penetasan puyuh tradisional

22
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, semakin ramai masyarakat yang tertarik untuk mengembangkan usaha pembibitan puyuh. Usaha pembibitan di bidang peternakan unggas khususnya burung puyuh yang banyak digemari kini telah lebih modern. Pembibitan yang biasanya menggunakan indukan langsung, kini menggunakan mesin tetas. Mesin penetas dibuat sebagai pengganti penetasan secara alami (natural incubator), untuk memperoleh sejumlah anak yang berkualitas tinggi dalam waktu bersamaan. Jenis mesin tetas dibuat secara beragam, mulai dari mesin yang paling canggih sampai pada mesin yang paling sederhana (tradisional). Salah satu hal yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu mengenai mesin tetas sederhana (tradisional). Mesin tetas sederhana untuk menetaskan telur puyuh sama halnya dengan mesin tetas lainnya yang digunakan untuk menetaskan telur ayam dan itik. Dalam hal urusan

description

penetasan

Transcript of penetasan puyuh tradisional

Page 1: penetasan puyuh tradisional

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, semakin ramai masyarakat yang tertarik untuk

mengembangkan usaha pembibitan puyuh. Usaha pembibitan di bidang

peternakan unggas khususnya burung puyuh yang banyak digemari kini

telah lebih modern. Pembibitan yang biasanya menggunakan indukan

langsung, kini menggunakan mesin tetas. Mesin penetas dibuat sebagai

pengganti penetasan secara alami (natural incubator), untuk memperoleh

sejumlah anak yang berkualitas tinggi dalam waktu bersamaan. Jenis

mesin tetas dibuat secara beragam, mulai dari mesin yang paling canggih

sampai pada mesin yang paling sederhana (tradisional). Salah satu hal

yang akan dibahas dalam laporan ini yaitu mengenai mesin tetas sederhana

(tradisional). Mesin tetas sederhana untuk menetaskan telur puyuh sama

halnya dengan mesin tetas lainnya yang digunakan untuk menetaskan telur

ayam dan itik. Dalam hal urusan suhu dan kelembaban, umumnya untuk

penetasan telur pada unggas sama yaitu 38°-41° C dengan kelembaban

60°-70° %.

Dilihat dari namanya, mesin tetas sederhana (tradisional) umumnya

tidak memiliki ruangan-ruangan yang terpisah antara ruang hatcher

dan setternya. Hanya saja, jika telur yang ditetaskan telah memasuki

hari-hari terakhir dan sudah akan mulai menetas, suhu mesin tetas

diturunkan secara manual. Pada tahapan penetasan pada penetasan

tradisional pun berbeda dengan tahapan penetasan pada penetasan-

Page 2: penetasan puyuh tradisional

penetasan besar. Dengan demikian, untuk mengetahui seperti apa

tahapan yang dilakukan pada saat akan melakukan proses penetasan

pada telur puyuh secara sederhana (tradisional) dilakukanlah

kunjungan di penetasan telur puyuh sederhana (tradisional)ini.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya kunjungan ke penetasan telur puyuh

sederhana (tradisional) ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui proses atau tahapan penetasan telur puyuh secara

sederhana (tradisional).

2. Mengetahui perbedaan antara penetasan dengan menggunakan mesin

tetas sederhana (tradisional) dengan mesin tetas modern.

Page 3: penetasan puyuh tradisional

II. TINJAUAN PUSTAKA

Rasyraf (1995) menyatakan bahwa suhu yang ideal penetasan adalah antara

38,30C - 40,50C. Sedangkan kelembaban di dalam mesin tetas antara 60%-70%.

Imanah dan Maryam (1992) menyatakan, jika kelembaban terlalu tinggi akan

mencegah penguapan air dari dalam telur sehingga sulit dalam memecahkan kulit

telur.

Rasyraf (1987) menyatakan bahwa tujuan penetasan dengan mesin tetas adalah

untuk menetaskan telur tetas dalam jumlah banyak pada waktu yang sama sesuai

dengan waktu dan rencana yang dikehendaki Pada dasarnya penetasan dapat

dilakukan secara alami ( dengan induk unggas sendiri) dan secara buatan (dengan

alat penetas pengganti induk).

Farry (2001) menyatakan bahwa Penetasan secara alami untuk memperbanyak

populasi telah dilakukan sejak adanya pemeliharaan unggas. Alat penetasan

buatan dikenal dengan mesin tetas.

Imanah dan Maryam (1992) menyatakan, jika kelembaban terlalu tinggi akan

mencegah penguapan air dari dalam telur sehingga sulit dalam memecahkan kulit

telur.

Page 4: penetasan puyuh tradisional

Anonymous (2009) menyatakan, kelembaban yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan anak ayam didalam telur sulit untuk memecahkan kulit telur dan

kalaupun dapat dipecahkan, anak ayam tetap berada di dalam telur dan dapat mati

tenggelam dalam cairan telur itu sendiri.

Listiyowati dan Roospitasari (2003) menyatakan, pemutaran telur puyuh

dilakukan sebanyak dua kali sejak hari ke tiga hingga hari ke-13.

Sudaryani dan santoso (1994) menyatakan bahwa pemutaran telur yang tidak

sempurna juga menyebabkan telur tidak menetas sebab keterlambatan memutar

mengakibatkan benih/embrio menempel atau lengket pada satu sisi kulit akibat

daya tarik bumi dan mati.

Rasyaf (1994) menyatakan bahwa fertilitas yang tinggi akan dicapai jika dalam

satu kandang terdapat jantan dan betina dengan perbandingan 1:3 Listiyowati dan

Roospitasari (1995) menambahkan bila terlalu banyak pejantan dalam satu

kandang, maka pejantan tersebut dikhawatirkan bisa merusak betina karena terlalu

sering dikawini.

Mayun dan Nugroho (1981) menyatakan bahwa hasil tetasan yang normal dari

sebuah mesin tetas adalah 75% sampai 85%. Bila hasilnya kurang dari hasil

tersebut, kemungkinan disebabkan selama priode penetasan terjadi perubahan

temperature yang besar.

Page 5: penetasan puyuh tradisional

III. GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Usaha

Pada tahun 1995-1998 Bapak Suryanto, S.Pd. untuk pertama kalinya

melakukan usaha beternak puyuh. Pada periode ini, ternak puyuh yang

dibudidayakan mencapai ribuan ekor. Akan tetapi, karena adanya krisis

moneter pada tahun 1998 membuat Bapak Suryanto,S.Pd menutup usahanya. 

Setelah menikah Bapak Suryanto,S.Pd. mencoba usaha beternak ayam ras

sekitar 1000 ekor. Namun usaha ini juga harus berhenti. Kedua usaha ini

dilakukan saat beliau masih menjadi seorang mahasiswa FKIP Bahasa

Indonesia Universitas Muhammadiyah Metro.

Setelah menikah Beliau membuka usaha kembali yaitu pada 2009 melakukan

usaha ternak broiler secara organik. Akan tetapi usaha ini hanya bertahan dua

tahun karena menurut beliau usaha ini mendapatkan keuntungan dalam waktu

yang lama. Saat usaha broiler, beliau memiliki pengalaman yang kurang baik

yaitu tiga hari sebelum panen ternaknya mati karena Avian Influenza (AI).

Setelah itu, beliau memutuskan untuk kembali beternak puyuh dengan

populasi awal hanya 100 ekor saja. Menurut beliau, beternak puyuh dapat

memperoleh hasil keuntungan yang lebih cepat. Keuntungan dapat diperoleh

setiap hari baik dari telur ataupun kotorannya.

Saat kunjungan dilakukan, populasi puyuh yang ada yaitu sekitar 4000 ekor.

Puyuh yang diafkir dijual dengan harga Rp3500,00 per ekor. Puyuh afkir ini

dipasarkan ke Pekalongan, Batang Hari, dan Punggur. Selain beternak puyuh

Page 6: penetasan puyuh tradisional

sebagai petelur, beliau juga melakukan penetasan secara mandiri. Pemasaran

telur tetas dipasarkan ke wilayah Ganjar Agung dan Metro.

B. Lokasi

Peternakan puyuh pak suryanto berada di Jl. Wolter Monginsidi, RT 38 RW

12, Kelurahan Yosomulyo, Kecamatan Metro Pusat,  Provinsi Lampung.

C. Kegiatan Usaha dan Pemasaran

Kegiatan usaha yang dikembangkan oleh Bapak Suryanto adalah peternakan

puyuh. Tujuan produksi dari beternak puyuh ini adalah untuk produksi telur.

Alasan Bapak Suryanto memilih berternak puyuh sebagai usaha utamanya

adalah karena modal yang dibutuhkan relatif lebih murah dibandingkan

dengan beternak unggas lainnya. Selain itu, pemeliharaanya pun mudah dan

tidak menghabiskan banyak waktu. Lagipula usaha berternak puyuh cocok

untuk peternakan kecil karena dapat memperoleh penghasilan setiap harinya.

Puyuh yang diternakan oleh Bapak Suryanto sekitar 4000 ekor dengan

produksi telur setiap hari yaitu kisaran 17 kg/ hari atau 500 butir/hari. Hasil

produksi telur tersebut dijual dengan harga Rp 23.000/ kg. Pemasaran telur

tetas dipasarkan ke wilayah Ganjar Agung dan Metro. Sedangkan puyuh

afkir (tidak dapat berproduksi lagi) dipasarkan di daerah Pekalongan, Batang

Hari, dan Punggur Seputih Banyak melalui penyalur yang datang langsung ke

peternak- peternak puyuh yang ada di daerah ini. Harga tiap 1 ekor puyuh

afkir adalah Rp 3.500/ekor.

Page 7: penetasan puyuh tradisional

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.Hasil Pengamatan

Jenis Puyuh : Cortunix Cortunix Japonica

Asal Bibit : Batang Hari, Natar, Tanjung Karang, dan daerah sekitar

Jumlah Puyuh : 4000 ekor

Jumlah Produksi Telur : 500 Butir/Hari

Harga Telur : Rp23.000/kg

Harga Puyuh Afkir : Rp3.500/ekor

Sex Ratio : 1 : 4

Suhu mesin tetas : 38-39 B C

Jumlah mesin tetas : 8 buah

Bentuk Kandang : Fase Starter Kandang litter

Fase Grower dan Layer kandang Baterai

Jenis Ransum : Fase Starter berbentuk Mash

Fase Grower dan layer berbentuk crumble

Jumlah Pemberian Ransum : Fase Starter 10 gr/ekor/hari

Fase Grower dan layer 20-22 gr/ekor/hari

Pencegahan Penyakit : Vaksinasi, sanitasi, dan obat-obatan.

Page 8: penetasan puyuh tradisional

B.Pembahasan

Peternakan puyuh Bapak Suryanto memiliki ternak puyuh sebanyak 4000 ekor

dengan produksi telur per hari sebanyak 500 butir. Untuk menghasilkan telur

sebanyak itu, maka di peternakan Bapak Suryanto memiliki manajemen penetasan

yang baik. Manajemen penetasan mulai dari persiapan tempat, sanitasi , dan

persiapan mesin tetas.

Kandang puyuh milik bapak Suryanto ditempatkan di sebuah ruangan yang

berdinding geribik dan memiliki atap genting dan tertutup sehingga tidak terkena

sinar matahari secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat dari anonim

(2012), yang menyatakan bahwa dalam usaha penatasan telur puyuh hal

perkandangan yang harus diperhatikan meliputi beberapa hal antara lain,

persiapan tempat, tempat untuk penetasan diupayakan berada dalam ruangan yang

tidak terkena panas matahari secara langsung dan tidak terkena angin yang dapat

menyebabkan perubahan suhu secara mencolok. Selain itu diupayakan lingkungan

tempat penetasan memiliki sanitasi yang bagus dan tidak mengandung bibit-bibit

penyakit. Sanitasi yang buruk akan mempengaruhi prosentase penetasan.

Persiapan Mesin Penetas, Pilihlah mesin penetas telur yang baik dan sesuai

dengan kebutuhan. Mesin tetas yang baik adalah yang memiliki prosentase

penetasan yang tinggi, walaupun prosentase penetasan yang tinggi tidak hanya

dipengaruhi oleh mesin penetas saja, tetapi juga oleh bibit yang baik,

pemeliharaan dan lain-lain. Mesin penetas telur juga harus disesuaikan dengan

kebutuhan, jika kebutuhan penetasan telur hanya 100 butir per periode, tidak

efektif kalau kita gunakan mesin penetas berkapasitas 500 butir. Memeriksa

dengan seksama kelengkapan mesin tetas dan pastikan dapat beroperasi dengan

baik dengan suhu dan kelembaban yang tepat sebelum telur dimasukkan. Suhu

Page 9: penetasan puyuh tradisional

ideal ruang mesin tetas pada kisaran 38-40 derajat Celcius. Selain itu untuk

persiapan Telur sebaiknya pilih telur dari kondisi yang memenuhi syarat dari sex

ratio, berat telur dan kondisi telur. Sex ratio di peternakan bapak Suryanto yaitu

memakai 1:4. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Rasyaf (1994) yang

menyatakan bahwa fertilitas yang tinggi akan dicapai jika dalam satu kandang

terdapat jantan dan betina dengan perbandingan 1:3 atau 1:4. Listiyowati dan

Roospitasari (1995) menambahkan bila terlalu banyak pejantan dalam satu

kandang, maka pejantan tersebut dikhawatirkan bisa merusak betina karena terlalu

sering dikawini.

Pemilihan telur tetas yang akan ditetaskan penting dilakukan karena tidak semua

telur-telur yang dihasilkan oleh puyuh pembibit dapat menetas dengan sempurna.

Ada beberapa syarat yang diperhatikan pada waktu memilih telur tetas : seperti

berat telur, bentuk telur, ruang udara dalam telur, keadaan tempat penyiMpanan

telur tetas dan sifat dari induknya. Selain itu beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam pemilihan telur tetas yaitu : bentuk telur, keadaan kulit telur,

kebersihan telur, ruang udara dalam telur dan umur telur. Faktor-faktor fisik

yanng menpengaruhi daya telur tetas adalah berat telur, bentuk telur, kualitas kulit

telur, warna kulit telur, kelembaban, temperatur dan ventelasi mesin tetas (Djanah,

1985)

Adapun proses penetasan di peternakan ini mulai dari hetching egg (HE) sampai

dengan pull chick di peternakan bapak Suryanto yaitu sebagai berikut:

Mengumpulkan telur setiap hari yang ada di kandang. Pada peternakan ini

mengumpulkan telur selama 6 hari lalu dimasukkan ke mesin tetas.

Memasukkan telur yang telah dikumpulkan ke dalam mesin penetasan.

Turning (perputaran telur) dilakukan 4 jam sekali setiap hari.

Suhu mesin tetas dijaga dengan suhu 38-39 B C selama 14 hari

Setelah umur 14 hari suhu mesin diturunkan menjadi 36-37 B C sampai

dengan hari ke 19 yaitu hari dimana telur menetas semua.

Page 10: penetasan puyuh tradisional

Setelah menetas, tunggu 1 hari 1 malam baru boleh dijual dengan harga

Rp400,00 per butir.

Pada DOQ berumur 1 minggu divaksin dengan vaksin ND dan IB dengen

cara tetes.

Di peternakan bapak Suryanto, telur diambil sekali dalam sehari. Setelah telur

terkumpul, maka telur disimpan tidak lebih dari 3 hari di rumahnya karena para

pembeli selalu banyak berdatangan untuk membeli telur puyuhnya. Untuk telur

puyuh yang akan ditetaskan, telur-telur puyuh dikumpulkan selama 6 hari hingga

jumlahnya mencapai target. Selanjutnya, setelah telur terkumpul sesuai jumlah

yang diinginkan, lalu secara bersama-sama telur-telur tersebut dimasukkan ke

dalam mesin tetas. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Whendrato dan Madyana

(1992) yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan daya tatas yang tinggi

diperlukan telur-telur yang baru. Penyimpanan telur tetas kurang dari tujuh hari,

memiliki daya tetas yang tinggi, lebih dari hari tersebut daya tetasnya menurun.

Hal ini disebabkan telur terlalu porius sehingga akan menpengaruhi penyerapan

panas selama penetasan. Selain itu temperatur dan kelembaban selama penetasan

juga dapat menpegaruhi daya tetas. Suhu dan kelembaban mesin tetas yang

digunakan oleh bapak Suryanto yaitu antara 37-400C dengan kelembaban 60-70%.

Hal ini sesuai dengan pendapat dari Rasyraf (1995) yang menyatakan bahwa suhu

yang ideal penetasan adalah antara 38,30C - 40,50C. Sedangkan kelembaban di

dalam mesin tetas antara 60%-70%.

Dengan proses pengaturan yang sedemikian rupa telah diterapkan, presentase telur

puyuh yang dapat menetas dari total yang ditetaskan di peternakan bapak

Suryanto yaitu berkisar antara 75-85%. Hal ini sesuai dengan pendapat Mayun

dan Nugroho (1981) yang menyatakan bahwa hasil tetasan yang normal dari

sebuah mesin tetas adalah 75% sampai 85%. Bila hasilnya kurang dari hasil

tersebut, kemungkinan disebabkan selama priode penetasan terjadi perubahan

temperature yang besar.

Page 11: penetasan puyuh tradisional

V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

1. Adapun proses penetasan di peternakan ini mulai dari hetching egg (HE)

sampai dengan pull chick yaitu sebagai berikut:

Mengumpulkan telur setiap hari yang ada di kandang. Pada peternakan ini

mengumpulkan telur selama 6 hari lalu dimasukkan ke mesin tetas.

Memasukkan telur yang telah dikumpulkan ke dalam mesin penetasan.

Turning (perputaran telur) dilakukan 4 jam sekali setiap hari.

Suhu mesin tetas dijaga dengan suhu 38-39 B C selama 14 hari

Setelah umur 14 hari suhu mesin diturunkan menjadi 36-37 B C sampai

dengan hari ke 19 yaitu hari dimana telur menetas semua.

Setelah menetas, tunggu 1 hari 1 malam baru boleh dijual dengan harga

Rp400,00 per butir.

Pada DOQ berumur 1 minggu divaksin dengan vaksin ND dan IB dengen

cara tetes.

2. Perbedaan penggunaan mesin tetas sederhana dengan mesin tetas modern

adalah pada ruang-ruang pada mesin tetas tersebut. Jika pada mesin tetas

sederhana, hanya ada satu ruangan dan antara ruang hatcher dan setter

menjadi satu. Sedangkan mesin tetas modern, terdapat banyak sekali

ruangan-ruangan yang terpisah.

Page 12: penetasan puyuh tradisional

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous . 2009. Induk Menentukan Daya tetas. http://Aspan-gabe.com/persiapan

Anonimous. 2005. Tips Penetasan Dan Setelah Penetasan. http://www.glory-farm.com/ptetas_mesin/tips_tetas.htm.

Brata, B. 1989. Pengaruh frekwensi selama penyimpanan telur tetas puyuh (Coturnix-coturnix Japonica) terhadap daya tetas. Laporan penelitian. Universita Bengkulu.

Farry. 2001. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Imanah dan maryam. 1992. Mesin Tetas dan System Pemeliharaan Ayam. C.V. Bahagia Pekalongan.

Kaharudin, D. 1989. Pengaruh bobot telur tetas terhadap boot tetas, daya tetas, pertambahan berat badan dan angka kematian sampai umur 4 minggu pada puyuh telur (Coturnik-coturnik japonica). Laporan penelitian. Universitas Bengkulu.

Listiowati, E. dan Roospitasari, K. 2003. Tata laksana budidaya puyuh secara komersil. Penebar swadaya. Jakarta.

Rasyraf, M. 1984. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.

Rasyraf, M. 1987. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius. Yogyakarta.

Djanah, 1985. Beternak Ayam dan Itik. Yasaguna. Jakarta.

Setyowatio, R. N. Dan Budiarti, A. 1994. Ayam Pelung. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Whendrato, I. Dan I. M. Madyana. 1992. Budidaya Ayam Buras. Eka Offset,

Semarang.

http://teknologitepatguna.com/analisis-usaha-penetasan-ayam-peluang-usaha-

penetas-telur.html diakses pada 30 Maret 201 5 pukul 21:00

Page 13: penetasan puyuh tradisional

LAMPIRAN

Page 14: penetasan puyuh tradisional

Wawancara dengan pak Suryanto mesin tetas yang digunakan

Telur sedang ditetaskan

Page 15: penetasan puyuh tradisional

Telur di dalam mesin tetas

DOQ Berumur 6 hari

Page 16: penetasan puyuh tradisional

Telur di kandang

Foto bersama bapak Suryanto