√n)(√(N-n)/(N-1) jika populasinya terhingga berukuran N.
Sementara itu dari populasi yang tidak berdistribusi secara normal, jika
ukuran sampel cukup besar (n>30), distribusi mean sampling akan mendekati
distribusi normal (gaussian) apapun bentuk asli distribusi
populasinya.pernyataan ini dikenal sebagai teorema limit pusat (central limit
theorem). Dengan kata lain, seandainya X1, X2, X3,….Xn-1, Xn adalah suatu
sampel acak dari suatu populasi tidak berdistribusi secara normal dengan mean
dan standar deviasi, maka untuk nilai n yang cukup besar (n>30). X mendekati
suatu distribusi normal denagan mean mean µx = µ dan standar deviasi σx = σ/√n
75
jika populasinya tidak terhingga atau σx = (σ/√n)(√(N-n)/(N-1) jika populasinya
terhingga berukuran N. (Harinaldi, 2005)
Gambar 3.1
Kurva Distribusi Data
Sumber: Harinaldi, 2005
G. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis adalah prosedur yang didasarkan pada bukti sampel
yang dipakai untuk menentukan apakah hipotesis suatu pernyataan yang wajar
dan oleh karenanya tidak ditolak, atau hipotesis tersebut tidak wajar dan area
tersebut ditolak. (Reza 2014:79). Uji hipotesis ini berguna untuk memeriksa
atau menguji. Apakah koefisien regresi yang didapat signifikan atau berbeda
secara nyata. (Nachrowi, 2006:16). Maksudnya dari signifikan ini adalah suatu
nilai koefisien regresi yang secara statistik tidak sama dengan nol. Jika
koefisien slope sama dengan nol, berarti dapat dikatakan bahwa tidak cukup
bukti untuk menyatakan variabel bebas mempunyai pengaruh terhadap variabel
terikat.
1. Uji Koefisien Determinasi (R-square)
Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang penting dalam
regresi, karena dapat menginformasikan baik tidaknya model regresi yang
76
terestimasi. Atau dengan kata lain, angka tersebut dapat mengukur seberapa
dekatkah garis regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya. Nilai
koefisien determinasi (Goodness of fit) mencerminkan seberapa besar variasi
dari regressand (Y) dapat diterangkan oleh regressor (X). Bila R2 = 0, artinya
variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali. Sementara bila R2 =
1, artinya variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X. Dengan kata
lain bila R2 = 1, maka semua titik pengamatan berbeda pada garis regresi.
Berdasarkan kriteria tersebut, dengan demikian ukuran goodness of fit dari
suatu model ditentukan oleh R2 yang nilainya antara nol dan satu. (Nachrowi
dan Usman, 2008: 21-22).
2. Uji-F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap
variabel dependen. Cara yang digunakan adalah dengan membandingkan nilai
F hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
a. H0 : β = 0, berarti tidak ada pengaruh signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-
sama).
b. H1 : β > 0, berarti ada hubungan yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-
sama)
77
Dengan tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau taraf
signifikan 5% (α = 0,05), maka hipotesis uji-F penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Jika F hitung > F tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti
variabel independen (Rasio Efektivitas PAD, Rasio efisiensi keuangan
daerah, dan Rasio kemandirian keuangan daerah) secara bersama-
sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen (Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat)
b. Jika F hitung < F tabel maka H1 ditolak dan H0 diterima berarti
variabel independen (Rasio Efektivitas PAD, Rasio efisiensi keuangan
daerah, dan Rasio kemandirian keuangan daerah) secara bersama-
sama tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen (Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat)
3. Uji-t
Uji-t dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen. Uji-t dilakukan
dengan membandingkan t hitung terhadap t tabel dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. H0 : β = 0, berarti tidak ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
78
b. H1 : β > 0, berarti ada pengaruh positif dari masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).
Dengan tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% atau
taraf signifikan 5% (α = 0,05), maka hipotesis uji-t penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Jika t hitung > t tabel maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti ada
pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel
independen (Rasio Efektivitas PAD, Rasio efisiensi keuangan
daerah, dan Rasio kemandirian keuangan daerah) terhadap
variabel dependen secara parsial (individu) yaitu (Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Barat).
b. Jika t hitung < t tabel maka H1 ditolak dan H0 diterima berarti
tidak ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel
independen (Rasio Efektivitas PAD, Rasio efisiensi keuangan
daerah, dan Rasio kemandirian keuangan daerah) terhadap
variabel dependen secara parsial (individu) yaitu (Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Barat).
H. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel terikat yang mendasari
penelitian variabel dependen dipengaruhi oleh variabel independen.
Variable dependen dapat di tulis dalam Y. Variabel dependen adalah
79
variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat.
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan analisa kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan
ekonomi, maka penelitian ini menspesifikasikan variabel dependen dan
definisi operasional sebagai “Y”. Data yang digunakan adalah data
perhitungan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat.
2. Variabel Independen
Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi
variable lain (Umar, 2003:45). Variabel dapat di tulis dalam X.
Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu
yang berkaitan dengan analisa kinerja keuangan daerah dan pertumbuhan
ekonomi, maka penelitian ini menetapkan spesifikasi variable independen
dan definisi operasional sebagai berikut:
a. Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah (RKPAD)
menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam
memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang ditargetkan.
Rasio Efektivitas PAD dihitung dengan cara membandingkan
realisasi penerimaan PAD dengan target penerimaan PAD atau
yang dianggarkan sebelumnya.
b. Rasio Efisiensi Keuangan Daerah
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah (REKD) menggambarkan
perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk
80
memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang
diterima. Semakin kecil Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berarti
Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah semakin baik.
c. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD)
menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam
membiayai sendiri kegiatan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah ditunjukkan oleh besarnya Pendapatan Asli
Daerah dibandingkan dengan Pendapatan Daerah yang berasal
dari sumber lain.
Tabel 3.2
Operasional Variabel Penelitian
Jenis Variabel
Variabel Definisi Variabel Ukuran
Dependen Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Persentase
Independen Rasio Efektivitas PAD
Realisasi Efektivitas PAD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Persentase
Independen Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah
Realisasi Efisiensi Keuangan Daerah menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Persentase
Independen Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Realisasi Kemandirian Keuangan Daerah menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
Persentase
81
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Provinsi Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat adalah salah satu provinsi yang pertama
dibentuk di wilayah Indonesia. Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan
UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Jawa
Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.
Pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya
Provinsi Banten, yang berada di bagian barat Provinsi Jawa Barat.
Secara administrasi pemerintahan, wilayah Provinsi Jawa Barat
terbagi dalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten dan 9 kota, yaitu
Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Bandung Barat, Garut,
Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Cirebon, Majalengka, Sumedang,
Indramayu, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi, dan Pangandaran serta
Kota Bogor, Sukabumi, Bandung, Cirebon, Bekasi, Depok, Cimahi,
Tasikmalaya dan Banjar. Sedangkan jumlah kecamatan 626, daerah
perkotaan 2.671 dan 3.291 perdesaan (Pusdalisbang Jawa Barat, 2015:1)
Secara topografis Jawa Barat berupa wilayah pegunungan curam
(9,5%) yang terletak di bagian selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m
diatas permukaan laut, serta wilayah lereng bukit yang landai (36,48%)
yang terletak di bagian tengah dengan ketinggian 10-1.500 m dpl, dan
wilayah daratan landai (54,02%) yang terletak di bagian utara dengan
82
ketinggian 0-10 m dpl. Wilayah Jawa Barat memiliki iklim tropis, dengan
suhu rata-rata berkisar antara 17,40-30,70C dan kelembaban udara 73-84%.
Secara geografis, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun
2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, Provinsi Jawa Barat memiliki
wilayah daratan seluas 3.709.528,44 hektar dengan garis pantai sepanjang
724,85 km. Provinsi Jawa Barat terletak di antara 5o50'-7
o50' Lintang
Selatan dan 104o48'-108
o48' Bujur Timur, dengan batas-batas wilayahnya
(Pusdalisbang Jawa Barat, 2015:2):
Sebelah utara, berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta
Sebelah timur, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah
Sebelah selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia
Sebelah barat, berbatasan dengan Provinsi Banten.
Jawa Barat dialiri oleh 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan luas
wilayah DAS sebesar 32.074,40 km2, memiliki 3.502 buah sungai dan 6
Wilayah Sungai dengan Wilayah Sungai yang menjadi kewenangan
provinsi sebanyak 2 buah, yaitu Wilayah Ciwulan-Cilaki, dan Cisadea-
Cibareno. Jawa Barat juga memiliki 706 waduk, dengan luas sekitar
18.355,43 Ha dan memiliki potensi air sekitar 7.016.450.489,55 m3.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Jawa Barat No. 5 Tahun
2003, Provinsi Jawa Barat menetapkan tiga suku asli di Jawa Barat yaitu
Suku Betawi yang berbahasa Melayu dialek Betawi, Suku Sunda yang
berbahasa Sunda dan Suku Cirebon yang berbahasa Bahasa Cirebon
(dengan keberagaman dialeknya).
83
Kondisi demografis Jawa Barat secara umum tercermin melalui
jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk, struktur penduduk, sebaran
penduduk serta ketenagakerjaan. Berdasarkan data Tahun 2014, jumlah
penduduk Jawa Barat adalah sebanyak 46.029,6 ribu jiwa. Sementara itu
dilihat dari laju pertumbuhannya, penduduk Jawa Barat mengalami
penurunan dari 1,77% pada Tahun 2013 menjadi 1,52% pada Tahun 2014.
Berdasarkan jenis kelamin, komposisi penduduk Jawa Barat pada Tahun
2014 antara laki laki dengan perempuan adalah 49 % : 51%. (Pusdalisbang
Jawa Barat, 2015:5)
Tabel 4.1
Rincian Demografi Jawa Barat 2010-2014
Demografi Tahun
Indikator Satuan 2010 2011 2012 2013 2014
Jumlah Penduduk Ribu Jiwa 43.053 43.850 44.812 45.340 46.029
Laju Pertumbuhan
Penduduk
Persen 1,91 1,85 1,82 1,77 1,52
Kepadatan Penduduk Jiwa per-km2 1104 1175 1201 1.222 1.236
Sumber: BPS Jawa Barat, Jawa Barat Dalam Angka 2015
Penduduk terbanyak pada Tahun 2014 berada di Kabupaten Bogor
yaitu sebanyak 5.331.150 jiwa atau 11,58%, dan yang paling sedikit adalah
Kota Banjar yaitu sebanyak 180.515 jiwa atau 0,39% dari total jumlah
penduduk Jawa Barat. Sedangkan berdasarkan tingkat kepadatan penduduk
yang tertinggi berada di Kota Bandung yaitu 14.687,05 orang/km²,
kemudian Kota Cimahi yaitu 14.053,76 orang/km² dan Kota Bekasi yaitu
12.372,45 orang/km². Jumlah penduduk dan tingkat di kabupaten/kota Jawa
Barat. (BPS Jawa Barat : 2015)
84
B. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Desktiptif
a. Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat
Suatu daerah yang otonom, harus mempunyai kemampuan
keuangan dalam menyelenggarakan pemerintahan. Daerah yang telah
mandiri ditandai dengan berkurang ketergantungan keuangan terhadap
pusat. Dengan demikian tujuan otonomi daerah bisa terlaksana sesuai
dengan yang diharapkan. Meningkatkan PAD merupakan salah satu
cara dalam meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah daerah
dalam membiayai belanja rutin dan pembangunan. Semakin besar
kontribusi PAD terhadap APBD maka semakin besar kemampuan
daerah dalam melaksanakan otonomi.
Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui
rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana lancar yang
merupakan hak pemerintah daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran yang
tidak perlu dibayar kembali oleh daerah (UU No 33 Tahun 2004).
Sehubungan dengan hal tersebut, pendapatan daerah yang dianggarkan
dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan daerah
merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai
kekayaan bersih dalam periode yang bersangkutan. Menurut UU No 33
Tahun 2004 , Sumber pendapatan daerah terdiri dari:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
85
b. Dana Perimbangan
c. Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah
yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dana perimbangan adalah dana yang bersumber
dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Lain-lain
pendapatan daerah bertujuan memberi peluang kepada daerah untuk
memperoleh pendapatan selain dari PAD dan dana perimbangan yang
terdiri dari hibah dan dana darurat.
Tabel 4.2
Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat (dalam juta rupiah)
Rincian 2010 2011 2012 2013 2014
PENDAPATAN DAERAH 9.742.188 11.053.860 16.878.129 19.237.611 22.310.953
Pendapatan Asli Daerah 7.252.243 8.502.643 9.982.917 12.360.110 15.038.153
Pajak Daerah 6.470.866 7.696.485 9.149.214 11.236.146 13.753.760
Retribusi Daerah 32.249 50.738 57.326 63.655 70.081
Hasil BUMD dan Kekayaan
Daerah
226.366 229.147 232.647 261.601 304.380
Lain-lain PAD yang Sah 522.762 526.273 543.729 798.708 909.931
Dana Perimbangan 2.427.857 2.526.078 2.832.747 2.950.533 3.260.506
Dana Bagi Hasil 1.303.163 1.298.760 1.514.430 1.398.007 1.494.604
Dana Alokasi Umum 1.086.124 1.181.553 1.269.961 1.472.453 1.687.686
Dana Alokasi Khusus 38.570 45.765 48.356 80.072 78.215
Lain-lain Pendapatan yang
Sah
62.087 25.138 4.062.465 3.926.969 4.012.294
Sumber: BPS Jawa Barat, Jawa Barat Dalam Angka 2015
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari pendapatan daerah
tahun 2010 hingga 2014. Pada tahun 2010 pendapatan daerah Jawa
Barat mencapai Rp 9.742.188 juta, namun pada tahun 2014,
86
pendapatan daerah meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi Rp
22.310.953 juta. Lebih lanjut, peningkatan pendapatan daerah ini
disokong oleh peningkatan PAD yang cukup signifikan. PAD tahun
2010 mencapai Rp 7.252.243 juta, pada tahun 2014 mencapai dua kali
lipat menjadi Rp 15.038.153 juta.
Pada tabel 4.2 juga menunjukkan peningkatan Dana
Perimbangan Pemerintah Pusat, namun jika dilihat peningkatan PAD
jauh lebih besar dibanding dengan peningkatan Dana Perimbangan.
Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat
memaksimalkan potensi pendapatan dan kekayaan daerah yang
tersedia, atau dengan kata lain, Provinsi Jawa Barat cukup mandiri
dalam mengelola keuangan daerahnya.
b. Pertumbuhan Perekonomian Jawa Barat
Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai
peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi
adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan
analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara.
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas
perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada
suatu periode tertentu (Sukirno, 2012:152). Karena pada dasarnya
aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor
produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya
87
akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi
yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi
maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor
produksi juga akan meningkat (Sukirno, 2012:153).
Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih
menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative
change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk
Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total
market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and
services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu
tertentu (biasanya satu tahun).
Grafik 4.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
Sumber: BPS Jawa Barat, Jawa Barat Dalam Angka 2015
Dari tahun 2010 hingga tahun 2014, pertumbuhan Provinsi
Jawa Barat cenderung fluktuatif. Pertumbuhan ekonomi tertinggi Jawa
6.50%
6.40%
6.55%
6.33%
6.07%
5.80%
5.90%
6.00%
6.10%
6.20%
6.30%
6.40%
6.50%
6.60%
2010 2011 2012 2013 2014
88
Barat terjadi pada tahun 2012 dengan nilai 6,55% dan terendah pada
tahun 2014 dengan nilai 6,07%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
disokong oleh industri pengolahan atau manufaktur, dimana industri
ini menyokong hingga 44% pertumbuhan Provinsi Jawa Barat. Pada
grafik 4.2 disebutkan bahwa, dari tahun 2010 hingga 2014, industri
manufaktur merupakan industri utama yang menggerakkan
pertumbuhan ekonomi provinsi Jawa Barat.
Grafik 4.2
Distribusi Persentase PDRB Provinsi Jawa Barat menurut Lapangan Usaha
Sumber: BPS Jawa Barat, Jawa Barat Dalam Angka 2015
C. Analisis Regresi Data Panel
1. Estimasi Model Data Panel
a. CEM dengan FEM (Uji Chow)
Untuk mengetahui model panel yang akan digunakan, maka
digunakan uji F-Restricted dengan cara melihat nilai probabilitas (P-
17%
10% 8% 9% 8%
13% 16%
13% 15% 16%
38% 41% 41% 42%
44%
32% 33%
38%
34% 32%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
50%
2010 2011 2012 2013 2014
Pertanian Jasa Manufaktur Infustri Lainnya
89
Value) F-Statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α = 5%. Sebelum
melihat nilai probabilitas (P-Value) F-Statistik lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 5%, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya. Adapun
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Common Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Dari hasil berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) dan
Common Effect Model (CEM) diperoleh nilai probabilitas F-statistik
yakni sebagai berikut:
Tabel 4.3
Hasil Uji-Chow
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 6.277765 (25,101) 0.0000
Cross-section Chi-square 121.890922 25 0.0000
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diperoleh F-statistik adalah 6.277765
dengan d.f (25.101) dan nilai probabilitas F-Statistik sebesar 0.0000,
yang berarti bahwa nilai probabilitas F-Statistik lebih kecil dari tingkat
signifikansi α 5% (0.0000 < 0.05). Maka Ho ditolak, sehingga model
panel yang digunakan adalah Fixed Effect Model.
b. FEM dengan REM (Uji Hausman)
Setelah melakukan pengujian untuk model CEM dan FEM, agar
diketahui model panel yang akan diterapkan, selanjutnya dilakukan uji
90
Hausman, pengujian ini untuk menentukan model paling tepat yang
akan digunakan diantara FEM dan REM. Uji Hausman memberikan
penilaian dengan menggunakan Chi-Square Statistic sehingga
keputusan pemilihan model dapat ditentukan dengan tepat. Sebelum
membandingkan Chi-square statistic dan Chi-square table terlebih
dahulu dibuat hipotesisnya adalah sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model
H1 : Fixed Effect Model
Hasil pengolahan dengan uji Hausman dapat dilihat pada tabel 4.3
berikut:
Tabel 4.4
Hasil Uji Hausman
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f.
Prob.
Cross-section random 15.905460 3 0.0012
Berdasarkan hasil uji Hausman pada tabel 4.4 di atas, didapatkan
Chi-Square statistic sebesar 15.905460 dengan probabilitas 0.0012 dan
d.f. 3. Dikarenakan nilai probabilitas Chi-Square statistic lebih kecil
dari nilai α 5% (0.0012 < 0.05) maka Ho ditolak. Dapat disimpulkan
bahwa model terbaik yang dapat digunakan untuk model penelitian
adalah Fixed Effect Model. Jadi, berdasarkan uji Chow dan uji
Hausman model yang digunakan adalah Fixed Effect Model.
91
2. Model Empiris
Berdasarkan hasil dari estimasi yang menggunakan Fixed Effect
Model dapat disimpulkan bahwa hasil regresi yang dihasilkan cukup baik
untuk menjelaskan pengaruh Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Variabel Rasio Efektivitas
PAD dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah memiliki pengaruh positif
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat, sedangkan
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah memiliki pengaruh negatif signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat
dari Table 4.5 mengenai hasil estimasi uji di bawah ini:
Tabel 4.5
Fixed Effect Model
Variable Coefficient Prob.
C
RKPAD
REKD
RKKD
12.24812
5.657297
-7.429235
1.965944
0.0074
0.0113
0.0000
0.0086
R-square 0.653494
Adjusted R-squared 0.557433
F-statistic 6.802902
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil olahan data sekunder
Berdasarkan table 4.5 di atas, dapat dijelaskan melalui persamaan
sebagai berikut:
Y = 12.24812 + 5.657297RKPAD - 7.429235REKD + 1.965944RKKD + e
92
Keterangan:
Y = Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat
RKPAD = Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
REKD = Rasio Efisiensi Pendapatan Asli Daerah
RKKD = Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
e = error term
Tabel 4.6
Nilai Intercept Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Kabupaten/Kota Effect
1 Kota Bandung 2.673738
2 Kota Banjar -0.397051
3 Kota Bekasi 0.590712
4 Kota Bogor 0.639072
5 Kota Cimahi 0.098557
6 Kota Cirebon -0.143553
7 Kota Depok 1.555456
8 Kota Sukabumi 0.241969
9 Kota Tasikmalaya 0.148391
10 Kabupaten Bandung 0.373727
11 Kabupaten Bandung Barat 0.080402
12 Kabupaten Bekasi 0.836149
13 Kabupaten Bogor 0.382589
14 Kabupaten Ciamis -0.609366
15 Kabupaten Cianjur -0.646787
16 Kabupaten Cirebon -0.514603
17 Kabupaten Garut -0.724431
18 Kabupaten Indramayu -1.936005
19 Kabupaten Karawang 1.815304
20 Kabupaten Kuningan 0.082864
21 Kabupaten Majalengka -0.713115
22 Kabupaten Purwakarta 0.883637
23 Kabupaten Subang -2.237161
24 Kabupaten Sukabumi -0.366581
25 Kabupaten Sumedang -0.634416
26 Kabupaten Tasikmalaya -1.479500
Sumber: Hasil olahan data sekunder
Dari hasil estimasi diatas menunjukan bahwa terdapat 12
Kabupaten/Kota yang memiliki intercept negatif. Hal ini menunjukan
bahwa 12 Kabupaten/Kota ini mempunyai Pertumbuhan Ekonomi
93
terkecil/rendah di Provinsi Jawa Barat dan nilai intercept paling negatif
adalah Kabupaten Subang. Nilai intercept tersebut mempunyai arti bahwa
manakala di Kabupaten/Kota tersebut tidak terdapat variabel Rasio
Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah,
dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, maka Pertumbuhan Ekonomi
akan tetap menurun sebesar nilai intercept-nya. Sementara
Kabupaten/Kota lainnya memiliki intercept positif. Nilai intercept positif
tersebut bermakna bahwa manakala di Kabupaten/Kota tersebut tidak
terdapat variabel Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah, Rasio
Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah,
maka Pertumbuhan Ekonomi akan meningkat.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi
pada analisis regresi linear berganda yang berbasis ordinary least square
(OLS). Jadi analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan
persyaratan asumsi klasik, misalnya regresi logistik atau regresi ordinal.
Demikian juga tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada analisis
regresi linear, misalnya uji multikolinearitas tidak dilakukan pada analisis
regresi linear sederhana dan uji autokorelasi tidak perlu diterapkan pada
data cross sectional (Nachrowi dan Usman, 2006: 135).
94
a. Uji Normalitas
Grafik 4.3
Uji Normalitas
0
4
8
12
16
20
24
28
32
-5 -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5 6
Series: Standardized Residuals
Sample 2010 2014
Observations 130
Mean 2.97e-08
Median 0.005346
Maximum 6.225474
Minimum -4.997106
Std. Dev. 1.206945
Skewness 0.657697
Kurtosis 9.522131
Jarque-Bera 239.7875
Probability 0.000000
Berdasarkan grafik 4.3 dari hasil pengujian normalitas
didapatkan nilai Jarque-Bera sebesar 239.7875 lebih dari 2 dan nilai
probabilitas sebesar 0,0000 yang artinya nilai probailitas 0,0000 <
nilai signifikan (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa dalam
penelitian ini data tidak terdistribusi normal. Sehingga peneliti
menggunakan dalil Central Limit Theorem dimana data yang
digunakan lebih dari 30 data (n>30). Dalam penelitian ini
menggunakan 4 variabel dengan 26 objek penelitian dari tahun 2010-
2014 sehingga jumlah data sampelnya ada 130 data sehingga
menurut teorema limit pusat dapat dikatakan data terdistribusi
normal.
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linier antar
variabel independen. Untuk melihat ada atau tidaknya masalah
multikolinieritas, digunakan nilai correlation matrix dari semua
95
variabel independen. Nilai correlation matrix harus kurang dari 0,8.
Berikut ini uji multikolinearitas dengan menggunakan correlation
matrix:
Tabel 4.7
Correlation Matrix
RKPAD REKD RKKD
RKPAD 1 0.06964655 0.16930450
REKD 0.06964655 1 0.27443673
RKKD 0.16930450 0.27443673 1
Dari tabel 4.7 diketahui bahwa tidak ada masalah
multikolinieritas. Hal ini dikarenakan nilai korelasi matriks (correlation
matrix) dari semua variabel independen adalah kurang dari 0,8. Nilai
multikolinearitas variabel RKPAD terhadap REKD sebesar
0,06964655, dan terhadap RKKD sebesar 0,16930450. Sedangkan nilai
multikolinearitas variabel REKD terhadap RKKD sebesar 0,27443673.
Multikolinieritas biasanya terjadi pada estimasi yang
menggunakan data runtut waktu. Dengan mengkombinasikan data time
series dengan data cross section mengakibatkan masalah
multikolinieritas secara teknis dapat dikurangi. Penelitian ini
menggunakan data panel, yang mana secara teknis sudah dikatakan
masalah multikolinieritas sudah tidak ada.
c. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas dalam penelitian
salah satunya adalah menggunakan cara dalam prosedur statistik
96
dengan Uji Park. Uji ini dikembangkan oleh Park pada tahun 1966,
pengujian dilakukan dengan meregresikan nilai log residual kuadrat
sebagai variabel dependen dengan variabel independennya. Berikut ini
uji heterokedastisitas dengan uji Park:
Tabel 4.8
Hasil Uji Park
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -18.57226 11.06635 -1.678265 0.0958
RKPAD 1.099558 1.562756 0.703602 0.4830
REKD 0.926388 0.767733 1.206653 0.2298
RKKD 1.365977 0.943193 1.448247 0.1500
Berdasarkan tabel 4.6 diatas, dari hasil tersebut diketahui bahwa
koefisien parameter untuk masing-masing variabel independen tidak
signifikan. Hal ini dilihat dari uji t-statistik dan nilai probabilitas t-
statistik. Pada variabel Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi
Keuangan Daerah, dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, nilai
probabilitas lebih besar dari α = 5%, maka dapat disimpulkan ketiga
variabel independen tersebut terbebas dari masalah heterokedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah adanya korelasi antara variabel itu sendiri,
pada pengamatan yang berbeda waktu atau individu. Pada umumnya
autokorelasi lebih sering terjadi pada data time series (Nachrowi dan
Usman, 2006: 135).
Untuk mengidentifikasi adanya autokorelasi dengan
menggunakan nilai Durbin-Watson, apabila dilai dw berada diantara
97
1,54 - 2,46 maka tidak ada autokorelasi. Dari hasil pengujian regresi
data panel ini diperoleh nilai dw sebesar 1.981311 dimana nilai ini
berada diantara 1,54 - 2,46. Sehingga dapat diketahui bahwa model ini
tidak ada autokorelasi.
4. Uji Hipotesis
a. Uji-t
Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel
independen (Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah,
dan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah) berpengaruh secara parsial
terhadap variabel dependennya Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat,
yaitu dengan membandingkan masing-masing nilai t-statistik dari
regresi dengan t-tabel dalam menolak atau menerima hipotesis. Pada
tingkat keyakinan α = 5% dengan jumlah observasi sebanyak 130, maka
diperoleh t-tabel sebesar 1,65666.
Tabel 4.9
Nilai Uji t
Variabel t-Statistic t-Tabel Probabilitas
Rasio Efektivitas PAD 8.983415 1,65666 0.0113
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah 6.327572 1,65666 0.0000
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah 4.755740 1,65666 0.0086
Tabel 4.9 merupakan hasil pengujian variabel independen yaitu
Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi secara
parsial. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
98
1) Terdapat pengaruh Rasio Efektivitas PAD secara parsial
terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa Barat 2010-
2014.
2) Terdapat pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah secara
parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Jawa
Barat 2010-2014.
3) Terdapat pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
secara parsial terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi
Jawa Barat 2010-2014.
Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.7 maka
pembuktian dari hipotesis yang telah dipaparkan adalah sebagai berikut:
1) Variabel Rasio Efektivitas PAD memiliki t-statistic > t-tabel
(8.983415 > 1,65666 ) atau nilai probabilitas dari variabel
Rasio Efektivitas PAD lebih kecil dari tingkat keyakinan α =
5% (0,0113 < 0,05) yang berarti variabel Rasio Efektivitas
PAD berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Jawa Barat.
2) Variabel Rasio Efisiensi Keuangan Daerah memiliki t-statistic
> t-tabel (6.327572 > 1,65666 ) atau nilai probabilitas dari
variabel Rasio Efisiensi Keuangan Daerah lebih kecil dari
tingkat keyakinan α = 5% (0,00 < 0,05) yang berarti variabel
Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.
99
3) Variabel Rasio Kemandirian Keuangan Daerah memiliki t-
statistic > t-tabel (4.755740 > 1,65666 ) atau nilai probabilitas
dari variabel Rasio Kemandirian Keuangan Daerah lebih kecil
dari tingkat keyakinan α = 5% (0,86 < 0,05) yang berarti
variabel Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.
b. Uji –F
Untuk menguji apakah variabel independen berpengaruh secara
simultan (bersama-sama) terhadap variabel dependennya, maka
digunakan uji-F dengan cara membandingkan F-statistik dengan F-
tabel. Adapun hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Ho : Terdapat pengaruh secara simultan (bersama-sama) antara Rasio
Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan Rasio
Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014.
Hi : Tidak terdapat pengaruh secara simultan (bersama-sama) antara
Rasio Efektivitas PAD, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah, dan
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi di Provinsi Jawa Barat tahun 2010-2014.
Tabel 4.10
Uji F-Statistik
F-Statistic F-Tabel Prob(F-statistic
6.802902 2,67 0,0000
100
Berdasarkan tabel 4.10 diatas, hasil regresi data panel
menggunakan Fixed Effect Model diperoleh nilai F-statistik sebesar
6,802902 dengan probabilitas sebesar 0,00000, pada tingkat keyakinan
α = 5%, k = 3, n = 130, sehingga diperoleh F-tabel dengan nilai df yaitu
(2,67). Maka terlihat bahwa F-statistik > F-tabel (6,802902 > 2.67) atau
nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikansi α 5%
(0,0000 < 0,05), artinya bahwa variabel independen (Rasio efisiensi
keuangan daerah, Rasio Efektivitas PAD, dan Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah) secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat tahun hitung
2010-2014.
c. Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil regresi data panel menggunakan Fixed Effect
Model didapatkan koefisien determinasi sebesar 0,653494 atau 65,35%.
Hal ini menunjukkan bahwa hanya 65,35% Pertumbuhan Ekonomi di
Provinsi Jawa Barat dapat dijelaskan oleh variabel Rasio efisiensi
keuangan daerah, Rasio Efektivitas PAD, dan Rasio Kemandirian
Keuangan Daerah. Sedangkan sisanya 34,65% dijelaskan oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Tabel 4.11
Uji Koefisien Determinasi
R-Square Adjusted R-Square
0.653494 0.557433
101
Hal ini dikarenakan, sebagian dari faktor produksi yang
digunakan dalam kegiatan produksi di suatu daerah berasal dari daerah
lain atau dari luar negeri, demikian juga sebaliknya faktor produksi
yang dimiliki penduduk daerah tersebut dapat ikut serta dalam proses
produksi di daerah lain atau di luar negeri. Hal ini menyebabkan nilai
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang timbul di suatu daerah
tidak sama dengan pendapatan yang diterima daerah tersebut.
Semua barang dan jasa sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan
ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memerhatikan
apakah faktor produksinya berasal dari atau dimiliki oleh penduduk
daerah tersebut, merupakan “Produk Domestik Regional Bruto” daerah
bersangkutan. Sedangkan pendapatan yang timbul oleh karena adanya
kegiatan produksi tersebut merupakan “Pendapatan Regional”.
D. Analisis Ekonomi
1. Pengaruh Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Rasio ini menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam
merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan
dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Pemerintah
daerah dikatakan mampu menjalankan tugasnya dengan baik, apabila rasio
yang dicapai sebesar 100%. Semakin tinggi rasio efektivitas berarti
kemampuan daerah dalam memaksimalkan potensi pendapatan semakin
baik.
102
Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) harus berdampak pada
perekonomian daerah (Saragih, 2003:16). Oleh karena itu, daerah tidak
akan berhasil bila daerah tidak mengalami pertumbuhan ekonomi yang
berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah.
Lebih lanjut, Saragih juga menyatakan bahwa setiap terjadi perubahan
kondisi perekonomian akan memberikan dampak terhadap perubahan
pendapatan asli daerah. Itu artinya, daerah yang memiliki perekonomian
yang baik akan memiliki pendapatan asli daerah yang tinggi. Jadi, semakin
baik kondisi perekonomian suatu daerah akan menunjang terhadap
peningkatan pendapatan asli daerah. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perekonomian daerah berpengaruh secara positif terhadap
pendapatan asli daerah.
Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya
eksploitasi PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa
memperhatikan peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Dengan
adanya penerimaan dari pendapatan asli daerah dapat meningkatkan
Pertumbuhan Ekonomi daerah dan akan berdampak terhadap Pertumbuhan
Ekonomi nasional. Peningkatan pendapatan asli daerah dapat meningkatkan
investasi pemerintah daerah sehingga kualitas pelayanan publik semakin
baik, atau dengan kata lain pertumbuhan pendapatan asli daerah seharusnya
sensitif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Menurut Lewis dalam Ahyani (2010), tidak efektifnya berbagai
peraturan yang dilakukan pemerintah dapat membuat tidak adanya relasi
103
positif antara berbagai pungutan pajak atau pendapatan daerah itu dengan
kesungguhan pemerintah daerah dalam meningkatkan mutu layanan publik.
Selain itu pembebanan biaya atas barang maupun jasa yang ditawarkan
yang harus ditanggung oleh perusahaan daerah turut serta mengurangi
output yang dihasilkan. Dengan kurang maksimalnya pendapatan daerah
yang dihasilkan suatu daerah tentu akan mempengaruhi tingkat
Pertumbuhan Ekonomi di daerah tersebut, karena tingkat Pertumbuhan
Ekonomi tidak terlepas dari tingkat kenaikan pendapatan daerah tersebut.
Jadi sangat penting untuk pemerintah daerah memaksimalkan sektor
pendapatannya agar mendapat output yang maksimal di setiap sektornya.
Grafik 4.4
Laju Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan grafik 4.4 menunjukkan bahwa perkembangan rasio
efektivitas PAD (RKPAD) kabupaten/kota Provinsi Jawa barat mengalami
fluktatif. RKPAD tertinggi diraih pada tahun 2012 dengan nilai rasio
116,56%. Sementara itu RKPAD terendah pada tahun 2014. Hal ini senada
114.58%
110.96%
116.56%
111.76%
104.04%
96.00%
98.00%
100.00%
102.00%
104.00%
106.00%
108.00%
110.00%
112.00%
114.00%
116.00%
118.00%
2010 2011 2012 2013 2014
RKPAD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
104
dengan laju pertumbuhan Provinsi Jawa Barat pada grafik 4.1, dimana
pertumbuhan tertinggi diraih pada tahun 2012 dan terendah pada tahun
2014. Hal ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh positif antara Rasio
Efektivitas PAD terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Menurut Saragih (2003 : 15) peningkatan PAD sebenarnya merupakan
akses dari pertumbuhan ekonomi daerah yang pertumbuhan ekonominya
positif mempunyai kemungkinan mendapatkan kenaikan PAD. PAD
merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika PAD meningkat
maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih tinggi dan
tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga pemerintah
daerah akan berinisiatif untuk lebih menggali potensi-potensi daerah dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara
berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi
daerah itu sendiri.
2. Pengaruh Rasio Efisiensi Keuangan Daerah Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Dalam menjalankan roda pemerintahan, pemerintah dituntut untuk bisa
melaksanakan setiap kegiatan dengan efisien. Untuk mengetahui suatu
kegiatan pemerintah apakah sudah terlaksana dengan efisien atau tidak,
maka bisa dilihat dari rasio efesiensi. Mardiasmo (2004:133) mengatakan
bahwa efesiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin
besar output dibanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu
organisasi.
105
Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi
pendapatan yang diterima. Pemda dikatakan efisien jika rasio yang dicapai
kurang dari 100 persen. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja
pemerintah daerah semakin baik. Pemerintah daerah perlu menghitung
secara detail besarnya biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan seluruh
pendapatan yang diterimanya, sehingga dapat diketahui cara memungut
pendapatannya efisien atau tidak. Hal ini perlu dilakukan, meskipun
pemerintah daerah berhasil merealisasikan penerimaan pendapatannya
sesuai target yang ditetapkan, namun ternyata biaya untuk memperoleh
pendapatan lebih besar dari capaian pendapatannya, maka itu menjadi sia-
sia.
Belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran merupakan komponen
penting yang mengundang perhatian publik. Hal ini disebabkan karena
masyarakat sebagai pemberi dana publik melalui pajak daerah yang mereka
bayarkan berkepentingan untuk mengetahui apakah dana tersebut telah
digunakan dengan semestinya, efisien, efektif dan berorientasi pada
kepentingan publik. Belanja daerah mencerminkan kebijakan pemerintah
daerah dan arah pembangunan daerah, maka itu analisis terhadap belanja
seharusnya dilakukan untuk dijadikan dasar evaluasi dan koreksi. Belanja
yang dilakukan pemerintah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah
tersebut.
106
Belanja Modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah seperti
pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi
membuat masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan daerahnya.
Investasi yang dilakukan pemerintah melalui belanja modal berkontribusi
pada perekonomian regional, setidaknya dalam dua tahap. Dalam jangka
pendek melalui belanja material dan penyerapan tenaga kerja dan dalam
jangka panjang melalui angka pengganda pada sektor swasta yang turut
berperan dalam perekonomian.
Grafik 4.5
Laju Rasio efisiensi keuangan daerah
Berdasarkan Grafik 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata kabupaten/kota
Provinsi Jawa Barat belum bisa dikatakan efisien dalam mengelola
pendapatan dan belanjanya. Hal ini dapat dilihat dari nilai Rasio Efesiensi
Keuangan Daerah (REKD) yang sebagian besar lebih dari 100% (> 100%),
yaitu pada tahun 2010 sebesar 102,93%, tahun 2013 sebesar 102,68% dan
102.93%
97.98% 97.60%
102.68%
100.56%
94.00%
95.00%
96.00%
97.00%
98.00%
99.00%
100.00%
101.00%
102.00%
103.00%
104.00%
2010 2011 2012 2013 2014
REKD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
107
tahun 2014 sebesar 100,56%. Namun pada tahun 2011 dan 2012 rasio yang
didapat kurang dari 100% (<100 %), yaitu masing- masing sebesar 97,98%
dan 97,60%. Ini menunjukan, pada tahun 2011 dan tahun 2012 rata-rata
kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat mengalami efisiensi dalam
pengelolaan keuangannya. Hal ini selaras dengan laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jawa Barat pada grafik 4.1, dimana pada tahun 2011 dan
2012 terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ini membuktikan bahwa
terdapat pengaruh negatif antara Rasio efisiensi keuangan daerah terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat.
Pendapatan asli daerah dalam sebagian besar Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) memiliki nominal yang rendah. Hal ini tidak
sebanding dengan biaya yang harus dialokasikan dalam pos belanja
operasional maupun pos belanja modal. Dengan demikian walaupun PAD
yang dapat direalisasikan oleh pemerintah provinsi telah mencapai target
atau melebihi target yang dianggarkan, sesungguhnya PAD tidak mampu
digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos belanja
operasional. Jika sebagian besar atau seluruh PAD digunakan untuk
memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos belanja operasional, maka
PAD tidak mampu digunakan untuk memenuhi aktivitas dalam pos belanja
modal. Dimana pos belanja modal tersebut merupakan pos pengeluaran
yang berkaitan dengan pengadaan layanan publik.
Lebih lanjut, pajak merupakan salah satu komponen dari PAD.
Walaupun pajak daerah mampu direalisasikan melebihi anggaran yang
108
direncanakan namun PAD secara keseluruhan masih terbilang minim dalam
hal memenuhi kebutuhan pemerintah. Sebagian besar atau seluruh PAD
masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang terdapat dalam pos
belanja operasional, bukan pos belanja modal yang berkaitan dengan
pengadaan layanan publik.
Dari analisis di atas dapat diketahui bahwa pendapatan daerah yang
direalisasikan melebihi anggaran kenyataannya tidak dipergunakan untuk
mendanai aktivitas pada pos belanja modal. Akibatnya, aktivitas pos
belanja modal terutama pengadaan layanan publik tidak mampu
terselenggara dengan baik jika hanya mengandalkan PAD saja. Tidak
tercukupinya biaya belanja modal dapat mengakibatkan turunnya
produktivitas masyarakat serta kualitas layanan publik yang akan
berpengaruh pada penurunan pertumbuhan ekonomi daerah.
3. Pengaruh Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat
Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya
kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu menggali
sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui PAD. Jika PAD
meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih
tinggi. Keberhasilan kemampuan keuangan daerah dalam melaksanakan
otonomi daerah salah satunya dilihat dari kemandirian keuangan daerah
tersebut. Suatu daerah yang sudah mandiri dalam aspek keuangan
109
diharapkan bisa melaksanakan pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat tanpa mengharapkan transfer dana dari pemerintah pusat.
Kemandirian keuangan daerah mengindikasikan kemampuan
Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pelayanan masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan daerah. Kemandirian keuangan daerah
ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD)
dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lainnya
misalnya bantuan pemerintah pusat (transfer pusat) maupun dari pinjaman.
Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat
dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin
tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah
yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi
masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan bahwa
timgkat kesejahteraan masyarakat semakin tinggi. Semakin tinggi PAD
maka akan menambah dana pemerintah daerah yang kemudian akan
digunakan untuk membangun sarana dan prasarana di daerah tersebut yang
akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jadi, semakin
mandirinya suatu daerah, maka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut
dapat mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan daerah tersebut mampu
mengelola sumber daya dan potensi-potensi daerahnya secara ekonomis.
110
Grafik 4.6
Laju Rasio kemandirian keuangan daerah
Berdasarkan grafik 4.6 menunjukkan bahwa rata-rata kabupaten/kota
Provinsi Jawa Barat masih memiliki kemandirian daerah yang rendah. Hal
ini terlihat dari nilai RKKD paling besar pada tahun 2013 sebesar 30,38%.
Dengan rata-rata RKKD 2010 hingga 2014 sebesar 19%, maka dapat
dikatakan bahwa pemerintah pusat bersifat instruktif kepada pemerintah
daerah. Ini artinya, salah satu tujuan desentralisasi fiskal yaitu kemandirian
daerah belum tercapai sepenuhnya di kabupaten/kota Provinsi Jawa Barat.
Ketergantungan yang tinggi dari pemerintah pusat ini diakibatkan
oleh sumber penerimaan daerah belum dapat diandalkan secara optimal.
Rendahnya basis pajak/retribusi yang ada di daerah dan kurangnya
pendapatan asli daerah yang dapat digali oleh pemerintah daerah membuat
dana perimbangan yang diberikan kepada pemerintah Kabupaten/Kota
cukup besar.
12.18%
15.76% 17.53%
30.38%
21.97%
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
2010 2011 2012 2013 2014
RKKD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
111
Pendapatan asli daerah yang dimiiliki oleh pemerintah daerah belum
bisa memenuhi kebutuhan pada pos belanja operasional. Apabila
kebutuhan pos belanja operasional belum terpenuhi dengan baik, maka pos
belanja modal yang berkaitan dengan layanan publik juga tidak akan
terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu Pemerintah Pusat memberikan
Dana Perimbangan yang cukup besar kepada pemerintah daerah demi
menunjang peningkatan pelayanan publik di daerah. Sehingga peran
Pemerintah Pusat masih dominan dan tingkat ketergantungan daerah
terhadap pusat masih tinggi.
112
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil untuk
menjawab dari tujuan penelitian tentang Pengaruh Efektivitas Pendapatan Asli
Daerah, Efisiensi Keuangan Daerah dan Kemandirian Keuangan Daerah
terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2010 -
2014 adalah sebagai berikut:
1. Variabel Rasio Efektivitas Pendapatan Asli Daerah berpengaruh
positif signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
2. Variabel Rasio Efisiensi Keuangan Daerah berpengaruh negatif
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
3. Variabel Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh positif
signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
4. Berdasarkan pemilihan model data panel, didapatkan Fixed Effect
Model dan diketahui bahwa secara simultan Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dan
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh signifikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis paparkan sebelumnya,
maka penulis menyarankan beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
113
1. Secara umum, kemandirian daerah Provinsi Jawa Barat masih
rendah, padahal dalam era pelaksanaan otonomi daerah kontribusi
kemandirian daerah dan kemampuan keuangan daerah sangat
diperlukan, agar tingkat ketergantungan keuangan daerah kepada
pemerintah pusat dapat dikurangi. Oleh karena itu penulis
menyarankan bahwa perlunya optimalisasi sumber daya yang
dimiliki pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini harus dilaksanakan
secara berkelanjutan agar tujuan otonomi daerah dan pertumbuhan
ekonomi dapat tercapai.
2. Belanja daerah mencerminkan kebijakan pemerintah daerah dan
arah pembangunan daerah. Sumber dana belanja daerah sendiri
didapatkan dari masyarakat melalui pajak dan retribusi daerah. Oleh
karena itu penulis menyarankan perlunya langkah pengendalian
yang tepat guna menghindari timbulnya penyimpangan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah mengenai pengelolaan maupun
penetapan pajak dan retribusi daerah.
3. Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu tulang punggung
pelaksanaan otonomi daerah, oleh sebab itu pemerintah daerah
selain memaksimalkan potensi pendapatan namun juga harus dapat
memaksimalkan penggunaan PAD tersebut. Jika terjadi eksploitasi
PAD terhadap masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan
peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri dapat menurunkan
kualitas layanan publik yang pada akhirnya dapat menurunkan
pertumbuhan ekonomi daerah.
114
4. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, penelitian
ini hanya menggunakan 26 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
tanpa memasukkan Kabupaten Pangandaran yang berdiri pada tahun
2012. Hal ini dikarenakan rentang waktu yang di pilih oleh penulis
dari tahun 2010 hingga tahun 2014, dan Kabupaten Pangandaran
belum memiliki laporan keuangan pada tahun 2010 hingga 2012.
Oleh karena itu Kabupaten Pangandaran tidak dimasukkan dalam
penelitian ini. Kedua, penelitian ini hanya melihat pengaruh dari
rasio kinerja keuangan pemerintah daerah berbasis pandapatan
dimana hanya terdapat tiga (3) rasio yaitu Rasio Efektivitas
Pendapatan Asli Daerah, Rasio Efisiensi Keuangan Daerah dan
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, maka penulis menyarankan
untuk penelitian lebih lanjut mengenai rasio keuangan daerah
lainnya bagi akademisi lain.
115
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Lincolin. (2004). Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Yogyakarta:
STIE YKPN.
Badan Pusat Statistik. (2014). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota
di Indonesia 2010-2014. Jakarta: BPS
Badan Pusat Statistik. (2013). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota
di Indonesia 2006-2010. Jakarta: BPS
Bastian, Indra dan Gatot S,. (2006) Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Boediono. (2012). Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Gujarati, Damodar N. (2007). Dasar-dasar ekonometrika Edisi Ketiga. Jakarta:
Erlangga
Halim, Abdul. (2007). 2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah Edisi
Revisi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Halim, Abdul. (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik. (Problematika
Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah). Jakarta: Salemba Empat.
Halim, Abdul. (2004). Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah.
Jakarta: Salemba Empat.
Hermi Oppier. (2013). Analisis Pengaruh Pelaksanaan Otonomi Daerah
Terhadap Perkembangan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten
Maluku Tenggara”. Jurnal Benchmark Volume 2 November 2013.
Jhingan, M.L. (2012) Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
116
Mahmudi. (2010). Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta:
Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Mahmudi (2013). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Manajemen YKPN.
Mahsun, Muhammad. (2012). Pengukuran Kinerja Sektor Publik Edisi Pertama.
Yogyakarta: BPFE-UGM
Mardiasmo. (2004). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Penerbit ANDI.
Nachrowi, Djalal & Hardius Usman. (2008). Penggunaan Teknik Ekonometrik
Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008
Tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2015) Ringkasan Laporan Realisasi APBD
Jawa Barat 2015. Bandung: Pusdalisbang Jawa Barat
Pemerintah Pusat Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah
Pemerintah Pusat Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
117
Saragih, Juli P. (2010). Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sukirno, Sadono.(2015). Pengantar Teori Makroekonomi. Depok: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI
Suparmoko, M dan Suparmoko Maria R. (2012). Pokok – Pokok Ekonomika.
Yogyakarta: BPFE-UGM
Tarigan, Raja Malem. (2012). Pengaruh Desentralisasi Dan Pendapatan
Perkapita Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pemerintah Kota Provinsi
Sumatera Utara. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Todaro, Michael P. (2010). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid ke-3.
Jakarta: Erlangga
Winaryo, Wing Wahyu. (2007). Analisis ekonometrika dan statistika dengan
Eviews Edisi Kelima. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Menejemen YKPN
Yuliati. (2001). Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dalam menghadapai
Otonomi Daerah, Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.
118
LAMPIRAN 1
Hasil Uji Ekonometrik dengan Eviews
1. Uji Common Effect Model
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel Least Squares
Date: 01/10/17 Time: 18:42
Sample: 2010 2014
Periods included: 5
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 130 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.512489 7.673467 0.718383 0.4739
RKPAD 0.218630 0.811446 0.269432 0.7880
REKD -0.473646 1.266057 -0.374111 0.7090
RKKD 0.464225 0.123922 3.746107 0.0003 R-squared 0.115058 Mean dependent var 5.603192
Adjusted R-squared 0.093988 S.D. dependent var 1.226221
S.E. of regression 1.167174 Akaike info criterion 3.177335
Sum squared resid 171.6493 Schwarz criterion 3.265566
Log likelihood -202.5267 Hannan-Quinn criter. 3.213186
F-statistic 5.460716 Durbin-Watson stat 1.023079
Prob(F-statistic) 0.001462
2. Uji Fixed Effect Model
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel Least Squares
Date: 01/10/17 Time: 18:43
Sample: 2010 2014
Periods included: 5
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 130 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.24812 6.898797 1.775400 0.0074
RKPAD 5.657297 0.642164 8.983415 0.0113
REKD -7.429235 1.193863 6.327572 0.0000
RKKD 1.965944 0.134601 4.755740 0.0086 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.653494 Mean dependent var 5.603192
Adjusted R-squared 0.557433 S.D. dependent var 1.226221
S.E. of regression 0.815752 Akaike info criterion 2.624327
Sum squared resid 67.21060 Schwarz criterion 3.264008
Log likelihood -141.5813 Hannan-Quinn criter. 2.884251
F-statistic 6.802902 Durbin-Watson stat 1.981311
Prob(F-statistic) 0.000000
119
3. Uji Random Effect Model
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 01/10/17 Time: 18:44
Sample: 2010 2014
Periods included: 5
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 130
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 10.49859 6.486136 1.618619 0.1080
RKPAD 0.336498 0.624953 5.538437 0.0012
REKD -0.748501 1.108726 1.675100 0.0008
RKKD 0.050528 0.119052 0.424424 0.6720 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 0.745237 0.4549
Idiosyncratic random 0.815752 0.5451 Weighted Statistics R-squared 0.007376 Mean dependent var 2.463580
Adjusted R-squared -0.016258 S.D. dependent var 0.849632
S.E. of regression 0.856510 Sum squared resid 92.43484
F-statistic 0.312096 Durbin-Watson stat 1.503885
Prob(F-statistic) 0.816608 Unweighted Statistics R-squared 0.031193 Mean dependent var 5.603192
Sum squared resid 187.9163 Durbin-Watson stat 0.739751
120
4. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: FEM
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 6.277765 (25,101) 0.0000
Cross-section Chi-square 121.890922 25 0.0000
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel Least Squares
Date: 01/10/17 Time: 19:11
Sample: 2010 2014
Periods included: 5
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 130 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 5.512489 7.673467 0.718383 0.4739
RKPAD 0.218630 0.811446 0.269432 0.7880
REKD -0.473646 1.266057 -0.374111 0.7090
RKKD 0.464225 0.123922 3.746107 0.0003 R-squared 0.115058 Mean dependent var 5.603192
Adjusted R-squared 0.093988 S.D. dependent var 1.226221
S.E. of regression 1.167174 Akaike info criterion 3.177335
Sum squared resid 171.6493 Schwarz criterion 3.265566
Log likelihood -202.5267 Hannan-Quinn criter. 3.213186
F-statistic 5.460716 Durbin-Watson stat 1.023079
Prob(F-statistic) 0.001462
121
5. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: REM
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 15.905460 3 0.0012
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. RKPAD 5.657297 10.49859 0.021808 0.1181
REKD -7.429235 0.336498 0.196037 0.9987
RKKD 1.965944 -0.748501 0.003944 0.0001
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: GROWTH
Method: Panel Least Squares
Date: 01/10/17 Time: 19:12
Sample: 2010 2014
Periods included: 5
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 130 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.24812 6.898797 1.775400 0.0788
RKPAD -0.567297 0.642164 -0.883415 0.3791
REKD -0.749235 1.193863 -0.627572 0.5317
RKKD -0.195944 0.134601 -1.455740 0.1486 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.653494 Mean dependent var 5.603192
Adjusted R-squared 0.557433 S.D. dependent var 1.226221
S.E. of regression 0.815752 Akaike info criterion 2.624327
Sum squared resid 67.21060 Schwarz criterion 3.264008
Log likelihood -141.5813 Hannan-Quinn criter. 2.884251
F-statistic 6.802902 Durbin-Watson stat 1.981311
Prob(F-statistic) 0.000000
122
6. Uji Multikolinearitas
RKPAD RKKD REKD
RKPAD 1 0.06964655 0.16930450
RKKD 0.06964655 1 0.27443673
REKD 0.16930450 0.27443673 1
7. Uji Park
Dependent Variable: LOG(RES2)
Method: Panel Least Squares
Date: 01/10/17 Time: 01:04
Sample: 2010 2014
Periods included: 5
Cross-sections included: 26
Total panel (balanced) observations: 130 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -18.57226 11.06635 -1.678265 0.0958
RKPAD 1.099558 1.562756 0.703602 0.4830
REKD 0.926388 0.767733 1.206653 0.2298
RKKD 1.365977 0.943193 1.448247 0.1500 R-squared 0.023304 Mean dependent var -1.743092
Adjusted R-squared 0.000049 S.D. dependent var 2.292395
S.E. of regression 2.292339 Akaike info criterion 4.527308
Sum squared resid 662.1068 Schwarz criterion 4.615540
Log likelihood -290.2750 Hannan-Quinn criter. 4.563160
F-statistic 1.002104 Durbin-Watson stat 1.298118
Prob(F-statistic) 0.394295
123
LAMPIRAN 2
Rekapitulasi Data
1. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
No Kota/Kabupaten 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kab Bandung 5.88% 5.82% 6.28% 5.92% 5.91% 2 Kab Bandung
Barat 5.47% 5.68% 6.04% 5.94% 5.77%
3 Kab Bekasi 6.18% 6.60% 6.53% 6.23% 5.88% 4 Kab Bogor 5.09% 5.86% 6.01% 6.14% 6.01% 5 Kab Ciamis 5.07% 5.23% 5.41% 5.34% 5.07% 6 Kab Cianjur 4.53% 4.89% 5.60% 4.89% 5.06% 7 Kab Cirebon 4.96% 5.23% 5.46% 4.96% 5.07% 8 Kab Garut 5.34% 4.95% 4.07% 4.76% 4.81% 9 Kab Indramayu 4.03% 4.06% 3.18% 2.86% 4.93% 10 Kab Karawang 11.87% 6.56% 4.94% 7.96% 5.37% 11 Kab Kuningan 4.99% 5.62% 5.71% 6.25% 6.32% 12 Kab Majalengka 4.59% 4.71% 6.06% 4.93% 4.91% 13 Kab Purwakarta 5.77% 6.70% 6.83% 7.15% 5.72% 14 Kab Subang 4.34% 3.27% 0.60% 4.09% 5.02% 15 Kab Sukabumi 4.02% 4.42% 6.38% 5.51% 5.98% 16 Kab Sumedang 4.22% 4.79% 6.56% 4.84% 4.70% 17 Kab Tasikmalaya 4.27% 4.25% 4.02% 4.65% 4.78% 18 Kota Bandung 8.45% 7.91% 8.53% 7.84% 7.71% 19 Kota Banjar 5.28% 5.47% 5.32% 5.45% 4.97% 20 Kota Bekasi 5.84% 6.45% 6.74% 6.04% 5.61% 21 Kota Bogor 6.14% 6.22% 6.31% 6.04% 6.01% 22 Kota Cimahi 5.30% 5.50% 6.24% 5.65% 5.49% 23 Kota Cirebon 3.81% 5.78% 5.92% 4.90% 5.71% 24 Kota Depok 6.36% 6.81% 8.06% 6.85% 7.28% 25 Kota Sukabumi 6.11% 6.18% 5.80% 5.41% 5.43% 26 Kota Tasikmalaya 5.73% 5.02% 5.80% 6.17% 6.16%
124
2. Anggaran dan Realisasi PAD Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
No Wilayah Tahun Realisasi PAD (Rp) Anggaran PAD (Rp)
1 Kota
Bandung
2010 441,871,142,000 377,449,099,688
2011 834,505,864,970 617,255,108,739
2012 1,005,583,425,000 862,201,030,585
2013 1,442,775,238,323 1,407,759,106,133
2014 1,762,952,227,000 1,671,238,199,771
2 Kota Banjar
2010 37,363,752,000 39,624,513,304
2011 45,952,391,990 35,442,773,710
2012 54,684,691,000 46,887,404,630
2013 70,625,136,000 70,726,064,211
2014 63,864,729,000 64,765,467,817
3 Kota Bekasi
2010 296,046,879,000 263,377,728,496
2011 568,344,299,000 454,305,019,518
2012 70,735,134,000 60,649,274,756
2013 969,741,298,000 831,166,337,829
2014 1,042,728,151,000 952,471,041,124
4 Kota Bogor
2010 134,739,596,000 121,803,839,017
2011 230,449,644,620 189,928,229,166
2012 252,280,722,000 216,308,953,685
2013 463,368,420,000 424,283,526,856
2014 413,249,213,000 436,333,019,625
5 Kota Cimahi
2010 87,321,280,000 80,027,780,574
2011 116,677,729,310 98,716,556,372
2012 144,540,602,000 123,931,096,026
2013 191,599,457,000 137,835,395,447
2014 182,394,096,000 190,780,152,053
6 Kota Cirebon
2010 90,795,357,000 73,865,883,818
2011 120,130,531,060 115,714,842,756
2012 149,489,858,000 128,174,656,051
2013 969,741,298,000 831,680,085,838
2014 224,468,022,000 222,465,749,074
7 Kota Depok
2010 142,380,789,000 124,321,132,016
2011 282,747,544,890 278,116,435,629
2012 474,705,361,000 407,018,892,021
2013 581,207,571,000 520,560,692,080
2014 588,606,351,000 591,139,865,654
8 Kota
Sukabumi
2010 91,472,357,000 81,378,265,794
2011 115,351,808,000 115,507,568,621
2012 148,387,666,000 127,229,621,502
2013 174,959,121,000 146,569,228,882
2014 201,242,474,000 197,481,458,236
9 Kota 2010 104,773,656,000 94,714,797,339
125
Tasikmalaya 2011 110,369,865,910 112,221,294,927
2012 153,027,660,000 131,208,016,043
2013 172,877,461,000 150,568,426,470
2014 182,394,096,000 173,965,419,024
10 Kabupaten
Bandung
2010 199,240,708,310 182,599,152,075
2011 291,079,862,460 299,868,742,125
2012 366,316,690,578 318,947,610,018
2013 502,436,840,000 449,566,689,274
2014 702,845,372,799 569,782,229,947
11
Kabupaten
Bandung
Barat
2010 50,268,420,000 48,788,206,697
2011 94,606,169,070 84,751,696,309
2012 136,291,256,000 116,857,993,540
2013 187,170,467,000 169,748,818,829
2014 251,472,414,000 244,115,895,849
12 Kabupaten
Bekasi
2010 258,671,098,000 222,340,463,057
2011 599,070,130,850 554,126,748,177
2012 801,852,906,000 687,519,687,321
2013 1,154,525,309,000 1,019,976,551,365
2014 1,124,165,441,000 1,040,514,193,845
13 Kabupaten
Bogor
2010 399,263,957,000 353,072,135,953
2011 685,121,399,930 651,092,065,598
2012 1,048,230,704,202 898,767,393,122
2013 1,261,034,564,121 1,162,506,393,000
2014 1,712,937,376,136 1,467,027,789,000
14 Kabupaten
Ciamis
2010 50,512,876,000 46,756,966,380
2011 58,467,315,000 56,852,910,810
2012 87,711,885,000 75,205,374,076
2013 117,475,935,000 90,690,995,854
2014 138,809,504,000 142,618,926,261
15 Kabutaten
Cianjur
2010 114,305,536,000 86,260,266,609
2011 154,209,665,000 129,708,629,144
2012 215,802,560,000 185,032,076,911
2013 266,100,617,000 225,723,198,910
2014 355,346,307,000 365,151,822,695
16 Kabupaten
Cirebon
2010 139,426,725,000 113,462,266,820
2011 193,843,222,000 170,072,857,195
2012 229,992,688,000 197,198,887,423
2013 250,848,893,000 374,652,086,244
2014 368,111,750,000 789,229,425,586
17 Kabupaten
Garut
2010 108,914,764,000 93,999,034,550
2011 122,418,643,670 103,789,000,453
2012 184,269,765,000 157,995,425,679
2013 240,631,630,000 201,113,331,304
2014 255,101,696,000 255,101,695,599
126
18 Kabupaten
Indramayu
2010 99,439,223,000 95,387,124,820
2011 144,533,804,180 121,520,836,911
2012 164,671,615,000 141,191,702,877
2013 174,713,400,000 184,660,530,059
2014 241,321,575,000 266,418,790,389
19 Kabupaten
Karawang
2010 189,949,235,000 182,787,935,355
2011 378,630,051,820 346,572,061,157
2012 658,597,371,000 564,690,425,378
2013 660,841,120,000 768,881,868,072
2014 909,158,480,944 796,772,404,000
20 Kabupaten
Kuningan
2010 68,158,690,000 56,646,054,286
2011 82,917,043,000 81,558,145,556
2012 97,605,695,930 83,688,463,363
2013 112,517,242,678 92,878,743,602
2014 5,588,268,353 4,387,246,575
21 Kabupaten
Majalengka
2010 76,398,018,000 62,540,794,193
2011 86,579,536,410 90,532,994,822
2012 103,740,972,000 88,948,933,275
2013 142,505,677,000 143,590,695,631
2014 154,484,314,000 142,878,783,993
22 Kabupaten
Purwakarta
2010 74,489,287,000 62,734,704,473
2011 111,271,086,000 88,207,126,705
2012 151,567,978,000 129,956,464,662
2013 173,764,160,000 141,974,241,148
2014 407,987,714,000 357,299,819,421
23 Kabupaten
Subang
2010 130,968,161,000 135,987,801,362
2011 94,181,847,000 70,640,323,929
2012 120,972,035,000 103,723,083,193
2013 144,513,483,000 118,580,958,410
2014 150,997,506,000 137,408,628,238
24 Kabupaten
Sukabumi
2010 98,439,617,000 72,906,720,059
2011 151,825,718,340 126,185,900,657
2012 185,190,546,000 158,784,915,946
2013 273,452,383,000 226,140,714,470
2014 355,346,307,000 319,506,888,200
25 Kabupaten
Sumedang
2010 108,646,804,000 84,129,857,179
2011 139,823,277,570 159,461,651,177
2012 161,995,577,000 138,897,231,167
2013 189,612,072,000 165,506,387,799
2014 212,894,543,000 195,007,122,324
26 Kabupaten
Tasimalaya
2010 48,321,760,000 38,835,141,713
2011 55,771,204,720 67,111,166,607
2012 60,970,811,000 52,277,210,197
2013 70,474,912,000 59,833,269,876
127
2014 87,479,844,000 74,896,177,199
3. Pendapatan Transfer Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat
No Wilayah Tahun Pendapatan Transfer (Rp)
1 Kotamadya Bandung
2010 1,998,297,293,000
2011 2,280,790,658,935
2012 2,529,636,608,661
2013 2,814,192,121,233
2014 3,190,988,402,444
2 Kotamadya Banjar
2010 346,780,539,000
2011 443,483,092,192
2012 490,400,619,000
2013 550,292,200,000
2014 608,843,772,923
3 Kotamadya Bekasi
2010 1,286,394,206,000
2011 1,652,007,258,000
2012 2,608,155,596,000
2013 1,992,867,888,000
2014 2,437,634,976,729
4 Kotamadya Bogor
2010 764,711,355,000
2011 911,188,519,351
2012 1,081,840,889,000
2013 1,111,003,589,000
2014 1,344,448,168,840
5 Kotamadya Cimahi
2010 532,167,803,000
2011 605,068,988,621
2012 728,011,962,000
2013 783,750,740,000
2014 934,727,852,297
6 Kotamadya Cirebon
2010 586,933,753,504
2011 718,487,252,354
2012 722,635,442,000
2013 40,209,101,000
2014 1,009,599,562,543
7 Kotamadya Depok
2010 969,327,271,000
2011 1,046,390,364,575
2012 1,160,187,661,000
2013 1,340,195,208,000
2014 1,619,260,240,868
8 Kotamadya Sukabumi
2010 473,677,512,000
2011 515,842,749,000
2012 584,116,123,000
2013 668,724,856,000
128
2014 795,672,092,265
9 Kotamadya Tasikmalaya
2010 724,573,747,000
2011 805,327,070,860
2012 908,424,428,000
2013 1,192,710,213,000
2014 1,413,249,930,600
10 Kabupaten Bandung
2010 1,844,318,832,853
2011 2,162,336,352,076
2012 2,536,097,910,605
2013 2,724,549,456,416
2014 3,092,824,175,044
11 Kabupaten Bandung Barat
2010 963,110,269,000
2011 1,184,378,330,840
2012 1,296,569,958,000
2013 1,484,191,873,000
2014 1,660,371,173,000
12 Kabupaten Bekasi
2010 1,476,588,335,000
2011 1,764,180,422,678
2012 1,986,922,459,000
2013 2,208,915,850,000
2014 2,800,151,226,938
13 Kabupaten Bogor
2010 2,112,211,015,000
2011 2,766,633,715,375
2012 2,596,217,546,448
2013 3,027,364,700,154
2014 3,495,272,539,177
14 Kabupaten Ciamis
2010 1,268,110,423,000
2011 1,535,068,026,000
2012 1,779,623,693,000
2013 2,079,018,002,000
2014 1,866,866,142,809
15 Kabutaten Cianjur
2010 1,360,794,564,000
2011 1,623,927,311,000
2012 1,819,728,301,000
2013 1,981,758,631,000
2014 2,272,987,587,106
16 Kabupaten Cirebon
2010 1,343,948,732,000
2011 1,587,399,867,000
2012 1,764,272,625,000
2013 1,488,073,473,884
2014 1,585,728,329,531
17 Kabupaten Garut
2010 1,240,938,016,895
2011 1,586,151,437,000
2012 1,944,439,782,369
129
2013 1,897,884,433,134
2014 2,043,006,273,353
18 Kabupaten Indramayu
2010 1,273,332,775,000
2011 1,528,103,971,370
2012 1,720,982,327,000
2013 1,946,594,666,000
2014 2,336,933,077,554
19 Kabupaten Karawang
2010 1,409,477,085,000
2011 1,643,746,559,403
2012 1,802,458,164,000
2013 2,030,988,057,000
2014 2,239,682,990,685
20 Kabupaten Kuningan
2010 1,047,839,687,000
2011 1,221,526,193,000
2012 1,226,980,885,941
2013 1,139,711,347,633
2014 1,186,641,183,000
21 Kabupaten Majalengka
2010 1,046,397,892,000
2011 1,191,341,987,515
2012 1,470,611,413,000
2013 1,649,259,308,000
2014 1,902,517,410,000
22 Kabupaten Purwakarta
2010 774,459,852,000
2011 884,004,539,000
2012 1,005,289,562,000
2013 1,197,375,809,000
2014 1,184,279,768,000
23 Kabupaten Subang
2010 1,055,310,128,000
2011 1,311,792,776,000
2012 1,445,165,044,000
2013 1,681,358,765,000
2014 2,080,100,875,864
24 Kabupaten Sukabumi
2010 1,421,292,419,000
2011 1,704,261,536,730
2012 1,848,231,072,000
2013 2,134,902,713,000
2014 2,587,307,026,980
25 Kabupaten Sumedang
2010 977,910,496,000
2011 1,209,375,737,270
2012 1,332,457,215,000
2013 1,525,578,387,000
2014 1,874,265,234,352
26 Kabupaten Tasimalaya 2010 1,301,190,177,000
2011 1,454,325,036,033
130
2012 1,752,418,939,000
2013 2,143,148,407,000
2014 2,479,039,681,451
4. Realisasi Belanja Daerah dan Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota
Provinsi Jawa Barat
No Wilayah Tahun Belanja Daerah (Rp) Realisasi Pendapatan (Rp)
1 Kotamadya
Bandung
2010 2,522,680,818,000 2,440,168,435,000
2011 3,077,888,888,663 3,115,296,523,905
2012 3,490,035,513,000 3,535,220,033,661
2013 4,027,469,180,000 4,256,967,359,556
2014 4,435,597,295,732 4,953,940,629,444
2 Kotamadya
Banjar
2010 361,964,554,000 384,144,291,000
2011 484,464,252,840 489,435,484,182
2012 513,257,046,000 545,085,310,000
2013 646,330,710,000 620,917,336,000
2014 640,072,225,277 672,708,501,923
3 Kotamadya
Bekasi
2010 1,592,422,344,000 1,582,441,085,000
2011 1,981,344,801,775 2,220,351,557,000
2012 2,499,559,814,000 2,678,890,730,000
2013 2,959,889,955,000 2,962,609,186,000
2014 3,107,838,415,647 3,480,363,127,729
4 Kotamadya
Bogor
2010 956,682,804,000 899,450,951,000
2011 1,074,576,515,295 1,141,638,163,971
2012 1,355,492,925,000 1,334,121,611,000
2013 1,422,132,371,000 1,574,372,009,000
2014 1,702,962,476,448 1,757,697,381,840
5 Kotamadya
Cimahi
2010 636,201,145,000 619,489,083,000
2011 738,305,432,000 721,746,717,931
2012 833,552,564,000 872,552,564,000
2013 922,343,622,000 975,350,197,000
2014 1,042,608,970,972 1,117,121,948,297
6 Kotamadya
Cirebon
2010 749,767,900,000 677,729,110,504
2011 818,299,128,015 838,617,783,414
2012 813,671,540,000 872,125,300,000
2013 975,249,677,000 1,009,950,399,000
2014 1,193,110,081,757 1,234,067,584,543
7 Kotamadya
Depok
2010 1,088,629,034,000 1,111,708,060,000
2011 1,350,085,338,873 1,329,137,909,465
2012 1,371,444,185,000 1,634,893,022,000
2013 1,883,372,158,000 1,921,402,779,000
2014 2,011,328,640,125 2,207,866,591,868
8 Kotamadya 2010 568,645,337,000 565,149,869,000
131
Sukabumi 2011 619,143,878,000 631,194,557,000
2012 674,879,856,000 732,503,789,000
2013 837,454,351,000 843,683,977,000
2014 917,115,741,592 996,914,566,265
9 Kotamadya
Tasikmalaya
2010 880,339,919,000 829,347,403,000
2011 917,531,043,950 915,696,936,770
2012 1,035,009,274,000 1,061,452,088,000
2013 1,311,026,243,000 1,365,587,674,000
2014 1,456,076,332,000 1,595,644,026,600
10 Kabupaten
Bandung
2010 2,104,315,600,000 2,043,559,541,163
2011 2,461,282,122,370 2,453,416,214,536
2012 2,850,023,254,000 2,902,414,601,183
2013 3,242,165,133,000 3,226,986,296,416
2014 3,823,064,504,000 3,795,669,547,843
11
Kabupaten
Bandung
Barat
2010 972,444,848,000 1,013,378,689,000
2011 1,251,596,015,396 1,278,984,499,910
2012 1,501,192,558,000 1,432,861,214,000
2013 1,680,101,452,000 1,671,362,340,000
2014 1,868,257,939,000 1,911,843,587,000
12 Kabupaten
Bekasi
2010 1,700,882,514,000 1,735,259,433,000
2011 2,323,239,730,761 2,363,250,553,528
2012 2,639,023,961,000 2,788,775,365,000
2013 3,276,762,013,000 3,363,441,159,000
2014 3,761,215,938,532 3,924,316,667,938
13 Kabupaten
Bogor
2010 2,628,940,222,000 2,511,474,972,000
2011 3,237,756,698,686 3,451,755,115,305
2012 3,674,001,336,000 3,644,448,250,650
2013 4,614,270,730,000 4,288,399,264,275
2014 4,899,883,275,105 5,208,209,915,313
14 Kabupaten
Ciamis
2010 1,382,077,938,000 1,318,623,299,000
2011 1,363,058,783,000 1,593,535,341,000
2012 1,839,000,682,000 1,867,335,578,000
2013 2,184,752,025,000 2,196,493,937,000
2014 2,007,151,405,720 2,005,675,646,809
15 Kabutaten
Cianjur
2010 1,434,371,875,000 1,475,100,100,000
2011 1,777,604,748,000 1,778,136,976,000
2012 1,973,180,986,000 2,035,530,861,000
2013 2,152,133,853,000 2,247,859,248,000
2014 2,587,215,695,560 2,628,333,894,106
16 Kabupaten
Cirebon
2010 1,488,743,156,000 1,483,375,457,000
2011 1,749,525,593,000 1,781,243,089,000
2012 2,033,136,939,000 1,994,265,313,000
2013 2,324,459,361,000 1,738,922,366,884
2014 2,566,975,327,952 1,953,840,079,531
132
17 Kabupaten
Garut
2010 1,689,086,149,000 1,349,852,780,895
2011 2,011,183,799,850 1,708,570,080,670
2012 2,131,967,233,000 2,128,709,547,369
2013 2,934,073,591,000 2,138,516,063,134
2014 3,044,084,138,136 2,298,107,969,353
18 Kabupaten
Indramayu
2010 1,302,086,026,000 1,372,771,998,000
2011 1,571,194,686,102 1,672,637,775,550
2012 1,843,450,693,000 1,885,653,942,000
2013 2,120,262,966,000 2,121,308,066,000
2014 2,548,894,651,145 2,578,254,652,554
19 Kabupaten
Karawang
2010 1,548,841,832,000 1,599,426,320,000
2011 1,864,631,417,096 2,022,376,611,223
2012 2,416,221,176,000 2,461,055,535,000
2013 2,762,122,438,000 2,691,829,177,000
2014 3,151,309,949,764 3,148,841,471,629
20 Kabupaten
Kuningan
2010 1,127,654,918,000 1,115,998,377,000
2011 1,280,863,850,000 1,304,443,236,000
2012 1,434,011,695,000 1,324,586,581,871
2013 1,624,727,704,000 1,252,228,590,311
2014 1,804,797,895,000 1,192,229,451,353
21 Kabupaten
Majalengka
2010 1,136,129,535,000 1,122,795,910,000
2011 1,289,008,961,686 1,277,921,523,925
2012 1,525,924,588,000 1,574,352,385,000
2013 1,727,794,211,000 1,791,764,985,000
2014 2,010,112,734,000 2,057,001,724,000
22 Kabupaten
Purwakarta
2010 886,089,291,000 848,949,139,000
2011 986,611,755,000 995,275,625,000
2012 1,138,170,000,000 1,156,857,540,000
2013 1,378,889,639,000 1,371,139,969,000
2014 1,541,016,177,000 1,592,267,482,000
23 Kabupaten
Subang
2010 1,239,355,075,000 1,186,278,289,000
2011 1,351,796,983,000 1,405,974,623,000
2012 1,481,609,293,000 1,566,137,079,000
2013 1,777,946,918,000 1,825,872,248,000
2014 2,169,100,504,872 2,231,098,381,864
24 Kabupaten
Sukabumi
2010 1,621,193,458,000 1,519,732,036,000
2011 1,850,313,979,320 1,856,087,255,070
2012 1,999,104,665,000 2,033,421,618,000
2013 2,442,127,472,000 2,408,355,096,000
2014 2,773,710,011,873 2,942,653,333,980
25 Kabupaten
Sumedang
2010 1,120,286,159,000 1,086,557,300,000
2011 1,279,079,762,210 1,349,199,014,840
2012 1,467,551,208,000 1,494,452,792,000
2013 1,685,174,428,000 1,715,190,459,000
133
2014 2,050,349,911,787 2,087,159,777,352
26 Kabupaten
Tasimalaya
2010 1,507,964,068,000 1,349,511,937,000
2011 1,508,879,721,149 1,510,096,240,753
2012 1,829,410,194,000 1,813,389,750,000
2013 2,165,004,333,000 2,213,623,319,000
2014 2,416,942,284,557 2,566,519,525,451
134
LAMPIRAN 3
1. T-Tabel
Pr 0.25 0.10 0.05 0.025 0.01 0.005 0.001
df 0.50 0.20 0.10 0.050 0.02 0.010 0.002
1 1.00000 3.07768 6.31375 12.70620 31.82052 63.65674 318.30884
2 0.81650 1.88562 2.91999 4.30265 6.96456 9.92484 22.32712
3 0.76489 1.63774 2.35336 3.18245 4.54070 5.84091 10.21453
4 0.74070 1.53321 2.13185 2.77645 3.74695 4.60409 7.17318
5 0.72669 1.47588 2.01505 2.57058 3.36493 4.03214 5.89343
6 0.71756 1.43976 1.94318 2.44691 3.14267 3.70743 5.20763
7 0.71114 1.41492 1.89458 2.36462 2.99795 3.49948 4.78529
8 0.70639 1.39682 1.85955 2.30600 2.89646 3.35539 4.50079
9 0.70272 1.38303 1.83311 2.26216 2.82144 3.24984 4.29681
10 0.69981 1.37218 1.81246 2.22814 2.76377 3.16927 4.14370
11 0.69745 1.36343 1.79588 2.20099 2.71808 3.10581 4.02470
12 0.69548 1.35622 1.78229 2.17881 2.68100 3.05454 3.92963
13 0.69383 1.35017 1.77093 2.16037 2.65031 3.01228 3.85198
14 0.69242 1.34503 1.76131 2.14479 2.62449 2.97684 3.78739
15 0.69120 1.34061 1.75305 2.13145 2.60248 2.94671 3.73283
16 0.69013 1.33676 1.74588 2.11991 2.58349 2.92078 3.68615
17 0.68920 1.33338 1.73961 2.10982 2.56693 2.89823 3.64577
18 0.68836 1.33039 1.73406 2.10092 2.55238 2.87844 3.61048
19 0.68762 1.32773 1.72913 2.09302 2.53948 2.86093 3.57940
20 0.68695 1.32534 1.72472 2.08596 2.52798 2.84534 3.55181
21 0.68635 1.32319 1.72074 2.07961 2.51765 2.83136 3.52715
22 0.68581 1.32124 1.71714 2.07387 2.50832 2.81876 3.50499
23 0.68531 1.31946 1.71387 2.06866 2.49987 2.80734 3.48496
24 0.68485 1.31784 1.71088 2.06390 2.49216 2.79694 3.46678
25 0.68443 1.31635 1.70814 2.05954 2.48511 2.78744 3.45019
26 0.68404 1.31497 1.70562 2.05553 2.47863 2.77871 3.43500
27 0.68368 1.31370 1.70329 2.05183 2.47266 2.77068 3.42103
28 0.68335 1.31253 1.70113 2.04841 2.46714 2.76326 3.40816
29 0.68304 1.31143 1.69913 2.04523 2.46202 2.75639 3.39624
30 0.68276 1.31042 1.69726 2.04227 2.45726 2.75000 3.38518
31 0.68249 1.30946 1.69552 2.03951 2.45282 2.74404 3.37490
32 0.68223 1.30857 1.69389 2.03693 2.44868 2.73848 3.36531
33 0.68200 1.30774 1.69236 2.03452 2.44479 2.73328 3.35634
34 0.68177 1.30695 1.69092 2.03224 2.44115 2.72839 3.34793
35 0.68156 1.30621 1.68957 2.03011 2.43772 2.72381 3.34005
36 0.68137 1.30551 1.68830 2.02809 2.43449 2.71948 3.33262
37 0.68118 1.30485 1.68709 2.02619 2.43145 2.71541 3.32563
38 0.68100 1.30423 1.68595 2.02439 2.42857 2.71156 3.31903
39 0.68083 1.30364 1.68488 2.02269 2.42584 2.70791 3.31279
40 0.68067 1.30308 1.68385 2.02108 2.42326 2.70446 3.30688
41 0.68052 1.30254 1.68288 2.01954 2.42080 2.70118 3.30127
42 0.68038 1.30204 1.68195 2.01808 2.41847 2.69807 3.29595
43 0.68024 1.30155 1.68107 2.01669 2.41625 2.69510 3.29089
44 0.68011 1.30109 1.68023 2.01537 2.41413 2.69228 3.28607
45 0.67998 1.30065 1.67943 2.01410 2.41212 2.68959 3.28148
46 0.67986 1.30023 1.67866 2.01290 2.41019 2.68701 3.27710
47 0.67975 1.29982 1.67793 2.01174 2.40835 2.68456 3.27291
48 0.67964 1.29944 1.67722 2.01063 2.40658 2.68220 3.26891
135
49 0.67953 1.29907 1.67655 2.00958 2.40489 2.67995 3.26508
50 0.67943 1.29871 1.67591 2.00856 2.40327 2.67779 3.26141
51 0.67933 1.29837 1.67528 2.00758 2.40172 2.67572 3.25789
52 0.67924 1.29805 1.67469 2.00665 2.40022 2.67373 3.25451
53 0.67915 1.29773 1.67412 2.00575 2.39879 2.67182 3.25127
54 0.67906 1.29743 1.67356 2.00488 2.39741 2.66998 3.24815
55 0.67898 1.29713 1.67303 2.00404 2.39608 2.66822 3.24515
56 0.67890 1.29685 1.67252 2.00324 2.39480 2.66651 3.24226
57 0.67882 1.29658 1.67203 2.00247 2.39357 2.66487 3.23948
58 0.67874 1.29632 1.67155 2.00172 2.39238 2.66329 3.23680
59 0.67867 1.29607 1.67109 2.00100 2.39123 2.66176 3.23421
60 0.67860 1.29582 1.67065 2.00030 2.39012 2.66028 3.23171
61 0.67853 1.29558 1.67022 1.99962 2.38905 2.65886 3.22930
62 0.67847 1.29536 1.66980 1.99897 2.38801 2.65748 3.22696
63 0.67840 1.29513 1.66940 1.99834 2.38701 2.65615 3.22471
64 0.67834 1.29492 1.66901 1.99773 2.38604 2.65485 3.22253
65 0.67828 1.29471 1.66864 1.99714 2.38510 2.65360 3.22041
66 0.67823 1.29451 1.66827 1.99656 2.38419 2.65239 3.21837
67 0.67817 1.29432 1.66792 1.99601 2.38330 2.65122 3.21639
68 0.67811 1.29413 1.66757 1.99547 2.38245 2.65008 3.21446
69 0.67806 1.29394 1.66724 1.99495 2.38161 2.64898 3.21260
70 0.67801 1.29376 1.66691 1.99444 2.38081 2.64790 3.21079
71 0.67796 1.29359 1.66660 1.99394 2.38002 2.64686 3.20903
72 0.67791 1.29342 1.66629 1.99346 2.37926 2.64585 3.20733
73 0.67787 1.29326 1.66600 1.99300 2.37852 2.64487 3.20567
74 0.67782 1.29310 1.66571 1.99254 2.37780 2.64391 3.20406
75 0.67778 1.29294 1.66543 1.99210 2.37710 2.64298 3.20249
76 0.67773 1.29279 1.66515 1.99167 2.37642 2.64208 3.20096
77 0.67769 1.29264 1.66488 1.99125 2.37576 2.64120 3.19948
78 0.67765 1.29250 1.66462 1.99085 2.37511 2.64034 3.19804
79 0.67761 1.29236 1.66437 1.99045 2.37448 2.63950 3.19663
80 0.67757 1.29222 1.66412 1.99006 2.37387 2.63869 3.19526
81 0.67753 1.29209 1.66388 1.98969 2.37327 2.63790 3.19392
82 0.67749 1.29196 1.66365 1.98932 2.37269 2.63712 3.19262
83 0.67746 1.29183 1.66342 1.98896 2.37212 2.63637 3.19135
84 0.67742 1.29171 1.66320 1.98861 2.37156 2.63563 3.19011
85 0.67739 1.29159 1.66298 1.98827 2.37102 2.63491 3.18890
86 0.67735 1.29147 1.66277 1.98793 2.37049 2.63421 3.18772
87 0.67732 1.29136 1.66256 1.98761 2.36998 2.63353 3.18657
88 0.67729 1.29125 1.66235 1.98729 2.36947 2.63286 3.18544
89 0.67726 1.29114 1.66216 1.98698 2.36898 2.63220 3.18434
90 0.67723 1.29103 1.66196 1.98667 2.36850 2.63157 3.18327
91 0.67720 1.29092 1.66177 1.98638 2.36803 2.63094 3.18222
92 0.67717 1.29082 1.66159 1.98609 2.36757 2.63033 3.18119
93 0.67714 1.29072 1.66140 1.98580 2.36712 2.62973 3.18019
94 0.67711 1.29062 1.66123 1.98552 2.36667 2.62915 3.17921
95 0.67708 1.29053 1.66105 1.98525 2.36624 2.62858 3.17825
96 0.67705 1.29043 1.66088 1.98498 2.36582 2.62802 3.17731
97 0.67703 1.29034 1.66071 1.98472 2.36541 2.62747 3.17639
98 0.67700 1.29025 1.66055 1.98447 2.36500 2.62693 3.17549
99 0.67698 1.29016 1.66039 1.98422 2.36461 2.62641 3.17460
100 0.67695 1.29007 1.66023 1.98397 2.36422 2.62589 3.17374
101 0.67693 1.28999 1.66008 1.98373 2.36384 2.62539 3.17289
102 0.67690 1.28991 1.65993 1.98350 2.36346 2.62489 3.17206
103 0.67688 1.28982 1.65978 1.98326 2.36310 2.62441 3.17125
136
104 0.67686 1.28974 1.65964 1.98304 2.36274 2.62393 3.17045
105 0.67683 1.28967 1.65950 1.98282 2.36239 2.62347 3.16967
106 0.67681 1.28959 1.65936 1.98260 2.36204 2.62301 3.16890
107 0.67679 1.28951 1.65922 1.98238 2.36170 2.62256 3.16815
108 0.67677 1.28944 1.65909 1.98217 2.36137 2.62212 3.16741
109 0.67675 1.28937 1.65895 1.98197 2.36105 2.62169 3.16669
110 0.67673 1.28930 1.65882 1.98177 2.36073 2.62126 3.16598
111 0.67671 1.28922 1.65870 1.98157 2.36041 2.62085 3.16528
112 0.67669 1.28916 1.65857 1.98137 2.36010 2.62044 3.16460
113 0.67667 1.28909 1.65845 1.98118 2.35980 2.62004 3.16392
114 0.67665 1.28902 1.65833 1.98099 2.35950 2.61964 3.16326
115 0.67663 1.28896 1.65821 1.98081 2.35921 2.61926 3.16262
116 0.67661 1.28889 1.65810 1.98063 2.35892 2.61888 3.16198
117 0.67659 1.28883 1.65798 1.98045 2.35864 2.61850 3.16135
118 0.67657 1.28877 1.65787 1.98027 2.35837 2.61814 3.16074
119 0.67656 1.28871 1.65776 1.98010 2.35809 2.61778 3.16013
120 0.67654 1.28865 1.65765 1.97993 2.35782 2.61742 3.15954
121 0.67652 1.28859 1.65754 1.97976 2.35756 2.61707 3.15895
122 0.67651 1.28853 1.65744 1.97960 2.35730 2.61673 3.15838
123 0.67649 1.28847 1.65734 1.97944 2.35705 2.61639 3.15781
124 0.67647 1.28842 1.65723 1.97928 2.35680 2.61606 3.15726
125 0.67646 1.28836 1.65714 1.97912 2.35655 2.61573 3.15671
126 0.67644 1.28831 1.65704 1.97897 2.35631 2.61541 3.15617
127 0.67643 1.28825 1.65694 1.97882 2.35607 2.61510 3.15565
128 0.67641 1.28820 1.65685 1.97867 2.35583 2.61478 3.15512
129 0.67640 1.28815 1.65675 1.97852 2.35560 2.61448 3.15461
130 0.67638 1.28810 1.65666 1.97838 2.35537 2.61418 3.15411
131 0.67637 1.28805 1.65657 1.97824 2.35515 2.61388 3.15361
132 0.67635 1.28800 1.65648 1.97810 2.35493 2.61359 3.15312
133 0.67634 1.28795 1.65639 1.97796 2.35471 2.61330 3.15264
134 0.67633 1.28790 1.65630 1.97783 2.35450 2.61302 3.15217
135 0.67631 1.28785 1.65622 1.97769 2.35429 2.61274 3.15170
136 0.67630 1.28781 1.65613 1.97756 2.35408 2.61246 3.15124
137 0.67628 1.28776 1.65605 1.97743 2.35387 2.61219 3.15079
138 0.67627 1.28772 1.65597 1.97730 2.35367 2.61193 3.15034
139 0.67626 1.28767 1.65589 1.97718 2.35347 2.61166 3.14990
140 0.67625 1.28763 1.65581 1.97705 2.35328 2.61140 3.14947
141 0.67623 1.28758 1.65573 1.97693 2.35309 2.61115 3.14904
142 0.67622 1.28754 1.65566 1.97681 2.35289 2.61090 3.14862
143 0.67621 1.28750 1.65558 1.97669 2.35271 2.61065 3.14820
144 0.67620 1.28746 1.65550 1.97658 2.35252 2.61040 3.14779
145 0.67619 1.28742 1.65543 1.97646 2.35234 2.61016 3.14739
146 0.67617 1.28738 1.65536 1.97635 2.35216 2.60992 3.14699
147 0.67616 1.28734 1.65529 1.97623 2.35198 2.60969 3.14660
148 0.67615 1.28730 1.65521 1.97612 2.35181 2.60946 3.14621
149 0.67614 1.28726 1.65514 1.97601 2.35163 2.60923 3.14583
150 0.67613 1.28722 1.65508 1.97591 2.35146 2.60900 3.14545
151 0.67612 1.28718 1.65501 1.97580 2.35130 2.60878 3.14508
152 0.67611 1.28715 1.65494 1.97569 2.35113 2.60856 3.14471
153 0.67610 1.28711 1.65487 1.97559 2.35097 2.60834 3.14435
154 0.67609 1.28707 1.65481 1.97549 2.35081 2.60813 3.14400
155 0.67608 1.28704 1.65474 1.97539 2.35065 2.60792 3.14364
156 0.67607 1.28700 1.65468 1.97529 2.35049 2.60771 3.14330
157 0.67606 1.28697 1.65462 1.97519 2.35033 2.60751 3.14295
158 0.67605 1.28693 1.65455 1.97509 2.35018 2.60730 3.14261
137
159 0.67604 1.28690 1.65449 1.97500 2.35003 2.60710 3.14228
160 0.67603 1.28687 1.65443 1.97490 2.34988 2.60691 3.14195
161 0.67602 1.28683 1.65437 1.97481 2.34973 2.60671 3.14162
162 0.67601 1.28680 1.65431 1.97472 2.34959 2.60652 3.14130
163 0.67600 1.28677 1.65426 1.97462 2.34944 2.60633 3.14098
164 0.67599 1.28673 1.65420 1.97453 2.34930 2.60614 3.14067
165 0.67598 1.28670 1.65414 1.97445 2.34916 2.60595 3.14036
166 0.67597 1.28667 1.65408 1.97436 2.34902 2.60577 3.14005
167 0.67596 1.28664 1.65403 1.97427 2.34888 2.60559 3.13975
168 0.67595 1.28661 1.65397 1.97419 2.34875 2.60541 3.13945
169 0.67594 1.28658 1.65392 1.97410 2.34862 2.60523 3.13915
170 0.67594 1.28655 1.65387 1.97402 2.34848 2.60506 3.13886
171 0.67593 1.28652 1.65381 1.97393 2.34835 2.60489 3.13857
172 0.67592 1.28649 1.65376 1.97385 2.34822 2.60471 3.13829
173 0.67591 1.28646 1.65371 1.97377 2.34810 2.60455 3.13801
174 0.67590 1.28644 1.65366 1.97369 2.34797 2.60438 3.13773
175 0.67589 1.28641 1.65361 1.97361 2.34784 2.60421 3.13745
176 0.67589 1.28638 1.65356 1.97353 2.34772 2.60405 3.13718
177 0.67588 1.28635 1.65351 1.97346 2.34760 2.60389 3.13691
178 0.67587 1.28633 1.65346 1.97338 2.34748 2.60373 3.13665
179 0.67586 1.28630 1.65341 1.97331 2.34736 2.60357 3.13638
180 0.67586 1.28627 1.65336 1.97323 2.34724 2.60342 3.13612
181 0.67585 1.28625 1.65332 1.97316 2.34713 2.60326 3.13587
182 0.67584 1.28622 1.65327 1.97308 2.34701 2.60311 3.13561
183 0.67583 1.28619 1.65322 1.97301 2.34690 2.60296 3.13536
184 0.67583 1.28617 1.65318 1.97294 2.34678 2.60281 3.13511
185 0.67582 1.28614 1.65313 1.97287 2.34667 2.60267 3.13487
186 0.67581 1.28612 1.65309 1.97280 2.34656 2.60252 3.13463
187 0.67580 1.28610 1.65304 1.97273 2.34645 2.60238 3.13438
188 0.67580 1.28607 1.65300 1.97266 2.34635 2.60223 3.13415
189 0.67579 1.28605 1.65296 1.97260 2.34624 2.60209 3.13391
190 0.67578 1.28602 1.65291 1.97253 2.34613 2.60195 3.13368
191 0.67578 1.28600 1.65287 1.97246 2.34603 2.60181 3.13345
192 0.67577 1.28598 1.65283 1.97240 2.34593 2.60168 3.13322
193 0.67576 1.28595 1.65279 1.97233 2.34582 2.60154 3.13299
194 0.67576 1.28593 1.65275 1.97227 2.34572 2.60141 3.13277
195 0.67575 1.28591 1.65271 1.97220 2.34562 2.60128 3.13255
196 0.67574 1.28589 1.65267 1.97214 2.34552 2.60115 3.13233
197 0.67574 1.28586 1.65263 1.97208 2.34543 2.60102 3.13212
198 0.67573 1.28584 1.65259 1.97202 2.34533 2.60089 3.13190
199 0.67572 1.28582 1.65255 1.97196 2.34523 2.60076 3.13169
200 0.67572 1.28580 1.65251 1.97190 2.34514 2.60063 3.13148
2. F-Tabel
df (N1) 1 2 3 4 5 6 7 8
df (N2)
1 161 199 216 225 230 234 237 239
2 18.51 19.00 19.16 19.25 19.30 19.33 19.35 19.37
3 10.13 9.55 9.28 9.12 9.01 8.94 8.89 8.85
4 7.71 6.94 6.59 6.39 6.26 6.16 6.09 6.04
5 6.61 5.79 5.41 5.19 5.05 4.95 4.88 4.82
138
6 5.99 5.14 4.76 4.53 4.39 4.28 4.21 4.15
7 5.59 4.74 4.35 4.12 3.97 3.87 3.79 3.73
8 5.32 4.46 4.07 3.84 3.69 3.58 3.50 3.44
9 5.12 4.26 3.86 3.63 3.48 3.37 3.29 3.23
10 4.96 4.10 3.71 3.48 3.33 3.22 3.14 3.07
11 4.84 3.98 3.59 3.36 3.20 3.09 3.01 2.95
12 4.75 3.89 3.49 3.26 3.11 3.00 2.91 2.85
13 4.67 3.81 3.41 3.18 3.03 2.92 2.83 2.77
14 4.60 3.74 3.34 3.11 2.96 2.85 2.76 2.70
15 4.54 3.68 3.29 3.06 2.90 2.79 2.71 2.64
16 4.49 3.63 3.24 3.01 2.85 2.74 2.66 2.59
17 4.45 3.59 3.20 2.96 2.81 2.70 2.61 2.55
18 4.41 3.55 3.16 2.93 2.77 2.66 2.58 2.51
19 4.38 3.52 3.13 2.90 2.74 2.63 2.54 2.48
20 4.35 3.49 3.10 2.87 2.71 2.60 2.51 2.45
21 4.32 3.47 3.07 2.84 2.68 2.57 2.49 2.42
22 4.30 3.44 3.05 2.82 2.66 2.55 2.46 2.40
23 4.28 3.42 3.03 2.80 2.64 2.53 2.44 2.37
24 4.26 3.40 3.01 2.78 2.62 2.51 2.42 2.36
25 4.24 3.39 2.99 2.76 2.60 2.49 2.40 2.34
26 4.23 3.37 2.98 2.74 2.59 2.47 2.39 2.32
27 4.21 3.35 2.96 2.73 2.57 2.46 2.37 2.31
28 4.20 3.34 2.95 2.71 2.56 2.45 2.36 2.29
29 4.18 3.33 2.93 2.70 2.55 2.43 2.35 2.28
30 4.17 3.32 2.92 2.69 2.53 2.42 2.33 2.27
31 4.16 3.30 2.91 2.68 2.52 2.41 2.32 2.25
32 4.15 3.29 2.90 2.67 2.51 2.40 2.31 2.24
33 4.14 3.28 2.89 2.66 2.50 2.39 2.30 2.23
34 4.13 3.28 2.88 2.65 2.49 2.38 2.29 2.23
35 4.12 3.27 2.87 2.64 2.49 2.37 2.29 2.22
36 4.11 3.26 2.87 2.63 2.48 2.36 2.28 2.21
37 4.11 3.25 2.86 2.63 2.47 2.36 2.27 2.20
38 4.10 3.24 2.85 2.62 2.46 2.35 2.26 2.19
39 4.09 3.24 2.85 2.61 2.46 2.34 2.26 2.19
40 4.08 3.23 2.84 2.61 2.45 2.34 2.25 2.18
41 4.08 3.23 2.83 2.60 2.44 2.33 2.24 2.17
42 4.07 3.22 2.83 2.59 2.44 2.32 2.24 2.17
43 4.07 3.21 2.82 2.59 2.43 2.32 2.23 2.16
44 4.06 3.21 2.82 2.58 2.43 2.31 2.23 2.16
45 4.06 3.20 2.81 2.58 2.42 2.31 2.22 2.15
46 4.05 3.20 2.81 2.57 2.42 2.30 2.22 2.15
47 4.05 3.20 2.80 2.57 2.41 2.30 2.21 2.14
48 4.04 3.19 2.80 2.57 2.41 2.29 2.21 2.14
49 4.04 3.19 2.79 2.56 2.40 2.29 2.20 2.13
139
50 4.03 3.18 2.79 2.56 2.40 2.29 2.20 2.13
51 4.03 3.18 2.79 2.55 2.40 2.28 2.20 2.13
52 4.03 3.18 2.78 2.55 2.39 2.28 2.19 2.12
53 4.02 3.17 2.78 2.55 2.39 2.28 2.19 2.12
54 4.02 3.17 2.78 2.54 2.39 2.27 2.18 2.12
55 4.02 3.16 2.77 2.54 2.38 2.27 2.18 2.11
56 4.01 3.16 2.77 2.54 2.38 2.27 2.18 2.11
57 4.01 3.16 2.77 2.53 2.38 2.26 2.18 2.11
58 4.01 3.16 2.76 2.53 2.37 2.26 2.17 2.10
59 4.00 3.15 2.76 2.53 2.37 2.26 2.17 2.10
60 4.00 3.15 2.76 2.53 2.37 2.25 2.17 2.10
61 4.00 3.15 2.76 2.52 2.37 2.25 2.16 2.09
62 4.00 3.15 2.75 2.52 2.36 2.25 2.16 2.09
63 3.99 3.14 2.75 2.52 2.36 2.25 2.16 2.09
64 3.99 3.14 2.75 2.52 2.36 2.24 2.16 2.09
65 3.99 3.14 2.75 2.51 2.36 2.24 2.15 2.08
66 3.99 3.14 2.74 2.51 2.35 2.24 2.15 2.08
67 3.98 3.13 2.74 2.51 2.35 2.24 2.15 2.08
68 3.98 3.13 2.74 2.51 2.35 2.24 2.15 2.08
69 3.98 3.13 2.74 2.50 2.35 2.23 2.15 2.08
70 3.98 3.13 2.74 2.50 2.35 2.23 2.14 2.07
71 3.98 3.13 2.73 2.50 2.34 2.23 2.14 2.07
72 3.97 3.12 2.73 2.50 2.34 2.23 2.14 2.07
73 3.97 3.12 2.73 2.50 2.34 2.23 2.14 2.07
74 3.97 3.12 2.73 2.50 2.34 2.22 2.14 2.07
75 3.97 3.12 2.73 2.49 2.34 2.22 2.13 2.06
76 3.97 3.12 2.72 2.49 2.33 2.22 2.13 2.06
77 3.97 3.12 2.72 2.49 2.33 2.22 2.13 2.06
78 3.96 3.11 2.72 2.49 2.33 2.22 2.13 2.06
79 3.96 3.11 2.72 2.49 2.33 2.22 2.13 2.06
80 3.96 3.11 2.72 2.49 2.33 2.21 2.13 2.06
81 3.96 3.11 2.72 2.48 2.33 2.21 2.12 2.05
82 3.96 3.11 2.72 2.48 2.33 2.21 2.12 2.05
83 3.96 3.11 2.71 2.48 2.32 2.21 2.12 2.05
84 3.95 3.11 2.71 2.48 2.32 2.21 2.12 2.05
85 3.95 3.10 2.71 2.48 2.32 2.21 2.12 2.05
86 3.95 3.10 2.71 2.48 2.32 2.21 2.12 2.05
87 3.95 3.10 2.71 2.48 2.32 2.20 2.12 2.05
88 3.95 3.10 2.71 2.48 2.32 2.20 2.12 2.05
89 3.95 3.10 2.71 2.47 2.32 2.20 2.11 2.04
90 3.95 3.10 2.71 2.47 2.32 2.20 2.11 2.04
91 3.95 3.10 2.70 2.47 2.31 2.20 2.11 2.04
92 3.94 3.10 2.70 2.47 2.31 2.20 2.11 2.04
93 3.94 3.09 2.70 2.47 2.31 2.20 2.11 2.04
140
94 3.94 3.09 2.70 2.47 2.31 2.20 2.11 2.04
95 3.94 3.09 2.70 2.47 2.31 2.20 2.11 2.04
96 3.94 3.09 2.70 2.47 2.31 2.19 2.11 2.04
97 3.94 3.09 2.70 2.47 2.31 2.19 2.11 2.04
98 3.94 3.09 2.70 2.46 2.31 2.19 2.10 2.03
99 3.94 3.09 2.70 2.46 2.31 2.19 2.10 2.03
100 3.94 3.09 2.70 2.46 2.31 2.19 2.10 2.03
101 3.94 3.09 2.69 2.46 2.30 2.19 2.10 2.03
102 3.93 3.09 2.69 2.46 2.30 2.19 2.10 2.03
103 3.93 3.08 2.69 2.46 2.30 2.19 2.10 2.03
104 3.93 3.08 2.69 2.46 2.30 2.19 2.10 2.03
105 3.93 3.08 2.69 2.46 2.30 2.19 2.10 2.03
106 3.93 3.08 2.69 2.46 2.30 2.19 2.10 2.03
107 3.93 3.08 2.69 2.46 2.30 2.18 2.10 2.03
108 3.93 3.08 2.69 2.46 2.30 2.18 2.10 2.03
109 3.93 3.08 2.69 2.45 2.30 2.18 2.09 2.02
110 3.93 3.08 2.69 2.45 2.30 2.18 2.09 2.02
111 3.93 3.08 2.69 2.45 2.30 2.18 2.09 2.02
112 3.93 3.08 2.69 2.45 2.30 2.18 2.09 2.02
113 3.93 3.08 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
114 3.92 3.08 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
115 3.92 3.08 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
116 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
117 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
118 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
119 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
120 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.18 2.09 2.02
121 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.09 2.02
122 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.09 2.02
123 3.92 3.07 2.68 2.45 2.29 2.17 2.08 2.01
124 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01
125 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01
126 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01
127 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01
128 3.92 3.07 2.68 2.44 2.29 2.17 2.08 2.01
129 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
130 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
131 3.91 3.07 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
132 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
133 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
134 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
135 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
136 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
137 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.17 2.08 2.01
141
138 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01
139 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01
140 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.01
141 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.08 2.00
142 3.91 3.06 2.67 2.44 2.28 2.16 2.07 2.00
143 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00
144 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00
145 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00
146 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00
147 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00
148 3.91 3.06 2.67 2.43 2.28 2.16 2.07 2.00
149 3.90 3.06 2.67 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
150 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
151 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
152 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
153 3.90 3.06 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
154 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
155 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
156 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
157 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
158 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
159 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
160 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
161 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.16 2.07 2.00
162 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00
163 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00
164 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 2.00
165 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 1.99
166 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.07 1.99
167 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99
168 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99
169 3.90 3.05 2.66 2.43 2.27 2.15 2.06 1.99
170 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
171 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
172 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
173 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
174 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
175 3.90 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
176 3.89 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
177 3.89 3.05 2.66 2.42 2.27 2.15 2.06 1.99
178 3.89 3.05 2.66 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
179 3.89 3.05 2.66 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
180 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
181 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
142
182 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
183 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
184 3.89 3.05 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
185 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
186 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
187 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
188 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
189 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
190 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
191 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
192 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
193 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
194 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
195 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
196 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.15 2.06 1.99
197 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.14 2.06 1.99
198 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.14 2.06 1.99
199 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.14 2.06 1.99
200 3.89 3.04 2.65 2.42 2.26 2.14 2.06 1.98