pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

116
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyuntikan obat anestesi lokal secara intraartikular pada saat ini banyak dilakukan pada penderita Osteoartritis derajat satu dan dua ataupun setelah tindakan operasi artroskopi. Bupivakain merupakan obat yang efektif digunakan untuk mengurangi nyeri pada operasi artroskopi dan ditujukan untuk kontrol nyeri pada perioperasi, artritis inflamasi dan osteoartritis. 1-4 Di Amerika, dalam penelitian yang dilakukan oleh Allen, dilakukan penyuntikan bupivakain 0,25% intraartikular terhadap 102 pasien untuk mengurangi nyeri setelah dilakukan tindakan artroskopi dengan hasil hilangnya rasa nyeri hingga mencapai 24 jam yang diukur dengan menggunakan skor visual analogue scale (VAS). 1, 5-8 Bupivakain 0,25% yang disuntikkan intraartikular berdasarkan penelitian Andres

Transcript of pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

Page 1: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Penyuntikan obat anestesi lokal secara intraartikular pada saat ini banyak

dilakukan pada penderita Osteoartritis derajat satu dan dua ataupun setelah

tindakan operasi artroskopi. Bupivakain merupakan obat yang efektif digunakan

untuk mengurangi nyeri pada operasi artroskopi dan ditujukan untuk kontrol nyeri

pada perioperasi, artritis inflamasi dan osteoartritis.1-4 Di Amerika, dalam

penelitian yang dilakukan oleh Allen, dilakukan penyuntikan bupivakain 0,25%

intraartikular terhadap 102 pasien untuk mengurangi nyeri setelah dilakukan

tindakan artroskopi dengan hasil hilangnya rasa nyeri hingga mencapai 24 jam

yang diukur dengan menggunakan skor visual analogue scale (VAS).1, 5-8

Bupivakain 0,25% yang disuntikkan intraartikular berdasarkan penelitian Andres

memperlihatkan bahwa obat tersebut efektif sebagai anti nyeri dibandingkan

dengan morfin dengan menurunkan nilai skor VAS sehingga tidak dibutuhkan

analgetik tambahan.4, 6

Penggunaan bupivakain 0,25% sebagai anti nyeri secara tunggal ataupun

dikombinasikan dengan obat lain seperti kortikosteroid mempunyai potensi

nekrosis terhadap kondrosit pada tulang rawan sendi pada pasien osteoartritis.9-12

Sifat toksisitas bupivakain 0,25% bergantung terhadap dosis dan lama paparan.

Mekanisme pasti kondrotoksisitas bupivakain belum sepenuhnya dimengerti,

1

Page 2: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

2

tetapi diperkirakan melalui mekanisme proses inflamasi yang diinisiasi oleh

produksi nitric oxide.13

Kondrosit adalah sel matur yang ditemukan pada tulang rawan. Sel ini

membentuk matriks selular tulang rawan, melakukan sejumlah fungsi dalam

tulang rawan termasuk memfasilitasi pergantian cairan melalui lapisan gelatin

yang membentuk tulang rawan.

Tulang rawan sendi lutut terutama berfungsi sebagai pegas pada waktu

sendi tersebut menerima beban. Pada sendi lutut yang merupakan sendi

diarthrodial terdapat lapisan permukaan licin yang dapat memberikan efek

gesekan yang kecil. Pelumasan yang baik, sangat diperlukan selama terjadi

pergerakan sendi, di samping melakukan penyerapan dan menyebarkan beban

yang diterima terhadap struktur penyangga dibawahnya.14

Semua fungsi tersebut dapat dijalani selama tujuh hingga delapan dekade

dengan mengalami sedikit kerusakan, sehingga masih dapat berfungsi secara

normal, akan tetapi dapat juga mengalami kerusakan lebih dini karena cedera,

infeksi, degenerasi kronis dan progresif serta iatrogenik.

Tulang rawan merupakan jaringan ikat yang mempunyai aktifitas

metabolisme yang tinggi, berfungsi untuk mempertahankan keutuhan struktur

normal dari matrik ekstra seluler, dengan cara menyeimbangkan proses anabolik

dan katabolik. Walaupun demikian mempunyai kapasitas yang sangat terbatas

terhadap proses penyembuhan atau regenerasi apabila mengalami suatu

kerusakan.15 Perubahan mikroskopik pada kerusakan tulang rawan salah satunya

dinilai dengan menggunakan skor Mankin yang dikembangkan oleh Mankin, dkk.

Page 3: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

1

3

Rentang penilaiannya meliputi struktur organisasi, karakteristik seluler, hilangnya

pewarnaan safranin O dan integritas tidemark. Derajat skala histologi mulai dari 0

(tulang rawan normal) hingga 14 (degradasi tulang rawan berat).

Penderita dengan keluhan nyeri lutut baik karena proses intraartikuler

maupun ekstraartikuler sering mendapatkan pengobatan anestesi lokal seperti

bupivakain. Pemberian bupivakain secara intraartikuler masih dilakukan. Hal ini

dikarenakan adanya pengaruh yang menguntungkan dan merugikan dari

bupivakain intraartikuler. Pengaruh yang menguntungkan adalah hilang atau

berkurangnya rasa nyeri dengan cepat, sedangkan yang merugikan adalah

timbulnya kerusakan sendi atau kondrolisis.10, 12

Kondrolisis didefinisikan sebagai hilangnya tulang rawan sendi sebagai

akibat dari proses lisis atau disolusi dari matriks tulang rawan dan sel. Keadaan ini

dilaporkan terjadi pada 18 dari 45 pasien yang mendapatkan infus (40%)

bupivakain secara intraartikular dengan menggunakan alat intra articular pain

pump catheter (IAPPPC) di Amerika Serikat.16 Kondrolisis juga dapat terjadi

pada kasus dislokasi sendi yang tidak langsung segera ditangani, sekitar 6% dari

anak-anak yang mengalami dislokasi sendi panggul mengalami kondrolisis,

penyebabnya bisa karena trauma langsung pada tulang rawan saat terjadi

dislokasi.7, 17

Pada penelitian Dragoo J.L., Korotkova T dan Kanwar R, ditemukan

secara invitro pengaruh bupivakain 0,25% dan 0,5% pada rawan sendi

menyebabkan kondrosit nekrosis setelah diberikan bupivakain melalui infus

intraartikular selama 48 jam.14

Page 4: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

4

Penggunaan pompa elektronik untuk pemberian bupivakain secara kontinyu

dengan infus anestesi lokal secara intraartikuler baru-baru ini telah dilakukan dan

memberikan efek samping terjadinya kondrolisis dari tulang rawan sendi bahu.18 Pada

penelitian mengenai pengaruh bupivakain terhadap rawan sendi yang dilakukan oleh Chu,

didapatkan hasil bahwa pemberian bupivakain 0,25% dan 0,5% secara invitro

menyebabkan kerusakan rawan sendi.11 Tetapi, dalam penelitian tersebut juga ditekankan

bahwa penelitian secara in vitro tidak memperhitungkan efek pengenceran yang terjadi

pada penyuntikan secara intraartikular.

Pemeriksaan untuk menilai tulang rawan telah dikembangkan oleh Mankin, dkk.

Pemeriksaan ini meliputi penilaian struktur tulang rawan, sel rawan sendi, pewarnaan

safranin O dan tidemark integrity. Hasil dari pemeriksaan ini dinilai dengan skor

modifikasi Mankin yang terdiri dari nilai normal, kerusakan tulang rawan ringan, sedang

dan berat.

Pada penelitian lanjutan dengan menggunakan bupivakain 0,5% yang dilakukan

oleh Chu secara in vivo didapatkan kesimpulan bahwa terjadi pengurangan jumlah

kondrosit dilihat secara histopatologi.10 Data dari penelitian sebelumnya ini memberi dasar

pemberian bupivakain harus dengan dosis rendah dan waktu yang singkat.10 Berdasarkan

penelitian sebelumnya ini, maka didapatkan kurangnya informasi pada pemberian

bupivakain 0,25% terhadap rawan sendi yang dilakukan secara in vivo.

Tema sentral penelitian ini berdasarkan penelitian secara invitro, eksposur

bupivakain 0,25% pada tulang rawan sendi menyebabkan penurunan

metabolisme kondrosit, meningkatkan terjadinya apoptosis dan nekrosis pada

kondrosit yang mengarah kepada degradasi tulang rawan sendi dilihat secara

morfologi. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan terjadi perubahan lebih berat pada

Page 5: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

5

pasien osteoartritis telah dibuktikan, maka akan dilakukan penelitian dengan cara

menyuntikan bupivakain ke dalam sendi lutut kelinci normal serta dilihat perubahan

histopatologis pada rawan sendi.

1.2 Rumusan Masalah

Masalah pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

Bagaimana pengaruh penyuntikan intraartikular bupivakain 0,25% dosis tunggal

selama tiga minggu terhadap kerusakan kondrosit pada lapisan tulang rawan sendi lutut

kelinci normal ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari penyuntikan

bupivakain 0,25% terhadap kondrosit medial condyle femur kelinci.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Secara Teoretis

Sebagai tambahan informasi mengenai pengaruh penyuntikan bupivakain

0,25% secara intraartikular terhadap kondrosit kelinci normal.

1.4.2 Secara Praktis

Dengan mengetahui pengaruh injeksi analgetik intraartikular terhadap

kerusakan rawan sendi, maka : Memberikan dasar rasional dalam pertimbangan

pemberian bupivakain 0,25% secara intraartikular dan pengaruhnya terhadap

kerusakan kondrosit.

Page 6: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1 Anatomi - Histopatologi Tulang Rawan

Tulang rawan sendi mempunyai sifat mekanik yang luar biasa dan daya

tahan yang lama walaupun hanya memiliki ketebalan beberapa milimeter. Struktur

dan komposisi yang unik menjadikan permukaan tulang rawan memiliki gaya

gabungan antara gesekan yang rendah, pelumasan yang baik, shock absorption

dan daya keausan yang rendah yang mampu menahan beban besar berulang-ulang

selama masa hidup seseorang. Karakteristik ini jelas tidak akan tertandingi oleh

material sintetik apapun.19

Tulang rawan sendi merupakan jaringan ikat padat, yang terdiri dari

matriks ekstraselular dan diantaranya tersebar sedikit sel-sel kondrosit. Komponen

dari ekstraselular terdiri dari : proteoglikan, kolagen, air, protein lain dan

glikoprotein. Susunan serta jumlah masing masing komponen sangat bervariasi

yang dijelaskan pada gambar 2.1. Pada gambar tersebut air merupakan komponen

utama, sementara kondrosit hanya berkisar 3%. Sekitar 50% komponen struktural

merupakan kolagen dengan jumlah terbanyak merupakan kolagen tipe II. Tulang

rawan sendi mempunyai sifat seperti karet, berfungsi untuk mengurangi tekanan.

Tulang rawan sendi permukaannya halus yang akan memberikan efek

gesekan yang kecil terhadap gerakan dan stres yang diterima.20

6

Page 7: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

7

Gambar 2.1 Komposisi molekular dari tulang rawan sendi.Dikutip dari : Aigner.21

Secara histologis dikenal tiga jenis rawan sendi, yaitu; tulang rawan hialin,

tulang rawan elastik dan tulang rawan fibrous.

1) Tulang rawan hialin merupakan tulang penutup dari permukaan sendi terutama

sendi diarthrodial yang ditemui pada anterior tulang iga, dan menyangga saluran

nafas secara fleksibel. Tulang rawan hialin berwarna putih kebiruan tak tembus

cahaya, elastis, dan fleksibel. Sel-selnya terutama berbentuk sperik dan mengisi

seluruh lakuna, walaupun dalam pewarnaan apus membran sel retraksi dan

konturnya menjadi stelat atau angular. Komposisi sel pada permukaan berbentuk

sperik, sel tampak lebih gepeng dan terletak sejajar permukaan. Di bagian yang

lebih dalam, sel-sel tampak besar dan membulat, tersusun memanjang seperti

kolom. Sitoplasma berisi mitokondria panjang, vakuola, dan kususnya pada sel

matur lebih besar, droplet lemak, dan glikogen, inti berisi satu atau beberapa anak

inti.20

Tidak ada pembuluh darah, pembuluh limfatik dan saraf pada tulang rawan.

Sel 3%

Kolagen15%Air

70-80%

Agrekan 9%

Lain-lain3%

Page 8: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

8

2) Tulang rawan elastik, merupakan rawan sendi berwarna kuning, bersifat

fleksibel, elastis, tak tembus cahaya. Perbedaan dengan tulang rawan hialin adalah

pada tulang rawan elastik substansi interstitialnya penetrasi kesegala arah. Tulang

rawan sendi ini terutama terlihat pada telinga. 20

3) Tulang rawan fibrous, merupakan tulang rawan sendi yang tebal dan di dalam

substansi interstitial tersusun oleh serabut kolagen. Tulang rawan fibrous

merupakan jaringan transisional antara tulang rawan hialin dan jaringan kolagen.

Tulang rawan fibrous terjadi pada keadaan yang khusus, misalnya tulang rawan

sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat padat dari kapsul atau ligamen suatu

sendi juga terdapat pada diskus simfisis pubis.20

Pada orang dewasa kebanyakan tulang rawan merupakan jenis hialin

terutama pada sendi diarthrodial. Tebal tulang rawan hialin bervariasi dari area

yang satu ke area yang lain atau dari satu sendi ke sendi yang lain. Pada sendi

yang besar, seperti sendi tebal tulang rawan hialin dapat mencapai 2- 4 mm,

tulang rawan sendi ini dapat mempertahankan fungsi biomekaniknya selama 7 -

8 dekade dengan hanya mengalami sedikit kerusakan. Akan tetapi, dapat juga

mengalami kerusakan yang lebih cepat apabila mengalami ruda paksa, infeksi,

penyakit degeneratif, penyakit metabolik dan peradangan sendi oleh sebab lain.

Proses degenerasi, fibrilasi, dan erosi sering terjadi berlebihan menyebabkan

penipisan tulang rawan dan kadang-kadang merusak tulang dibawahnya.20

Tulang rawan sendi terutama tersusun oleh matriks ekstraseluler yang

besar dengan populasi sel-sel kondrosit yang jarang, tersebar diseluruh jaringan.

Pembentukan dan pemeliharaan tulang rawan sendi tergantung dari kondrosit.

Page 9: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

9

Pada masa pertumbuhan sel kondrosit ini terdapat dalam jumlah yang

besar dan pada jaringan yang matur, kira-kira hanya 10% dari volume total

jaringan. Kondrosit mengadakan metabolisme secara aktif dan terus menerus, baik

melalui jalur aerob maupun anaerob. Meskipun sel ini memelihara kestabilan

matriks, namun dapat memberikan respons berupa degradasi matriks ekstra seluler

terhadap berbagai rangsangan. Rangsangan ini berupa mediator yang terlarut

(faktor pertumbuhan, interleukin dan obat-obatan), substansi matriks, beban

mekanik dan tekanan hidrostatik.20

Komponen utama dari matriks ekstra seluler adalah proteoglikan,

kolagen, air, dan protein lain serta glikoprotein dalam jumlah sedikit. Semua

komponen ini menyusun struktur jaringan yang unik dan kompleks serta

mempunyai kemampuan mekanik yang berkaitan dengan fungsi tulang rawan

sendi yaitu menahan tekanan.

Secara histologis, tulang rawan sendi dapat dibagi atas 4 lapisan, yaitu

berikut ini.

1) Lapisan permukaan/tangensial.

Bagian teratas tulang rawan yang terdiri atas serabut kolagen yang tipis

tersusun sejajar di permukaan, kondrosit di sepanjang aksis. Bagian terbawah

daerah ini diisi proteoglikan, merupakan jumlah yang paling sedikit dari seluruh

lapisan. Serabut-serabut ini mempunyai pori-pori yang kecil, dapat dilalui oleh

kebanyakan molekul-molekul cairan sinovial, tetapi tidak dapat dilalui oleh

molekul besar seperti protein dan asam hialuronat. Lapisan ini sangat licin

sehingga ideal untuk pergerakan sendi sebagai gliding.

Page 10: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

10

2) Lapisan tengah/transisional.

Merupakan lapisan yang tebalnya sampai kira- kira 500 m di bawah daerah

superfisial, terdiri dari serabut kolagen berdiameter besar, dan tersusun secara

miring tetapi kurang terorganisir. Kondrosit terlihat lebih bulat dari yang di

atasnya.

3) Lapisan dalam/radial.

Merupakan bagian tulang rawan sendi yang paling tebal, terdiri dari

proteoglikan dalam konsentrasi yang tinggi, serta jumlah air yang paling sedikit.

Serabut kolagen mempunyai diameter yang besar, tersusun vertikal menuju

permukaan sendi. Kondrosit berbentuk sferis, dan kadang-kadang tersusun secara

kolumnar.20

Gambar 2.2 Struktur tulang rawan sehat. Keterangan Histologi (A), Skematik (B) Gambaran 4 zona tulang rawan: Zona superfisial tangensial, zona media, zona dalam zona kalsifikasi.

Dikutip dari : Kyle dkk.19

Permukaan sendi

ZST 10-20 %

Zona Media 40-60%

Zona dalam 30 %

Zona Kalsifikasi

Tulang subkondralTidemark

Kondrosit

Page 11: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

11

4) Lapisan kalsifikasi.

Lapisan yang memisahkan tulang rawan dari tulang subkondral, ditandai

oleh sel-sel kecil dan piknotik yang tersebar dalam matriks yang di antaranya

mengendap garam apatit, pada pulasan dengan Hematoksilin-Eosin tampak garis

kebiruan yang bergelombang yang disebut tidemark yang merupakan garis pemisah

antara tulang rawan dan subkondral.

Buckwalter menduga bahwa lapisan-lapisan pada tulang rawan sendi ini

berfungsi sebagai alat mekanik untuk mengubah tekanan besar pada permukaan

sendi menjadi tekanan kompresi pada tulang rawan sendi. Lapisan radial dan

transisional terutama menahan beban kompresi.20

Tulang rawan sendi merupakan jaringan terisolasi yang tidak mengandung

persarafan, pembuluh limfe dan tidak vaskuler. Nutrisinya diperoleh melalui

proses difusi. Nutrisi dengan cara difusi keluar dari pembuluh darah sinovial,

menembus membran sinovial dan masuk ke cairan sinovial, melalui matriks hialin

masuk kedalam kondrosit.20

Membran sinovial, merupakan membran tipis yang terdiri dari dua lapisan,

yaitu lapisan intima yang didominasi oleh sel-sel sinoviosit dan lapisan subintima

yang terdiri dari jaringan ikat dalam jaringan lunak. Permukaan intima halus,

basah, bercahaya dengan vili-vili yang kecil dan melipat. Sel-sel intima terdiri atas

sel-sel sinoviosit, sel-sel jaringan ikat, sel lemak, fibroblast, histiosit dan sel mast.

Pada percobaan yang dilakukan oleh Dogan, dkk, efek pemberian

bupivakain terhadap membran sinovial terjadi inflamasi, hipertropi dan

hiperplasia.22

Page 12: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

12

Sel sinovial diperiksa dengan mikroskop elektron, dibedakan dua macam;

yaitu ;

1) sel tipe A, jumlahnya lebih banyak, bersifat seperti makrofag dan berfungsi

memfagositosis bahan yang tidak berguna, dan

2) sel tipe B, jumlahnya tidak banyak, berfungsi mensekresi kompleks protein

asam hialuronat (musin) yang menyebabkan cairan sinovial bersifat kental dan

mempunyai kemampuan sebagai lubrikan.

Cairan sinovial merupakan plasma yang bersifat transudat glukosa dan

elektrolit, berada dalam keadaan seimbang di dalam cairan sinovial dan serum.

Nutrisi tulang rawan hialin bergantung terhadap cairan sinovial yang berdifusi

serta proses kompresi dan dekompresi tulang rawan sendi ketika pergerakan dan

mendapat beban.20

Unsur utama dari tulang rawan (70-80%) adalah air, komponen organik

utama merupakan kolagen dan proteoglikan terutama aggrecan. Kolagen utama

merupakan kolagen tipe II, kolagen yang membentuk serat anyaman dengan

kandungan molekul aggrecan di dalamnya. Beberapa unsur pengganti juga

penting untuk fungsi tulang rawan. Kolagen tipe XI yang berada pada inti serat

kolagen tipe II diduga mempunyai pengaruh terhadap bentuk serat dan untuk

menghambat diameter serat. Sementara kolagen tipe IX berlokasi sepanjang

permukaan kolagen tipe II, mungkin berpengaruh terhadap penyilangan pada

jaringan kolagen. Komponen kolagen minor merupakan kolagen yang membentuk

kolagen tipe II, yang merupakan proteoglikan (bygrican, decorin, fibromodulin).

Page 13: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

13

2.1.1.1 Kondrosit

Kondrosit merupakan satu-satunya sel dalam struktur yang membentuk

tulang rawan. Meskipun keberadaannya meliputi seluruh jaringan, jumlah

kondrosit kurang dari 10% total volume. Setiap kondrosit dikelilingi matriks

ekstraseluler dan kontak antar sel hanya sedikit. Kondrosit bergantung kepada

mekanisme difusi untuk mendapatkan nutrisi. Bentuk dan ukuran kondrosit

bervariasi bergantung pada zona posisinya. Sel di permukaan berbentuk elips dan

sejajar dengan permukaan. Sel transisional berbentuk speris dan terdistribusi

secara acak. Sel yang dalam berbentuk kolumnar, berbaris tegak lurus terhadap

tidemark dan zona kalsifikasi.19

Kondrosit merupakan derivat dari sel mesenkim yang fungsi utamanya

adalah mempertahankan matriks ekstraseluler, suatu komponen tulang rawan

sendi yang memberikan sifat suatu bahan yang unik. Kondrosit jarang sekali

membelah setelah pertumbuhan tulang berhenti. Kondrosit aktif secara metabolik

dan dapat berespon terhadap stimulus lingkungan dan mediator terlarut, termasuk

faktor pertumbuhan, interleukin dan beberapa obat-obatan. Dia berespon terhadap

perubahan beban, tekanan hidrostatik, tekanan osmotik dan trauma serta degeratif

artritis.

Kondrosit bertanggung jawab terhadap sifat dari biomekanik dan biologi

jaringan tulang rawan, dengan cara sintesis dan degradasi dari masing-masing

komponen matriks, yang terjadi sepanjang hidup pada sitoplasma dan badan

organel dan dikontrol oleh kondrosit. Kondrosit merupakan sel amuboid yang

secara konstan berubah bentuk dengan pseudopodia, sel-sel di lapisan permukaan

Page 14: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

14

kurang aktif dibandingkan sel-sel di lapisan dalam, jumlah sel berkurang sesuai

dengan kedalaman dari permukaan.19, 20, 23

Badan organel yang berperan penting dalam metabolisme kondrosit adalah

mitokondria. Badan organel berbentuk kantung berisi enzim, berfungsi

mengkatalisator pembentukan adenosin trifosfat, sebagai sumber energi dalam

sintesis berbagai material. Ribosom suatu organel kecil dari protein inti

merupakan tempat asam amino bersatu membentuk protein, ribosom dibentuk

dalam anak inti yang berupa ribosom RNA. Inti biasanya satu, tidak mempunyai

membran, sulit dilihat pada sel yang tidak aktif. Inti pada sel yang aktif sering

berganda.20

Gambar 2.3 lapisan kondrosit pada tulang rawan Dikutip dari : Shao, dkk.24

Page 15: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

15

Retikulum endoplasmik merupakan struktur membran yang berbentuk

pipa atau kantung, ada dua bentuk yang kasar dan yang halus. Bentuk yang kasar

merupakan tempat melekatnya ribosom dan bertanggung jawab terhadap sifat

basofil.

Dengan demikian kondrosit merupakan sel yang aktif bermetabolisme

untuk mempertahankan integritas dari matriks dan mampu merespon rangsangan

dari luar seperti faktor pertumbuhan, bahan farmasi, beban mekanik, dan

perubahan tekanan hidrostatik.20

2.1.1.2 Matrik Ekstraseluler

Pada tulang rawan sendi normal, 65-80% dari total berat merupakan air.19, 25

Kolagen dan proteoglikan merupakan dua makromolekul utama pada tulang rawan sendi

yang berfungsi untuk menahan beban. Kelas molekul lain yang mengisi sisanya adalah

lemak, fosfolipid, protein dan glikoprotein.

Kandungan air pada tulang rawan sendi bervariasi mulai dari 80% pada

permukaan sendi hingga 65% pada zona dalam. Sedikit sekali presentase jumlah air yang

terkandung di dalam ruang intraseluler. Sekitar 30 % terdapat pada kolagen di ruang

intrafibriler dan pori-pori di dalam molekul mempertahankan keseimbangan. Jaringan

ekstraseluler mengandung cairan yang berisi garam natrium, kalsium, klorida dan kalium.

Arus air di dalam tulang rawan dan melalui permukaan sendi membantu transport nutrisi ke

dalam kondrosit.

Jaringan yang mengandung air mempunyai fungsi biomekanik yang penting pada

tulang rawan. Bersama dengan proteoglikan air memberi tulang rawan sendi kekuatan luar

Page 16: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

16

biasa untuk menahan tekanan. Ukuran pori-pori yang kecil dari matriks ekstraseluler

memberi hambatan friksi terhadap aliran air. Gaya tahanan yang tinggi dan tekanan dari air

pada matriks ekstraseluler bertanggung jawab pada kekuatan kompresi dan kemampuan

tulang rawan untuk menahan tingginya beban sendi.

Bermacam-macam kolagen yang disintesa oleh kondrosit membentuk struktur

utama makromolekul ekstraseluler matriks. Kolagen berkontribusi sekitar 60% dari berat

kering tulang rawan dan didistribusikan melalui berbagai macam zona dengan konsentrasi

relatif sama, tetapi dengan orientasi yang berlainan. Struktur kolagen yang unik ini

memberikan kekuatan gaya tarik pada tulang rawan sendi.

Kolagen pada tulang rawan sendi sekitar 90-95% merupakan kolagen tipe II

dengan kontribusi minor oleh tipe V, VI, IX, X dan XI. Semua tipe kolagen dibentuk dari

tiga rantai polipeptida (rantai ) yang membentuk triple helix. Komposisi asam amino dari

rantai polipeptida secara primer adalah glycine dan proline, dengan hydroxyproline yang

memberi stabilitas melalui ikatan hidrogen sepanjang molekul. Sebagai tambahan

hydroxylysine terlibat dalam menciptakan ikatan kovalen yang menstabilkan struktur serat

kolagen.

Serat kolagen berbentuk pita terlihat pada mikroskop elektron terbentuk secara

primer oleh kolagen tipe II, IX dan XI. Ikatan ini meluas ke seluruh jaringan untuk

memberikan kekuatan dan gaya tarik. Hal yang penting anyaman ini juga untuk menahan

proteoglikan yang besar. Tulang rawan mendapat kekuatan kompresi sebagian oleh karena

tertahannya proteoglikan.

Page 17: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

17

Gambar 2.4 Skematik anyaman kolagen dalam menahan proteoglikan dan aggrecan sehingga mampu menahan gaya tekanan dan gesekan.

Dikutip dari : Kyle.19

Proteoglikan membentuk 10-15% berat basah dari tulang rawan sendi. Diproduksi

oleh kondrosit. Proteoglikan diproduksi oleh matriks ekstraseluler. Struktur dasar dari

proteoglikan adalah komplek makromolekul yang mengandung inti protein dengan ikatan

kovalen glikosaminoglikan (GAG) pada rantai samping. Ini disebut molekul proteoglikan

aggrecan. Proteoglikan aggrecan berikatan dengan hyaluronat yang berupa suatu ikatan

protein untuk membentuk proteoglikan agregat yang besar.19

2.1.2 Fungsi dan Biologi Tulang Rawan

Tulang rawan sendi merupakan jaringan hidup yang aktif dibentuk dan

dipertahankan oleh kondrosit. Sel ini merupakan derivat dari sel mesenkim yang

berdiferensiasi sebelum 8 minggu masa gestasi. Sel kondrosit dapat hidup atau tanpa ada

Page 18: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

18

pembuluh darah, pembuluh limfe, atau saraf. Sel kondrosit berdiri sendiri di dalam matriks

dengan susunan yang teratur dan mampu berinteraksi secara komplek untuk

mempertahankan dan memperbaiki jaringan.19

Sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti bagaimana sel kondrosit

memperoleh nutrisi untuk kebutuhan metabolismenya. Tetapi, adanya kontak antara tulang

rawan sendi dan tulang subkondral yang memiliki vaskularisasi tampak sangat penting.

Sebagai tambahan cairan sinovial memberi nutrisi kepada sel kondrosit melalui proses

difusi. Dua halangan terjadinya proses difusi cairan sendi mencapai kondrosit, yaitu cairan

sendi harus melewati sinovium dan matrik ekstraseluler. Metabolisme pada tulang rawan

sendi yang utama berlangsung secara anaerob pada lingkungan dengan kadar oksigen

rendah.

Kondrosit aktif secara metabolik walaupun dalam penampakannya tampak seperti

sel statis. Dasar pengaturan dan perawatan sendi memerlukan kondrosit yang mengubah

makromelukular matriks dengan mengganti komponen matriks yang terdegradasi.

Kondrosit harus dapat merespon perubahan pada komposisi matriks.26

2.1.2.1 Biomekanik

Tulang rawan sendi melayani tubuh manusia dengan menyediakan permukaan

yang dapat digunakan untuk transmisi beban yang dihantarkan ke sendi. Permukaan tulang

rawan sendi lutut menahan rata-rata tiga kali beban tubuh. Pada aktivitas sehari-hari, sendi

lutut dapat menanggung beban sepuluh kali beban tubuh saat berlari dan dua puluh kali

beban tubuh saat melompat. Struktur tulang rawan sendi mampu untuk menyimpan,

mentransmisikan dan menghilangkan energi mekanis saat aktivitas. Tulang rawan sendi

Page 19: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

19

harus dapat untuk menyimpan energi apabila tidak ia akan tertekan dan kehilangan

ketebalan yang permanen dan akan kalah oleh gaya tekan dan akan mengalami keausan.

Pada kondisi normal, tulang rawan menyimpan energi saat mengalami deformitas dan akan

menyimpan energi kemudian akan kembali ke bentuk semula tanpa mengalami keausan.

Tekanan dan tarikan yang besar akan berkembang di jaringan tulang rawan saat seseorang

melakukan aktifitas.

Tulang rawan sendi memiliki struktur yang baik dan memiliki kemampuan untuk

menahan tekanan dan tarikan. Anyaman yang dibentuk oleh serat kolagen terutama

berfungsi untuk menahan gaya tarikan tetapi lebih lemah dalam menahan gaya tekan.

Hubungan antara proteoglikan dan air yang terjerat pada anyaman kolagen

memberikan kemampuan untuk bertahan terhadap gaya tekanan, pembengkakan dan gaya

lain dari luar. Proteoglikan mengandung rantai glikosaminoglikan yang lengkap. Rantai ini

mengandung kation dan air yang saling berlawanan. Dengan gaya berlawanan ini, rantai

glikosaminoglikan memegang monomer yang berlebih, sehingga memberi kemampuan

untuk anyaman kolagen menerima air.

Sangat penting untuk mengerti mengenai karakteristik tulang rawan sendi, karena

ini esensial untuk diketahui mengingat tulang rawan tersebut aktif menahan berat badan

selama bertahun-tahun. Fase solid termasuk dalam bingkai kerja kolagen, proteoglikan dan

protein non kolagen. Fase cair, berhubungan dengan kandungan jaringan yang terdiri dari

air sebanyak 65-80 % dari berat keseluruhan. Kandungan biomekanik dari tulang rawan

sendi tergantung dari interaksi kedua fase ini. Secara umum, fase cairanlah yang berperan

terhadap sifat perubahan bentuk yang terjadi pada jaringan.27

Page 20: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

20

Matriks yang solid memiliki pori-pori dan permeabel, yang akan memberi jalan air

untuk masuk ke dalam pori-pori saat terjadi tekanan. Tekanan air memberi kekuatan utama

dalam manahan beban, sehingga mengurangi tekanan pada bagian yang solid. Hal ini

dinamakan pelindung stres dari matriks padat. Untuk jaringan tulang rawan yang sehat

lebih dari 95 % beban yang diterapkan dalam kegiatan normal akan ditanggung oleh cairan

interstisial.19

Tulang rawan sendi memiliki sifat viskoelastis. Viskoelastis memiliki arti

kandungan tulang rawan memiliki sifat lentur yang bergantung pada nilai regangan.27

Apabila tegangan kompresi diberikan pada tulang rawan secara terus menerus, maka

kecepatan terjadi deformitas akan semakin meningkat dengan berjalannya waktu. Ada dua

mekanisme yang berhubungan dengan sifat viskoelatis tulang rawan, yaitu: yang

berhubungan dengan arus dan tidak berhubungan dengan arus. Aspek yang tidak

berhubungan dengan arus berasal dari friksi intermolekular antara matriks proteoglikan.

Aspek yang berhubungan dengan arus berasal dari arus cairan interstisial dan resultan gaya

gesek. Tulang rawan pada penyakit sendi degeneratif memiliki permeabilitas dan

kandungan air yang tinggi sehingga kemampuan menahan beban berkurang dan tidak

mampu melindungi matriks ekstraselular.19

2.1.2.2 Metabolisme

Dengan kadar oksigen rendah serta sifat avaskular, tulang rawan sendi ternyata

memiliki metabolisme yang tinggi. Sel kondrosit secara primer bergantung pada jalur

anaerob dalam menghasilkan energi. Sel Kondrosit mensintesis komponen matriks,

termasuk protein dan rantai glikosaminoglikan kemudian mensekresi substansi ini ke

Page 21: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

21

matriks ekstraselular. Sebagai tambahan, sel kondrosit bertanggung jawab terhadap

remodeling matriks ekstraseluler melalui sekelompok grup yang mendegradasi enzim.

Oleh karena itu, sel kondrosit yang mempertahankan keadaan matriks ekstraseluler

sehingga selalu berada pada kondisi normal dengan cara menjaga keseimbangan sintesa

komponen matriks melalui mekanisme katabolisme dan pelepasan. Aktivitas metabolik

dari kondrosit dapat berubah oleh kondisi lingkungan secara mekanik dan kimiawi. Sitokin

tampak mempunyai peranan untuk mengontrol keseimbangan sintesis dan degradasi antara

makromolekul matriks. Matriks ekstraseluler mempunyai peranan penting pada transmisi

kimia, elektrik dan mekanis yang dihasilkan saat terjadi muatan dari permukaan sendi.

Kondrosit berespon melalui perubahan pada struktur matriks. Sitokin sebagai pemberi

pesan melalui meknisme autocrine atau paracrine. Tidak begitu diketahui apakah sinyal

elektrik, mekanik atau fisiokemikal yang paling penting pada stimulasi aktivitas kondrosit

aneural.19, 28

Molekul proteoglikan disintesis, dirakit, diberi sulafat dan disekresi ke ekstraselular

matriks oleh kondrosit. Kontrol pada sintesis proteoglikan berespon pada stimuli biokimia,

mekanik dan fisik. Pemelliharaan tulang rawan sendi membutuhkan degradasi dan

pelepasan proteoglikan oleh tulang rawan sendi secara kontinyu. Laju katabolisme

dipengaruhi oleh mediator terlarut seperti interleukin satu yang mengakselerasi degradasi.

Pembebanan sendi juga mempunyai peran; contohnya, imobilisasi telah diketahui

menyebabkan hilangnya proteoglikan dari matriks. Fragmen proteoglikan seperti keratan

sulfat dapat dihitung dalam cairan tubuh seperti konsentrasi cairan sinovial dapat digunakan

untuk menghitung aktivitas katabolisme pada tulang rawan dari sendi tertentu.

Page 22: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

22

Sintesis kolagen dan katabolisme kedua dikontrol sebagian oleh enzim. Sebagai

tambahan, faktor pertumbuhan telah diketahui mempunyai peranan pada metabolisme

tulang rawan. Metode bagaimana faktor pertumbuhan berperan pada metabolisme tulang

rawan tidak sepenuhnya diketahui. Namun, sel reseptor permukaan ada pada kondrosit.

Platelet derived growth factort (PDGF), tampak mempunyai sifat membelah pada

kondrosit dan mempunyai peranan pada respon penyembuhan pada osteoartritis dan luka

laserasi.19, 20

Sel kondrosit mensintesis enzim proteolitik yang bertanggung jawab terhadap

pemecahan matriks tulang rawan sendi melalui dua mekanisme, yaitu pergantian normal

dan degenerasi tulang rawan. Proteinase primer melibatkan pergantian tulang rawan

termasuk metalloproteinase (collagenase, gelatinase dan stromelysin) dan cathepsin

(cathepsin B dan D) yang mempunyai kemampuan mendegradasi aggrecan.19

Pergerakan dan pembebanan sendi dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi serta

struktur tulang rawan sendi agar tetap normal. Keseimbangan antara degradasi dan sintesis

oleh kondrosit berubah ketika sendi mendapat beban melebihi atau dibawah rentang

normal. 29 imobilisasi sendi yang lama juga mengarah pada degenerasi tulang rawan. Difusi

normal dari nutrisi akan berkurang. Sebagai tambahan kandungan proteoglikan akan

berkurang dan terjadi perubahan struktur. Mobilisasi kembali akan membalikan perubahan

yang terjadi pada proteoglikan.

2.1.2.3. Perubahan Mikroskopik pada Kerusakan Rawan Sendi

Untuk menilai degradasi tulang rawan, Mankin, dkk mengembangkan tingkatan

skala histologi dengan rentang dari 0 (tulang rawan normal) hingga 14 (degradasi berat).

Page 23: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

23

Skoring memperlihatkan hilangnya struktur organisasi (0-6), karakteristik selular (0-3),

hilangnya pewarnaan safranin-O (0-4) dan integritas tidemark (0-1). Sistem penilaian

histopatologi telah diusulkan oleh Osteoarthritis Research Society International

(OARSI).30 Tulang rawan normal berada pada tingkat 0, tingkat kerusakan sendi dibagi

menjadi 6 tingkatan. Tingkat 1 sampai 4 meliputi perubahan pada permukaan rawan sendi

dan tingkat 5 sampai 6 meliputi tulang subkondral. Hal ini penting untuk dicatat bahwa

sistem penilaian secara histologi dinilai pada lokasi tertentu. Pasien mungkin memiliki

tingkat kerusakan sendi pada area yang menahan berat badan. (skor Mankin, Ms > 10;

OARSI tingkat >4), walaupun demikian, ia masih memiliki area yang hampir normal pada

daerah yang tidak menahan beban berat badan. (Ms< 5; OARSI tingkaat 1-2),

bagaimanapun beratnya tingkat pasien dengan osteoartritis.

Tahap degradasi tulang rawan dapat dilihat pada potongan histologi tulang rawan,

tingkatan berdasarkan skor Mankin.32 Pada tulang rawan kontrol (Ms=1, OARSI=0)

diperoleh dari kepala femur pasien yang fraktur pada leher femur, aggrecan

didistribusikan secara merata melalui tulang rawan seperti yang diindikasikan oleh

pewarnaan safranin O (Gambar 2.5) dan Alcian blue. hilangnya aggrecan pada zona

superfisial seperti yang dilihatkan dengan hilangnya pewarnaan safranin O (Gambar 2.5),

merupakan gambaran dengan indikasi OA pertama kali. (Ms=3-4, OARSI=1). Pada

tahapan ini, jaringan kolagen tetap intak, pada dasar dengan pewarnaan sirius (Gambar 2.5).

Aggrecan menghilang hingga mengarah pada berkurangnya tahanan terhadap beban

mekanik dan kerusakan dari jaringan kolagen.33 tahapan selanjutnya adalah erosi dari zona

superfisial. Pada OA dengan Mankin skor 7-10 (OARSI 3),

Page 24: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

24

Tabel 2.1 Tabel Skor Histologi Modifikasi Mankin

Subskor NilaiStruktur rawan sendiNormal 0Iregularitas permukaan 1Pannus dan Iregularitas permukaan 2Belahan kearah zona transisional 3Belahan kearah zona radial 4Belahan ke arah zona kalsifikasi 5Disorganisasi lengkap 6Sel rawan sendiNormal 0Pyknosis, degenerasi lemak, hiperselularitas 1Cluster 2Hiposelularitas 3Safranin-ONormal 0Reduksi ringan 1Reduksi moderat 2Reduksi berat 3Tidak tampak pewarnaan 4Tidemark integrityIntak 0Rusak 1

Keterangan :Skor normal : 0-1Kerusakan tulang rawan ringan : 2-5Kerusakan tulang rawan sedang : 6-9Kerusakan tulang rawan berat : 10-14

Dikutip dari: Ostergaard dkk.31

Keterangan pada gambar 2.5. : (A-D) pewarnaan dengan safranin O (orange)

didapatkan gambaran hilangnya proteoglikan pada daerah permukaan saat kerusakan sendi

berlangsung. (E-H) pewarnaan Acian blue/Sirius Red dari Safranin O. Matriks tulang

terwarnai merah (E). Saat proteoglikan hilang, kolagen tulang rawan terwarnai oleh sirius

red (F-H). (J-R) memberikan gambaran degradasi enzim oleh kondrosit artikular. Pada

tulang rawan kontrol, hanya beberapa sel imunopositif untuk MMP-3 atau MMP-9 (J,N,

panah). Pada tingkat kerusakan tulang rawan rendah, kebanyak kondrosit berada pada

daerah dengan proteoglikan yang banyak hilang, dan saat ini memperlihatkan enzim

degradasi dan juga tampak pada matriks (K,O). Saat zona superfisial telah terdegradasi,

Page 25: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

25

kondrosit pada zona yang lebih dalam memperlihatkan enzim dengan aktivitas kuat pada

zona permukaan (L-P). Pada kerusakan sendi lanjut, hanya tulang rawan tipis yang tampak

dan sel-sel tampak memperlihatkan enzim yang terdegradasi.

Gambar 2.5 Perubahan mikroskopik pada tulang rawan dengan meningkatnya derajat kerusakan sendi.Dikutip dari : Bronner.33

2.1.3 Bupivakain

Anestetik lokal dengan sebuah rantai amida di antara ujung aromatik dan ikatan

tengah menunjuk pada amino amida dan meliputi lidokain, mepivakain, prilokain,

Page 26: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

26

bupivakain, dan etidokain. Anestetik lokal merupakan obat yang menghasilkan

stimulasi blokade konduksi reversibel sepanjang saraf sentral dan perifer.

Peningkatan konsentrasi anestetik lokal secara progresif akan

mempengaruhi transmisi otonomik, somatosensorik, dan somatomotor.

Akibatnya, terdapat blokade saraf otonom, anestesia sensorik dan paralisis

muskuloskeletal pada area yang diinervasi oleh saraf tersebut. Perubahan anestesi

lokal pada keadaan semula diikuti dengan pulihnya konduksi saraf secara spontan

dan lengkap, tanpa adanya bukti terjadinya kerusakan struktur saraf hasil dari efek

agen anestetik lokal.34, 35 35

Gambar 2.6 Bupivakainhydroklorid (monohydrat) Dikutip dari : Stoelting dkk.36

2.1.3.1 Mekanisme Kerja

Anestetik lokal mencegah transmisi impuls saraf dengan menghambat

jalan ion natrium pada saluran natrium di membran saraf. Saluran natrium sendiri

memiliki reseptor spesifik dari molekul anestetik lokal, yang menghasilkan

inhibisi ringan sampai total pada permeabilitas saluran natrium. Kegagalan

permeabilitas saluran natrium meningkat perlahan dari depolarisasi rata-rata

karena itu potensial aksi tidak meluas dan tidak menyebar. Anesetik lokal tidak

merubah membran potensial istirahat dan ambang potensialnya. Pada keadaan

Page 27: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

27

istirahat, konsentrasi ion kalium di dalam sel dapat dipertahankan melalui potensi

elektrik yang menjaga agar bagian dalam sel negatif terhadap bagian luar.37

Konsentrasi ion kalium di dalam sel biasanya tiga puluh kali lebih besar

daripada di luar. Ion natrium akan terdorong keluar dari dalam sel melalui

mekanisme yang disebut pompa natrium dan natrium intraseluler akan tetap

rendah. Konsentrasi ion natrium di luar sel biasanya sepuluh kali lebih besar dari

pada konsentrasi di dalam sel. Membran sel saraf umumnya permeabel terhadap

ion kalium namun relatif tidak permeabel terhadap ion natrium. Pada saraf

sensoris dan motoris, stimulasi saraf dapat dianggap sebagai gelombang aktivitas

elektrik yang berjalan sepanjang serabut saraf sebagai akibat dari pertukaran

kation (natrium dan kalium) melalui membran permukaan sel saraf.35, 36

Saluran natrium yang terdiri dari lima subunit (dua subunit alfa, satu

subunit beta, satu subunit gama, dan satu subunit teta). Terdapat H sebagai

subunit alfa yang berhubungan dan mengikat agen anestesi lokal, dengan jenis

ikatan yang stereotipik dan bergantung pada tingkat adaptasi dari saluran natrium

sendiri. Walaupun demikian, subunit beta memodulasi ikatan antara subunit alfa

dan agen anestesi lokal. Molekul anestetik lokal dan reseptor spesifik dengan

ikatan selektif pada subunit alfa (internal gate/H gate) akan menstabilkan saluran

natrium dan mencegah terjadinya depolarisasi. Keadaan ini yang menyebabkan

konduksi saraf tidak menyebar dan mempertahankan saluran natrium pada

keadaan inaktif atau saluran natrium menutup.36 35

Page 28: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

28

2.1.3.2 Farmakodinamik

Bupivakain memiliki mula kerja lambat, yaitu 15 menit. Sebuah

perbandingan campuran kimia homolog menunjukan hubungan antara struktur,

sifat fisikokimia dan aktivitas anestesi. Dalam obat-obat seri amida, bupivakain

berbeda dari mepivakain dengan penambahan sebuah golongan butil ke molekul

amina akhir yang membuat bupivakain lebih lipofilik dan lebih banyak ikatan

protein daripada mepivakain. Obat dengan potensi yang tinggi dan durasi kerja

yang lama adalah tetrakain, bupivakain, dan etidokain. Bupivakain memiliki mula

kerja anestesi yang cukup lambat.36

2.1.3.3. Farmakokinetik

Absorpsi dari anestetik lokal bervariasi yang dipengaruhi oleh fungsi

tempat injeksi, dosis, penambahan obat vasokonstriktor, dan kerja dari obat

spesifik. Penambahan vasokonstriktor ke larutan anestetik lokal mengurangi rasio

penyerapan agen pada beberapa tata laksana. Epinefrin akan secara signifikan

mengurangi kadar puncak dalam darah dari prilokain, bupivakain, dan etidokain

yang tercapai setelah blokade saraf perifer, tetapi memiliki pengaruh yang kecil

pada penyerapan obat ini setelah pemberian anestesi epidural lumbar.36

Rasio dan derajat penyerapan vaskuler bermacam-macam di antara agen.

Bupivakain diserap lebih cepat daripada etidokain. Lebih rendahnya kadar puncak

dalam darah etidokain dari bupivakain mungkin berhubungan dengan kelarutan

lemak yang lebih besar dan masukan oleh lemak perifer dari etidokain. Waktu

paruh alfa dan beta dari bupivakain jauh lebih panjang daripada etidokain, yang

Page 29: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

29

ditandai dengan lebih lambatnya redistribusi jaringan dan metabolisme dari

bupivakain. Bupivakain dimetabolisme sangat lambat. Terdapat variasi dalam

kecepatan metabolik hepatik dari tiap-tiap senyawa amida, perkiraan tingkatannya

adalah: prilokain (tercepat) > etidokain > lidokain > mepivakain > ropivakain >

bupivakain (terlamban).36

2.1.4 Pengaruh Bupivakain Terhadap Kondrosit

Pada literatur ditemukan berbagai macam hasil penelitian, termasuk

penelitian yang dilakukan oleh Chu, dkk.9 yang menunjukan efek bupivakain

secara invitro hingga menyebabkan kondrotoksisitas pada permukaan tulang

rawan sapi dan kematian sel kondrosit pada 90% hasil pemeriksaan dengan

permukaan tulang rawan yang intak dan 42% disertai kerusakan pada tulang

rawan. Demikian halnya Gomoll, dkk.12 menemukan peningkatan aktivitas

anabolik kondrosit dengan dibuktikan oleh adanya peningkatan penyerapan sulfat

dan peningkatan kandungan proteoglycan pada tulang rawan yang terkena

bupivakain. Grishko, dkk., memperlihatkan pengaruh bupivakain 0,25%

terhadap kondrosit secara invitro, bahwa setelah kondrosit terekspos oleh

bupivakain 0,25% selama 120 jam, kemudian dilakukan pemeriksaan flow

cytometri didapatkan penurunan viabilitas kondrosit yang signifikan seiring

dengan peningkatan jumlah sel yang mengalami apoptosis.

Dari tingkat seluler memperlihatkan bahwa bupivakain menginduksi

faktor inflamasi seperti IL-1 dan TNF sehingga meningkatkan nitric oxide yang

Page 30: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

30

akan mengaktifkan enzim stromelysin sehingga menyebabkan degradasi dari

tulang rawan.

Lu, dkk., menunjukan bahwa terjadi pertumbuhan kondrosit yang cepat

dan produksi hyaline seperti matriks setelah trauma mekanik pada tulang rawan

akibat proses pengirisan.38 Hal ini memperlihatkan bahwa kondrosit manusia

memiliki kemampuan untuk membagi dan memberi efek katabolik pada trauma

yang berat. Oleh karena itu, beberapa sel kondrosit dapat bertahan hidup,

meningkatkan metabolisme jaringan dan mengisi kembali populasi sel-sel

kondrosit setelah mendapat dosis bupivakain sublethal.

Derajat kerusakan yang terjadi pada daerah tulang rawan berkisar dari

retensi ketebalan struktur tulang rawan, mulai dari hiposelularitas yang ditandai

dengan hilangnya kondrosit pada daerah deep zone serta kekosongan lakuna pada

daerah permukaan serta sub permukaan.10, 33

2.2 Kerangka Pemikiran

Kondrolisis merupakan suatu keadaan yang merugikan yaitu terjadi

kematian kondrosit yang luas dalam waktu singkat serta mengarah pada hilangnya

tulang rawan dan terjadinya degenerasi sendi progresif.39 Bupivakain merupakan

anestetik lokal dengan sebuah rantai amida di antara ujung aromatik dan ikatan

tengah menunjuk pada amino amida dan meliputi lidokain, mepivakain, prilokain,

bupivakain, dan etidokain. Anestetik lokal merupakan obat yang menghasilkan

stimulasi blokade konduksi reversibel sepanjang saraf sentral dan perifer. Secara

invitro pemberian bupivakain 0,25% menyebabkan hilangnya jumlah kondrosit.11 Tidak

Page 31: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

31

memperhitungkan efek pengenceran yang terjadi pada penyuntikan secara intraartikular

sehingga masih memerlukan penelitian lanjutan. Dan penelitian yang dilakukan oleh

Gomoll, pemberian bupivakain perinfus intraartikular pada kelinci selama 48 jam

memperlihatkan hasil bahwa ada hubungan antara lamanya kontak dari

bupivakain yang diberikan intra artikular perinfus dengan kondrolisis.12

Penelitian secara invitro apabila kondrosit terekspos oleh bupivakain

0,25% selama 120 jam didapatkan penurunan viabilitas kondrosit yang signifikan

seiring dengan peningkatan jumlah sel yang mengalami apoptosis. Diketahui juga

bahwa bupivakain 0,25% menginduksi kerusakan mitokondria DNA, penurunan

adenosin trifosfat dan level protein mitokondria.40

Data-data dari penelitian sebelumnya ini memberi dasar pemberian bupivakain

harus dengan dosis rendah dan waktu yang singkat.10 Berdasarkan hal ini ingin

diketahui apakah penyuntikan bupivakain 0,25% ke dalam sendi lutut kelinci

dapat menimbulkan pengurangan jumlah kondrosit dari tulang rawan.

Mekanisme terjadinya nekrosis disebabkan eksposur bupivakain pada

tulang rawan sendi sehingga terjadi penurunan metabolisme kondrosit,

meningkatkan terjadinya apoptosis dan nekrosis pada kondrosit yang mengarah

kepada degradasi tulang rawan sendi dilihat secara morfologi.41 Kondrotoksisitas

bupivakain belum sepenuhnya dimengerti, tetapi diperkirakan melalui mekanisme

proses inflamasi yang diinisiasi oleh produksi nitric oxide.13

Bupivakain menyebabkan apoptosis yang bergantung pada dosis dan lama

paparan terhadap kultur sel Schwann dengan menstimulasi produksi reactive

Page 32: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

32

oxygen species (ROS).42 ketika ROS ditahan oleh anti oksidan, bupivakain yang

menginduksi apoptosis secara signifikan turut dihambat.42

Gambar 2.7. Alur Kerangka Pemikiran.

2.3 Premis-premis

Berdasarkan teori-teori tersebut di atas maka dalam penelitian ini dapat

disusun premis-premis sebagai berikut :

Premis 1. Pemberian bupivakain 0,25% dengan paparan lama dapat

menyebabkan kerusakan kondrosit.9, 14, 43

Premis 2. Eksposur bupivakain 0,25% pada tulang rawan sendi menyebabkan

mekanisme terjadinya penurunan metabolisme kondrosit.41

Premis 3. Paparan bupivakain 0,25% pada tulang rawan sendi meningkatkan

terjadinya apoptosis dan nekrosis pada kondrosit yang mengarah

kepada degradasi tulang rawan sendi dilihat secara morfologi.14, 16, 41

Injeksi IntraartikularAnestesi lokal (bupivakain 0,25%)SteroidNSAIDInjeksi Bupivakain 0,25% intraartikular-Penurunan Metabolisme kondrosit-Apoptosis-stimulasi reactive oxygen product (ROS)Kerusakan KondrositKerusakan tulang rawan sendi

Page 33: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

33

Premis 4. Paparan bupivakain 0,25% selama 120 jam menyebabkan penurunan

viabilitas kondrosit yang signifikan disertai peningkatan jumlah sel

yang mengalami apoptosis.40

Premis 5. Bupivakain menyebabkan apoptosis yang bergantung pada dosis dan

lama paparan terhadap kultur sel Schwann dengan menstimulasi

produksi reactive oxygen species (ROS).42

Premis 6. Sifat kondrotoksisitas dari bupivakain tergantung dosis dan lama

paparan.11, 44

2.4 Hipotesis

Dari premis tersebut maka diajukan hipotesis sebagai berikut :

Penyuntikan bupivakain 0,25% secara intraartikular pada sendi lutut akan

menimbulkan kerusakan pada kondrosit. ( Premis 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 ).

Page 34: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

34

BAB III

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Bahan/Objek Penelitian

Bahan/Objek penelitian, besar sampel, kriteria inklusi, kriteria eksklusi,

serta bahan dan alat diuraikan sebagai berikut ini:

3.1.1 Objek Penelitian

Bahan penelitian ini adalah kelinci.

3.1.2 Besar Sampel

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat berdasarkan

rumus sampel penelitian dengan hewan percobaan yang mengacu pada aspek etik

penelitian binatang coba. Rumus yang digunakan berdasarkan penghitungan

statistik perbandingan terhadap dua proporsi. 46,47

Berdasarkan penelitian pada penelitian sebelumnya yang dikemukakan oleh

Rosen, dkk, diketahui

1 = 3/11= 0.363636

2 = 1/11= 0.090909

Untuk = 5% (kekeliruan) diperolenilai Z/2 = 1,96

34

Page 35: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

35

β = 80% (power) diperoleh nilai Zβ = 0,842

Jika ditetapkan batas kekeliruan yang diinginkan = = (1 -2), melalui rumus

penentuan ukuran sampel untuk perbandingan proporsi diperoleh ukuran sampel

n = 6.849076 atau sebesar 7.

Jumlah sampel selanjutnya ditambah 10-20% dengan tujuan sebagai

cadangan sampel bila terjadi drop-out.

n1 = n/1-y

n = Jumlah sampel

n1 = Jumlah sampel kontrol dengan drop out

y = prosentase drop out

n1 = 7/ 1-0.2

n1 = 9 (jumlah sampel untuk kontrol)

n2 = 9 (jumlah sampel untuk perlakuan)

3.1.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini:

Kelinci putih jantan ras New Zealand

Usia kelinci dewasa muda (7 bulan)

Berat antara 1000 – 1500 gram

Kriteria eksklusi pada penelitian ini:

Adanya fokus infeksi di tempat lain pada kelinci

Kriteria drop out pada penelitian ini

Gambaran histopatologis yang tidak terbaca

Page 36: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

36

Kelinci mati saat penelitian berjalan

3.1.4 Bahan dan Alat

Penelitian ini memerlukan beberapa bahan dan alat seperti yang diuraikan

berikut ini:

3.1.4.1 Bahan penelitian

Adapun bahan yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi :

Bupivakain 0.25% vial (dengan nama dagang Marcain, produksi

AstraZeneca, 100 mg pada 20 ml.)

Nacl 0,9 % 500 ml (produksi Sanbe)

Tulang rawan distal femur kelinci

1. Bahan Pulasan terdiri dari :

1) larutan albumin : ½ gram bubuk albumin + 10 ml H2O

2) hematoxylin 1g

3) larutan Weigert A dan B

4) larutan Safranin O 0,1 %

5) larutan Fast green 0,001 %

6) ferric Clorida 29 %

7) farutan karboxyl

8) larutan xylol, alkohol 96%, 80%, 50%

9) larutan HCL 2%, larutan amoniak 2%

Page 37: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

37

3.1.4.2 Alat-alat yang dibutuhkan

Adapun alat yang dibutuhkan pada penelitian ini dibedakan alat untuk

preparasi tulang.

Preparasi Tulang

Alat untuk preparasi tulang yang diperlukan:

Sarung Tangan (B Braun®, Jerman)

Timbangan (Digi®, Kanada)

Gergaji besi ukuran 12 inci/30 mm (Sandflex®, Swedia)

Mistar 30 cm (Butterfly®, Cina)

Scalpel dengan blade 23G (Aesculap®, Jerman)

Spidol marker (Snowman®, Jepang)

Alat alat untuk pembuatan preparat

- Kaca Preparat

- Tabung reaksi

- Gelas kaca untuk pewarnaan preparat

- Timbangan mikro

3.2. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian eksperimental laboratorium

dengan desain rancangan acak lengkap pada hewan percobaan (kelinci)

Page 38: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

38

3.2.1. Identifikasi Variabel

Variabel pada penelitian ini meliputi variabel bebas, variabel terikat dan

variabel perancu.

Variabel bebas berupa penyuntikan bupivakain 0,25 % sebanyak 0,2 ml

pada sendi lutut kelinci kelompok perlakuan dan penyuntikan Nacl 0,9 % 0,2 ml

pada kelompok kontrol.

Variabel terikat berupa Skor Modifikasi Mankin.32

Variabel perancu yang bisa mempengaruhi penelitian ini, antara lain :

ketidakseragaman dimensi tulang femur kelinci,

pemotongan bahan sediaan dengan mikrotom,

diameter dari lutut kelinci, dan

dimensi kapsul dan konversi dosis pemberian dengan manusia.

3.2.2 Definisi Operasional

Istilah-istilah pokok dalam topik penelitian ini didefinisikan sebagai

berikut:

Kerusakan kondrosit adalah keadaan di mana berkurangnya jumlah

kondrosit yang disebabkan karena kematian selular tulang rawan yang

dinterpretasikan dengan gambaran histopatologis menurut skor

modifikasi Mankin dengan jumlah skor 0 (normal) hingga 14

(kerusakan rawan sendi berat).

Bupivakain 0,25% merupakan anestesi lokal yang secara invitro

dibuktikan menyebabkan kondrotoksisitas pada permukaan tulang

Page 39: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

39

rawan sapi dan kematian sel kondrosit pada 90 % hasil pemeriksaan

dengan permukaan tulang rawan yang intak dan 42% disertai

kerusakan pada tulang rawan.

3.2.3 Kerangka Operasional

Gambar 3.1. Kerangka Alur Penelitian

Kelinci perlakuan Kelinci kontrol

Pengamatan 1 minggu3 kelinci

Pengamatan2 minggu3 kelinci

Pengamatan 3 minggu3 kelinci

18 Kelinci

Acak sederhana

Pemeriksaan histopatologi berdasarkan skor Modifikasi Mankin

Analisis data

Kesimpulan

Penyuntikan 1kali bupivakain

0,25 % 0,2 ml

Penyuntikan 1 kaliNaCl 0,9 %

0,2 ml

Lulus Komite Etik

Terminasi

Page 40: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

40

3.2.4 Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data

3.2.4.1 Persiapan

a. Kelinci putih jantan ras New Zealand dipelihara dalam kandang dan diberi

paparan cahaya matahari selama 12 jam, hewan coba tersebut diberi

makan berupa sayur kangkung sebanyak 3 kali sehari dan minum tanpa

batas. Kebersihan kandang terjaga dengan mengganti sekam padi setiap

harinya. Diperlakukan adaptasi selama 1 minggu sebelum dilakukan

perlakuan

b. Sebanyak 18 kelinci dibagi menjadi 2 kelompok dengan jumlah sama

banyak, dilakukan sampel acak sederhana dengan cara memberi nomor

masing-masing kelinci pada tabel kemudian dilakukan pengambilan tabel

angka acak. kelompok pertama merupakan grup perlakuan yang diberi

injeksi bupivakain 0,25 % 0,2 ml pada lutut kanan dan diberikan makanan

rutin dan air, kelompok kedua merupakan kelompok kontrol yang

diinjeksikan Nacl 0.9 % sebanyak 0,2 ml dan diberikan makanan rutin dan

air.

3.2.4.2 Prosedur Kerja

a. Setelah dilakukan pengelompokan, dilakukan penyuntikan bupivakain ke dalam

sendi lutut kelinci, dengan sebelumnya dilakukan penanganan aseptik dan anti

septik dengan alkohol 70%, dilanjutkan dengan povidone iodine 10%, yang

sebelumnya dilakukan pencukuran bulu pada daerah lutut yang akan dilakukan

penyuntikan. Dengan menggunakan spuit l cc dan jarum G 26 dilakukan

Page 41: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

41

penyuntikan bupivakain 0,25 % sebanyak 0,2 ml ke dalam sendi lutut pada bagian

pertengahan antara tulang femur dan tibia sedalam 3 mm yang sebelumnya

dilakukan aspirasi sebagai tanda posisi jarum berada dalam rongga sendi. Dan

penyuntikan pada kelompok kontrol dengan Nacl 0,9 % sebanyak 0,2 ml dengan

teknik yang sama.

b. Kelinci yang sudah disuntik dipelihara dalam kandang yang berbeda. Setelah

mencapai waktu 1 minggu, 2 minggu dan 3 minggu masing masing kelinci

dilakukan pengambilan sampel dengan cara dilakukan terminasi.

c. Hewan coba dilakukan terminasi oleh peneliti dengan sodium pentobarbital

40-60 mg intravena. Efek dalam 1 menit.

d. Hewan coba dalam posisi berbaring oleh peneliti dilakukan tindakan

antisepsis dengan iodine 10 % dan drapping steril. Dilakukan incisi tajam

pada kulit kemudian diseksi otot sampai tampak tulang condyle femur.

Dengan gergaji kecil dilakukan frakturisasi pada condyle femur untuk

mendapatkan bahan berupa tulang rawan pada condyle femur.

e. Jaringan tulang rawan difiksasi ke dalam cairan formalin bufer 10 %. Setelah 24

jam, dilakukan dekalsifikasi dan diproses menjadi parafin blok, yang kemudian

dipotong dengan mikrotom setebal kurang lebih 5 m Pada daerah weight bearing

dan non weight bearing. Setelah itu dilakukan deparafinisasi dan hidrasi dari

sediaan preparat dengan akuades. Dilakukan perendaman preparat pada cairan

Weigert selama 10 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir selama 10 menit.

Dilakukan pewarnaan dengan Fast Green selama lima menit. Dicuci dengan

larutan asam asetat 1% tidak lebih dari 10-15 detik. Dilakukan pewarnaan 0,1%

Page 42: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

42

safranin O selama lima menit. Dibersihkan dengan etil alkohol, etil alkohol absolut

dan xylene masing-masing selama 2 menit, difiksasi dengan menggunakan media

resin. Kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi berdasarkan skor modifikasi

Mankin dengan mikroskop cahaya yang dilakukan oleh dokter konsultan Patologi

Anatomi yang independen dengan tidak mengetahui jenis perlakuan yang

diberikan pada masing-masing kelompok hewan coba

f. Dilakukan pengumpulan data dan tabulasi, kemudian dari data yang

terkumpul dilakukan analisis statistik dengan uji eksak Fisher

3.2.5 Metode Analisis

Prosedur analisis data dilakukan langkah-langkah sebagai berikut.

a) Melakukan uji normalitas data pengamatan melalui uji Kolmogorov Smirnof,

untuk menentukan apakah analisis dilakukan secara parametrik atau non-

parametrik

b) Melakukan uji kesamaan rata-rata antara kelompok perlakuan dan kelompok

kontrol untuk data pengamatan, jika hasil pengujian pada langkah kesatu

menunjukkan data normal, uji kesamaan rata-rata menggunakan statistik

uji t independent. data yang terkumpul dilakukan analisis statistik dengan uji

eksak Fisher

3.2.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Sebagai lokasi penelitian dalam pemeliharan dan perlakuan pada hewan

coba di Laboratorium Hewan Bagian Farmakologi RSHS. Bagian Patologi

Page 43: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

43

Anatomi FKUP/RSHS, sebagai tempat dalam melakukan pembuatan preparat,

serta kegiatan bimbingan dengan konsultan patologi anatomi untuk penilaian data

histologis. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli - Oktober 2012.

3.3. Aspek Etik Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan eksperimen dan intervensi pada binatang

coba, sehingga diperlukan suatu ethical clereance dengan menerapkan prinsip 3R

(Refinement,Reduction,Replacement). Pada saat penelitian, dilakukan pemberian

ketalar intravena sehingga kelinci coba tidak mengalami nyeri. Jumlah kelinci

yang dikorbankan untuk penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan satu

tulang femur pada kelinci untuk dilakukan percobaan. Penggunaan kelinci jantan

jenis New Zealand dengan berat 1000 – 1500 gram pada penelitian ini adalah

karena lebih mudah untuk dilakukan bila mempertimbangkan cara penelitian.

Page 44: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

44

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah dilakukan perlakuan dengan menyuntikan lutut kelinci dengan

bupivacaine 0,25 % sebanyak 0,2 ml dan kelompok kontrol dengan NaCl 0,9 %

sebanyak 0,2 ml, maka setiap minggu, masing-masing 3 ekor kelinci dilakukan

sakrifikasi. Tulang rawan dari condyle medial femur kelinci kemudian dibuat

preparat, diwarnai dengan Safranin O dan dilakukan pemeriksaan histopatologi

dengan menggunakan skor Mankin. Dari pemeriksaan tersebut, maka didapatkan

hasil Skor Mankin yang tampak pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Skor Mankin

Kelompok Nomor Sampel

Total Mankin Skor KategoriMinggu

1Minggu

2Minggu

3Minggu

1Minggu

2Minggu

3

Kelompok Kontrol

1 3 3 7 Ringan Ringan Sedang2 4 6 3 Ringan Sedang Ringan3 3 5 4 Ringan Ringan Ringan

Kelompok Eksperime

n

1 4 7 5 Ringan Sedang Ringan2 3 7 7 Ringan Sedang Sedang3 4 4 7 Ringan Ringan Sedang

44

Page 45: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

45

1 2 30

1

2

3

4

5

6

7

3.67

6.006.33

3.33

4.67 4.67Eksperimen

Kontrol

Rat

a-R

ata

Man

kin

Skor

Gambar 4.1 Perbandingan Rata-Rata Mankin Skor Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol

Berdasarkan Tabel 4.1. dan Gambar 4.1., terlihat bahwa rata-rata mankin

skor untuk kelompok eksperimen cenderung lebih tinggi dari kelompok kontrol,

dari minggu pertama hingga minggu ketiga. Dari minggu pertama hingga minggu

kedua, mankin skor pada kelompok eksperimen menunjukkan peningkatan (3,67

menjadi 6,00). Demikian pula dari minggu kedua hingga minggu ketiga mankin

skor kelompok eksperimen mengalami peningkatan (6,00 menjadi 6,33). Pada

kelompok kontrol, dari minggu pertama ke minggu kedua mengalami peningkatan

(3,33 menjadi 4,67) dan memasuki minggu ketiga masih konstan di 4,67.

Page 46: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

46

Normal Ringan Sedang Normal Ringan Sedang Normal Ringan SedangMinggu 1 Minggu 2 Minggu 3

0

1

2

3

-

3

- -

2

1

-

2

1

-

3

- -

1

2

-

1

2

Eksperimen

KontrolFrek

uens

i

Gambar 4.2 Perbandingan Frekuensi Kelinci Berdasarkan Mankin Skor pada

Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Gambar 4.2 menunjukkan bahwa dari minggu pertama hingga minggu

ketiga tidak ada satupun kelinci dengan mankin skor pada kategori normal. Di

minggu pertama, semua kelinci pada kelompok normal maupun pada kelompok

eksperimen memiliki mankin skor dalam kategori ringan (masing-masing 3 ekor).

Pada minggu kedua, didapatkan dua ekor kelinci pada kelompok kontrol dengan

kategori mankin skor sedang, dan ditemukan satu ekor pada kelompok

eksperimen dengan kategori sedang. Pada minggu ketiga, frekuensi kategori

mankin skor pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen tidak

mengalami perubahan dari sebelumnya (minggu kedua).

Page 47: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

47

4.1.1 Uji Normalitas Data

Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Data

WaktuEksperimen Kontrol

p-value Keterangan p-value KeteranganMinggu 1 0,766 Normal 0,766 NormalMinggu 2 0,766 Normal 0,991 NormalMinggu 3 0,766 Normal 0,960 Normal

Keterangan : p-value diperoleh dari uji Kolmogorov Smirnov

Berdasarkan Tabel 4.2. diperoleh kesimpulan bahwa data mankin skor

pada semua kelompok perlakuan dan waktu memiliki data yang berdistribusi

normal. Dengan hasil ini maka untuk menguji perbandingan akan digunakan uji

parametrik yakni two sample independent t test, sedangkan untuk menguji

perbandingan kategori mankin skor digunakan uji Eksak Fisher (tabel 2x2).

4.1.2 Uji Perbandingan Mankin Skor

Tabel 4.3 Hasil Uji Perbandingan Mankin Skor

Waktu Eksperimen (n=3) Kontrol (n=3) p-value

Minggu 1 3,67 (0,58) 3,33 (0,58) 0,519

Minggu 2 6,00 (1,73) 4,67 (1,53) 0,374

Minggu 3 6,33 (1,15) 4,67 (2,08) 0,292

Keterangan : p-value diperoleh dari uji two sample independen t test

Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata mankin skor kelompok

eksperimen pada minggu 1 (3,67) lebih besar dari kelompok kontrol (3,33),

namun perbedaannya dinyatakan tidak bermakna (p > 0,05). Pada minggu 2, rata-

Page 48: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

48

rata mankin skor kelompok eksperimen (6,00) masih lebih besar dari kelompok

eksperimen (4,67), dan perbedaannya dinyatakan tidak bermakna (p > 0,05). Pada

minggu 3, rata-rata mankin skor kelompok eksperimen (6,33) masih lebih tinggi

dari kelompok kontrol (4,67), dan perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05).

Dengan demikian, rata-rata mankin skor antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol dinyatakan tidak bermakna, baik pada minggu 1, minggu 2

maupun minggu 3.

Tabel 4.4 Hasil Uji Perbandingan Kategori Mankin Skor

Waktu KategoriEksperimen (n=3) Kontrol (n=3)

p-valuef % f %

Minggu 1Ringan 3 100 3 100

-Sedang 0 0 0 0

Minggu 2Ringan 1 33,3 2 66,7

0,500Sedang 2 66,7 1 33,3

Minggu 3Ringan 1 33,3 2 66,7

0,500Sedang 2 66,7 1 33,3

Keterangan : p-value diperoleh dari uji Eksak Fisher

Tabel di atas menunjukkan bahwa kategorisasi mankin skor antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dan diuji dengan Uji Eksak

Fisher. Pada minggu ke 1, semua kelinci di kelompok eksperimen maupun di

kelompok kontrol memiliki mankin skor dalam kategori ringan sehingga sudah

jelas tidak berbeda bermakna antara keduanya, dan p-value tidak dapat dianalisis.

Pada minggu ke-2 dan minggu ke-3, perbedaan kategori mankin skor antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dinyatakan tidak bermakna (p >

0,05).

Page 49: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

49

4.1.3. Uji Hipotesis

Hipotesis :

Penyuntikan bupivakain 0,25 % secara intraartikular pada sendi lutut akan

menimbulkan kerusakan pada kondrosit berdasarkan skor modifikasi Mankin

Faktor yang mendukung

1) Dari hasil penelitian, rata-rata skor Mankin pada hewan coba menunjukan

peningkatan dibandingkan dengan kontrol sejak minggu pertama hingga

minggu ketiga.

2) Terdapat peningkatan skor Mankin pada hewan coba. Dengan skor Mankin

pada minggu pertama sebesar 3,67 meningkat menjadi 4,77 pada minggu

ketiga.

Faktor yang tidak mendukung :

Analisis statistik Uji Eksak Fisher. Pada minggu ke 1, perbedaan kategori

mankin skor antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dinyatakan

tidak bermakna (p>0,05). Demikian pula, pada minggu ke-2 dan minggu ke-3,

perbedaan kategori mankin skor antara kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol dinyatakan tidak bermakna (p>0,05).

Simpulan

Hipotesis ditolak

Page 50: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

50

4.3 Pembahasan

Penelitian secara in vivo selama tiga minggu ini memperlihatkan hasil

bahwa terjadi kerusakan kondrosit dengan berkurangnya densitas kondrosit dalam

waktu tiga minggu setelah penyuntikan bupivakain 0,25%, tetapi tidak bermakna

secara statistik. Permukaan sendi yang telah disuntik bupivakain 0,25% tetap intak

pada pemeriksaan histologis. Hasil ini memperlihatkan bahwa kerusakan

kondrosit yang timbul akibat penyuntikan bupivakain 0,25% ringan dan tidak

menimbulkan kerusakan pada permukaan sendi.

Dari hasil penelitian pada minggu pertama hingga ketiga terlihat bahwa

rata-rata Mankin skor cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol. Dan dari uji

kategori Mankin skor dengan Uji eksak Fisher pada minggu pertama hingga

minggu ketiga tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Hasil ini mungkin

dipengaruhi oleh sifat dari kerapatan kondrosit pada kelinci lebih tinggi

dibandingkan dengan manusia dimana penangkapan safranin O lebih rendah pada

hasil yang didapatkan dengan hewan coba kelinci sehingga mempengaruhi hasil

uji dengan Mankin skor.11

Pada pemeriksaan hasil penelitian dengan metode Mankin skor, dilakukan

perhitungan pada struktur dari rawan sendi, sel rawan sendi, penangkapan dari zat

warna safranin O dan integritas tidemark terdapat subjektifitas dari penilaian

hiposelularitas, hiperselularitas yang keduanya bersifat terbatas pada evaluasi dari

densitas sel yang sangat berpengaruh terhadap kondrotoksisitas dari sel.

Page 51: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

51

Dari hasil penelitian secara in vivo ini tidak didapatkan kondrosit yang

nekrosis setelah dilakukan penyuntikan bupivakain 0,25%. Hal ini kemungkinan

dapat dijelaskan oleh sifat kondrotoksisitas dari bupivakain yang tergantung dosis

dan waktu paparan seperti pada penelitian in vitro yang telah dilakukan oleh

Chu.11, 45

Pemberian bupivakain 0,25% satu kali secara intraartikular,

konsentrasinya akan tereduksi oleh berbagai macam faktor, yaitu: cairan sinovial,

perdarahan, integritas dari tulang rawan sendi, penyerapan bupivakain dan

clearance.3, 10 Volume sendi lutut kelinci berkisar 1,5 cc. Dari percobaan yang

dilakukan dengan menyuntikan bupivakain secara intraartikular, maka proses

pengenceran akan terjadi dan konsentrasi bupivakain berkurang. Jumlah zat yang

disuntikkan ini sudah diukur berdasarkan berat badan dan volume cairan sendi.

Pada percobaan yang dilakukan O’Driscoll, dkk, memperlihatkan bahwa

penyuntikan zat NaCl 0,9% ke dalam sendi lutut setiap 0,5 ml akan menghasilkan

gambaran hemartrosis setelah jumlah NaCl yang disuntikan mencapai 2 ml, dan

kerusakan jaringan sinovial setelah jumlah NaCl yang disuntikan rata-rata

berjumlah 4 ml.46 proses penyuntikan zat ke dalam rongga intraartikuler sendiri

akan menimbulkan proses inflamasi yang diawali proses katabolisme akibat

aktifitas interleukin 1 (IL-1) dan Tumor nekrosis faktor (TNF-α) dan kemudian

akan merusak metabolisme kondrosit.40

Konsentrasi maksimal bupivakain dalam darah telah diteliti secara klinis

terjadi saat tiga puluh hingga empat puluh lima menit setelah penyuntikan

Page 52: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

52

intraartikular pada sendi lutut.44 Berlawanan dengan pemberian bupivakain

intraartikular secara infus,14 yang akan mengatasi efek pengenceran dibandingkan

injeksi bupivakain 0,25% sebanyak satu kali sehingga hasil penelitian ini tidak

menyebabkan kematian kondrosit dengan cepat.

Pada percobaan yang dilakukan, objek penelitian merupakan tulang rawan

kelinci yang sehat, sehingga terdapat kemungkinan penyerapan dari bupivakain

0,25% yang disuntikan tidak banyak dilakukan oleh tulang rawan tetapi melalui

jaringan sinovial. Hal ini berbeda pada penyuntikan yang dilakukan pada pasien

setelah artroskopi akibat osteoartritis yakni telah timbul suatu kerusakan sendi.

Karena pada penelitian sebelumnya, maka penyuntikan bupivakain lebih

mengakibatkan kerusakan pada sisi tulang rawan telah ada perlukaan

sebelumnya.5, 17 Hal ini dapat dijadikan salah satu dasar alasan pada pasien

dengan osteoartritis derajat satu dan dua yang dilakukan injeksi bupivakain

setelah tindakan artroskopi tidak mengalami perbaikan derajat osteoartritisnya.

Penelitian terhadap hewan coba di laboratorium memungkinkan kita

menggunakan teknik yang canggih dalam mengevaluasi efek in vivo penyuntikan

bupivakain 0,25% secara intraartikular, tetapi tidak ada hewan coba yang secara

tepat menyerupai ketebalan, ukuran, biomekanik, struktur, kemampuan

memperbaiki diri sendiri, kondisi pembebanan serta kinematik tulang rawan sendi

lutut manusia.47

Permukaan tulang rawan sendi lutut manusia lebih tebal dibandingkan

dengan permukaan tulang rawan kelinci hal ini menunjukan bahwa substrat yang

disuntikkan ke dalam sendi dan masuk ke dalam tulang rawan dengan cara difusi

Page 53: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

53

akan secara potensial berefek lebih kecil terhadap jaringan pada manusia.11

Beberapa poin penting yang menjadi pertimbangan adalah pada percobaan

dengan menggunakan kelinci sebagai hewan coba. Pada sampel tulang rawan

sendi yang diambil dari medial femoral condyle, densitas kondrosit kelinci sebesar

12,2 % dan hanya 1,7 % pada manusia. Setiap sel kondrosit pada manusia harus

menanggung sekitar 8-10 kali area yang lebih luas terhadap matrik sekitar.47

Sehingga sangat mungkin tulang rawan kelinci lebih tahan terhadap stimulus

berbahaya dibandingkan tulang rawan manusia karena kepadatan sel kondrosit

yang lebih tinggi dibandingkan dengan manusia.9

4.3 Kendala dan Kelemahan Penelitian

Pada penelitian ini didapatkan beberapa kendala dan kelemahan, antara

lain adalah sebagai berikut.

1) Pada saat penyuntikan bupivakain 0,25% 0,2 ml ke dalam intrartikular

sendi lutut kelinci, pengambilan sudut serta kedalaman harus

diperhitungkan secara hati-hati agar tidak mengenai tulang rawan dan

merusak permukaan tulang rawan.

2) Pada saat pemotongan dan pembuatan preparat dibutuhkan ketepatan saat

melakukan tindakan sehingga permukaan tulang rawan sendi yang dinilai

merupakan suatu area weight bearing

3) Pada pemeriksaan histopatologi penangkapan pewarnaan safranin O oleh

mucin, tulang rawan dan mast cell granules pada kelinci yang digunakan

sebagai kontrol tidak sama dengan contoh pada manusia.

Page 54: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

54

4) Pada penelitian ini Mankin skor hanya terbatas untuk menilai densitas sel

dan penilaiannya bersifat subjektif dan kuantitatif, sehingga dibutuhkan

suatu analisis histomorphometric yang digunakan secara sistematis dan

kuantitatif untuk menghitung densitas kondrosit pada regio yang

diinginkan.

Page 55: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

55

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penyuntikan intraartikular bupivakain 0,25% dosis tunggal tidak

berpengaruh terhadap kerusakan kondrosit berdasarkan skor modifikasi Mankin

pada lapisan tulang rawan sendi lutut kelinci normal dalam periode tiga minggu.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa penyuntikan bupivakain 0,25%

secara intraartikular tidak berpengaruh terhadap kerusakan kondrosit tulang rawan

sendi lutut kelinci, maka diharapkan ada penelitian lebih lanjut dengan melakukan

penyuntikan dengan terlebih dahulu melakukan proses pembilasan cairan sinovial,

penyuntikan berulang dan penelitian mendalam dalam jangka waktu tertentu

sehingga akhirnya dapat diaplikasikan pada manusia di kemudian hari.

1-6, 8-41, 43-45, 47, 48

55

Page 56: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen G, lui A, Johnson D. Postarthroscopy analgesia with intraarticular bupivacaine/morphine. A randomized clinical trial. NCBI. 1993;3(79):475-80.

2. Badner N, Bourne R, Rorabeck C, SJ SM, Doyle J. Intra-articular injection of bupivacaine in knee-replacement operations. Results of use for analgesia and for preemptive blockade. JBJS. 1996;78(5):734-8.

3. Geutjens G, Hambidge J. Analgesic effects of intraarticular bupivacaine after day-case arthroscopy. Arthroscopy. 1994;10(3):299-300.

4. Joshi W, Reuben S, Kilaru P, Sklar J, H M. Postoperative Analgesia for Outpatient Arthroscopic Knee Surgery with Intraarticular Clonidine and/or Morphine. Anesthesia and Analgesia. 2000;90(5):1102-6.

5. Osborne D, Keene G. Pain relief after arthroscopic surgery of the knee: a prospective, randomized, and blinded assessment of bupivacaine and bupivacaine with adrenaline. Arthroscopy. 1993;9(2):177-80.

6. Andres JD, Bellver J, Barrera L, Febre E, Bolinches R. A comparative study of analgesia after knee surgery with intraarticular bupivacaine, intraarticular morphine, and lumbar plexus block. PubMed. 1993;77(4):727-30.

7. Convery PN, Milligan KR, Quin P, Sjovall J, Gustafsson U. Efficacy and uptake of Ropivacaine, and Bupivacaine after single Intraarticular injection in the knee joint. Br J Anaesthesia. 2001;87:570-6.

8. Reuben S, Sklar J. Pain management in patients who undergo outpatient arthroscopic surgery of the knee. JBJS Am. 2000;82-A(12):1754-66.

9. Chu CR, Izzo NJ, Papas NE, Fu FH. In Vitro Exposure to 0,5% Bupivacaine Is Cytotoxic To Bovine Articular Chondrocytes. Arthroscopy. 2006;22:693-9.

10. Chu CR, Coyle CH, Chu CT, Szczodry M, Seshadri V, Karpie JC. In Vivo Effects of Single Intra-Articular Injection of 0.5% Bupivacaine on Articular Cartilage. JBJS. 2010;92:599-608.

11. Chu CR. The Invitro Effects of Bupivacaine on articular chondrocytes. JBJS. 2008;90:639-9.

12. Gomoll AH, Kang RW, Williams JM, Bach BR, Cole BJ. Chondrolysis after continuous intra-articular bupivacaine infusion: an experimental model

56

Page 57: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

57

investigating chondrotoxicity in the rabbit shoulder. Arthroscopy. 2006;22(19):813-19.

13. Townshend D, Emmerson K, Jones S, Partington P, Muller S. Intra-articular injection versus portal infiltration of 0.5% bupivacaine following arthroscopy of the knee. JBJS. 2009;91(B):601-3.

14. Dragoo. JL. The Effect of Local Anesthetics Administered Via Pain Pump on Chondrocyte Viability. Am J Sports Medicine. 2008;36(8):1484-8.

15. Solomon L, Warwick DJ, Nayagam S. Apleys system of orthopaedics and fractures. . 8 ed. New York: Oxford University Press Inc; 2001.

16. Anderson SL, Buchko J. Chondrolysis of the Glenohumeral Joint After Infusion of Bupivacaine Through an Intra-articular Pain Pump Catheter: A Report of 18 Cases. The Journal Of Arthroscopy and Related Surgery. 2009;26(4):451-61.

17. Wiater B, Neradilelk. Risk Factors for Chondrolysis of the Glenohumeral Joint: A Study of Three Hundred and Seventy-five Shoulder Arthroscopic Procedures in the Practice of an Individual Community Surgeon. JBJS. 2011;93:615-25.

18. Gomoll AH, Yanke AB, Kang RW, Chubinskaya S, Williams JM, Bach BR. Long-Term Effects of Bupivacaine on Cartilage in a Rabbit Shoulder Model. AJSM. 2008;10(10):1-6.

19. Kyle R, Verma N, Cole J, Bach BR. Articular Cartilage: Structure, Biology, and Function. In: Williams RJ, editor. Cartilage Repair Strategies. New Jersey: Humana Press; 2007. p. 1-12.

20. Driscoll SW, Saris DBF. Articular Cartilage Repair. In: Einhorn TA, O'Keefe RJ, Buckwalter JA, editors. Orthopaedic Basic Science. 3 ed. Rosemont, IL: AAOS; 2007. p. 349-64.

21. Aigner T, Stove J. Collagens—major component of the physiological cartilage matrix, major target of cartilage degeneration, major tool in cartilage repair. Adv Drug Deliv Rev. 2003;55:1569–93.

22. Dogan N, Erdem A, Erman Z, Kizilkaya M. The Effects of Bupivacaine and Neostigmine on Articular Cartilage and Synovium in the Rabbit Knee Joint. International Medical Research. 2004;5(32):513-9.

23. Erggelet C, Mandelbaum BR. Articular Cartilage Biology. In: Erggelet C, Mandelbaum BR, Mrosek EH, Scopp JM, editors. Principles of Cartilage Repair. Berlin: Steinkopff Verlag; 2008. p. 3-5.

Page 58: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

58

24. Shao ea. optimal method for tissue decalcification prior to laser capture microdissection RT-PCR that preserves the integrity of the mRNA population. labinvest. 2006;86(10):1089.

25. Mow VC, Ratcliffe A, editors. Structure and Function of Articular Cartilage and Meniscus 2nd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 1997.

26. Muir H. The Chondrocyte, architect of cartilage. Biomechanic, Structure, Function and Molekular Biology of Cartilage Matrixs Macromolekul. Bioessays. 1995;17:1039-48.

27. Buckwalter JA, Einhorn TA, Simon SR. Orthopaedic Basic Science. Chicago: American Academy of Orthopaedic Surgeons; 2000.

28. Guilak F, Mow VC. The Mechanical Environment of The Chondrocyte: a biphasic finite element model of cell-matrix interaction in articular cartilage. J Biomech. 2000;33:1663-73.

29. Torzilli P, Grigiene R, Borelli J, Helfet D. Effect of Impact load on articular cartilage: cell metabolism and viability, and matrix water content. J Biomech Eng. 1999;121:433-41.

30. Pritzker K, Gay S, Jimenez S, Ostergaard K, Pelletier J, Revell P, et al. Osteoarthritis cartilage histopatology: grading and staging. . PubMed. 2006;14(1):13--29.

31. Ostergaard K, Andersen CB, Petersen J, Bendtzen K, Salter D. Validity of histopathological grading of articular cartilage from osteoarthritic knee joints. Ann Rheum Dis. 1999;58:208-13.

32. Mankin H, Dorfman H, Lipiello L, Zarins A. Biochemical and Metabolic abnormalities in articular cartilage from osteoarthritic human hips. II. Correlation of morphology with biochemical and metabolic data. JBJS Am. 1971;53A:523-37.

33. Bronner F, Carrson M. The patoghenesis of osteoarthritis. In: Helmtrud I, Tilley S, editors. Bone and Osteoarthritis. Newark USA: Springer; 2007. p. 1-18.

34. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4 ed. New York: MC.Graw Hill Lange Medical Books; 2006. p. 324-41.

35. Scurr C, Fieldman S, Soni N. The Basisof Intensive Care. Scientific Foundation of Anaesthesia: . Oxford: Butterworth Heinemann; 1990. p. 636-9.

36. Stoelting RK, Simon CH. Pharmacology and Physiology. Anesthetic Pratice. Philladelphia: Lipincott Wiliam and Wilkins; 2006. p. 79-203.

Page 59: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

59

37. Morrow B, Milligan K, Murthy B. Analgesia following day-case knee arthroscopy–the effect of piroxicam with or without bupivacaine infiltration. Anaesthesia. 1995;50(5):461-3.

38. Lu Y, Dhanaraj S, J ZW, 2006;24(6):1261-1270 OR. Minced cartilage without cell culture serves as an effective intraoperative cell source for cartilage repair. J Orthop Res. 2006;24(6):1261-70.

39. Sanders TG, Zlatkin MB, Paruchuri BN, Higgins RW. Chondrolysis of the glenohumeral joint after arthroscopy: findings on radiography and low-field-strength MRI. AJR Am J Roentgenol. 2007;188:1094-8.

40. Goldring MB. Update on the biology of the chondrocyte and new approaches to treating cartilage diseases. SciVerse Science Direct. 2006;20(5):1003-25.

41. Douglas D. Continuous Local Anesthetics May Damage Cartilage. Am J Sports Med. 2011;4:8.

42. Scott DB, Lee A, Fagan D. Acute Toxicity of Ropivacaine Compared With That of Bupivacaine. Anesth Analg. 1989;69:563-9.

43. wongworawat DM, Hasan M, Green LM. Evaluation of Bupivacaine and Triamcinolone acetonide Toxicity On Human Articular Chondrocyte. ABJS. 2010;19:40.

44. Samantha L, Piper BA, Hubert T, Kim. Comparison of Ropivacaine and bupivacaine toxicity in human articular chondrocyes. JBJS. 2008;90(5):986-91.

45. Piper SL, Kim HT. Comparison of ropivacaine and bupivacaine toxicity in human articular chondrocytes. JBJS. 2008;90:986-91.

46. O'Driscoll SW, Kumar A, Salter RB. The effect of the volume of effusion, joint position and continuous passive motion on intraarticular pressure in the rabbit knee. The Journal of Rheumatology. 1983;10(3):360-3.

47. Eggli PS, Hunziker EB, Schenk RK. Quantitation of structural features characterizing weight- and less-weight-bearing regions in articular cartilage: a stereological analysis of medial femoral condyles in young adult rabbits. Anat Rec. 1988;222(3):217-27.

48. Archer CW, Redman S, Khan I, Bishop J, .. KR. Enhancing Tissue Integration In Cartilage Repair Procedures. J Anat. 2006;209(4):481-93;

Page 60: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

60

49. Pedoman Penulisan Tesis/Disertasi dan Penulisan Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran 2010-2011. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran.

Page 61: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

61

Lampiran 1

Tabel perhitungan skor Mankin

Kelompok No Sampel

Minggu 1No

Sampel

Minggu 2No

Sampel

Minggu 3

Struktur Sel

Safranin O

Tidemark

Struktur Sel Safrani

n O Tidemark Struktur Sel

Safranin O Tidemark

Kelompok Eksperime

n

1 0 0 3 0 1 0 1 2 0 1 4 1 2 0

2 0 0 4 0 2 4 1 1 0 2 1 2 0 0

3 2 1 0 0 3 3 1 1 0 3 1 1 1 1

Kelompok Kontrol

1 4 0 0 0 1 5 1 1 0 1 3 1 1 0

2 1 1 1 0 2 5 1 1 0 2 2 3 2 0

3 4 0 0 0 3 2 0 0 0 3 2 1 4 0

Lampiran 2

Page 62: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

62

Hasil Analisis Statistik

A. UJI NORMALITAS DATA

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

3 3 33,6667 6,0000 6,3333,57735 1,73205 1,15470

,385 ,385 ,385,282 ,282 ,282

-,385 -,385 -,385,667 ,667 ,667,766 ,766 ,766

NMeanStd. Deviation

Normal Parameters a,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Eks_M1 Eks_M2 Eks_M3

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

3 3 33,3333 4,6667 4,6667,57735 1,52753 2,08167

,385 ,253 ,292,385 ,196 ,292

-,282 -,253 -,212,667 ,438 ,506,766 ,991 ,960

NMeanStd. Deviation

Normal Parameters a,b

AbsolutePositiveNegative

Most ExtremeDifferences

Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)

Kontrol_M1 Kontrol_M2 Kontrol_M3

Test distribution is Normal.a.

Calculated from data.b.

B. TWO SAMPLES INDEPENDEN T TEST

Page 63: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

63

T-Test

Group Statistics

3 3,6667 ,57735 ,333333 3,3333 ,57735 ,333333 6,0000 1,73205 1,000003 4,6667 1,52753 ,881923 6,3333 1,15470 ,666673 4,6667 2,08167 1,20185

KelompokEksperimenKontrolEksperimenKontrolEksperimenKontrol

M1

M2

M3

N Mean Std. DeviationStd. Error

Mean

Independent Samples Test

,000 1,000 ,707 4 ,519 ,33333

,707 4,000 ,519 ,33333

,182 ,692 1,000 4 ,374 1,33333

1,000 3,938 ,375 1,33333

1,565 ,279 1,213 4 ,292 1,66667

1,213 3,124 ,309 1,66667

Equal variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumedEqual variancesassumedEqual variancesnot assumed

M1

M2

M3

F Sig.

Levene's Test forEquality of Variances

t df Sig. (2-tailed)Mean

Difference

t-test for Equality of Means

C. FISHER’S EXACT TEST

Page 64: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

64

Minggu_1 * Kelompok

Crosstab

3 3 650,0% 50,0% 100,0%

3 3 650,0% 50,0% 100,0%

Count% within Minggu_1Count% within Minggu_1

RinganMinggu_1

Total

Eksperimen KontrolKelompok

Total

Chi-Square Tests

.a

6Pearson Chi-SquareN of Valid Cases

Value

No statistics are computedbecause Minggu_1 is a constant.

a.

Minggu_2 * Kelompok

Crosstab

1 2 333,3% 66,7% 100,0%

2 1 366,7% 33,3% 100,0%

3 3 650,0% 50,0% 100,0%

Count% within Minggu_2Count% within Minggu_2Count% within Minggu_2

Ringan

Sedang

Minggu_2

Total

Eksperimen KontrolKelompok

Total

Chi-Square Tests

,667b 1 ,414,000 1 1,000,680 1 ,410

1,000 ,500

,556 1 ,456

6

Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona

Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

4 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is1,50.

b.

Page 65: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

65

Minggu_3 * Kelompok

Crosstab

1 2 333,3% 66,7% 100,0%

2 1 366,7% 33,3% 100,0%

3 3 650,0% 50,0% 100,0%

Count% within Minggu_3Count% within Minggu_3Count% within Minggu_3

Ringan

Sedang

Minggu_3

Total

Eksperimen KontrolKelompok

Total

Chi-Square Tests

,667b 1 ,414,000 1 1,000,680 1 ,410

1,000 ,500

,556 1 ,456

6

Pearson Chi-SquareContinuity Correctiona

Likelihood RatioFisher's Exact TestLinear-by-LinearAssociationN of Valid Cases

Value dfAsymp. Sig.

(2-sided)Exact Sig.(2-sided)

Exact Sig.(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

4 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is1,50.

b.

Page 66: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

66

Lampiran 3

Gambar alat-alat yang dibutuhkan saat penyuntikan kelinci

Gambar memperlihatkan proses pengambilan bupivakain 0,25% dari sediaan vial

Page 67: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

67

Gambar pengguntingan bulu kelinci untuk membersihkan daerah injeksi

Gambar memperlihatkan proses penyuntikan bupivakain sebanyak 0,2 ml pada sendi lutut kelinci

Page 68: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

68

Gambar proses pengambilan sampel dari condyle femur kelinci pada minggu pertama, kedua dan ketiga

Gambar hasil sampel dari minggu pertama, kedua dan ketiga pada hewan coba yang dilakukan eksperimen dan kontrol

Page 69: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

69

Lampiran 4.

Gambar memperlihatkan uji histopatologi dari preparat dengan bimbingan dr. Anglita Y, SpPA

Gambar histopatologi preparat no 3 pembesaran 100x pada kelompok perlakuan tampak iregularitas dari permukaan. Menunjukkan nilai struktur pada penilaian skor Mankin 2.

Page 70: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

70

Gambar histopatologi preparat no 3 pembesaran 400x pada kelompok perlakuan memperlihatkan pannus dan iregularitas dari permukaan

Gambar histopatologi preparat no 6 pembesaran 400x. kelompok perlakuan memperlihatkan struktur rawan sendi terdapat belahan kearah zona radial.

Page 71: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

71

Gambar histopatologi preparat no 11 kelompok perlakuan pembesaran 100x memperlihatkan struktur rawan sendi dengan adanya belahan ke arah zona kalsifikasi

ambar histopatologi preparat no 4 pembesaran 100x menggunakan pewarnaan safranin memperlihatkan hasil pewarnaan safranin O dengan nilai skor Mankin reduksi ringan

Page 72: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

72

Gambar histopatologi preparat no 8 pembesaran 400x kelompok perlakuan memperlihatkan hasil pewarnaan safranin O dengan nilai berdasarkan skor Mankin reduksi berat.

Gambar histopatologi preparat no 15 pembesaran 400x kelompok perlakuan memperlihatkan hasil pewarnaan safranin O dengan nilai berdasarkan skor Mankin tidak tampak pewarnaan

Page 73: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

73

Page 74: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

74

Page 75: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

75

Page 76: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

76

RIWAYAT HIDUP

Nama : Widiyatmiko Arifin Putro

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Bogor/ 18 Maret 1981

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Status : Menikah

Institusi : Departemen Orthopaedi dan Traumatologi

RS Hasan Sadikin/FK UniversitasPadjadjaran

Korespondensi :

Alamat : Komplek fajar Raya Blok B2/No 3 Cimahi Utara

Telepon : +628122090025

Email : [email protected]

Pendidikan :

1. TK : TK Mexindo Bogor, 1986-1987

2. SD : SD Negeri Kebon Pedes I Bogor, 1987-1993

3. SMP : SMP Negeri I Bogor, 1993-1996

4. SMA : SMA Negeri I Bogor, 1996-1999

5. Sarjana 1 : Fakultas Kedokteran Universitas Maranatha

Bandung, 1999-2006

6. PPDS-I : Ilmu Orthopaedi dan Traumatologi

FK Universitas Padjadjaran Bandung,

2008 - sekarang

76

Page 77: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

77

Kegiatan Ilmiah dan Kursus :

1. Peserta Seminar Akupuntur, Peranan Akupuntur Pada Proses Penuaan

dan Cerebral Palsy, 3 Desember 2005, Bandung.

2. Peserta Pelatihan Osteoporosis, 25-26 November 2006, Bandung.

3. Peserta Pelatihan Advanced Cardiac Life Support, 26-28 Januari 2007,

Jakarta.

4. Peserta Pelatihan Advanced Trauma Life Support, 4-6 Mei 2007,

Semarang.

5. Peserta Simposium Penyegar Ilmu Bedah, 1-2 Juni 2007, Bandung.

6. Peserta The 2nd Weekend Scientific Meeting, Enhancement

Profesionalisme In Integrated Medical Services, 30 Juni 2007, Cirebon

7. Peserta Seminar Sehari Penatalaksanaan Diabetes Mellitus, 28 Juli 2007,

Cirebon.

8. Peserta Simposium How To Manage Difficult Cases In Daily Clinical

Practice, 1 September 2007, Cirebon

9. Peserta Pekan Ilmiah Tahunan Tahun Emas Fakultas Kedokteran

Universitas Padjadjaran, 9-10 November 2007, Bandung.

10. Peserta Basic Surgical Skill Course, Januari 2008, Bandung.

11. Peserta AO Spine Seminar, 9 maret 2008, Jakarta

12. Peserta Update on Orthopaedic Treatment, 28 Juni 2008, Lembang,

Bandung

13. Peserta Tata Laksana Penanganan Varises Tungkai, 13 Juni 2009,

Bandung.

Page 78: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

78

14. Peserta Shoulder Sport Injury, 3 – 4 Juli 2010, Bandung

15. Update Skill and Spine Knowledge in 3rd National Congress of

Indonesia Pedicle Club, May 2011, Bandung

16. Peserta Hand International Symposium, Februari 2011, Bandung

17. Peserta AO Trauma Course – Principle in Operative Fracture

Management, 9-11 Juni 2011, Jakarta

18. Panitia dan peserta Continuing Orthopaedic Education 59th, Juni 2012,

Bandung

19. Panitia dan Peserta Asia Pacific Orthopaedic Association – Spine

Operative course, Juli 2012, Bandung

20. Peserta AO Spine Course, Oktober 2012, Surabaya

Pengalaman Penelitian :

1. Presentasi Free paper pada acara Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) tahun

2009 di Surbaya dengan judul Penderita Patah Tulang Tibia Plateau

berdasarkan klasifikasi Schatzker yang dirawat di Rumah Sakit Hasan

Sadikin Bandung Periode Januari 2004-Desember 2008.

2. Presentasi Free Paper pada acara Kongres Nasional PABOI tahun 2010 di

Jakarta dengan judul Korelasi Antara Penggunaan Boot Slab Untuk

Pengelolaan Fraktur Tertutup Shaft Metatarsal Satu Dengan Komplikasi

Nyeri Menetap, Malunion dan Non union Pada pasien Di RSHS Dari Januari

2009-Agustus 2010.

Page 79: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

79

3. Presentasi Free paper acara Business Meeting of Indonesian Orthopaedic

Association (IOA) and 60th Continuous Orthopaedic Education (COE) tahun

2011 di Manado, Sulawesi Utara dengan judul Hubungan Antara Lama

Perawatan dan Pola Resistensi Kuman pada pasien Osteomyelitis di Bagian

Orthopaedi di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung.

4. Presentasi Free paper pada acara Kongres Nasional PABOI di Jakarta

November 2012 dengan judul Perbandingan Efektivitas Injeksi Asam

Hialuronat Intraartikular dan Pemberian Glukosamin peroral Terhadap Nyeri

Pada Pasien Osteoartritis Sendi Lutut Di Rumah Sakit Hasan Sadikin

Bandung.

Page 80: pengaruh bupivakain 0,25% terhadap tulang rawan sendi

80