Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

53
www.futurumcorfinan.com Page 1 Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis: Kemungkinan “Asset Deal” adalah “Business Deal” atau Bukan? (DRAF) Pendahuluan Dalam suatu transaksi akuisisi, secara legal pada umumnya dikenal 2 hal: Akuisisi atas aset-aset (atau dikenal sebagai “asset deal”) Akuisisi atas saham biasa (common stock) perusahaan (atau dikenal sebagai “stock deal”). Akuisisi atas saham biasa perusahaan bisa dilakukan atas seluruh saham biasa yang diterbitkan, yang berarti kepemilikan menjadi 99,99% 1 , atau dalam konteks pengendalian, tidak perlu seluruh saham biasa suatu perusahaan untuk 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Dengan demikian, kepemilikan saham biasa suatu perseroan terbatas tidak bisa 100% dimiliki oleh satu pemegang saham saja. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com

Transcript of Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

Page 1: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 1

Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis:

Kemungkinan “Asset Deal” adalah “Business

Deal” atau Bukan? (DRAF)

Pendahuluan

Dalam suatu transaksi akuisisi, secara legal pada umumnya dikenal 2 hal:

Akuisisi atas aset-aset (atau dikenal sebagai “asset deal”)

Akuisisi atas saham biasa (common stock) perusahaan (atau dikenal sebagai “stock

deal”). Akuisisi atas saham biasa perusahaan bisa dilakukan atas seluruh saham

biasa yang diterbitkan, yang berarti kepemilikan menjadi 99,99% 1 , atau dalam

konteks pengendalian, tidak perlu seluruh saham biasa suatu perusahaan untuk

1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, dalam

Penjelasan Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa pada dasarnya sebagai badan hukum, Perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, karena itu mempunyai lebih dari 1 (satu) orang pemegang saham. Dengan demikian, kepemilikan saham biasa suatu perseroan terbatas tidak bisa 100% dimiliki oleh satu pemegang saham saja.

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,

ATAU MENDISTRIBUSIKAN

SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN

INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS

DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa

diposting melalui website

www.futurumcorfinan.com

Page 2: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 2

diakuisisi, namun bisa juga 50%+1%, dimana yang penting pengendalian atas

perusahaan berada pada pihak pengakuisisi.

Kata “akuisisi” umum identik dimana tujuan pihak pengakuisisi adalah untuk memperoleh

pengendalian atas pihak yang diakuisisi.

Selain istilah “akuisisi”, ada juga dikenal istilah “true merger” atau “mergers of equals” atau

penggabungan usaha, dimana pada umumnya dikaitkan dengan terjadinya penggabungan 2

(dua) entitas menjadi satu, namun siapa yang menjadi pihak pengakuisisi dan siapa yang

menjadi pihak yang diakuisisi, tidak dapat ditentukan. Peristiwa dan transaksi demikian,

dapat dikatakan jarang terjadi.

Terlepas, apapun bentuk hukumnya, apakah ia “asset deal” atau “stock deal”, pada

prinsipnya telah terjadi pengalihan “sesuatu yang bernilai atau memiliki nilai” (anything of

value) dari pihak yang diakuisisi kepada pihak yang mengakuisisi.

Lalu apakah sebetulnya yang dialihkan atau ditransfer tersebut dalam peristiwa dan

transaksi akuisisi atau merger?

Walaupun “stock deal” umumnya dikaitkan dengan pembelian saham biasa (common stock)

perusahaan. Namun apakah “stock deal” menjadi sederhana? Tidak juga, karena, stock

pastinya terkait langsung dengan underlying assets dan bisnis perusahaan yang dibeli.

Bahkan dalam apa yang dinamakan “stock deal”, tidak semata-mata terjadi pengalihan

kepemilikan saham biasa secara hukum, namun yang jauh lebih penting, ada pengalihan

“sesuatu yang memiliki nilai yang mendasarinya” (underlying anything of value, atau

underlying “assets”) dari satu pihak ke pihak lainnya (pengakuisisi).

Dengan latar belakang di atas, hampir juga dalam banyak buku tentang penggabungan

usaha dan akuisisi (merger and acquisition atau disingkat M&A), fokus lebih diarahkan

kepada nilai (value) akuisisi. Misalnya disebutkan bahwa terdapat 4 (empat) pertanyaan

utama yang perlu diketahui dalam penentuan indikasi nilai operasional suatu target2:

Biaya perolehan (Cost) : Berapa biaya perolehan akuisisi tersebut?

Nilai pasar (Market value): Berapa nilai pasar wajar dari target?

2 Marren, Joseph H. Mergers & Acquisitions : A Valuation Handbook. USA: McGraw-Hill, a division of

the McGraw-Hill Companies. 1993. Bab 5: The Four Basic Questions. Halaman 61.

Page 3: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 3

Pengembalian (Return): Berapa nilai target bagi calon pembeli? Atau berapa harga

maksimum dimana pihak pengakuisisi bisa membayar dan masih dapat mencapai

tingkat pengembalian yang diinginkan atas investasi tersebut?

Resiko (Risk): Berapa besar kemungkinannya bisa mencapai [tingkat] pengembalian

yang diharapkan?

Dapat dikatakan bahwa seluruh hal di atas menyangkut penentuan “nilai”, namun

pertanyaan mendasar, adalah apa yang sebetulnya dibeli dan dibayar oleh pihak

pengakuisisi? Apa yang sebetulnya “dipertukarkan” (exchange) antara pihak yang

membayar dengan pihak yang menerima pembayaran?

Cara mengukur adalah satu hal, namun apa yang diukur jauh lebih penting.

Pratt dan Niculita lebih melihat bahwa yang dibandingkan hanya antara aset dan efek3:

To determine the applicable valuation approaches and procedures to be performed, exactly

what is to be appraised must be made clear. Much of the confusion and disagreement

among appraisers and appraisal writings arises simply because it is not clear exactly what

asset, property, or business interest is to be valued.

The definition of the specific business interest can be broken into two broad questions:

1. Is the valuation to be a valuation of assets or a valuation of securities?

2. In either case, exactly what assets or what securities are subject to valuation?

By securities in the above context, we mean ownership interests such as stock, debt, and

partnership interests, as opposed to direct ownership of underlying assets of the subject

business entity.

Assets versus Securities. An equity interest represents an indirect ownership interest in

whatever bundle of assets and liabilities (actual and contingent) exists in the business. Stock

or partnership ownership is quite different from direct ownership of assets and direct

obligation for liabilities. If stock or a partnership interest is to be valued, it must be identified

3 Pratt, Shannon P., dan Alina V. Niculita. Valuing a Business: The Analysis and Appraisal of Closely

Held Companies. Edisi kelima. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008. Bab 2: Defining the Assignment. Halaman 35, 36 dan 37.

Page 4: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 4

in the appraisal assignment. If assets are to be valued, those assets (and any liabilities to be

assumed) must be specified.

Akuisisi aset juga didefinisikan sebagai:

Asset acquisition: in an asset acquisition, the acquiring company purchases part or all of

the assets of the target company for cash, stock, securities, or other consideration4.

Jadi dari bacaan di atas, dapat dilihat bahwa:

Akuisisi aset (atau “asset deal”) cenderung diartikan sebagai akuisisi langsung pada unit

aset yang bersangkutan, dan karena itu, dikatakan bahwa objek penilaian aset perlu

DISPESIFIKASI. Namun berbeda dengan akuisisi atas aset, akuisisi “saham” dilakukan atas

badan usaha (business enterprise), business interest atau saham biasa perusahaan yang

diakuisisi. Namun menurut penulis, “asset deal” dan “stock deal”5 dapat ditelusuri lebih

mendalam, karena pada dasarnya yang ditransfer di belakang “stock deal” atau bahkan

“asset deal” adalah “business deal”.

Pembatasan Pembahasan

Terlepas apapun bentuk pembayaran yang diberikan oleh pihak pengakuisisi kepada pihak

yang menjual - apakah menggunakan uang tunai, saham (bisa saham pihak yang

pengakuisisi, atau saham pihak lain, misalnya entitas anak, atau saham perusahaan lain),

atau menukar kepemilikan saham (exchange of equity interests), atau surat utang - fokus

dalam pembahasan ini adalah apa yang sebetulnya ditransfer dari satu pihak ke pihak lain,

yang penting telah terjadi perubahan kepemilikan atas objek yang dialihkan tersebut dari

satu pihak ke pihak lainnya.

Pembahasan

Secara umum dikatakan bahwa akuisisi bisa dilakukan berupa:

4 Marren, Joseph H. Mergers & Acquisitions : A Valuation Handbook. USA: McGraw-Hill, a division of the McGraw-Hill Companies. 1993. Bab 5: The Four Basic Questions. Halaman 62. 5 Lihat pembahasan pembelian atas aset dibandingkan dengan pembelian atas saham dalam situs

http://fitzgibbonalexander.com/articles/Asset_Purchase_or_Stock_Purchase.pdf.

Page 5: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 5

“Asset Deal” atau “Stock Deal”

Menurut penulis, istilah “stock deal” adalah lebih merupakan bentuk hukumnya yaitu ada

saham biasa yang dibeli atau dialihkan dari satu pihak ke pihak lainnya. Namun yang lebih

penting adalah bahwa saham biasa tersebut tidak hanya merupakan bukti kepemilikan legal

atas suatu perusahaan, namun secara ekonomis, ia adalah kepemilikan atas aset neto (net

worth suatu perusahaan), dan secara substansi, pihak pengakuisisi lebih tertarik pada :

bisnis apa yang dimiliki perusahaan tersebut?

Aset apa yang dimiliki perusahaan tersebut?

Jadi menurut penulis, secara garis besar, ada dua yaitu “asset deal” dan “business deal”.

Pihak pengakuisisi menaruh fokus pada dua hal di atas, yaitu aset dan bisnis.

Pertanyaannya, dimana garis perbedaan antara apa yang disebut aset dan apa yang

merupakan “kumpulan aset” pada dasarnya ada suatu bisnis? Walaupun terdengar

sederhana, perbedaan antara pengalihan atas “aset” dan pengalihan atas “bisnis” memiliki

implikasi terhadap aspek pencatatan dan pelaporan keuangan, serta aspek perpajakannya,

disamping tentunya aspek penilaian (valuasi)-nya.

Sebagai contoh:

Deal 1:

Suatu perusahaan (PT A) membeli dua jalur produksi dari suatu perusahaan manufaktur (PT

B). Diasumsikan bahwa perusahaan manufaktur PT B tersebut hanya memiliki dua jalur

produksi.

Deal 2:

PT A membeli seluruh saham biasa PT B.

Apakah di sini ada bedanya antara Deal 1 (umumya masuk kategori aset tetap, atau “asset

deal”) dengan Deal 2 (umumya masuk kategori “stock deal”)?

Page 6: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 6

Dalam Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP) dalam Standar Penilaian Indonesia 2013

(SPI 2013) 6 disebutkan bahwa:

Dalam standar ini istilah Aset memiliki pemahaman sama dengan Properti. [paragraf 3.12]

Dalam KPUP – Jenis Properti (SPI 2013), dijelaskan lebih lanjut bahwa:

Jenis properti pada umumnya dapat dibagi menjadi 4 (empat) kategori:

1. Real Properti, yaitu kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat pada real

estat atau hubungan hukum penguasaan yuridis oleh pemilik atas real estat.

Hubungan hukum ini biasanya tercatat di dalam suatu dokumen, misalnya sertifikat

kepemilikan atau perjanjian sewa. Oleh karena itu, properti merupakan suatu konsep

hukum yang berbeda dengan real estat, dimana real estat mewakili aset secara fisik.

Real properti meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum, dan manfaat yang

berkaitan dengan kepemilikan real estat. Sebaliknya, real estat meliputi tanah dan

bangunan itu sendiri, segala benda, yang secara alamiah terdapat di atas tanah dan

melekat pada tanah, seperti bangunan dan bentuk pengembangan lainnya. [paragraf

2.1]

2. Personal Properti, merujuk pada kepemilikan atas kepentingan hukum yang melekat

pada benda selain real estat. Benda ini dapat berwujud, misalnya “chattels” (benda

yang dapat dipindahkan), atau tidak berwujud seperti hutang atau paten. Personal

properti berwujud merepresentasikan kepentingan hukum pada suatu benda yang

tidak melekat secara permanen pada real estat dan biasanya dicirikan dengan sifatnya

yang dapat dipindahkan. [paragraf 3.1]

Contoh personal properti adalah meliputi kepentingan hukum atas:

2.1 Benda yang dapat diidentifikasi, dapat dipindahkan dan berwujud seperti

kepemilikan atas mesin dan peralatan, alat transportasi, alat berat, danyang

umumnya digolongkan sebagai benda miliki individu, misalnya perabotan,

benda-benda koleksi (collectibles) dan peralatan. Kepemilikan atas aset lancar

6 Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia 2013. Jakarta: Masyarakat Profesi

Penilai Indonesia (MAPPI). 2013.

Page 7: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 7

dari suatu perusahaan/badan usaha, persediaan perdagangan dan suplai

diklasifikasikan sebagai personal properti. [paragraf 3.2.1]

2.2 Perlengkapan non-realty juga disebut sebagai perlengkapan dagang (trade

fixtures) atau perlengkapan penyewa (tenant’s fixtures yang berupa fixtures dan

fittings), dipasang pada properti oleh penyewa dan digunakan untuk

menjalankan perdagangan atau usahanya. [paragraf 3.2.2]

2.3 Modal kerja bersih dan surat berharga, atau aset lancar bersih, adalah

jumlah dari aset lancar dikurangi liabilitas jangka pendek. Modal kerja bersih

dapat termasuk uang tunai, surat berharga yang dapat diperdagangkan dan

suplai yang likuid dikurangi liabilitas lancar seperti hutang dan liabilitas jangka

pendek. [paragraf 3.2.3]

2.4 Aset tak berwujud adalah kepentingan hukum yang melekat pada entitas yang

tidak berwujud. Contoh personal properti tidak berwujud termasuk hak tagih dan

hak untuk menghasilkan keuntungan dari suatu ide/gagasan. [paragraf 3.2.4]

3. Perusahaan/Badan Usaha

Badan usaha adalah entitas komersial, industri, jasa atau investasi yang menjalankan

aktivitas ekonomi. Badan usaha biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam

aktivitas operasionalnya menghasilkan produk atau jasa kepada konsumen. Terkait

erat dengan konsep dari entitas usaha adalah istilah: [paragraf 4.1]

Perusahaan operasional (operating company), yaitu entitas usaha yang

menjalankan suatu aktivitas ekonomi dengan membuat, menjual atau

memperdagangkan suatu produk atau jasa, dan

“Going Concern”, yaitu sebuah entitas yang terus melaksanakan aktivitas

operasionalnya secara berkelanjutan di masa depan tanpa adanya maksud atau

kebutuhan untuk melikuidasi atau memperkecil secara material skala usahanya.

Perusahaan merupakan suatu badan hukum, yang dapat berbentuk perseroan

terbatas (UU tentang Perseroan Terbatas) atau bentuk lainnya, yaitu sebagaimana

diatur dalam UU tentang Wajib Daftar Perusahaan terdiri dari: [paragraf 4.2]

Perusahaan Perorangan;

Page 8: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 8

Perseroan Terbatas;

Perusahaan Firma;

Perusahaan Komanditer;

Koperasi;

BUMN (dapat berbentuk perusahaan perseroan, perusahaan umum atau

perusahaan jawatan).

Bentuk hukum lainnya dari badan usaha adalah “trust arrangement” atau di Indonesia

sejenis dengan reksa dana Kontrak Investasi Kolektif yang pengendaliannya dipegang

oleh trustee (individual atau corporate trustee), serta grup perusahaan yang

mengkombinasikan perusahaan induk dan anak, kepentingan kemitraan, dan

hubungan “trustee” (trusteeships). [paragraf 4.2.3]

4. Hak Kepemilikan Finansial

Hak Kepemilikan Finansial adalah aset tidak berwujud yang dapat mencakup:

[paragraf 5.2]

(a) Hak yang melekat pada kepemilikan badan usaha atau properti, yaitu untuk

menggunakan, menempati, menjual, menyewakan atau mengelola;

(b) Hak yang melekat pada suatu kontrak yang memberikan opsi untuk membeli

atau kontrak sewa menyewa yang berisi opsi untuk membeli;

(c) Hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu surat berharga (misalnya untuk

meneruskan kepemilikan atau menjualnya).

Dari keempat kategori tersebut, “aset deal” umumnya masuk dalam kategori Nomor 1 dan 2

di atas, yaitu real properti dan personal properti, sedangkan “business deal” masuk dalam

kategori Nomor 3 di atas, yaitu perusahaan atau badan usaha.

Dalam Standar Penilaian Indonesia 330 (SPI 330) Penilaian Bisnis, menyebutkan bahwa:

Ruang lingkup standar [penilaian bisnis] ini mencakup: [paragraf 2.2]

a. Penilaian entitas (Enterprise Value);

b. Penilaian ekuitas (Equity Value);

c. Penilaian kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu aktivitas atau peristiwa

tertentu (economic damage).

Page 9: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 9

Business interest diartikan sebagai kepemilikan dalam perusahaan yang antara lain meliputi:

[paragraf 3.4]

Penyertaan dalam perusahaan [lain];

Surat berharga;

Aset keuangan (financial assets) lainnya; dan

Aset tak berwujud (intangible assets).

Dari bacaan di atas, objek penilaian dalam Penilaian Bisnis umumnya dikaitkan langsung

dengan penilaian perusahaan atau badan usaha secara keseluruhan atau ekuitas (net

worth) atas perusahaan. Penilaian atas saham biasa (common stock) perusahaan adalah

bagian dari penilaian bisnis. Yang menarik, ada tambahannya, yaitu badan usaha tersebut

biasanya bersifat mencari keuntungan yang dalam aktivitas operasionalnya menghasilkan

produk atau jasa kepada konsumen.

Namun di sini, penulis melihat bahwa penekanannya lebih pada badan hukum dari bisnis itu

sendiri, dan bukan langsung apa yang dimaksud dengan bisnis. Penting dicermati bahwa

akuisisi tidak mesti dilakukan atas badan hukum, akan tetapi dapat langsung pada divisi

atau unit bisnis itu sendiri (tanpa perlu berbadan hukum) dalam suatu perusahaan (yang

berbadan hukum).

Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (USPAP) 7 di Amerika Serikat

mengartikan:

Business enterprise : an entity pursuing an economic activity.

Business equity: the interests, benefits, and rights inherent in the ownership of a

business enterprise or a part thereof in any form (including, but not necessarily limited

to, capital stock, partnership interest, cooperatives, sole proprietorships, options, and

warrants).

Dalam American Society of Appraisers (ASA) Business Valuation Standards8.

7

Uniform Standards of Professional Appraisal Practice. 2010-2011 Edition. Washington D.C.: Appraisal Standards Board. 2010. Halaman U-2. 8 ASA Business Valuation Standards. USA: American Society of Appraisers. 2009. Halaman 25.

Definisi yang sama juga didapati pada situs http://www.aicpa.org/InterestAreas/ForensicAndValuation/Membership/DownloadableDocuments/Intl%20Glossary%20of%20BV%20Terms.pdf.

Page 10: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 10

Business. See Business Enterprise.

Business Enterprise. A commercial, industrial, service, or investment entity (or a

combination thereof) pursuing an economic activity.

Menurut ASA, apa yang disebut “bisnis” identik dengan “business enterprise”, dan ini dalam

definisi atas “business enterprise”, tampak bahwa yang dirujuk adalah “badan” entitas itu

dimana aktivitas bisnis dilakukan, dimana dikatakan bahwa ada “entitas” bersifat komersial,

atau industri, atau jasa, atau investasi, namun semuanya bertujuan untuk melakukan

aktivitas ekonomi. Mengacu ke Black’s Law Dictionary, penggunaan kata “entity” (=entitas)

menurut penulis, justru memperkuat bahwa “business enterprise” ini adalah badan hukum

yang berdiri sendiri terpisah dari pemiliknya, sebagaimana didefinisikan sebagai berikut9:

Entity: an organization (such as a business or a governmental unit) that has a legal entity

apart from its members or owners.

Namun, dari bacaan di atas penulis, tetap tidak menemukan apa yang dimaksud dengan

“bisnis”, selain dikaitkan dengan badan usahanya atau saham biasa perusahaan atau

kepemilikan atas badan usaha yang bukan merupakan perseroan terbatas, atau badan

hukum lainnya seperti trust arrangement.

Dengan menggunakan pendekatan neraca dan melihat unsur-unsur yang ada, maka Smith

dan Parr10 memperkenalkan “business enterprise equation”, sebagaimana diperlihatkan di

bawah ini. . Tentunya ini dalam konteks “start-up business” karena tidak dimasukkan unsur

goodwill. Namun menurut penulis, “business enterprise equation” tetap membingungkan,

karena apakah ini berarti bahwa nilai dari “business enterprise” hanya semata-mata

ditentukan oleh nilai “aset moneter”, “aset berwujud” dan “aset tak berwujud”? Bagaimana

dengan proses yang terlibat untuk menyatukan dan mensinergikan seluruh komponen-

komponen aset tersebut. Di samping itu, masih banyak aset yang belum tentu muncul dalam

neraca perusahaan mengingat ada banyak perlakukan akuntansi untuk pengeluaran

perusahaan yang langsung dibiayakan walaupun besar kemungkinan memberikan nilai

9 Garner, Bryan A. (Editor in Chief). Black’s Law Dictionary. Edisi kesembilan. St. Paul (USA): West

Publishing Co., a Thomson Reuters business. 2009. Halaman 612. 10

Smith, Gordon V.; dan Russell L. Parr. Intellectual Property: Valuation, Exploitation, and Infringement Damages. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2005. Bab 4: Intangible Assets and the Business Enterprise. Halaman 68.

Page 11: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 11

tambah ke bisnis perusahaan di masa depan, misalnya penelitian dan pengembangan

(R&D), pemasaran, dan lain-lain.

Definisi bisnis, penulis, temukan dalam International Valuation Standard (IVS 200):

Businesses and Business Interests11

A business is a commercial, industrial, service or investment activity. A valuation of a

business may either comprise the whole of the activity of an entity or a part of the

activity. It is import to distinguish between the value of a business entity and the value of

the individual assets or liabilities of that entity. If the purpose of the value requires individual

assets or liabilities to be valued and those assets are separable from the business and

capable of being transferred independently, those assets or liabilities should be valued in

isolation and not by apportionment of the value of the entire business. Before undertaking a

valuation of a business, it is important to establish whether the valuation is of the entire

entity, shares or a shareholding in the entity, a specific business activity of the entity or of

specific assets or liabilities.

11

International Valuation Standards 2011. London: International Valuation Standards Council. IVS 200: Businesses and Business Interests. Halaman 41.

Page 12: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 12

Yang menarik bahwa IVS 200 justru lebih menekankan bahwa:

sebagai objek dalam penilaian adalah “Business” (lebih merujuk ke usaha itu sendiri)

dan bukan mesti “business enterprise” (yang lebih menunjuk ke badan hukumnya);

bisnis adalah “aktivitas”. Di sini bisnis tidak sama dengan “business enterprise” atau

“business entity”. Karena “aktivitas”, maka tentunya aktivitas berarti ada “aktivitas”

atau ada yang dikerjakan oleh bisnis itu sendiri. Pembagian bahwa aktivitas itu

bergerak di bidang komersial, industri, jasa atau investasi, menurut penulis tidak

terlalu relevan, karena hal itu hanya menunjukkan dalam bidang mana aktivitas

usaha itu dilakukan. Yang penting, ada aktivitas. Namun demikian, menggabungkan

kata “aktivitas”, dengan “komersial”, “industri”, “jasa” atau “investasi” secara tidak

langsung menunjukkan bahwa “aktivitas tersebut” tidak semata-mata “aktivitas tanpa

arah” atau “tanpa tujuan”. Ada tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai dengan

dikerjakan “aktivitas bisnis tersebut” oleh pelaku usaha.

Di samping itu, penilaian “bisnis” tidak perlu serta mengacu ke keseluruhan aktivitas

yang dilakukan oleh suatu entitas, tapi bisa juga hanya sebagian saja. Menurut

penulis, ini kemungkinan hanya divisi, unit, departmen dalam suatu perusahaan,

atau bahkan ada juga istilah silo.

Namun demikian, definisi “bisnis” yang diberikan oleh IVS 200 di atas juga tidak terlalu

membantu untuk memberikan petunjuk, mengenai bagaimana mengetahui apakah akuisisi

atas aset atau sekumpulan aset sesungguhnya merupakan akuisisi atas bisnis, mengingat

bahwa aset-aset besar kemungkinan juga ada dalam sesuatu aktivitas usaha yang

digunakan juga dalam aktivitas-aktivitas komersial, industri, jasa atau investasi.

Kembali ke contoh akuisisi di atas, yaitu Deal 1 dan Deal 2, dimana seluruh keberadaan

perusahaan PT B tergantung kepada 2 jalur produksi tersebut, maka dengan PT A membeli

aset PT B secara langsung, apakah itu akuisisi atas aset atau akuisisi atas bisnis PT B?

Artinya membeli saham (=stock deal) secara tidak langsung membeli bisnis perusahaan

target, dan apa yang “asset deal”, juga secara tidak langsung membeli bisnis perusahaan

target?

Apakah sebetulnya yang perlu dibedakan adalah “asset deal” atau “business deal”? Ini

biasanya kali dirancukan.

Page 13: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 13

Misalnya menurut Damodaran12

Acquisition of assets: Target firm remains as a shell company, but its assets are

transferred to the acquiring firm. Ultimately, target firm is liquidated.

Menurut penulis, pengertian “asset deal” menurut Damodaran kurang tepat. Misalnya,

katakan perusahaan yang diakuisisi sudah beroperasi dan memiliki aktivitas usaha normal

dengan menghasilkan laba, maka aset yang dialihkan tidak sepenuhnya dapat diartikan

sebagai “aset” saja, namun bisa juga diartikan sebagai pengalihan “bisnis” walaupun

transaksi adalah transaksi atas aset saja. Ini mengingat aset yang dialihkan tidak semata-

mata “berdiri sendiri” namun ada konteks bahwa aset tersebut telah digunakan dan memiliki

proses yang menyertainya pada saat dialihkan atau diakuisisi.

Jadi di sini, kita dihadapkan bahwa dalam pengalihan, bisa terjadi:

Pengalihan aset saja (= “asset deal”) (aset berwujud, dan/atau aset tak berwujud,

dan/atau aset finansial, tetapi tidak termasuk goodwill).

12

Damodaran, Aswath. Corporate Finance: Theory and Practice’s: John Wiley & Sons, Inc. 2001. Edisi kedua. Bab 26: Acquisitions and Takeovers. Halaman 836.

Page 14: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 14

Pengalihan bisnis saja (= “business deal”) (termasuk di dalamnya aset, yang

unsurnya bisa ada atau tidak adanya goodwill)

Menurut penulis, mengingat karakteristik goodwill (…mengacu ke tulisan penulis, dan alasan

lainnya, “Accounting black hole”), maka goodwill cuma hadir dalam diskusi “business deal”.

Bahkan Ramboll, suatu perusahaan asal Denmark, memperkenalkan The Holistic Company

Model13.

Holistic Company Model (Model Perusahaan Menyeluruh), dimana output yang berupa hasil

finansial (di sini penulis artikan bahwa kinerja aktivitas usaha perusahaan dapat dilihat dari

angka-angka finansialnya) yang dihasilkan oleh suatu perusahaan, di belakang angka-

angka finansial itu, ada kerjasama dari 3 (tiga) unsur, yaitu pelanggan, karyawan dan

masyarakat sosial. Dari di belakang 3 (tiga) unsur tersebut, tampak adanya 5 (lima) area

utama dimana indikator kinerja dapat dikelola oleh manajemen, yaitu:

Nilai-nilai dan manajemen

Proses strategis

Sumber daya manusia

Sumber daya structural

Jasa konsultasi

13

Ramboll. The Holistic Company Model. Holistic Operations. Dapat diunduh dari situs: http://www.ramboll.dk/ramboll/pub/uk/htm/general/holistick%5Foperations/holistic%5FOperations%5Fpage7.htm. Penulis pertama kali mengetahui adanya Holistic Company Model dari Ramboll dari buku “Intellectual Capital: Measuring the Immeasurable?” (Wall, Anthony; Rober Kirk; dan Gary Martin. University of Ulster. Great Britain: Elsevier Ltd. 2004. CIMA Publishing. Halaman 43.)

Page 15: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 15

Ini yang perlu dijawab terlebih dahulu pada saat akuisisi akan dilakukan, terutama kalau

sudah ada angka-angka finansial yang bisa dihasilkan oleh sekumpulan aset tersebut, yaitu,

apakah yang ditransfer dalam proses akuisisi tersebut?

Apakah murni aset sepenuhnya?

Atau sebetulnya yang dialihkan adalah suatu bisnis?

Di sini, untuk pembatasan, penulis hanya membedakan antara “Asset Deal” versus

“Business Deal”?

Penulis mengambil pendekatan dimana karena bisnis lebih besar daripada aset maka bisnis

perlu diklarifikasi terlebih dahulu. Artinya, apa yang tidak termasuk bisnis, berarti ia aset.

Pertanyaannya, apakah itu bisnis? Bagaimana kita akan tahu bahwa objek yang dialihkan

tersebut adalah suatu bisnis dan bukan suatu aset?

Penulis mendapatkan bahwa ulasan yang cukup baik bisa ditemukan dalam IFRS 3 (revisi

2008), atau PSAK 22 (revisi 2010), terkait “Kombinasi Bisnis”.

Penggunaan dan apa yang dimaksud dengan “bisnis” dalam suatu akuisisi yang

mengakibatkan beralihnya pengendalian atas objek yang dialihkan dari satu pihak ke pihak

lainnya (pihak pengakuisisi) diberikan batasan dan cara mengidentifikasinya.

Penulis menggunakan teks asli IFRS 3 (revisi 2008)14 dalam pembahasan ini.

Ruang lingkup IFRS 3 bisa memberikan gambaran bahwa IFRS 3 bisa digunakan untuk

mengidentifikasi suatu “bisnis”

This IFRS applies to a transaction or other event that meets the definition of a business

combination. [paragraf 2]

This IFRS does not apply to:

(a) The formation of a joint venture.

(b) The acquisition of an asset or a group of assets that does not constitute a

business. In such cases the acquirer shall identify and recognize the individual

14

The International Accounting Standards Board. A Guide through IFRS. Juli 2012. London: IFRS Foundation Publications Department. IFRS 3 : Business Combinations.

Page 16: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 16

identifiable assets acquired (including those assets that meet the definition of, and

recognition criteria for, intangible assets in IAS 38 Intangible Assets) and liabilities

assumed. That cost of the group shall be allocated to the individual identifiable

assets and liabilities on the basis of their relative fair values at the date of purchase.

Such a transaction or event does not give rise to goodwill.

(c) A combination of entities or businesses under common control.

An entity shall determine whether a transaction or other event is a business combination by

applying the definition in this IFRS, which requires that the assets acquired and liabilities

assumed constitute a business. If the assets acquired are not a business, the reporting

entity shall account for the transaction or other event as an asset acquisition. [IFRS 3

paragraf 3]

Menurut penulis, IFRS 3 bisa digunakan sebagai acuan dalam diskusi apakah suatu “aset”

atau “kumpulan aset” yang dialihkan adalah suatu bisnis. Pihak pengakuisisi pada akhirnya

akan menggunakan IFRS 3 (atau PSAK 22 (revisi 2010) dalam pembukuannya kalau

ketentuan paragraf 3 dalam IFRS 3 di atas dipenuhi.

Penegasan paragraf B11 IFRS 3 menarik diperhatikan:

Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based

on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by

a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not

relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends to

operate the set as a business.

Terjemahan bebas: Penentuan apakah serangkaian aset dan aktivitas tertentu disebut

sebagai suatu bisnis didasarkan pada apakah rangkaian terpadu itu dapat dilakukan dan

dikelola sebagai suatu bisnis oleh pelaku pasar. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi

apakah rangkaian tertentu merupakan suatu bisnis, hal ini bukan merupakan suatu hal yang

relevan apakah pihak penjual yang mengoperasikan rangkaian tersebut sebagai suatu

bisnis atau apakah pihak pengakuisisi yang bermaksud mengoperasikan rangkaian tersebut

sebagai suatu bisnis.)

Jadi kata kuncinya, adalah bahwa aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang

diambil-alih memenuhi kriteria yaitu bahwa aset dan liabilitas tersebut [baik secara individual

maupun secara bersama-sama] membentuk suatu bisnis. Apabila aset (perhatikan bahwa

Page 17: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 17

penekanannya adalah pada aset) tersebut bukan suatu bisnis, maka transaksi atau

peristiwa tersebut diperlakukan oleh pihak pengakuisisi sebagai akuisisi aset, dan bukan

akuisisi suatu bisnis.

Dalam bagian Definisi IFRS 3:

Business: An integrated set of activities and assets that is capable of being conducted and

managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other

economic benefits directly to investors or other owners, members or participants.

Acquiree : The business or businesses that the acquirer obtains control of in a business

combination.

Dari dua definisi di atas yang diberikan, tampak bahwa objek pengalihan adalah bisnis, dan

bukan berfokus pada entitas, saham, atau bentuk kepemilikan lainnya.

Apa Itu Bisnis?

IFRS 3 memberikan Panduan Aplikasi terkait definisi bisnis.

A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to

create outputs. Although businesses usually have outputs, outputs are not required for an

integrated set to qualify as a business. [paragraf B7]

Three elements of a business are defined as follows:

(a) Input: any economic resource that creates, or has the ability to create, outputs when

one or more processes are applied to it. Examples include non-current assets

(including intangible assets or rights to use non-current assets), intellectual property,

the ability to obtain access to necessary materials or rights and employees.

(b) Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an

input or inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include

strategic management processes, operational processes and resource management

processes. These processes typically are documented, but an organized workforce

having the necessary skills and experience following rules and conventions may

Page 18: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 18

provide the necessary processes that are capable of being applied to inputs to create

outputs. (Accounting, billing, payroll and other administrative systems typically are

not processes used to create outputs.)

(c) Output: the result of inputs and processes applied to those inputs that provide or

have the ability to provide a return in the form of dividends, lower costs or other

economic benefits directly to investors or other owners, members or participants.

To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set

of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to

those inputs, which together are or will be used to create outputs. However, a business need

not include all of the inputs or processes that the seller used in operating that business if

market participants are capable of acquiring the business and continuing to produce outputs,

for example, by integrating the business with their own inputs and processes. [paragraf B8]

Ada 2 (dua) hal yang tergolong “dahsyat” menurut penulis, karena mengartikan bisnis

menjadi berbeda, dan bisa berakibat, pengalihan “aset” memiliki interpretasi baru menjadi

pengalihan “bisnis”.

Pertama: Unsur-unsur dalam suatu Bisnis

Paragraf B7 IFRS 3 terkait unsur-unsur yang ada dalam suatu bisnis, hanya memasukkan 2

unsur, yaitu INPUT dan PROSES, dan tidak diperlukan kehadiran OUTPUT.

A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to

create outputs. Although businesses usually have outputs, outputs are not required for an

integrated set to qualify as a business. [paragraf B7]

Pemahaman “bisnis” secara umum dikaitkan pada adanya aktivitas usaha, dan karena ia

merupakan aktivitas usaha, mudahnya orang langsung melihat atau bertanya:

Apa produknya yang dijual atau apa yang dihasilkan dan dipasarkan oleh apa yang

dikatakan suatu “bisnis”?

Pertanyaan di atas cukup relevan, dibandingkan, atau bahkan relatif jarang ditanyakan,

kalau seseorang berpikir tentang “bisnis”?

Page 19: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 19

Input-input apa saja yang digunakan dalam bisnis tersebut? Misalnya, bahan baku,

bahan pendukung, bangunan fisik pabrik atau gudang, mesin produksi, jumlah

karyawan, dan lain-lain.

Proses apa saja yang digunakan dalam mengubah input tersebut menjadi produk

atau output? Proses ini bisa mencakup proses pembelian atau pengadaan barang

dan jasa, proses produksi, proses manajemen, proses marketing, proses penjualan,

proses distribusi, dan lain-lain.

Artinya apa?

Artinya pada saat disebut “bisnis”, kecenderungan, langsung dikaitkan dengan “output”,

“produk”, “barang atau jasa”. Dan karena ada sesuatu yang dihasilkan atau diproduksi dan

dipasarkan ke calon konsumen, maka otomatis dan logis, produk atau output ini ada input

dan proses dibelakangnya. Namun, tampaknya, IFRS 3 tidak menempuh jalur ini, dimana

output dihadirkan atau menjadi keharusan sebagai unsur dalam suatu bisnis. Artinya, output

adalah “akibat” dan bukan “sebab”. Sebaliknya, hanya 2 (dua) unsur yang perlu hadir, untuk

menyebut objek yang diambil alih sebagai suatu bisnis, yaitu “input” dan “proses”. Tentunya

“proses” yang dimaksud, adalah proses yang dapat atau mampu untuk diterapkan atas input

tersebut, supaya input tersebut, sesudah melalui proses, akan dapat menghasilkan output.

Jadi kehadiran “output” tidak diperlukan. Yang penting, input dan proses diharapkan akan

mampu menghasilkan output nantinya.

Munculnya kata “have the ability to create outputs” dalam paragraf B7, senada dalam

definisi bisnis oleh IFRS dan paragraf B8, sebagaimana penulis munculkan kembali agar

bisa dilihat konsistensi nada kalimat yang dipakai oleh IFRS 3:

A business consists of inputs and processes applied to those inputs that have the ability to

create outputs…... [paragraf B7]

Page 20: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 20

Business: an integrated set of activities and assets15 that is capable of being conducted and

managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other

economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. [Appendix

A: Defined Terms]

To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set

of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to

those inputs, which together are or will be used to create outputs…..[paragraf B8]

Terjadi penekanan pada kemampuan atau kapabilitas dari rangkaian aktivitas dan aset

terpadu, yang mampu dijalankan dan dikelola untuk tujuan memberikan pengembalian

dalam bentuk (i) dividen, (ii) biaya yang lebih efisien atau (iii) manfaat ekonomis lainnya

secara langsung kepada para investor atau pemilik lainnya, anggota atau pihak partisipan.

Dengan kata lain, untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis, terdapat kemampuan dari

rangkaian terpadu aset dan aktivitas tersebut untuk mencapai tujuan dari bisnis itu sendiri.

Hal yang sangat krusial dalam pengertian bisnis di sini adalah dikaitkan langsung dengan

kemampuan “input + proses” atau “aset + proses” untuk menghasilkan output. Output ini

tentunya diharapkan bisa dipasarkan dan dijual, serta memperoleh arus kas masuk bagi

bisnis itu sendiri.

Kalau kita perhatikan dari isi paragraf-paragraf yang ada di IFRS 3, untuk supaya memenuhi

definisi suatu bisnis, rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset dimana diperoleh

pengendalian atasnya oleh suatu entitas tidak bisa hanya “sekumpulan” aset atau

“sekumpulan” aset dan liabilitas semata. Dalam dunia nyata, bicara suatu “hal” sebagai

suatu bisnis atau bukan, dalam beberapa hal, lebih mudah, dapat dikatakan bahwa itu bisnis,

kalau kita bisa melihat adanya aktivitas komersial (termasuk ada yang dipasarkan dan dijual

oleh bisnis tersebut) yang menghasilkan adanya pendapatan yang terukur, atau ada arus

kas masuk. IFRS 3 berulang-ulang atau lebih menekankan hadirnya suatu bisnis dari

15

Perhatikan definisi bisnis dikaitkan dengan suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset, dimana di dalam rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset tersebut, terdapat dua unsur dasar, yaitu input dan proses yang diterapkan terhadap input tersebut, guna baik sekarang, atau bisa di kemudian hari, digunakan untuk menghasilkan output. Jadi salah satu ciri khas dari suatu bisnis adalah bahwa keseluruhan aset dan proses tersebut saling terintegrasi dan terkait. Dengan demikian, suatu kumpulan aset tanpa ada aktivitas yang mengkaitkan secara terpadu satu aset individual dengan aset lainnya, kemungkinan besar bukan merupakan suatu bisnis atau sulit dikatakan itu merupakan suatu bisnis. Ini bisa jadi hanya kumpulan aset, umpamanya bahan baku dan pendukung.

Page 21: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 21

hadirnya suatu rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset. Dengan kata lain, kalau

menggunakan apa yang diutarakan oleh IFRS 3, maka aset, aktivitas, atau “sekumpulan”

aset dan liabilitas itu, yang semula berdiri sendiri-sendiri, maka untuk dapat dikatakan

sebagai suatu bisnis, maka seluruh komponen itu akan berinteraksi satu sama lain, dan

karena komponen-komponen tersebut tidak bisa berinteraksi sendiri tanpa campur tangan

atau keterlibatan manusia, maka hadirnya orang-orang yang mengoperasikan aset-aset

atau aktivitas tersebut menjadi krusial. Disinilah dimunculkan kata proses, diberi contoh:

proses manajemen strategis, proses operasional dan proses manajemen sumber daya,

yang jelas-jelas proses-proses yang disebutkan di sini akan selalu melibatkan orang-orang.

Yang menarik, terjadi penekanan bahwa orang-orang ini mesti terlibat dalam proses yang

dapat menghasilkan output, sebagaimana dikatakan:

….These processes typically are documented, but an organized workforce having the

necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary

processes that are capable of being applied to inputs to create outputs…[IFRS 3 paragraf

B7].

Namun demikian, untuk memastikan adanya pemahaman yang sama atas identifikasi suatu

bisnis, maka IFRS 3 secara khusus memberikan definisi guna mengklarifikasi istilah “input”,

“proses” dan “output”. Alur berpikir demikian dalam IFRS 3 terkait identifikasi apakah suatu

rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset adalah suatu bisnis, menurut penulis, adalah logis,

karena mau tidak mau kita akan membicarakan apa komponen dari suatu bisnis. IFRS 3

membawa kita kepada 3 hal yang pada umumnya dibicarakan kalau suatu bisnis terlibat,

yaitu:

Input

Proses

Output

Jadi bisnis itu secara umum, akan hadir 3 hal di atas. Namun untuk dapat dikatakan sebagai

suatu bisnis, hanya diperlukan kehadiran 2 unsur, dan IFRS 3 memberikan contoh sebagai

berikut untuk “input” dan “proses”:

Page 22: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 22

Input Proses

Aset tak lancar (termasuk aset tak

berwujud atau hak untuk menggunakan

aset tak lancar)

Hak kekayaan intelektual (HAKI)

Kemampuan untuk mendapatkan askes

atas bahan baku atau hak yang

diperlukan

Karyawan

Proses manajemen strategis

Proses operasional

Proses manajemen sumber daya

Yang menarik adalah penekanan bahwa:

proses yang dimaksud bisa terlihat langsung memberikan kontribusi atas terjadinya

output, artinya proses yang bersifat non-revenue generating, misalnya sistem

akuntansi, penagihan, penggajian dan administrasi lainnya, bukanlah proses yang

digunakan untuk menghasilkan output; dan

proses tersebut bisa dikaitkan langsung dengan input, artinya proses yang diterapkan

atas input guna menghasilkan output. Jadi proses ini sebagai penghubung antara

input dan output, dan sama seperti input dan output yang mesti dapat diidentifikasi

secara terpisah, maka proses juga mesti dapat diidentifikasi secara terpisah. Proses

bisa berupa yang paling mudah dan tipikal, sebagai contoh: proses pengadaan bahan

mentah/baku dan bahan pembantu, proses produksi, proses supply chain, proses

pergudangan, proses distribusi, dan/atau proses pemasaran/penjualan. Namun di

samping itu, ada juga proses manajemen termasuk struktur organisasi, praktik tata

kelola perusahaan (corporate governance), sistem pengendalian manajemen, proses

pengendalian biaya dan anggaran, manajemen sumber daya manusia dan sumber

daya keuangan.

Dari bacaan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks IFRS 3, suatu bisnis dikatakan

ada:

kalau ada input dan proses yang bisa diterapkan atas input tersebut, dimana

bersama-sama kedua komponen tersebut digunakan atau akan digunakan serta

mampu untuk menghasilkan output yang direncanakan.

Page 23: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 23

Walaupun di sini, tidak ada penyebutan soal output yang “direncanakan”, menurut penulis,

ini penting ditekankan, mengingat bahwa output tersebut bisa saja “by product”. Tapi di sini,

yang dibicarakan adalah output utama yang bisa mendatangkan arus kas masuk dalam

jumlah signifikan bagi keberlangsungan bisnis itu sendiri. Namun demikian, IFRS 3

memungkinkan proses yang diterapkan pada output bertujuan untuk terjadinya

penghematan biaya, yang secara tidak langsung, berarti terjadi penghematan arus kas

keluar. Dan yang sangat menarik, hadirnya output, misalnya pendapatan, produk atau jasa

yang dapat dipasarkan, tidak dipersyaratkan sama sekali untuk supaya suatu rangkaian

terpadu aktivitas dan aset tersebut dapat diidentifikasi sebagai suatu bisnis.

Jadi dapat kita tarik suatu benang merah, bahwa jika kita melihat rangkaian terpadu dari

aktivitas dan aset, untuk bisa kita katakana bahwa itu adalah bisnis, maka

perlu adanya (atau dapat diperlihatkan) kemampuan dari aktivitas dan aset itu untuk

dijalankan guna memberikan hasil manfaat kepada pihak investor, terlepas apakah

pada saat itu sudah ada output yang dapat diidentifikasi. Namun pada titik tersebut,

sudah dapat diketahui, kalau aktivitas dan input tersebut diolah lebih lanjut, maka

akan tampak output pada akhirnya.

Dari hal di atas:

Ada atau tidak adanya kemampuan keuangan pihak investor, atau pihak

pengakuisisi atau pihak yang diakuisisi, untuk menjalankan atau mengolah lebih

lanjut input tersebut sehingga dapat diperoleh output, menjadi tidak relevan.

Mau atau tidak maunya, atau ada atau tidak adanya keinginan dari pihak investor,

atau pihak pengakuisisi atau pihak yang diakuisisi, untuk meneruskan pengolahan

input melalui proses menjadi output, juga menjadi tidak relevan.

Asal ada input dan proses dan kedua hal ini secara bersama-sama mampu menghasilkan

output maka rangkaian terpadu itu dapat dikatakan merupakan suatu bisnis. Kesimpulan

bisa dilihat dalam paragraf B11 IFRS 3 yang telah dikutip di atas.

Kedua: Munculnya Konsep “Mampu Menghasilkan” dan “Pelaku Pasar”

Definisi suatu bisnis (yang juga berimplikasi pada apakah suatu rangkaian terpadu dari aset

dan aktivitas tersebut, dapat disimpulkan sebagai suatu bisnis) adalah penekanan atau

Page 24: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 24

fokusnya sekarang adalah pada “capability to achieve the purposes of the business”

(paragraf BC18 (a) IFRS 3), yaitu bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

tersebut dapat dijalankan dan dikelola untuk tujuan mendatangkan pengembalian (return)

berupa dividen, biaya yang lebih rendah atau manfaat ekonomis lainnya secara langsung

kepada pihak investor atau pemilik lainnya, anggota atau peserta/partisipan16.

Masuknya kata-kata “pelaku pasar” dan bagaimana konsep “capability” di atas dikaitkan

langsung dengan “pelaku pasar”, sebagaimana dikutip di bawah ini.

……..However, a business need not include all of the inputs or processes that the seller

used in operating that business if market participants are capable of acquiring the business

and continuing to produce outputs, for example, by integrating the business with their own

inputs and processes. [paragraf B8 IFRS 3]

Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based

on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by

a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not

relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends to

operate the set as a business. [paragraf B11 IFRS 3]

Gabungan kedua hal di atas menjadi sangat menarik, karena akan membawa banyak

implikasi bahwa suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aset dan aktivitas tersebut,

akan bisa diartikan sebagai suatu bisnis. Hal ini juga menarik guna menghindari timbulnya

interpretasi yang terlalu membatasi atau restriktif yang tidak semestinya terkait apakah itu

bisnis. Paragraf B9 tampaknya juga menjadi salah satu pertimbangan supaya tidak ada hal

yang terlalu restriktif terkait apakah suatu itu bisnis, dengan mempertimbangkan sangat

bervariasinya sifat unsur-unsur dari suatu bisnis, seperti dituangkan di bawah ini:

The nature of the elements of a business varies by industry and by the structure of an

entity’s operations (activities), including the entity’s stage of development. Established

businesses often have many different types of inputs, processes and outputs, whereas new

16

Penting diperhatikan bahwa tidak ada penekanan soal apakah untuk hadirnya suatu bisnis, mesti ada keuntungan yang dicetak oleh bisnis tersebut. Namun karena ada disebutkan bahwa tujuan bisnis adalah guna pengembalian dividen, tampak bahwa bisnis itu diharapkan memberikan keuntungan atau laba yang dapat dibagikan kepada para investor, hal ini mengingat bahwa dividen diambil dari saldo laba. Jadi di sini fokusnya pada pihak pemilik modal.

Page 25: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 25

businesses often have few inputs and processes and sometimes only a single output

(product)……. [paragraf B9 IFRS 3]

Implikasi-Implikasi

Beberapa implikasi yang menarik dari digabungkannya pemahaman atas suatu bisnis, pada

kemampuannya (dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas) menghasilkan output

(tanpa perlu output tersebut hadir pada saat akuisisi atau transfer dilakukan) serta

munculnya persepsi pelaku pasar (market participant).

Konsep “Self-Sustaining” dalam suatu Bisnis Menjadi Tidak Relevan

IFRS 3 tidak melihat bahwa untuk supaya suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

membentuk suatu bisnis atau dapat diartikan sebagai suatu bisnis, bisnis tersebut mesti

dapat “self-sustaining” (paragraf BC17 dari Basis for Conclusions on IFRS 3 Business

Combinations). Kata-kata “self-sustaining” pada awalnya ditemukan dalam EITF Issue No.

98-3 mengenai “Determining Whether a Nonmonetary Transaction Involves Receipt of

Productive Assets or of a Business”17, dimana penulis kutip di bawah ini:

A business is a self-sustaining integrated set of activities and assets conducted and

managed for the purpose of providing a return to investors. A business consists of (a) inputs,

(b) processes applied to those inputs, and (c) resulting outputs that are used to generate

revenues. For a transferred set of activities and assets to be a business, it must contain all

of the inputs and processes necessary for it to continue to conduct normal operations after

the transferred set is separated from the transferor, which includes the ability to sustain a

revenue stream by providing its outputs to customers.

A transferred set of activities and assets fails the definition of a business if it excludes or

more of the above items such that it is not possible for the set to continue normal operations

and sustain a revenue stream by providing its products and/or services to customers.

However, if the excluded item or items are only minor (based on the degree of difficulty and

17

EITF Issue No. 98-3 terbitan Financial Accounting Standards Board telah dicabut dan digantikan dengan FASB Statement No. 141 (revised 2007) mengenai Business Combinations. Definisi bisnis dalam FASB Statement No. 141 (revised 2007) sebagian besar sama dengan definisi bisnis dalam IFRS 3 (revisi 2008).

Page 26: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 26

the level of investment necessary to obtain access to or to acquire the missing item(s)), then

the transferred set is capable of continuing normal operations and is a business.

Jadi dalam EITF Issue No. 98-3, untuk dapat dikatakan bahwa suatu rangkaian terpadu dari

aset dan aktivitas adalah suatu bisnis, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

mesti dapat “menghidupi dirinya dan berdiri sendiri”. Ini juga berarti kehadiran unsur “output”

menjadi keharusan, mengingat arus kas masuk berasal dari pemasaran dan penjualan

output (produk atau jasa) kepada konsumen. Output sendiri dimaknai oleh EITF Issue No.

98-3 sebagai “the ability to obtain access to the customers that purchase the outputs of the

transferred set.” Keharusan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu “self-

sustaining” diperkuat dengan hadirnya kalimat “kemampuannya untuk melanjutkan aktivitas

operasional normal dan mendatangkan arus pendapatan melalui penyediaan produk

dan/atau jasa kepada pihak konsumen”.

Dengan tidak hadirnya kata-kata “self-sustaining”, maka berimplikasi bahwa suatu rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas tersebut dapat dikatakan suatu bisnis atau tidak, menjadi

tidak lagi restriktif, mengingat bahwa tidak lagi harus dikaitkan dengan ada tidaknya output

pada saat akuisisi dilakukan.

Namun tidak hadirnya kata-kata “self-sustaining”, bukan berarti terjadi kekosongan, atau

suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut menjadi tidak bermakna apa-apa.

IFRS 3 menghadirkan kata-kata yang menjadikan definisi suatu bisnis menjadi tidak lagi

bersifat restriktif. Di sini, IFRS 3 menggunakan kata-kata “capable of ….” sebagaimana

penulis kutip kembali di bawah ini.

Business: an integrated set of activities and assets18 that is capable of being conducted and

managed for the purpose of providing a return in the form of dividends, lower costs or other

economic benefits directly to investors or other owners, members or participants. [Appendix

A: Defined Terms]

18

Perhatikan definisi bisnis dikaitkan dengan suatu rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset, dimana di dalam rangkaian terpadu atau terintegrasi dari aktivitas dan aset tersebut, terdapat 2 (dua) unsur dasar, yaitu input dan proses yang diterapkan terhadap input tersebut, guna baik sekarang, atau bisa di kemudian hari, digunakan untuk menghasilkan output. Jadi salah satu ciri khas dari suatu bisnis adalah bahwa keseluruhan aset dan proses tersebut saling terintegrasi. Dengan demikian, suatu kumpulan aset tanpa ada aktivitas yang mengkaitkan satu aset individual dengan aset lainnya, kemungkinan besar bukan merupakan suatu bisnis.

Page 27: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 27

Jadi suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas dikatakan suatu bisnis atau tidak,

sangat tergantung, pada apakah rangkaian terpadu tersebut (yang terdiri dari aset dan

aktivitas, atau input dan proses) mampu untuk diusahakan dan dikelola guna mencapai

tujuan [akhir], yaitu memberikan hasil dalam bentuk hasil finansial (berupa dividen atau

efisiensi biaya), atau non-finansial (manfaat ekonomis lainnya).

Kalimat “mampu untuk diusahakan dan dikelola” di atas akan memunculkan pertanyaan,

diusahakan dan dikelola OLEH SIAPA? Pertanyaan ini menjadi relevan karena suatu bisnis

tidak bisa hidup dalam suatu kevakuman, dan tidak dipakainya kata-kata “self-sustaining”

dalam definisi suatu bisnis, mengakibatkan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas, mesti diberi konteksnya, yaitu dalam hal ini, siapa yang mengusahakan dan

mengelola rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas YANG TIDAK ADA OUTPUTNYA,

sehingga nantinya bisa menghasilkan output.

Menjawab pertanyaan di atas, besar kemungkinan ada 3 (tiga) pihak yang bisa

mengusahakan dan mengelolanya, yaitu:

Apakah pihak penjual (seller)?

Apakah pihak pembeli atau pihak yang mengakuisisi (acquirer)?

Apakah pihak lainnya, yaitu pelaku pasar (market participant)?

Di sinilah menurut penulis, IFRS 3 mengambil langkah berbeda, dimana ia memunculkan

kata-kata “pelaku pasar”.

Hadirnya kata-kata “pelaku pasar”, yang tidak mesti terkait sama sekali dengan pihak

penjual atau pihak pengakuisisi, memberikan persepsi yang sama sekali baru dan

memberikan makna yang tidak restriktif atas apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas itu “bisnis” atau bukan.

Mengapa demikian?

Tidak ada penjelasan yang penulis temukan dalam IFRS 3 terkait mengapa pihak pelaku

pasar yang dipilih19. Namun demikian, pilihan ini membawa banyak implikasi menarik.

19

Tentunya prinsip pengukuran (measurement principle) dalam IFRS 3 paragraf 18 yang mewajibkan pihak pengakuisisi mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih dengan nilai wajar (fair value) pada tanggal akuisisi, ada memberikan kontribusi pada

Page 28: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 28

Implikasinya sebagai berikut:

Implikasi 1: Terkait Kelengkapan Semua Input dan Proses yang Dapat Diterapkan atas

Input tersebut

Untuk supaya suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi atau

diperoleh dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, maka rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas tersebut tidak perlu mencakup SEMUA komponen input atau proses yang

diperlukan untuk menjalankan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut sebagai

suatu bisnis. Dengan kata lain, kembali bahwa, suatu rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas tersebut tidak mesti “self-sustaining” (ini suatu syarat penting yang mesti dipenuhi

dalam EITF Issue No. 98-3).

Jika suatu pelaku pasar memiliki kemampuan untuk mengusahakan dan mengelola

rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut guna menghasilkan output, baik dengan:

(i) mengintegrasikannya dengan input dan proses yang ia miliki; atau

(ii) mengusahakan mendapatkannya dari pihak luar (bisa dari industri yang sama atau

industri yang berbeda),

guna menutupi komponen yang tidak semuanya ada, dari suatu rangkaian terpadu dari aset

dan aktivitas tersebut yang diperoleh, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

tersebut tetap dapat disebut sebagai suatu bisnis.

Tentunya kalau komponen yang tidak lengkap dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas tersebut yang diakuisisi, komponen ini bisa bersifat “penting” atau juga “tidak

penting”:

Kalaupun “penting”, dan komponen yang tidak lengkap tersebut dimiliki oleh pihak

pelaku pasar, maka suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang

tidak lengkap tersebut, tetap ada kemungkinan disebut sebagai suatu bisnis.

Kalaupun “tidak penting”, dan katakan komponen itu tidak dimiliki oleh para pelaku

pasar, namun komponen yang hilang atau tidak lengkap dari rangkaian terpadu dari

diperkenalkannya konsep “pelaku pasar” dalam identifikasi suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas sebagai suatu bisnis, dimana kelengkapan output tidak dipersyaratkan. Konsep “pelaku pasar” kemudian dituangkan penjelasannya dalam IFRS 13 Fair Value Measurement.

Page 29: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 29

aset dan aktivitas tersebut dapat direplikasi atau digantikan 20 , sehingga secara

keseluruhan tidak mengganggu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut

untuk dapat menghasilkan output, maka tetap ada kemungkinan bisa dikategorikan

sebagai suatu bisnis.

Kehadiran kata-kata “pelaku pasar” mengakibatkan apakah unsur input atau proses yang

tidak lengkap tersebut, pada saat ditransfer, apakah “signifikan” atau tidak, apakah “penting”

atau tidak, apakah “major” atau “minor, menjadi tidak relevan lagi. Yang penting, ada input

bersama-sama dengan proses [yang diterapkan pada input tersebut] yang bersama-sama

dapat dilanjutkan oleh pelaku pasar guna mampu menghasilkan output, pada saat diakuisisi,

cukup dapat dikatakan bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas itu suatu bisnis. Ini

bisa dibaca kembali pada BC18 dari IFRS 3 dimana dikatakan:

…that a business need not include all of the inputs or processes that the seller used in

operating that business if a market participant is capable of continuing to produce outputs,

for example, by integrating the business with its own inputs and processes. This clarification

also helps avoid the need for extensive detailed guidance and assessments about whether a

missing input or process is minor.

Namun demikian, penting bagi penulis untuk mengingatkan bahwa komponen yang “penting”

atau “tidak penting” yang dibicarakan di atas tetap perlu memperhatikan bahwa komponen

tersebut harus digunakan untuk menghasilkan output. Ini secara spesifik disebutkan dalam

IFRS 3 bagian Definisi untuk proses, yang penulis kutip kembali dibawah ini:

Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or

inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic

management processes, operational processes and resource management processes.

These processes typically are documented, but an organized workforce having the

necessary skills and experience following rules and conventions may provide the necessary

processes that are capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting,

billing, payroll and other administrative systems typically are not processes used to

create outputs.) (IFRS 3 Appendix A Defined Terms)

20

Apakah dapat digantikan atau direplikasi suatu komponen dari suatu bisnis, tentunya bisa bersifat teknis. Namun di sini, penulis lebih menekankan pada tingkat kesulitannya relatif dalam konteks jangka waktu, tingkat usaha yang diperlukan, dan tingkat biaya atau investasi yang diperlukan.

Page 30: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 30

Sistem yang bersifat administratif, misalnya akuntansi, penagihan dan penggajian, jelas-

jelas tidak secara langsung diperlukan untuk menghasilkan output, tapi lebih merupakan

fungsi pendukung saja. Atau umum dikenal sebagai non-revenue generating activities.

Masih terkait tidak perlunya kehadiran SEMUA unsur atau komponen hadir dalam rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas, perlu dibaca kembali paragraf B8 IFRS 3:

To be capable of being conducted and managed for the purposes defined, an integrated set

of activities and assets requires two essential elements – inputs and processes applied to

those inputs, which together are or will be used to create outputs….

Kalimat dalam paragraf B8, yang mensyaratkan hadirnya 2 (dua) komponen penting dari

suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut, untuk dapat dikatakan sebagai

suatu bisnis, yaitu : “Input” DAN “Proses” yang diterapkan kepada input tersebut [yang

secara bersama-sama digunakan atau akan digunakan untuk menghasilkan output],

membawa implikasi bahwa:

Akuisisi atas suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas yang hanya memiliki input saja,

dan walaupun katakan, pihak pelaku pasar memiliki semua proses yang diperlukan untuk

mengolah input tersebut, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang

dialihkan tersebut TETAP tidak dapat disebut sebagai suatu bisnis. Intinya mesti ada input

DAN proses (yang dapat mengolah input lebih lanjut menjadi output di kemudian hari), pada

saat diakuisisi.

Kalau bisa kita rangkumkan untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset

dan aktivitas yang dialihkan tersebut adalah suatu bisnis atau bukan, yaitu apakah:

Input dan proses (yang diterapkan atas input) yang diakuisisi, digabungkan dengan

input dan proses yang dapat disediakan oleh pelaku pasar lainnya, adalah mampu

untuk dijalankan dan dikelola sedemikian rupa, guna menghasilkan output yang

diinginkan sesuai dengan tujuan bisnis tersebut.

Membicarakan input dan proses, tentunya tidak terlepas dari output atau produk (walaupun

untuk suatu kriteria agar dapat disebut sebagai suatu bisnis, kehadiran output tidak

merupakan suatu keharusan), maka kita mengenai siklus hidup produk (product life cycle),

Page 31: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 31

misalnya dalam industri farmasi atau life science, untuk proses sebelum sampai kepada

menjadi produk komersial.

Kalau rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut semakin jauh dalam siklus

hidupnya, maka besar kemungkinan bahwa terdapat pelaku pasar yang akan mampu

mengusahakan lebih jauh aset dan aktivitas tersebut untuk menghasilkan output, atau

dalam hal ini, akan lebih mudah dikategorikan sebagai suatu bisnis.

Sebagai contoh, dalam industri minyak bumi dan gas, the continuum dapat diilustrasikan

sebagai berikut21, dimana dari lahan yang belum dikembangkan sama sekali ke aset yang

menghasilkan, dimana ini semakin mungkin disebut sebagai suatu bisnis. Namun demikian,

setiap transaksi dan peristiwa dimana terjadi pengalihan perlu tetap dievaluasi berdasarkan

masing-masing fakta dan keadaan yang ada.

Proses

Penulis ingin menyinggung terkait proses, karena justru ini merupakan unsur yang penting

supaya suatu input atau sekumpulan aset dapat dikatakan lebih lanjut sebagai suatu bisnis

pada saat akuisisi terjadi.

Pertama, di dalam IFRS 3, tidak dibicarakan apakah proses yang dimaksud ini dalam suatu

bisnis:

merupakan proses yang dikerjakan sendiri oleh pihak penjual (atau pihak yang

diakuisisi) atau

bisa mencakup proses di-outsource ke pihak luar.

21

Canadian Association of Petroleum Producers. ECAP. Chartered Professional Accountants Canada. Viewpoints: Applying IFRSs in the Oil and Gas Industry. Mei 2013.

Page 32: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 32

Namun demikian, menurut hemat penulis, terlepas apakah dikerjakan sendiri oleh pihak

internal atau di-outsource ke pihak luar, yang penting, adalah proses itu yang tepat untuk

mengolah input, hadir pada saat akuisisi dilakukan. Di sini mesti ada dulu input dan proses,

supaya dapat menjadi suatu bisnis. Dan keberadaan “pelaku pasar” menjadi tidak relevan,

artinya, kalau cuma terdapat input yang ditransfer pada saat akuisisi, dan diperkirakan

bahwa proses kemudian dapat disediakan oleh pihak pelaku pasar, hal ini tetap berarti tidak

ada bisnis yang dialihkan. Hal ini karena tetap saja, pada saat dialihkan, yang ada cuma

input (atau sekumpulan aset), sehingga tidak memenuhi definisi suatu bisnis. Yang

dibicarakan dalam IFRS 3, dalam konteks “pelaku pasar” adalah kalau ada proses atau

input yang tidak lengkap atau kurang, dan kekurangan tersebut dapat ditutupi oleh pihak

pelaku pasar, misalkan digabung dengan sebagian input dan proses yang sudah dimiliki

oleh pihak pelaku pasar lainnya, dan dengan demikian pihak pelaku pasar dapat

mengoperasikan serangkaian terpadu dari aktivitas dan aset tersebut secara keseluruhan

sebagai suatu bisnis. Namun demikian, sebagaimana pada umumnya, IFRS 3 tidak

memberikan suatu pendekatan “bright line” (garis yang jelas), sehingga artinya tetap

diperlukan pertimbangan untuk menentukan input dan proses mana yang tidak lengkap

tersebut dan sejauh mana ketidaklengkapan tersebut bersifat signifikan namun tetap dapat

disediakan oleh pihak pelaku pasar.

Jadi kembali, kata kuncinya bisa ditemukan bahwa untuk disebut sebagai suatu bisnis,

rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut (mencakup input dan proses) tidak ada

kewajiban harus “self-sustaining”. Misalkan, dalam hal akuisisi, pertimbangan sinergi dalam

input dan proses masuk sebagai unsur penting yang dipertimbangkan oleh pihak

pengakuisisi. Bisa saja dari pertimbangan yang ada, walaupun input dan proses tersebut

sudah ada (artinya sudah digunakan oleh pihak penjual), namun oleh pihak pembeli (atau

pihak pengakuisisi), diputuskan untuk tidak mengakuisisinya atau tidak dalam bagian yang

dialihkan. Misalnya dalam harga akuisisi, tidak dimasukkan, contohnya, sistem pengadaan

barang, mengingat pihak pengakuisisi sudah memiliki sistem itu sendiri dan akan

disinergikan dengan sistem yang ia miliki, maka tidak dialihkannya sistem pengadaan

barang sebagai bagian dari pengalihan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut,

bukan berarti rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut itu bukan suatu bisnis. Jadi

intinya, pada saat akuisisi, ada kedua unsur, yaitu, input dan proses yang turut dialihkan.

Di samping itu, penting dicermati, bahwa pada saat akuisisi terjadi, sudah ada input dan

proses yang digunakan untuk mengolah input, terlepas tidak adanya output yang dihasilkan.

Itu sudah merupakan suatu bisnis. Lain halnya, misalnya selama ini sudah ada input dan

Page 33: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 33

proses yang berjalan, misalnya, restoran, tetapi kemudian restoran tersebut ditutup atau

berhenti beroperasi, dan hanya tertinggal tanah, bangunan, dan perkakas masak. Apabila

diakuisisi, maka pada saat diakuisisi sudah tidak terdapat proses untuk mengolah input yang

ada. Ini praktis hanya aset atau sekumpulan aset yang dibeli, dan bukan suatu bisnis,

karena tidak ada proses yang berjalan atau turut dialihkan. Walaupun pihak pengakuisisi

tetap dapat meneruskan lagi usaha restoran itu untuk menghasilkan jasa restoran berupa

penyediaan makanan dan minuman, tapi fakta bahwa pada tanggal akuisisi, tidak ada

proses, maka praktis yang diambil, hanya kumpulan aset, dan bukan suatu bisnis.

Kedua, membicarakan input, proses dan output dalam suatu bisnis bisa mencakup A hingga

Z, dan IFRS 3 tidak secara spesifik melihat sejauh mana input hadir (apakah hanya 1, 2, 3

input). Demikian juga dengan proses. Tapi tentunya proses yang dibicarakan, menurut

penulis, ya proses inti atau yang relevan untuk memproses input menjadi output. Proses ini

juga bisa hanya 1 proses, atau lebih dari 1 proses. Demikian juga dengan output, apakah

hanya 1 output atau lebih dari 1 output.

Ini hanya soal kompleksitas asesmen untuk menentukan apakah suatu rangkaian terpadu

dari aset dan aktivitas tersebut dapat disebut sebagai suatu bisnis nantinya. Hal ini sangat

disadari oleh IFRS 3, karena dalam B9, disebutkan :

The nature of the elements of a business varies by industry and by the structure of an

entity’s operations (activities), including the entity’s stage of development. Established

businesses often have many different types of inputs, processes and sometimes only a

single output (product). Nearly all businesses also have liabilities, but a business need not

have liabilities.

Kalimat terakhir dalam paragraf B9 di atas bahkan menyebutkan bahwa dalam suatu bisnis,

tidak selalu ada atau memerlukan kehadiran liabilitas. Dengan demikian, hadirnya liabilitas

tidak menjadi kata kunci untuk hadirnya suatu bisnis. Suatu kalimat yang cukup menarik

bagi penulis, mengingat bahwa hampir sebagian besar bisnis, “ditopang” oleh liabilitas,

misalnya utang usaha (trade payable). Tampaknya semangat supaya tidak ada aturan yang

terlalu restriktif atas suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas supaya bisa masuk

sebagai suatu bisnis, turut melatar-belakangi hal di atas.

Page 34: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 34

Implikasi 2: Kegiatan dalam Tahap Pengembangan (Development Stage)

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis,

rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset, yang diakuisisi oleh pihak pengakuisisi, pada saat

diakuisisi atau ditransfer, tidak perlu mencakup SEMUA input atau proses (yang diterapkan

pada input tersebut) yang digunakan oleh pihak penjual untuk menjalankan bisnisnya. Hal

ini tetap dimungkinkankan, mengingat persepsi yang diambil, adalah bukan dari sudut

pandang pihak pembeli, atau pihak pengakuisisi, namun dari pihak pelaku pasar.

Perhatikan bahwa penulis sengaja menggaris-bawahi “yang digunakan oleh pihak penjual”

dalam paragraf di atas. Hal ini berarti menjadi tidak relevan lagi:

Apakah input dan proses yang selama ini digunakan oleh pihak penjual guna menghasilkan

output dan menjalankan bisnis normalnya, perlu untuk SEMUA input dan proses tersebut

dialihkan dari pihak penjual kepada pihak pengakuisisi, untuk supaya rangkaian terpadu dari

aset dan aktivitas tersebut yang dialihkan tersebut untuk dapat dikatakan sebagai suatu

bisnis. Bisa jadi hanya SEBAGIAN dari input dan proses (yang dapat diterapkan atas input

tersebut), yang dialihkan, dan ini masih dimungkinkan memenuhi definisi suatu bisnis

menurut IFRS 3.

Hal di atas, menurut IFRS, dimungkinkan jika (kembali) seorang pelaku pasar mampu

melanjutkan rangkaian terpadu dari aktivitas dan aset (yang mencakup hanya BEBERAPA

INPUT DAN PROSES) yang diakuisisi tersebut, guna diusahakan dan dikelola

menghasilkan output. Sebagai contoh, pelaku pasar tersebut mampu mengintegrasikannya

dengan input dan proses yang sudah dimilikinya sendiri.

Yang penting, ada input dan proses pada saat dialihkan, yang dapat diolah lebih lanjut

menjadi output yang mendatangkan hasil atau manfaat ekonomis bagi pihak investor. Tidak

hadirnya output (dan pendapatan) pada saat akuisisi tidak menjadi persoalan, karena pihak

pengakuisisi tentunya sudah mempertimbangkan hal tersebut, artinya, besar kemungkinan

pihak pengakuisisi memiliki akses kepada input dan proses yang diperlukan sehingga dapat

dikelola lebih lanjut guna menghasilkan output yang diinginkan. Jadi intinya, ada

kemampuan untuk dilanjutkan guna mendatangkan hasil ekonomis.

Karena fokusnya pada kemampuan input dan proses tersebut untuk mencapai tujuan bisnis

yaitu menghasilkan output yang diinginkan, maka walaupun rangkaian terpadu dari aktivitas

Page 35: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 35

dan aset tersebut masih dalam tahap pengembangan dan belum memulai aktivitas

operasional utamanya yang direncanakan, maka masih dimungkinkan untuk masuk

dikatakan sebagai suatu bisnis. Jadi tidak dapat serta merta atau diasumsikan bahwa ia

bukan merupakan suatu bisnis.

Paragraf di atas membawa konsekuensi, bahwa entitas-entitas dalam tahap pengembangan,

dapat disebut sebagai suatu bisnis, sepanjang ada input dan proses, walaupun belum dalam

tahapan menghasilkan output. Misalnya, banyak perusahaan-perusahaan yang diakuisisi

masih belum memberikan pendapatan atau bahkan belum punya pelanggan, contoh

perusahaan-perusahaan yang bergerak di media sosial, namun demikian, perusahaan-

perusahaan tersebut sudah memiliki input dan proses yang diperlukan, sehingga

memungkinkan menghasilkan pendapatan. Input di sini, bisa mencakup karyawan

programmer, HAKI, dan aset tetap, serta riset produk. Proses bisa mencakup proses

operasional yang memungkinkan pengembangan dan pemasaran produk-produk. Pihak

pengakuisisi atau “pelaku pasar” tentunya dapat mempertimbangkan bahwa input dan

proses itu suatu hari akan mendatangkan output dan pendapatan, dan jarak dari titik akuisisi

hingga dilihatnya pendapatan, akan saja singkat atau bahkan mengambil waktu beberapa

tahun. Ini sangat tergantung kondisi pasar, dan sejauh mana resiko yang berani diambil oleh

pihak investor. Adanya transaksi akuisisi sendiri sudah memberikan bukti, bahwa input dan

proses tersebut suatu hari akan menjadi output. Kalau tidak, secara logika, mengapa pihak

investor bersedia menanamkan uangnya untuk membeli suatu rangkaian terpadu dari aset

dan aktivitas tersebut yang belum tampak produk dan pelanggan/pembeli-nya? Adanya

kata-kata “pelaku pasar” membuka dan memungkinkan suatu rangkaian terpadu dari aset

dan aktivitas tersebut disebut sebagai suatu bisnis.

Serangkaian aktivitas dan aset terpadu dalam tahap pengembangan mendapat tempat

khusus dalam IFRS 3, karena disebutkan secara spesifik.

An Integrated set of activities and assets in the development stage might not have outputs. If

not, the acquirer should consider other factors to determine whether the set is a business.

Those factors include, but are not limited to, whether the set:

(a) has begun planned principal activities;

(b) has employees, intellectual property and other inputs and processes that could be

applied to those inputs;

(c) is pursuing a plan to produce outputs; and

(d) will be able to obtain access to customers that will purchase the outputs.

Page 36: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 36

Not all of those factors need to be present for a particular integrated set of activities and

assets in the development stage to qualify as a business. [paragraf B10]

Dicantumkannya kalimat terakhir bahwa TIDAK SEMUA faktor-faktor tersebut (4 faktor)

harus terpenuhi dalam serangkaian aktivitas dan aset terpadu tertentu dalam tahap

pengembangan, guna memenuhi persyaratan untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis.

Apakah ini dapat diartikan bahwa walaupun hanya SALAH SATU FAKTOR dari ke-empat

faktor di atas tersebut hadir pada serangkaian aktivitas dan aset terpadu yang dialihkan atau

diakuisisi, berarti sudah dipenuhi syarat suatu bisnis?

Terkait faktor pertama (a) di atas, bahwa IFRS 3 jelas mendukung pemahaman bahwa

suatu serangkaian aktivitas dan aset terpadu semata-mata karena belum memulai atau

mengerjakan kegiatan operasional utamanya, tidak dapat serta merta diasumsikan bahwa ia

tidak dapat masuk sebagai suatu bisnis, sudah disebutkan di atas. Namun yang menarik

bagi penulis, adalah faktor kedua, yaitu (b) di atas, yaitu kehadiran karyawan, hak kekayaan

intelektual dan input dan proses lainnya yang dapat diterapkan pada input tersebut.

Secara khusus, penulis ingin menyinggung soal kehadiran karyawan, yang turut “dialihkan”

pada saat akuisisi dilakukan, karena bisa terindikasi hadirnya goodwill (=accounting black

hole).

Kumpulan Tenaga Kerja (Assembled Workforce) bagian dari Goodwill?

IFRS 3 secara khusus memberikan satu paragraf dalam Application Guidance (berjudul

“Assembled workforce and other items that are not identifiable”) terkait kumpulan tenaga

kerja sebagai item yang tidak teridentifikasi dalam suatu akuisisi.

Walaupun tenaga kerja terorganisir jelas merupakan bagian dari unsur proses dalam suatu

bisnis yang dapat menghasilkan output, ternyata secara satu kumpulan tenaga kerja, ia

tidak dapat teridentifikasi secara terpisah dari goodwill dan dimasukkan sebagai bagian dari

goodwill.

Ini perlu sekali dicermati, karena dalam begitu hadirnya goodwill dalam suatu transaksi atau

peristiwa, maka rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut diasumsikan sebagai

suatu bisnis, sebagaimana diindikasikan dalam paragraf B12 dari IFRS 3:

Page 37: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 37

In the absence of evidence to the contrary, a particular set of assets and activities in which

goodwill is present shall be presumed to be a business. However, a business need not have

goodwill. [paragraf B12 IFRS 3]

Terjemahan bebas: Dalam hal tidak ada bukti sebaliknya, rangkaian aset dan aktivitas

tertentu yang mempunyai goodwill dianggap sebagai suatu bisnis. Tetapi, sesuatu bisnis

tidak harus mempunyai goodwill.

Artinya, kalau ada goodwill, itu pasti suatu bisnis. Namun untuk dapat disebut sebagai suatu

bisnis, tidak memerlukan kehadiran goodwill.

Pertanyaan yang relevan adalah apakah ini berarti hadirnya “assembled workforce” yang

turut dialihkan, berarti hadirnya goodwill?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan terlebih dahulu arti dari “assembled

workforce”.

Tenaga kerja ada tercantum dalam definisi tentang Proses, suatu unsur yang penting untuk

suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas dapat dikatakan sebagai suatu bisnis.

Process: any system, standard, protocol, convention or rule that when applied to an input or

inputs, creates or has the ability to create outputs. Examples include strategic management

processes, operational processes and resource management processes. These processes

typically are documented, but an organized workforce having the necessary skills and

experience following rules and conventions may provide the necessary processes that are

capable of being applied to inputs to create outputs. (Accounting, billing, payroll and other

administrative systems typically are not processes used to create outputs.) (IFRS 3

Appendix A Defined Terms)

The acquirer subsumes into goodwill the value of an acquired intangible asset that is not

identifiable as of the acquisition date. For example, an acquirer may attribute value to the

existence of an assembled workforce, which is an existing collection of employees

that permits the acquirer to continue to operate an acquired business from the

acquisition date (catatan: ini definisi assembled workforce). An assembled workforce

does not represent the intellectual property of the skilled workforce – the (often specialized)

knowledge and experience that employees of an acquire bring to their jobs. Because the

Page 38: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 38

assembled workforce is not an identifiable asset to be recognized separately from goodwill,

any value attributed to it is subsumed into goodwill. [paragraf B37 IFRS 3]

Digunakannya kata “assembled” dalam “assembled workforce” di sini berarti kumpulan

tenaga kerja, sehingga perlu dibedakan dengan karyawan individual yang memiliki kontrak

kerja (kontrak kerja sendiri adalah aset tak berwujud22) dengan perusahaan. Karena yang

disebut adalah kumpulan tenaga kerja secara keseluruhan - yang tentunya pada umumnya

tidak dikenal adanya kontrak kerja secara keseluruhan, dan sebaliknya yang ada, kontrak

kerja masing-masing karyawan dengan perusahaan - maka kumpulan tenaga kerja tersebut

tidak dapat dipisahkan, sehingga ia masuk sebagai bagian dari goodwill. Kontrak kerja dapat

dikatakan bersifat individual, dan bukan kolektif.

Salah satu pertimbangan mengapa kumpulan tenaga kerja tidak menjadi suatu aset

teridentifikasi yang dapat dipisahkan dari goodwill, adalah dapat ditemukan dalam paragraf

15 International Accounting Standard 38 Intangible Assets (atau di Indonesia, PSAK No. 19

(revisi 2009) tentang Aset Takberwujud), yaitu unsur “pengendalian” (control) oleh

perusahaan yang relatif rendah.

An entity may have a team of skilled staff and may be able to identify incremental staff skills

leading to future economic benefits from training. The entity may also expect that the staff

will continue to make their skills available to the entity. However, an entity usually has

22

IFRS 3 Illustrative Examples paragraf IE37 Employment contracts that are beneficial contracts from the perspective of the employer because the pricing of those contracts is favorable relative to market terms are one type of contract-based intangible asset. Namun demikian, pengakuan kontrak kerja sebagai suatu aset (atau liabilitas) tak berwujud kemungkinan jarang dilakukan, mengingat bahwa pihak karyawan dapat memilih mengakhiri hubungan kerja sewaktu-waktu atau dalam periode pemberitahuan yang relatif singkat (misalnya 1 bulan atau 3 bulan), kontrak kerja biasanya juga tidak dapat dipaksakan. Katakan sekumpulan tenaga kerja memiliki apa yang dikatakan perjanjian serikat buruh atau perjanjian kolektif (collective bargaining agreement), namun perjanjian demikian pada umumnya berisi butir-butir kesepakatan akan tarif upah atau gaji, pengaturan jam kerja, uang lembur, hak cuti tahunan, dan sebagainya, dan bukan suatu perjanjian yang mengikat baik pihak karyawan maupun pihak pemberi kerja dalam suatu kontrak hubungan kerja dalam periode tertentu. Pihak karyawan tetap dapat sewaktu-waktu mengundurkan diri atau berhenti berkerja di satu pihak, atau di pihak pemberi kerja, dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Karena hal ini, perjanjian demikian, sama seperti kumpulan tenaga kerja, tidak ada aset tak berwujud yang diakui secara terpisah terkait karyawan-karyawan yang dicakup dalam perjanjian demikian. Namun demikian, IAS 38 memungkinkan bahwa suatu collective bargaining agreement dapat diakui sebagai suatu aset (atau liabilitas) tak berwujud secara terpisah jika persyaratan dari perjanjian tersebut adalah menguntungkan atau tidak menguntungkan ketika dibandingkan dengan persyaratan yang ada di pasar.

Page 39: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 39

insufficient control over the expected future economic benefits arising from a team of

skilled staff and from training for these items to meet the definition of an intangible

asset. For a similar reason, specific management or technical talent is unlikely to meet the

definition of an intangible asset, unless it is protected by legal rights to use it and to obtain

the future economic benefits expected from it, and it also meets the other parts of the

definition.

Dari paragraf 15 IAS 38 tampak bahwa suatu entitas pada umumnya atau biasanya

dianggap tidak dapat menjalankan (atau memastikan adanya) pengendalian atas manfaat

ekonomis masa depan yang diharapkan dari tenaga kerja (bahkan dari tenaga kerja trampil

sekalipun), sehingga relatif sulit untuk dikategorikan sebagai suatu aset tak berwujud.

Pengertian “pengendalian” sendiri disebutkan dalam paragraf 13 IAS 38, sebagai berikut:

An entity controls an asset if the entity has the power to obtain the future economic

benefits flowing from the underlying resource and to restrict the access of others to

those benefits. The capacity of an entity to control the future economic benefits from an

intangible asset would normally stem from legal rights that are enforceable in a court of law.

In the absence of legal rights, it is more difficult to demonstrate control. However, legal

enforceability of a right is not a necessary condition for control because an entity may be

able to control the future economic benefits in some other way.

Sedangkan “manfaat ekonomis masa depan” yang dibicarakan di atas dijelaskan dalam

paragraf 17 IAS 38:

The future economic benefits flowing from an intangible asset may include revenue from

the sale of products or services, cost savings, or other benefits resulting from the use

of the asset by the entity. For example, the use of intellectual property in a production

process may reduce future production costs rather than increase future revenues.

Kalau bisa kita lihat keseluruhan dari bacaan di atas, pertimbangan bahwa baik pihak

pemberi kerja maupun pihak karyawan dapat memutuskan hubungan kerja yang ada,

sekalipun ada kontrak kerja, setiap waktu dengan pemberitahuan yang sesuai dengan

praktik dalam industri yang bersangkutan. Tidak ada jaminan terkait bahwa pihak tenaga

Page 40: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 40

kerja akan terus berkarya dalam suatu perusahaan23, dan sebaliknya, pihak pemberi kerja

tidak dapat juga menjanjikan hubungan kerja akan terus berlangsung. Penyebabnya bisa

dari kondisi keuangan perusahaan sendiri atau kondisi ekonomi secara keseluruhan,

misalnya turunnya permintaan dan harga komoditas tertentu yang kemudian mempengaruhi

secara signifikan atas pendapatan perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk

menutupi biaya-biaya tetap yang ada.

Apalagi kalau dikaitkan dengan “kumpulan tenaga kerja” yang kemungkinan tidak memiliki

kontrak kerja secara kolektif, sehingga tidak dapat diakui sebagai suatu aset tak berwujud

secara terpisah. Dengan kata lain, ia tidak memenuhi baik kriteria “dapat dipisahkan

(separability)” atau “contractual-legal (timbul dari kontrak atau hak legal lainnya)”24 guna

pengakuan sebagai suatu aset tak berwujud teridentifikasi.

Masih terkait hal ini dan kaitannya dengan goodwill, untuk aset yang tidak dapat

teridentifikasi secara terpisah, menarik membaca paragraf 11 IAS 38:

The definition of an intangible asset requires an intangible asset to be identifiable to

distinguish it from goodwill. Goodwill recognized in a business combination is an asset

representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a business

combination that are not individually identified and separately recognized. The future

economic benefits may result from synergy between the identifiable assets acquired or form

assets that, individually, do not qualify for recognition in the financial statements.

Karena kumpulan tenaga kerja bukan merupakan suatu aset yang dapat teridentifikasi

secara terpisah maka ia dimasukkan sebagai bagian dari goodwill25. Hal ini ditegaskan

dalam paragraf BC178 dari IFRS 3, sebagaimana dikutip di bawah ini:

23

A corporate shareholder votes with a hand but…an employee votes with her/his foot.

24 International Accounting Standar 38 Intangible Assets paragraf 12.

25 Perlu juga diperhatikan paragraf BC180 IFRS 3:

In most jurisdictions, the employer usually “owns” the intellectual property of an employee. Most employment contracts stipulate that the employer retains the rights to and ownership of any intellectual property created by the employee….In other words, the prohibition of recognizing an assembled workforce as an intangible asset does not apply to intellectual property; it applied only to the value of having a workforce in place on the acquisition date so that the acquirer can continue the acquiree’s operations without having to hire and train a workforce.

Page 41: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 41

…Because an assembled workforce is a collection of employees rather than an

individual employee, it does not arise from contractual or legal rights. Although individual

employees might have employment contracts with the employer, the collection of

employees, as a whole, does not have such a contract. In addition, an assembled

workforce is not separable, either as individual employees or together with a related contract,

identifiable asset or liability. An assembled workforce cannot be sold, transferred, licensed,

rented or otherwise exchanged without causing disruption to the acquirer’s business. In

contrast, an entity could continue to operate after transferring an identifiable asset.

Therefore, an assembled workforce is not an identifiable intangible asset to be recognized

separately from goodwill.

Jadi kalau boleh disimpulkan, meskipun pihak karyawan individual kemungkinan memiliki

perjanjian atau kontrak kerja dengan pihak yang diakuisisi, dimana, setidak-tidaknya secara

teoritis, dapat secara terpisah diakui dan diukur, namun sekumpulan tenaga kerja dapat

dikatakan besar kemungkinan tidak memiliki kontrak semacam ini. Karena itu, sekumpulan

tenaga kerja tidak memenuhi kriteria kontraktual-legal sebagaimana diwajibkan oleh IAS 38

(tentang Intangible Assets) untuk dapat diakui secara terpisah. Selain itu, IASB

berkesimpulan bahwa sekumpulan tenaga kerja tidak dianggap dapat dipisahkan tersendiri

untuk diukur dan diakui, karena ia tidak dapat dijual atau dialihkan tanpa mengakibatkan

gangguan pada bisnis pihak pengakuisisi [baca IFRS 3 paragraf BC178 di atas]. Sebagai

akibatnya, dalam suatu kombinasi bisnis ataupun akuisisi aset, sekumpulan tenaga kerja

bukan merupakan suatu aset tak berwujud yang dapat teridentifikasi, yaitu dapat secara

terpisah diakui tersendiri. Dengan demikian, apapun nilai yang dapat diatribusikan pada

sekumpulan tenaga kerja, nilai tersebut akan dimasukkan ke dalam goodwill.

Kumpulan Tenaga Kerja dan Kehadiran “Pelaku Pasar”

Mengingat bahwa menjalankan suatu bisnis memerlukan personel atau sumber daya

manusia, dan walaupun pada umumnya, dapat dikatakan identifikasi atas sumber daya

manusia atau tenaga kerja secara relatif tidak sulit untuk dilakukan, mana yang merupakan

kumpulan tenaga kerja, dan mana yang merupakan proses, walaupun pada umumnya

tenaga kerja sangat terkait dan merupakan bagian [integral] dari proses suatu bisnis. Namun

untuk dikatakan sebagai suatu bisnis, maka tenaga kerja saat ini yang dipekerjakan oleh

pihak penjual dalam proses bisnisnya menjadi tidak relevan. Kembali, munculnya kata-kata

“pelaku pasar” memberikan implikasi bahwa untuk menjalankan aktivitas dan mengolah

input tersebut sehingga menghasilkan output, tidak mesti menggunakan tenaga kerja saat

Page 42: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 42

ini yang dipekerjakan. Pihak pengakuisisi atau pembeli ataupun pelaku pasar dapat saja

menghentikan kontrak kerja yang ada karena tidak memerlukan tenaga kerja saat ini, dan

kemudian menggantinya dengan tenaga kerja yang dimiliki oleh pihak pengakuisisi, atau

bahkan memperkerjakan tenaga kerja yang baru.

Kumpulan Tenaga Kerja, Goodwill dan Bisnis

Mengingat sekumpulan tenaga kerja bukan merupakan aset teridentifikasi yang diakui

secara terpisah dari goodwill, maka walaupun kumpulan tenaga kerja tersebut dapat

dipisahkan atau diidentifikasi secara terpisah dari input lain dan proses lainnya, maka setiap

nilai yang diatribusikan pada kumpulan tenaga kerja tersebut dimasukkan ke dalam goodwill

[paragraf B37 IFRS 3].

Terdapat beberapa pertanyaan yang cukup relevan melihat kaitan antara kumpulan tenaga

kerja, goodwill dan bisnis.

Apakah hadirnya sekumpulan tenaga kerja, berarti hadirnya goodwill, dan ini berarti

hadirnya suatu bisnis?26

Apakah berarti hadirnya assembled workforce, dimana pengalihan suatu rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas, juga mencakup sekumpulan tenaga kerja 27 , yang

tinggal dipergunakan atau dipekerjakan oleh pihak pengakuisisi, tanpa perlu direkrut

dan menjalani pelatihan kembali secara signifikan, berarti hal ini telah ada goodwill,

dan dengan demikian telah ada bisnis yang dialihkan? Atau dengan pertanyaan sedikit

berbeda: Bagaimana jika rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang

diakuisisi dan berikut dengan karyawan atau tenaga kerja (termasuk kontrak kerja

masing-masing karyawan) yang ada, turut dialihkan, apakah ini ada indikasi bahwa

suatu bisnis telah diakuisisi? Namun, bagaimana, jika hanya sebagian tenaga kerja

yang turut diperkerjakan oleh pihak pengakuisisi (atau pihak pembeli)?

26

Namun di lain pihak, perlu menjadi catatan bahwa ketidakhadiran goodwill dalam rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas yang dialihkan, bukan berarti, dapat serta merta dinyatakan bahwa ia bukan merupakan suatu bisnis (paragraf B12 IFRS 3). 27

Kumpulan tenaga kerja diartikan sebagai kumpulan karyawan yang ada, yang memungkinkan pihak pengakuisisi untuk melanjutkan operasi bisnis yang diakuisisi, sejak tanggal akuisisi (paragraf B37 IFRS 3).

Page 43: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 43

Bagaimana dalam hal, ada input dan proses yang dialihkan, namun tidak ada sama

sekali tenaga kerja atau karyawan (dari input dan proses sebelumnya yang dipakai)

yang tidak diperkerjakan? Hal ini dimungkinkan mengingat pihak pengakuisisi sudah

memiliki karyawan sendiri dengan kompetensi yang diharapkan akan mampu

menjalankan proses dan aktivitas atas input guna memproduksi output. Jadi kalau

tidak ada karyawan yang dipertahankan, tidak otomatis dapat disimpulkan bahwa

rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut bukan merupakan suatu bisnis.

Namun demikian, dalam banyak transaksi merger & acquisition, anggota manajemen

kunci dalam suatu bisnis, dengan kata lain, yang dapat membuat bisnis tetap “tick”

(atau tetap bergerak), akan banyak dipertahankan, minimal untuk beberapa tahun ke

depan, hingga proses sinergi dapat tercipta sebagaimana diharapkan.

[paragraf B37 IFRS 3 menyebutkan “….. setiap nilai yang diatribusikan pada kumpulan

tenaga kerja tersebut dimasukkan ke dalam goodwill”, di sini pertanyaannya, dalam

praktik, apakah wajib bisa didistribusikan nilai kepada sekumpulan tenaga kerja

tersebut? Bagaimana kalau dalam fakta yang ada, tenaga kerja itu tidak diatribusikan

nilai, artinya, bisa jadi pihak penjual dengan sukarela memberikan dan menyerahkan

tenaga kerja tersebut kepada pihak pengakuisisi mengingat, misalnya, karena tidak

memerlukan mereka lagi? Dalam kejadian demikian, menurut hemat penulis, secara

implisit, tetap ada nilai yang bisa dilekatkan pada sekumpulan tenaga kerja tersebut,

minimal dapat digunakan acuan perhitungan kewajiban uang pensiun atau pemutusan

hubungan kerja.

Walaupun tidak banyak yang dijelaskan dalam IFRS 3, tapi apakah lalu dapat diartikan

bahwa pada umumnya, perusahaan-perusahaan dalam tahap pengembangan yang

memiliki tenaga kerja yang memiliki kemampuan untuk membuat produk, dapat

dianggap sebagai suatu bisnis? Tampaknya demikian, kalau melihat faktor-faktor yang

disebutkan dalam paragraf B10 dari IFRS 3, dimana ada disebutkan soal “karyawan”.

Kembali ke Goodwill

Hal-hal di atas tetap akan membawa kita pada pertanyaan : Bagaimana kita tahu ada

kehadiran goodwill?

Yang menarik adalah bahwa soal kehadiran goodwill ini turut diperhitungkan untuk

menentukan apakah suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut itu suatu bisnis.

Page 44: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 44

Kalau ada goodwill hadir dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut,

maka diasumsikan bahwa suatu bisnis ada. Kecuali, kalau dapat dibuktikan bahwa asumsi

ini tidak benar.

Lalu drayman kita tahu bahwa goodwill ada dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas tersebut?

Goodwill didefinisikan sebagai berikut:

An asset representing the future economic benefits arising from other assets acquired in a

business combination that are not individually identified and separately recognized.

[Appendix A Defined Terms IFRS 3]

Terjemahan bebas: Suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang

timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam suatu kombinasi bisnis yang tidak dapat

diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah.

Walaupun terdapat definisi goodwill, namun pendekatan IFRS 3 tetap mengacu ke

perhitungan28, dimana disebutkan bahwa paragraf 32:

Pihak pengakuisisi mengakui goodwill pada tanggal akuisisi yang diukur sebagai SELISIH

LEBIH (a) atas (b) di bawah ini (terjemahan paragraf 32 IFRS 3):

(a) nilai agregat dari:

(i) imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini, yang pada

umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi.

(ii) jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang

diukur sesuai dengan Pernyataan ini; dan

(iii) untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap, nilai wajar pada

tanggal akuisisi, kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak

pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi.

(b) selisih jumlah dari aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih

pada tanggal akuisisi, yang diukur sesuai Pernyataan ini.

28

Kemungkinan ini untuk menghindar “debat kusir” terkait ada atau tidak adanya goodwill, melihat begitu bervariasinya interpretasi atas goodwill (lihat paragraf BC312-BC327 IFRS 3).

Page 45: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 45

[insert gambar]

Contoh:

Katakan total nilai wajar dari suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang

diakuisisi adalah sebesar Rp 10 milyar, dan nilai wajar dari aset neto (sesudah dikurangi

liabilitas) yang teridentifikasi adalah Rp 7 milyar, maka adanya selisih lebih ini - yang berupa

goodwill - menciptakan asumsi bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut

yang diakuisisi itu adalah suatu bisnis.

Dari penegasan di atas, dapat terlihat bahwa kehadiran goodwill dalam suatu rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi, memberikan implikasi bahwa suatu

rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut adalah suatu bisnis. Dan ini juga secara

tidak langsung, menyatakan bahwa, kalaupun ada input dan proses yang tidak ada (namun

goodwill hadir dalam perhitungan di atas), besar kemungkinan input dan proses yang tidak

ada itu akan mampu untuk mencegah input dan proses yang ada untuk terus dilanjutkan

menghasilkan output dan mendatangkan hasil ekonomis, baik dalam bentuk dividen, biaya

yang lebih rendah atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor atau

pemilik, anggota atau peserta/partisipan lainnya.

Menurut penulis, maksud dari dikaitkan kehadiran goodwill langsung kepada cara

penentuan perhitungan goodwill yaitu apabila ada selisih lebih (a) atas (b), ada maksud

yang lebih jauh. Yaitu goodwill, sebagai suatu aset yang diakui oleh pihak pengakuisisi dan

wajib diukur sebagai suatu residual (=the excess of one amount over another), akan hanya

dapat hadir, kalau hal-hal yang disebutkan dalam point (b) di atas juga sudah dikerjakan

dengan benar, yaitu apabila semua aset berwujud dan aset tak berwujud dalam suatu

rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut telah secara spesifik diidentifikasi, diakui

dan secara benar dinilai, terlepas apakah aset tersebut diakui atau tidak sebelumnya dalam

pembukuan pihak yang diakuisisi. Hal-hal ini mesti dikerjakan SEBELUM MENENTUKAN

apakah goodwill hadir atau ada (baca paragraf 36 IFRS 3).

Mengapa demikian? Ini dapat disimpulkan secara tidak langsung dari 2 (dua) prinsip yang

dimunculkan dalam IFRS 3, yaitu:

1) Prinsip Pengakuan (recognition principle)

Page 46: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 46

As of the acquisition date, the acquirer shall recognize, separately from goodwill, the

identifiable assets acquired, the liabilities assumed and any non-controlling

interest in the acquire….(paragraf 10 IFRS 3)

Terjemahan bebas: Pada tanggal akuisisi, pihak pengakuisisi mengakui, secara

terpisah dari goodwill, aset teridentifikasi yang diperoleh, liabilitas yang diambil-alih,

dan kepentingan nonpengendali pihak yang diakuisisi. …

The acquirer’s application of the recognition principle and conditions may result in

recognizing some assets and liabilities that the acquire had not previously

recognized as assets and liabilities in its financial statements. For example, the

acquirer recognizes the acquired identifiable intangible assets, such as a brand name,

a patent or a customer relationship, that the acquire did not recognize as assets in its

financial statements because it developed them internally and charged the related

costs to expense. (paragraf 13 IFRS 3)

Terjemahan bebas: Penerapan prinsip dan ketentuan pengakuan oleh pihak

pengakuisisi dapat menyebabkan pengakuan suatu aset dan liabilitas yang

sebelumnya tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi sebagai aset dan liabilitas dalam

laporan keuangannya. Misalnya, pihak pengakuisisi mengakui aset tak berwujud yang

dapat diidentifikasi yang diperoleh, seperti merek, paten atau hubungan pelanggan,

yang tidak diakui oleh pihak yang diakuisisi sebagai aset dalam laporan keuangannya

karena pihak yang diakuisisi mengembangkannya secara internal dan memperlakukan

biaya terkait sebagai beban.

2) Prinsip Pengukuran (measurement principle)

The acquirer shall measure the identifiable assets acquired and the liabilities

assumed at their acquisition-date fair values. (paragraf 18 IFRS 3)

Terjemahan bebas: Pihak pengakuisisi mengukur aset teridentifikasi yang diperoleh

dan liabilitas yang diambil-alih pada nilai wajar pada tanggal akuisisi.

Page 47: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 47

Jadi kalau dapat dibuktikan, yaitu melalui cara perhitungan di atas, yaitu adanya Selisih

Lebih (a) atas (b), maka dapat dipastikan bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan

aktivitas tersebut yang diakuisisi tersebut adalah suatu bisnis.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana kalau tidak ada selisih lebih (a) atas (b), atau dengan

kata lain nilai total (a) = nilai total (b), artinya tidak ada goodwill yang mesti diakui oleh pihak

pengakuisisi? Apakah ini lalu berarti bahwa suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

tersebut bukan merupakan suatu bisnis?

IFRS 3 dalam hal ini melihat bahwa tidak adanya goodwill bukan lalu berarti suatu rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas tersebut bukan merupakan suatu bisnis. “Bisnis is bisnis”,

terlepas apakah ada goodwill atau tidak yang diakui. Pandangan ini jelas terlihat pada

adanya kemungkinan bahwa entitas dalam tahap pengembangan atau entitas yang bahkan

baru didirikan, namun sudah ada kelengkapan input dan proses (tanpa perlu ada output

atau pendapatan) - yang besar kemungkinan tidak ada goodwill - maka tetap dapat disebut

sebagai suatu bisnis.

Di samping itu, perlu juga dipertimbangkan ketidakhadiran goodwill bukan berarti “de fakto”

tidak ada goodwill. Terdapat situasi tertentu dimana yang muncul adalah berupa “pembelian

dengan diskon” (bargain purchase). IFRS 3 mengakui situasi ini sebagai disebutkan di

bawah ini:

Occasionally, an acquirer will make a bargain purchase, which is a business combination in

which the amount in paragraph 32(b) exceeds the aggregate of the amounts specified in

paragraph 32(a). (paragraf 34 IFRS 3)

Terjemahan bebas: Kadang kala, pihak pengakuisisi melakukan pembelian dengan diskon

(bargain purchase), dimana nilai total (b) di atas lebih tinggi daripada nilai total (a). Atau

sederhananya, total nilai wajar aset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-

alih, sesungguhnya lebih tinggi daripada nilai wajar imbalan yang dialihkan (dan jumlah

setiap kepentingan nonpenendali pada pihak yang diakuisisi, serta kepentingan ekuitas

yang sebelumnya dimiliki oleh pihak pengakuisisi) secara keseluruhan.

A bargain purchase might happen, for example in a business combination that is a forced

sale in which the seller is acting under compulsion…..(paragraf 35 IFRS 3)

Page 48: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 48

Terjemahan bebas: Pembelian dengan diskon dapat terjadi, misalnya, dalam kombinasi

bisnis yang merupakan penjualan terpaksa yang terjadi karena pihak penjual melakukannya

karena diwajibkan..

Implikasi Ketiga: Banyak Hal Menjadi Tidak Relevan Lagi Bagi Hadirnya Suatu Bisnis

Kata kuncinya adalah munculnya kata-kata “pelaku pasar”. Sebagaimana disebutkan dalam

paragraf B8 dan B11 dari IFRS 13, maka pihak pelaku pasar spesifik tidak diperlukan untuk

dapat diidentifikasi, namun yang penting, ada pelaku pasar secara umum dapat diketahui,

yaitu pihak pembeli dan penjual di pasar utama atau pasar yang paling menguntungkan,

untuk aset tersebut, dimana pihak pembeli dan penjual tersebut, dalam posisi independen

satu sama lain, memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai terkait aset dan

transaksi menggunakan informasi yang tersedia, dapat dan bersedia melakukan transaksi

atas aset tersebut (lihat definisi “market participant” dalam IFRS 13 Fair Value

Measurement)29.

29

Siapa itu “pelaku pasar” (market participant)? IFRS 13 paragraf 22 and 23 and bagian Appendix A untuk definisi menyebutkan hal-hal ini: Market participant : Buyers and sellers in the principal (or most advantageous) market for the asset or liability that have all the following characteristics:

(a) They are independent of each other, i.e. they are not related parties as defined in IAS 24, although the price in a related party transaction may be used as an input to a fair value measurement if the entity has evidence that the transaction was entered into at market terms.

(b) They are knowledgeable, having a reasonable understanding about the asset or liability and the transaction using all available information, including information that might be obtained through due diligence efforts that are usual and customary.

(c) They are able to enter into a transaction for the asset or liability. (d) They are willing to enter into a transaction for the asset or liability, i.e. they are motivated but

not forced or otherwise compelled to do so. [Appendix A Defined Terms IFRS 13] Bicara pelaku pasar, ini terkait penentuan nilai wajar aset atau liabilitas oleh suatu entitas, dimana diwajibkan menggunakan asumsi-asumsi yang akan digunakan oleh para pelaku pasar dalam melakukan pricing aset atau liabilitas, dimana diasumsikan bahwa para pelaku pasar bertindak demi kepentingan ekonomi terbaik mereka [paragraf 22 IFRS 3] Bicara asumsi-asumsi yang dibangun, maka entitas yang bersangkutan tidak perlu untuk mengidentifikasi para pelaku pasar tertentu. Yang ditekankan adalah entitas tersebut hanya perlu mengidentifikasi ciri-ciri yang membedakan para pelaku pasar pada umumnya, dengan mempertimbangkan faktor-faktor spesifik terhadap SEMUA dari hal-hal ini:

(a) Aset atau liabilitas; (b) Pasar utama (atau pasar yang paling menguntungkan untuk aset atau liabilitas tersebut); dan (c) Para pelaku pasar dengan pihak mana entitas tersebut akan mengadakan transaksi dalam

pasar tersebut [paragraf 23 IFRS 13]

Page 49: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 49

Karena hadirnya para pelaku pasar sebagaimana disebutkan di atas, maka paragraf B11

IFRS 3 memberikan perspektif baru, bahwa bahkan serangkaian terpadu aset dan aktivitas

tersebut, untuk dapat dikatakan sebagai suatu bisnis, tidak perlu sebelumnya pernah

dijalankan sebagai suatu bisnis oleh pihak penjual. Atau dengan kata lain, menjadi tidak

relevan lagi, apakah pihak penjual pernah secara historis mengoperasikan rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang dialihkan tersebut sebagai suatu bisnis. Ini

tampak dalam kalimat yang ditebalkan di bawah ini:

Determining whether a particular set of assets and activities is a business should be based

on whether the integrated set is capable of being conducted and managed as a business by

a market participant. Thus, in evaluating whether a particular set is a business, it is not

relevant whether a seller operated the set as a business or whether the acquirer intends

to operate the set as a business.

Hadirnya para pelaku pasar sebagaimana disebutkan di atas, maka menjadi tidak relevan

dalam konteks hadirnya suatu bisnis, apakah pihak penjual atau bahkan pihak pembeli atau

pengakuisisi berkehendak untuk mengoperasikan rangkaian terpadu aset dan aktivitas

tersebut sebagai suatu bisnis. Yang relevan adalah apakah pihak pelaku pasar DAPAT

menjalankannya sebagai suatu bisnis.

Hal ini cukup logis, mengingat, misalkan, pihak pengakuisisi tidak mau melanjutkan suatu

rangkaian terpadu aset dan aktivitas, maka pihak pengakuisisi tetap memiliki opsi untuk

menjualnya, atau menyerahkan kepada pihak lain yang dapat menjalankannya dengan pola

kerjasama kontraktual. Secara tidak langsung, hadirnya aset yang dipadukan dengan

proses yang dapat diterapkan atas input tersebut, dan diketahui secara teknis dan komersial

dapat diolah lebih lanjut menjadi output yang mendatangkan manfaat ekonomis bagi pihak

investor, secara tidak langsung sudah mengisyaratkan bahwa itu adalah suatu bisnis.

Bahkan lebih jauh, hadirnya kata-kata “pelaku pasar” juga membawa konsekuensi bahwa

identifikasi atas input dan proses yang relevan, tidak perlu dilakukan atas SEMUA input dan

proses untuk hadirnya suatu aktivitas bisnis. Terlepas apakah pihak pengakuisisi atau

pembeli memiliki semua input dan proses yang diperlukan untuk menjalankannya sebagai

suatu bisnis, pihak pembeli atau pengakuisisi tetap memiliki opsi untuk:

mencari input dan proses yang tidak ia miliki dari pihak pelaku pasar, dan kemudian

menggabungkannya untuk dapat meneruskan pemrosesannya menjadi output; atau

Page 50: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 50

menjual sebagian input dan proses tersebut kepada pihak pelaku pasar, sepanjang

pihak pelaku pasar memiliki kemampuan untuk mengambil aset dan proses tersebut

dan kemudian meneruskannya sebagai suatu bisnis, dengan mengkombinasikannya

dengan input dan proses yang dimiliki sendiri oleh para pelaku pasar atau bahkan

mengambilnya secara komersial dari pasar, untuk input dan proses yang tidak

dimilikinya.

Sebagai contoh:

ada suatu properti rental yang dimiliki oleh PT A.

PT A mengadakan kontrak manajemen properti dengan PT B.

Properti rental itu sudah berjalan di bawah pengelolaan PT B.

PT C memutuskan untuk membeli PT A.

Terlepas apakah nantinya kontrak pengelolaan properti dengan PT B akan diteruskan atau

tidak sesudah PT A diakuisisi, tidak relevan dalam penentuan apakah properti rental yang

diambil-alih itu suatu bisnis. Fakta bahwa pada saat diakuisisi, sudah ada properti yang

dikelola oleh manajemen properti adalah cukup indikasi bahwa yang diakuisisi adalah suatu

bisnis. PT C bisa saja tidak mau meneruskan kontrak pengelolaan properti dengan PT B,

dan bermaksud dikelola sendiri atau diberikan kepada perusahaan manajemen properti

lainnya.

Jadi, kalau bisa disimpulkan:

Munculnya kata-kata “pelaku pasar” mengakibatkan, untuk dapat disebut sebagai suatu

bisnis, menjadi tidaklah relevan lagi:

Apakah pihak penjual benar-benar sudah menjalankan rangkaian terpadu dari aset

dan aktivitas tersebut sebagai suatu bisnis?

Atau apakah pihak pengakuisisi memang bermaksud (atau berkemampuan) untuk

nantinya menjalankan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut sebagai suatu

bisnis?

Intinya, apakah rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang ditransfer tersebut

adalah suatu bisnis, atau bukan, akan lebih melihat pada:

Kemampuan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut untuk menghasilkan

output yang dapat mendatangkan hasil atau manfaat ekonomis bagi pihak investor;

Page 51: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 51

Dan hadirnya kata-kata “pelaku pasar”, juga berimplikasi bahwa lengkap atau tidak

lengkapnya komponen-komponen di dalam suatu rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

tersebut sangat tergantung pada:

kemampuan pihak pelaku pasar untuk dapat menyediakan komponen aset dan

aktivitas tersebut yang belum lengkap tersebut, sehingga tetap memungkinkan input

tersebut diolah lebih lanjut untuk menjadi output. Di sini lebih melihat, kembali, pada

KEMAMPUAN, pihak pelaku pasar untuk dapat menjalankan nantinya sebagai suatu

bisnis.

Langkah-Langkah Analisa

Munculnya penekanan pada “capability to achieve the purposes of the business” dari suatu

rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut untuk dapat disebut sebagai suatu bisnis,

maka hal ini akan memperbesar kemungkinan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

tersebut untuk dikategorikan sebagai suatu bisnis. Namun demikian, pada saat yang sama,

asesmen ini memerlukan pertimbangan yang signifikan, dimana secara umum, dapat

digambarkan langkah-langkah yang perlu diambil:

1) Identifikasi terlebih dahulu komponen-komponen yang ada dalam suatu rangkaian

terpadu dari aset dan aktivitas tersebut yang diakuisisi. Ini memerlukan pemahaman

atas input, proses dan output dari rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut.

Input-input apa saja yang sudah ada, dan input-input apa lagi yang masih

diperlukan.

Proses yang sudah berjalan di masa lalu, yang sedang berjalan, atau yang masih

direncanakan dan belum berjalan.

Proses dalam industri yang sama.

Proses apalagi yang masih diperlukan untuk dapat memastikan bahwa apabila

proses tersebut diterapkan atas input yang ada (ditambah yang belum ada), akan

dapat dihasilkan output yang diinginkan.

2) melakukan asesmen atas kemampuan rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas

tersebut untuk menghasilkan output. Di sini pertimbangan kemampuan tenaga kerja,

baik dari segi pengalaman, keahlian, baik yang sudah ada dalam perusahaan maupun

Page 52: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 52

ketersediaan tenaga kerja eksternal dengan kompetensi yang sama apakah tersedia.

Dalam industri tertentu, misalnya bubut mesin, atau bahkan merancang desain sepatu,

memerlukan keahlian yang sangat tinggi, yang belum tentu dengan mudah ada

substitusi atau digantikan dalam waktu yang cepat.

3) Mereview kemampuan dari pelaku pasar untuk tetap mampu menghasilkan output jika

dari hasil evaluasi pada tahap 1) di atas, masih ada kekurangan pada komponen input

atau proses.

Fokus di sini adalah pada komponen input dan/atau proses yang kurang lengkap.

Tidak lengkapnya komponen input dan/atau proses guna memproduksi output tidak

serta merta berarti bahwa rangkaian terpadu dari aset dan aktivitas tersebut bukan

suatu bisnis. Di sinilah peran dari pelaku pasar, yang diartikan secara bebas dalam

IFRS, artinya tidak harus pelaku pasar dalam industri yang sama. Artinya ini bukan

pertanyaan terkait pelaku pasar atau pihak pengakuisisi tertentu atau spesifik.

Pertanyaan pentingnya adalah apakah komponen yang tidak lengkap tersebut dapat

direplikasi atau diperoleh oleh pelaku pasar.

Ini relatif bisa dilihat dalam akuisisi atas suatu bangunan hotel yang baru dibangun.

Pihak pengakuisisi, yang bisa jadi adalah financial investor (bukan strategic investor,

atau pemain pada industri yang sama), dapat saja menggandeng grup manajemen

hotel tertentu dengan brand yang sudah kuat, untuk mengusahakan dan

mengimplementasikan beberapa proses penting, guna memastikan bahwa bangunan

hotel baru tersebut dapat beroperasi guna mendatangkan manfaat ekonomis bagi para

investor. Dalam beberapa hal, bahkan grup manajemen hotel bisa membawa sendiri

pasukan intinya untuk mengisi beberapa posisi penting dalam manajemen hotel

tersebut.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

Page 53: Pengalihan aset atau pengalihan bisnis (draf)

www.futurumcorfinan.com

Page 53

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of

writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have

been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any

representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising

from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is

not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your

advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the

authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved