04 Januari 2015

Siang itu aku bersama keluarga, dari Magelang naik bus menuju ke Yogyakarta, mau ke rumah pak Pudjono. Aku sudah kirim SMS ke mas Hari yang sudah berada di Yogya. Berkisar tengah hari kami sampai di rumah pak Pudjono, bertemu dengan ibu, Lusi dan Jonathan. Mas Hari datang menyusul sesaat kemudian.

Sewaktu kami ngobrol bertiga, pak Pudjono melihat gambaran simbol wayang Puntodewo dan ada suara … Bismillah. Sewaktu kami tanyakan artinya, ada jawaban :” Tegese gambarane urip. Ajining gegayuhan ananging sifate pribadi. Ngemu teges wani kelangan sak kabehe kang ana. kanggo golek kawruh nganti tuntas. Tegese tuntas ketemu karo ….. (terlihat gambaran seseorang yang sedang lenggah bersila)”

“Sak kabehe uwong andarbeni piwulang, panggayuh, katuladhan kang mrasuk ana ragane dhewe dhewe; Banjur menungsa mau nyemplung, kalebet wonten papan paningal enggal, kang durung nate kok temoni utawa kok bayangake sak durunge.. ( ada tanda kemudian terlihat pintu untuk dimasuki).. Paseban, pakempalan liturgi kang dipimpin dening Bapa Suci, ngayomi (menghadap ke kita). Tegese ngayomi, memberkati, ngijabahi pawartos ingkang dipun tampi Bapa Suci, ingkang isinipun keselamatan, kadumugining alam lain, alam langgeng, alam mukswan. .. (Bapa Suci membelakangi umat). Kuwi ateges wis wiwit pasrah, serah terima, kautus dhumateng Sang Hyang Rama, kang ngemu teges Bapa Suci bertanggung jawab atas semua kelakuan, perbuatan umatnya. Jadi pemimpin penuh. Dadi kang wus dicawiske, kang padha ngetutake, membuntuti, kabeh sing mangsuli Bapa Suci. Dadi kabeh pasrah bongkokan dhumateng Bapa Suci. Pramila sing ndherek mung kari ngamini, ngiyoi. Yen kowe wis tekan kono, kowe kudu eling marang anak bojo, sedulur, tangga teparo, supaya andherek kaparingan.” (yang terlihat kemudian gambaran Bunda Maria sepertinya membawa tongkat kepemimpinan)

“Isine donya karengkuh dening Bunda. Yen wis bar mangkono banjur …. (terlihat gambaran Tuhan Yesus merentangkan tangan. Dening Gusti Yesus dipun giring. Dalane jenenge dalan kasunyatan. Kuwi piye?” … Kami diminta menelaah sejenak.

Kemudian ada suara lagi :”Itulah kasih Allah pribadi kepada umatNya. Kasih Allah dhumateng ingkang purun. .... (kemudian terlihat gambaran anak anak berpakaian putih banyak sekali).”

Kami bertanya, namun dijawab duluan :”Ya mengko.... urut-urutane isih suwe. Kowe ndongenga dhisik.” Kami ngobrol beberapa saat sesuai penerimaan kami masing masing.

:”Becike yen bisa, kabeh digadhang, diarep-arep pitados lan kendel ngandel, doyan kaparaban piwulang kang nyata ning ora katon. Dununge ana atine dhewe. Mula becike meneng semedi selaras kaliyan piwaring Sabda Dalem. Ben gampang... (ada gambaran dua penggaris yang sejajar) .. kaliyan pangandika Dalem.”

:”Ungel ungel iki ana lubering sih kang kanggo lan wani lan sembada martaake piwulang piandel kang wus jumbuh ing atimu lan karsa Paduka..”

:”Apa yen mengkono apa ya padha wedi ndherek Gusti?... (ada gambaran orang thingak-thinguk, melihat kekiri dan kekanan)... Kamangka isine wis kok tampa kang wus diparingake medal pitutur, medal piwarah saka Asta Dalem, sing wis dijabarake dening ingkang kautus..... Wis.. sithik, rada angel.”

:”Iki ana gatra, tampanen ben dadi (.....) ... Nggo yem yem.”

:”Sinambi guyon, sinambi rengeng rengeng, dongakna sedulurmu sing kok anggep nakal, ben kaparingan, sengkalane ilang. Padha donga wong telu.”

Kami berdoa bertiga dengan ujub masing masing. Dan diingatkan bahwa setiap orang hanya mendoakan seorang saja. Aku ingat kepada Samuel Krisnanto yang meninggal akibat kecelakaan dan aku doakan..

Itu pelajaran singkat yan kami terima bertiga. Kemudian kami ngobrol macam macam tentang Puntodewo sesuai pengetahuan kami masing. Ditengah hujan yang masih cukup lumayan, mas Hari pamitan pulang. Bu Pudjono, Lusi, Jo dan istriku ikut sembahyangan midodareni di keluarga pak Pudjono sampai larur malam karena hujan.

16 Januari 2015Ziarah ke pertapaan Carmel Lembang

Pagi itu aku bersama isteri sudah menunggu di terminal Cicaheum. Kemudian mobil jemputan datang yang berisi bapak ibu Pudjono dan pak Sumeri yang menyopir. Ditengah jalan sudah ditunggu mas Hari. Bu Asngadi tidak bisa ikut karena merasa kurang sehat. Di Lembang kami bertemu pak Dibyo yang sudah janjian.

Kami ikut perayaan Ekaristi di pagi hari, dan di pintu kami sudah “dijemput” romo Matius Wirawan(?). Di dekat altar pak Pudjono melihat bahwa santa Bernadeta sudah bersiap melayani pastor yang akan memimpin Ekaristi. Aku, pak Pudjono dan pak Sumeri duduk bersebelahan; bu Pudjono dan isteri duduk di depan agak jauh dari kami. Mas Hari duduk sendirian jauh di belakang, di depannya duduk pak Dibyo, juga sendirian.

Setelah selesai perayaan Ekaristi, kemudian dilanjutkan dengan Adorasi. Pada saat adorasi, pak Pudjono melihat gambaran Bunda Maria yang bersimpuh; didepannya meringkuk di lantai, tubuh Yesus yang telanjang seperti kedinginan.

Yang teringat pada waktu itu adalah kata kata Yesus :”Sewaktu Aku telanjang kedinginan, kami tidak memberiKu pakaian.”

Kemudian aku datang mendekat, bersimpuh dan bersembah sujud di hadapan Tubuh Kristus yang Mahakudus. Pak Pudjono yang berdiri di belakangku, juga ikut bersembah

sujud. Pak Sumeri masih berdoa dengan khusuk. Bu Pudjono dan isteri masih duduk di belakang agak jauh. Pak Dibyo dan mas Hari sudah berada di luar.

Setelah selesai, kami bertemu di luar gereja untuk mencari sarapan pagi. Menyusul datang pak Hartono sendirian yang akan ikut ibadat jalan salib. Kemudian pak Dibyo pamitan karena sudah ada janji. Kami berdoa untuk permasalahan pak Dibyo.

Ibadat Jalan Salib

Ibadat jalan salib dipimpin oleh pak Sumeri yang prodiakon. Pada saat doa pembukaan, melalui penglihatan dan pendengaran pak Pudjono, kami disuruh absen satu persatu, kemudian diberi lilin yang belum menyala satu persatu.

Di pemberhentian pertama (Yesus dihukum mati) kami diminta meletakkan lilin yang sudah menyala di depan relief. Terlihat gambaran simbol papan putih bersih dan kami diminta untuk mencium atau menempelkan hidung kami masing masing. Suara yang terdengar :”Tinggalkanlah segala kemurkaanmu dina iki. Dina iki ana papan kene, banjur kancingna klambimu. Padha dongaa, nyenyuwun kanggo kang lara, kok dongaake henggar dangan.” Terdengar suara “Puji - Halleluya” :”Wis, tindakna.”

(Yang kami tangkap setelah dimalam harinya, kami diminta sepertinya disuruh membuka Alkitab dan kemudian ditunjukkan tulisan “dahaga” Suara yang terdengar :”Iki sing kok goleki, nanging kowe ora gelem nampa kabeh wewarah, isih pilih pilih sing sreg karo atimu, sreg karo penggayuhmu, sreg karo unen unen wong ke loro.”)

Di pemberhentian kedua (Yesus memanggul salib) kami diminta antri, maju satu persatu, diberkati di dahi. Kemudian sepertinya kami diberi ticket tanda masuk satu persatu.

Di pemberhentian ketiga (Yesus jatuh yang pertama kali) terlihat disampng relief tersedia sekumpulan bunga, dan kami diminta untuk mengambil berapapun bunga tersebut, untuk ditancapkan di depan relief. Suara yang terdengar :”Tancepna kegembiraanmu, kesukaanmu, lan pasrahna marang Pangeran ben dadi kesukaan paguyuban bersamaamarga endah samu barange. Gantinen beja donya, beja praja, kagantia, kagape beja mulya ana kana samengko. Pakaryanmu katampa lan wus kaAsta. Dadia pangemut emut, labuh labet Kang Putra netes. Wis .. mengko ndhak kentekan unen unen.”

Di pemberhentian keempat (Yesus berjumpa ibuNya) terlihat seperti lembaran stainless steel tipis model piagam bergambar salib dan ada tulisan “Deo fan college” (apakah ini .. Fans de collège de DEO). Kami diberi satu persatu dengan perasaan gembira seperti mendapat anugerah. Namun ada suara yang menyusul :”Ananging kontrolen emosimu.” Pada saat itu pak Pudjono melihat gambaran transparan seseorang yang sedang lenggah siniwaka yang membei piagam tadi. Kemudian ada suara tawaran, siapa yang mau ditindik telinga kirinya. Pak Hartono bertanya apa maksudnya dan ada suara :”Ben

tambah ayu, tambah suminar, tambah greget.” Kami ngobrol sedikit tentang cerita wayang Adipati Karno.

Di pemberhentian kelima (Yesus ditolong Simon Kerene) terlihat sekumpulan kunang kunang dan ada suara :”Sahuten, terus didum-dumake.” Mas Hari kemudian menyahut, meraup kunang-kunang tersebut, dibagikan kepada kami. Sesaat kemudian terlihat seperti kumpulan lintingan atau gulungan kecil kertas. Pak Sumeri tidak mau ketinggalan untuk mengambil kertas tersebut dan dibagikan kepada kami. Ada perintah agar kami masing masing menggambar hati. :”Atine dhewe dhewe. Sak iki balekno.” Kemudian kami mengembalikan kertas yang tergulung di satu tempat. Sesaat kemudian terdengar suara :”Darmono, sak iki jupuken kertas kuwi. … Bukaken, diwaca kabeh. Gambaran ati kabeh kuwi wis ana ana nggone Darmono.” Kemudian ada suara khusus untuk istriku :”Bu Darmono, nangisa kanggo ibu.”

Di pemberhentian keenam (diusap oleh Veronika) terlihat gelas yang berisi air bening. Kami diminta untuk antri dan diminta untuk mencicipi air kehidupan dari gelas tersebut secara bergantian. Aku yang terakhir dan disuruh untuk menghabiskannya. Kemudia gelas aku telungkupkan. Suara yang terdengar :”Karana banyu bening iki sinar sira dadi resik. Ingsun paring ungel ungel : dadia becik, murni, semi kudus, kaya kang wus cinipta dening Hyang Rama. Dadia tunggul rina kalawan wengi kanggo kang andhap asor; Gusti ngijabahi.” Kemudian kami diminta maju satu persatu. Sepertinya rambut kepala kami “diuyeg-uyeg”, seperti kalau kita memegang kepala seorang anak kecil, sebagai tanda mengasihi.

Di pemberhentian ketujuh (Yesus jatuh kedua kali) terlihat seperti rumah besar, di depannya ada sebuah gong kecil dan ada tulisan “Village.” Pak Pudjono disuruh untuk membunyikan gong tersebut, seperti sebagai tanda kalau mau bertamu. Suara yang terdengar :”Padha mlebua, ana pahargyan, lan kowe bakal ketemu sanak sedulur kang padha mulya, wis tekan. Mengko ana kono bakal dicritani, susah payah alam donya, rekasa brana, rekasa ulat bakal diganti paseban agung kang rujuk, ayem, tentrem, anyep, lir ing gonjang ganjing, padukan diules dadi pinangkaning becik ngarah gesang langgeng.” …(terlihat gambaran kursi kosong) Pada saat itu istri berkomentar sesuatu dan datang suara lagi :”Iki tak ganti lincak kosong, mundhak wedi. Aturen jarakmu, rungokna dongeng. Critane sing nemoni awakmu; aja kesusu bedhol panggih.” (pak Pudjono melihat santa Bernadeta yang tadi ikut dalam perayaan Ekaristi)

Beberapa pesan yang dapat ditulis untuk:pak Hartono :”Iki kuncine gawanen. ...Iki kanggo mbukak kang tuna (gambaran orang kebingungan menoleh kanan kiri)pak Sumeri :”Anakmu bisa duwe anak.” kemudian diberi sapu tangan putih.mas Hari :”Gegermu tak tulisane ya.”bu Pudjono :”Lusi isih bisa dijawil.” kemudian diberi kembang melatiIsteriku :”Cakrawala.” kemudian diberi seperti model monstranKepadaku diberi sesuatu bulatan putih. :”Nek sengit karo uwong, nggo nutupi kuping. ora perlu dirungokake.”Kemudian pak Pudjono diminta menutup dengan gong tiga kali.

di pemberhentian kedelapan (menghibur wanita menangis) terlihat meja oval panjang sekali. Terlihat sepertinya ada penjaganya berpakaan seperti dalam pewayangan. Pak Pudjono mendengar suara :”Iki jam rolas, bagiane Bethara Kala. Kowe lerena sedhela, mengko terus wiwita palerenan candhake.” Kemudian terlihat kertas gulungan yang sedang dibuka dan ada suara :”Sinambi leren, digoleki jenenge dhewe dhewe.”Kami istirahat untuk beberapa saat, yang bertepatan dengan suara panggilan doa bagi saudara umat Islam. Kami ngobrol tentang pengalaman rohani yang baru saja terjad.

Di pemberhentian kesembilan (Yesus jatuh yang ketiga kali) pak Pudjono melihat sesuatu dan berkata :”Sumber palimirma.” kemudian melihat jubah hitam. Suara yang terdengar :”Padha majua, tampanen.” Terlihat tulisan :”have large”Setelah kami menerima satu persatu, suara yang terdengar :”Sumber palimirma wis ngalir nyata, Sabda Dalem kang kok angsu wis tekan pucuk ilatmu. Kari tetesna, tularna gen pada .... (terlihat gambaran banyak orang bersuka cita sambil mengangkat tangan).”

Khusus pertanyaan pak Hartono :”nDhisik rak wis matur, kangge menapa Gusti? Iki kanggo para sedulur, dadia pangayem ayem, dadia panjenang wisma kang regejeg, ribut. Tuntasna laku mu.”

Di pemberhentian kesepuluh (pakaian Yesus ditanggalkan) pak Pudjono melihat sebuah tabernakel besar dengan kunci seperti brankas yang harus diputar dengan kode. Suara yang terdengar kurang lebih : “Ayo balapan ngacung sapa sing arep mbagi Komuni?” Pak Sumeri angkat tangan dan akupun menekankan karena dia yang kebetulan prodiakon. Kami semua menerima komuni yang tidak kelihatan ini. Suara yang terdengar kemudian adalah :”Sampun jangkep, sampun kepareng lengser.”

Dengan suara tersebut, maka kami melanjutkan perjalanan salib sampai habis namun tidak berdoa secara khusus. Kemudian kami berbelok ke dalam gua dan berdoa masing masing sesuai ujub pribadi.

Perjalanan ziarah berakhir sekitar tengah hari, dan kami pulang ke Bandung..

16-17 Januari 2015Di rumah Pak Yohanes

Malam itu yang datang cukup banyak. Setelah selesai latihan koor di rumah aku bergegas kesana karena sudah ditunggu. Yang hadir pak Sumeri, pak Pudjono sekalian, pak Siahaan sekalian, bu Cucun, pak Slamet, pak Hartono, pak Sumadi, pak Parno, mas Hari, mas Hermawan, mas Agus Budianto, pak Jack Belita, tuang nyonya rumah, istriku..

Berkisar setengah sepuluh malam dibuka dengan doa yang dipimpin pak Sumeri, aku hanya memberikan renungan singkat, dilanjutkan doa spontan dan berkat dari pak Siahaan.

Pak Sumeri meminta aku mewartakan pengalaman komunikasi rohani pagi tadi di Lembang. Dan aku bercerita sesuai yang aku terima dari pak Pudjono. Muncul pertanyaan mengapa sampai Tuhan Yesus bertelanjang; dan pak Pudjono mendengar suara :”Gusti ingkang taksih telanjang, kita diminta memberi segala penutup pelindung, utawi bebet dari keadaan yang hina untuk dijadikan manusia yang mulia, pantas, sesuai dengan sebutan Putra Dalem utawi Mesias. Dados intinipun golekna ageman paling pantes, mulia kagem Gusti, amarga kuwi sesembahanmu; mosok kowe tegel..”

Kami bertanya ageman yang bagaimana yang pantas untuk Tuhan?Jawaban yang keluar :”Ageman kuwi, sembahen melebihi apapun, melebihi siapapun yang kamu lihat, yang kamu kenal atau yang diperkenalkan. Suara rohani sing jeneng manembah kuwi padha. Suara lahiriah sing beda, mung ubarampe, kanggo nglengkapi unen unen kang pantes, kang wus winarsa , kaudi dening umat ingkang njagekaken gesang langgeng. Wis… ngono dhisik, telaahen.”

Kami ngobrol kembali ngalor ngidul yang cukup panjang.Kemudian pak Pudjono mendengar suara :”Ubarampe kuwi termasuk kemantebane awakmu, kaya ta wektu kudu pas, yen ora pas kurang manteb. Wektu sing pas kuwi sing nylepeg nyelakake..”

Bab penglihatan pada waktu Ekaristi:”Kowe kudu wani nyiarake, kowe kudu wani nduduhake kang ngemu teges ora umuk, mung kurang etis, merga rituale pokok kaganggu. Sing becik kowe mung ngandhani utawa caos ngerti paningal, marang kancamu dhisik sing cedhak, ben melu nglangkepi pasuwungmu. Wis, ngono dhisik; bayangna lan entha enthanen amrih pantese, Gusti Yesus mboten katon melas.”

Aku bertanya, sewaktu aku berdiri dari tempat duduk dan berjalan maju, terus bersembah sujud di depan monstran, dan suara yang terdengar hanya :”Gathuk. Mesthine yen kancane ndelok, njur tanggap, njur melu.”

Pak Sumeri bertanya, bagaimana dengan perubahan hari pertemuan Durpa yang tadinya di hari malam Jumat Kliwon berganti hari malam Sabtu Legi. Suara yang terdengar :”Sing nemtokake kowe, Aku siap. Aja padha ngarang, Gusti ora lena ora muwun, ora njumenengake siji lan sijine. Becike kabeh kangg,o kabeh kakersakaken, kabeh tinampa. Bisa guyon bisa seius, Gusti tetep nudhal Sabda. Gusti ajeg pirsa; umume menungsa kurang deduga. Intine ana ujar arep pakempalan, mirengake kersa Paduka.”

Kemudian kami masing masing mendapat simbol untuk hari itu, siapakah kami sebenarnya. Karena bersifat pribadi, aku tidak mencatat. Biarlah itu menjadi bahan renungan setiap pribadi masing masing. Dalam keheningan ini, kami sering sedikit bergurau agar suasana tidak terlalu sepi dan sedikit tegang. Perasaanku mengatakan bahwa saat ini yang paling panjang untuk berbagi, yang bisa merubah hidup kami masing masing menuju lebih baik lebih benar penuh kasih.

Namun pas giliran mas Hermawan, ada perintah tambahan khusus buat mas Hermawan. Dia diminta berdiri dan menjulurkan lidah untuk menerima sesuatu, persis saat menerima komuni.

Pak Hartono disuruh berdiri dan berdoa untuk kami semua satu persatu dan kami amini bersama. Bu Cucun diminta untuk menyuapi sesuatu kepada kami semua, dan yang terakhir untuk mas Agus Budianto malah harus dicekoki. Ibu Peni Siahaan diminta berdiri, untuk melihat semua perempuan yang hadir bagaikan dinilai satu persatu.

Pak Pudjono diminta untuk menulis nama kami masing masing, dibubuhi kota, hari dan tanggal dan kemudian diserahkan kepada yang tidak kelihatan, untuk dimeteraikan.

Untuk istriku, dia diminta memakai selendang dan menari namun mulut tetap diam dengan kode jari dimulut. Setelah menari, sepertinya mencipratkan air ke setiap orang yang ada, seperti yang dilakukan pedanda Hindu.. Suara yang terdengar :”Senengmu, ya senengKu, ya senenge liyan. Gebyarmu ya gebyarKu, ya gebyaring liyan, tandhes ing ati.” Kata istriku kepada pak Pudjono, perintahnya sama dengan yang diminta oleh pastor Saptono sewaktu pengakuan dosa.

Sewaktu giliranku yang terakhir, terlihat aku sepertinya dipinggir kolam yang bening, yang memberikan bayanganku secara jelas. Sewaktu air aku tepuk dengan telapak tangan, maka bayangan itu menjadi bergelombang. Kemudian aku sepertinya membuka kancing baju setiap orang yang hadir, memegang atau menggelitik sekitar pusar. Kemudian mengancingkan baju kembali satu persatu. Setelah itu semua orang aku peluk satu persatu.

Pas giliran terakhir dan selesai, maka suara yang datangpun mengakhiri pertemuan. Aku memimpin doa makan tengah malam menjelang pagi, sambil menutup pertemuan. Selanjutnya makan bersama sambil ngobrol bebas, da kemudian bubaran.

18 Januari 2015 Minggu malam di rumah pak Pudjono

Petang hari aku ditelpon pak Sumeri, bahwa ditunggu di rumah pak Pudjono yang kebetulan sendirian. Aka jawab OK dan aku mengajak pak Yohanes untuk datang.Kami ngobrol ke utara dan selatan setelah makan malam yang aku bawa dari rumah. Dalam obrolan tersebut, akhirnya sampai membicarakan gua Maria Lembang. Mengapa patung Bunda Maria terasa ada dibawah, apabila kami duduk di pelataran yang paling atas. Rasanya kurang sreg jika berdoa diatas. Hal tersebut akhirnya kami tanyakan kepada Tuhan sendiri. Pak Pudjono bertanya dan ada suara yang didengar kurang lebih :”Candhake adi. Yen kowe nganggep kuwi suci, ya kowe sing kudu mudhun ana ngisor. Gara gara medhane, banjur digawe ngono. Secara pemikiran sederhan, katone sungsang. Sing ana kene, sing pada didangu, kudu wani nyabrang. Paribasan wani nglangkah munggah mudhun, ben nuwusi bekti.. Katingale ala lan rumpil, ananging

nedya sanepa kang kawetu dianggo ujar, nemu netes panggayuh. Malah balik tak takoni, kenapa kowe ora mudhun? Sesuk maneh sak umpamane olehe golek palerenan ditandangi ana ngarep, caket gua Maria, oleh-olehanmu sing kok srempeg, isa padha tur genep apa ora? Rak durung kok lakoni lan durung dipraktekake ta? Dadi kowe ora perlu digiring nganggo penampakan, pewujudan, urut-urutane disiksa, kasiksa, diarak, digebugi dijongkong-jongkongake nganti tekan gunung Golgota, (gunung pasiksan, gunung gumlimpang, gunung gilang = gunung kadhadha, gunung sungkur).”

Pak Pudjono diminta mendengarkan suara yg berbunyi :”Gunung Golgota padha karo gunung akhir jaman, gunung lebur, gunung amblas.”

Pak Sumeri bertanya mengapa hari Jumat kemarin sudah selesai di pemberhentian kesepuluh. Suara yang didengar pak Pudjono :”Gambaran jumlah palerenan pasiksan sing patbelas. Jumlah palerenan siksa nyata malah pitulikur. Apa kowe padha wani nandangi? Kowe mengko mesthi takon, palerenan apa wae? Secara langkahmu, lakumu, lagi kok etung wolung enggon sing kok kenal. Palerenan batos, palerenan kasunyatan batos, kasunyatan hening, padha karo ping pitulikur. Langkahmu saka palerenan siji tekan pitu utawa wolu, ananging pikiranmu, batinmu mlayu, wis mencakup patbelas tahap tur komplit. Ketoke durung puput, jan jane wis wutuh.”

:”Dadi jalan salib sing ana, beda karo sing nyata. Jalan salib ana, bisa dietung. Jalan salib nyata dietung nganggo perasaan utawa ngen ngen, ora bisa siji loro telu. Etungane akeh banget, ora isa digunggung. Kowe ora bakal bisa njlentrehake lan milahake siji sjine. Pokoke Gusti Yesus disiksa nganti mati.”

Mulai menghitungnya dari mana?:”Kanggone wong Jawa, dietung wiwit dicekel, diarak, njur dilungguhke, dijorok-jorokke, dijambak, digeret-geret, digebugi, diantemi; dilungguhke ana ngarep meja, diundangake saksi. Ana lembaran diduduhake; bubar kuwi disel. Ditokake meneh, dihadapkan ke orang berjubah, disuruh berlutut, ditaleni tangane ana ngarep, direngket, Dikon ndhodhok dibruki salib....” (Pak Pudjono seperti mendengar percakapan yang kurang lebih :”Dudu aku, ora Aku, ora padha karo Aku..”)

:” Salib ditinggal, terus dibawa melalui lorong jalan tanah yg cukup halus.... “ Sampai disini pak Pudjono sudah tidak mampu meneruskan melihat...

Kami istirahat ngobrol dan mencoba mencerna dan membayangkan. Kemudian pak Pudjono bertanya, mengapa tata bahasa yang kami terima agak berbeda. Jawaban yang didengar : »Iki ora pisowanan, ning kowe golek »

Gusti, kawula sadaya sowan, badhe nyadhong dhawuh. Jawaban yang diterima : »Jalan salib kasangsaran Dalem kang tak asta, bisa kawiwitan rikala Gusti taksih wonten pakempalan kaliyan para murid, khususipn naming tiga, Gusti Yesus sampun kaetung utawi kasebat dipun incim badhe dipun cepeng dening pelaku ajal. Punika sampun saget diwastani wiwitaning siksa, sak inggiha dereng wonten bentuk aksinipun saking pelaku ajal menika wau. »

Kami bertanya tentang perbedaan pisowanan dan golek: »Pisowanan, saliraning Gusti cedhak Prabawane beda, getere beda. Tandhesing atimu beda. Pitakonmu dadi malah ora cetha, gugp utawa gagap. »

Pak Pudjono bertanya, siapakah sebenarnya yang menjawab ini ?: »Yen kowe takon, kuwi diarani bias Salira Dalem kang ngendika, kang paring ujar, kang murugi. Yen pisowanan, Gusti ana, utawa nyanthel. Gusti ana, Gusti rawuh, Gusti digda. Gertake atimu rak beda, pitakonan utawa pisowanan. Denyut jantungmu krasa mumbul, krasa ngos-ngos.» 

Aku bertanya tentang doa yang pakem liturgi dan yang tidak.: »Jenenge donga kuwi ora kudu padha sing diajarke sing wis dipatent, sing wis diritualke dening para pemimpin, para sesepuh utawa walining gereja (utusan) »

: »Pisowanan kuwi secara akal budi tekan, ketemu (mligi, ora umum), menang bobot. Cara kasunyatan paningal, garing, ampang. Secara paningal batin, kok bebeg, nandhes…. yessss. »

Apakah bisa diwartakan ?: » Kanggo babagan spesial utawa khusus, oleh utawa kena, ananging riskan, dipaido. Ukurane jalma ora padha ; ukurane nendra ora cetha. Ngati-ati yen ngandhakake. »

Apakah pisowanan itu berlaku bagi semua orang ?:”Gusti ora milah-milahake. Jejere kodrat manungsa padha. Oleh wae.”

Kalau digereja, apakah pisowanan?:”Dibolak balekake maneh. Pisowanan kuwi mligi, ora dietung cacahe. Bisa rituale padha, bisa ora nganggo ritual; bisa dipimpin penggedhe, imam, sak piturute. Bisa dipimpin awake dhewe. Intine mligi. Ya kuwi cirine sowan. Wong kowe ora nganggo kathok wae oleh.”

Matur nuwun Gusti, pisowanan kawula dipun tampi.Kami berdoa penutup yang dipimpin pak Yohanes. Terlihat ada selendang sutera.

23 Januari 2015Jumat malam

Malam itu kami berkumpul di rumah bapak ibu Pudjono. Yang hadir pak Sumeri, pak Yohanes, Mas Hari, mas Agus Budianto. Dan malamnya datang pak Siahaan.Malam itu kami ingin melakukan ibadat jalan salib yang tidak tergantung oleh tempat yang memang disediakan khusus untuk ibada jalan salib. Jadi kami hanya duduk bersila diatas tikar yang tersedia. Hal ini kami lakukan, mengingat pesan yang sebelumnya

pernah kami terima. Membayangkan sengsara Tuhan Yesus dari awal sampai akhir, yang sebenarnya dimulai dari peristiwa Tuhan Yesus berdoa di taman Getsemani.

Dalam pemberhentian pertama, pak Pudjono melihat ada lilin putih yang diletakkan seperti dicawan yang berisi air bening. Kemudian sepertinya kami yang berkumpul diberi lilin menyala satu persatu. Suara yang terdengar :”Tampanen iki ben melu padhang. Yen bisa, kowe uga ngenehi lilin menyala, ben kabeh melu padhang. Mengko rak tumimbal dadi Saliraning Gusti kang kaasta, banjur kaparingake sing niate melu padhang. Ungele ndherek Gusti kang nyandhang pepadhang.” ( Pada sat itu terlihat seperti orang yang sedang lenggah, beraura putih yang mengelilingi tubuhnya. Kemudian terlihat tulisan yang kurang lebih :”Yield start communication direct is good.”)

Pada pemberhentian kedua, terlihat sepertinya ada seorang laki laki botak, namun kemudian berubah menjadi wanita berpakaian rok panjang dan lebar sedang menari. Pak Pudjono sepertinya kurang cocok dan terdengar suara :”Karepmu sing luwih apik. Kuwi ya kanggo.”

Perempuan itu menari dan berkeliling kepada kami. Yang pertama sepertinya menari diatas telapak tangan pak Sumeri, kemudian berpindah ke mas Hari dan perempuan itu sepertinya memijat dengan menginjak injak punggung. Setelah itu penari tersebut mendekati aku dengan membawa dan menunjukkan buku. Sepertinya aku diminta mengajari apa yang ada didalam buku tersebut, dari satu halaman ke halaman lainnya. Setelah itu, si penari mambawa buku kepada mas Agus dan dibuka saja; kemudian berpindah ke pak Pudjono dan diajak bersalaman. Beberapa saat kemudian mendekati pak Yohanes dan menarik tangannya untuk diajak melihat tumpukan peti. Peti dibuka dan dilihat dalamnya beberapa kali. Setelah itu penari ini minta dipangku bu Pudjono dan minta dipeluk.

Kemudian penari kembali ke tengah dan masih menari beberapa saat; dan akhirnya membungkuk kepada kami sebagai tanda berakhirnya tarian. Suara yang terdengar :”Aku ora ngrisuhi kowe, malah mbenerke. Anggonmu sowan cukup tenang, cukup apik. Aku didhawuhi Gusti Yesus kon marak dhisik.”

Pada pemberhentian ketiga pak Pudjono melihat sepertinya Tuhan Yesus jatuh terpeleset dengan memanggul salib. Kakinya selonjor memanjang menempel ke tanah sampai pinggul. Terdengar suara :”Dohna pendakwamu, Gusti Yesus ora bisa bangkit malih. Kenyataane Gusti isih gesang nganti sak iki. Ora kok teges pupus, ananging nyedhiakake tuwuh.. (tuwuh pribadi Gusti) kanggo umat, nyatane slamet. Timbanen ilmu kamanungsan kanggo nyelaki perangan iki. Bisa digagas, bisa dilimbang limbang.. Yen kowe nglakoni dhewe, aja banjur nyerah utawa ngaku kalah, mengko ndhak getun.”

Pada pemberhentian keempat pak Pudjono melihat sepertinya Bunda Maria namun masih jauh. Bunda beraura putih, memakai selendang yang ditutupkan ke kedua pundak, ujung selendang jatuh kedepan. Tuhan Yesus sepertinya bersandar sambil menggendong salib. Suara yang terdengar :”Incengen. Bundamu tetep mandhegani lelakon lelabet iki. Ora

oleh mundur, maju terus mlangkah terus nganti entek. Ibu kang luluh taksih saget nyuwita mring Pangeran. Wantun nglenggahi kadurhakaning liyan.”

Pada pemberhentian kelima, sepertinya Tuhan Yesus jatuh ndheprok, sambil berpegangan salib, seperti setengah berlutut di depan kami. Suara yang terdengar :”Kumbahen atimu lan otakmu resikana. Satokna karo kecemasane Bunda kang isih kagungan greget, amung mendel amrih kelampahanipun kapitadosan kawula. Lelewanen, lelipuren marang kang durung duwe pengandel.. (sepertinya ada suara lain :”dhisik... dhisik). Kowe sing uwis ngandel dhisik bisa nyontoni. Kinarya agawe becik, sebab wus kasebut wonten Kitab Suci.”

Pada pemberhentian keenam, yang terlihat sepertinya Tuhan Yesus menjadi dua. Pertama dan dibelakang, Tuhan Yesus berjalan memanggul salib. Kedua Tuhan Yesus berpakaian putih berjalan didepanNya. Suara yang terdengar :” Roh Allah ada padaKu.” Disaat itu kami berdoa kembali dan terlihat Tuhan Yesus bermahkota duri di hadapan kami. Kami semua diminta untuk mencium wajah Tuhan Yesus yang berlumuran keringat dan darah. Setelah semua melakukan, Tuhan Yesus berjalan kembali. Pada saat itu juga terlihat ada piala trophi besar dan kami diminta menerimanya. Pak Sumeri menerima piala dan mengangkatnya dengan gembira. Suara yang terdengar :”Bareng.” Kemudian pak Pudjono ikut mengangkat. Setelah itu bu Pudjono juga. Setelah dikembalikan ke tempatnya, ada suara :”Iki cagaking gereja, underaning Kasih. Gamblang, cetha, nyata, aman.”

Pada pemberhentian ketujuh terlihat sepertinya Tuhan Yesus jatuh terduduk. Terlihat pula cangkir besar putih dan berubah menjadi gelas berisi air. Suara yang terdengar :”Iki ana gelas isi banyu, ombenen.” Kemudian kami meminum bergantian. Pak Pudjono berkomentar dan ditimpali bu Pudjono. Ada suara :”Cespleng.”

:”Kowe kudu wani nengok sedulurmu sing cilaka, sing tuna, sing katemper; Ben sak jane kowe dhewe rekasa, mumet, tetep elinga, kaya kang wus dicontoni dening Gusti.... Wis ya,gelase tak tutup.”

Pada pemberhentian kedelapan, terlihat sepertinya peniti yang digandeng-gandeng, dan ada suara :”Jadikanlah kami pengikut antar umat.”Pak Pudjono merasa bingun maksudnya, maka muncul simbul peniti yang berhiaskan kupu-kupu. Suara yang terdengar :”Dadi anyar, dadi jangkep, dadi manis, ubarampe putri.” Terlihat gambaran Tuhan Yesus sepertinya menghibur dengan peniti dan hiasan kupu-kupu. Suara yang terdengar :”Tarikane nafas wong wadon kuwi alon. Yen tarikane nafas wong lanang kuwi abot. Lilihna atimu.”

Pada pemberhentian yang kesembilan, terlihat Tuhan Yesus ada kembaranya kembali. Tuhan Yesus yang memanggul salib dan Tuhan Yesus yang berjubah putih. Suara yang terdengar :”Wujudna neng atimu, Gusti Yesus rumauk utawi kalebet ing jiwa raga. Yen Gusti Yesus wis lenggah siniwaka, rumasuk ing sumsum darah dagingmu dhewe dhewe,

banjur sebuten kira kira sepuluh tekan sewelas kegembiraanmu, kemantebanmu, kepinteranmu dhewe dhewe. ......... Ya wis, isenana dhewe, sing jelas isine kabecikan, berbuat kasih, loma, sejaten.”

Pada pemberhentian kesepuluh, terlihat ada tempayan berwarna merah berisi air dan tersedia gayung. Suara yang terdengar :”Kasih Allah turun padaKu. Kasih Allah nyata padaKu. Kasih Yesus nyipta neng aku, wujude banyu segelas. Padha nyidhuka dhewe dhewe, kabeh kepareng.”

Pada pemberhentian kesebelas tidak terlihat simbol apa-apa, namun terdengar suara :”Kasih Allah kepada Yesus kekal. Kasih Yesus kepada manusia sok dibegal. Dadi sok ora tekan. mangka kasihe ana. Bisa dijegal wong liya, bisa dipenggal awake dhewe. Dadi kasih Tuhan Yesus muspra. Dadi sing gemang manungsane; Kasih Tuhan Yesus tetap nongol. Coba oncekana dhewe. Kasih Allah kuwi ora ana tandhingane. Kasih Allah kuwi gumilir (tak terhambat). Kasih Alah cekake menerus. Yen kasih Yesus isih bisa dihalangi.”

Pada pemberhentian keduabelas, terlihat seperti seorang pemain bola sedang menginjak bola didepan gawang yang tidak ada penjaga gawangnya. Suara yang terdengar :”Apa kowe wani ngegolke, wani nendhang? Lha rak kowe mung kari mlebu. Apa kowe ndadak nunggu prit? Kowe ming kari mlebu wis tekan, final, menang. .......... Kabeh bungah.”

Pada pemberhentian ketigabelas tidak terlihat apa-apa, kecuali roti putih bundar. Suara yang terdengar :”Hosti kaasta banjur dicuwil-cuwil kaliyan ngendika :Iki tampanen lan panganen.”

Beberapa saat kemudian ada suara :”Wong mati ora bali. Gusti Yesus seda sak wetara. Wungu saka seda mung telung dina. Mulyakna. ... Gagasen, tembungen. ..... Kowe wani menyatakan .... (kesoren?) ... Anjangsana sampun paripurna.”

Kami melanjutkan ibdat sampai selesai dan ditutup dengan doa.Kami ngobrol kesana kemari mencoba mengerti dan menjabarkan apa saja yang baru kami terima.

Lewat tengah malam kami bubar. Terima kasih Tuhan.