PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN...

74
PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN TIGA) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: M. DEBY SAHDAN ALFAIZI NIM : 1111044200023 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ( A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H ) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1437 H/2016 M

Transcript of PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN...

Page 1: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN TIGA)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu

Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

M. DEBY SAHDAN ALFAIZI

NIM : 1111044200023

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

( A H W A L S Y A K H S H I Y Y A H )

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1437 H/2016 M

Page 2: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan
Page 3: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan
Page 4: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan
Page 5: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

ABSTRAK

M Deby Sahdan Alfaizi, NIM 1111044200023. PENGANGKATAN ANAK (STUDI

KELUARGA DUREN TIGA). Program Studi Ahwal Asy-syakhsiyyah Konsentrasi Administrasi

Keperdataan Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1437 H/2016 M, ix + 62 halaman + lampiran.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui perilaku keluarga dalam mengangkat

anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan anak

keluarga pendatang dan asli di Duren Tiga, dan juga untuk mengetahui akibat hukum dari tradisi

pengangkatan anak di Duren Tiga.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian jenis kualitatif.

Sumber data penelitian, data primer dan sekunder. Dalam teknik pengumpulan data penulis

menggunakan teknik studi kasus, yang berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai

subyek yaitu berupa jawaban atas alasan-alasan objek penelitian. Setiap analisis kasus

mengandung data berdasarkan pengamatan, data dokumenter, kesan dan pernyataan orang lain

mengenai pengangkatan anak di masyarakat Duren Tiga. Penulis mewawancarai lima sumber

keluarga yang mengangkat anak. metode yang dilakukan dengan tanya jawab langsung

mendatangi subyek yaitu orang tua anak angkat di kediamannya. Penentuan informan yang

diwawancarai ditentukan dengan teknik pengambilan sampel purposif (purposial sampling),

yaitu ditetapkan secara sengaja oleh penulis berdasarkan klasifikasi pendidikan terakhir, kultur,

dan status sosial. Dalam hubungan ini, lazimnya didasarkan atas kriteria atau pertimbangan

tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa keluarga di Duren Tiga memiliki cara pandangan

bahwa status anak angkat tidak sama dengan status anak kandung. Perilaku keluarga di Duren

Tiga menyatakan bahwa tidak ada tradisi khusus pengangkatan anak baik secara ritual ataupun

ceremonial, hanya saja para keluarga pengangkat anak meyakini cara mengangkat anak para

pendahulu, oleh karena itu mengikuti kebiasaan orang terdahulu dalam adopsi. Cara

pengangkatannya beragam, hal ini sesuai dengan kultur (adat) bawaan keluarga pengangkat

anak.

Mayoritas atau yang familiar dari perilaku keluarga pengangkat anak yaitu mengangkat

anak kerabat dekat, saudara dekat atau jauh (family). hal ini berimplikasi pada hubungan orang

tua angkat dan orang tua kandung yang sama-sama mendidik, mengawasi demi kesejahteraan

anak, yang sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai

Perlindungan Anak.

Kata Kunci : Pengangkatan Anak, Perilaku, Keluarga Duren Tiga

Pembimbing : Hj. Hotnidah Nasution, M. Ag

Daftar Pustaka : 1972 s/d 2016

Page 6: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

KATA PENGANTAR

Tiada kata selain ucapan syukur kepada kehadirat Allah SWT, atas taufiq dan hidayah-Nya

skripsi yang sangat sederhana ini selesai dengan baik dan Insya Allah berkah, segala puji hanya

milik-Mu.

Shalawat salam serta keberkahan tetap mengalir deras kepada kekasih-Mu, Nabi Muhammad

SAW, keluarga dan sahabat beliau. Atas kasih sayang beliau, umatnya yang dahulu terbelakang

Jahiliyyah menjadi umat yang berperadaban Madaniyyah.

Dalam proses penyusunan skripsi ini banyak ditemui kesulitan dan hambatan, walaupun

demikian kiranya berkat izin Allah skripsi ini dapat terselesaikan, hal ini penyusun yakini

merupakan sifat Rahman yang Allah tebarkan ke setiap Makhluq-Nya. Sadar dengan penuh

bahwa skripsi ini hanya setitik debu, banyak sekali kekurangan.

Penyusun menyadari banyak pihak yang berkontribusi dalam pengembangan kearah yang lebih

baik, untuk hal itu rasa terima kasih dari lubuk hati yang terdalam disampaikan kepada para

pihak yang berjasa, baik bimbingan, arahan serta bantuan yang diberikan, di antaranya:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Halim, M. Ag, dan Arip Purkon MA, Ketua Program Studi dan Sekertaris

Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Hj. Hotnidah Nasution, M. Ag, Dosen Pembimbing skripsi yang sangat bijaksana dan rela

meluangkan waktu, ilmu dan kesabarannya untuk penyusun, semoga ini merupakan Amal

Jariyah.

Page 7: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

4. Sri Hidayati, M. Ag, Dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan dukungan

dan bantuan kepada penyusun.

5. Dosen pengajar lingkungan Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang

memberikan ilmu pengetahuan kepada penyusun selama duduk dibangku perkuliahan.

6. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas bagi penyusun untuk mengadakan studi

kepustakaan.

7. Mama dan Bapak tercinta Ijah S Atijah dan Syamsuddin yang selalu mendukung segala

langkah. Doa dan kekuatan mereka selalu tercurahkan kepada penyusun, “Balasku tak akan

pernah sebanding”. Dan juga untuk adik-adik tersayang, Agung Aprilian, Fajar Subhan, dan

Nuraini Adinda Ramadhani.

8. Terima kasih untuk sahabat terbaik; Keluarga AKI 2011; wa bil-khusus Amalul Arifin,

Raynaldo Nugroho, Lazuardi, Raka Nuangsa, Dedi Muhadi, Ahmad Gojali, Ahmad Romli,

Ainul Yakin. Dan anak-anak kost; Bib Rahadian, Saidul Iskandar dan Harri Fariz W. semoga

pertemanan tak akan pupus walau sudah pada lulus. Hehe

9. Terima kasih yang teramat untuk Eka Purnamasari S. sy, yang telah mencurahkan tenaga,

waktu dan ilmu dalam penyusunan skripsi ini, semoga Allah memberikan kita jalan hidup

bersama.

10. Para keluarga yang rela memberikan informasinya terkait pengembangan skripsi ini, semoga

Allah melimpahkan balasan yang lebih.

Page 8: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

Hanya kepada Allah kusematkan doa dan harapan akan balasan yang lebih, dari segala

bantuan akan kesulitan-kesulitan dalam penyusunan skripsi.

Suatu kenyataan yang tak dapat di hindari akan kekurangan dan kebodohan diri dalam

proses penyusunan skripsi, untuk itu kritik dan saran konstruksi selalu penyusun harapkan

untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata semoga skripsi ini memiliki manfaat, baik untuk pribadi penyusun atau

mereka yang mencintai ilmu pengetahuan. Amin

Jakarta, 12 April 2016

Penyusun

Page 9: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….. i

LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ………………………………… ii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………... iii

ABSTRAK ……………………………………………………………….. iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………… v

DAFTAR ISI …………………………………………………………….. viii

BAB I : PENDAHULUAN ………………………..……………… 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………. 1

B. Identifikasi Masalah…………………………………… 6

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah………………........ 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………….. 8

E. Tinjauan Kajian Terdahulu….………………………... 9

F. Metodelogi Penelitian…………………………………. 10

G. Sistematika Penulisan…………………………………. 11

BAB II : PENGANGKATAN ANAK…………..…………………. 14

A. Pengertian Anak Angkat…………………………….... 14

B. Tinjauan Pengangkatan Anak Dalam Hukum

Islam…………………………………………………... 18

C. Tinjauan Pengangkatan Anak Dalam Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia….…………………………….. 22

D. Motivasi Pengangkatan Anak……………………….... 27

Page 10: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

ix

BAB III : AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK….…….. 28

A. Hak-Hak dan Kewajiban Pengangkatan Anak…………. 30

B. Kedudukan Anak Angkat.……………………………… 33

C. Akibat Hukum dari Pengangkatan Anak dalam Hal

Mawaris…………………………………………………. 36

D. Yurisprudensi Pengadilan Agama Tentang Pengangkatan

Anak…………………………...………………………... 38

BAB IV : PENGANGKATAN ANAK DI DAERAH

DUREN TIGA …………………………………………… 42

A. Gambaran Umum Kelurahan Duren Tiga dan Letak

Geografisnya …………………………………………. 42

B. Pandangan Masyarakat Duren Tiga Mengenai

Pengangkatan Anak …………………………………... 44

C. Tradisi Pengangkatan Anak di Duren Tiga …………… 48

D. Akibat Hukum dari Tradisi Pengangkatan Anak di

Duren Tiga ……………………………………………. 52

BAB V : PENUTUP ………………………………………………… 56

A. Kesimpulan …………………………………………….. 56

B. Saran …………………………………………………… 57

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 58

Page 11: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan dari perkawinan pada dasarnya adalah untuk memperoleh

keturunan bagi kedua pasangan suami isteri. Begitu pentingnya keturunan dalam

kehidupan keluarga, maka keluarga yang tidak atau belum dikaruniai anak akan

berusaha untuk mendapatkan keturunan. Pengangkatan anak merupakan salah satu

peristiwa hukum yang bertujuan di dalamnya memperoleh anak.

Adapun alasan pengangkatan anak adalah untuk mempertahankan keutuhan

ikatan perkawinan, untuk kemanusiaan dan juga untuk melestarikan keturunan.

Pengangkatan anak dilakukan karena adanya kekhawatiran akan terjadinya ketidak

harmonisan suatu perkawinan atau suatu keluarga karena tidak adanya keturunan.

Dalam rangka menjaga kemurniaan nasab, Islam tidak hanya melarang

perzinaan, tetapi juga menolak konsep adopsi dengan segala kemutlakannya1, yaitu

adopsi yang menghapuskan nasab anak dengan ayah kandungnya.

Walaupun ajaran Islam sangat menganjurkan untuk selalu menjaga kemurnian

nasab dan melarang adopsi secara mutlak, namum Islam tetap memerintahkan untuk

1 M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h.11

Page 12: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

2

bersikap santun terhadap siapapun, termasuk terhadap anak-anak jalanan yang

terlantar terutama anak yatim.

Yusuf Al-Qardhawi mengatakan bahwa terdapat pola pengangkatan anak

yang dikira oleh sebagian orang sebagai perbuatan yang dilarang ajaran Islam,

padahal sesungguhnya tidak, yaitu tindakan seseorang mengambil anak-anak terlantar

dan anak-anak yatim, diperlakukan seperti anaknya sendiri, di bina, dididik, dan di

cukupi segala kebutuhannya.2

Tingginya frekuensi perceraian, poligami, dan pengangkatan anak yang

dilakukan masyarakat salah satu pemicunya adalah akibat dari perkawinan yang tidak

menghasilkan keturunan. Jadi, seolah olah tujuan perkawinan tidak tercapai karena

perkawinan tidak memperoleh keturunan. Dengan demikian, apabila di dalam

perkawinan telah memiliki keturunan (anak), maka tujuan perkawinan dianggap telah

tercapai dan proses keberlanjutan generasi dapat berjalan.3

Kadang kala sebuah keluarga dikatakan harmonis dan lengkap jika

anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Anak pada hakikatnya merupakan

anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa dan buah hati dari kedua orang tua yang tiada

ternilai harganya, dan menjadi generasi penerus orang tuanya. Pada umumnya

perkawinan tidak akan puas bilamana tidak mempunyai anak, maksudnya sebuah

perkawinan dirasa kurang komplit apabila tidak hadirnya seorang buah hati. sehingga

2M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, h.12.

3Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001), h. 251.

Page 13: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

3

berbagai usaha dilakukan untuk memperolehnya. Pengangkatan anak adalah salah

satu usaha untuk memiliki anak, mengambil, serta mengasuh anak hingga menjadi

orang dewasa yang mandiri sehingga terjalinlah hubungan rumah tangga antara bapak

dan ibu angkat di satu pihak dan anak angkat di lain pihak.

Mahmud Syaltut, seorang ulama dan pemikir Islam dari Mesir menyatakan

bahwa pengangkatan anak dalam konteks mengangkat anak lain yang diperlakukan

untuk seperti memperlakukan anak sendiri dalam hal kasih sayang, nafkah sehari-

hari, pendidikan dan lain lain, tanpa harus menyamakan sebagai anak kandung, maka

pengangkatan seperti itu dalam Islam dibenarkan.4

Sebelum Islam datang, pengangkatan anak di kalangan bangsa Arab telah

menjadi tradisi turun menurun yang dikenal dengan tabanni yang artinya mengambil

anak.5 mengambil anak orang lain untuk diberi status anak kandung, sehingga ia

berhak memakai nasab orang tua angkatnya dan mewarisi harta peninggalan dan hak

lainnya sebagai hubungan anak dengan orang tua.6

Pengangkatan anak secara umum dilakukan dengan motif yang berbeda-beda

di antaranya adalah keinginan untuk mempunyai anak, adanya harapan atau

kepercayaan akan mendapatkan anak, adanya keinginan memiliki anak lagi yang

4Mahmud Syaltut, Al- Fatawa, (Mesir: Dar al Syuruk, 1991), h. 321

5Muderis Zaini, “Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika,

2002), Cet Ke-4, h. 53

6Ibrahim Anis dan Abd. Halim Muntasir et al., Al Mu’jam Al Wasith, (Mesir: majma’ al-

lughah al-arabiah, 1392/1972m), jilid II, h. 72

Page 14: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

4

diharapkan dapat menjadi teman bagi anak yang telah dimilikinya, sebagai rasa belas

kasihan terhadap anak terlantar, dan juga terhadap anak yatim piatu.7 Pengangkatan

anak biasanya dilakukan karena kekhawatiran akan terjadinya keretakan hubungan

yang telah dibinanya. Selain itu juga untuk mempertahankan keutuhan perkawinan

dan untuk mendapatkan keturunan.

Di Indonesia, pengangkatan anak telah menjadi kebudayaan masyarakat dan

menjadi bagian dari sistem hukum keluarga (Ahwal Asyakhsiyyah), karena

menyangkut kepentingan orang per orang dalam keluarga. Oleh karena itu lembaga

pengangkatan anak yang telah menjadi bagian budaya masyarakat, akan mengikuti

perkembangan situasi dan kondisi seiring dengan tingkat kecerdasan serta

perkembangan masyarakat itu sendiri.

Hal penting yang perlu di garis-bawahi bahwa pengangkatan anak harus

dilakukan dengan proses hukum yang bersumber dari produk penetapan pengadilan.

Jika hukum berfungsi sebagai penjaga ketertiban dan sebagai rekayasa sosial, maka

pengangkatan anak yang harus dilakukan melalui penetapan pengadilan tersebut

merupakan kemajuan ke arah penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang

hidup di tengah masyarakat, agar peristiwa pengangkatan anak itu di kemudian hari

memiliki kepastian hukum baik bagi anak angkat maupun bagi orang tua angkat.

Praktik pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut, telah

7M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, (Jakarta: Akademika

Pressindo, 1985), h. 10

Page 15: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

5

berkembang baik di lingkungan Pengadilan Negeri maupun dalam lingkungan

Pengadilan Agama, bagi mereka yang beragama Islam.8

Hukum memang benar benar tidak ada yang tetap, selalu berubah (dinamis)

dan berkembang mengikuti perubahan dan perkembangan masyarakat. Sekarang

dalam rangka reformasi hukum dan memenuhi kebutuhan masyarakat, pembuat

Undang-undang Republik Indonesia memberi peluang pengangkatan anak

berdasarkan hukum Islam melalui Pengadilan Agama melalui Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

Dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan

Agama dinyatakan : “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang

yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan…9, “Penjelasan Huruf a. pasal 49 ini,

menyatakan : “Yang di maksud dengan perkawinan adalah hal-hal yang diatur dalam

atau berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan yang dilakukan menurut

Syari’ah, antara lain : …. Penetapan asal usul anak dan penetapan pengangkatan anak

berdasarkan hukum Islam…”

8 Ahmad Kamil dan M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h. 12

9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006, (Jakarta: Mahkamah Agung RI

Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2006) h. 20

Page 16: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

6

Dari apa yang dikemukakan sebelumnya, maka jelaslah bahwa pengangkatan

anak yang sesuai dengan aturan di Indonesia adalah pengangkatan anak yang

ditetapkan di Pengadilan, baik di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Agama.

Namun masih banyak orang tua angkat yang tidak mengindahkan aturan tersebut,

mereka mengangkat anak atas dasar suka sama suka antara orang tua kandung dengan

orang tua angkat. Oleh Karena itu, berdasarkan pengamatan mengenai permasalahan

yang telah dipaparkan di atas, perlu rasanya adanya penelitian : “Pengangkatan

Anak (Studi di Masyarakat Duren Tiga).”

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang penulis uraikan di atas, maka penulis

mengidentifikasikan dalam bentuk pertanyaan :

1. Bagaimana pengetahuan orang tua angkat mengenai dalil qur’an atau hadis

tentang pengangkatan anak?

2. Bagaimana pengetahuan orang tua angkat mengenai dalil hukum

pengangkatan anak di Indonesia?

3. Apakah dalam mengangkat anak, calon orang tua angkat berdiskusi dengan

tokoh/ulama’ setempat, dimaksudkan adanya pertimbangan-pertimbangan

dalam mengangkat anak?

4. Apakah dalam mengangkat anak, memilih antara laki-laki atau perempuan?

5. Sudahkah orang tua angkat paham bahwa muslim jika ingin mengajukan

permohonan pengangkatan anak, dilakukannya di Pengadilan Agama?

Page 17: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

7

6. Dalam mengangkat anak, diperlukan legalitas atau pengakuan hukum oleh

negara, disini diwakilkan Pengadilan Agama bagi muslim. Adakah instansi

lain yang berwenang? Apakah notaris berwenang?

7. Dalam memahami pengangkatan anak dibutuhkan dalil hukum, bagaimana

orang tua angkat mendapatkan informasi tersebut? Apakah pemerintah efektif

dalam mensosialisasikannya?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Pengangkatan anak dalam skripsi ini dibatasi pada pengangkatan anak

yang dilakukan oleh orang tua angkat yang beragama Islam dan berdomisili di

Duren Tiga, yaitu penduduk asli dengan penduduk pendatang.

2. Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dalam skripsi ini adalah di dalam Peraturan

Pemerintah No. 54 tahun 2007 Bab I Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi :

Pengangkatan Anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan seorang

anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah, atau orang lain

yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak

tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat. Oleh karena itu

pengangkatan anak mestinya dilakukan di Pengadilan Agama bagi yang

beragama Islam, karena pengangkatan anak merupakan perbuatan hukum bagi

Page 18: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

8

calon orang tua angkat, anak yang ingin diangkat dan orang tua kandungnya.

Akan tetapi masih banyak sebagian masyarakat yang tidak mengindahkan

peraturan tersebut.

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis rinci dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut :

a. Bagaimana pandangan masyarakat Duren Tiga mengenai pengangkatan

anak?

b. Bagaimana tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga?

c. Bagaimana akibat hukum dari tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan mengadakan penelitian adalah

1. Untuk mengetahui pandangan masyarakat Duren Tiga mengenai prosedur

pengangkatan anak.

2. Untuk mengetahui tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga.

3. Untuk mengetahui akibat hukum dari tradisi pengangkatan anak di Duren

Tiga.

Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis penelitian skripsi ini menambah khazanah ilmu pengetahuan

mengenai pengangkatan anak sesuai peraturan yang berlaku.

Page 19: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

9

2. Secara praktis penelitian skripsi ini menambah referensi data di Perpustakaan

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Untuk memudahkan dan meyakinkan pembaca bahwa penulis tidak

melakukan plagiasi atau duplikasi maka penulis menjabarkan review studi

terdahulu sebagai berikut :

1. Zakia Al Farhani, 106043201358 Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah, Fakultas

Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, dengan skripsinya yang

berjudul “Proses Pengangkatan Anak (Adopsi) dalam Perspektif Hukum

Islam (Studi Kasus Yayasan Siran Malik Pesantren Alfalah, Parung

Benying), dalam skripsi ini Zakia Al Farhani mengulas tentang bagaimana

proses pengangkatan anak di Yayasan Siran Malik dan aplikasi hukum

Islam di yayasan tersebut.

2. Usman, 108044100044 Al-Ahwal Asy-Syakhsiyah, Fakultas Syariah dan

Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan skripsinya “Problem

Sengketa Kewenangan Penetapan Pengangkatan Anak (Analisis Putusan

Pengadilan Agama Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Kediri), dalam

skripsi ini, Usman menjelaskan tentang problem sengketa kewenangan

pengangkatan anak, konsep batas kewenangan absolute dan relative

Pengadilan Agama dan Negeri.

Page 20: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

10

3. Jiiy Ji’ronah Muayyanah, B4B008147 Magister Kenotariatan, Universitas

Diponegoro, dengan tesisnya “Tinjauan Hukum Terhadap Pengangkatan

Anak dan Akibat Hukumnya dalam Pembagian Warisan Menurut Hukum

Islam dan Kompilasi Hukum Islam” dalam tesis ini Jiiy Ji’ronah

Muayyanah menjelaskan bagaimana pembagian waris akibat

pengangkatan anak dengan menyambungkan KHI sebagai pedoman.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Di lihat dari segi penyusunanya, penelitian ini menggunakan metode

kualitatif, penelitian kualitatif yaitu suatu analisis data dimana penulis

menjabarkan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian yaitu keluarga

keluarga yang mengangkat anak.

2. Sumber Data

Sumber data penelitian skripsi yaitu:

a. Data Primer

Keluarga yang mengangkat anak berdasarkan klasifikasi; a. pendidikan

akhir b. kultur c. status sosial

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan jalan mengadakan study

kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah

yang diajukan. Dokumen yang dimaksud adalah Al-Quran, Al-Hadis,

Page 21: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

11

buku buku ilmiah, Undang-Undang, KHI, serta peraturan yag erat

kaitannya dengan masalah yang di ajukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai

berikut:

a. Studi Kepustakaan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema

yang diteliti

b. Wawancara terhadap keluarga yang mengangkat anak di Duren Tiga yaitu

Bapak Najib dan Ibu Farah, Bapak Andi Kosasi Sanjaya dan Tety, Bapak

Basyir dan beserta istri Ibu Atin dan Suami dan Bapak H. Lutfi selaku

tokoh masyarakat Duren Tiga.

Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung mengenai motif-

motif dan latar belakang dalam mengangkat anak. Wawancara dilakukan dengan

metode purposive sampling yaitu teknik penentuan sample dengan pertimbangan

tertentu sesuai dengan tujuan yang dipertimbangkan. Untuk menentukan sample

ada beberapa hal yang dipertimbangkan yaitu dengan kriteria :

1. Culture

2. Pendidikan

3. Status social

Page 22: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

12

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.

5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode kualitatif yaitu riset yang bersifat

deskriptif dan cenderung menggunakan analisis, focus penelitiannya sesuai

dengan fakta di lapangan.10

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari lima bab

dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

Bab pertama tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,

identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, sistematika penulisan.

Bab kedua tentang pengangkatan anak yang mencakup pengertian anak

angkat, tinjauan pengangkatan anak dalam hukum Islam, tinjauan pengangkatan anak

dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan motivasi pengangkatan anak.

10

Wikipedia

Page 23: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

13

Bab ketiga tentang akibat hukum pengangkatan anak yang mencakup hak-hak

dan kewajiban anak angkat, kedudukan anak angkat, akibat hukum pengangkatan

hukum dalam hal mawaris dan yurisprudensi Pengadilaan Agama tentang

pengangkatan anak.

Bab keempat tentang pengangkatan anak di daerah Duren Tiga yang

mencakup gambaran umum kelurahan Duren Tiga dan letak geografisnya, pandangan

masyarakat Duren Tiga mengenai pengangkatan anak, tradisi pengangkatan anak di

Duren Tiga, akibat hukum dari tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga.

Bab kelima tentang penutup yang mencakup kesimpulan, saran dan kritik

penulis serta lampiran-lampiran.

Page 24: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

14

BAB II

PENGANGKATAN ANAK

A. Pengertian Anak Angkat

Untuk menjelaskan pengertian anak angkat, alangkah baiknya

menguraikan mengenai perihal definisi anak yang banyak ditemui dalam literatur

diantaranya “Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-

dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya”.1

Peraturan Pemerintah memberikan definisi : “Anak adalah sebagai tunas

bangsa merupakan generasi penerus dalam pembangunan bangsa dan negara”.2

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak, memberikan definisi : “Anak adalah amanah dan

karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat

sebagai manusia seutuhnya”.

Adapun para sarjana menggolongkan anak ke dalam beberapa bagian :

1. Anak Angkat

Dalam kamus umum bahasa Indonesia anak angkat memiliki arti anak

orang lain yang diambil dan disamakan dengan anaknya sendiri.3 Mahmud

1Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Konsideran (a)

2Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi

Anak yang Mempunyai Masalah, Konsideran (a)

Page 25: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

15

Syaltut, mengemukakan bahwa setidaknya ada dua pengertian anak angkat.

“Pertama, mengambil anak orang lain untuk diasuh dan dididik dengan penuh

perhatian dan kasih sayang, tanpa diberikan status “anak kandung”

kepadanya, Cuma ia diperlakukan oleh orang tua angkatnya sebagai anak

sendiri. Kedua, mengambil anak orang lain sebagai anak sendiri dan ia diberi

status sebagai “anak kandung”, sehingga ia berhak memakai nama keturunan

(nasab) orang tua angkatnya dan saling mewarisi harta peninggalan, serta

hak-hak lain sebagai akibat hukum antara anak angkat dan orang tua

angkatnya itu.

2. Anak Tiri

Anak tiri adalah anak isteri atau suami seseorang daripada perkawinan

yang terdahulu.4

3. Anak Susuan

Anak susuan adalah anak yang disusui dengan cara masuknya air susu

seorang wanita kepada anak kecil dengan syarat-syarat tertentu.5

4. Anak Asuh

Anak asuh erat kaitannya dengan program wajib belajar yang dicanangkan

Presiden RI pada tanggal 2 Mei 1984 bertepatan dengan Hari Pendidikan

Nasional. Hubungan antara orang tua asuh dengan anak asuh sebatas

3Poerwadarminta, Kamus Hukum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), h.

120

4Huzaemah Tahido Yanggo, Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Suara

Uidilag, 2007, Vol 3, No. X, Mahkamah Agung RI), h. 25

5Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2006), h.

32

Page 26: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

16

berkaitan dengan bantuan biaya pendidikan agar anak asuh dapat mengikuti

pendidikan pada lembaga pendidikan tingkat dasar sampai selesai. Oleh sebab

itu, lembaga anak asuh berbeda dengan lembaga anak angkat.

5. Anak pungut

Ada lagi yang membedakan antara anak pungut dengan anak angkat.

Kedudukan anak angkat telah bernilai bahkan seperti mengambil kedudukan

anak kandung, sedangkan anak pungut tidak mendapat kedudukan istimewa

tetapi hanya mendapat pemeliharaan dari orang yang memungutnya. Pada

anak angkat terdapat cinta, sedangkan pada anak punggut hanya terdapat

belas kasihan. Kata “dipungut” menunjukkan makna mengambil sesuatu yang

tidak atau kurang berarti, sedangkan “diangkat” bermakna meninggikan

keadaan semula.6

6. Anak laqiyth

Menurut Wahbah Zuhaili, laqiyth atau anak temuan adalah seorang anak

kecil yang hilang yang omongannya tidak diperhatikan/dipahami pada

kebiasaan umumnya, dan adapun apabila anak temuan meninggal, tidak

adanya baginya waris, dan hartanya menurut sebagian ulama dalam

riwayatnya Imam Ahmad untuk baitul maal.7

Sedangkan pengertian pengangkatan anak sering juga diistilahkan dengan

adopsi. Adopsi berasal dari kata Adoptie dalam bahasa Belanda atau Adoption

6Fuad Muhammad Fachrudin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pedoman

Ilmu, 1991), h. 47

7Wahbah Zuhaili, Mausuah Al-Fiqh Al-Islami wa Al-qadlaaya Al-Ma’aashirah,

(Damaskus: Dar-Alfikr, 2010), h. 422

Page 27: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

17

dalam bahasa Inggris yang artinya pengangkatan anak seorang untuk dijadikan

sebagai anak kandungnya sendiri. Sedangkan dalam bahasa Arab disebut بيت yang

menurut Ahmad Warson Munawwir dalam kamus Al-Munawirnya yang artinya

mengambil, mengangkat anak kepada.8

Dalam Ensiklopedia Umum sebagaimana dikutip oleh Muderis Zaini

dalam bukunya menyebutkan bahwa9 : “Adopsi adalah suatu cara untuk

mengadakan hubungan antara orang tua dan anak yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan”. Biasanya adopsi dilaksanakan untuk mendapat pewaris

atau untuk mendapatkan anak bagi orang tua yang tidak beranak.

Jadi jika disimpulkan terdapat bahasa yang berbeda tapi mendapati arti

yang sama, dalam bahasa arab disebut mutasyabih lafazh yang samar maknanya,

dalam hal ini adopsi dan pengangkatan anak serupa tetapi tidak sama. Adopsi

bertujuan menjadikan anak angkat menjadi anak kandung sebaliknya

pengangkatan anak bertujuan tidak seperti adopsi, hanya mengasuh mendidik dan

menjaga anak angkat.

Pengangkatan anak di Indonesia adalah peristiwa hukum pemindahan

anak orang lain ke dalam keluarga yang mengangkat, prosedurnya bagi

masyarakat muslim Indonesia memilih cara dan tujuan pengangkatan anak

melalui Pengadilan Agama karena ijtihadnya senafas dengan nash-nash Al-quran

8Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka

Progressif, 1997), h. 111

9Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Jakarta, (Sinar Grafika:

2002), h. 4

Page 28: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

18

dan Hadis bukan ke Pengadilan Negeri, dan dari ke semua itu berada dalam

undang-undang yang berlaku saat ini.

B. Tinjauan Pengangkatan Anak Dalam Hukum Islam

Sebelum Islam datang, pengangkatan anak di kalangan bangsa Arab telah

menjadi tradisi turun temurun yang dikenal dengan istilah tabanny yang artinya

mengambil anak angkat. Nabi Muhammad SAW pernah melakukan pengangkatan

anak sebelum masa kenabiannya. Anak angkatnya bernama Zaid bin Haritsah,

tetapi kemudian tidak dipanggil Zaid berdasar nama ayahnya (Haritsah)

melainkan diganti dengan panggilan Zaid bin Muhammad.

Zaid bin Haritsah bin Syarahil bin Ka’ab bin Abdul Uzza adalah seorang

anak yang berstatus budak berasal dari Syam. Masa kecilnya hidup dan

dibesarkan di Tihamah. Zaid diculik dan dibawa ke Makkah sebagai budak belian.

Hakim bin Khuwailid membeli Zaid untuk bibinya Khadijah binti Khuwailid,

selanjutnya Khadijah menyerahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Umur Zaid

pada saat itu sekitar 8 tahun. Setelah Nabi Muhammad SAW menerima dan

memerdekakannya, Zaid dijadikan anak angkatnya. Suatu ketika keluarga Zaid

yang selama itu mencari Zaid mengetahui peristiwa tersebut, lalu ayah dan

pamannya yang bernama Ka’b bin Syarahil datang ke tempat Nabi Muhammad

SAW untuk menebusnya. Atas kehadiran keluarga Zaid tersebut, Nabi

Muhammad SAW bersabda bahwa yang demikian itu terjadi pada masa lalu

(sebelum Islam).

Page 29: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

19

Kemudian Nabi Muhammad SAW memberikan opsi kepada Zaid untuk

pergi bersama keluarganya tanpa membayar tebusan, atau tetap tinggal bersama

Nabi Muhammad SAW dan menyatakan bahwa meskipun dia berstatus merdeka

pergi bersama keluarganya, tetapi dia (Zaid) memilih tetap tinggal bersama Nabi

Muhammad SAW, karena Nabi sebagai pengganti ayah dan pamannya yang

bersikap baik padanya. Setelah Zaid dewasa, Nabi Muhamad menikahkan Zaid

dengan Zainab bin Jahsy.10

Dan adapun pengangkatan anak dalam hukum Islam secara tekstual diatur:

Artinya: Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati

dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu

sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak

kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja.

dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).

(Q.S. Al- Ahzab 33 : 4)

10

Muhammad Reza Afwi, Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif dan

Implementasinya di Pengadilan Agama, (Jakarta: LP UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 31

Page 30: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

20

Ayat di atas membatalkan adopsi Nabi Muhammad Saw. kala itu, dan

semua adopsi yang dilakukan masyarakat muslim. Dengan turunnya ayat di atas

Nabi Muhammad Saw. memperingatkan semua orang agar tidak mengaku

mempunyai garis keturunan dengan satu pihak padahal hakikatnya tidak

demikian. Secara tegas Rasulullah melarang umatnya memanggil seseorang yang

bukan bapaknya sebagai bapaknya, dalam Shahih Bukhari menyebutkan

ثنا خالد، عن أ ـ حد ثنا خالد ـ هو ابن عبد للا د، حد ثنا مسد عثمان بيحد

بي صلى للا عليه عى عن سعد ـ رضى للا عنه ـ قال سمعت الن من اد

ة عليه حرام ه غير أبيه، فالجن إلى غير أبيه، وهو يعلم أن

Artinya; Siapa yang mengakui seseorang yang bukan bapaknya sebagai

bapaknya, maka surga baginya haram.” (HR. Bukhari melalui Sa’id Ibn

Waqqash)11

Kemudian dalam Shahih Bukhari; kitab tafsir; surah al-ahzab

ثىا عبذ العسيس به المختار، حذثىا مسى به ثىا معلى به أسذ، حذ ثىي سالم، حذ عقبة، قال حذ

صلى للا علي لى رسل للا به عمر ـ رضى للا عىما ـ أن زيذ به حارثة، م عه عبذ للا

ذ حتى وسل القرآن سلم ما كىا وذعي إال زيذ ابه محم ادعم آلبائ أقسط عىذ للا م

Artinya: Mu’alla bin Asad menyampaikan kepada kami dari Abdul Aziz

bin al-Mukhtar, dari Musa bin Uqbah, dari Salim dari Abdullah bin Umar, “Kami

11

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2002), h. 222

Page 31: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

21

terbiasa memanggil Zaid bin Haritsah (maula Rasulullah) dengan sebutan Zaid bin

Muhammad hingga turun ayat, “Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan

(memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah” No. 478212

Yang dimaksud maula dalam ayat tersebut ialah budak yang telah

dimerdekakan atau seorang yang telah dijadikan anak angkat, seperti seorang yang

bernama Salim anak angkat Hudzaifah dipanggil maula Hudzaifah.13

Akan tetapi

Prof. Quraish Shihab menjelaskan kata mawali adalah bentuk jamak dari kata

mawla yang terambil dari kata waliya yang makna dasarnya adalah adanya dua

hal/pihak atau lebih yang tidak sesuatu pun yang berada di antara keduanya.

Banyak ulama mengartikan kata itu di sini dalam arti bekas hamba yang

dimerdekakan; tetapi kita tidak harus memahaminya demikian, khususnya dewasa

ini. Anda boleh memahaminya dalam arti penolong atau orang dekat.14

Dalam penjelasan Al-Quran dan Hadits mengenai pengangkatan anak,

bahwasanya pengangkatan anak hanyalah pengakuan yang tidak sesuai dengan

kenyataan. Pengakuan dalam pengangkatan anak tidak dapat mengubah

kenyataan, bahwa anak angkat dilahirkan oleh ibunya dari ayahnya sendiri.

Karena tidak adanya hubungan darah antara anak angkat dengan orang tua

angkat, maka bekas istri dari anak angkat boleh dinikahi ayah angkat. Hal ini

sesuai dengan ayat Al-Qur’an QS. Al-Ahzab 37, yang asbabun nuzulnya ayat ini

12

Subhan Abdullah dkk, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih Bukhari, )Jakarta: Almahira,

2012), h. 237

13

Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Kuwait: Dar Al-Qalam), h. 432

14

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 224

Page 32: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

22

menceritakan bagaimana Nabi Muhammad dikawinkan Allah dengan Zainab binti

Jahsy yang merupakan bekas istri Zaid bin Haritsah (anak angkat Nabi).15

C. Tinjauan Pengangkatan Anak Dalam Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia

Pengertian anak angkat dalam perundang-undangan Republik Indonesia

adalah anak angkat yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga

orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,

pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang

tua angkatnya.16

Sedangkan pengertian pengangkatan anak dapat ditemukan dalam

penjelasan Pasal 47 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2006 Tentang

Administrasi Kependudukan. Undang-undang tersebut memberikan pengertian

bahwa yang dimaksud pengangkatan anak adalah perbuatan hukum untuk

mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang

sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan

membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya

berdasarkan putusan atau penetapan Pengadilan.

15

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, h. 278

16

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

Page 33: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

23

Adapun pengangkatan anak di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata (BW) tidak ditemukan ketentuan yang mengatur masalah adopsi atau anak

angkat. BW hanya mengatur tentang pengakuan anak diluar kawin, yaitu seperti

yang diatur dalam Buku 1 bab12 bagian ketiga BW, tepatnya pada pasal 280

sampai 289 yang substansinya mengatur tentang pengakuan terhadap anak-anak

diluar kawin.17

Dengan demikian, sebenarnya BW tidak mengatur pengangkatan

anak sebagaimana dikenal sekarang. Hanya saja kemudian, untuk memenuhi

tuntutan masyarakat. Mengingat kebutuhan pengangkatan anak yang semakin

meningkat, disamping kultur budaya masyarakat Indonesia asli dan masyarakat

keturunan Tionghoa telah lama mempraktikkan pengangkatan anak, maka

pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengeluarkan Staatblad18

yang isinya

mengatur secara khusus tentang lembaga pengangkatan anak tersebut guna

melengkapi Hukum Perdata Barat (BW).

Menurut R. Soeroso, Staatblad tersebut merupakan satu-satunya pelengkap

BW. Oleh karena itu segala persoalan menyangkut adopsi versi Barat semata-

mata harus beranjak dari Staatblad tersebut.19

Beberapa dasar hukum pengangkatan anak di Indonesia :

a. Staatsblad 1917 Nomor 129 Pasal 5 s/d Pasal 15

17

Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Tiga sisitem Hukum, h. 31

18

Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2010), h. 20

19

R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), h. 79

Page 34: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

24

Aturan ini telah ada pada masa Pemerintahan Hindia Belanda yang merupakan

aturan yang tersendiri yang mengatur tentang pengangkatan anak. Khusus

ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur pengangkatan anak bagi

golongan masyarakat Tionghoa, dan tidak berlaku bagi masyarakat Indonesia

asli. Bagi masyarakat Indonesia asli berlaku adat termasuk di dalamnya adalah

ketentuan hukum Islam.20

Dalam ketentuan Staatsblad ini mulai dari Pasal 5 sampai dengan Pasal 15

mengatur tentang siapa-siapa saja yang diperbolehkan melakukan

pengangkatan anak, siapa saja yang boleh diangkat sebagai anak angkat, syarat

dan tata cara pengangkatan anak serta akibat hukum dari pengangkatan anak.

Dalam hal ini calon pengangkat anak harus Warga Negara Indonesia atau

Campuran, Suami WNI dan Istri WNA. Anak yang di angkat harus meliputi,

anak terlantar atau ditelantarkan; berada dalam asuhan keluarga atau lembaga

pengasuhan anak. Alur pengangkatan anak di mulai dari melakukan pengajuan

pengangkatan anak melalui Dinas Sosial, kemudian DInas Sosial melakukan

home visit ke rumah calon orang tua angkat dengan tujuan mengetahui

kelayakan ekonomi dan psikososial, setelah step itu dilalui calon orang tua

angkat diperbolehkan mengasuh anak angkat selama 6 bulan dengan tujuan

ujicoba dan dalam pengawasan Dinas Sosial, setelah semua step dilaksanakan

dengan baik calon orang tua angkat melakukan penetapan di Pengadilan

wilayah administrative orang tua angkat.

b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

20

Ahmad Kamil dan H.M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indonesia, h. 53

Page 35: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

25

Dalam Undang-undang Kesejahteraan Anak, pengangkatan anak terdapat

dalam Pasal 12 ayat (1), (2), dan (3), yang pada intinya pengangkatan anak,

baik melalui hukum adat dan kebiasaan dilaksanakan dengan mengutamakan

kepentingan kesejahteraan anak yang lebih lanjut akan diatur melalui Peranan

Pemerintah, Pengangkatan anak untuk kepentingan kesejahteraan anak yang

dilakukan di luar adat dan kebiasaan, dilaksanakan berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan.

Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 12 disebutkan bahwa pengangkatan anak

tidak memutuskan hubungan darah antara anak dengan orang tuanya dan

keluarga orang tuanya berdasarkan hukum yang berlaku bagi anak yang

bersangkutan. Peraturan Pemerintah yang dimaksudkan antara lain perlu

mengatur pencatatan sebagai bukti sah, adanya pengangkatan anak guna

pemeliharaan kepentingan kesejahteraan anak yang bersangkutan.

c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Diatur dalam Bab VIII, Bagian Kedua tentang pengangkatan anak, mulai Pasal

39 sampai dengan Pasal 41. Dalam Undang-undang ini ditentukan bahwa

“Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik

bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan

peraturan Perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 39 ayat 1), pengangkatan

anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dan orang

tua kandungnya (Pasal 39 ayat 2), calon orang tua angkat harus seagama

dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat (Pasal 39 ayat 3),

pengangkatan anak oleh warga negara asing hanya dapat dilakukan sebagai

Page 36: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

26

upaya terakhir (Pasal 39 ayat 4), dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka

agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat (Pasal 39

ayat 5).

Selanjutnya dalam Pasal 40 disebutkan bahwa orang tua angkat wajib

memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua

kandungnya, dimana pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya

tersebut dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak. Sedangkan

pengawasan pengangkatan anak diatur dalam Pasal 41 yang berbunyi “Semua

administrasi yang berkaitan dengan pengangkatan anak berada di departemen

yang bertanggung jawab di bidang social”

d. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Terhadap Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Pasal 49 Huruf a,

angka 20 yang memberi Kewenangan kepada Pengadilan Agama dalam

memeriksa dan menetapkan anak angkat, dan selanjutnya Undang-Undang ini

diubah menjadi Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama

tanpa mencabut kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa dan

menetapkan perkara pengangkatan anak.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak.

f. Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Buku II Bab 1 Pasal 171 huruf h dan Pasal 209 tentang Pengertian Anak

Angkat dan tentang Wasiat Wajibah Anak Angkat dan Orang Tua Angkat.

Page 37: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

27

g. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak.

h. Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 13/HUK/1993 tentang Pedoman

Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

i. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 110/HUK/2009 tentang Persyaratan

Pengangkatan Anak.

j. Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 37/HUK/2010 tentang Pertimbangan

Perizinan Pengangkatan Anak Pusat.

k. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 yang telah

disempurnakan dengan SEMA Nomor 6 Tahun 1983, SEMA Nomor 3 Tahun

2005 perihal Pengangkatan Anak.

l. Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 02 Tahun 2009 tentang Kewajiban

Melengkapi Permohonan Pengangkatan Anak dengan Akta Kelahiran.

Mengacu pada dasar hukum pengangkatan anak di atas, adopsi di

Indonesia harus sesuai dengan pedoman hukum, agar tercapainya keteraturan

dalam pengangkatan anak di Indonesia, serta terpenuhinya tujuan utama yaitu

kemashlahatan anak angkat dan pengadopsi.

D. Motivasi Pengangkatan Anak

Dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak, pihak-pihak yang

berkepentingan dalam hal ini sangat penting melihat alasan/motivasi

Page 38: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

28

pengangkatan anak sehingga sangat perlu diperhatikan, dan harus dipastikan

dilakukan demi kepentingan yang terbaik untuk anak.

Motivasi merupakan suatu pengertian yang melingkupi penggerak, alasan-

alasan, dorongan yang menyebabkan seseorang berbuat sesuatu. Misalnya

seseorang menjadi anggota perkumpulan maka motivasinya antara lain ingin

sesuatu yang baru bersama anggota perkumpulannya tersebut.21

Dalam kaitannya

dengan pengangkatan anak, motivasi atau alasan-alasan dapat memberi arti bahwa

seseorang melakukan pengangkatan anak didasari dengan motif yang baik,

sehingga mendapati kesamaan visi dari oaring tua kandung, calon orang tua

angkat dan pemerintah.

Apabila melihat pada alasan/motivasi serta tujuan pengangkatan anak,

maka akan banyak sekali ragamnya. Akan tetapi menurut Djaja S. Meliala, alasan

yang paling utama adalah :

a. Rasa belas kasihan terhadap anak terlantar atau anak yang orang tuanya tidak

mampu memeliharanya.

b. Tidak mempunyai anak dan ingin mempunyai anak untuk menjaga dan

memeliharanya dihari tua.

c. Adanya kepercayaan bahwa dengan adanya anak di rumah maka akan dapat

mempunyai anak sendiri.

d. Untuk mendapatkan teman bagi anaknya yang sudah ada.

21

W. A. Gerungan Dipl., Psych, Psikologi Sosial Suatu Ringkasan, (Jakarta: Eresco,

1977), Cet. V, h. 142.

Page 39: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

29

e. Untuk menambah atau mendapatkan tenaga kerja.

f. Untuk mempertahankan ikatan perkawinan/kebahagian keluarga22

Ada beberapa alternatif yang digunakan sebagai dasar atau alasan

dilaksanakannya suatu pengangkatan anak, antara lain :

A. Dilihat dari sisi adoptant, karena ada alasan sebagai berikut;

1. Keinginan mempunyai keturunan atau anak;

2. Keinginan untuk mendapatkan teman bagi dirinya sendiri atau anaknya;

3. Kemauan untuk menyalurkan rasa belas kasihan terhadap anak orang lain

yang membutuhkan;

4. Adanya ketentuan hukum yang memberi peluang untuk melakukan suatu

pengangkatan anak;

5. Adanya pihak yang menganjurkan pelaksanaan pengangkatan anak untuk

kepentingan pihak tertentu;

B. Dilihat dari orang tua anak, alasannya sebagai berikut;

1. Perasaan tidak mampu untuk membesarkan anaknya sendiri;

2. Kesempatan untuk meringangkan beban sebagai orang tua karena ada

pihak yang ingin mengangkat anaknya;

3. Imbalan-imbalan yang dijanjikan dalam hal penyerahan anak;

4. Saran-saran dan nasihat pihak keluarga atau orang lain;

5. Keinginan agar anaknya hidup lebih baik dari orang tua kandungnya;

6. Ingin agar anaknya terjamin dalam hal materiil;

22

Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1982, h.

3.

Page 40: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

30

7. Masih mempunyai anak beberapa lagi;

8. Tidak mempunyai rasa tanggung jawab untuk memesarkan anaknya

sendiri;

9. Keinginan untuk melepaskan anaknya karena rasa malu akibat hubungan

tidak sah;

10. Keinginan melepaskan anaknya karena rasa malu mempunyai anak yang

tidak sempurna fisiknya.23

Adapun Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi

pengangkatan anak hanya dapat dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat

dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.24

Ketentuan ini sangat

memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat

tergantung dari orang tuanya.25

23

Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,

1990), h. 38

24

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23/2002, Tentang Perlindungan Anak, Pasal

39 Ayat 2.

25

Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indonesia, h. 66

Page 41: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

31

BAB III

AKIBAT HUKUM PENGANGKATAN ANAK

A. Hak-Hak dan Kewajiban Anak Angkat

Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat bertujuan

untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup tumbuh berkembang

dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,

serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak

Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Anak angkat dan anak-anak lain pada hakekatnya adalah amanah dan karunia

Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat hak-hak yang perlu dihormati dan

dijunjung tinggi oleh orangtua angkatnya dan masyarakat pada umumnya, hak-hak

anak angkat yang dimaksud adalah:

1. Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Berhak atas sesuatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.1

3. Berhak untuk beribadah menurut agamanya berfikir dan berekspresi sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tuanya.

1Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indonesia,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h. 68

Page 42: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

32

4. Berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh orang tuanya

sendiri.

5. Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh

kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak

diasuh dan diangkat oleh orang tua lain sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

6. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jasmani social sesuai dengan

kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan social.

7. Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan

pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.

8. Khususnya untuk anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh

pendidikan luar biasa, sedangkan untuk anak yang mempunyai keunggulan juga

berhak mendapatkan pendidikan khusus.

9. Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul

dengan anak yang sebaya, bermain dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan

tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri.

10. Setiap anak berhak menyatakan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan

memberikan informasi sesuai tingkat kecerdasan dan usianya demi

pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.2

2 Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, h.

69

Page 43: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

33

11. Setiap anak yang dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak manapun yang

bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari

perlakuan:

a. Diskriminasi

b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual

c. Penelantaran

d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan

e. Ketidak adilan

12. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata

c. Pelibatan dalam kerusuhan social

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan

e. Pelibatan dalam peperangan

13. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,

penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak

untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.3

14. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum wajib dirahasiakan.

3Ahmad Kamil & M. Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, h.

70

Page 44: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

34

15. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan

bantuan hukum dan bantuan lainnya.4

Disamping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anak-anak

dan atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban sebagai kewajiban

asasi yang juga harus dilaksanakan seorang anak yaitu bahwa setiap anak

berkewajiban untuk:

1. Menghormati orang tuanya, wali, dan guru

2. Mencintai keluarga dan menyayangi teman

3. Mencintai tanah air dan Negara

4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya

5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia5

B. Kedudukan Anak Angkat

Selanjutnya pembahasan tentang kedudukan anak angkat adalah merupakan

pembahasan tentang kedudukan anak secara umum (termasuk anak angkat dan anak-

anak lainnya. Sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak pada Bab V Pasal 27 sampai dengan 29 sebagai berikut :

Pasal 27 ayat (1): “Identitas setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya”

4 Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anaka Persektif Islam, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2007) h. 219.

5 Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anaka Persektif Islam, h. 222.

Page 45: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

35

Pasal 27 ayat (2): “Identitas sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dituangkan dalam

akta kelahiran”

Pasal 27 ayat (3): “Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari

orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran”

Pasal 27 ayat (4): “Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui dan

orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, pembuatan akta kelahiran untuk anak

tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya”

Pasal 28 ayat (1): “Pembuatan akta kelahiran menjadi tanggung jawab pemerintah

yang dalam pelaksanaannya diselenggarakan serendah-rendahnya pada tingkat

kelurahan/desa”

Pasal 28 ayat (2): “Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

harus diberikan paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal diajukannya

permohonan.

Pasal 28 ayat (3): “Pembuatan akta kelahiran sebagaiman dimaksud dalam ayat (1)

tidak dikenakan biaya”

Pasal 29 ayat (1): “Jika terjadi perkawinan campuran antar warga Negara Republik

Indonesia dan Warga Negara Asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut

berhak memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku”

Page 46: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

36

Pasal 29 ayat (2): “Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana yang dimaksud dalam

ayat (1) anak berhak memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam

pengasuhan salah satu kedua dari orang tuanya”

Pasal 29 ayat (3): “Dalam hal terjadi perceraian sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2) sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan ibunya

berkewarganegaraan Indonesia demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan

ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarganegaraan Republik

Indonesia bagi anak tersebut”.

Memperjelas status anak angkat apabila terjadi perceraian terhadap orang tua

angkat, yaitu dengan meng-qiyas-kannya dengan staushak asuh anak akibat

perceraian antara suami dan istri, merujuk KHI pasal 105 menyebutkan anak yang

belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya, setelah anak berusia 12 tahun maka anak

tersebut diberi kebebasan memilih untuk diasuh oleh ibu atau bapaknya.

Perlu dijelaskan bahwa Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

keseluruhan aspek yang berkaitan dengan perlindungan anak secara umum yang

dalam diri anak melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Sehingga

dalam ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut berlaku untuk semua

anak termasuk anak angkat, anak terlantar dan lain-lain: baik hak dan kewajiban

anak, kewajiban dan tanggung jawab (orang tua, masyarakat, pemerintah, bangsa dan

Page 47: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

37

negara) kedudukan anak maupun penyelanggara perlindungan anak, yang semuanya

adalah berlaku dan/atau diadakan untuk semua anak secara keseluruhan.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tersebut

berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang 1945 serta prinsip-prinsip

dasar konvensi hak-hak anak (pasal 2). Lebih lanjut dalam penjelasannya Undang-

Undang ini menegaskan bahwa : Pertanggung jawaban orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah dan Negara merupakan rangkaian kegiatan yang

dilaksanakan secara terus menerus demi terlindunginya hak-hak anak.

Mukadimah deklarasi hak-hak anak menjelaskan bahwa: dalam deklarasi

sedunia tentang hak asasi manusia, PBB, telah menyatakan bahwa setiap orang

berhak atas segala hak dan kemerdekaan sebagaimana yang tercantum dalm deklarasi

ini tapa membeda-bedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama,

pandangan politik dab pendapat lainnya, asal usul bangsa atau tingkatan social, kaya

atau miskin, kedudukan, keturunan atau status.

Lebih lanjut deklarasi Hak-Hak Anak pada Asas I berbunyi : Anak-anak

berhak menikmati seluruh hak yang tercantum dalam deklarasi ini. Semua anak tanpa

pengecualian yang bagaimanapun berhak atas hak-hak ini, tanpa membeda-bedakan,

baik dilihat dari dirinya sendiri maupun dari segi keluarganya.Hal-hal tersebut lah

Page 48: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

38

yang diadopsi oleh UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak mengatur

tentang kedudukan anak secara keseluruhan.6

C. Akibat Hukum Pengangkatan Anak dalam Hal Mawaris dan Perwalian

Masalah akibat hukum dari pengangkatan anak di atur dalam staatblad 1917

Pasal 11, 12, 13 dan 14 Nomor 129. Berikut ini adalah uraian pokok-pokok dari

beberapa pasal tersebut.

Pasal 11 menyatakan bahwa pengangkatan anak membawa akibat demi

hukum bahwa orang yang diangkat, jika ia mempunyai keturunan lain, berganti

menjadi nama keturunan orang yang mengangkatnya sebagai ganti dari nama

keturunan orang yang diangkat itu. Pasal ini secara jelas menjelaskan bahwa anak

yang diangkat secara serta merta menjadi anak kandung orang tua yang

mengangkatnya, nama orang tuanya berganti dengan ayah angkatnya atau ibu

angkatnya, dan secara otomatis terputus hubungan nasab dengan orang tua kandung7.

Hubungan penuh anak yang diadopsi dengan orang tua yang mengadopsi dan

sebaliknya, menurut para ahli hukum, harus diluruskan, karena hal itu bertentangan

dengan Al-Quran.8Asep Saepudin Jahar dkk, secara eksplisit menjelaskan bahwa

6Deklarasi Hak-Hak Anak, Media Center, Surabaya 2006.

7 Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,

h. 27

8 Asep Saepudin Jahar, dkk, Hukum Keluarga, Pidana dan Bisnis Kajian Perundang-

Undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 89

Page 49: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

39

pemberlakuan Staatblad mengenai akibat hukum adopsi seharusnya terkikis oleh

keberlangsungan Kompilasi Hukum Islam (Inpres No 1 Tahun 1991).

Dan disini mereka (para pembuat draft KHI) menemukan legitimasi untuk

mempertahankan praktik waris antara pihak-pihak yang beradopsi yang terjadi di

beberapa daerah selama ini dalam konsep wasiat wajibah.Alasan mereka menerapkan

konsep wasiat wajibah kepada pihak-pihak yang beradopsi adalah bahwa hubungan

antara anak adopsi dan orang tua yang mengadopsinya bisa sangat dekat, sehingga

pihak-pihak yang terlibat dalam praktik adopsi bisa seperti sanak saudara dekat (al-

aqrabun).

Menariknya dalam hal ini, alih-alih merekomendasikan orang tua yang

mengadopsi dan anak adopsi membuat wasiat satu sama lain sebelum meninggal,

KHI pada pasal 209 memilih mengatur bahwa bagian tertentu yakni sepertiga. Harta

mereka harus diberikan kepada masing-masing mereka setelah salah satunya

meninggal (orang tua adopsi/anak adopsi).9

Dilihat dari aspek logis, dapat dipahami bahwa persoalan wasiat wajibah

dalam KHI adalah persoalan ijtihadiyang ditetapkan berdasarkan argumen hukum

mashlahah al-murshalah yang berorientasi untuk mempromosikan nilai-nilai keadilan

9Asep Saepudin Jahar, dkk, Hukum Keluarga, Pidana dan Bisnis Kajian Perundang-

Undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, h. 91

Page 50: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

40

dan kemashlahatan yang tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat

muslim Indonesia.10

Di beberapa negara muslim lain, masalah adopsi ini juga diatur. Beberapa

negara mengatur masalah adopsi kaitannya dengan kewarisan dengan merujuk pada

aturan yang terdapat dalam fikih klasik. Beberapa negara lain melakukan

pembaharuan. Melalui pasal 15 Law of Guardianship and Adoption 1958 dan

diperkuat oleh Law 69 of 1959, Tunisia, misalnya mengatur bahwa anak angkat

mempunyai kedudukan dan hak yang sama dengan anak kandungnya. Somalia

membuat aturan yang sama, seperti Tunisia. Dengan demikian, anak angkat

memperoleh harta waris dari orang tua angkat seperti anak kandungnya.11

D. Yurisprudensi Pengadilan Agama Tentang Pengangkatan Anak

Perkara anak angkat yang masuk ke Mahkamah Agung hanya sekitar 10,21%.

Persentase ini didasarkan pada sampel perkara waris yang berjumlah 186, hanya

terdapat 19 perkara waris yang melibatkan anak angkat.Dari jumlah tersebut, 11

perkara sengketa antara saudara pewaris dengan anak angkat pewaris; 8 perkara

10

Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia,

h. 148

11

Asep Saepudin Jahar, dkk, Hukum Keluarga, Pidana dan Bisnis Kajian Perundang-

Undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, (Jakarta: Kencana, 2013), h. 92

Page 51: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

41

sengketa antara anak pewaris dengan anak angkat.Jumlah yang dikabulkan sebanyak

12 perkara, tidak dapat diterima 5 perkara, dan 2 perkara ditolak.12

Dasar hukum perkara yang tidak diterima adalah gugatan tidak memenuhi

syarat dan para pihak tidak ada hubungan waris.Sedangkan perkara yang ditolak

dasar hukumnya pengangkatan anak tidak sesuai hukum Islam karena memutuskan

hubungan dengan orang tua aslinya dan para pihak tidak mempunyai hubungan

waris.13

Beberapa yurisprudensi Mahkamah Agung :

a. Putusan Mahkamah Agung Nomor 37K/SIP/1959 tanggal 18 Maret 1959,

yang menyebutkan bahwa “seorang anak angkat mendapat bagian harta dari

orang tua angkat sebanyak sepertiga bagian. Mahkamah Agung RI dalam

pertimbangan hukumnya menyatakan bahwa pengangkatan anak telah

menjadi tradisi dalam masyarakat Indonesia. Di samping itu telah menjadi

tradisi pula bahwa anak angkat telah memberi bantuan baik besar maupun

kecil dalam segala urusan orang tua angkat.

b. Putusan Mahkamah Agung Nomor 210K/SIP/1873 memperlihatkan bahwa

keabsahan seorang anak angkat tergantung kepada upacara adat tanpa melihat

12

Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Bidang Perdata

Islam, (Depok, 2011), h. 272

13

Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Bidang

Perdata Islam, h. 273

Page 52: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

42

secara objektif realita keberadaan anak dalam kehidupan keluarga orang tua

angkat. Syarat keabsahan anak angkat yang demikian semakin jelas terlihat

dari putusan Mahkamah Agung Nomor 912K/SIP/1975 yang menyatakan

tanpa ucara adat tidak sah pengangkatan anak, meskipun sejak kecil dipelihara

serta dikawinkan oleh orang yang bersangkutan.

c. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1413K/Pdt/1988 tanggal 18 Mei 1990,

apakah seorang adalah anak angkat atau bukan, tidak semata-mata tergantung

pada formalitas-formalitas pengangkatan anak, tetapi dilihat dari kenyataan

yang ada, yaitu bahwa ia sejak bayi dipelihara, dikhitankan dan dikawinkan

oleh orang tua angkatnya.

d. Putusan Mahkamah Agung Nomor 53K/Pdt/1995 tanggal 18 Maret 1996,

bahwa menurut hukum adat di daerah Jawa Barat, seseorang dianggap sebagai

anak angkat, bila telah memenuhi syarat-syarat diurus, dikhitankan,

disekolahkan dan dikawinkan dimana anak angkat tersebut berasal dari

keluarga ibu angkatnya, maka anak tersebut berhak mewarisi harta gono gini

anak angkatnya.

Beberapa Kaidah Hukum Mahkamah Agung dalam mempertimbangkan

setiap putusannya dan menjadi yurisprudensi : (1) Anak yang dipelihara dan

diperlakukan sebagai anak angkat, hidup dalam dalam lingkungan keluarga

pewaris dan ia mengabdi merawat pewaris, walaupun tidak ada putusan

Pengadilan Negeri mengenai pengangkatan anak tersebut, mendapat wasiat

wajibah sebanyak 1/3 dari harta warisan (2) jika pewaris tidak meninggalkan

Page 53: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

43

untuk anak angkat pengadilan secara ex officio menetapkan wasiat wajibah untuk

anak angkat (3) bagian ahli waris anak angkat tidak mutlak harus 1/3 bagian dari

harta warisan dan banyaknya ahli waris (4) hibah orang tua angkat kepada anak

angkatnya atas seluruh harta kekayaan tidak mengikat dan yang berlaku maksimal

1/3 (5) pengangkatan anak yang memutuskan hubungan keluarga dengan orang

tua angkatnya tidak mengakibatkan hak wasiat wajibah14

14

Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Bidang Perdata

Islam, h. 279-280

Page 54: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

44

BAB IV

PENGANGKATAN ANAK DI DAERAH DUREN TIGA

A. Gambaran Umum Kelurahan Duren Tiga dan Letak Geografisnya

Daerah khusus ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah ibu kota Negara Republik

Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki status

tingkat provinsi. Jakarta terletak di Tatar Pasundan, bagian barat laut Pulau Jawa.

Dahulu pernah dikenal dengan nama Sunda Kalapa (sebelum 1527), Jayakarta (1527-

1619), Batavia atau Jaccatra (1619-1942), Jakarta Tokubetsu Shi (1942-1945) dan

Djakarta (1945-1972).

Jakarta memiliki luas sekitar 661,52 km2 (lautan 6.977,5 km2) dengan

penduduk berjumlah 10.187.595 jiwa (2016). Wilayah metropolitan Jakarta

(Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa. Merupakan metropolitan terbesar

di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia.

Jayakarta adalah pemberian nama oleh Raden Fatahillah sebelumnya bernama

Sunda Kalapa, mengandung arti kemenangan atau kesejahteraan mutlak. Ada juga

yang menulis Jayakerta atau Jakerta. Kemudian menjadi umum dengan sebutan

Jakarta.1

1 Rachmat Ruchiat, Asal Usul Nama Tempat di Jakarta, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012), hal. 9

Page 55: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

45

Kota Jakarta dibagi lima wilayah administratif, Utara, Timur, Selatan, Barat

dan Pusat Jakarta. Dengan luas 661,52 km2, dengan populasi penduduk 10.187.595

jiwa (2016).2 Wilayah Jakarta Selatan sendiri memiliki 10 Kecamatan : Jagakarsa, Ps.

Minggu, Cilandak, Kebayoran Lama, Pesanggrahan, Kebayoran Baru, Mampang,

Setia Budi, Tebet, Pancoran. Duren Tiga berada di dalam kecamatan Pancoran dan

tiga kelurahan lainnya, yaitu Kelurahan Pengadegan, Kalibata, dan Pancoran.

Kantor Kelurahan Duren Tiga terletak di jalan Minyak 1, Kecamatan

Pancoran Kotamadya Jakarta Selatan Propinsi DKI Jakarta (Kode Pos 12760),

memiliki luas wilayah 2.45 km2, terdiri dari 6.325 keluarga (KK), 76 RT, 7 RW.3

Duren Tiga merupakan satu tempat atau kawasan kelurahan di kecamatan

Pancoran, namanya yang cukup unik membuat banyak pihak menyakini dahulu di

tempat itu ada tiga pohon duren (durian) besar yang tumbuh. Namun Zaenuddin HM

dalam bukunya mengungkapkan ada keterangan yang lebih kuat menjelaskan asal-

usul nama Duren Tiga.

Menurutnya penamaan Duren Tiga bukan berasal dari pohon duren melainkan

dari sebuah nama pabrik. Seperti diceritakan para sesepuh setempat, dahulu di sana

ada pabrik korek api bermerk Duren Tiga. Pabriknya terletak di pinggir jalan Duren

Tiga Raya bersebrangan dengan Kantor Perusahaan Listrik Negara. Kini, menjadi

2Wikipedia, 16 Maret 2016

3 Arsip Kantor Kelurahan Duren Tiga Jakarta Selatan 2014

Page 56: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

46

pabrik timbangan.4 Dalam buku Zeffry Alkatiri salah satu mata pencaharian

masyarakat Duren Tiga yang mayoritas betawi yaitu beternak sapi untuk dijadikan

susu perah.5

B. Pandangan Masyarakat Duren Tiga Mengenai Pengangkatan Anak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pandang memperoleh makna

penglihatan yang tetap dan relatif lama, menyelidiki sesuatu secara teliti.6 Dan

dengan ketambahan (an) berarti menyatakan suatu hal atau cara, maksudnya

pandangan adalah suatu hal dengan proses penyelidikan yang tetap dan lama.

Pandangan masyarakat sama juga dengan persepsi masyarakat. Seorang ahli

yang bernama Thoha mengungkapkan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses

kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang

lingkungannya baik lewat penglihatan maupun pendengaran.

Oleh karena itu demi tercapainya suatu pemahaman secara kompleks

mengenai pandangan masyarakat Duren Tiga tentang pengangkatan anak

diperlukannya proses wawancara agar variabel yang berkaitan berujung pada jawaban

atau hasil.

4 Koran Bisnis Online (m.bisnis.com/Jakarta/read/20141104/387/270465)

5 Zeffry Alkatiri, Jakarta Punya Cara, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012), hal. 125

6KBBI Online, 17 Maret 2016.

Page 57: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

47

Di masyarakat Duren Tiga ditemukan beberapa responden yang melakukan

pengangkatan anak sebagai berikut :

1. Pasangan Ibu Atin dan Udin, pendidikan SMA, pekerjaan wirausaha, alamat

Jalan Kemang Utara IX Yayasasan Ummi Rahmah 01/005. Mereka

mengangkat anak pada tahun 2013 dan usia anak dalam keadaan baru lahir.

Orang tua angkat berasal dari Jawa Tengah. Tujuan pengangkatan anak ini

dikarenakan sudah menikah selama 7 tahun namun belum kunjung dikaruniai

keturunan.

2. Pasangan Andi dan Teti, pendidikan Diploma 3, Pekerjaan wiraswasta dan

karyawan, alamat Jalan Kemang Utara IX Yayasasan Ummi Rahmah 02/005.

Mereka mengangkat anak pada tahun 2012 dan usia anak dalam keadaan baru

lahir. Orang tua angkat berasal dari Sukabumi. Tujuan pengangkatan anak ini

dikarenakan faktor rahim si istri yang sudah di angkat karena sakit tetapi ingin

memiliki anak lagi.

3. Pasangan Hartati Yanti dan Abdurrahman, Strata 1, pekerjaan Pegawai Negeri

Sipil dan Wiraswasta, alamat Jalan Kemang Utara IX Gang. H. Ibrahim

03/03. Mereka mengangkat anak pada tahun berapa 2010 pada usia anak

berumur 12 tahun. Orang tua angkat berasal dari Sumatera Barat. Tujuan

pengangkatan anak ini karena memiliki rasa belas kasihan yang orang tua

kandung memiliki ekonomi sulit.

Page 58: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

48

4. Pasangan Najib dan Farah, SMA, pekerjaan Wiraswasta, alamat Jalan

Kemang Utara IX Yayasan Ummi Rahmah 01/03. Mereka mengangkat anak

pada tahun 2006 pada usia anak dalam keadaan baru lahir, anak yang diangkat

dari kerabat dekat. Orang tua angkat berasal dari Jakarta. Tujuan

pengangkatan anak ini di karenakan tidak memiliki keturunan.

5. Pasangan Basyir dan Umi, Pedidikan Strata 1 dan SMA, Pekerjaan Karyawan

Swasta, alamat Jalan Kemang Utara IX Yayasasan Ummi Rahmah 01/03.

Mereka mengangkat anak pada tahun 1994 pada usia anak dalam keadaan

baru lahir. Orang tua berasal dari Betawi. Tujuan pengangkatan anak ini di

karenakan selama perkawinan tidak kunjung dikaruniai anak.

6. Tokoh masyarakat Luthfi, menjelaskan perihal adat Betawi yang menurutnya

kuat dalam memeluk agamanya sehingga sulit ditaklukan penjajah seperti

halnya Daerah Istimewa Aceh, dalam kaitannya pada pengangkatan anak

beliau merasa tidak ada suatu ritual atau prosesi dalam mengangkat anak.

masyarakat adat Betawi hanya menegaskan tidak bolehnya menganggap anak

angkat seperti anak kandung, seperti yang diperintahkan al-Quran.

Dari hasil wawancara, pengangkatan anak yang dilakukan oleh masyarakat

Duren Tiga di lakukan dengan motif yang berbeda-beda di antaranya adalah karena

istri yang sudah tidak dapat memiliki keturunan lagi setelah melakukan operasi ceaser

setelah melahirkan anak keduanya,7 tidak mempunyai keturunan karena faktor bilogis

7Andi Kosasih Sanjaya, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Maret 2016).

Page 59: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

49

(mandul),8 ada yang melakukan pengangkatan anak agar bisa cepat mendapatkan

keturunan atau (pancingan),9 dan sebagai rasa belas kasihan terhadap anak terlantar,

dan juga terhadap anak yatim piatu.10

Ada dua faktor yang sangat mendasar mengapa suatu keluarga melakukan

pengangkatan anak jika disimpulkan, (1) faktor biologis (2) faktor belas kasihan.

Faktor biologis yaitu sebuah pernyataan prediksi dari seorang dokter bahwa tidak

atau susah mendapatkan anak (keturunan), jadi sebuah tabiat/naluriyyah sebuah

keluarga disini maksudnya suami dan istri untuk mendidik, mengasuh dan menjaga

anak, oleh karena itu diangkatlah seorang anak, bahkan lebih dari satu. Faktor belas

kasihan yaitu sebuah motif pengangkatan anak didasari rasa iba, mengingat orang tua

kandung tidak mampu atau sudah meninggal dunia, oleh karena itupun diangkatlah

seorang anak untuk dididik, disekolahkan dan dijaga.

Dua pandangan masyarakat yang dapat digaris bawahi, bahwa : (1) cara

pandang mengenai pengangkatan anak dengan kacamata agama, disini dimaksudkan

Islam (2) cara pandang memakai kacamata adat. Yang menjadi perbedaan adalah

tentang pemahaman dalam ilmu agama. Bagi yang tidak memahami betul tentang

ilmu agama, pasti mengangkat anak dengan cara pandang memakai hukum adat.

Akan tetapi yang menarik, dalam hukum adat ada unsur syar’i didalamnya, yaitu

8 Atin, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Maret 2016).

9 Basyir dan Umi, Wawancara Pribadi, (Jakarta:18 Maret 2016).

10

Hartati Yanti, Wawancara Pribadi, (Jakarta:18 Maret 2016).

Page 60: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

50

tidak ada larangan nash Alquran yang dipergunakan, contoh: tidak menjadikan anak

angkat sebagai anak kandung murni.

Dari lima (5) informen yang di wawancarai, hanya dua keluarga yang

mengangkat anak yang sesuai kacamata agama, yaitu bapak Basyir dan ibu Umi

kemudian keluarga ibu Hartati Yanti dan bapak Abdurrahman. 3 keluarga yang lain

yaitu bapak Andi kosasih dan ibu Teti, bapak Najib dan ibu Farah, dan Ibu Atin dan

Bapak Udin memandang pengangkatan anaknya mengikuti kebiasaan-kebiasaan latar

belakang daerahnya.

Maksud dari kacamata agama disini khususnya Islam, mereka berhati-hati

(ihtiyath) dalam mengangkat anak yaitu contohnya mengangkat anak hanya seorang

anak laki-laki, sama seperti pengangkatan anak oleh Nabi Muhammad. Dan maksud

dari kacamata adat adalah karena kebutuhan akan memiliki anak, mereka yang

mengangkat anak didorong faktor adat di daerah masing-masing, contohnya

wawancara dengan ibu Atin yang telah 8 tahun usia pernikahan tetapi belum

dikaruniai keturunan, menurut kebiasaan adat Jawa mancing yaitu memelihara atau

mengasuh anak dari kerabat dekat dengan tujuan agar kelak cepat mendapatkan

momongan.

C. Tradisi Pengangkatan Anak di Duren Tiga

Tradisi (العرف/العادة) dalam pandangan Islam berasal dari perkataan Rasulullah

SAW dari Abdullah bin Mas’ud Radiya Allah anhu, حسن ما رآه المسلمون حسنا فهو عند للاه

Page 61: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

51

“Perkara yang dilihat/dipandang orang muslim bersifat baik maka Allah pun

memandang perkara tersebut baik” hadis mawquf, Imam Ahmad dalam Musnadnya.11

Ulama Mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa hukum yang ditetapkan

berdasarkan urf yang shahih (benar), bukan yang fasid (rusak/cacat) sama dengan

yang ditetapkan berdasarkan dalil syar’iy. Para ulama yang menyatakan bahwa urf

merupakan salah satu sumber dalam istinbath hukum, menetapkan bahwa ia bisa

menjadi dalil sekiranya tidak ditemukan nash dari Al-Quran dan Hadis. Dengan

catatan urf tidak betentangan dengan dalil qath’iy dari Al-Quran dan Hadis.12

Tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendapatkan arti adat

kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam

masyarakat, penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan

yang paling baik dan benar.13

Di daaerah Jakarta, orang lazim mengangkat anak, anak angkat biasa disebut

anak pungut. Di daerah Pondok Renggong disebut anak pulung, di daerah tebet

kukutan. Anak yang dijadikan anak angkat tidak ada ketentuan batas umur.

11

Zaynuddin, Al-Asybah wa an-Nazhair ‘ala mazhab Abi Hanifah An-Nu’man,(Lebanon: Dar-

Alkutb Al-ilmiah, 1999), h. 79

12

Saefullah Ma’sum dkk, Ushul Fiqh Muhammad Abu Zahrah, (Jakarta: Pustaka Firdaus,

2011), h. 417

13

KBBI Online 17 Maret 2016.

Page 62: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

52

Umumnya anak-anak yang masih di bawah umur (balita), bahkan ada yang di minta

sejak dalam kandungan.14

Di Jawa Barat, tepatnya di Sukabumi pengangkatan anak dilakukan dengan

suatu selamatan kecil pada saat penyerahan anak angkat, dan di istilahkan dengan

membeli anak angkat dengan nilai rupiah yang sekedarnya. Di Jawa Tengah hukum

adat atau tradisi, tidak memberi ketentuan tentang cara mengangkat anak, hanya

dengan adanya persetujuan kedua belah pihak. Di Aceh, pengangkatan anak disebut

anceuk geuteung, di Meulaboh disebut anak anak pungut atau anak seubut, sifatnya

hanya memelihara saja dan tidak mempunyai akibat hukum lain.15

Duren tiga merupakan kawasan yang notabenenya penduduk asli berbudaya

betawi (masyarakat adat betawi) di era modern zaman sekarang banyaknya pendatang

dari luar daerah yang mencari peruntungan di Jakarta, maka dari itu terjadinya

percampuran-percampuran kebiasaan penduduk pendatang dengan masyarakat asli

betawi, maksud disini saling berdampingan, masyarakat asli dengan budaya Betawi

dan pendatang dengan budaya masing-masing; ada Jawa, Sunda, Minang, Aceh dan

lain-lain.

Tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga mengikuti kebiasaan/adat yang

mengangkat anak (pengangkat anak), di Betawi sendiri anak angkat diutamakan dari

14

B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat Hukumnya

dikemudian hari, (Jakarta: Rajawali, 1989), h. 54

15

B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat Hukumnya

dikemudian hari, h. 103

Page 63: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

53

kerabat dekat, dan tidak ada ceremonial dalam hal pengangkatan anak, yang

terpenting sesuai aturan Islam16

maksud disini adalah tidak menjadikan anak angkat

sebagai anak kandung. Dan kemudian budaya pendatang dengan masing-masing latar

belakang daerah.

Masyarakat adat Betawi menjelaskan diutamakan mengangkat anak dari

kerabat dekat, ini sejalan dengan perintah al-Quran surat an-Nisa [4] : 36, Sembahlah

Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat

baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang

miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil

dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang

sombong dan membangga-banggakan diri.

Akan tetapi seharusnya bagi masyarakat Indonesia dalam mengangkat anak

harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, tata cara

pengangkatan anak diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007

yang dijelaskan lebih rinci dalam Peraturan Menteri Sosial No. 110 tentang

Persyaratan Pengangkatan Anak, peraturan tersebut menyebut bahwa pengangkatan

anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak boleh

memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.

16

Lutfi, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Maret 2016).

Page 64: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

54

Lebih jelasnya alur pengangkatan anak dimulai dari melakukan pengajuan

pengangkatan anak melalui Dinas Sosial, kemudian Dinas Sosial melakukan

pengecekan home visit ke rumah calon oran tua angkat dengan tujuan mengetahui

kelayakan secara ekonomi dan psikososial, setelah itu hasil dari home visit dirapatkan

ke tim pertimbangan perizinan pengangkatan anak, apabila dinyatakan layak, calon

anak angkat diperbolehkan di asuh calon orang tua angkat selama enam bulan namun

sifatnya masih ujicoba atau dalam pengawasan Dinas Sosial, setelah semua step

dilakukan calon orang tua angkat melakukan penetapan di Pengadilan di wilayah

calon orang tua angkat.

Yang menjadi catatan penting, bahwa semua kultur budaya dalam hal apapun;

Pernikahan, Waris, Muamalah, sampai Pengangkatan Anak dibolehkan asal tak

bertentangan dengan nash. Bahkan lebih jauh penyusun sepakat dengan Ulil Abshar-

Abdalla dalam cuitan di Twitter menyebutkan bahwa Islam tidak akan bisa

mengalahkan adat lokal. Sebaliknya, adat lokal bisa diperkaya dengan nilai-nilai

Islam. Keduanya berhubungan secara simbiosis.

Akan tetapi sebagai warga negara yang baik seharusnya pengangkatan anak

dilakukan sesuai dengan prosedur peraturan yang berlaku demi terciptanya ketertiban

hukum dan anak yang diangkat sah dimata hukum.

D. Akibat Hukum dari Tradisi Pengangkatan Anak di Duren Tiga

Page 65: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

55

Pengangkatan anak merupakan suatu perbuatan hukum yang mengalihkan

status seorang anak ke dalam keluarga baru. Oleh karena motif yang berbeda-beda

atau adanya tradisi di dalamnya maka pengangkatan anak di Duren Tiga memiliki

ciri yang khas dan berimplikasi hukum, baik ditinjau dari aspek sosiologis maupun

hukum adat yang dibawa.

Telah disinggung di atas bahwa Duren Tiga merupakan kawasan masyarakat

adat Betawi dan berkembangnya zaman banyak pendatang yang menempati wilayah

Jakarta termasuk Duren Tiga. Akan tetapi jika dilihat lebih dalam meskipun berbeda

budaya terdapat tujuan atau kesamaan memiliki keinginan untuk mendidik anak

meski bukan anak kandung.

a) Hubungan anak angkat dengan orang tua kandung

Karena banyak yang mengangkat anak dengan kerabat dekat, hubungan anak

angkat dengan orang tua kandung tidak berjarak, saling mengawasi, atau merawat

anak. Hanya saja tempat tinggal dan biaya sehari-hari berada dalam kekuasaan

orang tua angkat. Adapun pengangkatan anak di luar kerabat dekat, secara tujuan

memiliki kesamaan17

yaitu mendidik anak meski bukan anak kandung, mengenai

status anak angkat, orang tua angkat berpendapat akan menjelaskan secara dewasa

jika waktunya sudah tepat bahwa yang bersangkutan (anak angkat) bukanlah anak

kandungnya. Menurut penulis ini sangat sesuai dengan pengamalan Nabi

Muhammad dalam Islam, hanya saja ketika dewasa apabila telah mengetahui

17

Andi kosasih Sanjaya, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Maret 2016).

Page 66: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

56

status anak angkatnya, ia diberi kebebasan untuk tinggal di tempat orang tua

angkat atau orang tua kandungnya sesuai pilihannya.

b) Administrasi Kependudukan

Keluarga dari bapak Andi dan ibu Teti mengakui anak angkat tercatat dalam akta

kelahiran sesuai dengan keluarga orang tua angkat, dengan membuat perjanjian

dengan orang tua kandung di depan notaris, ia beranggapan kelak orang tua

kandung tidak memerasnya suatu saat kelak, jadi meyakini bahwa akta notaris

sebagai surat yang berkekuatan hukum, menurut hemat penulis dengan membuat

permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Agama, itu sudah cukup sebagai

surat yang legal. Dan empat (4) keluarga yang lainnya menjelaskan bahwa anak

angkat tercatat sesuai orang tua kandung.

c) Perwalian Anak Angkat

Menurut pengakuannya karena mengingat sekarang masih berusia 4 tahun apabila

anak angkat perempuan telah sampai jenjang pernikahan maka ayah kandung

dikabarkan bahwa anaknya ingin menikah dan dimohon kesediaannya mengingat

orang tua kandung bertempat tinggal jauh dari orang tua kandungnya, akan tetapi

orang tua angkat menjelaskan akan berupaya untuk mendatangkan orang tua

kandung18

. Dalam fiqh munakahat tercantum 3 kelompok orang yang berhak

menjadi wali, yaitu wali nasab, wali mu’thiq, dan wali hakim, kedudukan wali

18

Andi Kosasih Sanjaya, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Maret 2016).

Page 67: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

57

hakim disini dapat menggantikan wali nasab, apabila wali nasab di nyatakan

hilang, meninggal atau tidak dapat menghadiri.19

d) Waris untuk anak angkat

Keluarga bapak Basyir dan ibu Umi dan keluarga Hartanti Yanti mengetahui

bahwa 1/3 merupakan bagian maksimal untuk anak angkat, meski ada beberapa

yang belum faham mengenai waris anak angkat. Menurutnya belum terfikirkan

sampai ke pembagian waris.20

Menurut Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal bagian waris untuk anak

angkat atau sebaliknya orang tua angkat mendapat waris dari harta anak angkat,

pembagian harta anak atau orang tua angkat dikenal dengan bagian wasiat wajibah,

menurut KHI pasal 209 baik ayat (1) dan (2) menyebutkan bahwa orang tua atau anak

angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3

dari harta orang tua atau anak angkat.

19

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana 2009), h.75 20

Basyir, Wawancara Pribadi, (Jakarta: 18 Maret 2016).

Page 68: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengangkatan anak studi masyarakat duren tiga, maka penulis

menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Masyarakat Duren Tiga memandang bahwa anak angkat tidak bisa disamakan

dengan status anak kandung, dan untuk para pendatang melatar belakangi

pengangkatan anaknya dari daerah masing-masing, yang utama dari pengangkatan

anaknya tidak adanya larangan ajaran Islam yang dijalankan.

2. Mengenai tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga warga yang mengangkat anak

mengakui tidak ada tradisi khusus, tidak ada ceremonial kemudian mengangkat

anak dengan cara orang-orang atau saudara yang telah mengangkat anak lebih

dahulu. pengangkatan anak dilakukan dengan motif untuk menyalurkan kasih

sayang karna sebagai tabiat suami/istri mendidik, mengasuh, dan menjaga anak.

3. Akibat dari tradisi pengangkatan anak di Duren Tiga memiki suatu hubungan

antara anak angkat dengan orang tua kandung yang baik, karena kebanyakan dari

yang mengangkat anak dari kerabat dekat, oleh karenanya orang tua angkat dan

kandung saling mengawasi mendidik demi kesejahteraan anak.

Page 69: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

59

B. Saran-saran

Dari kesimpulan di atas, saran penulis dalam permasalahan pengangkatan anak studi

masyarakat Duren Tiga sebagai berikut :

1. Diharapkan adanya sosialisasi instansi terkait tentang prosedu(Jakarta: Kencana,

2013)r pengangkatan anak, karena mengingat masih banyaknya masyarakat

khususnya Duren Tiga yang belum mengetahui mengenai Undang-Undang yang

terkait yaitu UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 di dukung PP No. 54

tahun 2007 dan lebih rinci dijelaskan didalam Permensos No. 110 Tahun 2009

tentang Persyaratan Pengangkatan Anak.

2. Disarankan pada Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri agar prosedur

pengangkatan anak dilakukan dengan mekanisme yang mudah. Mengingat

banyaknya masyarakat yang anti-birokrasi karena prosesnya yang begitu lama.

3. Disarankan bagi orang tua yang beragama Islam dan ingin mengangkat anak

melalui proses permohonan pengangkatan anak ke Pengadilan Agama yang me-

wilayahi tempat tinggalnya.

Page 70: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

60

Daftar Pustaka

Ahmad Kamil dan M Fauzan, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di

Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 2010)

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997)

Andi Syamsu Alam, M. Fauzan, Hukum Pengangkatan Anaka Persektif Islam,

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007)

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia; Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana 2009)

Arsip Kantor Kelurahan Duren Tiga Jakarta Selatan 2014

Asep Saepudin Jahar, dkk, Hukum Keluarga, Pidana dan Bisnis Kajian Perundang-

Undangan Indonesia, Fikih dan Hukum Internasional, (Jakarta: Kencana,

2013)

Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat Serta Akibat-akibat

Hukumnya dikemudian hari, (Jakarta: Rajawali, 1989)

Bushar Muhammad, Pokok-pokok Hukum Adat, (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2006)

Deklarasi Hak-Hak Anak, Media Center, Surabaya 2006

Djaja S. Meliala, Pengangkatan Anak (Adopsi) di Indonesia, (Bandung: Tarsito,

1982)

Edi Riadi, Dinamika Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Dalam Bidang

Perdata Islam, (Depok, 2011)

Fuad Muhammad Fachrudin, Masalah Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Pedoman

Ilmu, 1991)

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengangkatan Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Suara

Uidilag, 2007, Vol 3, No. X, Mahkamah Agung RI)

Ibrahim Anis dan Abd. Halim Muntasir et al., Al Mu’jam Al Wasith, (Mesir: majma’

al-lughah al-arabiah, 1392/1972m)

Page 71: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

61

Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta: Bumi Aksara,

1990)

M. Budiarto, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, (Jakarta: Akademika

Pressindo, 1985)

M. Nurul Irfan, Nasab dan Status Anak dalam Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2012)

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta, Lentera Hati, 2002)

Mahmud Syaltut, Al- Fatawa, (Mesir: Dar al Syuruk, 1991)

Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Jakarta, (Sinar

Grafika: 2002)

Muhammad Reza Afwi, Pengangkatan Anak Berdasarkan Hukum Positif dan

Implementasinya di Pengadilan Agama, (Jakarta: LP UIN Syarif

Hidayatullah, 2011)

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988 Tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi

Anak yang Mempunyai Masalah, Konsideran (a)

Poerwadarminta, Kamus Hukum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)

R. Soeroso, Perbandingan Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001)

Rachmat Ruchiat, Asal Usul Nama Tempat di Jakarta, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012)

Saefullah Ma’sum dkk, Ushul Fiqh Muhammad Abu Zahrah, (Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2011)

Soejono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001)4e

Subhan Abdullah dkk, Ensiklopedia Hadits 2; Shahih Bukhari, )Jakarta: Almahira,

2012)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23/2002, Tentang Perlindungan Anak, Pasal

39 Ayat 2.

Page 72: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

62

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006, (Jakarta: Mahkamah

Agung RI Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama, 2006)

Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Konsideran

(a)

W. A. Gerungan Dipl., Psych, Psikologi Sosial Suatu Ringkasan, (Jakarta: Eresco,

1977)

Wahbah Zuhaili, Mausuah Al-Fiqh Al-Islami wa Al-qadlaaya Al-Ma’aashirah,

(Damaskus: Dar-Alfikr, 2010)

Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Kuwait: Dar Al-Qalam, 2008)

Zaynuddin, Al-Asybah wa an-Nazhair ‘ala mazhab Abi Hanifah An-

Nu’man,(Lebanon: Dar-Alkutb Al-ilmiah, 1999)

Zeffry Alkatiri, Jakarta Punya Cara, (Jakarta: Masup Jakarta, 2012)

KBBI Online

Koran Bisnis Online (m.bisnis.com/Jakarta/read/20141104/387/270465)

Wikipedia

Page 73: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

PEDOMAN WAWANCARA

1. Apa yang melatar belakangi bapak/ibu mengangkat anak?

Jawab : Faktor utama dalam mengangkat anak yaitu istri yang sudah seteril yang

sebelumnya dianjurkan oleh dokter mengingat kondisi rahim istri saat melahirkan

anak kedua lemah.

2. Bagaimana bapak/ibu mengangkat anak, lewat pengadilan kah? Pengadilan Negeri

atau Agama? Atau secara kekeluargaan?

Jawab : Saya mengangkat anak dengan cara kekeluargaan saja.

3. Pada saat umur berapa tahun bapak/ibu mengangkat anak?

Jawab : Sejak dalam kandungan, mengingat keadaan orang tua kandung yang

memiliki banyk anak namun ekonomi yang tidak berkecukupan.

4. Adakah faktor tradisi-tradisi dalam hal pengangkatan anak ini?

Jawab : Tidak ada faktor apa apa, melainkan hanya untuk ibadah semata menolong

orang tanpa paksaan.

5. Dalam peraturan pengangkatan anak dijelaskan bahwa anak angkat harus mengetahui

orang tua kandungnya, pada saat umur berapa bapak/ibu menjelaskannya?

Jawab : Dengan berjalannya waktu kami (saya dan istri) akan menjelaskan secara

dewasa bila saatnya tiba.

6. Bagaimanakah administrasi kependudukan anak angkat? Mengenai KK, ataupun Akta

lahir?

Jawab : Karena saya dan orang tua kandung anak itu membuat perjanjian tertulis di

depan notaris maka akta kelahiran dan administrasi kependudukan lainnya tercatat

dalam keluarga saya.

7. Bagaimana hubungan anak angkat dengan orang tua kandung?

Page 74: PENGANGKATAN ANAK (STUDI DI MASYARAKAT DUREN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · anak. Apakah status sosial memengaruhi cara pengangkatan anak, bagaimana pengangkatan

Jawab : Tidak ada hubungan antara anak angkat dengan orang tua kandung. Karena

keterbatasan jarak yang jauh.

8. Kelak setelah dewasa dan memutuskan untuk menikah, bagaimana mengenai wali

pernikahannya?

Jawab : Untuk memasuki jenjang pernikahan kami mengusahakan menghubungi

keluarga garis ayah dari anak angkat kami.

9. Mengenai waris, adakah bagian untuk anak angkat?

Jawab : Mengenai hak waris kelak akan kami fikirkan karena saat ini mengingat baru

berusia 3th.

10. Bagimana pandangan masyarakat/tokoh warung buncit mengenai pengangkatan anak?

Jawab : Tidak ada.

Responden

Andi Kosasih Sanjaya