PENERAPAN KARAKTERISTIK WAYANG PUNAKAWAN …
Transcript of PENERAPAN KARAKTERISTIK WAYANG PUNAKAWAN …
Jurnal AGORA
Vol. 17 No. 1 Juli 2019 : 16-24
DOI: http://dx.doi.org/1025105/agora.v17i1.7489
ISSN 1411-9722 (Print)
ISSN 2622-500X (Online)
16
PENERAPAN KARAKTERISTIK WAYANG PUNAKAWAN
TERHADAP BENTUK PERANCANGAN CONVENTION
CENTER DI SURAKARTA
IMPLEMENTATION OF WAYANG CHARACTERISTIC
TOWARD DESIGN FORM OF CONVENTION CENTER IN
SURAKARTA
Fitria Meralda *1, Dr. Ir. A. Hadi Prabowo, MT2, Ir. Endhi I Purnomo, MSP 1,2Universitas Trisakti, Jakarta Barat
3Jurusan Arsitektur, Universitas Trisakti, Jakarta
*e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK
Wayang merupakan salah satu kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat Jawa. Wayang juga bukan hanya sebagai sarana hiburan namun juga sebagai
sarana komunikasi melalui lakon cerita pewayangan yang dianggap merupakan cerminan
kehidupan manusia dan mengandung makna moral pada cerita ini. Salah satu cerita wayang
yang terkenal di Jawa Tengah yaitu Wayang Punakawan. Punakawan ini memiliki empat
karakter utama yaitu Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Keempat karakter ini sendiri
mencerminkan berbagai karakter manusia. Tujuan penerapan Wayang Punakawan ini agar
generasi anak muda saat ini tidak melupakan kesenian yang sangat berharga ini dan dapat
dilestarikan di kemudian harinya. Penerapan budaya ini juga penting untuk menjual daya
tarik wisata agar para pendatang mengetahui kekhasan dari daerah setempat. Metode
identifikasi karakteristik tokoh wayang ini melalui metode teori kajian semiotika dengan
bantuan studi literatur sehingga menghasilkan masing-masing karakteristik sifat maupun
fisik pada Punakawan ini. Hasil kajian ini akan diinterpretasikan sebagai tampilan visual pada
perancangan Convention Center di Surakarta. Arsitektur Semiotika merupakan ilmu
mengenai bagaimana tanda dapat diidentifikasi. Identifikasi karakteristik dari budaya
tersebut dapat dibantu juga dengan metode deskriptif yang dibantu dengan studi literatur.
Melalui metode inilah sebagai proses bagaimana identifikasi karakteristik Punakawan yang
dituangkan kedalam tampilan arsitektural dari perancangan ini.
Kata kunci: Wayang, Punakawan, Semiotika, Convention Center
ABSTRACT
Puppet or wayang is one of the traditional arts that grows and develops in Javanese society.
Puppet is also not only as a means of entertainment but also as a means of communication
through story plays that are considered a reflection of human life and contain moral meaning
in this story. One of the famous wayang stories in Central Java is Punakawan Puppet.
Punakawan has four main characters namely Semar, Gareng, Petruk, and Bagong. These
four characters themselves reflect various human characters. The purpose of implementing
this Punakawan Puppet is so that the current generation of young people will not forget this
very valuable art and can be preserved later on. The application of this culture is also
important to sell tourist attractions so that migrants know the uniqueness of the local area.
The method of identifying the characteristics of this puppet character through the semiotic
study theory method with the help of literature studies so as to produce each of the physical
and physical characteristics of this Punakawan. The results of this study will be interpreted
as a visual display in the design of the Convention Center in Surakarta. Semiotic Architecture
is the science of how signs can be identified. Identification of the characteristics of these
cultures can also be helped by descriptive methods which are aided by the study of literature.
AGORA, Jurnal Arsitektur, Volume 17, Nomor 1, Juli 2019
17
Through this method as a process of identifying the characteristics of Punakawan as outlined
in the architectural appearance of this design.
Keywords : Wayang, Punakawan, Semiotika, Convention Center
A. PENDAHULUAN
Convention Center merupakan tempat
penyelenggaraan MICE. MICE merupakan
fasilitas yang mewadahi dari Meeting,
Incentive, Convention, Exhibition dalam skala
nasional dan internasional. MICE merupakan
aset negara artau kota itu sendiri karena
menjual daya tarik wisatanya sehingga
tampilan visual dari bangunannya penting.
Wisatawan akan mengidentifikasi makna dan
fungsi dari bangunan tersebut melalui tampilan
visualnya. Tampilan visual dari suatu bangunan
bisa diidentifikasi dari budaya atau kebiasaan
dari daerah yang ditempati tersebut.
Perancangan Convention Center ini akan
dibangun di Surakarta.
Wayang merupakan salah satu hasil budaya
kesenian Jawa Tengah. Salah satu cerita
wayang yang terkenal yaitu Wayang
Punakawan. Wayang Punakawan merupakan
salah satu peninggalan Sunan Kalijaga yang
bertujuan untuk menyebarkan Agama Islam
pada masa transisi Hindu sekitar tahun 1500 di
Kerajaan Demak. Kebudayaan Wayang
Punakawan dapat mewakilkan budaya yang
dapat dijual daya tarik wisatanya agar menarik
para wisatawan yang datang ke Kota Surakarta.
Perlunya gagasan pengembangan ide agar
bangunan ini menjadi makna dari cerita Wayng
Punakawan ini.
Arsitek berkeinginan mengajak orang awam
untuk memahami desainnya dalam bentuk
komunikasi. Dalam perkembangan arsitektur,
gaya semiotika mulai banyak digunakan sejak
arsitektur post-modern yaitu dimana arsitek
mulai menyadari kesenjangan arsitek dengan
orang awam yang merupakan pemakai
lingkungan itu sendiri. Oleh sebab itu
diperlukan pemahaman dan pemakaian
arsitektur semiotik yang dimana membahas
tentang hubungan antara tanda dan bagaimana
manusia mengartikannya. Tanda-tanda yang
dimanfaatkan untuk beromunikasi antar
manusia perlu dikaji berdasarkan konvensi,
contohnya penggunaan simbol. Di dalam
semiotika arsitektur terdapat tiga unsur yaitu
sintaksis, pragmatik, dan semantik.
Berdasarkan penjelasan diatas, muncul
pemikiran untuk mendesain sebuah Convention
dan Expo center di Surakarta yang
mengedepankan unsur ciri khas dari karakter
wayang Punakawan dan makna yang ingin
disampaikan. Teori Arsitektur Semiotik dapat
dikatakan sesuai untuk dijadikan pendekatan
dalam perancangan ini.
Permasalahan yang akan dipecahkan adalah
bagaimana konsep perencanaan dan
perancangan Convention dan Expo Center
dengan menerapkan konsep arsitektur
semiotika pada elemen bangunan, bentuk masa
serta ornamen arsitektural yang terinspirasi dari
cerita wayang Punakawan.
Tujuan
Tujuan yang ingin didapat dalam perancangan
ini ialah menyusun konsep perencanaan dan
perancangan Convention dan Expo Center
dengan menerapkan konsep arsitektur
semiotika pada elemen bangunan, bentuk masa,
serta ornamen arsitektural.
Fitria Meralda:Penerapan Karakteristik Wayang Punakawan Terhadap Bentuk Perancangan Convention Center
Di Surakarta (16-24)
18
B. STUDI PUSTAKA
Tampilan visual yang akan dirancang pada
perancangan ini akan mengambil dari kisah
Wayang Punakawan. Punakawan berasal dari
kata pana yang bermakna ”paham”, dan kawan
yang bermakna “teman”. Maksudnya ialah, para
punakawan tidak hanya sekedar abdi atau
pengikut biasa, namun mereka juga memahami
apa yang sedang menimpa majikan mereka.
Bahkan seringkali mereka bertindak sebagai
penasehat majikan mereka (Kaelola, 2010: 257-
258). Sunan Kalijaga membuat Punakawan
untuk tujuan menyebarkan agama Islam pada
masa transisi Hindu. Makna dari Punakawan
ialah mengingatkan manusia agar selalu ingat
Tuhan dalam kelebihan dan kekurangan pada
masing-masing individu dalam melakukan
apapun. Punakawan terdiri dari 4 tokoh yaitu
Semar, Gareng, Petruk, serta Bagong. Keempat
karakter ini akan diuraikan sebagai berikut.
Pertama, Semar mempunyai sifat jujur, tidak
sombong, dan bijaksana dan merupakan
karakter utama yang disegani oleh para kstaria
atau lawannya. Semar memiliki ciri rambut
kuncung yang mewakili jiwa muda namun
berwajah tua dan badannya gemuk. Semar
memiliki mata yang sayu atau terlihat sedih.
Kedua, Gareng merupakan anak angkat Semar
yang mempunyai sifat percaya diri namun tidak
pandai berbicara sehingga selalu salah persepsi.
Secara fisik, Gareng memiliki banyak
kekurangan yaitu mata juling, cacat tangan dan
kaki. Ketiga, Petruk merupakan anak kedua dari
Semar. Ia memiliki sifat panjang akal, cerdas,
dan pandai berbicara. Secara fisik, Petruk
merupakan karakter yang paling sempurna
diantara semua tokoh Punakawan. Petruk
memiliki hidung yang mancung dan tubuh yang
tinggi dan kurus dan memiliki kaki dan tangan
yang panjang. Keempat, Bagong adalah anak
terakhir yang dimana merupakan bayangan dari
Semar ini sendiri. Secara fisik hampir sama
seperti Semar yang membedakan adalah mata.
Mata Bagong terlihat besar menyala dan
memiliki mulut yang lebar. Bagong memiliki
watak penghibur sehingga penuh dengan
lelucon hingga kadang-kadang menunjukkan
ketidaksopanannya. Bagong memiliki tangan
dengan jarinya yang lebar bermakna bahwa
Bagong siap untuk bekerja keras.
Pada setiap cerita pagelaran wayang,
Gunungan merupakan hal yang penting.
Gunungan merupakan simbol kehidupan.
Makna bentuk gunungan merupakan segi lima
dan bentuk yang meruncing ke atas adalah
makna bahwa manusia di hidup ini menuju yang
di atas yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Definisi Convention adalah pertemuan secara
umum dan formal oleh sekumpulan orang dari
kelompok social atau kelompok bisnis
bertujuan untuk bertukar pikiran atau pendapat
dan informasi yang berkaitan dengan situasi
tertentu atau permasalahan maupun kebijakan
dari para pesertanya dan biasanya ditentukan
oleh waktu yang terbatas tanpa frekuensi yang
harus ditentukan (Fred Lawson, 1981).
Tampilan visual yang dapat diterapkan pada
convention center ini yaitu melalui pendekatan
arsitektur semiotika. Istilah semiotika itu
sendiri berasal dari bahasa Yunani “semeion”
yang memiliki arti sebagai tanda. Tanda akan
menyampaikan suatu informasi sehingga
pendekatan ini bersifat komunikatif. Kajian
teori semiotika yang berada di keilmuan seni
desain rupa dan komunikasi dapat dijadikan
sebagai alat pengkaji makna wayang terutama
wayang Punakawan sehingga dapat digunakan
oleh desainer sebagai sumber inspirasi untuk
ide desain visual perancangan Convention
Center ini.
Teori semiotika yang akan digunakan yaitu
teori semiotika oleh Charles Sanders Pierce.
AGORA, Jurnal Arsitektur, Volume 17, Nomor 1, Juli 2019
19
Sachari menjelaskan tentang teori semiotika
Pierce dalam bukunya yang berjudul
“Metodologi Penelitian Budaya Rupa” bahwa
seiotika merupakan segi relasi tanda antara satu
tanda dengan tanda lainnya. Teori semiotika
Pierce terdiri dari tiga kelompok utama, yaitu:
-Semiotika Sintaksis, membahas tanda dalam
tata ruang serta kerja sama atau kesamaan
antara tanda tersebut.
-Semiotika Semantik, mempelajari tentang
hubungan atara tanda dengan donatatum atau
penafsirannnya serta menyangkut arti dan
makna dari bentuk-bentuk arsitektur.
-Semiotika Pragmatik, mempelajari tentang
pengaruh tanda dengan pemakai bangunannya
yang brtkaitan dengan fungsi dari tanda
tersebut.
Arsitektur semiotika semantik merupakan
wujud tanda yang dapat diamati, dipahami, dan
dibaca. Semantik merupakan bagian yang
membahas tentang makna dan arti dibalik
sebuah tanda elemen pembentuk arsitektur.
Terdapat empat unsur yang akan dibahas dalam
pendekatan semantik ini yaitu: Referensi,
relevansi, maksud, dan ekspresi. Namun unsur-
unsur tersebut tidak harus semua digunakan
dalam sebuah perancangan. Penggunaannya
disesuaikan dengan objek perancangan. Ada
beberapa variabel semantik untuk memperjelas
setip unsur semantik diatas yaitu dalam
bentuk/wujud, ukuran/skala, pola/susunan,
bahan/konstruksi, serta letak/posisi (Zahnd,
2009).
Transformasi bentuk dari makna cerita
Wayang Punakawan pada desain perancangan
ini akan berkaitan langsung dengan teori
Wucius Wong yang ada dalam buku “Beberapa
Asas Merancang Trimatra” (1989:9) yang
membahas tentang kajian semiotika sebagai
kajian terhadap unsur rupa suatu objek visual
atau simbol. Penentuan penampilan akhir
sebuah rancangan dapat dilihat dengan kajian
bahasa rupa dalam semiotika, yang dimana
makna dari bahasa rupa merupakan kerangka
dasar dalam sebuah perancangan desain pada
suatu bangunan. Teori Wucius Wong, Sachari
(2005:71) meringkas bahwa bahasa rupa
seperti bahasa lain memiliki kaidah, asas, atau
konsep dibaliknya. Desain sebagai bahasa rupa
memiliki empat kelompok aspek, yaitu:
1. Aspek Konsep, terdiri dari titik, garis,
bidang,dan volume.
2. Aspek Rupa, terdiri dari bentuk, ukuran,
warna, dan tekstur.
3. Aspek Pertalian, terdiri dari arah,
kedudukan, ruang, gaya, dan berat.
4. Aspek Peranan, terdiri dari gaya, makna,
dan tugas.
Dalam penerapan makna dari Wayang
Punakawan ini diperlukan metode
transformasi desain untuk menghasilkan
hasil akhir bentuk perancangan ini. Setelah
mengkaji tentang makna cerita Punakawan
ini, di dalam arsitektur perlunya metode
transformasi agar mempermudah dalam
menerapkan hasil kajian makna tersebut ke
dalam bentuk arsitektural. Metode
transformasi yang akan digunakan
menggunakan prinsip peminjaman atau
borrowing dari makna Wayang Punakawan
tersebut dengan kriteria batasan internal
(fungsi, program ruang) dan artistik sebagai
gagasan awal perancang secara individu
(kemampuan, kemauan, dan sikap
perancang).
Parameter semiotika semantik yang
digunakan sebagai acuan transformasi
bentuk dari kajian wayang Punakawan ini
adalah dari bentuk/wujud dari masing-
masing karakternya serta makna dari sifat
mereka yang dituangkan kedalam tata ruang
massa.
Fitria Meralda:Penerapan Karakteristik Wayang Punakawan Terhadap Bentuk Perancangan Convention Center
Di Surakarta (16-24)
20
C. METODE PERANCANGAN
Tampilan visual pada desain perancangan ini
tidak bisa tercapai dan tepat sasaran jika dalam
perancangannya tidak mendalami terlebih
dahulu tentang karakter wayang Punakawannya
itu sendiri. Perlunya analisa bahasa rupa
wayang Punakawan dan hasilnya daat
digunakan sebagai sumber inspirasi visual
perancangan. Setelah analisis tentang bahasa
rupa wayang Punakawan ditelusuri, dalam
arsitektur juga terdapat metode untuk
mengaplikasikan atau menerapkanobjek hasil
kajian bahasa rupa tersebut ke dalam desain
bentuk serta tampilan visual pada perancangan
dengan metode transformasi desain. Tahap
transformasinya adalah:
1. Tahap pertama yaitu menghubungkan
kriteria konsep visual perancangan ini
dengan hasil kajian yang telah
dilakukan (prinsip borrowing) dengan
kriteria batasan fungsi dan program
serta gagasan awal (internal). Skematik
desain satu (S1) akan dihasilkan dari
hubungan ritreia diatas.
2. Skematik desain satu dengan kriteria
program tapak seperti zoning, tata
massa dan eksterior yang diperoleh dari
hasil analisis kriteria eksternal/teori
prinsip transformasi tradisional
menjadi tahapan selanjutnya.
Transformasi ini akan mencapai
tahapan skemasik desain dua/s2 yang
selanjutnya akan menjadi referensi
desain perancangan yang disesuaikan
dengan kondisi tapak perancangan
Convention dan Expo Center.
3. Dalam proses transformasi selanjutnya
akan memperoleh referensi desain yang
nantinya menempuh tahap
perancangan pengembangan, yang
dimana pengembangan hasil referensi
hingga menjadi produk akhir.
Pengembangan desain menggunakan
beberapa metode yaitu metode
pragmatis, teknik digitalisasi, hingga
permodelan. Hasil akhir berupa gambar
kerja mulai dari site plan hingga detail
arsitektural yang khususnya
menunjukan elemen visual arsitektur
Connvention dan Expo Center dari
pengaplikasian tampilan bahasa rupa
wayang Punakawan dan animasi.
Untuk skema proses transformasi dalam
perancangan berikut di bawah ini:
D. HASIL PEMBAHASAN
1. Lokasi Perencanaan Tapak
Perancangan Convention dan Expo Center
berada di kawasan PKN yaitu Pusat Kegiatan
Nasional di Surakarta. Lokasi tapak berada di
Jl. KH Dewantara, Kec. Jebres, Surakarta.
Tapak ini memiliki empat batasan di keempat
sisinya, yaitu Sungai Bengawan Solo di sebelah
utara, Pusat Pergudangan dan Aneka Usaha
“Pedaringan” Surakarta di sebelah timur,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di sebelah
selatan, dan terdapat ruko beserta permukiman
di sebelah barat.
Gambar 1: Skema Transformasi Perancangan (sumber: Hasil Analisis,2020)
AGORA, Jurnal Arsitektur, Volume 17, Nomor 1, Juli 2019
21
Keberadaan perancangan ini diharapkan
menjadi daya tarik para pendatang maupun
wisatawan untuk mengenal lebih baik tentang
ciri khas daerah ini.
2. Analisa Semiotika Bahasa Rupa Wayang
Punakawan
Menggunakan teknik tabel semiotika yang
menjabarkan masing-masing karakter wayang
pada bentuk dan warnanya. Karakter yang
diambil yaitu Semar, Gareng, Petruk, Bagong
dan Gunungan. Hasil Analisis nantinya akan
dipakai untuk referensi desain perancangan.
Dari tabel dibawah ini dapat ditarik kesimpulan
dari masing-msaing karakter memiliki ciri khas
masing-masing yang dapat dijadian referensi
inspirasi desain pada perancangan ini. Berikut
adalah penjabaran melalui tabel semiotika:
Kesimpulan yang bisa ditarik adalah setiap
karakter memiliki ciri khas atau sifat khusus
masing-masing yaitu:
a. Semar memiliki Kuncung Putih yang
berbentuk segitiga menjulang ke atas
yang melambangkan walaupun
umurnya sudah tua namun
pemikirannya masih segar dan muda.
b. Gareng memiliki Mata Kero dan Mata
Juling yang memiliki menyimbolkan
berpandangan dan berpengetahuan luas
serta tidak melirik yang bukan haknya.
Garen juga mmiliki Tangan Ceko yang
menyimbolkan segala permasalahan
hidup pasti ada jalan keluar serta Kaki
Pincang yang menyimbolkan bahwa
setiap langkah harus berhati-hati.
c. Petruk memiliki Hidung Mae Ula yang
berbentuk panjang dan mancung yang
melambangkan kepekaan dan
ketajaman. Petruk memiliki badan
yang jangkungdan panjang yang
melambangkan cekatan, panjang akal
dan mudah menolong orang lain.
d. Bagong mempunyai Mata Mleleng
yang artinya memilki pandangan luas
dan selalu waspada serta Tangan
Megar yang memiliki makna bahwa ia
selalu bekerja keras demi apa yang
dituju
e. Gunungan memiliki bentuk segi lima
meruncing ke atas seperti puncak
gunung yang menyimbolkan
kehidupan manusia menuju Tuhan
YME.
Berikut keterangan gambar masing-masing
karakter wayang:
Gambar 2: Batasan Lokasi sekitar lingkungannya (sumber: Google Maps)
Gambar 3: Kuncung Putih Semar
(Sumber: Jurnal Perancangan
Komunikasi Visual)
Fitria Meralda:Penerapan Karakteristik Wayang Punakawan Terhadap Bentuk Perancangan Convention Center
Di Surakarta (16-24)
22
Gambar 8: Transformasi bentuk bangunan Expo (Sumber: Data Pribadi)
3. Skematik Perancangan Convention dan
Expo Center
a. Elemen Massa Bangunan Expo
Dikarenakan massa Expo adalah massa
yang paling besar karena berkapasitas
paling banyak juga, maka dari itu
hierarki dari Semar untuk menjadi
referensi bentuk dari bangunan ini.
Secara keseluruhan dari skala yang
paling besar sesuai dengan badan
Semar dan memiliki Kuncung Sebagai
Skylight Atrium.
b. Elemen Massa Bangunan
Convention
Bangunan Convention merupakan
bangunan utama namun
kapasitasnya tidak lebih banyak
dari Expo. Inspirasi bentuk dari
bangunan ini adalah karakter
Gareng sebagai anak pertama dari
Semar. Ciri-ciri dari Gareng adalah
mempunyai Mata Kero dan Mata
Juling hingga kaki yang pincang.
Kaki yang pincang melambangkan
ketidak seimbangan. Bentuk Mata
Kero yang bulat namun tidak
sempurna dan juling.
Gambar 4: Mata Kero
dan Juling Gareng
(Sumber: Jurnal
Perancangan
Gambar 5: Hidung Mare Ula Petruk
(Sumber: Jurnal
Perancangan
Komunikasi
Visual)
Gambar 6: Tangan Megar dan Mata Mleleng Bagong (Sumber: Jurnal Perancangan Komunikasi Visual)
Gambar 7: Simbol Gunungan pada Pewayangan (Sumber: Jurnal Perancangan Komunikasi Visual)
AGORA, Jurnal Arsitektur, Volume 17, Nomor 1, Juli 2019
23
Gambar 9: Transformasi bentuk bangunan Convention (Sumber: Data Pribadi)
Gambar 10: Transformasi bentuk bangunan Retail
(Sumber: Data Pribadi)
Gambar 11: Transformasi bentuk bangunan Art Hall (Sumber: Data Pribadi)
Gambar 12: Transformasi bentuk Gunungan Sculpture
(Sumber: Data Pribadi)
Gambar 13: Batik Kawung
(Sumber: www.pemoeda.co.id)
c. Elemen Massa Bangunan Retail
Retail merupakan bangunan
penunjang dari bangunan
Convention dan Expo. Karakter
Petruk menjadi bentuk awal dari
bagnunan ini. Karakter Petruk yang
paling menonjol ialah hidung
panjangnya yaitu hidung Mae Ula.
d. Elemen Massa Bangunan Art Hall
Bangunan Art Hall menjadi
bangunan penunjang untuk
perancangan ini. Bentuk bangunan
ini diambil dari perpaduan bentuk
Tangan Megar dan Mata Mleleng
dari karakter Bagong. Bentuk awal
setengah lingkaran dari tangan
yang megar dan mata bulat diolah
sedemikian rupa memakai teknik
borrowing.
e. Elemen Pusat Open Place
Simbol Gunungan diterapkan
sebagai elemen open space utama
pada perancangan. Unsur bentuk
Gunungan terlihat dari bentuk
sculpture yang berbentuk segi lima
meruncing ke atas.
f. Transformasi Pola Batik Kawung
1. Batik Kawung pada elemen
ruang luar. Bentuk dasar dari
pola batik Kawung
diinterpretasikan kepada pola
landscape perancangan.
Fitria Meralda:Penerapan Karakteristik Wayang Punakawan Terhadap Bentuk Perancangan Convention Center
Di Surakarta (16-24)
24
Gambar 14: Penerapan batik Kawung pada taman
(Sumber: Data Pribadi)
Gambar 15: Penerapan batik Kawung pada secondary
skin
(Sumber: Data Pribadi)
2. Elemen Batik Kawung pada
Fasad
Pola dekoratif batik Kawung
juga diterapkan pada fasad
salah satu bangunan di
perancangan ini sebagai
secondary skin.
E. KESIMPULAN
Usulan perancangan Convention dan Expo
Center memuat aspek aspek perancangan yang
holistik baik dari segi fungsi, bentuk, dan
makna. Dalam visualisasi arsitekturnya, suatu
bentuk atau fungsi tertentu berfungsi dalam
menyampaikan makna tertentu. Perancangan
desain arsitektur convention dan expo center
dengan pendekatan hasil transformasi dari
kajian semiotika bahasa rupa ini merupakan
upaya untuk mencapai karakter Punakawan
sehingga sarana MICE dapat mempermudah
masyarakat untuk mengenal, mengingat serta
mengenang secara visual dan dapat
mengkomunikasikan MICE ini sebagai
perancangan penanda/sculpture bagi kawasan
Jebres karena lokasinya yang sangan strategis
dan berada di PKN/Pusat Kegiatan Nasional.
DAFTAR RUJUKAN
AK, Soetarno. 1989. Ensiklopedi Wayang.
Solo: Dahara Proze.
Antoniades, Anthony C. 1990. Poetics of
Architecture: Theory of Design. New York:
Van Nostrand Reinhold.
Arief, Novida Nur M. 2017. Semantik
Arsitektur Pada Pasar Seni Kabupaten
Sidoarjo. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta
Broadbent, Geoffrey, Bunt, R., & Jencks, C.
1980. Sign, Symbol & Architecture. New York:
John Willey and Sons.
Ismana, Ardhi. 2013. Transformasi Bahasa
Rupa Wayang Kulit Purwa Pada Perancangan
Wayang Kekayon Bantul Yogyakarta. Malang:
Universitas Brawijaya
Kharisma, Alifian. 2014. Semantik Arsitektur
Pada Pasar Seni Kabupaten Sidoarjo. Malang:
Universitas Brawijaya
Kresna, Ardian. 2002. Punakawan Simbol
Kerendahan Hati Orang Jawa.
Yogyakarta:Narasi.
Sachari, Agus. 2003. Metodologi Penelitian
Budaya Rupa. Jakarta: Penerbit Erlangga
Wong, Wucius. 1986. Beberapa Azas
Merancang Dwi-Matra. Bandung: ITB
Zahnd, Markus. 2009. Pendekatan dalam
Perancangan Arsitektur. Semarang: Kanisius.
http://maps.google.com/ (diakses 18 Juni
2020).