PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN...

109
PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DILEMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM (Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : ULFIYAH HASAN NIM: 11150480000013 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/ 2019 M

Transcript of PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN...

Page 1: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN

PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DILEMA

ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

(Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

ULFIYAH HASAN

NIM: 11150480000013

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1441 H/ 2019 M

Page 2: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
Page 3: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
Page 4: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN
Page 5: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

v

ABSTRAK

Ulfiyah Hasan. NIM 11150480000013. ”PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM

DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA

PENUNTUT UMUM DILEMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN

HUKUM (Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)”

Program studi Ilmu Hukum, Konsetrasi Praktisi Hukum, Fakultas Syariah dan

Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/ 2019 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan hukum oleh hakim

dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor:

1940 K/Pid.Sus/2015. Secara khusus, skripsi ini mencoba mendalami terkait

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut

umum dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Mahkamah Agung

Nomor: 1940 K/Pid.Sus/2015. Disamping itu, skripsi ini juga mencoba membahas

pada penilaian prinsip tujuan hukum yaitu kepastian hukum dan keadilan terhadap

tindakan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015

dalam perkara tindak pidana narkotika.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis dengan melalui pendekatan

kasus (Case Approach). Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan

menggunakan studi dokumen. Dokumen yang menjadi sumber data pada

penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015.

Kemudian dokumen itu diolah menggunakan metode analisis isi.

Hasil dari penelitian skripsi ini menunjukan bahwa adanya dasar

pertimbangan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015 yang cukup kritis dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan

jaksa penuntut umum pada perkara tindak pidana narkotika ini. Pertimbangan

tersebut memberikan suatu gambaran kepada hakim sebagai garda terkahir

penegak keadilan untuk dapat melakukan inovasi hukum serta berani keluar dari

formalisme hukum, demi tercapainya suatu keadilan. Hakim dalam melakukan

inovasi tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan untuk dapat

mengenyampingkan hukum (contra legem) dengan membuat putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum, demi mewujudkan serta menyuarakan rasa

keadilan yang ada dimasyarakat.

Kata Kunci : Putusan Hakim, Surat Dakwaan dan Tindak Pidana Narkotika

Pembimbing Skripsi : Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.

Daftar Pustaka : Tahun 1969 sampai Tahun 2018

Page 6: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat, nikmat serta karunia dari Allah SWT peneliti dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM

MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT

UMUM DILEMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM

(Analisis Putusan : Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)” Sholawat

serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu „Alayhi wa

Sallam, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang

terang benderang ini.

Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan

bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan

ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H. M.H. M.A. Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah, S.H. M.H. Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Tamrin, S.H. M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus sebagai

Pembimbing Akademik saya yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi

ini.

3. Terkhusus Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. yang telah bersedia meluangkan waktu,

tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi,

arahan, dan saran-saran yang sangat berharga kepada peneliti dalam menyusun

skripsi ini.

4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti

mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

vii

5. Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu peneliti dalam menyediakan

fasilitas yang memadai dalam segi kepustakaan.

6. Pihak-pihak lain yang membantu peneliti dalam proses pembuatan skripsi ini.

Jakarta, 23 Agustus 2019

Peneliti

Ulfiyah Hasan

Page 8: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

viii

DAFTAR ISI

COVER JUDUL ............................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................. iii

LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................. 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 6

D. Metode Penelitian ................................................................... 7

E. Sistematika Penulisan .............................................................. 9

BAB II KAJIAN TEORITIS PUTUSAN DAN KEWENANGAN HAKIM

A. Kerangka Konseptual ............................................................. 11

1. Putusan Hakim ................................................................... 11

2. Surat Dakwaan ................................................................... 11

3. Tindak Pidana Narkotika ................................................... 16

B. Kerangka Teori ....................................................................... 18

1. Teori Keadilan ................................................................... 18

2. Teori Asas Legalitas .......................................................... 20

3. Teori Progresif ................................................................... 22

C. Putusan Hakim dalam Perkara Pidana .................................... 24

D. Kewenangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Dalam

Perkara Pidana ....................................................................... 34

E. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ...................................... 41

BAB III PUTUSAN HAKIM DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT

UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Gambaran Umum Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940

K/PID.SUS/2015 .................................................................... 44

1. Posisi Kasus ...................................................................... 44

2. Surat Dakwaan ................................................................... 46

3. Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum ............................... 49

4. Alasan Pemohon Kasasi .................................................... 49

Page 9: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

ix

5. Amar Putusan ..................................................................... 50

6. Dasar Pertimbangan .......................................................... 52

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DAN EVALUASI TINDAKAN

HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR

DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Diluar Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara

Tindak Pidana Narkotika Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 ....... 55

B. Evaluasi Tindakan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Diluar Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara

Tindak Pidana Narkotika Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 ........ 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 71

B. Rekomendasi ........................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 74

Lampiran

Page 10: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakim sebagai alat penegak hukum di Indonesia diamanahkan oleh undang-

undang untuk dapat menciptakan tujuan hukum dengan memberikan kepastian

hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Kepastian hukum dan

keadilan dalam praktik penegakan hukum di Indonesia sering kali menimbulkan

sebuah perbenturan, khususnya pada penerapan hukum di pengadilan. Secara

prinsip untuk mengejar suatu kepastian seorang hakim akan memuja kepada

tekstualitas hukum, namun sering kali tekstualitas hukum tidak sejalan serta tidak

menghadirkan rasa keadilan bagi masyarakat. Hal ini menjadi suatu sorotan bagi

masyarakat, khususnya menyangkut hakim sebagai pelaksana peradilan pidana di

Indonesia yang diamanahkan untuk menjamin suatu kepastian hukum dan

memperjuangkan suatu keadilan. Perbenturan kepastian hukum dan keadilan ini

menimbulkan suatu keresahan bagi masyarakat terhadap hukum, terutama pada

putusan pengadilan yang tidak memuaskan atau kurang adil serta kurang

bertanggung jawab dalam mengadili suatu perkara. Hal tersebut membuat hukum

semakin tidak dipercaya masyarakat sebagai alat menghadirkan rasa keadilan dan

keseimbangan keadilan di hati masyarakat.

Keadilan menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat terlebih saat berada

dalam permasalahan hukum, karena keadilan merupakan salah satu sendi dasar

yang pokok serta memiliki peran paling utama bagi hakim dalam menegakan

hukum.1 Prinsip keadilan tersebutlah yang menjadikan hakim sebagai salah satu

komponen utama dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang sentantiasa di

tuntut untuk mengasah kepekaan nurani, kecerdasan moral dan profesional dalam

menegakkan hukum dan mewujudkan keadilan yang tercipta pada putusannya.2

Disisi lain, hakim di Indonesia identik hanya menjadi corong undang-undang

1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,

Eksepsi, dan Putusan Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h., 3. 2 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor:

047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman

Perilaku Hakim Jakarta, 2009, h., 3.

Page 11: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

2

yang masih berkutat pada peraturan formal. Hal itu sesuai dengan sistem hukum

di Indonesia yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental “Civil Law”. Sistem

ini telah mempengaruhi corak berpikir hakim dalam menjalankan tugas dan

kewenangannya untuk memeriksa dan memutus suatu perkara pidana di

pengadilan yang harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang

sifatnya tertulis karena undang-undang merupakan sumber hukum utama dalam

sistem yang dianut di Indonesia. Konsekuensi logis dari hal tersebut akhirnya

membatasi hakim untuk tidak dapat melakukan terobosan-terobosan hukum yang

mengikat masyarakat serta tidak berwenang dalam mengambil tindakan keputusan

diluar dari ketentuan peraturan perundang-undangan.

Belakangan ini hakim banyak melakukan terobosan hukum dalam

menjatuhkan suatu putusan perkara pidana yang tidak mengacu pada kententuan

peraturan perundang-undangan, sehingga menghasilkan penemuan hukum oleh

hakim dalam putusannya (Judge Made Law). Tindakan hakim dalam melakukan

terobosan hukum tersebut melahirkan sebuah permasalahan atau polemik dalam

praktek peradilan pidana, karena terobosan hakim tersebut dipandang bahwa

hukum yang dilihat secara legal tekstual kurang mampu menjangkau nilai-nilai

keadilan yang ada di masyarakat. Hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar bagi

masyarakat mengenai kemampuan doktrin hukum Civil Law yang tidak mampu

untuk memecahkan permasalahan yang terjadi saat ini. Tindakan hakim dalam

melakukan terobosan hukum mengubah cara berpikir hakim untuk menjalankan

tugas dan kewenangannya dalam tradisi sistem hukum Civil Law yang dianut di

Indonesia bercampur dengan tradisi sistem hukum Common Law yang lebih

melihat hukum bukan berdasarkan tekstual semata.

Tindakan hakim dalam melakukan terobosan hukum dapat ditemukan dalam

praktek peradilan pidana, salah satunya terkait Hakim Mahkamah Agung

menjatuhkan putusan diluar dari dakwaan jaksa penuntut umum. Peneliti pada

kesempatan kali ini mengkonstekstualisasikan permasalahan ini pada Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015. Pada putusan tersebut terdakwa

terjerat kasus tindak pidana narkotika yang didakwakan oleh jaksa penunut umum

dengan dakwaan primair Pasal 114 ayat (1) dan subsidair Pasal 112 ayat (1)

Page 12: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

3

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hakim Mahkamah

Agung menilai bahwa fakta dan bukti yang disajikan di persidangan tidak

menunjukan perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum, akan

tetapi Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini menilai bahwa perbuatan

terdakwa dinyatakan bersalah dan telah melakukan tindak pidana yang tidak

didakwakan atau diluar pasal yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Kasus

ini menjadi suatu hal sangat memprihatinkan apabila melihat kinerja seorang jaksa

selaku penutut umum yang terlihat kurang teliti dalam menerapkan pasal terhadap

terdakwa, sehingga Hakim Mahkamah Agung melakukan suatu terobosan hukum

dalam menjatuhkan hukuman pidana terhadap terdakwa dengan menjatuhkan

putusan diluar dari dakwaan jaksa penunut umum dalam perkara tindak pidana

narkotika ini.

Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum menimbulkan sebuah persoalan dan polemik yang

diperbincangkan oleh para kalangan praktisi hukum atau pakar hukum, karena jika

melihat secara formil suatu putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim

didasarkan atas dakwaan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta dipersidangan

sebagaimana sesuai dengan Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal 182

ayat (4) tersebut membatasi ruang gerak hakim dalam menjalankan

kewenangannya untuk tidak dapat menjatuhkan hukuman kepada terdakwa

apabila perbuatan tersebut tidak didakwakan oleh jaksa penuntut umum.3 Jika

suatu dakwaan sesuai dengan fakta serta terbukti secara sah dan meyakinkan di

persidangan maka hakim dapat menjadikan dasar penjatuhan putusan pemidanaan

bagi terdakwa. Disisi lain apabila surat dakwaan tidak tepat dan tidak sesuai

dengan fakta di persidangan yang menyebabkan kesalahan terdakwa tidak terbukti

maka terdakwa diputus bebas sebagaimana sesuai dengan Pasal 191 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

3 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h., 39.

Page 13: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

4

Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum pada Putusan Nomor 1950 K/Pid.Sus/2015 telah

bertentangan dengan ketentuan Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

menjadi batasan bagi hakim dalam menjalankan kewenangannya. Disisi lain

hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum tidak

dapat dikatakan sebagai suatu kesalahan, karena hakim memiliki penalaran

tersendiri terhadap suatu perkara yang dihadapkan kepadanya dengan

menggunakan hati nurani dan pandangannya demi tercapainya keadilan secara

substansial. Penalaran itulah yang menggambarkan suatu terobosan hukum yang

dilakukan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut

umum ini.

Tindakan hakim dalam melakukan terobosan hukum dengan menjatuhkan

putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara tindak pidana

narkotika ini menjadi sesuatu yang menarik untuk melihat perkembangan ilmu

hukum yang telah dikembangkan oleh aparat penegak hukum (hakim). Tema ini

menjadi sesuatu yang penting untuk melihat apakah teori hukum yang ada cukup

membantu hakim dalam menerapkan hukum pada konteks putusan diluar dakwaan

jaksa penuntut umum ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara

khusus dengan menuangkannya dalam bentuk skripsi yang berjudul

“PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN

PUTUSAN DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DILEMA

ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM (Analisis Putusan :

Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015)”

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti memberikan identifikasi

masalah yang akan dijadikan bahan penelitian sebagai berikut:

a. Apa yang diamanahkan oleh hukum kepada Hakim Mahkamah Agung

ketika adanya benturan antara kepastian hukum dengan keadilan?

Page 14: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

5

b. Apa yang lebih diprioritaskan oleh Hakim Mahkamah Agung ketika

adanya perbenturan antara kepastian hukum dengan keadilan?

c. Apa tolak ukur yang gunakan oleh Hakim Mahkamah Agung ketika lebih

mengutamakan keadilan dari pada kepastian hukum?

d. Apakah tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan

yang tidak sesuai dengan surat dakwaan jaksa penuntut umum

dibenarkan?

e. Apakah ada aturan yang memperbolehkan Hakim Mahkamah Agung

menjatuhkan putusan di luar dakwaan jaksa penuntut umum?

f. Apakah menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum

bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana?

g. Apakah tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan

diluar dakwaan jaksa penuntut umum mengubah tradisi sistem hukum

Civil Law di Indonesia?

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah peneliti,

agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang dimaksud

serta untuk menghindari terjadinya tumpang tindih dengan permasalahan diluar

wilayah penelitian, untuk itu peneliti memberi batasan-batasan demi

mempertajam pembahasan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

a. Skripsi ini berfokus pada penilaian prinsip tujuan hukum dalam

penelitian ini yaitu prinsip kepastian hukum dan keadilan terhadap

tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara tindak pidana narkotika.

b. Skripsi ini berfokus pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015 terkait putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum

dalam perkara tindak pidana narkotika.

c. Skripsi ini berfokus mengevaluasi tindakan Hakim Mahkamah Agung

dan penilaian peneliti terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat,

Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, dan Putusan Mahkamah Agung

dalam penelitian ini.

Page 15: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

6

3. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik, maka perlu dibuat

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Apa yang menjadi dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam

menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam

perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015?

b. Apakah Hakim Mahkamah Agung sudah menerapkan hukum dengan

benar dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum

dalam perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan

tujuan tersebut dapat diperoleh solusi atau jawaban atas masalah yang dihadai

pada penelitian ini. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan

di atas, maka tujuan yang hendak dicapai adalah:

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam

menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam

perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015.

b. Untuk mengetahui penerapan hukum oleh Hakim Mahkamah Agung

dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam

perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015

2. Manfaat Penelitian

Nilai suatu penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat

diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Manfaat Teoritis

Page 16: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan

pengetahuan kepada Ilmuan Hukum/ Praktisi Hukum dalam konteks sebuah

terobosan hukum, ketika terdapat suatu pertentangan tujuan hukum antara

kepastian dan keadilan terutama dalam penanganan perkara-perkara pidana

jika terjadi dakwaan yang tidak terbukti secara sempurna namun ditemukan

pasal diluar dakwaan.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan

pertimbangan bagi calon hakim/ hakim dan komponen penegak hukum

untuk memperhatikan prinsip-prinsip dan aturan hukum secara bijak dalam

menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum.

D. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan

penelitian Yuridis4. Penelitian ini berfokus untuk menelaah dan mengevaluasi

atau menilai tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menerapkan norma atau

aturan yang tertuang pada undang-undang dalam sebuah putusan yang

berkaitan dengan perkara tindak pidana narkotika. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kasus (Case Approach) yang dilakukan dengan menelaah terhadap

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 yang berfokus pada

pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini hingga sampai pada

suatu putusan. Selain itu, peneliti juga mengevaluasi terhadap tindakan Hakim

Mahkamah Agung dalam menerapan hukum pada perkara tindak pidana

narkotika dari sudut pandang tujuan hukum itu sendiri yaitu kepastian hukum

dan keadilan.

2. Sumber Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini berupa informasi terkait

pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 dalam

4 Penelitian Yuridis (empiris) merupakan penelitian non-doctrinal research yang berpijak

dari adanya kesenjangan antara norma hukum yang ada dengan pelaksanaanya. Lihat Bambang

Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1999), h., 43.

Page 17: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

8

menjatuhkan putusan diluar surat dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara

tindak pidana narkotika. Selain itu, peneliti juga menggunakan data berupa

informasi terkait penerapan hukum oleh Hakim Mahkmah Agung dalam

menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara

tindak pidana Narkotika pada Putusan Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015.

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder5 berupa dokumen

Putusan Mahkamah Agung Nomor 1950 K/Pid.Sus/2015 yang diterbitkan oleh

Mahkamah Agung. Adapun informasi tersebut kemudian dikelompokan

menjadi 2 (dua) data sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer dari penelitian ini merupakan data tumpuan yang digunakan

oleh peneliti untuk menjawab pertanyan penelitian dalam skripsi ini.

Adapun data primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa

pertimbangan Hakim Mahkamah Agung pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015 dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penunut

umum dalam perkara tindak pidana narkotika. Selain itu, penerapan hukum

oleh Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan Putusan diluar dakwaan

jaksa penuntut umum dalam tindak pidana narkotika pada Putusan Nomor

1940 K/Pid.Sus/2015.

b. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini merupakan data yang digunakan oleh

peneliti untuk mendukung dan melanjutkan penulisan pada BAB II. Peneliti

membutuhkan data yang menjadi kriteria untuk menilai pertimbangan dan

penerapan Hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak pidana narkotika yang

tersimpan didalam peraturan perundang-undangan. Adapun data yang

dimaksud dalam penelitian ini sebagai berikut:

1) Undang-undang Dasar Tahun 1945

5 Sumber data sekunder (secondary data) merupakan data yang diperoleh hasil penelitian

dan pengolahan orang lain, atau data dalam bentuk dokumen yang telah tersedia. Lihat Hilman

Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju,

1995, h.,65.

Page 18: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

9

2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP)

4) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

Selanjutnya peneliti menggunakan metode pengumpulan data berupa

studi dokumen yang diawali dengan membaca isi dokumen Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 yang memuat

pertimbangan Hakim serta penerapan Hukum oleh Hakim Mahkmah Agung

dalam menjatuhkan putusan yang diluar dakwaan jaksa penuntut umum

dalam tindak pidana narkotika.

3. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis data maka peneliti menggunakan metode analisis

deskriptif dan evaluatif berdasarkan Putusan Mahmakah Agung Nomor 1950

K/Pid.Sus/2015. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan

informasi berupa pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan

putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum. Metode evaluatif digunakan

untuk mengevaluasi tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menerapkan

hukum yang tertuang di dalam putusan tersebut.

4. Teknik Penulisan

Dalam penelitian skripsi ini peneliti menggunakan teknik penyusunan

dan sistematika penelitian yang berpedoman pada Buku Pedoman Penelitian

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2017.

E. Sistematika Pembahasan

Dalam penelitian skripsi, ada suatu sistematika pembahasan yang disajikan

oleh peneliti untuk mempermudah penjelasan materi secara menyeluruh yang

akan dibahas dalam skripsi ini. Peneliti menyusun sistematika pembahasan yang

terbagi menjadi lima BAB, diantaranya sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Page 19: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

10

BAB I ini terdiri dari uraian latar belakang masalah yang akan

diteliti, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

BAB II KAJIAN TEORITIS PUTUSAN DAN KEWENANGAN

HAKIM

BAB II ini terdiri dari kajian pustaka yang menguraikan kerangka

konseptual, kerangka teoritis, putusan dan kewenangan hakim serta

tinjauan (review) kajian terdahulu.

BAB III PUTUSAN HAKIM DILUAR DAKWAAN JAKSA

PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA

NARKOTIKA

BAB III ini menguraikan data penelitian yang memuat gambaran

umum terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015 dalam perkara tindak pidana narkotika

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DAN EVALUASI

TINDAKAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM

PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA

BAB IV ini menyajikan analisis dan interpretasi temuan yang

menjadi dasar pertimbangan hakim menjatuhkan putusan diluar

dakwaan dan mengevaluasi tindakan hakim dalam menjatuhkan

putusan diluar dakwaan dalam perkara tindak pidana narkotika.

BAB V PENUTUP

BAB V ini merupakan bagian akhir yang menyajikan kesimpulan

hasil penelitian berikut rekomendasi yang dapat peneliti berikan

terkait penelitian ini.

Page 20: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

11

BAB II

KAJIAN TEORITIS PUTUSAN DAN KEWENANGAN HAKIM

DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DALAM PERKARA PIDANA

Pada Bab 2 (dua) ini peneliti memaparkan beberapa poin penting yang diri

dari 5 (lima) subbab pembahasan. Subbab pertama berisi pemaparan terkait

kerangka konseptual. Subbab kedua berisi pemaparan terkait kerangka teori yang

digunakan untuk menganalisis pada penelitian ini. Subbab ketiga berisi

pemahaman terkait putusan Hakim/Pengadilan. Subbab keempat berisi

pemahaman terkait kewenangan Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam

perkara pidana. Subbab kelima, peneliti mencoba menghadirkan beberapa

penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan oleh sejumlah kalangan.

A. Kerangka Konseptual

1. Putusan Hakim

Berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam

sidang pengadilan terbuka yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas

dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut acara yang diatur

dalamundang-undang. Pengertian hakim itu sendiri merupakan pejabat

peradilan negara yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk

mengadili. Pada ketentuan Pasal 1 angka 9 bahwa yang dimaksud dengan

mengadili adalah serangkaian tindakan hakim, untuk menerima, memeriksa,

memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di

sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang. Hakim disebutkan bahwa Hakim dan Hakim Konstitusi adalah pejabat

negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-

undang

2. Surat Dakwaan

Mangasa Sidabutar menyatakan bahwa surat dakwaan ialah sebentuk

surat resmi yang dibuat oleh jaksa penuntu umum, diberi penanggalan yang

lengkap dan ditandatanganinya yang menerangkan identitas tersangka yang

Page 21: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

12

didakwa,uraian tindak pidana yang didakwakan, kapan dan dimana tindak

pidana itu dilakukan yang tersusun secara cermat, jelas, dan lengap”.1

Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur mengenai adanya

definisi tentang surat dakwaan, melainkan hanya mengatur mengenai syarat-

syarat yang harus dipenuhi dan hal-hal yang berhubungan dengan surat

dakwaan. Surat dakwaan oleh kebanyakan pakar hukum di Indonesia, diartikan

sebagai sebuah surat/akta yang dibuat oleh jaksa penuntut umum yang berisi

perumusan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, berdasarkan

kesimpulan dari hasil penyidikan.

1. Syarat Surat Dakwaan

Dalam Pasal 143 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah diatur

mengenai isi surat dakwaan yang juga merupakan syarat surat dakwaan

yang harus dipenuhi oleh Jaksa Penuntut Umum. Adapun 2 (dua) syarat

surat dakwan antara lain sebagai berikut :

a. Syarat Formil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat:

(1) Diberi tanggal,

(2) Memuat identitas terdakwa secara lengkap, meliputi:

1) Nama lengkap

2) Tempat lahir

3) Umur/ tanggal lahir

4) Jenis kelamin

5) Kebangsaan

6) Tempat tinggal

7) Agama

8) Pekerjaan

(3) Ditandatangani oleh Penuntut Umum

1 Mangasa Sidabutar, Hak Terdakwa Terpidana Penuntut Umum Menempuh Upaya

Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), h., 26.

Page 22: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

13

b. Syarat Materil yang diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang memuat unsur yang tidak

boleh dilalaikan:

(1) Uraian cermat, artinya surat dakwaan harus didasarkan kepada

undang-undang yang berlaku bagi terdakwa, dan harus

memperhatikan:

1) Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan,

2) Apakah penerapan hukum/ ketentuan pidananya sudah tepat

3) Apakah terdakwa dapat dipertanggung jawabkan dalam

melakukan tindak pidana tersebur

4) Apakah tindak pidana tersebut belum/ sudah kadaluarsa

5) Apakah tindak pidana yang dilakukan itu tidak “Nebis In Idem”.

(2) Jelas, artinya surat dakwaan harus merumuskan unsur-unsusr dari

tindak pidana sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan yang

dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan

(3) Lengkap, artinya uraian surat dakwaan harus mencangkup semua

unsur yang ditentukan oleh undang-undang secara lengkap.

(4) Menyebutkan waktu (tempus delicti) dan tempat tindak pidana

dilakukan (locus delicti).

Secara materil, suatu surat dakwaan dipandang telah memenuhi syarat

apabila surat dakwaan tersebut telah memberi gambaran secara bulat dan

utuh tentang:

1) Tindak pidana yang dilakukan,

2) Siapa yang melakukan tindak pidana tersebut,

3) Dimana tindak pidana dilakukan,

4) Bilamana/ kapan tindak pidana dilakukan,

5) Bagaimana tindak pidana dilakukan,

6) Akibat apa yang ditimbulkan tindak pidana tersebut (delik materill),

7) Ketentuan-ketentuan pidana yang diterapkan.

Dapat diformulasikan bahwa syarat formil ialah syarat formalitas surat

dakwaan, sedangkan syarat materil syarat yang berkenaan dengan substansi

Page 23: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

14

surat dakwaan. Kedua syarat tersebut harus dipenuhi, apabila tidak

terpenuhinya syarat formil menyebabkan surat dakwaan dapat dinyatakan

tidak dapat diterima (niet ontyankelijk) serta dapat dibatalkan

(vernietigbaar). Jika tidak terpenuhinya syarat materil menyebabkan

dakwaan batal demi hukum (absolut niettig).

2. Bentuk Surat Dakwaan

a. Dakwaan Tunggal/ Biasa

Surat dakwaan tunggal/ biasa merupakan surat dakwaan yang disusun

dalam rumusan tunggal. Adami Chazawi mendefinisikan surat dakwaan

tunggal merupakan surat dakwaan yang dalam uraiannya hanya

menuduhkan satu jenis tindak pidana tanpa disertai dakwaan pengganti,

dakwaan subsidair, atau dakwaan lainnya.2 Surat dakwaan tunggal hanya

berisi satu dakwaan saja atau perbuatan yang dilakukan terdakwa hanya

merupakan satu tindak pidana saja, karena tidak terdapat kemungkinan

untuk mengajukan dakwaan alternatif ataupun dakwaan pengganti

lainnya.

b. Dakwaan Alternatif

Menurut Laden Marpaung bentuk dakwaan alternatif merupakan

dakwaan yang memuat beberapa dakwaan yang diutarakan kata “atau”,

maksudnya dakwaan alternatif memberikan pilihan kepada hakim atau

pengadilan untuk menentukan dakwaan mana yang dipertanggung

jawabkan kepada terdakwa karena tindak pidana yang dilakukan.3 Dalam

surat dakwaan alternatif terdapat beberapa dakwaan yang disusun secara

berlapis, lapisan yang satu merupakan alternatif dan bersifat

mengecualikan dakwaan pada lapisan lainnya. Bentuk dakwaan ini

digunakan apabila belum didapat kepastian tentang tindak pidana mana

yang paling tepat dapat dibuktikan, meskipun dakwaan terdiri dari

beberapa lapisan tetapi hanya satu dakwaan saja yang akan dibuktikan.

2 Adami Chazawi, Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2013), h., 41. 3 Laden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana (di Kejaksaan dan Pengadilan

Negeri Upaya Hukum Eksklusif Bagian Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h., 44.

Page 24: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

15

c. Dakwaan Subsidair (Subsidiary)

Dakwaan secara subsidair yaitu diurutkan mulai dari yang paling

berat hingga yang paling ringan digunakan dalam tindak pidana yang

berakibat peristiwa diatur dalam pasal lain pada KUHP. Dakwaan

subsidair menggantikan dakwaan primair seandainya penuntut umum

tidak mampu membuktikan dakwaaan primair. Hakim dalam mengadili

suatu perkara terlebih dahulu memeriksa dakwaan primair dan jika

dakwaan primair tidak terbukti, maka hakim akan memeriksa dakwaan

subsidair dan apabila masih tidak terbukti maka diperiksalah dakwaan

yang lebih subsidair. Dalam praktiknya surat dakwaan subsidair sering

disebut juga dakwaan alternatif, karena pada umumnya dakwaan disusun

oleh jaksa penuntut umum menurut bentuk subsidair, artinya tersusun

primer dan subsidair.

d. Dakwaan Kumulatif

Hendar Soetarna mendefinisikan dakwaan kumulatif merupakan

dakwaan bertitik tolak pada adanya perbarengan (concursus) baik

perbarengan tindak pidananya ataupun perbarengan pelakunya.

Perbarengan tindak pidana ditemukan apabila terdakwa melakukan

beberapa perbuatan yang harus dipamdang sebagai perbuatan yang

berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan.4 Sementara Lilik

Mulyadi menyatakan dakwaan kumulatif dibuat oleh penuntut umum

apabila seorang atau lebih terdakdwa melakukan lebih dari satu

perbuatan pidana dimana perbuatan tersebut harus dianggap berdiri

sendiri atau juga dapat dikatakan tidak ada kaitannya satu dengan

lainnya”.5

e. Dakwaan Kombinasi

Adami Chazawi menyatakan dakwaan kombinasi merupakan

dakwaan yang menuduhkan beberapa tindak pidana pada terdakwa

4 Hendra Soetarno, Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana, (Bandung: PT. Alumni,

2011), h., 33. 5 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,

Eksepsi, dan Putusan Pengadilan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), h., 59-60.

Page 25: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

16

dengan mengombinasikan antara beberapa bentuk surat dakwaan secara

kumulatif.6 Dakwaan kombinasi merupakan kombinasi/gabungan dari

dakwaan yang berbentuk alternatif dengan dakwaan yang berbentuk

subsidair atau antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan subsidair atau

antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan dakwaan alternatif dan

sebagainya. Timbulnya bentuk dakwaan ini seiring dengan

perkembangan dibidang kriminalitas yang semakin variatif baik dalam

bentuk atau jenisnya maupun dalam modus operadi yang dipergunakan.

3. Tindak Pidana Narkotika

Nakotika secara etimologi berasal dari bahasa Inggris narcose atau

narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Kata narkotika juga berasal

dari Yunani yaitu narkoun yang artinya membuat lumpu atau membuat mati

rasa.7 Secara etimologi terminologis narkotika dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia ialah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa

sakit, menimbulkan rasa ngantuk atau merangsang. Sementara itu, Wilson

Nadaek menjelaskan didalam bukunya mengenai definisi Narkotika menurut

Elijah Adams bahwa narkotika adalah terdiri dari zat sisntetis dan semi sintetis

yang dikenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak

dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap.

Selain itu, narkotika ini juga dikenal dengan istilah dihydo morfhine.8

Smith Kline dan French Clinical memberikan definisi narkotika yaitu

“Narkotic are drugss which product insensibility or stuporduce to their

depresnat offer on the central nerveous system, inclided in this definition are

opium-opium derivativis (Morhphine, codein, methadone).” Memiliki arti

sebagai zat-zat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan

dikarenakan zat-zat tersebut berkerja mempengaruhi susunan pusat syaraf.

Dalam definisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari

6 Adami Chazawi, Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, … h., 89

7 Hari Sasangka, Narkotika dan Prikotropika Dalam Hukum Pidana Untuk Mahasiswa

dan Praktisi Serta Penyuluh Masalah Narkoba ,(Bandung: Mandar Maju, 2003), h., 35. 8 Wilson Nadaek, Korban dan Masalah Narkotika, (Bandung: Indonesia Publing House,

1983), h., 122.

Page 26: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

17

candu seperti motphin, codein, heroin atau zat-zat yang dibuat dari candu

seperti meripidin dan methodan. 9

Tindak pidana narkotika itu sendiri di Indonesia diatur didalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atas perubahan dari Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 ini berguna untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

narkotika yang sangat merugikan, serta membahayakan kehidupan masyarakat,

bangsa, dan negara. Selain itu dalam rangka melindungi masyarakat dari

bahayanya narkotika, undang-undang narkotika ini memiliki cakupan yang

sangat luas baik dari segi norma, ruang lingkup materi maupun mengatur

mengenai sanksi pidana.

1. Penggolongan Pelaku Tindak Pidana Narkotika

Secara garis besar tindak pidana narkotika secara umum dikenal dalam

beberapa bentuk, yaitu :10

a. Penyalahgunaan/melebihi dosis: menggunakan atau memakai narkotika

secara illegal/tidak dibenarkan, hal ini disebabkan oleh banyak hal seperti

stress, kehilangan jati diri dan kepercayaan diri, pergaulan, kepentingan

seksual, menghilangkan frustasi dan lain sebagainya.

b. Pengedaran Narkotika: distribusi narkotika yang terlibat jaringan

narkotika baik nasional maupun ietrnasional.

c. Jual beli Narkotika, ini dikarenakan matavasi komersil atau kepuasan.

d. Produksi Narkotika, usaha membuat atau menghilangkan arkotika baik

dalam negeri maupun luar negeri.

2. Penggolongan Jenis Narkotika

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

digolongkan ke dalam 3 (tiga) jenis golongan, yaitu:

a. Narkotika Golongan I yaitu narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam

9 Smith Kline dan French Clinical, A Manual For Law Enforcemen Officeer Drugs Abuse,

(Pensilvania: Philladelphia, 1969), h., 91. 10

Moh. Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika Cetakan Kedua, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2003), h., 1.

Page 27: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

18

terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan

ketergantungan. Contoh : Heroin, Kokain, Daun Kokain, Opium, Ganja,

Shabu, Katinon, MDMA/ecstasy dan lebih dari 65 macam jenis lainnya.

b. Narkotika Golongan II yaitu narkotika yag berkhasiat untuk pegobatan

yang digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam

terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :

Morfin, Petidin, Metadon.

c. Narkotika Golongan III yaitu narkotika yang berkhasiat pengobatan dan

banyak diguakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh :

Codein, Burprenofin, Etilmorfina, Kodeina, Nikokodina, Polkodina,

Propiram.

B. Kerangka Teori

1. Teori keadilan

Idealnya tujuan hukum itu terciptanya 3 (tiga) unsur yaitu kepastian hukum,

keadilan hukum serta kemanfaatan. Untuk menciptakan ketiga tujuan hukum

itu terwujud tentu tidaklah mudah khususnya dalam menjalankan prakteknya.

Seringkali keadilan dan kepastian hukum menjadi sebuah pertentangan yang

terjadi dalam praktek kehidupan di Indonesia, terkadang kepastian hukum

berbenturan dengan keadilan maupun sebaliknya. Radbruch mengatakan perlu

adanya asas prioritas untuk mengeliminir perbenturan dari tujuan hukum itu

sendiri.11

Aristoteles dalam buku Nicomachean Ethics menguraikan secara mendasar

mengenai keadilan. Secara spesifik dalam buku ke- 5 Aristoteles itu

sepenuhnya ditunjukan bagi keadilan yang berdasarkan pada filsafat hukum

Aristoteles yang mengatakan keadilan artinya berbuat kebajikan dengan kata

lain keadilan ialah kebajikan yang utama kebajikan yang utama. Keadilan

merupakan inti dari hukum, karena hukum hanya dapat itetapkan dalam

11

Soetandyo, Wignjosoebroto, Hukum: Paradigma, Metode Dan Dinamika Masalahnya,

(Jakarta: ELSAM-HUMA, 2002), h., 184.

Page 28: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

19

kaitannya dengan keadilan.12

Menurutnya tujuan dari hukum ialah semata-mata

untuk mewujudkan serta mencapai keadilan yang ditentukan oleh kesadaran

etis mengenai apa yang dikatakan adil dan dikatakan tidak adil.

Aristoteles menyatakan tindakan adil merupakan memberikan kepada orang

lain yang memang menjadi haknya. Dengan kata lain hukum dinilai mampu

memberikan keadilan bagi setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut

teori ini keadilan didasarkan pada prinsip persamaan bukan kesamarataan.

Prinsip persamaan dipandang bahwa setiap orang atau warga negara dihadapan

hukum itu sama, artinya setiap warga negara yang tinggal dalam suatu negara

diperlakukan sama satu sama lain, tidak boleh diskriminatif, pandang buluh,

dan tebang pilih.

Menurut Aristoteles teori ini dibagi kedalam dua macam keadilan. Keadilan

“distributief” dan keadilan “commulatief”. Keadilan distributief adalah

keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut prestasinya.

Sedangkan keadilan commulatief adalah memberikan sama banyaknya kepada

setiap orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal berkaitan dengan

peranan tukar menukar barang dan jasa.13

Pada prinsip ini keadilan terlaksana bila hal-hal yang sama diperlakukan

secara sama dan hal yang tidak sama diperlakukan secara tidak sama.

Kesamaan itu dimaknai sebagai kesamaan numerik yang lazim di pahami

bahwa semua warga negara Indonesia memiliki kedudukan sama di depan

hukum dan kesamaan proposional dalam memberikan tiap orang apa yang

menjadi haknya sesuai dengan kemampuan, jasa, prestasi dan sebagainya.

Fance M. Wantu memberikan kriteria keadilan, yaitu:14

a. Adanya equality artinya memberikan persamaan hak dan kewajiban

b. Adanya kesamaan antara keadilan prosedural dengan keadilan

substansional berdasarkan efisiensi

12

Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Prespektif Historis, (Bandung: Nuansa dan

Nusamedia, 2004), h., 24. 13

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradya Paramita, 1996) h., 11-

12. 14

Fance M. Wantu, “Mewujudkan Kepastian Hukum, Keadilan, dan kemanfaatan Dalam

Putusan Hakim di peradilan Perdata”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.12 No 3, 2012, h., 485.

Page 29: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

20

c. Berdasarkan obyektif tiap perkara harus ditimbang sendiri

d. Mengandung autotorif yaitu memberikan jalur keluar untuk menciptakan

stabilitas yakni memberikan rasa ketertiban dan ketentuan bagi para

pihak dan masyarakat.

Sementara Hans Kelsen mengemukakan teori keadilan di dalam bukunya

general of law and state. Hans kelsen berpandangan bahwa hukum sebagai

tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan

manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan

kebahagiaan didalamnya.15

Keadilan menurut hans kelsen bermaknakan

legalitas, suatu peraturan yang umum dapat dikatakan adil apabila benar-benar

diterapkan pada suatu kasus. Suatu peraturan umum dapat dikatakan tidak adil

apabila diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang

serupa.

2. Teori Asas Legalitas

Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang sangat

fundamental serta berperan begitu penting dalam pidana karena asas legalitas

merupakan acuan dasar bagi penegak hukum dalam menerapkan hukum pidana

atau sebagai pedoman serta jantung dalam hukum pidana, untuk menetukan

apakah suatu peraturan hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tidak

pidana yang terjadi.16

Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan suatu

cara untuk merealisasikan serta menjamin sebuah tujuan hukum itu sendiri

yaitu sebuah kepastian hukum.

Asas legalitas dalam hukum pidana di Indonesia ditegaskan dalam Pasal 1

ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dikenal dalam

bahasa belandanya “Geen feit I strafbaar dan uit kracht van een daaran

voorafgegane wettelijke strafbepaling” menyatakan bahwa tiada suatu

perbuatan (feit) dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan

perundang-undangan pidana (wettelijk straf bepaling) yang ada sebelumnya.

Dalam bahasa latin asas legalitas biasa dikenal sebagai “Nullum delictum

15

Hans Kelsen, General Theory of Law and state, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien,

(Bandung: Nusa Media, 2011, h., 7. 16

Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h., 59.

Page 30: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

21

nullapoena sine praevia legi poenali”, yang memiliki makna bahwa “tidak ada

delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya. Sering

juga dipakai dengan istilah latin “Nullum crimen sine lege stricta” yang

dimaknai dengan tidak ada delik tanpa kententuan yang tegas.17

Romli Atmasasmita memaknai asas legalitas dalam KUHP ialah:18

1. Tiada suatu perbuatan merupakan suatu tindakan pidana, kecuali telah

ditentukan dalam undang-undang terlebih dulu

2. Ketntuan undang-undang harus ditafsirkan secara harfiah dan

pengadilan tidak diperkenankan memberikan suatu penafsiran analogis

untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana

Menurut Moeljatno asas legalitas mengandung 3 (tiga) pengertian:19

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jikalau

hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan perundang-

undangan.

2. Untuk mementukan adanya perbuatan pidana tidak dapat menggunakan

analogi (kiyas).

3. Aturan-aturan hukum pidan tidak berlaku surut.

Secara teoritis asas ini memiliki fungsi melindungi serta fungsi

instrumental. Fungsi melindungi itu sendiri dimaknai bahwa undang-undang

pidana melingungi masyarakat terhadap kekuasaan penuh penegak hukum

dalam menentukan perbuatan apa yang dilarang dalam suatu undang-undang.

Fungsi melindungi ini lebih mengacu pada hukum pidana materil (hukum

pidana). Fungsi intrumental diartinya bahwa batas-batas yang ditentukan oleh

undang-undang dalam melaksanakan penegakan hukum oleh aparatur penegak

hukum secara tegas diperbolehkan dalam menjalankan kekuasannya. Fungsi

instrumental ini lebih mengacu pada hukum pidana formil (hukum acara

pidana).

17

BPHN, Pengkajian Hukum Tentang Asas-Asas Pidana Indoneisa dalam Perkembangan

Masyarakat Kini dan Mendatang, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Dapartemen

Hukum dan HAM RI, 2003), h.,17. 18

Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Pidana, (Bandung: CV. Mandar Maju,

2000), h., 48. 19

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), h., 25.

Page 31: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

22

3. Teori Hukum Progresif

Satjipto Rahardjo memperkenalkan suatu gagasan untuk mengatasi

persoalan realitas hukum di Indonesia dengan istilah teori hukum progresif

yang berangkat dari sebuah maksim bahwa hukum adalah suatu institusi yang

bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang lebih adil, sejahtera,

dan membuat manusia bahagia. Hukum progresif itu sendiri merupakan

mengubah secara cepat, melakukan pembalikan yang mendasar dalam teori dan

praksis hukum, serta melakukan berbagai terobosan.20

Berdasarkan pengertian

tersebut hukum progresif memiliki sifat untuk lebih maju dengan melakukan

tindakan radikal, dengan mengubah sistem hukum (termasuk mengubah

peraturan perundang-undangan hukum bila perlu) agar hukum lebih

bermanfaat, terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin

kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.

Hukum progresif merupakan hukum yang ingin melakukan pembebasan

baik dalam cara berfikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu

membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi

kepada manusia dan kemanusiaan.21

Dalam manifestornya paradigma hukum

progresif sebagaimana Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa:22

“Apabila Hukum itu bertumpu pada peraturan dan perilaku”, maka hukum

progresif lebih menempatkan faktor perilaku diatas peraturan. Dengan

demikian faktor serta kontribusi manusia dianggap lebih menentukan dari

pada peraturan yang ada”

Paradigma hukum progresif melihat faktor utama dalam hukum adalah

manusia itu sendiri. Sebaliknya paradigma hukum positivis meyakini

kebenaran hukum diatas manusia. Paradigma hukum progresif berfikir akan

senantiasa mencari keadilan dan kemanfaatan hukum dan harus berani keluar

dari alur linier, marsinal, dan deterministic, serta lebih kearah hukum yang

20

Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara, 2006), h., 6. 21

Sudjito, Hukum Dalam Pelangi kehidupan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University,

2012) h., 133. 22

Mahmud Kusuma, Menyelami Semangat Hukum Progresif, Terapi Paradigma Bagi

Lemahnya Hukum Indonesia, (Yogyakarta: AntonyLib, 2009), h., 177.

Page 32: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

23

senantiasa berproses (law as process, law in the making).23

untuk mendukung

eksistensialitas kemanusiaan, kebenaran, dan keadilan.24

Hukum progresif ditujukan untuk melindungi manusia menuju kepada

tujuan hukum yaitu sebuah keadilan. Mengingat hukum progresif merupakan

situasi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil,

sejahtera, dan membuat manusia bahagia.25

Secara tegas pernyataan itu berarti

hukum hanya sebagai alat untuk manusia yang bertujuan menciptakan keadilan

bagi masyarakat. Adapun keadilan yang dimaksud menurut teori ini ialah

keadilan substantif, yang didasarkan pada nilai-nilai keseimbangan atas

persamaan hak dan kewajiban. Nilai-nilai tersebut berasal langsung dari

masyarakat dan bukan dari nilai-nilai tekstual dan hitam putih yang memiliki

makna terbatas serta bukan keadilan prosedur yang didapat melalui berbagai

macam prosedur-prosedur yang terkadang mengaburkan nilai-nilai keadilan itu

sendiri.

Karakteristik dari hukum progresif mencakup beberapa hal sebagai

berikut.26

a. Hukum progresif merupakan tipe hukum responsif dan peduli terhadap

hal-hal yang bersifat meta-yuridical dan mengutamakan “the search for

justice”.

b. Hukum progresif juga mengidealkan agar hukum dinilai dari tujuan

sosial dan akibat dari bekerjanya hukum.

c. Hukum progresif menghadapkan mukanya kepada “completenss,

adequacy, fact, actions and powers”.

d. Hukum progresif mengandung substansi kritik terhadap pendidikan

hukum, pembuatan, pelaksanaan sampai dengan penegakan hukum.

23

Arief Barda Nawawi, Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy), (Semarang: Uinversitas

Diponegoro, 1984), h., 112. 24

Mukhidin, “Hukum Progresif Sebagai Solusi Hukum Yang Mensejahterakan Rakyat”,

Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol 1 No.3, 2014, h., 281. 25

Satjipto Rahardjo, “Saatnya Mengubah Siasat dari Supremasi Hukum ke Mobilisasi

Hukum”, Kompas, Senin 26 Juli 2004 dalam Mahmud Kusuma, Menyelami SemangatHukum

Progresif, Terapi Paradigma Bagi Lemahnya Hukum Indonesia, Yogyakarta: AntonyLib, 2009),

h., 52. 26

Sudjito, Hukum dalam pelangi Kehidupan, … h., 134-136.

Page 33: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

24

e. Hukum progresif menempatkan faktor manusia lebih penting dan

berada di atas peraturan serta menempatkan konsep progresivisme

untuk menampung segala aspek yang berhubungan dengan manusia dan

hukum, baik pada saat ini maupun kehidupan ideal di masa mendatang.

C. Putusan Hakim dalam Perkara Pidana

Hakim sebagai pelaksana dari kekuasaan kehakiman mempunyai

kewenangan yang diatur didalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,

dalam hal ini dilakukan hakim melalui putusannya. Pasal 1 angka 11 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) telah menjelaskan mengenai putusan hakim/ pengadilan

merupakan pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang di pengadilan

terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan

hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur di dalam undang-undang.

Putusan hakim memiliki aspek penting dan diperlukan untuk menyelesaikan suatu

perkara yang telah diajukan kepadanya dengan bertujuan untuk memperoleh

kepastian hukum mengenai statusnya dan dapat dipersiapkan untuk langkah

selanjutnya (upaya hukum).

Peranan hakim dalam menjatuhkan putusan tidak begitu saja dilakukan,

dalam pengambilan suatu keputusan bahwa yang diputuskan merupakan

perbuatan hukum. Hakim yang diberi kewenangan memutus suatu perkara tidak

dapat sewenang-wenang dalam menjatukan suatu putusannya. Oleh sebab itu,

Hakim dalam memutus suatu perkara atau menemukan hukum akan bercermin

pada sumber hukum yang berlaku di Indonesia agar memperoleh kekuatan yang

mengikat atau belaku. Menurut Ahmad Sanusi sumber hukum di Indonesia antara

lain:27

a. Sumber Hukum Normal yang langsung atas pengakuan Undang-Undang

yang meliputi :

1) Peraturan Perundang-undangan

2) Kebiasaan

27

Ahmad Sanusi, Rangkaian Sari Kuliah Pengantar Ilmu dan Pengantar Tata Hukum

Indonesia, (Bandung: Tarsito, 1977), h., 34.

Page 34: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

25

3) Perjanjian antar negara

b. Sumber Hukum Normal yang tidak langsung atas pengakuan Undang-

Undang yang meliputi:

1) Perjanjian

2) Yurisprudensi

3) Doktrin (pendapat para ahli hukum terkenal).

c. Sumber Hukum Abnormal yang meliputi:

1) Proklamasi

2) Revolusi,

3) Coup d’etat.

Sumber-sumber di atas merupakan sumber yang dijadikan acuan serta

pedoman bagi hakim dalam menjalankan tugasnya dalam mengadili seseorang

yang dihadapkan kepadanya di dalam sidang di pengadilan untuk memperoleh

sebuah keputusan. Untuk membuat sebuah keputusan, tentu telah diatur mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan tata cara atau proses beracara dalam menjatuhkan

suatu putusan, maka terlebih dahulu hakim telah memeriksa perkaranya melalui

proses acara sebagai berikut: 28

a. Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum,

b. Terdakwa dipanggil masuk kedepan persidangan kemudian dilanjutkan

dengan pemeriksaan identitas dan peringatan ketua sidang untuk

mendengarkan dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi dalam

persidangan

c. Pembacaan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum

d. Pengajuan eksepsi (keberatan) dari terdakwa atau penasehat hukum

e. Pendapat dari jaksa penuntut umum

f. Penetapan/ putusan sela

g. Pemeriksaan alat bukti berupa:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

28

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Indonesia (suatu Tinjauan Khusus Terhadap

Surat Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Pengadilan), … h., 33.

Page 35: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

26

c. Surat;

d. Petunjuk; dan

e. Keterangan terdakwa

h. Tuntutan pidana,

i. Nota pembelaan (Pledooi) terdakwa atau pesahihat hukumnya,

j. Replik

k. Duplik

l. Pernyataan pemeriksaan sidang “ditutup” serta Majelis Hakim

melakukan musyawarah untuk menjatuhkan putusan.

m. Pembacaan putusan dengan ditanda tangani oleh hakim dan panitera

Adapun setelah pemeriksaan dinyatakan ditutup sebagaimana poin l di

atas, hakim akan mengadakan musyawarah terakhir dengan tujuan untuk

mencapai kesepakatan tentang keputusan yang akan diambil atau dijatuhkan

terhadap terdakwa dalam perkara pidana. Dalam musyawarah tersebut harus

didasarkan atas surat dakwaan jaksa penuntut umum dan fakta-fakta yang

terungkap disidang pengadilan atau segala sesuatu yang terbukti dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan, dalam ini sesuai berdasarkan ketentuan

yang ada di Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang berbunyi:

“Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat

dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti di persidangan”.

Ketentuan diatas memperlihatkan makna bahwa surat dakwaan

merupakan dasar pemeriksaan yang digunakan di sidang pengadilan

kemudian menjadi dasar putusan hakim. Dengan kata lain, pemeriksaan dan

putusan hakim terbatas pada apa yang didakwakan oleh jaksa penuntut

umum.29

Hakim tidak akan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa mengenai

suatu perbuatan yang walaupun terbukti di persidangan dilakukan oleh

terdakwa tetapi tidak tercantum dalam dakwaan penuntut umum.

Pada dasarnya seseorang yang dihadapkan di persidangan pengadilan

hanya akan dijatuhi hukuman apabila telah terbukti melakukan tindak pidana

seperti apa yang telah didakwakan, karena surat dakwaan sangat berkaitan

29

Andi Hamzah dan Irdan Dahlan, Surat Dakwaan, (Bandung: Alumni, 1987), h., 124.

Page 36: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

27

erat dengan asas legalias yang merupakan asas terpenting dalam hukum

pidana, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP bahwa

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan

ketentuan perundang-undangan pidana yang ada sebelumnya”. Asas

berlakunya hukum pidana dituangkan dalam surat dakwaan yang menunjukan

waktu dan tempat terjadinya delik yang didakwakan, sehingga dalam

pemeriksaan di sidang pengadilan harus bertitik tolak pada apa yang

dirumuskan pada surat dakwaan untuk memperoleh keyakinan hakim bahwa

dakwaan yang dituduhkan kepada terdakwa terbukti meyakinkan secara sah

melakukan tindak pidana yang sudah didakwakan.

Andi Hamzah menyimpulkan dalam mengadili perkara pidana hakim

dibatasi oleh asas legalitas baik hukum substantif maupun hukum acara dan

dibatasi oleh dakwaan Jaksa Penuntut Umum.30

Menurutnya hakim tidak

boleh memutus diluar yang didakwakan jaksa penuntut umum, karena

dominus litis adalah jaksa yang mewakili negara. Hakim yang memiliki

prinsip kebebasan dan kemerdekaan hakim dalam memutus suatu perkara

pidana tergantung pada bebas atau merdeka tidaknya penuntut umum.31

Untuk menjatuhkan sebuah keputusan yang telah dimusyawarahkan

oleh Hakim Majelis tidak menghasilkan permufakatan yang bulat maka dapat

diberlakukan ketentuan sebagai berikut: 32

a. Putusan diambil berdasarkan suara terbanyak

b. Jika keputusan suara terbanyak tidak berhasil dicapai, maka putusan

yang dipilih ialah pendapat hakim yang paling menguntungkan bagi

terdakwa

c. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dicapai mufakat bulat, maka

pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan

Hakim dalam menciptakan putusannya juga perlu memperhatikan

terkait susunan atau sistematika dan isi putusan hakim, sebagaimana yang

30

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, … h., 11. 31

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, … h., 8. 32

HMA Kuffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, (Malang: UMM Press, 2008),

h., 350.

Page 37: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

28

telah diatur dalam Pasal 197 dan Pasal 199 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Menurut ketentuan Pasal 191 ayat (1) KUHAP terhadap isi putusan Hakim

yang berisikan pemidanaan haruslah memenuhi unsur atau syarat. Adapun

syarat-syarat yang harus dimasukan kedalam suatu putusan sebagai berikut:

a. Kepala Putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN

BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan

beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang

menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa:

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan

atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan

yang meringankan terdakwa;

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur

dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan

pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan

jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana

Ietaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau

dibebaskan;

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang

memutus dan nama panitera.

Page 38: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

29

Dengan demikian apabila terdakwa diputus oleh Hakim dengan putusan

pemidanaan maka unsur yang tertuang dalam Pasal 197 ayat (1) huruf a, b, c,

d, e, f, g, h, dan i harus terpenuhi, apabila tidak terpenihunya unsur tersebut

maka mengakibatkan putusan batal demi hukum sesuai dengan ketentuan

yang tertuang dalam Pasal 197 ayat (2) KUHAP. Pada ketentuan Pasal 199

ayat (1) KUHAP mengatur bahwa suatu putusan yang berisikan bukan

pemidanaan harus memuat unsur yang perlu dipenuhi yakni sebagai berikut:

a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali

huruf e, f, dan h;

b. Pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas dari segala tuntutan hukum

dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan

yang menjadi dasar putusan;

c. Perintah supaya terdakwa segara dibebaska jika ia ditahan.

Setelah hakim melewati tata cara serta proses beracara di sidang

pengadilan untuk menjatuhkan suatu putusan dan hakim telah memeperoleh

atau mendapatkan keputusan dari hasil musyawarah yang dilakukan oleh

Hakim Majelis. Hasil dari putusan hakim/ pengadilan harus diucapkan

disidang terbuka untuk umum dengan ditanda tangani oleh hakim dan

panitera untuk memperoleh suatu putusan pengadilan yang sah dan

mempunyai kekuatan hukum.

1. Jenis-Jenis Putusan

Putusan pengadilan merupakan titik puncak atau akhir atau kulminasi

dari seluruh proses rangkaian hukum acara di persidangan.33

Bertitik tolak

dari kemungkinan hasil penilaian majelis hakim yang akan dijatuhkan

pengadilan mengenai suatu perkara dapat bermacam-macam. Pada asasnya

putusan hakim/ pengadilan dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) macam,

yaitu sebagai berikut:34

a. Putusan Akhir

33

Nikolas Simanjuntak, Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2009), h., 223. 34

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya, (Bandung: PT. ALUMNI, 2007), h., 205.

Page 39: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

30

Putusan akhir lazimnya disebut dengan istilah “eind vonnis” dan

putusan yang bersifat materil. Putusan ini terjadi setelah Majelis Hakim

telah memeriksa terdakwa yang hadir hingga sampai dengan pokok

perkara yang diperiksa selesai sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal

182 ayat (3), ayat (8), Pasal 197 dan Pasal 199 KUHAP. Putusan akhir ini

bertujuan mengakhiri dan menyelesaikan suatu perkara dalam suatu

tingkatan peradilan tertentu baik Pengadilan tingkat pertama, Pengadilan

Tinggi dan Mahkamah Agung.

b. Putusan yang Bukan Akhir

Putusan yang bukan akhir dapat berupa “penetapan” atau “putusan sela”

atau “tussen-vonnis”. Putusan jenis ini mengacu kepada ketentuan Pasal

148, Pasal 156 ayat (1) KUHAP, setelah pelimpahan perkara dan pihak

terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan/ eksepsi terhadap

surat dakwaan jaksa penuntut umum. Secara formal putusan ini dapat

mengakhiri perkara jika terdakwa atau penasihat hukum serta penuntut

umum telah menerima apa yang diputuskan oleh Majelis Hakim. Secara

materil, perkara dapat dibuka kembali jika jaksa penuntut umum

melakukan perlawanan dan perlawanan dibenarkan oleh Pengadilan Tinggi

memerintahkan Pengadilan Negeri untuk melanjutkan pemeriksaan

perkara yang bersangkutan.

Sementara itu, Rusli Muhammad membedakan klasifikasi bentuk suatu

putusan dapat digolongkan ke dalam tiga macam, yaitu:35

a. Putusan bebas dari segala tuduhan hukum (Vrijspraak)

Wirjono Projodikoro mengartikan Putusan bebas dari segala tuduhan

hukum ialah pembebasan terhadap terdakwa atau pembebasan murni

terhadap terdakwa.36

Putusan bebas dari segala tuduhan hukum berarti

putusan pengadilan yang dijatuhkan kepada terdakwa dengan

dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

35

Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2007), h., 201. 36

Djoko Prakoso, Kedudukan Justsiabel di dalam KUHAP, (Bogor: Ghalia Indonesia,

1985), h., 270.

Page 40: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

31

pindana sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum dari hasil

pemeriksaan di sidang pengadilan, sehingga terhadap terdakwa haruslah

dinyatakan bebas dari segala dakwaan. Penilaian bebas terhadap

putusan terdakwa tergantung pada 2 (dua) hal, yaitu37

tidak memenuhi

asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif dan tidak

memenuhi asas batas minimum pembuktian

Dasar hukum mengenai putusan bebas ini diatur dalam Pasal 191

ayat (1) KUHAP yang menyatakan:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pmeriksaan

disidang, kesalahan Terdakwa atas perbuatan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka

Terdakwa diputus bebas”.

d. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum (Onslag Van

Rechtsvervolging)

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum memilki arti bahwa

menurut pendapat hakim perbuatan yang tuduhkan atau didakwakan

kepada terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan itu bukan merupakan

suatu kejahatan atau pelanggaran setelah memalui pemeriksaan

dipersidangan. Terdakwa dalam putusan ini harus di lepas dari segala

tuntutan hukum.38

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini di atur

pada Pasal 191 ayat (2) KUHAP yang bunyi sebagai berikut:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan

kepada Terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu

tindak pidana maka Terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan

hukum”

e. Putusan yang mengandung pemidanaan (Veroordeling)

Andi Hamzah mengutip rumusan Van Bemmelen sebagai berikut:39

“Een veroordeling zal de rechter uitsprenken, als hij de

overtuiging heeft verkregen, dat de verdachte het the laste gelegde

feit heeft begaan en hij feit en verdachte ook strafbaar acht”

37

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, (Jakarta:

Sinar Grafika, 2010), h., 348. 38

Djoko Prakoso, Kedudukan Justsiabel di dalam KUHAP, … h., 272. 39

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, … h.,286.

Page 41: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

32

(Putusan pemidanaan dijatuhkan oleh hakim jika ia telah mendapat

keyakinan bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang

didakwakan dan ia menganggap bahwa perbuatan dan terdakwa

dapat dipidana).

Putusan pemidanaan ini merupakan putusan yang membebankan

suatu pidana kepada terdakwa karena perbuatan yang didakwakannya

terbukti secara sah dan meyakinkan terdakwa telah salah melakukan

perbuatan yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Putusan hakim

ini tidak pernah terlepas dari sistem pembuktian negatif sebagaimana

yang tertuang didalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang KUHAP yang memiliki prinsip bahwa suatu putusan

pemidanaan dapat dijatuhkan kepada terdakwa sekurang-kurangnya 2

(dua) alat bukti yang sah menurut undang-undang dan keyakinan dari

hakim dengan integritas moral yang baik. Dengan kekuatan 2 (dua) alat

bukti ini akan memperoleh keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana

benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah telah melakukannya40

Permidanaan dalam putusan ini mengandung arti bahwa Terdakwa

dijatuhi hukuman pidana yang sesuai dengan apa yang ancaman yang

ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa

penunut umum kepada terdakwa. Putusan pemidanaan ini telah diatur

pada Pasal 193 ayat (3) KUHAP yang menyatakan “Jika pengadilan

berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

2. Teori Penjatuhan Putusan

Menurut Maekenzie terdapat beberapa teori yang digunakan oleh hakim

dalam menjatuhkan putusan dalam suatu kasus, diantaranya :

a. Teori keseimbangan

Hakim dalam melakukan tugasnya dalam mengadili suatu perkara

tidaklah hanya mengacu dengan berbagai hal yang disajikan tanpa

40

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Presfektif Hukum Progresif,

(Jakarta: Sinar grafika, 2010), h., 112.

Page 42: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

33

mempertimbangkan aspek keseimbangan. Keseimbangan ini dimaknai

bahwa keseimbangan antara syarat yang ditentukan oleh undang-undang

dan pihak yang berkaitan dengan perkara, seperti adanya keseimbangan

yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa, dan

kepentingan korban.

b. Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhkan putusan hakim merupakan kewenangan dari hakim untuk

menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap

pelaku tindak pidana. Hakim akan melihat keadaan pihak yang berkasus

baik pihak terdakwa atau penuntut umum. Pendekatan seni dipergunakan

oleh hakim dalam menjatuhkan putusan yang ditentukan oleh instink atau

intuisi dari pada pengetahuan dari hakim

c. Teori pendekatan keilmuan

Dalam memutus perkara hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi

semata, akan tetapi harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-

hatian serta dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan wawasan

keilmuan hakim dalam megahadapi suatu perkara.

d. Teori pendekatan pengalaman

Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya untuk mengadili

tentu memiliki sebuah pengalaman. Atas dasar pengalaman yang

dimilikinya, hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan

yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan

pelaku, korban maupun masyarakat.

e. Teori Ratio Decidendi

Hakim dalam menjatuhkan sebuah keputusan telah mempertimbangkan

segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan.

Aspek tersebut dapat dilihat dalam mencari peraturan perundang-

undangan yang relevan dengan perkara yang disengketakan sebagai dasar

hukum menjatuhkan putusan.

f. Teori kebijaksanaan

Page 43: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

34

Teori yang diperkenalkan oleh Made Sadhi Astuti, yang berkenaan

dengan putusan hakim dalam perkra di Pengadilan Anak.41

Aspek teori

ini bertujuan sebagai upaya perlindungan terhadp masayarakat dari suatu

kejahatan, perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak

pidana, serta memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat

dalam rangka membina, memelihara, dan mendidik pelaku tindak pidana

anak.

D. Kewenangan dan Batas Kewenangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan

Pada Perkara Pidana

1. Indenpendensi Kekuasaan Kehakiman

Indenpendensi merupakan kata benda yang berarti kemandirian, dalam

bentuk kata sifatnya yaitu independen berarti: a. yang berdiri sendiri, yang

berjiwa bebas, b. tidak terikat, merdeka, bebas.42

Indenpendensi memiliki

makna suatu keadaan dimana tidak terikat dengan pihak manapun. Dengan

kata lain, indenpedensi merupakan keberadaan hakim yang bersifat mandiri

tidak memiliki ikatan pada pihak lain dalam segala bentuk aktifitasnya, bebas,

ketidak berpihakan, atau tidak memiliki ketergantungan pada organ atau

lembaga dan dapat menjalankan tindakan sendiri termasuk membuat suatu

keputusan.

Hakim dalam mengambil putusan tidak terlepas dari kebebasannya yang

dikenal dengan Indenpedensi Kekuasaan Kehakiman. Indenpedensi kekuasaan

kehakiman di Indonesia adalah kebebasan atau kemerdekaan hakim untuk

menjalankan tugasnya menyelenggarakan peradilan secara tidak memihak,

semata-kata berdasarkan fakta dan hukum, pengaruh, bujukan, tekanan, atau

intervensi, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak manapun dan/atau

untuk alasan apapun, demi tujuan keadilan berdasarkan pancasila.

Indenpendensi merupakan suatu keharusan dalam sebuah kekuasaan

kehakiman. keharusan itu dikarenakan menjadi syarat utama

41

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Presfektif Hukum Progresif, … h.,

103. 42

Dapartemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,

(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h., 655.

Page 44: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

35

terselenggarakannya suatu peradilan yang objektif adalah adanya kemandirian

lembaga yang menyelenggarakan peradilan, yaitu kemandirian badan peradilan

sebagai sebuah lembaga (kemandirian institusional) serta kemandirian hakim

dalam menjalankan fungsinya (kemandirian individual/ fungsional).43

Selain

itu, indenpendensi juga dimaknai sebagai suatu perwujudan perlindungan hak

asasi manusia.44

J.Djohansyah mengemukakan pendapat Sir Ninian Stephen yang

menjelaskan kekuasaan kehakiman yang independen ialah “a judiciary which

dispenses justice according to law without regard to the policies and

inclinations of the goverment of the day”. Memiliki suatu pengertian bahwa

suatu peradilan yang menjalankan keadilan menurut hukum tanpa pengaruh

dari kebijakan dan tekanan pemerintah pada saat itu.45

Sementara itu, Paulus E.

Lotulung menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman yang independen tidak

sebebas-bebasnya tanpa ada batasan secara absolut, melainkan kekuasaan

kehakiman itu diikat dan dibatasi oleh rambu-rambu menurut aturan-aturan

hukum itu sendiri, tidak melanggar hukum dan bertindak sewenang-wenang,

dan selain itu kekuasaan kehakiman juga diikat dengan pertanggung jawaban,

intergritas moral, dan etika.46

Ahmad kamil juga didalam bukunya memberikan penjelasan bahwa

“Kebebasan hakim ialah untuk memeriksa fakta-fakat hukum di persidangan

tentang obyek sengketa yang diperiksa untuk ditentukan hukum atas perkara

itu, tanpa adanya tekanan langsung dan tidak langsung kepada para hakim.

Untuk mendukung kebebasan hakim tersebut, maka pengadilan harus bebas

dari segala bentuk kekuasaan eksekutif, legistaltif, dan tekanan jurnalistik.” 47

43

Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, (Jakarta:

Mahkamah Agung RI, 2010), h., 15. 44

Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim Cetakan Kedua,( Jakarta: Kencana, 2016),

h., 212. 45

J. Djohansyah, Reformasi Mahkamah Agung Menuju Indenpedensi Kekuasaan

kehakiman, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2008), h., 136. 46

Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politis, (Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 2011), h., 138. 47

Ahmad Kamil, Filsafat Kebebasan Hakim, (Jakarta: Kencana, 2012), h., 312.

Page 45: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

36

Indenpedensi kekuasaan kehakiman secara tegas dijamin dalam Pasal 24

ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa

Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan.

Selanjutnya di implementasikan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan kekuasaan

kehakiman merupakan kekuasaan negara yang merdeka untuk

menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Penjabaran makna kekuasaan kehakiman yang merdeka sendiri di sebutkan

sendiri dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Hakim dan Hakim Konstitusi

wajib menjaga kemandirian pengadilan

(2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak diluar

kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945.

(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan.

Kemandirian pengadilan yang dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) adalah

bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan baik

fisik maupun psikis. Menurut Bismar Siregar dasar kemandirian hakim sangat

bergantung dari pribadinya dan kemandirian hakim bukan terletak pada

jaminan undang-undang tetapi kepada iman.48

Sementara itu, Laica Marzuki

mantan hakim Konstitusi, kemandirian kekuasaan kehakiman dimaknai

terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan manapun.

Pimpinan kekuasaan kehakiman, termasuk atasan langsung tidak boleh ikut

campur tangan dalam suatu perkara yang tengah diadili oleh seorang hakim.

48

Bismar Siregar, Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional, (Jakarta:

Rajawali, 1986), h., 3.

Page 46: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

37

Dan seorang hakim during good behavior, dijamin kemandiriannya dalam

mengadili dan memutus suatu perkara menurut keyakinannya.49

Pada hakikatnya Indenpedensi kekuasaan kehakiman sendiri diartikan

sebagai kebebasan hakim dari segala campur tangan serta pengaruh-pengaruh

pihak kekuasaan ekstra yudisial dan internal yudisial dalam menjatuhkan

putusan. Hal tersebut dimaknai bahwa hakim bebas dari pengaruh eksekutif

maupun kekuasaan negara lainnya, kecuali dalam hal yang memang diizinkan

oleh undang-undang. Tujuan dari diatur dan ditegakkan asas kekuasaan

kehakiman yang merdeka bukanlah ditujukan pada diri pelaku kekuasaan

kehakiman itu sendiri, melainkan untuk melindungi kepentingan masyarakat

khususnya para pencari keadilan. Esensi kekuasan kehakiman untuk

memberikan perlindungan dan memastikan agar kekuasaan kehakiman dapat

menjalankan fungsi dan tujuannya.

Indenpedensi kekuasaan kehakiman juga sebenarnya diyakini sebagai

aturan keadilan yang efektif bagi tercapainya keadilan dalam bentuk jaminan

perlindungan warga negara dari tindakan melawan hukum atau tindakan

represif dari pihak penguasa.50

Sementara itu Baqir Manan menyatakan bahwa

tujuan kekuasaan bukan hanya untuk melindungi kebebasan individu,

membatasi tindakan pemerintah agar tidak melampaui undang-undang dan

menciptakan kebebasan serta kemandirian penyelenggara kekuasaan

kehakiman semata. Hal tersebut juga merupakan pelaksanaan dari ketentuan

Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjamin

kebebasan individu dan pencegahan tindakan pemerintah atau aparat penegak

hukum yang sewenang-sewanang dengan mendasarkan pada negara hukum.51

2. Kewenangan dan Batas Kewenangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan

49

Lanka Asmar, Problematika Indenpedensi hakim Agung,. diakses dari

https://www.pta.medan.go.id/index.php/2016-12-22-04-37-57/artikel-anda-/2231-problematika-

indenpedensi-hakim-agung, Pada tangal 27 Juni 2019 Pukul 10.27 WIB. 50

Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, (Jakarta: Askara Baru, 1978), h., 21. 51

Afif Noor, Indenpedensi Kekuasan Kehakiman Di Indonesia Pasca Amandemen

Undang-Undang dasar 1945, http://fsh.walisongo.ac.id/indenpedensi-kekuasaan-kehakiman-di-

indonesia-pasca-amandemen-undang-undang-dasar-1945/#, pada tanggal 21 Juni 2019 pukul

10.47.

Page 47: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

38

Hakim merupakan pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk mengadili. Mengadili yang dimaksud ialah serangkaian

tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana

yang diajukan ke pengadilan baik pada Mahkamah Agung dan peradilan

dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan

tata usaha negara, dan pada pengadilan khusus. Hakim memiliki kewajiban

untuk menggali, mengikuti dan memahami niai-nilai keadilan yang hidup

dimasyarakat sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Ketentuan

Pasal 5 ayat (1) ini merupakan kewajiban yang mutlak bagi hakim untuk

bertujuan agar putusan hakim harus sesuai dengan hukum dan rasa keadilan

masyarakat.

Ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dimaknai bahwa Hakim dalam mengadili

memiliki kewajiban yang mutlak. Hal tersebut didasarkan atas setiap putusan

hakim yang harus sesuai dengan nilai-nilai hukum yang berada di masyarakat

dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Untuk mengetahui rasa keadilan

yang hidup di masyarakat, tentunya hakim tidak hanya melihat pada tinjauan

pustaka terhadap konsep-konsep keadilan belaka, tetapi dilakukan dengan cara

menafsirkan hukum secara kontekstual. Penafsiran hukum secara kontesktual

yang bertujuan agar dapat melihat realitas dari nilai-nilai hukum dan rasa

keadilan yang hidup dimasyarakat. Mengingat, tujuan dari setiap putusan

hakim ialah untuk merealisasikan idealnya hukum itu sendiri yaitu keadilan.

Dasar kewenangan hakim dalam menjalankan tugasnya untuk mengadili

suatu perkara telah diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Pengadilan

dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara

yang diajukan kepadanya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang

jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Ketentuan

tersebut dimaknai bahwa hakim bukanlah pembuat undang-undang akan tetapi

dimungkinkan sebagai pembentuk hukum (Judge Made Law, sehingga Hakim

Page 48: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

39

diwajibkan dan dilarang untuk menolak memeriksa perkara yang diajukan ke

Pengadilan.

Hakim juga memiliki wewenang lainnya dalam mengadili perkara pidana

yaitu sebagai berikut:

a. Hakim berwenang melakukan penahanan untuk kepentingan pemeriksan

di sidang pengadilan (Pasal 20 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (1) KUHAP)

b. Hakim berwenang untuk memberikan penangguhan penahanan dengan

atau tanpa jaminan uang atau orang berdasarkan syarat yang ditentukan

(Pasal 31 ayat (1) KUHAP)

c. Hakim berwenang mengeluarkan penetapan kepada terdakwa untuk

dihadirkan dengan paksa apabila terdakwa tidak hadir tanpa alasan yang

sah setelah dipanggil secara sah kedua kalinya (Pasal 153 ayat (6)

KUHAP)

d. Hakim berwenang menentukan sah atau tidaknya segala alasan atas

permintaan orang yang karena pekerjaanya, harkat martabat atau

jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dapat minta dibebaskan dari

kewajiban untuk sebagai saksi (Pasal 170 KUHAP)

e. Hakim berwenang mengeluarkan penetapan bagi saksi yang diduga telah

memberikan keterangan palsu dipersidangan baik atas permintaan

penuntut umum atau terdakwa (Pasal 174 ayat (2) KUHAP)

f. Hakim berwenang untuk memberikan penjelasan tentang hukum yang

berlaku bila dipandang perlu dipersidangan, baik atas kehendaknya

sendiri maupun atas permintaan terdakwa atau penasehat (Pasal 221

KUHAP)

g. Hakim berwenang untuk memberikan perintah kepada seorang untuk

mengucah sumpah atau janji diluar sidang (Pasal 223 ayat (1) KUHAP).

Hakim dalam menjalankan kewenangannya memiliki ruang kebebasan

dalam mengadili, kebebasan dari campur tangan pihak luar, kebebasan

berekspresi dalam pengembangan hukum praktis, kebebasan menggali nilai-

nilai hukum sesuai keadilan sesuai rasa keadilan masyarakat. Kebebasan hakim

tersebut juga mengandung pengertian pembatasan, karena kebebasan hakim

Page 49: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

40

dalam mengadili tidaklah bersifat mutlak. Batasan kebebasan hakim dalam

menjalankan kewenangannya ada dalam Undang-undang Dasar 1945, undang-

undang, hukum yang tidak tertulis, dan kepentingan hukum para pihak hukum

yang berperkara serta tidak boleh dilupakan yaitu Pancasila yang merupakan

sumber dari segala sumber hukum yang kecuali memungkinkan kebebasan

bagi hakim dan menafsirkan undang-undang dan juga membatasi hakim dalam

menjalankan tugasnya agar tidak bertentangan dengan Pancasila.52

Secara prosedural surat dakwaan merupakan pembatas hakim dalam

menjalankan kewenangannya, berdasarkan Pasal 182 ayat (4) KUHAP yang

menentukan bahwa:

“Musyawarah tersebut ayat (3) harus didasarkan atas surat dakwaan dan

segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”

Berdasarkan ketentuan diatas secara implisit kebebasan hakim dalam

menjatuhkan putusan dibatasi oleh surat dakwaan, yang arinya hakim yang

menjatuhkan putusan di luar pasal yang tidak didakwakan oleh jaksa penunutut

umum tentu saja bertentangan dengan Pasal 182 ayat (4) KUHAP. Ketika

hakim menjatuhkan suatu putasan diluar dakwaan jaksa penuntut umum maka

dapat dikatakan hakim juga mengambil alih peran jaksa penutut umum sebab

dalam proses pengambilsan suatu keputusan hakim tidak pernah terlepas

keberadaanya dari jaksa penutut umum, karena dalam proses peradilan jaksa

penuntut umum mempunyai kewenangan untuk melakukan penuntutan

sebagaimana yang diatur pada Pasal 137 KUHAP.

Sementara itu juga disebutkan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf c KUHAP

bahwa surat putusan pemidanaan harus memuat dakwaan sebagaimana terdapat

dalam surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa/penuntut umum dalam

persidangan. Apabila suatu putusan tidak memuat sebagaimana yang dimaksud

pada Pasal 197 ayat (1) huruf c maka putusan batal demi hukum, sehingga

peran surat dakwaan merupakan peran yang sangat penting dalam sebuah

putusan.

52

Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1984), h.,

212.

Page 50: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

41

Adanya suatu pembatasan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas

akan berpengaruh terhadap penjatuhan putusan hakim dalam mengadili suatu

perkara pidana. Pengaruh tersebut akan melahirkan suatu putusan hakim akan

terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Putusan yang sesuai dengan aturan

Putusan yang sesuai dengan aturan merupakan putusan yang memuat

pertimbangan hakim dan fakta-fakta dipersidangan serta ketentuan undang-

undang yang diatur dalam suatu perkara.

2. Putusan yang tidak sesuai dengan aturan

Putusan yang tidak sesuai dengan aturan merupakan penjatuhan putusan

yang bersifat prerogatif hakim untuk memutus karena memilki prasangka

dan perasaan tersendiri terhadap perkara yang tengah ditanganinya.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penelitian skripsi ini peneliti merujuk pada skripsi dan jurnal

terdahulu dengan membedakan apa yang menjadi fokus masalah dalam rujukan

dengan fokus masalah yang peneliti bahas diantaranya sebagai berikut :

1. Skripsi

a. Agus Setiawan Adi Nugroho dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

Penerapan Yurisprudensi Sebagai Dasar Hukum Dalam memutus

Perkara Diluar Dakwaan Yang Diajukan Penuntut Umum (Studi

Perkara di Pengadilan Negeri Boyolali) Fakultas Hukum Sebelas

Maret Surakarta 2008”.

Skripsi ini membahas mengenai penerapan yurisprudensi sebagai dasar

hukum putusan diluar dakwaan pada kasus tindak pidana kekerasan.

Sementara skripsi peneliti memfokuskan pada mengevaluasi tindakan

Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan

Jaksa Penuntut Umum dalam perkara tindak pidana narkotika.

b. Mertha Ambarukmi Kurnianingrum dalam skripsinya yang berjudul

“Analisis Yuridis Putusan Hakim Diluar Dakwaan Jaksa Penuntut

Umum Dalam Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak

Page 51: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

42

(Perkara Nomor: 97/Pid.B/2007/PN.Jr) Fakultas Hukum

Universitas Jember 2008”.

Skripsi ini membahas mengenai penyebab dakwaan penuntut umum

tidak terbukti di persidangan pada kasus tindak pidana persetubuhan

anak. Sementara skripsi peneliti lebih memfokuskan pada penerapan

hukum oleh Hakim Mahkamah Agung yang menjatuhkan putusan di

luar dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak pidana

narkotika pada Putusan Mahkamah Agung Nomor

1940K/Pid.Sus/2015.

c. Muksalmina dalam skripsinya yang berjudul “Pertimbangan Hukum

Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi yang Berbeda dengan

Tuntutan Jaksa dalam Perkara Ikhtilah (Studi Kasus Putusan

Nomor 53/JN/2016/MS.Bna) Fakultas Hukum Universitas Islam

Negeri Ar-Raniry Darrusalam-Banda Aceh 2017”.

d. Ayu Dewandary dalam skripsinya yang berjudul “Analisis

Pertimbangan Hakim Yang Menjatuhkan Putusan Tidak Sesuai

Dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (Contoh Kasus Putusan

Pengadilan Negeri Tangerang Nomor 681/Pid.Sus/2011/Pn.Tng)

Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara 2014”.

Skripsi Muksalmina dan Ayu Dewandry membahas terkait

dasar/alasan hakim yang menjatuhkan putusan tidak sesuai dengan

tuntutan jaksa penuntut umum. Sementara skripsi peneliti membahas

terkait pada dasar/alasan petimbangan Hakim Mahkamah Agung

menjatuhkan yang berbeda dakwaan jaksa penuntut umum dalam

perkara tindak pidana narkotika pada Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015.

2. Jurnal

a. Gelora Tarigan dalam sebuah jurnal yang diterbitkan oleh Jurnal

Staatrechts Volume 1 Nomor 1 Tahun 2017 yang berjudul “Fungsi

Hakim Dalam Putusan Diluar Dakwaan”. Jurnal ini membahas

mengenai fungsi hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan

Page 52: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

43

jaksa penuntut umum. Sementara peneliti berfokus membahas

penilaian prinsip tujuan hukum yaitu keadilan dan kepastian hukum

terhadap tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan

putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak

pidana narkotika pada Putusan Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015.

Page 53: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

44

BAB III

PUTUSAN HAKIM DILUAR DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM

DALAM PERKARA TINDAK PIDANA NARKOTIKA

Pembahasan pada bab ini terfokus pada penyajian muatan putusan Hakim

Mahkamah Agung diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak

pidana narkotika pada putusan nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 yang dibagi menjadi

beberapa subbab pembahasan. Pembahasan pada subbab pertama dibuka dengan

posisi kasus dalam penelitian ini terkait perkara tindak pidana narkotika. Subbab

kedua memuat terkait surat dakwaan yang didakwakan pada kasus ini. Subbab

ketiga memuat tentang tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum.

Subbab keempat memuat tentang alasan permohonan kasasi yang diajukan oleh

terdakwa. Subbab kelima memuat tentang amar putusan Pengadian Negeri hingga

sampai pada putusan Mahkamah Agung. Kemudian Subbab keenam menyajikan

tentang pertimbangan Hakim Mahkamah Agung yang menjadi dasar hakim

memutus diluar dakwaan dalam perkara tindak pidana narkotika dalam kasus ini.

A. Gambaran Umum Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/PID.SUS/2015

Terkait Putusan Diluar Dakwaan Dalam Pekara Tindak Pidana Narkotika

Kasus dalam putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1940

K/PID.SUS/2015 terkait dengan putusan diluar dakwaan dalam perkara tindak

pidana narkotika yang diputus tanggal 10 September 2015 dengan susunan

Majelis Kasasi : Sri Murwahyuni, S.H., M.H., (Ketua Majelis), Maruap

Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.H., H. Eddy Army, S.H., M.H., (Anggota Majelis).

Dalam perkara tindak pidana narkotika ini yang menjadi terdakwa adalah JHONI

NGADIANTO alias JHON, Tempat Lahir : Jakarta, Umur/Tanggal Lahir : 46

tahun / 02 Juli 1967, Jenis Kelamin : Laki-laki, Kebangsaan : Indonesia, Tempat

Tinggal : Jalan Hos Cokroaminoto Nomor 8 RT 05/04, Gondangdia, Jakarta

Pusat, Agama : Budha, Pekerjaan: Wiraswasta.

1. Posisi Kasus

Membaca putusan Mahkamah Agung dengan kronologis kasus sebagai

berikut:

Page 54: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

45

Kasus ini bermula terdakwa pada hari Minggu 20 Juli 2014 sekira jam

22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada wakatu lain dalam bulan Juli 2014

bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33 Perumahan Pondok Jagung,

Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong, Tangerang atau setidak-

tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Tangerang namun

berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, Pengadilan Negeri Jakarta Barat

berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yaitu tanpa hak atau

melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima,

menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan. Memilki,

meyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I”, perbuatan

tersebut dilakukan ia Terdakwa dengan cara sebagai berikut :

Awalnya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya diantaranya

saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian alias Ei Bin

Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena kedapat shabu dan

menurut keterangan saksi Derri Afrian alias Ei Bin Sutomo mengaku bahwa

Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah mambeli shabu sebanyak 1

(satu) paket dengan berat brutto 1 gram dengan harga Rp1.800.000,00 (satu

juta delapan ratus ribu rupiah) dan atas petunjuk tersebut maka saksi

Gumantri bersama dengan anggota Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun

Sinaga mendatangi ke tempat kost Terdakwa kemudian kedua anggota Polisi

tersebut melakukan penangkapan dan penggeledahan terhadap Terdakwa dan

dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket plastik Narkotika jenis

shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau berat netto 0,1909 gram yang

Terdakwa simpan di dalam laci lemari pakaian kemudian setelah Terdakwa

diinterogasi mengaku bahwa shabu yang ditemukan di dalam lemari pakaian

tersebut adalah milik Terdakwa yang didapat beli dari seorang laki-laki yang

berada di Hotel Sion Holiday Serpong BSD dengan harga Rp500.000,00

(lima ratus ribu rupiah) dimana Terdakwa dalam membeli Narkotika jenis

shabu tersebut tanpa ijin sah dari pejabat yang berwenang

Sesuai hasil Berita Acara Pemeriksaan Badan Reserse Kriminal Polri

Pusat Laboratorium Firensik No. LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus

Page 55: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

46

2014, menyatakan bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip

berisikan kristal warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar

mengandung Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I nomor urut 61

Lampiran Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

2. Surat Dakwaan

Membaca Putusan atas kasus ini bahwa Terdakwa didakwakan oleh Jaksa

Penuntut Umum dengan dakwaan sebagai berikut:

PRIMAIR :

Bahwa ia Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon, pada hari Minggu

tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain dalam bulan Juli 2014 bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33

Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong,

Tangerang atau setidak-tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan

Negeri Tangerang namun berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, Pengadilan

Negeri Jakarta Barat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yaitu

tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli,

menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan

Narkotika Golongan I”, perbuatan tersebut dilakukan ia Terdakwa dengan

cara sebagai berikut :

- Bahwa mulanya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya

diantaranya saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian

alias Ei Bin Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena

kedapat shabu dan menurut keterangan saksi Derri Afrian alias Ei Bin

Sutomo mengaku bahwa Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah

mambeli shabu sebanyak 1 (satu) paket dengan berat brutto 1 gram

dengan harga Rp1.800.000,00 (satu juta delapan ratus ribu rupiah) dan

atas petunjuk tersebut maka saksi Gumantri bersama dengan anggota

Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun Sinaga mendatangi ke tempat kost

Terdakwa yang beralamat di Jalan Jambu BB.33 Perumahan Pondok

Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong, Tangerang.

Kemudian pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB,

Page 56: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

47

kedua anggota Polisi tiba di tempat kost Terdakwa tersebut kemudian

kedua anggota Polisi tersebut melakukan penangkapan terhadap

Terdakwa dan dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket plastik

Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau berat netto

0,1909 gram yang Terdakwa simpan di dalam laci lemari pakaian

kemudian setelah Terdakwa diinterogasi mengaku bahwa shabu yang

ditemukan di dalam lemari pakaian tersebut adalah milik Terdakwa yang

didapat beli dari seorang laki-laki yang berada di Hotel Sion Holiday

Serpong BSD dengan harga Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)

dimana Terdakwa dalam membeli Narkotika jenis shabu tersebut tanpa

ijin sah dari pejabat yang berwenang dan dari hasil Pemeriksaan Badan

Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium Firensik No. LAB :

2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014, menyatakan bahwa barang

bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih

dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung

Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Perbuatan ia Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana

dalam Pasal 114 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika;

SUBSIDAIR :

Bahwa ia Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon, pada hari Minggu

tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain dalam bulan Juli 2014 bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33

Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong,

Tangerang atau setidak-tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan

Negeri Tangerang namun berdasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, Pengadilan

Negeri Jakarta Barat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya yaitu

tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan l bukan tanaman, perbuatan tersebut

dilakukan ia Terdakwa dengan cara sebagai berikut:

Page 57: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

48

- Bahwa mulanya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya

diantaranya saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian

alias Ei Bin Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena

kedapatan shabu dan menurut keterangan saksi Dem Afrian alias Ei Bin

Sutomo mengaku bahwa Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah

membeli shabu sebanyak 1 (satu) paket dengan berat brutto 1 gram

dengan harga Rp1.800.000,00 (satu juta delapan ratus ribu rupiah) dan

atas petunjuk tersebut maka saksi Sumantri bersama dengan anggota

Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun Sinaga mendatangi ke tempat kost

Terdakwa yang beralamat di Jalan Jambu BB.33 Perumahan Pondok

Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong, Tangerang.

Kemudian pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2014 sekira

jam 22.30 WIB, kedua anggota Polisi tiba di tempat kost Terdakwa

tersebut kemudian kedua anggota Polisi tersebut melakukan penangkapan

terhadap Terdakwa dan dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu)

paket plastik Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau

berat netto 0,1909 gram yang Terdakwa simpan di dalam laci lemari

pakaian kemudian setelah Terdakwa diintrogasi mangaku bahwa shabu

yang ditemukan di dalam lemari pakaian tersebut adalah milik Terdakwa

yang didapat beli dari seorang laki- laki yang berada di Hotel Sion

Holiday Serpong BSD dengan harga Rp500.000,00 (lima ratus ribu

rupiah) dimana Terdakwa dalam membeli Narkotika jenis shabu tersebut

tanpa ijin sah dari pejabat yang berwenang dan dari hasil Pemeriksaan

Badan Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium Firensik No. LAB :

2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014, menyatakan bahwa barang

bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih

dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung

Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I nomor urut 61 Lampiran

Undang- Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Page 58: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

49

3. Tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum

Adapun tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum pada

Kejaksaan Negeri Jakarta Barat terhadap terdakwa di Pengadilan Negeri

Jakarta Barat dengan menyatakan:

a. Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON tidak terbukti dalam dakwaan

Primair Penuntut Umum;

b. Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau melawan

hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika

Golongan I bukan tanaman”, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dalam surat Dakwaan Subsidair;

c. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON

dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa

berada dalam tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan denda

sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) subsidair 6 (dua)

bulan penjara;

d. Menyatakan barang bukti berupa : 1 (satu) paket narkotika jenis shabu

dengan berat brutto 0,6 gram, setelah pemeriksaan laboratorium dengan

berat netto 0,1909 gram, sisa barang bukti setelah pemeriksaan labkrim

dengan berat netto 0,1644 gram, dirampas untuk dimusnahkan.

4. Alasan Pemohon Kasasi

Bahwa sebelum kasasi ini diajukan ketingkat Mahkamah Agung Pemohon

Kasasi/ Terdakwa telah mengajukan alasan Pemohon Kasasi/Terdakwa dalam

kasus ini. Adapun pengajuan keberatan oleh terdakwa antara lain sebagai

berikut:

a. Judex Facti telah tidak menerapkan Hukum Acara Pidana dengan benar

dengan mengijinkan dan menyidangkan perkara di Pengadilan Negeri

Jakarta Barat, sedangkan Locus Delicti dan Tempus Delicti pada perkara ini

terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tangerang. Judex Facti sama

sekali tidak mempertimbangkan keberatan Terdakwa/Pemohon Kasasi di

Page 59: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

50

dalam pledoi yang menguraikan Anggota Kepolisian Jakarta Barat telah

melampaui batas kewenangannya melakukan penangkapan di wilayah

Pengadilan Negeri Tangerang dan merekayasa BAP sedemikian rupa yang

dibuat seolah-olah ada keterkaitan perkara pada perkara saksi Derri Arfian

agar Terdakwa dapat disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.

b. Permohonan Kasasi menyatakan bahwa Judex Facti baik tingkat pertama

maupun tingkat banding telah salah dalam menerapkan hukum dalam

menggolongkan perbuatan terdakwa yang terbukti dipersidangan

menyatakan telah memenuhi unsur Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya melihat secara tekstual saja

tanpa melihat fakta terdakwa kedapatan menguasai dan memiliki Narkotika

serta tanpa melihat secara kontekstual memperhatikan maksud dan tujuan

menguasai dan memiliki Narkotika

c. Judex Facti telah salah dan tidak menerapkan hukum telah salah atau keliru

dalam pertimbangnnya khususnya dalam hal pembuktian unsur pokok 112

ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan

mengabaikan kaidah hukum yang dibuat oleh Mahkamah Agung melalui

Yurisprudensi maupun SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yang dijadikan dasar

penerapan ketentuan pidana yang tepat.

d. Judex Facti telah tidak menerapkan hukum dengan benar karena tetep

memaksa menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan Pasal 112 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sementara

perbuatan yang terbukti di persidangan adalah Pasal 127 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

e. Pemohon Kasasi mengajukan kasasi ini semata-mata demi menciptakan

keadilan baginya.

5. Amar Putusan

Bahwa sebelum kasus ini diadili pada ditingkat Mahkamah Agung,

pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri Jakarta telah mengadili

terlebih dahulu dengan menjatuhkan Putusan Nomor :

1778/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Brt., tanggal 4 Februari 2015 dengan Amar

Page 60: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

51

menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan Primair, dan

menyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan

Subsidair dengan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara

4 (empat) tahun dan denda Rp.800.000.000.00 (delapan ratus juta rupiah),

dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka akan diganti denda penjara

selama 3 (tiga) bulan.

Terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarata Barat Nomor :

1778/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Brt Tanggal 4 Februari 2015 diajukan banding

dengan Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor: 71/PID/2015/PT.DKI.,

tanggal 28 April 2015 yang amar menguatkan putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Barat Nomor : 1778/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Brt.

Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/PT.DKI

tanggal 28 April 2015 diajukan upaya hukum kasasi dengan Putusan

Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 tanggal 10 semptember 2015

terkait putusan diluar dakwaan ini telah mengadili terdakwa untuk

membebaskan terdakwa dari segala dakwaan yang telah dituduhkan

kepadanya, membatalkan Putusan Tinggi Jakarta Nomor 71/PID/2015/PT.DKI,

yang sebelumnya telah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat

Nomor : 1778/Pid.Sus/2014 PN.Jkt.Brt, menyatakan terdakwa bersalah secara

sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana diluar dari pasal yang

didakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu penyalahgunaan Narkotika

Golongan I Bagi diri sendiri Pasal 127 huruf a Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika dengan dipidana penjara selama 1 (satu) Tahun

6 (enam)Bulan.

Terhadap Putusan Mahkamah Agung terkait putusan diluar dakwaan Jaksa

Penuntut Umum dalam perkara tindak pidana narkotika ini adalah sebagai

berikut:

MENGADILI

- Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi : Terdakwa JHONY

NGADIYANTO alias JHON tersebut;

Page 61: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

52

- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor:

71/PID/2015/PT/DKI., tanggal 28 April 2015 yang menguatkan putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor: 1778/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Brt.,

tanggal 04 Februari 2015.

MENGADILI SENDIRI

1. Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan Subsidair;

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan tersebut;

3. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIYANTO alias JHON terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah dengan melakukan tindak pidana

“Penyalahgunaan Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”;

4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa JHONI NGADIYANTO alias

JHON oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan 6

(enam) bulan;

5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

6. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

7. Menetapkan barang bukti berupa:

- 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan berat

netto 0,1909 gram sisa barang bukti setalah pemeriksaan labkrim netto

0,1644 gram dirampas untuk dimusnahkan

8. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam

tingkat kasasi ini sebesar Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah).

Dalam perkara ini dakwaan yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut

Umum tidak cukup untuk dibuktikan sehingga melahirkan tindakan Hakim

Mahkamah Agung menyimpang dan tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 182

ayat (4) serta Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

6. Dasar Pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Agung

Pada kasus ini Majelis Hakim Mahkamah Agung telah memberikan alasan /

dasar pertimbangan terhadap perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa

Page 62: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

53

yang telah dijatuhkan putusan diluar dakwaan Jaksa Penuntut Umum dengan

berupa penjatuhan putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap sebagai berikut:

a. Bahwa putusan Judex Facti Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan

Judex Facti Pengadilan Negeri tidak tepat dan salah menerapkan hukum

atau menerapkan hukum tidak sebagaimana mestinya dan tidak mendasari

pertimbangannya pada fakta hukum yang terungkap dimuka sidang, yaitu :

b. Bahwa saat Terdakwa ditangkap dan digeledah oleh Sat. Narkoba Polres

Metro Jakarta Barat ditempat kostnya, Terdakwa sedang santai hendak

menghisap shabu dengan menyiapkan congklong dari bong. Hanya saja

alat tersebut tidak disita oleh Anggota Porles Metro Jakarta Barat tanpa

alasan yang jelas.

c. Bahwa Saksi Sumantri (Petugas Kepolisian yang menangkap,

menggeledah dan menyita barang bukti) menerangkan bahwa pada saat

melakukan penangapan terhadap Terdakwa, dari Terdakwa ditemukan

satu paket kecil narkotika jenis shabu seberat 0,1909 gram dalam dompet

kecil yang disimpan Terdakwa dalam laci lemari

d. Bahwa menurut Terdakwa barang bukti tersebut merupakan sisa pakai

dan akan dipakai lagi bersama-sama dengan terman Terdakwa di kamar

Kostnya, akan tetapi sebelum sempat dipakai petugas kepolisian datang

menggeledah dan selanjutnya Terdakwa diperiksa urine dan hasilnya

positif mengandung Methamphetamina.

e. Bahwa Terdakwa memperoleh shabu tersbut dengan cara membeli secara

online dari seseorang yang tidak dikenal di Hotel Sion Holiday seharga

Rp. 500.000,- (lima ratus rupiah), dan Terdakwa 6 (enam) bulan terakhir

telah menggunakan shabu untuk diri sediri 4 (empat) sampai 5 (lima) kali

sehari untuk menambah stamnina bekerja

f. Bahwa terbukti tujuan dan maksud Terdakwa membeli shabu dalam

jumlah yang kecil adalah untuk dihisap atau dipakai sendri, bukan untuk

diperjualbelikan atau diedarkan lagi kepada orang lain

Page 63: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

54

g. Bahwa sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dimuka sidang

tersebut diatas, ternyata Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan

bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Dilain pihak,

dalam perkara a quo Jaksa/Penuntut Umum tidak mengajukan dakwaan

alternatif penyalahgunaan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri kepada

Terdakwa. Maka demi kepentingan penegakan hukum yang bermanfaat

dan berkeadilan, Terdakwa dipersalahkan dan dijatuhi pidana yang

setimpal dengan perbuatannya

Atas pertimbangan/alasan Hakim mahkamah Agung menyatakan Terdakwa

bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa didasarkan pada ketentuan

pidana Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika yang tidak didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, melihat

pada fakta persidangan tidak terbukti melakukan tindak pidana Pasal 114 ayat

(1) dan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan

primair dan subsidair, oleh karena itu Terdakwa dibebaskan dari kedua

dakwaan tersebut.

Page 64: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

55

BAB IV

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DAN EVALUASI TINDAKAN

HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN DILUAR SURAT

DAKWAAN JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM PERKARA

TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Dasar Petimbangan Hakim Mahkamah Agung Menjatuhkan Putusan Diluar

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika

pada Putusan Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015

Pada Bab iii peneliti telah menyajikan berupa informasi tekait pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan dalam perkara tindak pidana

narkotika yang kemudian dalam bab ini akan dibahas untuk dianalisis dalam

penelitian ini. Atas pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam putusan ini

telah menciptakan suatu putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam

perkara tindak pidana narkotika. Terhadap perkara ini terdakwa atas nama Jhoni

Ngadianto alias Jhon didakwa oleh jaksa penuntut umum telah melanggar Pasal

114 ayat (1) “tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual,

membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, meukar, atau

menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman” dan Pasal 112 ayat (1)

“tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, mengasai, atau

menyediakan Narkotika Golongan I” Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

Hakim Mahkamah Agung dalam pertimbangannya menyatakan putusan

Judex Facti Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi Jakarta yang

mengadili kasus ini telah salah dalam menerapkan hukum karena telah

mempertimbangkan hukum yang salah dengan tidak mendasarkan

pertimbangannya terhadap fakta hukum relevan yang terungkap di persidangan.

Atas dasar tersebut, peneliti melihat dalam pertimbangan yuridis hakim

Mahkamah Agung telah menggali dan mengungkap perkara dengan dibuktikan

berdasarkan fakta-fakta yang terjadi di persidangan dari keterangan saksi,

keterangan terdakwa serta barang bukti yang ditemukan berupa narkotika

Page 65: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

56

golongan I jenis shabu dengan berat 0,1909 gram. Dalam pembuktiannya telah

dinyatakan bahwa perbuatan terdakwa tidak terbukti sebagaimana yang

didakwakan oleh jaksa penuntut umum, dengan kata lain Hakim Mahkamah

Agung tidak menemukan perbuatan terdakwa terbukti sebagaimana dakwaan yang

telah didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Hakim Mahkamah Agung menilai

bahwa perbuatan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana atau melanggar

ketentuan pidana diluar dari apa yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

Tindakan terdakwa diyakini bersalah melakukan pidana dalam perkara ini

didukung kuat oleh pengakuan terdakwa, yang mengakui bahwa telah membeli

shabu secara online dari seseorang yang tidak dikenal dengan maksud dan tujuan

untuk dipakai bagi diri sendiri bukan untuk diperjual belikan atau diedarkan

kepada orang lain dan terdakwa mengakui telah mengkonsumi shabu selama 6

(enam) bulan terakhir sebagai penambah stamina dalam bekerja.

Berdasarkan pertimbangan di atas tersebut, Hakim Mahkamah Agung dalam

mengadili kasus ini meyakini perbuatan terdakwa yang terbukti bukanlah

perbuatan sebagaimana pasal yang telah dituduhkan oleh jaksa penuntut umum

atau pasal yang digunakan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan dikuatkan

oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dalam putusannya. Hakim Mahkamah Agung

dengan keyakinannya menyatakan perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan

melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf

a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan menjatuhkan

pidana penjara selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan. Dengan demikian, Hakim

Mahhkamah Agung memvonis terdakwa dengan putusan diluar dari dakwaan

jaksa penuntut umum pada perkara ini.

Terhadap penjatuhan pidana yang dilakukan oleh Hakim Mahkamah Agung

kepada terdakwa, peneliti menilai hal ini sangat tepat mengingat berdasarkan

ketentuan yang diatur dalam Pasal 183 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara (KUHAP) telah mensyaratkan

untuk menjatuhkan suatu putusan pemidanaan sekurang-kurangnya dua alat bukti

yang sah dan memperoleh keyakinan hakim bahwa tindak pidana benar terjadi dan

terdakwalah yang bersalah melakukannya. Dalam kasus ini unsur dua alat bukti

Page 66: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

57

yang sah berdasarkan pernyataan dari terdakwa, keterangan saksi serta didukung

barang bukti dan telah memperoleh keyakinan hakim bahwa terdakwa bersalah

melakukan tindak pidana walaupun tindak pidana yang terbukti tidak didakwaan

oleh jaksa penuntut umum telah terpenuhi, sehingga mengharuskan Hakim

Mahkmah Agung menjatuhkan putusan pidana sebagaimana pasal yang terbukti

dipersidangan yang memang tidak didakwakan oleh jaksa penuntut umum.

Terhadap Pasal 112 dan Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika yang sebelumnya didakwakan oleh jaksa penuntut umum pada

kasus ini hanya dapat dikenakan bagi seseorang yang memiliki narkotika untuk

mengedarkan, menjual atau pihak yang menjadi kurir (perantara).1 Oleh karena

itu, jaksa penuntut umum tidak dapat begitu saja dengan mudah mendakwakan

terdakwa dalam kasus ini yang ternyata bersalah melakukan penyalahgunaan

narkotika, akan tetapi dikenakan atau didakwa bersalah melakukan ketentuan

Pasal 112 dan Pasal 114 tersebut. Terhadap Pasal 112 ayat (1) tanpa hak atau

melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan yang

sebelumnya dinyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan oleh

Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi Jakarta, unsur suatu

kepemilikan (memiliki, menyimpan) atau penguasaan atas narkotika dan

sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan

hanya tekstual dengan menghubungkan kalimat dalam undang-undang tersebut.2

Terhadap kasus ini perlu digali kembali serta harus benar-benar dilihat

berdasarkan fakta yang terbukti di persidangan apakah terdakwa memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan dalam rangka untuk diedarkan atau

digunakan sendiri (penyalahgunaan).

Hakim Mahkamah Agung telah menjalankan kewajibannya dalam menggali

suatu kebenaran yang sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan terdakwa

sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat pada pemaparan peneliti di atas

1 Lihat Alasan Pertimbangan Hakim Pada Putusan Nomor 10/PId.B/2012/PN.Msb.

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/a17bbcd2d63580d3584b173a2dbef1ca,diakses

pada tanggal 29 Juni 20019 Pukul 14.25 WIB. 2 Lihat Kaidah Hukum pada Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1386/K/Pid.Sus/2011

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/4ced81aa5725da9c231dd6004b1659c

c/pdf, diakses pada tanggal 29 juni 2019 pukul 13.15 WIB.

Page 67: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

58

terkait Hakim Mahkamah Agung telah mengungkap fakta yang tebukti di

persidangan dan telah menggolongkan perbuatan terdakwa termasuk kedalam

“Penyalahgunaan”. Pada kasus ini terdakwa tidak dapat dikenakan Pasal 112 ayat

(1) karena dalam faktanya terdakwa memiliki, menyimpan, menguasai untuk

maksud dan tujuan digunakan diri sendiri atau diluar pemakaian/ penggunaan,

bukan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menggolongkan perbuatan

terdakwa termasuk dalam kategori “Penyalahgunaan” narkotika dalam kasus ini

telah sejalan apabila merujuk pada aturan atau ketentuan Surat Edaran Mahkamah

Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 dalam menerapkan ketentuan pidana yang

tepat terhadap terdakwa. Mengingat berdasarkan fakta yang terungkap di

persidangan perbuatan terdakwa dalam menggunakan narkotika jenis shabu

dengan maksud dan tujuan untuk diri sendiri serta dengan didukung oleh barang

bukti sejumlah shabu dengan berat 0,1909 gram. Perbuatan yang dilakukan

terdakwa telah sesuai dan termasuk dalam kualifikasi sesorang penyalahgunaan

dan batasan barang bukti masih dalam batasan SEMA Nomor 4 Tahun 2010.

Adapun kriteria yang tertuang didalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yakni

sebagai berikut:

a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan penyidik BNN

dalam kondisi tertangkap tangan,

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a dimana ditemukan barang

bukti pemakaian I (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai

berikut:

a. Kelompok metamphetamine (shabu) : 1 gram

b. Kelompok MDMA (ekstasi) : 2,4 gram = 8 butir

c. Kelompok Heroin : 1,8 gram

d. Kelompok Kokain : 1,8 gram

e. Kelompok Ganja : 5 gram

f. Daun Koka : 5 gram

g. Meskalin : 5 gram

Page 68: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

59

h. Kelompok Psilosybin : 3 gram

i. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide : 2 gram

j. Kelompok PCP (phencyclidine) : 3 gram

k. Kelompok Fentanil : 1 gram

l. Kelompok Metadon : 0,5 gram

m. Kelompok Morfin : 1,5 gram

n. Kelompok Petidin : 0,96 gram

o. Kelompok Kodein : 72 gram

p. Kelompok Bufrenorfin : 32 gram

c. Surat uji Laboratorium positif menggunakan Narkotika berdasarkan

permintaan penyidik.

d. Perlu Surat Keterangan dari dokter jiwaJpsikiater pemerintah yang

ditunjuk oleh Hakim.

e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam peredaran

gelap Narkotika.

Berdasarkan ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 dan ketentuan Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, perbuatan terdakwa dalam

kasus ini dapat dinyatakan sebagai penyalahgunaan narkotika. Melihat barang

bukti yang berada dalam penguasaan terdakwa merupakan tergolong masuk

didalam kategori ketentuan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yaitu Metamfetamina

dan barang bukti yang berada dalam penguasaan terdakwa dinilai lebih kecil atau

sedikit dari batasan SEMA tersebut. Hakim Mahkamah Agung telah tepat

memutuskan perbuatan terdakwa yang termasuk melanggar penyalahgunaan

narkotika golongan I bagi diri sediri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan suatu putusan

diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada kasus ini juga telah sejalan

sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015

Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung

Tahun 2015 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan. Pada Rumusan

Hukum Kamar Pidana Nomor 1 tentang Narkotika yang menyatakan “Hakim

Page 69: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

60

yang memeriksa dan memutus perkara harus didasarkan kepada surat dakwaan

jaksa penuntut umum Pasal 111 atau Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika namun berdasarkan fakta hukum yang terungkap di

persidangan terbukti Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika yang mana pasal ini tidak didakwakan, terdakwa terbukti sebagai

pemakai dan jumlahnya relatif kecil sesuai dengan ketentuan SEMA Nomor 4

Tahun 2010, maka hakim memutus sesuai surat dakwaan tetapi dapat

menyimpangi ketentuan pidana minumin khusus dengan membuat pertimbangan

yang cukup”. Adanya ketentuan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 dapat menjadi

sebuah dasar atau alasan pembenar Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini

telah menerapkan hukum dengan menjatuhkan suatu putusan yang menyimpang

dari surat dakwaan jaksa penuntut umum dalam perkara tindak pidana narkotika

pada penelitian ini.

Tindakan Hakim Mahkmah Agung dalam menjatuhkan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus ini juga pernah dilakukan oleh hakim

terdahulu, yang telah menciptakan putusan diluar dakwaan dalam praktik

peradilan pidana di Indonesia. Tindakan hakim terdahulu dalam memutus diluar

dakwaan dapat dilihat pada Yurisprudensi yang saat ini menjadi suatu pijakan

bagi Hakim sebagai dasar hukum dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan

jaksa penuntut umum. Adapun yurisprudensi terkait dengan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum ini antara lain yaitu:

- Putusan Mahkamah Agung Nomor 818 K/Pid/1984 atas nama Timbul

Osmar Simarmata didakwakan dengan menggunakan dakwaan tunggal

Pasal 310 ayat (1) KUHP, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi

memvonis terpidana menggunakan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Pada tingkat

kasasi Hakim Mahkamah Agung memvonis dengan menggunkan pasal 315

KUHP.

- Putusan Mahkamah Agung Nomor 1626/Pid.Sus/2012, atas nama

Afriansyah didakwakan dengan menggunakan dakwaan alternatif yaitu

kesatu Pasal 114 ayat (1) Jo, Pasal 132 ayat (1) atau kedua Pasal 112 ayat

(1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pengadilan

Page 70: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

61

Negeri dan Pengadilan Tinggi memvonis terpidana dengan menggunakan

Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Pada tingkat kasasi Hakim Mahkamah Agung memvonis dengan

menggunakan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

Yurisprudensi di atas pada pokoknya menyatakan “apabila delik yang

terbukti di persidangan adalah delik yang sejenis yang lebih ringan sifatnya dari

delik yang didakwakan yang lebih berat sifatnya, maka walaupun delik yang lebih

ringan tidak didakwakan, terdakwa tetap dipersalahkan atas delik tersebut dan di

pidana atas dasar melakukan delik yang lebih ringan”.3

Pasal Pidana Penjara Denda

Pasal 114 Ayat (1) Minimal 5 Tahun Rp. 1.000.000.000.00,-

Maksimal 20 Tahun Rp. 10.000.000.000.00,-

Pasal 112 Ayat (1) Minimal 4 Tahun Rp. 800.000.000.00,-

Maksimal 12 Tahun Rp. 8.000.000.000.00,-

Pasal 127 Ayat (1) Maksimal 4 Tahun

Tabel 1.1 Hukuman Pidana Penjara dan Denda Undang-Undang 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika

Mengingat, pada kasus ini terdakwa telah didakwa dengan Pasal 114 ayat

(1) dan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika dengan hukuman pidana yang lebih berat sifatnya. Hakim Mahkamah

Agung telah menyatakan fakta yang terbukti dipersidangan merupakan perbuatan

yang melanggar Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika dan perbuatan terdakwa merupakan perbuatan serumpun

atau sejenis serta pasal yang terbukti lebih ringan sifatnya dari pasal yang

didakwakan. Dengan demikian, tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam

menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum dalam kasus ini telah

tepat sebagaimana sesuai dengan ketentuan yang ada.

3 Lihat pokok inti pada Putusan Mahkamah Agung Nomor: 818 K/Pid/1984

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/23951, diakses pada tanggal 29 Juni 2019 Pukul

18.15 WIB dan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1626/Pid.Sus/2012

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/ad680eed873fbe5c8fdffed5701f40ef, diakeses pada

tanggal 30 Juni 2019 Pukul 08.20 WIB.

Page 71: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

62

Terhadap apa yang dijelaskan di atas bahwa Putusan Mahkamah Agung

Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 telah menyimpang dari asas hukum acara pidana

serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 182 ayat (4) dengan dihubungan

terhadap Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Didalam putusan ini terlihat

bahwa adanya tindakan yang dilakukan oleh hakim telah melanggar ketentuan

hukum acara dalam menjatuhkan putusan pada kasus ini, karena hakim melakukan

penjatuhan putusan terhadap pasal-pasal yang tidak didakwakan oleh jaksa

penuntut umum. Secara tegas telah diatur dalam Pasal 191 ayat (1) apabila

perbuatan terdakwa dalam pemeriksaan dipersidangan menunjukan tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang didakwakan oleh jaksa

penuntut umum maka seharusnya terdakwa dibebaskan karena hakim dalam

memeriksa suatu perkara dipersidangan dibatasi oleh surat dakwaan

(sebagaimana yang diatur dalam Pasal 182 ayat (4)), sehingga dalam menjatuhkan

sebuah putusan harus berdasarkan surat dakwaan.

Putusan pada kasus ini menggambarkan secara jelas telah melanggar asas

legalitas tetapi perlunya diperhatikan pertimbangan Hakim Mahkamah Agung

diatas yang telah peneliti analisis dan paparkan dalam pembahasan ini menjadi

argumentasi untuk memperkuat dasar hakim dalam menjatuhkan putusan diluar

dakwaan dalam kasus ini. Selain itu perlu diperhatikan, dasar seorang hakim

dalam mengambil keputusan adalah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa” sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 38 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta pada bunyi kepala

suatu putusan hakim itu sendiri. Dengan demikian pertimbangan keadilanlah yang

lebih dikedepankan dalam memutus suatu perkara dalam kasus ini yang memang

sepenuhnya diserahkan kepada Hakim Mahkamah Agung untuk menangani suatu

perkara ini yang harus mampu memberika rasa keadilan berdasarkan ketuhanan

yang Maha Esa yang tentu saja keterkaitannya sangat erat dengan Tuhan.

Disisi lain, tindakan yang dilakukan oleh Hakim Mahkamah Agung untuk

memberikan penegakan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan, dimensi

keadilan disini dapat dilihat bahwa terdakwa didakwakan menggunakan surat

Page 72: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

63

dakwaan yang terlihat sumir, tidak cermat, serta tidak sesuai dengan perbuatan

yang dilakukan oleh terdakwa. Putusan diluar dakwaan pada kasus ini berawal

dari permasalahan penerapan surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum terhadap

terdakwa yang kurang cermat. Hakim yang telah diamanahkan oleh undang-

undang untuk dapat menciptakan sebuah keadilan lebih memilih untuk memutus

diluar dakwaan dengan menerapkan pasal yang lebih tepat. Putusan diluar

dakwaan dalam kasus ini dilakukan demi menciptakan keadilan bagi terdakwa

yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, sebab tidak mungkin

Hakim Mahkamah Agung meloloskan terdakwa dari perbuatannya yang memang

terbukti bersalah, maka terdakwa sudah sepantasnya mendapatkan haknya untuk

dipidana sesuai dengan apa yang terdakwa perbuat.

B. Evaluasi Tindakan Hakim Dalam Mennjatuhkan Putusan Diluar Dakwaan

Jaksa Penuntut Umum Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika Nomor

1940 K/Pid.Sus/2015

Hakim sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman yang merdeka telah

diamanakan oleh undang-undang dalam menjalakan kewenangannya dalam

mengadili suatu perkara untuk memegang teguh suatu prinsip tujuan hukum itu

sendiri yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Untuk menciptakan

tujuan hukum itu sendiri tentulah sangat tidak mudah. Dalam praktiknya sering

kali terjadi perbenturan antara kepastian hukum dengan keadilan sehingga untuk

mewujudkan tujuan hukum yang idel itu sendiri sangat sulit.

Untuk menjatuhkan suatu putusan terhadap seseorang bukanlah perkara

yang mudah, adanya keterbatasan bagi hakim dalam menjatuhkan putusan yang

harus didasarkan pada surat dakwaan. Berbeda pada permasalahan penelitian

dalam kasus ini, Hakim Mahkamah Agung telah berani menjatuhkan putusan

diluar dari batasan surat dakwaan yang merupakan acuan dasar baginya untuk

mengadili suatu perkara. Hal tersebut dilakukan karena dalam kasus ini Hakim

Mahkamah Agung dihadapkan kepada sebuah permasalahan terkait dilema antara

menataati kepastian hukum (asas legalitas) dengan menegakkan suatu kebenaran

untuk mencapai keadilan. Permasalahan ini muncul ketika hakim melihat bahwa

dakwaan yang dibuat oleh jaksa penuntut umum dalam kasus ini menunjukan

Page 73: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

64

ketidak tepatan dalam menerapkan pasal yang terlihat berbeda dengan perbuatan

yang dilakukan oleh terdakwa. Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini

menghendaki untuk menjatuhkan putusan diluar dakwaan yang justru dianggap

mencederai kepastian hukum dan melanggar Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).

Keberadaan Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjadi

batas serta dasar bagi hakim untuk memeriksa, serta mengadili pada perkara

pidana terdapat makna terhadap unsur “didasarkan pada surat dakwaan”. Peneliti

memaknai unsur tersebut tidak menjadi suatu keharusan yang mendasar bagi

Hakim Mahakamah Agung untuk dijadikan sebuah pedoman utama dalam

menjatuhkan putusan ini, melihat adanya bunyi “berdasarkan segala sesuatu fakta

yang terbukti disidang pengadilan” yang juga mempunyai peran bagi Hakim

Mahkamah Agung dalam kasus ini masih memiliki dasar lain disamping surat

dakwaan. Hal ini sejalan apabila memperhatikan Pasal 183 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP menyatakan bahwa “Hakim tidak boleh

menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-

kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak

pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah”. Artinya, di

dalam Pasal 183 tersebut tidak mewajibkan Hakim Mahkamah Agung harus

didasarkan atau berpedoman secara multak terhadap apa yang ada didalam surat

dakwaan, tetapi pada putusan ini Hakim Mahakamah Agung lebih menekankan

kepada fakta yang terbukti dipersidangan serta tindak pidana atau pasal apa yang

terbukti dilakukan oleh terdakwa, sehingga Hakim Mahkamah Agung

memutuskan untuk menjatuhkan suatu putusan diluar dakwaan dalam kasus ini.

Jika tindakan Hakim Mahkamah Agung dihubungkan dalam bingkai asas

hukum acara pidana (asas legalitas) yang melihat keberadaan suatu kepastian

hukum dalam Pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang membatasi hakim

untuk bermusyawarah dan memutuskan bersalah atau tidaknya seseorang

Page 74: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

65

didasarkan kepada surat dakwaan akan menyebabkan putusan ini dirasa tidak

tepat. Jika dilihat dari satu sisi putusan ini tentu menguntungkan terdakwa dimana

terdakwa diputus lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, hal ini karena

hakim mengedepankan sebuah keadilan. Disisi lain, putusan ini juga telah

mercederai sebuah kepastian hukum karena adanya penyimpangan terhadap Pasal

191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan “Jika pengadilan

berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan kesalahan

terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan, maka terdakwa di putus bebas”. Adanya ketentuan tersebut

berarti putusan dalam kasus ini akan merugikan terdakwa karena seharusnya

terdakwa diputus bebas jika dinilai oleh hakim tidak terbukti baik dalam dakwaan

primair maupun dakwaan subsidair. Apabila Hakim Mahkamah Agung

berpedoman pada ketentuan Pasal 191 ayat (1) seharusnya Hakim Mahkamah

Agung akan menjatuhkan putusan bebas kepada terdakwa, sebab di sidang

pengadilan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak

pidana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum baik dalam dakwaan pasal

114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

Pada kenyataaanya Hakim Mahkamah Agung yang dihadapkan pada dilema

antara harus taat kepada kepastian hukum ataukah mengedepankan keadilan

dalam kasus ini lebih memilih untuk mengesampingkan kepastian hukum yang

merupakan salah satu dari tujuan hukum itu sendiri atau tidak melaksanakan

ketentuan yang tercantum didalam Pasal 182 ayat (4) dengan dihubungkan Pasal

191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini dilakukan karena telah melihat

secara faktual serta terbukti perbuatan terdakwa secara sah dan meyakinkan

bersalah di persidangan, sehingga perbuatan tersebut harus dipertanggung

jawabkan demi melaksanakan penegakan hukum yang telah diamanahkan oleh

undang-undang untuk mewujudkan tujuan hukum itu sendiri yaitu berkeadilan

dan berkemanfaatan walaupun kepastian hukum itu sendiri harus dikesampingkan.

Page 75: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

66

Hal ini sejalan dengan apa yang telah dinyatakan oleh Bismar Siregar bahwa jika

untuk menegakan keadilan lalu kepastian hukum harus dikorbankan, maka itu

hanya dilakukan karena hukum itu hanyalah sarana sedangkan tujuannya adalah

keadilan.4

Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini sejalan apabila melihat

teori keadilan Aristotels yang menyatakan keadilan merupakan tindakan

memberikan kepada orang lain yang memang menjadi haknya, dengan kata lain

hukum di nilai mampu memberikan keadilan bagi setiap orang apa yang menjadi

haknya. Kebijaksanaan Hakim Mahkamah Agung untuk mengambil keputusan

dalam menjatuhkan putusan pidana terhadap terdakwa sudah tepat dan benar,

karena apabila melihat kembali dari sisi fakta di persidangan terdakwa terbukti

bersalah serta telah mengakui memiliki dan menggunakan shabu dengan maksud

dan tujuan dipakai untuk diri sendiri dan didukung dengan barang bukti satu paket

kecil narkotika seberat 0,1909 gram. Hakim Mahkamah Agung sebagai

penyelenggara peradilan yang memiliki tugas untuk menegakan keadilan telah

tepat apabila melihat dari bingkai keadilan dalam memberikan putusan diluar

dakwaan jaksa penuntut umum dan menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap

terdakwa atas perbuatannya yang telah melanggar hukum, sehingga sepantasnya

terdakwa bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.

Keberadaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah

memberi ruang kebebasan (Indenpedensi Kekuasaan Kehakiman) bagi Hakim

Mahkamah Agung dalam kasus ini untuk dapat mereflesikan bunyi undang-

undang dan dapat menginterpretasikan/ berkreasi dalam menemukan serta

memperjuangkan suatu kebenaran untuk menciptakan keadilan dalam putusannya.

Dengan didasarkan pada prinsip kebebasan dalam mengkreasikan putusan ini

tidak serta merta dilakukan oleh Hakim Mahkamah Agung tanpa menggali,

mengikuti serta memahami nilai-nilai yang hidup dimasyarakat. Ketentuan Pasal 5

ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

4 Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, (Jakarta: PT.Gramedia

Utama, 2008), h., 156.

Page 76: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

67

mewajibkan Hakim Mahkamah Agung untuk menggali dari permasalahan dalam

kasus ini. Berdasarkan hal tersebut Hakim Mahkamah Agung telah menggali

kembali perkara yang dihadapkan kepadanya untuk memperoleh keyakinan serta

kebenaran didalam kasus ini, sehingga dalam kasus ini mengharuskan Hakim

Mahkamah Agung untuk melakukan tindakan mengenyampingkan ketentuan

Pasal 182 ayat (4) dan Pasal 191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan

menjatuhkan putusan yang sesuai dengan nilai hukum dan rasa keadilan, sehingga

melahirkan suatu putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum terhadap terdakwa

dalam kasus tindak pidana narkotika ini.

Terhadap putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan pengadilan Tinggi

Jakarta, peneliti melihat hakim pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi

telah menjalankan kewenangannya untuk mengadili sebagaimana sesuai dengan

pedoman beracara hakim di sidang pengadilan dan mencerminkan putusan yang

tidak menyimpang atau melanggar dari ketentuan undang-undang. Hakim

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi pada kenyataanya tidak menerapkan

hukum sebagiamana mestinya dengan memvonis pasal yang terlihat tidak tepat

apabila kita mengulas kembali fakta yang terbukti memperlihatkan terdakwa

seharusnya tidak bersalah melakukan tindak pidana sebagiamana yang

didakwakan oleh jaksa penuntut umum. Peneliti menilai, hakim pada Pengadilan

Negeri dan Tinggi dalam kasus ini hanya berpegang teguh kepada pasal yang

telah didakwaakan atau hanya melihat secara tekstual seperti yang tersajikan

dipersidangan tanpa melihat secara mendalam serta tidak menggali dan

menfasirkan kembali unsur dari suatu perbuatan terdakwa melakukan tindak

pidana narkotika dalam kasus ini dengan maksud dan tujuannya seperti apa tetapi

hanya melihat dari sisi formalitas undang-undang semata.

Hakim Mahkamah Agung dalam mengadili upaya hukum tingkat kasasi

dalam kasus ini telah menggunakan kewenangannya atau menerapkan logika

pemikiran linear sesuai dengan undang-undang didalam putusannya. Mengingat,

didalam Pasal 253 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diketahui bahwa

Page 77: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

68

kewenangan Mahkamah Agung dalam memeriksa pada tingkat kasasi guna

menentukan:

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

Undang-Undang

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya.

Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini telah memperhatikan alasan

kasasi yang dimohonkan oleh terdakwa memuat salah satu unsur di atas,

kemudian Hakim Mahkamah Agung menghendaki bahwa Putusan Pengadilan

Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi Jakarta telah salah menerapkan

hukum atau tidak menerapkan hukum sebagaimana mestinya. Atas dasar tersebut,

Hakim Mahkamah Agung yang berwenang mengadili perkara yang dihadapkan

kepadanya atas putusan Pengadilan Tinggi telah memutuskan untuk menerapkan

pasal yang lebih tepat dan sepantasnya untuk diterapkan pada perkara ini. Hal ini

dilakukan untuk menerapkan hukum yang sesuai dengan fakta yang terbukti

dipersidangan sebagaimana mestinya.

Tindakan Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini telah mencerminkan

sebuah pengadilan progresif, dalam proses mengadili hakim telah memperhatikan

secara empati, memastikan, dan didasarkan oleh hati nurani yang memang

menjadi karakteristik pengadilan progresif. Karakteristik pengadilan progresif ini

terlihat dalam memeriksa suatu kenyataan terjadi tidak hanya menggunakan

kepercayaan yang tertuang didalam peraturan dan logika saja, melainkan juga

memeriksa penerapan hukum yang digunakan hakim di Pengadilan Negeri dan

Pengadilan Tinggi untuk menjatuhkan putusan apakah sudah benar atau belum.

Jika melihat pada putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi yang hanya

melihat pada dakwaan yang tersaji tanpa memahami unsur dari perbuatannya

terlebih dahulu, sehingga diyakini oleh Hakim Mahkamah Agung bahwa adanya

suatu kekeliruan atau ketidaktepatan dalam memahami penerapan hukum yang

dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi

Jakarta yang sebelumnya telah mengadili perkara tindak pidana narkotika dalam

Page 78: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

69

kasus ini. Dengan demikian, Hakim Mahkamah Agung dalam kasus ini telah

benar mengindahkan suatu perkara ini dengan menerapkan suatu putusan yang

tidak hanya berpijak kepada hukum formil belaka walaupun mengesampingkan

aturan serta meninggalkan sebuah kepastian hukum, dimana hal ini dilakukan

bahwa hulu dari tujuan hukum itu sendiri merupakan bukan untuk

mengedepankan hukum tetapi dibalik hukum itu sendiri memiliki makna yaitu

berupa keadilan.

Tindakan Hakim Mahkamah Agung pada kasus ini merupakan suatu cara

hakim menciptakan penemuan hukum, sebagimana hal ini sejalan dengan aliran

Interessenjurisprudenz (Frierechtslehre)5 yang tidak hanya mejadikan undang-

undang sebagai pedoman utamanya, tetapi Hakim Mahkamah Agung memiliki

kebebasan yang seluas-luasnya dalam mengadili perkara ini yang tidak hanya

sekedar menerapkan undang-undang saja melainkan termasuk kebebasan untuk

menginterpretasikan putusan dalam kasus ini untuk melompati suatu aturan atau

menyimpang dari ketentuan undang-undang demi menciptakan suatu keadilan.

Selain itu, tindakan Hakim Mahkamah Agung yang melahirkan suatu putusan

diluar dakwaan jaksa penuntu umum merupakan upaya hakim dalam

mengantisipasi terjadi beberapa kemungkinan. Kemunginan-kemungkinan

tersebut antara lain hakim menilai perkara yang sedang diperiksa dipersidangan

telihat atau menggambarkan adanya “sesuatu/manipulasi” atau “kelalaian/ketidak

hati-hatian/ketidak cermatan" oleh jaksa penuntut umum ataupun penyidik

kepolisan dalam menetapkan suatu pasal yang didakwakan. Kelalaian yang diduga

dilakukan jaksa penuntut umum ataupun penyidik tersebut dapat mengakibatkan

terdakwa bebas dari jeratan hukum. Atas segala kekuasaan yang melekat pada diri

hakim, meskipun tindak pidana yang dilakukan terdakwa pada akhirnya tidak ada

secara tertulis dalam surat dakwaan dan berdasarkan keyakinannya serta

menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan di masyarakat hakim tetap menjatuhkan

hukuman pidana kepada terdakwa. Hal itu tentu dilakukan hakim sebagai upaya

5 Aliran penemuan hukum (Interessenjurisprudenz (Frierechtslehre)) dimaknai undang-

undang bukan satu-satunya sumber hukum sebab undang-undang secara jelas tidak lengkap

sehingga Hakim mempunyai kebebasan untuk melakukan penemuan hukum. Lihat Ahmad Rifai,

Penemuan Hukum Oleh hakim Dalam Presfektif Hukum Progresif, … h., 32-33.

Page 79: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

70

untuk mengkriminalisasikan seseorang yang dinilai bersalah berdasarkan

keyakinan yang dimilikinya dan semata-mata untuk mencapainya suatu keadilan

yang saat ini tentu sangat di tuntut oleh masyarakat.

Keberadaan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1940 K/Pid.Sus/2015 dalam

memutus perkara diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada perkara tindak

pidana narkotika ini dianggap mencederai ketentuan Pasal 182 ayat (4) dan Pasal

191 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-

Undang Hukum Acara pidana (KUHAP) atau telah mengesampingkan suatu

kepastian hukum. Dengan didasarkan prinsip kebebasan yang dimilikinya untuk

menyelenggarakan peradilan hakim dapat menginterpretasikan/ berkreasi untuk

menemukan keadilan dalam putusannya dengan mengedepankan suatu keadilan

serta kemanfaatan hukum. Mengingat bagian tujuan dari hukum itu sendiri bukan

untuk mengedepankan hukum tetapi dibalik tujuan hukum itu tersirat makna

sebuah pesan mengedepankan keadilan. Hakim Mahkamah Agung disini bukan

hanya sebagai teknisi undang-undang tetapi juga mahluk sosial yang dalam kasus

ini Hakim Mahkamah Agung tidak hanya bekerja menggunakan otak saja akan

tetapi sebagai makluk sosial Hakim Mahkamah Agung menggunakan hati

nuraninya untuk mengadili perkara ini.

Page 80: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya dan untuk mengakhiri

pembahasan dalam skripsi ini, peneliti dapat mengambil kesimpulan dan sekaligus

sebagai jawaban atas beberapa perumusan masalah yang peneliti berikan.

1. Dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015 terkait menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa penuntut

umum dalam perkara tindak pidana narkotika ialah sebagai berikut:

a. Didasarkan pada penerapan hukum yang salah terhadap putusan Judex

Facti Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Judex Facti

Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menyatakan perbuatan terdakwa

bersalah melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

b. Didasarkan pada penerapan Pasal 114 ayat (1) dan Pasal 112 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang tidak

tepat/ salah terhadap surat dakwaan yang telah dibuat oleh jaksa

penunutut umum.

c. Didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dan argumentasi hukum

yang kuat sebagai dasar dalam memutuskan terdakwa terbukti melanggar

pasal diluar dakwaan jaksa penuntut umum. Pertimbangan-pertimbangan

tersebut misalnya berpijak pada demi keadilan, Pasal 183 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP), Yurisprudesi, Surat Edaran Mahkamah Agung

(SEMA) Nomor 4 Tahun 2010, dan Surat Edaran Mahkkamah Agung

(SEMA) Nomor 3 Tahun 2015.

Pertimbangan di atas telah mendasari Hakim Mahkamah Agung dapat

mengesampingkan hukum (contra legem) dengan memutus diluar dakwaan

jaksa penuntut umum dan menerapkan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang lebih tepat untuk

terdakwa.

Page 81: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

72

2. Penerapan hukum oleh Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan

diluar dakwaan jaksa penuntut umum pada Putusan Nomor 1940

K/Pid.Sus/2015 secara legalitas bertentangan dengan ketentuan Pasal 182 ayat

(4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal tersebut dapat dibenarkan apabila melihat

dari dua sudut pandang:

a. Didasarkan pada Pasal 24 Undang-undang Dasar 1945 dan Pasal 5 ayat

(1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman yang telah memberikan ruang kebebasan kepada Hakim

Mahkamah Agung untuk menggali serta memutus sesuai dengan rasa

keadilan apabila menemukan dakwaan yang tidak tepat dalam

persidangan.

b. Hakim Mahkamah Agung sebagai Judex Juris dalam melakukan putusan

diluar dakwaan jaksa penunutut umum ini telah dibenarkan berdasarkan

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015 sebagai

pedoman bagi hakim dapat menyimpangi ketentuan (surat dakwaan)

apabila tidak terbukti melakukan delik yang didakwaan tetapi terbukti

melakukan delik yang serumpun/ sejenis dan lebih ringan sifatnya dari

delik yang didakwakan.

Kondisi di atas memungkinkan Hakim Mahkamah Agung sebagai palang

pintu terakhir untuk berani keluar dari formalisme hukum dengan melakukan

terobosan hukum dalam menjatuhkan putusan diluar dakwaan jaksa

penunutut umum, hal tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan hukum yang

sesungguhnya lebih memprioritaskan substansi keadilan dibanding formalitas

hukum.

B. Rekomendasi

Berdasarkan dari permasalahan ini telihat jaksa penuntut umum telah

salah dalam menerapkan pasal untuk mendakwakan seseorang. Hal ini

menyebabkan pasal yang didakwaan oleh jaksa penuntut umum tidak dapat

dibuktikan di persidangan. Berkaitan dengan permasalahan ini, peneliti

memberikan rekomendasi sebagai berikut:

Page 82: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

73

1. Hakim dapat memutus perkara diluar dakwaan jaksa penuntut umum

dengan memperhatikan aspek keadilan yang dilihat dari fakta

persidangan pada suatu perkara.

2. Kejaksaan Republik Indonesia sudah saatnya mengembangkan sistem

pengawasan dengan melibatkan tim ahli untuk memeriksa surat dakwaan

yang dibuat oleh jaksa penuntut umum, agar menghindari terjadinya

kesalahan, ketidak tepatan dan ketidak cermatan dalam merumuskan

pasal yang didakwakkan terhadap terdakwa.

3. Putusan diluar dakwaan jaksa penuntut umum perlu dijadikan sebagai

bahan pelatihan/ pembinaan pada proses rekrutmen calon hakim/ hakim

untuk dapat menjadi pembelajaran serta pertimbangan dalam

menjatuhkan putusan pengadilan di kemudian hari.

Page 83: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

74

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mahrus. Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Alperdorn, L.J. Van. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Pradya Paramita, 1996.

Atmasasmita, Romli. Perbandingan Hukum Pidana, Bandung: CV. Mandar Maju,

2000.

Chazawi, Adami. Kemahiran dan Keterampilan Praktik Hukum Pidana, Malang:

Bayumedia Publishing, 2013.

D, Soedjono. Segi Hukum Tentang Narkotika di Indonesia, Bandung: Karya

Nusantara, 1977.

Darmodiharjo, Darji dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Jakarta:

PT.Gramedia Utama, 2008.

Djohansyah, J. Reformasi Mahkamah Agung Menuju Indenpedensi Kekuasaan

Kehakiman, Jakarta: Kesaint Blanc, 2008.

Friedrich, Carl Joachim. Filsafat Hukum Prespektif Historis, Bandung: Nuansa

dan Nusamedia, 2004.

Hadikusuma, Hilman. Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,

Bandung: Mandar Maju, 1995.

Hamzah, Andi. Pengantar Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Liberty, 1996.

_____________. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafik, 2016.

_____________. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

_____________, dan Irdan Dahlan, Surat Dakwaan, Bandung: Alumni, 1987.

Harahap, M.Yahya. Pembebasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jakarta:

Sinar Grafika, 2010.

Haryatmoko, Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politis, Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Kamil, Ahmad. Filsafat Kebebasan Hakim Cetakan Kedua, Jakarta: Kencana,

2016.

Kelsen, Hans. General Theory of Law and state, diterjemahkan oleh Rasisul

Muttaqien, Bandung: Nusa Media, 2011

Page 84: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

75

Kuffal, HMA. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang: UMM Press,

2008.

Kusuma, Mahmud. Menyelami Semangat Hukum Progresif, Terapi Paradigma

Bagi Lemahnya Hukum Indonesia, Yogyakarta: AntonyLib, 2009.

Lamintang, P.A.F. Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bangung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1996.

M. Wamtu, Fance. Hukum Acara Pidana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Marpaung, Laden. Proses Penanganan Perkara Pidana (di Kejaksaan dan

Pengadilan Negeri Upaya Hukum Eksklusif Bagian Kedua, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Makarao, Moh. Taufik. Tindak Pidana Narkotika Cetakan Kedua, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2003.

Mappiasse, Syarif. Logika Hukum Pertimbangan Putusan Hakim, Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015.

Mertokusumo, Sudino. Bunga Rampai Ilmu Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1984.

Muhammad, Rusli. Hukum Acara Pidana Kontemporer, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2007.

Mulyadi, Lilik. Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat

Dakwaan, Eksepsi, dan Putusan Pengadilan. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1996.

__________, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, Praktik dan

Permasalahannya, Bandung: PT. ALUMNI, 2007

Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Nadaek, Wilson. Korban dan Masalah Narkotika, Bandung: Indonesia Publing

House, 1983

Nawawi, Arief Barda. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy), Semarang:

Uinversitas Diponegoro, 1984.

Prakoso, Djoko. Kedudukan Justsiabel di dalam KUHAP, Bogor: Ghalia

Indonesia, 1985.

Rahardjo, Sajtipto. Saatnya Mengubah Siasat dari Supremasi Hukum ke

Mobilisasi Hukum, Kompas, Senin 26 Juli 2004 dalam Mahmud

Kusuma, Menyelami SemangatHukum Progresif, Terapi Paradigma Bagi

Lemahnya Hukum Indonesia, Yogyakarta: AntonyLib, 2009.

Page 85: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

76

_______________. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: PT. Kompas Media

Nusantara, 2006.

_______________. Hukum Progresif : sebuah Sintesa Hukum Indonesia,

Yogyakarta: Genta Publishing, 2009

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum Oleh hakim Dalam Presfektif Hukum Progresif.

Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Sanusi, Ahmad, Rangkaian Sari Kuliah Pengantar Ilmu dan Pengantar Tata

Hukum Indonesia, Bandung: Tarsito, 1977.

Sasangka, Hari. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana Untuk

Mahasiswa dan Praktisi serta Penyuluhan Masalah Narkoba, Bandung:

Indonesia Publing House, 1983.

Sidabutar, Mangasa. Hak Terdakwa Terpidana Penutut Umum Menempuh Upaya

Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Simanjuntak, Nicolas. Acara Pidana Indonesia dalam Sirkus Hukum, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2009.

Siregar, Bismar. Keadilan Hukum Dalam Berbagai Aspek Hukum Nasional,

Jakarta: Rajawali, 1986.

Sudjono, AR dan Bony Daniel, Komentar & Pembahasan Undang-Undang No 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.

Soetarno, Hendra. Hukum Pembuktian Dalam Acara Pidana, Bandung: PT.

Alumni, 2011.

Sudjito, Hukum Dalam Pelangi kehidupan, Yogyakarta: Gadjah Mada University,

2012.

Sunggono, Bambang. Metode Penelitian, Jakarta: CV. Rajawali Pers, 1999.

Wignjosoebroto, Soetandyo. Hukum: Paradigma, Metode Dan Dinamika

Masalahnya, Jakarta: ELSAM-HUMA, 2002.

Peraturan Perundang- undangan

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP)

Page 86: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

77

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI

Nomor: 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor: 02/SKB/P.KY/IV/2009

tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Jakarta.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan

Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan Dan Pecandu Narkotika Ke

Dalam Lembaga Rehabilitasi Medis Dan Rehabilitas Sosial.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan

Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015

Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan

Lain-lain

Badan Pembinaan Hukum Nasional. Pengkajian Hukum Tentang Asas-Asas

Pidana Indoneisa dalam Perkembangan Masyarakat Kini dan

Mendatang, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Dapartemen

Hukum dan HAM RI, 2003.

Dapartemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga,

Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Komisi Yudisial RI, Meluruskan Arah Manajemen Kekuasaan Kehakiman

Cetakan 1, Jakarta: Sekretariat Jendral Komisi Yudisial RI, 2018.

Mahkamah Agung RI, Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035, Jakarta:

Mahkamah Agung RI, 2010.

__________________, Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik

Hakim dan Makalah Berkaitan, Jakarta: Pusdiklat MA RI, 2006.

Jurnal

M. Monteiro, Josef. "Putusan Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia"

Jurnal Pro Justisia, Volume 25 Nomor 2, April 2007.

Mukhidin, “Hukum Progresif Sebagai Solusi Hukum Yang Mensejahterakan

Rakyat”, Jurnal Pembaharuan Hukum, Volume 1 Nomor 3, 2014.

Hakim, Muh. Ridha. “Tafsir Indenpendsi Kekuasaan Kehakiman Dalam Putusan

Mahkamah Konstitusi”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Volume 7 Nomor

2 juli 2018.

Setiawan, Bayu, “Penerapan Hukum Progresif Oleh Hakim Untuk Mewujudkan

Keadilan Substantif Transendensi”, Jurnal Kosmik Hukum, Volume 18,

Nomor 1 Jauari 2018.

Page 87: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

78

Sutiyoso, Bambang. mencari Format Ideal Keadilan Putusan Dalam Peradilan,

Jurnal Hukum Nomor 2 Volume 2, 2010.

Internet

Asmar, Lanka. Problematika Indenpedensi hakim Agung,

https://www.pta.medan.go.id/index.php/2016-12-22-04-37-57/artikel-anda-/2231-

problematika-indenpedensi-hakim-agung, Diakses pada tangal 27 Juni 2019 Pukul

10.27 WIB.

Noor, Afif. Indenpedensi Kekuasan Kehakiman Di Indonesia Pasca Amandemen

Undang-Undang dasar 1945, http://fsh.walisongo.ac.id/indenpedensi-kekuasaan-

kehakiman-di-indonesia-pasca-amandemen-undang-undang-dasar-1945/#,

Diakses pada tanggal 21 Juni 2019 pukul 10.47 WIB.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1940 K/Pid.Sus/2015,

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/f096880ec79c63e597a96b3d4ab6e

ce8, Diakses pada tanggal 10 Januari 2019 Pukul 15.30 WIB.

Putusan Pengadilan Negeri Masambar Nomor: 10/PId.B/2012/PN.Msb.

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/a17bbcd2d63580d3584b173a2dbef

1ca, Diakses pada tanggal 29 Juni 20019 Pukul 14.25 WIB.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1386/K/Pid.Sus/2011,

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/4ced81aa5725da9c2

31dd6004b1659cc/pdf, Diakses pada tanggal 29 juni 2019 pukul 13.15 WIB.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 818 K/Pid/1984.

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/23951, Diakses pada tanggal 29

Juni 2019 Pukul 18.15 WIB.

Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1626 K/Pid.Sus/2012,

https://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/ad680eed873fbe5c8fdffed5701f40

ef, Diakses pada tanggal 30 Juni 2019 Pukul 08.20 WIB.

Page 88: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 1 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

PUTUSAN Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

MAHKAMAH AGUNG

Yang memeriksa dan mengadili perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi

telah memutus sebagai berikut dalam perkara Terdakwa :

Nama : JHONI NGADIANTO alias JHON; Tempat Lahir : Jakarta;

Umur/Tanggal Lahir : 46 tahun / 02 Juli 1967;

Jenis Kelamin : Laki-laki;

Kebangsaan : Indonesia;

Tempat Tinggal : Jalan Hos Cokroaminoto Nomor 8 RT 05/04,

Gondangdia, Jakarta Pusat;

Agama : Budha;

Pekerjaan : Wiraswasta;

Terdakwa ditahan dalam tahanan Rumah Tahanan Negara (RUTAN) oleh :

1. Penyidik, sejak tanggal 22 Juli 2014 sampai dengan tanggal 10 Agustus

2014;

2. Perpanjangan penahanan oleh Penuntut Umum, sejak tanggal 11 Agustus

2014 sampai dengan tanggal 19 September 2014;

3. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 20

September 2014 sampai dengan tanggal 19 Oktober 2014;

4. Penuntut Umum, sejak tanggal 09 Oktober 2014 sampai dengan tanggal 28

Oktober 2014;

5. Majelis Hakim Pengadilan Negeri, sejak tanggal 27 Oktober 2014 sampai

dengan tanggal 25 November 2014;

6. Perpanjangan penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, sejak tanggal 26

November 2014 sampai dengan tanggal 24 Januari 2015;

7. Perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, sejak

tanggal 25 Januari 2015 sampai dengan tanggal 23 Februari 2015;

8. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, sejak tanggal 11 Februari 2015 sampai

dengan tanggal 12 Maret 2015;

9. Perpanjangan penahanan oleh Wakil Ketua Pengadilan Tinggi, sejak

tanggal 13 Maret 2015 sampai dengan tanggal 11 Mei 2015;

10. Hakim Mahkamah Agung selama 50 (lima puluh) hari, terhitung sejak

tanggal 25 Mei 2015 sampai dengan tanggal 13 Juli 2015, berdasarkan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1

Page 89: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 2 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

Surat Penetapan Penahanan Nomor : 2583/2015/S.797.Tah.Sus/PP/

2012/MA. tanggal 03 Juli 2015;

11. Ketua Mahkamah Agung sebagai perpanjangan penahanan Hakim

Mahkamah Agung selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal 14

Juli 2015 sampai dengan tanggal 11 September 2015, berdasarkan Surat

Penetapan Penahanan Nomor : 2584/2015/S.797.Tah.Sus/PP/2012/MA.

tanggal 03 Juli 2015;

Terdakwa diajukan di depan persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Barat

karena didakwa dengan dakwaan sebagai berikut :

DAKWAAN : PRIMAIR :

Bahwa ia Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon, pada hari Minggu

tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain dalam bulan Juli 2014 bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33

Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong,

Tangerang atau setidak-tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan

Negeri Tangerang namun berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHAP, Pengadilan

Negeri Jakarta Barat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya, yaitu

tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli,

menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan

Narkotika Golongan I”, perbuatan tersebut dilakukan ia Terdakwa dengan cara

sebagai berikut :

­ Bahwa mulanya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya diantaranya

saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian alias Ei Bin

Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena kedapat shabu dan

menurut keterangan saksi Derri Afrian alias Ei Bin Sutomo mengaku bahwa

Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah mambeli shabu sebanyak

1 (satu) paket dengan berat brutto 1 gram dengan harga Rp1.800.000,00

(satu juta delapan ratus ribu rupiah) dan atas petunjuk tersebut maka saksi

Gumantri bersama dengan anggota Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun

Sinaga mendatangi ke tempat kost Terdakwa yang beralamat di Jalan Jambu

BB.33 Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan

Serpong, Tangerang. Kemudian pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2014 sekira

jam 22.30 WIB, kedua anggota Polisi tiba di tempat kost Terdakwa tersebut

kemudian kedua anggota Polisi tersebut melakukan penangkapan terhadap

Terdakwa dan dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket plastik

Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau berat netto 0,1909

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2

Page 90: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 3 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

gram yang Terdakwa simpan di dalam laci lemari pakaian kemudian setelah

Terdakwa diinterogasi mengaku bahwa shabu yang ditemukan di dalam

lemari pakaian tersebut adalah milik Terdakwa yang didapat beli dari seorang

laki-laki yang berada di Hotel Sion Holiday Serpong BSD dengan harga

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dimana Terdakwa dalam membeli

Narkotika jenis shabu tersebut tanpa ijin sah dari pejabat yang berwenang

dan dari hasil Pemeriksaan Badan Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium

Firensik No. LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014, menyatakan

bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal

warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung

Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 61 Lampiran Undang-

Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Perbuatan ia Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana

dalam Pasal 114 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika;

SUBSIDAIR :

Bahwa ia Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon, pada hari Minggu

tanggal 20 Juli 2014 sekira jam 22.30 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu

lain dalam bulan Juli 2014 bertempat di tempat kost Jalan Jambu BB.33

Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan Serpong,

Tangerang atau setidak-tidaknya yang termasuk daerah hukum Pengadilan

Negeri Tangerang namun berdasarkan Pasal 84 Ayat (2) KUHAP, Pengadilan

Negeri Jakarta Barat berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya yaitu tanpa

hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Narkotika Golongan l bukan tanaman, perbuatan tersebut dilakukan ia

Terdakwa dengan cara sebagai berikut

­ Bahwa mulanya saksi Sumantri bersama rekan anggota lainnya diantaranya

saksi Jhon Gun Sinaga telah menangkap saksi Derri Afrian alias Ei Bin

Sutomo (dilakukan penuntutan secara terpisah) karena kedapatan shabu dan

menurut keterangan saksi Dem Afrian alias Ei Bin Sutomo mengaku bahwa

Terdakwa Jhoni Ngadianto alias Jhon pernah membeli shabu sebanyak

1 (satu) paket dengan berat brutto 1 gram dengan harga Rp1.800.000,00

(satu juta delapan ratus ribu rupiah) dan atas petunjuk tersebut maka saksi

Sumantri bersama dengan anggota Polisi lain diantaranya saksi Jhon Gun

Sinaga mendatangi ke tempat kost Terdakwa yang beralamat di Jalan Jambu

BB.33 Perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jabung Kecamatan

Serpong, Tangerang. Kemudian pada hari Minggu tanggal 20 Juli 2014 sekira

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3

Page 91: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 4 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

jam 22.30 WIB, kedua anggota Polisi tiba di tempat kost Terdakwa tersebut

kemudian kedua anggota Polisi tersebut melakukan penangkapan terhadap

Terdakwa dan dari hasil penggeledahan ditemukan 1 (satu) paket plastik

Narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram atau berat netto 0,1909

gram yang Terdakwa simpan di dalam laci lemari pakaian kemudian setelah

Terdakwa diintrogasi mangaku bahwa shabu yang ditemukan di dalam lemari

pakaian tersebut adalah milik Terdakwa yang didapat beli dari seorang laki-

laki yang berada di Hotel Sion Holiday Serpong BSD dengan harga

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dimana Terdakwa dalam membeli

Narkotika jenis shabu tersebut tanpa ijin sah dari pejabat yang berwenang

dan dari hasil Pemeriksaan Badan Reserse Kriminal Polri Pusat Laboratorium

Firensik No. LAB : 2149/NNF/2014 tanggal 11 Agustus 2014, menyatakan

bahwa barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal

warna putih dengan berat netto 0,1909 gram adalah benar mengandung

Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I nomor urut 61 Lampiran Undang-

Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam

Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

Mahkamah Agung tersebut;

Membaca tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Jakarta Barat tanggal 17 Desember 2014 sebagai berikut:

1. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON tidak terbukti dalam

dakwaan Primair Penuntut Umum;

2. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau

melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan

Narkotika Golongan I bukan tanaman”, sebagaimana diatur dan diancam

pidana dalam Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika dalam surat Dakwaan Subsidair;

3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON

dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dikurangi selama Terdakwa

berada dalam tahanan dengan perintah Terdakwa tetap ditahan dan denda

sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) subsidair 6 (dua)

bulan penjara;

4. Menyatakan barang bukti berupa :

- 1 (satu) paket narkotika jenis shabu dengan berat brutto 0,6 gram, setelah

pemeriksaan laboratorium dengan berat netto 0,1909 gram, sisa barang

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4

Page 92: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 5 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

bukti setelah pemeriksaan labkrim dengan berat netto 0,1644 gram,

dirampas untuk dimusnahkan;

5. Menetapkan supaya Terdakwa dibebani biaya perkara sebesar Rp2.000,00

(dua ribu rupiah);

Membaca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :

1778/Pid.Sus/2014/PN Jkt.Brt., tanggal 04 Februari 2015 yang amar lengkapnya

sebagai berikut :

1. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON tidak terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana

tersebut dalam dakwaan Primair;

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari dakwaan Primair tersebut;

3. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON terbukti secara sah

dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak atau

melawan hukum menguasai Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan

tanaman”;

4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana

penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sebesar Rp800.000.000,00

(delapan ratus juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak

dibayar maka diganti dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan;

5. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh

Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

6. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

7. Memerintahkan barang bukti berupa : 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan

kristal warna putih dengan berat netto 0,1909 gram, sisa barang bukti setelah

pemeriksaan labkrim dengan berat netto 0,1644 gram, dirampas untuk

dimusnahkan;

8. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp2.000,00 (dua ribu rupiah);

Membaca putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/

PT.DKI., tanggal 28 April 2015 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;

2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :

1778/Pid.Sus/2014/PN.Jkt.Brt., tanggal 04 Februari 2015, yang dimintakan

banding;

3. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5

Page 93: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 6 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

4. Membebankan Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat

pengadilan, yang dalam tingkat banding ditetapkan sebesar Rp2.500,00 (dua

ribu lima ratus rupiah);

Mengingat akta permohonan kasasi Nomor : 1778/Pid.Sus/2014/

PN.JKT.BRT, yang dibuat oleh Panitera pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat,

yang menerangkan, bahwa pada tanggal 25 Mei 2015, Penasihat Hukum

Terdakwa berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 19 Mei 2015 untuk dan atas

nama Terdakwa mengajukan permohonan kasasi terhadap putusan Pengadilan

Tinggi Jakarta tersebut;

Memperhatikan memori kasasi tertanggal 08 Juni 2015 dari Penasihat

Hukum Terdakwa untuk dan atas nama Terdakwa sebagai Pemohon Kasasi

yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 08

Juni 2015;

Membaca surat-surat yang bersangkutan;

Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jakarta tersebut telah

diberitahukan kepada Terdakwa pada tanggal 25 Mei 2015 dan Terdakwa

mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 25 Mei 2015 serta memori

kasasinya telah diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada

tanggal 08 Juni 2015, dengan demikian permohonan kasasi beserta dengan

alasan-alasannya telah diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara

menurut undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara

formal dapat diterima;

Menimbang, bahwa alasan-alasan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi/Terdakwa pada pokoknya sebagai berikut : KEBERATAN PERTAMA :

Bahwa Judex Facti telah tidak menerapkan hukum Acara Pidana dengan

benar dengan mengijinkan dan menyidangkan perkara ini di Pengadilan Negeri

Jakarta Barat, sedangkan Locus Delicti dan Tempus Delicti perkara ini terjadi di

wilayah hukum Pengadilan Negeri Tangerang yakni di Jalan Jambu BB 33

perumahan Pondok Jagung, Kelurahan Pondok Jagung, Kecamatan Serpong

Tangerang, Judex Facti sama sekali tidak mempertimbangkan keberatan kami

Penasihat Hukum Terdakwa/Pemohon Kasasi dalam Pledoi kami, dimana di

dalam pledoi kami telah menguraikan bahwa Anggota Kepolisian Polres Jakarta

Barat telah melampaui kewenangannya melakukan penangkapan di wilayah

hukum Pengadilan Negeri Tangerang, dan merekayasa BAP sedemikian rupa

dibuat seolah-olah bahwa penangkapan Terdakwa tersebut bermula dari

penangkapan saksi Derri Afrian alias Ei bin Sutomo, yang kemudian atas

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6

Page 94: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 7 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

pengakuan Derri Afrian yang pernah menjual shabu-shabu kepada Terdakwa

dan atas petunjuk dari saksi Derri Afrian kemudian saksi Sumantri dan saksi

Jhon Gun Sinaga melakukan penangkapan ditempat kost Terdakwa di Jalan

Jambu BB 33 Perumahan Pondok Jagung Kelurahan Pondok Jagung

Kecamatan Serpong Tangerang, padahal hal tersebut sama sekali tidak benar,

berdasarkan keterangan dari saksi Derri Afrian yang menerangkan sebagai

berikut :

a. Saksi sama sekali tidak kenal dengan Terdakwa dan baru bertemu dengan

Terdakwa di kantor Polisi Polres Jakarta Barat;

b. Saksi tidak pernah menjual shabu-shabu kepada Terdakwa;

c. Pada saat saksi ditangkap saksi dibawa dengan mata tertutup dan dipukuli

oleh Polisi;

d. Saksi tidak tahu pada saat Terdakwa ditangkap;

e. Saksi pada saat menandatangani BAP tidak diberi kesempatan untuk

membaca BAPnya dan tidak juga dibacakan BAPnya.;

Dari keterangan saksi tersebut bagaimana mungkin penangkapan

Terdakwa di tempat kostnya adalah merupakan pengembangan dan petunjuk

dari Derri Afrian, Penyidik sengaja membuat rekayasa hukum sehingga seolah-

olah ada keterkaitan perkara antara perkara saksi Derri Afrian dengan perkara

Terdakwa agar Terdakwa dapat diperiksa di Polres Jakarta Barat dan dapat

disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Seharusnya Judex Facti tingkat

Pertama dan Tingkat Banding dengan memperhatikan fakta yang terungkap

dalam persidangan tersebut serta memperhatikan alasan yang kami utarakan

dalam Pledoi Kami tersebut menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta

Barat Tidak Berwenang mengadili Perkara ini, walaupun tidak ada Eksepsi dari

Terdakwa maupun dari Penasihat Hukum Terdakwa terdahulu, karena sesuai

dengan Pasal 156 Ayat (7) KUHAP “Hakim Ketua Sidang karena jabatannya”,

“walaupun tidak ada perlawanan”, “setelah mendengar pendapat Penuntut

Umum dan Terdakwa” dengan “surat penetapan” yang memuat alasannya dapat

menyatakan “pengadilan tidak berwenang”. Artinya jika Hakim menemukan

ketidakbenaran dakwaan yang berakibat tidak berwenangnya pengadilan maka

Hakim secara ex officio dapat memutuskannya. Misalnya pada saat dakwaan

dibacakan tidak ada keberatan dari Terdakwa mengenai locus delicti tindak

pidananya, akan tetapi setelah memeriksa alat bukti, saksi, ahli, surat,

Terdakwa, ternyata locus delictinya terjadi di luar yuridiksi pengadilan yang

memeriksa, maka Hakim dapat menyatakan tidak berwenang mengadili perkara

tersebut meski tidak ada eksepsi, maka berdasarkan Pasal 156 Ayat (7) KUHAP

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7

Page 95: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 8 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

tersebut maka seharusnya gambaran prosedur yang sebenarnya harus

dilakukan oleh Judex Facti adalah :

- Langkah pertama : jika pada saat atau setelah melakukan pemeriksaan alat

bukti ditemukan ada permasalahan dakwaan mengenai kompetensi

(absolut/relatif), maka karena jabatannya Hakim harus menyatakan adanya

“ketidakwenangan mengadili” di persidangan;

- Langkah Kedua : Atas pernyataan Hakim tersebut, Penuntut Umum

memberikan pendapat yang dilanjutkan pendapat dari Terdakwa;

- Langkah Ketiga : Jika setelah mendengar pendapat tersebut, Hakim tetap

menemukan ketidakwenangan pengadilan, maka Hakim dapat menyatakan

tidak berwenang mengadili dan dibuat dalam bentuk Penetapan, menurut

Pasal 157 Ayat 7 KUHAP dan bentuknya sama dengan kewenangan Ketua

Pengadilan untuk menyatakan tidak berwenang mengadili sebelum perkara

disidangkan yakni dibuat dalam bentuk Penetapan (vide Pasal 148 dan Pasal

149 KUHAP), namun oleh karena pemeriksaan perkara sudah dilakukan

maka ketidakwenangan mengadili dibuat dalam bentuk Putusan dengan

menyatakan dakwaan tersebut batal atau harus di N.O, dalam putusan akhir,

walaupun KUHAP mengatur putusan akhir itu hanya dalam bentuk putusan

pemidanaan dan putusan bukan pemidanaan (bebas dan lepas dari tuntutan

hukum), sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 11 jis Pasal 194 Ayat (1),

Pasal 199 Ayat (1) huruf b, Pasal 222 Ayat (1) KUHAP, namun jika membaca

Pasal 156 Ayat (2) yakni “Sebaliknya dalam hal tidak diterima atau Hakim

berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan,

maka sidang dilanjutkan”, Penekanannya dalam kata “baru dapat diputus

setelah selesai pemeriksaan”, berarti KUHAP memberikan sarana yuridis

bagi Hakim untuk memutuskan batal hukum tidaknya suatu dakwaan setelah

pemeriksaan selesai yakni setelah proses pemeriksaan alat bukti, sebelum

pengajuan tuntutan pidana (Pasal 182 Ayat 1). Sedangkan jika telah ada

pengajuan tuntutan, pembelaan dan jawaban atas pembelaan, KUHAP

menamakannya dengan “pemeriksaan dinyatakan ditutup” (Vide Pasal 182

Ayat 2 KUHAP), Dengan demikian, Hakim masih dapat memutus batal/tidak

dapat diterimanya suatu dakwaan;

Berdasarkan alasan yang kami utarakan ini, kami mohon agar Ketua/

Hakim Agung yang memeriksa perkara ini berkenan memutuskan bahwa

Pengadilan Negeri Jakarta Barat Tidak Berwenang mengadili perkara ini dan

menyatakan bahwa dakwaan rekan Jaksa/Penuntut Umum tidak dapat diterima;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8

Page 96: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 9 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

KEBERATAN KEDUA

Bahwa dalam memori kasasi ini kembali kami menyatakan bahwa Judex

Facti baik di tingkat pertama maupun banding telah salah dalam menerapkan

hukum dalam mengklasifikasikan/menggolongkan perbuatan Terdakwa yang

terbukti di persidangan, dengan karena menyatakan perbuatan Terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, hanya dengan melihat secara tekstualnya saja dengan

hanya melihat fakta bahwa Terdakwa telah kedapatan menguasai dan memiliki

Narkotika, dan kemudian mencocokkan fakta tersebut dengan kalimat dalam

Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, tanpa melihat kasus ini secara Kontekstualnya yaitu dengan

memperhatikan maksud dan tujuan Terdakwa menguasai dan memiliki narkotika

tersebut, apakah untuk diperdagangkan, ataukah untuk digunakan sendiri oleh

Terdakwa, oleh karenanya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 telah

melakukan Penggolongan Pelaku Tindak Pidana Narkotika sebagai berikut

a. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,

memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika, atau

prekusor narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 111, 112, 117, 122 dan

Pasal 129;

b. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi/mengimpor,

mengekspor, atau menyalurkan narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal

113, 118, 123 dan 129;

c. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,

menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual-beli, menukar

atau menyerahkan atau menerima narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal

114, 119, 124 dan Pasal 129;

d. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,

mengangkut, atau mentrasito narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal

115, 120, 125 dan Pasal 129;

e. Perbuatan tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika kepada

orang lain atau memberikan narkotika untuk digunakan orang lain,

sebagaimana diatur dalam Pasal 116, 121 dan Pasal 126;

f. Perbuatan penyalahgunaan Narkotika bagi diri sendiri, sebagaimana

diatur dalam Pasal 127, yaitu orang yang menggunakan narkotika tanpa hak

atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15), sedangkan pecandu narkotika,

sebagaimana diatur dalam Pasal 128 dan Pasal 134, yaitu orang yang

menggunakan atau menyalah gunakan narkotika dan dalam keadaan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9

Page 97: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 10 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1

angka 13);

g. Percobaan permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

narkotika dan prekusor narkotika dalam Pasal 111, 112, 113, 114, 115, 116,

117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125, 126 dan Pasal 129,

sebagaimana diatur dalam Pasal 132;

Bahwa penggolongan pelaku tindak pidana narkotika tersebut

dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa tiap kedudukan dan perbuatan pelaku

tindak pidana narkotika memiliki sanksi yang berbeda, karena alangkah tidak

adilnya seorang korban atau penyalahguna narkotika untuk diri sendiri in casu

Terdakwa harus dihukum sama beratnya dengan seorang pengedar narkotika;

Jadi berdasarkan penggolongan pelaku tindak pidana narkotika tersebut,

seharusnya para penegak hukum dalam hal ini Penyidik, Penuntut Umum, dan

Hakim dalam penanganan sebuah kasus narkotika tidak semata-mata hanya

melihat bahwa setiap penyalahguna yang kedapatan membawa atau memiliki

narkotika tersebut harus dikenakan Pasal 112, namun sebagai seorang

penegak hukum harus bersikap secara jujur dan adil, menggali fakta yang

sebenarnya, apa tujuan seorang penyalahguna yang kedapatan memiliki,

menguasai dan membawa narkotika tersebut, apakah untuk diperdagangkan

ataukah untuk digunakan bagi dirinya sendiri, Mahkamah Agung dalam sebuah

Yurisprudensi Putusan kasasi perkara Nomor : 1071/K/Pid.Sus/2012

menyatakan dalam pertimbangannya yang berbunyi “Bahwa ketentuan Pasal

112 adalah merupakan ketentuan keranjang sampah atau pasal karet.

Perbuatan para pengguna atau pecandu yang menguasai atau memiliki

narkotika untuk tujuan dikonsumsi atau dipakai sendiri tidak akan terlepas dari

jeratan Pasal 112 tersebut, padahal pemikiran semacam ini adalah keliru dalam

menerapkan hukum, sebab tidak mempertimbangkan keadaan atau hal-hal

yang mendasari Terdakwa menguasai atau memiliki barang tersebut sesuai

dengan niat atau maksud Terdakwa”;

Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan pada saat

Terdakwa ditangkap oleh Anggota Sat. Resnarkoba Polres Jakarta Barat,

Terdakwa kedapatan sedang akan menggunakan sabu-sabu, dimana Terdakwa

telah mempersiapkan dan merakit bong dan cangklongnya sebagai alat yang

akan digunakan untuk menghisap sabu-sabu tersebut, dengan fakta tersebut

maka arti menguasai dalam unsur Pasal 112 Ayat (1) ini harus diartikan secara

luas sebagai menguasai untuk digunakan dan termasuk pula menguasai pada

saat ia menghisap/menggunakannya, karena jika hanya melihat fakta secara

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10

Page 98: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 11 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

tekstualnya saja bahwa Terdakwa telah kedapatan menguasai dan memiliki

narkotika tersebut maka sudah pasti perbuatan Terdakwa tersebut cocok

dengan unsur-unsur Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika, namun jika dilihat dari segi kontekstualnya dengan

melihat maksud dan tujuan Terdakwa/Pemohon Kasasi yang telah

mempersiapkan alat hisap berupa bong, pipet dan cangklong sebagai sarana

untuk menghisap sabu-sabu, maka sudah jelas bahwa kepemilikan sabu-sabu

oleh tersebut adalah untuk digunakan sendiri, oleh karenanya Mahkamah

Agung telah memberikan Yurisprudensi dalam sebuah putusan perkara Pidana

Narkotika Nomor : 1386/K/Pid.Sus/2011, memberikan kaidah hukum yang

berbunyi sebagai berikut “bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu

narkotika dan sejenisnya harus dilihat maksud dan tujuannya atau

kontekstualnya dan bukan hanya tekstualnya dengan menghubungkan kalimat

dalam undang-undang tersebut”;

Berdasarkan Yurisprudensi MA tersebut jika dihubungkan dengan fakta

yang terungkap dalam persidangan, maka sudah jelas Judex Facti

tingkat pertama dan tingkat Banding telah salah dalam menerapkan hukum

dalam menentukan kualifikasi perbuatan Terdakwa/Pemohon Kasasi dengan

menyatakan bahwa kualifikasi perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa

adalah melanggar Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang 35 Tahun 2009, dimana

seharusnya perbuatan Terdakwa tersebut adalah melanggar Pasal 127 Ayat (1)

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni sebagai

Penyalahguna Narkotika Golongan I bagi diri sendiri oleh karenanya kami

mohon agar Ketua/Majelis Hakim Agung membatalkan Putusan Judex Facti

tersebut dan mengadili sendiri menyatakan perbuatan Terdakwa adalah

melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009;

KEBERATAN KETIGA

Bahwa Judex Facti telah salah dan atau tidak menerapkan hukum telah

salah atau keliru dalam pertimbangannya khususnya dalam hal Pembuktian

Unsur Pokok (bestandeel delict) Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor

35 Tahun 2009 dengan mengabaikan kaidah-kaidah hukum yang telah dibuat

oleh Mahkamah Agung melalui beberapa Yurisprudensi maupun dalam surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010 tertanggal 07 April 2010 yang

dapat dijadikan dasar untuk penerapan ketentuan pidana yang tepat tentang

tujuan seseorang yang sedang menguasai, memiliki, menerima atau membeli

Narkotika, dimana dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010 secara jelas Mahkamah

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11

Page 99: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 12 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

Agung mengkualifikasikan seorang Penyalahguna atau Pecandu Narkotika

dengan kriteria sebagai berikut :

a. Terdakwa pada saat ditangkap oleh Penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam

kondisi tertangkap tangan;

b. Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a di atas, diketemukan barang bukti

pemakaian 1 (satu) hari dengan perincian antara lain sebagai berikut :

1. Kelompok Methamphetamine (sabu-sabu) seberat 1 gram;

2. Kelompok MDMA (ectasy) seberat 2,4 gram/ sebanyak 8 butir;

3. Kelompok Heroin seberat 1,8 gram;

4. Kelompok Kokain seberat 1,8 gram;

5. Kelompok Ganja seberat 5 gram;

6. Daun Koka seberat 5 gram;

7. Meskalin seberat 5 gram;

8. Kelompok Psilosybin seberat 3 gram;

9. Kelompok LSD (d-lysergic acid diethylamide) seberat 2 gram;

10. Kelompok PCP (Phencyclidine) seberat 3 gram;

11. Kelompok Fentanil seberat 1 gram;

12. Kelompok Metadon seberat 0,5 gram;

13. Kelompok Morfin seberat 1,8 gram;

14. Kelompok Petidine seberat 0,96 gram;

15. Kelompok Kodein seberat 72 gram;

16. Kelompok Bufrenorfin seberat 32 gram;

c. Surat Uji Laboratorium yang berisi positif menggunakan Narkoba yang

dikeluarkan berdasarkan permintaan penyidik;

d. Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang

ditunjuk oleh Hakim;

e. Tidak terdapat bukti bahwa yang bersangkutan terlibat dalam

peredaran gelap Narkotika;

Bahwa demikian pula dalam beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung,

salah satunya putusan Mahkamah Agung yang hampir sama dengan apa yang

dialami Terdakwa yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1386 K/Pid.Sus/

2011 tanggal 03 Agustus 2011 yang amar putusannya Menolak Kasasi dari

Jaksa/Penuntut Umum dan menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang

Nomor : 119/Pid/2011/PT. Smg. tanggal 28 April 2011 membebaskan Terdakwa

Sidiq Yudhi Ardianto, S.E. alias Didik dalam dakwaan Primair melanggar Pasal

112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dan menghukum

Terdakwa dengan dakwaan Subsidair melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12

Page 100: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 13 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

Undang Nomor 35 Tahun 2009. Adapun pertimbangan Majelis Hakim dari

putusan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Jumlah jenis narkotika yang ditemukan pada diri Terdakwa hanya seberat 0.2

gram yang dibeli Terdakwa dari seseorang bernama Ganjar Raharjo;

b. Terdakwa membeli narkotika bukan untuk diperdagangkan atau

diperjualbelikan, melainkan untuk digunakan;

c. Terdakwa yang bermaksud untuk menggunakan atau memakai narkotika

tersebut, tentu saja menguasai atau memiliki narkotika tersebut tetapi

kepemilikan dan penguasaan narkotika tersebut semata-mata untuk

digunakan. Sehubungan dengan hal tersebut maka harus dipertimbangkan

bahwa kepemilikan atau penguasaan atas suatu narkotika dan sejenisnya

harus dilihat maksud dan tujuannya atau kontekstualnya dan bukan hanya

tekstualnya dengan menghubungkan kalimat dalam undang-undang tersebut;

d. Dalam proses hukum penyidikan, polisi sering kali menghindari untuk

dilakukan pemeriksaan urine Terdakwa, sebab ada ketidakjujuran dalam

penegakan hukum untuk menghindari penerapan ketentuan tentang

Penyalahgunaan Narkotika, meskipun sesungguhnya Terdakwa melanggar

Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009;

Bahwa apabila Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010

dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1386 K/Pid.Sus/2011 tanggal 03

Agustus 2011 tersebut dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dalam

persidangan, maka dapat ditemukan fakta-fakta sebagai berikut :

1. Terdakwa tertangkap tangan oleh Anggota Sat Narkoba pada saat hendak

menggunakan narkotika jenis sabu-sabu, dimana pada saat itu Terdakwa

telah merakit bong yang terbuat dari botol air mineral dan pipa cangklongnya

yang terbuat dari kaca;

2. Pada saat tertangkap tangan, diketemukan barang bukti pemakaian 1 (satu)

hari yaitu narkotika dalam kelompok methamphetamine (sabu-sabu) dengan

berat netto 0,1909 gram (kurang dari 1 gram);

3. Urine Terdakwa sudah pasti positif menggunakan narkotika jenis sabu-sabu,

namun dalam perkara ini Penyidik sengaja tidak melampirkan atau sengaja

tidak membuatkan Surat Uji Laboratorium demikian pula dengan barang bukti

berupa pipa cangklong dan bongnya juga tidak dijadikan barang bukti sebab

ada ketidakjujuran dalam penegakan hukum untuk menghindari penerapan

ketentuan tentang Penyalahgunaan Narkotika, meskipun sesungguhnya

Terdakwa melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun

2009;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13

Page 101: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 14 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

4. Tidak terdapat bukti bahwa Terdakwa terlibat dalam peredaran gelap

Narkotika dan Terdakwa membeli narkotika bukan untuk diperdagangkan

atau diperjuaIbelikan melainkan untuk digunakan;

Bahwa berdasarkan keberatan-keberatan serta alasan-alasan kami

tersebut maka jelaslah bahwa Judex Facti telah salah atau keliru dalam

pertimbangannya khususnya dalam hal pembuktian unsur pokok (bestandeel

delict) Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 karena

Judex Facti hanya terpaku pada fakta bahwasanya Terdakwa telah terbukti

memiliki atau menguasai Narkotika jenis sabu-sabu yang kemudian

menghubungkan fakta tersebut dengan unsur pokok (bestandeel delict) dalam

kalimat pada Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009,

dengan tidak mempertimbangkan keadaan atau hal-hal yang mendasari

Terdakwa menguasai atau memiliki barang tersebut sesuai dengan niat atau

maksud Terdakwa menguasai narkotika jenis sabu-sabu tersebut, demikian pula

kekeliruan Judex Facti karena mengabaikan beberapa yurisprudensi dan Surat

Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2010, dimana seharusnya

berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang dihubungkan

dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 1386 K/Pid.Sus/2011 tanggal

03 Agustus 2011 serta Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2010

Judex Facti seharusnya menyatakan bahwa perbuatan Terdakwa telah

memenuhi unsur-unsur Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun

2009, bukan menghukum Terdakwa dengan ketentuan Pasal 112 Ayat (1)

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Oleh karenanya

kami mohon agar Ketua/Majelis Hakim Agung membatalkan putusan tersebut;

KEBERATAN KEEMPAT

Bahwa Judex Facti telah tidak menerapkan hukum dengan benar, karena

tetap memaksakan menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa dengan Pasal 112

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, sementara perbuatan

Terdakwa yang terbukti di persidangan adalah Pasal 127 Ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009;

Sebagaimana dalil-dalil hukum berdasarkan fakta-fakta yang terungkap

dalam persidangan, dimana sudah jelas perbuatan yang dilakukan oleh

Terdakwa adalah terbukti melanggar Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang 35

tahun 2009, maka seharusnya Terdakwa dibebaskan dari dakwaan Subsidair,

dan dijatuhi hukuman dengan Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009, namun oleh karena Pasal 127 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor

35 Tahun 2009 tidak didakwakan kepada Terdakwa dalam perkara ini, maka

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14

Page 102: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 15 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

dengan demikian Terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan (vrijsprak),

Mahkamah Agung dalam beberapa Yurisprudensinya telah membebaskan

Terdakwa karena tidak Jaksa/Penuntut Umum tidak mendakwakan Pasal 127

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sementara yang terbukti dalam

persidangan adalah Pasal 127 Ayat (1) tersebut, adapun putusan-putusan

Mahkamah Agung Tersebut adalah sebagai berikut :

1. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 2089 K/Pid.Sus/2011 Atas nama

Terdakwa Widya Wati, yang amar putusannya Membatalkan putusan

Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor : 177/Pid.Sus/2011/PT.PTK., tanggal 16

September 2011., yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Ketapang

Nomor : 151/Pid.B/2011/PN.KTP., tanggal 23 Agustus 2011. Dengan

pertimbangan hukumnya sebagai berikut : Bahwa terlepas dari alasan-alasan

kasasi tersebut, Judex Facti telah salah menerapkan hukum, oleh karena

telah menyatakan Terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana terhadap

Terdakwa didasarkan pada ketentuan pidana Pasal 127 Ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang tidak didakwakan oleh Jaksa/

Penuntut Umum, lagi pula fakta di persidangan membuktikan bahwa

Terdakwa hanya menghisap shabu-shabu, dengan demikian Terdakwa tidak

terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan Subsidair, dan

harus dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa/Penuntut Umum;

2. Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1540 K/Pid.Sus/2011 atas nama

Terdakwa Jonaidi (Terdakwa I) dan Mulyadi (Terdakwa II), yang amar

putusannya menolak kasasi Jaksa/Penuntut Umum, dan menguatkan

putusan pengadilan Tinggi Padang Nomor : 62/PID/2010/PT.PADANG. yang

pertimbangannya berbunyi sebagai berikut :

- Bahwa alasan kasasi Jaksa/Penuntut Umum terhadap Terdakwa II tidak

dapat dibenarkan, sebab putusan Judex Facti terhadap Terdakwa II, bukan

bebas tidak murni melainkan bebas murni sebab Terdakwa dinyatakan

tidak terbukti melakukan tindak pidana melanggar Pasal 114 Ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Menurut Judex Facti Terdakwa

terbukti melakukan tindak pidana namun tidak didakwakan;

- Bahwa berhubung karena unsur tindak pidana yang didakwakan Jaksa/

Penuntut Umum dinyatakan tidak terbukti maka pembebasan terhadap

Terdakwa merupakan pembebasan murni, dengan demikian Jaksa/

Penuntut Umum tidak dapat mengajukan permohonan kasasi ke

Mahkamah Agung;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15

Page 103: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 16 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

- Menimbang, bahwa dengan demikian dihubungkan dengan surat

dakwaan, maka yang harus dipandang terbukti secara sah di persidangan

adalah dakwaan Primair terhadap Terdakwa I, yaitu “Secara Melawan

Hukum Menjual Narkotika Golongan I” sedang terhadap Terdakawa II

hanya terbukti sebagai “Pemakai” (Penyalahguna), dan karena dalam

surat dakwaan tidak ada dakwaan melanggar Pasal 127 Ayat (1)

(“Penyalahguna” Narkotika) dan hanya dakwaan melanggar Pasal 114

Ayat (1) (dakwaan Primair), Pasal 116 Ayat (1) (dakwaan Subsidair), dan

Pasal 112 Ayat (1) (dakwaan Lebih Subsidair), maka Terdakwa II harus

dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan dalam dakwaan Primair, Subsidair dan

Lebih Subsidair. Dan oleh karenanya Terdakwa harus dibebaskan dari

segala dakwaan (“Vrijspraak”).;

KEBERATAN KELIMA

Kasasi ini Terdakwa/Pemohon Kasasi ajukan semata mata hanya untuk

mencari keadilan baginya, alangkah tidak adilnya bagi Terdakwa/Pemohon

kasasi yang merupakan pecandu Narkotika harus menjalani hukuman selama 4

tahun penjara berdasarkan Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009, sementara perbuatan Terdakwa/pemohon kasasi melanggar Pasal

127 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, apalagi undang-undang

telah menyatakan bahwa setiap Pecandu Narkotika berhak mendapatkan

Penyembuhan dengan Rehabilitasi, dalam kasus ini Terdakwa benar-benar

merasa sangat terdzolimi oleh para penegak hukum, terutama di Penyidikan,

hak-hak Terdakwa/Pemohon Kasasi diabaikan seperti Hak Terdakwa pada saat

ditangkap untuk menjalani Assesment di Tim Assesment Terpadu untuk

menentukan kualifikasi perbuatan Terdakwa apakah Terdakwa ini selaku

pengguna/penyalahguna/pecandu Narkotika ataukah terlibat dalam peredaran

gelap narkotika, kemudian barang bukti berupa Hasil Tes Urine yang

menyatakan Urine Terdakwa Positif menggunakan Narkotika tidak dicantumkan

dalam BAP, dan yang terakhir barang bukti berupa bong, pipet, dan cangklong

dari kaca tidak dilampirkan juga sebagai barang bukti, ini semua adalah

kecurangan-kecurangan Penyidik terhadap kasus Terdakwa agar Terdakwa

dapat dijerat dengan Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009, oleh karenanya melalui memori kasasi ini Terdakwa/Pemohon kasasi

meminta keadilan dari yang mulia;

Bahwa Judex Facti baik di tingkat pertama maupun tingkat banding

dalam memutuskan perkara ini tidak menggali kaidah kaidah hukum yang telah

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16

Page 104: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 17 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

ditetapkan oleh Mahkamah Agung dalam Yurisprudensinya, jikalau Terdakwa/

Pemohon Kasasi memang harus dijatuhi hukuman karena perbuatannya, maka

hukumlah ia dengan seadil-adilnya dengan menggunakan hukum yang tepat,

dalam sebuah Yurisprudensi Mahkamah Agung nomor : 1628/K/PID.SUS/2012

yang diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari

Jum’at tanggal 14 September 2012 oleh Dr. Artidjo Alkostar, S.H., L.LM. Hakim

Agung yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Sri

Murwahyuni, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim

Agung sebagai Anggota dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada

hari Selasa tanggal 18 September 2012 oleh Ketua Majelis beserta Dr. Drs.

Dudu D. Machmudin, S.H., M.H. dan Prof. Dr. Surya Jaya, S.H., M.Hum.,

sebagai Hakim-Hakim Anggota, dan dibantu oleh Tuty Haryati, S.H., M.H.,

Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Pemohon Kasasi/Terdakwa dan

Jaksa Penuntut Umum, dalam perkara pidana atas nama Terdakwa Agus

Setiadi alias Agus bin H. Sumardi, Majelis Hakim Agung tersebut dalam

pertimbangan hukumnya menyatakan sebagai berikut : Bahwa walaupun Pasal

127 (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak didakwakan,

namun sesuai Yurisprudensi MA Nomor : 675 K/Pid/1987 Jo. putusan-putusan

MA Nomor : 1671 K/Pid/1996 tanggal 18 Maret 1996 Jo. putusan MA Nomor :

1872 K/Pid/2011 yang pada pokoknya menyatakan : apabila delik yang terbukti

di persidangan adalah delik yang sejenis yang lebih ringan sifatnya dari delik

yang didakwakan yang lebih berat sifatnya, maka walaupun delik yang lebih

ringan tidak didakwakan, Terdakwa tetap dipersalahkan atas delik tersebut dan

di pidana atas dasar melakukan delik yang lebih ringan;

Berikut kami kutip Pertimbangan Majelis Hakim Agung tersebut :

“Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

Terlepas dari alasan-alasan kasasi, telah terbukti fakta di persidangan bahwa :

1. Terdakwa bersama saksi Agus, Dedy telah menggunakan Narkotika

golongan I jenis sabu-sabu yang dibeli secara patungan, digunakan bersama-

sama mereka dan masih ada sisa 0,20 gram;

2. Ketika dilakukan penangkapan oleh petugas kepolisian sesaat setelah

menggunakan narkotika, ditemukan seperangkat alat hisap sabu-sabu dan

sisa sabu-sabu dengan berat kotor 0,20 gram;

3. Dari hasil tes urine atas nama Terdakwa, didapat kandungan Narkotika

dengan bahan adiktif metamfetamina, terdaftar dalam golongan I nomor urut

61 lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17

Page 105: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 18 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

4. Dari fakta tersebut di atas dihubungkan dengan SEMA Nomor 4 Tahun 2010

Terdakwa telah melanggar Pasal 127 (1) huruf a yaitu “Penyalahgunaan”

Narkotika golongan I bagi diri sendiri, dan sisa sabu-sabu seberat 0,20 gram

yang ditemukan dari tempat kejadian tersebut tidak dapat di kualifikasi bahwa

Terdakwa memiliki, menyimpan, menguasai sabu-sabu/narkotika golongan I

untuk tujuan di luar pemakaian/penggunaan seperti yang disebut dalam

Pasal 112 (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009;

5. Bahwa Pasal 127 (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tidak

didakwakan, namun sesuai Yurisprudensi MA Nomor : 675 K/Pid/1987 Jo.

putusan-putusan MA Nomor : 1671 K/Pid/1996 tanggal 18 Maret 1996 Jo.

putusan MA Nomor : 1872 K/Pid/2011 yang pada pokoknya menyatakan :

apabila delik yang terbukti di persidangan adalah delik yang sejenis yang

lebih ringan sifatnya dari delik yang didakwakan yang lebih berat sifatnya,

maka walaupun delik yang lebih ringan tidak didakwakan, Terdakwa tetap

dipersalahkan atas delik tersebut dan di pidana atas dasar melakukan delik

yang lebih ringan”;

Bahwa atas pe rtimbangan tersebut, Majelis Hakim Agung memutuskan

dengan amar putusan yang kami rangkum sebagai berikut :

­ Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa: Agus

Setiadi alias Agus bin H. Sumardi, tersebut;

­ Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Tengah Nomor :

45/PID.SUS/2012/PT.PR tanggal 07 Juni 2012;

MENGADILI SENDIRI :

1. Menyatakan Terdakwa Agus Setiadi alias Agus Bin H. Sumardi terbukti

secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana

Penyalahgunaan Narkotika GOLONGAN I BAGI DIRI SENDIRI;

2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap Terdakwa dengan pidana

penjara selama 1 (satu) tahun;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Dst....

Berdasarkan alasan kasasi tersebut, kami mohon keadilan yang seadil-

adilnya dari yang mulia, jikalau memang Terdakwa/Pemohon Kasasi tidak dapat

dibebaskan dari segala dakwaan sebagaimana permohonan kami dalam

memori kasasi ini, kami berharap kiranya Terdakwa/termohon kasasi dapat

mendapatkan keringanan hukuman dengan dalil yang kami utarakan di atas,

sungguh Terdakwa sangat menyesal telah terjerat dalam lingkaran setan

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18

Page 106: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 19 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

Narkotika sebagai Pengguna/Pecandu Narkotika jenis sabu-sabu, dan berjanji

tidak akan lagi mengulangi perbuatannya tersebut;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat sebagai berikut : a. Bahwa alasan kasasi Terdakwa dapat dibenarkan, putusan Judex Facti

Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Judex Facti Pengadilan Negeri

tidak tepat dan salah menerapkan hukum atau menerapkan hukum tidak

sebagaimana mestinya. Putusan Judex Facti dibuat berdasarkan kesimpulan

dan pertimbangan hukum yang salah, tidak mendasarkan pertimbangannya

pada fakta hukum yang relevan secara yuridis dengan tepat dan benar

sesuai fakta hukum yang terungkap di muka sidang, yaitu :

- Bahwa saat Terdakwa ditangkap dan digeledah Anggota Sat. Narkoba

Polres Metro Jakarta Barat di tempat kostnya, ternyata Terdakwa sedang

santai hendak menghisap shabu dengan menyiapkan cangklong dan bong.

Bahkan saat itu Anggota Polres Metro Jakarta Barat menemukan alat

hisap sabu berupa cangklong dan bong tergeletak di lantai kamar kos.

Hanya saja Anggota Polres Metro Jakarta Barat tanpa alasan yang jelas

tidak menyita cangklong dan bong tersebut;

- Bahwa saksi Sumantri (petugas Kepolisian yang menangkap,

menggeledah dan menyita barang bukti dari Terdakwa) menerangkan

bahwa ketika saksi Sumantri melakukan penangkapan terhadap

Terdakwa, dari Terdakwa ditemukan satu paket kecil narkotika jenis

shabu-shabu seberat 0,1909 gram dalam dompet kecil yang disimpan

Terdakwa dalam laci lemari pakaian;

- Bahwa menurut Terdakwa, narkotika seberat 0,1909 gram tersebut adalah

sisa dipakai dan akan dipakai lagi bersama-sama dengan teman Terdakwa

di kamar kost Terdakwa tersebut, akan tetapi sebelum sempat dipakai,

petugas Kepolisian datang menggeledah dan selanjutnya Terdakwa

diperiksa urine dan hasilnya positif mengandung Methamphetamine;

- Bahwa Terdakwa memperoleh shabu itu dengan cara membeli secara on

line dari seseorang yang tidak dikenal di Hotel Sion Holiday seharga

Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), karena ternyata Terdakwa dalam 6

(enam) bulan terakhir ini adalah pengguna shabu untuk diri sendiri 4

(empat) sampai 5 (lima) kali sehari untuk menambah stamina bekerja;

- Bahwa dengan demikian terbukti maksud dan tujuan Terdakwa membeli

shabu dalam jumlah yang kecil itu adalah untuk dihisap atau dipakai

sendiri, bukan untuk diperjualbelikan atau diedarkan lagi kepada orang

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19

Page 107: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 20 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

lain. Karena bagaimanapun seseorang sebelum menggunakan atau

memakai shabu untuk dirinya sendiri terlebih dahulu harus menguasainya,

apakah itu diperoleh dengan cara membeli atau diberi oleh orang lain;

b. Bahwa sesuai dengan fakta hukum yang terungkap dimuka sidang tersebut di

atas, ternyata Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 127 Ayat (1) huruf

a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009. Akan tetapi dilain pihak dalam

perkara a quo Jaksa/Penuntut Umum tidak mengajukan dakwaan alternatif

penyalahguna Narkotika golongan I bagi diri sendiri kepada Terdakwa. Maka

demi penegakan hukum yang bermanfaat dan berkeadilan, Terdakwa dapat

dipersalahkan dan dijatuhi pidana atas tindak pidana yang lebih ringan

sifatnya yang tidak didakwakan Jaksa/Penuntut Umum kepadanya, untuk itu

Terdakwa beralasan hukum dijatuhi pidana yang setimpal dengan

perbuatannya sebagaimana jelasnya termuat dalam amar putusan di bawah

ini;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, maka Terdakwa

tidak terbukti telah melakukan tindak pidana dalam Pasal 114 Ayat (1) dan

Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 sebagaimana

didakwakan dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair, oleh karena itu

Terdakwa dibebaskan dari dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair tersebut;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan

kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa beralasan hukum dikabulkan dan

putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/ PT.DKI., tanggal 28

April 2015 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor :

1778/Pid.Sus/2014/PN Jkt.Brt., tanggal 04 Februari 2015 tidak dapat

dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung

mengadili sendiri perkara a quo sebagaimana tersebut dalam amar putusan di

bawah ini;

Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung

akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan;

Hal-hal yang memberatkan :

- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam

memberantas kejahatan narkoba;

Hal-hal yang meringankan :

- Terdakwa bersikap sopan selama persidangan;

- Terdakwa belum pernah dihukum;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20

Page 108: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 21 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

- Terdakwa masih berusia muda diharapkan dapat memperbaiki perilakunya di

kemudian hari;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon

Kasasi/Terdakwa dikabulkan, namun Terdakwa tetap dinyatakan bersalah serta

dijatuhi pidana, maka biaya perkara pada tingkat kasasi ini dibebankan kepada

Terdakwa;

Memperhatikan Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah

diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan

perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta

peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I

- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Terdakwa JHONI

NGADIANTO alias JHON tersebut;

- Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 71/PID/2015/

PT.DKI., tanggal 28 April 2015 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri

Jakarta Barat Nomor : 1778/Pid.Sus/2014/PN Jkt.Brt., tanggal 04 Februari

2015;

MENGADILI SENDIRI

1. Menyatakan Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah

melakukan tindak pidana dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair;

2. Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala dakwaan tersebut;

3. Menyatakan Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON telah terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penyalahgunaan

Narkotika Golongan I Bagi Diri Sendiri”;

4. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa JHONI NGADIANTO alias JHON

oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam)

bulan;

5. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

6. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

7. Menetapkan barang bukti berupa :

- 1 (satu) bungkus plastik klip berisikan kristal warna putih dengan berat

netto 0,1909 gram sisa barang bukti setelah pemeriksaan labkrim netto

0,1644 gram;

Dirampas untuk dimusnahkan;

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21

Page 109: PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48548... · 2019-11-26 · PENERAPAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Mahka

mah

Agung R

epublik

Indones

ia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id

Hal. 22 dari 22 hal Putusan Nomor : 1940 K/PID.SUS/2015

8. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam

tingkat kasasi ini sebesar Rp2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari Kamis, tanggal 10 September 2015 oleh Sri Murwahyuni, S.H.,

M.H., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai

Ketua Majelis, Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. dan H. Eddy Army,

S.H., M.H., Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang

terbuka untuk umum pada hari dan tanggal itu juga, oleh Ketua Majelis beserta

Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Retno Murni Susanti, S.H.,

M.H., Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh Pemohon Kasasi/Terdakwa

dan Jaksa/Penuntut Umum.

Hakim-Hakim Anggota, Ketua Majelis,

TTD TTD

Maruap Dohmatiga Pasaribu, S.H., M.Hum. Sri Murwahyuni, S.H., M.H.

TTD

H. Eddy Army, S.H., M.H.

Panitera Pengganti,

TTD

Retno Murni Susanti, S.H., M.H.

UNTUK SALINAN

MAHKAMAH AGUNG RI a/n PANITERA

PANITERA MUDA PIDANA KHUSUS

(ROKI PANJAITAN, S.H.) NIP.195904301985121001

DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22