PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT...

14

Click here to load reader

Transcript of PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT...

Page 1: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

48

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM

POSITIF DI INDONESIA

Oleh:

Sri Praptianingsih Ahmad Fahim Kurniawan

Abstrak

Dalam suatu perkawinan antara suami dan istri, senantiasa memerlukan keturunan atau anak, sebab anak adalah sebagai penerus keturunannya, walaupun ada golongan manusia tertentu yang tidak mampu melahirkan anak sebagai keturunannya. Dalam keadaan yang demikian ini, kadang-kadang timbul pikiran untuk melakukan pengangkatan anak

Menurut hukum adat, upacara adat yang dilakukan dalam pelaksanaan pengangkatannya disetiap daerah di Indonesia itu sangat berbeda-beda dan tanpa adanya Upacara Adat didalam pelaksanaan pengangkatan anak, maka pelaksanaan pengangkatan anak tersebut tidak syah. Hal ini mempunyai akibat hukum terhadap kedudukan anak angkat tersebut dianggap tidak syah sebagai anak angkat. Menurut KHI dalam pengangkatan anak memandang golongan atau keturunan tapi memandang dari segi agama. Maksudnya dalam pengangkatan anak tersebut harus seagama. Menurut hukum positif dalam pengangkatan anak diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak dan Undang- undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Kata Kunci: Anak Angkat, Hukum Adat, Kompilasi Hukum Islam

Abstract In a marriage between husband and wife, always requires the descendants or children, because

children are heirs to the offspring, although there are certain classes of human beings who are unable to bear children as offspring. In that case, the mind sometimes arise for adoption

Under customary law, traditional ceremonies are performed in the execution of his appointment in every region in Indonesia is very different and without any Ceremony in the implementation of the adoption, the implementation of the adoptions were not valid. This has the legal effect of the position adopted child shall be deemed invalid as a foster child. According to KHI in the removal of the child or descendant view class but looking at in terms of religion. That is the removal of the child must co-religionists. According to the adoption of positive law regulated in Government Regulation No. 54 of 2007 on the adoption and implementation of Law No. 23 of 2002 on child protection. Keywords: Adopted, Customary Law, Islamic Law Compilation

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam suatu perkawinan antara

suami dan istri, senantiasa memerlukan

keturunan atau anak, sebab anak adalah

sebagai penerus keturunannya, walaupun

ada golongan manusia tertentu yang tidak

mampu melahirkan anak sebagai

keturunannya. Dalam keadaan yang

demikian ini, kadang-kadang timbul

pikiran untuk melakukan pengangkatan

anak, akibatnya anak yang di angkat itu

dapat dijadikan sebagai anggota keluarga

yang melakukan pengangkatan anak

tersebut.

Sejak zaman dahulu tentang

pengangkatan anak ini sudah sering

dilakukan dengan cara dan motivasi yang

Page 2: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

49

berlainan, sesuai dengan sistem

kekeluargaan yang berlaku dalam

masyarakat di Indonesia. Oleh karena

pengangkatan anak ini mempunyai akibat

hukum maka dalam pelaksanaannya

diperlukan suatu peraturan yang mengatur

khusus.

Di dalam suatu Negara yang

merdeka seperti Negara Republik

Indonesia, bukan berarti segala peraturan

khususnya dalam bidang hukum adat

menjadi hapus sama sekali, melainkan

dinyatakan masih berlaku selama belum

ada peraturan yang baru untuk

manggantinya.

Pengangkatan anak menurut hukum

adat sering dikenal sebagai usaha

mengambil anak bukan keturunannya

sendiri dengan maksud untuk memelihara

dan memperlakukannya sebagai anak

sendiri. Pada umumnya masyarakat

Indonesia lebih suka mengangkat anak

dari kalangan keluarga sendiri, di mana

tanpa melalui prosedur pengadilan.

Adapun alasan untuk melakukan

pengangkatan anak disebabkan karena :

1. Untuk memperkuat pertalian

kekeluargaan dengan orang tuanya

yang di angkat.

2. Kadang-kadang oleh sebab belas

kasihan, jadi untuk menolong anak itu.

3. Berhubung dengan kepercayaan,

bahwa oleh karena mengangkat anak

itu, kemudian akan mendapat anak

sendiri.

4. Mungkin pula untuk mendapatkan

bujang di rumah, yang dapat

membantu pekerjan sehari-hari.

5. Tidak mempunyai keturunan

6. Tidak ada penerus keturunan

7. Menurut adat perkawinan setempat.

Dalam perumusan pengertian istilah

yang dilakukan oleh para sarjana arti

pengangkatan anak mempunyai

pengertian dan tujuan sendiri.

Menurut hukum adat, wilayah yang

dikenal sebagai Indonesia sekarang ini

dapat dibagi menjadi beberapa lingkungan

atau lingkaran adat. Seorang pakar

Belanda, Cornelis Van Vollenhoven

adalah yang pertama mencanangkan

gagasan seperti ini. Menurutnya daerah di

Nusantara menurut hukum adat bisa

dibagi menjadi 23 lingkungan adat

berikut:

1. Aceh

2. Gayo dan Batak

3. Suku Nias dan sekitarnya

4. Minangkabau

5. Mentawai

6. Sumatra Selatan

7. Enggano

Page 3: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

50

8. Melayu

9. Kepulauan Bangka dan Belitung

10. Kalimantan Dayak

11. Sangihe-Talaud

12. Gorontalo

13. Toraja

14. Sulawesi Selatan

15. Maluku Utara

16. Maluku Kota Ambon

17. Maluku Tenggara

18. Papua

19. Nusa Tenggara

20. Bali dan Lombok

21. Jawa dan Madura

22. Mataram

23. Jawa Barat Sunda.

Pengertian istilah pengangkatan

anak disesuaikan dengan tata cara adat

masyarakat setempat yang terdapat di

Indonesia menurut sistim kekeluargaan

masing-masing, untuk itu penulis

menjabarkan sedikit tentang pengertian

anak angkat pada masyarakat Patrilineal,

Matrilneal dan Parental. Pada masyarakat

yang sistim kekeluargaannya Parental,

seperti di Jawa, Madura atau daerah

lainnya, dalam pengangkatan anak

mempunyai istilah sendiri-sendiri,

misalnya anak kukut atau anak pulung

(Sunda) anak pungut (Jakarta), mupu anak

(Jawa Tengah), anak ngapek (Jawa

Timur), dan tujuannya berlain-lain pula.

Pengangkatan anak di Jawa dan Madura

pada umumnya di daerah lainnya yang

sifat kekeluargaannya parental, kedudukan

anak angkat itu tiadak memutuskan

pertalian keluarga antara anak yang di

angkat dengan orang tua kandungnya

sendiri.

Anak angkat itu masuk dalam

kehidupan atau rumah tangga atau somah

orang tua yang mengambil anak sebagai

anggota rumah tangga, akan tetapi sama

sekali tidak berkedudukan sebagai anak

kandung dengan fungsi untuk meneruskan

keturunan dari bapak angkatnya, dan

dalam hal ini dikatakan ia berkewajiban

lain dengan anak kandung.

Pada masyarakat yang sistim

kekeluargaannya Patrilineal, seperti di

Bali atau daerah-daerah lainnya,

kedudukan anak itu betul-betul

memutuskan pertalian keluarga antara

yang di angkat dengan orang tua

kandungnya sendiri. Anak angkat itu

masuk dalam kehidupan atau rumah

tangga orang tua yang mengangkatnya ,

kedudukannya sebagai anak kandungnya

sendiri dengan fungsi untuk meneruskan

keturunan orang tua angkatnya, bukan

mewaris harta peninggalan orang tua

angkatnya, dan pengangkatan anak

dilakukan dengan upacara "pemerasan"

(pemutusan) dengan orang tua

Page 4: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

51

kandungnya dan ia sepenuhnya menjadi

anak dari orang tua yang mengangkatnya.

Pada masyarakat Matrilineal dalam

hal pengangkatan anak, jarang sekali

terjadi, karena pada masyarakat

Matrilineal yang mengikuti garis ibu,

seperti di Minangkabau pada prinsipnya

tidak dikenal pengangkatan anak, karena

masyarakatnya mayoritas beragam Islam

dan di dalam hukum Islam hanya dapat

dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-

ketentuan sebagai berikut:

1. Tidak memutuskan hubungan darah

antara anak yang di angkat dengan

orang tua biologis dan keluarga.

2. Anak angkat tidak berkedudukan

sebagai pewaris dari orang tua

angkatnya, melainkan tetap sebagai

pewaris dari orang tua kandungnya,

demikian juag orang tua angkatnya

tidak berkedudukan sebagai pewaris

dari anak angkatnya.

3. Anak angkat tidak boleh

mempergunakan nama orang tua

angkatnya secara langsung, kecuali

sekedar sebagai tanda pengenal atau

alamat.

4. Orang tua angkat tidak dapat bertindak

sebagai wali terhadap anak angkat.

Pengangkatan anak khususnya

terhadap keluarga muslim penetapannya

dapat diperoleh dipengadilan agama,

sebagaimana ditetapkan dalam Undang

Undang No.7 Tahun 1989 tentang

pengadilan agama yang saat ini dirubah

dengan ketentuan Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2006 tentang perubahan. Undang

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

pengadilan agama. Pengaturan

pengangkatan anak juga diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun

2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan

Anak, ketentuan inilah bagi orang

Indonesia asli ketentuan yang mengatur

tentang pengangkatan anak menurut

hukum positif.

Pengangkatan anak berdasarkan

hukum adat dan hukum positif dalam

pelaksanaannya sangat berbeda, hukum

adat yang diambil dalam penelitian ini

yaitu adat Jawa, Bali dan Minangkabau,

pengangkatan anak yang berdasarkan

hukum adat mempunyai status hukum

yang berbeda antara daerah yang satu

dengan daerah yang lain, sedangkan

pengangkatan anak berdasarkan hukum

positif mempunyai status hukum yang

mengikat dan hukum ini berlaku pada saat

ini.

Berdasarkan latar belakang di atas,

maka penulis tertarik untuk mengkaji dan

menuangkan dalam bentuk penulisan

hukum yang berjudul "Pengangkatan

Page 5: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

52

Anak Berdasarkan Hukum Adat dan

Hukum Positif di Indonesia"

2.1 RUMUSAN MASALAH

Bedasarkan latar belakang di atas

maka penulis menyusun permasalahan

sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur pelaksanaan

pengangkatan anak menurut Hukum

Adat, Kompilasi Hukum Islam dan

Hukum Positif di Indonesia.

II. KERANGKA TEORI

Prosedur Pengangkatan Anak

Pengangkatan anak menurut hukum

adat adalah suatu usaha mengambil anak

yang bukan keturunannya sendiri dengan

maksud untuk memeliharanya dan

memperlakukannya sebagai anak sendiri.

Mengenai pengangkatan anak apabila

ditinjau dari hukum adat adalah berbeda-

beda di setiap daerah sesuai dengan sistem

kekeluargaan yang berlaku pada daerah-

daerah tersebut, begitu pula mengenai tata

cara pengangkatannya juga tidak sama,

karena harus dilakukan menurut adat

kebiasaan setempat. Dengan demikian

anak tersebut diakui keabsahannya, baik

di dalam keluarga itu sendiri, maupun di

lingkungan masyarakat adat setempat.

Di berbagai daerah ada

pengangkatan anak yang dilaksanakan

dengan upacara adat besar yang

disaksikan oleh ketua adat dan hanya

diresmikan terbatas dalam keluarga dekat

atau tetangga saja dan ada pula yang

cukup dengan adanya pengakuan dari

orang tua angkat dan nampak dalam

pergaulan rumah tangga sehari-hari.

a. Prosedur pengangkatan anak

menurut hukum adat Jawa.

Menurut hukum adat Jawa yang

sistem kekeluargaannya parental atau

bilateral adalah masyarakat hukum yang

tidak mengenal clan. Clan ialah seseorang

yang menghubungkan dirinya keatas

melalui satu garis penghubung saja yaitu

penghubung secara patrilineal (garis

penghubung laki-laki atau hanya penarik

garis penghubung melalui garis

penghubung wanita). Pada masyarakat

parental atau bilateral seseorang

menghubungkan dirinya keatas dengan

ayah dan ibu, kakek dan nenek dan

seterusnya, keatas sampai kepada

sepasang suami istri yang dianggap

sebagai orang-orang yang diakui sebagai

orang-orang yang menurunkan mereka.

Pada masyarakat parental di Jawa harta

peninggalan dibagi-bagi hak

kepemilikannya diantara para ahli waris.

Anak laki-laki dan. perempuan tidak

dibedakan dalam hal mewaris mereka

Page 6: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

53

berhak mewaris harta bersama dan harta

asal. Sedangkan anak angkat hanya berhak

mewaris harta bersama atau harta gono-

gini dari orang tua angkatnya. Anak

angkat masih berhak mewaris harta

peninggalan orang tua kandungnya.

Proses pengangkatan anak berdasarkan

hukum adat Jawa pada umumnya yang

dilakukan adalah adanya persetujuan

kedua belah pihak antara orang tua

kandung dengan orang tua yang

mengangkat anak, dengan adanya

persetujuan itu mereka pergi ke balai desa

untuk memeberitahukan maksud mereka,

kepala desa membuat surat pernyataan

penyerahan anak yang ditandatangani oleh

kedua belah pihak. Surat pernyataan itu

turut ditandatangani oleh para saksi dan

diketahui oleh kepala desa dan camat,

dihadapan kepala desa dan stafnya terjadi

serah terima anak dari orang tua kandung

kepada orang tua angkat, setelah serah

terima diadakan selamatan mengundang

tetangga-tetangga terdekat dari orang tua

angkat dengan dibacakan doa selamatan

terlebih dahulu atas pengangkatan anak

tersebut. Syarat-syarat berupa pemberian

tidak ada pada pengangkatan anak di

Jawa, hanya saja didaerah tertentu ada

ketentuan tambahan yaitu orang tua

angkat haruslah cukup mampu untuk

menghidupi anak angkat tersebut supaya

tidak diterlantarkan, ditambah lagi bila

yang mengangkat anak adalah suami istri

maka harus ada persetujuan dari suami

istri untuk mengangkat anak bersama-

sama.

III. PEMBAHASAN

3.1 Prosedur pengangkatan anak di

Indonesia

a. Prosedur pengangkatan anak

menurut hukum adat Bali.

Susunan keluarga yang bersifat

patrilineal adalah suatu masyarakat

Hukum Adat dimana seseorang baik laki-

laki atau perempuan menghubungkan

dirinya keatas melalui garis penghubung

laki-laki. Pada masyarakat patrilineal yang

berhak mewaris harta peninggalan orang

tuanya yaitu anak kandung laki-laki dan

atau anak angkat laki-laki sedangkan anak

perempuan bukan merupakan ahli waris

dari orang tuanya, hal ini disebabkan

karena seorang perempuan setelah

melangsungkan perkawinan masuk

kedalam keluarga suaminya, begitu juga

anak-anaknya dan perkawinan dilakukan

perkawinan jujur. Dimana dalam

perkawinan seorang pria memberikan

barang atau uang kepada pihak mempelai

wanita.

Mengenai tata cara pengangkatan

anak pada masa patrilineal seperti di Bali,

mengangkat anak dari kalangan keluarga

Page 7: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

54

di sebut dengan "nyentanayang", anak

lazimnya diambil dari salah satu clan yang

ada hubungan tradisionalnya, yaitu yang

disebut purusa, tetapi akhir-akhir ini dapat

pula anak diambil dari luar clan itu,

bahkan di beberapa desa dapat pula

diambil anak dari lingkungan keluarga

istri (pradana), dalam keluarga dengan

selir-selir (gundik) maka apabila istri tidak

mempunyai anak, biasanya anak-anak dari

selir-selir itu diangkat untuk dijadikan

anak-anak istrinya.

Prosedur pengangkatan anak di Bali

adalah sebagai berikut:

Orang yang ingin mengangkat anak itu

lebih dahulu wajib membicarakan

kehendaknya dengan keluarganya

secara matang.

Anak yang akan diangkat hubungan

kekeluargaan dengan ibunya dan

dengan keluarganya secara adat harus

diputuskan, yaitu dengan jalan

membakar benang (hubungan anak

dengan keluarganya putus) dan

membayar menurut adat seribu kepeng

disertai pakaian disertai pakaian

wanita lengkap (hubungan anak

dengan ibu menjadi putus).

Anak kemudian dimasukkan dalam

hubungan kekeluargaan dari keluarga

yang mengangkatnya, istilahnya

diperas.

Pengumuman kepada warga desa

(siar).

Oleh karena itu, di Bali perbuatan

mengangkat anak adalah perbuatan hukum

melepaskan anak itu dari pertalian

keluarganya dengan orang tuanya sendiri

dan memasukkan anak itu ke dalam bapak

angkatnya, sehingga anak tersebut

berkedudukan sebagai anak kandung

untuk meneruskan keturunan bapak

angkatnya. Proses pengangkatan anak

menurut hukum adat Bali pada prinsipnya

adalah mengangkat anak orang lain untuk

dijadikan anak sendiri seperti anak

kandung dengan cara yang sah, oleh

karena itu orang yang pernah kawin tetapi

tidak memperoleh keturunan maka dapat

mengangkat anak, bila suami yang hendak

mengangkat anak maka ia akan minta

persetujuan istrinya terlebih dahulu dan

demikian pula sebaliknya si istri yang

hendak mengangkat anak haruslah dengan

persetujuan suaminya. Menurut hukum

adat Bali pengangkatan anak tidak boleh

diwakilkan tidak ada batas umur tertentu

yang dapat diangkat anak, baik yang baru

lahir maupun seorang yang sudah dewasa,

pokoknya anak angkat itu tidak boleh

lebih tua dari orang tua angkatnya.

Pengangkatan anak dilakukan dengan

upacara dihadapan seorang pemangku

adat atau pendeta dengan saksi-saksi

Page 8: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

55

perangkat desa yang bersangkutan,

kesamaan derajat atau golongan antara si

anak dengan orang tua angkat adalah

merupakan suatu syarat. Di daerah Bali

dikenal golongan-golongan seperti

Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudera,

Golongan si anak angkat harus sama

dengan golongan orang tua angkatnya,

setelah ada persetujuan dari kedua belah

pihak yaitu pihak yang mengangkat

dengan pihak keluarga orang tua kandung,

para juru desa mengumumkan lebih

dahulu tentang adanya pengangkatan

anak, gunanya untuk memberi kesempatan

kepada orang sedesa menyatakan

keberatannya, bila tidak ada pernyataan

itu maka setelah dua minggu atau lebih

menurut adat setempat upacara pemerasan

dapat di lakukan oleh seoarang balian atau

pendeta di bidang keagamaan dengan

disaksikan oleh para juru desa. Upacara

itu juga di hadiri juga oleh ibu bapak

kandung, ibu bapak angkat dan kepala

suku. Pengangkatan anak itu disampaikan

kepada Kepala Desa dalam bentuk surat

yang kemudian diteruskan kepada camat.

Camat membuat pengumuman lagi

mengenai pengangkatan anak tersebut dan

setelah tiga bulan berlaku tidak ada

keberatan yang di ajukan, maka camat

yang akan mengesahkannya dengan

mengeluarkan surat keputusan, dapat pula

kuputusan itu di sahkan oleh Bupati, bila

pada pengumuman pertama oleh para juru

desa adat terdapat pihak yang menaruh

keberatan maka tidak dilakukan

pengangkatan sebelum ada penyelesaian

dari pihak yang keberatan, kalau perlu

dilakukan secara musyawarah di muka

camat, bila gagal camat dapat

menyarankan melanjutkan ke pengadilan.

Pengumumman oleh para juru desa adat

itu cukup berupa pemberitahukan bahwa

akan ada pengangkatan anak, karena

mereka telah menjajaki terlebih dahulu

keadaan dari pada mereka yang hendak

mengangkat anak dan tentang siapa yang

dapat diangkat anak. Syarat kedua

pengangkatan anak sebagai mana ialah

anak angkat hendaklah dari hubungan

darah terdekat, maksudnya msasyarakat

Bali dalam pengangkatan anak harus

mengutamakan mengangkat anak dari

kalangan saudara atau familinya terlebih

dahulu. Putusan Pengadilan Negeri

Denpasar tanggal 21 Juni tahun 1967

berbunyi: pengangkatan seorang anak

menurut hukum adat Bali dianggap sah,

apabila disiarkan di banjar, setelah itu

barulah dilangsungkan upacara

"pemerasan" secara adat dengan

disaksikan oleh pejabat-pejabat adat.

Page 9: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

56

b. Prosedur pengangkatan anak

menurut adat Minangkabau.

Pada masyarakat Matrilineal

dalam hal pengangkatan anak, jarang

sekali terjadi, karena pada masyarakat

Matrilineal yang mengikuti garis ibu,

seperti di Minagkabau pada prinsipnya

tidak dikenal pengangkatan anak, karena

masyarakat mayoritasnya beragama Islam

dan di dalam hukum Islam hanya dapat

dibenarkan apabila memenuhi ketentuan-

ketenuan sebagai berikut:

a. Tidak memutuskan hubungan darah

antara anak yang diangkat dengan

orang tua biologis dan keluarga.

b. Anak angkat tidak berkedudukan

sebagai pewaris dari orang tua

angkatnya, melainkan tetap sebagai

pewaris dari orang tua kandungnya,

demikian juga orang tua angkatnya

tidak berkedudukan sebagai pewaris

dari anak angkat.

c. Anak angkat tidak boleh

mempergunakan nama orang tua

angkatnya secara langsung, kecuali

sekedar sebagai tanda pengenal atau

alamat.

d. Orang tua angkat tidak dapat bertindak

sebagai wali terhadap anak angkatnya.

Sehingga di dalam masyarakat

Matrilineal seperti di Minangkabau, harta

kekayaan yang diperoleh suami tidak

diwariskan kepada anak-anaknya karena

anak bukan ahli waris dari ayahnya, tetapi

berhak mewarisi dari harta kekayaan

ibunya atau keluarga ibunya.

3.1.2. Menurut Kompilasi Hukum

Islam

Salah satu tujuan pengangkatan

anak adalah untuk menyalurkan rasa cinta

dan kasih sayang yang ada pada dirinya.

Adopsi atau pengangkatan anak

ditekankan kepada segi kencintaan,

pemberian nafkah, pendidikan, dan

memenuhi segala kebutuhannya. Di lihat

dari segi keadilan sosial, pengangkatan

anak membuka kesempatan kepada si

kaya untuk beramal melalui wasiat dan

memberikan hak kepadanya untuk

mewasiatkan sebagian dari harta

peninggalannya kepada anak angkatnya

untuk menutupi kebutuhannya dihari

depan, sehingga tidak terhalang

pendidikan dan penghidupannya,

perbuatan seperti ini adalah merupakan

pancaran kecintaan kepada Allah SWT,

sebagai satu misi Islam yang sangat utama

dalam menegakkan keadilan sosial. Di

lihat dari budiperkerti dan sosial, orang

yang melakukan adopsi berarti ia

melakukan perbuatan yang sangat baik

dan tidak bertentangan dengan ajaran

Islam. Hal ini relevan bagi orang yang

Page 10: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

57

mengambil anak yang bertujuan

memelihara secara baik-baik dan penuh

kasih sayang.

Menurut Hasballah Thaib ada

beberapa alasan seseorang untuk

melakukan pengangkatan anak

diantaranya:

a. Untuk menghilangkan rasa kesunyian

diri atau kehidupan keluarga dalam

suatu rumah tangga yang telah terbina

bertahun-tahun tanpa kehadiran

seorang anak.

b. Untuk melanjutkan garis keturunan.

c. Karena niat baik untuk memelaihara

dan mendidik anak-anak yang

terlantar, menderita, miskin dan

sebagainya.

d. Untuk mencapai dan tempat tercapai

bergantung dihari tua kelak.

Pengkajian dalam Hukum Islam

pada pembinaan Hukum Nasional dalam

seminar pengkajian Hukum 1980/1981 di

Jakarta yang mengusulkan pokok-pokok

pikiran sebagai bahan penyusunan

rancangan Undang-Undang tentang anak

angkat dipandang dari Hukum Islam.

Pokok pikiran tersebut antara lain:

a. Hukum islam tidak melarang adanya

lembaga Adopsi, bahkan membenar-

kan dan menganjurkan demi kesejah-

teraan anak dan kebahagian orang tua.

b. Perludiadakannya pengaturan

perundang-undangan tentang

pengangkatan anak, yang memadai.

c. Supaya diusahakan adanya penyatuan

istilah pengangkatan anak dengan

meniadakan istilah lain.

d. Pengangkatan anak jangan

memutuskan hubungan antara anak

yang diangkat dengan orang tua

kandungnya.

e. Hubungan kekayaan/kehartabendaan

anak yang di angkat dengan orang tua

yang mengangkat dianjurkan agar

dalam hubungan hibah atau wasiat.

f. Pengangkatan anak yang terdapat

dalam hukum tidak bertentangan

dengan Hukum Islam.

g. Pengangkatan anak oleh warga negara

asing supaya diadakan pembatasan

yang lebih ketat.

h. Tidak dapat dibenarkannya

pengangkatan anak oleh orang yang

agamanya berlainan.

Selanjutnya pendapat Majelis Ulama

yang di tuangkan dalam Surat Nomer U-

335/MUI/VI/82 tanggal 18 sa'ban 1402

H/10 juni 1982, dinyatakan, adopsi yang

tujuan pemeliharaan, pemberian bantuan

yang sifatnya untuk kepentingan anak

angkat dimaksud adalah boleh saja

menurut hukum islam.

Page 11: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

58

Menurut pasal 171 huruf h

Kompilasi Hukum Islam. Anak angkat

adalah anak yang dalam pemeliharaan

untuk hidupnya sehari - hari, biaya

pendidikan dan sebagainya beralih

tanggung jawabnya dari orang tua asal

kepada orang tua angkatnya berdasarkan

putusan pengadilan. Pengangkatan anak

bagi yang beragama islam hanya dapat

dilakukan oleh orang tua yang bergama

islam, dan pengangkatan anak diperlukan

adanya persetujuan dari orang tua

asal,wali atau badan yang menguasai anak

yang akan diangkat dengan calon orang

tua angkatnya.

Prosedur pengangkatan anak

menurut KHI dilaksanakan di Pengadilan

Agama. Di antara pengangkatan anak

melalui lembaga Pengadilan adalah untuk

memperoleh kepastian hukum, keadilan

hukum, legalitas hukum, dokumen

hukum. Dokumen hukum telah terjadinya

pengangkatan secara legal sangat penting

dalam hukum keluarga, karena dari akibat

hukum pengangkatan anak akan

berdampak jauh kedapan sampai beberapa

generasi keturunan yang menyangkut

hukum kewarisan, tanggung jawab hukum

dan lain-lain.

Pengangkatan anak terhadap orang

tua yang telah berkeluarga harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Foto copy Kutipan Akta Nikah

Pemohon.

2. Foto copy Kartu Keluarga Pemohon.

3. Foto copy Kartu Tanda Penduduk

Pemohon.

4. Foto copy Kartu Tanda Penduduk

orang tua kandung.

5. Foto copy Kartu Tanda Penduduk

saksi.

6. Foto copy Surat Keterangan Kelahiran

calon anak angkat.

7. Foto copy Surat Keterangan

penyerahan anak dari orang tua

kandung.

Pengangkatan anak yang tidak

diketahui asal usul orang tua kandung dari

calon anak angkat syaratnya yaitu:

1. Foto copy surat keterangan kelahiran

anak yang dikeluarkan oleh Rumah

Bersalin atau surat keterangan

kelahiran yang dikeluarkan oleh

Yayasan Panti Asuhan tempat asal si

anak.

2. Foto copy Kartu Keluarga atau Akta

Perkawinan pemohon.

3. Foto copy Kartu Tanda Penduduk

pemohon.

4. Foto copy surat keterangan

penyerahan anak yang dikeluarkan

oleh Rumah Bersalin atau Yayasan

Panti Asuhan dengan disaksikan oleh

2 (dua) orang saksi, dan diketahui oleh

Page 12: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

59

Kepala Kelurahan atau Camat tempat

tinggal orang tua yang mengangkat

anak.

3.1.3. Menurut Hukum Positif

Pengangkatan anak yang sah oleh

hukum ialah dengan memenuhi prosedur

menurut peraturan perundang - undangan.

Pengangkatan anak yang dilakukan

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 54

Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak. Diantaranya ada

beberapa kata gori orang tua angkat yaitu

suami dan istri Warga Negara Indonesia

dan suami Warga Negara Indonesia dan

istri Warga Negara Asing.

Adapun syarat-syarat calon orang

tua angkat pasal 13 Peraturan Pemerintah

Nomor 54 Tahun 2007 Tentang

Pelaksanaan pengangkatan Anak :

a. Sehat jasmani dan rohani

b. Orang tua angkat berumur paling

rendah 30 tahun dan paling tinggi 55

tahun

c. Beragama sama dengan calon anak

angkat

d. Berkelakuan baik dan tidak pernah di

hukum karena melakukan tindak

kejahatan

e. Bersetatus menikah paling lama 5

tahun

f. Tidak merupakan pasangan sejenis

g. Tidak atau belum mempunyai anak

atau hanya memiliki satu orang anak

h. Dalam keadaan mampu ekonomi dan

sosial

i. Memperoleh persetujuan anak dan ijin

tertulis orang tua atau wali anak

j. Membuat pernyataan tertulis bahwa

pengangkatan anak adalah demi

kepentingan terbaik bagi anak,

kesejahteraan dan perlindungan anak

k. Adanya laporan sosial dari pekerja

sosial setempat

l. Telah mengasuh calon anak angkat

paling singkat 6 bulan, sejak ijin

pengasuhan diberikan

m. Memperoleh ijin Menteri dan atau

kepala instansi sosial.

Syarat bagi calon anak angkat yakni

dalam pasal 12 Peraturan Pemerintah

Nomor 54 Tahun 2007 Tentang

Pelaksanaan Pengangkatan Anak:

a. Belum berusia 18 tahun

b. Merupakan anak terlantar atau

diterlantarkan

c. Berada dalam asuhan keluarga atau

dalam lembaga pengasuhan anak

d. Memerlukan perlindungan khusus.

Menurut Surat Edaran Mahkamah

Agung RI No. 6/83 yang mengatur

tentang cara mengadopsi anak

menyatakan bahwa untuk mengadopsi

anak harus terlebih dahulu mengajukan

Page 13: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

60

pemohon pengesahan atau pengangkatan

kepada Pengadilan Negeri ditempat anak

yang akan diangkat itu berada.

Menurut pasal 20 ayat (1) dan ayat

(2) Peraturan Pemerintah Nomor 54

Taahun 2007 Tentang Pelaksanaan

Pengangkatan Anak yang berbunyi ayat

(1) "permohonan pengangkatan anak yang

telah memenuhi persyaratan diajukan

kepengadilan untuk mendapatkan

penetapan pengadilan", ayat (2) berbunyi

"pengadilan menyampaikan salinan

pengangkatan anak ke instansi terkait".

Bentuk permohonan itu bisa secara lisan

atau tertulis, dan diajukan kepada

panitera. Permohonan diajukan dan

ditandatangani oleh pemohon sendiri atau

kuasanya, dengan dibubuhi materai

secukupnya dan dialamatkan kepada ketua

Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat tinggal atau domisili anak

yang akan diangkat. Oleh karena itu

dalam hal calon orang tua angkat

didampingi oleh kuasanya maka hal ini

berarti pemohon atau calon orang tua

angkat tetap harus hadir dalam

pemeriksaaan dipersidangan di Pengadilan

Negeri.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Menurut hukum adat, upacara adat

yang dilakukan dalam pelaksanaan

pengangkatannya disetiap daerah di

Indonesia itu sangat berbeda-beda dan

tanpa adanya Upacara Adat didalam

pelaksanaan pengangkatan anak, maka

pelaksanaan pengangkatan anak

tersebut tidak syah. Hal ini

mempunyai akibat hukum terhadap

kedudukan anak angkat tersebut

dianggap tidak syah sebagai anak

angkat.

2. Menurut KHI dalam pengangkatan

anak memandang golongan atau

keturunan tapi memandang dari segi

agama. Maksudnya dalam

pengangkatan anak tersebut harus

seagama.

3. Menurut hukum positif dalam

pengangkatan anak diatur dalam

peraturan pemerintah Nomor 54 tahun

2007 tentang pelaksanaan

pengangkatan anak dan Undang-

undang Nomor 23 tahun 2002 tentang

perlindungan anak.

Page 14: PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN HUKUM ADAT …digilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/23/umj-1x-sripraptia-1116-1... · 3. Suku Nias dan sekitarnya 4. Minangkabau 5. Mentawai 6. Sumatra

61

DAFTAR PUSTAKA

Ali Afandi, Hukum Waris, Hukum Keluarga dan Hukum pembuktian, Rineka, Jakarta.

B. Bastian Tafal, Pengangkatan Anak Menurut Hukum Adat, Pengangkatan Jakarta, 1983

B. Ter Haar, Asas-asas dan susunan hukum Adat, Terjemahan oleh K. ng. Soebakti Poesponot, Pradnya Pramita, Jakarta, 1985.

Budiarto. 1991, Pengangkatan Anak Ditinjau dari Segi Hukum, Melton Putra. Jakarta.

Hilmar Hadi Kusumah, Hukum Perkawinan Adat, Alumni Bandung . 1983.

Imam Sudiat, Hukum Adat, Liberti, Jogjakarta, 1999.

Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Bina Aksara. Jakarta , 1985.

Soepomo, Bab-Bab tentang hukum Adat, Pradnya Paramita, jakarta, 2007.

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Haji Masagung, Jakarta, 1967.

Tjiptosudibbio, Kitab Undang Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramit, Jakarta, 2005.