Pengajaran Dan Penilaian Menyimak l

30
PENGAJARAN DAN PENILAIAN MENYIMAK Dosen Pengampu: Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D disusun oleh: 1. GABRIELLA AMERENTIANA (14715251010) 2. NINA RETNO PALUPI (14715251015) 3. LALU NASRULLOH (14715251029) 4. ALYVIA ANANDA (14715251020 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PENDIDIKAN PASCA SARJANA

description

Pembelajaran Bahasa

Transcript of Pengajaran Dan Penilaian Menyimak l

PENGAJARAN DAN PENILAIAN MENYIMAK

Dosen Pengampu: Prof. Darmiyati Zuchdi, Ed.D

disusun oleh:1. GABRIELLA AMERENTIANA (14715251010)2. NINA RETNO PALUPI (14715251015)3. LALU NASRULLOH (14715251029)4. ALYVIA ANANDA (14715251020

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIAPENDIDIKAN PASCA SARJANAUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA2015PENGAJARAN DAN PENILAIAN MENYIMAKSelama beberapa tahun ini, kemampuan mendengarkan di dalam pemerolehan bahasa dan komunikasi terkesan tidak dihiraukan. Kemampuan mendengarkan pada bahasa kedua maupun bahasa asing sering dikembangkan secara tidak sengaja melalui latihan bahasa lisan, dan pada akhirnya terdapat kemampuan mendengarkan pada pembelajaran bahasa komunikatif. Pada pembelajaran bahasa komunikatif bahasa diajarkan untuk komunikasi tatap muka, dan mendengarkan merupakan kemampuan yang penting dalam hal ini. Dengan adanya perubahan persepsi terhadap mendengarkan dalam bahasa kedua maupun bahasa asing, maka terdapat usaha untuk fokus mendeskripsikan ciri-ciri dan bagaimana untuk mengajarkannya. Hal ini didukung dengan teori-teori dari beberapa disiplin ilmu, seperti psikologi, pendidikan, studi komunikasi, dan linguistik. Lebih khusus lagi teori tentang kognisi manusia, guru bahasa diperkenalkan pada kemungkinan yang ada dari perkembangan bahasa melalui keikutsertaan yang aktif dari para pembelajar. Teori-teori kognitif memberikan kerangka yang penting untuk mendeskripsikan kemampuan mendengarkan dalam bahasa kedua maupun bahasa asing. Pengajaran mendengarkan diatur dalam tiga topik, yaitu (1) dimensi kognitif dan sosial dari mendengarkan, (2) pendekatan untuk pengajaran kemampuan mendengarkan, (3) penilaian mendengarkan.DIMENSI KOGNITIF DAN SOSIAL MENYIMAKDalam proses pemahaman teks, makna tidak hanya sekedar diambil dari masukan, tetapi berdasarkan pada pengetahuan mereka dari suatu sistem bahasa, pengetahuan mereka yang sebelumnya, serta konteks dari suatu interaksi. Dalam kemampuan mendengarkan percakapan, kemampuan merupakan hasil dari gabungan tindakan dimana pendengar dan penutur membawa tindakan komunikasi dengan cara tertentu. Pandangan pragmatik tentang mendengarkan menurut Rost, yaitu mendengarkan merupakan keinginan untuk melengkapi komunikasi, dan inferensi tingkat tinggi yang terjadi selama proses mendengarkan meminta pendengar untuk berasumsi tentang keinginan dari pembicara (pendengar harus mengerti maksud yang disampaikan oleh pembicara).DIMENSI KOGNITIF MENYIMAKSalah satu model kognitif yang diaplikasikan dalam penelitian mendengarkan dalam bahasa kedua maupun bahasa asing adalah model dari Anderson, yaitu menggunakan proses perseptual, penguraian, dan penggunaan. Hal ini berkaitan dengan proses interaksi yang ada di memori jangka pendek dan telah digunakan dalam diskusi strategi mendengarkan, serta masalah yang terjadi dalam mendengarkan. Selain itu juga model connectionist, yaitu model yang menunjukkan adanya proses melalui penyebaran aktivasi dari jaringan neural (berhubungan dengan urat syaraf) gabungan yang ada di dalam otak. Diskusi yang baru-baru ini dilakukan tentang kapasitas otak untuk proses dan penyimpanan sementara informasi terfokus pada memori kerja. Model memori kerja mencakup:1. Putaran fonologis dan lembaran visuo-spatial, yang bertanggung jawab atas proses jangka pendek.2. Pelaksana pusat, yaitu memperhatikan masukan dan mengkoordinasi beberapa jenis proses kognitif.3. Penyangga episodik, yaitu mengintegrasikan informasi yang diproses melalui sistem yang telah disebutkan ke dalam representasi mental tunggal.Model memori kerja ini menerangkan integrasi dan informasi audio dan visual, serta hubungan antara memori kerja dan memori jangka panjang. Meskipun terdapat beberapa model yang berbeda, pendekatan-pendekatan tersebut memiliki prinsip yang fundamental, berkaitan dengan kognisi dan memiliki implikasi umum untuk kemampuan mendengarkan dalam bahasa kedua maupun bahasa asing, yaitu1. Agar pemrosesan informasi terjadi, maka perhatian harus diarahkan pada masukan dan beberapa pemecahan kode dan analisis sinyal yang harus terjadi. Pendengar harus mengenal banyak kata, dan dapat menguraikan ke dalam unit yang bermakna. Salah satu tujuan utama dari mendengar adalah untuk membantu pembelajar mengenali dan menguraikan masukan linguistis tersebut dengan cepat. Ketika masukan berupa masukan visual (ekspresi wajah, gerak isyarat, ilustrasi, video, slide) itu ada, hal tersebut merupakan bagian integral (keseluruhan) dari suatu pesan, sehingga informasi harus diproses dengan masukan auditori. Contoh: gerak isyarat dan mimik muka dapat membantu pemahaman perkuliahan.2. Ketika informasi baru diproses, hal ini berdasarkan pada pengetahuan yang ada atau skema yang diambil dari memori jangka panjang. Disebut dengan proses atas-bawah, penggunaan pengetahuan yang dahulu akan membantu pendengar dalam mengonstruksikan interpretasi yang lengkap dan bermakna. Proses atas-bawah dapat membantu para pendengar untuk menjembatani jarak di dalam proses pemahaman dan pengonstruksian interpretasi yang masuk akal. Pengetahuan yang lalu dapat diambil dari aktifitas parallel (membaca, melihat) pada saat proses mendengarkan. Pengetahuan yang dahulu akan membantu pemrosesan yang lebih cepat. Proses atas-bawah jelas sangat penting, namun pembelajar kadang-kadang kehilangan kesempatan untuk mengaplikasikan pengetahuan lama mereka karena perhatian mereka secara keseluruhan terfokus pada usaha untuk menguraikan aliran tertentu.3. Kemampuan untuk pemrosesan tuturan dengan sukses bergantung pada seberapa banyak informasi linguistik yang diproses dengan cepat. Selama mendengarkan, informasi diproses dengan tekanan waktu, sehingga pemrosesan yang tidak terlalu banyak membutuhkan sumber pengetahuan akan lebih mengguntungkan. Hal ini disebut dengan proses otomatis yang dapat terjadi para proses fonologi (bunyi bahasa) dan gramatikal (tata bahasa). Otomatisasi itu dapat terjadi secara kuantitatif (kecepatan proses) dan kualitatif (pengaturan kembali informasi). Dalam kasus pembelajar yang kurang mahir, beberapa proses pemahamn terkontrol, yaitu kemampuan tersebut terjadi karena kesadaran dari pembelajar. Pada saat mendengarkan masukan pembelajar mencoba mencocokkan bunyi dengan mental lexicon mereka. Hal ini mereka lakukan dengan mengaplikaiskan strategi atas bawah dan bawah atas. Secara umum, pendengar bahasa kedua dan bahasa asing mahir mengkombinasikan beberapa strategi dan berjalan secara harmonis.DIMENSI SOSIAL MENYIMAKTeks dan tuturan perlu diinterpretasikan (ditafsirkan) dalam konteks komunikasi yang luas. Dalam komunikasi tatap muka, proses ini akan mencakup pemahaman isyarat serta tanda non-verbal yang lain yang dapat menambah makna literal dari suatu tuturan. Pendengar harus sadar akan status hubungan diantara para pendengar, serta bagaimana hubungan ini dapat memberikan dampak pada pemahaman, dan kebebasan untuk menegosiasikan makna, khususnya dalam konteks dimana pendengar pada hubungan yang memiliki kekuasaan yang tidak seimbang. Untuk memberikan tanda pada masalah pemahaman dalam interaksi komunikatif, pendengar menggunkana strategi klarifikasi yang sesuai. Dimensi sosial juga memasukkan aspek pragmatik dan psikolinguistik pada proses pemahaman mendengarkan.Pemahaman pragmatik mencakup aplikasi yang cepat dan akurat pada pengetahuan pragmatik. Misalnya pengetahuan tentang maksud dari penutur dalam konteks tertentu yang dapat memiliki makna yang lebih dari apa yang diungkapkan. Pendengar akan menggunakan pengetahuan ini untuk menetukan makna yang diimplikasikan. Kemampuan untuk melakukan proses baik berupa informasi kontekstual maupun informasi linguistik dianggap sebagai fungsi dari profisiensi bahasa. Cook dan Liddicoat (2002) menemukan pendengar SL/FL yang memiliki kemampuan yang lebih rendah mengalami kesulitan yang lebih besar dalam menginterpretasikan beberapa jenis permintaan karena mereka tidak dapat meluaskan kapasitas pemprosesan yang cukup untuk menghadirkan sumber informasi linguistik dan sumber informasi lain pada waktu yang sama. Hasil dari penelitian yang baru baru ini dilakukan oleh Garcia (2004) menguatkan penemuan-penemuan ini dan juga memberikan barang bukti untuk pemahaman yang lebih baik dari implikatur percakapan oleh pendengar yang memiliki kemampuan yang tinggi. Dalam hal yang sama, Taguchi (2005) menemukan efek profisiensi yang kuat untuk keakuratan, namun bukan pada kecepatan di dalam pemahaman implikatur, yang mengarahkannya untuk menyimpulkan bahwa kemampuan untuk memahami informasi yang tersembunyi serta kemampuan untuk memproses informasi ini dengan cepat mungkin saja merupakan dimensi yang berbeda dari pemahaman pragmatik. (pendengar menggunakan pengetahuan untuk menentukan makna. Pendengar yang memiliki kemampuan rendah mengalami kesulitan dalam memaknai apa yang dimaksud oleh penutur )Dimensi psikolinguistik dari mendengarkan sering dihubungkan dengan bahasa di dalam ruang kelas. Para pembelajar biasanya merasa takut pada kemampuan mendengarkan mereka yang dihubungkan dengan performa mendengarkan yang mereka miliki. Eelkhafaifi (2005) menemukan korelasi negatif antara ketakutan akan mendengarkan dan nilai pemahaman mendengarkan dari para pembelajar bahasa Arab. Hal ini mungkin saja karena tekanan pada produk daripada proses di dalam pengajaran mendengarkan pada bahasa SL/FL. Tidak mengejutkan jika kesuksesan dalam SL/FL juga dapat dihubungkan dengan motivasi. Vandergrit (2005) menemukan hubungan yang positif diantara profisiensi mendengarkan pada SL/FL, penggunaan strategi metacognitive, serta tingkatan yang dilaporkan tentang motivasi intriksik dan ekstrinsik. Pendengar yang memiliki nilai yang rendah pada pengukuran motivasi, mungkin karena kurangnya kepercayaan diri , dilaporkan menggunakan strategi mendengarkan yang efektif dengan lebih sedikit. (ketakutan pembelajar pada kemampuan mendengarkan mereka yang dihubungkan dengan performa mendengarkan, karena ketakutan tersebut akan berpengaruh pada pemahaman mendengarkan. Ketakutan ini terjadi karena tekanan pada produk daripada proses dalam pengajaran mendengarkan bahasa kedua maupun bahasa asing. Maka dibutuhkan motivasi supaya pembelajar lebih percaya diri, sehingga proses pengajaran akan berjalan dengan baik).PENDEKATAN PEMBELAJARAN MENYIMAK BAHASA KEDUA (SL)/BAHASA ASING (FL) Sebagian besar sejarahnya, pengajaran menyimak bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) menekankan makna dari teks dan mengabaikan kebutuhan untuk mengajar peserta didik bagaimana menyimak yang baik. Pengajaran difokuskan terutama pada penghitungan hasil menyimak daripada mengembangkan proses pembelajaran pemahaman yang baik. bahkan ketika pra-menyimak kegiatan yang digunakan untuk mengaktifkan pengetahuan awal, hanya fokus sebatas pengetahuan sebelumnya tentang isi. mengingat pentingnya kesadaran siswa dan kontrol dalam belajar, pengajaran menyimak harus menawarkan pengalaman belajar scaffolded untuk membantu pendengar menemukan dan melatih proses mendengarkan. jika siswa tidak diajarkan bagaimana menyimak, kegiatan menyimak tidak lebih dari bentuk-bentuk pengujian peserta didik 'hasil kemampuan menyimak, yang hanya berfungsi untuk meningkatkan kecemasan tentang menyimak.Pada bagian ini, kita akan membahas penelitian baru-baru ini dalam mengajar menyimak bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dalam pendekatan bottom-up (bawah-naik) (keterampilan leksikal segmentasi dan kata pengakuan) dan top-down (metakognitive peningkatan kesadaran). Kami akan menyajikan model pedagogis yang terintegrasi untuk mengembangkan pendengar terampil secara otomatis dapat mengatur diri dalam proses pemahaman. Karena keterbatasan ruang, bagian ini tidak akan berurusan dengan pengajaran dalam dimensi sosial menyimak, yang melibatkan penggunaan strategi komunikasi untuk negosiasi yang berarti.

PENDEKATAN BOTTOM-UPPengolahan Pendekatan bottom-up dalam menyimak memerlukan pandangan bunyi dan kata dalam aliran berbicara. Ketika ada pandangan yang memadai mengenai informasi leksikal, pendengar dapat menggunakan latar belakang pengetahuan mereka untuk menafsirkan hasil. Pendekatan Botton-up dalam pengajaran menyimak mengakui keunggulan sinyal akustik dan berfokus membantu peserta didik mengembangkan keterampilan pandangan kritis.Tantangan utama yang dihadapi oleh penguna bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) pendengar adalah bagian kata-kata. Pendengar, seperti pembaca, tidak memiliki ruang yang menandakan awal atau ujung kata. Mereka harus menguraikan suara ke dalam satuan yang berarti, dan batas kata yang sering sulit untuk ditentukan. Bahkan jika mereka tahu kata, pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) mungkin tidak selalu mengenalinya dalam berbicara. Keterampilan segmentasi kata bahasa tertentu dan diperoleh sejak awal kehidupan. Prosedur ini begitu kokoh dalam sistem pengolahan pendengar bahwa mereka sengaja menerapkan ketika mendengarkan bahasa baru, membuat meyimak bahasa yang berirama berbeda sangat sulit dimengerti (Culter, 2001). masalah ini sangat sulit untuk kemahiran-pendengar yang lebih rendah (Goh (2000) dan Graham (2006)). Pengajaran menyimak harus membantu peserta didik mengatasi kesulitan-kesulitan ini, sehingga mereka dapat mengidentifikasi kata-kata dalam suara dan ada bukti penelitiannya.Dalam kajiannya literatur tentang bagian berbicara, Cutler (2001) menyimpulkan bahwa pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dapat menghambat dorongan alami untuk menerapkan bahasa asli ketika menyimak bahasa baru yang berirama berbeda. Fitur prosodi seperti tekanan dan intonasi adalah petunjuk penting untuk menentukan batas kata, dan ada beberapa bukti bahwa bagian ini sangat membantu untuk pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL). Hadir dalam bagian batas-jeda daripada isyarat sintaksis dapat berhasil dalam memahami bahasa Inggris, terlepas dari usia pendengar dan latar belakang bahasa (Harley, 2000). Memasukkan tekanan batas kata sebelum suku kata dapat membantu mengidentifikasi kata-kata dalam berbicara (lapangan, 2005). Penggunaan kata-awal (fonem awal kata) juga terbukti menjadi strategi pengakuan-kata yang handal, mungkin karena informasi prosodi menyertai kata (Lindfield, Wingfield, & Goodglass, 1999). Akhirnya sanders, Neville, dan woldrorff (2002) menemukan bahwa "akhirnya" peserta didik dapat menggunakan informasi dan tekanan leksikal isyarat untuk bagian berbicara bersambung; Namun, sejauh mana pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) ini dapat menggunakan isyarat tekanan tergantung pada bahasa ibu mereka. Singkatnya, mengetahui bahwa pendengar dapat belajar untuk menggunakan isyarat berbeda dari bahasa asli mereka bahwa proses ini untuk pengajaran.Keterampilan bagian-kata dapat diperoleh dengan memberikan pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) kesempatan untuk "menumpuk" (Hulstijn, 2003, hal. 422). Hulstijn menguraikan prosedur tersebut dalam enam langkah, yaitu: (1) Mendengarkan teks lisan tanpa membaca tulis, (2) Menentukan tingkat pemahaman, (3) memutar ulang rekaman sesering yang diperlukan, (4) memeriksa teks tertulis, (5) mengenali apa yang seharusnya dipahami, dan terakhir, (6) memutar ulang rekaman sampai Anda mengerti tanpa dukungan teks tulis. Prosedur ini dapat membantu pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) fenomena yang penting dan perlu diperhatikan dalam berbicara seperti berkurangnya bentuk, perpaduan, penghilangan bunyi dalam percakapan. Dalam rangka mengembangkan keterampilan bagian-kata peserta didik harus sadar, memperhatikannya, dan, selama latihan menyimak, memutar ulang sehingga mereka bisa memecahkan teka-teki untuk diri mereka sendiri (lapangan, 2003).Pelatihan pengenalan-kata dapat mengambil banyak bentuk. Beberapa kemungkinan antara lain: analisis bagian dari teks turunan, perintah, dan latihan persamaan (lihat Goh, 2002b dan lapangan, 2005). Mendengarkan "i-1 teks permukaan, yaitu, teks aural (berdasarkan indra pendengaran) di mana sebagian besar kata-kata yang dikenal, dapat berkembangkan secara otomatis dalam pengenalan kata ketika pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) mencatat perbedaan kecil antara bentuk aural (didengar) dan bentuk tertulis dari teks (Hulstijn, 2001). Mendekati proses bottom-up di tingkat prosodi, Cauldwell (2002) kegiatan membantu peserta didik memahami "kelebihan" (yaitu, tekanan kata dalam konteks wacana). Salah satu tekniknya yaitu kata-kata antara suku kata penting yang "diluluhkan" sehingga memungkinkan peserta didik untuk memahami bagaimana kata-kata dan suku kata yang dilemahkan dalam berbicara asli. Penelitian awal telah menunjukkan bahwa modifikasi fonologi (misalnya, penghilangan bunyi dalam percakapan, perpaduan, penghubung) mempengaruhi pemahaman peserta didik (ESL) yang berkemampuan rendah dan tinggi (Henrichsen, 1984).Wilson (2003) mengusulkan penggunaan teknik dictogloss sebagai alat. Setelah menyimak, pendengar bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) dituntun untuk melihat perbedaan antara teks dibangun kembali dan menyalinkan karyanya tertulis dari aslinya. Teknik ini memiliki potensi untuk meningkatkan proses persepsi karena memaksa peserta didik untuk fokus pada masalah menyimak mereka, mempertimbangkan alasan kesalahan mereka, dan mengevaluasi pentingnya kesalahan-kesalahan (Wilson, 2003).Pengulangan yang tepat dan mengurangi tingkat berbicara juga telah diperiksa sebagai teknik untuk mengajar menyimak bahasa kedua (SL)/bahasa asing (FL) (Jensen & Vinther, 2003). Bila terkena kata per kata pengulangan dialog direkam dalam berbagai cara yaitu Cepat (F) atau Lambat (S), ketiga kelompok percobaan (FSS, FSF, dan FFF) mengungguli kelompok kontrol dalam pemahaman secara rinci dan perolehan pendekodean fonologi, strategi, selanjutnya, kelompok FFF mengungguli dua kelompok lain, menunjukkan bahwa pengurangan kecepatan teks belum tentu meningkatkan pemahaman. Para peneliti menyimpulkan bahwa latihan menyimak persepsi harus diintegrasikan dengan kegiatan menyimak rutin yang memungkinkan siswa untuk "menikmati pendapat mengenai semua bentuk linguistik", pendekatan juga dianjurkan oleh orang lain (misalnya, Goh, 2002b (p 419), Hulstijn (2001), Wilson (2003)).Munculnya teknologi digital lebih meningkatkan penggunaan teks audio dan video untuk praktek menyimak individu dan di ruang kelas (misalnya, Gurba 2004; Hoeflaak, 2004). Peserta didik dapat menyimak setiap potongan teks yang mereka pilih dan menyimpan teks pada komputer untuk diperiksa masa mendatang (meskipun ada hak cipta). Dengan teknologi podcasting terbaru, peserta didik juga dapat menyimak berbagai pilihan siaran media di dalam dan luar kelas, dan menyimpannya untuk diperiksa di masa mendatang (Robin, 2007).PENDEKATAN TOP-DOWNPengertian top-down dalam pengajaran menyimak baik itu untuk mengajarkan pemahaman menyimak untuk bahasa kedua atau bahasa asing harus melibatkan pembelajar atau siswa sebagai jalan untuk memberikan wawasan kepada mereka tentang dasar-dasar menyimak yang baik, serta memberikan pemahaman bagaimana proses menyimak itu berlangsung. Dengan kata lain, dalam proses menyimak supaya menjadi lebih mudah dan efektif, sebaiknya penyimak mengetahui konteks bacaan yang disimaknya. Sebagai contoh apabila para penyimak atau siswa diberi tahu bahwa yang mereka simak adalah mengenai cara makan durian , maka informasi yang mereka simak mengenai cara makan durian tersebut lebih mudah dipahami sehingga mereka juga lebih mudah mengingat informasi tersebut. Dengan demikian pendekatan top-down merupakan pemahaman yang dimiliki sebelum mereka melakukan proses menyimak. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan metakognitif siswa tentang menyimak (Goh, 2008).Pengetahuan metakognitif itu merujuk pada bagaimana cara siswa memahami perbedaan faktor dalam bertindak dan berinteraksi yang bisa berpengaruh terhadap materi pengajaran dan hasil belajar siswa (Flavell,1979). Hal ini dapat berkontribusi terhadap keefektifan belajar mereka secara langsung dan mempunyai dampak yang positif dalam hasil belajar mereka. Pengetahuan ini lebih jauh lagi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengetahuan seseorang, pengetahuan tugas, dan pengetahuan strategi.1. Pengetahuan seseorang merupakan pengetahuan yang konsentrasinya pada faktor-faktor personal yang mungkin dapat mendukung atau bahkan menghalangi siswa dalam memahami menyimak. Misalnya, kesulitan atau masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam menyimak.2. Pengetahuan tugas merupakan pengetahuan yang konsentrasinya bertujuan pada hal-hal yang berkaitan dengan tugas-tugas menyimak. Misalnya, petunjuk penugasan dalam menyimak, susunan dan struktur yang ada dalam teks, faktor-faktor yang menyulitkan dalam menyimak, dan tipe atau jenis keterampilan menyimak yang diperlukan untuk mencapai tujuan menyimak.3. Pengetahuan strategi merupakan pengetahuan yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman menyimak, misalnya strategi untuk menghadapi kesulitan-kesulitan dalam menyimak, dan untuk memaknai gagasan penulis.Pengetahuan metakognitif siswa dalam menyimak dapat dikembangkan dalam beberapa cara. Salah satu metode yang mudah baik untuk guru dan siswa adalah menyimak buku catatan harian (Goh, 1997). Buku catatan harian ini sangat efektif untuk mendorong pemahaman siswa secara langsung dalam hal menyimak secara khusus. Sehingga mereka dapat mengevaluasi kinerjanya dan bisa mengambil langkah-langkah positif untuk mengembangkan keterampilan menyimak mereka. Guru juga dapat merancang bagaimana proses orientasi dari kegiatan pembelajaran menyimak (Liu & Goh.2006). sebuah metode yang juga terbukti efektif untuk siswa yang masih berusia muda. Dalam sebuah diskusi kelompok antara guru dan siswa, siswa dapat berbagi pandangan mereka secara pribadi dari apa yang sudah mereka tulis dalam buku harian. Mereka juga dapat belajar tentang strategi baru dalam menyimak pada diskusi yang menggunakan dialog kolaburatif.Peningkatan kesadaran metakognif dalam penugasan juga dapat dihubungkan dengan berbagai langkah dalam pelajaran menyimak. Vendergrift (2003b) memberikan beberapa penugasan menyimak untuk pemandu siswa Prancis untuk dijadikan bahan prediksinya, dan ternyata prediksi itu berhasil, tidak hanya siswa yang sukses menggunakan strategi itu, akan tetapi motivasi mereka juga meningkat dan kesadaran metakognitifnya timbul karena adanya peran dari strategi dalam pemahaman menyimak. Liu & Goh (2006) meminta siswa utuk menngunakan petunjuk-petunjuk dalam metakognitif ketika mereka belajar menyimak. Petunjuk-petunjuk tersebut sebagai berikut:1. Siswa harus menjawab pertanyaan dengan cepat dan tepat, sebelum, saat, dan sesudah tugas menyimak diberikan.2. Menilai kinerja mereka.3. Menyiapkan rencana dan strategi saat mendengarkan soal menyimak terhadap soal berikutnya.Cara meningkatkn metakognitif dalam pendekatan top-down saat mengajar adalah dengan cara, guru memberikan uraian penjelasan sebelum tugas menyimak diberikan untuk memancing siswa berpikir kritis. Mengaplikasikan pendekatan top-down, tujuannya untuk menganalisa pengetahuan siswa sebelumnya. Untuk merefleksikan metakognitif melalui instrumen interoveksi seperti kuesioner. Nama kuesioner metakognitif adalah MALQ. Jadi, cara untuk meningkatkan kesadaran metakognitif yaitu melalui, menyimak buku harian, diskusi, dan kuesioner.Model Integrasi Untuk Mengajarkan Menyimak Untuk Bahasa KeduaKurikulum yang disusun dalam pengajaran menyimak yang efektif, harus ada tiga unsur yaitu, aktif, strategi, dan konstruktif (tersusun). Ketiga unsur ini dapat tercapai dengan menerapkan kegiatan kolaburasi antara siswa dan guru harus aktif. NoTahapan dalam keterampilan menyimakHubungan dalam proses metekognitif

1Tahap perencanaan:Contoh kegiatan. Topik dan jenis teks harus jelas, agar siswa dapat memprediksi jenis informasi dan kata-kata apa yang biasa mereka dengar yang terdapat pada teks.Merencanakan dan memperhatikan

2Menyimak pertama/tahap verifikasi:Siswa mendengarkan untuk memverifikasi dugaan sementara , kemudian mengecek dugaannya dan mencatat informasi-informasi penting.

Mengawasi

3Kemudian siswa menggabungkan apa yang mereka tulis dengan temannya, memodifikasi, meresolusi (menawarkan cara memecahkan masalah), dan menentukan langkah-langkah penting yang perlu untuk diperhatikan.Mengamati, merencanakan, dan memilah-milah perhatian

4Menyimak kedua/tahap verifikasi:Siswa menyeleksi keberadaan poin-poin yang kontra , kemudian mengoreksi dan menulis informasi secara detail agar mudah dipahami.Mengamati dan memecahkan masalah

5Semua anggota kelas harus terlibat dalam kelas diskusi untuk menyusun kembali gagasan utama dalam teks dan hal-hal yang paling relevan serta tepat dengan teks yang tadi. Kemudian disela-selanya diselingi dengan refleksi, bagaimana siswa menafsirkan teks.Pengamatan dan penilaian

6Tahap menyimak terakhir/tahap verifikasi: Siswa menyimak untuk mengungkapkan informasi yang mereka dapatkan dalam teks dan pada saat diskusi. Kemudian diharapkan dapat menguraikan, menyatukan, dan memilah-milah informasi yang ada di dalam teks dan mentranskripkannya.Menyeleksi perhatian dan mengamati

7Tahap refleksi: berdasarkan strategi yang digunakan dalam diskusi sebelumnya, untuk mengimbangi hal apa yang tidak dimengerti, siswa dapat menuliskan tujuan utama terlebih dahulu untuk kegiatannya menyimak selanjutnya. Sebuah ketidaksesuaian diskusi antara yang didengar dan yang ditulis dalam teks, dapat juga menggunakan langkah ini.Evaluasi

PENILAIAN MENYIMAKCara yang paling tepat dalam melakukan penilaian menyimak bahasa kedua dan bahasa asing adalah dengan cara seminal yang diperkenalkan oleh Buck (2011). Karena adanya keterbatasan ruang yang menjadi penghalang penilaian menyimak, pembaca dianjurkan untuk membaca sumber-sumber yang baik dan dapat diakses dengan mudah serta berbasis penelitian topik. Fokus utama disini adalah tantangan utama pada penilaian menyimak bahasa kedua dan bahasa asing dalam literatur penelitian terkini. Mencakup pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan validitas atau keabsahan konstruk (gagasan), jenis tugas, jenis soal, dan cara masukan (pemakaian).Validitas konstruk sangat penting bagi penilaian, karena itu diperlukan penjelasan konstruk, perilaku kerja yang perlu dikaji, dan menyusun tugas (teks yang tepat dan respon terhadap soal). Validitas konstruk adalah tantangan khusus dalam menyimak. Proses menyimak sangat susah diuji secara empiris, dan seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, proses ini berinteraksi dengan cara yang sangat rumit, dengan jenis pengetahuan yang berbeda-beda dan pada akhirnya pemahamannya hanya dapat disimpulkan melalui tugas menyempurnakan atau melengkapi. Penelitian yang lebih introspektif atau bersifat introspeksi diperlukan untuk mengungkapkan apa yang memotivasi penyimak, tipe penyimak, jenis tugas, jenis pengetahuan, dan interaksi proses menyimak dalam menentukan respon yang menyimak.Umumnya, tujuan tes menyimak dan konteks penggunaan bahasa akan menuntun definisi konstruk (Buck, 2001). Bagaimanapun, situasi konteks penggunaan bahasa masih tidak jelas (yang sering terjadi pada tes keahlian umum dan penilaian pada kelas bahasa kedua atau bahasa asing), Buck mengajukan bentuk standar menyimak yang menentukan menyimak sebagaikemampuan untuk 1) secara otomatis memperluas contoh bahasa lisan yang realistis, 2) memahami informasi kebahasaan yang terdapat dalam teks, dan 3) membuat kesimpulan yang jelas (tidak ambigu) yang melibatkan isi paragraf.Definisi ini cukup fleksibel, luas, dan cocok untuk kebanyakan konteks penggunaan bahasa dan memungkinkan penyimak untuk menunjukkan kemampuan pemahamannya.Dalam usaha untuk menemukan bukti empiris pada beberapa kompetensi yang mendasari menyimak akademik atau menurut teori (dari teori taksonomi menyimak), Wagner (2002) meneliti validitas konstruk tes yang berbasis video, dipandu oleh model dari enam kompetensi dan dua faktor (bottom up and top down proses naik dan turun). Beberapa bukti untuk validitas model dua faktor memunculkan; dua faktor yang muncul terkait dengan proses 1) penyampaian informasi secara ekplisit dan 2) informasi implisit. Wagner menghubungkan kurangnya hasil definitif dengan kesulitan membedakan proses menyimak yang mucul secara bersamaan. Lebih lanjut, Wagner menyatakan perbedaan ekplisit dan implisit bisa jadi tidak alami, karena penyimak harus memahami ekplisit untuk mnyimpulkan implisitnya. Berdasarkan penelitian Wagner, yang penting dalam usaha untuk mendefinisikan konstruk menyimak secara empiris adalah mengerjakan tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi.Dalam penyelidikannya tentang perbedaan karakteristik tugas dan syarat-syarat tugas, Brindley dan Slayter (2002) menemukan bahwa kecepatan bicara dan cara merespon mempengaruhi tugas dan kesulitan soal. Mereka menemukan bahwa hubungan yang rumit diantara beragam komponen tugas membuat semakin susah untuk mengidentifikasi tingkat kesulitan dari soal. Menyesuaikan satu variabel tugas tidak serta merta membuat tugas lebih mudah ataupun lebih sulit, karena tingkat kesulitan tugas merupakan fungsi dari hubungan antara karateristik penyimak dan karakteristik tugas. Contohnya, variabel kecepatan bicara sulit untuk digunakan ketika kecepatannya berbeda sepanjang teksnya. Mereka juga menyoroti isu yang terkait dengan validitas konstruk dan penilaian yang dapat dipercaya pada konteks kelas. Contohnya, aksen dan dialek pembicara dapat membuat tes bias terhadap pelajar ESL.Menulis catatan selama tes menyimak berbasis komputer mungkin dapat membantu penyimak bahasa kedua dan bahasa asing, tergantung pada lamanya proses pembelajaran, topik, dan keahlian penyimak (Carrell, Dunkel, & Mollaun, 2004). Selanjutnya, menulis catatan dapat mengimbangi atau mengurangi masalah ingatan atau memori dan meningkatkan validitas tes.Rupp, Garcia, dan Jamieson (2001) telah melakukan penelitian tentang masalah tingkat kesulitan soal, menggunakan Analisis Regresi Ganda (Multiple regression Analysis (MRA)) dan pohon klasifikasi dan regresi (CART). MRA menunjukkkan karakteristik teks dan hubungan antara teks dan soal sebagai kontributor tingkat kesulitan soal, dan CART menunjukkan bagaimana hubungan tumpang tindih kombinasi yang berbeda pada jenis soal yang mudah dan yang sulit. Meningkatkan tingkat kesulitan soal sepadan dengan menambah panjang kalimat atau jumlah kata, dan perbandingan jenis tanda. Variabel-variabel ini dipengaruhi oleh kepadatan informasi, leksikal tumpang tindih, jenis soal, dan jenis pertandingannya. Selanjutnya, Cheng (2004) menyatakan format respon memiliki efek yang signifikan terhadap performansi tes menyimak. Siswa yang menyelesaikan soal-soal pilihan ganda (rumpang) mengungguli siswa yang menyelesaikan soal pilihan ganda tradisional, yang mengungguli siswa yang menyelesaikan pertanyaan terbuka.Pertanyaan tentang cara masukan dalam menilai menyimak menerima lebih banyak perhatian penelitian dengan meningkatnya ketersediaan teknologi digital dan mutimedia. Para pengembang tes tertarik untuk menentukan relevansi dan kegunaan dukungan tampilan (visual) pada penilaian menyimak bahasa kedua dan bahasa asing. Coniam (2001) menemukan bahwa siswa yang menyimak audio sebuah diskusi pembelajaran memperoleh skor pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang menyimak versi video. Lebih dari 80% kelompok video mengutarakan bahwa video tidak memfasilitasi pemahaman dan lebih memilih versi audio. Ginther (2002) meneliti efek relatif dari dua jenis tampilan pada pemahaman percakapan singkat di tes TOEFL. Konten atau isi tampilan (gambaran yang terkait dengan konten nyata percakapan) sedikit meningkatkan pemahaman; bagaimapun, konteks tampilan (gambaran yang menentukan adegan percakapan selanjutnya) kurang berguna.Mengingat bahwa dukungan tampilan hanya memberikan sedikit kegunaan, apakah sebenarnya para peserta menonton video tersebut? Wagner (2006) menemukan bahwa penyimak menaruh perhatian pada layar monitor (rata-rata 69% dari waktu tes) dibandingkan pada materi test. Perhatian penyimak tidak berubah pada poin tertentu selama tes. Bagaimanapun persentasi waktu lebih besar digunakan untuk menonton dialog daripada kuliah singkat. Kebalikannya, penyimak pada penelitian Coniam yang didukung dengan teks video pada penilaian menyimak dan tidak terdapat pengalih video. Hal yang sama ditemukan oleh Feak dan Salehzadeh (2001) pada pengembangan dan validasi penempatan tes menyimak menggunakan video. Beberapa interaksi pembicara, yang visualnya dilengkapi dengan unsur pembicaraan, dinilai oleh instruktur dan juga siswa agar menjadi tes penggunaan bahasa yang valid dalam berbagai suasana akademik.Mengetahui audio memainkan peran utama dalam penilaian menyimak bahasa kedua dan bahasa asing, Read (2002) meneliti efek dari jenis audio yang berbeda untuk penilaian pada latar akademik. Siswa yang menyimak suatu monolog tertulis lebih mengungguli siswa yang menyimak diskusi tak tertulis pada konten yang sama. Hal ini menghasilkan konflik dengan penemuan terdahulu yang menyatakan teks lisan yang memasukkan dialog tak tertulis akan lebih mudah dipahami. Read menghubungkan ketidaksesuaian ini dengan variabel tingkat kerumitan teks dan menyimpulkan bahwa tes menyimak harus menyertakan beragam masukan yang merefleksikan sejumlah aliran (genre). Mengingat tingkat kerumitan menyimak bahasa kedua dan bahasa asing, penilaiannya harus disepakati terlebih dahulu. Oleh karena itu, pada evaluasi tes menyimak, satu yang harus diingat yaitu ukuran konstruk dan batas kemampuan yang dimiliki manusia (Alderson, 2005).

SIMPULANPengajaran menyimak bahasa kedua dan bahasa asing telah ada sejak lama saat menyimak secara tidak disengaja muncul atau berkembang saat mempelajari keterampilan bahasa yang lain. Perkembangan positifnya adalah aktivitas pra-menyimak memungkinkan peserta didik untuk menerapkan pengetahuannya selama menyimak. Bagaimanapun hal ini meninggalkan bekas. Keharusan untuk mengajarkan keterampilan persepsi atau menanggapi yang lebih baik pada peserta didik, terutama dalam konteks menyimak dan aktivitas di kelas. Pengajar harus lebih fokus pada proses menyimak dibandingkan hasil aktivitas menyimak. Fokus pada aspek pemebelajaran kognitif dan metakognitif dapat membantu peserta didik untuk mengatur pemahaman mereka. Dengan mengingat dua prioritas ini, kita telah menawarkan model pembelajaran dengan menggabungkan dimensi naik turun (bottom-up dan top-down) pada pengajaran menyimak.Meskipun ada beberapa kemajuan terkini, menyimak tetap yang paling susah dipahami dari empat keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Hal ini membuat pengajaran dan penailaiannya lebih rumit dan menantang. Penelitian lebih lanjut tentang pengetahuan, keterampilan, dan proses yang terdapat dalam menyimak, dan bagaimana ini berhubungan, akan dijelaskan lebih lanjut pada pengajaran dan penilaian keterampilan komunikasi yang esensial. Namun demikian, ada banyak pengetahuan tentang pengolahan bahasa dan metakognisi dalam pembelajaran di mana guru dapat membimbing praktik pembelajaran mereka sendiri.