PENGALENGAN IKAN DAN PENGALENGAN BUAH …blog.ub.ac.id/bojonegoro/files/2012/03/DEDY-BAGUS... ·...

34
Teknologi dan Manajemen Pengemasan KAJIAN KERUSAKAN KEMASAN KALENG BUAH NANAS Nama : Dedy Bagus Prasetyo NIM : 0811030019 Kelas : E Kajian Kerusakan Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Pada Kemasan Kaleng Dosen Pengajar : Nimas Mayang, STP MSc, MP

Transcript of PENGALENGAN IKAN DAN PENGALENGAN BUAH …blog.ub.ac.id/bojonegoro/files/2012/03/DEDY-BAGUS... ·...

Teknologi danManajemen Pengemasan

KAJIAN KERUSAKAN KEMASAN KALENG BUAH NANAS

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTASTEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2012

Nama : Dedy Bagus Prasetyo

NIM : 0811030019

Kelas : E

Kajian Kerusakan Fisik, Kimia dan

Mikrobiologi Pada Kemasan Kaleng

Dosen Pengajar : Nimas Mayang, STP MSc, MP

1

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini, peluang pasar dunia semakin terbuka lebar

untuk semua komoditas. Demikian juga komoditi nanas cukup besar peluang

untuk memasuki pasar dunia baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk buah

kaleng. Negara-negara di Asia Tenggara merupakan eksportir utama buah nanas

dunia. Thailand merupakan negara eksportir terbesar pada tahun 1995, yaitu

sekitar 39% dari ekspor nanas dunia.

Menurut proyeksi, kebutuhan nanas dunia tahun 1996 akan naik sebesar

5% kebutuhan dunia saat ini. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan

pasokan nanas yang sangat besar. Tentu saja hal ini akan menjadi prospek yang

baik bagi Indonesia. Hal yang perlu untuk dicermati adalah ekspor buah nanas

Indonesia meningkat dalam 10 tahun terakhir. Prospek komoditas buah nanas

sangat besar, terutama bila nanas diolah menjadi makanan kaleng seperti selai

nanas, sirup buah nanas dan sirup kulit buah nanas.

Perkembangan industri pengolahan nanas yang pesat menyebabkan

kemasan menjadi faktor yang penting dalam pengangkutan dan penyimpanan

barang-barang sesuai dengan perkembangan pasar lokal menjadi pasar nasional

bahkan internasional. Kemasan merupakan salah satu cara atau metode untuk memberikan

perlindungan pada pangan yang telah dihasilkan baik dalam bentuk bungkusan

maupun menempatkan produk ke dalam suatu wadah.Hal ini dimaksudkan agar

produk dapat terhindar dari pencemaran(senyawa kimia dan mikroba), kerusakan

akibat fisik (gesekan, getarandan bentura), senyawa lingkungan (oksigen,uap air),

dan gangguan binatang seperti serangga, sehingga mutu dan keamanan produk

tetapterjaga serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang lebih lama.

Bagi sebagian besar orang, kemasan makanan hanya sekadar dianggap

pembungkus makanan dan pelindung makanan. Namun kemasan pada makanan

ternyata juga mempunyai fungsi kesehatan, pengawetan,kemudahan, promosi, dan

informasi. Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas primer

pada makanan.Tetapi tidak semua bahan ini aman bagi makanan yang

2

dikemasnya. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian kerusakan fisik, kimia dan

biologi terhadap pengemasan kaleng buah nanas. Kajian ini harapannya ,mampu

meminimalisi kerusakan akibat kemasan pangan yang salah penanganannya, serta

mampu untuk kedepanya mendesain kemasan produk pangan

I.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah mempelajari dan

mengetahui kerusakan fisik, mekanis, biokimia dan mikrobiologis pada kemasan

kaleng buah nanas.

,

I.3 Manfaat

Dapat meminimalisi kerusakan akibat kemasan pangan yang

salah penanganannya serta mampu untuk kedepanya mendesain kemasan produk

kaleng buah nanas.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Nanas (Ananas comosus)

Buah-buahan merupakan bakal buah suatu bunga yang masak. Bagian

yang dapat dimakan biasanya bagian daging yang menyelubungi seluruh bagian

biji. Walaupun demikian biji-bijinya sendiri atau bagian vegetative tanamannya

yang merupakan bagian bukan buah juga dapat dimakan (Norman, 2008). Buah-

buahan juga dapat dibedakan menjadi dua golongan menurut penggunaannya.

Buah sayuran secara teknis adalah buah tetapi dimakan sebagai sayuran. Nilai

makanan dan sifat-sifat yang lainnya dari buah sayuran seperti sayuran- sayuran

pada umumnya (Winarno, 1997).

Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama

ilmiah Ananas comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh

(Sumatera). Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol

menyebutnya pina. Nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) yang telah di

domestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol

membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia

pada abad ke-15, (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman

pekarangan, dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah

nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropik dan sub tropic. Klasifikasi

tanaman nanas adalah (Bappenas, 2000) :

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)

Ordo : Farinosae (Bromeliales)

Famili : Bromiliaceae

Genus : Ananas

Species : Ananas comosus (L) Merr.

Nanas adalah buah tropis dengan daging buah berwarna kuning memiliki

kandungan air 90% dan kaya akan Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, dan Khlor.

Selain itu juga kaya Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim

4

Bromelin. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki hasil agroindustri nanas

yang cukup populer adalah Sumatera Selatan. Nanas merupakan komoditas

unggulan di Sumatera Selatan. Nanas dihasilkan dari sekitar Palembang, yang

paling terkenal adalah nanas Prabumulih yang terkenal dengan rasa manisnya,

konon nanas termanis di Indonesia berasal dari daerah ini. Pada tahun 2006

produksi panen nanas di Sumatera Selatan mencapai 141.542 ton/tahun, peringkat

ke tiga setelah Jawa Barat dan Lampung (Kurniawan, 2008).

Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah

buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai

macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan lain-lain. Rasa

buah nanas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas.

Disamping itu, buah nanas mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah

nanas mengandung enzim bromelin, (enzim protease yang dapat menghidrolisa

protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan

daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi Keluarga

Berencana (Bappenas, 2000).

Buah nanas bermanfaat bagi kesehatan tubuh, sebagai obat penyembuh

penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang

darah. Penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan diolesi

sari buah nanas. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi

cairannya untuk pakan ternak (Bappenas, 2000).

Buah nanas mengandung vitamin (A dan C), Kalsium, Fosfor,

Magnesium, Besi, Natrium, Kalium, Dekstrosa, Sukrosa (gula tebu), dan Enzim

Bromelain. Bromelain berkhasiat antiradang, membantu melunakkan makanan di

lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat agregasi platelet,

dan mempunyai aktivitas fibrinolitik. Kandungan seratnya dapat mempermudah

buang air besar pada penderita sembelit (konstipasi). Daun mengandung kalsium

oksalat dan pectic substances. Hasil penelitian ilmiah menunjukkan kandungan

senyawa fenolik antara lain Myricetin, Quercitin, Tyramine, dan Ferulic Acid

pada buah nanas mampu meredam reaksi berantai radikal bebas dalam tubuh,

yang pada akhirnya dapat menekan terjadinya penyakit kanker. Berbagai

5

antioksidan alami ini diyakini amat ampuh menghentikan radikal bebas sehingga

tak berkeliaran mencari asam lemak tak jenuh dalam set (Kurniawan, 2008).

Penanaman nanas di dunia berpusat di negara-negara Brazil, Hawaii,

Afrika Selatan, Kenya, Pantai Gading, Mexico dan Puerte Rico. Di Asia tanaman

nanas ditanam di negara-negara Thailand, Filipina, Malaysia dan Indonesia

terdapat di daerah Sumatera utara, Jawa Timur, Riau, Sumatera Selatan dan Jawa

Barat. Pada masa mendatang amat memungkinkan propinsi lain memprioritaskan

pengembangan nanas dalam skala yang lebih luas dari tahun-tahun sebelumnya

(Bappenas, 2000).

Permintaan pasar dalam negeri terhadap buah nanas cenderung

meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, semakin baik

pendapatan masyarakat, dan semakin tinggi kesadaran penduduk tentang nilai gizi

dari buah-buahan. Nanas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut, dan

cepat busuk. Oleh karena itu, seusai panen memerlukan penanganan pasca panen,

salah satunya dengan pengolahan. Produk olahan nanas dapat berupa makanan

dan minuman, seperti selai, cocktail, sirup, sari buah, keripik hingga manisan

buah kering (Kurniawan, 2008).

2.2 Proses Pengalengan

Dengan berkembangnya teknologi pangan mempengaruhi beragam

kemasan produk makanan. Kemasan produk pangan mempunyai arti penting dan

luas untuk sebuah produk pangan. Pengemasan suatu produk pangan sendiri

dimaksudkan untuk membatasi antara bahan pangan dengan keadaan normal

sekelilingnya, untuk menunda proses dalam jangka waktu yang diinginkan.

Dengan demikian pengemasan memberikan peranan yang utama dalam

mempertahankan bahan pangan dalam keadaan bersih dan higienis (Syarief,

2001).

Salah satu metode dasar untuk pengawetan buah dan sayuran adalah

pengalengan. Pengalengan merupakan metode utama pengawetan makanan dan

menjadi dasar destruksi mikroorganisme oleh panas dan pencegahan

rekontaminasi. Kualitas makanan yang dikalengkan tidak hanya dipengaruhi oleh

proses panas tetapi juga metode-metode preparasi, misalnya preparasi yang

6

melibatkan pencucian, trimming, sortasi, blanching, pengisian dalam kontainer,

dan penjagaan head space di dalam kaleng dengan penutupan vakum (Luh, 1975).

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan

yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat

mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng

yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah

bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan

paling tahan terhadap pemanasan (Annonymous, 2009). Menurut Widjanarko

(2000), berdasarkan pH-nya makanan kaleng dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

o Makanan asam rendah : pH 5,0 atau lebih

o Makanan cukup asam : pH 4,5 – 5,0

o Makanan asam : pH 3,7 – 4,5

o Makanan sangat asam : pH 3,7 atau kurang

Bahan pangan mempunyai mikroflora yang spesifik, organism tertentu

akan spesifik untuk golongan bahan tertentu pula. Organism ini masuk kedalam

bahan pangan selama operasi pengalengan baik melalui tanah, dari zat penyusun

maupun peralatannya. Berdasarkan alat penggolongan asiditas bahan pangan,

dimungkinkan untuk membuat pedoman umum yang berhubungan dengan

organism pembusuk yang sesuai untuk tujuan keberhasilan proses pengalengan

(Norman, 2008). Menurut Winarno (2007) tanda-tanda kerusakan makanan kaleng

ditandai dengan kondisi permukaan yang tidak berbentuk bahkan cekung dan

produknya menjadi asam serta pH sangat rendah.

Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh mikroorganisme

dalam makanan dan mencegah rekontaminasi. Panas merupakan agensia umum

yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Penghilangan oksigen

digunakan bersama dengan metode lain untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme yang memerlukan oksigen. Dalam pengalengan konvensional

buah dan sayur, ada tahapan proses dasar yang sama untuk kedua tipe produk.

Perbedaannya mencakup operasi khusus untuk beberapa buah atau sayuran, urutan

7

tahapan proses yang digunakan dalam operasi dan tahapan pemasakan atau

blanching (Luh, 1975).

Meskipun proses pengalengan berbeda untuk produk yang satu dengan

yang lain, dasar tahapan penanganan, preparasi dan perlakuan panas hampir sama

untuk sebagian besar buah dan sayuran (Smith, 1997).

2.3 Kemasan Kaleng

Kemasan logam sudah lama dikenal oleh masyarakat. Sebagian besar

produk yang dikemas di dalamnya berupa produk pangan olahan atau produk

yang diawetkan. Dimana hal ini sejalan dengan sifat bahan kemasan logam yang

relatif tahan terhadap kerusakan fisik baik selama distribusi maupun selama

penyimpanan, sehingga produk yang dikemas dapat tahan lama dibandingkan

dikemas dengan bahan kemasan lain. (Griffin, 1985).

Kaleng (tin plate) adalah suatu wadah yang dibuat dari baja dan dilapisi

timah putih (Sn) tipis dengan kadar tidak lebih dari 1,00-1,25 persen dari berat

kaleng. Lapisan ini seringkali dilapisi lagi oleh lapisan non metal yaitu untuk

mencegah reaksi dengan makanan di dalamnya (Winarno, 1980).

Keuntungan bahan kemasan kaleng adalah dapat dipanaskan untuk

sterilisasi dan cepat dingin, fisik kuat tanpa berat ekstra, serta kedap sinar, udara

dan air, kedap cahaya dan tahan terhadap suhu. Kelemahannya yaitu kaleng tidak

lembam terhadap bahan kimia dan bisa bereaksi dengan lingkungan serta isinya,

dan beberapa produk makanan serta minuman sangat sensitif kehilangan rasa

disebabkan oleh terbukanya kaleng logam (Setyowati, 2000).

Menurut Ellis (1979), penggunaan kaleng sebagai kemasan mempunyai

beberapa keuntungan, yaitu :

(i) Dalam kaleng yang tertutup rapat, produk pangan terhindar dari

kontaminasi oleh organisme, serangga atau benda asing lainnya.

(ii) Dapat mencegah kehilangan kadar air

(iii) Dapat melindungi dari absorpsi oksigen, gas lain, dan bau.

(iv) Melindungi dari cahaya, untuk isian yang peka terhadap cahaya.

Beberapa keuntungan lain dari wadah lain untuk makanan dan minuman

yaitu mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi, mempunyai sifat sebagai barrier

8

yang baik khususnya terhadap gas, uap air, jasad renik, debu dan kotoran sehingga

cocok untuk kemasan hermetic (Syarief, 1989). Kaleng secara umum digunakan

sebagai kemasan hermetis, maksudnya wadah tersebut secara sempurna tidak

dapat dilalui oleh gas, udara, maupun uap air (Hariyadi et al, 2000).

9

III. PEMBAHASAN

III.1 Kajian Peluang Kerusakan Pada Proses Produksi Pengalengan Nanas

Salah satu metode dasar untuk pengolahan buah dan sayuran adalah

pengalengan. Pengalengan merupakan metode utama pengawetan makanan dan

menjadi dasar destruksi mikroorganisme oleh panas dan pencegahan

rekontaminasi. Kualitas makanan yang dikalengkan tidak hanya dipengaruhi oleh

proses panas tetapi juga metode-metode preparasi, misalnya preparasi yang

melibatkan pencucian, trimming, sortasi, blanching, pengisian dalam kontainer,

dan penjagaan head space di dalam kaleng dengan penutupan vakum (Luh, 1975).

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah

yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan

yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat

mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng

yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah

bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan

paling tahan terhadap pemanasan (Annonymous, 2009).

Tujuan dari proses pengalengan adalah untuk membunuh mikroorganisme

dalam makanan dan mencegah rekontaminasi. Panas merupakan agensia umum

yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme. Penghilangan oksigen

digunakan bersama dengan metode lain untuk mencegah pertumbuhan

mikroorganisme yang memerlukan oksigen (Annonymous, 2007).

Diagram alir proses secara umum untuk pengalengan buah dapat dilihat

pada lampiran 1. Pada umumnya, proses pengalengan buah terdiri dari:

10

a. Pembersihan (Washing)

Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari

bahan baku. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin

pada buah. Selain itu, pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau

menyemprot bahan dengan air (Luh, 1975).

b. Pemilihan (Sortasi/Grading)

Proses pemilihan dilakukan dengan memilih bahan yang sesuai dengan

standar kematangan buah. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan

ukuran/diameter, berat jenis atau warna. Pada grading pengalengan buah nanas,

dilakukan berdasarkan diameter dari buah nanas (Luh, 1975).

c. Pengupasan

Tujuan dari pengupasan yaitu membuang bagian-bagian yang tidak untuk

dikonsumsi seperti kulit dan batang. Pada pengalengan nanas, pengupasan

menggunakan alat mekanis, sehingga daging nanas terpisah dari kulitnya. Setelah

itu, daging nanas akan diblanching (Luh, 1975).

d. Blanching

Dalam pengalengan, blanching diartikan sebagai pemasukan buah ke

dalam air mendidih atau mengukus dalam air mendidih yang berlebih selama

periode waktu tertentu diikuti dengan mecelupkannya dalam air dingin untuk

menghentikan pemasakan. Blanching akan merusak enzim yang mengakibatkan

perubahan warna, flavor dan tekstur. Blanching menghilangkan udara dari

makanan sehingga membuatnya lunak dan lebih mudah ditangani (Annonymous,

2007).

11

Proses blanching mempunyai beberapa tujuan. Namun demikian tidak

dapat diaplikasikan untuk semua buah yang diperlakukan. Ada beberapa reaksi

yang merugikan yang dapat mempengaruhi kualitas produk (Larousse, 1997).

Blanching memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Modifikasi struktur jaringan (tekstur)

Fleksibilitas dari beberapa produk ditingkatkan dengan penerapan panas lembab,

yang memfasilitasi operasi pengisian dengan kerusakan fisik minimum dan rasio

berat dan volume yang lebih besar.

2. Menghilangkan udara interseluler dan gas-gas lain.

Buah mengandung udara interseluler dan gas-gas lain yang akan dilepaskan

selama sterilisasi atau pasteurisasi jika tidak dihilangkan selama blanching.

Oksigen dalam udara dilepaskan melalui head space dapat menyebabkan produk

teroksidasi dan korosi internal oksidatif pada kaleng. Gas-gas akan mengurangi

vakum head space yang mengakibatkan masalah tekanan internal selama

pengalengan dan mempengaruhi hasil yang dicapai.

3. Mengurangi mikrobia permukaan dan kontaminasi kimia

Blanching mengurangi tingkat kontaminan mikrobia, pestisida dan fungisida.

Pengurangan tersebut tergantung dari metode blanching yang digunakan, suhu

dan waktu. Blanching air panas dapat menghasilkan pengurangan yang lebih besar

karena efek penambahan pencucian.

4. Inaktivasi enzim

Kebanyakan enzim dalam buah menjadi inaktif karena panas. Untuk produk yang

dikalengkan, inaktivasi enzim yang dibutuhkan hanya sebagian, karena akan

dilengkapi selama perlakuan panas berikutnya. Namun demikian, inaktivasi enzim

12

sebagian penting untuk produk untuk meminimalkan efek yang merugikan dari

aktivitas enzim, misalnya perubahan warna, flavor, dan tekstur.

5. Mengawetkan warna dari buah yang mengandung pigmen antosianin

Antosianin yang larut air dapat didegradasi oleh oksidasi enzimatik, misalnya oleh

polifenol oksidase, yang menghasilkan perubahan warna yang signifikan.

Polifenol oksidase diinaktifasi dengan blanching selama beberapa menit pada 100

0C. Peroksida dari oksidasi asam lemak dapat menyebabkan kerusakan klorofil,

yang menghasilkan warna coklat selama penyimpanan selama penyimpanan pada

sayuran hijau yang tidak di-blanching, dapat diiaktivasi dengan blanching.

e. Pengisian (Filing)

Pengisian bahan ke dalam wadah (kaleng) harus dilakukan sedemikian

rupa sehingga tidak terlalu banyak udara tertahan dalam wadah. Pengisian bahan

jangan terlalu penuh dan harus disisakan tempat kosong di bagian atas wadah

(head space). Volume head space tak lebih dari 10 % dari kapasitas wadah. Head

space ditujukan agar pada waktu proses sterilisasi masih terdapat tempat untuk

pengembangan isi. Pengisian bahan dapat dilakukan dengan tangan atau mesin.

Besar head space dalam wadah sangat penting. Bila terlalu kecil akan

sangat berbahaya, karena ujung kaleng akan pecah akibat pengembangan isi

selama pengolahan. Bila head space tidak cukup, kecepatan pemindahan panas

menurun, dengan demikian waktu pengolahan lebih lama. Sebaliknya apabila

head space terlalu besar, udara yang terkumpul di dalam ruang tersebut lebih

banyak, sehingga dapat menyebabkan oksidasi dan perubahan warna bahan yang

dikalengkan.

13

f. Exhausting

Tujuan dari exhausting adalah menghilangkan udara sehingga tekanan di

dalam kaleng setelah perlakuan panas dan pendinginan sehingga tekanan di dalam

kaleng lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Kondisi vakum menjaga tutup

kaleng tertutup sehingga mengurangi tingkat oksigen dalam head space. Hal ini

juga akan memperpanjang umur simpan dari produk makanan dan mencegah

penggembungan kaleng pada daerah yang tinggi. Pengurangan jumlah udara

bertujuan mengurangi oksigen dan kesempatan oksidasi dari bahan (Larousse,

1997).

Vakum di dalam kaleng dihasilkan dari penggunaan panas atau dengan

cara mekanis. Vakum dalam kaleng dapat dihasilkan dari pemanasan kaleng

menggunakan steam pada suhu 80-90 0C selama 5-7 menit, diikuti dengan sealing

kaleng panas. Alternatif lain adalah dengan mechanical high vacuum seamer pada

suhu kamar. Beberapa produk, khususnya jus, dipanaskan terlebih dahulu selama

preparasi dan pengisian ke dalam kaleng. Kadang, sebelum pengisian kaleng,

udara dalam head space dihilangkan dengan steam, yang terkondensasi setelah

proses dan dengan cara demikian menyebabkan kondisi vakum. Tingkat vakum

dalam proses, pendinginan kaleng tergantung dari ukuran kaleng dan jenis produk.

(Larousse, 1997).

g. Penutupan Wadah (Sealing)

Tujuan penutupan wadah : Memasang tutup dari wadah sedemikian rupa,

sehingga faktor-faktor penyebab kerusakan tidak dapat masuk lagi ke dalamnya

setelah dilakukan sterilisasi. Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus.

Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produknya.

14

Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan

sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng/wadah perlu

dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng / wadah.

Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2 oC) yang mengandung

larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0 – 1,5 %, kemudian dibilas dengan air bersih

beberapa kali (Larousse, 1997).

h. Sterilisasi (pemanasan)

Sterilisasi pada pengalengan adalah proses pemanasan wadah serta isinya

pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau mengurangi

faktor-faktor penyebab kerusakan makanan, tanpa menimbulkan gejala lewat

pemasakan (over cooking) pada makanannya. Suhu yang digunakan biasanya

121oC selama 20 – 40 menit, tergantung dari jenis bahan makanan. Pada

umumnya suhu sterilisasi yang biasa dilakukan untuk buah-buahan pada suhu

100oC (Larousse, 1997).

i. Pendinginan

Pendinginan dilakukan untuk beberapa tujuan yaitu (Larousse, 1997):

mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan

mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang

belum

Pendinginan dilakukan menggunakan air dingin pada wadah yang sudah

disterilisasi hingga suhu mencapai 35 – 40 oC. Pendinginan dapat dilakukan pada

dalam autoklaf sebelum autoklaf dibuka, ataupun diluar autoklaf dengan jalan

menyemprotkan air dingin (air pendingin sebaiknya mengalami khlorinasi terlebih

dahulu) (Larousse, 1997).

15

g. Penyimpanan

Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah

kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut / dipasarkan.

Suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan

adalah 15oC. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya

korosi kaleng, perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng.

Penyimpanan yang baik adalah penyimpanan yang dilakukan pada suhu rendah,

RH rendah, serta terdapat ventilasi atau pertukaran udara di dalam ruangan

penyimpanan harus baik (Larousse, 1997).

3.2 Kajian Sifat Dari Tipe Kemasan Kaleng

Dalam memilih kemasan kaleng untuk pengemasan bahan pangan, maka

perlu dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

- sifat korosif kaleng

- sifat keasaman makanan

- kekuatan kaleng (daya tahan terhadap tekanan dalam retort atau keadaan

vakum)

- Ukuran kaleng

Tabel 1. Pemilihan Tipe Kaleng

16

3.3 Kajian Kerusakan Yang Dapat Ditimbulkan Pada Kemasan Kaleng Buah Nanas

3.3.1 Kemungkinan Kerusakan Fisik

Kemasan kaleng misalnya berlubang, berkarat, penyok akibat perjalanan

transportasi atau penimbunan dan label hilang. Kerusakan-kerusakan tesebut

sebagian besar merupakan kerusakan dari luar kemasan, sehingga walaupun

makanan dalam kemasan tersebut belum lewat tanggal kadaluwarsa, tidak

layak dikonsumsi lagi. Selain itu kerusakan dapat pula terjadi di dalam

kemasan antara lain, karat, berulat dan sebagainya.

3.3.2 Kemungkinan Kerusakan Kimia

1. Kaleng bisa berkarat

Beberapa faktor yang menentukan terjadinya pembentukan karat pada bagian dalam

kaleng antara lain sifat bahan pangan, terutama pH; pemacu pembentukan

karat seperti nitrat, beberapa bahan belerang, zatwarna antosianin;

banyaknya sisa oksigen dalam bahan pangan, khususnya pada ruang udara

(head space); suhu dan waktu penyimpanan; serta beberapa faktor yang

berasal dari bahan kemas, seperti berat lapisan timah macam dan komposisi

lapisan baja dasar, efektifitas perlakuan pada permukaan lapisan, jenis

lapisan dan lain sebagainya

2. Keracunan LogamLogam-logam seperti timah, besi, timbal dan alumunium dalam

jumlah yang besar akan bersifat racun dan berbahaya bagi kesehatan

manusia. Batas maksimum kandungan logam dalam bahan pangan menurut

FAO/WHO adalah 250 ppm untuk timah dan besi dan 1 ppm untuk timbal.

Logam-logam lain yang mungkin mencemari bahan pangan adalah air raksa

(Hg), kadmiun (Cd), arsen (Ar), antimoni (At), tembaga (Cu) dan seng (Zn)

yang dapat berasal dari wadah dan mesin pengolahan atau dari campuran

bahan kemasan. Wadah dan mesin pengolahan yan telah mengalami korosi

dapat menyebabkan pencemaran logam ke dalam bahan pangan. Faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya korosif adalah asam organik,

nitrat, oxidizing agent, atau bahan pereduksi, penyimpanan, suhu,

kelembaban dan ada tidaknya bahan pelapis (enamel). Keracunan yang

diakibatkan logam-logam ini dapat berupa keracunan ringan atau berat

17

seperti mual-mual, muntah, pusing dan keluarnya keringat dingin yang

berlebihan.

3. Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menjadi faktor penting untuk suatu produk pangan bila

dihubungkan dengan kualitas produk.

4. Suhu Penyimpanan

Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya

korosi kaleng, perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng.

Menurut Larousse (1997) Penyimpanan yang baik adalah penyimpanan

yang dilakukan pada suhu rendah, RH rendah, serta terdapat ventilasi atau

pertukaran udara di dalam ruangan penyimpanan harus baik.

Kerusakan-kerusakan khemis lainnya yang disebabkan oleh adanya interaksi

komponen logam kaleng dan bahan makanan dapat ditunjukkan oleh adanya :

1. Pemucatan warna kaleng bagian atas.

2. Pemucatan warna makanan.

3. Keruhnya medium makanan.

4. Korosi atau pengkaratan maupun lobang-lobang kecil dari badan kaleng.

5. Penurunan nilai gizi makanan.

3.3.3 Kemungkinan Kerusakan Mikrobiologis

Bahan kemasan logam merupakan penghalang yang baik untukmasuknya

mikroorganisme ke dalam bahan yang dikemas, tetapi penutup kemasan

merupakan sumber utama dari kontaminasi. Kemasan yang dilipat atau dijepret

atau hanya dilapisi ganda merupakan penutup kemasan yang tidak baik. Penyebab

kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan salah satunya adalah

kontaminasi dari udara atau air melalui lubang pada kemasan yang ditutup secara

hermetis.

Kemasan bahan pangan sangat mempengaruhi sterilitas atau keawetan dari

bahan pangan yang sudah disterilisasi, diiradiasi atau dipanaskan dengan

pemanasan ohmic. Permeabilitas kemasan terhadap gas akan mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme, terutama terhadap mikroorganisme yang anaerob

patogen. Untuk melindungi bahan pangan yang dikemas terhadap kontaminasi

mikroorganisme, maka perlu dipilih jenis kemasan yang dapat melindungi bahan

18

dari serangan mikroorganisme. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

memilih jenis kemasan yang baik untuk mencegah kontaminasi mikroba adalah :

a. Sifat perlindungannya terhadap produk dari masuknya mikroorganisme dari

luar kemasan ke dalam produk.

b. Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara

produk dengan tutup (head space).

c. Serangan mikroorganisme terhadap bahan pengemas.

19

IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Peluang kerusakan fisik, kimia dan mikrobiologis dari proses produksi

pengalengan buah nanas terdapat hampir di seluruh proses produksi. Pengalengan

nanas diantaranya yaitu proses pembersihan atau pencucian, pengisian produk,

sterilisasi, penutupan kaleng, exshausting, pemanasan dan penyimpanan yang

tidak sesuai prosedur dapat menyebabkan terkontaminasi bakteri dan kerusakan

buah nanas di dalam kaleng.

Kemungkinan kerusakan fisik pada kemasan kaleng misalnya berlubang,

berkarat, penyok akibat perjalanan transportasi atau penimbunan dan label hilang

Kerusakan. kimia yang dapat terjadi yaitu kaleng berkarat, keracunan logam dari

kemasan, derajat keasaman dan suhu penyimpanan. Kerusakan mikrobiologis

diantaranya masuknya bakteri pathogen dari luar ke dalam kemasan kaleng,

Kemungkinan berkembang biaknya mikroorganisme di ruangan antara produk

dengan tutup (head space) dan Serangan mikroorganisme terhadap bahan

pengemas.

4.2 Saran

Dalam memilih kemasan kaleng untuk pengemasan bahan pangan, maka yang

perlu dipertimbangkan yaitu sifat korosif kaleng, sifat keasaman makanan,

kekuatan kaleng (daya tahan terhadap tekanan dalam retort atau keadaan vakum)

dan Ukuran kaleng

20

DAFTAR PUSTAKA

Bapenas, 2000. Nanas (Ananas comosus). Sistim Imformasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan. Jakarta.

Ellis, M. 1979. Teknologi Bahan Kemasan. PT Wahana Pustaka. Jakarta.

Griffin, Roger. C. 1985. Principle of Package Development. Van Nostrand : NewYork.

Hariyadi, P., et al. 2000. Dasar Teori dan Praktek Proses Thermal. Pusat StudiUniversitas IPB. Bogor.

Kurniawan, Fajar. 2008. Sari Buah Nanas Kaya Manfaat Alternatif Meningkatkn Nilai Ekonomis Hasil Panen. Sinar Tani Edisi 13-19 Agustus 2008. Sumatera Selatan

Larousse, Jean. 1997. Food Canning Technology. Wiley-VHC, Inc. Canada.

Luh, Bor, S., Woodroof, J.G. 1975. Commercial Vegetable Processing. The Avi Publishing Company, Inc. Connecticut.

Setyowati, Krisnani. 2000. Pengemasan I. Departemen Teknologi IndustriPertanian. FATETA. IPB.Bogor.

Syarief, R., S.Santausa, St.Ismayana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan.Laboratorium Rekayasa Proses Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB.

Smith, Durward. S., Cash, Jerry. N., Nip, Wai-Kit., Hui, Y.H., 1997. Processing Vegetables Science and Technology. Technomc Publishing Company, USA.

Winarno, F.G. 1980. Kimia Pangan. Pusbangtepa-FTDC. IPB. Bogor

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.

.

21

Lampiran 1. Diagram Alir Pengalengan

Pencucian

Sortasi dan Grading

Pengupasan/pemotongan/sizing

Blanching

Pengisian

Exhausting

Sealing

Proses pemanasan

Pendinginan

Pelabelan

Penyimpanan

(Smith, 1997)