Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna...

9
Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 7, H 001-009 https://doi.org/10.32315/ti.7.h001 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 001 Fakultas Arsitektur & Desain, Unika Soegijapranata, Semarang ISBN 978-602-51605-8-5 E-ISBN 978-602-51605-5-4 Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum Bahari Jakarta untuk Mencapai Komunikasi Edutaiment (Edukasi dan Entertainment) Fidyani Samantha 1 , G. Prasetyo Adhitama 2 , Hafiz Aziz Ahmad 3 1 Mahasiswa Program Studi Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung 2,3 Staf Pengajar Program Studi Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung Korespondensi: [email protected] Abstrak Museum merupakan sumber sejarah, sumber ilmu pengetahuan dan sumber budaya yang bertugas merawat, menjaga dan melindungi benda-benda bersejarah serta mengkomunikasikannya kepada masyarakat luas sebagai media edutaiment (education/pendidikan dan entertainment/hiburan). Namun, banyak museum di Indonesia yang belum mencapai tujuan tersebut dikarenakan kondisi museum yang tidak didukung dengan konsep pamer yang baik. Salah satu museum besar yang memiliki masalah tersebut adalah Museum Bahari Jakarta. Museum Bahari merupakan museum yang menyimpan koleksi kebaharian Indonesia dan masih menggunakan konsep pameran tradisional (object oriented museum), sehingga tata pamer kurang diperhatikan. Pada penyusunan interior ruang pamer yang komunikatif di bidang edutaiment, storytelling/narasi merupakan unsur paling penting. Narasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui suatu konsep cerita pada desain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang terintegrasi dengan design thinking. Hasil dari penelitian ini adalah cara kerja penerapan sistem naratif pada ruang pamer yang berkaitan dengan cerita, konsep dan media pada ruang pamer Museum Bahari. Kata-kunci : museum bahari, interior ruang pamer, ruang pamer naratif Pendahuluan Museum berasal dari kata Latin museion yang dalam perkembangannya museion berfungsi sebagai tempat kerja para ahli di zaman Yunani kuno, seperti Pythagoras dan Plato untuk digunakan sebagai tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat serta tempat pengumpulan benda dan alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu science dan kesenian. Kemudian, dalam perkembangannya gedung museum digunakan sebagai tempat pengumpulan benda-benda yang dianggap antik. Sedangkan di masa sekarang, museum digunakan sebagai penunjang pendidikan dengan memamerkan artifak science, seni dan warisan budaya suatu tempat (Direktorat Museum Indonesia: 2010). International Council of Museum yang dilansir dalam buku Persoalan Museum di Indonesia oleh Moh Amir Sutaarga (1962) menyebutkan bahwa museum merupakan badan yang bersifat tetap, yang difungsikan untuk kepentingan umum dengan tujuan untuk memelihara dan menyelidiki serta untuk dipamerkan kepada khalayak ramai. Pengertian terbaru museum menurut ICOM yang dihasilkan pada konferensi umum ke-21 di Wina, Austria pada tahun 2007 yaitu museum merupakan sebuah lembaga tetap yang melayani masyarakat untuk memperoleh, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan

Transcript of Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna...

Page 1: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Temu Ilmiah Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 7, H 001-009 https://doi.org/10.32315/ti.7.h001

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 001 Fakultas Arsitektur & Desain, Unika Soegijapranata, Semarang ISBN 978-602-51605-8-5 E-ISBN 978-602-51605-5-4

Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum Bahari Jakarta untuk Mencapai Komunikasi Edutaiment (Edukasi dan Entertainment)

Fidyani Samantha1, G. Prasetyo Adhitama2, Hafiz Aziz Ahmad3

1 Mahasiswa Program Studi Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung 2,3 Staf Pengajar Program Studi Magister Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung Korespondensi: [email protected]

Abstrak Museum merupakan sumber sejarah, sumber ilmu pengetahuan dan sumber budaya yang bertugas merawat, menjaga dan melindungi benda-benda bersejarah serta mengkomunikasikannya kepada masyarakat luas sebagai media edutaiment (education/pendidikan dan entertainment/hiburan). Namun, banyak museum di Indonesia yang belum mencapai tujuan tersebut dikarenakan kondisi museum yang tidak didukung dengan konsep pamer yang baik. Salah satu museum besar yang memiliki masalah tersebut adalah Museum Bahari Jakarta. Museum Bahari merupakan museum yang menyimpan koleksi kebaharian Indonesia dan masih menggunakan konsep pameran tradisional (object oriented museum), sehingga tata pamer kurang diperhatikan. Pada penyusunan interior ruang pamer yang komunikatif di bidang edutaiment, storytelling/narasi merupakan unsur paling penting. Narasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui suatu konsep cerita pada desain. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang terintegrasi dengan design thinking. Hasil dari penelitian ini adalah cara kerja penerapan sistem naratif pada ruang pamer yang berkaitan dengan cerita, konsep dan media pada ruang pamer Museum Bahari.

Kata-kunci : museum bahari, interior ruang pamer, ruang pamer naratif Pendahuluan

Museum berasal dari kata Latin museion yang dalam perkembangannya museion berfungsi sebagai tempat kerja para ahli di zaman Yunani kuno, seperti Pythagoras dan Plato untuk digunakan sebagai tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat serta tempat pengumpulan benda dan alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu science dan kesenian. Kemudian, dalam perkembangannya gedung museum digunakan sebagai tempat pengumpulan benda-benda yang dianggap antik. Sedangkan di masa sekarang, museum digunakan sebagai penunjang pendidikan dengan memamerkan artifak science, seni dan

warisan budaya suatu tempat (Direktorat Museum Indonesia: 2010). International Council of Museum yang dilansir dalam buku Persoalan Museum di Indonesia oleh Moh Amir Sutaarga (1962) menyebutkan bahwa museum merupakan badan yang bersifat tetap, yang difungsikan untuk kepentingan umum dengan tujuan untuk memelihara dan menyelidiki serta untuk dipamerkan kepada khalayak ramai. Pengertian terbaru museum menurut ICOM yang dihasilkan pada konferensi umum ke-21 di Wina, Austria pada tahun 2007 yaitu museum merupakan sebuah lembaga tetap yang melayani masyarakat untuk memperoleh, melestarikan, meneliti, mengkomunikasikan dan

Page 2: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum Bahari Untuk Mencapai Komunikasi Edutaiment (Edukasi dan Entertainment)

H 002 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018

memamerkan warisan untuk tujuan pendidikan, studi, dan hiburan.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan didirikannya museum adalah sebagai tempat untuk menyelidiki, memelihara, dan mengkomunikasikan benda-benda cagar budaya yang dipamerkan kepada masyarakat untuk tujuan pendidikan dan hiburan. Namun, banyak museum di Indonesia yang belum mencapai tujuan tersebut.

Salah satu museum yang belum mencapai tujuan tersebut adalah Museum Bahari Jakarta. Museum Bahari merupakan museum skala nasional yang menyimpan koleksi sejarah dan kebaharian Indonesia dari Sabang sampai Merauke (Susanto: 2010). Menurut Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta (2013) dalam Trihayati (2014), Museum Bahari memiliki visi menjadi institusi yang berperan sebagai pusat dokumentasi, informasi serta pelestarian budaya bahari Nusantara dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat akan eksistensi Indonesia sebagai negara Bahari. Tujuan Museum Bahari adalah menjadi museum kebaharian kebanggaan Indonesia dan menjadi museum yang dapat menumbuhkan kecintaan sebagai bangsa bahari serta menjadi museum maritim yang setaraf dengan museum maritim lainnya di dunia. Namun, cita-cita yang tinggi tersebut tidak didukung dengan tata pamer yang baik, sehingga Museum Bahari tergolong sebagai museum yang kurang diminati oleh pengunjung. Museum Bahari sudah seharusnya menampilkan koleksi dan menyampaikan pengetahuan mengenai kebaharian di Indonesia, namun jika dilihat dari tata pamer museumnya, Museum Bahari belum berhasil membentuk sebuah knowledge bagi pengunjungnya (Trihayati: 2014).

Untuk dapat mengkomunikasikan konten museum secara edukatif dan rekreatif, pameran merupakan aspek paling penting yang harus diperhatikan (Dean: 2002). Dalam penyusunan ruang pamer yang baik, yang dapat menyampaikan komunikasi edukatif dan rekreatif, storytelling/narasi merupakan salah

satu metode perancangan yang dapat membantu mencapai tujuan tersebut (Macloed dan kawan-kawan: 2012). Narasi dapat bekerja sebagai media penyampaian artifak melalui interior tata pamer yang bercerita/bernarasi atau disebut juga dengan interior naratif. Interior naratif dapat membentuk suatu jalinan komunikasi yang menciptakan pemahaman dan relasi antara manusia dan ruang (Hidayat: 2013).

Jika penerapan sistem naratif diterapkan dalam suatu museum, maka diharapkan akan terjadi suatu pengalaman ruang yang dapat dirasakan oleh pengunjung baik secara fisik maupun emosi, melalui suatu alur cerita atau narasi yang dapat digambarkan melalui visual, tulisan, lisan, dan suara ketika pengunjung menyusuri ruang display museum, sehingga informasi dan persepsi dapat diterima pengunjung dengan lebih mudah, lebih baik dan lebih diingat, sehingga tujuan pameran sebagai wisata edutaiment untuk pengunjung dapat tercapai. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang diintegrasikan dengan metode perancangan design thinking. Pemahaman masalah yang terdapat pada tata pamer Museum Bahari dan pemahaman mengenai tata pamer museum serta sistem naratif dilakukan melalui tahapan empathize dan define melaui observasi dan studi pustaka, sedangkan proses penerapan sistem naratif pada tata pamer Museum Bahari dilakukan pada tahapan ideate dan prototype dengan melakukan proses perancangan cerita dan konsep serta media pada ruang pamer Museum Bahari yang didasarkan pada sistem naratif.

Ruang Pamer Naratif

Dalam buku Museum Exhibition Theory and Practice (2002) karya David Dean, disebutkan bahwa aspek paling penting yang dimiliki oleh museum dan juga merupakan identitas museum adalah pameran. Misi dari sebuah pameran pada museum adalah untuk “menjual” museum, mengubah perilaku pengunjung mengenai

Page 3: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Fidyani Samantha

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 003

benda bersejarah dan meningkatkan pemahaman dan pengetahuan (meng-edukasi). Pameran juga bertujuan untuk menampilkan koleksi kepada pengunjung dan menyajikan pengalaman edukasi yang rekreatif kepada pengunjung.

Menurut Nigel Coates (2012), narasi dalam perancangan interior merupakan semiotik bahasa atau metode komunikasi yang dapat menyatukan antara desain dan pengguna ruang. Narasi dapat menciptakan pengalaman dan kebutuhan manusia di dalam ruang melalui interaksi antara manusia dan lingkungan, proses respon terhadap lingkungan dan pemetaan pengalaman yang telah dialami oleh pengguna ruang, sehingga narasi dapat menghadirkan pengalaman dan menyajikan makna yang terkandung di balik suatu desain yang telah dirancang. Maka interior naratif sangat tepat digunakan dalam perancangan tata pamer pada Museum.

Untuk mencapai ruang pamer yang berhasil dalam berkomunikasi kepada pengunjung di bidang edukasi dan rekreasi, ruang pamer naratif yang diterapkan harus bersifat konstruktivis dengan menghadirkan pengalaman partisipatif atau active learning (Hein:2005). Pembelajaran konstruktivis/active learning ini dapat dihadirkan dengan memanfaatkan seluruh indera sensorik pengunjung yang melibatkan fikiran, fisik dan emosi melalui practice by doing atau pemahaman melalui praktek dan menciptakan pengalaman secara langsung (Silberman dan Auerbach: 2006) dan melalui participatory experience, yaitu dengan menciptakan pengalaman yang nyata melalui partisipasi aktif pengunjung (Ambrosse dan Paine: 2006).

Macleod dan kawan-kawan (2012) menyebutkan bahwa pameran yang dibuat dengan metode naratif, biasanya memiliki sifat kronologis atau menceritakan suatu perjalanan dari masa ke masa dan juga disususun dengan menggunakan 5 dimensi, yaitu konteks (peristiwa), konten (isi), cerita (skenario), intensi (pesan), dan pengalaman pengunjung. Dimensi narasi

tersebut dapat menghasilkan pengalaman cerita yang kuat dalam ruang. Narasi dapat menciptakan makna melalui desain, dapat menghadirkan pengalaman spasial melalui konten, dapat menerjemahkan konten untuk digunakan sebagai ide/konsep pamer yang komunikatif, dapat menghadirkan informasi, tema-konsep, fakta dan bukti yang dapat mempengaruhi kognitif dan emosi pengunjung untuk memahami makna dari display serta dapat menjadi penghubung antara konten, ruang dan manusia (pengunjung).

Metode perancangan ruang pamer naratif menurut Macleod dan kawan-kawan (2012) adalah bottom-up, top-down, mix method (bottom-up dan top-down), fenomenologi (human based design), metaforik (symbolic design), performance (autobiography, witnessing dan re-experience) serta scenography. Sedangkan, media-media pamer yang tepat untuk digunakan di ruang pamer naratif menurut Ambrose dan Paine (2006), Macleod dan kawan-kawan (2012) serta Hughes (2012) adalah grafis/2-Dimensi, 3-Dimensi (model, room setting, tableau, diorama, people movers dan model/benda), film dan suara, instalasi (seni, digital, lighting dan campuran), interaktif (digital touch screen dan game) serta modern digital teknologi (AR dan VR).

Page 4: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum Bahari Untuk Mencapai Komunikasi Edutaiment (Edukasi dan Entertainment)

H 004 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018

Gambar 1. Ruang pamer naratif di Museum Bank Indonesia. Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017

Museum Bahari

Museum Bahari Jakarta terletak di kawasan Kota Tua, di Jalan Pasar Ikan Nomor 1, Jakarta Barat. Museum ini berada di bawah pengawasan Dinas Kebudayaan Permuseuman Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Bersumber dari profil Museum Bahari pada Asosiasi Museum Indonesia, Museum Bahari Jakarta menggunakan bangunan bersejarah yang di masa Belanda, bangunan ini merupakan gudang rempah yang juga disebut dengan Wetzijdsche Pakhuizen (Gudang Barat) yang dibangun pada tahun 1652-1771. Gudang rempah ini memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan, memilih dan mengepak hasil bumi, khususnya rempah-rempah. Berdasarkan koleksi yang dimiliki, Museum Bahari dapat dikategorikan ke dalam tipe museum khusus, dimana koleksi-koleksi

yang ditampilkan spesifik berkaitan dengan kebaharian.

Ruang pamer Museum Bahari tergolong sebagai ruang pamer dengan penataan museum tradisional yang lebih mementingkan pemeliharaan serta konservasi objek, sehingga aspek tata pamer yang berfungsi sebagai bentuk komunikasi kepada masyarakat terabaikan (Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, 2015). Museum lebih mementingkan kegiatan pengumpulan, dokumentasi, penelitian, dan konservasi koleksi tanpa adanya proses pemberian makna, sehingga objek kurang dapat berkomunikasi dengan pengunjung (Raswaty dalam Yulianto: 2016).

Gambar 2. Konsisi Ruang pamer dan display di Museum Bahari. Sumber: Dokumentasi pribadi, 2017

Melalui observasi, secara keseluruhan cara display koleksi Museum Bahari ditampilkan melalui beberapa cara, yaitu melalui objek yang diletakkan di vitrin, objek yang diletakkan di lantai, panel, diorama dan film. Objek yang diletakkan di vitrin biasanya berupa artifak yang berukuran kecil seperti miniatur perahu, biota laut, piring-guci, alat pembuatan kapal dan lain-lain. Objek yang diletakkan di lantai merupakan

objek yang memiliki ukuran cukup besar, yaitu miniature kapal 1: x, kapal asli dan lain-lain. Objek yang ditampilkan di dalam vitrin dan di lantai tersebut dilengkapi dengan label informasi. Panel berupa tulisan dan gambar yang mayoritas informasi pada Museum Bahari ditampilkan dan dijelaskan melalui panel tersebut, seperti sejarah bahari, kerajaan bahari Nusantara, pelabuhan, kapal tradisional dan lain

Page 5: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Fidyani Samantha

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 005

sebagainya. Panel tersebut ditampilkan dengan cara ditempel di dinding, digantung di plafon dan panel yang dibentuk kotak (pengunjung bisa membaca dengan mengelilingi panel tersebut). Diorama digunakan sebagai media pamer di area pamer Navigator Dunia, Tokoh yang Berkunjung di Sunda Kelapa, Legenda Laut Nasional dan Legenda Laut Mancanegara. Film digunakan sebagai media pamer pendukung pada bagian Legenda Laut Mancanegara, yaitu dengan menampilkan film Pirates of The Carribean.

Penerapan Struktur Narasi pada Museum Bahari

Konsep ruang pamer naratif Museum Bahari disatukan dengan key sentence naratif, yaitu “Menjelajahi Lautanku, Indonesia”. Menurut Macleod (2012), key sentence memiliki peran untuk dapat menyatukan konten pamer dan memberikan doktrin kepada pengunjung mengenai apa yang akan dilihat pada pameran museum. Dari key sentence tersebut, pengunjung memiliki peran sebagai penjelajah lautan Indonesia dari masa ke masa. Metode penyusunan konten yang digunakan secara keseluruhan adalah menggunakan mix method yang merupakan gabungan dari metode bottom-up dan top-down. Konten disusun melalui konten utama Museum Bahari dan konten tambahan yang didapat dari literatur. Narasi konten dalam Museum Bahari dirancang secara tematik dan disusun secara kronologis dari masa pra sejarah kebaharian Nusantara hingga kondisi kebaharian Indonesia saat ini. Hasil dari breakdown konten melalui konten yang berada di Museum Bahari dan melalui literatur, menghasilkan Konten-konten tematik secara kronologis, yaitu tema Masa Pra-Sejarah, Peradaban Nusantara, Kolonialisme Bangsa Barat, Perlawanan Rakyat Nusantara, Sunda Kelapa - Jayakarta - Batavia, Kapal Tradisional Indonesia, Teknologi Kapal Tradisional Indonesia, Navigasi, TNI-AL, Perang Laut (Aru), Pelabuhan Indonesia dan Maritim Indonesia Sekarang. Skenario tersebut kemudian dimasukkan ke dalam struktur naratif untuk menentukan alur tata pamer museum.

Setelah menentukan alur sesuai dengan struktur naratif, terdapat konten yang berada di proses up to klimaks, klimaks dan down to anti klimaks dan antiklimaks. Penempatan posisi konten tersebut ditentukan berdasarkan faktor cerita, pesan dan makna yang terdapat pada masing-masing tema. Setiap posisi konten tema pada struktur narasi kemudian menentukan metode dan media yang akan diterapkan dalam pameran. Dengan kata lain struktur narasi mengatur alur skenario pamer, agar pameran dipamerkan dengan ritme yang tepat, tidak kekurangan dan tidak berlebihan.

Konten tema yang berada di klimaks menggunakan metode dan media yang paling beragam dalam perencanaan ruang pamer, sedangkan konten tema yang berada di antiklimaks menggunakan metode dan media yang biasa, tetapi tetap memiliki skenario cerita di dalamnya. Konten klimaks dapat dikatakan sebagai konten pamer dengan kualitas pameran narasi terbaik pada pameran Museum Bahari. Setiap ruang pamer (per tema) memiliki ragam pamer dengan skenario, metode dan media yang mendukung narasi.

Page 6: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum Bahari Untuk Mencapai Komunikasi Edutaiment (Edukasi dan Entertainment)

H 006 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018

Gambar 3. Penerapan konten pada struktur alur naratif. Sumber: Ilustrasi pribadi, 2018

Untuk menciptakan skenario narasi setiap konten, hal yang dilakukan pertama kali adalah menarik isu naratif tema peristiwa pada ruang pamer, kemudian menentukan unsur-unsur naratif, seperti peristiwa (konteks), konten/isi peristiwa, cerita/skenario, tokoh, setting/tempat, intensi/pesan dari peristiwa dan pengalaman pengunjung. Unsur narasi tersebut dapat menghasilkan pengalaman cerita yang kuat dalam ruang. Narasi dapat menciptakan makna melalui desain dan dapat menghadirkan pengalaman spasial melalui konten serta menghadirkan pengalaman partisipatif dengan didukung media yang kreatif, inovatif dan interaktif.

Setelah menentukan skenario, selanjutnya adalah menentukan metode perancangan pameran naratif yang sesuai dengan peristiwa dalam setiap skenario yang sudah disebutkan sebelumnya yaitu metode bottom-up, top-down, mix method (bottom-up dan top-down), fenomenologi, metaforik, performance (autobiography, witnessing dan re-experience) dan scenography (Macleod dan kawan-kawan: 2012) dan menentukan media sesuai dengan struktur narasi. Metode dan media tersebut diterapkan ke dalam ruang pamer dengan tujuan untuk menghadirkan pengalaman ruang yang nyata dan juga pameran yang bersifat aktif partisipatif untuk pengunjung. Setiap skenario menerapkan metode dan media yang mendukung cerita narasi konten.

Penerapan Konsep Narasi pada Ruang Pamer Pertempuran Laut (Aru)

Fase ideating dimulai dengan menarik isu naratif pada tema pertempuran laut Aru, yaitu pertempuran yang menjadi titik kebangkitan kekuatan maritim Indonesia, perjuangan heroik KRI-Macan Tutul dan Yos Soedarso beserta awak kapal yang diserang oleh 2 kapal perang dan 1 pesawat tempur Belanda. Yos Soedarso mengorbankan dirinya dan KRI-Macan Tutul dengan melakukan manuver memancing 2 kapal perang dan pesawat tempur untuk menyerang dirinya, demi menyelamatkan KRI-Macan Kumbang dan KRI-Harimau yang akan digunakan untuk misi pembebasan Irian Barat. Setelah menjadi satu-satunya umpan, kapal perang dan pesawat tempur Belanda tidak pandang bulu untuk menembaki KRI-Macan Tutul, hingga terbakar, meledak dan akhirnya tenggelam. Di detik-detik terakhir sebelum KRI-Macan Tutul tenggelam, Yos Soedarso mengumandangkan pesan terakhirnya di radio yang dikirim ke 2 kapal yang selamat, yaitu “Kobarkan Semangat Pertempuran”. Perjuangan para pahlawan dan KRI-Macan Tutul tersebut yang membuka mata para pejuang Bahari, untuk bangkit dan berjuang sekuat tenaga menyelamatkan kebaharian, keamanan dan pertahanan Indonesia (Sadhyoko: 2016).

Setelah menentukan narasi, dilakukan penokohan pemeran. Pemeran

Page 7: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Fidyani Samantha

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 007

utama/protagonis dari pertempuran ini adalah Yos Soedarso, awak kapal dan KRI-Macan Tutul. Pemeran antagonis adalah armada laut Belanda, yaitu 2 kapal perang dan 1 pesawat tempur. Pemeran pendukung adalah KRI-Macan Kumbang dan KRI-Harimau. Setelah menentukan peran, yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan tempat. Tempat pertama terjadinya kejadian adalah di laut Aru. Tempat

kedua yang juga berperan sebagai tempat utama adalah KRI-Macan Tutul, karena kapal ini juga merupakan pemeran utama/protagonis. KRI-Macan Tutul mengalami kebakaran dan meledak, hingga akhirnya tenggelam. Seluruh awak berusaha untuk berjuang hidup di tengah kapal yang porak-poranda, walaupun akhirnya seluruh awak gugur dan tenggelam.

Gambar 4. Tahap ideating narasi pertempuran laut Aru. Ilustrasi Pribadi, 2018

Dari cerita tersebut didapat materi-materi yang akan diterapkan untuk ruang pamer, yaitu informasi mengenai kronologi pertempuran laut Aru antara ketiga kapal KRI dengan kapal perang dan pesawat tempur Belanda, informasi mengenai tokoh-tokoh yang terkait, informasi mengenai kapal-kapal yang digunakan serta informasi mengenai pesan yang terdapat pada kejadian ini.

Setelah menentukan semuanya, selanjutnya adalah menentukan protyping skenario. Terdapat 2 prototype pada pengembangan ruang pamer ini. Hasil prototype tersebut , yaitu :

• Skenario 1-Melihat, merasakan dan mendengar peristiwa pertempuran laut Aru antara KRI Macan Tutul dengan 2 kapal perang dan pesawat tempur Belanda dengan setting KRI Macan Tutul yang dikepung kiri dan kanan dengan kapal Belanda dan atas adalah pesawat tempur.

• Skenario 2-Melihat koleksi informasi, tokoh dan kapal

• Skenario 3-Melihat dan merasakan kondisi kapal yang hancur, meledak dan dalam kondisi miring akan tenggelam.

• Skenario 4-Mendengar pesan terakhir Yos Soedarso “Kobarkan Semangat Pertempuran” di detik-detik terakhir kapal akan tenggelam.

• Skenario 5-Melihat, mendengar dan merasakan kapal yang tenggelam di dalam laut.

• Skenario 6-Melihat, mendengar dan merasakan kematian Yos Soedarso dan seluruh awak kapal yang akhirnya gugur.

• Skenario 7-Perjuangan Yos Soedarso dan seluruh awak kapal dengan pesan “Kobarkan Semangat Pertempuran” menjadi titik kebangkitan kekuatan maritim Indonesia.

• Skenario 8-Memahami pesan dari peristiwa Pertempuran Laut Aru dan kebangkitan kekuatan kebaharian Indonesia.

Setelah menentukan seluruh unsur naratif, seperti narasi/cerita, peran, setting tempat dan skenario, selanjutnya adalah menentukan metode dan media. Karena ruang ini merupakan ruang klimaks, perancangan ruang pamer ini menggunakan keempat metode perancangan

Page 8: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum Bahari Untuk Mencapai Komunikasi Edutaiment (Edukasi dan Entertainment)

H 008 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018

naratif, yaitu fenomenologi, performance (autobiografi, re-experiencing dan witnessing), scenography dan metafora serta menggunakan

media pamer naratif yang dapat menarasikan konten pamer.

Tabel 1. Penerapan narasi, skenario, metode dan media pada ruang pamer Pertempuran Laut Aru

Skenario Narasi Metode Media Skenario 1 Kejadian pertempuran laut Aru Scenography

Metafora eksplisit 3D-Diorama Tableu

Suara-tembakan dan ledakan Modern Teknologi-Virtual Reality + Aroma terbakar + Lighting (tembakan)

Skenario 2 Informasi, tokoh dan kapal Witnessing performance 2D-Grafis 3D-model/miniatur/replika Film dan suara-informatif

Skenario 3 KRI Macan Tutul meledak dan akan tenggelam

Metafora implisit Experiencing Performance

3D-Room setting

Skenario 4 Pesan “Kobarkan Semangat Pertempuran”

Autobiography performance

2D-Grafis-teks Suara

Skenario 5 Kapal yang tenggelam di dalam laut.

Experiencing Performance Film dan Suara-mapping

Skenario 6 Yos Soedarso dan seluruh awak kapal yang gugur

Metafora implisit Experiencing Performance

3D-Room Setting

Skenario 7 Kebangkitan kekuatan maritim Indonesia

Metafora implisit Instalasi-digital Interaktif-permainan instalasi

Skenario 8 Pesan kebangkitan maritim: Maritim Indonesia setelah peristiwa laut Aru

Witnessing performance Film dan Suara-footage

Gambar 5. Penerapan media pada konten naratif. Ilustrasi Pribadi, 2018

Kesimpulan

Dari paparan di atas, didapat bahwa interior naratif merupakan metode pengembangan ruang pamer yang tepat untuk suatu Museum, karena interior naratif dapat menghadirkan pengalaman spasial, aktif dan interaktif berdasarkan suatu cerita/peristiwa yang disajikan oleh museum melalui media yang variatif dan inovatif. Dalam ruang pamer narasi terdapat plot/scenario yang dapat menghadirkan pengalaman sekuense kepada pengunjung.

Pengunjung bukan hanya menjadi penonton pasif saja, tetapi penonton dapat secara aktif terjun dalam cerita pada pameran dengan memerankan peran yang sudah ditentukan. Media pamer dalam ruang pamer naratif dikemas sesuai dengan cerita dan mendukung aktivitas pengunjung di dalamnya (sesuai peran) secara lebih aktif agar pengunjung lebih mengingat konten dan dan memberikan kesan menyenangkan kepada pengunjung. Selain itu, setiap area pamer naratif memiliki makna baik secara eksplisit maupun implisit sebagai bentuk

Page 9: Penerapan Sistem Naratif pada Interior Ruang Pamer Museum ... fileNarasi dapat mengartikan makna pada objek dan dapat menciptakan pemahaman relasi antara manusia dan artifak melalui

Fidyani Samantha

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2018 | H 009

interpretasi dari setiap konten museum. Pengunjung dapat merasakan pengalaman ruang yang aktif, inovatif, partisipatif, edukatif dan rekreatif di dalam ruang pamer naratif, sehingga tujuan komunikasi edukasi dan entertainment pada museum dapat terpenuhi.

Daftar Pustaka

Ambrose, Timothy., Paine, Crispin. (2006), Museum Basics, New York, Routledge.

Asosiasi Museum Indonesia (2018), Profil Museum Bahari, http://asosiasimuseumindonesia.org/, Akses tanggal 24 Februari 2018, pukul 13.38 WIB)

Coates, Nigel. (2012), Narrative Architecture, West Sussex, John Wiley & Sons Ltd.

Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, (2015) : Pengembangan Edukasi Museum Bahari, http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ Akses 12 Oktober 2017 Pukul 07.21WIB.

Dean, David. (2002) : Museum Exhibition Theory and Practice, New York, Routledge.

Hein, George E. (2005), Museum Meaning, Learning in the Museum, London, Routledge.

Hidayat, July. (2013), Studi Pendekatan Naratologi Dalam Perancangan Interior Toko, Metode, Citra, Material, Jakarta, Universitas Pelita Harapan.

Hughes, Philip. (2010), Exhibition Design, London, Laurence King Publishhing Ltd.

Macleod, Suzanne., Hanks, L. Hourston., Hale, Jonathan. (2012), Museum Making, Narratives, Architecture, Exhibition, New York, Routledge.

Penyusun, (2010), Sejarah Perkembangan Museum di Indonesia, Jakarta, Direktorat Museum Indonesia.

Silberman, Mel., Auerbach, Carol. (2006) : 3rd Edition Active Training; A Handbook of Techniques, Designs, Case Examples, and Tips, San Francisco, Pfeiffer A Wiley Imprint.

Sadhyoko, Joseph. A. (2015), Pertempuran Laut Aru: Tonggak Awal Penanaman Jiwa Bahari Dalam Pembangunan Kekuatan Maritim Bangsa Indonesia, Jurnal Humanika Vol.22 No 2 2015. (https://ejournal.undip.ac.id/, Akses tanggal 5 Mei 2018, pukul 12.18 WIB).

Susanto, Djulianto. (2010), Sejarah Singkat Museum Bahari, http://museum-bahari.blogspot.co.id/ Akses12 Oktober2017 Pukul07.59 WIB.

Suttaarga, Moh Amir. (1962), Persoalan Museum di Indonesia, Djakarta, Djawatan Kebudajaan Dept Pendidikan dan Kebudajaan.

Trihayati, Dian. (2014), Pengembangan Model Edukasi Di Museum Bahari, Jakarta, Tesis, Depok, Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Yulianto, Kresno. (2016), Di Balik Pilar-Pilar Museum, Jakarta, Wedatama Widya Sastra.