Penerapan Forward Modeling 2d

14
Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 03Nopember2012 PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN Syamsuddin 1 , Lantu 1 , Sabrianto Aswad 1 , dan Sulfian 1 1 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan km 10 Tamalanrea, Makassar Telp. (0411)587634 E-mail: [email protected] ABSTRAK Pemilihan konfigurasi tidak hanya menentukan kualitas pencitraan bawah permukaan namun juga akan menentukan efektifitas dan efisiensi dari suatu survey lapangan. Untuk itu dilakukan eksperimen dengan menggunakan model sintetik forward modeling yang kemudian diuji dengan data lapangan berdasarkan model geologi yang dibuat menggunakan konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger. Hasilnya menunjukkan sensitivitas kedua konfigurasi dalam mendeteksi anomali yang sama. Namun pada konfigurasi schlumberger anomali lebih ditonjolkan dibandingkan dengan konfigurasi Wenner baik pada data sintetik maupun pada data lapangan. Perbedaan dari hasil inversi pada data sintetik dengan data pengukuran adalah model sintetik bersifat homogen isotropis sedangkan model geologi bersifat heterogen anisotropis, kemudian dibuat pseudo 3D dari profil 2D yang akan membantu interpretasi dari model sintetik maupun model geologi. Kata Kunci: Forward modeling, Konfigurasi wenner, wenner-schlumberger, Model geologi, dan Pseudo 3D 1. PENDAHULUAN Metoda geolistrik adalah metoda eksplorasi geofisika yang kompleks karena terdiri dari bermacam-macam metoda. diantaranya metode tahanan jenis (resisitivity), metode potensial diri (self potential), metoda potensial terimbas (induced potential) dan lain-lain. Untuk metode geolistrik hambatan jenis ini memanfaatkan sifat resistivitas listrik batuan untuk mendeteksi dan memetakan bawah permukaan. Metode ini dilakukan melalui pengukuran beda potensial yang ditimbulkan akibat injeksi arus listrik ke dalam bumi. Berdasarkan pada harga resistivitas listriknya, suatu struktur bawah permukaan bumi dapat diketahui material penyusunnya. Metode geolistrik cukup murah dan sensitif dalam mendeteksi lapisan konduktor sehingga cocok digunakan dalam eksplorasi dangkal, (Grandis, 2008). Dalam metoda geofisika, data pengamatan merupakan respon dari kondisi geologi bawah permukaan. Respon tersebut timbul karena adanya variasi parameter fisika yakni sifat konduktifitas yang merefleksikan formasi/struktur geologi bawah permukaan. Model adalah representasi keadaan geologi oleh besaran fisika agar permasalahan dapat disederhanakan dan responya dapat diperkirakan atau dihitung secara teoritis. Besaran atau variabel yang digunakan untuk mengkarakterisasi model disebut parameter model yang secara umum terdiri dari parameter fisika serta variasinya terhadap posisi (Hendra, 2000). Penelitian terdahulu yang menggunakan metode geolistrik telah banyak dilakukan oleh orang lain, namun semuanya

description

Penerapan Forward Modeling 2d

Transcript of Penerapan Forward Modeling 2d

Page 1: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

Syamsuddin1, Lantu1, Sabrianto Aswad1, dan Sulfian1

1 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Universitas HasanuddinJl. Perintis Kemerdekaan km 10 Tamalanrea, Makassar

Telp. (0411)587634E-mail: [email protected]

ABSTRAKPemilihan konfigurasi tidak hanya menentukan kualitas pencitraan bawah permukaan namun juga akan menentukan efektifitas dan efisiensi dari suatu survey lapangan. Untuk itu dilakukan eksperimen dengan menggunakan model sintetik forward modeling yang kemudian diuji dengan data lapangan berdasarkan model geologi yang dibuat menggunakan konfigurasi Wenner dan Wenner-Schlumberger. Hasilnya menunjukkan sensitivitas kedua konfigurasi dalam mendeteksi anomali yang sama. Namun pada konfigurasi schlumberger anomali lebih ditonjolkan dibandingkan dengan konfigurasi Wenner baik pada data sintetik maupun pada data lapangan. Perbedaan dari hasil inversi pada data sintetik dengan data pengukuran adalah model sintetik bersifat homogen isotropis sedangkan model geologi bersifat heterogen anisotropis, kemudian dibuat pseudo 3D dari profil 2D yang akan membantu interpretasi dari model sintetik maupun model geologi.

Kata Kunci: Forward modeling, Konfigurasi wenner, wenner-schlumberger, Model geologi, dan Pseudo 3D

1. PENDAHULUANMetoda geolistrik adalah metoda eksplorasi

geofisika yang kompleks karena terdiri dari bermacam-macam metoda. diantaranya metode tahanan jenis (resisitivity), metode potensial diri (self potential), metoda potensial terimbas (induced potential) dan lain-lain. Untuk metode geolistrik hambatan jenis ini memanfaatkan sifat resistivitas listrik batuan untuk mendeteksi dan memetakan bawah permukaan. Metode ini dilakukan melalui pengukuran beda potensial yang ditimbulkan akibat injeksi arus listrik ke dalam bumi. Berdasarkan pada harga resistivitas listriknya, suatu struktur bawah permukaan bumi dapat diketahui material penyusunnya. Metode geolistrik cukup murah dan sensitif dalam mendeteksi lapisan konduktor sehingga cocok digunakan dalam eksplorasi dangkal, (Grandis, 2008).

Dalam metoda geofisika, data pengamatan merupakan respon dari kondisi geologi bawah permukaan. Respon tersebut timbul karena adanya variasi parameter fisika yakni sifat konduktifitas yang merefleksikan formasi/struktur geologi bawah permukaan. Model adalah representasi keadaan geologi oleh besaran fisika agar permasalahan dapat disederhanakan dan responya dapat diperkirakan atau dihitung secara teoritis. Besaran atau variabel yang digunakan untuk mengkarakterisasi model disebut parameter model yang secara umum terdiri dari parameter fisika serta variasinya terhadap posisi (Hendra, 2000). Penelitian terdahulu yang menggunakan metode geolistrik telah banyak dilakukan oleh orang lain, namun semuanya metode inversi. Penelitian kali ini dicoba untuk metode

forward, dengan model yang kosong atau di isi material lain.

Pada penelitian ini dikembangkan perbandingan hasil data sintetik dari software Res2Dmod dengan hasil pengukuran dari lapangan yang menggunakan dua konfigurasi. Konfigurasi yang dimaksud adalah Schlumberger dan Wenner. Eksperimen dilakukan di sekitar kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Menentukan sensitivitas dari konfigurasi

schlumberger dan wenner dalam mendeteksi anomali.

2. Membuat Pseudo 3D dari profil 2D

2. METODE PENULISAN2.1 Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan atau material yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian ini adalah:1. Satu unit Resistivitimeter hambatan jenis S-

Field2. Satu unit Laptop DELL3. 9 Gulungan kabel4. 16 buah elektroda5. 1 buah meteran 50 meter6. 1 buah Garmin GPSmap 60csx7. 1 buah kompas geologi8. 2 buah palu geologi9. 2 buah Drum diameter 60cm dan tinggi 90cm

2.2 Studi Awal dan Rancangan Model GeologiUntuk menunjang kegiatan penelitian maka

dilakukan studi pustaka dan literatur. Selain itu dilakukan pula rancangan penelitian berupa

Page 2: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

pembuatan rancangan model geologi yang kemudian akan dibuat model sintetiknya yaitu pemodelan kedepan (forward modelling) dengan menggunakan software Res2DMod. Rancangan model geologi yang dibuat yaitu :

Gambar 1. Model Geologi dengan 2 buah Drum

Dari rancangan tersebut di atas dibuat lintasan pengambilan data yang melewati model, ada tujuh lintasan dari arah Utara ke Selatan dan tujuh lintasan cross dari arah Timur ke Barat. Kemudian dibuat model menggunakan software Res2DMod dengan parameter model:1. Satu buah blok dengan nilai hambatan 50 Ωm.2. Satu buah blok dengan nilai hambatan 30 Ωm.3. Latar belakang model dengan nilai hambatan

100 Ωm.4. Jarak blok dari permukaan 1 meter.5. Jarak antara ke dua blok 3 meter.6. Panjang lintasan 15 meter.7. Spasi terkecil yang digunakan 0.5 meter.8. Konfigurasi yang digunakan yaitu Wenner dan

Schlumberger.

2.3 Pengambilan DataPengambilan data dilakukan secara langsung di

lapangan dilakukan dua kali, yakni sebelum (Gb.2) dan sesudah (Gb.3) dipasang anomali geologinya (drum). Sesuai dengan data sintetik, maka konfigurasi elektroda yang digunakan dalam pengambilan data di lapangan ini adalah konfigurasi Wenner (Gb.4) dan Schlumberger (Gb.5).

Gambar 2. Lintasan pengukuran sebelum anomali

Gambar 3. Lintasan pengukuran sesudah anomali

Gambar 4. Susunan elektroda konfigurasi Wenner

Gambar 5. Susunan elektroda konfigurasi Schlumberger

Adapun langkah – langkah yang dilakukan dalam pengambilan data adalah sebagai berikut :1. Menentukan arah bentangan dengan

menggunakan kompas 2. Menentukan panjang bentangan dan spasi

terdekat (a)3. Memasang elektroda arus dan potensial4. Merangkai alat dengan cara menyambungkan

unit S-Field dengan Laptop dan sumber arus.5. Melakukan perekaman data.

2.4 Pengolahan DataPengolahan data geolistrik tahanan jenis dalam

penelitian ini diawali dengan pengolahan data sintetik hasil forward modeling. Data ini diperoleh dari model sintetik yang dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Res2DMod yang menghasilkan penampang dan nilai apparent resistivity, yang kemudian diinversikan dengan menggunakan perangkat lunak Res2DInv. perangkat ini mengasilkan profil 2D dengan true resistivity.

Page 3: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

Parameter pada model sintetik ini kemudian dijadikan parameter lapangan untuk akuisisi data.

Data yang terekam dalam komputer langsung berbentuk format DAT yang akan diinversi dalam Res2DInv. Walaupun demikian tetap memakai formula yang sesuai dengan konfigurasinya untuk mendapatkan a (apparent resistivity).

a=K∆ VI

(1)

dengan K=2 π a untuk Wenner (2)

danK=π n(n+1)a untuk Schlumberger (2)

Hasil inversi dengan menggunakan perangkat lunak Res2DInv berupa profil 2D secara vertikal yang dapat menunjukkan kedalaman dan sebaran resistivitas sebenarnya. Keluaran Res2DInv dari hasil inversi juga dapat berupa angka/nilai dalam bentuk data koordinat (x, y, z). Data yang dimaksud terdiri atas akumulasi jarak elektroda dari elektroda pertama, kedalaman penetrasi dan nilai resistivitas sebenarnya (true resistivity). Data ini dapat dijadikan sebagai data masukan pada perangkat lunak Surfer 10 untuk menggambarkan profil 2D. Dari hasil inversi tersebut dalam bentuk profil 2D akan digabungkan sehingga menjadi profil pseudo 3D.

2.5 Bagan Alir

Gambar 6. Alur penelitian

3. HASIL DAN DISKUSI3.1. Model Sintetik3.1.1. Konfigurasi Schlumberger

Model ini dibuat menggunakan metode forward modeling (pemodelan kedepan) dengan software

Res2DMod. dibuat model setiap lintasan dengan hasil sebagai berikut :a. Lintasan 1 Timur Barat

Gambar 7. Overlay data sintetik untuk lintasan 1

Pada Gambar 7 di atas menunjukan model sintetik yang dibuat dengan ukuran 1x0.5 meter dan nilai resistivitas 50 Ωm, nilai ini mewakili nilai resistivitas drum kosong pada model geologi, sedangkan background nya diberi nilai resistivitas sebesar 100 Ωm yang mewakili nilai resistivitas tanah pada model geologi. Hasil inversi dari data sintetik tersebut menunjukan anomali dari model yang di buat berada pada kedalaman yang kurang tepat, untuk itu di buat lagi data sintetik dengan spasi elektroda 0.5 meter, hasil inversi menunjukan anomali terdeteksi pada permukaan anomali sehingga dari data sintetik spasi 1 meter dan 0.5 meter diproses dengan tehnik overlay sehingga anomali terdeteksi dengan posisi yang tepat. Perlakuan yang sama juga diperuntukan untuk semua lintasan baik model maupun akuisisi data di lapangan.b. Lintasan 3 Utara-Selatan

Gambar 8. Overlay data sintetik untuk lintasan 3

Page 4: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

Lintasan ini di buat memotong 2 blok model dengan nilai hambatan masing-masing 50 Ωm dan 30 Ωm, sehingga di buat data sintetik dengan spasi 0.5 meter yang memotong masing-masing blok model ditunjukan pada Gambar 8. Sehingga hasil overlay dari data sintetik pembacaan anomali yang tepat.

3.1.2. Konfigurasi WennerSelain dari konfigurasi schlumberger di buat

juga model dengan konfigurasi wenner menggunakan blok model yang sama pada konfigurasi schlumberger dengan hasil sebagai berikut:a. Lintasan 1 Timur Barat

Gambar 9. Overlay data sintetik untuk lintasan 1

Pada Gambar 9 menunjukan hasil inversi dari data sintetik lintasan 1 konfigurasi wenner dengan pembacaan posisi anomali yang berada pada kedalaman yang lebih dalam sedangkan hasil inversi dari lintasan 1 spasi 0.5 meter anomali terdeteksi pada permukaan, sehingga hasil inversi dari overlay kedua data diatas menghasilkan pembacaan anomali pada posisi yang tepat

Hasil inversi pada lintasan ini menunjukan anomaly dari blok model dengan nilai resistivitas 30Ωm terdeteksi meluas mulai dari elektroda 7 dan 8 hingga ke kedalaman 2.19 meter, sedangkan untuk spasi 0.5 meter anomali terdeteksi pada permukaan sehingga overlay dari keduanya menghasilkan penampang dengan pembacaan posisi yang tepat.

b. Lintasan 3 Utara SelatanHasil inversi konfigurasi wenner pada lintasan 3

utara-selatan yang memotong dua buah blok model anomali menunjukan anomali yang terdeteksi hanya pada blok model dengan nilai resistivitas 30 Ωm, sedangkan untuk blok model dengan nilai resistivitas 50 Ωm dapat di lihat melalui nilai resistivitas hasil inversi yang melebar dengan nilai resistivitas sekitar 92-95 ohm.m.

Gambar 10. Overlay data sintetik untuk lintasan 3

3.2. Pengukuran Sebelum Anomali3.2.1. Konfigurasi Schlumberger

Gambar 11. Profil 2D Schlumberger sebelum anomali

Gambar 11 di atas adalah hasil pengukuran konfigurasi schlumberger untuk tiap lintasan yang dilakukan sebelum anomali ditanamkan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat keadaan awal sebelum ada anomali yang kemudian akan dijadikan sebagai referensi untuk pengukuran sesudah anomali ditanamkan.

3.2.2. Konfigurasi WennerPada penelitian ini akuisi data dilakukan dengan

dua konfigurasi yaitu schlumberger dan wenner sehingga, untuk setiap lintasan dilakukan pengukuran dengan dua konfigurasi. Hal ini dilakukan untuk membandingan kedua konfigurasi tersebut dalam hal pembacaan anomali pada lokasi

Page 5: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

yang sama, dengan demikian akan diperoleh perbandingan berupa sensitivitas konfigurasi. Pada Gambar 12 menunjukan penampang resistivitas konfigurasi wenner dari setiap lintasan sebelum anomali dibuat pada lintasan tersebut, dengan tujuan membandingkan keadaan sebelum dan setelah anomali dibuat untuk masing-masing konfigurasi.

Gambar 12. Profil 2D Wenner sebelum anomali

3.3. Pengukuran Sesudah Anomali3.3.1. Konfigurasi Schlumberger

Gambar 13. Overlay lintasan 2 Timur-Barat

Tiga penampang pada gambar di atas memperlihatkan perubahan yang terjadi sebelum anomali, setelah anomali dan sesudah overlay data. Untuk melihat perubahan yang terjadi maka data yang diproses dengan jumlah iterasi yang sama dan menyamakan skala resistivitas, hasilnya berupa skala warna yang sama di setiap penampang. Dari

hasil pengukuran diperoleh harga resistivitas berkisar antara 16 – 225 Ω.m, dengan nilai resistivitas anomali drum sekitar 16 – 50 Ω.m. Anomali pada lintasan ini tidak terdeteksi dengan baik sama hal nya dengan model yang dibuat untuk lintasan 1 model sintetik, gambar 7. Untuk itu dilakukan overlay untuk data lintasan 1 spasi 1 meter dan 0.5 meter sehingga anomali terdeteksi dengan baik dengan posisi horizontal di bawah elektroda 7 dengan kedalaman sekitar 1 meter dari permukaan. Anomali ini juga terdeteksi pada lintasan 3 timur-barat gambar 14. Hasil overlay dari lintasan 2 dan 3 timur-barat relatif sama hal ini dikarenakan jarak kedua lintasan hanya 20 cm dikondisikan dengan dimensi drum.

Gambar 14. Overlay lintasan 3 Timur-Barat

Dari gambar 13 dan gambar 14 di atas pada lintasan 2 overlay maupun lintasan 3 overlay terlihat dua keadaan menyerupai anomali dengan harga resistivitas berkisar 16 – 40 Ω.m. Hal ini diinterpretasikan bukan sebagai anomali dengan melihat keadaan awal sebelum anomali, sesudah anomali spasi 1 meter dan setelah overlay data, ada perubahan dalam hal penyebaran dan arah nilai resistivitas yang rendah yang mengarah ke atas sehingga nampak seperti sebuah anomali. Hal ini diduga sebagai akibat dari overlay data dan jumlah iterasi yang diberikan, sebagai konsekuensi dari iterasi yang banyak maka kisaran harga resistivitas akan semakin besar dan bisa saja menghilangkan anomali yang ada atau memunculkan anomali yang baru.

Page 6: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

Gambar 15. Overlay lintasan 5 Timur-Barat

Pada gambar 15 memperlihatkan bagaimana keadaan awal lintasan yang menunjukan sebaran resistivitas rendah 16 – 50 Ωm pada titik A B dan C serta anomali E, untuk hasil pengukuran setelah anomali spasi 1 meter posisi B lebih naik keatas akibat adanya drum yang berisi air. Posisi anomali E sebelum pengukuran muncul kembali pada pengukuran setelah anomali namun hilang setelah di overlay dengan data lintasan 0.5 meter. Anomali drum berisikan air terdeteksi lebih tepat setelah overlay pada point B, tetapi point A dan B berubah menyerupai anomali.

Gambar 16. Overlay lintasan 6 Timur-Barat

Pada gambar 17 menunjukan inversi dari overlay data spasi 1 meter dan 0.5 meter di lintasan

dua, lintasan ini melewati dua buah drum. Lintasan dua spasi 1 meter gambar 17 tidak memperlihatkan anomali hanya berupa resistivitas rendah yang berbentuk kerucut dengan harga resistivitas 16 – 56 Ωm, setelah data ini di overlay dengan data spasi 0.5 meter yang melewati masing-masing drum bentuk kerucut ini kemudian berubah melebar ke kiri dan kanan akibat pengaruh drum dengan nilai resistivitas rendah ditunjukan pada point A dan B.

Gambar 17. Overlay lintasan 2 Utara-Selatan

Gambar 18. Overlay lintasan 3 Utara-SelatanGambar 18 memperlihatankan keadaan awal

sebelum anomali, setelah anomali spasi 1 meter,

Page 7: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

spasi 0.5 meter dan hasil dari overlay data pada lintasan tiga. Lintasan tiga spasi 1 meter tidak menunjukan adanya anomali yang dimaksud, anomali terdeteksi setelah proses overlay dengan data spasi 0.5 meter. Proses overlay data menyebabkan jumlah datum pada area yang di overlay menjadi banyak sehingga lebih detil dalam mendeteksi anomali ditunjukan pada point A dan B dengan resistivitas anomali mempunyai kisaran nilai 16 – 56 Ωm.

Gambar 19. Overlay lintasan 4 Utara-Selatan

Pada lintasan empat hasil pengukuran spasi 1 meter menunjukan pola resistivitas rendah dengan nilai resistivitas 16 – 56 Ωm membentuk kerucut, setelah data ini di overlay dengan data spasi 0.5 meter maka pola tersebut berubah melebar dari elektroda enam sampai sepuluh. Hal ini diinterpretasikan sebagai anomali pada point A dan B, hal ini diduga karena adanya dua buah drum dengan sifat konduktif sehingga mempunyai nilai resistivitas rendah yang kemudian mempengaruhi nilai resistivitas rendah pada lintasan spasi 1 meter.

3.3.2. Konfigurasi WennerHasil overlay lintasan dua pada gambar 20

memperlihatkan anomali yang terdeteksi menyatu dengan lapisan bawah yang mengandung resapan air, ini disebabkan karena drum yang terbuat dari logam mempunyai nilai resistivitas yang rendah sama seperti air. Lintasan dua spasi 1 meter pada gambar menunjukan anomali A terdeteksi pada posisi yang kurang tepat, namun hasil overlay anomali terdeteksi pada posisi yang tepat (point A).

Gambar 20. Overlay lintasan 2 Timur-Barat

Gambar 21. Overlay lintasan 3 Timur-Barat

Hasil inversi dari overlay data lintasan tiga tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan hasil inversi lintasan tiga spasi 1 meter, namun dari hasil overlay diduga anomali berada pada titik A gambar 21 dengan nilai resistivitas berkisar antara 30 – 70 Ωm.

Page 8: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

Gambar 22. Overlay lintasan 5 Timur-Barat

Inversi dari data lintasan enam overlay tidak jauh berbeda dengan lintasan lima karena jarak kedua lintasan hanya 20 cm, lintasan ini memotong anomali model geologi berupa drum yang berisikan air. Letak dari drum berisi air berada pada point A

Gambar 23. Overlay lintasan 6 Timur-Barat

Pada gambar 24 lintasan tiga sebelum anomali memperlihatkan keadaan awal, namun setelah anomali dibuat dan dilakukan pengukuran dengan

spasi 1 meter anomali yang dicari tidak terdeteksi. Hal ini dapat diketahui dengan melihat hasil inversi data sebelum anomali dengan inversi data sesudah anomali spasi 1 meter yang mempunyai pola yang sama, untuk itu dilakukan pengukuran dengan spasi yang lebih kecil yaitu 0.5 meter untuk tiap-tiap drum. Dari hasil pengukuran spasi 1 meter dan 0.5 meter dilakukan overlay sehingga hasil inversinya memperlihatkan anomali terdeteksi, namun tidak menunjukan letak drum secara tepat. Sedangkan posisi kedua buah drum berada pada point A dan B dengan nilai resistivitas kedua buah drum berkisar antara 30 – 70 Ωm dan berada pada kedalaman 1 meter dari permukaan tanah.

Gambar 24. Overlay lintasan 2 Utara – Selatan

Hasil inversi dari overlay lintasan tiga arah utara-selatan tidak jauh berbeda dengan lintasan dua dan empat, ketiga lintasan itu mempunyai pola yang mirip karena jarak antara lintasan tersebut hanya 20 cm. Overlay lintasan tiga pada gambar 25 memperlihatkan bahwa keberadaan drum terdeteksi namun tidak membentuk sebuah liangkaran, hal ini dapat dilihat dari profil sebelum anamoali dibuat yang mempunyai nilai resistivitas 150 – 230 Ωm. Setelah drum ditanamkan pada posisi A dan B dapat dilihat bahwa terjadi perubahan pola resistivitas yang rendah pada lintasan 3 overlay.

Page 9: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

Gambar 25. Overlay lintasan 3 Utara - Selatan

Gambar 26. Overlay lintasan 4 Utara - Selatan

Hasil inversi dari data overlay lintasan empat juga menunjukan sesuatu yang tidak jauh berbeda dengan lintasan tiga maupun lintasan dua, anomali terdeteksi namun tidak dalam bentuk lingkaran. Pada profil lintasan sebelum anomali ada nilai resistivitas yang tinggi berkisar 110 – 230 Ωm akan tetapi setelah anomali dibuat pada posisi A dan B nilai resistivitas ini berubah menjadi rendah 30 – 90

Ωm akibat pengaruh drum yang terbuat dari logam dengan sifat konduktor yang baik.

3.4. Pseudo 3DDari hasil pengukuran dengan konfigurasi

schlumberger baik pada model geologi maupun pada data sintetik dibuat pseudo 3D dari profil 2D gambar 27 menunjukan hasil inversi data sintetik dan hasil inversi dari data pengukuran. Hasil inversi overlay pada data sentetik menunjukan bahwa anomali dideteksi dengan baik pada posisi yang tepat baik secara vertikal maupun horizontal, sama halnya pada hasil inversi overlay data pengukuran. akan tetapi hasil overlay pada data pengukuran memperlihatkan adanya pola yang menyerupai anomali ditunjukan pada point A dan B, namun pola ini juga terbentuk pada hasil overlay dari data sintetik yang membedakan keduanya hanyalah nilai resistivitas.

Gambar 27. Pseudo 3D Konfigurasi Schlumberger

Gambar 28 memperlihatkan pseudo 3D dari data sintetik dan data hasil pengukuran, pada model sintetik hasil inversinya menunjukan kedua anomali dapat dideteksi dengan nilai resistivitas 87 – 91 Ωm tidak seperti konfigurasi schlumberger yang mendeteksi anomali dengan pola lingkaran yang lebih kecil, pada konfigurasi wenner terdeteksi anomali dengan pola lingkaran yang lebih melebar. Bahkan pada lintasan tiga arah utara-selatan yang melintasi kedua buah drum memperlihatkan anomali yang terlihat menyatu. Hasil inversi pada data pengukuran memperlihatkan bahwa anomali drum tidak terdeteksi dalam bentuk pola lingkaran tetapi polanya melebar dengan nilai resistivity yang redah yaitu 30 – 70 Ωm. Pola ini menyatu pada bagian bawah dikarenakan resapan air yang juga mempunyai nilai resistivitas yang rendah sama seperti drum.

Page 10: Penerapan Forward Modeling 2d

Seminar Nasional Sains dan Teknik2012 (SAINSTEK 2012)Kupang, 03Nopember2012

Gambar 28. Pseudo 3D Konfigurasi Wenner

4. SIMPULANDari hasil yang diperoleh diatas dapat

disimpulakan berberapa hal sebagai berikut:1. Dari kedua konfigurasi yang digunakan dalam

penelitian ini masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan, dalam hal sensitivitas baik konfigurasi schlumberger maupun wenner sama – sama mendeteksi anomali yang dibuat namun konfigurasi schlumberger lebih menonjolkan anomali baik pada data sintetik maupun pada hasil pengukuran.

2. Pembuatan pseudo 3D dari profil 2D dapat membantu interpretasi pada lintasan yang saling memotong.

3. Dari hasil inversi data sintetik dan data hasil pengukuran baik pada konfigurasi schlumberger maupun wenner memiliki perbedaan yang disebabkan karena pada data sintetik hasil forward modeling bersifat homogen isotropis berbeda dengan model geologi yang memiliki sifat heterogen anisotropis.

5. PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIHTulisan ini dapat dipublikasikan tidak lepas

dari support dari berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini diucapkan banyak terima kasih kepada

a. Panitia pelaksana SAINSTEK 2012 di UNDANA atas diterimanya tulisan ini

b. Pimpinan Universitas Hasanuddin, Dekan MIPA, dan Ketua Jurusan Fisika yang telah mengizinkan penulis mengikuti SAINSTEK 2012

c. Keluarga yang rela melepaskan penulis untuk mengikuti SAINSTEK 2012

d. Dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebut satu persatu

6. PUSTAKA

Grandis, H., 2008, Inversi Geofisika (geophysical inversion), ITB, Bandung.

Hasrianto., 2008, Analisis Stabilitas Lereng Daerah Waempelle Kabupaten Barru Sulawesi Selatan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hendrajaya, L ., 1990, Metode Geolistrik Tahanan Jenis, ITB, Bandung.

Loke, M. H., 2004, Geoelectrical Imaging 2D & 3D,RES2DINV ver 3.3:Rapid 2D Resistivities & IP Inversion using the least-square method On Land, Underwater and Cross-borehole surveys, Penang, Malaysia.

Syamsuddin, 2007, Penentuan Strutur Bawah Permukaan Bumi Dangkal Dengan Menggunakan Metoda Geolistrik Tahanan Jenis 2D (Studi Kasus Potensi Tanah Longsor di Panawangan, Ciamis), ITB, Bandung.

7. SINGKATAN

Penggunaan singkatan pada tulisan ini tidak terlalu banyak dan merupakan singkatan yang sudah umum, misalnya 2D (2 dimension). Begitu pula Res2DInv (Resistivity two Dimension inversion) dan Res2DMod (Resistivity two Dimension Modeling)