PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI...
Transcript of PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI...
PENENTUAN PRIORITAS PENANGANAN JALAN DI KECAMATAN MANDONGA KOTA KENDARI
Determination of Handling Priority of Road in Mandonga District of Kendari City
JANY
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008
iv
PRAKATA
Puji sukur kepada Allah SWT. Karena atas berkat dan rahmat-Nya
maka penyusun dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul Penentuan
Prioritas Penanganan Jalan Di Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
Tesis ini merupakan sebagian persyaratan untuk mencapai derajat
Sarjana S-2, pada Program Studi Magister Teknik Perencanaan Prasarana
Program Pasca Sarjana, Universitas Hasanuddin Makassar.
Penyusun mengharapkan agar hasil tesis ini dapat digunakan dan
menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan prioritas
penanganan jaringan jalan di perkotaan.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof.Dr. Ir. H.M.Ramli Rahim,M.Eng sebagai ketua komisi penasihat
dan Prof.Dr-Ing. Herman Parung,M.Eng sebagai anggota komisi
penasihat atas bimbingan dan bantuan yang diberikan pada penulis.
2. Prof.Dr.Ir. Shirly Wunas,DEA, Prof.Dr. Osman Lewangka,SE,MA,
dan Dr.Ir. Ria Wikantari,M.Arch sebagai komisi penguji yang telah
banyak memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
3. Pusat Pembinaan Keahlian dan Teknik Konstruksi (PUSBIKTEK)
Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPK-
SDM) Departemen Pekerjaan Umum, atas kesempatan dan beasiswa
yang diberikan untuk mengikuti pendidikan magister pada Universitas
v
Hasanuddin Makassar.
4. Pemerintah Daerah Kota Kendari, Membawah i Dinas Pekerjaan
Umum Kota Kendari sebagai instansi pengutus .
5. Ayahanda J.Mendila dan Ibunda tercinta almarhum Hj.St.Nurbaya dan
saudara-saudaraku atas motivasi, bantuan dan doanya selama penulis
mengikuti pendidikan serta sahabat karibku Sapar, Yamin, dan
Ramlan.
6. Istri tercinta Andi Rahmawaty dan anak-anakku tersayang Andi Fu'ad,
Andi Far'han, Andi Najwa yang setia mendampingi dan memberikaan
motivasi kepada penulis selama menempuh pendidikan pada Program
Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
Penulis Tidak dapat membalas kebaikan semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tesis ini, semoga Allah SWT
yang dapat membalasnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih perlu
untuk dikembangkan lagi. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati penyusun mengharapkan saran maupun kritik yang
membangun demi penyempurnaan tesis ini, semoga bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan kita semua, Amin.
Makassar, Februari 2008
Penulis,
Jany
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI viii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 4
E. Ruang Lingkup 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA 6
A. Penanganan Jaringan Jalan 6
B. Pembinaan Jalan 10
C. Penentuan Kriteria 13
D. Metode Analisis Multi Kriteria 17
E. Penelitian yang Lalu 29
F. KerangkaPikir 32
x
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1. Standar pelayanan minimum (SPM) jalan 9
2. Proses penilaian kinerja program penanganan jalan 20
3. Matriks perbandingan berpasangan 25
4. Skala penilaian perbandingan berpasangan 27
5. Nilai Indeks Random 28
6. Pembobotan seluruh s takeholder 29
7. Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan
Mandonga 42
8. Panjang jalan berdasarkan peranan jalan dalam
wilayah penelitian 44
9. Kerapatan j alan berdasarkan peranan jalan dalam
wilayah penelitian 44
10. Kondisi permukaan jalan dalam wilayah penelitian 45
11. Matriks perbandingan berpasangan kriteria oleh
stakeholder 1 54
12. Bobot lokal kriteria seluruh stakeholder 57
13. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria
pengembangan wilayah 60
14. Bobot lokal sub kriterie pengembangan wilayah
seluruh stakeholder 62
15. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
nomor halaman
1. Peta wilayah lokasi penelitian 97
2. Gambar jaringan jalan di lokasi penelitian 98
3. Kuesioner 99
4. Analisis hasil kuesioner 117
vi
ABSTRAK
JANY. Penentuan Prioritas Penanganan Jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari (dibimbing oleh Ramli Rahim dan Herman Parung).
Penelitian ini bertujuan (1) Untuk menentukan kriteria -kriteria yang dapat dipertimbangkan dalam usaha penanganan jaringan jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari, (2) Untuk menentukan urutan prioritas dalam usaha penanganan sistem jaringan jalan akibat terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota Kendari.
Metode survei yang dilakukan adalah pembagian kuesioner kepada responden dan wawancara/pengamatan langsung di lokasi penelitian. Pemilihan responden berdasarkan kemampuan/kompetensi dan keterkaitan dalam perencanaan dan pembangunan prasarana transportasi di wilayah penelitian. Data dianalisis dengan menggunakan Metode Proses Hirarki Analitik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria-kriteria yang dapat dipertimbangkan dan sesuai dengan kondisi di wilayah tersebut adalah : pemerataan aksebilitas, pengembangan wilayah, pengembangan sektor ekonomi, aspek biaya, dampak lingkungan dan kerusakan jalan. Ruas jalan Terminal Abeli Dalam merupakan ruas jalan yang diusulkan untuk mendapatkan prioritas utama dalam penanganan jalan di Kecamatan Mandonga. Ruas jalan berikutnya yang mendapat prioritas adalah ruas jalan Konggoasa, ruas jalan Rumah Sakit Jiwa, ruas jalan Imam Bonjol, ruas jalan Tomawa, ruas jalan Oikumene, ruas jalan Pekuburan, ruas jalan Sawerigading.
vii
ABSTRACT JANY. Determination of Handling Priority of road in Mandonga District of Kendari City (supervised by Ramli Rahim and Herman Parung).
This research aimed ( 1) To determine criterions which can be considered in effort for handling of road(street network in Mandonga District Kendari City, ( 2) To determine priority sequence in effort for handling of road(street tissue system as effect of limitted financing ability owned by Local Government of Town Kendari.
Survey method done is division of questionaire to direct responder and wawancara/pengamatan in location of research. Election of responder based on capability,competency and interrelationship in planning and development of transportation infrastructure in research region. Data is analysed by using Metode Proses Hirarki Analitik.
Result of research indicates that criterions which can be considered and as according to condition of in region is : generalization of aksebility, region expansion, economic sector expansion, cost aspect, environmental impact and road(street damage. Terminal Joint Streets Abeli Dalam is joint streets proposed to get main priority in handling of road(street in Mandonga District. The next joint streets getting priority is joint streets Konggoasa, Mental hospital joint streets, joint streets Imam Bonjol, joint streets Tomawa, joint streets Oikumene, joint streets Pekuburan, joint streets Sawerigading.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi merupakan suatu hal yang harus diperhatikan pada
kondisi daerah perkotaan sebagai penyedia akses bagi masyarakat dalam
memenuhi kebutuhannya terhadap barang dan jasa. Selain itu
transportasi juga dibutuhkan masyarakat perkotaan untuk meningkatkan
kehidupan sosial dan ekonominya. Kekurangan sarana dan prasarana
transportasi akan mempengaruhi secara langsung aksesibilitas
masyarakat dalam suatu wilayah.
Jaringan jalan di wilayah perkotaan yang disediakan diharapkan
dapat menjawab tantangan pembangunan dan perkembangan ekonomi di
wilayah perkotaan di masa mendatang, sejalan dengan diterapkannya
otonomi daerah yang juga dapat berimbas pada tuntutan peningkatan
peran dan fungsi jaringan jalan di daerah-daerah.
Rendahnya tingkat aksesibilitias sering dianggap sebagai salah
satu masalah pembangunan yang hanya dapat diselesaikan melalui
pembangunan jalan. Pembangunan dan perbaikan jaringan jalan ini
diharapkan mempengaruhi pelayanan transportasi dan adanya
peningkatan aksesibilitas.
2
Implikasi dari adanya UU Otonomi Daerah maka kewenangan
beralih ke daerah khususnya ke Kabupaten/Kota. Hal ini karena sejalan
dengan tujuan desentralisasi pemerintahan di Kabupaten/Kota diberi
wewenang untuk mengatur wilayah sendiri. Dengan demikian daerah
otonom dapat memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar
aspirasi masyarakat.
Berbagai perubahan mendasar dalam pola pemerintahan dengan
ditetapkannya UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah harus
ditanggapi oleh Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
sebagai sebuah tantangan. Sejumlah isu mendasar dengan berlakunya
otonomi daerah harus diperhatikan dalam merencanakan sistem
transportasi wilayah di masa mendatang, setidaknya pola perencanaan
harus lebih memperhatikan adanya aspirasi daerah. Penyediaan sistem
jaringan transportasi yang berorientasi pada perkembangan wilayah
(development oriented) harus diimbangi dengan adanya konsep
pemerataan aksebilitas (equity ).
Beberapa permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan
tuntutan pembangunan/peningkatan jalan di wilayah Kecamatan
Mandonga, antara lain adanya keterbatasan dalam hal pendanaan yang
mampu disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam usaha penanganan
sistem jaringan jalan yang telah ada. Dimana jalan itu menghubungkan
permukiman dengan pusat-pusat pelayanan masyarakat atau ke seluruh
3
wilayah Kecamatan Mandonga. Selain hal tersebut, umumnya pemerintah
dalam melaksanakana proyek penanganan jalan hanya berdasarkan satu
kriteria saja, misalnya kondisi kerusakan jalan. Dengan berdasar satu
kriteria saja, maka ruas jalan yang memiliki kondisi paling parah adalah
menjadi prioritas utama tanpa mempertimbangkan apakah ruas jalan
tersebut memiliki peranan lain bagi masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka seharusnya perlu diadakan skala
prioritas berdasarkan beberapa kriteria dalam penanganan sistem jaringan
transportasi sehingga dapat memberikan hasil yang lebih baik pada
masyarakat di Kecamatan Mandonga. Perencanaan penanganan jalan
yang berdasarkan skala prioritas diperlukan agar perencanaan yang
dihasilkan efisien dan efektif. Selain itu, seharusnya dalam perencanaan
penanganan jalan didasarkan pada beberapa kriteria-kriteria yang
memberikan manfaat secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini
bertujuan agar program pemerintah dalam penanganan jaringan jalan
dapat mengakomodasi berbagai kriteria dalam penanganan jalan yang
berasal dari berbagai macam stakeholder, sehingga diharapkan
penanganan jaringan jalan akan memberikan manfaat yang optimal
terhadap pengembangan wilayah dan peningkatan taraf sosial ekonomi
masyarakat yang mendiami wilayah tersebut.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang menentukan, maka
beberapa rumusan masalah yang akan dikaji antara lain :
1. Kriteria-kriteria apakah yang dapat dijadikan penentu dalam usaha
penanganan jaringan jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari ?
2. Bagaimanakah urutan prioritas penanganan jalan di Kecamatan
Mandonga Kota Kendari ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengidentifikasi kriteria -kriteria yang menetukan dalam usaha
penanganan jaringan jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
2. Untuk menentukan urutan prioritas dalam usaha penanganan sistem
jaringan akibat terbatasnya kemampuan pendanaan yang dimiliki
Pemerintah Daerah Kota Kendari.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai informasi bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun usulan
program penanganan jalan.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Kendari dalam
perencanaan prasarana di wilayah tersebut.
5
E. Lingkup Penelitian
Adapun usaha untuk memperoleh urutan prioritas dalam
penanganan sistem jaringan jalan dengan memperhatikan aspek
pendanaan yang terbatas, maka digunakan Analisis Multi Kriteria (AMK)
yang dapat mengakomodasi beberapa kriteria penilaian yang berbeda
yang berdasarkan penilaian stakeholder yang terkait di bidang
perencanaan transportasi. Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk
memperoleh urutan prioritas penanganan sistem jaringan jalan.
Dalam penelitian ini kriteria dalam menentukan prioritas
penanganan sistem jaringan jalan yang ditetapkan adalah merupakan
pendekatan/terjemahan dari tujuan penyelanggaraan jaringan jalan, yaitu
Undang-undang No. 14 Tahun 1992, Rencana Umum Tata Ruang
Kecamatan di wilayah studi dan tujuan dari penanganan jalan yang
dikeluarkan oleh Direktorat Bina Marga.
Sedangkan ruas jalan yang ditinjau adalah ruas jalan yang
menghubungkan dengan jalan nasional (jalan Kolektor) yang berada di
wilayah studi yaitu Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penanganan Jaringan Jalan
Tujuan penanganan jaringan jalan adalah untuk menjaga kinerja
jalan sehingga fungsinya dalam sistem infrastruktur jalan (jaringan jalan)
dapat berjalan dengan baik. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa tujuan
penanganan jaringan jalan adalah untuk menjaga kondisi fisik dan
operasional dari jaringan jalan agar tetap dalam kondisi baik sehingga
dapat dioperasikan atau memberi pelayanan sebagaimana mestinya.
1. Kemantapan Jalan
Departeman Kimpraswil memiliki definisi mengenai tujuan
penanganan jalan yakni 100% jalan mantap. Tingkat kemantapan jalan
ditentukan oleh dua kriteria, yaitu :
a. Kemantapan konstruksi jalan
1). Jalan mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi konstruksi
yang untuk penanganannya hanya membutuhkan pemeliharaan
rutin dan bertujuan tidak untuk menambah nilai rutin atau
maksimum struktur konstruksi yang ada.
2). Jalan tak mantap konstruksi adalah jalan dengan kondisi yang
untuk penanganan minimumnya adalah pemeliharaan berkala dan
7
maksimum peningkatan jalan dengan tujuan untuk menambah
nilai struktur konstruksi.
3). Kemantapan layanan lalu lintas
Mantap layanan adalah jalan dengan kondisi lalu lintas yang
penanganannya tidak diperlukan penambahan lebar jalan.
Tak mantap layanan adalah jalan dengan kondisi lalu lintas yang
penanganannya diperlukan penambahan lebar jalan.
Berdasarkan kondisi jaringan yang ada saat ini, maka jenis kegiatan
penanganan jaringan jalan dapat dikelompokkan kedalam kegiatan
pemeliharaan dan pembangunan.
Kegiatan pemeliharaan adalah seluruh pekerjaan yang ditujukan agar
jalan dapat memberikan pelayanan sesuai yang direncanakan. Pekerjaan
yang termasuk dalam kegiatan pemeliharaan ini adalah pekerjaan
pemeliharaan dan pekerjaan perkuatan struktur.
Pekerjaan pemeliharaan yaitu pekerjaan yang harus dilaksanakan
terus menerus (sepanjang tahun) untuk mengatasi kerusakan jalan yang
bersifat minor dan memerlukan penanganan segera, seperti penambalan
lubang, penutupan retak-retak, dan pembersihan saluran.
Pekerjan pemeliharaan terdiri atas pemeliharaan rutin dan berkala.
Pemeliharaan rutin adalah pemeliharaan yang diberikan hanya pada
lapis permukaan berupa perbaikan ringan yang bersifat reaktif dan pada
ruang milik jalan (rumija) seperti bahu jalan, selokan samping untuk
meningkatkan kualitas berkendaraan tanpa meningkatkan kekuatan
8
struktur dan dilakukan menerus sepanjang tahun. Pemeliharaan rutin
umumnya dilakukan pada kondisi baik. Pemeliharaan berkala adalah
pemeliharaan yang dilakukan terhadap jalan pada waktu -waktu tertentu
(tidak menerus sepanjang tahun) dan sifatnya meningkatkan kemampuan
struktur jalan. Pemeliharaan berkala dapat berupa tindakan pencegahan
(preventif), pelapisan ulang permukaan (resurfacing) dan rekonstruksi
perkerasan.
Pekerjaan perkuatan struktur perkerasan yaitu pekerjaan yang apabila
pekerjaan pemeliharaan berkala terlambat dilaksanakan sehingga
kerusakan jalan yang terjadi telah mempengaruhi pondasi. Melalui
pekerjaan ini kinerja jalan akan dikembalikan seperti kondisi awal pada
saat dibangun.
Kegiatan pembangunan meliputi pekerjaan peningkatan jalan dan
pembangunan jalan baru. Pekerjaan peningkatan adalah pekerjaan yang
ditujukan untuk menambah kemampuan struktur jalan ke Muatan Sumbu
Tunggal (MST) yang lebih tinggi atau menambah kapasitas jalan.
Pekerjaan pembangunan jalan baru adalah membangun jalan baru berupa
jalan tanah, jalan perkerasan, atau jalan beraspal.
2. Standar Pelayanan Minimum Jasa (SPM)
Dalam usaha menjamin tersedianya pelayanan publik bagi masyarakat,
maka dalam PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Pemerintah Daerah sebagai Daerah Otonom, pada Pasal 3
butir 3 disebutkan bahwa ”daerah wajib melaksanakan palayanan
9
minimal”. Dalam hal ini standar pelayanan minimal merupakan
kewenangan dari Pemerintah Pusat (Pasal 2 ayat (4) butir b). Departemen
Kimpraswil telah mengeluarkan Draft Standar Pelayanan Minimum (SPM)
bidang jalan seperti pada tabel 1.
Tabel 1. Standar pelayanan minimum (SPM) jalan (Dep. Kimpraswil)
Kepadatan penduduk (Jiwa/km2
)
Indek aksesibilitas (km/km2)
Aspek aksesibilitas
Sangat tinggi > 5000
Tinggi > 1000
Sedang > 500
Rendah > 100
Sangat rendah < 100
> 5
> 1,5
> 0,5
> 0,15
> 0,05
Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001 3. Akomodasi Terhadap Pengembangan Wilayah
Penetapan kebutuhan pembangunan dan pengembangan jaringan
jalan tidak hanya didasarkan pada kebutuhan untuk mencapai 10% jalan
mantap ataupun SPM jalan, namun juga terkait dengan kebutuhan jalan
bagi pengembangan wilayah, dukungan bagi sektor dan kawasan
andalan, prediksi kebutuhan lalu lintas di masa datang.
10
B. Pembinaan Jalan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006,
wewenang pembinaan jalan dikelompokkan menurut tingkatan sebagai
berikut :
1. Jalan Nasional
2. Jalan Propinsi
3. Jalan Kabupaten atau Kota
1. Jalan Nasional
Jalan Nasional adalah jalan yang wewenang pembinaannya ada
pada menteri. Penetapan suatu ruas jalan sebagai jalan nasional
dilakukan dengan keputusan menteri. Yang termasuk jalan nasional
adalah :
a. Jalan arteri primer, yaitu jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang
kesatu dengan kota jenjang kedua
b. Jalan Kolektor Primer, yaitu jalan yang menghubungkan antar ibukota
propinsi
c . Jalan selain daripada yang termasuk huruf a dan huruf b, yang
mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional.
2. Jalan Propinsi
Jalan Propinsi yang diatur pada pasal 58 Peraturan Pemerintah No.
34 Tahun 2006 wewenang pembinaannya pada pemerintah propinsi.
11
Penetapan stasus jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan
Keputusan Menteri Dalam Negeri atas usul Pemerintah Daerah Tingkat I
yang bersangkutan dengan memperhatikan pendapat menteri. Yang
termasuk kelompok jalan propinsi adalah :
a. Jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota propinsi dengan
ibukota kabupaten atau kota
b. Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten
atau kota.
Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota kabupaten atau
kota.
3. Jalan Kabupaten atau Kota
Jalan Kabupaten atau Kota pembinaannya pada pemerintah
kabupaten atau kota. Penetapan status jalan sebagai jalan kabupaten
atau kota dilakukan dengan keputusan Gubernur atas usul Pemerintah
Kabupaten atau Kota yang bersangkutan dengan memperhatikan
pendapat Gubernur. Yang termasuk kelompok jalan kabupaten atau kota
adalah jalan selain yang disebutkan pada jalan nasional dan jalan
propinsi.
Menurut Abubakar, et al dalam buku ”Sistem Transportasi” yang
diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan (1998), bahwa untuk
menciptakan suatu sistem transportasi yang andal dalam suatu kota
adalah dengan menetapkan suatu hirarki jalan yang melayani suliuruh
wilayah. Pembagian hirarki jalan didasarka pada :
12
a. Kebutuhan transportasi
b. Pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan
c . Karakteristik moda
d. Perkembangan teknologi kendaraan
e. Muatan sumbu terberat kendaraan
f. Konstruksi jalan.
Penentuan hirarki jalan berkaitan pula dengan beberapa variabel sebagai
berikut :
1. Volume lalu lintas, biasanya bervariasi berdasarkan total volume dua
arah, satu arah, volume waktu puncak dan proporsi relatif kendaraan.
2. Kecepatan rencana adalah kecepatan kontinu terbesar dari
kendaraan yang melakukan perjalanan di jalan dengan sama jika tidak
terdapat lalu lintas lainnya. Tipikal kecepatan adalah sebagai berikut :
a. Jalan lokal : 20 – 40 km/jam
b. Jalan kolektor : 50 – 60 km/jam
c. Jalan arteri : 60 – 80 km/jam
3. Akses, merupakan salah satu pertimbangan pula dalam penentuan
hirarki jalan, jumlah akses yang diizinkan untuk suatu jalan ditentukan
berdasarkan kelas jalan. Jika yang lebih dipentingkan adalah volume lalu
lintas tinggi maka akses harus dibatasi, jika akses yang lebih dipentingkan
maka volume lalu lintas dan kecepatan dibatasi.
Contoh hirarki jalan pada wilayah perkotaan dapat dilihat pada
gambar 2.1. Pada gambar tersebut nampak bahwa jalan lokal (c)
13
disalurkan kejalan arteri (a) melalui jalan kolektor (b). Secara teoritis, lalu
lintas dan jalan lokal sebaiknya tidak langsung masuk ke jalan arteri. Hal
ini juga dimaksudkan untuk mengurangi akses yang menuju jalan arteri.
Namun pada prakteknya di Indonesia, jalan-jalan lokal umumnya
mempunyai akses langsung ke jalan arteri sehingga fungsi hirarki jalan
tidak sebagaimana mestinya.
Gambar 1.2. Hirarki jaringan jalan (Abubakar et al,1998)
Keterangan : A = Jalan Arteri B = Jaln Kolektor C = Jalan Lokal
C. Penentuan Kriteria
Idealnya penilaian suatu rencana penanganan jaringan jalan di
suatu wilayah tidak hanya ditetapkan dari nilai kelayakan ekonomi saja.
Diperlukan kriteria lain yang lebih komprehensif untuk mengkaji
usulan/rencana penanganan jaringan jalan dalam rangka pembangunan
wilayah. Dengan banyaknya kriteria (multi kriteria) pertimbangan, maka
diharapkan keputusan yang dihasilkan mampu mencakup seluruh aspek
14
dari sistem transportasi yang bersifat multi-demensional. Selain itu,
keputusan yang diambil harus mampu menghasilkan kompromi, dimana
kehendak (aspirasi) daerah kabupaten/kota yang dipadukan dengan
konsep pembangunan jaringan transportasi.
Berdasarkan hal tersebut maka kriteria penanganan jaringan jalan
tidak dapat dipisahkan dari konsep penyelenggaraan jaringan jalan, yaitu
Undang-undang No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, Pasal 3 disebutkan bahwa :
Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk
mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu
memadukan moda transportasi lainnya menjangkau seluruh
pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan,
pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak dan
penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau
oleh daya beli masyarakat.
Dalam Pasal tersebut, kalimat ”....menjangkau seluruh pelosok
wilayah daratan....” dapat diasumsikan sebagai pemerataan aksesibilitas
di wilayah Kota Kendari khususnya di Kecamatan Mandonga. Kata
”efisien” dan ”....biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat” dapat
diasumsikan sebagai adanya harapan bahwa aspek biaya (biaya
penanganan) merupakan bagian yang harus dipertimbangkan dalam
tujuan penyelenggaraan penanganan jaringan jalan.
15
Selain itu harapan Pemerintah Daerah tentang pembangunan
infrastruktur dapat dilihat pada Rencana Umum Tata Ruang Kota Kendari :
Pembangunan sistem transportasi di Kota Kendari diharapkan
mampu melayani ke seluruh satuan pemukiman dan menjangkau
hingga pada lahan pertanian yang dimaksudkan untuk
memudahkan akses dalam pengangkutan hasil produksi dan
pergerakan arus penumpang.
Kalimat ”....diharapkan mampu melayani ke seluruh satuan
pemukiman dan menjangkau hingga pada lahan pertanian....” dapat
diasumsikan sebagai adanya keinginan Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat berupa peningkatan
aksesibilitas di wilayahnya. Hal ini juga dapat diasumsikan bahwa kriteria
pemerataan aksesibilitas sebaiknya dipertimbangkan dalam penanganan
jalan di wilayah penelitian.
Selain hal tersebut di atas, aspirasi daerah yang merujuk pada
Revisi Rencana Umum Tata Ruang Kota Kendari disebutkan bahwa
dalam upaya mencapai sasaran terciptanya tata ruang wilayah kecamatan
yang baik, maka perlu dilakukan berbagai pendekatan. Adapun
pendekatan tersebut antara lain pertumbuhan ekonomi dan berorientasi
lingkungan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka rencana penanganan
jaringan jalan sebaiknya diseleraskan dengan sasaran yang ingin dicapai
oleh Pemerintah Kota Kendari dalam penataan ruang wilayah. Dengan
16
demikian, rencana penanganan jaringan jalan juga mengakomodasi
pendekatan dalam mencapai terciptanya tataruang yang baik, yaitu
pertumbuhan ekonomi dan berorientasi lingkungan. Hal ini dapat
diasumsikan bahwa dalam rencana penanganan jaringan jalan aspek
ekonomi dan aspek dampak lingkungan merupakan salah satu kriteria
yang perlu dipertimbangkan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam penanganan jaringan
jalan yaitu tujuan kegiatan penanganan jaringan jalan itu sendiri. Adapun
tujuan penanganan jaringan jalan antara lain untuk mencapai
kondisi/keadaan jalan 100% mantap, untuk mencapai SPM dan
akomodasi/penyesuaian terhadap pengembangan wilayah. Dengan
demikian maka dalam upaya penanganan sistem jaringan jalan perlu
dipertimbangkan kriteria akomodasi terhadap pengembangan wilayah dan
kriteria yang menggambarkan kondisi/keadaan jaringan jalan yang akan
ditinjau.
Berdasarkan konsep di atas, maka beberapa kriteria diasumsikan
memiliki pengaruh dalam kegiatan penanganan sistem jaringan jalan di
Kecamatan Mandonga Kota Kendari. Dengan demikian usulan kriteria
yang digunakan dalam kegiatan penanganan jaringan jalan di wilayah
penelitian, yaitu :
a. Kriteria pemerataan aksesibilitas
b. Kriteria pengembangan wilayah
c . Kriteria pengembangan sektor ekonomi
17
d. Kriteria aspek biaya
e. Kriteria dampak lingkungan
f. Kriteria kerusakan jalan
D. Metode Analisis Multi Kriteria
Menurut Tamin (2002), dalam Konsep Pengembangan Sistem
Transportasi Wilayah di Era Otonomi Daerah, ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1. Partisipatif. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka
bagaimana pun juga aspirasi/keinginan dari kabupaten/kota harus
dipertimbangkan.
2. Bertahap. Sesuai dengan kemampuan pendanaan yang ada. Untuk itu,
pelaksanaan pembangunan harus dilakukan secara bertahap sesuai
dengan prioritas.
Butir (1) mengim plikasikan bahwa dalam program pengembangan
sistem jaringan transportasi, sekarang ini perlu adanya perubahan
strategi setidaknya untuk menyikapi desentralisasi di era otonomi daerah.
Butir (2) mengimplikasikan perlunya dikembangkan suatu alat bantu
pengambilan keputusan yang mampu menyusun usulah program
pengembangan sistem jaringan transportasi sesuai dengan prioritas yang
sudah menjadi kesepakatan bersama yang telah dicapai pada butir (1).
Untuk menyusun daftar prioritas tersebut, dibutuhkan adanya
sejumlah kriteria yang mampu menyeleksi usulah yang ada secara fair
18
dan telah memperhatikan keinginan semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Salah satu pendekatan perencanaan yang memungkinkan
diakomodasikannya sejumlah kepentingan dan sejumlah kriteria dalam
proses pengambilan keputusan adalah Analisis Multi Kriteria (AMK).
Wibawa (1994), menyatakan bahwa perencanaan prioritas adalah
pemilihan alternatif rancangan kebijakan yang memiliki nilai paling penting
yang ditinjau dari beberapa aspek, diseleksi dari beberapa alternatif yang
ada.Beberapa aspek yang mempengaruhi dalam menentukan prioritas
adalah tingkat kepentingan, birokrasi pemerintah, nilai pribadi dan
besarnya nilai kebijakan.
Menurut Tamin (2002) Analisis Multi Kriteria merupakan alternatif
teknik yang mampu menggabungkan sejumlah kriteria dengan besaran
yang berbeda (multi variable) dan dalam persepsi pihak yang terkait yang
bermacam-macam (multi facet).
Penilaian ini diberikan oleh beberapa pakar (expert) yang memiliki
pengetahuan dan pengalaman dalam perencanaan dan dianggap mampu
memberikan penilaian secara objektif. Adapun proses Analisis Multi
Kriteria dalam menentukan prioritas penanganan jalan dapat diihat pada
gambar 2.
Adapun perbandingan bobot relative (relative weighting) antar
kriteria dihasilkan dari survey wawancara kepada wakil dari instansi-
instansi terkait dengan perencanaan wilayah dan sistem transportasi di
19
tingkat propinsi dan kabupaten/kota yang ada. Secara sederhana proses
penilaian tersebut disampaikan pada tabel 2.
Gambar 2.2. Proses analisis multi kriteria dalam menentukan prioritas penanganan jalan (Tamin, 2002)
Alternatif usulan pengembangan diperoleh dari hasil survei ke
daerah, yang kemudian dengan model transportasi akan diperkirakan
kinerjanya sepanjang waktu tinjauan. Tampilan kerja tersebut akan dinilai
oleh para pakar (expert judgement) terhadap kriteria pengembangan yang
disarikan dari konsep pengembangan jaringan jalan, seperti dari
Sistranas, RT/RW dan kebijakan lainnya. Kriteria pengembangan
dipersepsikan kepada para pengambil keputusan di daerah untuk
menghasilkan bobot relatif tingkat kepetingan antar kriteria. Melalui proses
AMK akan diperoleh perangkingan antar prioritas sesuai dengan
Aspirasi/Rencana Daerah
Alternatif Usulan Penanganan
Jalan
Model (Transportasi, Ekonomi, Sosial, dll)
Indikator Kinerja Usulan Penanganan
Penilaian Ahli (Expert Judgement)
Penilaian Kinerja Rencana Penanganan
Konsep Penanganan
Jaringan Jalan
Kriteria2 Penanganan
Jaringan Jalan
Bobot Antar Kriteria
Penanganan Jaringan
Analisis Multi Kriteria (AMK)
Persepsi Pihak Terkait Hasil Analisis :
Ranking/Prioritas Penanganan
20
kemampuannya dalam memenuhi tingkat kepentingan kriteria yang
dikembangkan (Tamin, 2002).
Tabel 2. Proses penilaian kinerja program penanganan jalan (Tamin, 2002)
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 ........ Kriteria n Kriteria
Alternatif 1 2 3 ....... n
Alternatif 1 1 a11 a12 a13 ....... a1n
Alternatif 2 2 a21 a22 a23 ....... a2n
Alternatif 3 3 a31 a32 a33 ....... a3n
............. ....... ....... ....... ....... ....... .......
Alternatif n 6 an1 an2 an3 ....... ann
Dimana : a ..... g = Kriteria 1 ..... n = Alternatif aij = Nilai Alternatif i Terhadap Kriteria j
Analisis Multi Kriteria merupakan metode yang dikembangkan dan
digunakan dalam masalah pengambilan keputusan dan dimaksudkan
untuk bisa mengakomodasi aspek-aspek diluar kriteria ekonomi dan
finansial serta juga bisa mengikut sertakan berbagai pihak yang terkait
dengan suatu proyek secara komprehensive dan scientific.
Ada dua jenis pengembangan Analisis Multi Kriteria, yaitu :
1. Bersifat desktiptif. Evaluasi digunakan untuk memilih alternatif terbaik
(atau urutannya) dari pilihan yang ada.
21
2. Berdasarkan fungsi-fungsi matematik dengan pilihan yang bisa tidak
terbatas dengan tujuan untuk mencari solusi optimum dari suatu
persoalan.
Adapun alasan digunakannya Analisis Multi Kriteria dalam
menentukan priorotas penanganan jalan di lingkup wilayah kabupaten
antara lain dikemukakan oleh Sarkar (2004) dalam Lessons Learned from
Rural Transport in India mengemukkan bahwa penelitian-penelitian yang
mempunyai hubungan dengan perencanaan jaringan jalan rural antara
lain adalah dengan pendekatan berdasarkan multi kriteria.
Selain itu, berdasarkan jawaban yang dikemukakan oleh Ofyar
Tamin lewat e -mail atas pertanyaan Armanto tentang Analisis Multi Kriteria
dalam perencanaan jalan di lingkup wilayah kabupaten/kota :
Metode ini dapat diterapkan pada tingkat mana saja. Ini merupakan
salah satu kelebihan dari metode ini di era otonomi daerah dimana
penilaian dilihat hanya beberapa kriteria dan itupun setiap kriteria
akan dinilai oleh berbagai stakeholder yang mungkin mempunyai
penilaian yang berbeda untuk setiap kriteria yang sama.
Penjelasan dengan Analisis Multi Kriteria ini dapat dikaji dengan
menggunakan Metode Proses Hirarki Analitik (Analitical Hiera rchy Process
– AHP) yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (Marimin, 2004).
Langkah-langkah dalam penggunaan metode AHP yang
dikemukakan Saaty (1991), adalah sebagai berikut :
1. Definisikan persoalan dan rinci pemecahan yang diinginkan.
22
2. Bentuk struktur hirarki dari sudut pandang manajerial menyeluruh dari
tingkat pucak sampai tingkat bawah.
3. Buatlah sebuah matriks perbandingan berpasangan untuk kontribusi
atau pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang
berpengaruh yang berada setingkat di atasnya.
4. Setelah mengumpulkan semua data perbandingan berpasangan dan
memasukkan nilai-nilai kebalikannya beserta entri bilangan 1
sepanjang diagonal utamanya, kemudian dicari prioritas dan uji
konsistensinya.
5. Laksanakan langkah 3 dan 4 untuk semua tingkat dan gugusan dalam
hirarki tersebut.
6. Hitung vektor prioritas dari masing-masing kriteria dengan
menggunakan komposisi secara hirarki.
7. Periksa konsistensi dari seluruh hirarki.
1. Spesifikasi Kriteria dan Sub Kriteria Perencanaan
Pengembangan kriteria perencanaan jaringan jalan secara
komprehensif tidak dapat dilepaskan dari tujuan penyelenggaraan jaringan
jalan itu sendiri. Dalam hal ini terdapat 2 dasar konseptual yang dijadikan
acuan dalam penanganan kriteria perencanaan, yaitu peraturan terkait
dengan konsepsi penyelenggaraan jaringan jalan dan parameter kinerja
dalam penyelenggaraan jaringan tersebut. Adapun peraturan yang terkait
dengan penyelenggaraan jaringan jalan adalah UU No. 34 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, parameter kinerja
23
suatu jaringan jalan dilakukan dengan melibatkan faktor-faktor yang terkait
dan saling mempengaruhi dengan sistem penyelenggaraan jaringan jalan.
Variabel kriteria (sub kriteria) merupakan suatu representasi dari
penanganan jalan yang dikembangkan pada wilayah penelitian. Variabel
inilah yang akan menentukan tingkat kinerja suatu rencana atau usulan
penanganan jalan.
Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh variabel kriteria
antara lain :
a. Variabel yang dipakai idealnya mampu mewakili karakteristik/jalan
yang penting sebagai gambaran yang layak mengenai tingkat
kepentingan dari usulan penanganan jalan.
b. Variabel yang digunakan untuk menilai kinerja jaringan jalan sebaiknya
berupa variabel kuantitatif, sehingga objektifitas penilaian variabel
dapat dipertahankan.
c . Data variabel mudah dikumpulkan dan selalu dapat diperbaharui setiap
tahunnya, sehingga dapat dengan mudah direpliksikan untuk
keperluan, waktu dan lokasi yan berbeda.
Kriteria penanganan jaringan jalan dapat dispesifikasikan dari
sasaran penanganan jalan. Dalam sasaran tersebut dapat dikembangkan
sejumlah kriteria yang berkenaan dengan penanganan jalan di lokasi yang
ditinjau. Pada tabel 3 disampaikan proses spesifikasi variabel kriteria yang
dapat dipakai sebagai tingkat kepentingan dari suatu ruas jalan yang
diusulkan untuk dibangun atau ditangani.
24
Variabel kriteria tersebut untuk selanjutnya dipakai untuk
membentuk matriks kinerja yang akan digunakan dalam menilai kelayakan
atau urgensi dari rencana penanganan jalan yang diusulkan.
2. Pembobotan Kriteria
Dalam penentuan bobot kriteria, dapat dilakukan cara-cara sebagai
berikut :
a. Analisis preferensi (preference analysis ), yaitu penilaian diberikan
langsung oleh juri yang ditunjuk.
b. Analisis sifat (behavioral analysis), yaitu penilaian didasarkan kepada
pengamatan atas fenomena yang terjadi.
c . Penilaian langsung (direct system), yaitu bobot yang digunakan
mewakili aspek yang bisa diukur.
Dalam penelitian ini penentuan bobot kriteria yang digunakan
adalah berdasarkan analisis preferensi dan penilaian langsung. Selain itu,
penentuan nilai utilitas (bobot) didasarkan pada skala pengukuran binary,
yaitu penilaian berdasarkan nilai 0 (nol) dan 1 (satu). Hal ini dilakukan
pada penilaian untuk data kualitatif (Arsyad, 2002). Sedangkan untuk data
kuantitatif penilaian dengan metode direct atau langsung (Mirimin, 2004),
yaitu pemberian penilaian berdasarkan jumlah tertentu dari variabel yang
ditinjau. Analisis Multi Kriteria dengan modal AHP dilakukan dengan
menggunakan matriks (tabel 4). Pada tahap awal dibuat matriks
perbandingan berpasangan, dimana elemen-elemen yang digunakan
untuk menyusun matriks tersebut diperoleh melalui analisis hasil survei
wawancara.
25
Berdasarkan kriteria tertentu, maka perlu ditentukan tingkat
kepentingannya dengan menggunakan prinsip kerja AHP, yaitu
perbandingan berpasangan (pairwise comparison) sehingga tingkat
kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dapat
dinyatakan dengan jelas (Marimin, 2004). ) suatu kriteria relatif terhadap
kriteria lain dapat dinyatakan dengan jelas (Marimin, 2004).
Matriks perbandingan berpasangan pada tabel 4 diolah dengan
perhitungan pada tiap baris matriks dengan menggunakan persamaan :
Wi = n (a i1 x a i2 x a i3 x …… ai j) (II.1)
Tabel 3. Matriks perbandingan berpasangan (Tamin, 2002)
Kriteria 1 Kriteria 2 Kriteria 3 ........ Kriteria n Jumlah 1 2 3 ....... n n
Kriteria 1 1 a11 a12 a13 ....... a1n ? a1
Kriteria 2 2 a21 a22 a23 ....... a2n ? a2
Kriteria 3 3 a31 a32 a33 ....... a3n ? a3
............. ....... ....... ....... ....... ....... ....... .......
Kriteria n 6 an1 an2 an3 ....... 1 ? a.
Dimana : aij = Bobot Relatif antara Kriteria i Terhadap Kriteria j
Nilai bobot antar kriteria (ai j) diskalakan dengan nilai antara 1
sampai tingkat 9 dimana masing-masing angka akan memberikan tingkat
relatifitas kepentingan seperti diperlihatkan pada tabel 5.
Selanjutnya perhitungan dilanjutkan dengan memasukkan nilai Wi
pada matriks hasil persamaan tersebut ke persamaan berikut :
26
Xi = (Wi / ? Wi) (II.2)
Nilai Xi tersebut kemudian digunakan untuk membuat matriks
berukuran n x 1, dimana n merupakan banyaknya elemen i. Matrisk yang
diperoleh tersebut merupakan eigenvector.
Setelah eigenvector diperoleh, langkah selanjutnya adalah
menghitung eigenvalue masimum (?maks) yang diperoleh melalui
persamaan :
? maks = ? aij . Xi (II.3)
Dalam penelitian ini hanya menggunakan intensitas kepentingan
antara lain 1, 3, 5, 7 dan 9. Sedangkan untuk intensitas kepentingan 2, 4,
6 dan 8 tidak digunakan. Hal ini dimaksudkan agar intensitas kepentingan
yang diperoleh adalah memiliki arti absolut. Selain itu, untuk lebih
memudahkan stakeholder dalam memberikan penilaian atau pembobotan
kriteria.
3. Penghitungan Konsistensi
Dalam model AHP, matriks perbandingan berpasangan dapat
diterima jika nilai rasio konsistensi (CR) ? 0,1. Nilai CR diperoleh melalui
persamaan :
27
Tabel 4. Skala penilaian perbandingan pasangan (Saaty, 1993)
Intensitas kepentingan
Keterangan Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
5 Satu elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penagasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.
Kebalikan Jika aktivitas i mendapat satu angka intensitas kepentingan di atas dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan dibanding dengan i.
CR = CI / RI (II.4)
Dimana :
CI = (?maks – n) / (n – 1) (II.5)
(?maks) = Eigenvalue maksimum
n = Ukuran matriks
Random Index (RI) adalah nilai indeks random yang diperoleh
berdasarkan tabel 5.
28
4. Pembobotan Kriteria Total Stakeholder
Setelah semua pembobotan kriteria dari masing-masing
stakeholder diperoleh, maka perhitungan dilanjutkan dengan
menjumlahkan tiap kriteria pada masing-masing stakeholder.
Tabel 5. Nilai indeks random (Saaty, 1993)
Ukuran Matriks
Indeks random (inkonsistensi)
Ukuran matriks Indeks random
(inkonsistensi)
1,2 0,00 9 1,45
3 0,58 10 1,49
4 0,90 11 1,51
5 1,12 12 1,48
6 1,24 13 1,56
7 1,32 14 1,57
8 1,41 15 1,59
Nilai rata-rata dari masing-masing stakeholder ini kemudian dipakai
sebagai bobot kriteria. Hal ini ditunjukkan pada tabel 6.
29
Tabel 6. Pembobotan seluruh stakeholder s
Stakeholder1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
..........
Stakeholder n
Rata-rata
Kriteria 1 ..........
Kriteria 2 ..........
Kriteria 2 ..........
........... ........... ........... ........... .......... ........... ...........
Kriteria n ..........
E. Penelitian Yang Lalu
Penelitian yang telah menggunakan Analisis Multi Kriteria untuk
menentukan prioritas pada pengembangan dan penanganan proyek-
proyek jalan antara lain :
Penelitian Rosilawati (2007) dengan judul : Kajian prioritas
perbaikan jalan di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa .
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi yang mendasari prioritas
perbaikan jaringan jalan di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa
dan untuk menentukan urutan prioritas perbaikan jaringan jalan di
Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. Adapun perbedaan antara
penelitian yang kami lakukan dengan penelitian Rosilawati adalah
perbedaan pada lokasi penelitian, perbedaan pada sebagian kriteria yang
digunakan, perbedaan pada stakeholder sedangkan persamaannya
adalah menggunakan AHP dalam analisis.
30
Penelitian yang dilakukan oleh Sihalolo (2004), yaitu Strategi dan
Prioritas Pengembangan Prasarana Jalan dalam Rangka Mendukung
KAPET Seram. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi dalam
usaha pengembangan prasarana jalan di Pulau Seram yang diharapkan
dapat mendukung KAPET Seram. Selain hal tersebut, penelitian ini juga
menghasilkan urutan prioritas dalam penanganan prasarana jalan yang
sebaiknya diterapkan di Pulau Seram. Adapun perbedaan antara
penelitian yang kami lakukan dengan adalah perbedaan pada tujuan
penelitian, perbedaan pada lokasi penelitian, perbedaan pada sebagian
kriteria yang digunakan, perbedaan pada stakeholder, sedangkan
persamaannnya adalah menggunakan AHP dalam analisis.
Penelitian lain adalah dilakukan oleh Pangaribuan (2004), yaitu
Analisis Kebijakan Penanganan Jalan dengan Metode Multi Kriteria (Studi
Kasus Jalan Nasional Propinsi Maluku). Penelitian ini mengemukakan
tentang faktor-faktor yang menjadi prioritas pertimbangan dan penentuan
urutan prioritas dalam penanganan jalan nasional di Propinsi Maluku.
Sedangkan pada penelitian ini, hanya membahas faktor-faktor yang dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kriteria pertimbangan
penanganan jalan dalam ruang lingkup jalan yang ditangani oleh
Pemerintah Daerah tingkat kabupaten/Kota tanpa membahas jalan yang
dikelola oleh propinsi ataupun nasional.
Selain penelitian di atas, penelitian lain yang memiliki beberapa
kesamaan terutama penerapan metode pendekatan Analisis Multi Kriteria
31
(AMK) dalam perencanaan sistem jaringan jalan adalah Konsep
Pengembangan Sistem Transportasi Wilayah di Era Otonomi Daerah yang
dilakukan oleh Tamin (2002). Dalam penelitian yang mengambil lokasi di
Jawa Barat ini menghasilkan rekomendasi berupa urutan prioritas
pengembangan jaringan jalan berupa pemeliharaan, penanganan dan
pengembangan jaringan jalan baru untuk jalan nasional, jalan propinsi dan
jalan kabupaten yang berada di Jawa Barat. Sedangkan penelitian yang
dilakukan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari akan menghasilkan
urutan prioritas penanganan jalan yang meliputi pemeliharaan rutin,
pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan, khusus jalan Kolektor yang
ditangani Pemerintah Daerah Kota Kendari.
32
F. Kerangka Pikir
Kenyataan : Adanya Keterbatasan dana yang mampu disediakan oleh Pemerintah Daerah dalam penanganan sistem jaringan jalan yang telah ada. Selain itu,umumnya dalam pelaksanaan penanganan tersebut hanya berdasarkan satu kriteria saja
Seharusnya : Diadakan urutan prioritas dalam penanganan sistem jaringan jalan sehingga memberikan hasil yang lebih baik pada masyarakat. Selain itu, dalam penanganan jalan didasarkan pada kriteria-kriteria yang memberikan manfaat atau dampak baik secara langsung maupun tidak langsung
Bagaimana kriteria dan prioritas penanganan
jalan
Prioritas penanganan jalan
Kriteria : - Pemerataan aksesibilitas ? Panjang jalan ? Luas wilayah ? Jumlah penduduk
- Pengembangan wilayah ? Kota Kabupaten ? Kota Kecamatan ? Kelurahan/Desa
- Pengembangan sektor ekonomi ? Kawasan pertanian ? Kawasan
perkebunan ? Kawasan kehutanan
- Aspek biaya ? Pemeliharaan rutin ? Pemeliharaan
berkala ? Peningkatan jalan
- Dampak lingkungan ? Hutan lindung ? Hutan lainnya ? Lahan perkebunan/
pertanian - Kerusakan jalan ? Rusak berat ? Rusak ringan ? Baik
Analysis Hierarchy Process (AHP)
Urutan prioritas penanganan jalan
Pendapat stakeholder
Tinjauan Pustaka : - Tamin (2002) yaitu
partisipatif dan bertahap - Sarkar (2004)
mengemukakan bahwa pendekatan berdasar multi kriteria merupakan salah satu penelitian yang dapat dihubungkan dengan perencanaan jaringan jalan rural.
- Saaty (1993) Analitycal Hierachy Process (AHP) membantu mengidentifikasi dan menetapkan prioritas atas dasr sasaran serta pengalaman dan pengetahuan tentang setiap masalah
33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Kendari Propinsi Sulawesi
Tenggara. Lokasi yang dijadikan sebagai studi kasus dalam menentukan
prioritas penanganan jalan yaitu pada wilayah Kecamatan Mandonga.
Dalam penelitian ini difokuskan untuk meninjau ruas -ruas jalan sebagai
penghubung (jalan kolektor) dengan jalan Utama (jalan arteri) yang
berada di bawah wewenang penanganan Pemerintah Daerah Kota
Kendari. Selanjutnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Adapun waktu penelitian ini telah dilakukan awal bulan November
hingga Desember 2007.
B. Jenis Penelitian dan Metode Survei
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif
dan kuantitatif. Dengan demikian akan digambarkan kondisi objek
penelitian dan hasil penelitian secara kuantitias dan kualitas berdasarkan
tabulasi. Adapun metode survei dilakukan dengan pembagian kuesioner
kepada responden dan pengamatan langsung di lokasi penelitian.
34
C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menuntut sejumlah data yang diperoleh melalui data
primer seperti wawancara atau kuesioner maupun data sekunder berupa
informasi dari instansi terkait. Adapun data yang dibutuhkan antara lain
data primer berupa pendapat/persepsi respoden terhadap kriteria dan sub
kriteria yang diusulkan, dan data sekunder berupa data jaringan jalan,
data lokasi kawasan andalan, data mengenai Rencana Tata Ruang
Wilayah, data tentang kondisi geografis, luas dan jumlah penduduk.
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung di lokasi
penelitian yang dibutuhkan dalam usaha mencapai tujuan penelitian yang
berasal dari persepsi/pemahaman responden/stakeholder yang memiliki
kompetensi dan terkait dalam perencanaan dan pembangunan prasarana
transportasi di wilayah penelitian. Data ini diperoleh melalui pembagian
kuesioner. Hasil dari kuesioner ini adalah informasi bobot relatif antar
kriteria dan sub kriteria agar diperoleh perbandingan bobot antar kriteria
(weighting) dan sub kriteria yang akan menentukan tingkat kepentingan
antar variabel yang dipertimbangkan. Data pembobotan ini diperoleh
dengan menganalisis hasil survei, dimana responden yang dipilih
dihadapkan pada pertanyaan yang mengarah kepada perbandingan
tingkat kepentingan antar kriteria. Sedangkan hasil wawancara dengan
responden yang terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan
35
penanganan jalan digunakan untuk mengidentifikasi dan mengasumsikan
kriteria yang akan dipertimbangkan.
Adapun stakeholder yang dijadikan responden adalah :
1. Kepala BAPPEDA Kota Kendari.
2. Kepala Bidang Fisik dan Prasarana BAPPEDA Kota Kendari.
3. Kepala Bidang Ekonomi BAPPEDA Kota Kendari.
4. Kepala Bidang Sosial Budaya BAPPEDA Kota Kendari.
5. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Kendari.
6. Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum Kota Kendari.
7. Kepala Seksi Peningkatan Jalan dan Jembatan Kota Kendari.
8. Kepala Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan Kota Kendari.
9. Anggota DPRD Kota Kendari yang mewakili lokasi penelitian (dua
orang).
11. Anggota DPRD Kota Kendari dari Komisi C (satu orang)
12. Kepala Dinas Dampak Lingkungan dan Hutan Kota Kendari.
Pemilihan responden berdasarkan tingkat kompetensi terhadap
masalah yang berhubungan dengan perencanaan dan pembangunan
prasarana transportasi (operator). Responden terbagi atas beberapa
kategori, antara lain yang terkait dengan pelaksanaan penanganan jalan
yaitu pejabat dari Dinas Pekerjaan Umum, responden yang terkait
dengan perencanaan dan pengembangan wilayah yaitu BAPPEDA dan
responden yang terkait mengenai kriteria dampak lingkungan, yaitu
Kepala Dinas Dampak Lingkungan dan Hutan . Adapun alasan pemilihan
36
tiga orang anggota DPRD adalah dua orang anggota DPRD ini terpilih
sebagai anggota dewan mewakili wilayah penelitian sehingga dianggap
mewakili kelompok masyarakat yang menggunakan jalan yang ditinjau
(user) dan satu orang dari Komisi C yaitu Komisi yang membidangi
masalah Pembangunan.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang telah tersedia di beberapa
sumber instansi-instansi terkait yang dibutuhkan dalam mendukung
penelitian. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain :
a. Data jaringan jalan diperoleh dari Sub Dinas Bina Marga Kota Kendari.
b. Data lokasi kawasan andalan diperoleh dari BAPPEDA Kota Kendari.
c . Data mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah diperoleh dari Sub
Dinas Tata Ruang Kota Kendari.
d. Data tentang kondisi geografis, luas dan jumlah penduduk diperoleh
dari Kantor BPS Kota Kendari.
D. Metode Analisis
Urutan dalam menentukan prioritas penanganan jalan dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut : penentuan/spesifikasi kriteria,
pembobotan kriteria, penghitungan rasio konsistensi, pembobotan total
kriteria stakeholder dan penentuan prioritas.
37
1. Penentuan Kriteria
Penilaian suatu rencana penanganan jaringan jalan di suatu
wilayah sebaiknya tidak hanya ditetapkan dari nilai kelayakan ekonomi
saja. Diperlukan kriteria lain yang lebih komprehensif untuk mengkaji
usulan/rencana penanganan jaringan jalan dalam rangka pembangunan
wilayah. Dengan demikian diperlukan beberapa kriteria yang diharapkan
memenuhi berbagai kepentingan dan aspek yang berhubungan dengan
perencanaan dan pembangunan prasarana transportasi di wilayah
tersebut.
2. Pembobotan Kriteria dan Sub Kriteria
Pembobotan kriteria dilakukan dengan cara mengolah hasil
kuesioner yang telah dibagikan kepada stakeholder. Penyebaran
kuesioner diberikan kepada stakeholder yang memiliki tugas dan fungsi
berhubungan dengan kriteria-kriteria dalam penanganan jalan.
Analisis pembobotan sub kriteria dilakukan dengan berdasarkan
hasil penilaian stakeholder terhadap kuesioner mengenai sub kriteria. Hal
ini dilakukan dengan menghitung jumlah pendapat stakeholder. Apabila
penilaian tersebut memiliki nilai lebih dari 1, maka berarti elemen
pembanding memiliki intensitas kepentingan yang sama dengan elemen
yang dibandingkan. Sedangkan bila memiliki nilai pecahan berarti
menunjukkan nilai perbandingan antara elemen pembanding dengan
elemen yang dibandingkan.
38
3. Perhitungan Rasio Konsistensi
Penghitungan rasio konsistensi diperlukan untuk memeriksa
apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsistensi
atau tidak. Beberapa variabel yang diperlukan dalam penghitungan
konsistensi ini, yaitu antara lain nilai eigen, ukuran matriks dan indek
random yang diperoleh dari tabel 5.
Seharusnya nilai dari rasio konsistensi tidak lebih dari 0,10 jika
penilaian kriteria telah dilakukan dengan konsistensi. Dalam penelitian ini,
satu dari stakeholder tidak memenuhi syarat rasio konsistensi sehingga
tidak dimasukkan dalam penghitungan pembobotan global kriteria.
4. Pembobotan Total Kriteria dan Sub Kriteria
Nilai pengolahan data dari seluruh kriteria merupakan bobot lokal
rata-rata dari seluruh stakeholder dan bobot global dari semua kriteria dan
sub kriteria dengan rasio konsistensi lebih kecil dari 0,10.
Nilai dari pembobotan ini akan membentuk suatu persamaan yang
mencakup bobot untuk setiap kriteria maupun sub kriteria.
5. Penentuan Prioritas
Penentuan prioritas penanganan jalan dilakukan dengan
memasukkan bobot kinerja/potensi setiap ruas jalan yang ditinjau ke
persamaan totol bobot yang mencakup seluruh kriteria dan sub kriteria.
Ruas jalan yang memiliki kinerja/potensi yang berbeda akan menghasilkan
nilai prioritas yang berbeda. Ruas jalan yang menghasilkan nilai yang
39
tinggi merupakan ruas jalan yang menempati urutan pertama dalam
priorotas penanganan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
Adapun langkah-langkah dalam menentukan prioritas penanganan
jalan dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3.3. Tahapan penentuan prioritas pananganan jaringan jalan
Mulai
Perumusan Masalah
Studi Literatur Data
Penentuan Kriteria
Pembobotan Kriteria
Penghitungan Ratio Konsistensi
Pembobotan Kriteria Total Stakeholder
Penentuan Prioritas
Selesai
Pendapat Stakeholders
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Wilayah Penelitian
Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa karakteristik yang
terdapat pada wilayah penelitian yaitu Kecamatan Mandonga Kota
Kendari. Adapun karakteristik tersebut mencakup letak geografi, batas
wilayah.
1. Letak Geografi, Batas Wilayah dan Luas Wilayah
Wilayah Kota Kendari dengan Ibu Kota Kendari dan sekaligus juga
sebagai Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara secara geografis terletak di
bagian selatan Garis Katulistiwa berada diantara 3o 54 ’ 30” – 4o 3’ 11” LS
dan membentang dari Barat ke Timur diantara 122o 23’ – 122o 39’ BT.
Apabila ditinjau berdasarkan batas wilayah, sepintas letak wilayah Kota
Kendari sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Soropia, sebelah
Timur berbatasan dengan Laut Kendari di Kabupaten Konawe, sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo dan Kecamatan Konda,
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Ranomeeto di Kabupaten
Konawe Selatan dan Kecamatan Sampara di Kabupaten Konawe. Adapun
luas wilayah Kota Kendari adalah sebesar 295,89 KM2 . Penggunaan lahan
terluas adalah peruntukan untuk bangunan dan halaman seluas 51,73
KM2 (17,48%) , lalu tegalan atau kebun seluas 43,22 KM2 (14,61%), lalu
41
lahan yang sementara tidak diusahakan seluas 37,59 KM2 (12,70%), lalu
Hutan Negara seluas 34,81 KM2 (11,76%), lalu lahan Perkebunan seluas
30,24 KM2 (10,22%), lalu lahan Tanaman Kayu - Kayuan seluas 23,48
KM2 (7,94%), lalu lahan Padang Rumput seluas 6,19 KM2 (2,09%), lalu
lahan sawah seluas 3,07 KM2 (1,04%), lalu Rawa yang tidak ditanami
seluas 1,76 KM2 (0,59%), lalu lahan Tambak, Kolam, Tebat dan empang
seluas 0,87 KM2 (0,29%) dan lahan lainnya seluas 45,79 KM2 (15,48%)
2. Kondisi Topografi
Umumnya topografi wilayah Kota Kendari pada dasarnya bervariasi
antara datar dan berbukit. Daerah datar yang terdapat dibagian Barat dan
Selatan Teluk Kendari, Kecamatan Kendari yang terletak disebelah utara
teluk sebagian besar terdiri dari perbukitan ( Pegunungan Nipa – Nipa )
dengan ketinggian ± 459 Mdari garis pantai, sedangkan kearah selatan
tingkat kemiringan antara 4% - 30%, bagian barat (Kecamatan Mandonga)
dan selatan (Kecamatan Poasia) terdiri dari daerah perbukitan
bergelombang rendah dengan kemiringan kearah Teluk Kendari.
Kondisi tanah kota kendari terdiri dari tanah liat bercampur pasir halus
dan berbatu diperkirakan berjenis aluvium berwarna coklat keputihan dan
ditutupi Prafesier ( Batu lempung atau batu apung )
42
3. Wilayah Administrasi
Wilayah Administrasi Kota Kendari dengan ibukota Kendari yang
juga merupakan ibu kota provinsi sulawesi tenggara terbagi atas 6 (enam)
kecamatan dan 54 ( lima puluh empat ) kelurahan. Adapun ke enam
kecamatan tersebut adalah Mandonga, Baruga, Poasia, Abeli, Kendari
dan Kendari Barat. Sedangkan lokasi penelitian ini dilakukan di
Kecamatan Mandonga yang terdiri dari 10 ( sepuluh ) Kelurahan yang
ditampilkan pada tabel 7 sebagai berikut :
Tabel 7. Luas wilayah dan jumlah penduduk Kecamatan Mandonga
No. Kelurahan Luas (Km2) Jumlah penduduk (Jiwa)
1 Powatu 7,38 4.733 2 Watulondo 13,68 4.448 3 Punggolaka 2,77 4.573 4 Tobuuha 6,93 5.704 5 Mandonga 2,46 13.066 6 Korumba 2,47 11.143 7 Anggilowu 1,11 2.874 8 Alolama 2,56 1.978 9 Wawombalata 6,53 2.122 10 Labibia 7,50 1.744 Total 53,41 52,385
Sumber : BPS Kota Kendari, 2006
4. Kondisi Jalan
Kecamatan Mandonga memiliki jalan yang dapat dikelompokkan
berdasarkan peranan jalan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada tabel 8.
pada tabel tersebut terlihat bahwa di Kecamatan Mandonga terdapat jalan
yang berperan sebagai jalan arteri, kolektor, lokal dan jalan
desa/kelurahan lainnya. Selain itu terlihat bahwa total panjang jalan di
43
kecamatan Mandonga yang merupakan ibukota kecamatan memiliki total
panjang jalan 139,96 Kilo meter.
Selanjutnya pada tabel 9 ditampilkan tentang kerapatan jalan yang
terdapat disetiap kelurahan dalam wilayah Kecamatan Mandonga yang
dikelompokkan berdasarkan peranan jalan.
Adapun kondisi permukaan jalan dan kawasan yang berada di
sepanjang ruas jalan di wilayah Kecamatan Mandonga dapat dilihat pada
tabel 10. Pada tabel ini ditampilkan kondisi permukaan jalan yang
dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu rusak berat, rusak ringan dan
kondisi baik. Ruas jalan yang ditinjau adalah ruas jalan yang berstatus
jalan Kabupaten / Kota. Adapun gambar jaringan jalan di lokasi penelitian
dapat dilihat pada lampiran 2.
44
Tabel 8. Panjang jalan jerdasarkan peranan jalan dalam wilayah penelitian
No Kelurahan Jalan arteri (m)
Jalan kolektor (m)
Jalan lokal (m)
Jalan Desa/lain (m)
Total panjang jalan (M)
1 Powatu 2.508,22 15.027,97 4.583,52 2.902,12 25.021,83
2 Watulondo 1.737,17 7.749,96 3.249,30 6.591,86 19.328,29
3 Punggolaka 1.761,79 2.673,65 10.486,54 10.067,82 24.989,80
4 Tobuuha 1.070,44 4.169,31 3.832,85 3.174,14 12.246,74
5 Mandonga 2.262,94 6976,17 2.929,27 3.291,28 15.459,66
6 Korumba 1.007,61 12.060,74 6.384,26 3.557,13 23.009,74
7 Anggilowu 0,00 2.424,83 1.189,09 752,30 4.366,22
8 Alolama 0,00 3.207,92 0.00 362,49 3.660,41
9 Wawombalata 0,00 3.900,00 0.00 1.361,72 5.261,72
10 Labibia 0,00 3.151,83 3.412,52 135,82 6.709,17
Sumber : Bappeda Kota Kendari
Tabel 9. Kerapatan jalan berdasarkan peranan jalan dalam wilayah penelitian
Kerapatan jalan (Meter/Hektar) No. Desa Arteri Kolektor Lokal Desa/Lainnya Total
1 Powatu 0,34 2,04 0,62 0,39 3,39 2 Watulondo 0,13 0,57 0,42 0,48 1,41 3 Punggolaka 0,64 0,97 3,79 3,63 9,02
4 Tobuuha 0,15 0,60 0,55 0,46 1,77 5 Mandonga 0,91 2,81 1,18 1,33 6,32 6 Korumba 0,41 4,88 2,58 1,44 9,32 7 Anggilowu 0,00 2,18 1,07 0,68 3,93 8 Alolama 0,00 1,25 0,00 0,14 1,39 9 Wawombalata 0,00 0,60 0,00 0,21 0,81 10 Labibia 0,00 0,42 0,46 0,02 0,89
Sumber : Bappeda Kota Kendari
46
Melihat kondisi saat ini, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya di
Kecamatan Mandonga diperlukan perbaikan terhadap beberapa ruas
jalan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 11, dimana masih terdapat beberapa
ruas jalan yang memiliki kondisi rusak / rusak berat sehingga perlu
penanganan dengan segera.
1. Instansi Terkait dalam Penanganan Prasarana Jalan
Dalam usaha penanganan jalan, maka Dinas Pekerjaan Umum
merupakan instansi yang bertugas dalam menyiapkan rencana teknis dan
pelaksanaan penanganan jalan dalam wilayah Kota Kendari. Kemudian
rencana teknis ini dikaji lebih lanjut di Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda). Pengkajian ini dimaksudkan untuk
menyelaraskan program yang telah direncanakan Dinas Pekerjaan Umum
dengan instansi lain ataupun program lainnya.
B. Penilaian Variabel Kriteria
Proses penilaian kriteria suatu usulan terhadap kinerja
pengembangan sistem jairngan jalan dilakukan dengan memberikan skor.
Dalam hal ini skala pengukuran terdiri dari pengukuran untuk data
kuantitatif dan data kualitatif.
Penilaian kuantitatif ditujukan untuk kriteria yang didasarkan pada
kuantitas dari kriteria yang diukur. Hal ini terdapat pada kriteria kerusakan
jalan dimana besaran penilaian ditentukan dari kuantitas kerusakan pada
ruas jalan yang ditinjau. Sedangkan penilaian kualitatif ditujukan untuk
47
kriteria yang didasarkan pada penilaian kualitas/kondisi dari kriteria yang
diukur. Hal ini terdapat pada kriteria pemerataan aksebilitas,
pengembangan wilayah, pengembangan sektor ekonomi, aspek biaya dan
dampak terhadap lingkungan.
Penentuan nilai untuk seluruh kriteria dalam penentuan prioritas
penanganan jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari adalah sebagai
berikut :
1. Kriteria Pemerataan Aksesibilitas (Accessibility)
Kriteria pemerataan aksesibilitas dapat dinyatakan dalam bentuk
variabel peningkatan indeks aksebilitas yaitu perbandingan antara
panjang jalan yang di suatu wilayah (km) dengan luas wilayah daratan
(km2) tersebut.
Dasar menghitung kriteria pemerataan aksesibilitas adalah
besarnya indeks aksesibilitas wilayah dimana ruas jalan yang ditinjau
tersebut berada. Sedangkan penentuan indeks aksesibilitas suatu
wilayah berdasarkan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang
dikeluarkan melalui Keputusan Menteri Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001
(lihat tabel 1).
Penentuan skor kriteria aksesibilitas dalam penelitian ini adalah
apabila ruas jalan yang ditinjau terletak pada daerah dengan indeks
aksesibilitas di bawah SPM, maka kriteria aksesibilitas adalah 1 (satu).
Sebaliknya apabila ruas jalan tersebut terletak pada suatu wilayah yang
48
memiliki indeks aksesibilitas di atas Standar Pelayanan Minimum, maka
kriteria aksesibilitasnya adalah 0 (nol).
2. Kriteria Pengembangan Wilayah (Regional Development)
Menurut Tamin (2002), penentuan kriteria pengembangan wilayah
andalan berdasarkan variable perbaikan akses ke kewasan andalan atau
sentra produksi. Pembobotan terhadap kriteria pengembangan wilayah
andalan berdasarkan kota yang dihubungkan oleh ruas jalan yang
ditinjau.
Adapun kategori kota/kawasan yang dihubungkan adalah kota
jenjang II (kota kabupaten), kota jenjang III (kota kecamatan) dan
kelurahan/desa. Apabila ruas jalan yang ditinjau terhubung dengan kota
atau kawasan yang telah disebutkan di atas, maka akan diberi skor 1
(satu) sedangkan yang tidak terhubung akan diberi skor 0 (nol).
3. Kriteria Pengembangan Sektor Ekonomi (Sectoral Development)
Kriteria dalam mendukung pengembangan sektoral dapat diberi
bobot berdasarkan variabel kawasan ekonomi yang dihubungkan oleh
ruas jalan yang ditinjau. Variabel tersebut antara lain kawasan pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Apabila ruas jalan yang ditinjau terhubung
dengan ke salah satu kawasan ekonomi tersebut di atas, maka diberi
bobot 1 (satu) sedangkan variabel lainnya diberi bobot 0 (nol).
49
4. Kriteria Aspek Biaya
Kriteria aspek biaya merupakan gambaran tingkat kebutuhan
terhadap biaya penyediaan dan pengoperasian dari rencana penanganan
jalan. Dalam pemenuhan terhadap syarat Standar Pelayanan Minimum
jalan dibutuhkan sejumlah kegiatan penanganan jalan, baik berupa
pemeliharaan rutin, pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan.
Pembobotan kriteria aspek biaya dilakukan berdasarkan asumsi
kebutuhan penanganan jalan dengan melihat besarnya persentase
kondisi/kerusakan pada ruas jalan yang ditinjau. Apabila suatu ruas jalan
memiliki persentase kondisi rusak berat yang lebih besar disbanding
kondisi lainnya, maka diasumsikan ruas jalan tersebut membutuhkan
penanganan berupa peningkatan jalan. Dengan demikian maka variabel
sub kriteria penanganan jalan untuk ruas jalan tersebut diberi bobot 1
(satu) sedangkan variabel lainnya diberi bobot 0 (nol).
5. Kriteria Dampak Lingkungan
Kriteria dampak lingkungan merupakan peninjauan terhadap aspek
dampak lingkungan dari suatu proyek penanganan jalan. Variabel yang
digunakan sebagai penyusun kriteria ini adalah keberadaan guna lahan
dimana ruas jalan yang ditinjau berada, yaitu hutan lindung, hutan lainnya
dan lahan pertanian atau perkebunan. Pembobotan pada kriteria ini
dilakukan dengan memberikan bobot 1 (satu) pada kondisi tidak terdapat
salah satupun dari variabel tersebut di atas, atau pada lahan yang tidak
50
berfungsi. Sedangkan bobot 0 (nol) apabila terdapat variabel tersebut di
atas pada ruas jalan yang ditinjau.
6. Kriteria Kerusakan Jalan
Dalam perhitungan, kerusakan lapis permukaan dibagi atas tiga
variabel yang juga menggambarkan kondisi ruas jalan yang ditinjau, yaitu
rusak berat/sedang, rusak ringan, baik.
Setiap ruas jalan yang ditinjau akan dihitung prosentase kerusakan.
Besarnya prosentase masing-masing kondisi ini yang akan digunakan
sebagai bobot untuk menghitung bobot total masing-masing ruas jalan.
Pada gambar 3 ditampilkan hirarki penentuan prioritas penanganan
jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
52
Gambar 4 menunjukkan hirarki dalam penentuan prioritas
penanganan jalan di lokasi penelitian. Pada tingkat pertama merupakan
tujuan atau fokus kegiatan yang akan dilakukan yaitu untuk memperoleh
prioritas dalam penanganan jalan di wilayah penelitian. Pada tingkat 2
merupakan kriteria-kriteria yang dipertimbangkan dalam penentuan
prioritas penanganan jalan. Kriteria-kriteria ini merupakan terjemahan dari
konsep-konsep berupa UU tentang lalu lintas dan angkutan, RUTR Kota
Kendari dan tujuan penanganan jalan. Pada tingkat 3 merupakan
indikator-indikator kinerja sistem dari kriteria yang diusulkan. Hal ini
diperlukan untuk mengukur kinerja kriteria yang berbentuk tujuan/harapan
yang kualitatif/abstrak. Kemudian tingkat 4 merupakan alternatif ruas jalan
akan diukur kinerjanya untuk menentukan urutan prioritas dalam
penanganan jalan di wilayah penelitian.
C. Pembobotan Kriteria
Pembobotan kriteria merupakan tahap awal dalam mengolah data
yang dilakukan dalam penentuan prioritas penanganan jalan. Data
diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang
terkait.
Berikut ini akan ditampilkan urutan-urutan analisis yang
berdasarkan data yang diperoleh dari responden yang merupakan
stakeholders dalam penanganan jalan di lokasi penelitian. Adapun format
kuesioner dapat dilihat pada lampiran 3.
53
Langkah 1. Penyusunan matriks perbandingan berpasangan
Hasil dari pengisian kuesioner yang dibagikan kepada para
responden yang diasumsikan adalah orang yang mengerti permasalahan
mengenai perencanaan penanganan jalan dan aspek-aspek yang terkait
dengan penanganan jaringan jalan tersebut. Penilaian bobot kriteria
dilakukan oleh stakeholder dari instansi yang memiliki kemampuan dalam
menajemen dan perencanaan jalan, yaitu Dinas Permukiman dan
Prasarana Daerah, Bappeda dan instansi lain yang terkait.
Hasil pengolahan data pada tabel 11 yang berasal dari kuesioner
stakeholder 1 yang ditampilkan dalam bentuk matriks sesuai dengan
kaidah matriks perbandingan berpasangan yang dikemukakan oleh Saaty
(1993). Dalam penentuan nilainya dimana apabila kedua elemen kriteria
memiliki kepentingan yang sama besar, maka intensitas kepentingannya
akan diberi nilai 1. Sedangkan apabila salah satu elemen kriteria memiliki
kepentingan yang lebih besar daripada elemen kriteria yang dibandingkan
(pasangannya), maka nilainya sesuai dengan intensitas kepentingan. Nilai
intensitas kepentingan ini ditampilkan pada elemen matriks sisi kanan
diagonal matriks.
Tabel 11 merupakan matriks perbandingan berpasangan yang
merupakan hasil pengolahan data kuesioner yang diberikan kepada
stakeholder 1. Stakeholder 1 berpendapat bahwa dalam penentuan
kriteria penanganan jalan, kriteria pemerataan aksesibilitas ’jelas lebih
penting ’ daripada kriteria aspek biaya. Sehingga menurut Saaty (1993),
54
intensitas kepentingan pada perbandingan kriteria Pemerataan
Aksesibilitas (PA) dengan Aspek Biaya (AB) adalah nilai 7. Dengan
demikian elemen matriks di bagian kanan diagonal matriks yaitu pada
elemen a14 diberi nilai 7. Sedangkan pasangan (pairwise) elemen a14 yaitu
a41 diberi nilai 0,1429.
Hasil pengolahan data kuesioner dari stakeholder 1 dapat dilihat
pada tabel 11. Sedangkan hasil pengolahan data kuesioner dari
stakeholder lainnya dapat dilihat pada lampiran 4.
Tabel 11. Matriks perbandingan berpasangan kriteria oleh stakeholder 1
Kriteria PA PW PSE AB DL KJ
Pemerataan Aksesibilitas
(PA) 1,000 1,000 1,000 7,000 1,000 1,000
Pengembangan Wilayah
(PW) 1,000 1,000 1,000 7,000 , 1000 1,000
Pengembangan Sektor Ekonomi (PSE)
1,000 1,000 1,000 7,000 1,000 1,000
Aspek Biaya (AB) 0,1429 0,1429 0,1429 1,000 1,000 0,333
Dampak Lingkungan (DL)
1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,333
Kerusakan Jalan (KJ)
1,000 1,000 1,000 3,000 3,000 1,000
Sumber : Hasil Analisis
Langkah 2. Menghitung bobot kriteria
Menghitung bobot kriteria yang dipertimbangkan dalam
penanganan dilakukan dengan cara mengalikan setiap nilai elemen
matriks perbandingan berpasangan yang berada pada baris yang sama,
kemudian perkalian tersebut diakarpangkatkan dengan jumlah kriteria
55
(persamaan II.1). Maka berdasarkan matriks perbandingan berpasangan
dari stakeholder 1, maka diperoleh hasil sebagai berikut :
W1 = 6
161514131211 )a x a x a x a x a x (a
Adapun nilai dari masing-masing baris pada matriks adalah :
W1 = 1,3831
W2 = 1,3831
W3 = 1,3831
W4 = 0,3148
W5 = 0,8327
W6 = 1,4422
? Wi = 6,7389
Sedangkan untuk memperoleh bobot lokal setiap kriteria diperoleh
dengan membagi nilai hasil perkalian baris matriks (normalisasi) dengan
total bobot hasil dari normalisasi tersebut (persamaan II.2).
Xi = ? Wi
Wi
Persamaan di atas memberikan bobot lokal untuk masing-masing
kriteria, yaitu :
a. Bobot kriteria pemerataan aksesibilitas (X1) = 1,3831/6,7389= 0,2052
b. Bobot kriteria pengembangan wilayah (X2) = 1,3831/6,7389= 0,2052
c . Bobot kriteria pengemb. sektor ekonomi (X3) = 1,3831/6,7389= 0,2052
d. Bobot kriteria aspek biaya (X4) = 0,3148/6,7389 = 0,0467
e. Bobot kriteria dampak lingkungan (X5) = 0,8327/6,7389 = 0,1236
56
f. Bobot kriteria kerusakan jalan (X6) = 1,4422/6,7389 = 0,2140
Langkah 3. Nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan hasil
perkalian dari nilai matriks perbandingan berpasangan dengan bobot lokal
masing-masing kriteria . berdasarkan hasil kuesioner dari stakeholder 1,
maka dapat ditampilkan sebagai berikut :
Berdasarkan perkalian matriks di atas, maka dapatlah diperoleh
nilai eigen maksimum berdasarkan persamaan II.3, yaitu :
1,000 1,000 1,000 7,0000 1,000 1,0000 0,2052 1,2803
1,000 1,000 1,000 7,0000 1,000 1,0000 0,2052 1,2803
1,000 1,000 1,000 7,0000 1,000 1,0000 0,2052 1,2803
0,143 0,143 0,143 1,0000 1,000 0,3333 0,0467 0,3296
1,000 1,000 1,000 1,0000 1,000 0,3333 0,1236 0,8573
1,000 1,000 1,000 3,0000 3,000 1,0000
x
0,2140
=
1,3405
? maks = ? aij . Xi
= 1,2803 + 1,2803 + 1,2803 + 0,3296 + 0,8573 + 1,3405
= 6,3682
Langkah 4. Indeks konsistensi
Indeks konsistensi (CI) diperoleh berdasarkan persamaan II.5 :
CI = (?maks – n) / (n - 1)
= 6,3682 - 6 / (6 - 1) = 0,0736
57
Langkah 5. Rasio konsistensi
Rasio konsistensi merupakan parameter yang digunakan untuk
memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan
konsekuen. Nilai rasio konsistensi diperoleh dari perbandingan nilai indeks
konsistensi (langkah 4) dengan indeks random (tabel 5), yaitu 1,24 pada
matriks ukuran 6 x 6. Nilai rasio konsistensi memenuhi syarat apabila <
0,10. Dengan demikian, rasio konsistensi untuk stakeholder 1 adalah :
CR = CI/RI
= 0,0736/1,24
= 0,0594 ? 0,1 (memenuhi syarat rasio konsistensi)
Berdasarkan hasil pengukuran data kuesioner dari 12 stakeholder,
diperoleh bahwa semua stakeholder memenuhi syarat rasio konsistensi
(CR ? 0,1). Adapun hasil bobot lokal kriteria berdasarkan analisis data
kuesioner stakeholder disajikan pada tabel 12.
Tabel 12. Bobot lokal kriteria seluruh stakeholder
Stakeholder Kriteria
Stakeholder 1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
Stakeholder 4
Stakeholder 5
PA 0,2052 0,0415 0,3063 0,3765 0,2343 PW 0,2052 0,2127 0,3063 0,3269 0,2584 PSE 0,2052 0,1928 0,1624 0,1118 0,1791 AB 0,0467 0,1475 0,0950 0,0530 0,0548 DL 0,1236 0,2127 0,0650 0,0999 0,1492 KJ 0,2140 0,1928 0,0650 0,0319 0,1242
58
Stakeholder Kriteria
Stakeholder 11
Stakeholder 12 Rata - Rata
PA 0,1547 0,1124 0,2112 PW 0,2679 0,1350 0,2148 PSE 0,2023 0,1621 0,1806 AB 0,0820 0,1947 0,1079 DL 0,1858 0,2338 0,1664 KJ 0,1073 0,1621 0,1192
Sumber : Hasil Analisis
D. Pembobotan Sub Kriteria
Pembobotan sub kriteria dilakukan dengan cara seperti langkah-
langkah dalam pembobotan kriteria. Sub kriteria dalam penentuan prioritas
penanganan jalan yang dilakukan di lokasi penelitian berasal dari kriteria
pengembangan wilayah, pengembangan sektor ekonomi, aspek biaya,
dan dampak lingkungan.
Kriteria pengembangan wilayah terdiri sub kriteria yang nilai
berdasarkan perbaikan akses jalan yang ditinjau ke kawasan andalan atau
kota yang dihubungkan. Variabel yang dijadikan sebagai sub kriteria
dalam kriteria pengembangan wilayah adalah perbaikan akses menuju
kota kabupaten, kota kecamatan atau ke kelurahan/desa.
Pada kriteria pengembangan sektor ekonomi, maka variabel yang
dijadikan sebagai sub kriteria adalah kawasan yang dihubungkan oleh
Stakeholder Kriteria
Stakeholder 6
Stakeholder 7
Stakeholder 8
Stakeholder 9
Stakeholder 10
PA 0,3477 0,2593 0,2681 0,1303 0,0981 PW 0,0885 0,2593 0,2681 0,1565 0,0928 PSE 0,1224 0,2593 0,1199 0,2952 0,1541 AB 0,0659 0,0966 0,2050 0,0997 0,1541 DL 0,3477 0,0864 0,0821 0,1880 0,2222 KJ 0,0279 0,0392 0,0569 0,1303 0,2787
59
ruas jalan. Kawasan yang ditinjau tersebut adalah kawasan pertanian,
perkebunan dan kehutanan. Pada kriteria aspek biaya, maka variabel
yang dimasukkan sebagai sub kriteria adalah pemeliharaan rutin,
pemeliharaan berkala dan peningkatan jalan. Sedangkan pada kriteria
dampak lingkungan, maka sub kriteria didasarkan atas dampak
penanganan jalan terhadap lingkungan pada kawasan hutang lindung,
hutan lainnya dan lahan pertanian atau perkebunan.
1. Pembobotan Sub Kriteria pada Kriteria Pemerataan Aksesibilitas
Kriteria pemerataan aksesibilitas dan kerusakan jalan dilakukan
penilaian direct (langsung). Penilaian direct merupakan penilaian yang
dilakukan berdasarkan penilaian secara tersendiri berdasarkan skala
numerik. Penilaian direct ini dapat berupa hasil dari tabel, data sekunder,
hasil pengukuran dan lain sebagainya.
Kriteria pemerataan aksesibilitas dan kerusakan jalan didasarkan
pada indeks aksesibilitas pada Standar Pelayanan Umum (SPU) dan data-
data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait.
2. Pembobotan Sub Kriteria pada Kriteria Pengembangan Wilayah
Langkah 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan
Pada pembobotan ini, data dari stakeholder 1 digunakan sebagai
contoh analisis yang disajikan dalam tabel 13.
60
Tabel 13. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria pengembangan wilayah
Sub kriteria Kota Kabupaten Kota Kecamatan Kelurahan/
Desa Kota Kabupaten 1,0000 3,0000 7,0000 Kota Kecamatan 0,3333 1,0000 5,0000 Kelurahan/Desa 0,1429 0,2000 1,0000 Sumber : Hasil Analisis
Langkah 2. Menghitung bobot sub kriteria
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan sub kriteria
pengembangan wilayah dari stakeholder 1 (tabel 13), maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
W1 = 3
131211 a x a x (a
Adapun nilai dari masing-masing baris pada matriks adalah :
W1 = 2,7589
W2 = 1,1856
W3 = 0,3057
? Wi = 4,2503
Sedangkan untuk memperoleh bobot lokal setiap kriteria diperoleh
dengan membagi nilai hasil perkalian baris matriks (normalisasi) dengan
total bobot hasil dari normalisasi tersebut (persamaan II.2)
Xi = ? Wi
Wi
Persamaan di atas memberikan bobot lokal untuk masing-masing
kriteria, yaitu :
61
a. Bobot sub kriteria jalan ke kota kabupaten (X1) = 0,6491
b. Bobot sub kriteria jalan ke kota kecamatan (X2) = 0,2789
c . Bobot sub kriteria jalan ke kelurahan/desa (X3) = 0,0719
Langkah 3. Nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan hasil
perkalian dari nilai matriks perbandingan berpasangan dengan bobot lokal
masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil kuesioner dari stakeholder 1,
maka dapat ditampilkan sebagai berikut :
1,0000 3,0000 7,0000 0,6491 1,9895
0,3333 1,0000 5,0000 0,2789 0,8550
0,1429 0,2000 1,0000
x
0,0719
=
0,2205
Berdasarkan perkalian matriks di atas, maka dapatlah diperoleh
nilai eigen maksimum berdasarkan persamaan II.3, yaitu :
?maks = ? aij . Xi
= 1,9895 + 0,8550 + 0,2205
= 3,0650
Langkah 4. Indeks konsistensi
Indeks konsistensi (CI) diperoleh berdasarkan persamaan II.5 :
CI = (? maks – n) / (n - 1)
= 3,0650 - 3 / (3 - 1) = 0,0325
Langkah 5. Rasio konsistensi
Rasio konsistensi diperoleh dari perbandingan nilai indeks
konsistensi (langkah 4) dengan indeks random (tabel 5), yaitu 0,58 pada
62
matriks ukuran 3 x 3. Nilai rasio konsistensi memenuhi syarat apabila <
0,10. Dengan demikian, rasio konsistensi untuk stakeholder 1 adalah :
CR = CI/RI
= 0,0325/0,58
= 0,0560 ? 0,1 (memenuhi syarat rasio konsistensi)
Adapun hasil bobot lokal kriteria berdasarkan analisis data
kuesioner stakeholder disajikan pada tabel 14.
Tabel 14. Bobot lokal sub kriteria pengembangan wilayah seluruh stakeholder
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
Stakeholder 4
Stakeholder 5
Kota Kabupaten
0,6491 0,3333 0,6554 0,4286 0,4869
Kota Kecamatan
0,2789 0,3333 0,2897 0,4286 0,4353
Kelurahan/ Desa 0,0719 0,3333 0,0549 0,1428 0,0778
Stakeholder
Sub Kriteria Stakeholder
6 Stakeholder
7 Stakeholder
8 Stakeholder
9 Stakeholder
10 Kota
Kabupaten 0,3333 0,6941 0,7306 0,6370 0,1315
Kota Kecamatan
0,3333 0,1744 0,1884 0,2583 0,1744
Kelurahan/ Desa 0,3333 0,1315 0,0810 0,1047 0,6941
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 11
Stakeholder 12 Rata - Rata
Kota Kabupaten
0,6941 0,3333 0,5089
Kota Kecamatan
0,1744 0,3333 0,2835
Kelurahan/ Desa
0,1315 0,3333 0,2076
Sumber : Hasil Analisis
63
Pembobotan Sub Kriteria pada Pengambangan Sektor Ekonomi
Langkah 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan
Pada pembobotan ini, data dari stakeholder 1 digunakan sebagai
contoh analisis yang disajikan dalam tabel 15.
Tabel 15. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria pengembangan sektor ekonomi
Sub Kriteria Kawasan pertanian
Kawasan perkebunan
Kawasan kehutanan
Kawasan pertanian 1,0000 1,0000 7,0000 Kawasan perkebunan 1,0000 1,0000 7,0000 Kawasan kehutanan 0,1429 0,1429 1,0000 Sumber : Hasil Analisis
Langkah 2. Menghitung bobot sub kriteria
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan sub kriteria
pengembangan sektor ekonomi dari stakeholder 1 (tabel 15), maka
diperoleh hasil sebagai berikut :
W1 = 3
131211 a x a x (a
Adapun nilai dari masing-masing baris pada matriks adalah :
W1 = 1,9129
W2 = 1,9129
W3 = 0,2733
? Wi = 4,0992
Sedangkan untuk memperoleh bobot lokal setiap kriteria diperoleh
dengan membagi nilai hasil perkalian baris matriks (normalisasi) dengan
total bobot hasil dari normalisasi tersebut (persamaan II.2)
64
Xi = ? Wi
Wi
Persamaan di atas memberikan bobot lokal untuk masing-masing
kriteria, yaitu :
a. Bobot sub kriteria kawasan pertanian (X1) = 0,4667
b. Bobot sub kriteria kawasan perkebunan (X2) = 0,4667
c . Bobot sub kriteria kawasan kehutanan (X3) = 0,0667
Langkah 3. Nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan hasil
perkalian dari nilai matriks perbandingan berpasangan dengan bobot lokal
masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil kuesioner dari stakeholder 1,
maka dapat ditampilkan sebagai berikut :
1,0000 1,0000 7,0000 0,4667 1,4001
1,0000 1,0000 7,0000 0,4667 1,4001
0,1429 0,1429 1,0000
x
0,0667
=
0,2001
Berdasarkan perkalian matriks di atas, maka dapatlah diperoleh
nilai eigen maksimum berdasarkan persamaan II.3, yaitu :
?maks = ? aij . Xi
= 1,4001 + 1,4001 + 0,2001
= 3,0002
Langkah 4. Indeks konsistensi
Indeks konsistensi (CI) diperoleh berdasarkan persamaan II.5 :
CI = (? maks – n) / (n - 1)
65
= 3,0002 - 3 / (3 - 1) = 0,0001
Langkah 5. Rasio konsistensi
Rasio konsistensi diperoleh dari perbandingan nilai indeks
konsistensi (langkah 4) dengan indeks random (tabel 5), yaitu 0,58
pada matriks ukuran 3 x 3. Nilai rasio konsistensi memenuhi syarat
apabila < 0,10. Dengan demikian, rasio konsistensi untuk stakeholder
1 adalah :
CR = CI/RI
= 0,0001/0,58
= 0,0002 ? 0,1 (memenuhi syarat rasio konsistensi)
Adapun hasil bobot lokal kriteria berdasarkan analisis data
kuesioner stakeholder disajikan pada tabel 16.
Tabel 16. Bobot lokal sub kriteria pengembangan sektor ekonomi seluruh stakeholder
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
Stakeholder 4
Stakeholder 5
Kawasan pertanian 0,4667 0,3333 0,6491 0,3333 0,4806
Kawasan perkebunan 0,4667 0,3333 0,2789 0,3333 0,4054
Kawasan kehutanan 0,0667 0,3333 0,0719 0,3333 0,1140
Stakeholder
Sub Kriteria Stakeholder
6 Stakeholder
7 Stakeholder
8 Stakeholder
9 Stakeholder
10 Kawasan pertanian
0,4054 0,6370 0,6370 0,4806 0,3333
Kawasan perkebunan
0,4806 0,2583 0,2583 0,4054 0,3333
Kawasan kehutanan
0,1140 0,1047 0,1047 0,1140 0,3333
66
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 11
Stakeholder 12
Rata - Rata
Kawasan pertanian
0,6370 0,4667 0,4884
Kawasan perkebunan
0,2583 0,4667 0,3565
Kawasan kehutanan
0,1047 0,0667 0,1551
Sumber : Hasil Analisis
3. Pembobotan Sub Kriteria Aspek Biaya
Langkah 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan
Pada pembobotan ini, data dari stakeholder 1 digunakan sebagai
contoh analisis yang disajikan dalam tabel 17.
Tabel 17. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria aspek biaya
Sub kriteria Pemeliharaan rutin
Pemeliharaan berkala
Peningkatan jalan
Pemeliharaan rutin 1,0000 7,0000 7,0000 Pemeliharaan berkala 0,1429 1,0000 1,0000 Peningkatan jalan 0,1429 1,0000 1,0000
Sumber : Hasil Analisis Langkah 2. Menghitung bobot sub kriteria
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan sub kriteria aspek
biaya dari stakeholder 1 (tabel 17), maka diperoleh hasil sebagai berikut :
W1 = 3
131211 a x a x (a
Adapun nilai dari masing-masing baris pada matriks adalah :
W1 = 3,6593
W2 = 0,5228
W3 = 0,5228
? Wi = 4,7049
67
Sedangkan untuk memperoleh bobot lokal setiap kriteria diperoleh
dengan membagi nilai hasil perkalian baris matriks (normalisasi) dengan
total bobot hasil dari normalisasi tersebut (persamaan II.2)
Xi = ? Wi
Wi
Persamaan di atas memberikan bobot lokal untuk masing-masing
kriteria, yaitu :
a. Bobot sub kriteria pemeliharaan jalan (X1) = 0,7778
b. Bobot sub kriteria pemeliharaan berkala (X2) = 0,1111
c . Bobot sub kriteria peningkatan jalan (X3) = 1,1111
Langkah 3. Nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan hasil
perkalian dari nilai matriks perbandingan berpasangan dengan bobot lokal
masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil kuesioner dari stakeholder 1,
maka dapat ditampilkan s ebagai berikut :
1,0000 7,0000 7,0000 0,7778 2,3334
0,1429 1,0000 1,0000 0,1111 0,3334
0,1429 1,0000 1,0000
x
0,1111
=
0,3334
Berdasarkan perkalian matriks di atas, maka dapatlah diperoleh
nilai eigen maksimum berdasarkan persamaan II.3, yaitu :
?maks = ? aij . Xi
= 2,3334 + 0,3334 + 0,3334
= 3,0002
68
Langkah 4. Indeks konsistensi
Indeks konsistensi (CI) diperoleh berdasarkan persamaan II.5 :
CI = (? maks – n) / (n - 1)
= 3,0002 - 3 / (3 - 1) = 0,0001
Langkah 5. Rasio konsistensi
Rasio konsistensi diperoleh dari perbandingan nilai indeks
konsistensi (langkah 4) dengan indeks random (tabel 5), yaitu 0,58 pada
matriks ukuran 3 x 3. Nilai rasio konsistensi memenuhi syarat apabila <
0,10. Dengan demikian, rasio konsistensi untuk stakeholder 1 adalah :
CR = CI/RI
= 0,0001/0,58
= 0,0002 ? 0,1 (memenuhi syarat rasio konsistensi)
Adapun hasil bobot lokal kriteria berdasarkan analisis data
kuesioner stakeholder disajikan pada tabel 18.
Tabel 18. Bobot lokal sub kriteria aspek biaya seluruh s takeholder
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
Stakeholder 4
Stakeholder 5
Pemeliharaan rutin 0,7778 0,0909 0,1852 0,1429 0,7306
Pemeliharaan berkala 0,1111 0,4545 0,1562 0,7143 0,1884
Peningkatan jalan
0,1111 0,4545 0,6586 0,1429 0,0810
Stakeholder
Sub Kriteria Stakeholder
6 Stakeholder
7 Stakeholder
8 Stakeholder
9 Stakeholder
10 Pemeliharaan
rutin 0,3879 0,6554 0,0719 0,6694 0,7470
Pemeliharaan berkala 0,5146 0,2897 0,2789 0,2426 0,1336
Peningkatan jalan 0,0975 0,0549 0,6491 0,0880 0,1194
69
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 11
Stakeholder 12 Rata - Rata
Pemeliharaan rutin
0,7143 0,6941 0,4889
Pemeliharaan berkala
0,1429 0,1315 0,2799
Peningkatan jalan
0,1429 0,1744 0,2312
Sumber : Hasil Analisis
4. Pembobotan Sub Kriteria pada Kriteria Dampak Lingkungan
Langkah 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan
Pada pembobotan ini, data dari stakeholder 1 digunakan sebagai
contoh analisis yang disajikan dalam tabel 19.
Tabel 19. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria dampak lingkungan
Sub kriteria Hutan lindung Hutan lainnya Lahan pertanian/
perkebunan Hutan lindung 1,0000 9,0000 7,0000 Hutan lainnya 0,1111 1,0000 0,3333
Lahan perkebunan/ pertanian 0,1429 3,0000 1,0000
Sumber : Hasil Analisis
Langkah 2. Menghitung bobot sub kriteria
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan sub kriteria
dampak lingkungan dari stakeholder 1 (tabel 19), maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
W1 = 3
131211 a x a x (a
Adapun nilai dari masing-masing baris pada matriks adalah :
70
W1 = 3,9791
W2 = 0,3333
W3 = 0,7540
? Wi = 5,0664
Sedangkan untuk memperoleh bobot lokal setiap kriteria diperoleh
dengan membagi nilai hasil perkalian baris matriks (normalisasi) dengan
total bobot hasil dari normalisasi tersebut (persamaan II.2)
Xi = ? Wi
Wi
Persamaan di atas memberikan bobot lokal untuk masing-masing
kriteria, yaitu :
a. Bobot sub kriteria hutan lindung (X1) = 0,7854
b. Bobot sub kriteria hutan lainnya (X2) = 0,0658
c . Bobot sub kriteria lahan pertanian/perkebunan (X3) = 1,1488
Langkah 3. Nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan hasil
perkalian dari nilai matriks perbandingan berpasangan dengan bobot lokal
masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil kuesioner dari stakeholder 1,
maka dapat ditampilkan sebagai berikut :
1,0000 9,0000 7,0000 0,7854 2,4193
0,1111 1,0000 0,3333 0,0658 0,2026
0,1429 3,0000 1,0000
x
0,1488
=
0,4584
71
Berdasarkan perkalian matriks di atas, maka dapatlah diperoleh
nilai eigen maksimum berdasarkan persamaan II.3, yaitu :
?maks = ? aij . Xi
= 2,4193 + 0,2026 + 0,4584
= 3,0804
Langkah 4. Indeks konsistensi
Indeks konsistensi (CI) diperoleh berdasarkan persamaan II.5 :
CI = (? maks – n) / (n - 1)
= 3,0804 - 3 / (3 - 1) = 0,0402
Langkah 5. Rasio konsistensi
Rasio konsistensi diperoleh dari perbandingan nilai indeks
konsistensi (langkah 4) dengan indeks random (tabel 5), yaitu 0,58 pada
matriks ukuran 3 x 3. Nilai rasio konsistensi memenuhi syarat apabila <
0,10. Dengan demikian, rasio konsistensi untuk stakeholder 1 adalah :
CR = CI/RI
= 0,0402/0,58
= 0,0693 ? 0,1 (memenuhi syarat rasio konsistensi)
Adapun hasil bobot lokal kriteria berdasarkan analisis data
kuesioner stakeholder disajikan pada tabel 20.
72
Tabel 20. Bobot lokal sub kriteria dampak lingkungan seluruh s takeholder
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
Stakeholder 4
Stakeholder 5
Hutan lindung 0,7854 0,7695 0,6716 0,7470 0,6370
Hutan lainnya 0,0658 0,1040 0,0629 0,1194 0,2583
Lahan pertanian/
perkebunan 0,1488 0,1265 0,2654 0,1336 0,1047
Stakeholder
Sub Kriteria Stakeholder
6 Stakeholder
7 Stakeholder
8 Stakeholder
9 Stakeholder
10 Hutan lindung 0,4054 0,3333 0,7514 0,7306 0,7470
Hutan lainnya
0,4806 0,3333 0,1782 0,0810 0,1336
Lahan pertanian/
perkebunan 0,1140 0,3333 0,0704 0,1884 0,1194
Stakeholder
Sub Kriteria Stakeholder
11 Stakeholder
12 Rata - Rata
Hutan lindung 0,2583 0,3333 0,5975
Hutan lainnya 0,6370 0,3333 0,2323
Lahan pertanian/
perkebunan 0,1047 0,3333 0,1702
Sumber : Hasil Analisis
5. Pembobotan Sub Kriteria pada Kriteria Kerusakan Jalan
Langkah 1. Menyusun matriks perbandingan berpasangan
Pada pembobotan ini, data dari stakeholder 1 digunakan sebagai
contoh analisis yang disajikan dalam tabel 21.
73
Tabel 21. Matriks perbandingan berpasangan sub kriteria kerusakan jalan
Sub Kriteria Rusak Berat Rusak Ringan Baik Rusak Berat 1,0000 7,0000 9,0000 Rusak ringan 0,1429 1,0000 1,0000
Baik 0,1111 1,0000 1,0000
Sumber : Hasil Analisis
Langkah 2. Menghitung bobot sub kriteria
Berdasarkan matriks perbandingan berpasangan sub kriteria
kerusakan jalan dari stakeholder 1 (tabel 20), maka diperoleh hasil
sebagai berikut :
W1 = 3
131211 a x a x (a
Adapun nilai dari masing-masing baris pada matriks adalah :
W1 = 3,9791
W2 = 0,5228
W3 = 0,4807
? Wi = 4,9826
Sedangkan untuk memperoleh bobot lokal setiap kriteria diperoleh
dengan membagi nilai hasil perkalian baris matriks (normalisasi) dengan
total bobot hasil dari normalisasi tersebut (persamaan II.2)
Xi = ? Wi
Wi
Persamaan di atas memberikan bobot lokal untuk masing-masing
kriteria, yaitu :
a. Bobot sub kriteria rusak berat (X1) = 0,7986
74
b. Bobot sub kriteria rusak ringan (X2) = 0,1049
c . Bobot sub kriteria baik (X3) = 0,0965
Langkah 3. Nilai eigen maksimum
Nilai eigen maksimum diperoleh dengan menjumlahkan hasil
perkalian dari nilai matriks perbandingan berpasangan dengan bobot lokal
masing-masing kriteria. Berdasarkan hasil kuesioner dari stakeholder 1,
maka dapat ditampilkan sebagai berikut :
1,0000 7,0000 9,0000 0,7986 2,4014
0,1429 1,0000 1,0000 0,1049 0,3155
0,1111 1,0000 1,0000
x
0,0965
=
0,2901
Berdasarkan perkalian matriks di atas, maka dapatlah diperoleh
nilai eigen maksimum berdasarkan persamaan II.3, yaitu :
?maks = ? aij . Xi
= 2,4014 + 0,3155 + 0,2901
= 3,0071
Langkah 4. Indeks konsistensi
Indeks konsistensi (CI) diperoleh berdasarkan persamaan II.5 :
CI = (? maks – n) / (n - 1)
= 3,0071 - 3 / (3 - 1) = 0,0035
Langkah 5. Rasio konsistensi
Rasio konsistensi diperoleh dari perbandingan nilai indeks
konsistensi (langkah 4) dengan indeks random (tabel 5), yaitu 0,58 pada
75
matriks ukuran 3 x 3. Nilai rasio konsistensi memenuhi syarat apabila <
0,10. Dengan demikian, rasio konsistensi untuk stakeholder 1 adalah :
CR = CI/RI
= 0,0035/0,58
= 0,0061 ? 0,1 (memenuhi syarat rasio konsistensi)
Adapun hasil bobot lokal kriteria berdasarkan analisis data
kuesioner stakeholder disajikan pada tabel 22.
Tabel 22. Bobot lokal sub kriteria kerusakan jalan seluruh s takeholder
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 1
Stakeholder 2
Stakeholder 3
Stakeholder 4
Stakeholder 5
Rusak berat 0,7986 0,6491 0,5146 0,7778 0,6586 Rusak ringan 0,1049 0,2789 0,3879 0,1111 0,1562
Baik 0,0965 0,0719 0,0975 0,1111 0,1852
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 6
Stakeholder 7
Stakeholder 8
Stakeholder 9
Stakeholder 10
Rusak berat 0,4054 0,4901 0,6554 0,4869 0,1562 Rusak ringan 0,4806 0,4507 0,2897 0,4353 0,1852
Baik 0,1140 0,0592 0,0549 0,0778 0,6586
Stakeholder Sub Kriteria
Stakeholder 11
Stakeholder 12 Rata - Rata
Rusak berat 0,1047 0,3333 0,5025 Rusak ringan 0,2583 0,3333 0,2894
Baik 0,6370 0,3333 0,2081 Sumber : Hasil Analisis
Adapun rincian pembobotan sub kriteria selengkapnya dapat dilihat
pada lampiran 4.
76
E. Bobot Global Kriteria dan Sub Kriteria
Bobot global kriteria dan sub kriteria merupakan nilai yang
diperoleh dari pengolahan data dari selusuh stakeholder. Nilai ini
merupakan nilai rata-rata dari bobot lokal pada kriteria dan sub kriteria dari
seluruh hasil kuesioner stakeholder yang memenuhi syarat rasio
konsistensi. Bobot global kriteria dan sub kriteria ini dinyatakan dalam
bentuk persentase (%) yang dapat dilihat pada tabel 23.
Bobot global kriteria dan sub kriteria pada tabel 23 merupakan
koefisien dalam suatu bentuk persamaan yang akan digunakan dalam
menentukan urutan prioritas penanganan jalan di Kecamatan Mandonga
Kota Kendari. Pada kolom bobot global tercantum nilai persentase dari
masing-masing kriteria dan sub kriteria yang merupakan penilaian
variabel relatif terhadap 100% pemenuhan kriteria. Selain itu, bobot global
juga mengindikasikan besaran potensi dari suatu variabel pada masing-
masing ruas jalan yang akan ditinjau.
77
Tabel 23. Bobot global kriteria dan sub kriteria
Kriteria Sub Kriteria
X Uraian Bobo
t (%) Uraian Bobot Lokal
(%)
Bobot Global
(%)
X1 Pemerataan Aksesibilitas 21,12 - - 21,12
Kota Kabupaten 50,89 10,93 Kota Kecamatan 28,35 6,09 X2
Pengembangan Wilayah 21,48
Kelurahan Desa 20,76 4,46 Kawasan Pertanian 48,84 8,82 Kawasan Perkebunan 35,65 6,44 X3
Pengembangan Sektor Ekonomi 18,06
Kawasan Kehutanan 15,51 2,80 Pemeliharaan Rutin 48,89 5,28 Pemeliharaan Berkala 27,99 3,02 X4 Aspek Biaya 10,79 Peningkatan Jalan 23,12 2,49 Hutan Lindung 59,75 9,94 Hutan Lainnya 23,23 3,87 X5
Dampak Lingkungan 16,64
Lahan Pertanian/ Perkebunan 17,02 2,83 Rusak Berat 50,25 5,99 Rusak Ringan 28,94 3,45 X6 Kerusakan Jalan 11,92 Baik 20,81 2,48
Sumber : Hasil Analisis
Hal lain yang perlu dicermati pada tabel 23 adalah adanya ketidak
konsistenan yang terjadi pada pendapat responden. Hal ini terlihat pada
kriteria aspek biaya dan kerusakan jalan. Pada kriteria kerusakan jalan,
responden menganggap bahwa penanganan jalan pada kondisi rusak
berat lebih diperlukan/dibutuhkan dibanding penanganan jalan pada
kondisi lainnya. Hal ini berarti harus dilakukan peningkatan jalan. Akan
tetapi pada kriteria aspek biaya responden lebih cenderung untuk
melakukan pemeliharaan rutin. Hal ini dapat disebabkan antara lain bila
responden sangat memperhitungkan besarnya biaya yang dibutuhkan
dalam usaha peningkatan jalan
78
F. Persamaan Bobot Global Kriteria dan Sub Kriteria
Untuk prioritas penanganan jalan di Kecamatan Mandonga Kota
Kendari dapat dicari dengan suatu bentuk persamaan yang diterapkan
pada masing-masing ruas jalan. Persamaan ini berasal dari total bobot
kriteria yang dipertimbangkan dalam penentuan prioritas penanganan
jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari.
Adapun persamaan dalam menentukan prioritas penanganan jalan
berdasarkan total bobot kriteria dan sub kriteria pada masing-masing jalan
yang ditinjau adalah sebagai berikut :
Total Bobot = 0,2112 X1 + 0,2148 X2 + 0,1806 X3 + 0,1079 X4 + 0,1664
X5 + 0,1192 X6
Dimana :
X1 = Kriteria pemerataan aksesibilitas
X2 = Kriteria pengembangan wilayah
X3 = Kriteria pengembangan sektor ekonomi
X4 = Kriteria aspek biaya
X5 = Kriteria dampak lingkungan
X6 = Kriteria kerusakan jalan
Kriteria pengembangan wilayah diuraikan menjadi beberapa sub
kriteria sebagai berikut : 9
X2 = 0,508 X21 + 0,2835 X22 + 0,2076 X23, sehingga
0,2148 X2 = 0,1093 X21 + 0,0609 X22 + 0,0446 X23
Dimana : X21 = Sub Kriteria kota kabupaten
79
X22 = Sub Kriteria kota kecamatan
X23 = Sub Kriteria kelurahan/desa
X3 = 0,4884 X31 + 0,3565 X32 + 0,1551 X33 , sehingga
0,1806 X3 = 0,0882 X31 + 0,0644 X32 + 0,0280 X33
Dimana : X31 = Sub Kriteria kawasan pertanian
X32 = Sub Kriteria kawasan perkebunan
X33 = Sub Kriteria kawasan kehutanan
X4 = 0,4889 X41 + 0,2799 X42 + 0,2312 X43 , sehingga
0,1079 X4 = 0,0528 X41 + 0,0302 X42 + 0,0249 X43
Dimana : X41 = Sub Kriteria pemeliharaan rutin
X42 = Sub Kriteria pemeliharaan berkala
X43 = Sub Kriteria peningkatan jalan
X5 = 0,5975 X51 + 0,2323 X52 + 0,1702 X53 , sehingga
0,1664 X5 = 0,0994 X51 + 0,0387 X52 + 0,0283 X53
Dimana : X51 = Sub Kriteria hutan lindung
X52 = Sub Kriteria hutan lainnya
X53 = Sub Kriteria lahan pertanian/perkebunan
X6 = 0,5025 X61 + 0,2894 X62 + 0,0248 X63 , sehingga
0,1192 X6 = 0,0599 X61 + 0,0345 X62 + 0,0248 X63
Dimana : X61 = Sub Kriteria rusak berat
X62 = Sub Kriteria rusak ringan
X63 = Sub Kriteria baik
Sehingga :
80
Total Bobot = 0,2112 X1 + 0,2148 X2 + 0,1806 X3 + 0,1079 X4 + 0,1664
X5 + 0,1192 X6
Menjadi :
Total Bobot = 0,2112 X1 + (0,1093 X21 + 0,0609 X22 + 0,0446 X23) +
(0,0882 X31 + 0,0644 X32 + 0,0280 X33) + (0,0528 X41 +
0,0302 X42 + 0,0249 X43) + (0,0994 X51 + 0,0387 X52 +
0,0283 X53) + (0,0599 X61 + 0,0345 X62 + 0,0 248 X63)
G. Perhitungan Bobot Kinerja Penanganan Jalan
Urutan prioritas penanganan jalan dapat diperoleh dengan
memasukkan bobot yang dimiliki oleh masing-masing ruas jalan ke
persamaan total bobot. Ruas jalan yang memiliki total bobot yang paling
besar merupakan ruas jalan yang paling diprioritaskan. Kemudian
diurutkan hingga ruas jalan yang memiliki bobot total paling sedikit.
Berikut ini ditampilkan contoh perhitungan dalam pembobotan pada
ruas Jalan Balai Kota.
1. Bobot Kriteria Pemerataan Aksebilitas
Bobot kriteria pemerataan aksesibilitas = 0,2112 X1
X1 = Kriteria pemerataan aksesibilitas
Pembobotan kriteria pemerataan aksesibilitas berdasarkan Indeks
Aksesibilitas pada ruas jalan yang ditinjau. Apabila ruas jalan yang ditinjau
terletak pada daerah dengan indeks aksesibilitas di bawah Standar
Pelayanan Minimum (SPM), maka ruas jalan tersebut diberi bobot 1
81
(satu). Sedangkan bila ruas jalan tersebut berada di daerah dengan
indeks aksesibilitas di atas SPM, maka diberi bobot 0 (nol).
Ruas Jalan Balai Kota berada di wilayah Kelurahan Mandonga ini
termasuk wilayah yang memiliki kepadatan sangat tinggi, yaitu < 5.000
jiwa/km2. Berdasarkan SPM ruas jalan ini sebaiknya berada pada indeks
aksesibilitas < 5,0. Pada kenyataannya, Jalan Balai Kota dengan panjang
0,54 km berada pada wilayah seluas 2,48 km2 memiliki indeks
aksesibilitas sebesar 5,00. Dengan demikian ruas Jalan Balai Kota berada
pada range indeks aksessibilitas SPM maksimum. Dalam pembobotan
kriteria pemerataan aksesibilitas ruas Jalan Balai Kota diberi bobot 0 (nol).
Bobot kriteria pemerataan aksesibilitas = 0,2112 (0) = 0
2. Bobot Kriteria Pengembangan Wilayah
Bobot kriteria pengembangan wilayah
= 0,1093 X21 + 0,0609 X22 + 0,0446 X23
Ruas Jalan Balai Kota menghubungkan jalan Arteri ibukota
dengan beberapa akses jalan lokal lainnnya, sehingga dalam
pembobotan sub kriteria kota kabupaten (X21) dan keluarahan (X23)
diberi bobot 1 (satu). Sedangkan sub kriteria kota kecamatan (X22)
diberi bobot 0 (nol).
= 0,1093 (1) + 0,0609 (0) + 0,0446 (1) = 0,1539
3. Bobot Kriteria Pengembangan Sektor Ekonomi
Bobot kriteria pengembangan sektor ekonomi
82
= 0,0882 X31 + 0,0644 X32 + 0,0280 X33
Ruas Jalan Balai Kota menghubungkan wilayah/kawasan yang
memiliki potensi di bidang jasa selain bidang pertanian dan perkebunan
(tabel 10), sehingga bobot ruas jalan ini sebagai berikut :
Bobot kriteria pengembangan sektor ekonomi
= 0,0882 (0) + 0,0632 (0) + 0,0280 (0) = 0,0000
4. Bobot Kriteria Aspek Biaya
Bobot kriteria aspek biaya
= 0,0528 X41 + 0,0302 X42 + 0,0249 X43
Berdasarkan kenyataan di lapangan pada ruas Jalan Balai Kota
sepanjang 0,54 km, yang pada saat ini dalam kondisi baik dengan
permukaan lapisan aus tersegradasi. Keadaan ini memerlukan
penanganan berupa peningkatan jalan. Dengan demikian, sub kriteria
peningkatan jalan diberi bobot 1 (satu), sedangkan sub kriteria
pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala diberi bobot 0 (nol).
Sehingga bobot prioritas kriteria aspek biaya menjadi :
= 0,0528 (0) + 0,0302 (0) + 0,0249 (1) = 0,0249
5. Bobot Kriteria Dampak Lingkungan
Khusus untuk penilaian dampak lingkungan digunakan skala 0 bila
terdapat variabel sub kriteria dan 1 apabila tidak terdapat variabel sub
kriteria pada ruas jalan yang ditinjau. Hal ini menunjukkan pengukuran
dengan arah negatif atau nilai dampak negatif. Dengan demikian,
Bobot prioritas kriteria dampak lingkungan
83
= 0,0949 X51 + 0,0387 X52 + 0,0283 X53
Ruas Jalan Balai Kota berada pada lingkungan tidak terdapat lahan
pertanian dan perkebunan masyarakat serta hutan lindund/hutan lainnya
sehingga untuk sub kriteria lahan pertanian/perkebunan (X53),sub kriteria
hutan lindung (X51) dan sub kriteria hutan lainnya (X 52 ) diberi bobot 1
(satu). Sehingga persamaan bobot prioritas kriteria dampak lingkungan
menjadi :
= 0,0949 (1) + 0,0387 (1) + 0,0283 (1) = 0,1664
6. Bobot Kriteria Kerusakan Jalan
Bobot kriteria dampak lingkungan
= 0,0599 X61 + 0,0345 X62 + 0,0248 X63
Ruas Jalan Balai Kota dengan panjang ruas 0,54 km dengan
kondisi baik. Dengan demikian persamaan bobot kriteria kerusakan jalan
menjadi :
= 0,0599 (0) + 0,0345 (0)+ 0,0248 (1) = 0,0248
7. Total Bobot Ruas Jalan
Berdasarkan pembobotan seluruh kriteria, maka total bobot pada
ruas Jalan Balai Kota adalah sebagai berikut :
Total bobot ruas jalan Balai Kota
= 0,2472 (0) + (0,1093 (1) + 0,0609 (0) + 0,0446 (1)) + (0,0882 (0) +
0,0632 (0) + 0,0280 (0)) + (0,0528 (0) + 0,0302 (0) + 0,0249 (1)) +
(0,0949 (1) + 0,0387 (1) + 0,0283 (1)) + (0,0599 (0) + 0,0345 (0)+
0,0248 (1))
84
= 0 + 0,1539 + 0,0000 + 0,0249 + 0,1664 + 0,0248 = 0,3700
Total bobot untuk ruas Jalan Balai Kota di atas nantinya akan
diurutkan dengan tota bobot yang dimiliki oleh seluruh ruas jalan yang
ditinjau. Hal ini juga menunjukkan potensi ruas jalan tersebut terhadap
seluruh kriteria yang dipertimbangkan. Bobot untuk seluruh ruas jalan
selanjutnya akan dihitung dan ditampilkan selengkapnya pada tabel 24.
Urutan prioritas penanganan jalan yang disajikan pada tabel 25
terlihat bahwa pada ruas jalan yang merupakan prioritas pertama yaitu
ruas jalan Terminal Abeli Dalam, kriteria pengembangan wilayah
merupakan kriteria dengan bobot yang terbesar dibanding kriteria lain.
Selain itu kriteria pengembangan wilayah pada ruas tersebut merupakan
bobot kriteria pengembangan wilayah yang terbesar bila dibandingkan
dengan bobot kriteria pengembangan wilayah pada ruas jalan lainnya.
87
Kemudian hal lain yang mempengaruhi bobot pada ruas jalan
Terminal Abeli Dalam adalah bobot pada kriteria pengembangan sektor
ekonomi (PSE) dimana variabelnya adalah letak ruas jalan tersebut
menghubungkan kawasan yang berpotensi di bidang ekonomi. Hal ini
dapat dilihat dari bobot pada kriteria pengembangan wilayah yaitu 0,2148
merupakan bobot tertinggi untuk seluruh ruas dalam kriteria tersebut. Hal
ini menunjukkan bawah ruas jalan Terminal Abeli Dalam memiliki peranan
yang cukup besar pada sektor yang diperhitungkan, yaitu sektor,
pengembangan wilayah, perkebunan dan kehutanan. Ketiga sektor ini
pada kenyataannya di lokasi tersebut merupakan sektor yang diharapkan
untuk memenuhi harapan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan
mereka. Hal ini juga didukung oleh topografi wilayah yang dilalui oleh ruas
jalan Terminal Abeli Dalam, yaitu berupa tanah yang subur sehingga
cocok untuk lahan perkebunan dan kehutanan.
Bobot terbesar untuk seluruh kriteria diperoleh ruas jalan Terminal
Abeli Dalam dari kriteria pengembangan Wilayah. Kondisi ini menunjukkan
bahwa ruas jalan tersebut dengan peranan yang cukup penting dalam
menghubungkan wilayah yang berpotensi di bidang perkebunan dan
akses jalan menuju terminal regional Type B Kota Kendari akan tetapi
mengalami persentase kerusakan yang besar. Dengan kondisi yang
demikian, potensi-potensi yang dimiliki oleh ruas jalan Terminal Abeli
Dalam mempunyai tingkatan lebih besar bila dibandingkan ruas jalan lain.
Hal ini berarti bahwa untuk tingkat kerusakan yang sama pada ruas jalan
88
yang lain, maka ruas jalan Terminal Abeli Dalam masih lebih diprioritaskan
karena memiliki potensi yang termasuk dalam kriteria-kriteria yang telah
dipertimbangkan sebelumnya.
Hal lain ditunjukkan pada ruas Jalan Konggoasa yang memiliki
prioritas kedua. Walaupun ruas jalan ini masih dalam kondisi baik dari
ruas jalan Terminal Abeli Dalam akan tetapi memiliki peranan yang cukup
berarti dalam hal melayani kawasan pertanian dan perkebunan. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam penyusunan prioritas, potensi pengembangan
sektor ekonomi memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan
tingkat prioritas suatu ruas jalan.
Pada ruas jalan Rumah Sakit Jiwa (urutan 3) dan Jalan Imam
Bonjol (urutan 4) memiliki potensi wilayah yang hampir sama sehingga
pada kriteria-kriteria yang dipertimbangkan, kedua ruas jalan ini tidak
terlalu mencolok perbedaannya. Hal yang membedakan kedua ruas jalan
tersebut adalah tingkat kerusakan permukaan jalan, dimana kondisi
kerusakan yang dialami ruas jalan Rumah sakit jiwa (urutan 3) lebih kecil
persentase kondisi rusak berat dan rusak ringan bila dibandingkan
persentase kondisi rusak ringan pada ruas Jalan Imam Bonjol
(urutan 4).
Pada ruas jalan Tomawa (urutan 5), jalan Sawerigading (urutan 8),
Jalan Pengayoman (urutan 9) dan Jalan Oikumene (urutan 6) serta Jalan
Pekuburan kelima ruas jalan ini memiliki potensi wilayah yang hampir
sama, akan tetapi kelebihan potensi yang dimiliki oleh ruas jalan Tomawa
89
adalah bahwa ruas jalan ini menghubungkan dengan wilayah yang
berpotensi di bidang perkebunan dan akses jalan yang menghubungkan
jalan arteri dengan jalan kolektor diwilayah kelurahan lain bila
dibandingkan dengan ruas jalan lainnya yang cuma menghubungkan
antara jalan arteri dan kolektor disatu wilayah kelurahan.
Pada ruas jalan Laute, Jalan Syech Yusuf, Jalan Lawata, Jalan Y.
Wayong, Jalan Tebaununggu, Jalan Made Sabara, Jalan Malik Raya,
Jalan Lasandara, Jalan Balai Kota, Jalan Abunawas dan Jalan Taman
Suropati (urutan 10 sampai dengan urutan 20) yang letaknya berdekatan
lokasi akan tetapi memiliki potensi yang berbeda dalam hal kriteria Aspek
Biaya dalam hal ini berupa rencana penanganan jalan melihat kondisi
eksisting yang ada dan Kriteria Kerusakan Jalan yang diakibatkan oleh
besar kecilnya kerusakan jalan yang ada baik kerusakan berat maupun
ringan. Kondisi ini yang menyebabkan besar kecilnya perbedaan bobot
prioritas penanganan jalan yang ada.
Hasil rangking prioritas pada tabel 26 dapat dijadikan sebagai dasar
pertimbangan untuk menyusun usulan/kebijakan dalam penanganan jalan
di Kecamatan Mandonga. Penyusunan usulan penanganan jalan
berdasarkan prioritas seperti yang ditampilkan pada tabel 26 di atas dapat
dilakukan dengan skenario yang ditampilkan pada gambar 4. Dalam
skenario yang didasarkan atas prioritas ini, maka dasumsikan adanya
dana yang akan dialokasikan oelh pemerintah untuk kegiatan penanganan
jalan. Alokasi dana diperuntukkan bagi ruas jalan yang memiliki prioritas
90
pertama. Apabila alokasi dana tersebut masih memungkinkan untuk
membiayaiprogram penanganan jalan selanjutnya, maka alokasi dana
akan ditujukan pada ruas jalan yang berada diurutan prioritas kedua.
Demikian akan berlangsung selanjutnya hingga alokasi dana tersebut
tidak dapat lagi/tidak bersisa untuk program penanganan jalan tahun
pertama perencanaan. Ruas jalan yang tidak dapat ditangani pada tahun
pertama perencanaan, akan menjadi prioritas pertama pada usulan
penanganan jalan tahun berikutnya.
Tidak
Ya
Gambar 5.4. Skenario alokasi dana penanganan jalan pada tiap ruas
Urutan prioritas penanganan jalan pada tabel 26 tidak mutlak harus
digunakan sesuai dengan urutan tersebut. Namun dapat pula
dikombinasikan dengan urutan penanganan yang direkomendasikan oleh
Dana yang Tersedia
(Rp)
Daftar Kebutuhan Penanganan Jalan
Usulan Penanganan Jalan Berdasarkan Prioritas
Dapat Ditangani (Berdasarkan Urutan Prioritas) Dengan Dana yang Tersedia ?
Ditangani pada tahun berikutnya
Penanganan Jalan
91
Bina Marga dimana pemeliharaan rutin dilaksanakan setiap tahun
perencanaan. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan rutin sangat urgen
sehingga tidak boleh diabaikan.
92
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dalam menentukan prioritas penanganan
jalan di Kecamatan Mandonga Kota Kendari, maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kriteria yang menjadi prioritas dalam penetapan urutan prioritas
penanganan jalan Kolektor di Kecamatan Mandonga Kota Kendari
adalah mulai dari kriteria pengembangan wilayah, kriteria dampak
lingkungan, kriteria pengembangan sektor ekonomi, kriteria aspek
biaya, kerusakan jalan, dan pemerataan aksesibilitas.
2. Berdasarkan penilaian terhadap beberapa kriteria yang
dipertimbangkan oleh responden, ruas Jalan Terminal Abeli Dalam
merupakan ruas jalan yang diusulkan untuk mendapatkan prioritas
utama dalam penanganan jalan di Kecamatan Mandonga. Kemudian
ruas jalan berikutnya yang mendapat prioritas adalah ruas Jalan
Kongoasa lalu ruas Jalan Rumah Sakit Jiwa. Adapun penanganan
jalan ini dapat dilakukan sesuai urutan prioritas yang disesuaikan
dengan dana yang dialokasikan untuk penanganan jalan oleh
pemerintah daerah.
93
B. Saran
Berdasarkan analisis pendapat responden terhadap beberapa kriteria
tentang prioritas penanganan jalan di Kecamatan Mandonga, maka dalam
penelitian ini disarankan :
1. Bagi Pemerintah Daerah Kota Kendari dalam hal ini Dinas Pekerjaan
Umum Kota Kendari agar dalam menetapkan prioritas pemeliharaan
dan peningkatan jalan di Kecamatan Mandonga perlu
mempertimbangkan kriteria pemerataan aksesibilitas, kriteria
pengembangan wilayah, kriteria pengembangan sektor ekonomi,
kriteria dampak lingkungan, kriteria aspek biaya dan kriteria kerusakan
jalan. Hal ini dimaksudkan agar dalam menentukan pemeliharaan dan
peningkatan jalan perlu mempertimbangkan sesuai kriteria prioritas.
2. Agar dalam mengusulkan ruas jalan yang akan diperbaiki hendaknya
mempertimbangkan sesuai dengan urutan prioritas yang telah
diperoleh dari analisis berdasarkan kriteria-kriteria yang digunakan ini
dimaksudkan agar perbaikan jalan semakin efektif dan efisien.
3. Penentuan penanganan jalan dengan Analisis Multi Kriteria
disarankan untuk diterapkan dalam usaha penentuan prioritas
penanganan jalan untuk seluruh ruas jalan yang berada di wilayah
Kota Kendari. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh urutan prioritas
yang mencakup seluruh ruas jalan di wilayah Kota Kendari.
4. Dalam penelitian ini, komposisi yang didasarkan pada stakeholder
masih kurang proporsional yaitu kurangnya stakeholder pengguna
94
(user) dari jalan yang ditinjau. Oleh karena itu, disarankan responden
yang berasal dari stakeholder pengguna diambil pada tiap-tiap ruas
jalan yang ditinjau. Hal ini tidak dilakukan karena adanya keterbatasan
waktu, tenaga dan dana yang dimilki oleh peneliti.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, et al.1998. Sistem Transportasi Kota . Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, Jakarta.
Departemen Perhubungan.1992. Undang-undang Republik Indonesia No.
14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2001.Kepmen
Kimpraswil Nomor : 534/KPTS/M/2001. Pedoman Penentuan
Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2002.Studi
Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Perdesaan.
Institut Teknologi Bandung. 2004. MCA Multi Criteria Analysis.
Departemen Teknik Sipil.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi : Pengambilan Keputusan Kriteria
Majemuk . PT. Gramedia Jakarta.
Morlok,E.K.1990. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi
Jakarta. Erlangga.
Munawar. 2001. Penentuan Prioritas Penanganan Jalan dan Jembatan
dengan Metode Multi Kriteria . Seminar KRTJ, Jakarta.
Pangaribuan, Albarong. 2003. Analisis Kebijakan Prioritas Penanganan
Jalan dengan Metode Multi Kriteria. Tesis. Pascasarjana,
Universitas Hasanuddin Makassar.
Pariket, D., Akyuwen, R. 2002. Modul Pelatihan Perencanaan Infrastruktur
Perdesaan. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
96
Permadi,B.S.1992. Analysis Hierarchy Process. Universitas Indonesia,
Jakarta.
Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin Proses
Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi
yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Sarkar, A.K. 2004. Lessons Learned from Rural Transport in India. 3 rd Asia
Regional Meeting, Makassar.
Sihalolo, Anthonius. 2004. Strategi dan Prioritas Pengembangan
Prasarana Jalan dalam Rangka Mendukung Kapet Seram.
Tesis, Pascasarjana, Universitas Hasanuddin Makassar.
Tamin, Ofyar. 1997. Penerapan Konsep ’Interaksi Tata Guna Tanah –
Sistem Transportasi” dalam Perencanaan Sistem Jaringan
Transportasi di Jawa Barat. Penelitian. Pascasarjana Institut
Teknologi Bandung.
Tamin,Ofyar. 2002. Konsep Pengembangan Sistem Transportasi Wilayah
di Era Otonomi Daerah. Materi Kuliah Perencanaan Prasarana
Transportasi. Pascasarjana, Universitas Hasanuddin Makassar.
99
Lampiran 3
PENDAHULUAN
Konsep penanganan jaringan jalan memerlukan perencanaan yang
berdasarkan partisipatif dan bertahap. Keadaan ini mengacu pada aspek aspirasi
dan pendanaan daerah. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan
dengan memperhatikan prioritas dalam penanganan jaringan jalan dengan
pertimbangan beberapa kriteria, yaitu :
1. Kriteria pemerataan aksebilitas antar daerah, untuk mengetahui seberapa
penting pengaruh usaha pemerataan aksebilitas antar daerah dalam
penentuan priorotas penanganan suatu jaringan jalan.
2. Kriteria pengembangan wilayah, untuk mengetahui seberapa penting
pengaruh perbaikan akses ke suatu kawasan untuk pengembangan wilayah
dalam prioritas penanganan suatu jaringan jalan.
3. Kriteria pengembangan sektoral, untuk mengetahui seberapa penting
pengaruh pengembangan suatu kawasan berpotensi ekonomi dalam prioritas
penanganan suatu jaringan jalan.
4. Kriteria aspek biaya, untuk mengetahui seberapa penting pengaruh aspek
ketersediaan dana dalam prioritas penanganan suatu jaringan jalan.
5. Kriteria dampak lingkungan, untuk mengetahui seberapa penting pengaruh
dampak bagi lingkungan khususnya bagi hutan dan lahan pertanian dalam
prioritas penanganan suatu jaringan jalan.
6. Kriteria kerusakan jalan, untuk mengetahui seberapa penting pengaruh
kerusakan jalan dalam penentuan prioritas penanganan suatu ruas jalan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka harap Bapak/Ibu mengisi tabel di
bawah ini sesuai urutan kepentingan (angka 1 s/d 6). Angka 1 menunjukkan
kriteria yang paling penting dan 6 menunjukkan kriteria kurang penting.
100
Kriteria Urutan Kepentingan
Pemerataan aksebilitas antar daerah …………
Pengembangan wilayah …………
Pengembangan sektoral ekonomi …………
Aspek biaya …………
Dampak lingkungan …………
Kerusakan jalan …………
CARA PENGISIAN KUESIONER
a) Pilihlah pernyataan (a, b atau c) yang sesuai dengan pendapat Bapak/Ibu
(beri tanda ? ) dalam menentukan prioritas dalam penanganan jalan.
b) Apabila Bapak/Ibu memilih a atau b, maka harap dilanjutkan dengan mengisi
pernyataan tentang perbedaan intensitas kepentingannya (2 s/d 9).
c) Apabila Bapak/Ibu memilih c, pernyataan 2 s/d 9 tidak perlu dijawab.
PERTANYAAN
I. PENILAIAN KRITERIA
I.1. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pemerataan aksebilitas antar daerah lebih penting
daripada faktor usaha untuk pengembangan wilayah
b. Faktor usaha untuk pengembangan wilayah lebih penting
daripada faktor pemerataan aksebilitas antar daerah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
d. Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya (saaty, 1993)?
101
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.2. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pemerataan aksebilitas antar daerah lebih penting
daripada faktor pengembangan sektor ekonomi
b. Faktor pengembangan sektor ekonomi lebih penting daripada
faktor pemerataan aksebilitas antar daerah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.3. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pemerataan aksebilitas antar daerah lebih penting
daripada faktor aspek biaya dalam penanganan jalan
b. Faktor aspek biaya dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor pemerataan aksebilitas antar daerah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
102
I.4. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pemerataan aksebilitas antar daerah lebih penting
daripada faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan
b. Faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor pemerataan aksebilitas antar daerah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.5. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pemerataan aksebilitas antar daerah lebih penting
daripada faktor adanya kerusakan pada ruas jalan
b. Faktor adanya kerusakan pada ruas jalan lebih penting daripada
faktor pemerataan aksebilitas antar daerah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.6. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor usaha untuk pengembangan wilayah lebih penting
daripada faktor pengembangan sektor ekonomi
103
b. Faktor pengembangan sektor ekonomi lebih penting daripada
faktor usaha untuk pengembangan wilayah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.7. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor usaha untuk pengembangan wilayah lebih penting
daripada faktor aspek biaya dalam penanganan jalan
b. Faktor aspek biaya dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor usaha untuk pengembangan wilayah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.8. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor usaha untuk pengembangan wilayah lebih penting
daripada faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan
b. Faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor usaha untuk pengembangan wilayah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
104
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.9. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor usaha untuk pengembangan wilayah lebih penting
daripada faktor adanya kerusakan jalan
b. Faktor adanya kerusakan jalan lebih penting daripada faktor
usaha untuk pengembangan wilayah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.10. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pengembangan sektor ekonomi lebih penting daripada
faktor aspek biaya dalam penanganan jalan
b. Faktor aspek biaya dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor pengembangan sektor ekonomi
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.11. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
105
a. Faktor pengembangan sektor ekonomi lebih penting daripada
faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan
b. Faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor pengembangan sektor ekonomi
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.12. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor pengembangan sektor ekonomi lebih penting daripada
faktor adanya kerusakan pada suatu ruas jalan
b. Faktor adanya kerusakan pada suatu ruas jalan lebih penting
daripada faktor pengembangan sektor ekonomi
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.13. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor aspek biaya dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan
b. Faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor aspek biaya dalam penanganan jalan
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
106
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.14. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor aspek biaya dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor adanya kerusakan pada suatu ruas jalan
b. Faktor adanya kerusakan pada suatu ruas jalan lebih penting
daripada faktor aspek biaya dalam penanganan jalan
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
I.15. Manakah yang sesuai pertimbangan Bapak/Ibu dalam penentuan
prioritas penanganan jalan?
a. Faktor dampak lingkungan dalam penanganan jalan lebih penting
daripada faktor adanya kerusakan pada suatu ruas jalan
b. Faktor adanya kerusakan pada suatu ruas jalan lebih penting
daripada faktor dampak lingkungan
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
107
II. PENILAIAN SUB KRITERIA
II.a. Penilaian Sub Kriteria pada Kriteria Pengembangan Wilayah
Kriteria pengembangan wilaya dibagi dalam sub kriteria :
1. Kota Kabupaten
2. Kota Kecamatan
3. Kelurahan/Desa
Berdasarkan kriteria di atas, harap Bapak/Ibu mengisi tabel di bawah
ini sesuai urutan kepentingan (angka 1 s/d 3). Angka I menunjukkan sub
kriteria yang paling penting dan angka 3 menunjukkan kurang penting.
Sub Kriteria Urutan Kepentingan
Kota Kabupaten …………
Kota Kecamatan …………
Kelurahan/Desa …………
PERTANYAAN
II.a.1. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor ruas jalan yang menuju kota kabupaten lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kota kecamatan
b. Faktor ruas jalan yang menuju kota kecamatan lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kota kabupaten
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.a.2. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
108
a. Faktor ruas jalan yang menuju kota kabupaten lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kelurahan/desa
b. Faktor ruas jalan yang menuju kelurahan/desa lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kota kabupaten
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.a.3. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor ruas jalan yang menuju kota kecamatan lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kelurahan/desa
b. Faktor ruas jalan yang menuju kelurahan/desa lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kota kecamatan
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.b. Penilaian Sub Kriteria pada Kriteria Pengembangan Sektoral
Kriteria pengembangan sektoral dibagi dalam sub kriteria :
1. Kawasan pertanian
2. Kawasan perkebunan
3. Kawasan kehutanan
Berdasarkan kriteria di atas, harap Bapak/Ibu mengisi tabel di bawah
ini sesuai urutan kepentingan (angka 1 s/d 3). Angka I menunjukkan sub
kriteria yang paling penting dan angka 3 menunjukkan kurang penting.
109
Sub Kriteria Urutan Kepentingan
Kawasan pertanian …………
Kawasan perkebunan …………
Kawasan kehutanan …………
PERTANYAAN
II.e.1. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor ruas jalan yang menuju kawasan pertanian lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kawasan perkebunan
b. Faktor ruas jalan yang menuju kawasan perkebunan lebih
penting daripada faktor ruas jalan yang menuju kawasan
pertanian
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.2. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor ruas jalan yang menuju kawasan pertanian lebih penting
daripada faktor ruas jalan yang menuju kawasan kehutanan
b. Faktor ruas jalan yang menuju kawasan kehutanan lebih
penting daripada faktor ruas jalan yang menuju kawasan
pertanian
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
110
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.3. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor ruas jalan yang menuju kawasan perkebunan lebih
penting daripada faktor ruas jalan yang menuju kawasan
kehutanan
b. Faktor ruas jalan yang menuju kawasan kehutanan lebih
penting daripada faktor ruas jalan yang menuju kawasan
perkebunan
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.c. Penilaian Sub Kriteria pada Kriteria Aspek Biaya
Kriteria aspek biaya (apabila dana terbatas) dibagi dalam sub kriteria :
1. Pemeliharaan rutin
2. Pemeliharaan berkala
3. Peningkatan jalan
Berdasarkan kriteria di atas, harap Bapak/Ibu mengisi tabel di bawah
ini sesuai urutan kepentingan (angka 1 s/d 3). Angka I menunjukkan sub
kriteria yang paling penting dan angka 3 menunjukkan kurang penting.
111
Sub Kriteria Urutan Kepentingan
Pemeliharaan rutin …………
Pemeliharaan berkala …………
Peningkatan jalan …………
PERTANYAAN
II.e.1. Dalam penanganan jaringan jalan, apabila dana terbatas, maka
pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor pemeliharaan rutin lebih penting daripada faktor
pemeliharaan berkala
b. Faktor pemeliharaan berkala lebih penting daripada faktor
pemeliharaan rutin
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.2. Dalam penanganan jaringan jalan, apabila dana terbatas, maka
pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor pemeliharaan rutin lebih penting daripada faktor
peningkatan jalan
b. Faktor peningkatan jalan lebih penting daripada faktor
pemeliharaan rutin
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
112
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.3. Dalam penanganan jaringan jalan, apabila dana terbatas, maka
pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor pemeliharaan berkala lebih penting daripada faktor
peningkatan jalan
b. Faktor peningkatan jalan lebih penting daripada faktor
pemeliharaan berkala
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.d. Penilaian Sub Kriteria pada Kriteria Dampak Lingkungan
Kriteria dampak penanganan jalan terhadap lingkungan dibagi dalam sub
kriteria :
1. Hutan lindung
2. Hutan lainnya
3. Lahan perkebunan atau perkebunan
Berdasarkan kriteria di atas, harap Bapak/Ibu mengisi tabel di bawah
ini sesuai urutan kepentingan (angka 1 s/d 3). Angka I menunjukkan sub
kriteria yang paling penting dan angka 3 menunjukkan kurang penting .
113
Sub Kriteria Urutan Kepentingan
Hutan lindung …………
Hutan lainnya …………
Lahan pertanian atau perkebunan …………
PERTANYAAN
II.e.1. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor dampak lingkungan akibat penanganan jalan pada hutan
lindung lebih penting daripada faktor dampak lingkungan akibat
penanganan jalan pada hutan lainnya
b. Faktor dampak lingkungan akibat penanganan jalan pada hutan
lainnya lebih penting daripada faktor dampak lingkungan akibat
penanganan jalan pada hutan lindung
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.2. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor dampak lingkungan akibat penanganan jalan pada hutan
lindung lebih penting daripada faktor dampak lingkungan akibat
penanganan jalan pada lahan pertanian atau perkebunan
b. Faktor dampak lingkungan akibat penanganan jalan pada hutan
lainnya lebih penting daripada faktor dampak lingkungan akibat
penanganan jalan pada lahan pertanian atau perkebunan
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
114
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.3. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Faktor dampak lingkungan akibat penanganan jalan pada hutan
lainnya lebih penting daripada faktor dampak lingkungan akibat
penanganan jalan pada lahan pertanian atau perkebunan
b. Faktor dampak lingkungan akibat penanganan jalan pada lahan
pertanian atau perkebunan lebih penting daripada faktor dampak
lingkungan akibat penanganan jalan pada hutan lainnya
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e. Penilaian Sub Kriteria pada Kriteria Kerusakan Jalan
Dalam pemeliharaan infrastruktur transportasi, jalan dengan kondisi rusak
berat perlu ditangani agar jalan tersebut mampu melayani sarana
transportasi dengan baik. Adapun jalan dengan kondisi rusak ringan juga
perlu ditangani agar tingkat kerusakannya tidak bertambah parah.
Sedangkan perlunya dipertimbangkan penanganan pada jalan dengan
kondisi baik adalah dengan tujuan agar kondisinya tetap terjaga.
Kriteria kerusakan jalan dibagi dalam sub kriteria :
1. Rusak berat
2. Rusak ringan
3. Baik
115
Berdasarkan kriteria di atas, harap Bapak/Ibu mengisi tabel di bawah
ini sesuai urutan kepentingan (angka 1 s/d 3). Angka I menunjukkan sub
kriteria yang paling penting dan angka 3 menunjukkan kurang penting.
Sub Kriteria Urutan Kepentingan
Rusak berat …………
Rusak ringan …………
Baik …………
PERTANYAAN
II.e.1. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Penanganan jalan pada kondisi rusak berat yang bertujuan agar
mampu memberikan pelayanan yang lebih baik lebih penting
daripada penanganan jalan pada kondisi rusak ringan untuk
menjaga agar tingkat kerusakan pada ruas jalan tidak bertambah
parah
b. Penanganan jalan pada kondisi rusak ringan untuk menjaga agar
tingkat kerusakan pada ruas jalan tidak bertambah parah lebih
penting daripada Penanganan jalan pada kondisi rusak berat
yang bertujuan agar mampu memberikan pelayanan yang lebih
baik
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.2. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
116
a. Penanganan jalan pada kondisi rusak berat yang bertujuan agar
mampu memberikan pelayanan yang lebih baik lebih penting
daripada penanganan jalan pada kondisi baik yang bertujuan agar
kondisi jalan tersebut tetap terjaga
b. Penanganan jalan pada kondisi baik yang bertujuan agar kondisi
jalan tersebut tetap terjaga lebih penting daripada Penanganan
jalan pada kondisi rusak berat yang bertujuan agar mampu
memberikan pelayanan yang lebih baik
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting
II.e.3. Dalam penanganan jaringan jalan, maka pendapat Bapak/Ibu :
a. Penanganan jalan pada kondisi rusak ringan yang bertujuan untuk
menjaga agar tingkat kerusakan pada ruas jalan tidak bertambah
parah lebih penting daripada penanganan jalan pada kondisi
baik yang bertujuan agar kondisi jalan tersebut tetap terjaga
b. Penanganan jalan pada kondisi baik yang bertujuan agar kondisi
jalan tersebut tetap terjaga lebih penting daripada Penanganan
jalan pada kondisi rusak ringan yang bertujuan untuk menjaga
agar tingkat kerusakan pada ruas jalan tidak bertambah parah
c. Kedua faktor tersebut sama pentingnya
Apabila pilihan Bapak/Ibu a atau b, maka seberapa besar
pentingnya ?
? Sedikit lebih penting
? Lebih penting
? Jelas lebih penting
? Sangat lebih penting