PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI...

117
PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ANAK PENGIDAP DOWN SYNDROME DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN (Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung) (Skripsi) Oleh PRAYOGO DANU PUTRA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2017

Transcript of PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI...

Page 1: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADAPASIEN ANAK PENGIDAP DOWN SYNDROME DALAM MENINGKATKAN

KEMANDIRIAN

(Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak(Child Development Centre) YAMET Lampung)

(Skripsi)

Oleh

PRAYOGO DANU PUTRA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2017

Page 2: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

ii

ABSTRAK

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPISPADA PASIEN ANAK PENGIDAP DOWN SYNDROME

DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN(Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak

(Child Development Centre) YAMET Lampung)

Oleh

PRAYOGO DANU PUTRA

Pengasuhan dan pola pendidikan yang tidak tepat pada anak berkebutuhan khususakan menimbulkan keterlambatan dan ketidakmajuan dalam perkembangan,khususnya dalam penelitian ini bagi pasien anak pengidap down syndrome. Salahsatu faktor adalah belum maksimalnya pendidikan, pola komunikasi serta asuhanyang dapat dibangun antara anak down syndrome dengan orang lain. Oleh sebabitu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan seperti apa penerapan komunikasiterapeutik oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome di KlinikTumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung dalammeningkatkan kemandirian. Teori yang digunakan adalah teori InteraksionalismeSimbolik dan teori Hubungan Interpersonal model Permainan (Eric Berne).

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif kualitatif. Teknik sampling yangdipakai adalah purposive (disengaja), dengan total informan berjumlah limaorang. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara mendalam(indepth interview), observasi, dan studi kepustakaan. Analisis data menggunakananalisis kualitatif, yaitu: melakukan pengamatan, pengumpulan data, reduksi data,interpretasi data, dan penarikan kesimpulan.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat penerapan komunikasi terapeutikoleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam meningkatkankemandirian. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat empat fase tahapan interaksikomunikasi terapeutik menurut Stuart dan Sundeen yang wajib dijalani olehterapis sebelum menerapi, yaitu fase pra interaksi, fase orientasi, fase kerja, danfase terminasi. Sehingga, komunikasi terapeutik yang dilakukan terapis selalumengutamakan kebutuhan utama dari pasien. Terapis selalu mengutamakan pesanverbal dalam proses terapi, dan penerapan komunikasi terapeutik oleh terapis padapasien anak selalu berdasarkan dalam empat fase terapi di YAMET.

Kata kunci : Down Syndrome, Komunikasi Terapeutik, Terapis.

Page 3: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

iii

ABSTRACT

APPLICATION OF THERAPEUTIC COMMUNICATIONS BYTHERAPISTS IN PEDIATRIC PATIENTS WITH DOWN SYNDROME INIMPROVING SELF-RELIANCE (STUDY AT CHILD DEVELOPMENT

CENTER YAMET LAMPUNG)

By

PRAYOGO DANU PUTRA

Incompetent parenting and educational patterns in children with special needswill cause delays and incompatibilities, especially in the study for pediatricpatients with down syndrome. One of the factor is that lack of education, and thecommunication and upbringing patterns that can be built between down syndromechildren and others. Therefore, this study aims to explain how therapeuticcommunication by therapeutic apparatus at the ‘YAMET’ Child DevelopmentCenter Lampung in improving self-reliance. The theory used are the theory ofSymbolic Interactionalism and the theory of Interpersonal Relationship Game-Model (Eric Berne).

The research is descriptive qualitative. The sampling technique used waspurposive, with a total of five informants. Data collection technique that are in-depth interview, observation, and literature study. Data analysis using qualitativeanalysis, namely: observations, data collection, data reduction, datainterpretation, and withdrawal conclusions.

In this study found that there is the application of therapeutic communication bytherapists in pediatric patients with down syndrome in improving self-reliance.There are four stages of therapeutic communication stages according to Stuartand Sundeen that must be undertaken by the therapist before treatment, they arethe pre-interaction phase, the orientation phase, the work phase, and thetermination phase. Thus, therapeutic communications made by the therapistsalways put the primary needs of the patient first. Therapists always prioritizeverbal messages in the therapeutic process, and the therapeutic communication oftherapists in pediatric patients is always based on four phases of therapy atYAMET.

Keywords: Down Syndrome, Therapeutic Communication, Therapist

Page 4: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIENANAK PENGIDAP DOWN SYNDROME DALAM MENINGKATKAN

KEMANDIRIAN

(Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak(Child Development Centre) YAMET Lampung)

Oleh

PRAYOGO DANU PUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIKUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2017

Page 5: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam
Page 6: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam
Page 7: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam
Page 8: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Prayogo Danu Putra. Dilahirkan di

Bandar Lampung pada tanggal 29 November 1995. Penulis

merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara, buah hati dari

pasangan Bripka (Purn) Sutrisno dan Sumirah. Penulis

menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak Islam Al-

Amin pada tahun 2000, SD Negeri 1 Rawa Laut pada tahun

2001 dan SD Negeri 2 Rajabasa pada tahun 2004, SMP Negeri 22 Bandar Lampung

pada tahun 2010, dan SMA Negeri 5 Bandar Lampung pada tahun 2013. Selanjutnya,

pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN

tahun 2013 serta sebagai penerima beasiswa PPA tahun 2013.

Semasa menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota angkatan 50 UKMP

Teknokra, anggota HMJ Ilmu Komunikasi bidang jurnalistik serta layout designer

pada buletin channel comm HMJ Ilmu Komunikasi periode kepengurusan 2014-2015.

Menjadi Documentation and Digital Campaign serta Social Media Manager di

Google Student Ambassador (GSA) Group University of Lampung Southeast Asia

Region pada periode 2014-2015. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di

pekon Sukamarga, Pulau Pisang, Pesisir Barat pada Januari 2016 dan Praktik Kerja

Lapangan (PKL) di Media Online lokal Jejamo.com pada bulan September 2016.

Page 9: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

Motto

“Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya; hidup di tepi jalandan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah”

-Abu Bakar Sibli

“Masalah itu untuk Dihadapi, dan Tantangan adalahKenyataan yang Harus Dipenuhi”

-Prayogo Danu Putra

Hustle, Loyalty, Respect!!-John Cena

Page 10: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

PERSEMBAHAN

Yang Utama Dari Segalanya

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT.

Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan

ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau

berikan akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan

keharibaan Rasulullah Muhammad SAW

Ibunda dan Ayahanda Tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terimakasih yang tiada terhingga kupersembahkan

karya ini kepada Mama dan Bapak yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan,

dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan

selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga ini menjadi langkah

awal untuk membuat Mama dan Bapak bahagia. Untuk Mama yang selalu memberikan

wejangan, nasihat serta mendoakanku, Terimakasih Mama…

Teman-teman Komunikasi 13 dan Almamater Unila Tercinta!!

Terimakasih banyak untuk segala kesempatan, hingga moment emas untuk ukirkan

kesuksesan hingga sampai pada sesi ini. Terimakasih banyak untuk semua memori terbaik

itu!!

Page 11: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, karena bantuan, berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penerapan Komunikasi Terapeutik

oleh Terapis pada Pasien Anak Pengidap Down Syndrome dalam

Meningkatkan Kemandirian (Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child

Development Centre) YAMET Lampung)” sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam

penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Tanpa

adanya bantuan, dukungan, motivasi, dan semangat dari berbagai pihak yang

terlibat dalam penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan

tepat waktu. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa

hormat dan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Lampung, terimakasih untuk segala kemudahan dan

keramahan dalam melayani dan membantu mahasiswa selama ini.

2. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos., MComn&MediaSt Selaku Ketua Jurusan

Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Page 12: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

Lampung, terimakasih untuk segala keramahan, kesabaran serta

keikhlasannya mendidik dan membantu mahasiswa selama ini.

3. Ibu Wulan Suciska, S.I.Kom., M.Si. Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

serta dosen pembimbing skripsi saya yang tiada hentinya saya repotkan,

terimakasih untuk segala kesabaran, kebaikan, keramahan serta membantu

Danu selama ini dalam proses bimbingan.

4. Bapak Drs. Sarwoko, M.Si. selaku Dosen Pembahas skripsi yang telah

meluangkan banyak waktu untuk sabar membimbing, mengarahkan dan

memberikan penulis banyak ilmu dan pengetahuan baru yang bermanfaat.

5. Bapak Ahmad Rizal Faizal, S.Sos., IMDLL. selaku Dosen Pembimbing

Akademik saat awal kuliah yang telah banyak membantu serta

memberikan saran dan masukan dalam prosesi awal kuliah.

6. Ibu Bangun Suharti, S.Sos., MIP selaku pembimbing akademik yang

bersedia banyak direpotkan dan mau selalu memberikan bantuan serta

semangat kepada Danu.

7. Bapak Drs. Teguh Budi Rahardjo, M.Si. yang selalu memberikan

keramahan dan senyumannya kepada semua mahasiswa. Terima kasih

telah memberikan Danu kesempatan selama masa kuliah..

8. Ibu Nanda Utaridah, S.Sos., M.Si. yang selalu jadi tempat inspirasi buat

Danu. Terimakasih banyak Ibu untuk ilmu dan ide-ide terbaiknya. Serta

berbagai kesempatan hebat yang selalu ibu percayakan kepada Danu.

Page 13: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

9. Seluruh dosen, staff, administrasi dan karyawan FISIP Universitas

Lampung, khususnya Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah membantu

penulis demi kelancaran skripsi ini.

10. Kedua orangtua saya, Mama dan Bapak tercinta, terimakasih untuk semua

dukungannya dan doa yang telah diberikan selama ini dalam mengiringi

setiap langkah demi langkah, terimakasih telah memberikan kasih sayang

yang luar biasa untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

11. Ka Adian Saputra, S.E eks Pembina Persisma dan Pimpinan Redaksi

Jejamo.com, yang telah memberi banyak kesempatan. Serta ketika Danu

magang di Jejamo.com. Terimakasih banyak untuk ilmu dan kesempatan

yang tak ternilai harganya ka. Danu akan sukses seperti apa yang ka Adian

bilang. Danu tak akan kecewakan ka Adian, Aminn…

12. Erika Widiastuti, Lanang Muhajirin dan M. Fahrizal Saputra, sahabat dari

propti Universitas, selalu jadi orang yang mendamaikan dalam perjalanan

kuliah, sahabat selama 3 tahun lebih!! Terima kasih telah menjadi

sahabatku selama ini. Banyak ngajarin berbagai hal, dan sekarang saya

ngerti rasa artinya persahabatan. Semoga persahabatan kita tetap kekal

selamanya dan jangan pernah terpisahkan ataupun melupakan satu sama

lain ya!!!

13. Agus Prasetyo, temen yang lebih dari sekedar kance!! Mau untuk selalu

nemenin kemana aja, buat video, tempat share, cerita dan tempat singgah

di kostnya hehe. Mudah-mudahan tali silaturahmi dan brotherhood kita

tetap terjalin seperti ini.

Page 14: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

14. Fachreza Rianda, May Rista Situmorang, M. Rizky Afriyandi, Geralia

Luna A, dan Bayu Adnan, teman satu kance sekaleeeh, yang dari awal

kuliah mau jadi supportness dan sahabat untuk selalu tuker pikiran,

pendapat serta saling tolong diantara satu lagi kesusahan. I Really Miss U

so Much Guys!! Kalian yang terbaik…

15. Tommy Yuranda dan Sukman Andrianto, teman seangkatan yang selalu

baik untuk disinggahi tempat kostnya, meskipun Cuma wifian, tapi budi

baik elu untuk kasih tempat singgah dan istirahat gak akan pernah

terlupakan. Terimakasih guys!!

16. Keluarga besar Google Student Ambassador (GSA) Group University of

Lampung: Jisung, Ka Gilang, Viola, Egi, Dimas, Diwang, Melin, Ines,

Pras. Terimakasih banyak untuk kesempatan langka dan luar biasa hebat,

terimakasih juga untuk pengalaman yang gak akan bisa didapetin ditempat

lain, kalian developer ide kampus yang hebat, walaupun banyak

becandaan… Tapi kalian Pro Men!!!

17. Teman-teman penuh inspirasi dari angkatan 50 UKMP Teknokra Periode

2013/2014. Fajar, Yola, Rika, Mita, Upi, Wawan, Indra, Wulan, Anzanis,

Yola 2, apalah arti cerita perjalanan ini tanpa sharing dan cerita bareng

kalian angkatankuu...

18. Keluarga yang sangat udah saya anggap sebagai keluarga sendiri di Pulau

Pisang, Andung, Datuk, bang Ade, Uwo Selly, makasih ya tuk, ndung

udah ngasih nasehat yang baik-baik sama Danu. Terlebih untuk bang Ade

dan uwo Selly, dua orang paling baik yang mau menampung dan

Page 15: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

memberikan Danu tempat berteduh selama 2 bulan. Jujur, Danu sangat

sayang kalian berdua, terutama Jihan.. Danu sayang kalian!!

19. Terimakasih untuk keponakanku Istiqomah, yang selalu jadi penengah dan

jadi penyemangat di masa-masa sulit dulu. semoga kelak kita bisa bersua

lagi yah dek!! Terima kasih untuk kawan segabutan, Ratih, Uun, sama

Dina. Have fun bareng dan hunting bareng. Terimakasih untuk semua

pengalaman dan perjalanan menyenangkan saat bersama itu.

20. Kakak Tingkat 2010 & 2011 : Ka Ardika, Mba Ham-Ham, Ka Ciwing, Ka

Bayu, Ka Pandu, Mba Tere, Mba Hana, Ka Jaya, Mba Yesi, Ka Apin, dll

yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih buat semangat dan

solidaritasnya. Semoga kalian menjadi orang yang sukses semua.

Aminnnn

21. Kakak tingkat Komunikasi 2012: Ka Naufal, Mba Ika, Ka Nedy (sahabat

serta rekan kuliah yang selalu kasih nasihat, kasih semangat serta teman

yang selalu berusaha untuk membuat adiknya berhasil), Mba Rika, Mba

Kartini, Ka Aong, Fajar, Mba Citra, Mba Munti, Mba Hartati, Ka Eki, Ka

Kiki, Ka Hanif, Mba Emil, Mba Emon, Mba Dwi, Risky Prasetyo dan

untuk semuanya terimakasih sudah menjadi senior dan teman yang baik

bagi saya, jadi pembimbing dan teman seperjuangan ngurus skripsi.

22. Teman-teman yang over laughing moment, terimakasih telah menjadikan

perjalanan kuliah ini lebih berarti. FOSE jaman-jaman kejayaaan, Yoga,

Arman, Erik, Bagus, Nyow, Zamiko, Gussti, Cia, Nenel, Tiara, Felinda,

Sarlita, Ika, Febri orgen, and still the best Hendrik!!

Page 16: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

23. Teman-Teman Komunikasi 2013 : Siti Sufia (baik, dan kadang suka males

sama ambisinya), Ulfah Ujong, Shinta Elly, Leo, Anang (temen dari jaman

sma, jangan males ngerjain skripsi brur biar sukses indehoy), Urfina

(Tetaplah jadi baik dan terus baik), Oci, Cucu Hakim, Ade, Astrid, Fani,

Nabila (Ledom sukses, thanks bantuannya waktu itu, sukses yah!), Mita

(Temen ho bareng, kadang aneh, kadang gokil, kadang gitudeh), Isal

(jadilah pria sejati, jangan nurutin ego, tapi liat sekeliling yoo, Ciao!!),

Bibeh, Salsa, Silvi, Sigit, Ladi, Amsal, Ridho, Sule, Gyna, Agus Begal

wkwk, Jonathan, Ardis Alzena Andrini, Nufus, Tantri, Komang, Ulul,

Cana, Rizki Apriyani, Akbar Esa, Adis, Retno Apriliani, Dian Cina, Dian

Pongo, Vina Yunita Sari, Aulia PY, Yunita, Enny, Ambar, Erig, Wiwing

(terimakasih untuk bantuan tulus dan ikhlasnya), Azka, Febri, Arya

Ramdhani, Jodi Iswara, Memey dan buat yang lain maaf gak bisa

disebutin satu-satu. Doanya semoga kita semua jadi orang yang sukses dan

lancar dalam segala urusan kita. Amiiin!! Kalian teman angkatan yang

paling terbvvvkkvss. SEMANGAT!!!

24. Adik-adik Komunikasi 2014 (Ismadiah, Enin, Adit, Wisnu, Bayu, Malik,

Rendi Gembul, dan yang lainnya, segera jejakkan kaki disini juga yahh),

adik komunikasi angkatan 2015, dan 2016 semoga kalian cepat

mengerjakan skripsi dan tahu bagaimana enak dan manisnya mengerjakan

ini. Jangan males-males untuk kuliah karena kalo udah nyesel pasti

terakhir lhoo…

25. Teman-Teman KKN, Desa Sukamarga, Pesisir Barat: Brisca, Rindu,

Arum, Mb Erika, Mb Ana, Dwi, Andan, Farel, Ista, Yance, Aloy, Vina,

Page 17: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

Mba Vera, Patar, sist Oprada, Anggi, Manda, Merisa, Afifah, Evi, Yuni S,

Wega, Devolta, Darji, Imam, Santri, Citra, Karolin, dan yang lainnya.

Enam puluh hari bareng kalian, benar-benar menyenangkan. Semoga

pertemanan kita gak cuma sampe di KKN aja ya, semoga bisa selamanya.

LOVE U Guys!!

26. Terimakasih untuk cerita dan kenangan yang terukirkan indah untuk

Keluarga Besar PERSISMA SMAN 5, untuk Mba Dita yang selalu kasih

semangat, Mba Nisa yang selalu beri petuah berharga, Mba Anggi yang

selalu kasih edukasi membanggakan, Ka Wisnu, Ka Dani, Ka Gilang, Ka

Ilham yang udah banyak memberi semangat, ilmu dan amanah disini.

Thank you so much…

27. Ayu Martiana Putri, sosok pendorong semangat yang selalu mengingatkan

betapa pentingnya ilmu, pendidikan dan keberhasilan. Terimakasih untuk

dorongan moril, semangat dan ‘trilogi kehidupannya’ yah, kamu yang

terbaik!!.. Siti Sarohmawati, yang selalu jadi innovator dan penyejuk

ditiap sesi kesal-kesalan sejak awal dan akhir kuliah. Yang mintanya

bunga khusus untuk komprenya. Terimakasih banyak sudah mau

memberikan nasihat dan selalu mendukung aku. Terimakasih untuk segala

kebaikan dan moment yang selalu kamu hadirkan ke aku. Mudah-mudahan

sukses selalu menyertai kita… Amiin.

28. Semua orang yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini, yang

datang pada seminar usul, seminar hasil, dan kompre, serta untuk orang-

orang yang senantiasa memberikan semangat luar biasa.

Page 18: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

29. Last but not least, Marsalena, Figur perempuan yang telah menemani,

membantu, serta memberikan dorongan semangat kepada penulis. Terima

kasih banyak untuk segala doa, serta surprise yang selalu kamu hadirkan.

Tetap semangat untuk terus mengejar cita-cita dan impian kita. Matur

suwun!!

Semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis, mungkin tidak

dapat penulis balas secara langsung. Semoga Allah SWT yang maha pengasih dan

maha penyayang membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan.

Bandar Lampung, 7 Juni 2017

Prayogo Danu Putra

Page 19: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi

DAFTAR BAGAN ......................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 7

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 8

1.4 Kegunaan Penelitian......................................................................... 8

1. Kegunaan Teoritis ......................................................................... 8

2. Kegunaan Praktis .......................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu ............................................ 10

2.2 Penerapan .......................................................................................... 12

2.2.1. Konsep Penerapan ................................................................... 12

2.3 Komunikasi ...................................................................................... 12

2.3.1. Definisi Komunikasi .............................................................. 14

2.3.2. Unsur-Unsur Komunikasi ...................................................... 15

2.3.3. Dimensi Komunikasi .............................................................. 17

2.3.3.1. Komunikasi Interpersonal .......................................... 17

a. Definisi Komunikasi Interpersonal ........................ 17

b. Proses Komunikasi Interpersonal .......................... 17

2.3.3.2. Komunikasi Terapeutik ............................................. 19

a. Pengertian Komunikasi Terapeutik ........................ 19

b. Tujuan Komunikasi Terapeutik .............................. 20

c. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik ........................... 21

d. Teknik Komunikasi Terapeutik .............................. 22

e. Sikap Terapis Dalam Kom. Terapeutik .................. 28

f. Sikap Terapis Dalam Memberikan Umpan

Balik ...................................................................... 28

2.4 Anak .................................................................................................. 31

2.4.1. Definisi Anak .......................................................................... 31

2.4.2. Prinsip-Prinsip Keperawatan Anak ......................................... 32

2.5 Down Syndrome ................................................................................ 34

2.5.1. Definisi Down Syndrome ........................................................ 34

2.5.2. Faktor Resiko .......................................................................... 35

Page 20: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

iii

2.5.3. Mortalitas/Morbiditas .............................................................. 36

2.5.4. Efek Pada Fisik dan Sistem Tubuh ......................................... 37

2.5.4.1. Temuan Fisik ............................................................. 37

2.5.5. Indikator Kemandirian Anak Down Syndrome ....................... 38

2.6 Terapis ............................................................................................... 40

2.6.1. Pengertian Terapis ................................................................... 40

2.6.2. Pengetahuan Tentang Terapis ................................................. 41

2.7 Child Development Centre YAMET Lampung ................................ 44

2.7.1. Tolak Ukur Keberhasilan Anak Down Syndrome .................. 49

2.8 Landasan Teori .................................................................................. 50

2.8.1. Teori Interaksionalisme Simbolik ........................................... 50

2.8.2. Teori Hubungan Interpersonal ................................................ 52

2.9 Kerangka Pikir .................................................................................. 55

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian ................................................................................. 60

3.2 Fokus Penelitian ................................................................................ 61

3.3 Sumber Data ...................................................................................... 61

3.3.1 Informan Penelitian ............................................................... 62

3.3.1.1. Informan .................................................................... 62

3.3.1.2. Penentuan Informan .................................................. 64

3.3.2 Pendekatan Informan .............................................................. 65

3.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 66

3.5 Teknik Analisa Data .......................................................................... 68

3.6 Teknik Keabsahan Data .................................................................... 69

IV. GAMBARAN UMUM

4.1 Latar Belakang Child Development Centre YAMET ...................... 71

4.2 Struktur Kepengurusan KOBER YAMET HATORI Lampung ....... 73

4.3 Alur Rujukan YAMET ...................................................................... 74

4.4 Program Terapi YAMET .................................................................. 75

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian ................................................................................ 87

5.1.1 Profil Informan ........................................................................ 87

5.1.2 Data Observasi ........................................................................ 91

5.1.3 Data Wawancara ..................................................................... 94

5.1.3.1. Informan Primer ......................................................... 95

a. Fase Pra Interaksi .................................................. 95

b. Fase Orientasi ........................................................ 103

c. Fase Kerja .............................................................. 112

d. Fase Terminasi ...................................................... 121

5.2 Pembahasan Penelitian ...................................................................... 130

5.2.1 Penerapan Komunikasi terapeutik oleh Terapis pada Pasien

Anak Pengidap down Syndrome dalam Meningkatkan

Kemandirian ............................................................................ 130

5.2.1.1. Fase Pra Interaksi ....................................................... 133

Page 21: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

iv

5.2.1.2. Fase Orientasi ............................................................. 139

5.2.1.3. FaseKerja .................................................................... 142

5.2.1.4. Fase Terminasi ............................................................ 151

5.3 Pembahasan Teori .............................................................................. 158

5.3.1 Interaksionalisme Simbolik ..................................................... 159

5.3.2 Hubungan Interpersonal Model Permainan ............................ 165

5.4 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 167

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 169

6.2 Saran ................................................................................................. 170

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 172

LAMPIRAN

Page 22: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kajian Penelitian Terdahulu ............................................................. 10

2. Data Assesment Anak YAMET Lampung 2016 .............................. 44

3. Jadwal Terapi Anak dan Terapis YAMET Lampung ....................... 48

4. Terapis di Child Development Centre YAMET Lampung ............... 49

5. Informan Primer Penelitian .............................................................. 63

6. Informan Sekunder Penelitian .......................................................... 63

7. Jadwal Observasi .............................................................................. 92

8. Fase Pra Interaksi ............................................................................. 97

9. Fase Orientasi ................................................................................... 104

10. Fase Kerja.......................................................................................... 113

11. Fase Terminasi ................................................................................. 122

12. Penerapan Komunikasi Terapeutik dalam Terapi Anak Down

Syndrome di YAMET Lampung ...................................................... 154

13. Pertukaran Simbol Antar Terapis dan Pasien Anak Down Syndrome

........................................................................................................... 161

Page 23: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kromosom Down Syndrome ............................................................. 35

2. Kromosom Manusia Normal............................................................. 35

3. Informan 1 ........................................................................................ 87

4. Informan 2 ........................................................................................ 88

5. Informan 3 ........................................................................................ 89

6. Informan 4 ........................................................................................ 90

7. Informan 5 ........................................................................................ 91

Page 24: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

vii

DAFTAR BAGAN

Bagan Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ................................................................. 59

2. Struktur Kepengurusan YAMET Lampung...................................... 73

3. Alur Rujukan YAMET .................................................................... 74

Page 25: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masing-masing anak terlahir ke dunia ini dengan berbagai macam

kekurangan dan kelebihan. Beberapa anak diantaranya memiliki perbedaan

karakter dan watak. Hal ini disebabkan karena rangsangan-rangsangan

pembelajaran yang diberikan oleh orangtua kepada anak sejak dalam

kandungan, beberapa memiliki cara yang berbeda pula dalam mendidiknya.

Ketika memperoleh pendidikan, seorang anak tidak bisa disamakan antara

satu dengan yang lain. Beberapa anak memiliki kesempurnaan dalam

perkembangannya namun tidak sedikit juga yang disebut dengan anak yang

mengalami gangguan dalam perkembangan atau anak berkebutuhan khusus

(ABK). Dari ketidaksamaan tersebut, akan menimbulkan perbedaan cara

pembelajaran yang akan diberikan oleh seorang pendidik.

Pada dasarnya, anak berkebutuhan khusus sama dengan anak normal yang

lain. Mereka memiliki potensi-potensi yang bisa dikembangkan bahkan

mampu melebihi kemampuan anak normal. Agar potensi-potensi yang

dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tersebut dapat berkembang

dengan sempurna diperlukan bimbingan, arahan, dan pendidikan seperti

halnya terapi yang diberikan untuk mereka.

Page 26: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

2

Salah satu bentuk anak berkebutuhan khusus adalah down syndrome. Cuncha

(dalam Kosasih, 2012:79) mengatakan down syndrome adalah suatu kondisi

keterbelakangan perkembangan fisik dan mental pada anak yang diakibatkan

adanya abnormalisasi perkembangan kromosom. Definisi lain mengatakan

bahwa down syndrome adalah suatu keadaan fisik yang disebabkan oleh

mutasi gen ketika anak masih berada dalam kandungan (Hildayani, 2009:15).

Kartini Kartono & Dali Gulo (dalam Suharmini, 2007:71) mengatakan down

syndrome termasuk keterbelakangan mental berat yang disebabkan

munculnya satu kromosom ekstra.

Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu diantara 700 kelahiran

hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Prevalensi down syndrome

kira-kira satu berbanding tujuh ratus kelahiran. Di dunia, lebih kurang ada

delapan juta anak down syndrome. Di Indonesia, dari hasil survei terbaru,

sudah mencapai lebih dari tiga ratus ribu orang. Catatan (Indonesia Center for

Biodiversity and Biotechnology) (ICBB), Bogor, di Indonesia terdapat lebih

dari 300 ribu anak pengidap tuna grahita atau down syndrome.1

Yayasan Persatuan Orangtua Anak dengan down syndrome (POTADS) juga

melaporkan terdapat sekitar 300 ribu kasus down syndrome. Angka kejadian

kelainan down syndrome mencapai satu dalam seribu kelahiran. Di Amerika

Serikat, setiap tahun lahir tiga ribu sampai lima ribu anak dengan kelainan ini,

sedangkan di Indonesia prevalensinya lebih dari tiga ratus ribu jiwa, Sobbrie

1 http://kesehatan.kompas.com/read/2010/03/29/11191896/Teori.Baru.Penyebab.Down.Syndromediakses pada 30 Oktober 2016

Page 27: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

3

(dalam Anggun Lestari, Fiqqi dan Lely Ika Mariyati. 2015. Resiliensi Ibu

Yang Memiliki Anak Down Syndrome. 3. 143).

Anak pengidap down syndrome termasuk kedalam salah satu klasifikasi anak

berkebutuhan khusus (ABK) yakni Tuna Grahita. Di dalam buku Pengantar

Psikopedagogik Anak Berkelainan (Efendi, 2006: 89) diklasifikasikan bahwa

anak tunagrahita mengarah kepada aspek indeks mental intelegensinya,

indikasinya dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25

dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 kategori

debil atau moron.

Hal tersebut didasarkan pada program pendidikan yang disajikan pada anak

tersebut. Dari hasil itu, akan dikelompokkan menjadi beberapa jenis anak

dengan ketunaannya, yakni: anak tuna grahita mampu didik, anak tuna grahita

mampu latih, dan anak tuna grahita mampu rawat. Anak pengidap down

syndrome, dikategorikan masuk kedalam jenis Anak Berkebutuhan Khusus

(ABK) Tuna Grahita mampu latih (imbecil). Pengelompokan kategori

tersebut didasarkan pada IQ anak pengidap down syndrome yang hanya

berkisar antara 25-50 saja.

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tuna grahita yang

memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk

mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik.

Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang

perlu diberdayakan, yaitu (1) belajar mengurus diri sendiri, misalnya: makan,

pakaian, tidur, atau mandi sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan

Page 28: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

4

rumah atau sekitarnya, (3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di

bengkel kerja (sheltered workshop), atau di lembaga khusus. Kesimpulannya,

anak tunagrahita mampu latih berarti adalah anak tunagrahita yang hanya

dapat dilatih untuk mengurus dirinya sendiri melalui aktivitas kehidupan

sehari-hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial

kemasyarakatan menurut kemampuannya.

Merujuk pada penjelasan diatas, dapat dikatakan down syndrome merupakan

suatu kondisi yang disebabkan oleh kelainan genetik pada anak yang terjadi

pada masa kandungan yang berdampak pada keterbelakangan fisik dan

mental. Keterbatasan kemampuan yang dimiliki anak penyandang down

syndrome dalam hal berkomunikasi, khususnya berbahasa dan bicara. Dengan

kata lain, komunikasi anak penyandang down syndrome berlangsung kurang

efektif, dan akan berpengaruh terhadap kehidupan sosialnya, misalnya dalam

hal berperilaku dan berinteraksi.

Anak penyandang down syndrome cenderung menonjolkan komunikasi

nonverbal dalam berkomunikasi, seperti melalui bahasa isyarat dan ekpresi

wajah. Sedangkan gangguan bahasa dan bicara yang dialami oleh anak

penyandang down syndrome menyebabkan anak sulit untuk mengutarakan

keinginannya dalam bentuk rangkaian kata-kata (verbal). Pada umumnya

anak penyandang down syndrome memiliki perbedaan antara usia kalender

dan usia mental, dimana usia mental mereka jauh lebih rendah daripada usia

kalender. Hal ini yang menyebabkan anak sulit menyerap dan

mengungkapkan kembali informasi yang telah diterimanya.

Page 29: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

5

Salah satu contoh anak down syndrome yang berprestasi adalah Stephanie

Handojo. Anak down syndrome ini memiliki segudang prestasi di kancah

internasional yang mengharumkan Indonesia, beberapa diantaranya: Pada

2011, ia meraih medali emas cabang olahraga renang di ajang (World

Summer Games) di Athena, Yunani, untuk nomor 50 meter gaya dada.

Prestasi lainnya ditorehkan pada ajang (Special Olympics Asia-Pasific 2013)

di Newcastle, Australia, di ajang tersebut ia menggondol perak untuk nomor

100 meter gaya dada. Sebelumnya juga, Stephanie pernah menjadi wakil

Indonesia sebagai pembawa obor Olimpiade London 2012.2

Untuk menjadi seperti itu, perlu terapi yang tepat. Terapi pada anak

penyandang down syndrome lebih mengacu kepada bagaimana anak dapat

hidup dengan kesehatan yang lebih baik dan bagaimana anak dapat

bersosialisasi dan hidup dalam masyarakat, agar dapat mandiri dan

mengurangi ketergantungan kepada orang lain. Sehingga proses komunikasi

yang terjadi dapat mengarah ke arah yang lebih baik. Dengan kata lain

interaksi sosial anak penyandang down syndrome dengan orang disekitarnya

mengalami kemajuan.

Kemajuan atau peningkatan interaksi sosial yang dimaksud tidak hanya

melalui komunikasi secara nonverbal, tetapi juga secara verbal. Selain itu

program terapi pada anak penyandang down syndrome diharapkan dapat

mencegah terjadinya kemunduran kemampuan, baik fisik maupun mental.

Terapis adalah profesi yang mampu menangani hal tersebut. Profesi ini

2Megapolitan.kompas.com/read/2016/02/14/09362021/Stephanie.Handojo.Penyandang.Down.Syndrome.Berprestasi.Dunia diakses pada 30 November 2016

Page 30: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

6

memerlukan kesabaran dan ketelitian dalam pelaksanaannya. Terutama dalam

penanganan terhadap pasien anak.

Dapat disimpulkan, bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

memiliki makna terapeutik (merujuk pada penyembuhan) bagi klien dan

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien mencapai kondisi yang lebih

baik (positif). Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik

(penyembuhan) bila dalam penggunaanya diperhatikan sikap dan teknik

komunikasi terapeutik. Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah

dimensi hubungan. Dimensi ini merupakan faktor penunjang yang sangat

berpengaruh dalam mengembangkan kemampuan berhubungan terapeutik.

Dari penjelasan tersbut, dapat disimpulkan bahwa penulis ingin melihat

bagaimana penerapan komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh terapis pada

anak down syndrome guna meningkatkan kemandiriannya selama proses

terapi.

Berdasarkan data dari hasil pra-riset diketahui, bahwa terdapat (3) tiga tempat

untuk terapi anak berkebutuhan khusus di Kota Bandar Lampung, yakni

Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET

Lampung, PKBM Mata Hati, dan Sekolah Khusus GROWING HOPE. Hanya

Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET

Lampung yang memiliki terapis berkompeten lulusan dari sarjana bidang

konseling dan psikologi. Dan hal inilah yang tidak dimiliki di kedua tempat

tadi, seperti PKBM Mata Hati dan Sekolah Khusus GROWING HOPE.

Page 31: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

7

Salah satu lembaga sosial yang memfasilitasi kebutuhan akan tempat terapi

bagi anak berkebutuhan khusus, salah satunya down syndrome yaitu Klinik

Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung

yang beralamat di Jl. Gatot Soebroto No. 76 Garuntang, Bandar Lampung.

Penanganan anak penyandang down syndrome disini melalui program terapi.

Program terapi pada anak penyandang down syndrome melalui komunikasi

antara terapis dengan anak agar meningkatkan kemandirian anak, baik pada

saat proses terapi berlangsung maupun dalam kehidupan sosialnya dengan

orang sekitar. Hal terpenting adalah, dr. Tri Gunadi selaku pemilik dari

tempat terapis ini selalu melakukan kunjungan tiap sebulan sekali bagi klinik-

kliniknya. Ia mengevaluasi mengenai kinerja para terapisnya, berbagi ilmu

kepada tiap terapisnya yang dirasa perlu untuk terus melakukan penyegaran

dalam tiap metodenya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka penulis

tertarik untuk meneliti Penerapan Komunikasi Terapeutik oleh Terapis pada

Pasien Anak Pengidap Down Syndrome dalam Meningkatkan Kemandirian

(Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre)

YAMET Lampung).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penerapan komunikasi

terapeutik oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

Page 32: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

8

meningkatkan kemandirian di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child

Development Centre) YAMET Lampung?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan seperti apa penerapan

komunikasi terapeutik oleh terapis di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child

Development Centre) YAMET Lampung pada pasien anak pengidap down

syndrome dalam meningkatkan kemandirian.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun

praktis yaitu sebagai berikut.

1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan

referensi yang bermanfaat dalam pengembangan penelitian Ilmu

Komunikasi, khususnya kajian psikologi komunikasi dan kesehatan,

dalam hal ini anak, serta bagi pengembangan penelitian yang

berkaitan dengan penerapan komunikasi terapeutik oleh terapis pada

pasien anak pengidap down syndrome dalam meningkatkan

kemandirian.

2. Kegunaan Praktis

- Memberikan pemahaman bahwa penerapan komunikasi

terapeutik oleh terapis pada anak pengidap down syndrome dalam

meningkatkan kemandirian perlu cara khusus untuk mampu

Page 33: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

9

menanganinya dan memberikan treatment yang tepat sesuai

dengan tekniknya.

- Untuk pembuatan skripsi sebagai salah satu syarat guna meraih

gelar sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Page 34: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penerapan komunikasi terapeutik oleh terapis pada

pasien anak pengidap down syndrome belum ada yang secara spesifik

membahas mengenai penerapannya dalam meningkatkan kemandirian. Lebih

banyak dilakukan dengan jenis penelitian yang menganalisis peranan orang

tuanya saja, serta peranan dari beberapa metode terapinya. Dalam penelitian

ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai perbandingan dan

tolak ukur penelitian. Berikut adalah penelitian terdahulu yang penulis

gunakan:

a. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Nurjuita Siregar (2015) Mahasiswi

Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia yang berjudul Menulis

Sebagai Kegiatan Terapeutik (Studi Kasus Pada Para Penulis Buku

Perempuan di Rantai Kekerasan–KISAH 2007). Penelitian ini bertujuan

untuk menjadi bahan terapi bagi perempuan-perempuan yang mengalami

tindak kekerasan terutama KDRT, pada skripsi ini menggunakan teori

Komunikasi Antar Pribadi, namun untuk penulis menggunakan teori yang

berbeda, yakni komunikasi hubungan interpersonal dan interaksionalisme

simbolik karena lebih mentitikberatkan pada penerapan yang ingin dilihat

Page 35: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

11

bagi kemandirian anak down syndrome dari terapisnya. Yang membuatnya

sama hanya pada kajian dimensi komunikasi terapeutiknya saja.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Ria Dewi Irawan (2016) dari Univesitas

Negeri Semarang yang berjudul Terapi Okupasi (Occupation Theraphy)

Untuk anak Berkebutuhan Khusus (Down Syndrome) (Studi Kasus Pada

Anak Usia 5-6 Tahun Di Balai Pengembangan Pendidikan Khusus

Semarang). Kajian penelitian penulis berbeda, karena pada penelitian

tersebut lebih fokus pada satu teknik terapi yakni terapi okupasi,

sedangkan untuk penulis tidak fokus pada satu model terapi, melainkan

focus pada pada penerapan komunkasi terapeutik yan ingin dilihat dari

terapis pada pasien anak down syndrome bagi kemandiriannya. Dan yang

menjadi titik pembedanya adalah pada tujuannya, kalua pada penelitian

Ria, ia ingin melihat fungsi metode terapi okupasinya, sedangkan bagi

penulis ingin melihat ada tidaknya penerapan komunikasi terapeutik

melalui terapis pada pasien anak down syndrome bagi kemandiran

tersebut.

Tabel 1. Kajian Penelitian Terdahulu

Penulis Dewi Nurjuita SiregarSumber Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung

Tahun 2015Judul Penelitian Menulis Sebagai Kegiatan Terapeutik (Studi Kasus

Pada Para Penulis Buku Perempuan di RantaiKekerasan – KISAH 2007)

Hasil Penelitian Penelitian ini membahas mengenai bagaimanakomunikasi terapeutik digunakan sebagai bahan terapibagi perempuan-perempuan yang mengalami tindakkekerasan. Melalui buku KISAH 2007, para penulisyakni finalis KISAH 2007 ini mengajak pertukaranpesan kepada para pembacanya denganmengungkapkan segala hal yang berkenaan dengan

Page 36: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

12

dirinya, salah satunya mengenai KDRT. Dalam prosespengungkapan dirinya, finalis buku KISAH 2007melakukan komunikasi interpersonal. Dimana merekaberpikir dan menganalisis keadaan, dan mengingat danmemanggil kembali berbagai memori yang terekam.Hal tersebut memungkinkan mereka untuk menelusurikembali segala pengalaman hidupnya dan mengenaliberbagai gejala perasaan yang pernah dirasakannya,juga mendorong mereka untuk lebih mengerti danpaham terhadap langkah-langkah yang akan merekalakukan di masa berikutnya.

Kontribusi pada Penelitian Memudahkan penulis dalam memahami penggunaanmetode penelitian kualitatif dengan pendekatan studikasus yang bertujuan mendeskripsikan peranankegiatan terapeutik dalam saranan pengobatan ataupenyembuhan, sedangkan objek penelitian ini adalahpara penulis buku Perempuan di Rantai Kekerasan –KISAH 2007

Perbedaan Penelitian Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa objekpenelitian jelas berbeda, tujuan penelitiannya jugaberbeda. Penelitian Dewi Nurujuita Siregar objeknyaadalah Para Penulis Buku Perempuan di RantaiKekerasan, sedangkan objek penelitian ini adalahpasien anak pengidap down syndrome dan tujuannyaadalah untuk menjelaskan bagaimana penerapankomunikasi terapeutik itu sendiri antar terapis.

Penulis Ria Dewi IrawanSumber Skripsi Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak

Usia Dini Universitas Negeri Semarang Tahun 2016Judul Penelitian Terapi Okupasi (Occupation Theraphy) Untuk anak

Berkebutuhan Khusus (Down Syndrome) (Studi KasusPada Anak Usia 5-6 Tahun Di Balai PengembanganPendidikan Khusus Semarang)

Hasil Penelitian Balai Pengembangan Pendidikan Khusus memiliki 18anak yang mengikuti program terapi okupasi, yangmemiliki usia beragam. Terapis okupasi berjumlah 3orang, masing-masing memegang anak yang jumlahnyaberbeda. Pak Andika menerapi 11 anak, Pak Jonet 5anak dan Ibu Ana 2 anak. Setiap terapis mengajarkanhal yang berbeda-beda, Pak Andika lebih ke okupasiseperti pra akademik, pra motorik, kemandirian. PakJonet mengajarkan tentang sensori motorik kasar danhalus. Bu Ana lebih ke arah ADL (Activity DailyLearning). Setiap harinya setelah terapi, terapismembicarakan ke orangtua lewat buku penghubung,tentang perkembangan anak atau kegiatan terapi yangdilakukan anak pada hari itu.

Kontribusi pada Penelitian Memudahkan penulis dalam memahami penggunaanmetode terapi okupasi yang bertujuan untukmemberikan terapi bagi anak berkebutuhan khusus(down syndrome) terhadap perkembangannya,sedangkan objek penelitian ini adalah anak down

Page 37: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

13

syndrome yang berusia 5-6 tahun yang berada di balaipengambangan pendidikan khusus Semarang

Perbedaan Penelitian Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa objekpenelitian sama, namu fokus tujuan penelitiannyaberbeda. Penelitian Ria Dewi Irawan berfokus padaproses terapi okupasi yang ada di Balai PengembanganPendidikan Khusus Semarang, sedangkan tujuan daripenelitian ini adalah untuk menjelaskan penerapankomunikasi terapeutik antar terapis di Klinik TumbuhKembang Anak (Child Development Centre) YAMETLampung terhadap pasien anak pengidap downsyndrome.

2.2 Penerapan

2.2.1 Konsep Penerapan

Penerapan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang

sudah disusun secara matang dan terperinci. Konsep Penerapan Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah

perbuatan menerapkan. Menurut beberapa ahli berpendapat bahwa,

penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan

hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang

diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan

tersusun sebelumnya.3 Dengan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

penerapan adalah pengaplikasian dari sebuah rencana yang telah disusun

dan matang secara terperinci.

2.3 Komunikasi

Komunikasi merupakan salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

kehidupan umat manusia. Hal ini disebabkan karena keberadaan manusia

3 http://kbbi.co.id/penerapan/ diakses pada 11 Desember 2016

Page 38: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

14

sebagai makhluk sosial. Yang berarti manusia tidak akan bisa hidup tanpa

bantuan orang lain. Menurut Dr. Everett Kleinjen dari East Center Hawaii

yang dikutip oleh Hafied Cangara menyatakan:

“Komunikasi sudah merupakan bagian kekal dari kehidupan manusia seperti

halnya bernapas. Sepanjang manusia ingin hidup, maka ia perlu

berkomunikasi.” (Cangara, 2007: 1)

Dan sebagai makhluk individu, manusia selalu dihadapkan dengan berbagaikebutuhan dalam hidupnya. Dan untuk memenuhi kebutuhannya, makamanusia memerlukan bantuan orang lain. Dengan demikian, manusia akanberkomunikasi dengan manusia lainnya demi memenuhi kebutuhan tersebut.Sehingga sampai kapan pun, komunikasi merupakan hal yang tidak pernahakan lepas dari kehidupan manusia.

2.3.1 Definisi Komunikasi

Menurut Cherry (dalam Cangara, 2007: 18) istilah komunikasi berpangkal

pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau

membangun kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang

atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin,

Communico, yang artinya membagi.

Banyak pengertian dari para ahli yang memberikan definisi mengenai

komunikasi berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing. Menurut

Sarah Trenholm dan Arthur Jensen (dalam Wiryanto, 2004: 6)

mendefinisikan komunikasi adalah “Suatu proses di mana sumber

mentransmisikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran.”

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat disimpulkan

bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan atau informasi

Page 39: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

15

antara dua orang atau lebih yang berlangsung secara dinamis untuk

memperoleh kesamaan arti atau makna diantara mereka.

2.3.2 Unsur-Unsur Komunikasi

Menurut Claude E. Shannon dan Warren Weaver (dalam Cangara, 2007:

23), menyatakan bahwa: “Terjadinya proses komunikasi memerlukan lima

unsur yang mendukungnya, yakni pengirim, transmitter, signal, penerima,

dan tujuan. Kesimpulan ini didasarkan atas hasil studi yang mereka lakukan

mengenai pengiriman pesan melalui radio dan telepon.”

Sedangkan menurut Hafied Cangara dalam bukunya “Pengantar Ilmu

Komunikasi” menyebutkan unsur-unsur komunikasi terdiri dari:

1. Sumber, semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai

pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia,

sumber dapat terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk

kelompok misalnya partai, organisasi, atau lembaga. Sumber sering

disebut juga dengan pngirim, komunikator, atau dalam bahasa Inggrisnya

source, sender, atau encoder.

2. Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang

disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan

dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya dapat

berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda.

Dalam bahasa Inggris, pesan biasanya diterjemahkan dengan kata

message, content, atau information.

Page 40: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

16

3. Media yang dimaksud di sini ialah alat yang digunakan untuk

memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa

pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media

bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antar

pribadi, panca indra dianggap sebagai media komunikasi. Selaini itu, ada

pula media komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang semuanya

digolongkan dalam media komunikasi antar pribadi.

4. Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh

sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam

bentuk kelompok, partai, atau negara. Penerima biasa disebut dengan

berbagai macam istilah seperti khalayak, sasaran, komunikan, atau dalam

bahasa Inggris audience atau receiver.

5. Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,

dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima

pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah

laku seseorang.

6. Tanggapan Balik, ada yang beranggapan bahwa umpan balik sebenarnya

adalah salah satu bentuk daripada pengaruh yang berasal dari penerima.

Akan tetapi sebenarnya umpan balik bisa juga berasal dari unsur lain

seperti pesan dan media, meski pesan belum sampai pada penerima.

7. Lingkungan atau situasi ialah faktor-faktor tertentu yang dapat

memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat memengaruhi

jalannya komunikasi. Faktor ini dapat digolongkan atas empat macam,

Page 41: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

17

yakni lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis,

dan dimensi waktu (Cangara, 2007: 24,28).

2.3.3 Dimensi Komunikasi

2.3.3.1Komunikasi Interpersonal

a. Definisi Komunikasi Interpersonal

Menurut De Vito, komunikasi interpersonal dapat didefiniskan sebagai

“komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang

dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang

langsung” (Suranto, 2011:12). Komunikasi Interpersonal dapat

didefinisikan “Memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang

lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Kedekatan

hubungan pihak-pihal yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis-

jenis pesan atau respons nonverbal mereka seperti sentuhan, tatapan mata

yang ekspresif dan jarak fisik yang sangat dekat. Selain itu, komunikasi

interpersonal dianggap sangat potensial untuk mempengaruhi atau

membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan alat indra untuk

mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan

b. Proses Komunikasi Interpersonal

Proses komunikasi ialah langkah-langkah yang menggambarkan

terjadinya kegiatan komunikasi. Hal ini disebabkan, kegiatan komunikasi

sudah terjadi secara rutin dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kita

tidak lagi merasa perlu menyusun langkah-langkah tertentu secara

Page 42: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

18

sengaja ketika akan berkomunikasi. Berikut adalah proses komunikasi

interpersonal:

1. Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai

keinginan untuk berbagi gagasan dengan orang lain.

2. Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan

memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke dalam simbol-simbol,

kata-kata, dan sebagainya sehingga komunikator komunikator

merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.

3. Pengiriman pesan. Untuk mengirim pesan kepada orang yang

dikehendaki, komunikator memilih saluran komunikasi seperti

telepon, SMS dan sebagainya. Pilihan atasa saluran yang akan

digunakan tersebut akan bergantung bagaimana karakteristik dari

salurannya.

4. Penerimaan pesan. Pesan yang dikirim oleh komunikator telah

diterima oleh komunikan.

5. Decoding oleh komunikan. Decoding merupakan kegiatan internal

dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam-

macam data dalam bentuk “mentah”, berupa kata-kata dan simbol-

simbol yang harus diubah ke dalam pengalaman-pengalaman yang

mengandung makna.

6. Umpan balik. Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan

memberikan respon atau umpan balik. Dengan umpan balik ini,

seorang komunikator dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi.

(Suranto, 2011:11)

Page 43: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

19

2.3.3.2. Komunikasi Terapeutik

a.. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan dan

dilakukan untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi professional bagi

praktisi kesehatan, utamanya terapis, perawat, bidam dan sebagainya

(Damaiyanti, 2008:11).

Manfaat komunikasi terapeutik adalah:

1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan

pasien melalui hubungan perawat-pasien.

2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah

dan mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa komunikasi terapeutik

adalah komunikasi yang dilakukan seorang perawat dengan teknik-

teknik tertentu yang mempunyai efek penyembuhan. Komunikasi

terapeutik merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling

percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada

pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang

lebih baik pada pasien dalam menjalanakan terapi dan membantu pasien

dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.

Page 44: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

20

b. Tujuan Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien

kearah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan

klien yang meliputi:

1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri.

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam

diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau

merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat

akan mampu menerima dirinya.

2. Kemampuan membina hubungan interpersonal dan saling

bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien

belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan

komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya,

perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina

hubungan saling percaya.

3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan

ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur

kemampuannya.

4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.

Identitas personal disini termasuk status, peran, dan jenis kelamin.

Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak

mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah.

Page 45: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

21

Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu

klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.

Dalam hal ini, dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik,

perawat atau terapis akan lebih mudah menjalin hubungan saling

percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif dalam mencapai

tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan

kepuasan professional dalam pelayanan keperawatan dan akan

meningkatkan profesi.

Jadi kesimpulannya, tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk

menyediakan tempat yang aman bagi klien untuk mengeksplorasi

makna dari pengalaman penyakit dan untuk menyediakan informasi

serta dukungan emosional setiap kebutuhan klien untuk mencapai

kesehatan maksimum dan kesejahteraan. Dalam banyak hal, terapis

berfungsi sebagai pendamping yang terampil, serta menggunakan

komunikasi sebagai alat utama untuk mencapai tujuan kesehatan.

c. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Terjadi antara praktisi kesehatan dengan pasien.

2. Mempunyai hubungan akrab dan memiliki tujuan.

3. Berfokus pada pasien yang membutuhkan bantuan.

4. Praktisi kesehatan dengan aktif mendengarkan dan memberikan

respon pada pasien.

Page 46: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

22

d. Teknik Komunikasi Terapeutik

Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari

Stuart dan Sundeen, dalam Damaiyanti (2008:14) yaitu:

1. Mendengarkan (listening)

Dalam hal ini perawat atau terapis berusaha mengerti klien dengan

cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Satu-satunya orang

yang dapat menceritakan kepada perawat ataupun terapis tentang

perasaan, pikiran dan persepsi klien adalah klien sendiri. Untuk

memberi kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara, maka

perawat harus menjadi pendengar yang aktif. Selama mendengarkan,

perawat harus mengikuti apa yang dibicarakan klien dengan penuh

perhatian. Perawat memberikan tanggapan dengan tepat dan tidak

memotong pembicaraan klien. Tunjukkan perhatian bahwa perawat

mempunyai waktu untuk mendengarkan.

2. Bertanya

Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien

untuk mengungkapkan perasaan dan pikirannya. Teknik berikut

sering digunakan pada tahap orientasi.

3. Menanyakan Pertanyaan yang Berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang

spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien. Oleh kerena itu,

pertanyaan sebaiknya dikaitkan dengan topik yang dibicarakan dan

gunakan kata-kata yang sesuai dengan konteks sosial budaya klien.

Page 47: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

23

4. Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question)

Pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban “Ya” dan “Mungkin”,

tetapi pertanyaaan memerlukan jawaban yang luas, sehingga pasien

dapat mengemukakan masalahnya, perasaannya dengan kata-kata

sendiri, atau dapat memberikan informasi yang diperlukan.

5. Mengulang Ucapan Klien dengan Menggunakan Kata-Kata

Sendiri

Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan

umpan balik bahwa ia mengerti pesan klien dan berharap komunikasi

dilanjutkan.

6. Mengklarifikasi

Klarifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam

kata-kata, ide atau pikiran (implisit maupun eksplisit) yang tidak

jelas dikatakan oleh klien. Tujuan dari teknik ini adalah untuk

menyampaikan pengertian.

7. Memfokuskan (focusing)

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga

percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti. Hal ini perlu

diperhatikan dalam menggunakan metode ini adalah usahakan untuk

tidak memutus pembicaraan ketika klien menyampaikan masalah

yang penting.

8. Menyatakan Hasil Observasi

Perawat atau terapis harus memberikan umpan balik kepada klien

dengan menyatakan hasil pengamatannya sehingga klien dapat

Page 48: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

24

mengetahui apakah pesannya diterima dengan benar atau tidak.

Dalam hal ini perawat atau terapis menguraikan kesan yang

ditimbulkan oleh isyarat nonverbal klien. Teknik ini seringkali

membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa perawat atau terapis

harus bertanya, memfokuskan dan mengklarifikasi pesan. Observasi

dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau

marah.

9. Menawarkan Informasi

Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan

kesehatan untuk klien. Perawat atau terapis tidak dibenarkan

memberikan nasihat kepada klien ketika memberikan informasi,

Karena tujuan dari tindakan ini adalah memfasilitasi klien untuk

mengambil keputusan. Penahan informasi yang dilakukan saat klien

membutuhkan akan mengakibatkan klien menjadi tidak percaya.

10. Diam (Memelihara Ketenangan)

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk

mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode ini memerlukan

keterampilan dan ketepatan waktu, jika tidak akan menimbulkan

perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk

berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan

memproses infromasi. Diam sangat berguna terutama pada saat klien

harus mengambil keputusan.

11. Meringkas

Page 49: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

25

Meringkas adalah pengulangan ide utama telah dokomunikasikan

secara singkat. Metode ini bermanfaat untuk membantu mengingat

topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan

berikutnya.

12. Memberikan Penghargaan

Penghargaan jangan sampai jadi beban untuk klien. Dalam arti

jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi

untuk mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya.

Selain itu teknik ini pula dimaksudkan untuk menyatakan bahwa

yang ini bagus dan yang sebaliknya buruk.

13. Menawarkan Diri

Perawat atau terapis menyediakan diri tanpa respons bersyarat atau

respon yang diharapkan (Schult dan Videbeck, 1998).

14.Memberikan Kesempatan Pada Klien Untuk MemulaiPembicaraan

Memberikan kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam

memilih topik pembicaraan. Untuk klien yang merasa ragu-ragu

dan tidak pasti tentang perannya dalam interaksi ini, perawat dapat

mestimulusnya untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia

diharapkan untuk membuka pembicaraan.

15. Menganjurkan untuk Meneruskan Pembicaraan

Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh

pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang

mengikuti apa yang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang

Page 50: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

26

dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menaksirkan

dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.

16. Humor

Dugan dalam Damaiyanti, (2008:20), menyebutkan humor sebaagai

hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan; tertawa

mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat stress, dan

meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan. Sementara

Sullivan-Deane (1998) menyatakan bahwa humor merangsang

produksi katekolamin sehingga seorang merasa sehat, dan hal ini

akan meningkatkan toleransi nyeri, mengurangi kecemasan serta

memfasilitasi relaksasi dan meningkatkan metabolisme.

17. Menunjukkan Penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia

untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau

ketidaksetujuan. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah

dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti

mengerutkan kening, atau menggeleng yang menyatakan tidak

percaya.

18. Menempatkan Kejadian Secara Berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawatan

dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari

suatu kejadian akan menuntun perawat dank lien untuk melihat

kejadian berikutnya yang merupakan akibat dari kejadian

sebelumnya dan juga dapat menemukan pola kesukaran

Page 51: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

27

interpersonal. Teknik ini bernilai terapeutik apabila perawat atau

terapis dapat mengeskplorasi klien dan memahami masalah yang

penting dan teknik ini menjadi tidak terapeutik apabila perawat

atau terapis memberikan nasihat, meyakinkan atau tidak mengakui

klien.

19. Memberikan Kesempatan Kepada Klien Untuk Menguraikan

Persepsinya

Apabila perawat aaatu terapis ingin mengerti klien, maka ia harus

melihat segala sesuatunya dari perspektif klien. Klien harus merasa

bebas untuk menguraikan persepsinya kepada perawat. Sementara

itu perawat harus waspada terhadap gejala ansietas yang mungkin

muncul.

20. Asertif

Asertif adalah kemampuan dengan cara meyakinkan dan nyaman

untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap

menghargai orang lain. Kemampuan asertif antara lain: berbicara

jelas, mampu menghadapi manipulasi pihak lain tanpa menyakiti

hatinya (berani mengatakan tidak tanpa merasa bersalah),

melindungi diri dari kritik.

e. Sikap Perawat atau Terapis Dalam Komunikasi Terapeutik

Egan (dalam Damaiyanti, 2010:14) mengidentifikasikan lima sikap atau

cara untuk dapat menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi

komunikasi terapeutik, yaitu:

Page 52: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

28

1. Berhadapan

Posisi ini memiliki arti bahwa saya siap untuk anda.

2. Mempertahankan kontak mata

Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan

menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.

3. Membungkuk kearah klien

Pada posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau

mendengarkan sesuatu.

4. Memperlihatkan sikap terbuka

Dalam posisi ini diharapkan tidak melipat kaki atau tangan untuk

menyatakan atau mendengarkan sesuatu

f. Sikap Perawat atau Terapis dalam Memberikan Umpan Balik

Dalam membina hubungan terapeutik (berinteraksi) terapis atau

perawat mempunyai 4 tahap yang harus diselesaikan oleh terapis atau

perawat (Stuart dan Sundeen, dalam Christina, dkk., 2003:21), yaitu:

a. Fase pra-interaksi

Fase pra-interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan

dan berkomunikasi dengan pasien anak pengidap down syndrome.

Dalam tahapan ini, terapis menggali perasaan dan menilik dirinya

dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada

tahap ini juga terapis mencari informasi si pasien sebagai lawan

bicaranya. Setelah hal ini dilakukan, terapis akan merancang strategi

untuk pertemuan pertama dengan si pasien anak.

Page 53: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

29

Di YAMET Lampung, para terapis melakukan persiapan dengan

melihat terlebih dahulu siapa calon pasiennya, mengidap apa, dan

bagaimana hasil assesestmennya. Baru kemudian mereka melakukan

kegiatan berbincang dengan orang tua dari para anak-anak

berkebutuhan khusus tersebut untuk melakukan evaluasi terhadap

kekurangan, serta apa permasalahan yang akan diterapi.

b. Fase Orientasi

Fase orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan

terapis pada saat pertama kali bertemu atau kontak dengan pasien.

Tahap perkenalan dilaksanakan setiap kali pertemuan dengan pasien

dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah memvalidasi keakuratan

data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan si pasien

saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu.

Di YAMET Lampung. Terapis memulainya dengan bertemu anak

tersebut. Mengajaknya agar mau ikut serta berkeliling terlebih

dahulu di seputaran area terapi, guna memberikan efek nyaman dan

rileks terhadap si anak terhadap terapis.

c. Fase Kerja

Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi

terapeutik. Tahap ini para terapis mengatasi masalah yang dihadapi

oleh si pasien. Terapis akan mengeksplorasi dan mendorong

perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,

Page 54: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

30

perasaan dan perilaku pasien. Tahap ini berkaitan dengan

pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.

Di YAMET Lampung, terapis mulai bekerja sesuai dengan porsi

terapi yang telah dirancang. Biasanya, sebelum memulai terapi, si

anak akan digandeng atau dituntun untuk ikut masuk keruangan

terapis. Proses waktu yang dijalani adalah selama 2 jam. Untuk

frekuensi waktunya, tergantung dari program yang dijalani oleh si

anak dan bagaimana kondisinya. Terapis tetap menjalankan semua

metode yang ada di YAMET, sesuai dengan porsi yang ada pada

anak.

d. Fase Terminasi

Terminasi merupakan akhir dari pertemuan terapis dan pasien. Tahap

terminasi dibagi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir.

Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan terapis dan

pasien, setelah hal ini dilakukan terapis dan pasien masih akan

bertemu kembali pada waktu yang berbeda sesuai dengan kontrak

waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi akhir

dilakukan oleh terapis setelah menyelesaikan seluruh proses terapi

yang telah disepakati sesuai dengan assesmentnya. Fase ini

merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling

percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal.

Untuk di YAMET Lampung, fase ini belum bisa tercapai.

Dikarenakan YAMET Lampung baru berusia 1 tahun, dan rata-rata

Page 55: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

31

program yang dijalankan dan diambil orang tua dari anak-anal

tersbut memakan rentang waktu sekitar 1,5 tahun. Yang ada hanya

rentang waktu 6 bulan sekali untuk melihat bagaimana kondisi dan

perkembangan yang terlihat dari si anak tersebut. Khusus untuk anak

down syndrome, anak tersebut mengambil program terapi selama 2

tahun. Karena melihat kondisi dari si anak yang masih sangat liar

dan sulit untuk diajak berinteraksi dengan sang terapis. Namun untuk

melihat perkembangan terminasi tadi, dilihat dari tiap fase 6 bulan

sekali. Untuk menyeluruh secara akhir, belum memiliki hasil.

2.4. Anak

2.4.1 Pengertian Anak

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya

manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa

yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan

dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan

seimbang.4

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan

masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun)

usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11

tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu

4 www.bersosial.com/threads/pengertian-anak-menurut-para-ahli-adalah.21788/ diakses pada 2Januari 2017

Page 56: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

32

dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat

rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan

lambat. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif,

konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak

tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai

perbedaan dan pertumbuhannya.

2.4.2 Prinsip-Prinsip Keperawatan Anak

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai

pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Perawat harus

memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam

penerapan asuhan. Di antara prinsip dalam asuhan keperawatan anak

tersebut adalah:

1. Anak bukan miniatur orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik.

Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa tidak boleh

memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa

melainkan anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola

pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan. Pola-pola

inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja

tetapi kemampuan dan kematangannya.

2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan

sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak

memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai

dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi

Page 57: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

33

kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas,

eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis

tersebut, anak juga sebagai individu yang juga membutuhkan kebutuhan

psikologis, sosial, dan spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap

usia tumbuh kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu

memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak.

3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan

penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati

anak yang sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat

kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian

pada anak, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa.

4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus

pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara

komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak.

5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga

untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan

kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang

sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).

6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan

maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai

mahluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan

masyarakat.

Page 58: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

34

7. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus

pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang ini yang akan

mempelajari aspek kehidupan anak.

2.5. Down Syndrome

2.5.1 Definisi Down Syndrome

Down syndrome merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi,

karena individu yang mendapat down syndrome memiliki kelebihan satu

kromosom. Mereka mempunyai tiga kromosom 21 dimana orang normal

hanya mempunyai dua saja. Kelebihan kromosom ini akan mengubah

keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan perubahan karakteristik

fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fisiologi

tubuh (Pathol, 2003:120).

Terdapat tiga tipe down syndrome yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan

mosaik. Tipe pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh

akan mempunyai tiga kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari

semua kasus down syndrome adalah dari tipe ini (Lancet, 2003:361).

Gambar 1. Kromosom Down Syndrome Gambar 2. Kromosom Manusia Normal

Page 59: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

35

Tipe yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan

berkombinasi dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua

yang menjadi karier kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan

karakter penderita down syndrome. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus.

Tipe ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang

mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe

mosaik ini dan biasanya kondisi si penderita lebih ringan (Lancet,

2003:361).

2.5.2 Faktor Resiko

Risiko untuk mendapat bayi dengan down syndrome didapatkan meningkat

dengan bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang

hamil pada usia di atas 35 tahun. Walau bagaimana pun, wanita yang hamil

pada usia muda tidak bebas terhadap risiko mendapat bayi dengan down

syndrome. Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi dengan down

syndrome adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi

dengan down syndrome, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat

yang pernah mendapat kondisi yang sama. Walau bagaimana pun

kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu dan bapaknya normal

(Livingstone, 2006:255).

2.5.3 Mortalistas/Morbiditas

Diperkirakan sekitar 75% kehamilan dengan trisomi 21 tidak akan bertahan.

Sekitar 85% bayi dapat hidup sampai umur satu tahun dan 50% dapat hidup

Page 60: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

36

sehingga berusia lebih dari 50 tahun. Penyakit jantung kongenital sering

menjadi faktor yang menentukan usia penderita down syndrome. Selain itu,

penyakit seperti Atresia Esofagus dengan atau tanpa fistula transesofageal,

Hirschsprung disease, atresia duodenal dan leukemia akan meningkatkan

mortalitas (Current Pediatric Diagnosis & Treatment 16th Ed: William W.

Hay Jr, et al By McGraw-Hill Education - Europe 2002).

Selain itu, penderita down syndrome mempunyai tingkat morbiditas yang

tinggi karena mempunyai respons sistem imun yang lemah. Kondisi seperti

tonsil yang membesar dan adenoids, lingual tonsils, choanal stenosis, atau

glossoptosis dapat menimbulkan obstruksi pada saluran nafas atas.

Gangguan pendengaran, visus, retardasi mental dan efek yang lain akan

menyebabkan keterbatasan kepada anak-anak dengan down syndrome dalam

meneruskan kelangsungan hidup. Mereka juga akan menghadapi masalah

dalam pembelajaran, proses membangunkan upaya berbahasa, dan

kemampuan interpersonal (Cincinnati Children's Hospital Medical Center,

2006).

2.5.4 Efek Pada Fisik Dan Sistem Tubuh

2.5.4.1 Temuan Fisik

Fisikalnya pasien down syndrome mempunyai rangka tubuh yang pendek.

Mereka sering kali gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka

tubuh penderita down syndrome mempunyai ciri-ciri yang khas. Tangan

mereka pendek dan melebar, adanya kondisi clinodactyly pada jari kelima

Page 61: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

37

dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari yang

hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu

jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%). (Brunner, 2008)

Penderita down syndrome mempunyai sikap atau perilaku yang spontan,

sikap ramah, ceria, cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka

akan menunjukkan perlakuan yang nakal dengan rasa ingin tahu yang

tinggi (Nelson, 2003:79-84).

Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak-

anak down syndrome sementara kejang tonik klonik lebih sering

didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit yang jelek, rambut yang cepat

beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang pendengaran,

hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia

yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif,

ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan

Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita down syndrome.

Mata pasien down syndrome bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting)

epicanthal, titik-titik Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%,

strabismus (44%), nistagmus (20%), blepharitis (33%), conjunctivitis,

ruptur kanal nasolacrimal, katarak kongenital, pseudopapil edema, spasma

nutans dan keratoconus. Pasien down syndrome mempunyai hidung yang

rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan jembatan hidung yang rata.

Page 62: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

38

Apabila mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil

dan mempunyai lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air

liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi

yang tidak terbentuk dengan sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat,

mikrodontia pada gigi primer dan sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan

periodontal yang jelas. Pasien down syndrome mempunyai telinga yang

kecil dan heliks yang berlipat. Otitis media yang kronis dan kehilangan

pendengaran sering ditemukan. Kira-kira 60-80% anak penderita down

syndrome mengalami kemerosotan 15-20 dB pada satu telinga (William

W. Hay Jr, 2002:283).

2.5.5 Indikator Kemandirian Anak Down Syndrome

Penderita down syndrome pada umumnya menghadapi masalah yang relatif

sama yaitu bermasalah dengan cara berkomuniasi serta juga mengalami

masalah dalam perilaku dan emosi yang labil. Begitu pula dalam kehidupan

sehari-hari, biasanya anak down syndrome juga mengalami kesulitan dalam

melakukan kegiatan yang berhubungan dengan bina diri, seperti memakai

baju, makan, mandi dan lain sebagainya (Irmayanti, 2007:93).

Bagi anak down syndrome yang sudah mendapat pendidikan atau terapi,

mereka sangat menyenangi hal-hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin

dari anak-anak biasa. Down syndrome menimpa satu diantara 700 kelahiran

bayi dan terdapat 300 ribu kasus mengenai down syndrome di Indonesia

(Somantri, 2007:112). Mengingat down syndrome tidak hanya satu jenis,

Page 63: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

39

indikator yang ditetapkan pun juga ditentukan berdasarkan lamanya

program terapi yang dijalankan.

Berikut adalah indikator kemandirian pasien anak down syndrome

berdasarkan ketetapan dari Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child

Development Centre) YAMET Lampung:

1. Bisa mengurus diri sendiri, seperti: makan, mengganti pakaian, tidur,

bahkan mandi sendiri.

2. Mampu melakukan aktivitas daily living di lingkungan sekitarnya.

3. Mampu bersosialisasi dengan lingkungan, seperti: mau untuk diarahkan,

mau untuk berbicara meskipun tidak jelas, serta mau untuk bergerak dan

bermain.

4. Mampu melakukan aktivitas ringan seperti kemampuan bergerak,

koordinasi aspek sensoris, serta motoris, misalnya: menulus, melempar

bola, serta melakukan permainan titian keseimbangan.

5. Bisa melakukan fokus terhadap satu aktivitas.

6. Mau untuk diajak berinteraksi dengan orang lain.

Kemandirian adalah tolak ukur dibalik kemajuan atau kemunduran

perkembangan anak down syndrome tadi. Peneliti memilih aspek

kemandirian karena anak down syndrome merupakan anak berkebutuhan

khusus yang implusif (tidak menentu), sulit ditebak apa suasana hati atau

moodnya. Perlu kesabaran dan ketelitian tinggi bagi seorang terapis daalam

memberikan terapi. Sehingga dirasa sebagai suatu faktor yang apik dalam

Page 64: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

40

sebuah fokus terapi yang dijalani bagi anak down syndrome demi

kelangsungan hidupnya.

2.6. Terapis

2.6.1 Pengertian Terapis

Menurut KBBI, terapis berasal dari kata terapi yang berarti pengobatan,

merupakan remediasi masalah kesehatan, biasanya mengikuti diagnosis.

Terapis adalah sebutan untuk orang yang melakukan terapi tersebut.

As Glass (dalam Mulyana, 2016:31) mengungkapkan, “Effective

interpersonal communication becomes more important as health

professionals have to negotiate work practice with the aim of ensuring work

satisfication. It is critical that health professionals are able to confront and

creatively respond to workplace changes.” Hal tersebut senada, bila seorang

terapis memiliki tanggung jawab terutama kepada klien. Akan tetapi, karena

klien tidak hidup dalam ruang hampa dan dipengaruhi oleh hubungan-

hubungan yang lainnya, terapis memiliki tanggung jawab juga kepada

keluarga klien, kepada biro tempat terapis bekerja, kepada biro yang dirujuk,

kepada masyarakat, dan kepada profesinya.

2.6.2 Pengetahuan Tentang Terapis

Kegiatan yang dilakukan terapis merupakan proses dari menilai,

merencanakan, mengatur, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi

yang membantu membangun keterampilan hidup sehari-hari, serta

Page 65: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

41

kemandirian umum, untuk penyandang cacat atau bagi pasien yang

mengalami keterlambatan perkembangan.

Berbagai persiapan yang dilakukan oleh terapis:

1. Menyelesaikan dan memelihara catatan yang diperlukan.

2. Menguji dan mengevaluasi kemampuan fisik dan mental pasien dan

menganalisis data medis untuk menentukan tujuan rehabilitasi yang

realistis bagi pasien.

3. Melatih pengasuh tentang bagaimana menyediakan kebutuhan pasien

selama dan setelah terapi.

4. Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan program terapi okupasi di

rumah sakit, institusi, atau pengaturan masyarakat untuk membantu

merehabilitasi mereka yang terganggu karena sakit, cedera atau masalah

psikologis atau perkembangan.

Pengetahuan Bagi Terapis (Knowledge):

1. Pendidikan dan Pelatihan: Pengetahuan tentang prinsip dan metode dalam

mendesain kurikulum, pelatihan, pengajaran, dan instruksi untuk individu

dan kelompok, serta pengukuran efek pelatihan.

2. Bahasa Inggris: Pengetahuan tentang struktur dan isi dari Bahasa Inggris,

termasuk arti dan ejaan dari setiap kata, aturan komposisi, dan tata

bahasa.

3. Ilmu Kedokteran dan Kedokteran Gigi: Pengetahuan tentang informasi

dan teknik yang diperlukan untuk mendiagnosa dan mengobati luka

manusia, penyakit, dan kelainan bentuk. Ini termasuk gejala, pengobatan

Page 66: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

42

alternatif, sifat obat dan interaksi, dan langkah-langkah kesehatan

preventif.

4. Psikologi: Pengetahuan tentang kinerja dan perilaku manusia; perbedaan

kemampuan, kepribadian, dan minat individu; pembelajaran dan

motivasi; metode penelitian psikologis; serta penilaian dan pengobatan

mengenai gangguan perilaku dan afektif.

5. Terapi dan Konseling: Pengetahuan tentang prinsip, metode, dan prosedur

diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi disfungsi fisik dan mental, serta

memberikan bimbingan karir.

Keterampilan (Skills) yang mesti dimiliki oleh seorang terapis:

1. Aktif Mendengarkan: Memberikan perhatian penuh pada perkataan orang

lain, menyisihkan waktu memahami poin yang disampaikan, mengajukan

pertanyaan sewajarnya, dan tidak menyela pada waktu yang tidak tepat

2. Berpikir Kritis: Menggunakan logika dan penalaran untuk

mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan dari solusi alternatif,

kesimpulan, ataupun pendekatan permasalahan yang ditangani

3. Pertimbangan dan Pengambilan Keputusan: Mempertimbangkan

kekurangan dan kelebihan dari pilihan tindakan yang potensial untuk

memilih tindakan yang paling tepat.

4. Memantau: Memantau/menilai kinerja diri sendiri, individu lain, maupun

organisasi untuk melakukan pengembangan atau mengambil tindakan

korektif.

5. Orientasi Melayani: Secara aktif mencari cara yang tepat untuk

membantu orang lain.

Page 67: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

43

Kemampuan (Abilities) yang harus dipegang oleh seorang terapis5:

1. Penalaran Deduktif: Kemampuan untuk menerapkan peraturan umum

dalam masalah tertentu dalam rangka menghasilkan jawaban yang masuk

akal.

2. Penalaran Induktif: Kemampuan menggabungkan potongan-potongan

informasi untuk membentuk peraturan dan kesimpulan umum (termasuk

menemukan hubungan di antara kejadian-kejadian yang terlihat tidak

terhubung).

3. Pemahaman Lisan: Kemampuan untuk mendengarkan dan memahami

informasi dan ide yang disampaikan melalui kata dan kalimat lisan

4. Ekspresi Lisan: Kemampuan untuk mengkomunikasikan informasi dan

ide ketika berbicara, sehingga orang lain dapat memahami apa yang

disampaikan

5. Sensitivitas Masalah: Kemampuan untuk memberitahu ketika terdapat

sesuatu yang salah atau mungkin salah. Hal ini tidak melibatkan

penyelesaian masalah, hanya mengetahui jika terdapat suatu masalah.

2.7. Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET

Berdasarkan hasil pra riset pada 10 November 2016, Child Development

Centre atau yang biasa disebut sebagai Klinik Tumbuh Kembang Anak

YAMET didirikan pada 11 Oktober 2015. Klinik ini didirikan oleh dr. Tri

Gunadi. dr. Tri Gunadi merupakan pendiri klinik tumbuh kembang anak

YAMET. Ia merupakan dosen tetap (staf pengajar) di Universitas Indonesia,

5 http://www.youthmanual.com/profesi/ilmu-kesehatan/terapis-pekerjaan diakses pada 10Desember 2016

Page 68: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

44

dokter di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta dan konsultan OT di

London School Care of Autism. Metode yang digunakan di tempat ini

adalah assesment tumbuh kembang anak, konseling berbagai masalah

psikologi anak, terapi wicara, terapi okupasi, terapi sensori integrasi,

fisioterapi, terapi remedial/edukasi/akademik, brain gym, terapi perilaku,

snoezelen, dan masih banyak lagi lainnya. Metode tersebut dikembangkan

dan dipatenkan oleh dr. Tri Gunadi sendiri. Sehingga tak heran, bila

program pengobatan darinya ini bisa dibawa melenggang keluar negeri.

Nama YAMET sendiri merupakan singkatan dari Yayasan Medical Exercise

Therapy. Child Development Centre YAMET ini telah berusia 1 tahun dan

telah berdiri di 23 kota seluruh Indonesia.

Khususnya di provinsi Lampung. YAMET Lampung berada dibawah

kepengurusan Rima A. Atory, S. Pd selaku owner untuk provinsi Lampung.

Lokasinya berada di Jalan Gatot Subroto No. 76 Garuntang, Bandar

Lampung. Selain itu, Child Development Centre YAMET ini telah memiliki

kurikulum yang telah dipatenkan dan berstandar internasional. Child

Development Centre YAMET Lampung memiliki beragam fasilitas,

memiliki 12 ruangan terapi, CCTV yang dapat diakses via android, serta

adanya tempat penitipan anak DAYCARE HATORI. Selain itu, YAMET

Lampung memiliki 8 terapis berkompeten dan berpengalaman serta total 53

anak didik yang terdaftar dan menjalani terapi disini. Berikut adalah data

mengenai data terapis, jadwal ajar terapis, serta data hasil assesement anak

YAMET seperti berikut ini:

Page 69: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

45

Tabel 2. Data Assesment Anak (Child Development Centre) YAMET 2016

NO NAMA LENGKAP L/ ASESSMENT DIAGNOSA

ANAK P

1 SH P SEP 2015 Delayed Speech ec Hiperaktif

Impulsifitas

2 AR L SEP 2015 Autism+SID oromotor+Hiperaktif

3 LU P SEP 2015 Mental Retadasi disertai dg Delayed

Speech+Hiperaktif

4 JN P SEP 2015 ADHD

5 JS L SEP 2015 SID+General Anxiety

Disorder+Delayed Speech

6 MF L SEP 2015 Autis Ringan

7 DM L SEP 2015 Disaudia dan Impulsifitas

8 MF L SEP 2015 Delayed Speech ec SAD,hiperaktif

+impulsifittas

9 DF L SEP 2015 Impulsifitas+hiperaktif

10 FT L SEP 2015 ASD

11 MN L SEP 2015 Slow Leaner

12 RF L SEP 2015 Delayed Speech EC SID

13 MK L SEP 2015 PDD NOS disertai

Hiperaktifitas+Impulsifitas

14 SM L SEP 2015 Disaudia

15 HN L NOV 2015 ASD

16 JN L NOV 2015 GDD (Global Delayed Development

17 DO L NOV 2015 Disaudia +MR +Impulsifitas

18 AA L NOV 2015 Delayed Speech ec, SID

19 ML L NOV 2015 Delayed Speech

20 DA P NOV 2015 Disaudia +GDD +Strabismus

+Gangguan emosi

21 MI L NOV 2015 Autis ec SID tipe Modulation Disorder

Subtype Avolder

22 ZF P NOV 2015 Disaudia

23 MI L NOV 2015 Autis non verbal ec Agresif Self Injury

24 KA L NOV 2015

Communication Disorder tipe

Language Disorder, disartikulasi +

impulsifitad

25 MH L NOV 2015 ASD Disertai Hiperaktifitas

26 MS L NOV 2015 AUTIS+SID

27 NA P NOV 2015 ASD & HIPERAKTIF

28 KH P NOV 2015 Autism + mental retardasi

29 KA L SEP 2015 Spectrum Autism menjdi Delayed

Speech ec ADHD Features

30 AN L JAN 2016 Delayed Speech

31 MN L NOV 2015 ADHD +LD (Learning Difficult)

32 DA L NOV 2015 ASD

33 DI L NOV 2015 Down Syndrom

34 MI L NOV 2015 Autis disertai SPD

35 MQ L NOV 2015 Slow Leaner

36 MZ L NOV 2015 Delayed Speech ec Impulsifitas

37 AA L MAR 2016 ASD disertai SID+Impulsifitas

38 RH L MAR 2016 Autis+Hiperaktif+MR

39 AO P NOV 2015 Delayed Speech ec

Impulsifitas+Obesitas

Page 70: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

46

40 KY L JAN 2016 Autis

41 AA L JAN 2016 Delayed Speech disertai dg

SID+Impulsifitas

42 JT L NOV 2015 ASD disertai dg Hiperaktif

43 MA L NOV 2015 LD disertai gangguan pemahaman

44 WN L JAN 2016 LD dengan ciri disleksia +ADHD

45 WA P JAN 2016 Delayed Speech ec Impulsifitas

46 RI L JAN 2016 Autis disertai Hiperaktif + Impulsifitas

47 NZ P JAN 2016 LD ec Impulsifitas dan gangguan emosi

perilaku

48 SO L JAN 2016 ASD disertai dengan

Hiperaktifitas+Impulsifitas

49 MA L JAN 2016 Mental Retardasi dan Sensori

Processing Disorder

50 RT P JAN 2016 Disaudia GDD dan mental retardasi

51 KP JAN 2016 ADHD

52 SM L MAR 2016 ADD,LD, Suspect gangs intelegensi ec

kegagalan pend.karakter

53 FR MAR 2016 ASD

54 RL L JAN 2016 Mental Retardasi Mild IQ 68

55 MS L APRIL 2016 Delayed Speech ec Dispraxia, ID

56 NR L APRIL 2016 Delayed Speech ec Gangguan

Konsentrasi

57 BL P APRIL 2016 Delayed Speech ec impulsifitas,

gangguan konsentrasi dan confuse

58 DD P APRIL 2016 ADHD dan Faktor ComorbitConfuse

Language

59 PI L APRIL 2016 Delayed Speech ec ADHD Features

60 RD L JUNI 2016 Delayed Speech ec ADHD

61 AL P MEI 2016 Slow Learner

62 MA L JUNI 2016 Delayed Speech ec

Hiperaktif+impulsifitas

63 DH L JUNI 2016 Delayed Speech ec

Hiperaktif+impulsifitas

64 MN L MEI 2016 ADHD dan LD

65 FE L JUNI 2016 SLD

66 RA L JUNI 2016 ASD disertai hiperaktif, impulsifitas

inatensi

67 FO L JUNI 2016 Communication disorder tipe language

disertai dyspraxia

68 MN L JUNI 2016 Disaudia

69 MA L JUNI 2016 Gangguan belajar ec kurang dalam

persepsi, memori thinking

70 AH P MEI 2016 mental retardasi ringan

71 ML L MEI 2016 Delayed Speech ec Attention Deficit

72 AI P AGUST 2016 Communication disorder tipe language

disertai dyspraxia

73 AO L AGUST 2016 Borderline IQ 70-85

74 KI P AGUST 2016 Attention Deficit Disorder dan

hiperaktif

75 AA P AGUST 2016 Down Syndrom

Page 71: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

47

76 DV L AGUST 2016 Communication disorder tipe language

Disorder ec ADHD Features

77 NA P AGUST 2016 Communication disorder tipe language

Disorder ec ADHD Features

78 KB P AGUST 2016 Mental Retardasi

Berat+Hiperaktif+Impulsifitas+SPD

Keterangan :

Merah : Sudah keluar

Hitam : Masih menjadi siswa terapi

Page 72: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

48

Tabel 3. Jadwal Terapi Anak Dan Terapis Child Development Centre YAMET Lampung 2016

Page 73: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

49

Tabel 4. Terapis di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development

Centre) YAMET Lampung 2016

No. NAMA MASA KERJA

1. AT 15 Bulan

2. AM 15 Bulan

3. BJ 4 Bulan

4. DD 15 Bulan

5. FM 15 Bulan

6. MH 15 Bulan

7. MJ 15 Bulan

8. VN 15 Bulan

2.7.1 Tolak Ukur Keberhasilan Terapi Anak Down Syndrome

Tolak ukur keberhasilan anak down syndrome dari Klinik Tumbuh

Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung didasarkan

pada:

1. Pasien anak down syndrome menunjukkan perkembangan dalam aspek

motorik, yakni mampu menunjukkan tindakan fokus dalam satu hal,

seperti: mau untuk disuruh, mau menjawab ketika dipanggil, dan mau

untuk mengerjakan sesuatu yang diminta oleh terapis.

2. Pasien anak tadi mulai mampu melakukan aktivitas daily living yang

diajarkan terapis, seperti: memegang pensil, mengangkat bola warna-

warni, memanggil ketika butuh sesuatu, serta mampu menyebut nama

ayah atau ibu.

3. Pasien anak tersebut mampu menunjukkan perkembangan kosakata,

mampu mengendalikan rasa emosinya dengan dilihat dari apa yang

diminta oleh terapis, seperti: si anak diminta untuk memasukkan bola

warna-warni ke dalam wadah yang disediakan serta mampu memegang

jepitan, menggerakkan jepit atau clip tadi.

Page 74: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

50

4. Si anak mau aktif dan mengetahui dimana letak ruang kelasnya, serta

mampu berjalan sendiri dan duduk sendiri di bangkunya dengan baik

tanpa bantuan orang lain.

2.8. Landasan Teori

Setiap penelitian memerlukan kejelasan landasan berpikir dalam menyoroti

permasalahan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa rancangan mikro dalam

teori-teori sosial sebenarnya merupakan suatu awal yang baik dalam

melakukan kegiatan ilmiah sesungguhnya, sebab peneliti dapat berhati-hati

terlebih dahulu secara terperinci. Oleh karena itu, teori digunakan peneliti

untuk memandu penelitian, sehingga perlu disusun suatu kerangka teori yang

memuat pokok-pokok pikiran yang menggambarkan dari sudut mana masalah

penelitian akan disoroti (Nawawi, 1991:39,40).

Menurut peneliti, untuk penelitian mengenai penerapan komunikasi

terapeutik ini bertujuan untuk melihat aspek penerapannya, ada atau tidakkah

serta bagaimana hasil penerapannya terhadap aspek kemandirian anak down

syndrome. Maka dari itu, peneliti memutuskan untuk memilih teori-teori yang

berlandaskan pada hubungan antar pribadi, interaksi simbolik dan hubungan

interpersonal. Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan adalah:

2.8.1 Teori Interaksionalisme Simbolik

Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada dibawah payung perspektifyang lebih besar yaitu perspektif fenomenologis. Maurice Natansonmengatakan dalam Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi,bahwa penggunaan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah generik,untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menganggapkesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami

Page 75: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

51

tindakan sosial. Selanjutnya, pandangan fenomenologis atas realitas sosialmenganggap dunia intersubjektif terbentuk dalam aktivitas kesadaran yangsalah satu hasilnya adalah ilmu alam (West dan Turner, 2008:96)

Interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang merupakan kegiatan

sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, individu bersifat aktif, reflektif,

dan kreatif, menafsirkan dan menampilkan perilaku yang rumit serta sulit

diramalkan. Paham ini menolak gagasan bahwa individu adalah organisme

pasif yang perilakunya ditentukan oleh kekuatan atau struktur yang ada di

luar dirinya. Individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui

interaksi, jadi interaksi merupakan variabel penting yang menentukan

perilaku manusia bukan struktur masyarakat. Struktur tercipta dan berubah

karena interaksi yang dilakukan manusia serta ketika individu berpikir dan

bertindak secara stabil terhadap seperangkat objek yang sama.

Esensi dasar dari sebuah teori interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang

merupakan ciri khas manusia yaitu komunikasi atau pertukaran simbol yang

diberi makna. Perspektif interaksi simbolik ini berusaha memahami perilaku

manusia dari sudut pandang subjek. Pada intinya teori ini adalah teori

mengenai kerangka refensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama

orang lainnya menciptakan dunia simbolik dan bagaimana dunia ini

sebaliknya membentuk perilaku manusia. Oleh karena itu, bisa dikatakan

interaksi simbolik sebenarnya terbentuk atas dasar ide-ide mengenai diri dan

hubungannya dengan masyarakat.

Menurut teori ini pula, kehidupan sosial pada dasarnya terbentuk dari

interaksi manusia dengan menggunakan suatu simbol diantara

Page 76: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

52

masyarakatnya. Seorang individu tergerak untuk bertindak berdasarkan

makna yang diberikannya pada orang, benda, dan peristiwa. Makna-makna

ini diciptakan dalam bahasa yang digunakan orang, baik untuk

berkomunikasi dengan orang lain maupun dengan dirinya sendiri atau

pikiran pribadinya. Bahasa memungkinkan orang untuk mengembangkan

perasaan mengenai diri dan untuk berinteraksi dengan orang lainnya dalam

sebuah komunitas.

2.8.2 Teori Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal adalah dimana ketika kita berkomunikasi, kita

bukan sekedar menyampaikan isi pesan, tetapi juga menentukan kadar

hubungan interpersonalnya. Jadi ketika kita berkomunikasi kita tidak

hanya menentukan content melainkan juga menentukan relationship. Dari

segi psikologi komunikasi, kita dapat menyatakan bahwa makin baik

hubungan interpersonal, makin terbuka orang untuk mengungkapkan

dirinya; makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya;

sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung diantara komunikan.

Menurut Coleman dan Hammen (1974:224,231) terdapat empat model

dalam teori hubungan interpersonal, yaitu:

1. Model Pertukaran Sosial

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi

dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan

sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya. Thibault dan Kelley, dua orang

pemuka dari teori ini menyimpulkan model pertukaran sosial sebagai

Page 77: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

53

berikut: “Asumsi dasar yang mendasari seluruh analisis kami adalah

bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam

hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan

ditinjau dari segi ganjaran dan biaya”. Ganjaran yang dimaksud adalah

setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu

hubungan. Ganjaran dapat berupa uang, penerimaan sosial, atau

dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Sedangkan yang dimaksud

dengan biaya adalah akibat yang negatif yang terjadi dalam suatu

hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan,

dan keruntuhan harga diri dan kondisi-kondisi lain yang dapat

menimbulkan efek-efek tidak menyenangkan.

2. Model Peranan

Model peranan menganggap hubungan interpersonal sebagai panggung

sandiwara. Disini setiap orang harus memerankan peranannya sesuai

dengan naskah yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan

interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertidak sesuai

dengan peranannya.

3. Model Interaksional

Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem.

Setiap sistem memiliki sifat-sifat strukural, integratif dan medan.

Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung

dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Selanjutnya, semua

sistem mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan

mempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium dari sistem terganggu,

Page 78: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

54

segera akan diambil tindakannya. Setiap hubungan interpersonal harus

dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan

pelaksanaan peranan.

4. Model Permainan (games people play model)

Model ini berasal dari psikiater Eric Berne yang terdapat dalam buku

Games People Play. Model ini menggunakan pendekatan transaksional.

Model ini menerangkan bahwa dalam berhubungan individu-individu

terlibat dalam bermacam permainan. Kepribadian dasar dalam

permainan ini dibagi dalam 3 bagian yaitu:

a. Kepribadian orang tua (aspek kepribadian yang merupakan asumsi

dan periilaku yang diterima dari orang tua yang dianggap sebagai

orang tua).

b. Kepribadian orang dewasa (bagian kepribadian yang mengolah

informasi secara rasional).

c. Kepribadian anak (kepribadian yang diambil dari perasaan dan

pengalaman kanak-kanak yang mengandung potensi intuisi,

spontanitas, kreativitas dan kesenangan). Dalam hubungan

interpersonal kita menampilkan suatu aspek kepribadian kita

(orangtua, orang dewasa, anak-anak) dan dengan orang lain akan

membalasnya dengan salah satu aspek kepribadian tersebut.

Pada interaksi individu menggunakan salah satu kepribadian tersebut

sedang yang lain membalasnya dengan menampilkan salah satu dari

kepribadian tersebut. Sebagai contoh, seorang suami yang sakit dan

ingin minta perhatian pada sang istri (kepribadian anak). Kemudian

Page 79: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

55

istri menyadari rasa sakit suami dan merawatnya (kepribadian orang

tua).

Berne menyebutkan berbagai permainan yang dilakukan orang dalam

transaksi interpersonalnya. Ada istri yang tidak pandai bergaul.

Dipilihnya suami yang sangat dominan dan mengatur perilakunya

dengan keras. Ia ingin dikuasai dan dibatasi gerakannya.

Pada skripsi ini, peneliti memilih pada model permainan sebagai

landasan dasar dari berbagai pilihan model dari teori hubungan

interpersonal ini. Model permainan dipilih karena dirasa tepat lantaran

peranan terapis terhadap pasien anak pengidap down syndrome yang

memerlukan berbagai metode dan penanganan yang tepat demi

mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu, model permainan ini

menurut peneliti bersifat luwes pada setiap kondisi dan keadaan dari si

pasien. Karena pada situasi tertentu, seorang terapis harus menjadi

teman dari si pasien tersebut, bukan menjadi lawan. Karena dengan

ikut memasuki dunia si pasien, akan memudahkan peneliti untuk

mampu mengontrol tingkah laku si pasien, dan sikap apa yang akan

diambil ketika si pasien melakukan sesuatu.

2.9. Kerangka Pikir

Terapis merupakan salah satu praktisi kesehatan yang bekerja dibidang

penyembuhan. Terapis memiliki tugas dalam melakukan penyembuhan

terhadap berbagai keluhan atau kondisi dari seorang pasien. Dalam hal ini

Page 80: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

56

adalah pasien anak dewn syndrome. Dalam menangani pasien anak

tersebut, seorang terapis memerlukan pengalaman, kesabaran serta

kemampuan untuk menunjang profesinya.

Anak down syndrome merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki

kelainan genetik sejak dalam kandungan. Kondisi tersebut tidak bisa

dihilankan atau disembuhkan, melainkan hanya bisa untuk diberikan terapi

untuk kemandirian bagi kehidupannya. Terapis memerlukan rentang waktu

yang cukup panjang untuk melakukan perbaikan dari segi interaksi dan

kemandirian anak down syndrome. Karena pada tujuan dasarnya dari terapi

tersebut adalah untuk mendapati sebuah perubahan atau perbaikan yang

berarti kemajuan dari anak tersebut

Disinilah terapis memegang kendali penuh dalam praktik penyembuhannya.

Terapis menggunakan bahasa interpersonal yang biasa dikenal dalam dunia

kesehatan adalah komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik ini wajib

diterapkan dalam tiap kegiatan terapi. Mau seperti apapun jenis anak

berkebutuhan khusus tersebut, komunikasi ini ibarat sebuah bahasa wajib

bagi komunikasinya. Penerapannya dilakukan oleh terapis terhadap pasien

anak down syndrome.

Hal itu menjadi sebuah indikator utama, karena komunikasi terapeutik

merujuk pada penyembuhan pasien. Karena ciri khasnya bersifat lebih

mengutamakan pasien, maka komunikasi ini mengumakan pasien terhadap

kesembuhannya. Lebih tepatnya untuk anak down syndrome ini adalah

untuk melakukan perbaikan interaksi dan kemandiriannya.

Page 81: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

57

Semua penerapan komunikasi terpeutik tersebut tidak terlepas dari

beberapa tahapan yang dilakukan untuk penjajakan proses penyembuhan.

Sebelum melakukan proses terapi, seorang terapis perlu melakukan empat

fase untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Yakni dimulai dari fase pra

interaksi, di fase ini seorang terapis dituntut untuk melakukan observasi

awal terhadap calon pasien anak yang akan ia tangani. Ia harus melihat

hasil assessment si anak dan menentukan langkah selanjutnya demi

keberlangsungan proses terapi yang tepat.

Kemudian dilanjutkan dengan fase orientasi, dimana seorang terapis akan

mulai melakukan kontak-kontak komunikasi dengan si pasien. Tujuannya

untuk membuat si pasien tadi mengenal terapisnya. Selanjutnya pada fase

kerja, seorang terapis akan mulai melakukan metode yang telah ia

rencanakan sesuai kaidahnya dengan tetap mengedepankan komunikasi

terpeutik sebagai pegangan atau pedomannya. Untuk yang terakhir adalah

terminasi, di fase ini seorang terapis akan melihat bagaimana prospek

perkembangan si anak dalam jangka waktu terapi yang telah ditetapkan.

Dalam fase ini akan ditentukan bagaimana kelanjutan si anak, apaakah

sudah bisa dinyatakan berhasil dengan kualifikasi kesembuhan yang

ditetapkan atau belum. Dan fase inilah yang akan menjadi tolak ukur bagi

metode apa yang akan dilakukan, apakah tetap dipertahankan atau

ditambah. Tujuan utama dari keempat fase tersebut adalah untuk

mendapatkan perubahan utamanya adalah faktor kemandirian si anak down

syndrome tadi. Apabila dari hasil terapi didapati bahwa pasien anak

Page 82: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

58

tersebut sudah sesuai, maka bisa dikatakan terapi yang dijalankan telah

berhasil. Selebihnya tinggal melihat bagaimana perkembangan dari si anak

usai rangkain terapi tadi.

Page 83: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

59

Kerangka pikir penulis dapat dilihat sebagai berikut.

Bagan 1. Kerangka Pikir PenelitianSumber: Modifikasi Penulis, Januari Th. 2017

Terapis Anak Down syndrome

PenerapanKomunikasi Terapeutik

Tahapan InteraksiKomunikasi TerapeutikStuart & Sundeen (dalamDamaiyanti, 2008:14) Fase Pra Interaksi Fase Orientasi Fase Kerja Fase Terminasi

Kemandirian Anak down Syndrome: Bisa mengurus diri sendiri,

seperti: makan, menggantipakaian, tidur, bahkan mandisendiri.

Mampu melakukan aktivitasdaily living di lingkungansekitarnya.

Mampu bersosialisasi denganlingkungan, seperti: mau untukdiarahkan, mau untuk berbicarameskipun tidak jelas, serta mauuntuk bergerak dan bermain.

Mampu melakukan aktivitasringan seperti kemampuanbergerak, koordinasi aspeksensoris, serta motoris,misalnya: menulis, melemparbola, serta melakukanpermainan titian keseimbangan.

Bisa melakukan fokus terhadapsatu aktivitas.

Kosakata bertambah. Memiliki perilaku yang lebih

terkontrol. Maampu memberikan respon.

Page 84: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Pada penelitian ini, menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pendekatan

Kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan

pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks,

meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan

studi pada situasi yang alami (Creswell, 2010:15).

Berdasarkan uraian pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

penelitian deskriptif kualitatif merupakan cara atau studi untuk

menggambarkan secara akurat sifat-sifat dari fenomena sosial yang terjadi di

sekitar kita. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud mendeskripsikan serta

melihat penerapan komunikasi terapeutik di dalam proses terapi yang

dilakukan oleh terapis di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development

Centre) YAMET Lampung dalam kemandiriannya. Maka dari itu penelitian

ini digolongkan sebagai penelitian deskriptif kualitatif.

Page 85: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

61

3.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam pendekatan kualitatif merupakan fokus kajian yang

mengandung penjelasan-penjelasan mengenai dimensi-dimensi apa saja yang

menjadi pusat perhatian serta yang kelak dibahas secara mendalam dan tuntas

dengan mengunakan metode deskriptif kualitatif (Arikunto, 2006:12).

Agar tidak meluas, maka perlu ditetapkan adanya fokus pada penelitian ini.

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan penelitian pada penerapan

komunikasi terapeutik oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome

dalam rangka meningkatkan kemandiriannya. Peneliti mengidentifikasi dan

menganalisis penerapan komunikasi terapeutik dan tahapan interaksi

komunikasi terapeutiknya untuk mengetahui penerapan komunikasi terapeutik

yang akan dihasilkan dapat meningkatkan kemandirian bagi si anak down

syndrome tersebut.

3.3 Sumber Data

Data pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu data primer dan data

sekunder:

a. Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari

sumber pertamanya. Data Primer pada penelitian ini diambil dengan

melakukan Observasi terlebih dahulu untuk memahami peranan serta

teknik komunikasi terapeutik antar terapis kepada pasien anak pengidap

down syndrome. Dari data tersebut, peneliti akan melakukan wawancara

Page 86: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

62

mendalam (in depth interview) terhadap responden penelitian yakni terapis

di Child Development Centre YAMET Lampung.

b. Data sekunder adalah data yang biasanya telah tersusun dalam dokumen

yaitu berupa hasil dari dokumentasi dan berdasarkan literatur-literatur

yang berhubungan dengan judul penelitianya.

3.3.1 Informan Penelitian

3.3.1.1. Informan

Menurut Moleong (2005: 132), pada umumnya penelitian kualitatif

mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan

bentuk penelitian lainnya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah

individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang

diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informasi yang

akan dimintai informasinya.

Adapun jumlah informan yang akan dipilih sesuai dengan

kebutuhan dan permasalahan yang dibahas. Berdasarkan hal

tersebut, peneliti membuat pertimbangan yang digunakan dalam

penentuan kriteria informan untuk penelitian ini adalah:

1. Sudah pernah mendapatkan pelatihan khusus minimal 1 bulan

dan telah bekerja lebih dari 6 bulan.

2. Masih aktif sampai sekarang.

3. Bersedia memberi informasi yang dibutuhkan.

4. Subyek berada di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child

Development Centre) YAMET Lampung.

Page 87: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

63

5. Lulusan dari jurusan psikologi atau konseling.

6. Orang tua, kerabat atau pengasuh si anak down syndrome.

Adapun informan tersebut terdiri dari 5 orang informan yang terdiri

dari 2 orang terapis berpengalaman dan sudah lama bergabung

serta memiliki jam terbang yang tinggi dan orang tua atau saudara

dari pasien anak down syndrome tersebut. Serta dr. Tri Gunadi

sendiri selaku pemilik YAMET ini serta AA selaku anak pengidap

down syndrome.

Tabel 5. Informan Primer Penelitian

No. NAMA MASA KERJA

1. AM 15 Bulan

2. FM 15 Bulan

Kedua informan ini merupakan terapis di Klinik Tumbuh Kembang

Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung, sudah

melalui fase karantina lebih dari sebulan yang dilakukan oleh dr.

Tri Gunadi dan memiliki pengalaman menangani anak down

syndrome sehingga penulis menganggap keempat informan ini

telah memenuhi kriteria sebagai informan dalam penelitian ini serta

cukup mewakili jumlah terapis di Klinik Tumbuh Kembang Anak

(Child Development Centre) YAMET Lampung untuk memberikan

informasi sesuai dengan kebutuhan peneliti.

Tabel 6. Informan Sekunder Penelitian

No. NAMA Pekerjaan

1. TG Dokter, Assessor, Konsultan

2. UT Pengasuh

Page 88: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

64

3. AA Anak down Syndrome

Ketiga informan ini merupakan informan yang dipilih dari Klinik Tumbuh

Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung, sudah

melalui pertimbanan dan keakuratan sehingga penulis menganggap ketiga

informan ini telah memenuhi kriteria sebagai informan dalam penelitian ini

serta cukup mewakili jumlah informan sekunder di Klinik Tumbuh

Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung untuk

memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan peneliti. Selain itu, alasan

pemilihan ini berbeda dengan informan primer. Dikarenakan pada informan

sekunder ini peneliti ingin melihat bagaimana keberimbangan data berbicara

dengan yang ada di lapangan. Sehingga pemilihan dari TG, UT tersebut

merupakan subjek yang tepat. Selain itu, pemilihan AA di dalam informan

ini disebutkan sebagai objek yang akan dilihat bagaimana aktivitasnya

selama masa terapis, baik saat datang, didalam ruangan maupun hingga

selesai.

3.3.1.2. Penentuan Informan

Teknik pemilihan informan adalah teknik purposive (disengaja).

Menurut Singarimbun dan Effendi (2000:35) teknik purposive

bersifat tidak acak, dimana subjek penelitian dipilih berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangan yang

digunakan dalam penentuan informan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Page 89: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

65

1. Subjek yang menjadi pendatang dan mempunyai aktivitas di

tempat yang menjadi sasaran perhatian peneliti.

2. Subjek yang memiliki kaitan secara penuh yang menjadi sasaran

penelitian.

3. Subjek yang mempunyai cukup informasi, banyak waktu dan

kesempatan untuk diminta keterangan dan data yang dibutuhkan

terkait masalah penelitian.

Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas dan prariset yang

dilakukan penulis, maka yang menjadi informan dalam penelitian

ini yaitu terapis di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child

Development Centre) YAMET Lampung yang menjadi praktisi

kesehatan dalam rangka terapi bagi anak-anak berkebutuhan

khusus dan orang tua atau saudara dari pasien anak down syndrome

sendiri. Para terapis yang dijadikan informan dalam penelitian ini

berjumlah 2 orang merupakan infroman primer. Sedangkan untuk

informan sekundernya merupakan 2 orang, yakni orangtua atau

kerabat dekat atau pengasuh dari pasien anak down syndrome

sendiri serta dr. Tri Gunadi selaku pemilik YAMET ini.

3.3.2. Pendekatan Informan

1. Pendekatan Institusional

Pendekatan Institusional dilakukan secara bertahap. Pertama dengan cara

berkenalan langsung dengan membawa surat izin penelitian dan meminta

izin untuk melakukan penelitian, kemudian membuka obrolan-obrolan

Page 90: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

66

ringan seputar Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development

Centre) YAMET Lampung. Sebisa mungkin memahami karakter dari

masing-masing terapis yang ada di YAMET Lampung agar penulis dapat

diterima baik disana, dan akan memudahkan penulis dalam mendapatkan

data-data yang dibutuhkan.

2. Pendekatan Individual

Pendekatan Individual dilakukan dengan pendekatan khusus karena

informan merupakan orangtua dari pasien anak pengidap down syndrome

tersebut. Penulis melakukan pendekatan dengan cara mengajak

berkenalan, kemudian membahas tentang hal-hal ringan yang berkaitan

dengan keadaan anaknya, bagaimana perkembangannya selama terapi di

YAMET Lampung, mulai dari penerapan pola pengasuhan, serta

pendidikan dari si anak tersebut.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat serta dapat dipertanggung

jawabkan kebenaran ilmiahnya, penulis menggunakan teknik pengumpulan

data sebagai berikut:

a. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset-seseorang yang berharap

mendapatkan informasi dan informan-seseorang yang diasumsikan

mempunyai informasi penting tentang suatu objek (Berger, dalam

Kriyanto, 2006: 100) Wawancara yang peneliti lakukan adalah dengan

Page 91: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

67

mengajukan sejumlah pertanyaan langsung kepada terapis di Klinik

Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung.

b. Observasi

Yaitu pengumpulan data dalam penelitian ilmiah yang diperoleh dari

pengamatan yang meliputi kegiatan terapi dari para terapis, seperti

kegiatan terapi sensory motoric skill, terapi okupasi, terapi behavioral

theraphy dan sebagainya. Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan

cara melihat, mendengarkan dan mengamati secara langsung proses terapi

yang ada di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development Centr)

YAMET Lampung.

c. Dokumentasi

Metode Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang

digunakan dalam metodelogi penelitian sosial. Pada intinya metode ini

adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis (Bungin,

2007:121). Riset di lokasi penelitian juga digunakan penulis sebagai data

pendukung yang akan digunakan peneliti sebagai alat bantu pada tahap

pembahasan pada penelitian ini hingga tujuan penelitian sesuai dengan

yang diharapkan. Disini dokumentasi yang dilakukan adalah dengan

membuat foto/video dari objek penelitian.

d. Studi Pustaka

Studi Pustaka, adalah segala usaha yang dilakukan oleh peneliti untuk

menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau masalah yang akan

atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah,

laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,

Page 92: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

68

peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan

sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Dalam hal ini

peneliti mengumpulkan dokumentasi dalam bentuk foto kegiatan,

dokumen, ataupun berita yang pernah memuat Child Development Centre

YAMET Lampung.

3.5 Teknik Analisa Data

Analisis data Kualitatif digunakan bila data-data yang terkumpul dalam riset

adalah data kualitatif. Data kualitatif dapat berupa kata-kata, kalimat-kalimat

atau narasi-narasi, baik yang diperoleh dari wawancara mendalam maupun

observasi (Kriyantono, 2006: 196) Teknik analisis data dalam penelitian ini

dilakukan dengan analisis kualitatif, yang meliputi :

a. Melakukan pengamatan terhadap aktivitas para terapis di saat terapi

maupun diluar terapi terhadap pasien anak. Pengamatan dilakukan dengan

cara memantau langsung kegiatan terapis di Klinik Tumbuh Kembang

Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung.

b. Pengumpulan data. Data yang diperoleh melalui In-Depth Interview,

dikumpulkan dan dirangkum.

c. Reduksi data, yaitu bagian dari analisis data dengan suatu bentuk analisis

yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang data

yang tidak sesuai dengan fokus penelitian dan tidak diperlukan.

d. Interpretasi data yaitu memaparkan proses kerja dari komunikasi

terapeutik diantara terapis Child Development Centre YAMET Lampung

terhadap pasien anak pengidap down syndrome.

Page 93: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

69

e. Penarikan Kesimpulan

Dalam tahap ini peneliti mencoba membuat ringkasan, Penerapan

Komunikasi Terapeutik oleh Terapis pada Pasien Anak Pengidap Down

Syndrome di Klinik Tumbuh Kembang Anak dalam Meningkatkan

Kemandirian di (Child Development Centre) YAMET Lampung memiliki

penerapan yang tepat dan sesuai serta ada di Klinik Tumbuh Kembang

Anak (Child Development Centre) YAMET Lampung.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan adalah triangulasi data.

Triangulasi data merupakan teknik pemeriksaan data yang menggunakan

berbagai sumber seperti dokumen, arsip, hasil observasi atau juga dengan

mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang

yang berbeda. Menurut Dwidjowinoto (2002) dalam Jaya Aji, (2015: 42). Ada

beberapa macam triangulasi data, yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Membandingkan atau mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi

yang diperoleh dari sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil

pengamatan.

2. Triangulasi Waktu

Berkaitan dengan suatu proses dari perilaku manusia, Karena perilaku

manusia dapat berubah setiap waktu. Karena itu peneliti perlu mengadakan

observasi atau analisis tidak hanya satu kali.

3. Triangulasi Teori

Page 94: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

70

Memanfaatkan dua atau lebih teori untuk diadu atau dipadu. Untuk itu

diperlukan rancangan riset, pengumpulan data, dan analisis yang lengkap

supaya hasilnya komprehensif.

Page 95: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

BAB IVGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Child Development Centre YAMET

Child Development Centre atau yang biasa disebut sebagai Klinik Tumbuh

Kembang Anak YAMET didirikan pada 11 Oktober 2015. Klinik ini

didirikan oleh dr. Tri Gunadi. Ia merupakan dosen tetap (staf pengajar) di

Universitas Indonesia, dokter di salah satu rumah sakit pemerintah di

Jakarta dan konsultan OT di London School Care of Autism dan banyak

instansi lainnya seperti Kementerian Kesehatan.

YAMET kini memiliki 27 cabang yang tersebar hampir diseluruh Indonesia.

Memiliki sekitar 250 terapis se-Indonesia yang berkompeten dan berdaya

saing. YAMET memiliki seorang assessor sendiri untuk 27 cabangnya,

yakni dr. Tri Gunadi sendiri. Nama YAMET sendiri merupakan singkatan

dari (Yayasan Medical Exercise Therapy). Berpusat di Jakarta, dan memiliki

kurikulum sendiri sebagai pedoman bagi terapis untuk mengajar.

Metode yang digunakan di tempat ini adalah assesment tumbuh kembang

anak, konseling berbagai masalah psikologi anak, terapi wicara, terapi

okupasi, terapi sensori integrasi, fisioterapi, terapi

remedial/edukasi/akademik, brain gym, terapi perilaku, snoezelen, dan

masih banyak lagi lainnya. Metode tersebut dikembangkan dan dipatenkan

Page 96: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

72

oleh dr. Tri Gunadi sendiri. Sehingga tak heran, bila program pengobatan

darinya ini bisa dibawa melenggang keluar negeri.

Khususnya di provinsi Lampung. YAMET Lampung berada dibawah

kepengurusan Rima A. Atory, S. Pd selaku owner untuk provinsi Lampung.

Lokasinya berada di Jalan Gatot Subroto No. 76 Garuntang, Bandar

Lampung. Selain itu, Child Development Centre YAMET ini telah memiliki

kurikulum yang telah dipatenkan dan berstandar internasional. Child

Development Centre YAMET Lampung memiliki beragam fasilitas,

memiliki 12 ruangan terapi, CCTV yang dapat diakses via android, serta

adanya tempat penitipan anak DAYCARE HATORI. Selain itu, YAMET

Lampung memiliki 8 terapis berkompeten dan berpengalaman serta total 53

anak didik yang terdaftar dan menjalani terapi disini.

Sistem terapi yang diberikan oleh YAMET didasarkan pada hasil assestment

si anak. Tidak semata-mata hanya mengandalkan kondisi si anak saja,

melainkan dicari apa saja kekurangan yang dihadapi oleh si anak. Baru

pembuatan ranccangan terapi yang akan diterapkan akan mudah untuk

dilakukan. Estimasi yang dilakukan untuk proses terapi bagi tiap anak

berbeda. Jadi untuk bisa mengetahui hasil dari perkembangan si anak,

memerlukan rentang waktu yang panjang.

Page 97: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

73

4.2. Struktur Kepengurusan KOBER YAMET HATORI Bandar Lampung

Bagan 2. Struktur Kepengurusan YAMET Lampung

PENYELENGGARAYAMET - HATORI

ADMINISTRASI & KEUANGANALIFAH RESIANI, S.Pd

PENANGGUNG JAWAB LEMBAGAdr. TRI GUNADI, Amd OT, S.Psi

KOMISARIS1. ANDI 6. JAMAL2. RANI 7. PUTRI3. MARGARET 8. SILVIA4. ILEN 9. EVA5. DESI 10. MARLINDA

PENGELOLARIMA ATMALASARI ATORI ,S.Pd

PENANGGUNG JAWABPENGEMBANGAN ABK

FRANSISKUS MARGONO, S.Pd

DEVISI KURIKULUM PENELITIAN &PELATIHAN ABK

dr. TRI GUNADI, Amd OT, S.Psi

GURU/TUTOR1.2. GIOVANI 7. ANGGUN MARTIKASARI3. VIVI NURDIANTI 8. MERRY YUSTISIA4. DESFI DIAN 9. KHAIRUL

5. SITI UUM HASANAH 10. BAGUS JAMALUDIN6. HENDRIKUS Y. SETIAWAN 11. MARTINUS HEPY7. AMANDA TIARA PUTRI 12. NINA PURNAMASARI

8.9.10.

ANAK-ANAK BELAJAR

Page 98: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

74

4.3. Alur Rujukan Anak Berkebutuhan Khusus YAMET

Bagan 3. Alur Rujukan YAMET

4.3.1. Penjelasan Alur Rujukan Anak Berkebutuhan Khusus YAMET

Berdasarkan hasil wawancara peneliti pada tanggal 9 Maret 2017, peneliti

mewawancarai dr. Tri Gunadi selaku pemilik dan assessor dari YAMET

mengenai alur rujuakan anak berkebutuhan khusus disini. Utamanya,

YAMET disini bekerja sama dengan berbagai instansi kesehatan, baik itu

yang besar maupun kecil. Karena di tiap daerah banyak anak-anak

berkebutuhan khusus, kami tidak bisa memantau dimana dan sebanyak apa.

ALUR RUJUKANANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

KADER, GURU, LSMPERAWAT, BIDAN, TENAGA KESEHATAN LAINNYA

PELAYANAN PRIMER PUSKESMAS

RUMAH SAKIT PELAYANANSEKUNDER

RUMAH SAKIT PELAYANANTERSIER

Page 99: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

75

Jadi memerlukan bantuan dari tenaga medis dan praktisi kesehatan seperti

perawat, guru, LSM, kader, bidan dan sebagainya untuk bekerja sama

dengan YAMET memberikan data maupun keadaannya. Praktisi kesehatan

itu merupakan profesi yang sebelumnya telah diajak bermitra oleh YAMET,

jadi bukan sembarangan orang.

Setelah diketahui dan mendapatkan laporan yang sesuai, anak tersebut akan

segera dirujuk untuk dibawa ke puskesmas terdekat dalam rangka

penanganan awal untuk si anak. Setelah diketahui hasil diagnosa dan

bagaimana keadaan si pasien, pihak puskesmas yang telah ditunjuk oleh

YAMET akan melakukan rujukan ke rumah sakit tersier terdekat untuk

penanganan selanjutnya, dalam hal ini rumah sakit umum dan sebagainya.

Setelah mendapat hasil pemeriksaan akurat terbaru dari rumah sakit, si anak

akan diarahkan untuk melakukan perjalanan rujukan kembali ke rumah sakit

tersier, dalam hal ini YAMET. Setelah dirujuk, pasien anak tersebut akan

segera ditangani oleh YAMET dalam rangka pertolongan bagi anak. Lalu, si

anak akan diberi assestment terlebih dahulu untuk memberikan hasil yang

tepat bagi kondisi dan kekurangan yang akan segera ditangani oleh terapis

YAMET.

4.4. Program Terapi YAMET

a. Behaviour Theraphy

Gerald Corey menjelaskan bahwa terapi behavioral adalah

pendekatan-pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang

berkaitan dengan pengubahan tingkah laku. Pendekatan, teknik, dan

Page 100: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

76

prosedur yang dilakukan berakar pada berbagai teori tentang belajar.

Terapi behavior adalah salah satu teknik yang digunakan dalam

menyelesaikan tingkah laku yang ditimbulkan oleh dorongan dari

dalam dan dorongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup,

yang dilakukan melalui proses belajar agar bisa bertindak dan

bertingkah laku lebih efektif, lalu mampu menanggapi situasi dan

masalah dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Aktifitas inilah

yang disebut sebagai belajar. Terapi behavioral memfokuskan pada

persoalan-persoalan perilaku spesifik atau perilaku menyimpang

yang bertujuan untuk menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses

belajar dengan dasar bahwa segenap tingkah laku itu dipelajari,

termasuk tingkah laku yang maladaptif.6

b. Okupasi Terapi

Terapi okupasi atau occupational theraphy berasal dari kata

occupational dan theraphy, occupational sendiri berarti aktivitas dan

theraphy adalah penyembuhan dan pemulihan. Eleonor Clark Slagle

adalah salah satu pioneer dalam pengembangan ilmu OT atau terapi

okupasi, bersama dengan Adolf Meyer, William Rush Dutton. Terapi

okupasi pada anak memfasilitasi sensory dan fungsi motorik yang

sesuai pada pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menunjang

kemampuan anak dalam bermain, belajar dan berinteraksi di

lingkungannya. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui

6 sindyarsita.wordpress.com diakses pada 26 April 2017

Page 101: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

77

kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan

kondisi sensori motor (E. Kosasih, 2012:13).

Menurut Kusnanto (dalam Sujarwanto, 2005) terapi okupasi adalah

usaha penyembuhan terhadap seseorang yang mengalami kelainan

mental, dan fisik dengan jalan memberikan suatu keaktifan kerja

dimana keaktifan tersebut untuk mengurangi rasa penderitaan yang

dialami oleh penderita. Keaktifan kerja yang dimaksud adalah anak

mengikuti program terapi. Dengan mengikuti kegiatan aktifitas

diharapkan dapat memulihkan kembali gangguan-gangguan yang

ada baik dimental maupun fisik anak. Kegiatan-kegiatan terapi

okupasi tentunya juga menggunakan alat-alat atau permainan yang

disesuaikan dengan umur anak. Sehingga dalam penyampainnya dan

penerapannya terapi okupasi sesuai dengan tujuan yang hendak

dicapai, seperti yang diungkapkan oleh Soebadi (1990:640) terapi

okupasi adalah terapi yang melatih gerakan halus dari tangan dan

integrasi dari gerakan dasar yang sudah dikuasai melalui permainan

dan alat-alat yang sesuai”.

Setelah gerakan-gerakan motorik kasar maupun motorik halus anak

mampu berkembangan baik, dengan begitu anak mampu untuk

mengembangkan apa yang dimiliki oleh anak. Ketika anak mampu

untuk berkembang dan berkarya diharapkan anak mampu diterima

ditengah-tengah masyarakat. Tarmansyah (1986:23) menyatakan

bahwa “Terapi okupasi memberikan peluang dan kesempatan bagi

Page 102: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

78

anak-anak untuk mengembangkan bakat, daya, inisiatif, daya

kreatifitas, kemampuan bercita-cita, berkarsa dan berkarya”.

Sedangkan pengertian okupasi terapi menurut Keputusan Menteri

Kesehatan No. 571 tahun 2008 adalah profesi kesehatan yang

menangani pasien/klien dengan gangguan fisik dan atau mental yang

bersifat sementara atau menetap. Dalam praktiknya okupasi terapi

menggunakan okupasi atau aktivitas terapeutik dengan tujuan

mempertahankan atau meningkatkan komponen kinerja okupasional

(senso-motorik, pesepsi, kognitif, sosial dan spiritual) dan area

kinerja okupasional (perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan

waktu luang) sehingga pasien/klien mampu meningkatkan

kemandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan

partisipasi di masyarakat sesuai perannya.

c. Remedial

Merupakan teknik atau program terapi yang diterapkan dan

dilakukan berdasarkan pengulangan berkali-kali terhadap aktivitas

atau metode terapi yang diterapkan oleh si terapis kepada si anak.

Remedial ini menitikberatkan pada pemahaman secara terus menerus

dalam kurun waktu yang lama. Biasanya sering dipakai pada anak

pengidap autis, down syndrome, difabel, terlambat bicara, dan

sebagainya.

Page 103: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

79

d. Snoezelen Theraphy

Snoezelen berasal dari 2 kata: snoeffelen (to sniff): mencium bau,

aktif, dinamis; dan dozelen (to doze) tidur sebentar, nyaman rileks.

Atau dengan kata lain, pengertian Snoezelen adalah lingkungan atau

tempat yang mengembangkan multisensoris dengan cara relaksasi.

(Hulsegge, 1979).

Terapi Snoezelen adalah suatu aktifitas yang dirancang untuk

mempengaruhi sistem saraf pusat melalui pemberian stimulus yang

cukup pada sistem sensori primer dan sensori sekunder. Stimuli

primer atau reseptor sensori eksternal yaitu visual (penglihatan),

auditori (pendengaran), olfactori (penciuman), gustatori

(perasa/pengecapan), tactile (peraba). Stimuli sekunder atau reseptor

sensori internal yaitu vestibular (keseimbangan) dan proprioseptif

(kesadaran diri akan lingkungan sekitar atau kesadaran orientasi

spasial).

Stimulasi Dalam Terapi Snoezelen

A. Penglihatan / Sight

Penglihatan tergantung pada terang dan gelap, bentuk dan sudut.

Warna dan bayangan akan menyediakan stimulasi dan kesenangan.

Dalam hal ini tidak dibutuhkan gambar untuk pemahaman, kecuali

untuk program learning. Warna dasar yang bergantian dirasa akan

cukup bagus. Kombinasi pencahayaan dan image visual yang

ditampilkan akan menghasilkan efek yang bervariasi untuk

Page 104: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

80

membantu terciptanya sensasi warm dan cool. Sehingga Anak

Berkebutuhan Khusus tersebut memiliki ketertarikan, merasa senang

dan rileks serta ter-stimuli. 5 Warna dibagi menjadi menjadi 2

kategori, yaitu:

1. Warm Color: merah, orange, dan kuning. Warna merah

merupakan warna yang bersemangat, dapat meningkatkan

aktivitas otak dan tonus otot serta dapat memberikan rasa

hangat. Warna orange efeknya sama dengan merah tetapi lebih

ringan, aktivasi, energis dan dapat menurunkan efek depresi.

Warna kuning efeknya sama dengan merah dan orange tapi

paling ringan, warna yang stabil, meningkatkan performa diri

dan konsentrasi.

2. Cool Color: hijau, biru dan warna-warna lembut. Warna Biru

akan memberikan efek menurunkan denyut jantung, tekanan

darah, dan frekuensi nafas sampai dengan 20 persen serta untuk

relaksasi dan meditasi. Warna hijau akan memberikan efek rasa

damai, tenang, dan sejuk, dan menurunkan hormon stress dalam

darah serta menurunkan tekanan/tegangan pada otot.

B. Pendengaran / Hearing

Pitch, Tone, Rhythm dan Silence sangatlah penting. Musik untuk

relaksasi adalah suatu hal yang menyenangkan. Rhythm yang

simpel, dibutuhkan oleh anak dengan kemampuan intelektual

yang rendah sehingga Anak Berkebutuhan Khusus lebih rileks.

Page 105: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

81

Hearing stimuli terdiri dari:

1. Soft music: rasa hangat, nyaman, aman dan rileks

2. Cheerfull music: riang, mem-provokasi gerak aktif dan

dinamis.

C. Sensor Sentuhan/Peraba / Tactile

Menyediakan permukaan yang berbeda untuk menstimuli sensor

sentuhan/peraba sangatlah penting: kasar, lembut, basah, kering,

hangat, dan dingin. Kontak melalui sentuhan (sensor peraba) antara

Terapis dan anak sangatlah diperlukan. Meskipun Terapis tidak

berbicara, namun sentuhan akan menjadi suatu bentuk kontak antara

Terapis dan anak. Dengan sentuhan terapis akan menunjukkan rasa

peduli pada anak dan anak merasa aman dan nyaman.

D. Penciuman / Smell

Stimulasi pada sensor penciuman sangat berpengaruh pada hasil

Terapi Snoezelen meskipun kadang merupakan sensor yang jarang

digunakan. Bebauan atau aroma ditengarai mampu menciptakan

memori yang sangat kuat.

Stimulasi penciuman antara lain:

1. Peppermint dapat merangsang inspirasi lebih panjang (bernafas

dalam-dalam dengan rileks).

2. Mawar dapat menekan rasa takut dan memberi rasa positif.

Page 106: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

82

3. Patchouli (sejenis minyak tumbuh-tumbuhan) dapat

memperbaiki sikap cuek, dan memudahkan anak untuk

dikendalikan/dikontrol.

4. Camelia dapat menenangkan.

5. Lavender juga dapat menenangkan dan mempertahankan

fokus/perhatian.

6. Eucalyptus dapat meningkatkan kesiagaan.

7. Melati dapat mencegah perubahan dari undersensitive ke

oversensitive dan sebaliknya.

8. Basilika (kemangi/selasih) dapat memperbaiki rasa percaya diri.

Terapi Snoezelen umumnya dilakukan di suatu ruangan tersendiri

yang di desain khusus untuk membentuk suasana yang ramah,

menyenangkan, rekreasional bagi Anak Berkebutuhan Khusus.

Lingkungan Terapi Snoezelen haruslah aman dan tidak

mengancam. Anak dan orang dewasa yang menjalani Terapi

Snoezelen dapat menikmati stimulasi yang lembut dari sistem

sensori primer dan sekundernya. Mereka akan mengalami kontrol

diri yang lebih baik, peningkatan rasa percaya diri, dan penurunan

tekanan/stress.7

e. Brain Gym

Sejak awal tahun 2000-an, para orang tua di Indonesia mulai akrab

dengan istilah brain gym. Disebut senam otak lantaran gerakannya

7 http://www.pelangiinsani.com/terapi-snoezelen/ diakses pada 10 April 2017

Page 107: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

83

sederhana namun dapat membantu perkembangan otak secara

keseluruhan. Di samping itu, koordinasi mata, telinga, tangan, dan

seluruh anggota tubuh juga dapat diasah dengan melakukan

rangkaian gerak tubuh yang dikembangkan oleh Educational

Kinesiology Foundation, Amerika Serikat ini. Metode Brain Gym

merupakan sebuah metode melalui 26 gerakan dasar untuk

menstimulasi dan menyeimbangkan seluruh bagian otak, otak kiri-

kanan, atas-bawah dan depan-belakang.8

Buat para orang tua yang memiliki anak bayi dan balita, senam otak

merupakan jalan menuju optimalisasi tumbuh kembang buah hati.

Senam ini juga bisa dijadikan pelengkap terapi untuk anak-anak

dengan kebutuhan khusus. Ada tiga dimensi otak yang dapat

dikembangkan melalui pelaksanaan brain gym secara berulang.

Pertama, dimensi lateritas untuk belahan otak kiri dan kanan. Kedua,

dimensi pemfokusan untuk bagian belakang otak dengan bagian

depan otak. Ketiga, dimensi pemusatan untuk menyeimbangkan

posisi depan dan belakang (sistem limbis) serta otak besar.

Rangkaian Gerakan Senam Otak:

(Gerakan Silang Usia 0-3 Bulan)

- Gerakan silang diberikan dalam posisi telentang. Tangan kiri

digerakkan dengan kaki kanan dan sebaliknya.

8 yamethatorilampung.blogspot.co.id diakses pada 8 April 2017

Page 108: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

84

- Di akhir usia 3 bulan, bayi harus bisa membolak-balikkan badan.

Stimulasi gerak silang dapat merangsang kekuatan otot tangan.

(Gerakan Silang Usia 4-8 Bulan)

- Bayi mulai berusaha meraih benda yang ada dihadapanya.

- Stimulasi gerak silang mengkondisikan otak kanan dan kiri bayi

untuk melatih koordinasi mata dan gerak motoriknya. Dengan

adanya koordinasi tersebut, bayi dapat meraih benda di dekatnya.

(Gerakan Brain Gym Usia 6-12 Bulan)

- Tekan saklar otak dan tombol angkasa.

- Tekan tombol bumi dengan memijit titik di bawah bibir dan tangan

lain di tulang kemaluan. Gunanya untuk mengaktifkan energi di

otak tengah yang dapat menyeimbangkan emosi, mengasah

kemampuan anak menengok dimensi atas dan bawah.

- Lakukan gerakan homolateral dengan menggerakkan kaki kiri

dengan tangan kiri–bergantian dengan sisi yang lain–secara pasif.

Gerakan ini bermanfaat untuk mengaktifkan spesialisasi otak kiri

dan kanan serta lateralisasi yang tercermin dari kemampuan anak

memakai baju sendiri, lempar-tangkap bola, menggambar,

komunikasi, dan bernapas.

(Gerakan Brain Gym Usia 13-24 Bulan)

- Lakukan saklar otak, tombol angkasa, tombol bumi, dan

homolateral.

Page 109: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

85

- Gerakan silang dengan fokus pada bahu dan panggul. Ini berguna

untuk mengaktifkan otak kiri dan kanan secara simultan seraya

menyeimbangkan fungsi kedua belahan otak tersebut.9

f. Oral Motoric Skill

merupakan salah satu latihan pada terapi wicara yang bertujuan

untuk mengurangi kaku otot pada organ bicara. Bentuk latihan dalam

terapi wicara terbagi menjadi dua macam yaitu latihan aktif dan

latihan pasif. Latihan aktif yaitu bentuk latihan pergerakan otot

mulut atau organ bicara dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain,

seperti latihan meniup balon dan gerakan lidah ke segala arah.

Sedangkan latihan pasif memerlukan bantuan alat untuk

menggerakkan organ bicara, misalnya melalui pijatan dengan alat

bantu vibrator.

g. Sensor Motoric Skill

merupakan jenis program terapi yang menempatkan keterampilan

sensori motoric dalam melibatkan pesan sensorik (input sensorik)

dan menghasilkan respon (motor keluaran). Terapi ini menerima

informasi sensoorik dari tubuh kita dan lingkungan melalui system

sonsorik kita (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa,

sentuhan, vestibular, dan proprioception). Informasi sensorik ini

perlu ditata dan diproses untuk menghasilkan gerak motoric yang

sesuai. Terapi ini membantu untuk memperbaiki bagian-bagian yang

9 Health.detik.com/read/2009/…/anak-cerdas-dengan-senam–otak diakses pada 6 April 2017

Page 110: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

86

rawan dari tubuh. Latihan dari terapi ini meliputi dari gerak

kemampuan mengkoordinasi gerakan otot besar di keseluruhan

anggota tubuh, terutama tangan dan kaki. Seperti berjalan,

melempar, berdiri, berlari, merangkak dan sebagainya. Selain itu

latihan terapi ini mengkoordinai gerakan otot kecil dari anggota

tubuh yang melibatkan jari kaki, jari tangan, gerakan mulut dengan

koordinasi mata. Serta melatih pada bagian panca indera manusia.10

10 elhanalearningkit.com diakses pada 8 April 2017

Page 111: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan komunikasi terapeutik oleh

terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam meningkatkan

kemandirian (Studi di Klinik Tumbuh Kembang Anak (Child Development

Centre) YAMET Lampung, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Penerapan komunikasi terapeutik oleh terapis pada pasien anak pengidap

down syndrome dilakukan dalam empat tahapan. Tahapan penerapan

komunikasi dalam terapi tersebut adalah fase pra interaksi, fase orientasi,

fase kerja dan fase terminasi. Dalam penerapan komunikasi terapeutik

tersebut diperlukan assessment atau pemeriksaan, penjajakan dan

pembuatan rancangan terapi (RPT) yang sesuai. Semua itu dikerjakan

dan dilakukan oleh terapis yang professional dan berwawasan kelimuwan

tepat. Menjadi terapis di YAMET memerlukan tingkat empati tinggi,

kesabaran dan kemampuan menghadirkan daya tarik dalam memainkan

peran dengan baik dalam memberikan terapi yang tepat guna bagi pasien

anak tersebut.

Page 112: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

170

2. Terapis YAMET Lampung selalu mengutamakan pesan verbal dalam

proses terapinya, tetapi tetap mengajarkan pesan nonverbal pula namun

dengan porsi yang berbeda. Pemberian pesan verbal ditujukan agar anak

mampu mengeluarkan respon balasan atas apa yang diajarkan, serta

ketika sedang berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, penekanan

ketegasan juga menjadi titik utama dalam fokus mendidik sikap Aliya.

Penekanan kemandirian juga dilakukan berdasarkan tingkat gap atau

batasan yang ada dalam dirinya.

3. Penerapan komunikasi terapeutik oleh terapis pada pasien anak pengidap

down syndrome selalu didasarkan dan ditanamkan dalam 4 fase terapi di

YAMET. Bagi terapis, penekanan dan pemahaman teknik yang diberikan

kepada anak dilakukan atas bidang keilmuwan yang sesuai. Menjadi

seorang terapis juga harus mampu membaca situasi dengan baik, melihat

bagaimana respon dan reaksi si anak. Bagi si anak, terapi dan latihan

kemandirian yang dijalani, selalu ditanamkan dan diajarkan oleh terapis

terhadap hampir semua jenis terapi yang dijalani. Keselarasan dan

kesinambungan dari hasil terapi tersebut memerlukan rentang waktu

yang tidak sebentar. Perlu kesabaran dan ketelitian terapis dalam

mendidik si anak hingga mencapai titik kemajuan yang diharapkan

kemudian.

6.2. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, maka peneliti akan

memberikan saran sebagai berikut:

Page 113: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

171

1. Bagi terapis, peneliti menitikberatkan bahwa dalam ke-empat fase terapi

yang ada, fase orientasi dan kerja merupaakan fase terberat dimana terapis

harus bekerja dengan keras memberikan treatment yang tepat, rancangan

terapi yang sesuai dan bagaimana menghadapi anak down syndrome

tersebut. Kedua fase tersebut menekankan bagaimana titik keilmuwan

seorang terapis benar-benar diuji. Untuk itu, menjadi seorang terapis

bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Perlu kesabaran, penguasaan

emosi, serta yang lebih ditekankan adalah memiliki tingkat empati yang

tinggi. Selain itu, perlu juga latar belakang pendidikan yang menunjang

supaya terapis tidak menjadi praktisi kesehatan yang abal-abal dalam

menangani anak-anak berkebutuhan khusus.

2. Bagi orangtua, peneliti menyarankan untuk lebih mengetahui kembali

mengenai seluk beluk dunia anak berkebutuhan khusus, terlebih bagi

orangtua yang memiliki anak tersebut. Selain mengetahui, orangtua juga

harus ikut serta dalam proses terapinya. Sehingga, orangtua juga bisa

menerapkan apa yang diajarkan dan diberikan ketika dalam proses

terapinya.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini masih jauh dari kata sempurna.

Karena dalam penelitian ini hanya melihat bagaimana penerapan

komunikasi terapeutiknya saja. Sehingga, peneliti menyarankan untuk

lebih memperdalam kajian mengenai komunikasi terapeutik dan dunia

anak berkebutuhan khusus seperti down syndrome ke lingkup yang lebih

sempit, sehingga memperoleh hasil yang lebih signifikan.

Page 114: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta: PT Rineka Cipta

Aw, Suranto. 2011. Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bennet, V. R., Brown, L. K. (1999). Miles Textbook of Midwives. Toronto:Churchill Livingstone.

Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada.

Corey, Gerald. 2009. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung:Refika Aditama.

Current Pediatric Diagnosis & Treatment 16th Ed: William W. Hay Jr, et al ByMcGraw-Hill Education-Europe 2002.

Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, danMixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Damaiyanti, Mukhripah. 2008. Komunikasi Terapeutik dalam PraktikKeperawatan. Bandung: Refika Aditama.

______. 2010. Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung:Refika Aditama.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia PusatBahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:Bumi Aksara.

Effendy, Onong Uchjana. 2006. Ilmu Komunikasi; Teori dan Praktek. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, Dan konteks.Bandung: Widya Padjajaran.

Page 115: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

173

Kosasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Cet. 1.Bandung: Yrama Widya.

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana,Prenada Media Group.

Indrawati. 2003. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Meliono, Irmayanti, editors. Pengetahuan (monograph on the internet). Jakarta:Lembaga Penelitian FEUI; 2007 (cited 2009 Jun 10). Available from:http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: RemajaRosdakarya.

______. 2016. Health and Therapeutic Communication. Bandung: RemajaRosdakarya.

Moloeng, Lexy J. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT RemajaRosdakarya.

______. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: GajahmadaUniversity Press.

Nelson. 2003. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2003. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: CVRajawali.

Singarimbun, M. 2000. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Somantri, Sutjihati. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. RefikaAditama.

Suharmini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: DepdiknasDirjen Dikti.

Sujarwanto. 2005. Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:Depdikbud.

Rini, Hildayani. 2009. Penanganan Anak Berkelainan. Jakarta: UniversitasTerbuka.

Taufik, M. & Juliane. 2011. Komunikasi Terapeutik Dan Konseling DalamPraktik Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.

Page 116: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

174

Tarmansyah. 1986. Pedoman Guru Terapi Okupasional Untuk Anak Tunadaksa.Jakarta: Depdikbud.

West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisisdan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana.

Jurnal

1998-2011 Mayo Foundation for Medical Education and Research (MFMER) AmJ Med Genet 1998 Nov 16;80(3):213-7, Department of Genetics, EmoryUniversity, Atlanta, Georgia, USA. Down Syndrome Abstract of theMonth: Dec 1998.

Andam Dewi, Julia. 2016. Komunikasi Terapeutik Pada Anak Penyandang DownSyndrome. Universitas Komputer Indonesia. April 2016, 8-9.

Anggun Lestari, Fiqqi dan Lely Ika Mariyati. 2015. Resiliensi Ibu Yang MemilikiAnak Down Syndrome. 3. 143.

Baliff JP et al: New developments in prenatal screening for Down syndrome. AmJ Clin Pathol 2003;120(Suppl): S14. [PMID: 15298140].

Elsevier, 2005. Journal of Midwifery & Women’s Health. American College ofNurse-Midwives.

Galli, M., Rigoldi, C., Brunner, R., Varji-babul, N., Giorgio, A. 2008. JointStifness and Gait Pattern Evaluation in Children With Down Syndrome,Elsevier B.V. All rights reserved.

Savvidou MD, Hingorani AD, Tsikas D, Frolich JC, Vallance P, Nicolaides, KH.Endothelial dysfunction and raised plasma concentrations of asymmetricdimethylarginine in pregnant women who subsequently developpreeclampsia. Lancet 2003; 361:1511-7.

Sumber Skripsi :

Dewi Nurjuita Siregar, 2015, Menulis Sebagai Kegiatan Terapeutik (Studi KasusPada Para Penulis Buku Perempuan di Rantai Kekerasan – KISAH 2007),Skripsi Ilmu Komunikasi Unila. Diterbitkan.

Hermawan, Andreas Hadi. 2010, Persepsi Pasien Tentang PelaksanaanKomunikasi Terapeutik Perawat Dalam Asuhan Keperawatan PadaPasien Di Unit Gawat Darurat RS. Mardi Rahayu Kudus, SkripsiUniversitas Diponegoro. Diterbitkan.

Page 117: PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH TERAPIS PADA PASIEN ...digilib.unila.ac.id/26898/12/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · oleh terapis pada pasien anak pengidap down syndrome dalam

175

Jaya Aji, 2015, Analisis Penggunaan Broadcast Message Sebagai MediumPengiriman Informasi bagi Mahasiswa (Studi pada Mahasiswa PenggunaBlackberry Messenger di Universitas Lampung), Skripsi Ilmu KomunikasiUnila. Diterbitkan.

Ria Dewi Irawan, 2016, Terapi Okupasi (Occupation Theraphy) Untuk anakBerkebutuhan Khusus (Down Syndrome) (Studi Kasus Pada Anak Usia 5-6Tahun Di Balai Pengembangan Pendidikan Khusus Semarang), SkripsiJurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas NegeriSemarang. Diterbitkan.

Internet

Cincinnati Children’s Hospital Medical Center. 2004. Hemangiomas.http://www.cincinnatichildrens.org/health/info/vasculer/diagnose/hemangiomahtm?view=content. Diakses pada 4 November 2016 pukul 14.35 wib

https://www.futuready.com/artikel/keluarga/memahami-dunia-penderita-down-syndrome diakses pada 22 September 2016 pukul 19.23 wib

http://ideusahabisnis.com/tri-gunadi-tinggalkan-pns-kini-punya-16-cabang-klinik-tumbuh-kembang-yamet/ diakses pada 23 September 2016 16.45 wib

www.potads.or.id diakses pada 26 November 2016 pukul 20.06 wib

www.kbbi.co.id/penerapan diakses pada 11 Desember 2016 pukul 13.24 wib

http://www.youthmanual.com/profesi/ilmu-kesehatan/terapis-pekerjaan diaksespada 10 Desember 2016 pukul 14.55 wib

www.bersosial.com/threads/pengertian-anak-menurut-para-ahli-adalah.21788/diakses pada 2 Januari 2017 pukul 09.52 wib

health.detik.com/read/2009/…/anak-cerdas-dengan-senam–otak diakses pada 6April 2017 pukul 05.03 wib

http://www.pelangiinsani.com/terapi-snoezelen/ diakses pada 10 April 2017 pukul10.03 wib

www.elhanalearningkit.com diakses pada 8 April 2017 pukul 12.09 wib

www.sindyarsita.wordpress.com diakses pada 26 April 2017 pukul 15.43 wib

www.yamethatorilampung.blogspot.co.id diakses pada 8 April 2017 pukul 07.15wib