PENGALAMAN KADER KESEHATAN DALAM PROMOSI KESEHATAN...
Transcript of PENGALAMAN KADER KESEHATAN DALAM PROMOSI KESEHATAN...
PENGALAMAN KADER KESEHATAN DALAM PROMOSI
KESEHATAN TENTANG ASI EKSKLUSIF DI POSYANDU
FLAMBOYAN II KELURAHAN REMPOA KOTAMADYA
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2012
Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S. Kep)
Oleh :
UMMI HANAN
108104000053
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data pribadi
Nama : Ummi Hanan
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal, lahir : Bogor, 26 Januari 1990
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat lengkap : Rangga Mekar Rt/ Rw 03/ 09 Bogor Selatan, Bogor
16135.
Telepon, Hp : 081908425930
E-mail : [email protected]
Pendidikan
Formal
1995-1996 : RA Tarbiyatul Huda
1996-2002 : SDN Batutulis I
2002-2005 : MTs Al-Fatah Lampung
2005-2008 : MA Al-Fatah Lampung
2008-2012 : Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Non formal
2009 : Pelatihan SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique)
Seminar-seminar yang telah diikuti
2009 : Seminar Nasional “Cultural Approach In Holistic Nursing
Care In Globalization Era”
vi
2010 : Seminar Profesi “Keperawatan Islami, Penerapan dalam
Praktek dan Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia”
Pengalaman organisasi
2005-2007 : Koordinator divisi kesehatan dan olah raga ISMA (Islamic
Student Movement of Alfatah)
2005-2007 : Ketua umum majalah Adzkia Alfatah
2008-sekarang : KSH (Keluarga Besar Sabuk Hitam) Karate-Do
2009-2010 : Anggota divisi Keislaman BEMJ Ilmu Keperawatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2010-2011 : Koordinator departemen Keilmuan BEMJ Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
vii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, September 2012
Ummi Hanan
Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan Tentang ASI
Eksklusif di Posyandu Flamboyan II Kelurahan Rempoa Kotamadya
Tangerang Selatan
xiv + 82 halaman + 3 skema + 6 lampiran
Kata kunci: Pengalaman, Kader Kesehatan, Promosi Kesehatan, ASI
eksklusif
ABSTRAK
Keberhasilan pelaksanaan program ASI eksklusif di Indonesia belum
sesuai harapan. Perhatian terhadap kader kesehatan sebagai ujung tombak
keberhasilan program ASI eksklusif diperlukan untuk meningkatkan kembali
promosi kesehatan (promkes) program ASI eksklusif. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengeksplorasi pengalaman kader kesehatan dalam promkes program ASI
eksklusif.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif. Informan terdiri dari 4 informan utama (kader kesehatan)
dan 8 informan pendukung (2 orang petugas kesehatan puskesmas dan 6 orang ibu
yang memiliki balita di posyandu Flamboyan II). Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan wawancara mendalam dan FGD.
Hasil penelitian didapatkan 4 buah tema yang menunjukkan kader
kesehatan yang bertugas di posyandu Flamboyan II telah memahami definisi ASI
eksklusif serta manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugiannya bila tidak
diberikan ASI eksklusif. Kader kesehatan tersebut belum merealisasikan promkes
program ASI eksklusif secara maksimal. Hambatan dalam melakukan usaha
promkes program ASI eksklusif yaitu kurangnya pembinaan bagi kader kesehatan
oleh pihak puskesmas mengenai promkes program ASI eksklusif. Kebutuhan
kader kesehatan terkait upaya promkes program ASI eksklusif yaitu pembinaan
dari pihak puskesmas setempat serta alat peraga. Peneliti menyarankan agar
penelitian ini menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan
penggalian informasi yang lebih dalam mengenai kebutuhan kader kesehatan
untuk menunjang perannya sebagai promotor kesehatan sehingga dapat ditemukan
solusi terbaik dalam meningkatkan pelaksanaan program ASI eksklusif. Implikasi
penelitin ini terhadap ilmu keperawatan yaitu sebagai dasar informasi bagi
keperawatan mengenai gambaran pelaksanaan program ASI eksklusif, sehingga
dapat meningkatkan kembali usaha untuk mensukseskan program ASI eksklusif
khususnya dari sisi keperawatan anak, maternitas dan komunitas.
Referensi : 40 (tahun 1995-2011)
viii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
Undergraduate Thesis, September 2012
Ummi Hanan
Experience in Health Promotion Health Cadre On Exclusive breastfeeding at
Flamboyan II Public health centre Urban South Tangerang municipality
Rempoa
xiv + 82 pages + 6 + 3 scheme attachments
Keywords: Experience, Health cadre, Health Promotion, exclusive
breastfeeding
ABSTRACT
The successful implementation of the program of exclusive breastfeeding
in Indonesia is not as expected. Attention to health volunteers spearheading the
success of exclusive breastfeeding is needed to improve back health promotion
(promkes) program of exclusive breastfeeding. The purpose of this research is to
explore the experience of health cadres in promkes exclusive breastfeeding
program.
This research was qualitative research with descriptive phenomenological
approach. Informants consisted of 4 key informants (health worker) and 8
informants support (2 persons health centers and 6 mothers with toddlers in
posyandu Flamboyan II). Data was collected by in-depth interviews and focus
group discussions.
The results obtained 4 pieces of theme that shows health volunteers who
served in posyandu Flamboyan II have understood the definition of exclusive
breastfeeding and exclusive breastfeeding benefits and disadvantages if not
exclusively breastfed. Health worker program is not realized promkes exclusive
breastfeeding to the fullest. Barriers to doing business promkes exclusive
breastfeeding program is the lack of guidance for health cadres by the clinic
regarding promkes exclusive breastfeeding program. Needs related health cadres
promkes effort is coaching program exclusively breastfed from the local health
center and props. Researchers suggest that this research became the basis for
further research to dig deeper into the information needs of health volunteers to
support its role as a health promoter in order to discover the best solution to
enhance the implementation of the program of exclusive breastfeeding.
Implications of this research is the science of nursing is as basic information for
nursing on exclusive breastfeeding overview of the implementation of the
program, thus increasing the effort to make the program successful return of
exclusive breastfeeding, particularly from the nursing child, maternity and
community.
Reference: 40 (years 1995-2011)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya dan shalawat serta salam kepada Nabi
Muhammad SAW, sehingga dapat menyelesaikan proposal skripsi ini yang
berjudul ”Pengalaman Kader Kesehatan dalam Promosi Kesehatan tentang ASI
Eksklusif di wilayah Rempoa”. Proposal skripsi ini disusun sebagaimana untuk
memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
UIN Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat banyak bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih
yang tak terhingga saya ucapkan kepada:
1. Prof. dr.Dr (hc) M.K Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Tien Gartinah, MN selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
3. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan dan Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan
memnberikan motivasi
4. Ibu Puspita Palupi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Mat selaku Pembimbing I
yang telah banyak membimbing dan memberikan motivasi.
5. Ibu Raihana Nadra Alkaff, SKM, MMA selaku Pembimbing II yang telah
membimbing dan memberikan motivasi.
x
6. Kementerian Agama Republik Indonesia selaku pemberi beasiswa santri
berprestasi sehingga saya dapat menyelesaikan program studi di Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah tanpa biaya.
7. Bapak Sadewa Eka dan Ibu Ratu Farichah tercinta terima kasih atas limpahan
kasih sayang, do’a dan dukungannya yang telah diberikan. Jazakallah khairan
katsira.
8. Segenap Dosen Ilmu Keperawatan yang telah memberikan masukan dan
motivasi
9. Segenap staff bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu Keperawatan
10. Ibu-ibu kader Posyandu wilayah Rempoa yang telah membantu dalam proses
penelitian.
11. Kakak-kakak yang saya cintai mb Atmim, mb Ima, A idiq, Bang Maman di
Kalimantan serta adik-adikku Husna, Fathan, Afra, Fathin di Bogor terima
kasih atas do’a dan dukungannya yang telah diberikan. Jazakallah khairan
katsira.
12. Teman-temanku, PSIK 2008 terimakasih atas doa dan dukungannya.
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam proses
skripsi ini, karena sesungguhnya kesempurnaan milik Allah. Semoga skripsi
ini bisa dikembangkan kembali dan dapat memberikan manfaat. Amiin
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Tangerang, September 2012
Penulis
xi
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR SKEMA ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 6
C. Tujuan .................................................................................... 7
1. Tujuan Umum ................................................................. 7
2. Tujuan Khusus ................................................................ 8
D. Manfaat .................................................................................. 8
E. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman ............................................................................ 11
B. Kader Kesehatan .................................................................... 12
C. Promosi Kesehatan ................................................................. 14
D. ASI Eksklusif ......................................................................... 20
xii
E. Kerangka Teori.......................................................................
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka konsep .................................................................... 30
B. Daftar Istilah........................................................................... 31
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian .................................................................... 33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian. ................................................ 34
C. Instrumen Penelitian............................................................... 34
D. Informan Penelitian............................................................... . 34
E. Teknik pengumpulan data...................................................... 35
F. Keabsahan Data................................................................... ... 40
G. Teknik analisa data................................................................ . 42
H. Etika Penelitian ...................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum wilayah penelitian .................................................... 46
B. Hasil Penelitian ..................................................................................... 47
1. Karakteristik informan .................................................................... 47
2. Hasil analisis tematik ...................................................................... 50
BAB VI PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitian .................................................................. 67
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................... 79
B. Saran .................................................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA
xiii
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA
Nomor Tabel Hal
Skema 2.1
Skema 2.2
Skema 3.1
Proses Promosi Kesehatan
Mekanisme Pengeluaran ASI
Lay out ruang diskusi
17
23
39
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Pedoman FGD
3. Tabel karakteristik informan
4. Analisis tematik
5. Lembar Persetujuan Informan
6. Surat Izin penelitian
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Profil kesehatan Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa
gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Kusmana
(2011) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan meningkatnya
jumlah penderita gizi buruk seperti kemiskinan dan budaya setempat yang
berimbas pada pola konsumsi dan asupan gizi masyarakat seperti
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang tidak efektif (Depkes, 2011).
Survey kesehatan nasional (Susenas, 2008) melaporkan cakupan
pemberian ASI eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007
menjadi 56,2% pada tahun 2008. Riset kesehatan dasar menunjukkan
angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai dengan enam bulan
hanya 15,3% (Riskesdas, 2010). Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat
dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah. ASI
mengandung kaya akan karotenoid dan selenium, sehingga ASI berperan
dalam sistem pertahanan tubuh bayi untuk mencegah berbagai penyakit.
Setiap tetes ASI juga mengandung mineral dan enzim untuk pencegahan
penyakit dan antibodi yang lebih efektif dibandingkan dengan kandungan
yang terdapat dalam susu formula (Depkes, 2011).
Data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007)
tercatat bahwa data pemberian ASI ekslusif sebesar 38% (2007) menurun
dari kondisi tahun 2003 yaitu 39,5% dari keseluruhan jumlah bayi,
2
sementara jumlah bayi dibawah 6 bulan yang diberi susu formula
meningkat dari 16,7% (2003) menjadi 27,9% (2007) (Depkes, 2009).
Direktur jenderal (Dirjen) Gizi dan kesehatan ibu dan anak (KIA) dalam
Depkes (2011) mengungkapkan bahwa masalah utama masih rendahnya
penggunaan ASI di Indonesia adalah faktor sosial budaya, kurangnya
pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan pentingnya ASI,
serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung peningkatan
pemberian ASI eksklusif. Masalah ini diperparah dengan gencarnya
promosi susu formula melalui iklan di berbagai media dan kurangnya
dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan
perempuan yang belum memberikan tempat seperti pojok laktasi dan
kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pinem (2010) di kota Medan
yang menyebutkan bahwa faktor-faktor penghambat ibu dalam pemberian
ASI eksklusif yang paling dominan adalah faktor iklan, faktor budaya, dan
faktor pengetahuan. Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi
tumbuh kembang anak yang akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pemberian ASI
dengan tidak ekslusif salah satunya dapat mengakibatkan bayi kekurangan
gizi. Hasil studi makanan pendamping ASI (MP-ASI) menunjukan bahwa
baik kualitas maupun kuantitas MP-ASI masih dibawah Angka Kecukupan
Gizi (AKG), rendahnya mikronutrien, hanya memenuhi kurang lebih 20%
dari AKG (Depkes, 2002).
3
Data menurut Riskesdas (2007) di Provinsi Banten menunjukkan
bahwa angka kekurusan pada balita di provinsi Banten mencakup 14,1%
artinya masalah gizi di provinsi Banten sudah berada diantara 10,1% -
15%. Menurut salah satu indikator status gizi, balita di provinsi Banten
berada pada keadaan serius dengan angka kekurusan diatas 10%.
Kabupaten Lebak dan kota Tangerang merupakan wilayah yang memiliki
masalah balita kurus dan sangat kurus yang kritis dengan angka diatas
15%. Angka gizi buruk di Provinsi Banten mencapai 4,4% dan persentase
gizi kurang 12,2%.
Upaya pemerintah untuk mengingkatkan ASI eksklusif terbukti
dengan ditetapkannya Undang-undang (UU) Kesehatan nomor 36 tahun
2009 tentang ASI eksklusif. Pasal 128 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap
bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan sampai enam
bulan, kecuali atas indikasi medis. Pasal 200 juga menerangkan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana
penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00.
Pemberian ASI sejak dini mempunyai dampak yang positif baik
bagi ibu maupun bayinya. Manfaat memberikan ASI bagi ibu tidak hanya
menjalin kasih sayang, tetapi dapat mengurangi perdarahan setelah
melahirkan, mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan,
mengurangi risiko terkena kanker payudara, dan merupakan kebahagiaan
tersendiri bagi ibu (Budiharja, 2011). Bukti-bukti menunjukkan bahwa
4
bayi baru lahir memerlukan unsur penting untuk kekebalannya yang
berasal dari ASI, selama pematangan sistem kekebalannya sendiri sedang
berlangsung. ASI mengandung immunoglobulin A (IgA) yang kadarnya
tinggi dan mampu melindungi bayi terhadap serangan beberapa bakteri
dan virus, terutama di saluran napas dan saluran cerna (Wong, 2009).
Pemberian ASI tidak sekedar rekomendasi WHO tetapi diakui
agama sebagai makanan bayi ciptaan Tuhan yang tidak dapat digantikan
dengan makanan dan minuman yang lain (Depkes, 2011). Berikut kutipan
Al-Qur’an yang menerangkan mengenai perintah memberikan ASI yaitu:
Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi
yang ingin menyusui secara sempurna. Kewajiban ayah menanggung
nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak
dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya.
Ahli warispun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan (Al-Baqarah: 233). Hikmah ayat yang terkandung dalam kitab
suci Al-Qur’an tersebut menekankan bahwa ASI sangat penting untuk
bayi. Ayat tersebut selain dengan tegas menganjurkan menyempurnakan
5
masa menyusui, juga menyampaikan tentang peran ayah untuk mencukupi
keperluan sandang dan pangan ibu, agar ibu dapat menyusui dengan baik.
Keberhasilan pemberian ASI eksklusif memerlukan dukungan dari
berbagai pihak yang terdiri dari keluarga khususnya ayah, pemerintah,
tenaga kesehatan dan kader kesehatan masyarakat. Kader kesehatan
mempunyai peran yang besar dalam upanya meningkatkan kemampuan
masyarakat menolong dirinya mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Peran kader juga ikut membina masyarakat dalam bidang kesehatan
melalui kegiatan yang dilakukan di Posyandu (Efendi, 2009). Kader
kesehatan tidak hanya diharapkan untuk dapat menyelesaikan setiap
masalah-masalah yang dihadapinya, namun diharapkan dapat
menyelesaikan masalah-masalah umum yang terjadi di masyarakat dan
amat mendesak untuk diselesaikan (Hamid dkk, 2010).
Menteri koordinator kesejakteraan rakyat (Menko Kesra) Prof Dr
Alwi Shihab dalam Setiyowanto (2007) mengutarakan posyandu sebagai
ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai peran penting
dalam meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan juga melanjutkan
pemberian ASI sampai usia 24 bulan diserta pemantauan pertumbuhan
mulai bayi lahir sampai usia 60 bulan. Semua kegiatan Posyandu sangat
tergantung pada Kader Posyandu. Hal ini menunjukan bahwa kader
kesehatan yang merupakan salah satu pihak yang berperan dalam
memajukan kesehatan di masyarakat turut berperan penting dalam
mensukseskan program ASI eksklusif di masyarakat.
6
Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai peran kader kesehatan
tentang ASI Eksklusif belum pernah dilakukan, oleh karena itu peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian tersebut di wilayah Rempoa. Rempoa
merupakan salah satu wilayah di kota Tangerang yang memiliki tingkat
pelaksanaan program ASI eksklusif dibawah 50%. Hasil penelusuran data
yang peneliti dapatkan di puskesmas Ciputat Timur, didapatkan bahwa
Rempoa merupakan salah satu wilayah yang memiliki tingkat pelaksanaan
ASI eksklusif rendah di Tangerang Selatan. Salah satu hasil penelitian
oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah di
Rempoa menunjukan hanya 32,1% ibu yang memberikan ASI saja kepeda
bayinya sampai bayi berusia 6 bulan.
B. Rumusan Masalah
Profil kesehatan Indonesia (2010) mengungkapkan bahwa
gambaran status gizi buruk balita di Indonesia sebesar 4,9%. Balita yang
menderita gizi buruk di provinsi Banten sebesar 0,14% dibandingkan
tahun sebelumnya, sebesar 1,18% atau sekitar 7.589 balita gizi buruk.
Kusmana (2011) mengatakan banyak faktor yang menyebabkan
meningkatnya jumlah penderita gizi buruk di provinsi Banten. Salah satu
faktor yang mempengaruhi penderita gizi buruk adalah pola asupan gizi
sejak lahir yaitu tidak diberikannya ASI eksklusif (Depkes, 2011).
Data Susenas (2008) menunjukan bahwa cakupan pemberian ASI
eksklusif pada bayi 0–6 bulan turun dari 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2%
pada tahun 2008. Riskesdas (2010) mencatat angka bayi yang
7
mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3%.
Sedangkan salah satu dampak yang terjadi menurunnya angka pemberian
ASI eksklusif pada bayi akan meningkatnya angka gizi buruk akibat
makanan pendamping yang belum sesuai dengan standar AKG. Hasil studi
MP-ASI menunjukan bahwa baik kualitas maupun kuantitas MP-ASI
masih dibawah Angka Kecukupan Gizi (AKG), rendahnya mikronutrien,
hanya memenuhi kurang lebih 20% dari AKG (Depkes, 2002).
Diperlukan perhatian khusus terhadap kader kesehatan sebagai
ujung tombak keberhasilan program ASI eksklusif untuk meningkatkan
kembali usaha-usaha dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif.
Hasil penelusuran data yang peneliti dapatkan di puskesmas Ciputat
Timur, didapatkan bahwa Rempoa merupakan salah satu wilayah yang
memiliki tingkat pelaksanaan ASI eksklusif rendah di Tangerang Selatan.
Menurut salah satu hasil penelitian oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat
UIN Syarif Hidayatullah menunjukan di wilayah rempoa hanya 32,1% ibu
yang memberikan ASI saja kepeda bayinya sampai bayi berusia 6 bulan.
Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di wilayah
tersebut.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana
pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan mengenai
program ASI eksklusif.
8
2. Tujuan Khusus
a. Tereksplorasinya makna dan arti ASI eksklusif bagi kader
kesehatan.
b. Tereksplorasinya upaya yang telah dilakukan kader dalam
melaksanakan promosi kesehatan program ASI eksklusif.
c. Tereksplorasinya hambatan kader dalam meningkatkan program
ASI eksklusif di masyarakat.
d. Tereksplorasinya berbagai hal yang dibutuhkan kader kesehatan
terkait upaya promosi kesehatan mengenai program ASI
eksklusif.
D. Manfaat
1. Manfaat ilmiah
Penelitian ini bermanfaat menjadi data dasar bagi peneliti
selanjutnya dalam mengembangkan dan memperkaya penelitian
selanjutnya tentang peran kader dalam promosi kesehatan mengenai
ASI eksklusif serta memberikan informasi kesehatan mengenai peran
kader dalam promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
Penelitian ini untuk menambah wawasan dan khasanah
pengetahuan mengenai penelitian dan prosesnya, khususnya yang
berkaitan dengan peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan
mengenai ASI eksklusif.
9
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur
dan memberikan informasi serta pengembangan kurikulum
pendidikan keperawatan untuk keperawatan maternitas khususnya
tentang promosi kesehatan pemberian ASI eksklusif.
c. Bagi institusi pelayanan kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
dalam rangka meningkatkan upaya promosi kesehatan sekaligus
mendukung program pemerintah dalam menggalakkan ASI
eksklusif. Sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kesehatan
ibu dan bayi khususnya mengenai ASI eksklusif. Diharapkan
dapat sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun perencanaan
dan kegiatan program kesehatan keluarga khususnya kesehatan
ibu dan anak (KIA).
d. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
mengenai peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan
program ASI eksklusif.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi deskriptif yang berupaya untuk mengeksplorasi secara
mendalam tentang peran kader kesehatan dalam promosi kesehatan
mengenai ASI eksklusif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
10
mendalam (indepth interview) menggunakan pedoman wawancara untuk
kader kesehatan sebagai informan utama dan petugas kesehatan puskesmas
sebagai informan pendukung serta focus Group Discussion (FGD)
menggunakan pedoman FGD untuk ibu-ibu (masyarakat setempat).
Informan dalam penelitian ini adalah empat orang kader kesehatan sebagai
informan utama dan delapan orang informan pendukung yang meliputi
satu orang bidan, satu orang koordinator kader kesehatan sekaligus
petugas promosi kesehatan dan enam orang ibu–ibu masyarakat posyandu
setempat. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Agustus dan
September di posyandu Flamboyan II wilayah Rempoa Tangerang Selatan
provinsi Banten.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengalaman
Pengalaman merupakan akumulasi dari setiap kejadian dan
penyikapan terhadap permasalahan yang dialami. Dalam mengaktualisasikan
setiap kejadian sering orang mengalami kesulitan. Pengalaman langkah awal
dari pelaksanaan setiap ranah di mana pengalaman merupakan referensi.
Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, akan semakin dewasa
dalam menata kehidupan dan semakin mudah menjalankan tugas-tugas
(Yudantara, 2008).
Hadiwijono (2010) mengungkapkan pengalaman adalah keseluruhan
atau totalitas segala pengamatan, yang disimpan didalam ingatan dan
digabungkan dengan suatu pengharapan akan masa depan, sesuai dengan apa
yang diamati pada masa yang lampau. Pengalaman adalah awal segala
pengetahuan juga awal tentang asas-asas yang diperoleh dan diteguhkan oleh
pengalaman. Segala pengetahuan diturunkan dari pengalaman. Hanya
pengalamanlah yang memberi jaminan akan kepastian. Keberadaan
pengalaman tidak dapat dibalik karena waktu berjalan terus, dan pengalaman
baru akan datang lagi. Kejadian terjadi terus-menerus, referensi semakin
banyak, tinggal menghitung-hitung waktu untuk memutuskan dan memilih
pengalaman mana yang dijadikan sebagai rekomendasi untuk bertindak.
Pengalaman akan terus-menerus terjadi sepanjang hidup kita. Semakin sering
kita mencoba, semakin banyak pengalaman yang kita alami, dan semakin
12
mengerti tentang kekurangan yang ada. Peristiwa, percobaan, pengalaman,
perjuangan, pergaulan, pekerjaan, pengangguran, kemalasan, semua kejadian
itu merupakan pengalaman yang memberi hasil yang berbeda (Hadiwijono,
2010).
B. Kader Kesehatan
1. Pengertian
Direktorat Bina Peran serta Masyarakat Depkes (2006) memberikan
batasan mengenai kader yaitu warga masyarakat setempat yang dipilih dan
ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Kader kesehatan
yaitu kader yang dipilih oleh masyarakat tersebut menjadi penyelenggara
Posyandu. Beberapa ahli mengemukakan mengenai pengertian tentang kader
kesehatan menurut Gunawan (1980) dalam Efendi (2009) yang memberikan
batasan tentang kader kesehatan sebagai promotor kesehatan desa adalah
tenaga sukarela dan dipilih oleh dari masyarakat bertugas mengembangkan
masyarakat. Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang
dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam
hubungannya yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan (WHO, 1995 dalam Efendi, 2009).
2. Peran dan Tugas Kader Kesehatan
Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya untuk mencapai
derajat kesehatan yang optimal. Peran kader lainnya yaitu ikut membina
13
masyarakat dalam bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan di
Posyandu. Tugas kader kesehatan meliputi pelayanan kesehatan dan
pembangunan masyarakat, tetapi yang harus mereka lakukan itu seyogyanya
terbatas pada bidang-bidang atau tugas-tugas yang pernah diajarkan pada
mereka. Mereka harus benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang
mereka miliki. Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua
masalah-masalah yang dihadapinya, namun semua masalah-masalah umum
yang terjadi di masyarakat dan amat mendesak untuk diselesaikan (WHO,
1995).
Hamid dkk dalam survey data dasar pengembangan model pelayanan
kesehatan maternal (2010) mengungkapkan tentang tugas kader kesehatan
masyarakat di Indonesia yaitu;
1. Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah
melahirkan
2. Pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak
3. Pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi
4. Program penimbangan balita dan pemberian makanan tambahan
5. Pemberian motivasi tentang imunisasi dan bantuan pengobatan
6. Pemberian motivasi KB
7. Pemberian motivasi tentang sanitasi lingkungan, kesehatan perorangan dan
kebiasaan sehat secara umum.
8. Pemberian motivasi tentang penyakit menular, pencegahan dan perujukan
9. Pemberian motivasi tentang perlunya follow-up pada penyakit menular dan
perlunya memastikan diagnosa/ kasus
14
10. Mengumpulkan data yang dibutuhkan puskesmas/ pemerintah
11. Membantu pencatatan dan pelaporan
12. Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh
masyarakat setempat.
Pentingnya peranan kader dalam setiap kegiatan posyandu terlihat jelas
dalam pelaksanaan pelayanan lima meja. Pada pelayanan lima meja: Di meja 1
kader melakukan pendaftaran, di meja 2 kader melakukan penimbangan balita,
di meja 3 kader melakukan pencatatan hasil penimbangan balita pada KMS, di
meja 4 kader melakukan penyuluhan bersama dengan petugas kesehatan. di
meja 5 pelayanan KB dan Kesehatan oleh petugas kesehatan. Perlu ditekankan
bahwa para kader kesehatan masyarakat itu tidaklah bekerja dalam suatu
ruangan yang tertutup, namun mereka itu bekerja dan berperan sebagai
seorang pelaku dari sebuah sistem kesehatan. Para kader kesehatan
seyogyanya selalu menyadari bahwa derajat kesehatan masyarakat itu
meningkat atau menurun bukan semata-mata karena adanya sumbangan dari
sektor lainnya misalnya sektor pendidikan, sektor pertanian, sektor
komunikasi, sektor pelayanan masyarakat dan lain-lainnya (WHO, 1995).
C. Promosi Kesehatan
1. Pengertian
WHO mendefinisikan promosi kesehatan yaitu suatu proses
pemberdayaan individu dan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan
mereka mengendalikan determinan-determinan kesehatan sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan mereka. Promosi kesehatan yaitu upaya
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam dalam mengendalikan faktor-
15
faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan (Depkes, 2006).
Promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut
pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan
lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,
1998 dalam Taufik, 2010). Promosi kesehatan merupakan proses
pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Proses permberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat, artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui
kelompok-kelompok potensial di masyarakat . Proses pemberdayaan tersebut
dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses
pembelajaran tersebut juga dibarengi dengan upaya mempengaruhi
lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk kebijakan dan peraturan
perundangan (Taufik, 2010). Ahli lain menyebutkan mengenai model promosi
kesehatan yaitu suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan
lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini
mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectancy-value) dan teori kognitif
sosial (Social Cognitive Theory) dalam perspektif keperawatan manusia
dilihat sebagai fungsi yang holistik (Pender, 2010).
16
2. Tujuan Promosi Kesehatan
Green (1991) dalam Maulana (2009) menyebutkan bahwa tujuan
promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu tujuan program, tujuan
pendidikan, dan tujuan perilaku.
Tujuan program (program objective). Tujuan program merupakan refleksi
dari fase sosial dan epidemiologi, berupa pernyataan tentang apa yang akan
dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan ini harus mencakup who will in how much of what by when. Tujuan
program juga sering disebut sebagai tujuan jangka penjang.
Tujuan pendidikan (educational objective). Merupakan pendidikan dan
pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan.
Tujuan pendidikan disebut juga tujuan jangka menengah.
Tujuan perilaku (behavioral objective). Merupakan tujuan jangka pendek,
yang merupakan gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi
masalah kesehatan. Tujuan perilaku berhubungan dengan pengetahuan, sikap,
dan tindakan.
3. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
Ruang lingkup Promosi Kesehatan menurut Taufik (2010) meliputi:
a. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education)
yang penekanannya pada perubahan/ perbaikan perilaku melalui
peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.
b. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang
penekanannya pada pengenalan produk/ jasa melalui kampanye.
17
c. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan
informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi.
d. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang
penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
e. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu
upaya mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan
kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau
pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/
sektor, sesuai keadaan).
f. Promosi kesehatan juga mencakup pengorganisasian masyarakat
(community organization), pengembangan masyarakat (community
development), penggerak masyarakat (social mobilization), pemberdayaan
masyarakat (community empowerment)
Aktivitas utama promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986)
dalam Depkes (2006) terdiri dari Advokasi (Advocating), Pemberdayaan
(Enabling) dan Mediasi (Mediating). Komponen utama promosi kesehatan
meliputi:
1. Membangun kebijakan umum berwawasan kesehatan (Build Healthy Public
Policy) yaitu mengupayakan agar para penentu kebijakan diberbagai sektor
dan tingkatan administrasi mempertimbangkan dampak kesehatan dari
setiap kebijakan yang dibuatnya.
2. Menciptakan lingkungan yang mendukung (Create Supportive
Environment) yaitu menciptakan suasana lingkungan baik fisik maupun
sosial politik untuk mendukung terhadap kegiatan masyarakat agar lebih
18
berdaya dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan.
3. Memperkuat gerakan masyarakat (Strengthen Community Action) yaitu
memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat agar lebih berdaya
dalam upaya mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.
4. Mengembangkan keterampilan individu (Develop Personal Skill) yaitu
mengupayakan agar masyarakat mempu membuat keputusan yang efektif
dalam upaya kesehatan, melalui pemberain informasi, pendidikan, dan
pelatihan yang memadai. Upaya ini akan lebih efektif dan efisien bila
dilakukan melalui pendekatan tantanan (setting).
5. Reorientasi pelayanan kesehatan (Reorient health Service) yaitu mengubah
orientasi pelayanan kesehatan agar lebih mengutamakan upaya promotif
dan preventif, tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Piagam Ottawa (1986) tersebut merumuskan strategi dasar promosi
kesehatan yaitu pemberdayaan, bina suasana dan advokasi. Pemberdayaan
masyarakat ditujukan kepada masyarakat khususnya individu, keluarga atau
kelompok agar berdaya dalam mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan. Bina suasana ditujukan kepada pembentuk opini
atau pihak-pihak yang mempengaruhi opini di masyarakat, seperti tokoh
masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan organisasi non pemerintah.
Advokasi ditujukan kepada pembuat keputusan dan penentu kebijakan publik
serta pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya (Depkes, 2006).
19
Proses Promosi kesehatan
Skema 2. 1 Proses promosi kesehatan
4. Promosi Kesehatan tentang ASI Eksklusif
Gerakan nasional peningkatan penggunaan ASI eksklusif merupakan
salah satu upaya pemerintah untuk mencapai tujuan Millenium Development
Goals (MDGs). Keberhasilan dari upaya penting ini perlu didukung dan
dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakat. Pada Pekan ASI sedunia
Agustus 2008, The World Alliance For Breast Feeding Action (WABA)
memilih tema Mother Support: Going For the Gold. Makna tema tersebut
adalah suatu gerakan untuk mengajak semua orang meningkatkan dukungan
kepada ibu untuk memberikan bayi-bayi mereka makanan yang berstandar
emas yaitu ASI yang diberikan eksklusif selama 6 bulan pertama dan
melanjutkan ASI bersama makanan pendamping ASI lainnya yang sesuai
sampai bayi berusia 2 tahun atau lebih (Depkes, 2008).
Pemberdayaan
Masyarakat Proses Promosi Kesehatan
Mampu
memelihara dan
meningkatkan
kesehatannya
(melaksanakan
program ASI
eksklusif)
pembelajaran
Dari, oleh, untuk
bersama masyarakat
Sesuai Sosial Budaya
Mempengaruhi
Lingkungan
20
Pemberian ASI secara eksklusif dapat menekan angka kematian bayi
hingga 13 % sehingga dengan dasar asumsi jumlah penduduk 219 juta, angka
kelahiran total 22 per 1000 kelahiran hidup, angka kematian balita 46 per 1000
kelahiran hidup maka jumlah bayi yang akan terselamatkan sebanyak 30 ribu.
Promosi pemberian ASI masih terkendala oleh rendahnya pengetahuan ibu
tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar, kurangnya pelayanan
konseling laktasi dari petugas kesehatan, masa cuti yang terlalu singkat bagi
ibu yang bekerja, persepsi sosial budaya dan keagresifan produsen susu
formula mempromosikan produknya kepada masyarakat dan petugas
kesehatan. Pemberian ASI eksklusif akan berdampak pada sistem endokrin
yakni pelepasan hormon prolaktin dan oksitosin yang akan mempengaruhi
sikap dan pola asuh ibu terhadap perkembangan emosional dan otak anak.
Anak-anak yang tidak mendapatkan ASI cenderung lebih beresiko terkena
depresi dan masalah emosional lainnya (Sitopeng, 2008 dalam Hasrimayana,
2009).
D. ASI Eksklusif
1. Pengertian ASI
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktose, dan
garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu
yang berguna sebagai makanan utama bagi bayi (Roesli, 2004). ASI
mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan, faktor pertumbuhan, antialergi,
serta anti inflamasi. ASI merupakan makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual (Purwanti,
21
2004). Pemberian ASI pada bayi merupakan cara terbaik untuk peningkatan
kualitas SDM sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI merupakan
makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI berarti memberikan
zat-zat gizi yang bernilai tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap
beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya
(Sunartyo dalam Oki 2009).
2. Stadium ASI
ASI terbagai menjadi beberapa stadium yang terdiri dari ASI stadium
I, II, dan III. Stadium I adalah kolostrum merupakan cairan yang pertama
disekresi oleh kelenjar payudara dari hari ke 1 sampai hari ke 4. Kolostrum
berwarna kuning keemasan disebabkan oleh tingginya komposisi lemak dan
sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar yang membersihkan mekonium
sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih dan siap menerima
ASI. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang siap
melindungi bayi saat kondisinya masih lemah. Kandungan protein dalam
kolostrum lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein dalam susu
matur. Lemak kolostrum lebih banyak mengandung kolesterol dan lisotin
sehingga bayi sejak dini sudah terlatih mengolah kolesterol. Kandungan hidrat
arang kolostrum lebih rendah dibandingkan susu matur akibat dari aktivitas
bayi pada 3 hari pertama masih sedikit dan tidak memerlukan banyak kalori.
Total kalori kolostrum hanya 58 kal/100 ml kolostrum. ASI stadium II adalah
ASI peralihan. ASI ini diproduksi pada hari ke 4 sampai hari ke 10. Komposisi
protein makin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi, dan
22
jumlah volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan
terhadap aktivitas bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap
lingkungan. ASI stadium III adalah ASI matur. ASI yang disekresi dari hari ke
10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan nutrisi bagi bayi yang terus
berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi sampai berumur 6 bulan.
Setelah 6 bulan bayi mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI
(Purwanti, 2004).
3. Kandungan ASI
ASI mengandung berbagai jenis zat diantaranya karbohidrat. Laktosa
adalah karbohidrat utama dalam ASI dan berfungsi sebagai salah satu sumber
energi untuk otak. Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat
dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi. Kadar karbohidrat dalam
kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Zat lain yang terkandung
dalam ASI yaitu karnitin. Karnitin mempunyai peran membantu proses
pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme
tubuh. ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3 minggu
pertama menyusui, bahkan didalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi lagi
(IDIAI Cab. DKI Jakarta, 2008).
Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya berbeda dengan
protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein dalam ASI dan susu sapi terdiri
dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI lebih banyak terdiri dari
protein whey yang lebih mudah diserap oleh usus bayi, sedangkan susu sapi
lebih banyak mengandung protein casein yang lebih sulit dicerna oleh usus
23
bayi. Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi dibanding dengan susu sapi. Kadar
lemak yang tinggi ini dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan otak yang
cepat selama masa bayi. Lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan pada
perkembangan otak bayi ditemukan dalam ASI. Disamping itu ASI lebih
banyak mengandung asam lemak rantai penjang diantaranya asam
dokosaheksomik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan terhadap
perkembangan jaringan saraf dan retina mata (Irawati, 2011).
Vitamin K dibutuhkan sebagai salah satu zat gizi yang berfungsi
sebagai faktor pembekuan. Vitamin D untuk mencegah bayi menderita
penyakit tulang. Vitamin A berfungsi untuk kesehatan mata dan juga untuk
mendukung pembelahan sel, kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Mineral utama
yang terdapat didalam ASI adalah kalsium yang mempunyai fungsi untuk
pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi jaringan saraf dan pembekuan
darah. Kandungan zat gizi didalam ASI lebih mudah diserap yaitu 20-50%
dibandingkan hanya 4-7% pada susu formula sehingga bayi yang mendapat
ASI eksklusif mempunyai resiko lebih kecil untuk mengalami kekurangan zat
besi dibanding dengan bayi yang mendapat susu formula. Mineral zink
dibutuhkan oleh tubuh karena merupakan mineral yang banyak membantu
berbagai proses metabolisme di dalam tubuh (Soehardjo, 2007).
24
4. Pembentukan ASI
Menurut Manuaba (2001) Pembentukan ASI mempunyai tiga tingkat:
1. Mammogenesis yaitu pengembangan dan persiapan pada mama
2. Laktognenesis yaitu persiapan dan pembuatan ASI
3. Galaktogenensis yaitu mempertahankan pengeluaran ASI.
Pembentukan ASI merupakan proses hormonal yang kompleks dan
dapat dijabarkan sebagai berikut: Estrogen berfungsi untuk proliferasi alveoli,
duktus lobus mama dan jaringan ikat serta mioepitel, deposit lemak, air, dan
garam menjadikan mama tegang dan terasa penuh sehingga menghasilkan
jepitan dan tekanan saraf terasa sakit. Progesteron berfungsi meningkatkan
kematangan alveoli dan duktus untuk persiapan pengeluaran ASI. pertumbuhan
hormon kortisol, insulin, dan tiroksin berfungsi membentuk ASI. Hormon
prolaktin bekerja mengeluarkan ASI, tetapi fungsinya dihalangi oleh estrogen
(menghalangi ASI ke aveoli), progesteron (menghalangi perubahan laktogen
menjadi alfa laktal bumin), dan human placental lactogen hormone
mengadakan ikatan dengan APR (alveolar prolactin receptor) sehingga
prolaktin tak berfungsi. Oksitosin merangsang mioepitel sehingga ASI diperas
dari duktus alveola mamae dan mancur melalui puting susu, serta rangsangan
terhadap uterus sehingga mempercepat involusi uteri dapat dirasakan sakit
intrasimfisis.
25
Sucking puting susu menimbulkan let-down refleks:
Duktus dan alveoli kosong.
Prolaktin dan oksitosin dengan mioepitel mengisi
kembali
Sucking segera setelah persalinan bahkan sebelum
tali pusat dipotong atau sekitar ½ jam.
5. Mekanisme Pengeluaran ASI
Setelah persalinan maka hormon estrogen, progesteron, dan human
placental lactogen hormone menurun dan menghilang, sehigga proses
pengeluaran ASI ditentukan oleh prolaktin dan oksitosin (neurohipofisis)
dengan matarantai hipothalamus dan serat saraf. Konsep pemberian ASI
berdasarkan "call feeding" (on demand), artinya bayi sendiri mengukur rasa
laparnya. Makin cepat disusukan, makin mantap mata rantai "sucking" proses
berlangsung (Manuaba, 2001).
Skema 2.2 Mekanisme pengeluaran ASI
Nervus interkostal 4-6 menuju central nervus system:
Nucleus paraventrikuler
Nucleus supra optimal
hipotalamus
Neurohipofisis:
Pengeluaran: prolaktin dan
oksitosin.
26
6. Manfaat ASI
Pemberian ASI sangat penting dan dianjurkan karena mempunyai
banyak manfaat serta akan menghemat biaya pembelian susu formula.
Manfaat-manfaat ASI antara lain ASI dapat menurunkan risiko terjadinya
infeksi paru-paru berat pada bayi perempuan yang dirawat di rumah sakit.
Penemuan ini berdasarkan studi yang dilakukan pada bayi di Buenos Aires,
Argentina (Polack, 2009). Pemberian ASI berarti memberikan zat-zat gizi
yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-zat kekebalan terhadap
beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan emosional antara ibu dan bayinya
(Depkes RI, 2005).
Manfaat ASI yang diungkapkan oleh Roesli (2004) meliputi: ASI
sebagai nutrisi, ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh, ASI juga dapat
meningkatkan kecerdasan serta meningkatkan tali kasih antara ibu dan bayi.
ASI merupakan sumber gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang
seimbang dan disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan bayi. ASI adalah
makanan bayi yang paling sempurna baik kualitas maupun kuantitasnya.
Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan
cukup memenuhi kebutuhan tubuh bayi normal sampai usia 6 bulan. Setelah
usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat
diteruskan sampai usia dua tahun atau lebih.
ASI meningkatkan daya tahan tubuh. Bayi yang baru lahir secara
alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan tubuh) dari ibunya melalui
ari-ari, namun kadar zat ini akan cepat menurun segera setelah bayi lahir.
27
Badan bayi sendiri baru membuat zat kekebalan cukup banyak sehingga
mencapai kadar protektif pada waktu berusia 9-12 bulan. Saat kadar zat
kekebalan bawaan menurun, sedangkan yang dibentuk oleh badan bayi belum
mencukupi maka akan terjadi kesenjangan zat kekebalan pada bayi.
ASI meningkatkan kecerdasan. Nutrien yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak bayi yang tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu
sapi antara lain: taurin, yaitu suatu bentuk zat putih telur yang hanya terdapat
di ASI. Laktosa, merupakan hidrat arang utama dari ASI yang hanya sedikit
sekali terdapat pada susu sapi. Asam lemak ikatan panjang (omega-3, omega-
6) merupakan asam lemak utama dari ASI yang hanya terdapat sedikit dalam
susu sapi.
Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang. Bayi yang sering berada
dalam dekapan ibu karena menyusui akan merasakan kasih sayang ibunya. Ia
juga akan merasa aman dan tentram, terutama karena masih dapat mendengar
detak jantung ibunya yang telah ia kenal sejak dalam kandungan. Perasaan
terlindung dan disayangi inilah yang akan menjadi dasar perkembangan emosi
bayi dan membentuk kepribadian yang percaya diri dan dasar spiritual yang
baik.
ASI tidak hanya bermanfaat untuk bayi saja, tetepi juga bermanfaat
untuk ibu dan keluarga. Manfaat untuk ibu diantaranya menjalin kasih sayang
antara ibu dengan bayi, mengurangi perdarahan setelah persalinan,
mempercepat pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan berikutnya,
mengurangi risiko terkena kanker payudara, lebih praktis karena ASI lebih
mudah diberikan setiap saat bayi membutuhkan, dan menumbuhkan rasa
28
percaya diri ibu untuk menyusui. Manfaat untuk keluarga antara lain tidak
perlu mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan
perlengkapannya, tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu botol
misalnya merebus air dan mencuci peralatan, tidak perlu biaya dan waktu
untuk merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu
botol (Depkes, 2007).
7. Pengertian ASI Eksklusif
Beberapa ahli mengungkapkan ASI ekslusif atau lebih tepat disebut
pemberian ASI secara eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa
tambahan cairan lain, seperti air putih, susu formula, jeruk, madu, air teh, juga
tanpa tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit,
bubur nasi ataupun tim kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas
sejak bayi lahir sampai bayi berumur enam bulan, setelah enam bulan, bayi
mulai dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi
berumur dua tahun Roesli (2004) & Budiasih (2008). ASI Eksklusif
merupakan makanan terbaik yang harus diberikan pada bayi, karena
didalamnya terkandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi yang tidak
ada terdapat pada susu sapi. ASI diberikan selama enam bulan pertama
kehidupan (Depkes, 2006).
29
8. Undang-Undang Kesehatan mengenai ASI Eksklusif
Rendahnya pemberian ASI Eksklusif mendapat perhatian berbagai
pihak khususnya pemerintah, terbukti dengan ditetapkannya Undang-undang
(UU) Kesehatan nomor 36/tahun 2009 tentang ASI eksklusif menyebutkan:
Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan selama 6
(enam) bulan, kecuali atas indikasi medis.
(2) Selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan
waktu dan fasilitas khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.
Pasal 129
(1) Pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka
menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara eksklusif.
(2) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana penjara
paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00.
Disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak
mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas
indikasi medis. Pasal ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
30
“pemberian ASI eksklusif” adalah pemberian hanya ASI selama 6 bulan, dan
dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 tahun dengan memberikan MP-ASI
sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi. Lebih lanjut lagi
dinyatakan bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh
dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus yang diadakan di tempat kerja
dan sarana umum.
Peran pemerintah secara tegas dinyatakan dalam Pasal 129 ayat 1
yang menyatakan bahwa pemerintah bertanggung jawab menetapkan
kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan ASI secara
eksklusif. Kebijakan yang berupa pembuatan norma, standar, prosedur dan
kriteria tersebut selanjutnya akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Kelebihan dalam UU Kesehatan ini adalah adanya sanksi pidana yang
dinyatakan secara tegas dalam Pasal 200. Sanksi pidana tersebut dikenakan
bagi setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat 2. Ancaman pidana
yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling
banyak Rp100.000.000,00.
31
31
KERANGKA TEORI
Dimodifikasi dari Taufik (2010), WHO (1995), Depkes (2006), Efendi (2009), Hamid dkk (2010), dan Roesli (2004)
Peran Kader kesehatan:
Pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-
ibu sebelum dan sesudah melahirkan
Pemberian motivasi dan saran-saran tentang
perawatan anak
Pemberian motivasi dan peragaan
tentang gizi
Program penimbangan balita dan
pemberian makanan tambahan
Pemberian motivasi tentang imunisasi dan
bantuan pengobatan
Pemberian motivasi tentang sanitasi
lingkungan, kesehatan perorangan dan
kebiasaan sehat secara umum.
Kader Kesehatan masyarakat
Proses Promosi Kesehatan Depkes (2006)
Promosi kesehatan
Program ASI eksklusif
oleh kader kesehatan
Pemberdayaan
Mayarakat Promosi Kesehatan:
Ruang Lingkup
a. pendidikan kesehatan (health education)
b. pemasaran sosial (social marketing),
c. upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan
informasi)
d. upaya peningkatan (promotif)
e. upaya advokasi
f. pengorganisasian masyarakat (community
organization), pengembangan masyarakat
(community development), penggerak
masyarakat (social mobilization),
pemberdayaan masyarakat (community
empowerment)
Masyarakat mampu memelihara
dan meningkatkan kesehatannya
(melaksanakan program ASI
eksklusif)
32
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DAFTAR ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Konsep merupakan abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar
variabel (baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti) (Nursalam,
2008). Pada penelitian ini peneliti ingin meneliti mengenai pengalaman kader
kesehatan dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif dimana variabel yang
akan diteliti meliputi makna dan arti ASI eksklusif bagi kader kesehatan, segala
upaya yang telah kader lakukan dalam melaksanakan promosi kesehatan ASI
eksklusif, termasuk hambatan atau kendala yang kader temui dalam proses
pelaksanaan, serta kebutuhan baik yang telah atau belum terpenuhi dalam
melaksanakan program promosi tersebut.
B. Daftar Istilah
1. Pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan program ASI
eksklusif adalah segala hal yang telah dilalui kader kesehatan baik usaha
ataupun kendala dalam mempromosikan ASI eksklusif
2. Makna dan arti ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan.
33
3. Upaya kader kesehatan yaitu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan
kader kesehatan untuk mewujudkan program ASI esklusif di masyarakat.
4. Hambatan adalah hal-hal yang membuat para pelaku usaha menemukan
kesulitan atau tantangan dalam melakukan usahanya.
5. Kebutuhan adalah aspek dalam menggerakan pelaku usaha menjalankan
aktivitasnya dan menjadi alasan pelaku usaha untuk berusaha.
34
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif merupakan sumber dari
deskripsi yang luas dan kokoh, dan memuat penjelasan tentang proses-proses
yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian kualitatif ini dapat
memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam
lingkup pikiran orang setempat, memperoleh penjelasan yang kaya dan
bermanfaat karena penelitian kualitatif isinya adalah narasi kata-kata
(Siswanto, 2005 dalam Prastowo, 2010). Menurut Rahardjo (2010), Tujuan
utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami (to understand)
fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran
yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi
variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman
yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori.
Fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan
penjelasan tentang realitas sosial yang tampak. Fenomena yang tampak
adalah refleksi dari realitas yang tidak berdiri sendiri karena ia memiliki
makna yang memerlukan penafsiran lebih lanjut (Kuswarno, 2009).
Pendekatan ini diharapkan peneliti dapat menggali informasi secara
35
mendalam mengenai pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan
program ASI eksklusif.
B. Lokasi dan Waktu penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di posyandu Flamboyan II wilayah Rempoa
kotamadya Tangerang Selatan provinsi Banten.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2012.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pedoman wawancara mendalam (indepth interview) dengan bantuan alat
pencatat dan alat perekam suara (tape recorder)
2. Pedoman FGD
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan penelitian ini ditetapkan secara langsung
(purposive) dengan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan
(adequancy). Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama dan
informan pendukung.
1. Informan utama
Informan utama yaitu empat orang kader kesehatan yang telah ditetapkan
bertugas di suatu posyandu setempat dengan kriteria meliputi bersedia
36
menjadi informan dalam penelitian dengan mengisi lembar informed
consent, memiliki pengalaman bertugas menjadi kader kesehatan minimal
satu tahun, dan pernah melakukan promosi kesehatan mengenai ASI
esklusif.
2. Informan Pendukung
Informan pendukung yaitu satu orang bidan dan satu orang
koordinator kader kesehatan yang menangani posyandu setempat dengan
kriteria bersedia menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar
informed consent, serta enam orang ibu-ibu posyandu setempat yang telah
terpapar dengan promosi kesehatan program ASI eksklusif dengan kriteria
bersedia menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar informed
consent, dapat berkomunikasi dengan baik, masih aktif dalam aktifitas
posyandu balita maksimal lima tahun terakhir, merupakan penduduk yang
bertempat tinggal di daerah setempat minimal satu tahun.
E. Tekhnik Pengumpulan Data
1. Pengumpul data
Tekhnik pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk
mengumpulkan informasi atau fakta-fakta dilapangan (Pohan, 2007). Teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian
karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2007).
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juli 2012. Pengumpulan data
dilakukan oleh peneliti dengan metode wawancara mendalam dengan
menggunakan pedoman wawancara dan FGD menggunakan pedoman FGD.
37
2. Tahap pengumpulan data
a) Tahap persiapan pengumpulan data
Sebelum melakukan pengumpulan data, peneliti mengurus
izin penelitian kepada pihak-pihak terkait. Selanjutnya peneliti
meminta data ke puskesmas untuk mengetahui daerah posyandu yang
memiliki tingkat pelaksanaan program ASI eksklusif terendah dalam
wilayah tersebut. Peneliti akan meminta bantuan pada koordinator
kader kesehatan setempat untuk memilih partisipan sesuai kriteria
yang telah ditentukan, selanjutanya mengadakan pertemuan dengan
informan untuk menjelaskan tujuan penelitian dan menyesuaikan
jadwal.
b) Tahap pelaksanaan pengumpulan data
Dalam penelitian ini tekhnik pengumpulan data dilakukan
dengan cara mengumpulkan data primer.
1. Data primer meliputi:
a. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan
makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono, 2007). Wawancara yaitu
suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang
atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan
tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu
topik tertentu (Prastowo, 2011).
38
Wawancara mendalam ini secara umum adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bungin dalam
Prastowo, 2011). Waktu yang dibutuhkan dalam wawancara
mendalam pada penelitian ini maksimal 20 menit.
b. FGD
FGD adalah suatu tekhik penelitian kualitatif yang bertujuan
untuk mendapatkan informasi (perasaan, pikiran) berdasarkan
pengamatan subjektif dari sekelompok sasaran terhadap situasi/
produk tertentu. Sasaran diskusi biasanya homogen dengan jumlah
kelompok berkisar 6-12 orang, diskusi berakhir 1-2 jam dipimpin oleh
moderator. Moderator berusaha menjalin hubungan yang akrab
dengan responden sehingga responden dapat mengemukakan secara
jujur/ terbuka terhadap hal-hal yang menyangkut kepribadian,
perasaan, dan emosi sesungguhnya (Nursalam, 2008). Persiapan
peneliti dalam pelaksanaan FGD yaitu:
1) Membentuk Tim
Sebelum melakukan pengumpulan data melalui FGD,
peneliti membentuk sebuah tim yang terdiri dari empat orang
meliputi satu orang sebagai moderator/fasilitator diskusi (peneliti
sendiri), satu orang sebagai asisten moderator/co-fasilitator
sekaligus pencatat proses/notulen, satu orang sebagai penghubung
39
peserta (koordinator kader kesehatan posyandu setempat), serta
satu orang untuk dokumentasi.
2) Memilih dan Mengatur Tempat
Pelaksanaan FGD dilakukan dirumah koordinator kader
kesehatan posyandu setempat dengan pengaturan tempat
berdasarkan skema berikut:
Skema 3. 2. Lay out ruang diskusi (Irwanto, 2006: 68)
3) Menyiapkan Logistik
Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang diperlukan
sebelum, selama, dan sesudah FGD terselenggara. Logistik yang
dipersiapkan oleh peneliti meliputi alat tulis (pena dan buku untuk
keperluan notulen), sebuah tape recorder untuk perekam suara,
sebuah kamera untuk mendokumentasikan kondisi ruangan dan
jalannya acara, serta sejumlah souvenir untuk peserta FGD.
40
5) Rekruitmen Peserta
Pelaksanaan FGD ini bersamaan dengan pelaksanaan
posyandu setempat sehingga peneliti tidak menemui kendala
berarti untuk mengumpulkan ibu-ibu posyandu.
F. Keabsahan Data
Bagian yang tak terpisahkan dalam proses analisis data yaitu
pengecekan keabsahan data. Hal ini sangat penting dan tidak boleh terlewat
sehingga data yang diperoleh benar-benar kredibel dan terpercaya. Lincoln
dan Guba dalam Bungin (2008) menyebutkan paling sedikit ada 4 standar
atau kriteria utama guna menamin keabsahan hasil penelitian kualilatif, yaitu:
1. Standar Kredibilitas
Agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang
tinggi sesuai dengan fakta dilapangan (informasi yang digali dari sebyek atau
partisipan yang diteliti), peneliti melakukan upaya upaya sebagai berikut:
a. Memperpanjang keikut sertaan peneliti dalam proses pengumpulan data
dilapangan.
b. Melakukan triangulasi metode dengan FGD
c. Melibatkan teman sejawat (yang tidak ikut melakukan penelitian) untuk
berdiskusi, memberikan masukan, bahan kritik mulai awal kegiatan
proses penelititan sampai tersusunnya hasil penelitian (peer debriefing)
d. Melacak kesesuaian dan kelengkapan hasil analisis data.
41
e. Mengecek bersama-sama dengan anggota penelitian yang terlibat dalam
proses pengumpulan data, baik tentang data yang telah dikumpulkan,
kategorisasi analisis, penafsiran dan kesimpulan hasil penelitian.
2. Standar Transferabilitas
standar ini merupakan modifikasi validitas eksternal dalam penelitian
kuantitatif. Pada prinsipnya, standar transferabilitas ini merupakan
pertanyaan empirik yang tidak dapat dijawab oleh peneliti kualitatif itu
sendiri, tetapi dijawab dan dinilai oleh para pembaca laporan penelitian. Hasil
penelitian kualitatif memiliki standar transferabilitas yang tinggi bilamana
para pembaca laporan penelitian ini memperoleh gambaran dan pemahaman
yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.
3. Standar Dependabilitas
Standar dependabilitas ini boleh dikatakan mirip dengan reabilitas.
Adanya pengecekan atau penilaian akan ketepatan peneliti dalam
mengkonseptualisasikan apa yang diteliti merupakan cerminan dari
kemantapan dan ketepatan menurut standar reliabilitas penelitian. Semakin
konsisten peneliti dalam keseluruhan proses penelitian baik dalam kegiatan
pengumpulan data, interpretasi temuan maupun dalam melaporkan hasil
penelitian, akan semakin memenuhi dependabilitas. Salah satu upaya peneliti
dalam menilai dependabilitas adalah dengan melakukan audit (pemeriksaan)
dependabilitas itu sendiri. Ini dapat dilakukan oleh auditor yang independen,
dengan melakukan review terhadap seluruh hasil penelitian.
42
4. Standar Konfirmabilitas
Standar konfirmabilitas ini lebih terfokus pada audit (pemeriksaan)
kualitas dan kepastian hasil penelitian, dalam hal ini peneliti memeriksa
kembali apa benar hasil penelitian sesuai dengan pengumpulan data
dilapangan dengan cara melakukan pertemuan yang kedua kalinya dengan
sejumlah partisipan baik utama maupun pendukung.
G. Tekhnik Analisa Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana pengalaman
kader kesehatan dalam promosi kesehatan mengenai program ASI eksklusif.
Analisa data yang akan digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik Colaizzi (1978). Langkah-langkah analisis data berdasarkan Colaizzi
(1978) dalam Streubert (2003), meliputi:
1. Peneliti memulai mengorganisasikan semua data atau gambaran
menyeluruh tentang fenomena yang diteliti yaitu pengalaman kader
dalam mempromosikan ASI eksklusif.
2. Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan pinggir
mengenai pengalaman kader dalam promosi kesehatan ASI eksklusif
meliputi arti, upaya, hambatan, serta hal yang dibutuhkan dalam promosi
trsebut. Data yang dianggap penting kemudian dilakukan pengkodean
data.
3. Membaca semua gambaran semua informan secara berulang-ulang dari
fenomena yang dialami informan mengenai pengalaman informan dalam
43
promosi kesehatan ASI eksklusif sampai diperoleh pemahaman yang
benar
4. Mengulang catatan asli dan kutipan pertanyaan penting dengan
mengelompokkan kata kunci dari para informan mengenai pengalaman
informan dalam promosi kesehatan ASI eksklusif
5. Mengatur kumpulan membentuk pegertian dari kelompok tema dengan
membuat kategori-kategori.
6. Peneliti kemudian menulis gambaran tempat dan merumuskan tema.
7. Selanjutnya mengintegrasi hasil analisis ke dalam bentuk deskriptif
8. Peneliti mengulang validasi data ke partisipan atas gambaran yang
diberikan untuk megklarifikasi data hasil penelitian
9. Jika data baru ditanyakan selama validasi, gabungkan sehingga menjadi
gambaran yang lengkap ( Streubert dan Carpenter, 2003).
Gambar 4.2 Teknik analisa data Colaizzi (1978)
Sumber: Streubert & Carpenter (2003).
Menggabungkan data yang baru
diperoleh saat dilakukan validasi
Memiliki gambaran yang jelas
tentang fenomena yang diteliti
Mencatat data yang diperoleh
(hasil wawancara) Kembali ke responden untuk
klarifikasi data hasil penelitian
Mengintegrasikan hasil analisis ke
dalam bentuk deskriptif
Membaca transkrip secara
berulang-ulang
Merumuskan tema
Mengelompokkan kata kunci
Membuat kategori-kategori
44
H. Etika Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti meyakinkan bahwa responden perlu
mendapat perlindungan dari hal-hal yang merugikan selama penelitian,
dengan memperhatikan aspek-aspek self determination, privacy, anonymity,
confidentially dan protection from discomport (Polit, 2006). Peneliti juga
membuat Informed consent sebelum penelitian dilakukan.
a. Penentuan Sendiri (Self Determination)
Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia
atau tidak mengikuti kegiatan penelitian dengan sukarela, setelah semua
informasi yang berkaitan dengan penelitian dijelaskan dengan
menandatangani Informed Consent yang telah disediakan.
b. Pribadi (Privacy)
Peneliti juga menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan
responden untuk kepentingan penelitian. Nama responden akan dirahasiakan
sebagai ganti digunakan nomor responden.
c. Tanpa Nama (Anonymity)
Selama kegiatan penelitian nama responden akan dirahasiakan
sebagai gantinya digunakan inisial.
d. Kerahasiaan (Confidentiall)
Peneliti menjadi kerahasiaan identitas responden dan informasi
yang diberikan. Semua catatan dan data responden disimpan sebagai
dokumentasi penelitian.
45
e. Perlindungan dari Ketidaknyamanan (Protection From Disconfort)
Peneliti menekankan apabila responden merasa tidak aman atau
nyaman selama mengikuti kegiatan penelitian sehingga menimbulkan
masalah baik fisik maupun psikologis, maka peneliti mempersiapkan
responden untuk menghentikan partisipasinya.
46
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 12
partisipan melalui proses analisis data dari hasil wawancara mendalam, FGD serta
catatan lapangan, ditemukan tema yang selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk
naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Posyandu Flamboyan II merupakan salah satu posyandu dibawah
binaan puskesmas Ciputat Timur. Posyandu ini menangani tiga RT yaitu RT
satu, dua, dan RT enam wilayah jalan Haji Amid. Dikelola oleh empat orang
kader kesehatan yang rata-rata memiliki pengalaman bertugas sebagai kader
selama dua puluh tahun. Kegiatan posyandu yang dilakukan setiap bulannya
diadakan di salah satu rumah kader kesehatan karena belum memiliki
bangunan khusus posyandu. Posyandu ini terletak di kelurahan Rempoa
kecamatan Ciputat Timur kota Tangerang Selatan.
Adapun batas-batas Kelurahan Rempoa adalah sebelah utara provinsi
DKI Jakarta. Sebelah selatan kelurahan Cempaka Putih sebelah barat
kelurahan Rengas dan Pondok Ranji dan sebelah timur yaitu kelurahan
Cireundeu. Jarak desa rempoa dengan pusat pemerintahan kecamatan adalah
3 km dengan waktu tempuh 15 menit. Jarak kelurahan Rempoa dengan pusat
pemerintahan provinsi adalah 95 km dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.
47
Kelurahan Rempoa kecamatan Ciputat Timur kota Tangerang Selatan
mempunyai luas wilayah 219,50 He.
Kota Tangerang Selatan merupakan salah satu kota dari 8
kabupaten/kota di Provinsi Banten, Kota Tangerang Selatan merupakan
pemekaran dari kabupaten Tangerang, diresmikan sebagai daerah otonom
pada tanggal 28 Oktober 2008 dengan diberlakukannya undang-undang
nomor 51 tahun 2008. Kota Tangerang Selatan merupakan daerah strategis
karena berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, berjarak ±20 kilometer ke
ibukota negara dan ±20 menit dari bandara internasional Soekarno-Hatta.
Kota Tangerang Selatan terdiri dari tujuh kecamatan yakni: Pamulang,
Ciputat, Ciputat Timur, Pondok Aren, Setu, Serpong dan Serpong Utara.
Kota Tangerang Selatan memiliki luas wilayah 147,19 Km2, terdapat 14
rumah sakit, 11 puskesmas, 18 puskesmas pembantu, 140 klinik, 97 rumah
bersalin, 211 dokter praktek , 175 bidan praktek dan 913 posyandu yang
semuanya tersebar di 7 kecamatan di kota Tangerang Selatan.
B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik informan
Dalam penelitian ini informan dibagi menjadi dua yaitu informan
utama dan informan pendukung. Informan utama terdiri dari empat orang
kader kesehatan yang telah ditetapkan bertugas di posyandu Flamboyan II.
Karakteristik dari informan utama yang diperoleh antara lain nama, umur,
pendidikan terakhir, dan pekerjaan. Sedangkan untuk informan pendukung
terdiri dari satu orang bidan dan satu orang koordinator kader kesehatan
48
sekaligus petugas promosi kesehatan yang menangani posyandu Flamboyan
II, serta enam orang ibu-ibu posyandu Flamboyan II yang telah terpapar
dengan promosi kesehatan program ASI eksklusif. Karakteristik dari
informan pendukung yang diperoleh antara lain nama, umur, pendidikan
terakhir, dan pekerjaan.
a. Informan utama
Informan utama yaitu empat orang kader kesehatan yang bertugas
di posyandu Flamboyan II. Peneliti melakukan wawancara mendalam
pada kader kesehatan setelah menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
dan kader tersebut bersedia menjadi informan dengan mengisi lembar
informed consent. Kader kesehatan yang bertugas di posyandu
Flamboyan II rata-rata memiliki pengalaman bertugas menjadi kader
kesehatan selama dua puluh tahun. Karakteristik informan utama yang
peneliti dapatkan sebagai berikut:
Partisipan pertama (P1) berusia 47 tahun, pendidikan terakhir SMEA,
bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan lama bertugas di posyandu
Flamboyan II selama 22 tahun.
Partisipan kedua (P2) berusia 42 tahun, pendidikan terakhir SMEA,
bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan lama bertugas di posyandu
Flamboyan II selama 3 tahun.
Partisipan ketiga (P3) berusia 52 tahun, pendidikan terakhir SD, bekerja
sebagai ibu rumah tangga, dan lama bertugas di posyandu Flamboyan II
selama 22 tahun.
49
Partisipan keempat (P4) berusia 55 tahun, pendidikan terakhir SMA,
bekerja sebagai ibu rumah tangga, dan lama bertugas di posyandu
Flamboyan II selama 11 tahun.
b. Informan pendukung
Informan pendukung yaitu satu orang bidan dan satu orang
koordinator kader kesehatan sekaligus petugas promosi kesehatan
bertugas di puskesmas Ciputat Timur yang merupakan puskesmas yang
menangani posyandu Flamboyan II. Peneliti melakukan wawancara
mendalam pada bidan dan petugas promosi kesehatan tersebut setelah
menjelaskan maksud serta tujuan penelitian dan informan bersedia
menjadi informan penelitian dengan mengisi lembar informed consent.
informan pendukung selanjutnya yaitu enam orang ibu-ibu posyandu
setempat yang telah terpapar dengan promosi kesehatan program ASI
eksklusif. Peneliti melakukan FGD pada ibu-ibu posyandu setelah
menjelaskan maksud serta tujuan penelitian dan ibu-ibu tersebut bersedia
menjadi informan dengan mengisi lembar informed consent, karakteristik
informan pendukung dapat berkomunikasi dengan baik dan masih aktif
dalam aktifitas posyandu balita merupakan penduduk yang bertempat
tinggal di sekitar posyandu Flamboyan II. Kriteria lain pada informan
pendukung sebagai berikut:
Partisipan kelima (P5) berusia 27 tahun, pendidikan terakhir D3, bekerja
sebagai bidan di puskesmas Ciputat Timur.
50
Partisipan keenam (P6) berusia 29 tahun, pendidikan terakhir D3,
bekerja sebagai petugas promosi kesehatan sekaligus koordinator kader
kesehatan di wilayah puskesmas Ciputat Timur.
Partisipan ketujuh (P7) berusia 25 tahun, pendidikan terakhir SD,
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Partisipan kedelapan (P8) berusia 29 tahun, pendidikan terakhir D3,
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Partisipan kesembilan (P9) berusia 25 tahun, pendidikan terakhir SD,
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Partisipan kesepuluh (P10) berusia 24 tahun, pendidikan terakhir SMA,
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Partisipan kesebelas (P11) berusia 25 tahun, pendidikan terakhir SMA,
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Partisipan kedua belas (P12) berusia 25 tahun, pendidikan terakhir SD,
bekerja sebagai ibu rumah tangga.
2. Hasil Analisis Tematik
Dari hasil analisis tematik ditemukan 4 tema, yaitu makna dan arti
ASI eksklusif, upaya kader kesehatan, kebutuhan promosi kesehatan ASI
ekslusif, dan hambatan promosi kesehatan ASI eksklusif. Berikut
penjelasan tema dari hasil analisa tematik.
a. Makna dan Arti ASI Eksklusif.
Tema ini didapatkan dari tiga kategori yaitu definisi ASI eksklusif,
manfaat diberikannya ASI eksklusif, dan kerugian jika tidak diberikan ASI
51
ekslusif. Kader kesehatan di posyandu Flamboyan II pada umumnya sudah
paham mengenai pengertian ASI eksklusif walau masing masing berbeda
dalam mendefinisikannya, namun masih terbatas dalam mengeksplorasi
tentang manfaat pemberian ASI eksklusif dan kerugian jika tidak diberikan
ASI eksklusif. Berikut ungkapan partisipan:
“Yaitu utamanya buat kesehatan bayi, dan ga ada campuran apa-
apa buat bayi. Ya itu yang ibu ketahui. Jadi air susu ibu yang
diberikan pada bayi dari 0 sampai 6 bulan tanpa tambahan
apapun”. (Ibu P2)
“ASI eksklusif itu kita menyusui sampai berumur 6 bulan ya, tanpa
ada tambahan makanan baik susu atau makanan yang lain-lain
lah. Sesudah itu baru ada tambahan susu atau pun makanan bubur
sampai umur 2 tahun. Kalo sampe 6 bulan ga ada tambahan
apapun”. (Ibu P4)
Satu dari 8 informan pendukung mengungkapkan pengertian yang
berbeda mengenai definisi ASI ekslusif, berikut pernyataan informan
tersebut:
“Yang saya ketahui, ASI eksklusif itu adalah pemberiannya selama
empat sampai enam bulan. Tapi yang paling penting dari ASI
eksklusif itu adanya kontak antara bayi dan ibunya. Jadi misalnya
ada orang di pekerja. Misalnya pagi bekerja dia bilang, oh saya
ASI eksklusif, saya pakai naro ASI eksklusifnya itu dibotol, saya
taro dikulkas. Itu sebenarnya bukan ASI eksklusif. Nah, ASI
eksklusif itu adanya kontak antara bayi pada saat memberikan ASI
antara bayi dan si ibunya itu”. (P6)
Beberapa manfaat diberikannya ASI ekslusif dan kerugian jika
tidak diberikannya ASI eksklusif yang dapat disebutkan para kader antara
lain:
“Untuk kekebalan dan kesehatan anaknya juga. Kadang-kadang
ada yang 3 bulan udah dikasih pisang atau bubur, kan kasian
anaknya. Saya udah bilang, pencernaan bayi kan masih belum bisa
mencerna”. (P1)
52
Kalo kerugiannya kita ga bakal dapet kekebalan tubuh, sering
sakit nanti anak. Kalo manfaatnya bagus untuk anak, untuk
menambah anak sehat, kuat, nanti kalo anak umur sekian-sekian
bagus. Beda sama susu formula saya bilang gitu. Anak nya lemah,
lembek, pokonya banyak deh kerugiannya, saya bialng gitu. Kalo
tete ngga, kalo menyusi tidak, itu bagus. Cuma itu aja. itu setau
ibu”. (Ibu P4)
b. Upaya Kader Kesehatan
Tema ini peneliti dapatkan dari 8 kategori yaitu bentuk
pelaksanaan promosi kesehatan program ASI eksklusif, materi yang
disampaikan dalam penggalakkan ASI eksklusif, kerjasama kader
kesehatan dengan pihak terkait mengenai promosi kesehatan program ASI
eksklusif, kerja sama antara kader kesehatan setempat dalam promosi
kesehatan program ASI eksklusif, capaian promosi kesehatan ASI
eksklusif ke seluruh lapisan masyarakat, penyampaian promosi kesehatan
program ASI eksklusif sehingga dapat sampai ke seluruh lapisan
masyarakat, evaluasi program promosi kesehatan tentang ASI eksklusif,
serta inovasi-inovasi kader kesehatan dalam mempengaruhi budaya
setempat mengenai ASI eksklusif.
Pengetahuan kader kesehatan di posyandu Flamboyan II mengenai
promosi kesehatan program ASI eksklusif masih sangat minim, dibuktikan
dengan jawaban para kader kesehatan yang mengatakan bahwa mereka
tidak tahu apa itu promosi kesehatan ketika peneliti mewawancarainya.
Para kader kesehatan mengungkapkan penggalakan ASI eksklusif yang
mereka lakukan selama ini hanya menganjurkan saja, ketika peneliti
mewawancarai mengenai pengetahuan secara umum tentang promosi
53
kesehatan, sebagian besar dari mereka tidak mengetahuinya. Berikut hasil
wawancaranya:
“Kita kalo disini, di posyandu-posyandu, kita cuma menganjurkan
aja ya sama ibu-ibu yang datang ke posyandu. Kan kita hanya
sekedar menganjurkan doang.” (P1)
Tidak ada kader kesehatan di posyandu Flamboyan II yang dapat
mendefinisikan tentang pengertian promosi kesehatan secara umum.
Jawaban lain yang peneliti dapatkan dari salah satu kader kesehatan yang
berumur 55 tahun yaitu:
“Promosi? Ya kalo promosi kesehatan ya kalo ada acara-acara di
posyandu maupun di arisan-arisan gitu sering melakukan
penyuluhan-penyuluhan tentang ASI eksklusif sampe 6 bulan.
Cuma kebanyakan kaya anak saya sendirilah contohnya, dia air
tetenya sedikit. Jadi menyusui sampe 2 tahun tapi untuk 6 bulan
untuk ASI eksklusif itu dia ga bisa harus ada tambahan makanan.
Ya kalo saya si terus terang promosi ga bisa ya, promosi ya
sekedar ngasih tau kalo ketemu kita ngomong. Kalo promosi-
promosi ya ngga ada. Paling juga kalo arisan, masalah ASI,
masalah kesehatan , masalah anak sakit, kalo promosi bukannya
belum, contoh deh tetangga saya, saya bilangin. Minimal mulut ke
mulut.” (P2)
Hasil wawancara yang peneliti dapatkan, di posyandu Flamboyan
II belum pernah ada promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara
khusus. Penggalakan ASI eksklusif yang selama ini dilakukan hanya
berupa informasi yang disampaikan pihak puskesmas (bagian ahli gizi)
hanya kepada kader kesehatan setempat pada saat rapat koordinasi (rakor)
setiap bulannya. Rapat koordinasi setiap bulan tidak selalu menyampaikan
mengenai program ASI eksklusif, melainkan tergantung tema yang
ditentukan sesuai masalah kesehatan terkini. Kader kesehatan kemudian
menyampaikan melalui mulut ke mulut kepada masyarakat/ ibu-ibu yang
54
hamil dan memiliki bayi dibawah umur 6 bulan. Adapun informasi yang
diberikan hanya seputar pengetahuan ASI eksklusif. Tenaga kesehatan dari
puskesmas belum pernah mengadakan pembinaan terhadap kader
kesehatan mengenai penyampaian informasi yang baik atau tekhnik
penyuluhan yang benar terhadap masyarakat. Berikut pernyataan
partisipan:
“Oh…disini belum.belum ada yang seperti itu (promosi kesehatan
tentang ASI eksklusif secara khusus). Cuman gini, sekarang kan
mulai digencarkan, kita datang ke ibu hamil ni, jadi kita hanya
menganjurkan aja si sifatnya. Kita kasih tau, lebih baik ASI
eksklusif….Iya individual. kalo ketemu ibunya yang anaknya
dibawah 6 bulan kita tanya ini anaknya masih ASI aja atau sudah
ditambah makanan tambahan? kalo belum, ya bagus, jangan dulu
dikasih tambahan makanan sampe 6 bulan ya.”. (P1)
“Secara individual aja waktu posyandu (penyampaian pada ibu-
ibu). Kan kalo kemis keempat suka pertemuan rakor di kelurahan
(khusus kader kesehatan), itu kan suka dibicarain tentang
posyandu, tentang ASI, tentang lain lainya suka diituin sama
bidan-bidan. Nah ibu tau dari situ sedikit sedikit aja, hehe.”. (P3)
Bentuk pelaksanaan ini diperkuat oleh informasi dari informan
pendukung melalui wawancara kepada bidan puskesmas dan koordinator
kader kesehatan sekaligus petugas promosi kesehatan yang menangani
posyandu Flamboyan II serta ibu-ibu masyarakat setempat yaitu:
“Kalo saya biasanya kegiatan-kegiatan itu di masyarakatnya pas
ada kegiatan kaya pertemuan dikelurahan, pertemuan kader, nah
pertemuan kader itu biasanya memberi tahu kepada kader tentang
apa itu ASI eksklusif mengaitkan dengan kegiatan tentang gizi.
Jadinya kita ikut sertakan program-program gizi biasanya. Dan
lebih detail tentang kandungan dari pada tentang ASI itu apa aja,
nanti biasanya penanggung jawab gizi yang lebih ini...tapi kita
menjelaskan ASI eksklusif itu apa, bagaimana caranya”. (P6)
55
Hasil FGD didapatkan ibu-ibu belum pernah mendapatkan
promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara khusus. Sebagian besar
mereka mendapatkan informasi mengenai pentingnya ASI eksklusif hanya
dari mulut ke mulut melalui kader dan bidan baik di posyandu ataupun di
puskesmas saat masih mengandung bayinya. Berikut ungkapan partisipan
pada saat dilakukan FGD:
“Belum pernah (promosi kesehatan tentang ASI eksklusif secara
khusus).”(P7)
“Kalo kader kesehatan belum pernah, tapi kalo dari bidan dikasih
tau. Ibu bidannya cuma bilang dikasih ASI eksklusif dulu aja
jangan dikasih susu botol. Gitu. Udah gitu doang.”(P9)
“Ngga. Perorang aja (cara penyampaian informasi ASI
eksklusif).” (P8)
Pihak puskesmas mengatakan bahwa materi mengenai
penyuluhan program ASI eksklusif yang disampaikan kepada para kader
kesehatan sudah cukup memenuhi standar, meliputi pengertian, manfaat,
kerugian jika tidak diberikan, cara memberikannya. Namun yang peneliti
dapatkan dari para kader kesehatan, mereka mengungkapkan bahwa
pengetahuan mereka mengenai ASI eksklusif tidak terlalu mendalam.
Mereka hanya memahaminya secara umum saja, sehingga pada
penyampaiannya terhadap masyarakat/ ibu-ibu setempat sangat terbatas.
Berikut pernyataannya:
56
“Ya paling cuma kaya gitu. Ditanya kan, dikasih ASI ga? dikasih
makanan atau susu lainnya ga? ngga. Jangan ya, ini untuk
kekebalan dan kesehatan anaknya juga. Udah berapa bulan?
kadang-kadang kan baru beberapa bulan udah dikasih susu
kadang-kadang ada yang 3 bulan udah dikasih pisang atau
bubur, kan kasian anaknya. Saya udah bilang, pencernaan bayi
kan masih belum bisa mencerna. Susah juga si kalo ngomong
ama orang kampung itu.” (P1)
“Ibu bilang jangan dikasih makan dulu sampai umur 6 bulan.
Kasih ASI aja, nanti kalo setelah 6 bulan baru dikasih tambahan
makanan.” (P3)
Berikut Hasil wawancara yang peneliti dapatkan mengenai
materi yang disampaikan pihak puskesmas saat promosi kesehatan
program ASI eksklusif kepada kader kesehatan.
“Kaya misalnya bahwa kalo penyuluhan kan saya lebih ke
program TB juga, jadi kalo kita penyuluhan tentang TB ni, apa
itu pengertian, penyebab, terus tanda dan gejala, kemudian
penanggulannya seperti apa, kemudian peranan keluarganya
seperti apa. Jadi kalo ASI eksklusif itu sama aja, apa pengertian,
bagaimana cara pemberian, bagaimana cara penyimpanan ASI
yang baik itu seperti apa.” (P6)
Kerjasama kader kesehatan dalam menggalakkan ASI eksklusif
yang selama ini dilakukan hanya dengan pihak puskesmas saja. Bahkan
didapatkan dari beberapa kader kesehatan yang menyatakan bahwa
penggalakkan ASI eksklusif yang mereka lakukan selama ini hanya
tugas dari puskesmas saja. Berikut ungkapan partisipan:
“Sebenarnya kan tiap bulan ada tu bidan datang. Cuma ya
diposyandu aja. Jadi cuma yang keliatan aja. kita kan setiap
bulan juga ada rakor juga sekaligus pertemuan kader ya untuk
laporan-laporan itu semua. Jadi ada bidan, ada dokter
puskesmas, pokja- pokja gitu, jadi laporan ini, laporan itu.” (P1)
“Ada. Dari ahli gizi di puskesmas. Pas rakor. Atau datang ke
posyandu itupun ga setiap bulan datang, selama ini baru 1 kali
57
dateng. Tapi ya itu, cuma dikasih tau ASI itu apa, berapa berat
anak ideal, paling gitu yang BBLR kita suruh rujuk ke
puskesmas”.(P2)
“Ya dari puskesmas si sudah, kalo disini kan ada jampersal, jadi
setiap persalinan kita promosikan pada pasien tentang ASI
eksklusif. ya kadang, bu nangis aja, gini gini, ga keluar, ga papa
bu, dirangsang aja. nanti juga keluar sendiri, ya kalo ASI nya
sedikit ya nanti kita kasih buat pelancar ASI dari puskesmas, kita
kasih biasanya.”(P5)
Kerjasama secara khusus antara sesama kader kesehatan
Flamboyan II dalam promosi kesehatan program ASI eksklusif belum
terealisasikan. Hasil wawancara yang peneliti dapatkan, para kader
kesehatan merasa pengetahuan mereka belum cukup mendalam dalam
memahami ASI eksklusif. Mereka mengungkapkan selain tugas mereka
sebagai kader kesehatan sudah cukup banyak, tidak semua masyarakat
atau ibu–ibu di wilayah posyandu Flamboyan II merespon dengan baik
informasi kesehatan dari para kader kesehatan, kecuali terdapat pihak
puskesmas yang secara khusus menyampaikan informasi kesehatan
tersebut. Berikut seluruh ungkapan kader kesehatan:
“Kurang (kerjasama antar sesama kader). Kan kalo dulu,
sekarang si ada lembaran-lembaran paling itu aja yang diisi.
Kalo ga ada acara khusus susah si. Kalo misalnya cuma dari
kader-kader aja mereka suka ngeremehin. Kecuali kalo ada
petugas dari puskesmas. Itu juga susah ngumpulinnya, yang
anak-anaknya tidur, pokonya susah deh kalo ngumpulin ibu-
ibunya mah”. (P1)
“Ngga ada (kerjasama antar kader).” (P2)
58
Sebagian besar kader kesehatan menyatakan bahwa capaian
promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif belum sampai ke seluruh
lapisan masyarakat khususnya wilayah sekitar posyandu Flamboyan II.
Berikut pernyataannya:
“Intinya info udah sampe, tapi pelaksanaannya yang belum.
Karena tadi, hati ibu ga tega ngeliat anak nangis, mungkin
kurang susu. ASInya kurang, jadi ah, kasih aja biskuit. kaya
gitu gitu”. (P2)
“Belum. Tapi banyak yang tau si udah”. (P3)
“Belum nyampe”. (P4)
Belum ada usaha khusus bagi kader kesehatan di posyandu
Flamboyan II, agar capaian promosi kesehatan mengenai ASI
eksklusif berjalan secara maksimal. Berikut dua ungkapan dari empat
partisipan utama:
“Itu butuh pengetahuan dari ibu-ibunya sendiri juga si. Dari
ibu-ibunya harus, dari kader juga penting si. Kan kalo kader
cuma dikasih tau ASI eksklusif pas raker. Ada lembaran
khusus yang harus diisi, bayi ini udah berapa kali ke
posyandu, dia ASI eksklusif atau ngga, gitu. Cuma dikasih gitu
doang”. (P1)
“Ya paling nanti kumpul lagi ama kader, ya menurut saya
yang punya bayi aja dibilangin”. (P3)
Kader kesehatan posyandu flamboyan II dan petugas
kesehatan puskesmas menyampaikan bahwa belum pernah ada
evaluasi secara langsung kepada masyarakat/ ibu-ibu setempat
mengenai penggalakkan ASI eksklusif baik oleh pihak puskesmas dan
59
dinas kesehatan ataupun oleh kader kesehatan itu sendiri. Berikut
ungkapan beberapa partisipan:
“Ngga. Ngga ada. Cuma kita kasih saran ibu nanti kalo yang
ASI eksklusif ditulis .Emang ada catetannya. Peribahasanya
istilahnya dari seratus Cuma satu lah yang berhasil.
Ibaratnya kaya gitu. Bahkan saya belom dapetin yang
berhasil. Satu dualah ada”. (P2)
“ “Ngga. Puskesmas tidak lagi. kontrol juga tidak ada. Ya kita
terus terang bilang tidak ada ya, nanti kalo saya bilang ada,
ko ini ada promosi ibu belum aja ngerti si”. (P4)
“Oh, Ngga. Ngga ada sih. Kalo kaya gitu mah. Kalo yang
kaya gitu paling lahir disini kita sarankan untuk ASI eksklusif
ya, ya gitu aja si sebenarnya kalo dari sini”. (P5)
Evaluasi dilakukan oleh petugas promosi kesehatan
puskesmas hanya kepada pihak kader kesehatan saat perkumpulan
kader kesehatan atau rakor yang diadakan setiap bulannya. Berikut
pernyataannya:
“Kalo ada kesalahan, kita tau .kalo kita tau secara langsung ,
kita langsung mengklarifikasi , kasih tau secara langsung, tapi
kalo misalnya kita tekankan pada mereka kalo misalnya
mereka tidak mengerti, harap itu jadi PR dan tanyakan ke
kita”. (P6)
Belum ada inovasi-inovasi dari kader kesehatan dalam
menggalakkan ASI eksklusif di wilayah posyandu Flamboyan II, hal
ini berkaitan dengan persepsi kader kesehatan tersebut mengenai
perannya terhadap promosi kesehatan ASI eksklusif bahwa mereka
hanya sebatas menganjurkan saja, terlepas masyarakat atau ibu-ibu
yang memiliki bayi dibawah 6 bulan mau mengikuti atau tidak
60
anjuran tersebut. Berikut hasil wawancara dua orang dari empat orang
partisipan utama:
“Ga ada. Cuma ngasih motivasi aja”. (P2)
“Belum ada. Sebatas ini baru menyampaikan secara
individual saja”. (P3)
c. Hambatan Promosi Kesehatan ASI Eksklusif
Hambatan promosi kesehatan ASI eksklusif peneliti dapatkan dari
tiga kategori, yakni hambatan internal dalam promosi kesehatan tentang
ASI eksklusif, hambatan eksternal promosi kesehatan ASI eksklusif, serta
penanggulangan hambatan tersebut. Kader kesehatan di posyandu
Flamboyan II mengatakan tidak ada hambatan yang terlalu signifikan
dalam usaha menggalakakkan program ASI eksklusif. Mereka
menyampaikan bahwa tidak ada hambatan dari sisi internal secara
bermakna. Berikut hasil wawancara pada partisipan mengenai hambatan
internal:
“Ngga ya.. kan kita hanya sekedar menganjurkan doang. Paling
kita menganjurkan doang, makan sayur yang banyak, buahnya
juga, makan yang banyak”. (P1)
“Kalo kita bilang,,ada masalah, itu urusan dia sendiri, jadi kan ini
udah urusan masing-masing ya”. (P2)
“Ngga lah, yang penting kita udah ngasih tau”. (P4)
Hambatan eksternal yang selama ini kader kesehatan rasakan yaitu
minimnya pembinaan dari puskesmas yang berimbas terhadap minimnya
pengetahuan mengenai promosi kesehatan program ASI eksklusif yang
61
kader kesehatan miliki. Hambatan eksternal lainnya yaitu banyaknya
alasan-alasan yang diutarakan masyarakat/ ibu-ibu posyandu bahwa ASI
yang keluar sedikit, bayinya nangis terus karena lapar, dan sebagainya.
Berikut hasil wawancara pada partisipan mengenai hambatan eksternal:
“Iya kita juga bingung, habis ga ada pembinaan khusus
bagaimana caranya biar ibu-ibu agar melaksanakan ASI eksklusif.
ya itulah masalahnya, belum ada pembinaaan khusus tentang ASI
eksklusif. Waktu itu pernah si ada pemberitahuan tentang ASI
eksklusif waktu rakor (rapat koordinasi), dikasih tau ASI eksklusif
itu apa, trus kita dikasih lembaran, trus cuma disuruh ngedata kalo
ada yang ke posyandu, ibu itu ASI eksklusif atau ngga. Kita juga
ga disuruh ke rumahnya, kasih penyuluhan atau gimana juga
ngga. Paling suruh nyatet, ni bayi berapa kali dateng, kasih ASI
apa ngga. Dah, ditanya gitu doang. Ya begitu. Itu juga tugasnya
udah banyak banget, apalagi kalo ditambah ASI eksklusif”. (P1)
“Cuma tadi aja masalahnya alasan-alasan”. (P2)
Pernyataan lain yang diungkapkan informan pendukung sebagai berikut:
“Masalahnya…kita kan kader banyak ya, posyandupun ga kalah
banyak. Jadi kita itu untuk pelatihan rata-rata susah. Jadi selama
ini yang dateng pelatihan ketuanya saja atau perwakilan. Jadi
selama ini hambatanya susah melakukan pelatihan secara
menyeluruh. Bagaimana mereka melakukan penyuluhan, masing-
masing itu susah. Butuh waktu yang sangat lama. Dan yang kita
urusan bukan hanya ASI ekklusif. Mereka juga kayanya
kegiatannya banyak, urusan rumah tangga juga, trus karna kalo
disini hambatannya karna disini komplek, apalagi kalo udah
komplek elit..sudah pasti susah. Jadi kalo ngurusin masalah
kesehatan sudah tidak bisa gitu”. (P5)
Baik kader kesehatan ataupun pihak petugas kesehatan puskesmas
belum menemukan cara khusus untuk menanggulangi hambatan yang
selama ini dirasakan dalam promosi kesehatan ASI eksklusif. Berikut
ungkapan partisipan:
“Yaudah, terima aja gitu dengan segala keluh kesah, dipendem
sendiri. Ya emang mungkin udah jadi tugas kader kesehatan
62
ya..teorinya kan begini begitu. Cuma pelaksanaannya di
masyarakat kan beda”. (P2)
“Ga ada. Belom…”. (P2)
d. Kebutuhan Promosi Kesehatan ASI Eksklusif.
Tema ini peneliti dapatkan dari dua kategori yaitu kebutuhan yang
dibutuhkan dalam promosi kesehatan tentang ASI eksklusif dan usaha
yang dilakukan dalam menaggulangi kebutuhan yang belum terpenuhi.
Kebutuhan kader kesehatan wilayah posyandu Flamboyan II yang
terpenting dan belum terpenuhi secara maksimal dalam promosi kesehatan
program ASI eksklusif yakni pembinaan khusus dari pihak puskesmas
yang menangani posyandu tersebut. Perkumpulan kader kesehatan yang
selama ini dilakukan dengan pihak puskesmas lebih bersifat evaluasi dan
melakukan laporan-laporan masalah kesehatan sesuai tema setiap bulan
yang di tetapkan dari puskesmas. Pembinaan yang diberikan oleh pihak
puskesmas bersifat penyampaian informasi terkait masalah kesehatan
terkini. Dua orang dari empat kader kesehatan mengungkapkan sebagai
berikut:
“Kita kan pengetahuan juga kurang dalam menyampaikan ke
masyarakat. Kadang kalo kita nanya ke mereka suka dibilang sok
pinter amat si, emang lu siapa, mungkin dalam hati mereka gitu y.
Ada yang suka ada juga yang ga suka kalo kita datengin. Namanya
orang kan beda-beda. Penyuluhan lah pasti, jelas binaan kami
butuh banget. Kita bisanya kalo mereka dateng ke posyandu.kalo
kita yang dateng ke mereka ga bisa”. (P1)
“Yang penting pembinaan dari puskesmas atau ahli gizi kalo
dateng ke posyandu. mungkin mereka (ibu-ibu posyandu) butuh
penyuluhan juga dari bidan, soalnya kan kalo kita sama kaya
mereka (ibu-ibu posyandu), jadi mereka lebih percaya ama bidan.
63
Kita si mengharapkan kedepannya ibu-ibu hamil dikumpulkan
untuk penyuluhan ASI eksklusif ini”. (P2)
Adapun ungkapan dari informan pendukung sebagai berikut:
“Oh iya, harus ada peraga kalo ngga dirakor, disalah satu
kumpulan ibu-ibu misalnya posyandu harus nya dikasih alat
peraga satu-satu biar ibunya tau, o, ini fungsi ASI eksklusif itu
untuk itu lho…menyusui yang benar itu gini…”. (P5)
“Petugasnya dibanyakin, jadi pemegang programnya khusus satu-
satu. Jadi semua fokus kerja. Misalnya khusus promosi kesehatan
saja. Jadi dia khusus menangani masalah promosi kesehatan saja,
itu mungkin bisa”. (P6)
Belum ada usaha khusus bagi kader kesehatan dan pihak
puskesmas terkait dalam memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi
dalam promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif,. Kader
kesehatan dan puskesmas terkait hanya memaksimalkan kemampuan yang
ada dengan sebaik mungkin. Berikut hasil wawancara yang peneliti
dapatkan:
“Selama ini belum si, jadi yang ada dan yang bisa aja
dimaksimalin.” (P3)
“Ya paling kalo ada kebutuhan kebutuhan yang belum ada kita
langsung usulkan saja pada dinas. Nanti dianggarkan dari dinas.
Dan kalo masalah petugas yang kurang mau tidak mau kita
bekerja sesuai dan semaksimal kemampuan kita kerjakan,
sebenarnya ga ada masalah si…cuma itu tadi karna kita megang
programnya kebanyakan, jadi cukup terbengkelai”. (P6)
64
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Interpretasi Hasil Penelitain dan Diskusi
1. Makna dan Arti ASI Eksklusif.
Seluruh kader kesehatan yang bertugas di posyandu Flamboyan II
dapat dikatakan telah menguasai pengertian ASI eksklusif walaupun dalam
hasil wawancara masing-masing kader kesehatan tersebut memiliki versi
yang berbeda dalam mengartikan ASI eksklusif, namun cukup dapat
menyimpulkan bahwa pemahaman mereka terhadap pengertian ASI eksklusif
sudah sesuai dengan teori. ASI ekslusif atau lebih tepat disebut pemberian
ASI secara eksklusif artinya bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan
cairan lain, seperti air putih, susu formula, jeruk, madu, air teh, juga tanpa
tambahan makanan padat, seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur
nasi ataupun tim kecuali obat, vitamin, mineral dan ASI yang diperas sejak
bayi lahir sampai bayi berumur enam bulan. Setelah enam bulan, bayi mulai
dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberikan ASI sampai bayi
berumur dua tahun Roesli (2004) & Budiasih (2008).
Hasil wawancara peneliti menunjukan bahwa para kader kesehatan
yang bertugas di posyandu Flamboyan II telah mengerti secara mendasar
manfaat ASI eksklusif dan kerugiannya bila tidak diberikan ASI eksklusif
bagi bayi. Pengetahuan tersebut mereka dapatkan melalui perkumpulan
kader kesehatan dengan pihak puskesmas yang diadakan setiap bulannya saat
rapat koordinasi. Kader kesehatan mengungkapkan, belum pernah ada
65
pembinaan dari pihak puskesmas khusus mengenai ASI eksklusif secara
mendalam, sehingga tidak semua pengetahuan penting mengenai ASI
eksklusif tersampaikan. Disebutkan dalam teori manfaat pemberian ASI
eksklusif dan kerugian apabila tidak diberikan ASI eksklusif tidak hanya
berimbas pada bayinya saja, melainkan berimbas juga terhadap sang ibu dan
keluarganya. Manfaat bagi ibu diantaranya menjalin kasih sayang antara ibu
dengan bayi, mengurangi perdarahan setelah persalinan, mempercepat
pemulihan kesehatan ibu, menunda kehamilan berikutnya , mengurangi
resiko terkena kanker payudara, lebih praktis karena ASI lebih mudah
diberikan setiap saat bayi membutuhkan, dan menumbuhkan rasa percaya diri
ibu untuk menyusui. Manfaat bagi keluarga meliputi tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk pembelian susu formula dan perlengkapannya,
tidak perlu waktu dan tenaga untuk menyediakan susu botol misalnya
merebus air dan mencuci peralatan, tidak perlu biaya dan waktu untuk
merawat dan mengobati anak yang sering sakit karena pemberian susu botol
(Depkes, 2007).
2. Upaya Kader Kesehatan
Peneliti mendapatkan tiga dari empat orang kader kesehatan tidak
mengetahui tentang promosi kesehatan program ASI eksklusif. Hanya satu
orang saja dapat menjawab ketika ditanya mengenai promosi kesehatan
program ASI eksklusif. Para kader tersebut mengatakan peran mereka selama
ini dalam menggalakkan ASI eksklusif kepada para ibu yang memiliki bayi
dibawah umur 6 bulan hanya menganjurkan saja. Usaha yang mereka lakukan
dalam menyampaikan pentingnya ASI eksklusif kepada para ibu yang
66
memiliki bayi dibawah 6 bulan hanya melalui mulut ke mulut sebatas
pengetahuan yang mereka miliki. Mereka merasa keberhasilan program ASI
eksklusif bukanlah termasuk tanggung jawab kader kesehatan mengingat
pihak puskesmas yang menangani wilayah posyandu Flamboyan II tidak
terlalu menggemborkan pelaksanaan ASI eksklusif tersebut. Hal ini bertolak
belakang dengan pernyataan bahwa keberhasilan pemberian ASI eksklusif
memerlukan dukungan dari berbagai pihak yang terdiri dari keluarga
khususnya ayah, pemerintah, tenaga kesehatan dan kader kesehatan
masyarakat. Kader kesehatan mempunyai peran yang besar dalam upanya
meningkatkan kemampuan masyarakat menolong dirinya mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Peran kader lainnya yaitu ikut membina masyarakat
dalam bidang kesehatan melalui kegiatan yang dilakukan di posyandu (Efendi,
2009).
Promosi kesehatan merupakan elemen yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat. WHO (1995) mendefinisikan
promosi kesehatan yaitu suatu proses pemberdayaan individu dan masyarakat
untuk meningkatkan kemampuan mereka mengendalikan determinan-
determinan kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka.
Promosi kesehatan yaitu upaya meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh,
untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan
kesehatan (Depkes, 2006).
67
Bentuk penyampaian yang selama ini kader lakukan dalam
menggalakan ASI eksklusif di wilayah posyandu Flamboyan II tersebut tentu
tidak memungkinan penyampaian informasi penting secara maksimal.
Informasi yang sampai pada para ibu tentu hanya sebatas pengetahuan bahwa
pemberian ASI saja pada bayi dari 0 hingga 6 bulan sangat penting, namun
belum tentu para ibu mengetahui secara mendalam mengenai manfaat
pemberian ASI eksklusif dan kerugiannnya apabila tidak didberikan ASI
eksklusif bahkan cara penyimpanan ASI yang baik sehingga awet dan dapat
tetap diberikan kepada bayi bagi ibunya yang aktif bekerja diluar rumah. Hal
ini dapat menjadi salah satu penyebab para ibu tidak memiliki keteguhan
dalam melaksanakan program ASI eksklusif, selain itu memberi peluang
besar pula bagi ibu-ibu tersebut untuk mengeluarkan alasan-alasan klasik
tidak diberikannya ASI eksklusif pada bayi mereka. Tidak ada pola
kerjasama secara khusus antar kader kesehatan dalam penggalakkan ASI
eksklusif. Bentuk pola kerjasama yang kader kesehatan setempat lakukan
dengan puskesmas terkait hanya berupa penyampaian informasi ASI
eksklusif dari pihak puskesmas kepada kader kesehatan atau perwakilannya,
selanjutnya pihak kader kesehatan menyampaikan informasi tersebut kepada
para ibu wilayah posyandu Flamboyan II melalui mulut ke mulut.
Dalam melakukan promosi kesehatan, kerjasama baik antar kader
kesehatan maupun pihak terkait lainnya sangat dibutuhkan, karena promosi
kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan,
organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan
lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,
68
1998 dalam Taufik, 2010). Peneliti mendapatkan dari hasil wawancara
melalui pihak puskesmas bahwa mereka telah berusaha menyampaikan setiap
informasi kesehatan secara maksimal, dengan mengadakan evaluasi setiap
setelah penyuluhan kepada kader kesehatan (dalam rakor) dengan harapan
adanya penjelasan kembali atau klarifikasi apabila ada hal yang tidak kader
kesehatan mengerti tentang informasi tersebut, namun pada fenomena yang
didapatkan melalui hasil wawancara pada kader, mereka mengatakan belum
terlalu paham dengan informasi yang disampaikan, sehingga pengetahuan
mereka mengenai ASI eksklusif tidak terlalu dalam. Kader kesehatan
mengatakan, bahwa pada intinya mereka hanya melakukan apa yang
ditugaskan, seperti pencatatan siapa saja yang melaksanakan ASI eksklusif
atau yang tidak, serta laporan-laporan mengenai masalah kesehatanm lainnya.
Para kader kesehatan telah berusaha sesuai kemampuannya agar
informasi pentingnya program ASI eksklusif di wilayah posyandu Flamboyan
II sampai ke seluruh lapisan masyarakat. Para kader mengungkapkan
walaupun informasi telah tersebar namun pelaksanaan program ASI eksklusif
belum optimal dilakukan. Para kader kesehatan merasa penyampaian mereka
diremehkan oleh masyarakat setempat, karena masyarakat menganggap
bahwa kader kesehatan sama saja dengan mereka dan tidak berhak mengatur
masyarakat dengan informasi-informasi tersebut. Dapat disimpulkan terdapat
salah persepsi antara masyarakat dengan kader kesehatan sebagaimana
beberapa ahli mengemukakan mengenai pengertian tentang kader kesehatan
menurut Gunawan (1980) dalam Efendi (2009) yang memberikan batasan
tentang kader kesehatan sebagai promotor kesehatan desa adalah tenaga
69
sukarela dan dipilih oleh dari masyarakat bertugas mengembangkan
masyarakat. Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang
dipilih oleh masyarakat dan dilatih untuk menangani masalah-masalah
kesehatan perseorangan maupun masyarakat serta untuk bekerja dalam
hubungannya yang amat dekat dengan tempat-tempat pemberian pelayanan
kesehatan (WHO, 1995 dalam Efendi, 2009). Penting bagi masyarakat
mengetahui siapa kader kesehatan berikut peran dan tugasnya dalam
masyarakat, sehingga terdapat jalinan kerjasama yang sangat baik serta saling
mendukung dalam meningkatkan kesehatan secara optimal di masyarakat
setempat.
Kader kesehatan menuturkan pihak puskesmas belum pernah
melakukan promosi kesehatan khusus mengenai ASI eksklusif secara
langsung kepada masyarakat. Selama ini hanya cukup pendataan yang
puskesmas intruksikan kepada kader kesehatan mengenai jumlah para ibu
yang melaksanakan ASI eksklusif dan yang tidak melaksanakan ASI
eksklusif. Para kader kesehatan juga mengakui belum pernah ada inovasi-
inovasi terkait promosi kesehatan ASI eksklusif yang kader lakukan demi
meningkatkan dan membantu mensukseskan tercapainya program ASI
eksklusif secara optimal.
70
3. Hambatan Promosi Kesehatan ASI Eksklusif
Hambatan internal dalam melakukan promosi kesehatan program ASI
eksklusif tidak dirasakan oleh para kader kesehatan. Para kader kesehatan
menganggap informasi yang disampaikan kepada masyarakat hanyalah
anjuran para kader kesehatan mengingat tugas dari puskesmas, selanjutnya
mengenai dilaksanakan atau tidak anjuran tersebut merupakan urusan
masyarakat itu sendiri. Tentunya perlu menjadi perhatian khusus bagi tenaga
kesehatan untuk meluruskan persepsi para kader kesehatan mengenai peran
dan tugas kader kesehatan yang sebenarnya. Survey data dasar
pengembangan model pelayanan kesehatan maternal mengungkapkan
beberapa tugas kader kesehatan masyarakat di Indonesia selain membantu
pencatatan dan pelaporan, kader kesehatan juga bertugas dan berperan dalam
pemberian motivasi dan saran-saran pada ibu-ibu sebelum dan sesudah
melahirkan, pemberian motivasi dan saran-saran tentang perawatan anak,
pemberian motivasi dan peragaan tentang gizi, program penimbangan balita
dan pemberian makanan tambahan, serta pemberian motivasi tentang
imunisasi dan bantuan pengobatan (Hamid, 2010).
Hambatan eksternal yang kader kesehatan rasakan dalam melakukan
usaha promosi kesehatan program ASI eksklusif yaitu kurangnya pembinaan
dari pihak puskesmas khususnya mengenai bentuk penyampaian promosi
kesehatan yang benar terhadap masyarakat. Seorang ahli menyebutkan
dalam teori bahwa suatu organisasi akan berjalan dan bergerak maju untuk
mencapai visi dan misinya sangat tergantung dari upaya pembinaan atau
perintah dari pemimpinnya. Pembinaan (directing) merupakan salah satu
71
fungsi penting dalam manajemen. Pembinaan yang diberikan secara tepat,
tentang apa yang diharapkan dari pekerjaannya secara jelas merupakan
kegiatan utama. Pembinaan harus mempunyai tujuan yang jelas, karena
fungsi pembinaan berhubungan langsung dengan upaya dalam meningkatkan
kinerja karyawan dan merealisasikan tujuan pelayanan (Nursalam, 2009).
Para kader kesehatan mengungkapkan kurangnya pembinaan dari
pihak tenaga kesehatan puskesmas menyebabkan minimnya pengetahuan
yang kader kesehatan miliki dalam menyampaikan informasi pada
masyarakat khususnya di wilayah posyandu Flamboyan II. Selaku kader
kesehatan yang memiliki peran sebagai penyuluh dan motivator dalam bidang
kesehatan, seharusnya memiliki pengetahuan cukup sehingga dapat
menyampaikan informasi kesehatan kepada masyarakat dengan baik.
Informasi kesehatan yang tersampaikan dengan baik, dapat mempengaruhi
perilaku kesehatan masyarakat. Pengetahuan merupakan elemen yang sangat
penting dalam perilaku kesehatan. Lawrence Green dalam Notoatmodjo
(2007) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni
faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3
faktor :
1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
72
2. Faktor-faktor pendukung (Enabling factors), yang terwujud dalam
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan
sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap
dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Alasan-alasan masyarakat yang mengatakan bahwa ASI yang keluar
sedikit, bayinya masih terlihat lapar, serta anggapan sebagian kecil
masyarakat bahwa kader kesehatan sama saja seperti mayarakat yang lain
sehingga tidak berhak mengatur dengan informasi-informasi kesehatan
merupakan hambatan lain yang kader kesehatan keluhkan dalam
menggalakkan program ASI eksklusif. Petugas kesehatan puskesmas
setempat mengungkapkan bahwa mereka telah berusaha melakukan
pembinaan terhadap kader kesehatan semaksimal mungkin dengan tenaga
kesehatan yang terbatas, namun tidak semua kader kesehatan langsung
mengerti dan memahami dengan baik tentang informasi kesehatan yang
disampaikan. Tenaga kesehatan yang kurang dan faktor terbatasnya
pendidikan formal yang kader kesehatan miliki merupakan hambatan dari
pihak puskesmas dalam melakukan promosi kesehatan atau pembinaan
terhadap kader kesehatan.
Perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku
para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
73
memperkuat terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2007). Adanya berbagai
hambatan ini, baik kader kesehatan atau petugas kesehatan puskesmas yang
menangani posyandu setempat belum menemukan metode secara khusus
untuk menanggulangi hambatan tersebut.
4. Kebutuhan Promosi Kesehatan ASI Eksklusif
Kebutuhan kader kesehatan terkait upaya promosi kesehatan
mengenai program ASI eksklusif yakni pembinaan dari pihak puskesmas
setempat kepada kader kesehatan tersebut khususnya mengenai cara
penyampaian informasi yang baik kepada masyarakat sehingga informasi
yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat secara optimal. Pembinaan
dari pihak puskesmas kader kesehatan harapkan tidak hanya pada kader
kesehatan, namun ada waktu khusus untuk pembinaan secara langsung
kepada masyarakat berupa penyuluhan setelah masyarakat setempat
dikumpulkan. Kebutuhan lain bagi kader kesehatan yaitu tenaga kerja yang
kurang, sehingga para kader kesehatan merasa walaupun mereka tidak
melakukan promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif, namun beban
kerja yang mereka emban selaku kader kesehatan saat ini sangatlah berat
mengingat yang mereka kerjakan bukan hanya mengurusi masalah kader,
melainkan urusan rumah tangga juga.
Nursalam (2009) mengungkapkan bahwa fungsi pembinaan adalah
untuk membuat agar karyawan melakukan tugas sesuai dengan apa yang
diinginkan untuk mencapai tujuan organisasi, meningkatkan semangat tim
74
dalam koorporasi. Roland dan Rowland dalam Nursalam (2009) menyatakan
bahwa pembinaan dimulai dengan mempertahankan tindakan terhadap
tujuan yang diinginkan yang saling terkait dengan kepemimpinan. Pembinaan
yang efektif akan meningkatkan kemampuan dan kemauan staf dalam
menciptakan keselarasan antara tujuan manajemen keperawatan dan tujuan
staf. Sebagai fasilitator, tenaga kesehatan dipuskesmas harus mampu
membina kader kesehatan agar dapat mengelola dirinya sendiri dan
membantu serta memotivasi masyarakat untuk melaksanakan perilaku
kesehatan.
Di sisi lain, pihak puskesmas menyampaikan bahwa kebutuhuan
puskesmas terkait upaya promosi kesehatan mengenai program ASI eksklusif
yaitu alat peraga promosi kesehatan dan penambahan tenaga kesehatan. Alat
peraga adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk membantu dan
memperagakan sesuatu dan menyalurkan pesan dari pengirim pesan ke
penerima pesan sehingga dapat menerangkan pikiran, perasaan, perhatian dan
minat sasaran sedemikian rupa, dan akhirnya timbul pemahaman, pengertian
serta penghayatan dari apa yang diterangkan di dalam proses pengajaran/
promosi kesehatan. Tujuan sehingga alat peraga menjadi sesuatu yang
penting dalam proses kegiatan promosi kesehatan yaitu sebagai alat bantu
dalam penyuluhan kesehatan, untuk menimbulkan perhatian terhadap suatu
permasalahan yang dijelaskan, sebagai pengingat suatu pesan/ informasi,
untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur dan tindakan, serta untuk membuat
penyajian materi ceramah lebih sistematis dan efektif (Taufik, 2010).
Keberadaan alat peraga promosi kesehatan telah cukup terpenuhi.
75
Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, pihak puskesmas harapkan agar
pembagian tanggung jawab program lebih ringan karena masing-masing
penanggung jawab lebih berkonsentrasi terhadap program kerjanya sehingga
semua program kerja puskesmas dapat tertangani secara maksimal.
Tidak banyak usaha yang dapat kader kesehatan lakukan dalam
memenuhi kebutuhan yang belum terpenuhi. Usaha kader kesehatan dalam
menutupi kekurangan tersebut hanya dengan memaksimalkan kemampuan
yang ada. Biasanya pihak puskesmas memenuhi kebutuhan yang belum
terpenuhi dengan mengusulkannya ke dinas kesehatan terkait. Untuk masalah
tenaga kesehatan, pihak puskesmas memaksimalkan dengan baik tenaga
kesehatan yang ada, sehingga ada kalanya program yang direncanakan
akhirnya terbengkelai.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan yang peneliti temukan dalam proses penelitian tentang
pengalaman kader kesehatan dalam promosi kesehatan tentang ASI eksklusif
antara lain:
1. Terbatasnya referensi mengenai kader kesehatan, sehingga cukup
menghambat peneliti dalam mengeksplorasi teori tentang kader kesehatan.
2. Terbatasnya kemampuan peneliti mengingat penelitian ini merupakan
Pengalaman pertama peneliti dalam melakukan suatu penelitian sehingga
menyebabkan banyaknya kekurangan dalam proses penelitian ini.
76
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil penelitian ini mendapatkan empat buah tema yaitu makna dan arti
ASI eksklusif, upaya kader kesehatan, hambatan promosi kesehatan ASI
eksklusif, serta kebutuhan promosi kesehatan ASI eksklusif. Berikut
uraiannya:
1. Seluruh kader kesehatan yang bertugas di posyandu Flamboyan II telah
memahami definisi ASI eksklusif serta mengerti secara mendasar manfaat
pemberian ASI eksklusif dan kerugiannya bila tidak diberikan ASI
eksklusif bagi bayi.
2. Kader kesehatan yang bertugas di posyandu Flamboyan II belum
merealisasikan promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif secara
maksimal.
3. Hambatan kader kesehatan dalam melakukan usaha promosi kesehatan
program ASI eksklusif yaitu minimnya pengetahuan kader kesehatan
mengenai promosi kesehatan ASI eksklusif dan kurangnya pembinaan
dari pihak puskesmas khususnya mengenai bentuk penyampaian promosi
kesehatan yang benar terhadap masyarakat. Petugas kesehatan di
puskesmas mengungkapkan bahwa mereka telah berusaha melakukan
pembinaan terhadap kader kesehatan semaksimal mungkin dengan tenaga
kesehatan yang terbatas, namun tidak semua kader kesehatan langsung
mengerti dan memahami dengan baik tentang informasi kesehatan yang
77
disampaikan. Tenaga kesehatan yang kurang dan terbatasnya pendidikan
formal yang kader kesehatan miliki merupakan hambatan dari pihak
puskesmas dalam melakukan promosi kesehatan atau pembinaan terhadap
kader kesehatan.
4. Kebutuhan kader kesehatan terkait upaya promosi kesehatan mengenai
program ASI yaitu pembinaan dari pihak puskesmas setempat kepada
kader kesehatan khususnya mengenai cara penyampaian informasi/
penyuluhan yang baik kepada masyarakat sehingga informasi yang
disampaikan dapat diterima oleh masyarakat secara optimal. Kebutuhuan
puskesmas terkait upaya promosi kesehatan mengenai program ASI
eksklusif yaitu alat peraga promosi kesehatan dan penambahan tenaga
kesehatan.
B. Saran
1. Kader Kesehatan
a. Sebagai penyuluh, pengetahuan kader kesehatan harus terus ditambah
baik melalui informasi terbaru dari puskesmas ataupun melalui media
cetak seperti majalah. metode dalam penyuluhan harus lebih menarik
dibantu dengan media promosi kesehatan seperti leaflet atau brosur agar
informasi yang diberikan dapat tersampaikan dengan lebih baik.
b. Kader kesehatan diharapkan memfungsikan kembali meja keempat pada
kegiatan posyandu yaitu melakukan penyuluhan bersama dengan petugas
kesehatan secara perseorangan khususnya mengenai pentingnya ASI
eksklusif.
78
c. Dapat memunculkan inovasi-inovasi kreatif terkait ASI eksklusif agar
masyarakat termotivasi dan memiliki prinsip yang kuat untuk melakukan
program ASI eksklusif, seperti pemberian reward bagi para ibu yang
berhasil melaksanakan program ASI eksklusif.
2. Petugas Kesehatan Puskesmas
a. Petugas kesehatan puskesmas diharapkan mampu melakukan peningkatan
kopetensi kader kesehatan dengan memberikan pembinaan terhadap kader
kesehatan secara intensif, misalnya dengan menyisipkan materi tentang
pentingnya program ASI eksklusif pada saat refreshing training yang
diadakan setiap setahun dua kali. Selain mengenai pentingnya program
ASI eksklusif bagi masyarakat, pembinaan yang dibutuhkan kader
kesehatan juga meliputi pelatihan bagaimana bentuk dan cara
menyampaikan informasi kesehatan atau penyuluhan kesehatan yang baik
kepada masyarakat.
b. Promosi kesehatan tentang ASI esklusif secara langsung kepada
masyarakat sangat perlu dilakukan oleh petugas kesehatan puskesmas
sehingga petugas kesehatan puskesmas mampu melakukan monitoring
dan evaluasi pelaksanaan promosi kesehatan ASI eksklusif sekaligus
memberi motivasi langsung kepada masyarakat untuk melakukan
program ASI eksklusif bada bayi mereka. Contoh media kesehatan yang
efektif yang dapat terus diulang secara berkala yaitu promosi kesehatan
dalam bentuk iklan berupa video.
79
3. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk melakukan penelitian
lanjutan terkait peran kader kesehatan dalam promosi program ASI eksklusif
dengan penggalian informasi yang lebih dalam mengenai hal-hal yang kader
butuhkan untuk menunjang perannya sebagai promotor kesehatan agar
promosi kesehatan ASI eksklusif dapat terealisasikan secara maksimal.
4. Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dan literatur
terkait pelaksanaan promosi kesehatan tentang program ASI eksklusif oleh
kader kesehatan di masyarakat, serta menjadi dasar dalam melaksanakan
tridharma perguruan tinggi melalui pemberdayaan masyarakat terkait
perilaku kesehatan yang bermanfaat bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Budiasih, Kun. Pentingnya ASI Esklusif untuk Bayi Usia 0-6 Bulan. Jakarta: Harapan. 2008.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010.
Departemen Agama RI. Alqur'an dan terjemahannya. Bandung: PT Syamil Cipta Media. 2005
Departemen Kesehatan. Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007. Diakses
dari: www.gizikia.depkes.go.id. pada tanggal 27 Desember 2011 pukul 13.25. 2011.
Departemen Kesehatan RI. USAID indonesia, health service program (HSP). Paket Modul
Kegiatan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI Eksklusif 6 Bulan- Panduan Kegiatan
Belajar Bersama Masyarakat. Jakarta. 2008.
Departemen Kesehatan. Banyak Sekali Manfaat ASI Bagi Bayi dan Ibu. Diakses dari:
http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index. pada tanggal 27 Desember 2011 pukul 13.25.
2011
Departemen Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Provinsi Banten
Tahun 2007. Jakarta : Depkes RI. 2009.
Departemen Kesehatan. Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu sampai Tahun
2005. Jakarta : Depkes RI. 2002.
Departemen Kesehatan. Manajemen Laktasi, Panduan bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di
Puskesmas, Dit.Gizi Masyarakat . Jakarta : Depkes RI. 2007.
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.. Manajemen Laktasi. Jakarta. 2005.
Departemen Kesehatan. Modul dan Materi untuk Politeknik/ D3 kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
2006
Departemen Kesehatan. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. 2009.
Efendi, Ferry dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius. 2011
Hamid, Farida dkk. Survei Data Dasar Pengembangan Model Pelayanan Kesehatan Maternal di
Kotamadya Tangerang Selatan tahun 2010. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah. 2010
Hasrimayana. Hubungan antara sikap ibu dengan pemberian ASI eksklusif di wilayah kerja
puskesmas Kedawung II Sragen. 2009.
Ikatan dokter anak Indonesia cabang Jakarta, Bedah ASI – Kajian dari berbagai sudut pandang
iliah. Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
Irawati. Pusat promosi kesehatan. Diakses dari
http://www.promosikesehatan.com/?act=article&id=337. Pada tanggal 20 April 2012 pukul
09.00 WIB. 2012.
Irwanto. Focused Group Discussion (FGD). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2006
Manuaba, Ida Bagus Gde. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri, Ginekologi, dan KB.
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC. 2001.
Minarto, kementrian kesehatan republic Indonesia, direktorat jenderal bina gizi dan kia. Diakses
dari http://www.gizikia.depkes.go.id/archives/658. pada tanggal 21 Desember 2011 pukul
11.00. 2011.
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. 2008.
Nursalam. Kumpulan Pelatihan Manajemen Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2009.
Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. 2007.
Prastowo, Andi. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif. Jogjakarta : DIVA
Press. 2010.
Pinem, Susanti Ervira Sari. Faktor-faktor Penghambat Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif di
Kelurahan Tanjung Selamet Kecamatan Medan Tuntungan. 2010.
Polack, Fernando. The pediatrick Infectious Disease journal. Buenos Aires. Argentina. 2009.
Profil Kesehatan Indonesia. 2010.
Purwanti, H S. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Jakarta: EGC. 2004.
Rahardjo, Mudjia. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Sebuah Pengalaman Empirik). 2010.
Roesli, Utami. Buku Saku Gizi Bayi. Jakarta: EGC. 2004.
Soehardjo. Pemberian makanan pada bayi dan anak. Yogyakarta: Kanisius. 2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2009
Taufik, M. Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan dalam Bidang Keperawatan. Bandung:
Infomedika. 2010
Undang-Undang Republik Indonesia tentang kesehatan nomor 36. 2009
WHO. Kader Kesehatan. EGC: Jakarta. 1995.
Widowati, Oki. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pemberian Asi
Eksklusif Di Kelurahan Purwosari Kecamatan Laweyan. 2009.
Wong. Buku Ajar Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC. 2009
Yudantara, K.G. Semestinya hidup itu bahagia. Jakarta: Praninta Aksara. 2008.
Lampiran 1
Pedoman Wawancara Mendalam (IndepthInterview)
I. Petunjuk umum
a. Tahap perkenalan
b. Ucapkan terima kasih kepada informan atas kesediaan dan waktu yang
telah diluangkan untuk pelaksanaan wawancara
c. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam
II. Petunjuk wawancara mendalam
a. Wawancara dilakukanoleh seorang pewawancara
b. Informan bebas menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
pengalaman
c. Pendapat, saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai
d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiannya
f. Wawancara ini akan direkam pada tape recorder untuk membantu dalam
penulisan hasil
III. Pelaksanaan wawancara
A. Perkenalan
a. Identitas informan
Nama (Inisial) :
Umur :
Jenis kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
B. Catatanlapangan
a. Waktu pelaksanaan :
b. Tempat pelaksanaan :
c. Keadaan Lingkungan :
d. Ekspresi wajah informan :
C. Wawancara
a. Makna dan arti ASI eksklusif bagi kader kesehatan.
1) Apa yang kader ketahui tentang ASI eksklusif?
2) Apa yang kader ketahui tentang manfaat dan kerugiannya jika tidak
diberikan ASI eksklusif?
b. Upaya yang telah dilakukan kader dalam melaksanakan promosi
kesehatan program ASI eksklusif.
1) Apa yang kader ketahui tentang promosi kesehatan program ASI
eksklusif?
2) Apa saja yang telah ibu lakukan dalam usaha promosi kesehatan
program ASI eksklusif?
a. Bagaimana bentuk pelaksanaan promosi kesehatan program ASI
eksklusif ini?
b. Materi apa saja yang diberikan dalam promosi program tersebut?
c. Bagaimana kerjasama yang biasa kader lakukan dengan pihak
terkait?
d. Adakah kerja sama secara khusus yang dilakukan kader dalam
promosi kesehatan program ASI eksklusif?
e. Menurut Ibu, apakah promosi ini sudah diketahui oleh seluruh
lapisan masyarakat di daerah ini?
f. Bagaimana cara penyampaian promosi program tersebut sehingga
dapat sampai ke seluruh lapisan masyarakat?
g. Bagaimana cara ibu dan pihak terkait mem follow up promosi
program ASI eksklusif?
3) Adakahinovasi-inovasi yang dilakukan kader kesehatan berkaitan
dengan budaya setempat mengenai ASI eksklusif?
c. Hambatan kader dalam meningkatkan program ASI eksklusif di
masyarakat.
1) Adakah hambatan/ kendala dalam melaksanakan promosi program ASI
eksklusif?
a. Apa saja kendala internal dalam melaksanakan promosi program
ASI eksklusif?
b. Apa saja kendala eksternal dalam melaksanakan promosi program
ASI eksklusif?
2) Apa saja yang telah dilakukan kader untuk menanggulangi hambatan
tersebut?
a. Kebutuhan kader kesehatan terkait upaya promosi kesehatan
mengenai program ASI eksklusif.
1) Apa saja yang kader butuhkan dalam usaha promosikesehatan ASI
eksklusif?
2) Apakah kebutuhan tersebut telah terpenuhi?Apa yang telah/
belumterpenuhi?
3) Bagaimana mengusahakan kebutuhan yang belum terpenuhi tersebut?
Lampiran 2
Pedoman FGD (Focus Group Discussion)
I. Petunjuk umum
a. Tahap perkenalan
b. Ucapkan selamatdatangdanterima kasih kepada informan atas
kesediaan dan waktu yang telah diluangkan untuk pelaksanaan
FGD
c. Jelaskan maksud dan tujuan FGD
d. Memaparkan singkat topik yang akan dibahas (overview)
e. Membacakan aturan umum diskusi untuk disepakati bersama
II. Petunjuk FGD
a. FGDdipanduoleh seorang moderator (peneliti)
b. Informan bebas menyampaikan pendapat, saran dan pengalaman
c. Informanmendapatpeluang yang samauntukmemberi pendapat,
saran, pengalaman dan komentar informan sangat bernilai
d. Tidak ada jawaban yang benar atau salah
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiaannya
III. Pelaksanaan FGD
A. Identitas Informan
B. CatatanLapangan
a. Waktu pelaksanaan :
b. Tempat pelaksanaan :
c. Alat bantu yang digunakan :
C. Pertanyaan
a. Apa yang ibu-ibuketahui tentang ASI eksklusif?
b. Apa yang ibu-ibu ketahui tentang manfaat diberikannya ASI eksklusif
dan kerugiannya jika tidak diberikan ASI eksklusif?
c. Apa upaya yang telah dilakukan kader dalam melaksanakan promosi
kesehatan program ASI eksklusif?
d. Apa hambatan ibu-ibu dalam melaksanakan program ASI eksklusif?
Lampiran 3
Tabel Karakteristik Informan
a. Informan Utama
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Lama bertugas
1. Ibu N 47 th SMEA Ibu Rumah Tangga 22 tahun
2. Ibu L 42 th SMEA Ibu Rumah Tangga 3 tahun
3. Ibu U 52 th SD Ibu Rumah Tangga 22 tahun
4. Ibu R 55 th SMA Ibu Rumah Tangga 11 tahun
b. Informan Pendukung
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan
1. Bidan Y 27 th D3 Bidan Puskesmas
2. Ibu LD 29 th D3 Petugas promkes
3. Ibu I 25 th SD Ibu Rumah Tangga
4. Ibu F 29 th D3 Ibu Rumah Tangga
5. Ibu M 24 th SD Ibu Rumah Tangga
6. Ibu N 26 th SMA Ibu Rumah Tangga
7. Ibu S 26 th SMA Ibu Rumah Tangga
8. Ibu A 23 th SD Ibu Rumah Tangga
Lampiran 4
Analisis Tematik
No Pernyataan signifikan Kategori Sub Tema Tema Informan
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 1 Menyusui dari 0 sampai
berumur 6 bulan ya, tanpa
ada tambahan makanan baik
susu atau makanan yang
lain-lain
Pengertian ASI
eksklusif
Makna dan
arti ASI
eksklusif √ √ √ √ √ √ √
2 Untuk kekebalan dan
kesehatan
Manfaat ASI
eksklusif
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Kerugiannya kita ga bakal
dapet kekebalan tubuh,
sering sakit nanti, Anak nya
lemah, lembek,
Kerugian ASI
eksklusif
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 Datang ke ibu hamil ni, jadi
kita hanya menganjurkan aja
si sifatnya.
Bentuk usaha
penggalakkan
ASI eksklusif
yang kader
lakukan
terhadap
masyarakat
Penggalakk
an yang
kader
lakukan
Upaya
kader
kesehatan
√ √ √ √ √ √ √
5 Pas ada kegiatan kaya
pertemuan dikelurahan,
pertemuan kader, nah
pertemuan kader itu
biasanya memberi tahu
kepada kader tentang apa itu
asi eksklusif mengaitkan
dengan kegiatan tentang
gizi.
Bentuk usaha
promosi
kesehatan ASI
eksklusif yang
pihak puskesmas
lakukan terhadap
kader
Promosi
kesehatan
yang pihak
puskesmas
lakukan
√ √
6 Saya sudah bilang
manfaatnya, kerugiannya,
kalo kerugiannya kita ga
bakal dapet kekebalan tubuh,
sering sakit nanti anak.kalo
manfaatnya bagus untuk
anak, untuk menambah anak
sehat, kuat, nanti kalo anak
umur sekian sekian bagus.
Jenis materi
yang
disampaikan
kader kesehatan
saat melakukan
promosi
kesehatan ASI
eksklusif
Materi
promosi
kesehatan
program
ASI
eksklusif
√ √ √ √ √ √
7 Apa itu pengertian,
penyebab, terus tanda dan
gejala, kemudian
penanggulannya seperti apa,
kemudian peranan
keluarganya seperti apa. Jadi
kalo ASI eksklusif itu sama
aja, apa pengertian,
bagaimana cara pemberian,
bagaimana cara
penyimpanan asi yang baik
itu seperti apa.
Materi yang
disampaikan
ketika pertemuan
dengan kader
√ √
8 Dari kelurahan ada
pertemuan setiap bulan kan
baru kan mereka ngasih tau
ke kader
Bentuk
kerjasama kader
kesehatan
dengan pihak
terkait dalam
mempromosikan
ASI eksklusif
kerjasama
dalam
promosi
kesehatan
program
ASI
eksklusif
√ √ √ √ √ √
9 Ngga ada (kerjasama antar
kader)
Kerjasama antara
sesama kader
kesehatan dalam
mempromosikan
ASI eksklusif
√ √ √ √ √
10 Intinya info udah sampe,
tapi pelaksanaannya yang
belum.
Capaian promosi
ASI eksklusif
sampai ke
seluruh lapisan
masyarakat
capaian
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
√ √ √
11 Ngga. Ngga ada. Cuma kita
kasih saran ibu nanti kalo
yang ASI eksklusif ditulis
Evaluasi promosi
kesehatan
program ASI
eksklusif dari
pihak kader
ataupun
puskesmas
terkait
Evaluasi
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
√ √ √ √
12
Belum ada. Sebatas ini baru
menyampaikan secara
individual saja
inovasi-inovasi
yang kader
lakukan dalam
promosi
kesehatan ASI
eksklusif
Inovasi
dalam
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
√ √ √ √ √ √
13 Tidak ada. Kalo kita bilang
ada masalah, itu urusan dy
sendiri, jadi kan ini udah
urusan masing-masing y
Hambatan
internal pihak
kader kesehatan
dalam promosi
kesehatan ASI
eksklusif
Hambatan
Internal
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
Habatan
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif √ √ √ √
14 Iya kita juga bingung, habis
ga ada pembinaan khusus
bagaimana caranya biar ibu-
ibu agar melaksanakan ASI
eksklusif
Hambatan
eksternal pihak
kader dalam
promosi
kesehatan ASi
eksklusif
Hambatan
eksternal
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
√ √ √ √ √ √
15 Cuma tadi aja masalahnya
alasan-alas an ibu misalnya
ASI nya sedikit
Hambatan
eksternal pihak
kader dalam
promosi
kesehatan ASi
eksklusif
√ √ √ √ √ √ √
16 Masalahnya, kita kan kader
banyak ya, posyandupun ga
kalah banyak. Jadi kita itu
untuk pelatihan rata-rata
susah. Jadi selama ini yang
dateng pelatihan ketuanya
saja atau perwakilan
Hambatan pihak
puskesmas
dalam promosi
kesehatan
terhadap kader
√ √
17 Yaudah, terima aja gitu
dengan segala keluh kesah,
dipendem sendiri. Ya
emang mungkin udah jadi
tugas kader kesehatan
ya..teorinya kan begini
begitu. Cuma
pelaksanaannya di
masyarakat kan beda
Penanggulangan
hambatan yang
kader kesehatan
lakukan dalam
promosi
kesehatan
Penanggula
ngan
hambatan
promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
√ √ √ √
18 Yang penting pembinaan
dari puskesmas atau ahli gizi
kalo dateng ke posyandu.
mungkin mereka (ibu-ibu
posyandu) butuh penyuluhan
juga dari bidan, soalnya kan
kalo kita sama kaya mereka
(ibu-ibu posyandu), jadi
mereka lebih percaya ama
bidan.
Kebutuhan yang
dibutuhkan pihak
kader kesehatan
dalam promosi
kesehatan ASI
eksklusif
Kebutuhan
promosi
kesehatan
ASI
ekslusif √ √ √ √ √ √
19 Petugasnya dibanyakin, jadi
pemegang programnya
khusus satu-satu.jadi semua
focus kerja. Misalnya khusus
promosi kesehatan saja.jadi
dy khusus menangani
masalah promosi kesehatan
saja, itu mungkin bias
Kebutuhan yang
dibutuhkan pihak
puskesmas
dalam promosi
ASI eksklusif
√
20 Selama ini belum si, jadi
yang ada dan yang bisa aja
dimaksimalin
Usaha kader
kesehatan dalam
memenuhi
kebutuhan yang
belum terpenuhi
Usaha
memenuhi
kebutuhan
Promosi
kesehatan
ASI
eksklusif
√ √ √ √
21 Ya paling kalo ada
kebutuhan kebutuhan yang
belum ada kita langsung
usulkan saja pada dinas.nanti
dianggarkan dari dinas. Dan
kalo masalah petugas yang
kurang mau tidak mau kita
bekerja sesuai dan
semaksimal kemampuan kita
kerjakan, sebenarnya ga ada
masalah. Cuma itu tadi
karna kita megang
programnya kebanyakan,
jadi cukup terbengkelai
Usaha pihak
puskesmas
dalam memenuhi
kebutuhan yang
belum terpenuhi
√ √