PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK ......PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA...

19
PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG (Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu) JURNAL ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata I (S-1) Pada Program Studi Ilmu Hukum Oleh : SRI MAHARANI D1A013363 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2019

Transcript of PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK ......PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA...

  • PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

    PERDAGANGAN ORANG

    (Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu)

    JURNAL ILMIAH

    Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

    Untuk Mencapai Derajat Strata I (S-1) Pada

    Program Studi Ilmu Hukum

    Oleh :

    SRI MAHARANI

    D1A013363

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS MATARAM

    MATARAM

    2019

  • HALAMAN PENGESAHAN

    PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

    PERDAGANGAN ORANG

    (Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu)

    Program Studi Ilmu Hukum

    Oleh :

    SRI MAHARANI

    D1A013363

    Menyetujui,

    Pembimbing Pertama,

    Abdul Hamid, SH., MH.

    NIP. 19590731 198703 1 001

  • PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

    PERDAGANGAN ORANG

    (Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu)

    SRI MAHARANI

    D1A013363

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS MATARAM

    ABSTRAK

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan

    pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan untuk mengetahui

    penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan

    Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu. Jenis penelitian yang digunakan adalah

    penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus.

    Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan, yaitu primer, sekunder, dan tertier.

    Teknik pengumpulan bahan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (studi

    kepustakaan) kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan

    bahwa pertimbangan dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu sudah

    memperhatikan aspek yuridis dan non yuridis sehingga hakim memberikan putusan

    yang sesuai dengan pertimbangan tersebut. Kedua, Penerapan pidana terhadap

    terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp.

    150.000.000 subsidair 3 bulan merupakan pidana wajar karena pelaku hanya

    membantu melakukan tindak pidana yang masih dalam kategori ringan dan

    dilakukan dengan cara legal karena korban direkrut atas persetujuan kelurga.

    Kata Kunci : Perdagangan Orang, Penerapan Pidana, Pengadilan

    THE CRIMINAL IMPLEMENTATION TO THE DOER OF TRAFFICKING

    (Study Of The Court Verdict Number 58/Pid.Sus/2018/PN.Dompu)

    ABSTRACT

    The purpose of this research are determine the consideration of the judge in imposing

    the punishment on criminals trafficking and determine the criminal implementation

    to the doer of trafficking in persons in the court verdict number

    58/Pid.Sus/2018/PN.Dompu. Method of this research is normative, with legislative,

    conceptual, and case approach. Types and sources of legal materials used, namely

    primary, secondary, and tertiary. The material collection technique in this research is

    the study of documents (literature study) and then analyzed descriptively. The result

    of this research show that the judge consideration on the court verdict number

    58/Pid.Sus/2018/PN.Dompu already noticed the juridical and non-juridical aspects

    that judges give a verdict in accordance with these considerations. And the criminal

    implementation of the defendant is imprison for 3 years and a fine of Rp.150,000,000

    subsidiary 3 months is reasonable punishment for the perpetrators with only help a

    criminal offense that still in the mild category and doing by legal because the victims

    recruited with the consent of the family.

    Keywords : Trafficking, Criminal Implementation, The Court

  • i

    I. PENDAHULUAN

    Di Indonesia ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada

    dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal

    297 tentang perdagangan wanita yaitu : “Perdagangan wanita dan perdagangan

    anak laki-laki yang belum cukup umur diancam dengan pidana

    penjara paling lama enam tahun”. Namun ketentuan tersebut tidak merumuskan

    pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Di samping itu Pasal 297

    KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak

    yang diderita oleh korban akibat kejahatan perdagangan orang karena hukuman

    yang diberikan hanya hukuman penjara tanpa ada hukuman yang lain.

    Untuk alasan tersebut, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang disahkan untuk memperluas

    dan memperjelas pengertian perdagangan orang. Selain itu, undang-undang ini

    lahir untuk mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara

    atau semua bentuk-bentuk dari eksploitasi, termasuk perdagangan wanita untuk

    eksploitasi seksual, baik yang dilakukan di wilayah dalam negeri ataupun secara

    antar negara, dan baik dilakukan oleh perorangan ataupun korporasi seperti yang

    termuat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

    Dalam kenyataannya meskipun sudah ada aturan dan hukuman yang jelas,

    namun tindak perdagangan orang masih sering terjadi dan dilakukan dengan

    sangat rapi dan terorganisasi. Cara kerja pelaku ada yang bekerja sendirian

    ataupun secara terorganisasi yang bekerja dengan jaringan yang menggunakan

  • ii

    berbagai cara, dari yang sederhana dengan cara mencari dan menjebak korban ke

    daerah-daerah mulai dari membujuk, menipu, dan memanfaatkan kerentanan

    calon korban dan orang tuanya, bahkan sampai pada kekerasan, menggunakan

    teknologi canggih dengan cara memasang iklan, menghubungi dengan telepon

    genggam yang dapat diakses di mana saja, sampai dengan menggunakan internet.

    Salah satu contoh bentuk perdagangan orang sebagaimana yang diuraikan

    dalam Putusan Pengadilan Negeri Dompu Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dpu

    dalam kasusnya adalah diiming-imingi pekerjaan keluar negeri. Namun, iming-

    iming tersebut merupakan modus yang dilakukan oleh Supriati untuk melakukan

    perekrutan untuk tujuan perdagangan ke luar negeri sehingga hal tersebut menjadi

    pemicu munculnya tuntutan ke Pengadilan Negeri Dompu.

    Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penyusun mengambil

    rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam

    menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam

    Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu ? 2. Bagaimana penerapan pidana

    terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor

    58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu ?

    Adapun tujuan penelitian penulisan ini yang hendak dicapai untuk

    mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku

    tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN.

    Dompu dan untuk mengetahui penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana

    perdagangan orang dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu.

  • iii

    Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan

    pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute

    Approach), 2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dan 3. Pendekatan

    Kasus (Case Approach).1 Sumber dan jenis bahan hukum yang digunakan dalam

    penelitian ini meliputi: 1. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari Kitab Undang-

    Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 2. Bahan Hukum Sekunder

    buku-buku karangan para ahli maupun sarjana yang relevan.2 3. Bahan Hukum

    Tersier atau Bahan Penunjang yang terdiri dari kamus, ensiklopedi, jurnal dan

    seterusnya. Pengumpulan bahan hukum yang dilakukan oleh penyusun adalah

    dengan cara Studi Kepustakaan dimana hal itu merupakan proses pengumpulan

    bahan hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti, baik itu berupa

    peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, literatur, karya tulis, dan lain

    sebagainya sehingga mampu melengkapi apa yang diteliti. Bahan hukum yang

    diperoleh dari studi kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu

    dengan cara mengolah dan menginterpretasikan bahan-bahan hukum guna

    mendapatkan hasil dari penelitian. Selanjutnya dilakukan penulisan kesimpulan

    secara deduksi, yaitu penulisan kesimpulan dari hal yang umum ke yang khusus.

    1 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 35

    2 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar dan Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT.

    RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 26

  • iv

    II. PEMBAHASAN

    Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak

    Pidana Perdagangan Orang Dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN.

    Dompu

    Pertimbangan hukum merupakan dasar argumentasi hakim dalam

    memutuskan suatu perkara. Jika argumen hukum itu tidak benar dan tidak

    sepantasnya (proper), maka orang kemudian dapat menilai bahwa putusan itu

    tidak benar dan tidak adil. Namun dalam menjatuhkan pidana, hakim harus bisa

    memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum yang dapat

    dipertanggungjawabkan sehingga ketika menjatuhkan sebuah pidana, pidana

    tersebut benar-benar mencerminkan rasa keadilan sesuai dengan kepala putusan

    yang menyatakan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

    Dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu, hakim memberikan

    pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Bahwa pada antara bulan Juli

    tahun 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 Supriati dan Uti Abdollah

    (terdakwa berkas terpisah) bertempat di Kabupaten Dompu telah merekrut calon

    Tenaga Kerja Wanita untuk bekerja ke Negara Turki yaitu Sisi Karina Sari, Lili

    Suryani, Junari dan Sri dan diketahui oleh orang tua serta keluarga masing-

    masing. 2. Bahwa untuk melengkapi dokumen, Supriati membantu para calon

    Tenaga Kerja tersebut mengurus paspor di Kantor Imigrasi Sumbawa, mengurus

    medical (cek kesehatan), serta menampung sementara di rumah terdakwa Supriati

    di Dompu sebelum diberangkatkan ke Jakarta melalui darat dengan transportasi

    Bus. 3. Bahwa setelah para calon Tenaga Kerja Wanita tersebut diinapkan

  • v

    sementara di rumah Supriati, kemudian diberangkatkan ke Jakarta melalui jalur

    darat dengan menggunakan Bus dan di Jakarta ditampung di rumah Uti Abdollah

    di Kampung Rawa Badung, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Kota

    Jakarta Timur, selanjutnya semua proses pemberangkatan diurus oleh Salman

    selaku Bos Uti Abdollah (Terdakwa berkas terpisah) dan Badrin alias Boy. 4.

    Bahwa kemudian para calon Tenaga Kerja Wanita tersebut dalam waktu yang

    berbeda diberangkatkan ke Turki melalui Surabaya menggunakan pesawat udara

    mendarat di kota Istambul, dan di Istambul sudah ada yang menjemput kemudian

    ditampung di penampungan di Kota Istambul, dari kota Istambul para calon

    Tenaga Kerja Wanita dikumpulkan atau ditampung di sebuah tempat

    penampungan di Kota Mersin. 5. Menimbang, bahwa di penampungan di Mersin

    tersebut para calon Tenaga Kerja Wanita semuanya berjumlah 10 (sepuluh) orang

    termasuk yang direkrut oleh Supriati dan Uti Abdollah (terdakwa berkas terpisah),

    semuanya tidur dalam ruangan yang sempit ukuran 3 x 4 meter persegi, tidur

    hanya beralaskan tikar, diberi makan berupa roti tanpa isi satu kali satu hari,

    minum diambil dari air kran dan bekerja mengepel lantai dari lantai 1 sampai

    lantai sebelas tanpa menerima upah, dan diperlakukan secara kasar dan mendapat

    perlakuan pelecehan seksual oleh pegawai dipenampungan tersebut. 6. Bahwa

    Supriati dan Uti Abdollah (terdakwa berkas terpisah) dalam melakukan tindakan

    perekrutan tersebut tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang dan para calon

    tenaga kerja tersebut tidak diberikan pelatihan untuk menjadi calon tenaga kerja

    yang dipekerjakan ke luar negeri. 7. Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang

    diuraikan di atas, menurut Majelis perbuatan Supriati bersama Uti Abdollah

  • vi

    (terdakwa berkas terpisah) adalah merupakan tindakan dari bentuk

    memperdagangkan orang atau mengeksploitasi orang, tindakan perekrutan,

    pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

    2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 8. Menimbang,

    bahwa karena seluruh unsur dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi maka Supriati

    haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

    tindak pidana “membantu atau melakukan percobaan dalam tindak pidana

    perdagangan orang” sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Kesatu dari Penuntut

    Umum. 9. Menimbang, bahwa karena dalam diri terdakwa tidak ditemukan

    adanya hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf maupun alasan

    pembenar sebagai dasar penghapus pidana maka terhadap Terdakwa tersebut patut

    untuk dipertanggung jawabkan atas perbuatannya;

    Jika dijabarkan secara umum, pertimbangan-pertimbangan yang dibacakan

    oleh hakim tersebut adalah menyatakan terdakwa sudah memenuhi setiap unsur

    yang ada dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang

    Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun jika dihubungkan

    dengan unsur membantu yang dalam Pasal 53 KUHP, maka dakwaan penuntut

    umum tidak spesifik dapat dibuktikan karena unsur yang ada dalam Pasal 4

    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Perdagangan dengan Pasal 53 KUHP berbeda.

    Oleh karena perbedaan unsur tersebut, maka ketentuan Pasal 53 KUHP

    tidak dapat dijadikan acuan oleh hakim dalam memberikan putusan. Selain itu,

    mengenai penjatuhan putusan, hakim lebih fokus pada aturan yang ada dalam

  • vii

    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Perdagangan karena aturan tersebut lebih spesifik membahas mengenai

    pembantuan tindak pidana perdagangan orang daripada KUHP yang hanya fokus

    pada unsur pembantuan dalam semua aspek tindak pidana.

    Setelah mempertimbangkan hal tersbut, barulah hakim memberikan

    putusan “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Supriati tersebut oleh karenanya

    dengan pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun dan pidana denda sebesar Rp.

    150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.”

    Putusan hakim diatas menunjukkan bahwa unsur membantu dalam

    dakwaan yang didakwakan oleh penuntut umum adalah sudah terpenuhi. Tetapi

    menurut penyusun, hakim kurang teliti membaca unsur dakwaan yang ada dalam

    persidangan karena unsur membantu tersebut mengarah pada cara yang dilakukan

    oleh terdakwa. Jelas-jelas penuntut umum dalam dakwaannya menyebutkan

    bahwa unsur membantu tersebut digabungkan dengan caranya membantu, yaitu

    “mambantu dengan cara membawa keluar negeri”, bukan hanya membantu secara

    umum.

    Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa unsur membantu dalam Undang-

    Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Perdagangan Orang dengan KUHP adalah berbeda sehingga seharusnya hakim

    tidak perlu melihat satu unsur kecil dalam sebuah tindak pidana tanpa

    memperhatikan kemana arah unsur tersebut ditujukan, meskipun menurut Pasal 1

    Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim

    diberi kebebasan untuk menjatuhkan pidana dalam setiap pengadilan perkara

  • viii

    tindak pidana. Namun, kebebasan tersebut dimaksudkan jika sudah sesuai dengan

    aturan yang digariskan oleh hukum dan aturan tersebut dinyatakan dalam butiran

    pertimbangan-pertimbangan hukum, maka boleh menjatuhkan putusan

    berdasarkan aturan mana yang harus digunakan dan sesuai dengan tindak pidana

    yang dilakukan.

    Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dapat digunakan

    sebagai bahan analisis tentang orientasi yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan

    pidana karena hal tersebut sangat penting untuk melihat bagaimana putusan yang

    nanti akan dijatuhkan itu relevan dengan tujuan pemidanaan yang telah

    ditentukan. Secara umum dapat dikatakan, bahwa putusan hakim yang tidak

    didasarkan pada orientasi yang benar, dalam arti tidak sesuai dengan tujuan

    pemidanaan yang telah ditentukan, justru akan berdampak negatif terhadap proses

    penanggulangan kejahatan itu sendiri dan tidak akan membawa manfaat bagi

    terpidana.

    Pada dasarnya, pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek

    terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang

    mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di

    samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan

    sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.

    Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim

  • ix

    yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan

    Tinggi/Mahkamah Agung.3

    Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan sebuah pidana

    sangatlah penting di mana majelis hakim harus mempertimbangkan secara matang

    fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Hakim dalam putusan nomor

    58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu telah mempertimbangkan kesesuaian dakwaan

    penunut umum yang pertama yaitu terdakwa telah melanggar ketentuan Pasal 10

    jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Perdagangan Orang sehingga hakim menjatuhkan putusan sesuai dengan

    aturan yang berlaku. Kesesuaian yang dilakukan oleh hakim tersebut merupakan

    kesesuaian dengan pasal yang didakwakan oleh penuntut umum.

    Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang

    Dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu

    Dalam putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu perbuatan terdakwa

    tentu sudah dilarang oleh undang-undang karena melanggar ketentuan

    sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 10 jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor

    21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan

    ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima

    belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua

    puluh juta rupiah).

    3 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet V, Pustaka Pelajar,

    Yogyakarta, 2004, hlm.140

  • x

    Penjatuhan pidana tersebut diberikan oleh hakim kepada terdakwa

    menurut penyusun sudah wajar karena pelaku hanya membantu melakukan tindak

    pidana yang masih dalam kategori ringan, yaitu merekrut dan hanya mengirim ke

    Jakarta saja, tidak lebih dari itu. Perbuatan merekrut dan mengirim ke Jakarta

    tersebut hanya perbuatan yang tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan

    bagi para korban dan diperlakukan dengan cara manusiawi. Korban merasakan

    bahaya dan tidak diperlakukan secara manusiawi adalah ketika berada di Turki

    dan hal tersebut bukan dilakukan oleh terdakwa, melainkan oleh orang yang

    bertanggung jawab di Turki.

    Oleh karena itu, hakim menjatuhkan pidana paling ringan diputusan yang

    disidangkan dan hal tersebut tetep berlandaskan Pasal 10 Undang-Undang Nomor

    21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang

    mana pasal tersebut menjadi aturan inti dalam memberikan putusan terhadap

    pelaku yang melakukan tindak pidana perdagangan orang, baik dari aspek pra

    terjadinya perdagangan serta pasca terjadinya perdagangan orang.

    Namun dalam kajian yang dilakukan oleh penyusun terhadap Putusan

    Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu, jika dikaitkan dengan Undang-Undang

    Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

    Orang, pasal yang dikenakan oleh penuntut umum menurut penyusun kurang tepat

    karena terdakwa bukan merupakan orang yang membawa ke luar negeri, terdakwa

    hanya melakukan tindakan perekrutan, pengangkutan pemindahan, dan

    mengirimnya kepada orang lain yang masih dalam wilayah Republik Indonesia

    sehingga pasal yang seharusnya dikenakan adalah Pasal 2 ayat (1) Undang-

  • xi

    Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Perdagangan Orang yang menyatakan:

    Pasal 2 ayat (1)

    Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,

    pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman

    kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,

    penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang

    atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan

    dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan

    mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia,

    dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling

    lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.

    120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.

    600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

    Dari bunyi pasal tersebut, jika dihubungkan dengan kasus posisi yang

    dilakukan oleh terdakwa sudah sangat sesuai karena terdakwa melakukan

    perekrutan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan, dan hal tersebut masih dalam

    wilayah dalam negeri, yaitu dari Kabupaten Dompu ke Jakarta, sehingga yang

    membawa Sisi Karina Sari, Lili Suryani, Junari dan Sri ke luar negeri bukan

    terdakwa. Lebih jauh, dalam putusan tersebut penuntut umum membuktikan unsur

    Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan:

    Pasal 4 Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah

    negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar

    wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling

    singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana

    denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)

    dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

    Unsur “Membawa Warga Negara Indonesia ke Luar Wilayah Negara

    Republik Indonesia” tidak terpenuhi dalam kasus yang terdakwanya adalah

    Supriati karena Supriati hanya melakukan perekrutan, pengangkutan, dan

  • xii

    pemindahan, yang masih dalam wilayah Republik Indonesia, bukan sebagai orang

    yang membawa ke luar negeri.

    Perlu digaris bawahi bahwa, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun

    2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah pasal yang

    memperjelas Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6, bukan sebagai pasal

    yang memberikan hukuman karena hukumannya yang diberikan dalam Pasal 10

    tersebut masih berlandaskan pada pasal-pasal sebelumnya.

    Dari kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh penyusun, perlu diingat

    bahwa penyusun tidak setuju dengan pasal yang didakwakan oleh penuntut umum

    karena dakwaan yang lebih tepat menurut penyusun adalah Pasal 2 ayat (1)

    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Perdagangan Orang karena terdakwa tindak pidana perdagangan orang hanya

    sifatnya membantu membantu melakukan perekrutan. Sehingga menurut

    penyusun, penjatuhan pidana 3 tahun sudah sesuai dengan aspek keadilan dan

    kemanuasiaan meskipun ancaman yang diberikan dalam undang-undang adalah

    adalah pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima

    belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua

    puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

  • xiii

    III. PENUTUP Kesimpulan

    Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1.

    Pertimbangan yang dinyatakan oleh hakim dalam Putusan Nomor

    58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu sudah memperhatikan aspek yuridis meskipun unsur

    yang terbukti dalam dakwaan hanya unsur membantu, bukan caranya membantu.

    Selain aspek yuridis, hakim juga sudah mempertimbangkan aspek non yuridis,

    yaitu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa

    sehingga hakim memberikan putusan yang sesuai dengan pertimbangan yuridis

    dan non yuridis tersebut. 2. Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana

    perdagangan orang yang hanya diberikan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan

    pidana denda sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) subsidair

    3 (tiga) bulan merupakan pidana yang tergolong ringan. Tetapi menurut penyusun,

    pemidanaan tersebut sudah dalam kategori wajar karena pelaku hanya membantu

    melakukan tindak pidana yang masih dalam kategori ringan, yaitu merekrut dan

    hanya mengirim ke Jakarta saja dan perbuatan tersebut tidak menimbulkan

    keadaan yang membahayakan bagi para korban serta dilakukan dengan cara legal

    karena korban direkrut atas persetujuan kelurga, malah korban merasakan bahaya

    dan tidak diperlakukan secara manusiawi adalah ketika berada di Turki dan hal

    tersebut bukan dilakukan oleh terdakwa.

    Saran

    Saran penyusun dari penelitian ini adalah: Untuk panuntut umum supaya

    hati-hati merumuskan perbuatan dengan pasal yang harus digunakan untuk

    menjerat terdakwa supaya dapat dibuktikan dalam sidang dipengadilan. Dan

  • xiv

    sebaiknya hakim lebih memperhatikan kronologi kasus yang sedang diadili sepaya

    penerapan pidana dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sesuai dengan

    peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hakim dapat memberikan

    putusan maksimal yang dapat memberikan efek jera bagi siapa saja yang

    melakukan perbuatan perdagangan orang tersebut.

  • xv

    DAFTAR PUSTAKA

    Buku-Buku, Artikel, Jurnal

    Abdul Rasal Rauf, Situasi Perdagangan Orang dan Jeratan Hutang Kawasan

    Timur Indonesia, ICMC Indonesia & Pusat Studi dan Pengkajian Hak

    Asasi Manusia UNHAS, Makasar, 2009.

    Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

    2008.

    Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar dan Metode Penelitian Hukum, Jakarta:

    PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

    Barda Nawawi Arief, Sistem Pemidanaan dalam Ketentuan Umum Buku I RUU

    KUHP, Kencana, Yogyakarta, 2004.

    Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta, 1995.

    Departemen Pendidikan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

    Balai Pustaka, Jakarta, 2005.

    Dian Kartikasari, Kerentanan Perempuan Dalam Perdagangan Perempuan,

    Migrasi, HIV/AIDS, Koalisi Perempuan Indonesia Untuk keadilan dan

    Demokrasi, 2010.

    Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika

    Aditama, Bandung, 2006.

    M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar

    Grafika, Jakarta, 2002

    Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.

    Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet V,

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

    P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku

    di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.

    Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010.

  • xvi

    Soetandyo Wignyasoebroto, Perempuan Dalam Wacana Perdagangan orang,

    PKBI, Yogyakarta, 1997.

    Syamsuddin Aziz, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.

    Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Prespektif Pembaharuan,

    UMM Press, Jakarta, 2009.

    Valentina, Perdagangan perempuan dan Anak Dalam Pandangan Seorang Aktivis

    Perempuan; Sulistyowati Irianto (ed). Perempuan dan Hukum, Menuju

    Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor,

    Jakarta, 2008.

    Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika

    Aditama, 2003.

    Peraturan Perundang-Undangan

    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

    Orang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,

    Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4720)

    Sumber Lain

    Husni Amiy, Makalah Human Perdagangan orang: Pengertian Human

    Perdagangan orang, Penanggulangan Human Perdagangan orang.

    Blogspot.com. 2012.

    http://www.infospesial.net/660/duh-indonesia-duduki-urutan-ke-2

    humanperdagangan orang-di-dunia/

    Koalisi Perempuan Indonesia, Makalah : Sosialisasi tentang Perdagangan

    Perempuan, Jakarta, 2008.