PENERAPAN METODE TAKRIR DALAM MENGHAFAL AL …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4056/1/Skripsi...
Transcript of PENERAPAN METODE TAKRIR DALAM MENGHAFAL AL …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4056/1/Skripsi...
PENERAPAN METODE TAKRIR DALAM MENGHAFAL
AL-QUR’AN DI PONDOK PESANTREN EDI MANCORO
GEDANGAN KECAMATAN TUNTANG KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2018
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh :
NUR KHASANAH
NIM. 111-14-377
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
ضي هللا عنو قا ل : قا ل ر سو ل هللا صل هللا عليو و سلم :عه عثما ن ر
ر كم مه تعلم ال قر آن وعلمو خي
)رواه البخاري(
Dari Usman r.a berkata bahwa Rasulullah saw.bersabda, “Sebaik-baik
kalian adalah yang belajar Al-Qur‟an dan mengajarkannya.”
(HR. Bukhari)
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji syukur teruntai dari sanubariku yang
terdalam atas karunia dan rahmat Allah SWT. dengan segenap rasa cinta dan
sayang aku persembahkan karya sederhana ini untuk:
1. Ayahandaku dan Ibuku tercinta, Bapak Isroni dan Ibu Sukarni sepasang
malaikat penjagaku di bumi-Nya. Semoga tahun depan berangkat ke
Baitullah. Amiinn
2. Mas Sulis, Mas Suroto, Mbak Siti Choidzaroh, Ahmad Saiful Hadi, dan
Ayunda Nimas Mirzamil. Aku sayang kalian.
3. Kakek, nenek, pak dhe, budhe, paman, bibi, semua keluarga besar Simbah
Slamet Hadi (Alm) dan keluarga besar Simbah Juri yang selalu
mendoakanku.
4. Almaghfurlah Romo K.H. Mahfud Ridwan dan Ibu Nyai Hj. Nafisah yang
saya ta‟dzimi, orang tua kedua ku di Pondok Pesantren Edi Mancoro. Ilmu
yang beliau beri tak akan mampu kubalas dengan materi apapun. Semoga
surga menemukan kita.
5. Kyai Muhammad Hanif dan Bu Nyai Rosyidah yang selalu memberikan
nasehat dan selalu mendoakanku.
6. Para Guru dan Dosenku khususnya Bapak Muh. Hafidz, M.Ag yang selalu
membimbing demi terselesainya skripsiku dan menjadi pelita dalam studiku.
7. Pak Ali Nugroho, Pak Manaf, Pak Slamet, Pak Zuhdi, Pak Mahasin, Pak
Sofari dan semua asatidz Pondok Pesantren Edi Mancoro. Terima kasih atas
ilmu yang diajarkan. Semoga kami dapat mengamalkan dan maaf belum
bisa menjadi santri yang teladan.
8. Akhmad Choerudin Wakhid, S.Kom. yang selalu menjadi warna dalam
hidupku selama enam tahun ini. Terima kasih sudah menunggu hingga aku
benar-benar dewasa. Semoga tidak hanya sampai sekarang perjalanan kita.
viii
9. Wahyu Rahma Zulaekha, S.Pd. dan keluarga yang selalu menyediakan
tempat dan waktu untuk curhat ketika suasana hati sedang pilu. Terima
kasih kak Rahma.
10. Iffah latifah, Husna Fitrotun Najah, Mas Gus Alvin Muhammad Ridwan.
Aku sayang kalian.
11. Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, terkhusus teman-teman
penghuni kamar 14 yang selalu menghiburku.
12. Teman-temanku PPL di SMP N 8 Salatiga yang saya sayangi.
13. Teman-temanku KKN Posko 32 yang saya sayangi.
14. Teman-teman seperjuangan PAI Angkatan 2014.
15. Almamaterku tercinta IAIN Salatiga.
16. Dan untuk semuanya, terima kasih.
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW,
keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah di Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Salatiga
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam,
yang berkenan mengoreksi dan mengarahkan judul skripsi di tengah padatnya
tugas.
4. Bapak Muh. Hafidz, M.Ag., selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan,
arahan serta ide cemerlangnya dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Eva Palupi, S.Psi., selaku dosen pembimbing akademik, beserta bapak
dan ibu dosen yang telah berkenan membimbing penulis selama masa studi.
6. Orangtuaku tercinta, yang selalu memberikan inspirasi, motivasi, aspirasi dan
gemblengan bagi penulis.
7. Kyai Muhammad Hanif, M.Hum. dan Ibu Nyai Rosyidah, Lc. selaku
pengasuh Pondok Pesantren Edi Mancoro yang telah memberikan izin dan
bantuan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian.
8. Santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro yang telah meluangkan
waktunya untuk penulis ketika melakukan penelitian skripsi.
9. Akhmad Choerudin Wakhid, S.Kom yang selalu memberikan semangat lebih
kepada penulis.
x
10. Semua pihak yang telah mendukung penulis selama ini, yang tak dapat
penulis sebutkan satu persatu. Jazakumullah khair al-jaza‟.
Kepada mereka semua, penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.
Hanya untaian kata terima kasih yang bisa penulis sampaikan, semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka serta membalas
semua amal baik yang telah diberikan kepada penulis.
Akhirnya, dari karya tulis ini penulis berharap kemanfaatan bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya.
Salatiga, 13 Maret 2018
Penulis,
xi
ABSTRAK
Khasanah, Nur. 2018. Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-
Qur‟an Santri Tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang Tahun
2018. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Pembimbing Muh. Hafidz, M.Ag.
Kata Kunci, Menghafal Al-Qur’an, Metode Takrir
Tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1) Untuk mengetahui proses
pelaksanaan metode takrir dalam menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz di
pondok pesantren Edi Mancoro Gedangan. 2) Untuk mengetahui hal-hal
yang mempengaruhi (mendukung) dalam menghafal santri tahfidz di
pondok pesantren Edi Mancoro Gedangan. 3) Untuk mengetahui
hambatan-hambatan dalam menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz di pondok
pesantren Edi Mancoro Gedangan. 4) Untuk mengetahui hasil menghafal
Al-Qur‟an menggunakan metode takrir di pondok pesantren Edi Mancoro
Gedangan.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber primer dan sumber
sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi dengan menggunakan analisis data kualitatif model air yaitu
melalui reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan
data diperoleh menggunakan teknik perpanjangan keikutsertaan.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: 1) Pelaksanaan menghafal
Al-Qur‟an menggunakan metode takrir di pondok pesantren Edi Mancoro
dimulai dengan membaca satu halaman ayat Al-Qur‟an, kemudian
dilanjutkan dengan mentakrir ayat demi ayat. Wujud dari kegiatan
menghafal dengan metode takrir di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan, antara lain: a. Setoran hafalan baru kepada ustadzah; b. Takrir
(mengulang-ulang) hafalan lama secara berpasang-pasangan; c. Sima‟an
setiap minggu dan setiap bulan; d. Ujian mengulang hafalan secara lisan
dan tulis setiap satu semester satu kali. 2) Faktor yang menjadi pendukung
dalam menghafal Al-Qur‟an menggunakan metode takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan diantaranya: do‟a restu dan motivasi
dari orang tua, motivasi dari teman dan lingkungan, good mood, motivasi
dari diri sendiri, niat yang ikhlas, dan kegiatan sima‟an yang dilakukan
setiap minggu dan setiap bulan. 3) Faktor yang menjadi penghambat dari
menghafal Al-Qur‟an menggunakan metode takrir antara lain: malas,
kondisi tubuh tidak sehat, kurang pandai membagi waktu, bad mood, dan
hafalan yang kadang hilang. 4) hasil menghafal Al-Qur‟an menggunakan
metode takrir yaitu sangat efektif dan menghasilkan hafalan yang bagus
baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................... i
HALAMAN BERLOGO ...................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................ iv
HALAMAN KEASLIAN TULISAN ................................ v
HALAMAN MOTTO ....................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................vii
KATA PENGANTAR ...................................................... ix
ABSTRAK ........................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................xii
DAFTAR TABEL ........................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................... 1
B. Fokus Penelitian ................................................. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................... 9
D. Kegunaan Penelitian ........................................ 10
E. Kajian Pustaka ................................................. 11
F. Sistematika Penulisan ...................................... 13
xiii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Metode dalam Menghafal Al-Qur‟an .............. 15
1. Pengertian Menghafal Al-Qur‟an .............. 15
2. Syarat-syarat Menghafal Al-Qur‟an .......... 18
3. Adab-adab Menghafal Al-Qur‟an .............. 32
4. Macam-macam Metode dalam Menghafal
Al-Qur‟an ................................................... 32
5. Keutamaan Menghafal Al-Qur‟an ............. 36
B. Metode Takrir .................................................. 37
1. Pengertian Metode Takrir .......................... 37
2. Tingkat Menghafal dengan Takrir ............. 39
3. Tahapan Penerapan Metode Takrir dalam
Menghafal Al-Qur‟an ................................ 40
4. Kekeliruan dan Penyebab ketika Takrir .... 41
5. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam
Menghafal Al-Qur‟an ................................ 42
6. Solusi Mengatasi Penghambat dalam
Menghafal Al-Qur‟an ................................. 44
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ...................... 46
B. Lokasi Penelitian .............................................. 46
xiv
C. Sumber Data .................................................... 47
1. Data Primer ................................................ 47
2. Data Sekunder ............................................ 47
D. Prosedur Pengumpulan Data ............................ 48
1. Observasi atau Pengamatan ....................... 48
2. Wawancara atau Interview ......................... 49
3. Dokumentasi .............................................. 49
E. Analisis Data .................................................... 49
F. Pengecekan Keabsahan Data ........................... 51
G. Tahap-tahap Penelitian .................................... 52
BAB IV PAPARAN DAN ANALIS DATA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................ 54
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Edi
Mancoro ..................................................... 54
2. Sejarah Pondok Pesantren Edi Mancoro .... 55
3. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro ....... 59
4. Visi, Misi, Tujuan, dan Garis Perjuangan
Pondok Pesantren Edi Mancoro ................. 63
5. Unsur-unsur Pesantren ............................... 64
6. Madrasah Tahfidz Pondok Pesantren Edi
Mancoro ..................................................... 65
7. Gambaran Informan ................................... 68
xv
B. Paparan Data ................................................. 70
C. Analisis Data ................................................. 82
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................... 94
B. Saran .............................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA ..................................................... 98
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................ 101
xvi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 batas-batas wilayah Gedangan ..................... 54
2. Tabel 3.2 profil pondok pesantren Edi Mancoro .......... 59
3. Tabel 3.3 struktur pengurus ........................................ 61
4. Tabel 3.4 jadwal setoran ............................................. 67
5. Tabel 3.5 daftar nama informan ................................... 69
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Semua agama di dunia ini mempunyai sumber hukum yang ditujukan
kepada umatnya. Salah satunya yaitu dalam agama Islam. Agama Islam
mudah diterima dan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan sesuai dengan
kemampuam orang yang normal (Jurnal : 96). Bila seseorang mendengar kata
Al-Quran, ia segera mengetahui bahwa yang dimaksud adalah “kalam Allah”
atau kalamullah subhanahu wa ta‟ala yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw.; membacanya merupakan suatu ibadah, susunan kata dan
isinya merupakan mukjizat, termaktub di dalam mushaf dan dinukil secara
mutawatir. Al-Qur‟an yang mengandung seluruh ilmu pengetahuan adalah
salah satu karunia Allah yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan
manusia. Macam karunia ini tidak mungkin didapat oleh manusia tanpa
melalui proses yang panjang. Mengapa kitab suci ini dinamai Al-Quran?
Imam Al-Syafi‟i tidak merasa perlu mengupas asal-usul pemberian nama ini,
karena Allah memang memberi nama demikian. Sama saja dengan ketika
Allah memberi nama Taurat dan Injil untuk kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi Musa dan Nabi Isa (Hermawan, 2011: 11-12)
2
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang sangat diagungkan oleh umat
Islam, karena di dalamnya mengandung nilai-nilai yang sangat penting untuk
dijadikan suri tauladan dan juga sebagai pedoman hidup umat Islam. Al-
Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. melalui perantara malaikat
Jibril secara berangsur-angsur. Tidak hanya satu kali waktu Al-Qur‟an
diturunkan, akan tetapi secara bertahap sesuai dengan kasus dan peristiwa
yang mendahuluinya juga sejalan dengan tuntutan situasi dan keadaan
masyarakat yang menjadi obyek turunnya. Hal ini ditegaskan oleh Allah
SWT. dalam firman-Nya sebagai berikut :
ه عييه اىقسءان جميت وحدة وقبه اىريه مفسوا ىول وز
مرىل ىىثبت بهۦ فؤادك وزت يىه تستيل ﴿٢٣﴾ول يأتوول بمثو إل
جئىل ببىحق وأحسه تفسيسا ﴿اىفسقبن: ٢٣ -٢٢﴾
Artinya: “Orang-orang kafir berkata; mengapa Al-Qur‟an itu
tidak diturunkan kepadanya secara sekaligus?
Demikianlah, untuk memperteguh hatimu (Muhammad)
dengannya, dan Kami membacakannya kelompok demi
kelompok. Tidaklah orang-orang kafir itu datang
kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang
3
paling baik penjelasannya. (Q.S. Al-Furqon 25: 32-33)
(Usman, 2009; 48-49).
Sejak pertama diturunkannya Al-Qur‟an, Rasulullah saw. dan para
sahabat sudah melakukan pemeliharaan Al-Qur‟an. Ada dua jalur yang
ditempuh Rasulullah saw. dan para sahabat dalam upaya pemeliharaan Al-
Qur‟an pada masa itu, yaitu :
Pertama, pemeliharaan di dada melalui hafalan. Pada masa Nabi
Muhammad saw. ini Bangsa Arab sebagian besar buta huruf. Mereka
belum banyak mengenal kertas sebagai alat tulis seperti sekarang. Oleh
karena itu setiap Nabi menerima wahyu selalu dihafalnya, kemudian
beliau disampaikan kepada para sahabat dan diperintahkan untuk
menghafalkannya (Zen, 1985 ; 5-6). Rasulullah saw. adalah hafizh
(penghafal) Al-Qur‟an pertama dan sekaligus contoh terbaik bagi para
sahabat khususnya ketika itu dan sekaligus contoh terbaik bagi kaum
muslimin umumnya sampai hari kiamat. Pada masa Rasulullah, para
sahabat r.a berlomba-lomba membaca, menghafal dan mempelajari Al-
Qur‟an, selanjutnya mereka menyampaikan dan mengajarkan apa yang
diterimanya dari beliau kepada anak dan istri mereka di rumah masing-
masing. Kesungguhannya itu, para sahabat banyak sekali yang menghafal
Al-Qur‟an karena Rasulullah selalu menekankan kepada mereka agar
menghafal Al-Qur‟an (Usman, 2009; 57).
Yang kedua adalah pemeliharaan Al-Qur‟an di atas material melalui
tulisan. Beberapa sahabat menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an pada bahan-
4
bahan yang ada pada masa itu seperti kulit-kulit dan tulang hewan,
permukaan batu yang datar dan halus, serta pelepah-pelepah kurma
(Hitami, 2012 ; 23).
Al-Qur‟an adalah kitab yan terjaga bahasanya dan telah dijamin oleh
Allah SWT akan selalu dijaga dan dipelihara. Firman Allah SWT:
ب و إ وحه ب ى ى وز س م اىر ب و إ و ه ى بفظون ىح
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur‟an
dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”
(QS. Al-Hijr : 9).
Ayat tersebut merupakan firman dari Allah SWT bahwa Dia akan
menjaga Al-Qur‟an. Salah satu bentuk realisasinya adalah Allah SWT
mempersiapkan manusia-manusia pilihan yang akan menjadi penghafal Al-
Qur‟an dan menjaga kemurnian kalimat beserta bacaannya. Sehingga, jika ada
musuh Islam yang berusaha mengubah atau mengganti satu kalimat atau satu
kata saja, pasti akan diketahui, sebelum semua itu beredar secara luas di
tengah masyarakat Islam (Muhith, 2013: 13-14).
Hidup di bawah naungan Al-Qur‟an merupakan nikmat yang tiada tara.
Oleh karena itu, sampai pada saat ini banyak sekali orang yang menghafal Al-
Qur‟an mulai dari usia anak-anak, remaja, dewasa bahkan sampai usia tua.
5
Termasuk keistimewaan terbesar Al-Qur‟an karena tidak satupun kitab yang
dihafalkan bagian surat, kalimat, huruf bahkan harakatnya seperti Al-Qur‟an.
Ia diingat di dalam hati dan pikiran para penghafalnya. Hal ini jelas
menafikkan kenyataan ribuan umat Islam yang memiliki kekuatan ingatan dan
ketepatan dalam menghafal ayat demi ayat Al-Qur‟an (Romdhoni, 2013; 99).
Salah satu upaya untuk menjaga kelestarian Al-Qur‟an adalah dengan
menghafalkannya. Sebagai bentuk ibadah, menghafal Al-Qur‟an tentunya
perlu niat yang benar. Tidak hanya niat saja, akan tetapi dalam menghafal Al-
Qur‟an diperlukan metode yang tepat. Jikalau sudah menggunakan metode
yang tepat, selanjutnya adalah bagaimana cara menjaganya atau melestarikan
hafalan tersebut. Istiqomah dan kemauan yang tinggi menjadi suatu hal yang
diperlukan dalam melestarikan hafalan tersebut (Muhith, 2013; 21).
Al-Qur‟an dihafalkan untuk seluruh umat muslim. Mulai dari usia dini,
hingga usia lanjut. Bagi usia lanjut, tidak ada kata terlambat untuk menghafal
Al-Qur‟an karena memang Al-Qur‟an dimudahkan oleh Allah SWT untuk
dihafalkan. Seperti contoh Tabarak dan kedua adiknya yang hafal Al-Qur‟an
30 Juz sejak usia balita, lalu ada seorang nenek yang hafal Al-Quran di usia
86 tahun, ada seorang kakek yang berprofesi sebagai sopir hafal Al-Qur‟an.
Beberapa contoh ini membuktikan bahwa Allah memang memudahkan bagi
siapa saja yang benar-benar ingin menghafal Al-Qur‟an (Sayyid, 2013: 100-
106).
6
Rasulullah saw sangat menganjurkan menghafal Al-Qur‟an karena
disamping menjaga kelestariannya, menghafal ayat-ayatnya adalah pekerjaan
yang terpuji dan amal yang mulia. Rumah yang tidak ada orang yang
membaca Al-Qur‟an di dalamnya seperti kuburan atau rumah yang tidak ada
berkatnya. Dalam shalat juga, yang mengimami adalah diutamakan yang
banyak membaca Al-Qur‟an, bahkan yang mati dalam perang pun, yang
dimasukkan dua atau tiga orang ke dalam kuburan, yang paling utama
didahulukan adalah yang paling banyak menghafal Al-Qur‟an (Zawawie,
2011:34).
Di Indonesia pada masa sekarang ini telah tumbuh subur tempat
untuk mendidik menguasai ilmu Al-Qur‟an secara mendalam, di samping itu
ada juga yang mendidik untuk menjadi hafidzh dan hafidzah. Tempat dalam
pengertian Pesantren atau lembaga-lembaga tahfidzh Al-Qur‟an itu paling
penting untuk diperhatikan, karena menghafal Al-Qur‟am terkadang
memerlukan hijrah atau keluar rumah. Apabila lingkungan rumah kondusif,
mungkin kegiatan menghafal cukup dilakukan di rumah, tidak harus mondok
di Pesantren. Tetapi, setajam-tajamnya pisau tak bisa membuat gagangnya
sendiri. Artinya, kegiatan menghafal Al-Qur‟an biasanya akan sulit dilakukan
di rumah, meski orangtuanya Kiai yang mempunyai Pesantren tahfidzh
(Makhyaruddin, 2013; 70).
Salah satu yayasan di wilayah Kabupaten Semarang yang membuka
kesempatan untuk menghafal Al-Qur‟an adalah Pondok Pesantren Edi
Mancoro di desa Gedangan Tuntang. Meskipun yayasan ini berlokasi di
7
pinggiran kota yang sudah cukup lama berdiri, hal ini tidak menjadikan
yayasan ini sepi dari peminat. Pondok Pesantren Edi Mancoro ini adalah
Pesantren kitab dan Al-Qur‟an. Hampir semua santri di sana adalah
mahasiswa. Pondok Pesantren Edi Mancoro ini adalah salah satu Pesantren
yang ada di Kabupaten Semarang. Ada program tahfidz di Pesantren Edi
Mancoro ini.
Dalam mencapai tujuan yang diinginkan, dibutuhkan suatu strategi dan
cara yang pantas dan cocok. Demikian pula dengan pelaksanaan menghafal
Al-Qur‟an yang memerlukan suatu metode dan teknik yang dapat
memudahkan usaha-usaha tersebut, sehingga dapat berhasil dengan baik. Oleh
karena itu, metode merupakan salah satu faktor yang turut menentukan
keberhasilan dalam menghafal Al-Qur‟an.
Berdasarkan observasi pendahuluan yang penulis lakukan, menurut
para santri menjaga hafalan memang lebih sulit daripada menghafalnya dari
nol. Mereka memerlukan metode yang tepat untuk menghafalkannya. Ada
beberapa metode yang mereka gunakan dalam menghafal Al-Qur‟an. Adapun
metode yang mereka gunakan adalah dengan metode takrir, thariqah, dan
muraja‟ah. Dengan banyaknya metode dalam mengulang hafalan santri,
menurut penulis metode takrir adalah efektif dalam meningkatkan kelancaran
hafalan dan juga dalam menjaga Al-Qur‟an. Metode takrir adalah mengulang
hafalan, baik masih menambah maupun sudah tidak menambah
(Makhyaruddin, 2013: 257).
8
Dari latar belakang tersebut di atas, penulis sangat tertarik untuk
mengadakan penelitian yang penulis tuangkan dalam skripsi yang berjudul
“Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018”
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian yang akan peneliti kaji disini adalah mengenai
Menghafal dengan Penerapan Metode Takrir Santri Tahfidz di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
Tahun 2018.
Dari fokus penelitian ini dapat dijabarkan rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an dengan metode Takrir
santri di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018 ?
2. Apa saja hal-hal yang mendukung dalam menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018?
3. Apa saja hambatan-hambatan dalam menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018 ?
9
4. Bagaimana hasil menghafal Al-Qur‟an dengan metode Takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses dan pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an dengan
metode Takrir di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang Tahun 2018.
2. Untuk mengetahui hal-hal yang mendukung dalam menghafal Al-Qur‟an
di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam menghafal Al-Qur‟an di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018.
4. Untuk mengetahui hasil menghafal Al-Qur‟an dengan metode Takrir di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018.
10
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi nilai guna pada berbagai
pihak, yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah keilmuan bidang agama islam, lebih khusus pada santri
yang menghafalkan Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang dan juga bisa
sebagai bahan referensi dan tambahan pustaka pada perpustakaan
IAIN Salatiga.
2. Kegunaan Praktis
Bagi Pengasuh Santri Tahfidz, hasil penelitian ini bisa
menjadi acuan untuk mengambil kebijakan yang dapat
meningkatkan kulaitas hafalan santri tahfidz serta kualitas dalam
menjaga hafalan Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren Edi
Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Bagi Santri Tahfidz ,hasil penelitian ini diharapkan bisa
meningkatkan kemampuan menghafal Al-Qur‟an dan menjaga Al-
Qur‟an sehingga menjadi lebih baik lagi.
Bagi Santri Non Tahfidz (Reguler), hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi motivasi santri yang belum
menghafalkan Al-Qur‟an untuk lebih semangat lagi mengikuti
program tahfidz.
11
Bagi Peneliti yang akan Datang, hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi acuan dalam perumusan penelitian
lanjutan yang lebih mendalam dan lebih komprehensif khususnya
yang berkenaan dengan penelitian.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan pengamatan penulis, penelitian semisal yang pernah
dilaksanakan oleh peneliti sebelumnya, adalah :
Anisa Ida Khusniyah (2014) PAI IAIN Tulungagung dalam
skripsinya yang berjudul “Menghafal Al-Qur‟an Dengan Metode
Muraja‟ah Studi Kasus Di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo
Tulungagung”, dia menyimpulkan bahwa : pelaksanaan menghafal Al-
Qur‟an dengan Metode Muraja‟ah Studi Kasus di Rumah Tahfidz Al-
Ikhlash Karangrejo Tulungagung antara lain setoran (memuraja‟ah)
hafalan baru kepada Guru (Ustadz/Ustadzah), Muraja‟ah hafalan lama
yang disemakkan teman dengan berhadapan dua orang dua orang,
Muraja‟ah hafalan lama kepada Ustadz/Ustadzah, dan Al-Imtihan Fii
Muraja‟atil Muhafadlah (ujian mengulang hafalan). Adapun faktor
peghambat pelaksanaan penerapan metode muraja‟ah dalam menghafal
Al-Qur‟an Studi Kasus di Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo
Tulungagung, yaitu ayat-ayat yang sudah hafal lupa lagi, malas,
kecapekan, dan tempat kurang mendukung. Solusi dalam mengatasi faktor
penghambat pelaksanaan metode muraja‟ah dalam meghafal Al-Qur‟an di
Rumah Tahfidz Al-Ikhlash Karangrejo Tulungagung adalah istiqamah
12
memuraja‟ah (mengulang) hafalan, memotivasi diri sendiri, manajemen
waktu waktu dan memilih tempat baik tempat menghafal maupun tempat
memuraja‟ah hafalan Al-Qur‟an.
Wahyu Rahma Zulaeha (2016) PAI IAIN Salatiga dalam skripsinya
yang berjudul “Pengaruh Kecerdasan Majemuk terhadap Kemampuan
Menghafal Al-Qur‟an Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
tahun 2016”, dia menyimpulkan bahwa analisis data yang didapat dari
rumus product moment menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan
antara variabel X dan variabel Y pada santri tahfidz Pondok Pesantren Edi
Mancoro. Artinya, ada pengaruh positif antara kecerdasan majemuk
dengan kemampuan menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz Pondok Pesantren
Edi Mancoro. Hal ini terbukti karena rxy lebih besar daripada r tabel yaitu
0,621>0,404.
Sutrisno (2017) PAI IAIN Salatiga dalam skripsinya yang berjudul
“Metode Menghafal Al-Qur‟an Di Sekolah Dasar Islam Tahfizhul Qur‟an
Al-Irsyad Tengaran Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran 2016/2017”,
dia menyimpulkan bahwa : Jenis metode yang digunakan di Sekolah Dasar
Islam Tahfidzul Qur‟an Al-Irsyad antara lain talaqqi (membacakan
hafalan baru), tahfidz (menyetorkan hafalan yang telah dia hafal), dan
murojaah (menyetorkan ulang hafalan yang pernah di hafal). Media yang
di pergunakan dalam menghafal Al-Qur‟an antaranya : Al-Qur‟an , buku
iqro‟, audio visual, mic dan speaker, alat tulis dan buku perkembangan
prestasi iqro‟ dan Al-Qur‟an. Adapun faktor pendukungnya antara lain
13
letak geografis yang strategis. Sedangkan faktor penghambatnya antara
lain pembelajaran menghafal Al-Qur‟an masih sangat tergantung kepada
pengampu halaqah tahfidz.
Penelitian terdahulu tersebut dipakai oleh peneliti sebagai bahan
pijakan dalam penelitian yang dilakukan dengan fokus yang lebih spesifik
lagi, yaitu mengenai metode yang diterapkan di lokasi penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan
untuk mempermudah jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan
isi skripsi. Oleh karena itu dalam penulisan skripsi ini, penulis menyusun
sistematikanya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,kanjian
penelitian terdahulu, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini menjabarkan tentang landasan teori yang
membahas tentang metode dalam menghafal al-qur‟an,
metode takrir, faktor pendukung dan penghambat dalam
menghafal al-qur‟an.
14
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang pendekatan dan jenis
penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan
data, dan tahap-tahap penelitian.
BABI IV : PAPARAN DATA DAN ANALISIS DATA
Bab ini menjelaskan tentang paparan data dan analisis.
Paparan data yang meliputi Proses pelaksanaan menghafal
Al-Qur‟an dengan metode takrir, hal-hal yang
mempengaruhi dalam menghafal Al-Qur‟an, hambatan-
hambatan dan solusi dalam menghafal Al-Qur‟an, hasil
menghafal Al-Qur‟an dengan metode takrir, serta analisis
data hasil temuan yang terdiri dari: proses pelaksanaan
menghafal Al-Qur‟an dengan metode takrir , hal-hal yang
mempengaruhi dalam menghafal Al-Qur‟an, hambatan-
hambatan dan solusi dalam menghafal Al-Qur‟an santri
tahfidz dalam menghafal, dan hasil menghafal Al-Qur‟an
dengan metode takrir.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
15
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Metode dalam Menghafal Al-Qur’an
1. Pengertian Menghafal Al-Qur’an
Menghafal merupakan bahasa Indonesia yang berasal dari kata
hafal yang artinya telah masuk di ingatan. Sedangkan menghafal sendiri
mempunyai arti mempelajari atau melatih supaya hafal (Purwadarminta,
1976: 338). Menghafal dalam bahasa Arab sepadan dengan kata hafizho-
yahfazhu-hifzhon yang berarti memelihara, menjaga, menghafal (Yunus,
Tt: 105). Menghafal dalam bahasa Indonesia berasal dari kata hafal yang
berarti termasuk ingatan, dapat mengungkapkan di luar kepala, sehingga
berarti berusaha meresap ke dalam pikiran agar selalu ingat.
Sederhananya, makna menghafal adalah suatu usaha menggunakan
ingatan untuk menyimpan data atau memori dalam otak, melalui indra,
kemudian diucapkan kembali tanpa melihat buku atau subyek hafalan
yang nantinya dapat diingat kembali ke alam sadar.
Adapun yang dimaksud dengan menghafal Al-qur‟an adalah
menghafal sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf ustmani
mulai dari al-Fatihah hingga surat an-Naas dengan maksud beribadah,
menjaga dan memelihara kalam Allah yang merupakan mu‟jizat yang
diturunkan kepada nabi dan rasul terakhir dengan perantara malaikat Jibril
17
yang ditulis dalam beberapa mushaf yang dinukil (dipindahkan) kepada
kita dengan jalan mutawatir (Munjahid, 2007: 74).
Sederhananya, menghafal Al-Qur‟an adalah suatu proses
membaca serta mencamkan Al-Qur‟an dengan tanpa melihat tulisan Al-
Qur‟an (di luar kepala) secara berulang-ulang agar senantiasa ingat dalam
rangka memperoleh sejumlah ilmunya.
Menghafal Al-Qur‟an adalah suatu proses pengingat dimana
seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti fonetik, waqaf, dan
lain-lain) harus diingat secara sempurna. Seorang ahli psikolog ternama,
Atkinson dalam bukunya (Sa‟dulloh, 2008: 45-51) menyatakan bahwa
perbedaan dasar mengenai ingatan sebagai berikut:
a. Encoding (memasukkan informasi ke dalam ingatan). Adalah suatu
proses memasukkan data-data informasi ke dalam ingatan. Proses
ini melalui dua alat indra manusia, yaitu pengihatan dan
pendengaran. Kedua alat indra tersebut memegang peranan penting
dalam penerimaan informasi sebagaimana banyak dijelaskan dalam
ayat-ayat Al-Qur‟an, dimana penyebutan mata dan telinga selalu
beriringan (As-sama‟ wal bashar). Itulah sebabnya, sangat
dianjurkan untuk mendengarkan suara sendiri (sekedar didengar
sendiri) pada saat menghafal Al-qur‟an agar kedua alat sensorik ini
bekerja dengan baik.
b. Storage (penyimpanan). Proses lanjut setelah encoding adalah
penyimpanan informasi yang masuk di dalam gudang memori.
18
Gudang memori terletak di dalam memori jangka panjang (long
term memory ).
c. Retrieval (pengungkapan kembali). Pengungkapan kembali
(reproduksi) informasi yang telah disimpan di dalam gudang
memori adakalanya serta merta dan adakalanya perlu pancingan.
Dalam proses menghafal Al-Qur‟an urutan-urutan ayat sebelumnya
secara otomatis menjadi pancingan terhadap ayat-ayat selanjutnya.
Karena itu, biasanya lebih sulit menyebutkan ayat yang terletak
sebelumnya daripada yang terletak sesudahnya.
Orang yang menghafal seluruh Al-Qur‟an, oleh masyarakat disebut
sebagai hafidz. Tahfidz mempunyai makna yang lebih luas dari
menghafal, karena mempunyai tiga tingkatan : Menghafal, menjaga
(menyimpan kesan-kesan), serta memahami dan mengajarkan
(mengucapkan kembali kesan-kesan) (Rusyan dan Daryani, Tt: 36)
Al-Hafidz adalah istilah yang dipergunakan untuk seorang yang
sudah benar-benar hafal 30 juz Al-Qur‟an. Namun, ada perbedaan prinsip
antara hafidz Al-Qur‟an dengan hafidz-hafidz selain Al-Qur‟an, seperti
hafidz hadits, syair, atau yang lainnya (Nawabuddin, 1991: 25). Perbedaan
ini disebabkan oleh dua prinsipal, yaitu:
Yang pertama, orang yang hafal secara tidak sempurna seluruh Al-
Qur‟an atau orang yang hafal hanya separuh atau sepertiga dari Al-
Qur‟an tidak menyempurnakan dan tidak melengkapi hafalannya,
maka tidak disebut hafidz.
19
Yang kedua, memelihara secara kontinue dan senantiasa menjaga
yang dihafal supaya tidak lupa. Orang yang hafal Al-Qur‟an
kemudian lupa atau lupa sebagian saja atau bahkan seluruhnya
karena meremehkan dan lengah tanpa suatu alasan yang dapat
diterima seperti sakit atau tua bangka, maka ini tidak disebut
hafidz, dan tidak berhak digelari hamil al-Qur‟an al-Kariim.
2. Syarat-syarat Menghafal Al-Qur’an
Seseorang yang akan menghafal Al-Qur‟an harus mempunyai
persiapan yang matang agar proses hafalan dapat berjalan dengan baik dan
benar. Selain itu, persiapan merupakan syarat yang harus dipenuhi supaya
hafalan yang dilakukan bisa memperoleh hasil yang maksimal dan
memuaskan.
Beberapa persiapan atau syarat-syarat yang harus dilakukan antara
lain sebagai berikut:
a. Niat yang Ikhlas dari calon penghafal Al-Qur’an
Bagi seorang calon penghafal atau yang sedang dalam
proses menghafalkan Al-Qur‟an, wajib melandasi hafalannya
dengan niat yang ikhlas, matang, serta memantapkan
keinginannya, tanpa adanya paksaan dari orang tua atau karena
hal lain. Sebab, jika si penghafal tersebut mendapat paksaan
dari orang tua atau hal lain, maka tidak akan ada kesadaran dan
rasa tanggung jawab dalam menghafal Al-Qur‟an (Wahid,
2014: 28).
20
Seorang penghafal Al-Qur‟an apabila sudah mempunyai
niat yang ikhlas, berarti ia sudah ada hasrat dan kemauan yang
telah tertanam dalam hatinya, sehingga jika ada kesulitan
ketika menghafalkan ayat-ayat Allah, maka ia akan
menghadapinya dengan pantang menyerah sekaligus
menjalaninya dengan rasa sabar dan tawakkal. Orang yang
menghafal Al-Qur‟an yang ikhlas tidak akan mengharapkan
atau penghormatan orang lain ketika sema‟an atau membaca
Al-Qur‟an. Sebab, hal tersebut akan menimbulkan penyakit
hati seperti sombong, pamer, dan lain sebagainya. Kemudian
tidak menjadikan Al-Qur‟an untuk mencari kekayaan dan
kepopuleran. Karena itu, ikhlas merupakan salah satu kunci
kesuksesan menjadi penghafal AlQur‟an yang sempurna.
b. Menjauhi Sifat Madzmumah
Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang tidak boleh dinodai
dalam bentuk apapun, terlebih lagi dinodai dengan
menggunakan sifat yang madzmumah. Sifat Madzmumah
(tercela) adalah sifat yang harus dijauhi oleh setiap muslim
terlebih lagi bagi para penghafal Al-Qur‟an. Seseorang yang
sedang menghafal Al-Qur‟an harus berhati-hati dalam bersikap,
bertindak maupun berperilaku, sebab hal itu akan sangat
mempengaruhi bagi seseorang , terlebih lagi seorang penghafal
Al-Qur‟an (Ridwan, 2000: 56).
21
c. Meminta Izin kepada Orang Tua atau Suami
Semua anak yang hendak mencari ilmu atau menghafalkan
Al-Qur‟an, sebaiknya terlebih dahulu meminta izin kepada
kedua orang tua dan kepada suami (bagi wanita yang sudah
menikah). Sebab, hal itu akan menentukan dan membantu
keberhasilan dalam meraih cita-cita untuk menghafalkan Al-
Qur‟an (Wahid, 2014: 29).
Dengan meminta izin kepada kedua orang tua dan suami
maka mereka akan memberikan motivasi dan do‟a yang akan
sangat berperan untuk kelanjutan dan kelancaran dalam proses
menghafal.
d. Mempunyai Tekad yang Besar dan Kuat
Ujian dan cobaan tidak akan pernah terlepas dari seorang
yang sedang menghafal Al-Qur‟an. Mulai dari mempunyai
masalah dengan teman, pengurus, ataupun lingkungan
sekitarnya atau bahkan terlalu sibuk dengan kegiatan lain,
sehingga menyebabkan proses menghafal menjadi terganggu.
Oleh karena itu, seseorang yang hendak menghafalkan Al-
Qur‟an wajib mempunyai tekad atau kemauan yang sabar dan
kuat. Hal ini akan sangat membantu kesuksesan dalam
menghafal Al-Qur‟an(Wahid, 2014: 31).
22
e. Istiqamah
Sikap disiplin atau Istiqamah merupakan sikap yang harus
dimiliki oleh setiap penghafal Al-Qur‟an, baik mengenai waktu
menghafal, tempat yang biasa digunakan untuk menghafal,
maupun terhadap materi-materi yang dihafal (Wahid, 2014:
35).
Dalam proses menghafal Al-Qur‟an Istiqamah sangat
penting sekali. Walaupun ia memiliki kecerdasan yang tinggi,
namun jika tidak Istiqamah maka akan kalah dengan orang
yang kecerdasannya biasa-biasa saja, tetapi Istiqamah. Sebab,
pada dasarnya kecerdasan bukanlah penentu keberhasilan
dalam menghafal Al-Qur‟an, namun keistiqamahan yang kuat
dan ketekunan sang penghafal itu sendiri.
f. Harus Berguru kepada yang Ahli
Seorang yang menghafalkan Al-Qur‟an harus berguru
kepada ahlinya, yaitu guru tersebut harus seorang yang hafal
Al-Qur‟an, serta orang yang sudah mantap dalam segi agama
dan pengetahuannya tentang Al-Qur‟an, seperti ulumul Qur‟an,
asbab an-nuzul-nya, tafsir, ilmu tajwid, dan lain-lain. Selain
itu, guru tersebut juga mesti terkenal oleh masyarakat bahwa ia
mampu menjaga diri, keluarga, dan santrinya.
Bagi seorang murid harus sam‟an wa tho‟atan
(mendengarkan dan patuh) kepada gurunya, menatap dan
23
menghormatinya dengan tawadhu‟, mengabdi dan qana‟ah,
serta selalu meyakini bahwa gurunya adalah orang yang unggul
ilmunya dan „alim. Sikap yang demikian akan mendekatkan
seorang murid untuk memperoleh kemanfaatan ilmu dan
kebarakahan dari seorang guru. Sesungguhnya, apabila seorang
murid tidak bermanfaat ilmunya dan tidak mendapatkan
barakah, maka semua yang ia kerjakan tidak berarti apa-apa
seperti pohon yang tidak berbuah (Sa‟dullah, 2000: 31-32).
g. Mempunyai Akhlak Terpuji
Sangat penting sekali meneladani akhlak Rasulullah saw.,
terutama bagi orang yang menghafalkan Al-Qur‟an. orang yang
menghafalkan Al-Qur‟an bukan hanya bagus bacaan dan
hafalannya, melainkan juga harus terpuji akhlaknya karena ia
adalah calon hamilul Qur‟an. Jadi, sifat dan perilakunya mesti
sesuai dengan semua yang diajarkan dalam Al-Qur‟an.
Mengenai akhlak yang terpuji, dalam Al-Qur‟an, Allah SWT.
berfirman sebagai berikut:
بن يسجو للا ه م م ت ى ى س ة ح و س أ وه للا في زس ن بن ى د م ق ى
ا﴿١٢ ﴾ يس ث م س للا م ذ س و خ ال و ي اى و
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
24
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab 33:21).
Sesungguhnya bisa menghafalkan Al-Qur‟an merupakan
sebuah rahmat dan hidayah dari Allah SWT. dan hal tersebut
hanya bisa didapat oleh orang-orang yang mempunyai hati
yang bersih. Oleh karena itu, orang yang akan menghafal Al-
Qur‟an harus mempunyai sifat yang terpuji. Sebab, hafalan
tidak akan bertahan lama di hati orang-orang yang sering atau
sibuk melakukan maksiat. Hal ini akan menyebabkan lupa
dengan hafalannya, dalam artian tidak pernah menjaganya,
karena sibuk dengan urusan duniawi. Oleh karena itu, seorang
penghafal Al-Qur‟an haruslah menjaga hati dan seluruh
pancainderanya dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Syekh Al-Waqi‟ bin Jarrah (guru Imam Syafi‟i)
mengatakan, “Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan
dihidayahkan kepada orang yang ahli maksiat.” Apabila orang
yang menghafal Al-Qur‟an memiliki sifat yang tercela, maka
hal itu akan sangat besar berpengaruh dan berdampak sangat
buruk. Sebab, Al-Qur‟an adalah kitab suci yang diturunkan
oleh Allah SWT. kepada Rasulullah saw. untuk seluruh umat
Islam. Itulah sebabnya, tidak boleh menodai Al-Qur‟an dengan
keburukan bentuk apapun, baik dari sifat, sikap, dan lain
sebagainya(Wahid, 2014: 38).
25
h. Berdo’a agar Sukses Menghafal Al-Qur’an
Berdo‟a adalah permintaan atau permohonan seorang
hamba kepada sang Khaliq. Oleh karena itu, bagi penghafal Al-
Qur‟an, harus memohon kepada Allah SWT. supaya
dianugerahkan nikmat dalam proses menghafalkan Al-Qur‟an
cepat khatam dan sukses sampai 30 juz, lancar, fasih, dan
selalu istiqamah, serta rajin takrir(Wahid, 2014: 41).
Sebesar apapun usaha seseorang dalam menghafalkan Al-
Qur‟an, tanpa adanya sebuah permintaan dan permohonan
kepada sang penentu kesuksesan, maka Allah akan menentukan
jalan lain. Oleh karena itu, iringkan selalu do‟a dan usaha
dalam setiap langkah apapun.
i. Menghafal di Waktu-waktu yang Mustajab
Seperti waktu-waktu yang telah diwasiatkan oleh
Rasulullah saw. kepada umatnya, yaitu sepertiga malam, di
penghujung shalat, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan
(terutama pada malam-malam ganjil), ketika turun hujan, atau
saat bepergian. Waktu-waktu ini adalah waktu yang mustajab
untuk berdoa, juga waktu yang baik untuk digunakan dalam
menghafal Al-Qur‟an (as-Sirjani, 2007: 74).
26
Adapun do‟a menghafal Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
Artinya: “Ya Allah, rahmatilah aku untuk meninggalkan
kemaksiatan selama Engkau masih
menghidupkanku, dan rohmatilah aku untuk tidak
memperberat diri dengan sesuatu yang tidak
bermanfaat bagiku, berilah aku rizqi berupa
kenikmatan mencermati perkara yang
mendatangkan keridhoan-Mu kepadaku. Ya
Alloh, Wahai Pencipta langit dan bumi, Wahat
Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan
serta keperkasaan yang tidak pernah habis. Aku
memohon kepadamu Ya Alloh, wahai Dzat yang
Maha Pengasih, dengan kebesaran-Mu dan
cahaya wajah-Mu agar mengawasi hatiku untuk
menjaga kitab-Mu, sebagaimana Engkau telah
mengajarkannya kepadaku, dan berilah aku rizqi
untuk senantiasa membacanya hingga membuat-
27
Mu ridho kepadaku. Ya Alloh, Pencipta langit
dan bumi, Dzat yang memiliki kebesaran,
kemuliaan, dan keperkasaan yang tidak akan
pernah habis. Aku memohon kepada-Mu ya
Alloh, wahai Dzat yang Maha Pengasih, dengan
kebesaran-Mu dan cahaya wajah-Mu agar Engkau
menerangi pandangan mataku dengan kitab-Mu
dan melancarkan lidahku, lenyapkanlah
kesusahan dari hatiku, lapangkanlah dadaku dan
basuhlah badanku dengan Al Quran,
sesungguhnya tidak ada yang dapat membantuku
untuk mendapatkan kebenaran melainkan
Engkau, dan juga tidak ada yang bisa
memberikan kebenaran itu melainkan Engkau.
Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan
pertolongan Alloh Yang Maha Tinggi dan Maha
Agung.”
j. Memaksimalkan Usia
Pada dasarnya, tidak ada batasan mengenai usia bagi
seseorang yang hendak menghafalkan Al-Qur‟an. Seperti apa
yang pernah dikatakan pepatah bahwa belajar di waktu kecil itu
bagaikan mengukir diatas batu dan belajar di waktu tua itu
bagaikan mengukir diatas air. Akan tetapi bagi orang dewasa
28
yang sangat berkeinginan untuk menghafal karena banyak
sekali contoh orang yang menghafal Al_Qur‟an dalam usia-
usia yang sudah terbilang tua.
Seperti contoh nyata dari hal tersebut adalah Rasulullah
saw. ketika beliau menerima wahyu pertama kali, saat itu
beliau sekitar berusia 40 tahun. Tentunya, usia tersebut
bukanlah usia yang tergolong muda yang masih sangat
gampang dalam menghafal Al-Qur‟an. Namun, beliau mampu
menghafalnya sampai khatam. Bahkan bacaan beliau sangat
terjaga dari kesalahan-kesalahan. Contoh nyata yang lain juga
terjadi pada anak kecil berusia 3 tahun dari Timur Tengah yang
bernama Abdurarahman Farih yang sudah menghafal Al-
Qur‟an 30 juz di waktu umur 3 tahun (Abdurrahman, 2013: 20)
k. Dianjurkan Menggunakan Satu Jenis Al-Qur’an
Bagi calon penghafal Al-Qur‟an, sangat dianjurkan untuk
menggunakan Al-Qur‟an yang sama atau satu jenis. Janganlah
berganti-ganti Al-Qur‟an mulai dari proses menghafal sampai
khatam 30 juz. Sebab, hal ini akan memberi pengaruh baik bagi
si penghafal karena ketika mengingat-ingat ayat, bayangan ayat
yang muncul ialah yang pernah dihafalnya. Selain itu, ia akan
ingat terhadap letak ayat disetiap halaman yang dihafalkan dari
Al-Qur‟an tersebut(Wahid, 2014: 48).
29
Memiliki Al-Qur‟an khusus merupakan sesuatu yang harus
disiapkan oleh seorang calon penghafal Al-Qur‟an. Sebab, hal
tersebut akan dapat membantu mempermudah proses
menghafal. Apabila seorang penghafal Al-Qur‟an berganti-
ganti menggunakan Al-Qur‟an dan tidak satu jenis, maka hal
itu bisa menyebabkan keragu-raguan dalam ingatan orang yang
menghafal saat membayangkan ayat yang telah dihafal.
l. Lancar Membaca Al-Qur’an
Sebelum menghafal Al-Qur‟an, sangat dianjurkan sang
penghafal lebih dahulu lancar dalam Al-Qur‟an. sebab,
kelancaran saat membaca niscaya akan cepat dalam
menghafalkan Al-Qur‟an. orang yang sudah lancar membaca
Al-Qur‟an pasti sudah mengenal dan tidak asing lagi dengan
keberadaan ayat-ayat Al-Qur‟an, sehingga tidak membutuhkan
pengenalan ayat dan tidak membaca terlalu lama sebelum
menghafal.
Itulah salah satu keuntungan bagi calon penghafal Al-
Qur‟an apabila sudah lancar membaca Al-Qur‟an. keuntungan
atau manfaat lainnya adalah lebih cepat khatam menghafalkan
sampai 30 juz, serta tidak akan begitu sulit untuk menjalani
proses menghafalnya.
30
Agar lebih jelas dan paham tentang tata cara untuk
memperlancar membaca Al-Qur‟an, berikut beberapa hal yang
harus dikuasai calon penghafal Al-Qur‟an:
Yang pertama yaitu menguasai Ilmu Tajwid. Mempelajari
dan memahami ilmu tajwid sangat dianjurkan bagi semua
umat Islam yang menginginkan bacaan Al-Qur‟annya
menjadi mahir, baik, dan benar. Belajar dan menguasai
ilmu tajwid merupakan salah satu syarat bagi orang yang
hendak menghafal Al-Qur‟an, agar mampu membaca Al-
Qur‟an dengan baik dan benar. Apabila bacaan Al-Qur‟an
tidak baik dan benar, maka selamanya hafalannya tidak
akan baik dan benar karena ketika itu seorang calon
penghafal Al-Qur‟an menghafal bacaannya sudah salah.
Selain itu, juga akan sangat sulit sekali memperbaiki
bacaan yang sudah terlanjur dihafalkan, terlebih jika
hafalannya sudah matang dan kuat menempel di otak.
Dalam sebuah hadits, dari „Aisyah r.a., dikisahkan bahwa
Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut:
“Orang yang mahir membaca Al-Qur‟an akan dikumpulkan
bersama para utusan yang mulia dan agung. Dan orang
yang membaca Al-Qur‟an dengan tersendat-sendat, dan ia
merasa kesulitan (dalam membacanya) akan memperoleh
dua pahala.” (HR. Bukhari dan Muslim).
31
Sangat tidak dianjurkan mempelajari sendiri ilmu tajwid
tanpa berguru kepada ahlinya, misalnya dengan membaca
buku, mendengarkan kaset atau CD. Sebab, ilmu tajwid
adalah ilmu yang harus dipraktikkan langsung bacaannya
dari seorang guru, serta guru tersebut wajib mendengarkan
dan membenarkan bacaan muridnya. Oleh karena itu,
berguru kepada ahlinya merupakan sesuatu yang
diwajibkan supaya pemahaman yang didapat tidak
melenceng.
Yang kedua yaitu Memahami Bahasa Arab. Sebagaimana
telah diketahui, Al-Qur‟an itu berbahasa Arab dan
diturunkan dengan bahasa Arab pula. Oleh karena itu, jika
seseorang ingin mempelajari Al-Qur‟an dengan serius,
maka harus memahami segala aspek dan retorika yang
terdapat dalam Al-Qur‟an, sehingga segala hal yang
terdapat di dalamnya dapat dipahami dan dimengerti
dengan baik. Kemahiran dalam berbahasa Arab juga bisa
memudahkan seseorang dalam proses menghafal Al-
Qur‟an. sebab, terkadang ada ayat yang susah untuk diingat
dan dihafal. Namun, bila kita mempunyai kemahiran
bahasa Arab, kita akan lebih mudah mengingatnya melalui
artinya, sehingga proses hafalan tidak mengalami
hambatan.
32
Yang ketiga yaitu Waktu dan Tempat yang Tepat untuk
Menghafal. Waktu dan tempat sangat menentukan
kelancaran ketika sedang menjalani proses menghafal Al-
Qur‟an. Islam telah memberikan pandangan mengenai
waktu yang tepat untuk menghafalkan. Diantaranya,
menghafalkan pada pertengahan malam seteah shalat
Tahajjud, setelah Subuh, setelah tidur siang, dan setelah
Maghrib atau Isya. Selain waktu yang tepat, tempat juga
mempengaruhi kelancaran dalam proses menghafal Al-
Qur‟an. Saat menghafal Al-Qur‟an, sebaiknya mencari
tempat yang tenang, menjauhi tempat-tempat ramai, bising.
Apabila kita tinggal di asrama atau pondok pesantren,
hindarilah tempat teman-teman kita yang sedang
berkumpul. Sebab, dikhawatirkan akan ikut nimbrung
dengan teman-teman tersebut sehingga kegiatan menghafal
menjadi terbengkalai.
Yang keempat yaitu Mengondisikan Mentalitas. Ada
kebiasaan buruk yang sering terjadi pada diri kita, yaitu
suka menunda pekerjaan dengan mengatakan akan
dikerjakan nanti. Demikian juga orang yang sedang
menghafal Al-Qur‟an. Setiap kali terlintas pada dirinya
untuk segera menghafal, maka saat itulah kesibukan
menghadangnya, sehingga selalu membuatnya selalu
33
menunda hafalan. Akibatnya, tekad cepat melemah. Ada
baiknya kita menghafal bersama-sama dengan seorang
kawan agar saling membantu. Kita bisa saling berlomba
dan bisa saling mengingatkan apabila terjadi kesalahan
dalam membaca dan menghafal.
3. Adab-adab Menghafal Al-Qur’an
Seseorang yang sedang atau telah hafal Al-Qur‟an harus
mempunyai adab-adab yang bertujuan untuk menghormati Al-Qur‟an
tersebut. Diantara adab-adab penghafal Al-Qur‟an adalah: Ia harus berada
dalam keadaan paling sempurna dan perilaku paling mulia, Hendaklah ia
menjauhkan dirinya dari segala sesuatu yang dilarang oleh Al-Qur‟an,
Hendaklah ia terpelihara dari pekerjaan yang rendah, berjiwa mulia, lebih
tinggi derajatnya dari para penguasa yang sombong dan pecinta dunia
yang jahat, Merendahkan diri kepada orang-orang yang shalih dan ahli
kebaikan serta pada kaum miskin, Hendaklah ia seorang yang khusyuk
memiliki ketenangan dan wibawa, serta Menghindarkan diri dari
perbuatan menjadikan Al-Qur‟an sebagai sumber penghasilan pekerjaan
dalam kehidupannya (As-syafi‟i, 2001: 57-60)
4. Macam-macam Metode dalam Menghafal Al-Qur’an
Faktor metode tidak boleh diabaikan dalam proses menghafal Al-
Qur‟an, karena metode akan ikut menentukan berhasil atau tidaknya
tujuan menghafal Al-Qur‟an. Semakin baik metode, semakin efektif pula
34
dalam pencapaian tujuan. Adapun metode menghafal Al-Qur‟an dapat
penulis kutipkan dari berbagai ahli tahfidz al-Qur‟an.
a. Metode Tahfidz yaitu menghafal materi baru yang belum pernah
dihafal. Caranya :
- Pertama kali terlebih dahulu penghafal membaca bin-nadhar
(dengan melihat mushaf) materi-materi yang akan
diperdengarkan dihadapan instruktur minimal tiga kali.
- Setelah dibaca bin-nadhor dan terasa ada bayangan lalu dibaca
dengan hafalan (tanpa melihat mushaf) minimal tiga kali dalam
satu kalimat dan maksimal tidak terbatas. Apabila sudah dibaca
dan minimal tiga kalibelum hafal, maka perlu ditingkatkan
sampai hafal betul dan tidak boleh menambah materi baru.
- Setelah satu kalimat tersebut ada dampaknya dan menjadi hafal
dengan lancar lalu ditambah dengan rangkaian kalimat
berikutnya, sehingga menjadi sempurna satu ayat. Materi-
materi itu selalu dihafal sebagaimana hanya menghafal pada
materi pertama, kemudian dirangkaikan dengan mengulang-
ulang materi atau kalimat yang telah lewat minimal tiga kali
dalam satu ayat dan maksimal tidak terbatas sampai betul-betul
hafal, maka tidak boleh pindah ke materi ayat berikutnya.
- Setelah materi satu ayat ini dikuasai hafalannya dengan hafalan
yang betul-betul lancar, maka diteruskan dengan menambah
35
materi ayat-ayat baru dengan membaca bin-nadhor terlebih
dahulu dan mengulang-ulang sebagaimana materi pertama.
- Setelah mendapat hafalan dua ayat dengan baik dan lancar
tidak terdapat kesalahan lagi, maka hafalan tersebut diulang-
ulang mulai dari ayat pertama dirangkai dengan ayat kedua
minimal tiga kali dan maksimal tidak terbatas. Begitu pula
meningkat ke ayat-ayat berikutnya sampai kebatas waktu yang
disediakan habis dan pada materi yang telah ditargetkan.
- Setelah materi yang ditentukan menjadi hafal dengan baik dan
lancar, lalu hafalan ini diperdengarkan di hadapan instruktur
untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk dan pengajaran
seperlunya.
- Waktu menghadap instruktur pada hari kedua, penghafal
memperdengarkan materi baru yang sudah ditentukan dan
mengulang materi dari hari pertama.
Begitu pula pada hari pertama, kedua dan ketiga selalu
diperdengarkan untuk lebih memantapkan hafalannya (Zen, 1983:
248-251).
b. Metode Tabulasi (Tabel) yaitu menyajikan tabel-tabel hafalan yang
terdiri dari 27 halaman. Cara yang digunakan dalam metode tabulasi
ini adalah menghafal satu halaman mushaf yang memakan waktu
selama satu tahun, dalam menamatkan Al-Qur‟an tanpa muraja‟ah
hafalan (Az-zawawi, 2010: 82-83).
36
c. Metode Tasmi‟ yaitu memperdengarkan hafalan (tasmi‟) kepada orang
lain. Beberapa faedah metode tasmi‟ diantaranya adalah :
- Akan bertambah semangat dan giat jika memiliki seorang
pengawas (ustadz). Setiap kali teringat bahwa seorang
penghafal Al-Qur‟an tersebut harus memperdengarkan kepada
ustadznya, maka akan bertambah giat untuk menghafal, bahkan
akan berusaha untuk mengulang-ulang hafalan tersebut supaya
tidak melakukan kesalahan ketika memperdengarkannya.
- Tasmi‟ kepada orang lain merupakan salah satu sebab yang
menumbuhkan ketekunan untuk senantiasa menghafal.
- Ketika melakukan tasmi‟, kesalahan seorang penghafal yang
dibenarkan oleh ustadz akan benar-benar terekam dalam
pikiran (Az-Zawawi, 2010: 87-88).
d. Metode menulis ayat-ayat Al-Qur‟an dengan tangan sendiri. Sering
menulis ayat-ayat Al-Qur‟an dengan tulisan tangannya sendiri di
sebuah kertas atau papan tulis adalah salah satu metode untuk
mempercepat dan mempermudah hafalan Al-Qur‟an. Metode ini
cocok bagi penghafal yang mempunya kesulitan dalam menghafal atau
karena lemahnya otak apabila menghafal. Dengan menulis ayat-ayat
Al-Qur‟an melalui gerakan tangan sendiri dan indra penglihatan akan
sangat membantu hafalan meresap dan masuk ke dalam otak memori
otak (Wahid, 2014: 100).
37
e. Metode merekam suara sendiri. Terkadang ketika menghafal dengan
mendengarkan suara orang lain, seorang penghafal akan bingung
karena waqaf atau berhenti dan mengulangnya selalu tidak sesuai
dengan keinginan. Oleh karena itu, untuk menghindari hal semacam
itu menghafal dengan cara merekam suara sendiri adalah salah satu
metode yang tepat (Jawrah, 2017: 105).
f. Metode Gema (Jawrah, 2017: 107). Sangat unik ketika penulis
mendengar metode gema ini. Baru sekali ini penulis mendengarkan
metode gema dalam menghafal Al-Qur‟an. Metode gema ini adalah
metode menghafal Al-Qur‟an di dalam ruangan yang kosong juga luas
dengan suara yang lantang.
5. Keutamaan Menghafal Al-Qur’an
Orang yang menghafalkan Al-Qur‟an, akan mendapatkan
keutamaan di dunia dan di akhirat. Menurut Abdud Daim Al-Kahil (Al-
Kahil, 2010: 24) keutamaan tersebut adalah sebagai berikut :
Yang pertama adalah keutamaan menghafal Al-Qur‟an diantaranya
adalah : Mendapatkan nikmat kenabian dari Allah SWT.
Menghafal Al-Qur‟an sama dengan nikmat kenabian , hanya saja
menghafal Al-Qur‟an tidak mendapatkan wahyu.
- Mendapatkan penghargaan khusus dari Nabi Muhammad
saw.
- Diantara penghargaan yang pernah diberikan kepada Nabi
saw. kepada para sahabat penghafal Al-Qur‟an adalah
38
perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang
hafidz Al-Qur‟an. Rasul mendahulukan pemakamannya.
- Menghafal Al-Qur‟an merupakan ciri orang yang berilmu
- Menjadi keluarga Allah SWT. yang berada di atas bumi.
Yang kedua adalah mendapat keutamaan menghafal Al-Qur‟an di
akhirat yaitu: Al-Qur‟an akan menjadi penolong bagi
penghafalnya, Meninggikan derajat manusia di surga, Para
penghafal Al-Qur‟an bersama para malaikat yang mulia dan taat,
Mendapatkan mahkota kemuliaan, serta kedua orang tua penghafal
Al-Qur‟an mendapatkan kemuliaan.
B. Metode Takrir
1. Pengertian Metode Takrir
Metode berasal dari Bahasa Yunani (Greeka ) yaitu “metha” dan
“hodos”. “metha” yang berarti melalui atau melewati, sedang “hodos”
berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu
(Zuhairi, 1993: 66). Sedangkan Takrir diambil dari kata (ز - تنسزا ز - ينس (مس
yang artinya mengulang kembali (Munawir, 1984: 1200)
Jadi, metode Takrir yaitu suatu cara menghafal Al-Qur‟an dengan
mengulang hafalan baik sudah menambah maupun sudah tidak menambah
yang sudah diperdengarkan kepada instruktur (Zen, 1983: 251).
Keseimbangan mentakrir harus tetap terjaga meski sudah tidak menambah
lagi atau sudah khatam, karena puncak kenikmatan menghafal Al-Qur‟an
39
adalah pada saat mengulang atau menjaga hafalan yang biasa disebut
istiqamah memelihara hafalan (Makhyaruddin, 2013: 259).
Dalam hal ini pertimbangan antara tahfidz dan takrir adalah satu
banding sepuluh, artinya apabila penghafal mempunyai kesanggupan
hafalan baru atau tahfidz dalam satu hari dua halaman, maka harus
diimbangi dengan takrir 20 halaman, (satu juz), tepatnya materi tahfidz
satu juz yang terdiri dari dua puluh halaman, harus mendapat imbangan
takrir sepuluh kali.
Mentakrir yang benar adalah mendahulukan hafalan yang baru,
kemudian hafalan yang lama. Maksud hafalan yang baru adalah hafalan
yang selalu butuh untuk diingatkan. Mengulang yang baik bukanlah
mengulang yang lancar, melainkan yang tidak putus atau terus-menerus
karena lebih menunjukkan ikhlas. Adapun hafalan yang diulang dapat
dikelompokkan menjadi hafalan yang baru dan hafalan yang lama.
Membaca Al-Qur‟an secara rutin dan berulang-ulang akan
memindahkan surat-surat yang telah dihafal dari otak kiri ke kanan.
Diantara karakteristik otak kiri adalah menghafal dengan cepat, tetapi
cepat pula lupanya. Sedangkan karakteristik otak kanan adalah daya ingat
yang memerlukan jangka waktu yang cukup lama guna memasukkan
memori ke dalamnya. Sementara dalam waktu yang sama otak kanan juga
mampu menjaga ingatan yang telah dihafal dalam jangka waktu yang
cukup lama pula.
40
Sudah diketahui bahwa salah satu cara yang penting dan baik untuk
memasukkan memori ke dalam otak kanan adalah dengan cara sering
mengulang-ulangnya. Karena itu, sering dan banyak membaca sangat
efektif dalam rangka mematangkan dan menguatkan hafalan. Perihal yang
serupa dengan membaca meskipun tingkatannya lebih rendah ialah
mendengarkan. Mendengarkan Al-Qur‟an dengan rutin dan sering bisa
membantu memasukkan ayat-ayatnya dalam daya ingatan yang panjang.
Metode Takrir ini hampir sama dengan metode pembiasaan.
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk membiasakan
seseorang berfikir, bertindak dan berperilaku sesuai tuntutan yang
diajarkan.
2. Tingkat Menghafal dengan Takrir
Takrir membutuhkan waktu dan tenaga diperiode pertama, yakni
periode rawan atau saat hafalan belum melekat. Terkadang penghafal Al-
Qur‟an merasa hafalannya sudah sangat kuat hingga tidak sabar untuk
terus menambah. Tidak sabar ingin menambah adalah bukti hafalan
sebelumnya masih rawan. Apabila sudah kuat, keinginan menambah dan
mengulang itu sama.
Takrir harus sesuai dengan kualitas hafalan. Adapun kualitas hafalan
dengan menggunakan metode takrir adalah sebagai berikut :
Yang pertama adalah Takrir ayat yang belum lancar. Takrir ayat yang
belum lancar sama dengan menambah hafalan baru.
41
Yang kedua adalah Takrir ayat yang sudah lancar untuk
pemeliharaan. Takrir untuk pemeliharaan dilakukan sebanyak dan
secepat mungkin agar ter-takrir semuanya. Lakukan pula sirr (suara
pelan) untuk menghemat tenaga.
Yang ketiga yaitu Takrir ayat yang sudah lancar untuk evaluasi.
Takrir evaluasi dilakukan dengan tartil, meski tidak banyak.
Upayakan takrir evaluasi terfokus pada ayat-ayat yang sering keliru.
3. Tahapan Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Qur’an
Untuk menunjang keberhasilan dari penerapan metode takrir dalam
menghafal Al-Qur‟an, ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Baca satu ayat terlebih dahulu, lalu hafalkan satu ayat tersebut
b. Ulangi sampai beberapa kali satu ayat tersebut sampai benar-
benar hafal dan lancar
c. Jika sudah benar-benar hafal ayat yang pertama, maka lanjutkan
ke ayat yang kedua
d. Baca dan hafalkan lagi ayat yang kedua tersebut sampai benar-
benar lancar
e. Jika sudah benar-benar lancar, maka ulangi lagi ayat yang
pertama dan kedua tersebut
f. Lanjutkan ke ayat yang ketiga , baca dan hafalkan berulang-ulang
sampai benar-benar lancar
42
g. Begitu seterusnya sampai di ayat yang sudah ditargetkan untuk
dihafal
h. Misalkan setiap hari target hafalan satu halaman, maka ulangi
terus sampai benar-benar hafal dan lancar
i. Lakukan tasmi‟ (perdengarkan) kepada teman yang sama-sama
menghafal agar jika ada kesalahan dapat diketahui
j. Lalu setorkan kepada pengampu Al-Qur‟an (setorkan) hafalan
yang sudah dihafalkan tersebut.
4. Kekeliruan dan Penyebab ketika Takrir
Men-takrir hafalan itu tidak luput dari keliru. Hati-hati mengontrol
lidah saat mengulang. Hindari pengulangan kelirunya, karena jikalau
kelirunya yang terulang, maka sama dengan men-takrir kelirunya. Alhasil,
bukannya hilang, keliru itu akan semakin menempel (Makhyaruddin,
2013: 261-263).
Kekeliruan membaca saat takrir itu bervariasi, yaitu: terlewat,
kesalahan menyambungkan, dan kesalahan mengucapkan kalimah, huruf
atau harakat. Adapun penyebab kekeliruannya pun bermacam-macam,
yaitu:
a. Kesalahan membaca saat menghafalnya, hingga merasa tidak salah.
Kesalahan ini adalah fatal karena yang bersangkutan terkadang
tidak sadar atau tidak merasa salah. Kekeliruan ini hanya akan
diketahui apabila disetorkan, disima‟ (diperdengarkan), atau
diujikan.
43
b. Lidah kurang baik atau kurang fasih (fashahat) dan Sabq al-lisan,
terpeleset lidah (keceplosan). Ketiga hal ini bisa diatasi dengan
meningkatkan kehati-hatian dan konsentrasi saat men-takrir.
c. Ragu dan lupa . Kedua hal ini bisa diatasi dengan upaya
mengingat-ingatnya secara kontinu dalam waktu yang cukup lama.
Setelah itu, baik sudah ingat maupun belum, penghafal harus
membuka mushaf untuk meyakinkan lalu baca secara berulang
hingga tidak atau tidak akan keliru lagi. Ragu berbeda dengan lupa.
Ragu biasanya terjadi akibat adanya dua pilihan yang tarik-menarik
dalam hati. Bukan tidak ingat, tetapi tidak tahu mana yang benar.
Ragu terkadang muncul tiba-tiba akibat konsentrasi yang
mendadak bercabang. Sedangkan lupa adalah benar-benar tidak
tergambar dan tidak memiliki pilihan sama sekali. Adapun
tingkatan lupa adalah:
1) Lupa yang masih bisa diingat hanya dengan mengulang ayat
sebelumnya,
2) Lupa yang masih bisa diingat dengan memikirkan secara
mendalam, dan
3) Lupa yang sudah tidak bisa diingat, kecuali dengan diberitahu
atau melihat mushaf.
4) Lupa harus mendapatkan penanganan yang serius. Keliru belum
dapat diatasi hanya dengan sekali diberitahu atau melihat
mushaf, melainkan juga harus diulang-ulang, diingat-ingat, dan
44
diperhatikan dengan seksama. Jika tidak demikian, kekeliruan
akan berulang di tempat yang sama secara terus-menerus.
5. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Menghafal Al-Qur’an
a. Faktor Pendukung dalam Menghafal Al-Qur’an
Berikut adalah faktor-faktor yang bisa mendukung seseorang yang
menghafal Al-Qur‟an : Ikhlas, Berteman dengan orang shalih,
Meninggalkan maksiat, Tulusnya tekad dan kuatnya kehendak,
Bertahap, Pengaturan waktu, Banyak mendengan Al-Qur‟an, Gunakan
waktu-waktu yang sesuai, Bergabung dengan majelis dan sekolah
hafal Al-Qur‟an Optimis akan berhasil, Mengetahui keutamaan
menghafal (Badwilan: 2009, 120-160).
b. Faktor Penghambat dalam Menghafal Al-Qur’an
Berikut adalah beberapa hambatan-hambatan yang menonjol pada
seseorang yang menghafal Al-Qur‟an :
Pertama, Banyak dosa dan maksiat. Hal tersebut membuat
seseorang lupa pada Al-Qur‟an dan melupakan dirinya pula, serta
membutakan hatinya dari ingat kepada Allah Swt. serta dari
membaca dan menghafal Al-Qur‟an.
Kedua, tidak senantiasa mengikuti, mengulang-ulang, dan
memperdengarkan hafalan Al-Qur‟an-nya.
Ketiga, perhatian yang lebih pada urusan-urusan dunia
menjadikan hatinya terikat dengannya, dan pada gilirannya hati
menjadi keras, sehingga tidak bisa menghafal dengan mudah.
45
Keempat, menghafal banyak ayat pada waktu yang singkat dan
pindah ke selainnya sebelum menguasainya dengan baik.
Kelima, semangat yang tinggi di permulaan membuatnya
menghafal banyak ayat tanpa menguasainya dengan baik,
kemudian ketika ia merasakan dirinya tidak menguasainya
dengan baik maka ia pun malas menghafal dan meninggalkannya
(Badwilan: 2009, 203-204)
6. Solusi mengatasi penghambat dalam menghafal Al-Qur’an
Beberapa hal yang menjadi penghambat tersebut bisa diatasi salah
satunya dengan terapi-terapi sebagai berikut :
1) Kembali kepada Allah swt. serta berdoa dan tunduk, agar
mendapat ridho-Nya.
2) Ikhlaskan niat hanya untuk Allah swt. dan beribadahlah
kepada-Nya dengan membaca Al-Qur‟an
3) Kuatkan tekad untuk mengamalkan Al-Qur‟an dengan
segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
4) Ikat Al-Qur‟an dengan membacanya serta perbagus suara
untuk itu.
5) Berhati-hatilah pada beberapa hal berikut:
- Sikap berbangga diri (ujub) dan ingin dilihat orang
lain (riya‟)
- Memakan makanan yang haram dan syubhat
46
- Merendahkan orang lain yang tidak menghafal atau
tidak mengetahui bacaan Al-Qur‟an
- Maksiat dan dosa, baik yang besar maupun kecil
- Meninggalkan rutinitas membaca Al-Qur‟an,
walaupun dalam keadaan yang paling sulit
sekalipun. Jika itu terjadi, maka segeralah
menggantinya (Badwilan: 2009, 205).
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif.
Penulis mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
seluruh kegiatan di Pondok Pesantren Edi Mancoro terkhusus kegiatan dalam
proses menghafal Al-Qur‟an. Hasil akhir dari penelitian ini adalah dalam
bentuk pernyataan, bukan dalam bentuk angka.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan (field
research). Penulis menggambarkan (mendeskripsikan) seluruh kegiatan di
Pondok Pesantren Edi Mancoro ini terkhusus kegiatan dalam menghafal Al-
Qur‟an. Deskripsi yang penulis sajikan ini didasarkan atas data yang
dikumpulkan dari lapangan, yakni menggambarkan dan menjelaskan tentang
pembelajaran menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Edi Mancoro.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan
Tuntang Kabupaten Semarang yang difokuskan pada santri yang menghafal
Al-Qur‟an. peneliti memilih lokasi ini karena sebelumnya belum pernah ada
yang melakukan penelitian mengenai penerapan metode takrir dalam
menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, sebagai salah satu pondok
pesantren yang mayoritas santrinya adalah mahasiswa yang menghafal Al-
Qur‟an dengan tambahan kajian kitab kuning.
48
C. Sumber Data
Ada dua data dalam penelitian ini yaitu data utama (primer) dan data
pendukung (sekunder).
1. Sumber Data primer
Menurut Suryabrata (1995: 84) merupakan data yang langsung
dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya atau sumber-sumber
dasar yang terdiri dari buku-buku atau saksi utama dari kejadian
(fenomena) objek yang diteliti dan gejala yang terjadi di lapangan.
Adapun sumber data primer yang digunakan dalam penggalian
data di Pondok Pesantren Edi mancoro adalah santri, pengasuh, pengurus
dan dewan asatidz. Sebagai sumber untuk menggali informasi terkait fokus
penelitian, untuk mendapatkan informasi ini peneliti menggunakan metode
wawancara.
2. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat atau diperoleh secara tidak
langsung yang diperoleh dari arsip-arsip, dokumen, catatan, dan laporan
pondok pesantren. Hal ini dilakukan karena data yang digali harus valid
sehingga peneliti harus melakukan pengamatan secara langsung dan
melakukan observasi di lapangan yang menghasilkan data yang lengkap
dan dapat dipertanggung jawabkan.
49
D. Prosedur Pengumpulan Data
Sebuah penelitian haruslah tersusun secara sistematis dan memenuhi
semua aspek yang menjadi syarat sebuah penelitian. Metode pengumpulan
data dipergunakan untuk memperoleh data yang diperlukan, baik yang
berhubungan dengan studi literatur (metode pengumpulan dengan
menggunakan bahan bacaan) dan empiris (metode pengumpulan data dengan
melihat secara langsung oleh indera manusia). Salah satu aspek yang
merupakan syarat sebuah penelitian adalah adanya data yang terkumpul
melalui beberapa teknik atau pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan
data yang penulis terapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Observasi atau pengamatan
Metode observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan
data dengan mengulas dan mencatat secara sistematis kejadian atau
fenomena yang sedang diteliti (Hadjar, 1996: 125). Metode ini digunakan
oleh penulis untuk mengetahui secara langsung kegiatan menghafal dan
metode takrir yang telah diterapkan di Pondok Pesantren Edi Mancoro.
Catatan data yang diperoleh adalah hasil dari mengamati secara langsung
kegiatan-kegiatan santri serta ikut terjun langsung dalam kegiatan santri
sehingga data yang diperoleh benar-benar valid.
2. Metode Wawancara atau interview
Interview adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk
memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1993: 145). Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, penulis mengambil teknik
50
interview bebas terpimpin. Interview bebas terpimpin adalah teknik
interview di mana interview membawa kerangka pertanyaan untuk
disajikan, tetapi bagaimana pertanyaan-pertanyaan itu diajukan dan irama
interview diserahkan kebijaksanaan interviewer (Hadi, 1989: 207).
Di sini, metode wawancara digunakan untuk mengumpulkan data
yang berkaitan dengan keadaan santri tahfidz dan Pondok Pesantren Edi
Mancoro. Adapun narasumber dari wawancara ini yaitu pengasuh santri
tahfidz dan santri tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro.
3. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya
barang-barang tertulis (Arikunto, 1993: 149). Metode ini digunakan
untuk mendapatkan data-data santri serta profil lokasi penelitian. Adapun
langkah yang ditempuh oleh penulis yaitu menghubungi pengasuh
Pondok Pesantren Edi Mancoro untuk memperoleh arsip, lalu memilah
arsip-arsip terkait secara kolektif, selanjutnya menyajikan apa yang ada
dalam arsip tersebut dalam bentuk narasi.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan
pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai
temuan bagi yang lain, sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut
analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning)
(Muhadjir, 1998: 124).
51
Dalam mengolah data, penulis menggunakan analisa data kualitatif.
Penelitian yang penulis lakukan menerapkan analisis data kualitatif model alir
sebagaimana yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yang
menggambarkan bahwa analisis data kualitatif model air akan melalui tiga
alur, meliputi:
1. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari data-data
tertulis di lapangan.
2. Penyajian Data (Display Data)
Penyajian data dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap
informasi yang terkumpul yang memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan dilakukan bertahap, melalui kesimpulan-
kesimpulan akhir yang memiliki kepercayaan tinggi setelah data
mencukupi untuk penarikan kesimpulan (Sutopo, 2008: 75). Sesuai
dengan pernyataan yang dinyatakan oleh Sutopo, bahwa penarikan
kesimpulan dalam penelitian ini nantinya akan dilakukan secara bertahap.
52
F. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi dalam
pengecekan keabsahan data. Triangulasi adalah teknik pengecekan data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Sugiyono, 2010:
273). Teknik triangulasi yang banyak digunakan adalah melalui sumber
lainnya. Ada tiga macam triangulasi sebagai macam pemeriksaan, yakni:
a. Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif, menurut Patton yang
dikutip oleh Moleong (2011: 330), hal itu dapat dicapai dengan jalan:
1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil data
wawancara;
2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan ujum dengan
apa yang dikatakannya secara pribadi;
3) Membandingkan dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang
siatuasi dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu;
4) Membandingkan dengan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagaia pendapat dan pandangan orang; dan
5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.
53
b. Triangulasi Metode
Menurut Patton dikutip oleh Moleong (2011: 331), terdapat dua
strategi, yaitu pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data
dengan metode yang sama.
c. Triangulasi Teori
Menurut Lincoln dan Guba yang dikutip oleh Moleong (2100: 332)
menganggap bahwa fakta itu tidak dapat diperilksa derajat
kepercayaannya dengan satu atau lebih teori. Sedangkan Patton
berpendapat lain, yaitu bahwa hal itu dapat dilaksanakan dan hal itu
dinamakan penjelasan banding.
Adapun yang digunakan alam penelitian ini, penuid menggunakan
teknik triangulasi da mempercayakan yang diperileh melalui” melali
ombah yang membandingkan dan memrpcayakan suatu informasi yang
diperoleh melalu alat-alat, waktu, dan sumber yang berbeda.
G. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Menentukan masalah penelitian. Pada tahap ini, penulis mengadakan
pendahuluan dalam menentukan masalah penelitian. Penulis
melakukan pendekatan dengan santri tahfidz juga meminta izin kepada
pengasuh sebelum penulis memulai penelitian ini.
2. Pengumpulan data. Pada tahap ini, penulis mulai menentukan sumber
data yang penulis butuhkan untuk penelitian ini. Penulis mencari buku-
54
buku yang sesuai dengan permasalahan penelitian ini lalu
mengumpulkannya menjadi sebuah data.
3. Pengujian dan analisis. Pada tahap ini, penulis menyajikan hasil data
dan penelitian yang penulis lakukan kemudian ditarik dengan
kesimpulan.
55
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALIS
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis Pondok Pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi mancoro terletak di Dusun Bandungan, Desa
Gedangan, RT 02 RW 01, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang.
Desa dimana pondok pesantren ini berada memiliki wilayah yang cukup
luas. Karenanya, Desa Gedangan dibagi menjadi tujuh dusun dengan
mayoritas penduduk beragama Islam. Batas-batas wilayah dari Desa
Gedangan disajikan pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Batas-batas Wilayah Desa Gedangan
Batas-batas Wilayah Desa Gedangan
Timur Desa Sraten
Selatan Desa Rowosari
Barat Desa Kalibeji
Utara Desa Sraten
Desa Gedangan sendiri merupakan daerah yang cukup potensial
apabila dipandang dari segi ekonomi, sebab selain warga bergantung
pada pertanian padi, sumber penghasilan yang tak kalah diandalkan ialah
dari hasil pertanian kering. Tidak mengherankan apabila Desa Gedangan
juga terkenal sebagai salah satu desa yang menghasilkan berbagai jenis
56
buah-buahan seperti duku, salak, rambutan, dan lain-lain. Juga karena
alasan inilah, Desa Gedangan dijuluki desa swasembada.
Meskipun termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Semarang,
Pondok Pesantren Edi Mancoro lebih dikenal berada di daerah pinggiran
Salatiga. Hal ini dikarenakan letaknya yang hanya berjarak 5 km dari
pusat kota Salatiga. Selain itu, keberadaan yang tak jauh dari jalan raya
Salatiga-Ambarawa menjadikan pondok ini menjadi pondok pesantren
yang mudah dijangkau.
Alasan-alasan itu pula, pondok pesantren yang didirikan oleh
Almaghfurlah KH. Mahfudz Ridwan, Lc. ini menjadi tempat pendidikan
yang strategis karena kondisi wilayah yang tidak terlampau ramai. Jarak
yang cukup terjangkau dari pusat Kota Salatiga sebagai pusat pendidikan
formal pun, turut mempengaruhi fluktuasi jumlah santri yang ingin
mempelajari ilmu agama. Oleh karena itu, mayoritas santri yang menetap
di Pondok Pesantren Edi Mancoro ini adalah mereka yang masih
berstatus mahasiswa atau pelajar, penimba ilmu di Kota Salatiga maupun
sekitarnya.
2. Sejarah Pondok Pesantren Edi Mancoro
Apabila mengacu pada sebuah pendapat mengenai elemen dasar
pesantren, seperti kyai atau guru mengajar, santri sebagai peserta didik,
asrama sebagai tempat mukim santri, kitab kuning yang dijadikan
kurikulum pendidikan serta masjid sebagai sarana pengajian sekaligus
57
peribadatan, maka Pondok Pesantren Edi Mancoro termasuk kategori
pesantren salafiyah.
Berdirinya pesantren, tidak terlepas dari kondisi masyarakat di
masa lampau. Dimana, masyarakat saat itu masih tertutup dengan
beragam aktivitas keagamaan, bahkan sebaliknya, para warga sangat
akrab dengan kebiasaan-kebiasaan buruk. Dari sinilah, tokoh masyarakat
terdorong untuk mendirikan pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan agama yang diharapkan mampu menjadi sarana pengendali
tata perilaku masyarakat.
Di bawah prakarsa KH.Sholeh, seorang tokoh pendatang dari
Pulutan, dibangunlah sebuah masjid bernama “Darussalam” yang
sekaligus merupakan tempat pemondokan bagi para santri yang belajar
kepadanya. Walaupun kini masjid tersebut telah menyatu dengan
pemukiman warga, ternyata masa silam pernah menjadi saksi bahwa
masjid ini didirikan di pinggiran desa yang terkean terpisah dari
pemukiman.
Pendidikan yang dipusatkan di masjid Darussalam masih
diselenggarakan dengan cara sederhana dan tradisional, proses
pembelajaran yang ditangani langsung oleh KH.Sholeh ini pun
berlangsung sampai dengan tahun 1970-an, sebab setelah KH.Sholeh
wafat, tidak ada keturunan atau tokoh masyarakat setempat yang bersedia
melanjutkan misi dan perjuangannya.
58
Ketika proses menimba ilmu di Darussalam tersendat itulah, pada
akhirnya masyarakat menunjuk seorang tokoh Kyai Sukemi untuk
meneruskan pendidikan agama di Darussalam. Penunjukan yang
dilakukan masyarakat ini bukanlah tanpa alasan, sebab masyarakat masih
menginginkan pendidikan keagamaan di wilayah tersebut tetap
berlangsung sebagaimana ketika KH.Sholeh masih hidup.
Setelah Kyai Sukemi berhenti mendirikan tongkat dakwah karena
tutup usia, pendidikan di Darussalam dialihtangankan kepada sosok
alumnus dari Universitas ternama di Baghdad, yaitu Almaghfurlah
KH.Mahfudz Ridwan, Lc. hingga pada akhirnya, KH.Mahfudz Ridwan,
Lc. bersama dengan tokoh masyarakat seperti Matori Abdul Jalil
memutuskan untuk mendirikan sebuah yayasan yang diberi nama
Yayasan Desaku Maju, yang saat itu dicatatkan di nomor notaris
14/1984. Yayasan ini merupakan yayasan yang bergerak di bidang sosial
dan mengemban misi serta tujuan membantu pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan dan mengembangkan
swadaya serta symber daya manusia, khususnya masyarakat pedesaan.
Yayasan ini cukup familiar bagi warga Salatiga, karena menjadi satu-
satunya yayasan berbasis Islam yang bergerak di bidang sosial-
kemasyarakatan.
Pada akhir tahun 1989 tepatnya pada tanggal 26 Desember,
K.H.Mahfudz Ridwan, Lc. mendirikan sebuah pesantren yang dinamakan
Wisma Santri Edi mancoro. Wisma ini berdiri di bawah Yayasan Desaku
59
Maju yang sebelumnya telah dibentuk oleh K.H.Mahfudz Ridwan, Lc.
bertujuan untuk menyalurkan pendidikan sekaligus basecamp berbagai
kegiatan. Wisma Santri Edi Mancoro merupakan kelanjutan dari
pendidikan yang mulanya berjalan di masjid Darussalam.
Ketika ditanya mengenai alasan K.H.Mahfudz Ridwan, Lc.
memberikan nama pesantren dengan nama Edi Mancoro yang
notabennya berasal dari bahasa Jawa, bukan dari bahasa Arab seperti
layaknya pesantren lain, pendiri Edi Mancoro tersebut menuturkan
bahwa sebenarnya Edi mancoro adalah sebuah nama yang akan diberikan
kepada putranya apabila sang istri dikaruniai anak laki-laki. Akan tetapi,
takdir belum memperkenankan beliau memiliki putra lagi, sehingga
dijalankanlah Edi mancoro sebagai nama pesantren, dimana kata Edi
berarti bagus atau elok dan Mancoro artinya bersinar. Sehingga
diharapkan dari nama ini, pondok pesantren akan bagus dan bersinar di
penjuru dunia.
Sejak awal berdiri, keadaan pesantren terus berkembang pesat.
Sampai di ujung tahun 2007, nama Wisma santri Edi Mancoro resmi
diganti dengan nama Pondok Pesantren Edi mancoro. Beberapa macam
program yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah antarumat
beragama, membuat eksistensi pesantren semakin melonjak tinggi,
utamanya di wilayah Kabupaten Semarang dan Salatiga. Pesantren yang
memiliki karakter terbuka dan menghargai perbedaan, membuat nama
pesantren kian akrab di telinga masyarakat, bahkan sampai ke luar
60
negeri. Pondok Pesantren Edi Mancoro, sebagaimana pondok pesantren
yang lain, mengajarkan norma-norma agama Islam dan menerima
pluraritas agama, suku, bahasa, dan lain-lain sebagai bentuk sunnatullah.
Langkah ini ditempuh demi mewujudkan terciptanya konsep Islam
ramatan lil „alamiin.
3. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro
Pondok Pesantren Edi Mancoro merupakan sebuah institusi
pendidikan keagamaan yang berusaha membekali santri-santrinya dengan
berbagai macam keterampilan di samping ilmu pengetahuan. Sehingga,
di dalamnya terdapat beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
berguna untuk peningkatan sumber daya santri.
Adapun secara spesifik, profil dari Pondok Pesantren Edi Mancoro
disajikan dalam tabel 3.2 berikut:
Tabel 3.2. Profil Pondok Pesantren Edi Mancoro
Nama Pondok Pesantren Edi Mancoro
Alamat Dsn. Bandungan, RT 02 RW 01, Ds. Gedangan, Kec.
Tuntang, Kab.Semarang, Jawa Tengah 50773
Telepon (029) 313 329 / 081 392 393 83
E-mail [email protected]
Blog www.ppedimancoro.wordpress.com
Pimpinan
Muhammad Hanif, SS, M.Hum.
Ketua Muhammad Hanif,SS, M.Hum
61
Yayasan
Pengasuh
Santri Tahfidz
Rosyidah, Lc.
Tahun Berdiri 1989/1410H
Status Tanah Wakaf
Surat
Kepemilikan
Tanah
Wakaf Pondok Pesantren Edi Mancoro
Luas Tanah 2448 m
Status
Bangunan
Milik Pondok Pesantren Edi Mancoro
Luas
Bangunan
1365m
Lapangan
Olahraga
550m
Kebuh 108m
Lainnya 108m
Jumlah santri Kurang lebih 200
Beberapa lembaga di dalam Pondok Pesantren Edi mancoro
sebagai berikut:
a. Organisasi Pondok Pesantren Edi mancoro
b. Kuliyyatu ad-dirasah al-Islamiyah wa al-ijtima‟iyyah (KDII)
62
c. Madrasah Tahfidz
d. Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Al-Qiro
e. Tata Usaha (TU) Pondok Pesantren Edi Mancoro
f. Laziskaf Edi Mancoro
g. Koperasi Pondok Pesantren Edi Mancoro
h. Edi Mancoro Trans (EM Trans)
i. Edi Mancoro Laundry
Untuk mencapai tujuan yang optimal dalam pelaksanaan
pendidikan, maka diperlukan organisasi yang baik, yaitu dengan cara
melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai dengan tanggung jawab
masing-masing secara maksimal. Adapun Struktur Kepengurusan
Organisasi Pondok Pesantren Edi Mancoro (2017-2018/1438-1439H)
akan disajikan dalam tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.3 Struktur Organisasi Santri Edi Mancoro
(OSEM) Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
Tahun 2018
NO NAMA ALAMAT JABATAN
1. Kyai Muhammad
Hanif,SS, M.Hum
Semarang Pengasuh
2. Alfiatu Rohmah, S.Pd. Purwodadi Ketua
3. M. Chusni Abdani Tegal Wakil Ketua
4. Hidayatul Khoiroh Semarang Sekertaris I
63
5. Ahmad Zabid Purworejo Sekertaris II
6. Titin Maghfiroh Demak Bendahara
7. Ahmad Saefudin Purworejo Staff Admin
8. Novitasari Demak Keamanan
9. Ahmad Wafa Demak Keamanan
10. Hesti Setianingrum Purwodadi Kebersihan
11. Muhammad Asnawi Magelang Kebersihan
12 Ismawati Nur Sholihah Magelang Pendidikan
13. M. Ainun Najib Purworejo Pendidikan
14. Nur Khasanah Magelang Litbang
15. Andri Winarco Salatiga Litbang
16. Fiki Rizkia Tegal PU
17. Imam Walid N W Magelang PU
18. Suryaningsih Karanganyar Kesehatan
19. Ahmad Syukuri Magelang Kesehatan
20. Mafruroh Dei Purworejo TBB
21. M Taufiqurrahman Magelang Perpustakaan
22. Mar‟atus Solekha Karanganyar Komputer
23. Tika Lutfia N Semarang Pers&Jaringan
24. Muhkromin Magelang Pers&Jaringan
25. Putri Dewi M Pati Bahasa
26. Dewi Marinda Sumatera Bahasa
64
4. Visi, misi, dan tujuan Pondok Pesantren Edi Mancoro
a. Visi
Visi dari Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah, “Menyiapkan
Santri sebagai Pendamping Umat yang Sesungguhnya.”
b. Misi
Adapun misi yang diemban oleh Pondok Pesantren Edi
Mancoro yaitu:
1) Membentuk santri yang memiliki wawasan keagamaan
mendalam, berwawasan kebangsaan, dan
kemasyarakatan dalam konteks ke-Indonesiaan yang
plural.
2) Membentuk santri yang peduli dan berkemampuan
melakukan pendamping masyarakat secara luas.
3) Menentukan kebijakan dalam mengayomi masyarakat
dengan sifat terbuka, independen, serta mandiri.
c. Tujuan
Tujuan Pondok Pesantren Edi Mancoro adalah untuk
membina santri memiliki ilmu keagamaan, ilmu kemasyarakatan,
serta ilmu kebangsaan.
Para santri, dalam hal ini ditekankan penuh untuk senantiasa
mandiri. Oleh karena itu, organisasi yang ada di dalam pesantren
diserahkan sepenuhnya kepada santri, baik dari perencanaan
65
sampai pengelolaan. Tujuannya tidak lain adalah agar santri
mampu meraih ilmu melalui praktik secara langsung.
5. Unsur-unsur Pesantren
a. Ustadz/ustadzah
Selain KH. Muhammad Hanif, asatidz pondok pesantren Edi
Mancoro berasal dari masyarakat sekitar dan alumni yang
mempunyai kepedulian terhadap perkembangan pesantren serta
santri yang dianggap telah mampu untuk mengajar dan berkompeten
pada disiplin ilmu yang telah dikuasai.
b. Santri
Dari keseluruhan jumlah santri yang ada di Pondok Pesantren
Edi Mancoro, mereka digolongkan menjadi 3 jenis, yakni:
1) Santri mukim
Santri mukim merupakan santri yang menetap atau
tinggal secara penuh di pesantren. Santri yang tercatat
sebagai santri mukim berjumlah kurang lebih 200.
Mayoritas santri ini merupakan santri dari berbagai
daerah, utamanya luar Kota Salatiga.
2) Santri non mukim
Santri yang digolongkan dalam santri non mukim
adalah mereka yang tidak menetap di pesantren. Mereka
mengikuti kegiatan dan pembelajaran di pesantren, namun
tidak tinggal di sana. Sejauh ini, santri non mukim yang
66
aktif mengikuti pembelajaran di Pondok Pesantren Edi
Mancoro berjumlah kurang lebih 20 orang.
3) Santri lintas agama
Santri lintas agama adalah mereka yang tidak
beragama muslim dan melakukan kunjungan ke Pondok
Pesantren Edi Mancoro. Beberapa institusi lintas agama
seringkali berkunjung untuk belajar dan bertukar ilmu di
pesantren yang mengedepankan pluralitas beragama ini.
Dari tahun ke tahun, santri lintas agama yang datang tidak
bisa diprediksikan. Misalnya dari SMK Seminari
Mertoyudan.
c. Asrama
Asrama yang dimiliki Pondok Pesantren Edi Mancoro yaitu:
ruang kelas KDII, asrama putra, asrama putri, gedung serbaguna,
aula, kantor pengurus, kantor KDII, perpustakaan, ruang jahit,
ruang komputer, kantin, dan gedung baru.
6. Madrasah tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
Program Tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro masih
tergolong program baru, sehingga tidak ada visi-misi tersendiri yang
dimunculkan di madrasah tahfidz, sebab visi-misinya mengikuti apa yang
telah dimuat oleh Pondok Pesantren Edi Mancoro selama ini.
Memiliki motif untuk menghidupkan Al-Qur‟an, Bu Rosyidah,
begitu pengasuh tahfidz tersebut disapa, mulai merintis program ini sejak
67
tujuh tahun yang lalu, tepatnya pada bulan September tahun 2011.
Program ini pun tidak pernah direncanakan sebelumnya. Dari kerawuhan
Ustadzah Rosyidah sebagai menantu Almaghfurlah K.H. Mahfudz
Ridwan, Lc., muncullah program wajib bagi santri untuk menghafal juz
„amma. Dari situlah, ada seorang santri yang memiliki minat untuk terus
menghafal Al-Qur‟an tidak hanya juz „amma saja. Ustadzah Rosyidah
pun menyanggupi permintaan santri tersebut hingga tumbuhlah minat
menghafal Al-Qur‟an dari santri-santri yang lain. Jumlah santri yang
awalnya hanya satu orang, seiring berjalannya waktu bertambah menjadi
lima orang, lalu tujuh orang di tahun ke-2, hingga mencapai angka
kurang lebih lima puluh santri tahfidz pada tahun 2018 ini.
Sampai pada saat ini, pengasuh tahfidz lulusan Al-Ahgaff
University tersebut tidak menerapkan peraturan ketat bagi santri-
santrinya terutama dalam hal jumlah setoran hafalan. Ustadzah Rosyidah
lebih membiarkan motivasi dan semangat menghafal itu tumbuh alami
dari dalam diri santri sendiri. Ibu berputra tiga tersebut tidak terlampau
menekan santri tahfidz untuk segera khatam, karena baginya, istiqomah
dan lancar dalam muraja‟ah lebih penting dari sekedar mengejar
khatamnya hafalan. Namun, demi tetap menjaga motivasi para santri,
mulai tahun 2016, diterapkan aturan baru yaitu setiap santri harus
menyetorkan hafalan sedikitnya empat juz dalam kurun waktu satu
semester atau enam bulan. Jika santri tahfidz tidak mampu memenuhi
kriteria ini, maka di tahun tersebut santri tahfidz tidak diberikan
68
kesempatan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi di Kuliyatu ad-
Dirasah al-Islamiyyah wa al-Ijtima‟iyyah (KDII).
Jadwal kegiatan santri tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro
sendiri sebenarnya masih mengikuti jam-jam kegiatan santri pada
umumnya. Namun, ketika santri lain mengaji kitab kuning di pagi hari,
maka santri tahfidz dijadwalkan untuk setoran di ndalem. Sementara itu,
di malam harinya, santri tahfidz dibebaskan untuk lebih memilih
mengikuti kegiatan Kuliyatu ad-Dirasah al-Islamiyah wal-Ijtima‟iyyah
(KDII) atau tetap setoran. Untuk lebih jelasnya, aktivitas setoran santri
tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro ada dalam tabel berikut:
Tabel 3.4 : Jadwal setoran santri Tahfidz Pondok Pesantren
Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang Tahun 2018
Waktu Kegiatan Keterangan
05.30-07.00 Setoran hafalan di ndalem Wajib hukumnya bagi seluruh
santri tahfidz.
18.30-19.30 KDII Diikuti oleh seluruh santri
dan bersifat pilihan bagi
santri tahfidz.
Wajib diikuti oleh santriwati
tahfidz yang berhalangan
untuk mengaji Al-Qur‟an.
19.30-21.00 Setoran hafalan di ndalem Wajib bagi seluruh santri
69
tahfidz.
KDII Diikuti oleh seluruh santri
dan bersifat pilihan bagi
santri tahfidz.
Wajib diikuti oleh santriwati
tahfidz yang berhalangan
untuk mengaji Al-Qur‟an.
Sedikit berbeda dengan jadwal diatas, ketika bulan Ramadhan tiba,
jadwal setoran bagi santri tahfidz ditambah satu waktu yaitu pada waktu
dhuha atau setelah dzuhur, sedangkan kegiatan KDII ditiadakan.
Sementara itu, sima‟an untuk santri tahfidz dilaksanakan seminggu
sekali pada Sabtu malam. Sedangkan untuk sima‟an keseluruhan santri
tahfidz baru berjalan tiga tahun terakhir dan dilakukan untuk mengawali
rangkaian kegiatan akhirussanah Pondok Pesantren Edi Mancoro setiap
tahunnya.
7. Gambaran Informan
Untuk mengetahui penerapan metode Takrir dalam menghafal Al-
Qur‟an, bagaimana proses pelaksanaannya, hal-hal apa saja yang
mempengaruhi, hambatan-hambatan serta bagaimana cara mengatasinya,
juga hasil dari penerapan metode takrir santri tahfidz di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
70
Semarang, dapat didasarkan pada informasi yang berhasil dihimpun
melalui beberapa informan yang penulis rasa dapat mewakili keseluruhan
tentang Pondok Pesantren Edi Mancoro dengan rincian tabel berikut ini:
Tabel 3.5 Daftar Nama Informan
No Nama
Informan
Kode
Informan
Tanggal
Wawancara
Keterangan
1. Rosyidah, Lc. RS 09 Maret 2018 Pengampu
santri Tahfidz
2. Wahyu
Rahma Z
WR 10 Maret 2018 Santri
3. Anis Ulfatun
N
AU 08 Maret 2018 Santri
4. Ma‟rifatul
Fadhilah
MF 08 Maret 2018 Santri
5. Ngindana
Zulfa
NZ 08 Maret 2018 Santri
6. Sarah Noviani SN 09 Maret 2018 Santri
7. Fida
Munawaroh
FM 11 Maret 2018 Santri
8. Hidayah HD 11 Maret 2018 Santri
9. Riski Surya R RR 11 Maret 2018 Santri
10. M Chusni A MC 11 Maret 2018 Santri
71
B. Paparan Data
Setelah ditemukan beberapa data yang diinginkan, baik dari hasil
penelitian observasi, interview, maupun dokumentasi, maka peneliti akan
menganalisis temuan yang ada dan menjelaskan implikasi-implikasi dari
hasil penelitian tentang penerapan metode takrir dalam menghafal Al-
Qur‟an di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Bandungan
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Adapun data yang akan dipaparkan dan dianalisa oleh peneliti sesuai
dengan fokus penelitian. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan mencoba
membahasnya.
1. Pelaksanaan menghafal Al-Qur’an dengan metode Takrir di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Dalam menghafal Al-Qur‟an, terdapat beberapa metode yang
bisa diterapkan, diantaranya adalah: tahfidz, tabulasi, tasmi‟, dan lain
sebagainya. Sedangkan metode yang diterapkan oleh santri tahfidz di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Magelang ini diantarantya adalah metode Takrir.
Metode takrir adalah suatu cara menghafal Al-Qur‟an dengan
mengulang hafalan baik sudah menambah maupun sudah tidak
menambah dan sudah dsetorkan kepada ustadzah. Cara pelaksanaan
takrir yaitu dengan cara mengulang-ulang ayat per ayat sampai benar-
benar hafal.
72
Seperti yang dipaparkan oleh Ustadzah RS bahwa:
“Jadi semua santri yang akan menghafal, semua wajib
hafalan jus amma dulu, baru nanti setelah khatam jus amma,
dilanjutkan menghafal surah-surah pilihan nah nanti baru jus
pertama. Akan tetapi ada juga anak yang meminta menghafal
dari jus belakang. Kalau metode takrir dulu itu adalah
senyampainya. Saya tidak membatasi minimalnya, akan tetapi
saya membatasi maksimalnya seperempat juz. Lalu ketika sudah
sampai satu juz, saya sarankan untuk mengulang dari sepermpat
juz baru kepada juz berikutnya. Saya tidak mewajibkan santri itu
mau memakai metode apa dalam menghafal, terserah mereka
mau memakai metode apa ketika menghafal. Akan tetapi
berdasarkan pengamatan saya, memang banyak santri yang
menggunakan metode takrir yaitu mengulang-ulang sebelum
menyetorkan hafalan maupun setelah menyetorkan hafalan
kepada saya. Dulu memang sangat ketat ketika jumlah santri
disini masih sedikit, misalkan ketika sudah sampai juz 5 maka
tidak boleh naik ke juz 6 sebelum juz 5 benar-benar hafal. Oleh
karena itu, saya menyarankan mereka untuk mentakrir hafalan
mereka. Nah termasuk ketika menjaga hafalan, saya juga
menyarankan mereka untuk takrir berpasangan bersama
temannya.”
Pernyataan tentang pelaksanaan ini juga dinyatakan FM
kepada peneliti sebagai berikut:
“Menurut saya, metode takrir ini adalah metode yang paling
digunakan oleh para santri tahfidz di Pondok Pesantren Edi
Mancoro ini, terutama yang santri putri, ya termasuk saya.
Kalau saya modelnya begini, setiap menghafal itu saya baca
dulu full satu kaca (halaman) sebanyak satu kali, lalu saya baca
per ayatnya lalu saya baca artinya juga per ayat itu bagaimana
lalu saya mulai menghafal per ayat itu. Untuk berapa kali
mengulangnya, itu tergantung ayatnya. Kalau ayatnya tidak
terlalu panjang dan mudah untuk saya cerna itu mungkin Cuma
dua kali sudah hafal tapi kalau ayatnya terlalu panjang dan
agak tidak mudah saya cerna, maka saya ulang sampai lima
kali dalam satu ayat tersebut.”
73
Pernyataan tentang pelaksanaan metode takrir ini juga
diungkapkan HD kepada peneliti sebagai berikut:
“saya menggunakan metode takrir. Pelaksanaannya ya
dibaca dulu satu halaman biar familiar lalu per ayatnya di
ulang-ulang sampai nggak asing didengar ayat-ayat tersebut.
Saya biasa mengulang sepuluh kali dalam ayat yang saya rasa
agak mudah dan pendek , akan tetapi kalau ayatnya agak
panjang dan agak sulit, asing menurut saya maka bisa sampai
berkali-kali dalam menghafal satu ayat tersebut. Biasanya
waktu saya menghafal adalah ketika ba‟dha subuh dan
sepulang kuliah juga kalau ada waktu-waktu lain biasanya saya
menghafal. Tapi kalau waktu yang pasti adalah ketika ba‟da
subuh itu dan ketika saya pulang kuliah. Dan setelah hafalan
sudah jadi, saya langsung menyetorkan kepada pengampu
tahfidz yaitu ustadzah rosyidah. Nah, kalau menyetorkan itu
kan wajibnya dua kali dalam sehari, tapi ketika hafalan belum
jadi maka saya menyetorkannya cuma satu kali pas ba‟dha
isya‟ atau ba‟dha subuh sebanyak satu halaman setiap kali
setor. Tidak hanya berhenti sampai setoran saja, saya juga
selalu menggunakan metode takrir ini ketika saya muraja‟ah
hafalan yang sudah saya setorkan.”
Sedangkan pernyataan yang diungkapkan oleh MC adalah
sebagai berikut:
“Mengenai pelaksanaan metode takrir, kalau saya sendiri
sekiranya ayat yang saya baca sudah saya pahami ya sudah.
Setelah itu saya setorkan ke pengampunya. Untuk berpa
kalinya saya mengulang dalam satu ayat itu tidak pasti.”
Pernyataan dari RR sebagai berikut:
“Kalau saya sendiri dalam melaksanakan metode takrir ya
pertama membaca ayat demi ayat sampai saya benar-benar
paham. Lalu saya akan melanjutkan ke ayat setelahnya jika
saya memang benar-benar sudah paham. Sampai saya
mendapatkan 1 lembar, maka setelah itu baru saya setorkan.
Dan untuk muraja‟ah saya juga menggunakan metode takrir
karena memang sangat efektif ketika saya menggunakan
metode ini dalam membuat hafalan baru maupun
memuraja‟ah hafalan yang lama.”
74
2. Hal-hal yang mendukung dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Hal-hal yang mempengaruhi yang dimaksud adalah hal-hal
yang menjadi pendukung seorang penghafal Al-Qur‟an dalam
menghafal Al-Qur‟an. Adapun hal-hal yang mempengaruhi atau yang
mendukung santri dalam menghafal adalah sebagai berikut:
a. Motivasi dari Diri Sendiri
Semua hal yang akan dikerjakan perlu dukungan dari pihak
eksternal, akan tetapi dukungan dari dalam diri seseorang juga
perlu.
Pernyataan ini diungkapkan HD kepada peneliti sebagai
berikut:
“Bagi saya pendukungnya ya motivasi dari diri sendiri.
Melihat orang-orang yang bisa menghafal sampai 30
juz, mulai dari anak-anak, remaja, bahkan sampai usia
tua, saya menjadi terinspirasi dari mereka. keluarga
juga salah satu faktor pendukung saya. Ibu yang sangat
menginspirasi saya dan juga adik saya, juga saya
persembahkan kepada bapak saya yang sudah di surga
sana. Kesehatan badan juga sangat mendukung, cuaca
dan lain sebagainya.”
b. Motivasi dari Orang Tua
Orang tua adalah malaikat penjaga kita di dunia.
Merekalah yang selalu ada di saat dalam kondisi apapun.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh AU sebagai berikut:
“Bagi saya ya mbak, hal yang sangat mendukung saya
dalam menghafal adalah restu dari orangtua. Karena
75
seperti lagunya Roma Irama bahwa ridho orangtua itu
ridho Illahi, murka orangtua itu murka Illahi. Jadi, bagi
saya restu orangtua adalah pendukung utama dalam
menghafal ini.”
Pernyataan yang sama dikemukakan oleh NZ kepada
peneliti sebagai berikut:
“kalau saya, faktor pendukung utama adalah do‟a restu
dari kedua orangtua saya dan juga ridho seorang
pengasuh pesantren kepada saya. Karena bagi saya,
mereka adalah orangtua saya semua, orangtua ketika di
pondok dan di rumah. Selain itu juga adalah do‟a.
Karena do‟a adalah suatu senjata yang sangat tajam
ketika kita meminta sesuatu.”
c. Motivasi dari Teman dan Lingkungan
Teman adalah salah satu faktor pendukung dalam
melakukan suatu pekerjaan. Pernyataan dari SN yang
diungkapkan kepada peneliti adalah sebagai berikut:
“kalau saya simpel saja jawabnya. Faktor yang
mempengaruhi atau pendukung saya dalam menghafal ini
adalah keluarga dan teman. Sudah itu saja.”
d. Niat
Niat adalah inti dari suatu hal yang akan dikerjakan. Jika
sebuah pekerjaan tidak ada disertai niat, maka sia-sia lah
pekerjaan itu. Sebagai mana yang diungkapkan oleh MF
kepada peneliti sebagai berikut:
“Kalau saya faktor pendukung yang utama adalah niat.
Karena bagi saya, sesuatu itu harus dimulai dari niat. Dan
tidak cukup niat saja, akan tetapi ada ikhlasnya. Niat yang
ikhlas, ya itu. terus setelah itu baru saya meminta restu
kepada kedua orangtua saya, kepada sanak saudara saya
sebelum saya mulai menghafal Al-Qur‟an ini. Selain itu,
76
saya juga jadi teringat kalau dukungan menghafal ini saya
dapatkan ketika saya masih duduk di bangku MAN.
Sebenarnya saya sudah didawuhi (diperintah) bu Nyai
ketika masih di MAN dulu untuk menghafalkan AL-Qur‟an.
akan tetapi saat itu saya belum sanggup karena saya belum
siap mental ketika itu. oleh karena itu, sejak masuk kuliah
saya mulai menghafalkan di Pondok Pesantren Edi Mancoro
ini.”
e. Suasana Hati (Good Mood)
Suasana hati yang sedang baik dalam melakukan
suatu hal sangat berpengaruh dalam melakukan suatu
pekerjaan. Akan tetapi banyak sekali hal yang
mempengaruhi suasana hati seseorang menjadi baik,
diantaranya adalah pernyataan yang diungkapkan oleh RR
kepada penulis sebagai berikut:
“Kalau faktor pendukung utama dalam menghafal
itu kopi. Karna jujur ya, jika mau menghafal kok
belum minum kopi itu rasanya akan menjadi buyar.
Nggak bisa fokus hafalan. Ketika saya minum kopi,
saya tidak ngantuk maka hafalan akan terasa lancar.
Namun ketika kopi kok tidak ada, maka hafalan
saya akan buyar karena saya pasti ngantuk.”
f. Kegiatan Sima’an
Sima‟an merupakan suatu kegiatan yang rutin dilakukan
setiap minggu satu kali dan setiap bulan 4 kali. Bagi santri,
ini sangat mendukung dalam mengingat hafalan yang sudah
dihafalkan sebagaimana pernyataan MC mengenai hal yang
mendukung dalam menghafal adalah sebagai berikut:
77
“Menurut saya, hal yang mendukung ya pas sema‟an itu.
baik sema‟an dengan teman, sema‟an bersama semua santri
setiap minggu maupun setiap bulan, dan motivasi dari
orang tua juga guru.”
3. Hambatan-hambatan dan Solusi dalam menghafal Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentu tidak akan pernah
lepas dari sebuah hambatan. Begitu juga dalam menghafalkan Al-
Qur‟an menggunakan metode apapun itu ini tentu saja tidak akan
lepas dari hambatan. Tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan metode
menghafal Al-Qur‟an dengan metode Takrir di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang tersebut, diantaranya adalah:
a. Malas
Rasa malas merupakan hambatan yang paling banyak
ditemui para penghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Edi
Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang
ini pada saat menambah hafalan baru maupun megulang
hafalan yang sudah lama. Rasa malas ini tentu akan
menghambat perjalanan proses menghafal Al-Qur‟an. Hal ini
dirasakan oleh MF yang diungkapkan kepada peneliti sebagai
berikut:
“Malas. Iya mbak saya paling malas banget kalau sudah
mau memulai hafalan atau nderes (mengulang hafalan
yang kemarin).”
78
b. Kondisi Tubuh
Faktor kondisi tubuh dapat menghambat jalannya dalam
menghafal maupun mengulang hafalan. Seperti halnya di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang ini, hal ini disebabkan karena
santri yang menghafal Al-Qur‟an sambil kuliah. Karena di
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang ini tidak pernah memaksa santrinya
untuk fokus dalam satu tujuan yaitu menghafal Al-Qur‟an ,
karena pengasuh sadar bahwa ini adalah pesantren
mahasiswa.
Sebagaimana yang telah diungkapkan RS kepada
peneliti bahwa:
“Ya sebenarnya disini itu setoran dilaksanakan dua kali
dalam satu hari, yaitu ba‟da subuh dan ba‟da isya. Akan
tetapi pada kenyataannya, ridak semua santri bisa dua
kali setoran dalam satu hari. Ya saya sadar kalau ini
memang pesantren mahasiswa, jadi saya memaklumi
kalau santri itu jarang setoran dengan alasan banyak
tugas atau capek karena kuliah.”
AU juga mengungkakan kepada peneliti bahwa:
“Tidak adanya angkutan yang bisa mengantarkan saya
pulang pergi kampus-pondok, memaksa saya untuk selalu
jalan kaki dari pondok ke kampus dan dari kampus ke
pondok. Hal itu sudah sangat menguras tenaga saya,
sehingga sering sekali jika saya sudah lelah maka saya
79
memilih untuk istirahat (tidur) daripada mentakrir hafalan.
Beruntunglah sekarang, sudah ada Edi Mancoro Trans yang
setiap harinya sudah memudahkan santri untuk pulang
pergi ke kampus.”
HD juga mengungkapkan hambatan dalam menghafal
kepada peneliti sebagai berikut:
“Kalau saya, faktor penghambat dalam menghafal ini
adalah kuliah dari pagi sampai sore. Hal itu sangat
menghambat, karena kuliah dari pagi sampai sore itu sangat
capek. Dan kalau sudah capek, mau hafalan rasanya sudah
nggak fokus malah nanti ayatnya jadi nyambung ke surat-
surat lain. Apalagi kalau pas ngantuk. Kalau posisi saya
sedang capek, ngantuk, ya saya nggak mau memaksakan.
Biasanya saya istirahat sejenak biar fikiran dan tubuh bisa
fresh kembali.”
c. Kurang pandai membagi waktu
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ini merupakan
psantren yang memang mayoritas adalah mahasiswa.
Jadi, banyak sekali hambatan yang mengiringi mereka
seperti yang diungkapkan oleh MF sebagai berikut:
“Kalau saya hambatan utamanya adalah HP. Ya
bagaimana tidak mainan HP terus, sedangkan
disini saja disediakan wifi. Saya merasa HP itu
seperti candu. Yang ketika dibuka itu ingin terus
melihatnya sampai kadang lupa. Jangan nderes ,
makan aja yang kebutuhan pokok sampai
terkalahkan oleh HP.”
Hal yang sama diungkapkan oleh NZ:
“Rasa malas terbesar yang paling sulit dihindari dan
sangat sering saya lakukan adalah malas karena ada
setan yang wujudnya kecil sekali. Iya mbak HP,
sekali sudah pegang HP pasti lupa kalau tujuan
utama saya adalah nderes. Apalagi disini disediakan
wifi yang setiap harinya bisa kami gunakan dengan
80
gratis. Ya begitu jadinya, malah fokusnya sama
youtube. Terus hambatan lainnya sering main
kemana-mana sama teman-teman kampus dan yang
paling fatal adalah males. Jadi,solusi ketika saya
sedang khilaf seperti itu, saya selalu ingat kepada
kedua orangtua dirumah yang sudah bersusah payah
membiayai sekolah juga nyantri saya disini. HP juga
lebih sering saya taruh lemari kecuali ketika saya
kuliah, pasti saya bawa.”
Sedangkan pernyataan yang diungkapkan oleh RS adalah
sebagai berikut:
“ya kalau hambatan mungkin karena memang santri
disini mayoritas adalah mahasiswa. Ya jadi saya
maklumi saja jikalau misalkan kok mereka dalam
satu hari tidak setor hafalan. Mungkin mereka
terlalu banyak tugas kuliah atau kegiatan diluar. Jadi
saya tidak pernah membuat batas minimal ketika
mereka setoran. Berbeda jika santri yang memang
benar-benar fokus hafalan tanpa ada kegiatan lain.
Mungkin dalam satu hari mereka ditargetkan untuk
bisa setoran sebanyak berapa lembar bahkan kalau
pondok yang sudah menerapkan metode hafal cepat
3 bulan atau berapa bulan, mereka pasti dalam satu
hari ditarget berapa lembar hafalan. Mungkin bisa
sampai sepuluh kali setoran dalam satu hari. Terus
hambatan menggunakan metode takrir itu
kebanyakan mereka nggak sabar. Mereka hanya
mengejar hafal saja tanpa memahami.”
d. Suasana hati yang sedang tidak baik (bad mood)
Suasana hati yang sedang tidak baik akan sangat
berpengaruh dalam melakukan hafalan. Hati yang sedang galau
atau sedang tidak baik akan sangat menghambat. Hambatan
dalam menghafal juga diungkapkan oleh FM sebagai berikut:
“Kalau masalah hambatan, mungkin itu dari diri
sendiri ya. Karena males, ngantuk, banyak tugas
ya hanya alasan saja. Kalau nggak juga pas lagi
81
nggak mood kan jadi sulit menghafal. Nah kalau
terjebak dalam keadaan seperti itu, biasanya saya
video call sama orang tua, terus juga lihat video-
video seorang penghafal Al-Qur‟an entah itu anak-
anak-, orang tua atau remaja. insyaAllah dari
melihat video itulah semangat saya bisa bangkit
kembali.”
e. Hafalan kadang hilang
Ingatan manusia memang terbatas tanpa terkecuali
seorang yang sedang menghafal Al-Qur‟an. Sebagaimana
hambatan yang diungkapkan oleh MC adalah sebagai berikut:
“Kalau saya hambatan menggunakan metode takrir itu
memang bisa lancar, tapi sekali sudah lupa ya sudah jadi
buyar semua. Selain itu, hambatan yang saya rasakan
adalah menyukai lawan jenis. Kadang saya berfikir kalau
berta‟aruf itu akan menambah semangat dalam
menghafal namun kenyataannya malah membyarkan
hafalan. Wanita itu ribet, kadang suka marah-marah
nggak jelas.”
4. Hasil menghafal Al-Qur’an dengan metode takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Seperti yang diungkapkan oleh WR kepada peneliti sebagai
berikut:
“Saya merasa berhasil menggunakan metode takrir ini.
Asalkan istiqomah menggunakan satu metode, insyaAllah
akan berhasil. Sejak awal saya sudah menggunakan metode
takrir ini, bahkan sekarang setelah khatam saya masih
menggunakan metode takrir ini dalam muraja‟ah hafalan
saya. Memang membutuhkan waktu yang lama dan
kesabaran, karena metode takrir ini harus membaca per ayat
sampai berkali-kali namun hasilnya juga tidak menghianati
proses.”
82
Pernyataan yang sama juga diungkapkan AU kepada peneliti
bahwa:
“Metode menghafal Al-Qur‟an menurut saya sangat
penting. Saya menggunakan metode ini karena saya merasa
berhasil Metode ini sesuai dengan hafalan yang saya
targetkan. Sebenarnya disini tidak ada minimalnya dalam
setoran, tapi saya membuat target sendiri satu kali setoran
satu halaman atau lebih.”
Pernyataan HD kepada peneliti bahwa:
“Hasil ketika saya menggunakan metode ini ya berhasil
menurut saya. Karena hasilnya memang sesuai dengan yang
saya targetkan walaupun membutuhkan waktu yang lama.
Ya kan semua memang ada kekurangan dan kelebihannya.
Tapi metode takrir ini saya rasa sudah sangat efektif dalam
membantu hafalan saya.”
Pernyataan FM kepada peneliti bahwa:
“Metode takrir ini sangat bagus ketika saya terapkan.
Karena dengan metode ini, ingatan saya jadi lebih kuat
dalam menghafal Al-Qur‟an. Walaupun membutuhkan
waktu yang cukup lama ketika menggunakan metode ini,
tapi saya sudah cocok dengan metode takrir ini.”
Pernyataan MC yang diungkapkan kepada penulis sebagai berikut:
“Kalau saya ya mbak, merasa lancar jika menggunakan
metode takrir ini. Karena semakin banyak saya membaca
hafalan saya, maka akan semakin kuat melekat diingatan.
Jadi saya merasa berhasil ketika saya menggunakan metode
ini.”
83
C. Analisis Data
1. Pelaksanaan menghafal Al-Qur’an dengan metode Takrir di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Menghafal Al-Qur‟an merupakan salah satu ibadah yang sangat
mulia. Kegiatan tersebut merupakaan suatu kesibukan yang terpuji.
Terlebih jika kegiatan tersebut disertai dengan niat mendekatkan diri
kepada Allah SWT, memahami setiap ayatnya dan melaksanakan apa
yang menjadi perintahNya yang terkandung dalam firmanNya.
Dalam menghafal Al-Qur‟an, diperlukan persiapan yang
matang dengan harapan akan memberikan hasil yang sempurna. Sama
halnya dengan santri tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang juga demikian. Meskipun dari pihak
pengampu tidak mentargetkan hafalan harus khatam dalam jangka
waktu karena santri disini memang mayoritas mahasiswa semua. Akan
tetapi santri tetap melakukan persiapan. Adapun persiapan mereka
antara lain: niat yang ikhlas, meminta izin kepada orang tua, dan
melancarkan hafalah beserta tajwidnya dengan cara mengawali dengan
menghatamkan juz amma, surah pilihan lalu dilanjutkan dengan
menghafal AL-Qur‟an, entah itu dimulai dari juz yang terdepan
ataukah juz yang belakang.
84
Menurut Wiwi Alawiyah Wahid (2012: 28-52), dalam bukunya
yang berjudul “Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Qur‟an” menjelaskan
bahwa hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum menghafal Al-Qur‟an
yaitu:
“Niat yang ikhlas, meminta izin kepada orang tua atau
suami, mempunyai tekad yang besar dan kuat, istiqomah,
harus berguru kepada yang ahli, mempunyai akhlak terpuji,
berdoa agar sukses menghafal Al-Qur‟an, memaksimalkan
usia, dia jurkan menggunakan satu jenis Al-Qur‟an dan
lancar membaca Al-Qur‟an”.
Jadi, persiapan yang terdapat pada santri di Pondok Pesantren
Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang ini menurut peneliti
sudah tepat. Selain menggunakan persiapan tersebut, santri juga
menggunakan metode.
Lalu persiapan mereka adalah dengan menggunakan metode
yang sesuai dengan mereka sendiri. Metode yang mereka gunakan
adalah metode Takrir. Dari pihak pesantren memang tidak mewajibkan
harus menggunakan metode tertentu, akan tetapi santri berkreatif
menggunakan metode sesuai dengan mereka sendiri. Sedangkan untuk
menunjang hafalan yang sudah terbentuk, terdapat kegiatan tambahan
bagi santri yaitu:
a. Setoran hafalan baru kepada guru atau ustadzah (muraja’ah)
Sebenarnya setoran ini diwajibkan kepada santri sebanyak dua
kali dalam sehari. Ustadzah tidak membatasi minimal santri dalam
85
setoran, akan tetapi ustadzah membatasi maksimal setoran santri.
Hal ini dikarenakan santri mempunyai kemampuan yang berbeda-
beda. Ada yang mampu menghafal lebih dari satu halaman dalam
sehari, ada juga yang kurang dari satu halaman dalam sehari.
Namun pada kenyataannya tidak semua santri setor hafalan baru
kepada ustadzah setiap harinya dengan alasan yang berbeda-beda.
Namun ada juga santri yang meskipun banyak tugas kuliah, ia tetap
bisa setiap hari setor hafalan baru kepada ustadzah.
Menurut peneliti, muraja‟ah kepada ustadzah merupakan
salah satu upaya untuk menjaga hafalan Al-Qur‟an setiap santri
merupakan salah satu upaya untuk menjaga hafalan Al-Qur‟an
santri agar tetap terjaga hafalannya, tetap lancar, dan benar agar
kesalahan-kesalahan baik dari segi tajwid maupun makhrajnya
diketahui. Mengenai santri yang masih awal yang belum
mendalami ilmu tajwid seharusnya lebih ditekankan lagi dan
diberikan pengajaran atau bahkan tes khusus mengenai makhraj
dan tajwid agar cepat teratasi, karena kemampuan lisan setiap
santri berbeda-beda. Mengenai setor hafalan baru kepada ustadzah
ini disesuaikan dengan kemampuan para santri itu sendiri,
mengingat santri adalah mahasiswa. Akan tetapi sebisa mungkin
santri harus menyetorkan hafalan yang baru kepada ustadzah
seberapapun jumlah ayatnya, karena bagaimanapun juga setoran
adalah salah satu hal yang wajib dilakukan oleh seorang santri
86
yang sedang menghafal. Sesuatu yang sudah diwajibkan dari
seorang ustadzah yang mana beliau adalah pengampu sekaligus
pengasuh santri tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ini maka
santri harus mematuhi apa yang sudah diwajibkan tersebut.
Apabila tidak dipatuhi, maka apalah arti ilmu yang mereka dapat
tidak akan bermanfaat.
Sa‟dullah (2000: 31-32) dalam bukunya Cara Praktis
Menghafal Al-Qur‟an mengatakan bahwa :
“Bagi seorang murid harus sam‟an wa tho‟atan
(mendengarkan dan patuh) kepada gurunya, menatap dan
menghormatinya dengan tawadhu‟, mengabdi dan qana‟ah,
serta selalu meyakini bahwa gurunya adalah orang yang
unggul ilmunya dan „alim. Sikap yang demikian akan
mendekatkan seorang murid untuk memperoleh
kemanfaatan ilmu dan kebarakahan dari seorang guru.
Sesungguhnya, apabila seorang murid tidak bermanfaat
ilmunya dan tidak mendapatkan barakah, maka semua yang
ia kerjakan tidak berarti apa-apa seperti pohon yang tidak
berbuah”
b. Ujian mengulang hafalan (Al-Imtihan Fii Muraja’atil
Muhafazhah)
Kegiatan ujian mengulang hafalan dilaksanakan satu tahun
dua kali di ndalem (rumah Kyai) Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Menurut peneliti, kebijakan pengasuh mengenai
diadakannya kegiatan Al-Imtihan Fii Muraja‟atil Muhafazhah
sudah tepat untuk menjaga hafalan santri, selain itu juga dapat
87
melihat sejauh mana keefektifan metode takrir yang diterapkan
santri selama ini.
Zawawi (2011: 84-85) mengatakan kepada calon penghafal
Al-Qur‟an dalam bukunya praktis cepat hafal Al-Qur‟an bahwa:
“Selama Anda dapat bersikap disiplin dalam mengikuti
ujian muraja‟ah Al-Qur‟an, maka hal itu akan sangat
bagus. Anda dapat mendengarkan bacaan orang-orang di
majlis tersebut. Anda juga dapat mengambil manfaat dari
bacaan mereka. selain itu, pemimpin ujian akan
membenarkan bacaan muridnya apabila ada kesalahan.
Dengan demikian, anda dapat memperoleh kedudukan yang
tinggi.”
c. Sema’an mingguan
Sema‟an mingguan ini dilaksanakan setiap satu minggu
satu kali yaitu pada hari Rabu malam Kamis di Masjid Darussalam
Desa Gedangan. Sema‟an ini dilaksanakan sebagai upaya untuk
muraja‟ah hafalan yang sudah disetorkan kepada ustadzah. Setiap
santri membaca setengah juz Al-Qur‟an yang telah dihafalkan dan
yang telah disetorkan kepada ustadzah, di depan santri yang lain.
Setiap kali sema‟an, santri yang bertugas di depan untuk sema‟an
adalah sebanyak empat (4) santri.
Menurut peneliti, sema‟an mingguan ini sudah sangat bagus
karena ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga hafalan yang
sudah disetorkan juga untuk membantu kefashihan menghafal
santri. Namun mengenai makhraj dan tajwidnya belum tentu
membantu kefashihan dalam menghafal santri. Karena ketika
sema‟an ini, santri lain hanya membenarkan ayat yang keliru saja
88
ketika dihafal oleh santri yang bertugas sema‟an di depan.
Seharusnya, santri yang sedang menyemak tidak hanya
membenarkan ayat yang dihafalkan saja namun juga tajwid dan
makhrajnya.
d. Takrir hafalan secara berpasangan.
Takrir hafalan secara berpasangan ini hampir sama dengan
sema‟an mingguan. Bedanya, jika kegiatan sema‟an mingguan
dilakukan oleh semua santri tahfidz tetapi kalau takrir hafalan
secara berpasangan ini hanya dilakukan oleh pasangan (2 orang)
saja. Takrir secara berpasangan ini dilaksanakan sebelum atau
sesudah setoran. Ini bertujuan untuk melancarkan hafalan yang
baru akan disetorkan maupun yang sudah disetorkan kepada
ustadzah dan juga agar terhindar dari kesalahan per ayatnya ketika
menghafal.
Menurut peneliti, kegiatan takrir secara berpasangan ini
sudah sangat membantu kelancaran, makhraj dan tajwid hafalan
santri. Apabila santri mentakrir sendiri hafalannya, maka
kemungkinan besar akan tidak tahu dimana kesalahannya. Oleh
karena itu, mentakrir secara berpasangan ini sangat membantu
santri dalam menghafal.
Zawawi (2011 : 82) mengatakan kepada calon penghafal
Al-Qur‟an dalam bukunya metode praktis cepat menghafal Al-
Qur‟an bahwa :
89
“Selama Anda dapat menemukan orang yang baik untuk
dijadikan teman dalam menghafalkan Al-Qur‟an bersama
Anda, maka hal itu sangat membantu. Usahakan mencari
teman yang setara atau lebih baik dari kemampuan Anda.
Hal ini akan sangat bermanfaat bagi diri Anda, diantaranya
Anda memiliki teman yang senasib sepenanggungan.
Teman yang ikhlas karena Allah, mencintai Allah, dan
Anda pun mencintainya karena Allah. Ia akan bersama
Anda karena Allah dan berpisah karena Allah juga.
Sebaliknya, Anda menjadi penolong dan penyemangat
baginya untuk menghafal Al-Qur‟an dan tetap konsisten.
Anda dapat mendengarkan hafalannya dan ia pun dapat
mendengarkan hafalan Anda, sehingga Anda berdua dapat
saling membenarkan apabila ada kesalahan.”
e. Kajian-kajian tambahan seperti kajian kitab Tafsir ayat
Ahkam, At-Tibyan dan Tajwid.
Kajian-kajian tambahan ini dilaksanakan setiap hari Selasa
malam Rabu di ndalem (rumah Kyai) ba‟da Isya. Kegiatan ini
bertujuan untuk menunjang hafalan santri. Seperti kitab at-tibyan
yang bertujuan untuk mengajarkan kepada santri penghafal Al-
Qur‟an tentang adab penghafal Al-Qur‟an, ayat Ahkam yang
bertujuan untk mempelajari tafsir ayat-ayat Al-Qur‟an dan juga
tajwid yang bertujuan untuk mempelajari ilmu membaca Al-
Qur‟an.
Menurut peneliti, kajian-kajian tambahan ini sangat bagus
sudah diterapkan kepada santri yang menghafal di Pondok
Pesantren Edi Mancoro ini , karena kajian-kajian tambahan
tersebut berkaitan dengan penghafal Al-Qur‟an. Akan tetapi pada
kenyataannya ada satu atau dua santri yang tidak mengikuti kajian
90
ini, sehingga pengasuh atau pengurus santri tahfidz harus
menegaskan lagi untuk mengikuti kajian ini.
2. Hal-hal yang mendukung dalam menghafal Al-Qur’an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Dalam setiap pelaksanaan metode pembelajaran, pasti terdapat
faktor pendukung. Sama halnya dengan pelaksanaan metode takrir
dalam menghafal santri putri di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ini. Beberapa
faktor yang mendukung pelaksanaan metode takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro ini antara lain: motivasi dan semangat dari
orang tua, teman, guru, dan lingkungan. Hal ini menjadi semangat
tersendiri bagi seorang penghafal Al-Qur‟an.
Seperti yang sudah penulis tuliskan di Bab II, bahwa hal-hal
yang mendukung dalam menghafal Al-Qur‟an adalah niat yang ikhlas,
menjauhi sifat madzmumah, meminta restu kepada orang tua, punya
tekat yang besar dan kuat dalam menghafal, istiqomah, harus berguru
kepada yang ahli, mempunyai akhlak terpuji, berdo‟a agar sukses
menghafal, menghafal di waktu yang mustajab, memaksimalkan usia,
menggunakan satu mushaf, dan lancar membaca Al-Qur‟an. Seperti
yang penulis temukan berdasarkan hasil wawancara santri yang
menghafal, bahwa hal yang mendukung dalam menghafalkan Al-
Qur‟an adalah meminta restu dengan orang tua. Menurut penulis,
91
meminta restu dari orang tua sangat penting karena restu orang tua
merupakan salah satu hal yang bisa membuat seorang penghafal
menjadi semangat. Misal ketika seorang penghafal sedang tidak
semangat untuk menghafal, maka ingatlah kedua orang tua di rumah
yang sedang berjuang demi membiayai kita. Tidak hanya berkorban
materi saja, akan tetapi orang tua juga berkorban dalam segala hal.
Lalu pendukung yang kedua menurut santri adalah niat dari diri
sendiri. Seuatu yang akan dimulai itu harus diawali dengan niat.
Karena rasanya akan berbeda jika tidak diwalai dengan niat. Seperti
hadits yang berbunyi : “Sesungguhnya setiap pekerjaan harus disertai
dengan niat”(Hadits Arbain Nawawi).
Hal-hal yang mendukung selanjutnya adalah teman, lingkungan
dan masih banyak lagi. Sebenarnya sangat banyak hal-hal yang
mendukung dalam menghafal Al-Qur‟an dan semua hambatan pasti
ada solusi. Tinggal bagaimana kita bisa memanajemen itu semua atau
tidak.
3. Hambatan-hambatan dan Solusi dalam menghafal Al-Qur’an di
Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Dalam kegiatan yang dilakukan, pasti ada faktor
penghambatnya baik dari dalam maupun dari luar. Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi seorang penghafal Al-Qur‟an. Adapaun
92
rintangan-rintangan yang dirasakan oleh santri tahfidz putri di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang ini adalah: malas, kecapekan, sakit, dan lain sebagainya.
Meski demikian, keinginan yang kuat dapat menjadi kunci
keberhasilan seorang dalam menghafal Al-Qur‟an. jika keinginannya
kuat, semua rintangan insyaAllah dapat diselesaikan. Pepatah
mengatakan”
“Keinginan adalah separuh perjalanan”.
Artinya, tanpa keinginan yang kuat calon hafizhah tidak akan
sampai pada tujuannya.
Menurut Mukhlishoh Zawawie (2011 : 83-88) dalam bukunya
yang berjudul M3 Al-Qur‟an Pedoman Membaca, Mendengar, dan
Menghafal Al-Qur‟an bahwa:
“Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh calon hafizh yaitu:
sibuk dan tidak memiliki banyak waktu, hati tidak jernih dan
kurang fokus karena problematika hidup, bosan dan malas
ketika memulai hafalan atau ditengah hafalan, faktor usia, tidak
percaya diri karena hafal Al-Qur‟an adalah anugerah Allah,
lemah ingatan, takut lupa, dan berdosa.”
Setiap jalan menuju kebaikan pasti dipenuhi duri yang
menghalangi pejalan kaki untuk sampai kepada tujuan. Menghafal Al-
Qur‟an merupakan aktifitas yang sangat mulia, baik dihadapan Allah
maupun manusia. Banyak waktu, pikiran dan tenaga yang tercurah tapi
niatkan semua untuk menggapai ridhoNya. Tidak mudah untuk
mencapai cahaya kemuliaan, pasti akan ada godaan-godaan yang
93
muncul seperti sakit, malas, masalah dengan teman, lingkungan, dan
sebagainya. Akan tetapi nikmati saja alurnya, nikmati saja pahit
cobaan dan manisnya cobaan dalam perjalanan menghafal Al-Qur‟an.
Allah tidak akan menguji diluar kemampuan batas hambaNya.
Sebenarnya itu baru beberapa cobaan yang terjadi di kalangan
penghafal Al-Qur‟an. Semoga semangat yang selalu membara , tekat
yang kuat, dan motivasi yang selalu datang dapat menghalau semua
penghambat diatas dan semoga cita-cita menghafal Al-Qur‟an tercapai.
Amin.
Setiap hambatan pasti akan ada solusi untuk menghadapi
rintangan yang datang silih berganti. Diantara solusi tersebut adalah:
memotivasi diri sendiri, istirahat yang cukup, istiqamah dan lain
sebagainya. Dengan solusi tersebut, santri tahfidz akan lebih lancar
dan meningkatkan kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an.
Solusi yang ada pada santri sudah baik. Tinggal bagaimana
santri bisa memaksimalkan solusi tersebut karna dengan demikian
santri tidak akan merasa kesulitan dalam menghafal Al-Qur‟an.
4. Hasil menghafal Al-Qur’an dengan metode takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018
Dalam menghafal Al-Qur‟an, santri menggunakan metode
takrir dengan target satu kali setoran satu halaman. Santri menghafal
94
ayat demi ayat dan diulang-ulang sampai benar-benar lancar dalam
menghafal. Dari beberapa kegiatan dengan menggunakan metode
takrir yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, maka hafalan santri tetap
terjaga, lancar, baik, benar dari segi makhraj dan tajwidnya, santri
mampu melakukan sema‟an mingguan dan takrir secara berpasangan,
juga melaksanakan ujian menghafal dengan penuh semangat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan santri-santri, menurut
peneliti penggunaan metode takrir ini berhasil. Karena dengan metode
takrir, santri dapat mengingat hafalan yang mereka hafalkan, lebih
mudah memahami dan lain sebagainya. Setiap metode pembelajaran
pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan metode takrir ini
seperti mudah dipahami oleh santri sedangkan kekurangannya adalah
membutuhkan waktu yang lama dalam menghafal. Akan tetapi metode
takrir ini sudah berhasil duterapkan di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, karena hampir
seluruh santri tahfidz putri di Pondok Pesantren Edi mancoro
Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang ini
menggunakan metode takrir dan mereka mengatakan bahwa mereka
berhasil menghafal dengan metode takrir ini.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dalam skripsi ini
yang berjudul “Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Qur‟an Santri
Tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang Tahun 2018” maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an dengan metode takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang menggunakan sistem satu kali setoran satu halaman .
Setelah itu, santri melakukan takrir berpasangan sebelum dan sesudah
melakukan hafalan, lalu menyetorkan hafalan baru kepada ustadzah
dan terakhir melaksanakan ujian mengulang hafalan (Al-Imtihan Fii
Muraja‟atil Muhafazhah).
2. Faktor pendukung pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro yaitu motivasi orang tua dan guru, motivasi
dari teman dan lingkungan, suasana hati yang sedang baik, kegiatan
sima‟an, dan niat yang ikhlas dari hati.
3. Faktor penghambat pelaksanaan menghafal Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Edi Mancoro yaitu suasana hati yang sedang buruk (bad
mood), kondisi tubuh yang kurang sehat, malas,dan kurang pandai
membagi waktu. Adapaun solusi dalam mengatasi hambatan tersebut
96
adalah: meminimalisir mainann HP, istiqamah dalam mentakrir
hafalan, memotivasi diri, dan istirahat yang cukup.
4. Hasil menghafal Al-Qur‟an menggunakan metode takrir di Pondok
Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan santri
tahfidz adalah berhasil secara kualitas dan kuantitas. Keberhasilan dari
segi kuantitas ini penulis paparkan berdasarkan hasil observasi dari
WR yang berhasil khatam Al-Qur‟an dalam waktu 3 tahun. WR
mengungkapkan bahwa dalam menghafal Al-Qur‟an hanya
menggunakan metode takrir. Berdasarkan hasil observasi penulis juga
menemukan bahwa keberhasilan menggunakan metode takrir diraih
oleh AU yang juga berhasil mengkhatamkan 30 juz bil ghoib dalam
waktu 3 tahun. Keberhasilan AU ini bisa dikatakan berhasil secara
kualitas dan kuantitas. Dari segi kualitas bacaan hafalannya,
tajwidnya, mahrajnya, AU sudah sangat bagus berdasarkan hasil
observasi penulis ketika menyimakkan AU yang sedang menghafal
dan wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada pengampu santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro. Selain itu berdasarkan hasil
wawancara dengan MF, NZ, SN, FM, HD, RR dan MC, mereka
mengaku bahwa dalam menggunakan metode takrir berhasil dalam
pelafalan maupun kelancaran menghafalnya.
97
B. Saran
1. Kepada pengasuh pesantren
Hendaknya pengasuh pesantren menambah pengampu tahfidz agar
ustadzah tidak kewalahan ketika harus melayani santri tahfidz yang
semakin hari semakin banyak, agar waktu juga efektif ketika santri yang
akan setoran semakin banyak ustadzahnya pun semakin banyak.
Mengadakan buku absen dan buku setoran untuk santri agar santri lebih
semangat lagi dalam setoran.
2. Kepada ustadzah atau guru
Hendaknya meningkatkan kedisiplinan lagi dalam mengajar agar santri
tetap melaksanakan setoran meskipun hanya satu dua ayat saja dalam
sehari.
3. Kepada santri
Hendaknya santri lebih aktif lagi dalam belajar menghafal Al-Qur‟an dan
mengkaji maknanya. Mampu mengatur waktu dengan sebaik-baiknya
antara kuliah dan mengaji. Jangan hanya mendahulukan kuliah saja, tapi
niatilah ngaji sambil kuliah karena itu akan sangat berbeda dalam
menjalaninya ketika sudah mempunyai niat seperti itu. jangan boyong
dulu sebelum khatam 30 juz, karena selain harapan bu Nyai yang
mengampu tahfidz itu juga bertujuan untuk melanyahkan (melancarkan)
lagi hafalan yang sudah khatam.
98
4. Kepada peneliti yang akan datang
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk penelitian
berikutnya yang berhubungan dengan penerapan pembelajaran menghafal
Al-Qur‟an dengan menggunakan metode takrir.
99
DAFTAR PUSTAKA
Abu-Sayyid Salafuddin. 2013. Balita Pun Hafal Al-Qur‟an, Solo: Tinta Medina.
Al-kahil, Daim Abdud. 2010. Hafal Al-qur‟an Tanpa Nyantri, Solo : Pustaka
Arafah.
Arikunto, Suharsimi. 1991. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina
Aksara.
As-Sirjani Dr. Raghib, Khaliq Abdul Dr. Abdurrahman. 2007. Cara Cerdas
Hafal Al-Qur‟an. Solo: Penerbit AQWAM.
As-Syafi‟i An-Nawawi Syarafuddin bin Yahya Zakaria Abu Imam. 2001. Adab
dan Tata Cara Menjaga Al-Qur‟an, Jakarta: Pustaka Amani
A Tabrani Rusyan, Yani Daryani. Penuntun Belajar Yang Sukses, Jakarta: Bina
Karya
Az-zawawi Fattah Abdul Yahya. 2010. Revolusi menghafal Al-Qur‟an, Solo:
Insan Kamil
Badwilan Salim Ahmad. 2009. Panduan Cepat Menghafal Al-Qur‟an, Diva Press:
Jogjakarta.
Faizin Muhith, Nur. 2013. Semua Bisa Hafal Al Qur‟an. Banyuanyar Surakarta:
Al Qudwah
Hermawan Acep. 2011. Ulumul Qur‟an, Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Hitami Munzir. 2012. Pengantar Studi Al-Qur‟an (Teori dan Pendekatan),
Yogyakarta: LKIS.
100
Ibnu hadjar. 1996. Dasar-dasar Metodologi Pembahasan Kualitatif dalam
Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jawrah Abu Aziz Abdul. 2017. Hafal Al-Qur‟an Dan Lancar Seumur Hidup,
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nugroho Aji, Muhammad. 2016. Attarbiyyah Journal Of Islamic Culture and
Education, IAIN Salatiga.
Mahmud Yunus. Kamus Bahasa Arab-Indonesia, Jakarta : PT Hidakarya Agung
M Makhyaruddin Deden. 2013. Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur‟an.
Jakarta Selatan : Noura Books (PT Mizan Publika).
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Munawir. 1984. Kamus Al Munawir, Yogyakarta: Pustaka Progresif.
Munjahid. 2007. Strategi Menghafal 10 Bulan Khatam : Kiat-Kiat Sukses
Menghafal Al-Qur‟an, Yogyakarta: Idea Press.
M. Makhyaruddin Deden. 2013. Rahasia Nikmatnya Menghafal Al-Qur‟an,
Bandung: Mizan.
Poerwadarminta WJS. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : PN Balai
Pustaka.
Ridwan Syakir. 2000. Study Al-Qur‟an Tebuireng-Jombang: Unit Tahfid
Madrasatul Qur‟an
Romdhoni Ali. 2013. Al-Qur‟an dan Literasi, Depok: Literatur Nusantara.
Sa‟dullah SQ. 2000. 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur‟an, Jakarta: Gema Insani.
101
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfa Beta.
Suryabrata Sumardi. 1987. Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali.
Sutopo. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Usman. 2009. Ulumul Qur‟an, Yogyakarta: Teras Komplek POLRI Gowok Blok
D 2 No. 186
Wahid Wiwi Alawiyah. 2014. Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Qur‟an, Jogjakarta:
Diva Press.
Zawawie, Mukhlisoh. 2011. P-M3 Al-Qur‟an Pedoman Membaca, Mendengar,
dan Menghafal Al-Qur‟an, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Zen Muhaimin. 1985. Tata Cara/Problematika Menghafal Al-Qur‟an dan
Petunjuk-Petunjuknya, Jakarta: PT Maha Grafindo.
Zen Muhaimin. 1983. Pedoman Pembinaan Tahfidhul Qur‟an, Jakarta : PT Maha
Grafindo.
Zuhairi. 1993. Metodologi Pendidikan Agama., Solo : Ramadhan.
101
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Daftar Nilai SKK
2. Riwayat Hidup Penulis
3. Pernyataan Publikasi
4. Nota Pembimbing Skripsi
5. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
6. Pedoman Wawancara
7. Hasil Wawancara
8. Data Santri Tahfidz
9. Foto-foto
SATUAN KREDIT KEGIATAN (SKK)
Nama : Nur Khasanah Jurusan : PAI
NIM : 111-14-377 Dosen PA : Eva Palupi, S.Psi
NO Jenis Kegiatan Waktu
Kegiatan
Keterangan Point
1. OPAK 2014 “Aktualisasi
Gerakan Mahasiswa yang
Beretika, Disiplin dan
Berfikir Terbuka”
diselnggarakan oleh DEMA
STAIN Salatiga.
18-19 Agustus
2014
Peserta 3
2. OPAK JURUSAN
TARBIYAH “Aktualisasi
Pendidikan Karakter
Sebagai Pembentuk
Generasi yang Religius,
Educative, dan Humanis”
diselenggarakan oleh HMJ
Tarbiyah STAIN Salatiga
20-21 Agustus
2014
Peserta 3
3. ORIENTASI DASAR
KEISLAMAN (ODK)
“Pemahaman Islam
Rahmatan Lil „Alamin
Sebagai Langkah Awal
Menjadi Mahasiswa
Berkarakter”
diselenggarakan oleh LDK
Darul Amal dan ITTAQO
STAIN Salatiga
21 Agustus
2014
Peserta 2
4. WORKSHOP
ENTERPRENEURSHIP
“Menanamkan Nilai-nilai
Jiwa Kewirausahaan
Mahasiswa yang Kreatif
dan Inovatif”
diselenggarakan oleh
Kelompok Studi Ekonomi
Islam (KSEI) dan Stain
Sport Club (SSC) STAIN
SALATIGA
22 Agustus
2014
Peserta 2
5. WORKSHOP
ENTERPRENEURSHIP
“Menanamkan Nilai-nilai
Jiwa Kewirausahaan
Mahasiswa yang Kreatif
dan Inovatif”
diselenggarakan oleh
Kelompok Studi Ekonomi
Islam (KSEI) dan Stain
Sport Club (SSC) STAIN
SALATIGA
22 Agustus
2014
Peserta 2
6. ACHIEVEMENT
MOTIVATION
TRAINING (AMT)
“Dengan AMT Semangat
Menyongsong Prestasi”
diselenggarakan oleh CEC
dan JQH STAIN Salatiga
23 Agustus
2014
Peserta 2
7. LIBRARY USER 28 Agustus Peserta 2
EDUCATION (Pendidikan
Pemustaka)
diselenggarakan oleh UPT
Perpustakaan
2014
8. SEMINAR REGIONAL
“Rekonstruksi Karakter
Mahasiswa dalam Upaya
2Pembangunan Menuju
Magelang yang Beretika
dan Berpendidikan”
diselenggarakan oleh
Forum Komunikasi
Mahasiswa Magelang (FK-
WAMA)
13-14
September
2014
Panitia 3
9. MASA TA‟ARUF
(MASTA) 2014
“Membentuk Pribadi
Kembangkan Diri, Lahirkan
Potensi” diselenggarakan
oleh IMM Kota Salatiga
26 September
2014
Peserta 2
10. Training Pembuatan
Makalah diselenggarakan
oleh LDK STAIN Salatiga
17 September
2014
Peserta 2
11. Training “SIBA-SIBI” UTS
Semester Ganjil
diselenggarakan Oleh CEC
dan ITTAQO STAIN
Slatiga
24-25 Oktober
2014
Peserta 3
12. SEMINAR NASIONAL
“Berkontribusi Untuk
05 November
2014
Peserta 8
Negeri melalui
Televisi/TV”
diselenggarakan oleh
Program Studi Komunikasi
dan Penyiaran Islam (KPI)
STAIN Salatiga
13. “SIBA-SIBI” Training
UAS Semester Ganjil tahun
2014 diselenggarakan oleh
CEC dan ITTAQO STAIN
Salatiga
19-20
Desember
2014
Peserta 3
14. DIKLATSAR VI SSC
STAIN Salatiga 2015
diselenggarakan oleh SSC
STAIN Salatiga
02 Februari
2015
Peserta 2
15. SEMINAR NASIONAL
“Understanding The World
by Understanding the
Language and the Culture”
diselenggarakan oleh CEC
STAIN Salatiga
04 Juni 2015 Peserta 8
16. SURAT KETERANGAN
MA‟HAD MAHASISWA
Selama 1 Tahun
01 Juli 2015 Santri 6
17. SEMINAR NASIONAL
BAHASA ARAB ITTAQO
“Aktualisasi Bahasa Arab
untuk Membentuk Karakter
Bangsa Yang Bermartabat”
diselenggarakan oleh
10 Juni 2015 Peserta 8
ITTAQO STAIN Salatiga
18. SARASEHAN
“Meneguhkan Peran Santri
sebagai Generasi Penerus
Bangsa” diselenggarakan
oleh Biro Pendidikan
Pondok Pesantren Edi
Mancoro
18 Oktober
2015
Peserta 2
19. BEDAH BUKU “Ulama-
ulama Aswaja Nusantara
yang Berpengaruh di
Negeri Hijaz”
diselenggarakan oleh UPT
Perpustakaan Pondok
Pesantren Edi mancoro
21 Febuari
2016
Peserta 2
20. SURAT KETERANGAN
KHATAM AL-QUR‟AN
JUZ 30 BILGHOIB Pondok
Pesantren Edi Mancoro
14 Mei 2016 Peserta
Khataman
3
21. AKHIRUSSANAH DAN
KHOTMIL QUR‟AN V
diselenggarakan oleh
Pondok Pesantren Edi
Mancoro
14 Mei 2016 Panitia 3
22. PESANTREN
RAMADHAN
diselenggarakan oleh TBB
dan TK Al-Qur‟an Edi
Mancoro
6-18 Juni 2016 Pemateri 3
23. ASRAMANISASI 06-27 Juni Peserta 2
RAMADHAN 1437H
“Meningkatkan Kreativitas,
Intelektualitas, dan
Spiritualitas di Bulan
Berkualitas”
diselenggarakan oleh
Panitia Asramanisasi
2016
24. PIAGAM
PENGHARGAAN “Lomba
Qiro‟atul Kutub kelas
Wustho dalam Rangka
Memperingati Hari Lahir
Pondok Pesantren Edi
Mancoro” diselenggarakan
oleh Panitia
16 Desember
2016
Juara I 4
25. PELATIHAN KARYA
ILMIAH diselenggarakan
oleh Pengurus Organisasi
Santri Pondok Pesantren
Edi Mancoro
24 Januari
2017
Peserta 2
26. SEMINAR “Peran Santri di
Era Literasi Digital dalam
Menyaring Informasi
Palsu” diselenggarakan
oleh Pengurus Pondok
Pesantren Edi Mancoro
24 April 2017 Peserta 2
27. WORKSHOP “Peningkatan
Kinerja Pendidik dan
Tenaga Kependidikan
dalam Memantapkan
25, 31 Juli dan
1,2,3,5
Agustus 2017
Peserta 3
Pelaksanaan Kurikulum
2013 Tahun 2017”
diselenggarakan oleh Dinas
Pendidikan Pemerintah
Kota Salatiga
28. KEGIATAN LDK (Latihan
Dasar Kepemimpinan)
Tingkat Kota Salatiga
diselenggarakan oleh SMP
N 8 Salatiga
24-26 Agustus
2017
Pendamping 3
29. KEGIATAN DIANPINRU
(Gladian Pimpinan Regu)
diselenggarakan oleh SMP
N 8 Salatiga
29-31 Agustus
2017
Pendamping 3
30. KEGIATAN PHBI
(Peringatan Hari Besar
Islam) Idul Adha 1438H
diselenggarakan oleh SMP
N 8 Salatiga
02 September
2017
Pendamping 3
31. KARNAVAL
PERINGATAN HARI
KEMERDEKAAN RI
TINGKAT KOTA
SALATIGA yang ke 72
diselenggarakan Oleh SMP
N 8 Salatiga
03 September
2017
Pendamping 3
RIWATAT HIDUP PENULIS
A. Data Pribadi
Nama : NUR KHASANAH
Tempat/Tanggal Lahir : Magelang, 12 Desember 1996
NIM : 111-14-377
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Alamat : Ds. Temu Kidul 003/001, Ds. Jogoyasan, Kec.
Ngablak, Kab. Magelang, Jawa Tengah, 56196
B. Orang Tua
Ayah : Isroni
Ibu : Sukarni
Pekerjaan
Ayah : Petani
Ibu : Petani
C. Motto
“Bersedihlah dengan cara gembira, menangislah dengan cara tertawa. Agar
hidupmu terasa menyenangkan.”
D. Riwayat Pendidikan
No. Instansi Pendidikan Masuk (Tahun) Keluar (Tahun)
1. SD Negeri Jogoyasan 2004 2009
2. MTs Negeri Ngablak 2009 2011
3. MA Ma‟arif Grabag 2011 2014
4. S1 PAI IAIN Salatiga 2014 2018
PEDOMAN WAWANCARA
Narasumber : Pengasuh dan Pengampu Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan
Kecamatan Tuntang kabupaten Semarang
Judul Penelitian : Penerapan Metode Takrir dalam Menghafal Al-Qur‟an Santri Tahfidz
di Pondok Pesantren Edi Mancoro Gedangan Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang
1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
2. Apa visi dan misi Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
3. Bagaimana proses pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang diterapkan di Pondok Pesantren
Edi Mancoro?
4. Bagaimana pelaksanaan metode takrir dalam menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz di
Pondok Pesantren Edi Mancoro?
5. Apa saja faktor penunjang dan penghambat dalam menghafal Al-Qur‟an santri tahfidz di
Pondok Pesantren Edi Mancoro? Serta bagaimana cara mengatasinya?
6. Bagaimana hasil menghafal santri menggunakan metode takrir di Pondok Pesantren Edi
Mancoro?
HASIL WAWANCARA
Nama : Rosyidah, Lc.
Status : Pengasuh dan Pengampu Santri Tahfidz Pondok Pesantren Edi
Mancoro
Pekerjaan : Kepala Sekolah TK Edi Mancoro
1. Pertanyaan : Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Edi Mancoro?
Jawaban : Sejarah singkatnya ya hanya berawal dari seorang yang ngaji
disini bersama bapak kemudian santri tersebut tidur di masjid
lalu sedikit demi sedikit santri yang ngaji dan tidur disitu
semakin banyak. Lalu mulai dirintislah sebuah pesantren.
2. Pertanyaan : Apa visi dan misi pondok pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Kalau visi dari pesantren ini adalah menyiapkan santri sebagai
khodimul umah yang sesungguhnya. Adapun misi dari pessantren ini
adalah membentuk santri yang memiliki wawasan keagamaan mendalam,
berwawasan kebangsaan dan kemsayarakatan dalam konteks
keIndonesiaan yang plural, lalu membentuk santri yang peduli dan
berkemampuan melakukan pendamping masyarakat scara luas, serta
menentukan kebijakan dalam mengayomi masyarakat dengan sifat
terbuka, independen, serta mandiri.
3. Pertanyaan : Bagaimana proses pembelajaran tahfidzul qur‟an yang diterapkan di
Pondok Pesantren Edi Mancoro?
Jawaban :Kalau proses pembelajaran tahfidz disini ya semua harus dimuali dari
menghafal juz ama sampai benar-benar hafal, lalu menghafal surah
pilihan, baru dimulai dengan menghafal entah itu mau dimulai dari awal
atau dari juz terakhir. Santri mulai setoran dalam satu hari sebenarnya
saya target itu dua kali setoran, di waktu ba‟da dzuhur dan ba‟da isya‟.
Saya juga mempersilahkan santri untuk setoran kapanpun waktunya
karna biasanya santri kalau pagi mungkin sibuk dengan kuliah dan kalau
malam sudah capek. Tapi hasilnya tak banyak santri yang tidak setoran
dalam satu hari.
4. Pertanyaan : Bagaimana pelaksanaan metode takrir dalam menghafal Al-Qur‟an
santri tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro?
Jawaban : Kalau tentang pelaksanaan metode takrir sendiri. Sebenarnya saya tidak
mewajibkan santri untuk menggunakan metode tersebut. Metode takrir
juga sekarang sudah tidak begitu banyak digunakan oleh santri sekarang.
Jadi ketika santri setoran, ketika sudah sampai satu juz maka saya
wajibkan untuk nyeprapat (menghafal dari seperempat juz) saya ulang-
ulang sampai benar-benar lancar bacaannya maupun tajwid dan
makhrajnya.
5. Pertanyaan : Apa saja faktor penunjang dan penghambat dalam menghafal Al-Qur‟an
santri tahfidz di pondok pesantren Edi Mancoro? Serta bagaimana cara
mengatasinya?
Jawaban : Kalau faktor penunjangnya ya dengan metode takrir tersebut. Kalau
faktor penghambatnya mungkin karena mereka adalah mahasiswa, jadi
mereka jarang setoran dengan alasan karena mereka capek kuliah dan
banyak tugas kuliah.
6. Pertanyaan :Bagaimana hasil menghafal santri menggunakan metode takrir di
pondok pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Hasilnya ya tergantung orangnya. Kalau dia rajin nderes, rajin setoran
ya hasilnya pasti bagus. Misalnya mbak Rahma, dia adalah santri tahfidz
pertama yang mengkhatamkan 30 juz bil ghaib di Edi Mancoro ini. Dia
hanya menggunakan metode takrir dalam menghafal. Dia juga sabar,
selalu menuruti apa perintah saya. Kalau sudah dapat satu juz, dua juz,
saya perintahkan mengulang-ulang lagi sampai benar-benar hafal. Dia
selalu menuruti apa perintah saya, ya alhasil dia benar-benar khatam
dengan kualitas makhraj, hafalan, dan bacaan yang sangat bagus
walaupun secara kuantitas dia memang cepat menghafal dalam sehari
akan tetapi karena saya merintahkan untuk mengulang itu kuantitas
dalam menghafal mbak Rahma agak lambat.
Nama : Anis Ulfatun Nikmah
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Metode yang saya gunakan dalam menghafal adalah mengulang
sampai benar-benar paham dan hafal.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya, saya menggunakan metode takrir dlam menghafal Al-
Qur‟an. Untuk banyak pengulangan, tergantung dengan ayatnya.
Nek misale agak mudah dan pendek ayatnya Cuma 3 kali
pengulangan saja namun ketika ayat itu saya rasa agak sulit dan
panjang ayatnya, maka saya ulang bisa sampai 7 kali bahkan
lebih.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Tidak. Saya hanya menggunakan metode takrir karena sudah
merasa cocok dengan metode ini.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Hasil ya Alhamdulillah sesuai dengan target. Sebenarnya tidak
ada batasan dari pengasuh sendiri untuk minimalnya, tapi
dibatasi untuk maksimalnya.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Iya, saya tetap menggunakan metode takrir dalam memuraja‟ah
hafalan saya.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kelebihan menggunakan metode ini ya bisa melekat dengan
cepat juga bisa memahami arti dan mendalami isinya. Kalau
kekurangannya sendiri ya membutuhkan waktu yang lama karna
harus mengulang-ulang.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Faktor pendukung ya orang tua.
Nama : Ma’rifatul Fadhilah
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Metode yang saya pakai yaitu metode mengulang-ulang
hafalan.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya takrir. Saya menggunakan metode takrir ini sejak awal saya
menghafal sampai saya khatam nanti. Kalau pengulangan 3 kali
sampai berkali-kali.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Saya hanya menggunakan metode takrir dalam menghafal. Saya
belum pernah menggunakan metode selain takrir dalam
menghafal.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : hasil menghafal saya menggunakan metode takrir ini
Alhamdulillah sesuai dengan yang saya targetkan.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Iya sangat efektif ketika memuraja‟ah dengan menggunakan
metode takrir.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kelebihan dalam menggunakan metode takrir ini ya lebih bisa
memahami arti juga isinya. Kalau kekuranganyya ya cuma
membutuhkan waktu yang lama itu.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Untuk faktor pendukungnya ya kedua orangtua yang pasti.
Terus juga saya masih teringat Ngendikane bu Nyai di Pondok
ku dulu ketika ndawuhi (menyuruh) saya untuk menghafalkan
Al-Qur‟an tapi belum bisa meng iya kan ketika itu karena saya
masih duduk di bangku MAN dan mendekati ujian nasional juga
kala itu. kalau faktor penghambat sebenarnya banyak, tetapi yang
paling utama faktor penghambatnya adalah managemen waktu
saya yang kadang kurang banyak meluangkan waktu untuk
menghafal dan nderes , malah banyak untuk hal lain yang
sebenarnya tidak begitu penting misalnya mainan HP. Juga
ketika pulang kuliah badan terasa capek, dan ketika capek sudah
melanda saya lebih memilih untuk tidur karna tidak konsentrasi
dalam menghafal. Mengatasi semua itu ya saya berusaha
meminimalisir untuk main HP dan tidur yang secukupnya saja.
Nama : Ngindana Zulfa
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Takrir. Metode yang saya gunakan dalam menghafal selama ini
adalah takrir.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya. Metode yang saya gunakan takrir atau mengulang-ulang
sampai benar-benar hafal. Kalau pengulangan dalam satu
ayatnya 3 sampai 5 kali dalam satu ayat.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Iya. Kadang saya menggunakan metode lain dalam menghafal.
Kalau untuk membuat hafalannya saya tetap menggunakan
metode takrir dan pemahaman arti dari ayat tersebut , karena apa
? ya ketika saya lupa ayatnya setidaknya saya masih bisa
mengingat artinya yang kemudian bis mengingatkan hafalan
yang sedang saya hafalkan.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Sangat efektif, karena seseorang yang menghafal Al-Qur‟an
tidak akan pernah lepas dari metode pengulangan baik ketika
akan memulai hafalan baru maupun mengulang hafalan yang
lama.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Iya sangat efektif . Tetapi Kadang saya juga menggunakan alat
untuk mendengarkan murotal dari hafidz dan hafidzah.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kelebihannya ya bisa memahami kandungan ketika lupa
ayatnya. Alur akan selalu teringat ketika ayatnya lupa. Untuk
kekurangan sendiri ya lama mnghafalnya karena harus
mengulang per ayat dan itu membutuhkan kesabaran yang
banyak.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Pendukungnya motivasi dari orang tua dan orang-orang
terdekat. Kalau penghambatnya kurangnya memanagemen
waktu, males juga. Solusinya meminimalisir melakukan kegiatan
yang sekiranya tidak berfaedah dan mengganggu proses hafalan
saya.
Nama : Sarah Noviana
Status : Santri
Pekerjaan : Belum bekerja
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Kalau dari pondok tidak ada metode tersendiri yang diwajibkan.
Tapi kalau saya menggunakan metode pengulangan.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya metode takrir. Pengulangannya 3 sampai 7 kali per ayat.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Belum pernah mencoba metode lain. Kalau metode takrir tetap
saya wajibkan untuk saya , paling tambahannya yaitu dengan
memahami isi ayat dan terjemahan tersebut.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Hasil hafalan tergantung suasana hati. Kalau sedang goodmood
ya lancar, tapi kalau hati sedang badmood ya jadi nggak lancar.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Menurut saya sangat efektif. Cukup menggunakan metode
takrir ini saja.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : akelebihan menghafal menggunakan metode ini ya lebih tajam
dalam mengingat. Kalau kekurangannya sendiri capek karena
harus mengulang-ulang sampai benar-benar hafal.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Faktor pendukung saya yaitu suasana hati juga lingkungan.
Tapi itu juga kadang menghambat proses menghafal saya. Cara
mengatasi hal semacam itu kalau saya tidur atau pergi ke tempat
wisata. Keduanya adalah moodboster.
Nama : Fida Munawaroh
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Saya menggunakan metode yang saya baca berulang-ulang
sampai benar-benar hafal.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya. Saya menggunakan metode takrir. Metode ini paing banyak
digunakan oleh santri. Dalam pengulangan saya biasanya
mengulang 2 sampai 5 kali salam satu ayat.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Tidak. Saya hanya menggunakan metode takrir.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Hasilnya ya sesuai yang saya targetkan.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Iya. Sangat efektif, karena metode ini memang digunakan
ketika akan membuat hafalan baru maupun mengulang hafalan
yang lama..
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kekurangannya mungkin lama. Kalau kelebihannya mungkin
bisa melekat lebih pekat di ingatan kita.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Pendukung saya dalam menghafal adalah keluarga dan diri
sendiri. Hambatan itu dari diri sendiri yang alasannya banyak
tugas kuliahlah , tugas apalah. Kalau lagi nggak mood juga
sangat menghambat proses menghafal saya. Solusi yang saya
lakukan adalah mencari motivator terbaik saya, yaitu kedua
orang tua. Hampir setiap hari saya video call dengan kedua orang
tua, mengutarakan semua yang saya rasakan entah itu bahagia
atau sedih. Atau kalau tidak juga saya melihat video-video hafidz
dan hafidzah di youtube.
Nama : Hidayah
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Kalau setahu saya hanya menggunakan metode mengulang.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya. Saya menerapkan metode takrir dalam menghafal.
Biasanya saya membaca satu halaman penuh satu kali, lalu saya
mulai menghafal dengan metode takrir sebanyak 5 sampai 30
kali jika ayat yang sya hafal sangat panjang dan sulit dipahami.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Selama ini saya hanya menggunakan metode takrir.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Hasil hafalan yang saya dapatkan ya sangat memuaskan. Sesuai
dengan target.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Sangat efektif dalam muraja‟ah. Karena ya metode ini memang
sangat bagus.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kelebihannya ya bisa lebih lancar dan juga familiar sama ayat
yang saya takrir. Untuk kekurangannya ya Cuma lama itu karena
harus diulang-ulang terus.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Faktor pendukung saya dalam menghafal yaitu ibu , adik dan
alm ayah saya. Hafalan ini juga saya hadiahkan untuk ayah dan
ibu saya. Kalau penghambat ya karena kuliah, banyak tugas
kuliah yang terutama ya kurang pandai membagi waktu antara
ngaji dan kuliah. Karena jika pandai membagi waktu antara
kuliah dan menghafal, pasti akan berjalan semua dengan baik.
Cara mengatasinya ya saya berusaha untuk membagi waktu
dengan rapi antara hafal, setoran, tugas kuliah dan lain-lain.
Nama : M Chusni Abdani
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Metode saya dalam menghafal pengulangan.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Iya benar metode takrir. Untuk mengulangnya tidak pasti,
sekiranya sudah terekan dalam otak ya sudah.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Kalau metode lain paling hanya mendengarkan murotal,
memahami ayat-ayat. Tapi kalau yang pokok ya menggunakan
metode takrir.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Hasilnya ya sesuai dengan target.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Menurut saya sangat efektif. Saya hanya menggunakan metode
takrir ketika muraja‟ah.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kelebihannya ya hafalan menjadi lancar tapi kekurangannya
kalau menggunakan metode takrir sekali lupa jadi buyar. Lama
juga waktunya.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : faktor pendukungnya ya sima‟an setiap minggu dan setiap
bulan, motivasi dari orang tua dan juga dari guru. Kalau faktor
penghambatnya yaitu menyukai lawan jenis yang kemudian
menjadikan saya lebih aktif dalam membuka HP daripada
membuka Al-Qur‟an. Solusinya, sekarang saya berusaha fokus
saja dengan Al-Qur‟an bukan dengan yang lain.
Nama : Riski Surya Romadhon
Status : Santri
Pekerjaan : Mahasiswa
1. Petanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Metode yang saya terapkan dengan mengulang-ulang baik
hafalan baru maupun hafalan lama.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan ?
kalau benar, dalam satu ayat berapa kali pengulangan?
Jawaban : Benar. Saya menggunakan metode takrir dalam menghafal Al-
Qur‟an. Masalah pengulangan itu tergantung tingkat kesulita ayat
yang saya hafalkan. Yang pasti lebih dari satu kali dalam
menghafal.
3. Pertanyaan : Pernahkah menggunakan metode lain? Kalau pernah, metode
apa yang pernah digunakan?
Jawaban : Saya hanya menggunakan metode takrir. Paling kalau sudah
capek mengulang saya beralih menggunakan metode tasmi‟ atau
mendengarkan murotal hafidz hafidzah.
4. Pertanyaan :Bagaimana hasil hafalan yang didapat saat menerapkan metode
takrir ?
Jawaban : Hasil yang saya rasakan ketika menggunakan metode takrir ini
lebih lancar daripada menggunakan metode apapun selain takrir.
5. Apakah metode ini juga efektif dalam muraja‟ah ? atau menggunakan metode
lagi ?
Jawaban : Iya sangat efektif. Karena ketika berhasil mentakrir hafalan,
maka akan enak ketika mengulang-ulang hafalan tersebut setelah
disetorkan.
6. Pertanyaan : Apa kelebihan dan kekurangan metode takrir ?
Jawaban : Kekurangan metode takrir ini lebih lama karena harus
mengulang-ulang sampai berkali-kali. Tapi kelebihannya hafalan
menggunakan metode takrir lebih tajam teringatnya.
7. Pertanyaan : Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an? lalu bagaimana cara mengatasinya ?
Jawaban : Faktor pendukung saya cuma satu, yaitu kopi. Ketika saya akan
memulai hafalan kok tidak minum kopi dulu maka tidak bisa
konsentrasi dalam menghafal. Kalau penghambatnya kadang
malas karena harus mengulang-ulang terus.
Nama : Wahyu Rahma Zulaekha, S.Pd
Status : Santri
Pekerjaan : Guru TK
1. Pertanyaan : Metode apa saja yang diterapkan dalam menghafal santri
tahfidz di pondok pesantren Edi Mancoro ?
Jawaban : Kalau saya pribadi menggunakan metode pengulangan ketika
memulai hafalan baru dan memuraja‟ah hafalan yang lama.
2. Pertanyaan : Benarkah menggunakan metode takrir atau pengulangan?
Berapa kali pengulangan dalam satu ayat?
Jawaban : Iya, saya menggunakan metode takrir. Kalau mengulangnya
tergantung ayat yang dihafal. Misalkan yaa siin ya Cuma satu
kali. Tapi kalau yang ayat panjang ya sampai berkali-kali.
3. Pertanyaan : Pernahkan mencoba metode lain? Jika pernh, metode apa yang
digunakan?
Jawaban : Saya hanya menggunakan satu metode pokok yaitu takrir.
Kalau lainnya misal tasmi‟, menulis ayatnya, itu hanya metode
tidak pokok.
4. Pertanyaan : Bagaimana hasil menghafal menggunakan metode takrir:
Jawaban : Hasilnya Alhamdulillah sesuai dengan yang saya
inginkan.
5. Pertanyaan : Apakah metode ini efektif dalam muraja‟ah? Atau
menggunakan metode yang berbeda lagi ?
Jawaban : Kalau mengulang, mungkin hanya menggunakan metode takrir
saja sudah cukup saya kira.
6. Pertanyaan : Apakah kekurangan dan kelebihan metode takrir ?
Jawaban : Kelebihannya lebih melekat dalam ingatan . Kalau
kekurangannya sendiri karna harus lama kalau menggunakan
metode ini.
7. Pertanyaan :Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam menghafal
Al-Qur‟an ? bagaimana solusinya ?
Jawaban : Faktor pendukung yang utama itu niat dan motivasi dari diri
sendiri. Baru setelah itu, orang tua dan guru, lingkungan dan lain
sebagainya yang menjadi faktor pendukung dalam menghafal.
Kalau penghambatnya sendiri mungkin karena saya yang sering
bermalas-malasan, suasana hati yang sedang buruk, dan lain-lain.
Solusi dari itu semua ya saya ceritakan kepada orang tua saya
sebagai pembangkit semangat saya kembali.
DATA SANTRI TAHFIDZ PONDOK PESANTREN EDI
MANCORO
No Nama TTL Alamat Keterangan
1 Imma Dahliani Munir
Grobogan, 07 September 1988
Ngampel Rt 03/VII Panunggalan, Kec. Pulo Kulon, Kab. Grobogan
Alumni
2 Munirotul Azizah
Magelang, 18 November 1990
Kauman II No. 99 Rt 17/ VIII Payaman, Kec.Secang, Kab. Magelang
Alumni
3 Naily Iffatul Maula
Pati, 25 Oktober 1994
Ngagel RT 02/ IV Kec. Dukuh Sti, Kab. Pati
Alumni
4 Naila Rajikha
Pati, 2 Maret 1996
Grogolan, RT 07/03, Kec. Dukuh Seti, Kab. Pati
Alumni
5 Anis Ulfatun Ni'mah
Jepara, 14 Juni 1996
Karangsari Rt 01/I Clering, Kec. Donorejo, Kab. Jepara
Santri
6 Iis Ari Sujianti
Banyumas, 26 Agustus 1996
Padaan RT 03/I Kec..Pabelan, kab. Semarang
Alumni
7 Anik Ariyanti Trinur M
Semarang, 8 Desember 1994
Kaligetas Rt 01/IV Purwosari, Kec. Mijen, Kab. Semarang
Alumni
8 Dian Apriani
Grobogan, 29 April 1994
Pulo, Margin, Kec. Karang Rayung, Kab. Grobogan
Alumni
9 Hafsari Ayu Wardani
Pati, 24 September 1993
Guyangan Rt 03/II Tingkir, Pati
Alumni
10 Uswatun Khasanah
Kab. Semarang, 24 Desember
Dawung, wonoyoso Rt 05/II, Kec. Pingapus, Kab. Semarang
Santri
1994
11 Zidda Kameli Indana
kab. Smarang, 14 Desember 1995
Kemasan, Klepu, Kec. Pringapus,Kab. Semarang
Alumni
12 Rifqi Silfiana
Kab. Semarang, 17 Septenber 1995
Jambe, Dadap Ayam, Suruh, Kab. Semarang
Alumni
13 Mar'atul Baroroh
Magelang, 22 Juni 1995
Krajan Rt 04/I Kec. Grabag, Kab. Magelang
Santri
14 Ma'rifatul Fadhilah
Sragen, 24 Oktober 1996
Slumpit, Kacangan, Sumber Lawang, Kab. Sragen
Santri
15 Istikomah
Magelang, 26 Juni 1993
Kadiwangso, Suhodadi, Bandongan, Magelang
Alumni
16 Husni Abdani
Tegal, 28 Oktober 1993
Bukateja 03/I Balapulamg, Kab. Tegal
Santri
17 Asiskha Avitanti
Pati, 8 Agustus 1997
Ngagel RT 02/ IV Kec. Dukuh Sti, Kab. Pati
Santri
18 Kuni Muyasaroh
Purbalinga, 2 Agustus 1997
Karang Pucung Rt 02/ III Kec. Kartanegara, Kab. Purbalingga
Alumni
19 Abdul Rouf
Demak, 28 Juni 1995
Kunir, Dempet, Demak
Santri
20 Kuni Muftihatun Nadhifah
Grobogan, 7 November 1996
Sugihmanik, Kec. Tanggungharjo, Kab. Grobogan
Santri
21 Ika Yuliasstuti Grobogan, 14 Juli 1995
Methuk, Ngombak, Kedung Jati, Grobogan
Alumni
22 Ulfa Nurul Masruroh
Kab. Semarang, 5 Oktober 1996
Kalibendo Rt 02/01 Candi bandungan, Kab. Semarang
Santri
23 Sa'diyah
Boyolali, 2 Juni 1997
Ampel, Boyolali
Alumni
24 Amanatul Mu'inah
Klaten, 6 Februari 1997
Klaten, 6 Februari 1997
Alumni
25 Andri Winarco
Kab.Boyolali, 10 September 1994
Nobo wetan, Rt 01/05 Noborejo, Argamulya, Kota Saatiga
Santri
26 Mus Ahmad Hasan Akmal
Kebumen, 29 Oktober 1996
Trikarso Rt 04/02 Kec.Sruweng, Kab.Kebumen
Santri
27 Muh. Hilal Anshori
Pati, 14 Agustus 1997
Kec.Dukuhseti Pati
Santri
28 Anis Marzuqoh
Temanggung, 04 September 1998
Krembyangan, Pandemulyo, Bulu, Temanggung
Santri
29 Mar'atul Khusniyah
Pati, 28 April 1999
Grogolan, Dukuh Seti, Pati
Santri
30 Fida Munawaroh
Magelang, 9 Maret 1998
Prampelan Kaliangkrik Magelang
Santri
31 Siti Nurul Faizah
Grobogan, 4 Februari
Karangharjo Rt 02/08 Kec. Pulokulon, Grobogan
Santri
32 Risydiana Tsani
Pati, 30 April 1998
Ggagel, Dukuhseti, Pati Santri
33 Siti Kholisoh
Magelang, 10 Mei 1997
Lesanpuro, Kajoran, Magelang
Santri
34 Emma Asyirotul Umami
Brebes, 16 Desember 1998
Jl.Prof Moh.Yamin No.59 Rt 01/10 Pasarbatang Kab.Brebes
Santri
35 Kurotul Ain
Magelang, 07 Juli 1996
Semampiran, Banaran, kec. Grabag, Kab. Magelang
Santri
36 Ifa Rifdiyanti
Magelang, 22 Mei 1998
Pakis Kidul Rt 02/01 Pakis Magelang
Alumni
37 Rossa Kamila
Kendal, 28 Oktober 1997
Gg. Mataram Rt 03/01 Langen Harjo Kendal
Santri
38 Umi Sa'adatul Maulidiyah
Magelang, 06 Juli 1998
Pending, Pancuranmas Secang Magelang
Santri
39 Sarah Noviani
Malang, 10 Vovember 1994
Dsn. JurangRt 04/07 Ds. Bedono Kec. Jambu Kab. Semarang
Santri
40 MAUIIZHOTUN NAFIAH
Santri
41 Ngindana Zulfa
42 Novi Khafidoh
43 Ulyl Amri
Sleman, 28 Agustus 1998
Ngentak, RT 02 RW 01, Pondokrejo, Tempel, Sleman, yogyakarta
Santri
44 Laila Rahmawati
Demak, 07 Mei 1999
Ds. Karangrejo, Rt 02 Rw 04, Kec. Wonosalam, Kab. Demak
Santri
45 Sutri Handayani
Demak, 26 Januari 1999
Donorejo Dukuh Lengkong Rt 07 Rw 04 karangtengah
Santri
Demak
46 Afrida Zulfiyani
Kebumen, 31 Mei 2000
Wonoboyo, Rt 05 Rw 05, Jatisari, Kebumen
Alumni
47 Rina Maryamah
Purworejo, 14 Juli 1999
kese, Grabag, Purworejo
Santri
48 Mustafidah
Purworejo, 21 Juli 1998
Brunosari, Bruno, Purworejo
Santri
49 Lu'lu'il Maknun
Jepara, 27 Desember 1999
Clering, Donorojo, Jepara
Santri
50 Rizka Ayu Nur'aini
Magelang, 13 Oktober 1998
Condromulyo, Rt 18 Rw 07, Tegalrejo, Magelang
Santri
51 Siti Jamilatul Kholifah
Grobogan, 16 April 1999
Sekaran, Rt 04 Rw 08, Karangrejo, Grobogan
Santri
52 Ririn Indah Lestari
Grobogan, 17 Juni 1999
Ds. Karang Paing, Rt 01 rw 02, Kec. Penawangan, Grobogan
Santri
53 Athiyyah Rohmaniyyah
Jepara, 27 Mei 1999
Ngasem Candi, Rt 01 Rw 01, Batealit, Jepara
Santri
54 Ummi Syakiroh
Pacitan, 03 Agustus 1996
Tremas, Arjosari, Pacitan, Jatim
Santri
55 Nelisofa
Magelang, 07 Juli 1998
Batur, Rt 03 Rw 05, Citrosono, Grabag, Magelang
Santri
56 Wahyu Rahma Zulaekha
Kali Beji, Tuntang, Kab. Semarang
Santri
57 Nailatul Mubassyiroh
Boyolali, 6 Januari 1999
Kalilantung, Bengle, Wonosegoro, Boyolali
Santri
58 Izza Lu'atussilmi N.
Grobogan, 25 februari 2000
Kedung, Rt 2 Rw 7, Kentengsari, Kedungjati, Grobogan
Santri
59 Ismi Farihatul Wahidah
Pati, 25 Maret 1997
Sambilawang, Trangkil, Pati
Santri
60 Mihsof Aqliya
Pati, 21 November 1997
Guyangan, RT 06/01 Trangkil Pati
Santri
61 Anna Rahmawati
Grobogan, 28 Juli 2000
Ngombak, Kedungjati, Grobogan
Santri
62 Riski Surya Romadhon
Semarang, 30 Januari 1997
Kliwonan, Mojo, Andong, Boyolali
Santri
63 M. Zahir
Bahar Damas
Grobogan,
22 April
1998
Krajan, RT 1 RW 1,
Kunjeng, Gubug, Grobogan
Santri
FOTO KEGIATAN
Peneliti sedang melakukan wawancara dengan santri Pondok Pesantren Edi
Mancoro
Peneliti sedang melakukan wawancara dengan santri Pondok Pesantren Edi
Mancoro
Peneliti sedang melakukan wawancara dengan santri Pondok Pesantren Edi
Mancoro
Santri sedang menghafal dengan metode takrir
Seusai melakukan wawancara dengan pengampu dan pengasuh santri
tahfidz
Santri sedang menghafal dengan metode takrir
Santri sedang mentakrir secara berpasangan
Kegiatan sima‟an mingguan di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Ujian tertulis santri tahfidz di Pondok Pesantren Edi Mancoro
Santri sedang persiapan setoran hafalan