Penerapan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga ...babak semifinal kompetisi nasional...
Embed Size (px)
Transcript of Penerapan regresi logistik ordinal spasial untuk menduga ...babak semifinal kompetisi nasional...

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL SPASIAL
UNTUK MENDUGA STATUS KEMISKINAN KABUPATEN
DI PULAU JAWA
TUTI PURWANINGSIH
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
TUTI PURWANINGSIH. Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga Status
Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa. Dibimbing oleh MUHAMMAD NUR AIDI dan DIAN
KUSUMANINGRUM.
Analisis regresi logistik ordinal spasial merupakan analisis yang menduga pengaruh variabel
penjelas terhadap variabel respon yang berupa data ordinal dengan ditambahkan unsur spasial di
dalamnya. Pengaruh Spasial yang dimaksud adalah adanya matriks kebertetanggaan antar
kabupaten yang akan diperhitungkan ke dalam model regresi logistik ordinal. Variabel respon
berisi data berskala ordinal berupa enam tingkatan kemiskinan. Kemiskinan suatu daerah tidak
lepas dari daerah di sekelilingnya, hal ini menunjukan adanya korelasi spasial yang perlu diteliti
lebih lanjut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan model regresi logistik ordinal spasial dan untuk
membandingkan model regresi logistik ordinal spasial terhadap model regresi logistik ordinal non
spasial. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, data variabel penjelas
diperoleh dari data Potensi Desa (PODES) dan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
tahun 2005 sedangkan data variabel respon diperoleh dari hasil hotspot kemiskinan kabupaten di
Pulau Jawa pada tesis Dian Kusumaningrum tahun 2010. Hasil analisis menunjukan bahwa model
regresi logistik ordinal non spasial memiliki nilai Correct Classification Rate (CCR) sebesar
51.85%, sedangkan model Regresi logistik ordinal spasial memiliki nilai CCR sebesar 55.56%
dengan besarnya sumbangan keragaman dari variabel spasial sebesar 43.056. Jadi dapat
disimpulkan bahwa model regresi logistik ordinal spasial lebih baik dari pada model non
spasialnya. Ada empat variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan suatu kabupaten
di Pulau Jawa yaitu persentase desa perdagangan, persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa
listrik dan variabel spasial kemiskinan kabupaten.
Kata kunci: Kemiskinan, Korelasi Spasial, Analisis Regresi Logistik Ordinal Spasial, CCR

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL SPASIAL
UNTUK MENDUGA STATUS KEMISKINAN KABUPATEN
DI PULAU JAWA
TUTI PURWANINGSIH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika pada
Departemen Statistika
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi : Penerapan Regresi Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga
Status Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa
Nama : Tuti Purwaningsih
NRP : G14070013
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S.
Dian Kusumaningrum, M.Si
NIP. 196008181989031004
Mengetahui :
Ketua Departemen Statistika,
Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.S.
NIP. 196504211990021001
Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya
ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad
S.A.W yang telah menunjukkan cahaya kebenaran. Karya ilmiah ini berjudul “Penerapan Regresi
Logistik Ordinal Spasial untuk Menduga Status Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa ”. Semoga
karya ilmiah ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang Statistika.
Terimakasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. dan Ibu Dian Kusumaningrum, M.Si selaku
pembimbing, yang dengan sabar memberikan bimbingan, pengarahan, saran dan ilmu kepada
penulis.
2. Ibu Utami Dyah Syafitri, S.Si, M.Si selaku penguji luar yang telah memberi arahan dan saran
kepada penulis.
3. Ibu, Bapak, adik-adikku, Niki Nurhayati dan Bening Normalia Saputri. Terimakasih banyak
atas doa, semangat, kasih sayang, perhatian dan dukungannya kepada penulis dari mulai
kuliah sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.
4. Bu Mar, Bu Tri dan Bu Aat serta seluruh staf TU Departemen Statistika IPB, yang telah sabar
melayani penulis membuat berbagai surat keterangan dan mengingatkan prosedur kolokium,
seminar dan sidang.
5. Mba Rina terimakasih atas ilmu dan motivasi yang selama ini menemani penulis dalam
menjalani proses kuliah dan penyusunan skripsi.
6. Temen-temen satu pembimbing skripsi, Umi, Resty dan Allan yang sama-sama berjuang
mencari literatur serta janjian bersama untuk mengedraft skripsi.
7. Temen-temen satu kosan, Retno, Lutfi, Asih dan mba Resa, terimakasih atas kebersamaannya
selama ini.
8. Seluruh saudaraku di Statistika 44, terimakasih atas kebersamaan dan dukungannya selama
ini.
9. Keluarga besar Statistics Centre. Terimakasih atas motivasi, kerjasama, ilmu, pengalaman,
semangat, dan kepercayaannya kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pemicu untuk bisa berkarya
lebih baik di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Juli 2011
Tuti Purwaningsih

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada tanggal 20 September 1989 dari
pasangan Bapak Puji Handoyo dan Ibu Chadimah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga
bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 1 Tanjunganom pada tahun 2001. Kemudian
menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Bawang, Kabupaten Banjarnegara pada
tahun 2004. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Banjarnegara dan pada tahun yang sama
lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih program
studi mayor Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta minor Ekonomi dan
Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Metode Statistika pada
semester ganjil tahun ajaran 2009/2010 dan 2010/2011 dan mata kuliah Analisis Regresi II pada
semester genap 2010/2011. Penulis juga menjadi staf pengajar mata kuliah Ekonometrika I,
Rancangan Percobaan, Regresi, Metode Statistika, Dinamika Populasi serta Kalkulus I, II di
Statistics Centre selama masa perkuliahan. Selain itu, penulis juga menjadi staf pengajar pelatihan
software seperti materi Analisis Hierarki Proses dan Model Persamaan Struktural. Tahun 2009
penulis mengikuti PKM penelitian dan terdanai dikti, kemudian penulis juga menjadi juara I pada
Lomba Karya Cipta Mahasiswa Tingkat Nasional tahun 2009. Pada tahun 2010 penulis masuk
babak semifinal kompetisi nasional Statistika Ria. Tahun 2010 dan tahun 2011 penulis menjadi
pemenang dalam Workshop Permodelan Statistika dalam Pengelolaan Risiko Kredit di Perbankan
yang diadakan oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Penulis mengikuti praktek lapang di PT.
Mars Indonesia pada bulan Februari-April 2011 selama 2 bulan. Selain itu, penulis aktif menjadi
staf BEM FMIPA periode 2009/2010, Ikatan Mahasiswa Banyumas (IKAMAHAMAS) dan
Himpunan Profesi Gamma Sigma Beta (GSB). Penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan
kepanitiaan seperti Statistika Ria Nasional 2008 dan 2009, Pesta Sains Nasional 2009, Lomba
Jajak Pendapat Statistika 2010. Penulis menerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik tahun
2008 dan Van Deventer Maas Stichting (VDMS) Scholarship tahun 2009-2011.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. viii
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................................. 1
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 1
Kemiskinan ........................................................................................................................... 1
Regresi Logistik Ordinal ....................................................................................................... 2
Pengujian Signifikansi Model................................................................................................ 2
Asumsi Regresi logistik ........................................................................................................ 2
Analisis Spasial ..................................................................................................................... 3
Matriks Contiguity ................................................................................................................ 3
Regresi Logistik Ordinal Spasial .......................................................................................... 4
Kesesuaian Model ................................................................................................................ 4
BAHAN DAN METODE ......................................................................................................... 4
Bahan ..................................................................................................................................... 4
Metode ................................................................................................................................. 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................. 5
Eksplorasi Data .................................................................................................................... 5
Uji Asumsi Regresi Logistik ............................................................................................... 5
Deteksi multikolinearitas dan penanganannya ............................................................. 5
Regresi Logistik Ordinal Non Spasial ................................................................................... 5
Model Regresi Logistik Ordinal Spasial ............................................................................... 6
1. Pembentukan model ................................................................................................. 6
2. Evaluasi model regresi logistik ordinal spasial ........................................................ 6
3. Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan ............... 7
4. Mengidentifikasi variabel spasial .............................................................................. 7
Perbandingan Model Regresi Logistik Ordinal Spasial dan Non Spasial ............................. 8
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................. 8
Kesimpulan ............................................................................................................................ 8
Saran ...................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 8
LAMPIRAN .............................................................................................................................. 9

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Penghitungan matrik pembobot spasial dengan langkah ratu ................................................ 3
2 Sebaran kategori kemiskinan ............................................................................................... 5
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Skala ordinal kemiskinan ....................................................................................................... 4
2 Daftar jumlah kabupaten ..................................................................................................... 4
3 Model regresi logistik ordinal non spasial ............................................................................. 6
4 CCR model regresi logistik ordinal non spasial .................................................................... 6
5 Model regresi logistik ordinal spasial .................................................................................... 6
6 CCR model regresi logistik ordinal spasial ........................................................................... 7
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Variabel penjelas yang digunakan dalam analisis ................................................................. 10
2 Nilai korelasi pearson antar variabel penjelas ....................................................................... 11
3 Variabel penjelas yang pada akhirnya digunakan dalam pembentukan model ...................... 12
4 Contoh perhitungan nilai peluang untuk model regresi logistik ordinal spasial .................... 13
5 Peta sebaran tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa ................................................... 14

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Jawa merupakan pulau terpadat
penduduknya di Indonesia. Pulau Jawa terdiri
dari enam provinsi yaitu Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan
Jawa Timur. Masing-masing provinsi terdiri
dari beberapa kabupaten.
Setiap provinsi memiliki visi dan misi
untuk mensejahterakan warganya terutama
dalam hal mengentaskan kemiskinan yang
terjadi pada setiap kabupaten. Dana yang
tersedia untuk program ini terbatas, untuk itu
perlu ada pemilihan kabupaten yang berhak
sebagai objek pada program ini. Salah satu
caranya adalah dengan mengkategorikan
kabupaten menjadi enam tingkatan
kemiskinan sehingga penyaluran dananya
memiliki skala prioritas. Status kemiskinan
suatu kabupaten tidak lepas dari pengaruh
status kemiskinan di kabupaten sekelilingnya.
Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh
spasial. Berdasarkan Hukum I Geografi,
segala sesuatu berhubungan satu sama lain
tetapi sesuatu yang berdekatan lebih erat
hubungannya dibandingkan dengan yang
berjauhan (Lee dan Wong 2001). Thaib (2008)
dan Suprapti (2009) melakukan permodelan
logistik spasial terhadap status kemiskinan
tetapi masih pada level desa. Kedua penelitian
tersebut menggunakan respon biner (miskin
dan tidak miskin) dalam penelitiannya serta
menyimpulkan bahwa pendugaan kemiskinan
suatu desa dengan menggunakan regresi
logistik spasial akan menghasilkan pendugaan
yang lebih baik dibandingkan dengan regresi
logistik non spasial. Regresi logistik spasial
dengan respon ordinal belum pernah dilakukan
sebelumnya serta studi kasus pada level
kabupaten juga belum pernah dilakukan
sebelumnya. Maka dari itu penulis ingin
mencoba melakukan permodelan regresi
logistik ordinal spasial untuk menduga tingkat
kemiskinan pada level kabupaten.
Penelitian ini merupakan lanjutan dari
penelitian Dian Kusumaningrum, M.Si
berjudul “Hotspot Analysis on Poverty,
Unemployment, and Food Security in Java,
Indonesia”. Penelitiannya dibuat dalam rangka
menyelesaikan studi pascasarjananya di
Statistika IPB tahun 2010. Salah satu metode
analisis yang digunakan adalah regresi logistik
ordinal untuk mengetahui faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten di Pulau Jawa. Metode analisis
tersebut belum mengakomodir pengaruh
spasial, sehingga dilanjutkan oleh penulis
dengan menggunakan metode analisis yang
sama tapi ditambahkan pengaruh spasial
kedalam analisisnya sebagai variabel penjelas
baru. Sehingga topik penelitian yang di angkat
oleh penulis adalah penerapan regresi logistik
ordinal spasial untuk menduga tingkat
kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.
Tujuan
1. Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan
kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan
model regresi logistik ordinal spasial.
2. Membandingkan model regresi logistik
ordinal spasial dengan model regresi
logistik ordinal non spasial.
TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan
Indonesia merupakan negara berkembang,
sebagian besar penduduknya mengalami
masalah kemiskinan. Secara umum
kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan dan kesehatan.
Ada beberapa definisi tentang kemiskinan
yang dibuat oleh lembaga pemerintah maupun
non pemerintah. Menurut Badan Pusat
Statistik sebuah rumah tangga dikategorikan
miskin jika memiliki pendapatan perkapita di
bawah garis kemiskinan. Garis kemiskinan
adalah ukuran minimum pendapatan seseorang
yang masih dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia.
Sementara itu, Bank Dunia mendefinisikan
kemiskinan ekstrim adalah jika seseorang
hidup dengan pendapatan kurang dari US$1
per hari dan kemiskinan sedang jika seseorang
memiliki pendapatan kurang dari US$ 2 per
hari. Keluarga Pra Sejahtera adalah sebuah
keluarga yang tidak dapat memenuhi standar
minimum dari kebutuhan dasar manusia
seperti kebutuhan spiritual, makanan, pakaian,
rumah, pendidikan dan kesehatan. Keluarga
Sejahtera I adalah keluarga yang siap mampu
untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia,
tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan
manusia yang lebih tinggi (BKKBN 2004).
Sementara itu, dalam buku dasar-dasar
Analisis Kemiskinan yang diterbitkan BPS,
ciri penduduk miskin adalah: (1) memiliki
pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan
dan wawasan sangat terbatas; (2) penguasaan
asset produktif khususnya lahan garapan dan
modal yang sangat terbatas, sehingga

2
mengandalkan hidupnya dengan tenaganya;
(3) kondisi fisik perumahan yang sangat
memprihatinkan; (4) keterbatasan sarana dan
prasarana (transportasi, telekomunikasi dan
informasi); dan (5) kondisi kesehatan keluarga
yang memprihatinkan, serta pengeluaran
rumah tangga didominasi untuk pangan,
terutama bahan pangan pokok.
Regresi Logistik Ordinal Regresi logistik ordinal digunakan untuk
memodelkan hubungan antara peubah respon
yang berskala ordinal dengan peubah-peubah
penjelasnya. Jika diasumsikan terdapat peubah
respon Y berskala ordinal dengan S kategori
dan = (x1, x2, …, xp) adalah vektor variabel
penjelas, maka peluang dari variabel respon
kategori ke-k pada peubah penjelas X tertentu
dapat dinyatakan dengan P[Y=s|x]= dan
peluang kumulatifnya adalah (Hosmer &
Lemeshow 2000)
Model logit kumulatif didefinisikan dengan:
dimana dan adalah
threshold model serta merupakan vektor
koefisien regresi.
Metode pendugaan parameter yang dapat
digunakan pada regresi logistik ordinal
diantaranya adalah dengan metode Maximum
Likelihood. Metode ini dapat dilakukan jika
antara amatan yang satu dengan yang lain
diasumsikan saling bebas. Fungsi likelihood-
nya untuk sebuah sampel dengan n observasi
independent, (yi, xi), i=1,2,…,n, dapat
dinyatakan sebagai berikut (Hosmer &
Lemeshow 2000) :
Dengan jumlah observasi=1 :
Dengan n observasi :
dimana :
Sedangkan fungsi log likelihood-nya adalah :
Selanjutnya, untuk memperoleh penduga
parameter dari regresi logistik ordinal adalah
dengan memaksimumkan fungsi log likelihood
tersebut terhadap parameternya.
Pengujian Signifikansi Model
Uji rasio Likelihood terhadap model
digunakan untuk menduga parameter
dengan hipotesis :
H0 : =… = = 0
H1 : sedikitnya ada satu 0; i=1,2,…,p,
dimana i adalah jumlah variabel
penjelas.
Uji rasio Likelihood menggunakan G
statistic, dimana G = -2 ln(L0/Lk) dimana L0
adalah fungsi Likelihood tanpa variabel
penjelas dan Lk adalah fungsi Likelihood
dengan variabel penjelas (Hosmer &
Lemeshow 2000). Jika H0 benar Statistik G
akan mengikuti sebaran Chi-square dengan
derajat bebas p dan Ho akan ditolak jika nilai
G > X2(p,α) atau p-value < α.
Uji Wald digunakan untuk menguji
signifikansi masing-masing koefisien di
dalam model. Hipotesisnya adalah :
H0 : = 0
H1: 0; i=1,2,…,p, dimana i
adalah jumlah variabel penjelas.
Uji Wald menghitung sebuah statistik W, yang
dirumuskan sebagai
=[ ]2
Tolak H0 jika |W| > Z2
α/2 atau p-value < α
(Agresti 2007).
Asumsi Regresi Logistik
Regresi logistik terkenal dibidangnya
karena memudahkan peneliti mengatasi
banyak asumsi yang membatasi penggunaan
regresi OLS (Ordinary least Square):
1. Regresi Logistik tidak mengasumsikan
hubungan linear antar variabel respon dan
variabel penjelasnya.
2. Variabel penjelas tidak harus berdistribusi
normal (tetapi mengasumsikan
distribusinya masih dalam keluarga
distribusi eksponensial seperti normal,
poisson, binomial, gamma). Solusi akan
lebih stabil jika variabel penjelas
berdistribusi multivariate normal.
3. Variabel respon tidak harus homoskedastis
untuk setiap level variabel penjelas, bahwa
tidak ada asumsi ragam homogen. Ragam
tidak harus sama pada masing-masing
kategorinya.
4. Tidak mengasumsikan bahwa galat harus
terdistribusi normal.

3
5. Regresi logistik tidak mengharuskan
variabel penjelas memiliki skala
pengukuran interval.
Bagaimanapun asumsi lain masih
menerapkan:
1. Data tidak memiliki pencilan. Dalam
regresi logistik, pencilan dapat
mempengaruhi hasil dugaan parameter
secara signifikan. Peneliti harus
menganalisis standardized residuals dari
pencilan tersebut dan membandingkannya
kembali dengan model yang pencilannya
sudah dikeluarkan atau memodelkannya
secara terpisah.
2. Sebaiknya tidak boleh ada
multikolinearitas antar variabel
penjelasnya. Jika ada korelasi yang tinggi
antar variabel penjelas, maka galat baku
dari koefisien logit akan meningkat.
Multikolinearitas tidak mengubah besarnya
hasil dugaan parameter, hanya dapat
mengubah reliabilitasnya (Garson 2010).
Analisis Spasial
Analisis spasial merupakan analisis yang
memasukan pengaruh spasial atau ruang ke
dalam analisisnya. Pada analisis spasial selalu
ada korelasi antar ruang yang biasa disebut
korelasi spasial. Jadi tiap amatan tidak bebas
stokastik (Ward & Gleditsch 2008).
Tipe data spasial antara lain data titik, data
garis, data poligon dan data latis. Data titik
terbagi menjadi titik diskret dan titik kontinu.
Data garis misalkan peta jalan, sungai atau
garis pantai. Data Poligon contohnya seperti
peta kebun karena memiliki bentuk segi tidak
beraturan. Kemudian data latis misalkan peta
provinsi yang di dalamnya terdapat kabupaten.
Matriks Contiguity
Matriks contiguity adalah matriks yang
menggambarkan hubungan kedekatan antar
daerah. Kedekatan suatu daerah dihitung
berdasarkan Queen criterion. Queen criterion
merupakan gerakan langkah ratu pada pion
catur yaitu menunjukan daerah yang
menghimpit pion catur kearah kanan, kiri, atas
dan bawah (Gambar 1a). Matriks contiguity
menunjukan hubungan spasial suatu daerah
dengan daerah lainnya yang bertetangga.
Pemberian nilai 1 diberikan jika daerah-i
bertetangga langsung dengan daerah-j,
sedangkan nilai 0 diberikan jika daerah-i tidak
bertetangga dengan daerah-j. Lee dan Wong
(2001) menyebut matriks ini dengan binary
matrix, dan juga disebut connectivity matrix,
yang dinotasikan dengan C, dan cij merupakan
nilai dalam matriks baris ke-i dan kolom ke-j.
Nilai cij adalah 1 jika antar daerah-i
bertetangga dengan daerah-j dan cij bernilai 0
jika daerah-i tidak bertetangga dengan daerah-
j. Nilai pada matriks ini akan digunakan untuk
perhitungan matriks pembobot spasial W. Isi
dari matriks pembobot spasial pada baris ke-i
dan kolom ke-j adalah wij. Nilai wij pada
penelitian ini, yaitu:
wij=
Di bawah ini adalah contoh proses
penghitungan matriks pembobot spasial
dengan langkah ratu. Dimisalkan ada sembilan
kabupaten yang saling bertetangga
(Fotheringham & Rogerson 2009).
1 2
3
4 5 6
7 8 9
a. Langkah ratu (Queen criterion)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ
1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 3
2 1 0 1 1 1 1 0 0 0 5
3 0 1 0 0 1 1 0 0 0 3
4 1 1 0 0 1 0 1 1 0 5
5 1 1 1 1 0 1 1 1 1 8
6 0 1 1 0 1 0 0 1 1 5
7 0 0 0 1 1 0 0 1 0 3
8 0 0 0 1 1 1 1 0 1 5
9 0 0 0 0 1 1 0 1 0 3
b. Matrik Contiguity
1 2 3 4 5 6 7 8 9 Σ
1 0 1/3 0 1/3 1/3 0 0 0 0 1
2 1/5 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 0 0 1
3 0 1/3 0 0 1/3 1/3 0 0 0 1
4 1/5 1/5 0 0 1/5 0 1/5 1/5 0 1
5 1/8 1/8 1/8 1/8 0 1/8 1/8 1/8 1/8 1
6 0 1/5 1/5 0 1/5 0 0 1/5 1/5 1
7 0 0 0 1/3 1/3 0 0 1/3 0 1
8 0 0 0 1/5 1/5 1/5 1/5 0 1/5 1
9 0 0 0 0 1/3 1/3 0 1/3 0 1
c. Matrik pembobot spasial
Gambar 1 Penghitungan matrik pembobot
spasial dengan langkah ratu
D
a
e
r
a
h
i
Tetangga j
D
a
e
r
a
h
i
Tetangga j

4
Regresi Logistik Ordinal Spasial
Regresi Logistik Ordinal Spasial
merupakan merupakan analisis yang
memasukan pengaruh spasial kedalam model
regresi logistik ordinal. Model regresi logistik
ordinal pada Hosmer dan Lemeshow (2000)
adalah sebagai berikut:
Log = - Xβ +
Kemudian model regresi spasial
berdasarkan Ward dan Gleditsch (2008)
adalah sebagai berikut:
y = Xβ + Wy +
Dengan W adalah matriks pembobot spasial
yang kemudian dikalikan dengan vektor
variabel respon y. Kemudian dalam penelitian
ini, model regresi logistik ordinal ditambahi
dengan unsur spasial sebagai variabel penjelas
baru. Model yang dibentuk sebagai berikut:
Log = -Xβ - Wy +
Dengan s merupakan kategori ke-s dari
variabel tak bebas. Wy adalah variabel spasial
hasil perkalian matriks pembobot spasial (W)
dengan vektor variabel respon y. Secara umum
proses pendugaan parameternya meliputi
pengujian hipotesis, penarikan kesimpulan
serta interpretasi mengikuti kaidah dalam
regresi logistik ordinal.
Kesesuaian Model Kesesuaian model menggunakan Correct
Classification Rate (CCR). CCR merupakan
persentase ketepatan nilai dugaan dengan
pengamataannya. CCR dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan dibawah ini:
CCR =
Semakin besar persentase CCR yang
dihasilkan maka tingkat akurasi yang
dihasilkan semakin tinggi (Hosmer dan
Lemeshow 2000).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder yang terdiri dari data
untuk variabel penjelas dan untuk variabel
respon. Data variabel penjelas diperoleh dari
data Potensi Desa (PODES) tahun 2005 dan
Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
tahun 2005. Kemudian data tersebut
digunakan pada penelitian Kusumaningrum
(2010) untuk membuat hotspot tingkat
kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa.
Selanjutnya hasil hotspot tingkat kemiskinan
kabupaten tersebut digunakan sebagai data
variabel respon pada penelitian ini.
Daftar variabel penjelas yang digunakan
dalam penelitian ini dapat disajikan pada
Lampiran 1 yaitu sebanyak 24 variabel.
Variabel respon yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kategori kemiskinan
kabupaten yang didasarkan pada tiga indikator
utama, disajikan pada Tabel 1 ada enam
kategori tingkat kemiskinan, semakin
mendekati kategori 6 berarti kabupaten
tersebut cenderung semakin miskin, semakin
mendekati kategori 1 berarti kabupatten
tersebut cenderung kaya.
Tabel 1 Skala ordinal kemiskinan
Poor Makanan Pengangguran
Kategori
variabel
respon
Ya(3) Ya(2) Ya(1) 6
Ya(3) Ya(2) Tidak(0) 5
Ya(3) No(0) Ya(1) 4
Tidak(0) Ya(2) Ya (1) 3
Ya(3) Tidak(0) Tidak(0) 3
Tidak(0) Ya(2) Tidak(0) 2
Tidak(0) Tidak(0) Ya(1) 1
Tidak(0) Tidak(0) Tidak(0) 0
Keterangan: Kabupaten yang memiliki kategori 0 (kaya),
tidak dimasukan dalam model.
Penelitian ini menggunakan studi kasus
kabupaten-kabupaten yang terdapat di Pulau
Jawa. Daftar jumlah kabupaten untuk masing-
masing Provinsi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Daftar jumlah kabupaten
No Nama Provinsi Jumlah
Kabupaten
1 DKI Jakarta 5
2 Jawa barat 22
3 Banten 6
4 Jawa Tengah 35
5 DI Yogyakarta 5
6 Jawa Timur 37
Metode
Untuk mencapai tujuan-tujuan dari
penelitian ini, yaitu:
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan
kabupaten di Pulau Jawa berdasarkan
model regresi logistik ordinal spasial,
dapat dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
1. Melakukan pemilihan variabel-variabel
penjelas dan variabel respon yang akan
digunakan dalam analisis.
2. Membuat matriks kebertetanggaan
antar kabupaten. Berupa matriks
contiguity yang berisi 1 jika berbatasan

5
langsung dan 0 jika tidak berbatasan
langsung.
3. Membuat matriks pembobot spasial
(W)
4. Mengalikan matriks pembobot spasial
W dengan vektor y untuk membentuk
variabel spasial
5. Mengecek asumsi regresi logistik
dengan mempertimbangkan kondisi riil
data.
6. Membentuk model regresi logistik
ordinal yang telah ditambahkan
variabel spasial menggunakan 100%
data.
7. Menguji signifikansi variabel penjelas
dan variabel spasial.
b. Untuk mengevaluasi model regresi logistik
ordinal spasial terhadap model regresi
logistik ordinal, dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
1. Membentuk regresi logistik ordinal
non spasial dengan 100% data.
2. Menghitung nilai CCR dari model
regresi logistik ordinal non spasial.
3. Menduga nilai variabel respon dengan
regresi logistik ordinal spasial
menggunakan 100% data.
4. Mengukur nilai CCR dari model
regresi logistik ordinal spasial.
5. Membandingkan nilai CCR dari
model regresi logistik ordinal spasial
terhadap model non spasialnya untuk
menentukan model yang terbaik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari satu
variabel respon berupa enam kategori
kemiskinan kabupaten dan 24 variabel
penjelas. Sebaran kategori kemiskinan
kabupaten kurang merata dengan masing-
masing jumlahnya dapat dilihat pada Gambar
2.
Gambar 2 Sebaran kategori kemiskinan
Kabupaten dengan tingkat kemiskinan
kategori 5 dan kategori 1 jumlahnya lebih
banyak dari pada kategori lainnya. Sedangkan
kabupaten dengan tingkat kemiskinan kategori
3 dan 6 memiliki jumlah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan kategori lainnya.
Sebaran kategori kemiskinan tidak merata,
sehingga fungsi penghubung yang digunakan
dalam penelitian ini adalah logit, karena dapat
digunakan untuk kebanyakan distribusi data
baik yang sebarannya merata maupun yang
tidak merata.
Uji Asumsi Regresi Logistik
Deteksi multikolinearitas dan penanganan-
nya
Nilai korelasi antar variabel penjelas dapat
dilihat pada Lampiran 2. Nilai tersebut
menunjukan beberapa variabel terdapat
korelasi yang cukup tinggi dan ada juga yang
cukup rendah. Penanganan multikolinearitas
yang penulis lakukan dengan memilih salah
satu X yang bisa digunakan untuk mewakili
variabel penjelas lain yang berkorelasi kuat
dengannya. Sehingga penulis menggunakan 15
variabel yang tidak berkorelasi kuat dari 24
variabel yang ada sebagai variabel penjelas
dalam pembentukan model. Daftar 15 variabel
penjelas tersebut dapat dilihat pada Lampiran
3.
Regresi Logistik Ordinal Non Spasial
Setelah memodelkan regresi logistik
ordinal non spasial menggunakan 15 variabel
penjelas didapatkan hasil pada Tabel 3 bahwa
model ini memiliki nilai rasio likelihood G
sebesar 63.44 dengan nilai p=0.00 yang
mengindikasikan bahwa H0 di tolak artinya
sedikitnya ada satu variabel penjelas yang
berpengaruh signifikan terhadap tingkat
kemiskinan suatu kabupaten. Kemudian dari
hasil uji wald didapatkan bahwa ada tujuh
variabel yang berpengaruh secara signifikan
pada taraf nyata 10% yaitu fasilitas
pendidikan, persentase desa industri, fasilitas
kredit, persentase desa perdagangan,
persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa
listrik dan rasio perusahaan pertanian.
Terdapat korelasi negatif antara rasio fasilitas
kredit, persentase desa perdagangan,
persentase keluarga tanpa listrik dan rasio
perusahaan dengan variabel responnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa dengan adanya
peningkatan persentase atau rasio variabel-
variabel tersebut maka peluang sebuah
kabupaten untuk cenderung menjadi kaya
lebih kecil dibandingkan peluang untuk
menjadi miskin, dengan kata lain kabupaten
1 2 3 4 5 6
26
14
8
15
36
9
Jum
lah
kab
up
aten
Kategori variabel respon

6
tersebut akan cenderung menjadi lebih miskin.
Sedangkan variabel rasio fasilitas pendidikan,
persentase desa industri dan persentase desa
jasa berkorelasi positif dengan variabel
responnya. Hal ini mengindikasikan bahwa
dengan adanya peningkatan persentase atau
rasio variabel-variabel tersebut maka peluang
sebuah kabupaten untuk cenderung menjadi
kaya lebih besar dibandingkan peluang untuk
menjadi miskin, dengan kata lain kabupaten
tersebut akan cenderung menjadi lebih kaya.
Tabel 3 Model regresi logistik ordinal non
spasial
Prediktor Koef Galat
Baku Koef Wald Nilai P
Intersep1 -0.21 1.11 -0.19 0.85
Intersep2 0.83 1.10 0.75 0.45
Intersep3 1.30 1.10 1.18 0.24
Intersep4 2.08 1.11 1.88 0.06
Intersep5 4.56 1.21 3.78 0.00
X2 0.44 0.14 3.18 0.00
X6 -0.94 0.37 -2.54 0.01
X9 4.90 2.93 1.67 0.095
X10 -6.66 1.91 -3.49 0.00
X11 4.21 2.11 1.99 0.05
X13 -0.05 0.02 -2.56 0.01
X16 -0.21 0.10 -2.05 0.04
Berdasarkan Tabel 4 di dapatkan bahwa
nilai CCR sebesar 51.85%, artinya ada
sebanyak 51.85% kabupaten dari total
observasi yang di prediksi dengan tepat
melalui model regresi logistik non spasial.
Tabel 4 CCR model regresi logistik ordinal
non spasial
Aktual Prediksi Persentase
Tepat 1 2 3 4 5 6
1 19 0 0 0 7 0 73.08
2 8 0 0 0 6 0 0
3 1 0 0 0 7 0 0
4 4 0 0 0 11 0 0
5 0 0 0 0 36 0 100
6 0 0 0 0 8 1 11.11
Persentase Tepat Keseluruhan(CCR) 51.85
Model Regresi Logistik Ordinal Spasial
1. Pembentukan model
Model regresi logistik ordinal spasial yang
dibentuk menggunakan 15 variabel penjelas.
Ada empat variabel yang berpengaruh
signifikan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel
5.
Tabel 5 Model regresi logistik ordinal spasial
Prediktor Koef Galat Baku
Koef Wald Nilai P
Intersep1 2.97 0.87 3.40 0.00
Intersep2 4.16 0.91 4.56 0.00
Intersep3 4.64 0.93 4.97 0.00
Intersep4 5.52 0.97 5.65 0.00
Intersep5 8.24 1.14 7.24 0.00
X10 -3.02 1.67 -1.81 0.071
X11 5.01 1.79 2.79 0.005
X13 -0.04 0.02 -2.24 0.025
WY -1.06 0.18 -5.81 0.000
Berdasarkan Tabel 5, maka didapatkan
model regresi logistik ordinal spasial sebagai
berikut:
Dengan kategori ke-s, s=1, 2, 3, 4, 5
Model umumnya:
Model logit kumulatif untuk s=1:
Model logit kumulatif untuk s= 2:
Model logit kumulatif untuk s=3:
Model logit kumulatif untuk s=4:
Model logit kumulatif untuk s=5:
2. Evaluasi model regresi logistik ordinal
spasial Evaluasi model dapat menggunakan uji
likelihood-rasio dengan menggunakan statistik
G. Berdasarkan hasil analisis, G=80.48 dengan
nilai p=0.00 yang mengindikasikan bahwa Ho
di tolak artinya sedikitnya ada satu variabel
penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap
tingkat kemiskinan suatu kabupaten. Evaluasi
lebih lanjut adalah dengan menggunakan
Correct Classification Rate (CCR) dan
Goodness of fit test .

7
Dari Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa nilai
CCR dari model regresi logistik ordinal
spasial adalah sebesar 55.56%, hal ini
menunjukan bahwa ada sebanyak 55.56%,
kabupaten yang di prediksi secara tepat
melalui model tersebut. Kemudian uji
kesesuaian model (Goodness of Fit)
menggunakan nilai Chi Square sebesar 531.48
dengan besarnya nilai p adalah 0.486 sehingga
Ho diterima, artinya model regresi logistik
spasial ini memiliki kesesuaian model yang
baik.
Tabel 6 CCR model regresi logistik ordinal
spasial
Aktual Prediksi
Persentase
Tepat 1 2 3 4 5 6
1 22 2 0 0 2 0 84.62
2 3 2 0 0 9 0 14.29
3 0 1 0 0 7 0 0.00
4 6 3 0 0 6 0 0.00
5 0 1 0 0 35 0 97.22
6 0 1 0 0 7 1 11.11
Persentase Tepat Keseluruhan(CCR) 55.56
Terlihat pada Tabel 6, persentase ketepatan
klasifikasi untuk kategori 1 dan kategori 5
lebih besar dari pada kategori lainnya, hal ini
dapat disebabkan karena jumlah kabupaten
yang berstatus kemiskinan kategori 1
(mengalami masalah pengangguran) dan
kategori 5 (mengalami masalah poor dan
pengangguran) lebih banyak dari pada yang
lainnya. Berdasarkan Gambar 2, jumlah
kabupaten dengan kategori 1 sebanyak 26
kabupaten dan jumlah kabupaten dengan
kategori 5 sebanyak 36 kabupaten, sedangkan
jumlah kabupaten dengan kategori 2, 3, 4, dan
6 masing-masing kurang dari 16. Maka dari
itu keterwakilan karakteristik kabupaten
dengan kategori 1 dan 5 lebih dominan dari
pada kabupaten dengan kategori 2, 3, 4 dan 6.
Sehingga model ini lebih sensitif untuk
memprediksi kabupaten dengan kategori 1 dan
5 serta kurang sensitif untuk memprediksi
kabupaten dengan kategori 2, 3, 4, dan 6.
3. Penentuan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat
kemiskinan
Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa
variabel persentase desa perdagangan (X10),
persentase desa jasa (X11) dan persentase
keluarga tanpa listrik (X13) berpengaruh
secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan
kabupaten pada taraf nyata 10%. Jika ditelaah
lebih lanjut, hubungan antara persentase desa
jasa dengan variabel responnya adalah positif,
artinya semakin terjadi peningkatan terhadap
jumlah desa dengan potensi ekonomi berupa
penyediaan jasa seperti transportasi, salon
kecantikan, bengkel dan lain-lain, maka
peluang sebuah kabupaten untuk cenderung
menjadi kaya akan meningkat. Sedangkan
variabel persentase desa perdagangan dan
persentase keluarga tanpa listrik dengan
variabel responnya memiliki korelasi yang
negatif, hal ini mengindikasikan bahwa
semakin banyak jumlah desa yang potensi
ekonominya bergerak di bidang perdagangan
seperti perdagangan eceran serta semakin
banyak memiliki jumlah keluarga yang tidak
menggunakan listrik maka peluang sebuah
kabupaten untuk cenderung menjadi kaya akan
menurun atau peluang untuk menjadi miskin
meningkat.
4. Mengidentifikasi variabel spasial
Berdasarkan Tabel 5, nilai p dari variabel
spasial kurang dari 0.1 maka Ho di tolak,
artinya terdapat korelasi spasial yang
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat
kemiskinan suatu kabupaten. Nilai korelasi
spasial adalah negatif, yang berarti bahwa jika
suatu kabupaten di kelilingi oleh kabupaten
yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi
maka peluang sebuah kabupaten untuk
menjadi lebih kaya akan menurun, dengan
kata lain kabupaten tersebut akan cenderung
untuk menjadi lebih miskin, sesuai dengan
kondisi kabupaten disekitarnya.
Kemudian untuk mengetahui seberapa
besar sumbangan keragaman spasial dari
variabel spasial terhadap model regresi
logistik ordinal maka dilakukan uji Likelihood
Ratio dengan menghitung selisih antara nilai
log likelihood dari model regresi logistik
ordinal dengan variabel penjelasnya yang
terdapat pada Tabel 5 tanpa variabel spasial
(WY) dan dengan nilai log likelihood dari
model yang sama dengan ditambahkan
variabel spasial (WY) kedalamnya. Untuk
model tanpa variabel spasial didapatkan nilai
log likelihood sebesar -159.265 sedangkan
model spasialnya memiliki nilai log likelihood
sebesar -137.737. Maka dengan melakukan uji
Likelihood Ratio didapatkan hasil sebagai
berikut:
Hipotesis:
H0 : variabel spasial tidak memberikan
sumbangan keragaman terhadap
model regresi logistik ordinal.

8
H1 : variabel spasial memberikan
sumbangan keragaman terhadap
model regresi logistik ordinal.
Nilai Likelihood Ratio sebesar:
LR = 2 x ( -137.737 - (-159.265) = 43.056
Dengan taraf nyata α = 0.1, = 2.71,
maka LR > 2.71 maka Ho diterima, artinya
variabel spasial mampu menyumbangkan
keragaman pada model regresi logistik ordinal
spasial dengan nilai yang cukup tinggi yaitu
sebesar 43.056.
Perbandingan Model Regresi Logistik
Ordinal Spasial dan Non Spasial
Dengan membandingkan nilai CCR antara
model regresi logistik ordinal spasial dengan
model nonspasialnya, dapat dikatakan bahwa
model regresi logistik ordinal spasial lebih
baik dari pada model regresi logistik ordinal
non spasial. Hal ini karena model regresi
logistik ordinal spasial memiliki nilai CCR
yang lebih tinggi yaitu sebesar 55.56%,
dibandingkan model non spasialnya yang
hanya memiliki nilai CCR sebesar 51.85%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa
Model regresi logistik ordinal spasial lebih
baik dari pada model non spasialnya. Pada
model tersebut terdapat empat variabel
penjelas yang berpengaruh terhadap tingkat
kemiskinan kabupaten-kabupaten di Pulau
Jawa yaitu persentase desa perdagangan,
persentase desa jasa, persentase keluarga tanpa
listrik serta variabel spasial kemiskinan
kabupaten.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini,
disarankan agar pemerintah pusat
memperhatikan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat kemiskinan tersebut,
terutama asas pemerataan ekonomi antar
kabupaten, karena kita ketahui bersama bahwa
kemiskinan suatu kabupaten akan menular ke
kabupaten disekelilingnya. Selain itu, untuk
menurunkan status kemiskinan suatu
kabupaten maka pemerintah perlu
meningkatkan persentase desa jasa.
Pemerintah juga perlu memberikan perhatian
khusus terhadap besarnya persentase desa
perdagangan, dan persentase keluarga tanpa
listrik.
Penelitian ini menggunakan kabupaten
sebagai observasinya, jika datanya
memungkinkan disarankan agar menggunakan
unit observasi yang lebih mikro seperti tingkat
kecamatan atau bahkan tingkat desa sehingga
mendapatkan hasil analisis yang lebih spesifik.
Selain itu, jika menggunakan kabupaten
sebagai unit observasinya maka matriks
pembobot spasial sebaiknya memperhatikan
jarak antar kabupaten atau akses jalan antar
kabupaten, karena hubungan ekonomi antar
kabupaten biasanya dicirikan dengan adanya
akses jalan antar kabupaten tersebut.
Kemudian faktor-faktor ekonomi makro juga
perlu diperhatikan dalam penelitian
selanjutnya yang membahas topik kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Agresti A. 2007. Categorical Data Analysis.
New Jersey: John Wiley and Sons.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional. 2004. Pendapatan
Keluarga; Selayang Pandang. [link].
[BPS dan World Bank Institute]. 2002. Dasar-
dasar Analisis Kemiskinan. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
Fotheringham AS, Rogerson PA. 2009. Spatial
Analysis. London: Sage Publications,
Inc.
Garson GD. Logistic Regression. [link]
http://www.chass.ncsu.edu [13 januari
2011].
Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied
Logistic Regression Second Edition. New
York : John Wiley and Sons.
Kusumaningrum D. 2010. Hotspot Analysis on
Poverty, Unemployment, and Food
Security in Java, Indonesia [Tesis].
Bogor: Fakultas matematika dan Ilmu
pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Lee J, Wong DWS. 2001. Statistical Analysis
ArchView GIS. New York: John Wiley &
Sons, Inc.
Suprapti. 2009. Pembobot Jarak dan Titik
Potong optimum dalam Regresi Logistik
Spasial untuk Pendugaan Status
Kemiskinan Desa di Jawa Barat
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor.
Thaib Z. 2008. Permodelan Regresi Logistik
Spasial dengan pendekatan Matriks
Contiguity [Skripsi]. Bogor: Fakultas
matematika dan Ilmu pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Ward MD, Gleditsch KS. 2008. Spatial
Regression Models. Los Angeles: Sage
Publications, Inc.

9
LAMPIRAN

10
Lampiran 1 Variabel penjelas yang digunakan dalam analisis
No Variabel Nama Variabel Keterangan
1 X1 Persentase total buruh tani %
2 X2 Rasio Fasilitas Pendidikan Fasilitas pendidikan/total desa
3 X3 Rasio Fasilitas kesehatan Fasilitas kesehatan/total desa
4 X4 Rata-rata jarak antar desa ke pusat kota
kabupaten
Km
5 X5 Rasio Industri skala kecil dan menengah Industri skala kecil dan
menengah/total
6 X6 Rasio fasilitas kredit Fasilitas kredit/total desa
7 X7 Potensi ekonomi desa: pertanian Desa tani/total desa
8 X8 Potensi ekonomi desa: Pertambangan Desa tambang/total desa
9 X9 Potensi ekonomi desa: Industri Desa industri/total desa
10 X10 Potensi ekonomi desa: Perdagangan Desa dagang/total desa
11 X11 Potensi ekonomi desa: Jasa Desa jasa/total desa
12 X12 Persentase total petani %
13 X13 Persentase rata-rata dari jumlah keluarga
tanpa listrik
%
14 X14 Rasio daerah kumuh Daerah kumuh/total desa
15 X15 Persentase total tenaga kerja Indonesia %
16 X16 Rasio Industri Pertanian Industri pertanian/total desa
17 X17 Persentase rata-rata jalan aspal di sebuah
desa
%
18 X18 Persentase rata-rata jalan yang dapat
digunakan oleh kendaraan beroda empat
%
19 X19 Rasio rata-rata stasiun TV yang dapat
diterima di desa
Stasiun TV diterima/ total desa
20 X20 Rasio jaringan telepon Jaringan telepon/total desa
21 X21 Rasio fasilitas Internet Fasilitas internet/total desa
22 X22 Rasio Pasar Pasar/total desa
23 X23 Persentase rata-rata Keluarga belum
sejahtera pada sebuah desa
%
24 WY Variabel spasial kemiskinan Rataan tingkat kemiskinan
kabupaten di sekelilingnya

11
Lampiran 2 Nilai korelasi pearson antar variabel penjelas
WY X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23
WY 1
X1 0.302 1
X2 -0.479 -0.529 1
X3 -0.609 -0.563 0.924 1
X4 -0.008 0.618 -0.412 -0.412 1
X5 0.178 0.003 -0.118 -0.240 0.009 1
X6 0.283 -0.232 0.159 0.071 -0.403 0.380 1
X7 0.266 0.791 -0.690 -0.695 0.695 0.194 -0.242 1
X8 -0.064 0.023 -0.050 -0.079 0.003 0.013 -0.095 0.063 1
X9 -0.002 -0.294 -0.083 -0.064 -0.328 0.173 0.131 -0.304 0.118 1
X10 -0.154 -0.660 0.562 0.546 -0.611 -0.182 0.234 -0.862 -0.077 0.187 1
X11 -0.298 -0.662 0.725 0.734 -0.538 -0.219 0.175 -0.843 -0.103 -0.034 0.545 1
X12 0.257 0.709 -0.683 -0.670 0.668 0.241 -0.227 0.962 0.058 -0.233 -0.853 -0.815 1
X13 0.307 0.730 -0.581 -0.585 0.644 0.122 -0.303 0.752 0.044 -0.260 -0.631 -0.633 0.717 1
X14 -0.487 -0.503 0.819 0.796 -0.358 -0.190 0.026 -0.661 -0.030 -0.073 0.648 0.612 -0.689 -0.513 1
X15 0.068 0.434 -0.319 -0.324 0.326 -0.050 -0.151 0.384 -0.020 -0.057 -0.305 -0.354 0.345 0.278 -0.280 1
X16 0.160 -0.005 0.127 -0.025 -0.069 0.237 0.294 -0.023 0.424 -0.040 0.006 0.046 -0.018 -0.157 0.008 -0.106 1
X17 -0.079 -0.591 0.614 0.550 -0.593 -0.117 0.303 -0.745 -0.029 0.177 0.626 0.678 -0.760 -0.634 0.539 -0.303 0.110 1
X18 0.069 -0.412 0.437 0.360 -0.516 -0.063 0.359 -0.537 0.075 0.061 0.485 0.477 -0.513 -0.537 0.343 -0.218 0.286 0.587 1
X19 -0.281 -0.466 0.330 0.387 -0.499 -0.232 0.179 -0.431 -0.039 0.144 0.337 0.374 -0.419 -0.568 0.293 -0.242 -0.022 0.406 0.351 1
X20 -0.066 -0.116 0.181 0.170 -0.215 -0.207 -0.083 -0.235 0.232 0.122 0.221 0.183 -0.238 -0.101 0.193 -0.154 0.194 0.156 0.058 -0.007 1
X21 -0.398 -0.164 0.355 0.446 -0.203 -0.206 -0.037 -0.275 -0.027 -0.003 0.207 0.328 -0.289 -0.270 0.303 -0.033 -0.012 0.302 0.123 0.216 0.853 1
X22 -0.374 -0.132 0.370 0.418 -0.193 -0.158 -0.093 -0.252 -0.020 -0.005 0.213 0.286 -0.254 -0.223 0.384 -0.085 0.016 0.252 0.102 0.178 0.753 0.757 1
X23 -0.033 0.030 -0.100 -0.063 0.078 0.038 -0.031 0.060 0.082 -0.087 -0.086 -0.024 0.008 0.204 0.009 -0.011 -0.134 -0.054 -0.069 -0.019 -0.250 -0.247 -0.225 1

12
Lampiran 3 Variabel penjelas yang pada akhirnya digunakan dalam pembentukan model
No Variabel Nama Variabel Keterangan
1 X1 Persentase total buruh tani %
2 X2 Rasio fasilitas pendidikan Fasilitas pendidikan/total desa
3 X4 Rata-rata jarak antar desa ke pusat kota
kabupaten
Km
4 X5 Rasio industri skala kecil dan
menengah
Industri skala kecil dan
menengah/total
5 X6 Rasio fasilitas kredit Fasilitas kredit/total desa
6 X7 Potensi ekonomi desa: pertanian Desa tani/total desa
7 X8 Potensi ekonomi desa: Pertambangan Desa tambang/total desa
8 X9 Potensi ekonomi desa: Industri Desa industri/total desa
9 X10 Potensi ekonomi desa: Perdagangan Desa dagang/total desa
10 X11 Potensi ekonomi desa: Jasa Desa jasa/total desa
11 X13 Persentase rata-rata dari jumlah
keluarga tanpa listrik
%
12 X14 Rasio daerah kumuh daerah kumuh/total desa
13 X15 Persentase total tenaga kerja Indonesia %
14 X16 Rasio Industri Pertanian Industri pertanian/total desa
15 WY Variabel spasial kemiskinan Rataan tingkat kemiskinan kabupaten
di sekelilingnya

13
Lampiran 4 Contoh perhitungan nilai peluang untuk model regresi logistik ordinal spasial
Model terbaik yang dapat dibentuk :
Persamaan untuk memperoleh nilai-nilai peluang kumulatif :
Misalkan diketahui suatu kabupaten dengan persentase desa perdagangan sebesar 1,439%,
persentase desa jasa sebesar 2,517%, persentase keluarga yang tidak memiliki listrik seebesar
54,3879% dan nilai variabel spasialnya adalah 4,833 maka akan mendapatkan nilai-nilai dugaan
logit kumulatif sebesar :
Sehingga diperoleh nilai-nilai peluang kumulatifnya, hasilnya adalah sebagai berikut :
Sedangkan peluang untuk masing-masing kategori nilai adalah sebagai berikut :
Sehingga dapat disimpulkan bahwa suatu kabupaten dengan persentase desa perdagangan sebesar
1.439%, persentase desa jasa sebesar 2.517%, persentase keluarga yang tidak memiliki listrik
seebesar 54.3879% dan nilai variabel spasialnya adalah 4.833 akan mendapatkan kategori tingkat
kemiskinan 5(cenderung miskin) karena memiliki peluang yang paling besar.

14
Lampiran 5 Peta sebaran tingkat kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa