PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/JURNAL...

19
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 TUGUMULYO TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Lidia Kusumawati 1 , Yaspin Yolanda, M.Pd. 2 , Ahmad Amin, M.Si 3 1 Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Alam, STKIP-PGRI Lubuklinggau, Jl. Mayor Toha Lubuklinggau, Indonesia ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share pada Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016”. Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share secara signifikan tuntas?. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan menggunakan metode eksperimen semu yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding. Sampel pada penelitian ini adalah kelas X.1. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes. Hasil penelitian yang diperoleh data skor tes akhir dianalisis dengan menggunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf kepercayaan α = 0,05, diperoleh t hitung (3,056) > t tabel (1,697) Ha diterima dan Ho ditolak. Dimana hasil rata-rata kognitif siswa mencapai 77,25. Ketuntasan siswa 75 % dan tidak ketuntasan siswa 25 % sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada pembelajaran fisika di kelas X.1 SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016 hasil belajar siswa secara signifikan tuntas. Kata Kunci: Think Pair Share, Ketuntasan, Hasil Belajar A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan manusia, karena dengan pendidikan akan menentukan peradaban manusia pada masa yang akan datang. Peranan pendidikan dalam hal ini tidak hanya penting

Transcript of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/JURNAL...

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR

SHARE PADA PEMBELAJARAN FISIKA SISWA KELAS X SMA

MUHAMMADIYAH 2 TUGUMULYO TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Lidia Kusumawati1, Yaspin Yolanda, M.Pd.

2, Ahmad Amin, M.Si

3

1Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika

dan Ilmu Alam, STKIP-PGRI Lubuklinggau,

Jl. Mayor Toha Lubuklinggau, Indonesia

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair

Share pada Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo

Tahun Pelajaran 2015/2016”. Rumusan masalah penelitian ini adalah Apakah hasil

belajar fisika siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran

2015/2016 setelah diterapkan model pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

secara signifikan tuntas?. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan menggunakan

metode eksperimen semu yang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding.

Sampel pada penelitian ini adalah kelas X.1. Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah tes. Hasil penelitian yang diperoleh data skor tes akhir dianalisis

dengan menggunakan uji t. Berdasarkan hasil analisis uji-t dengan taraf kepercayaan

α = 0,05, diperoleh thitung(3,056) > ttabel(1,697) Ha diterima dan Ho ditolak. Dimana

hasil rata-rata kognitif siswa mencapai 77,25. Ketuntasan siswa 75 % dan tidak

ketuntasan siswa 25 % sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada pembelajaran fisika di

kelas X.1 SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016 hasil

belajar siswa secara signifikan tuntas.

Kata Kunci: Think Pair Share, Ketuntasan, Hasil Belajar

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu bagian terpenting dalam kehidupan

manusia, karena dengan pendidikan akan menentukan peradaban manusia pada

masa yang akan datang. Peranan pendidikan dalam hal ini tidak hanya penting

bagi perkembangan individu, melainkan perkembangan bangsa dan negara

bahkan dunia. Melalui proses pendidikan diharapkan siswa dapat tumbuh dan

berkembang menjadi lebih baik.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa,

baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak

langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.

Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta

didik melakukan kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya

efisiensi dan efektivitas kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik, maka

kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta

didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Pada umumnya siswa

berpendapat bahwa pelajaran fisika merupakan pelajaran yang cukup sulit.

Guru berharap pada proses pembelajaran di kelas siswa dapat menyerap

materi pelajaran dengan baik, hal ini ditandai dengan hasil belajar siswa. Untuk

mendapatkan hasil belajar yang diharapkan, maka harus ditunjang oleh bahan

pelajaran yang bermutu, model pembelajaran, sistem evaluasi, sarana penunjang

dan sistem administrasi yang dapat memberikan kontribusi maksimal pada proses

belajar. Model pembelajaran merupakan suatu perencanaan pelaksanaan

pembelajaran di kelas yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran

untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan guru mata

pelajaran fisika kelas X semester ganjil di SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo,

guru fisika tersebut mengatakan bahwa pembelajaran fisika di kelas X.1 masih

tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai semester ganjil pada tahun

pelajaran 2014/2015 dari 31 siswa di kelas X.1 hanya mencapai 29,03% (9

siswa) yang dapat mencapai nilai KKM 70. Hal tersebut menunjukkan bahwa

67,74% (21 siswa) di kelas X.1 belum mencapai KKM, sehingga mereka harus

mengikuti remedial. Kenyataan ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman

siswa terhadap materi pelajaran fisika dan kegiatan pembelajaran lebih

cenderung menggunakan metode ceramah yang berpusat pada guru tanpa adanya

peran aktif siswa.

Faktor yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam pembelajaran fisika

adalah proses pembelajaran fisika yang diterapkan selama ini kurang bervariasi.

Kurang aktifnya siswa ini disebabkan karena siswa hanya menerima saja apa

yang disampaikan oleh guru tanpa bertanya ketika mereka tidak mengerti atau

mengalami kesulitan dalam belajar. Sehingga membuat siswa kurang menyukai

mata pelajaran fisika dan menganggap mata pelajaran fisika merupakan mata

pelajaran yang sangat sulit. Hasil belajar siswa pada pelajaran fisika juga belum

sesuai dengan apa yang diharapkan.

Berdasarkan uraian tersebut salah satu upaya untuk meningkatkan hasil

belajar siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran Think Pair Share.

Ngalimun (2012:169) menyatakan bahwa model pembelajaran ini tergolong tipe

kooperatif dengan sintaks sebagai berikut, Guru menyajikan materi klasikal,

berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara

berpasangan sebangku-sebangku (think pair), persentasi kelompok (share), kuis

individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan

reward.

Model pembelajaran Think Pair Share termasuk dalam pembelajaran

kooperatif. Dipilih model pembelajaran ini karena pembelajaran ini memberi

kesempatan pada siswa untuk berpikir, menjawab, saling membantu sama lain

dan akan menambah variasi model pembelajaran yang lebih menarik,

menyenangkan, menungkatkan aktivitas dan kerja sama siswa dalam belajar.

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Apakah hasil belajar fisika siswa kelas X SMA

Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah diterapkan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share secara signifikan tuntas?”.

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar fisika di kelas X SMA

Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.

B. Landasan Teori

1. Pengertian Belajar

Belajar pada hakekatnya adalah suatu proses yang terjadi pada diri

manusia dan berlangsung sepanjang hayat. Belajar adalah kewajiban semua

manusia yang digunakan untuk melatih dan merubah diri manusia. Menurut

Trianto (2010:16) “Belajar adalah perubahan pada individu y6ang terjadi

melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan

tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir”. Sedangkan menurut

Slameto (2010:2) “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan

kompetensi yang dihasilkan dari pengalamannya sendiri yang ditandai

dengan adanya perubahan tingkah laku.

2. Pengertian Hasil Belajar

Sudjana (2009:22) mendefenisikan hasil belajar adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman

belajarnya. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2010:3), hasil

belajar merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Dari

sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan evaluasi hasil belajar. Dari sisi

siswa, hasil belajar merupakan suatu puncak proses belajar.

Suprijono (2009:5) mendefenisikan bahwa “Hasil belajar adalah pola-

pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan

keterampilan”. Tujuan belajar yang ingin dicapai ada tiga aspek yaitu afektif,

kognitif dan psikomotorik. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti

kemampuan siswa pada aspek kognitif.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

defenisi hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa atau perubahan

tingkah laku yang diharapkan pada siswa setelah melakukan kegiatan belajar

mengajar.

Berdasarkan penjelasan tersebut aspek kognitif untuk soal tes yang

digunakan dalam penelitian ini adalah C1 (pengetahuan), C2 (pemahaman)

dan C3 (aplikasi atau penerapan).

3. Pengertian Pembelajaran

Pribadi (2009:10) mendefenisikan pembelajaran adalah proses yang

sengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktifitas belajar dalam diri

indivudu. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan sesuatu hal yang

bersifat eksternal dan sengaja dirancang untuk mendukung terjadinya

proses belajar internal dalam diri individu.

Walter Dick (dalam Pribadi, 2009:11) mendefinisikan pembelajaran

sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secra

terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa jenis

media.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran adalah suatu proses yang saling berhubungan meliputi tujuan,

materi, metode dan evaluasi yang bertujuan untuk meningkatkan belajar

siswa.

4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Nuyami (2014:4) mendefenisikan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share adalah kegiatan belajar dalam

kelompok dimana anggota dalam kelompok tersebut akan bekerja sama

untuk mencapai tujuan dari kelompok itu. Model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share menghendaki siswa bekerja saling

membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan

oleh penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual. Model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share adalah model

pembelajaran yang menggunakan metode diskusi berpasangan yang

dilanjutkan dengan diskusi pleno.

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Think Pair Share

Menurut Aqib (2014:24) model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share diperkenalkan oleh Frank Lyman pada tahun 1985,

model pembelajaran ini dirancang untuk mempengaruhi pada interaksi

siswa. Adapun langkah-langkahnya adalah:

1) Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin

dicapai.

2) Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan

yang disampaikan guru.

3) Siswa diminta berpasangan dengan bangku sebelahnya

(kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran

masing-masing.

4) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok

mengemukakan hasil diskusinya.

5) Berawal dari kegiatan tersebut, mengarahkan pembicaraan

pada kelompok permasalahan dan menambah materi yang

belum diungkapkan para siswa.

6) Guru memberi kesimpulan.

7) Penutup.

Frank Lyman juga mengemukakan pendapatnya (dalam Huda

2014:136) dalam prosedur model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share yaitu:

1) Siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok. Setiap

kelompok terdiri dari 4 anggota/siswa.

2) Guru memberikan tugas pada setiap kelompok.

3) Masing-masing anggota memikirkan dan mengerjakan tugas

tersebut sendiri-sendiri terlebih dahulu.

4) Kelompok membentuk anggota-angotanya secara

berpasangan. Setiap pasangan mendiskusikan hasil

pengerjaan inidividunya.

5) Kedua pasangan lalu bertemu kembali dalam kelompoknya

masing-masing untuk menshare hasil diskusinya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan

langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share

untuk digunakan dalam penelitian ini adalah langkah-langkah model

pembelajaran menurut ini secara sederhana yakni sebagai berikut:

1) Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

2) Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang

disampaikan guru.

3) Siswa diminta berpasangan dengan bangku sebelahnya (kelompok 2-

4 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.

4) Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan

hasil diskusinya.

5) Berawal dari kegiatan tersebut, mengarahkan pembicaraan pada

kelompok permasalahan dan menambah materi yang belum

diungkapkan para siswa.

6) Guru memberi kesimpulan.

7) Penutup.

c. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Think Pair Share

Setiap model pembelajaran yang ada sudah tentu memiliki

kelebihan dan kelemahan, begitu pula dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share. Nuyami (2014:4) menjabarkan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share memiliki kelebihan

sebagai berikut:

1) Memberi kesempatan bekerja sama dengan orang lain.

2) Mengoptimalkan partisipasi siswa yaitu memberi kesempatan delapan

kali lebih banyak kepada siswa untuk dikenali.

3) Menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain.

4) Siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan

idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas.

5) Dapat memperbaiki rasa percaya diri, rasa ingin tahu, ingin

mencoba, bersikap mandiri dan ingin mencoba.

6) Siswa belajar menghargai pendapat orang lain.

Selain itu, model pembelajaran Think Pair Share memiliki

kelemahan sebagai berikut:

1) Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.

2) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor.

3) Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.

4) Menggantungkan pada pasangan.

5. Tinjauan Materi Pengukuran

a. Pengertian Pengukuran

Pengukuran adalah membandingkan suatu besaran dengan suatu

satuan. Pengukuran merupakan kegiatan yang sudah tidak dapat

terpisahkan dari aktivitas manusia, hanya saja manusia tidak menyadari

bahwa sedang melakukan pengukuran (Zaelani 2006:11). Menurut

Juwanto (2002:7) pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi atau

kapasitas, biasanya terhadap suatu standart atau satuan ukur. Pengukuran

tidak hanya terbatas pada kuantitis fisik, tetapi juga dapat diperluas untuk

mengukur hampir semua benda yang dibayangkan, seperti tingkat

ketidakpastian.

Di antara yang paling penting, selain kesalahan, adalah

katerbatasan ketepatan setiap alat pengukur dan ketidakmampuan

membaca sebuah istrumen di luar batas bagian terkecil yang ditunjukkan

(Giancoli 2001:7).

Beberapa aspek pengukuran yang harus diperhatikan antara

lain ketepatan (akurasi), kalibrasi alat, ketelitian (presisi) dan kepekaan

(sensitivitas). Dengan aspek-aspek pengukuran tersebut, diharapkan dapat

diperoleh hasil pengukuran yang akurat dan benar.

Ada 3 macam pengukuran antara lain:

1) Alat Ukur Panjang

a) Mistar atau penggaris

Terdapat berbagai jenis mistar yang sesuia dengan skalanya

di sekitar kita. Skala terkecil sebuah mistar adalah milimeter. Mistar

mempunyai tingkat ketelitian 1 mm atau 0,1 cm.

b) Jangka Sorong

Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang, diameter

luar, diameter dalam dan kedalaman benda. Jangka sorong memiliki

dua pasang rahang, rahang bagian atas digunakan untuk mengukur

bagian dalam misalkan diameter bagian dalam silinder dan rahang

bagian bawah digunakan untuk mengukur diameter bagian luar,

misalkan diameter luar silinder atau mengukur ketebalan buku.

Tingkat ketelitian jangka sorong adalah 0,05 mm (Zaelani 2006:11).

Adapun gambar jangka sorong dan bagian-bagiannya dapat dilihat

pada gambar 1.

Gambar 1. bagian – bagian jangka sorong

Sumber : Setya Nurachmadani (2009:9)

a. Bagian-bagian jangka sorong yaitu:

1. Rahang dalam, raham dalam memiliki fungsi untuk mengukur

dimensi luar atau sisi bagian luar sebuah benda misal tebal,

lebar sebuah benda kerja.

b. Rahang luar, rahang luar memiliki fungsi untuk mengukur

diameter dalam atau sisi bagian dalam sebuah benda.

c. Pengukur kedalaman, bagian ini mempunyai fungsi untuk

mengukur kedalaman sebuah benda.

d. Skala utama digunakan untuk membaca hasil pengukuran

dengan satuan cm.

e. Skala nonius digunakan untuk membaca hasil pengukuran

dengan satuan mm.

f. Pengunci mempunyai fungsi untuk menahan bagian-bagian

yang bergerak saat berlangsungnya proses pengukuran.

c) Mikrometer Sekrup

Mikrometer sekrup adalah sebuah alat ukur besaran panjang

yang cukup presisi. Mikrometer sekrup memiliki ketelitian 0,01

mm. Mikrometer sekrup sering digunakan untuk mengukur tebal

benda-benda tipis dan mengukur diameter benda-benda bulat yang

kecil seperti tebal kertas dan diameter kawat. Mikrometer sekrup

terdiri atas dua bagian, yaitu poros tetap dan poros ulir (Zaelani

2006:19).

Skala utama mikrometer sekrup mempunyai skala dalam

mm. Jumlah skala pada selubung luar 50 buah, jika selubung

diputar 1 putaran, maka rahang geser bergerak 0,5. Namun jika

selubung diputar 1 skala, rahang geser bergerak 0,01 mm. Adapaun

gambar mikrometer sekrup dan bagian-bagiannya dapat dilihat pada

gambar 2.

Gambar 2. bagian – bagian mikrometer sekrup

Sumber : Setya Nurachmadani (2009:9)

Cara menggunakan mikrometer sekrup:

a. Pastikan pengunci dalam keadaan terbuka

b. Lakukan pengecekan katika apakah poros tetap dan poros geser

bertemu skala utama dan skala nonius menunjukan angka nol.

c. Putar sekrup pemutar atau silinder bergerigi.

d. Pasang benda diantara rahang putar dan rahang tetap.

e. Kencangkan kembali silinder bergerigi sampai benda yang

diukur tidak bergerak, jangan terlalu kencang agar tidak

mempengaruhi pengukuran.

Cara membaca mikrometer sekrup:

a) Lihat pada skala utama, lihat skala yang tepat ditunjuk atau

tepat sebelah kiri skala putar.

b) Lihat angka pada skala putar yang segaris dengan garis

melintang diskala utama. Kalikan angka dengan 0,01 mm.

c) Hasil terakhir jumlahkan skala utama dengan skala putar.

C. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kuantitatif menggunakan

metode penelitian eksperimen dengan one-group pretest – posttest design. Pada

penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti, yaitu satu variabel bebas dan

satu variabel terikat. Model pembelajaran Think Pair Share merupakan variabel

bebas, sedangkan untuk variabel terikat yaitu hasil belajar siswa.

Populasi penelitian meliputi dua kelas dari seluruh siswa kelas X SMA

Muhammadiyah 2 Tugumulyo tahun pelajaran 2015/2016 yang berjumlah 69

siswa. Sampel penelitian terdiri dari satu kelas yang dilakukan secara simple

random sampling.

Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan tes dan. Tes

diberikan sebanyak dua kali yaitu tes kemampuan awal (pre-test) dan tes

kemampuan akhir (post-test). Pre-test digunakan untuk mencari sampel apakah

sampel diterima atau ditolak.

1. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Awal Siswa

Kemampuan awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

kemampuan yang dimiliki siswa sebelum diberi perlakuan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Pelaksanaan pre-test ini

berfungsi untuk mengetahui kemampuan awal tentang materi pengukuran

yang dilakukan pada pertemuan pertama yang diikuti oleh 36 siswa dari kelas

X.I sebelum dilakukan proses pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Soal pre-test yang digunakan

dalam penelitian terdiri dari 7 soal yang berbentuk uraian. Rekapitulasi hasil

pretest dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Rekapitulasi hasil pre-test

No Uraian Kelas Eksperimen

1 Nilai Rata-rata 31,56

2 Nilai Terkecil 9

3 Nilai Terbesar 61

4 Rentang Nilai 52

5 Simpangan Baku 15,19

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata dan

simpangan baku pre-test adalah 31,56 dan 15,19. Hasil rekapitulasi pre-test

memperlihatkan bahwa semua siswa belum mencapai KKM dan dapat

dinyatakan bahwa 100% siswa tidak tuntas

2. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Akhir Siswa

Kemampuan akhir siswa dalam penguasaan materi pengukuran

merupakan hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Hasil

kemampuan akhir diperoleh melalui post-test yang diikuti oleh 36 siswa. Soal

yang digunakan berbentuk uraian terdiri dari 7 soal. Dari hasil perhitungan

dapat dikemukakan bahwa siswa yang tuntas atau mendapat nilai ≥ 70

sebanyak 27 orang (75%) dan yang tidak tuntas atau mendapat nilai < 70

sebanyak 9 orang (25%). Data post-test digunakan untuk mengetahui

kemampuan akhir siswa setelah diberi perlakuan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share. Untuk lebih jelasnya rekapitulasi rata-rata

dan simpangan baku dari post-test dapat dilihat pada tabel 3. 2)

Tabel 3

Rekapitulasi Hasil Tes Akhir (post-test)

No Uraian Kelas Eksperimen

1 Nilai Rata-rata 77,25

2 Nilai Terkecil 45

3 Nilai Terbesar 98

4 Rentang Nilai 53

5 Simpangan Baku 14,23

6 Siswa Tuntas 75%

7 Siawa tidak Tuntas 25%

Berdasarkan analisis hasil post-test dapat dilihat perbedaan hasil

belajar antara kemampuan awal siswa (tabel 2) dengan kemampuan akhir

siswa (tabel 3), terdapat peningkatan hasil belajar setelah diberikan perlakuan

dengan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Peningkatan

hasil belajar tersebut dapat dilihat dari nilai rata-rata pre-test adalah 31,56

dan nilai rata-rata post-test adalah 77,25. Hal ini berarti terjadi peningkatan

nilai rata-rata sebesar 45,69. Simpangan baku pre-test adalah 15,19 sedangkan

simpangan baku post-test adalah 14,23.

Hasil rekapitulasi post-test memperlihatkan bahwa siswa yang tidak

tuntas mencapai 25% sebanyak 9 orang dari 36 siswa dan 75% sebanyak 27

orang yang tuntas dari 36 siswa. Jadi dapat dikatakan bahwa hasil post-test

siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

tipe Think Pair Share meningkat dan mencapai KKM.

2. Pengujian Hipotesis

Untuk menarik kesimpulan data hasil post-test, maka dilakukan pengujian

hipotesis secara statistik. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “hasil

belajar fisika siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun

Pelajaran 2015/2016 setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share secara signifikan tuntas”. Setelah diketahui data pre-test dan

post-test berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji hipotesis. Uji

hipotesis dari data pre-test dan post-test dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.

Uji Hipotesis

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan

3,056 5 1,697 H𝑎 diterima

D. Pembahasan

1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini dapat

mengatasi sifat siswa yang malas berfikir dan tidak mau bekerja sama yang

baik untuk memecahkan suatu permasalahan dari meteri yang dipelajari dalam

pembelajaran. Pada model ini ada tiga tahapan pembelajaran, yaitu: “think”

yang memberi kesempatan setiap siswa untuk berfikir individu, “pair” yaitu

siswa saling bertukar fikiran dengan pasangannya dan “share” yaitu siswa

saling berbagi dengan anggota kelompok dan siswa lainnya.

Pada pertemuan pertama peneliti memberikan perlakuan dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair share dalam

pembelajaran. Pada pelaksanaan pembelajaran berlangsung siswa harus

terlibat aktif dalam membangun pengetahuan, pemahaman, dan rasa ingin

tahu mereka yang merupakan dasar dalam pemahaman materi pelajaran fisika.

Selanjutnya siswa dibagi buku paket fisika untuk membaca terlebih dahulu

supaya bisa mengarahkan mereka ke tahap pembelajaran yang akan dibahas

atau bisa memahami materi yang akan diberikan guru. Siswa diberikan

Lembar Kerja Siswa (LKS), siswa harus mampu menjawab pertanyaan sendiri

dan melakukan suatu percobaan yang telah ditentukan oleh guru. Setelah

siswa menjawab pertanyaan yang telah disediakan, kemudian siswa

dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang.

Dalam penelitian ini terdapat 9 kelompok. Selanjutnya siswa

menyamakan jawaban mereka masing-masing dan mencari jawaban yang

paling tepat untuk ditulis pada lembar jawaban yang akan dikumpulkan.

Setelah selesai perwakilan satu kelompok maju untuk memaparkan hasil

diskusi pada kelompok masing-masing. Apabila ada kelompok yang

mempunyai pendapat yang berbeda maka perwakilan dari kelompok tersebut

maju untuk menyampaikan hasil diskusi pada kelompoknya.

Pada awalnya siswa belum begitu memahami pembelajaran melalui

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Pembelajaran yang

baru bagi guru maupun siswa membutuhkan waktu untuk penyesuaian.

Sehingga siswa terlihat kurang bersemangat dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran. Pembagian kelompok menimbulkan kegaduhan dalam kelas

yang cukup menyita waktu pembelajaran. Selain itu, ada beberapa siswa yang

merasa tidak cocok dengan siswa lain dalam kelompoknya dan terdapat siswa

yang tidak bekerja sama sekali sehingga terkadang terjadi sedikit perselisihan.

Selanjutnya pada pertemuan kedua hambatan yang terjadi secara

perlahan-lahan dapat berkurang karena siswa mulai tertarik dengan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Pada pertemuan pertama

hanya ada 2 kelompok yang bisa menyelesaikan soal. Selanjutnya pada

pertemuan kedua terdapat 7 kelompok yang mampu menyelesaikan. Siswa

mulai terbiasa dengan teman lain dalam kelompoknya dan mulai menerima

perbedaan yang ada. Siswa justru merasa saling membutuhkan, saling

membantu dan saling menghormati satu sama lain karena adanya tuntutan

masalah yang harus dikerjakan bersama. Sehingga proses pembelajaran lebih

efektif dan penyerapan materi pelajaran oleh siswa menjadi lebih baik.

Penerapan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share ini suasana belajar siswa menjadi lebih aktif,

efektif dan menyenangkan. Menumbuhkan rasa percaya diri dan

tanggungjawab siswa dalam berkerjasama antar kelompok saling bertukar

pendapat sehingga siswa menumbuhkan minat belajar yang baik.

2. Hasil Belajar

Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan di SMA

Muhammadiyah 2 Tugumulyo yang terdiri dari 36 siswa kelas X sebagai

kelas eksperimen, terdapat peningkatan pada hasil belajar fisika siswa. Hal ini

disebabkan peneliti melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Model pembelajaran

kooperatif tipe Think Pair Share adalah model pembelajaran yang

menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi

pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa juga belajar menghargai

pendapat orang lain, meningkatkan kemampuan siswa dalam mengingat suatu

informasi. Siswa juga dapat belajar dari siswa lain serta saling menyampaikan

idenya untuk didiskusikan juga dapat memperbaiki rasa percaya diri, rasa

ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri dan ingin maju.

Tahap pertama pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yaitu

menganalisis pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal dan

karakteristik siswa. Kemampuan awal siswa diperoleh dengan memberikan

pre-test. Berdasarkan tabel 4.2 hasil perhitungan pre-test antara lain nilai rata-

rata hasil pre-test adalah 31,56, nilai terendahnya adalah 9, nilai tertingginya

adalah 61. Melalui nilai yang diperoleh tersebut, dapat disimpulkan bahwa

pada saat pre-test semua siswa (100%) tidak tuntas dan belum mencapai

KKM.

Tahap kedua memberikan perlakuan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share dalam pembelajaran. Tahap

ketiga melakukan evaluasi dengan memberikan suatu post-test.. Berdasarkan

tabel 4.3 hasil perhitungan post-test antara lain nilai rata-rata hasil post-test

adalah 77,25, nilai terendahnya adalah 45, nilai tertingginya adalah 98 dan

rentang nilai adalah 53. Melalui nilai yang diperoleh tersebut dapat

disimpulkan bahwa pada saat post-test ada 9 siswa (25%) tidak tuntas atau

belum mencapai KKM dan 27 siswa (75%) tuntas atau mencapai KKM.

Perbedaan hasil belajar mereka sebelum dan sesudah dapat dijadikan

indikator pembelajaran fisika dalam menerapkan model pembelajaran Think

Pair Share. Setelah diberi perlakuan yang berbeda, diperoleh rata-rata hasil

pre-test sebesar 31,56 dan rata-rata hasil post-test sebesar 77,25. Hasil post-

test mengalami peningkatan sebesar 45,69 dari hasil pre-test. Tingginya hasil

belajar siswa pada post-test disebabkan beberapa kelebihan dari penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share diantaranya adalah: a)

Memberi kesempatan bekerja sama dengan orang lain. b) Menunjukkan

partisipasi mereka kepada orang lain. c) Dapat memperbaiki rasa percaya diri,

rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri dan ingin mencoba.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang

berbunyi Hasil belajar fisika siswa kelas X.1 SMA Muhammadiyah 2

Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016 setelah menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share secara signifikan tuntas.

E. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan di

kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran 2015/2016

tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share,

rata-rata hasil belajar kognitif sebesar 77,25 dan persentase jumlah siswa

yangtuntas mencapai 75%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

fisika siswa kelas X SMA Muhammadiyah 2 Tugumulyo Tahun Pelajaran

2015/2016 setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share secara signifikan tuntas.

2. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian yang dicapai pada penelitian ini,

beberapa hal yang penulis sarankan kepada pihak-pihak terkait sebagai

berikut:

1. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share perlu disosialisasikan

agar dapat digunakan sebagai alternatif dalam pembelajaran fisika agar siswa

lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan untuk ketuntasan

hasil belajar.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share ini perlu diterapkan

pada materi yang lain sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan dari penelitian

ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2014. Model-Model, Media dan Strategi Pembelajaran Kontekstual

(Inovatif). Bandung: Yrama Widya

Daryanto. 2009. Panduan Proses Pembelajaran Kreatif & Inovatif. Jakarta: AV

Publisher.

Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Giancoli.2001. FISIKA. Jakarta : Erlangga

Huda, Miftahul. 2014. Cooperative learning Metode, Teknik, Struktur dan Model

terapan. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Juwanto. 2001. Rajin Berlatih. Klaten: Sekawan,

Ngalimun. 2012. Starategi dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Nurachmadhani Setya. 2009. Fisika 1 untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta : Pusat

Perbukuan, Departemen pendidikan Nasional.

Pribadi. 2009. Strategi Belajaran dan Pembelajaran. Bandung: Yrama Widya.

Slameto.2010. belajar dan pembelajaran. PT Reneka Cipta Jakarta

Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suparno, Paul. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta: Universitas

Sanata Dharma.

Suprijono, Agus. 2013. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: kencana.

Zaelani, Ahmad. 2006. FISIKA untuk SMA/MA. Bandung: Yrama Widya