PENGANTAR APRESIASI PUISI

23
PENGANTAR APRESIASI PUISI Dosen: Indayani, S.S., M.Pd Disusun Kelompok 1: Agatha Prida Rinawati (125200009) Elok Salfina (125200121) Fitriana Dewi (125200031) Ni’amur Rohman (125200116) Selviya Ningsih (125200118)

description

Monggo diunduh bagi yang berkenan

Transcript of PENGANTAR APRESIASI PUISI

PENGANTAR APRESIASI PUISI Dosen: Indayani, S.S., M.Pd

     

 

Disusun Kelompok 1:

Agatha Prida Rinawati (125200009)

Elok Salfina (125200121)

Fitriana Dewi (125200031)

Ni’amur Rohman (125200116)

Selviya Ningsih (125200118)

PENGERTIAN APRESIASI

Istilah “Apresiasi” berasal dari bahasa inggris “Apreciaton”. Akan tetapi dalam perkembangannya istilah apresiasi sangat populer dan mengandung pengertian yang sangat luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “apresiasi” berarti :

•Kesadaran terhadap nilai seni atau budaya•Penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu

Menurut S. Effendi dalam buku Bimbingan Apresiasi Puisi, apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra (2004:6).

KEGIATAN APRESIASI SASTRA

Dilihat dari wujudnya karya sastra dapat berupa sastra tulis, sastra lisan, dan sastra pentas atau pertunjukan.

Sastra tulis merupakan karya sastra dalam bentuk tertulis. Pada umumnya karya satra ini bisa ditemukan dalam buku-buku yang tecetak, misalnya kumpulan puisi Abad yang Berlari karya Afrizal Malna, novel Bilangan Fu karya Ayu Utami, dan sebagainya.

Sastra lisan, wujud sastra ini tidak tertulis dalam bentuk cetakan, tetapi berbentuk lisan. Sastra ini berkembang turun temurun dari mulut ke mulut, karena itu variasinya sangat beragam. Namun sastra lisan dalam perkembangan zaman ini, semakin hilang dan punah.

LANJUTAN...

Sastra pentas atau pertunjukan, sastra ini berupa sebuah pementasan atau pertunjukan seperti teater, pertunjukan wayang kulit, wayang orang, wayang golek, ludruk, ketoprak, bahkan sampai pada sinetron dan film.

KEGIATAN LANGSUNG

Kegiatan Langsung berarti apabila seorang apresiator secara langsung terlibat menggauli karya sastra secara langsung. Artinya, jika karya sastra yang digaulinya berupa sastra tulis, maka kegiatan yang dilakukan oleh seorang apresiator adalah membaca. Jika sastra yang digaulinya berupa sastra lisan, kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang apresiator adalah menyimak. Jika sastra yang digaulinya berupa sastra pentas, kegiatan yang wajib dilakukan oleh seorang apresiator adalah menonton.

Kegiatan langsung ini untuk menghindari apa yang dalam teori disebut dengan affective fallacy. Artinya, menghindari kesalahan pembaca dalam menilai karya sastra yang hanya didasarkan pada senang atau tidak senang terhadap karya yang dibacanya.

KEGIATAN TIDAK LANGSUNG

Kegiatan tidak langsung merupakan kegiatan yang tidak serta merta menggauli karya sastra yang diapresiasi. Kegiatan ini berupa (1) mempelajari teori sastra; (2) mempelajari sejarah sastra; (3) mempelajari esai sastra; (4) mempelajari kritik sastra.

Kegiatan tidak langsung ini bersifat pendukung terhadap kegiatan langsung. Tetapi, meskipun kegiatan tidak langsung ini sebagai pendukung kegiatan utama, bukan berarti kegiatan ini boleh diabaikan begitu saja, karena kegiatan ini dapat membantu apabila dalam menggauli karya sastra menemukan kesulitan dalam upaya pemahamannya.

KEGIATAN MENDOKUMENTASIKAN SASTRA

Kegiatan mendokumentasikan karya sastra ini meliputi (1) kegiatan mengumpulkan buku-buku sastra baik teori, esai, sejarah, maupun kritik sastra; (2) kegiatan mengumpulkan bahan sastra berupa kliping sastra dari koran maupun majalah.

Kegiatan ini membutuhkan ketekunan dan kejelian dari seorang dokumenter.

BEKAL AWAL SEORANG APRESIATOR

Bekal awal seorang apresiator, menurut Aminuddin mencakup:

1. Kepekaan Emosi

Menurut pandangan orang awam, seorang seniman adalah orang yang aneh, unik, dan ganjil dalam kehidupannya. Mereka menganalisi dirinya sebagai manusia yang bebas dan merdeka. Mereka cenderung sulit diatur, melakukan tindakan sekehendak hatinya. Maka dari itu, seorang seniman sering berpenampilan nyentrik, misalnya, terbiasa memanjangkan rambutnya, memakai baju yang kumal dan lusuh, memakai topi, sering seharian tak mandi. Pendek kata mereka menjadi manusia yang berbeda dengan kebanyakan orang.

LANJUTAN...

2. Pengalaman Hidup

Seorang apresiator dituntut memiliki pengalaman hidup yang kompleks, karena pada hakikatnya karya satra terlahir dari kehidupan itu sendiri. Pengalaman hidup, mengandung pengertian bisa pengalaman langsung yang dialami sendiri bisa juga pengalaman tidak langsung. Pengalaman tidak langsung dapat diperoleh dari membaca buku-buku, koran, majalah, menyimak berita, cerita dari orang lain, menonton televisi dan sebagainya.

LANJUTAN...

3. Kemampuan di Bidang Kebahasaan.

Bahasa menjadi syarat awal apresiator, karena bahasa merupakan media ekspresi pengarang dalam mewujudkan karya satranya. Oleh karena itu secara otomati jika igin memahami karya sastra, seorang apresiator harus berkemampuan dalam bidang kebahasaan.

4. Pemahaman terhadap unsur intrinsik karya sastra.

Yaitu pemahaman terhadap cipta sastra yang akan berhubungan dengan telaah teori sastra.

5. Pemahaman terhadap unsur ekstrinsik karya sastra.

Faktor ekstrinsikalitas hakikatnya adalah faktor diluar karya sastra. Aspek-aspek semacam: politik, ekonomi, pendidikan, agama, budaya, seni, keamanan, dan lain sebagainya merupakan aspek ekstrinsik dalam karya sastra yang juga harus dimiliki oleh seorang apresiator.

APRESIASI DAN PROBLEMATIKANYA

1. Problem Pembelajaran Puisi

Di antara Kendala atau problem pembelajaran puisi adalah:

a. Keterjebakan guru ke dalam pola mengajar melalui ceramah. Guru bahasa Indonesia sering memperhatikan kata kerja, mendefinisikan, merumuskan kembali, dan menjelaskan pengertian dan lain-lain yang mengacu pada rekognisi yang bersifat hafalan.

b. Terjebaknya guru pada rumusan-rumusan pengertian karya puisi yang sering tidak relevan denga kepentingan pembelajaran puisi. Hal ini sering membuat bingung.

LANJUTAN...

c. Munculnya kognifikasi pembelajaran puisi melalui ujian nasional dan ujian lainnya yang kurang mengakomodasi afeksi dan pergulatan batin siswa.

d. sikap masyarakat terhadap kegiatan membaca (apresiasi) karya puisi yang rendah. Ungkapan seperti, “Membaca puisi? Kurang kerjaan dan membuang-buang waktu saja. Buku begituan itu isinya kan hanya khayalan para pelamun.” Guru yang baik, tentunya harus mampu mematahkan hal negatif demikian.

LANJUTAN...

2. Problem Apresiasi

Ketika puisi dalam konteks mutakhir tidak dipisahkan dengan kekuatan modal dan sistem pasar maka banyak kepentingan yang melingkari proses pemahaman atas puisi. Kubu-kubu dunia puisi bermunculan, klaim-klaim berseliweran. Fenomena puisi media massa memasukkan hampir dua dekade telah membantu mengokohkan isme realis dan rilis dalam dunia puisi di tanah air.

Ketika perkembangan pemahaman mengenai “puisi” ditentukan oleh media komunikasi apa yang paling mempengaruhi proses-proses pengetahuan manusia. Ketika era reproduksi dan penyebaran estetika puisi terlalu dikemas oleh kecanggihan teknologi, muncullah pertanyaan mendasar mengenai bagaimana apresiasi puisi bisa menukik pada otentisitas, kejatidirian karya puisi beserta prosesnya hingga orang tidak berhenti menaruh karya puisi pada kemasannya? Apa yang terjadi?

LANJUTAN...

Pertama, apresiasi puisi dilakukan lewat titian sejarah arus-arus estetika yang tiap gelombang arusnya berusaha mengkristalkan apa itu keindahan dan apa itu estetis. Tawaran apresiasi selanjutnya adalah forum dialog puisi yang menuntut dijebolnya sekat-sekat tembok tebal masing-masing rumah permenungan sastrawan dan rumah kita sebagai penikmat puisi. Tanpa menjebol sekat-sekat tertutup lantaran tak ada dialog, yang ada hanyalah merasa paling indah dan paling benar sendiri baik sebagai sastrawan maupun sebagai pembaca.

Jembatan komunikasi yang tertutup antara rumah tembok tebal puisinya sastrawan dan puisinya pembaca hanya akan terbuka bila dikurangi penutupan dengan klaim-klaim yang tidak mendidik seperti “proses kreatif puisi adalah proses yang tidak bisa diceritakan” dan “apresiasi itu tugas pembaca bukan pengarang”.

JENIS-JENIS PUISI

1. Pengertian Puisi• Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang paling

banyak diminati. Secara etimologis, puisi berasal dari bahasa Yunani poeima yang berarti “membuat” atau poeisis yang berarti “pembuatan”.

• Dalam bahasa Inggris disebut dengan poem atau poetry. Puisi berarti pembuatan, karena dengan memahami puisi berarti telah menciptakan sebuah dunia.

• Menurut Hudson, puisi adalah salah satu cabang sastra yang menggunakan kata-kata sebagai medium penyampaian untuk membuahkan ilusi dan imajinasi, seperti halnya lukisan yang menggunakan garis dan warna dalam menggambarkan gagasan pelukisnya.

LANJUTAN...

• Hakikat puisi, menurut Herman J. Waluyo (1991:25), adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.

CIRI-CIRI PUISI

Adapun ciri-ciri dari puisi adalah sebagai berikut: • Berbentuk bait.• Diksi bersifat kias.• Padat dan indah.• Penggunaan majas sangat dominan.• Diksi yang digunakan untuk mempertimbangkan

adanya rima dan persajakan.• Bersajak a-a-a-a.• Berisi nasihat atau cerita.

JENIS-JENIS PUISI

Ragam puisi itu bermacam-macam. Jika dilihat dari bentuk maupun isinya, maka ragam puisi itu dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Puisi Elegi : merupakan puisi yang berisi tentang ratapan dan kepedihan penyair.

2. Puisi Romance: Jenis puisi yang merupakan luapan batin penyair (seseorang) terhadap sang pujaan, kekasih.

3. Puisi Dramatik: Puisi ini merupakan penggambaran dari perilaku seseorang.

4. Puisi Satirik: Puisi ini merupakan puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan yang terjadi.

5. Puisi Didaktik: Puisi ini merupakan puisi yang sarat dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil oleh pembaca

6. Puisi Lirik: Puisi ini berisi tentang luapan batin penyair.

7. Puisi Naratif (Balada): Puisi ini merupakan puisi yang berisi tentang cerita.

8. Puisi Epik (epos): Puisi ini merupakan puisi yang di dalamnya bercerita tentang kepahlawanan.

9. Puisi Fabel: Puisi yang berisi tentang cerita kehidupan binatang.

10. Puisi deskriptif: Puisi ini merupakan puisi yang menekankan pada impresi penyair.

LANJUTAN...

11. Puisi Kamar: Puisi ini biasanya merupakan puisi yang hanya menarik ketika dibaca sendiri dalam kamar.

12. Puisi Hukla (Auditorium): Jenis puisi ini merupakan jenis puisi yang menarik untuk dipanggungkan.

13. Puisi Fisikal: Ragam puisi ini merupakan puisi yang bersifat realistis.

14. Puisi Platonik: Puisi ini merupakan puisi yang sepenuhnya berisi tentang hal-hal yang bersifat spiritual atau kejiwaan.

15. Puisi Metafisikal: Ragam puisi ini hakikatnya merupakan puisi yang bersifat filosofis.

16. Puisi Konkret: Puisi ini merupakan puisi yang mengandalkan visualisasi konkret.

17. Puisi Objektif: Puisi ini biasanya mengungkapkan hal-hal di luar diri sang penyair.

18. Puisi Subjektif: Jenis puisi ini sesungguhnya merupakan puisi personal.

19. Puisi Prismatis: Puisi prismatis biasanya mampu menyelaraskan kemampuan menciptakan majas, verifikasi, diksi, dan pengimajian.

20. Puisi Diafan: Puisi ini seringkali juga disebut dengan puisi polos.

LANJUTAN...

21. Puisi Gelap: puisi gelap biasanya memang sulit untuk ditafsirkan maknanya.

22. Puisi Parnasian: Puisi-puisi demikian biasanya banyak mengandung nilai keilmuan.

23. Puisi Passion (Inspiratif): Puisi ini ditulis penyair biasanya berdasarkan mooding tertentu.

24. Puisi Pamflet: Jenis puisi ini biasanya banyak digunakan untuk kepentingan demonstrasi.

25. Puisi Kontemporer: Jenis puisi ini biasanya disebut juga dengan puisi mbeling, absurd, dan abstrak. Biasanya, jenis puisi ini relatif sulit untuk dipahami.

26. Puisi Afektif: Puisi ini merupakan puisi lirik yang menekankan akan pentingnya mempengaruhi perasaan pembacanya.

27. Puisi Kognitif: Puisi ini merupakan jenis puisi lirik yang menekankan isi gagasan penyairnya.

LANJUTAN...

28. Puisi Ekspresif: Jenis puisi ini merupakan puisi lirik yang menonjolkan ekspresi pribadi penyairnya.

29. Hymne: Puisi lirik yang berisi tentang pujian Tuhan atau kepada tanah air.

30. Ode: Puisi yang berisi pujian terhadap seorang pahlawan atau seorang tokoh yang dikagumi penyair.

31. Epigram: Epigram ini termasuk puisi lirik yang berisi ajaran kehidupan sifatnya mengajak dan menggurui, bentuknya pendek dan bergaya ironis.

32. Puisi Humor: Puisi ini adalah puisi yang mencari efek humor.

33. Idyl: Puisi lirik yang berisi tentang nyanyian tentang kehidupan dipedesaan, perbukitan, dan padang-padang.

34. Parodi: merupakan puisi lirik yang berisi ejekan (mirip dengan satire) tetapi ditujukan kepada karya seni.

35. Pastoral: Puisi pastoral ini merupakan puisi lirik yang berisi penggambaran kehidupan kaum gembala atau petani di sawah-sawah.

UNSUR INTRINSIK PUISI

Unsur Instrinsik adalah unsur yang membangun dari dalam karya sastra.

Jenis unsur Instrinsik :• Tema (inti permasalahan) • Tipografi (bentuk ukiran puisi)• Amanat (pesan pengarang yang disampaikan kepada pembaca)• Perasaan (sedih, senang)• Akulirik (tokoh yang berbicara dalam puisi)• Rima (nada atau bunyi dalam bacaan puisi)• Citraan (indera seperti penglihatan, penciuman)• Enjabemen (perlompatan baris)• Gaya Bahasa (menggunakan bahasa sehari-hari atau majas)• Sikap (memotivasi)

TERIMA KASIH !!!!!