Pengantar Ekologi Laut

32
Pengantar Ekologi Laut 1 1 Pengantar Ekologi Laut Ekologi adalah ilmu tentang bagaimana organisme berinteraksi dengan organisme lain (faktor biotik) dan komponen-komponen abiotik lain (misal: sinar matahari, tanah, air dan udara) di dalam lingkungan sekitarnya. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani ‘oikos’ (rumah) dan logos’ (ilmu atau aturan penatakelolaan: governing rules). Aturan yang dimaksud disini adalah pola hubungan dan interkoneksi antara organisme dan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan yang dimaksudkan disini adalah seluruh faktor dan kondisi eksternal, biotik maupun abiotik, yang dapat mempengaruhi organisme. Penilaian resiko ekologis (ecological risk assessments) digunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen ekologis yang paling beresiko terkena dampak dari bahan pencemar atau kontaminan pada suatu lokalitas, serta untuk mengkuantifikasi besaran resiko dari bahan- bahan pencemar tersebut. Untuk dapat melaksanakan penilaian dampak ekologis, maka hubungan antara seluruh organisme atau antara organisme dengan lingkungan fisiknya mutlak dimengerti. Selain karakteristik fisiologis dari individu-individu organisme, faktor-faktor yang terkait dengan kebiasaan makan (food habits), pola tingkah laku (behavioral patterns) dan kebutuhan terhadap jenis habitat, juga harus dimengerti dengan baik. Faktor-faktor ini mempunyai dampak penting dalam hal pemaparan individu organisme pada bahan pencemar dan resiko yang berasosiasi dengan pemaparan tersebut. Resiko pada level- level atas pada komponen-komponen ekologis, baik pada tataran komunitas maupun pada tataran ekosistem, akan sangat dipengaruhi oleh dampak bahan pencemar pada individu-individu organisme dalam komponen-komponen tersebut selain memberi dampak spesifik pada lingkungan sekitarnya.

Transcript of Pengantar Ekologi Laut

Pengantar Ekologi Laut 1

1 Pengantar Ekologi Laut

Ekologi adalah ilmu tentang bagaimana organisme berinteraksi

dengan organisme lain (faktor biotik) dan komponen-komponen abiotik

lain (misal: sinar matahari, tanah, air dan udara) di dalam lingkungan

sekitarnya. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani ‘oikos’ (rumah) dan

‘logos’ (ilmu atau aturan penatakelolaan: governing rules). Aturan yang

dimaksud disini adalah pola hubungan dan interkoneksi antara organisme

dan lingkungan tempat hidupnya. Lingkungan yang dimaksudkan disini

adalah seluruh faktor dan kondisi eksternal, biotik maupun abiotik, yang

dapat mempengaruhi organisme.

Penilaian resiko ekologis (ecological risk assessments) digunakan

untuk mengidentifikasi komponen-komponen ekologis yang paling

beresiko terkena dampak dari bahan pencemar atau kontaminan pada

suatu lokalitas, serta untuk mengkuantifikasi besaran resiko dari bahan-

bahan pencemar tersebut. Untuk dapat melaksanakan penilaian dampak

ekologis, maka hubungan antara seluruh organisme atau antara

organisme dengan lingkungan fisiknya mutlak dimengerti. Selain

karakteristik fisiologis dari individu-individu organisme, faktor-faktor

yang terkait dengan kebiasaan makan (food habits), pola tingkah laku

(behavioral patterns) dan kebutuhan terhadap jenis habitat, juga harus

dimengerti dengan baik. Faktor-faktor ini mempunyai dampak penting

dalam hal pemaparan individu organisme pada bahan pencemar dan

resiko yang berasosiasi dengan pemaparan tersebut. Resiko pada level-

level atas pada komponen-komponen ekologis, baik pada tataran

komunitas maupun pada tataran ekosistem, akan sangat dipengaruhi oleh

dampak bahan pencemar pada individu-individu organisme dalam

komponen-komponen tersebut selain memberi dampak spesifik pada

lingkungan sekitarnya.

2 Pengantar Ekologi Laut

Sebagai pelengkap terhadap pemahaman tentang potensi dampak

dari bahan pencemar pada individu-individu spesies, maka seorang

penilai resiko ekologis (ecological risk assessor) harus mengenal

hubungan-hubungan ekologis yang terdapat pada lokasi atau ekoregion

tertentu. Hal ini karena setiap spesies pada suatu lokasi tertentu dalam

beberapa hal memiliki ketergantungan baik pada spesies lainnya maupun

pada komponen-komponen abiotik dari suatu lingkungan, demikian juga

dengan dampak tak langsung dari suatu bahan pencemar. Walaupun suatu

bahan pencemar tidak secara langsung bersifat toksik pada suatu spesies,

namun dengan dampaknya pada komponen makanan spesies tersebut,

maka ekologi dari lokasi tersebut dapat saja menerima resiko. Demikian

juga dengan dampak bahan pencemar terhadap proses-proses seperti

dekomposisi atau ketersediaan nutrien dapat secara drastis merubah

hubungan komponen-komponen ekologis yang terdapat pada lokalitas

tersebut.

1.1. Level Organisasi Dalam Ekologi

Fokus dalam penilaian resiko ekologis umumnya ditekankan dalam 4

(empat) tingkatan/level organisasi yang terkait erat dengan kompleksitas

komponen penyusun suatu lingkungan. Tingkatan organisasi disusun

mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks, yaitu:

individu organisme, populasi organisme, komunitas dan ekosistem. Setiap

tingkatan dalam organisasi ekologis memiliki karakteristik dalam

mengukur dampak yang dialami, mulai dari fungsi, struktur dan

perubahan-perubahan yang terkait dengannya. Oleh karena itu,

pendugaan resiko ekologis ditujukan untuk mengestimasi resiko yang

dapat ditimbulkan oleh tekanan-tekanan eksternal (misalnya: bahan

pencemar kimia) terhadap karakteristik ekologis seperti tersebut di atas.

1.1.1. Spesies

Spesies organisme yang berbeda memiliki kebutuhan spesifik/unik

terhadap kondisi-kondisi suhu, salinitas, makanan dan tekstur sedimen.

Secara kolektif, sekelompok individu dari suatu organisme yang memiliki

Pengantar Ekologi Laut 3

potensi inter-breeding dalam kondisi alamiah dikenal sebagai spesies,

yang secara umum memiliki pola reproduksi berbeda dengan spesies

lainnya. Walaupun dikenal bahwa dalam satu spesies yang sama, dapat

saja memiliki perbedaan dalam hal fisik/keragaan dan tingkah laku. Jenis

organisme yang berbeda dapat memiliki perbedaan menyeluruh dalam

hal karakteristik ekologisnya dan skala dampak yang dapat disebabkan

oleh suatu jenis bahan pencemar Misalnya: potensi dampak pemaparan

PCBs dalam sedimen terhadap predator tingkat tinggi sangat dipengaruhi

oleh tingkah laku makan dari individu-individu spesies. Demikian juga

dengan beberapa jenis invertebrata yang menimbun diri (misal: kerang

darah) dalam sedimen akan memiliki modus pemaparan dan resiko yang

berbeda.

1.1.2. Populasi

Sekelompok individu dari spesies yang sama yang mendiami suatu

area dalam suatu interval waktu tertentu, dikenal sebagai suatu populasi.

Suatu populasi tidak harus mencakup seluruh individu anggota dari suatu

spesies tertentu, dan suatu spesies dapat menyusun populasi yang

berbeda-beda (multiple populations). Misalnya: spesies ikan tongkol

(Auxis thazard, Lac.) dapat mendiami area-area yang berbeda di lautan.

Kerumunan ikan (schooling) ini menyebar dengan sedikit atau tanpa

pertukaran individu diantara populasi-populasi mereka. Oleh karena itu,

ukuran dan cakupan populasi seringkali digambarkan dengan kepadatan

atau densitas (jumlah individu per unit area). Sedangkan struktur

populasi adalah jumlah relatif individu dalam suatu kelas umur tertentu

yang biasanya ditentukan dengan kriteria stadia dalam siklus hidup suatu

organisme, misalnya: telur, larva, juwana dan dewasa. Struktur juga dapat

ditelaah melalui kategori deskriptif lainnya (misal: betina atau jantan).

Ukuran, cakupan dan struktur dari suatu populasi sangat dipengaruhi

oleh laju kelahiran dan kematian (mortality and birth rates), perubahan

dalam kondisi lingkungan, kompetisi dengan spesies lain, serta

pergerakan individu-individu, baik memasuki ataupun keluar dari area

4 Pengantar Ekologi Laut

tertentu. Kesemuanya, dapat dipengaruhi oleh kondisi terpapar terhadap

bahan pencemar atau tekanan-tekanan lingkungan lainnya.

Ukuran populasi merupakan jumlah individu dari suatu spesies.

Ukuran maksimum populasi dapat dicapai dalam suatu area dan kurun

waktu tertentu, terkait erat dengan terbatasnya jumlah bahan makanan,

tempat berlindung, ruang dan sumberdaya lainnya. Ukuran maksimum

populasi yang dapat ditopang dalam suatu area tertentu disebut daya

dukung (carrying capacity). Daya dukung dapat berubah atau bervariasi

secara musiman, bulanan atau bahkan harian tergantung pada perubahan

dalam kondisi lingkungan (Odum, 1971).

1.1.3. Komunitas

Beberapa populasi dari spesies berbeda yang menghuni area yang

sama dan mewakili beragam interaksi dan saling ketergantungan, disebut

komunitas. Interaksi antara populasi-populasi dan elemen-elemen abiotik

dari suatu lingkungan menjadi penentu dalam distribusi geografis dan

struktur komunitas (misal: jumlah, jenis, keanekaragaman spesies yang

hadir). Walaupun spesies dalam komunitas, sampai tahap tertentu, dapat

digantikan oleh spesies lainnya dalam suatu area dan waktu tertentu,

peran yang dimainkan dalam komunitas relatif tidak berubah, dimana

spesies-spesies tersebut memodifikasi aspek-aspek fisik dari suatu area,

suplai bahan makanan ke organisme lainnya, mati dan mengalami atau

melakukan proses dekomposisi.

Komunitas dapat berubah dalam suatu periode yang panjang dalam

suatu proses yang dikenal sebagai suksesi ekologis. Selama proses suksesi

beberapa spesies dapat tergantikan oleh spesies-spesies lain sejalan

berlalunya waktu dimana kondisi baru di lingkungan berkembang.

Misalnya, saat hamparan terumbu karang mati secara bertahap

digantikan oleh hamparan makro algae yang sekaligus menjadi tempat

berkumpulnya bulu babi.

Pengantar Ekologi Laut 5

1.1.4. Ekosistem

Komunitas bersama-sama dengan elemen-elemen abiotik pada suatu

area tertentu berfungsi sebagai unit yang disebut ekosistem (Gambar 1).

Ekosistem umumnya merupakan level organisasi ekologis tertinggi yang

sangat menarik minat para ahli ekologi dan assessor resiko lingkungan.

Patut dicatat, aktifitas pendugaan resiko ekologis dari suatu bahan

pencemar pada tingkat ekosistem memiliki tingkat kesulitan tertinggi,

baik dalam hal evaluasi maupun biaya pelaksanaannya. Oleh karena itu,

upaya yang paling sering dilakukan adalah menggunakan populasi dan

komunitas sebagai basis evaluasinya.

Ahli ekologi umumnya mengklasifikasikan ekosistem dalam 2 (dua)

kelompok besar, yaitu: ekosistem perairan (aquatic) dan ekosistem

daratan (terresterial). Ekosistem perairan meliputi air tawar (danau,

sungai, kolam, rawa) dan ekosistem laut (estuarin, zona pasang surut,

terumbu karang, samudera, lereng laut dan palung).

Pemahaman terhadap komponen-komponen biotik dan abiotik dari

suatu ekosistem serta proses-proses yang terjadi dalam suatu ekosistem

merupakan dasar dalam penentuan jenis pemaparan yang dapat

berlangsung pada suatu area yang tercemar.

6 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-1. Konsep Diagramatik Kompleksitas Pola dan Aktifitas Pada Berbagai Level Ekologis (Sherman, 1994).

Level Ekosistem :

• Sistem Biomas

• Sistem Produktifitas

• Aliran Enerji

• Aliran dan siklus nutrien

• Stabilitas/Resilience

III Level Individu :

• Pertumbuhan

• Reproduksi

• Mortalitas

• Tingkah laku

• Pergerakan

PPP Level Populasi :

• Kompetisi inter spesies

• Struktur Umur

• Struktur populasi

• Pertumbuhan populasi

• Siklus populasi

• Sebaran spasial

CCC Level Komunitas: • Kompetisi antar spesies

• Keanekaragaman

• Struktur spasial

• Zonasi

• Invasi/kepunahan

• Mutualisme

Pengantar Ekologi Laut 7

Jenis ekosistem bervariasi sesuai kondisi iklim, topografi, geologi,

kimiawi serta faktor-faktor abiotik lainnya. Ekosistem juga memiliki

variasi dalam ukuran dan cakupannya. Perbatasan antara suatu

ekosistem dengan lainnya seringkali tidak jelas, sedang ekosistem yang

bergabung umumnya ditandai dengan jenis-jenis hewan dan tumbuhan

yang mereka miliki secara bersama-sama. Area-area transisi antara

ekosistem daratan dan perairan umumnya berupa estuarin yang di

daerah tropis umumnya dicirikan oleh rawa gambut dan hutan bakau.

1.2. Habitat dan Relung (Niche)

Pemahaman terhadap habitat spesies merupakan hal utama dalam

menentukan penyebaran spasial spesies dalam suatu ekosistem. Habitat

adalah tempat atau jenis tempat dimana organisme umumnya terdapat.

Habitat menyediakan faktor-faktor yang diperlukan untuk kelangsungan

hidup individu organisme dan populasinya, misalnya: perlindungan dari

pemangsa (predator) dan iklim yang ekstrim, lokasi sarang untuk

melahirkan dan peneluran, lokasi untuk mencari makanan, bahkan lokasi

untuk melakukan hibernasi. Dari perspektif resiko ekologis, habitat yang

penting boleh jadi adalah habitat yang terkontaminasi oleh bahan kimia,

sehingga luasan dan cakupannya menjadi terbatas atau suatu habitat

yang penggunaannya bergantung pada musim (misal: kawasan perairan

Antarctic yang menjadi tempat berkumpulnya mamalia paus pada awal

musim semi disaat udang kecil/kreel sebagai bahan makanannya terdapat

dalam keadaan berlimpah). Di darat, habitat bagi tumbuhan seringkali

ditentukan menurut topografi dan jenis tanah. Sedang distribusi hewan di

darat sebagian besar ditentukan struktur keragaman dan persebaran

vegetasi yang dibutuhkan oleh seluruh aspek untuk kelangsungan hidup

dari suatu spesies. Fragmentasi habitat dapat menyebabkan reduksi

dalam jumlah jenis habitat dalam suatu area tertentu, yang pada level

lebih kecil tidak akan mampu menopang keberlanjutan hidup suatu

populasi. Tingkat fragmentasi habitat juga mempengaruhi pergerakan

hewan di alam.

8 Pengantar Ekologi Laut

Konsep relung (niche) dalam ekologi sangat membantu dalam

menjelaskan bagaimana spesies dapat berada secara bersamaan (co-exist)

dalam suatu komunitas biotik. Niche ekologis merupakan perpaduan

tertentu antara faktor-faktor biotik dan abiotik yang dibutuhkan oleh

spesies untuk hidup dalam suatu area atau lokasi. Niche kerap diartikan

sebagai peran/profesi yang dimainkan oleh organisme dalam suatu

ekosistem. Faktor abiotik (suhu, pH, sedimen, salinitas) dan faktor biotik

(termasuk bahan makanan organisme) seluruhnya berpadu membentuk

jenis habitat dimana kedua faktor tersebut saling berasosiasi untuk

memenuhi segenap kebutuhan bagi spesies organisme untuk hidup dan

berkembang biak. Sehingga oleh para ahli ekologi istilah niche banyak

digunakan untuk menggambarkan sebuah habitat dimana seluruh

kebutuhan makanan, kebutuhan untuk bereproduksi serta kebutuhan

terhadap faktor-faktor kimia-fisika yang mempengaruhi kelangsungan

hidup spesies, terpenuhi.

1.3. Aliran Enerji dan Nutrien Dalam Ekosistem

Pemahaman terhadap pergerakan enerji dan bahan-bahan makanan

pada suatu ekosistem sangat penting dalam suatu pendugaan resiko

ekologis. Hal ini terutama karena pemahaman ini membentuk landasan

bagi pemahaman tentang bagaimana ekosistem menyeimbangkan diri,

bagaimana bahan pencemar bergerak dalam ekosistem, dan bagaimana

ekosistem terkena dampak berbagai hasil aktifitas manusia atau bahan-

bahan pencemar.

Dalam konteks aliran enerji di dalam suatu ekosistem (Gambar 2),

organisme dapat merupakan produser atau konsumer. Sebagai produser,

organisme mengkonversi enerji dari lingkungan menjadi enerji kimia

yang disimpan dalam ikatan karbon (C), misalnya: glukosa. Kebanyakan

produser adalah tumbuhan yang memiliki klorofil (termasuk algae dan

cyanobacteria, yang mengkonversi CO2 dan air (H2O) menjadi glukosa

atau gula lainnya, menggunakan enerji sinar matahari, melalui proses

yang dikenal sebagai fotosintesis. Sebaliknya, Konsumer melalui proses

Pengantar Ekologi Laut 9

metabolisme yang dikenal sebagai proses respirasi memperoleh enerji

dari pemutusan ikatan-ikatan karbon (C) yang kemudian dikombinasikan

dengan oksigen (O2). Proses penggabungan ini yang menghasilkan enerji,

yang akan digunakan oleh organisme untuk aktifitas tubuhnya atau

dilepaskan kembali dalam bentuk panas (excess heat). Enerji dalam

ekosistem mengalir dalam bentuk ikatan kimia karbon-karbon (C – C)

yang bergerak diantara level trofik. Seluruh enerji berawal dari sinar

matahari, lalu dilepaskan atau hilang dalam bentuk panas. Enerji tidak

didaur ulang.

10 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-2. Transfer Enerji dan Nutrien dalam Ekosistem.

Matahari Produser Konsumer

Dekomposer Nutrien Anorganik

Enerji Panas

Enerji Panas

Enerji Panas

Energi

Nutrien

Pengantar Ekologi Laut 11

Adapun aliran nutrien anorganik (tidak memiliki rantai C – C) dalam

ekosistem berawal dari pool nutrien anorganik yang kemudi masuk ke

dalam organisme produser baik melalui sedimen dan air di sekitar

organisme. Nutrien anorganik ini kemudian diteruskan dari satu

organisme ke organisme lain yang mengkonsumsinya dalam jejaring

rantai makanan (food web). Pada akhirnya seluruh organisme akan mati

dan menjadi detritus, sebagai sumber bahan makanan bagi dekomposer.

Pada tahap ini, enerji terakhir diekstraksi (dan hilang sebagai panas) dan

nutrien anorganik akan dilepas ke dalam sedimen atau air untuk

digunakan kembali. Nutrien anorganik didaur ulang.

1.4. Level Trofik dan Jejaring Makanan

Sejarah hidup komponen biotik dan pola aliran enerji dan bahan ke

dalam suatu ekosistem berfungsi sebagai sumber informasi yang penting

dalam menganalisis kemungkinan dan cakupan pemaparan (exposure)

suatu bahan pencemar pada suatu ekosistem. Hal yang senantiasa

dijadikan dasar dalam mengevaluasi pergerakan bahan-bahan pencemar

potensial ke dalam suatu ekosistem adalah informasi atau pemahaman

tentang level trofik dan jejaring makanan pada ekosistem tersebut, dan

evaluasi dampak umumnya dilakukan pada beberapa level trofik (Gambar

3). Istilah level dalam trofik digunakan untuk menggambarkan posisi

organisme dalam suatu rantai makanan. Organisme berklorofil lainnya

diposisikan pada bagian dasar dari rantai makanan (food chain) dan

dikenal sebagai produser. Organisme yang memakan organisme lainnya

disebut konsumer. Umumnya dikenal 4 (empat) jenis konsumer

berdasarkan apa yang dimakannya. Organisme yang memakan tumbuhan

disebut herbivora (konsumer primer). Organisme yang memakan

hewan disebut karnivora. Level trofik bagi karnivora ditentukan oleh

level trofik hewan yang dimakannya. Hewan yang memakan konsumer

primer disebut konsumer sekunder, demikian seterusnya yang

memakan konsumer sekunder disebut konsumer tertier. Omnivora

(seperti Manusia) yang memakan hewan dan tumbuhan.

12

Gambar

karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena itu, untuk

kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan

diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai

makanan

12 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-3. Level Trofik dalam Sistem Perairan

Bioakumulasi Bahan Pencemar

Banyak hewan yang tidak membedakan antara herbivora dan

karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena itu, untuk

kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan

diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai

makanan dan jejaring makanan.

Pengantar Ekologi Laut

Level Trofik dalam Sistem Perairan

Bioakumulasi Bahan Pencemar

Banyak hewan yang tidak membedakan antara herbivora dan

karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena itu, untuk

kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan

diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai

dan jejaring makanan.

Level Trofik dalam Sistem Perairan sebagai Pola

Bioakumulasi Bahan Pencemar.

Banyak hewan yang tidak membedakan antara herbivora dan

karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena itu, untuk

kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan

diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai

Pola

Banyak hewan yang tidak membedakan antara herbivora dan

karnivora sebagai bahan makanannya. Oleh karena itu, untuk

kepentingan visualisasi dan pelacakan hubungan makan dan memakan

diantara beragam organisme, maka para ahli ekologi menggunakan rantai

Ara

h

Bio

ak

um

ula

si

Pengantar Ekologi Laut 13

Rantai makanan menggambarkan transfer bahan dan enerji dari satu

organisme ke organisme lainnya seperti satu individu memakan individu

lainnya atau mati dan terdekomposisi. Rantai makanan umumnya disusun

berdasarkan level trofik yang diketahui. Namun di alam, rantai makanan

di dalam suatu ekosistem lebih kompleks daripada yang sering

digambarkan dalam bentuk diagram alir (flow chart) rantai makanan

yang sederhana.

Jejaring makanan dianggap lebih mewakili pola hubungan makan-

memakan (feeding group) dalam suatu ekosistem (Gambar 4). Kelompok

spesies yang memiliki modus makan yang sama disebut ‘guilds’ (misal:

kelompok jenis-jenis ikan pemakan ikan). Mereka umumnya berada

pada level trofik yang sama. Identifikasi jejaring makanan dan guilds

sangat penting dalam merencanakan suatu analisis pendugaan resiko

ekologis, sebab bisa jadi terdapat sejumlah spesies yang dapat digunakan

dalam mengevaluasi pergerakan dan dampak yang timbulkan oleh suatu

bahan pencemar pada level trofik tertentu. Seleksi terhadap spesies yang

akan dievaluasi dalam pendugaan resiko ekologis akan sangat bergantung

pada ketersediaan informasi, seberapa besar tingkat keterwakilan guilds

atau level trofik pada spesies, sensitifitas terhadap bahan pencemar serta

tingkat kesulitan sampling di lapangan.

Aspek penting dari proses transfer enerji dan bahan organik dari

satu level trofik ke level berikutnya adalah seberapa besar enerji yang

hilang pada setiap proses transfer. Kehilangan enerji umumnya

disebabkan oleh ketidakmampuan konsumer untuk dapat secara penuh

mengasimilasi bahan makanan yang dimakannya, serta ekses enerji yang

dikeluarkan dalam bentuk panas dalam proses perombakan kimiawi dari

bahan makanan setelah proses ingesti.

Sebagai konsekuensinya, hanya sekitar 10% enerji terasimilasi dari

satu level trofik ke level trofik di atasnya. Hal ini direpresentasikan

dengan jumlah biomassa yang semakin mengecil pada level trofik

berikutnya. Hal ini menjadi penjelasan mengapa jumlah

pemangsa/predator lebih kecil dari jumlah mangsa/prey dalam suatu

14 Pengantar Ekologi Laut

sistem ekologis (lihat piramida biomassa pada Gambar 5). Dari perspektif

pendugaan resiko ekologis, hal ini berarti bahwa konsumer akan lebih

sering terpapar pada konsentrasi tinggi dari suatu bahan pencemar yang

terakumulasi dalam jaringan tubuhnya, dibandingkan dengan organisme

yang berada pada level trofik lebih rendah.

15 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-4. Jejaring Makanan dalam Sistem Perairan.

Konsumer Sekunder

Top Predator

Produser Primer

Konsumer Primer

Konsumer Tertier

1.5. Siklus Biogeokimia

memasuki

Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis,

maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia.

Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungs

Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan

yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui

beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di

lingkungan mengintervensi asupan nutrien

kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam

ekosistem niscaya terganggu.

siklus karbon (C) dan siklus nitrogen

16 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-5. Piramida Biomassa

Siklus Biogeokimia

Siklus nutrien anorganik tidak hanya melalui organisme, mereka juga

memasuki atmosfir, lautan, tanah bahkan bebatuan karang dan cadas.

Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis,

maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia.

Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungs

Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan

yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui

beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di

lingkungan mengintervensi asupan nutrien

kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam

ekosistem niscaya terganggu.

Beberapa contoh dari siklus biogeokimia meliputi siklus hidrologi,

siklus karbon (C) dan siklus nitrogen

Pengantar Ekologi Laut

. Piramida Biomassa

Siklus Biogeokimia

Siklus nutrien anorganik tidak hanya melalui organisme, mereka juga

atmosfir, lautan, tanah bahkan bebatuan karang dan cadas.

Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis,

maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia.

Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungs

Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan

yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui

beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di

lingkungan mengintervensi asupan nutrien

kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam

ekosistem niscaya terganggu.

Beberapa contoh dari siklus biogeokimia meliputi siklus hidrologi,

siklus karbon (C) dan siklus nitrogen

Konsumer

Tertier

Konsumer

Sekunder

Konsumer Primer

Produser Primer

. Piramida Biomassa Menurut Level Trofik.

Siklus nutrien anorganik tidak hanya melalui organisme, mereka juga

atmosfir, lautan, tanah bahkan bebatuan karang dan cadas.

Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis,

maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia.

Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungs

Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan

yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui

beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di

lingkungan mengintervensi asupan nutrien pada tumbuhan dan

kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam

Beberapa contoh dari siklus biogeokimia meliputi siklus hidrologi,

(N). Pada siklus hidrologi (air),

Konsumer

Konsumer

Sekunder

Konsumer Primer

Produser Primer

Menurut Level Trofik.

Siklus nutrien anorganik tidak hanya melalui organisme, mereka juga

atmosfir, lautan, tanah bahkan bebatuan karang dan cadas.

Karena siklus bahan kimia nutrien melalui sistem biologis dan geologis,

maka siklus keseluruhannya dikenal dengan nama siklus biogeokimia.

Siklus biogeokimia sangat penting bagi keberlanjutan fungsi ekosistem.

Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan normal tetumbuhan dan hewan

yang terus dipergunakan hingga mereka bergerak dan berpindah melalui

beberapa level trofik dan lingkungan fisik. Disaat bahan pencemar di

pada tumbuhan dan

kesehatan tumbuhan secara keseluruhan, maka siklus nutrien dalam

Beberapa contoh dari siklus biogeokimia meliputi siklus hidrologi,

. Pada siklus hidrologi (air),

Pengantar Ekologi Laut 17

berawal dari radiasi matahari yang menyebabkan terjadinya penguapan

air (evaporasi) dari lautan, sumber-sumber air tawar/permukaan dan

tanah yang diikuti dengan formasi awan. Presipitasi air di atas lautan

mewakili sebagian kecil dari siklus hidrologi. Sirkulasi atmosfir kemudian

menghilangkan awan di atas daratan yang menyebabkan kompleksitas

sintasan dalam siklus air.

Gambar-6. Siklus Karbon (C).

Gambar-6 di atas adalah bentuk simplifikasi dari siklus karbon.

Pendaur-ulangan karbon diantara elemen-elemen biotik dan abiotik dari

suatu ekosistem yang terhubung dengan aliran enerji pada proses

CO2 dalam

Atmosfir

Karbon anorganik terlarut

(umumnya HCO3-)

Karbon anorganik tidak larut

(CaCO3 dan CaCO3.MgCO3)

Karbon organik terikat

(CH2O) dan Karbon asing

Hidrokarbon organik terikat

(CxH2x) dan kerogen

Proses kimiawi dan

pelarutan

Biodegradasi

Fotosintesis

Dissolusi

dengan CO2

terlarut

Presipitasi bahan kimia

dan inkorporasi mineral

karbon ke dalam

dinding sel mikroba Produksi karbon

asing/ xenobiotics

dari industri

minyak Proses Biogeokimia

18 Pengantar Ekologi Laut

fotosintesis dan respirasi. Karbon adalah kerangka dasar pembentuk

karbohidrat, lemak, protein, DNA, RNA dan senyawa organik lainnya yang

dibutuhkan dalam seluruh bentuk kehidupan. Tumbuhan darat sebagian

besar memperoleh C dari gas CO2 yang mereka absorpsi dari atmosfir,

melalui pori-pori pada daunnya. Sedang fitoplankton dan tumbuhan air

memperoleh C dari CO2 yang terlarut dalam air. Tetumbuhan melakukan

fotosintesis dengan menggabungkan C dalam CO2 hingga menjadi

kompleks senyawa organik seperti glukosa. Respirasi seluler pada hewan,

bakteri, jamur dan organisme lainnya mengkonversi C dari kompleks

senyawa organik kembali menjadi CO2 untuk digunakan kembali oleh

tetumbuhan. Begitu seterusnya hingga terjadi kesinambungan pendaur-

ulangan unsur C di alam semesta. Aspek lain dari siklus C melibatkan

unsur karbon yang untuk kurun waktu lama terikat dalam bahan bakar

fosil, atau sebagai CaCO3 di dalam sedimen dan sebagai CO2 dalam air

yang terdapat di perut bumi. Pembakaran bahan bakar mengandung C,

kayu dan ledakan gunung berapi adalah penyumbang utama CO2 dalam

atmosfir.

Adapun siklus nitrogen melibatkan konversi gas-gas nitrogen (N) di

dalam atmosfir melalui proses yang diketahui sebagai nitrifikasi, serta

konversi dari senyawa nitrogen yang digunakan di dalam tanah kembali

menjadi gas-gas nitrogen dan dilepas kembali ke atmosfir melalui proses

denitrifikasi (Gambar 7). Nitrogen penting untuk perkembangan

tumbuhan dan merupakan elemen kunci dalam pembentukan asam

amino, komponen dasar penyusun protein. Mikroorganisme tanah dan

beberapa jenis alga biru-hijau adalah kelompok organisme dengan

kemampuan untuk mengikat atau mengubah nitrogen dari atmosfir

menjadi bentuk yang siap untuk digunakan oleh tetumbuhan. Genus

Rhizobium mampu menginfeksi akar tumbuhan kacang-kacangan yang

kemudian bersimbiosis dalam akar untuk mengikat nitrogen.

19 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-7. Siklus Nitrogen (N).

N2 dalam Atmosfir

NO3-

NO2-

N2O

NH3

Sintesis Nitrat kimiawi

dan atmosferik

Denitrifikasi

Nitrogen dalam bahan

Organik (NH3 dlm protein)

Fiksasi Nitrogen oleh

Mikroba

Fiksasi Nitrogen

secara kimiawi

Nitrobacter

Nitrosomonas

Peluruhan

Mikroba

Denitrifikasi

20 Pengantar Ekologi Laut

1.6. Spesies Kunci/Indikator (keystone species)

Pengukuran derajat kesehatan ekosistem seringkali menggunakan

keberadaan, ketidak-hadiran atau kelimpahan dari spesies indikator pada

jenis-jenis habitat tertentu. Spesies indikator adalah spesies yang

memiliki kisaran (range) penyebaran dan toleransi terhadap faktor-faktor

ekologis yang kecil atau sempit, sehingga kehadiran atau ketidak-hadiran

spesies ini merupakan indikator yang baik bagi kondisi lingkungan.

Kehadiran spesies ini menunjukkan bahwa seluruh komponen dasar

ekosistem yang menunjang kehidupan spesies berada dalam kondisi yang

baik dan berkecukupan.

Beberapa spesies diketahui memiliki peranan besar yang tidak

proporsional terhadap struktur komunitas dalam suatu ekosistem.

Spesies seperti ini dikenal sebagai spesies kunci. Penghilangan,

penambahan atau perubahan dalam spesies kunci lokal dapat

menimbulkan dampak signifikan dalam proses-proses berfungsinya

sebuah ekosistem, hubungan predator-mangsa dan stabilitas ekosistem

jangka panjang. Peranan spesies kunci tidak secara jelas difahami, sampai

dimana ketidak-hadiran spesies kunci terjadi. Contoh klasik spesies kunci

adalah berang laut (Enhydra lutris) yang memangsa babi laut dalam

jumlah yang besar. Saat populasi berang laut berkurang akibat perangkap

nelayan, populasi bulu babi meningkat secara dramatis yang pada

gilirannya menghabiskan alga dan lamun yang secara langsung

menurunkan populasi ikan laut yang menggantungkan hidupnya pada

alga dan lamun tersebut.

1.7. Tekanan Lingkungan

Penyebab stress dalam lingkungan (ecological stressors) adalah setiap

aksi atau bahan yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam suatu

sistem ekologis. Tekanan atau stressor lingkungan dapat menjadi

signifikan secara ekologis pada saat sifat-sifat dan fungsi dari populasi,

komunitas atau ekosistem berubah. Misalnya, stressor dapat

mempengaruhi ukuran populasi melalui penurunan sukses dalam

perkawinan organisme, berkurangnya produksi telur, menurunnya

Pengantar Ekologi Laut 21

tingkat kelangsungan hidup anakan (offspring), atau dengan jalan

menurunkan tingkat kelangsungan hidup individu dewasa yang matang

gonad. Stressor dapat memberikan dampak pada ukuran populasi melalui

perubahan daya tahan terhadap serangan penyakit dan parasit atau

dengan cara mengacaukan jalur pergerakan organisme memasuki atau

meninggalkan suatu area akibat keberadaan bahan pencemar. Stressor

dalam lingkungan dapat berupa tekanan-tekanan akibat faktor kimiawi,

fisis ataupun biologis.

1.7.1. Tekanan Fisik

Tekanan fisik adalah aksi yang secara langsung dapat menghilangkan

atau merubah habitat. Contoh: pengerukan pelabuhan/terusan,

penimbunan pantai (reklamasi). Ekosistem bersifat dinamis dan sampai

tahap tertentu memiliki daya pulih diri (resilience) dari gangguan-

gangguan alami yang merupakan bagian dari berfungsinya suatu

ekosistem secara normal. Akan tetapi, apabila tekanan fisis sangat besar,

maka waktu yang dibutuhkan oleh suatu ekosistem untuk pulih kembali

banyak ditentukan oleh jenis ekosistem yang terkena gangguan. Pada

ekosistem perairan, erosi yang ditimbulkan oleh pembangunan jalan atau

oleh aktifitas pertanian dapat menimbulkan siltasi (penumpukan

sedimen) dalam sistem perairan yang menerima run-off. Siltasi dapat

menyebabkan perubahan pada fitur-fitur habitat seperti kedalaman air,

pemunculan akar pepohonan, atau kehilangan area merumput (grazing)

di bagian dasar perairan bagi larva-larva dari jenis ikan tertentu. Badan

perairan yang menerima run-off dengan kadar lempung yang tinggi akan

meningkatkan kekeruhan air dalam waktu yang cukup lama, khususnya

pada musim hujan, yang akan mengurangi intensitas cahaya dan

mengganggu aktifitas fotosintesis tumbuhan air serta mengurangi

kemampuan ikan untuk mencari makan karena penglihatan terhalang

oleh partikel-partikel sedimen di dalam air.

Aktifitas seperti pembangunan jalan, penebangan hutan/logging,

pembangunan kanal/terusan atau pengembangan kawasan pertanian/

perkebunan dapat mengakibatkan habitat yang tadinya utuh menjadi

22 Pengantar Ekologi Laut

terpotong-potong atau terputus-putus. Hal ini menyebabkan fragmentasi

habitat yang dapat menyebabkan keberlangsungan hidup spesies-spesies

tertentu terganggu akibat menyempitnya luasan habitat. Hal ini lebih jauh

dapat mengakibatkan punahnya spesies tertentu yang pada gilirannya

akan tergantikan oleh spesies lain, yang bisa jadi, baik secara ekonomis

maupun ekonomis tidak penting. Dalam beberapa kejadian, kerusakan

habitat akibat tekanan fisis dapat menimbulkan konsekuensi atau resiko

ekologis yang jauh lebih berat dibandingkan dengan kehadiran bahan

pencemar secara terus menerus.

1.7.2. Tekanan Biologis

Tekanan biologis adalah seluruh jenis makhluk hidup, termasuk

mikroorganisme, baik yang secara sengaja ataupun kebetulan memasuki

suatu area/ekosistem yang bukan habitat alaminya, yang menimbulkan

dampak buruk pada organisme yang telah ada sebelumnya (existing

species). Tekanan biologis berupa organisme yang terintroduksi tersebut

dapat beradaptasi dengan cepat, bereproduksi, berkembang dan

menyebar yang pada gilirannya bersaing dengan organisme asli dalam hal

ruang, makanan, tempat bersarang, dsbnya. Pertumbuhan dan

perkembangbiakan yang sangat cepat dari hewan-hewan yang

diintroduksi, dengan absennya predator, dapat menyebabkan hilangnya

habitat bagi hewan asli yang menghuni suatu ekosistem, bahkan

terkadang sampai pada tataran merubah elemen-elemen fisik dari habitat

tersebut.

1.7.3. Tekanan Kimiawi

Tekanan kimiawi meliputi limbah berbahaya, bahan-bahan kimia

industri, pestisida dan pupuk. Dampak dari tekanan kimiawi dapat

dikategorikan menurut lokasi atau sasaran keberadaannya, seperti:

organisme (kematian, perubahan tingkah laku, terganggunya proses

fisiologis), populasi (perubahan tingkat kelahiran atau kematian,

kepunahan lokal, peningkatan penyebaran), komunitas dan bahkan

Pengantar Ekologi Laut 23

hingga ekosistem (perubahan dalam struktur dan fungsi komponen

komunitas, kerusakan habitat).

Dampak pemaparan bahan pencemar kimia pada individu organisme

bervariasi mulai dari kematian yang cepat, efek sub-lethal hingga efek

tidak terobservasi. Dampak atau efek dikatakan signifikan secara ekologis

manakala stressor kimiawi mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup,

produktifitas atau fungsi dari sejumlah individu dalam populasi hingga

ukuran populasi menurun, struktur populasi berubah dan fungsi populasi

menjadi tidak seimbang atau terganggu. Demikian juga dengan gangguan

pada beberapa proses spesifik ekologis seperti fotosintensis, dekomposisi

hingga pada siklus nutrien.

Struktur populasi dapat berubah jika stressor memberikan dampak

differensial pada beberapa sub-kelompok dalam populasi (contoh:

dampak pada betina lebih berat dibanding pada jantan, individu muda

lebih berat terkena dampak dibanding individu dewasa atau penurunan

tingkat kelulusan hidup larva).

Adapun dampak pada tingkatan komunitas atau ekosistem terjadi

sebagai akibat dari ketidak-mampuan populasi untuk saling berinteraksi.

Dampak seperti ini dapat direfleksikan sebagai perubahan dalam

keragaman spesies, jumlah level dalam sistem trofik, atau dapat dalam

bentuk penurunan dalam beberapa fungsi seperti produksi biomas atau

gangguan dalam siklus biogeokimia.

1.8. Bagian dan Sistem Lautan

Sebagai pelengkap dari pengantar ekologi ini, pengenalan terhadap

bagian-bagian dari sistem laut yang besar diberikan. Pengenalan

terhadap wilayah estuarin, pesisir dan laut, serta daerah ekosistem laut

besar (LME), dijelaskan secara singkat berkiut ini.

1.8.1. Estuarin (Estuary)

Estuarin adalah suatu badan perairan semi tertutup, dimana air asin

dari lautan terbuka bercampur dengan air tawar yang mengalir dari

24 Pengantar Ekologi Laut

daratan. Batas estuarin melebar hingga batas dasar aliran sungai di

wilayah pesisir, sedang ke arah daratan hingga batas intrusi air laut dan

garis pantai. Interaksi dinamis antara badan-badan air ini menghasilkan

suatu sistem yang kompleks yang mampu menahan elemen-elemen, baik

dari sistem air tawar maupun air asin.

Estuarin secara umum digambarkan menurut ciri-ciri fisik dan

salinitasnya. Seluruh proses ekologis, seperti: siklus bahan organik, siklus

enerji dan nutrient, kompetisi antar spesies, predasi dan rekruitmen,

memberi dampak pada pola dan struktur ekosistem di wilayah estuarin.

Ekosistem beserta prosesnya di wilayah estuarin bersifat multi dimensi,

dan secara umum dapat dibagi menjadi proses-proses fisik (geomorfologi,

hidrologi, sedimentologi dan proses fisika-kimia perairan), biogeokimia

(pergerakan keluar dan masuk elemen dan senyawa kimia, baik antara

fasa air tawar dan air asin, maupun antar komponen fisik dan organisme)

dan ekologis (distribusi, pertumbuhan, fekunditas, rekrutmen, invasi dan

mortalitas) (Nybakken, 1987; Ryan et al., 2003.)

Estuarin memiliki kisaran habitat yang sangat beragam dan

ekosistemnya sangat bervariasi tergantung ruang dan waktu. Habitat

estuarin meliputi mangrove, rawa gambut, padang lamun dan alga,

hamparan lumpur di daerah pasang, pantai berpasir, badan air estuarin

serta daerah tanpa vegetasi bersedimen halus.

Aliran air tawar ke dalam estuarin mempengaruhi sifat-sifat

sedimen, menyebabkan banjir yang mencuci akumulasi sedimen,

mengangkut nutrien dan bahan-bahan organik (dan bahan pencemar) ke

dalam estuarin, menyebabkan terjadinya gradasi salinitas hingga

meningkatnya keragaman habitat dan spesies, membuka mulut estuarin

hingga memungkinkan terjadinya pertukaran larva dan migrasi ikan dan

spesies-spesies diadromus lainnya, serta mencuci sedimen yang melekat

pada tetumbuhan (mangrove). Estuarin menerima sedimen dari 3

sumber utama: laut, aliran air sungai dan dari estuarin itu sendiri. Partikel

terlarut berperan penting dalam proses-proses di dalam estuarin, seperti:

Pengantar Ekologi Laut 25

siklus nutrien, distribusi dan stabilitas habitat, serta distribusi dan

komposisi fauna (Cooper et al., 1999; Nedwell et al., 1999).

26 Pengantar Ekologi Laut

Pengantar Ekologi Laut

Gambar-7. Morfologi dan Proses

. Morfologi dan Proses dalam Estuarin (Barton, 2003).

dalam Estuarin (Barton, 2003).dalam Estuarin (Barton, 2003).

Pengantar Ekologi Laut 27

Di wilayah estuarin, siklus nitrogen terutama dijumpai dalam bentuk

amonifikasi (mineralisasi dan denitrifikasi) dan nitrifikasi, dan keduanya

terjadi secara terus menerus yang lajunya bergantung pada faktor-faktor

abiotik (suhu, salinitas, pH dan DO) dan faktor mikrobiologis. Bakteri

mencapai kelimpahan tinggi di estuarin karena tingkat produksi primer

yang tinggi dan besarnya jumlah bahan organik yang terakumulasi dalam

sistem estuarin. Puncak kelimpahan bakteri terjadi pada sedimen dasar,

dengan hitungan tertinggi pada hamparan lumpur dan sedimen di sekitar

mangrove yang kandungan konsentrasi bahan organiknya tinggi

(Kennish, 2002).

Estuarin merupakan daerah yang menarik minat sebagai area

pemukiman dan pembangunan yang terkait dengan pengembangan

infrastruktur. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air dan sedimen,

rusaknya habitat jelas akan turut mempengaruhi keanekaragaman dan

kekayaan ekosistem penting di wilayah estuarin. Wilayah estuarin

diketahui memainkan peran kunci dalam suplai dan penghilangan logam

berat melalui proses-proses biogeokimia dan sedimentologi yang terjadi

(Caerio et al., 2005: Monbet, 2006), seperti: aksi kimiawi, penyerapan

partikel, asupan biologis dan immobilisasi. Sedang bahan organik

pencemar dihilangkan melalui proses-proses penguapan, degradasi dan

fotolisis (Allanson and Winter, 1999).

1.8.2. Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir yang ditemukan di sepanjang batas landas kontinen,

adalah wilayah dengan produktifitas sangat tinggi dengan tingkat

aksesibilitas yang sangat tinggi pula. Ekosistem pesisir menyediakan

pilihan yang sangat beragam terhadap barang (komoditas) dan jasa,

menjadi lokasi pelabuhan niaga, penghasil ikan, kerang-kerangan,

krustase dan rumput laut, sumber penghasil bahan-bahan kimia untuk

farmasi, kosmetik, bahan kebutuhan rumah tangga, bahan-bahan untuk

konstruksi, dsbnya (Tabel 1).

Wilayah pesisir mencakup berbagai jenis habitat dan menjadi tempat

berkerumunnya keanekaragaman genetik dan spesies, menyimpan dan

28 Pengantar Ekologi Laut

mengedarkan nutrien, menyaring bahan pencemar dari daratan dan

melindungi pantai dari erosi dan badai. Selain itu, wilayah pesisir menjadi

daya tarik bagi manusia untuk menghuninya atau menggunakannya

sebagai area rekreasi dan pariwisata. Wilayah pesisir juga berperan

penting dalam meregulasi siklus hidrologi dan iklim, menjadi lokasi

sumber karbon dan oksigen yang penting bagi organisme.

Karena kompleksitasnya, tidak ada satu definisi yang dapat

menggambarkan suatu wilayah pesisir secara tepat dan menyeluruh.

Hinrichsen (1998) misalnya, mendefinisikan wilayah pesisir sebagai

‘bagian dari daratan yang paling dipengaruhi karena kedekatan jaraknya

dari lautan, dan bagian dari lautan yang menerima pengaruh karena

kedekatan jaraknya dari daratan. Sedang oleh Burke et al. (2001) wilayah

pesisir didefinisikan mencakup area pasang surut, berada tepat di atas

atau pada paparan benua (continental shelf) hingga kedalaman 200 meter,

yang senantiasa mendapat aliran air laut dan merupakan daerah setelah

daratan ke arah laut. Oleh karena wilayah pesisir dunia dibedakan

berdasarkan sifat-sifat fisiknya (bukan sifat-sifat biologisnya), maka

wilayah pesisir mencakup sederet jenis habitat, seperti: hutan bakau,

rawa gambut, terumbu karang, padang lamun, pulau-pulau pelindung,

estuarin serta berbagai macam habitat lainnya (Burke et al., 2001).

Tabel-1. Klasifikasi Lingkungan Pesisir.

No Kelas Lingkungan Jenis Lingkungan/Habitat

1 Daratan Pantai Bukit pasir, tebing, pantai berbatu dan/atau

berpasir, kawasan industri dan pertanian.

2 Daerah Pasang Surut

(Intertidal)

Estuarin, Delta, Laguna, mangrove, hamparan

lumpur, rawa gambut, pelabuhan/marina,

kawasan akuakultur.

3 Bentik

Terumbu karang, padang lamun dan alga,

tumbuhan laut, sedimen halus di atas paparan

benua, struktur buatan.

4 Pelagis Perairan di atas paparan benua, zona neuston,

kawasan budidaya laut, blooming plankton.

Sumber : Burke et al. (2001).

Pengantar Ekologi Laut 29

1.8.3. Perairan Laut

UNCLOS (the United Nations Convention on the Law of the Sea)

menjadi dasar penetapan kondisi dan batasan-batasan dalam penggunaan

dan eksploitasi wilayah laut dunia. Menurut UNCLOS, perbatasan

yurisdiksi negara-negara anggota, dimana laut territorial ditetapkan

berada dalam zona 12 mil laut dari batas surut terendah di garis pantai

sebagai dasar penetapannya (Tabel 2). Sedang zona ekonomi eksklusif

(ZEE) meluas hingga 200 mil dari garis pantai.

Habitat dan atribut-atribut di sepanjang garis pantai dunia sangat

bervarisi, mulai dari paparan datar (coastal plain) di Argentina, gugusan

mangrove dan terumbu karang di Sulawesi hingga pantai bercadas di

Norwegia. Atribut-atribut deskriptif pantai ini menyediakan informasi

dasar dan merupakan titik acuan dalam penilaian kondisi ekosistem

(komoditas dan jasa yang disediakannya). Atribut-atribut tersebut juga

merupakan faktor utama yang menentukan kerentanan dan daya pulih

suatu area tertentu dari ancaman dan tekanan tertentu. Cakupan dan

kehilangan jenis-jenis habitat alami berfungsi sebagai proksimasi

indikator kondisi layanan dan nilai ekosistem, yang tanpanya akan sulit

untuk dikuantifikasi.

Tabel-2. Contoh Statistik Wilayah Laut.

Wilayah

Cakupan

Garis

Pantai

(Km)

Paparan

Benua

(‘000 km)

Laut

Territorial

(12 mil

laut)

Potensi

Wilayah

Maritim

(‘000 km)

Populasi

100 km dari

laut (%)

Dunia 1.634.701 24.287.1 18.816.8 - 39.0

Indonesia 95.181 1.847.7 3.025.7 6.121 95.3

Jepang 29.020 304.2 373.8 3.648 96.3

Sumber : Burke et al., 2001.

1.8.4. Ekosistem Laut Besar

Ekosistem laut, mulai dari wilayah dekat pantai hingga ke arah

lautan sekitar batas masa daratan, mengalami peningkatan konsentrasi

30 Pengantar Ekologi Laut

bahan-bahan toksik, peningkatan kerusakan habitat, peningkatan

konsentrasi nutrien yang menimbulkan alga bloom, peningkatan

kehadiran penyakit-penyakit baru, deposisi bahan pencemar dari udara,

dan kehilangan sumberdaya hayati laut yang terus berlanjut akibat

pencemaran dan ekploitasi lebih. Sehingga keberlanjutan ekosistem

pesisir dan laut sebagai penopang suatu sistem ekonomi yang sehat

nampaknya mulai menghilang.

Kenyataan tersebut mendorong tumbuhnya kesadaran bahwa

ekosistem pesisir dan lautan dunia telah terkena dampak buruk dari

berbagai sumber yang merusak, dan perlu untuk mempercepat upaya-

upaya penilaian, pemantauan dan mitigasi terhadap stressor lingkungan

dalam perspektif ekosistem. Hal ini terlihat pada deklarasi lautan UNCED

yang secara eksplisit merekomendasikan agar negara-negara di dunia: (1)

mencegah, mengurangi dan mengendalikan kerusakan lingkungan laut

melalui pemeliharaan dan peningkatan kapasitas produksinya untuk

mendukung kehidupan, (2) membangun dan meningkatkan potensi

sumberdaya hayati laut agar dapat memenuhi kebutuhan nutrisi

manusia, dan tujuan-tujuan sosial, ekonomi dan pembangunan, dan (3)

meningkatkan pengelolaan terpadu dan pembangunan berkelanjutan

lingkungan pesisir dan laut. UNCED juga menyadari pentingnya

pengembangan kapasitas, pentingnya hubungan antara pemantauan

kondisi kesehatan ekosistem pesisir dengan tujuan-tujuan pengembangan

dan keberlanjutan sumberdaya lautan.

Suatu kerangka ekologis yang dapat digunakan untuk mencapai

tujuan-tujuan UNCED adalah konsep ekosistem laut besar (LME: large

marine ecosystem). LME adalah area yang mengalami banyak tekanan,

baik yang berasal dari perkembangan tingkat eksploitasi ikan dan

sumberdaya dapat diperbaharui lainnya, rusaknya wilayah pesisir,

hilangnya habitat, run-off, pembuangan limbah kota serta deposisi

pencemaran udara. LME adalah wilayah laut yang mencakup wilayah

pesisir, muara sungai dan estuarin di atas dan batas ke arah laut dari

paparan benua dan batas ke arah laut dari sistem arus pantai. LME

Pengantar Ekologi Laut 31

memiliki cakupan area yang relatif besar, ≥ 200.000 km2, dengan

karakteristik rezim kedalaman, hidrografi, dan produktivitas tersendiri,

serta populasi-populasi yang memiliki saling ketergantungan pada level

trofik (Sherman and Alexander,1986; Sherman, 1994). LME merupakan

pusat-pusat upaya dunia dalam hal : (1) mengurangi pencemaran di

wilayah pesisir, (2) memperbaiki habitat-habitat yang rusak (terumbu

karang, mangrove dan padang lamun) dan (3) meningkatkan jumlah stok

sumberdaya ikan (U.S. Submission, 2009). LME menyumbangkan 12.6

Trilliun Dollar AS pada ekonomi dunia (U.S. Submission, 2009).

32 Pengantar Ekologi Laut

Gambar-8. Sebaran Ekosistem Laut Besar (LME) (NOAA, 2007).