PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN PEROKSIDA …
Transcript of PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN PEROKSIDA …
PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN
PEROKSIDA PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI PUSAT
PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS)
LAPORAN TUGAS AKHIR
MARINA
152401092
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN
PEROKSIDA PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI PUSAT
PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan syarat memperoleh Ahli Madya
MARINA
152401092
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
MEDAN
2018
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN
PEROKSIDA PADA CRUDE PALM OIL (CPO) DI PUSAT
PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS)
LAPORAN TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali
beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2018
MARINA
152401092
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Penentuan Bilangan Iodin dan Bilangan
Peroksida pada Crude Palm Oil (CPO) di Pusat
Penelitian Kelapa Sawit
Kategori : Laporan Tugas Akhir
Nama : Marina
Nomor Induk Mahasiswa : 152401092
Prgram Studi : Diploma (D-3) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Disetujui
Medan, Juli 2018
Disetujui Oleh:
Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing,
Dr. Minto Supeno, M.S Saharman Gea, M.Si. Ph.D
NIP. 196105091987031002 NIP. 196811101999031001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan berkat-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya. Tugas akhir ini disusun sebagai
persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan program studi D-3 Kimia Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Univertas Sumatra Utara dengan judul
“PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA
CRUDE PALM OIL (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS)”.
Dalam penyusunan tugas akhir ini penulis banyak menemukan kendala. Namun
berkat bantuan, bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat
mengatasi bebagai kendala tersebut dengan baik. Atas bantuan, bimbingan dan
dukungan berbagai pihak maka pada kesempatan ini dengan segala ketulusan dan
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS selaku Dekan FMIPA USU yang telah
memberikan sarana dan prasarana kepada penulis dalam melakukan
perkuliahan selama 3 tahun.
2. Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, S.Si, M.Si. selaku Ketua Departemen Kimia
FMIPA USU yang memberikan kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir.
3. Bapak Dr. Minto Supeno, MS selaku Ketua Program Studi D3 Kimia FMIPA
USU yang memberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian
sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir.
4. Bapak Dr. Saharman Gea, M.Si. Ph. D selaku Dosen Pembimbing yang
memberikan bimbingan kepada penulis dan bersedia meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran dalam membantu penulisan tugas akhir ini
5. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Manaf dan Ibunda Cahyati serta saudara
penulis tersayang, Sandi Pratama dan Nuri Maulida yang telah memberikan
bantuan moril dan material serta doa restu demi kesuksesan penulis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Bapak Dr. Tjahjono Hermawan, selaku Kepala Laboratorium Oleo Kimia
PPKS yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir.
7. Kepada Bapak Andri, selalu siap membantu kami dalam menyelesaikan
penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan, Inda Agustina, Citra Novia Ningrum,
Muhammad Yusuf serta Halimahtus sakdiyah sinambella.
9. Teman-teman seangkatan D-3 Kimia stambuk 2015, adik-adik stambuk 2016
dan adik-adik stambuk 2017 serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu yang turut andil dalam membantu penulis sehingga
selesainya tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca untuk kesempurnaan Tugas Akhir ini. Segala bentuk masukkan
yang diberikanakan diterima penulis dengan senang hati dan penulis dengan senang
hati dan penulis ucapkan terimah kasih. Harapan penulis, semoga Tugas Akhir ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.
Medan, Juli 2018
Penulis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENENTUAN BILANGAN IODIN DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA
CRUDE PALM OIL (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT
(PPKS)
ABSTRAK
Penentuan bilangan iodin dan bilangan peroksida pada crude palm oil (CPO) di
Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah dilakukan. Penentuan kedua bilangan di atas
dengan menggunakan metode wijs dan titrasi iodometri. Hasil analisa yang diperoleh
pada bilangan iodine dari CPO 1= 47,1735,CPO 2= 46,8439, dan CPO 3= 47,1288
dan pada bilangan peroksida dari CPO 1= 1,2862, CPO 2= 1,2766, dan CPO 3=
0,9762. Dari hasil tersebut diketahui bahwa bilangan iodine dan bilangan peroksida
pada Crude Plam Oil (CPO) telah memenuhi standar mutu yang ditetapkan.
Kata kunci:iodin,peroksida,CPO
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DETERMINATION OF IODINE VALUE AND PEROXIDE VALUE IN
CRUDE PLAM OIL (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT
(PPKS)
ABSTRACT
Iodine value and peroxide value in crude plam oil (CPO) in Pusat Penelitian Kelapa
sawit have been carried out. The both values are determinated by using Wijs method
and iodometric titration. The results obtained iodine for CPO 1= 47,1735,CPO 2=
46,8439, and CPO 3= 47,1288 and for peroxide of CPO 1= 1,2862,CPO 2= 1,2766,
and CPO 3= 0,9762. From the results could be concluded that the iodine and
peroxide of crude palm oil (CPO) has met the established quality standard.
Keywords: iodine,peroxide,CPO
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit 3
2.2 Tanaman Kelapa Sawit 4
2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit 5
2.4 Varietas Kelapa Sawit 7
2.5 Pembentukan Minyak dalam Buah 8
2.6 Pengolahan Minyak Sawit dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit 9
2.7 Minyak Mentah (CPO) 10
2.8 Komposisi Minyak Sawit Kelapa Sawit 11
2.9 SIfat Fisiko – Kimia Minyak Kelapa Sawit 13
2.10 Standart Mutu 14
2.11 Bilangan Peroksida 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.12 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi 16
2.13 Dampak dari Tingginya Kadar Peroksida di dalam Minyak 17
2.14 Bilang Iodin 18
2.14.1 Cara Wijs 19
2.15 Titrasi Iodometri 20
BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat 21
3.2 Bahan 21
3.3 Porsedur Percobaan 22
3.3.1 Penentuan Kadar Bilangan Peroksida pada CPO 22
3.3.2 Penentuan Kadar Bilangan Iodin pada CPO 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data percobaan 23
4.2 Perhitungan 23
4.1 Perhitungan Kadar Bilangan Peroksida 23
4.2 Perhitungan Kadar Bilangan Iodin 24
4.3 Pembahasan 24
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 25
5.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Komposisi Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tidak Jenuh 13
2.2 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit 14
2.3 Standart Mutu Minyak Kelapa Sawit 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tumbuhan tropis yang diperkirakan berasal dari Nigeria
(Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara
tersebut.Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun1848, dibawa dari
Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda.Bibit kelapa sawit yang
berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada
tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor (Mustafa, 2004).
Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati (vegetable oil) yang sangat
penting di dunia, karena selain digunakan sebagai bahan makanan seperti minyak
goreng, margarine, dapat juga digunakan untuk industri sabun, lilin, serta industri
kosmetik.
Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh sangat diinginkan karena
lebih mudah dicerna dan mudah diserap oleh usus dibandingkan dengan asam lemak
jenuh. Minyak dan lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu minyak dan lemak juga merupakan sumber
energi efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram minyak atau
lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak nabati pada umumnya merupakan asam lemak
esensial, misalnya asam oleat, linoleat, linolenat, dan sama arachidonat.Asam-asam
lemak esensial ini dapat mencegah timbulnya gejal aarthero sclerosis, karena
penyempitan pembuluh-pembuluh darah yang disebabkan oleh tertumpuknya
kolesterol pada pembuluh-pembuluh darah tersebut (Departemen perindustrian.
1980).
Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia.
Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang digunakan sebagai
bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak kelapa sawit itu, maka mutu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai
komoditas ini (Mustafa,2004).
Salah satu faktor yang menentukan mutu minyak kelapa sawit adalah bilangan
iodin dan peroksida. Bilangan iodin menyatakan derajat ketidakjenuhan asam lemak
penyusun lemak, Semakin tinggi bilangan iodin maka kualitas dari suatu minyak
akan bagus. Bilangan peroksida tinggi akan dapat menurunkan mutu didalam minyak
sawit yang dihasilkan.
Oleh sebab itu,penulis tertarik melakukan penelitian tentang “PENENTUAN
BILANGAN IODIN DAN BILANGAN PEROKSIDA PADA CRUDE PALM
OIL (CPO) DI PUSAT PENELITIAN KELAPA SAWIT (PPKS)”.
1.2 Permasalahan
Apakah kadar Bilangan iodin dan Bilangan Peroksida pada Crude Palm Oil (CPO) di
Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah memenuhi standar mutu nasional.
1.3 Tujuan
Untuk menentukan kadar Bilangan iodin dan Bilangan Peroksida pada Crude Palm
Oil (CPO) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit telah memenuhi standar mutu nasional.
1.4 Manfaat
Dengan mengetahui kadar bilangan iodin dan kadar bilangan peroksida pada crude
palm oil (CPO) di pusat penelitian kelapa sawit dapat diketahui standar mutu dari
minyak tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari dari Nigeria, Afrika Barat.
Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal
dari kawasan Amerika Selatan, yaitu Brazil. Hal ini karena lebih banyak ditemukan
spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan di Afrika.Pada
kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur diluar daerah asalnya, seperti
Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini. Bahkan mampu memberikan hasil
produksi per hektar yang lebih tinggi.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonia
Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit yang
dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di kebun Raya Bogor. Tanaman
kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911.
Perintis kelapa sawit di Indonesia adalah Adrian Hallet, seorang belgia yang telah
belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang telah dilakukannya
diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit di indonesia mulai berkembang.
Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli)
dan Aceh.Luas area perkebunannya mencapai 5.123 ha.Indonesia mulai mengekspor
minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke Negara-negara Eropa, kemudian
tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi, 2002).
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir
dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik (perkebunannya
dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan D.I. Aceh) dan produk olahan
minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal (Tim Penulis,
1997).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada
tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara oleh Adrien Hellet, seorang
berkembangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah,dari 1.272 hektar
pada tahun 1916 menjadi 92.307 hektar pada tahun 1938. Ekspor minyak kelapa
sawit dari sumatera utara pertama kali dilakukan pada tahun 1923 dengan volume
850 ton. Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara pada mulanya
dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya,
kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari
Eropa.Pada tahun 1957, Pemerintah Republik Indonesia menasionalkan (mengambil
alih) seluruh perkebunan milik asing dan selanjutnya menjadi perusahaan milik
negara.Perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami perkembangan,
meskipun dalam pejalannya mengalami pasang surut (Mustafa, 2004).
2.2. Tanaman Kelapa sawit
Menurut Pahan (2006) kelapa sawit merupakan spesies Cocoideae yang paling
besar habitatnya.Titik tumbuh aktif secara terus menerus menghasilkan primordia
(bakal) daun setiap sekitar 2 minggu (pada tanaman dewasa). Daun memerlukan
waktu 2 tahun untuk berkembang dari proses inisiasi sampai menjadi daun dewasa
pada pusat tajuk (pupus daun/spear leaf) dan dapat berfotosintesis secara aktif sampai
2 tahun lagi. Proses inisiasi daun sampai layu (senescene) kira-kira 4 tahun. Tanaman
kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan setelah ditanam
di lapangan. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh fruit
bunch (FFB). Produktivitas tanaman kelapa sawit meningkat mulai umur 3-14 tahun
dan akan menurun kembali setelah umur 15-25 tahun. Setiap pohon sawit dapat
menghasilkan 10-15 TBS per tahun dengan berat 3-40 kg per tandan, tergantung
umur tanaman.
Kelapa sawit merupakan tanaman tropis penghasil minyak nabati yang hingga saat
ini diakui paling produktif dan ekonomis dibandingkan tanaman penghasil minyak
nabati lainnya, misalnya kedelai, kacang tanah, kelapa, bunga matahari,dan lain-lain
(Mustafa, 2004).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3 Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
1. Daun
Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut:
Kumpulan anak daun(leaflets) yang mempunyai helaian (lamina)dan tulang anak
daun(midrib), Rachis yang merupakan tempat anak dalam melekat, Tangkai daun
(petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang, Seludang daun (sheath)
yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada
batang. Bentuk seludang daun yang terlihat pada daun dewasa sudah tidak lengkap
dan merupakan sisa dari perkembangan yang ada.Pada daun yang sedang
berkembang, seludang berbentuk pipa dan membungkus daun muda secara
sempurna.Namun, karena daun berkembang terus menerus, sedangkan seludang
sudah tidak berkembang lagi, serabut seludang menjadi robek dan tercerai
membentuk barisan duri (spine) sepanjang tepi-tepi petiole yang merupakan pangkal
dari serabut tersebut.Sejumlah kecil jaringan dari serabut ini juga dijumpai pada
bagian ketiak daun.Daun dihasilkan dalam urut-urutan yang teratur.perkembangan
dan menuanya daun kelapa sawit secara individual terjadi dalam arah basipetal (dari
atas ke bawah). Luas daun kelapa sawit akan meningkat secara progresif pada umur
sekitar 8-10 tahun setelah tanam.
2. Batang
Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh-pembuluh yang terikat secara diskrit
dalam jaringan parenkim.Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana
pertumbuhan batang sedikit agak membesar.Aktivitas meristem pucuk hanya
member sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya yaitu
menghasilkan daun dan infloresen bunga.Seperti umumnya tanaman
monokotil.Penebalan sekunder tidak terjadi pada batang. Pada tahun pertama atau
kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan membesar terlihat sekali pada bagian
pangkal, dimana diameter batang bias mencapai 60 cm. Batang diselimuti oleh
pangkal pelepah daun tua sampai kira- kira umur 11-15 tahun. Batang mempunyai 3
fungsi utama, yaitu (1) sebagai struktur yang mendukung daun, bunga, dan buah;
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2) sebagai system pembuluh yang mengangkut air dan hara mineral dari akar ke
atas serta hasil fotosintesis dari daun ke bawah; serta (3) kemungkinan juga berfungsi
sebagai organ penimbunan zat makanan.
3. Akar
Akar terutama sekali berfungsi untuk (1) menunjang struktur batang di atas tanah; (2)
menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah; serta (3) sebagai salah satu alat
respirasi. System perakaran kelapa sawit merupaka system akar serabut, terdiri dari
akar primer, sekunder, tersier, dan kuartener. Akar primer umumnya berdiameter
6-10 mm, keluar dari pangkal batang dan menyebar secara horizontal dan
menghujam kedalam tanah dengan sudut yang beragam. Akar primer yang bercabang
membentuk akar tersier yang berdiameter 0,7-1,2 mm dan umumnya bercabang lagi
membentuk akar kuartener. Akar kuartener tidak mengandung lignin, panjangnya
hanya 1-4 mm dengan diameter 0,1-0,3mm. Secara umum, sistem perakaran kelapa
sawit lebih banyak berada dekat dengan permukaan tanah tetapi pada keadaan
tertentu akar juga bias menjelajah lebih dalam.
4. Bunga
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious). Artinya, bunga jantan
dan bunga betina terdapat pada satu pohon,tetapi tidak pada tandan yang sama.
Walaupun demikian, kadang- kadang dijumpai juga bunga jantan dan betina pada
satu tandan (hermafrodit).Bunga muncul dari ketiak daun. Setiap ketiak daun hanya
dapat menghasilkan satu bunga majemuk (infloresen). Biasanya, beberapa bakal
infloresen gugur pada fase-fase awal perkembangannya sehingga pada individu
tanaman terlihat beberapa ketiak daun tidak menghasilkan infloresen.
5. Buah
Secara botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe, terdiri dari
pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp (yang secara salah kaprah
biasanya disebut pericarp), dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/
kernel (umumnya hanya satu).Inti memiliki testa (kulit), endosperm yang padat dan
sebuah embrio.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Biji
Dalam kondisi utuh (tidak pecah), biji kelapa sawit bersifat dorman sampai sekitar
enam bulan. Kondisi dorman ini dapat dipatahkan, antara lain dengan pemanasan
biji. Dengan pemanasan pada suhu 40ºC biji mulai berkecambah setelah 80 hari.
Hasil penelitian lanjutan menunjukkan bahwa dengan pemanasan pada suhu 60ºC
selama 3 jam, biji sudah berkecambah 70% dalam waktu 40 hari (Mangoensoekarjo,
2003).
2.4 Varietas Kelapa Sawit
Ada beberapa varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal.Varietas-varietas
itu dapat dibedakan berdasarkan tebal tempurung daging buah atau berdasarkan wana
kulit buahnya. Selain varietas-varietas tersebut, ternyata dikenal juga beberapa
varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain mampu
menghasilkan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lain.
Pembagian varietas berdasarkan ketebalan temperung dan daging buah, dikenal
lima varietas kelapa sawit,yaitu:
1. Dura
Tempurung cukup tebal antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah
terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar
dengan kandungan minyak yang rendah.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buah
nya tebal.Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging
biji sangat tipis.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura
dan Pisifera. varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan pada saat ini.
Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5-4 mm dan terdapat
lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah sangat tinggi,antara
60-96%.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Macro carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.
5. Diwikka-wakka
Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya dua lapisan daging buah.
Diwiki-wakka dapat dibedakan menjadi diwikka-wakkadura, diwiki-
wakkapirifera dan diwiki-wakka tenera. Dua varietas kelapa sawit yang
disebutkan terakhir ini jarang dijumpai dan kurang begitu terkenal di Indonesia.
Pembagian varietas berdasarkan warna kulit buah, terdapat tiga varietas kelapa
sawit yaitu:
1. Nigrescens
Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi
jingga kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam
diperkebunan.
2. Virescens
Pada waktu uda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah menjadi
jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini jarang dijumpai
dilapangan
3. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak
menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman.Varietas
ini juga jarang diumpai (Tim Penulis.1997).
2.5 Pembentukan Minyak Dalam Buah
Hasil utama yang diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang
terdapat pada daging buah (mesokrap) dan minyak inti sawit yang terdapat pada
kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat
fisika-kimia. Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari
setelah penyerbukan dan berhenti setelah setelah 180 hari atau setelah dalam buah
minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka
yang terjadi ialah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Pembentukan minyak berakhir jika tandan yang bersangkutan telah terdapat buah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membrondol normal. Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah
trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa
pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak
tidak jenuh (Naibaho,1996).
2.6 Pengolahan Minyak Kelapa Sawit dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit
Pengolahan minyak kelapa sawi dari tandan buah segar kelapa sawit terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
1. Sterilisasi dan perontokan
Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzimatis dan mengumpulkan
protein dalam buah sawit serta membunuh mikroba. Terhentinya proses enzimatis
akan mengurangi kerusakan bahan, antara lain akibat penguraian minyak menjadi
asam lemak bebas. Penggumpalan protein bertujuan agar tidak ikut terekstrak pada
waktu terekstrak pada waktu pengepresan minyak (ekstraksi), sterilisasi juga
bermanfaat untuk pengawetan dan memudahkan perontokan buah. Tandan buah yang
telah disortir direbus dengan uap panas selama 2-2,5 jam. Akhir perebusan ditandai
dengan beberapa gejala, antara lain bauh buah yang gurih, empuk, dan mudah
rontok. Setelah direbus selanjutnya dimasukkan kedalam alat perontok.
2. Pengempaan
Buah dalam bak penumpukan dimasukkan dalam tangki penghancur. Sebagai
pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas, dan hasil hancurnya disebut
fladren. Fladren dimasukan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder
tegak.Pengepresan dilakukan pada tekanan sebesar 200-300 kg per cm² dengan
kecepatan penekanan 5 sampai 6 kali dalam satu menit. Ampas yang dihasilkan
diangkut dengan pengangkut berulir (auger) ke proses selanjutnya. Minyak sawit
dari stasiun kempa dialirkan dalam sebuah tangki yang disebut monteyues.
3. Perebusan
Minyak yang berada monteyues dipanaskan dengan uap air supaya tidak
membeku. Dari monteyues minyak dipompakan dalam bak tunggu dengan bantuan
tekanan uap sebesar 2 kg per cm², dan dari bak tunggu dialirkan kedalam tangki
pengendapan.Didalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air
selama kurang lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk memecahkan emulsi, memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air dari
minyak. Pendinginan selama 3 jam, akan memisahkan minyak dari air dan kotoran.
4. Penjernihan
Minyak sawit dipompa dari bak tunggu kedalam tangki penjernihan
(kalrifikator). Dari penyaringan sentrifugal minyak bersih dipompa kedalam tangki
penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan jedalam tangki pengendapan.
5. Penyaringan
Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat penyaring
sentrifugal. Dari penyaringan sentrifugal minyak bersih dipompa kedalam tangki
penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan kedalam tangki pengendapan.
6. Pemisahan ampas dan Biji sawit
Ampas yang keluar dari stasiun kempa diangkut oleh pengangkut berulir (anger)
ke alat pemisah ampas (luchschreider). selama pengangkutan, ampas dipanasin
dengan uap dan dicacah dengan pisau sehingga ampas yang dihasilkan lebih halus.
Alat pemisahan ampas ini merupakan sebuah drum yang berputas dilengkapin
oleh sebuah kipas. prinsip pemisahan berdasarkan atas perbedaan bobot jenis biji
sawit dan ampas ( Ketaren, 1986)
2.7 Minyak Mentah (CPO)
Minyak sawit diperoleh dari lapisan serabut/ kulit buah sawit melalui proses
pengolahan minyak sawit. Pada suhu kamar minyak sawit adalah setengah padat.
Warna minyaknya merah jingga oleh adanya karoten (provitamin A) dalam jumlah
banyak (0,05-0,20%). Minyak sawit memiliki bau yang enak dan sangat tahan
terhadap proses oksidasi, sifat ini disebabkan oleh adanya zat tokoferol yang
berfungsi sebagai antioksidan. Titik lebur minyak sawit keluaran perkebunan adalah
berkisar antara 27-30⁰C, minyak sawit terutama mengandung asam palmitat dan
asam oleat.
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) hadir dalam beberapa varietas: dura yang
dikupas tebal, pisifera tanpa kulit, dan kelapa tenu, yang merupakan hibrida dari
keduanya. Tanaman Tenera sangat kurus dikuliti dan memiliki kandungan minyak
yang tinggi namun jarang ditemukan di alam bebas.Setelah tahun 1945,
pembentukan program berskala besar untuk pengembangan varietas tenera mulai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memberikan hasil yang positif.Saat ini, umum untuk menyebutkan tenera sebagai
DxP, karena buah yang dihasilkan melalui penyerbukan pisifera ke bunga dura
memberi hibrida tenu, yang merupakan kelapa sawit komersial yang digunakan
untuk produksi minyak sawit.
Meskipun hasil yang dihasilkan oleh varietas tenera bergantung pada genetika
mereka, mereka memberikan hasil minyak per hektar tertinggi dibandingkan dengan
tanaman lainnya.Dua varietas minyak diekstraksi minyak kelapa sawit dan minyak
inti sawit. Minyak biji tidak memiliki karotenoid, tidak merah, dan memiliki
kandungan lemak jenuh 81%, sedangkan minyak kelapa sawit yang diperoleh dari
pulp buah memiliki kandungan karoten tinggi, warna merah yang berbeda, dan
kandungan yang jauh lebih rendah (41%) jenuh.
CPO diperoleh dari daging buah kelapa sawit. CPO mengandung sekitar 500-700
ppm karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh
karena itu CPO berwarna merah jingga. Disamping itu jumlahnya juga cukup tinggi.
Minyak kelapa sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi
dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah
dan berbentuk setengah padat pada suhu ruang. Dengan adanya air dan serat halus
tersebut menyebabkan CPO tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan
maupun non pangan (Naibaho, 1988).
2.8 Komposisi minyak kelapa sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen buah
yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 30-40 persen.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang
tetap.
Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang
berbeda-beda.Panjang rantai adalah 14-20atom karbon. Dalam proses
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak yanng membentuk satu molekul
trigliserida dan tiga molekul air (Ketaren, 1986).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.1 reaksi pembentukan trigliserida dan air dari gliserol
……….. (2.1)
Pembentukan trigliserida dihasilkan dari proses esterifikasi satu molekul gliserol
dengan tiga molekul asam lemak membentuk satu molekul lemak dan tiga molekul
air.
Komponen minyak umumnya terdiri dari trigliserida yang memiliki banyak asam-
asam yang tidak jenuh, sedangkan komponen lemak memiliki asam-asam lemak
yang jenuh. Misalnya minyak kelapa sawit (crude palm oil) dapat dipisahkan secara
pendinginan antara bagian yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh yaitu
berupa lemak yang banyak dijual dipasaran sebagai minyak padat dengan berbagai
merek.
Lemak dan minyak dapat mengalami ketengikan, karena dapat terhidrolisis dan
teroksidasi bila dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara. Pada proses hidrolisis,
lemak dan minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi
hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan lemak atau minyak karena terdapat
sejumlah air didalamnya, sehungga menimbulkan bau tengik. Reaksi demikian
dikatalisis oleh asam, basa, atau enzim tertentu seperti enzim lipase. Lemak dan
minyak yang sangat tengik mempunyai keasaman yang rendah. Proses ketengikan
dapar dihambat salah satunya dengan penambahan zat antioksidan seperti vitamin E,
vitamin C, dan hidroquinon (Yazid,2006).
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak
dan minyak, yang umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tidak
bercabang. Asam lemak terbagi atas dua macam, yaitu:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap
antara atom-atom karbon pada rantainya, dan pada umumnya mempunyai titik lebur
lebih yang tinggi.
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki satu atau lebih ikatan
rangkap di antara atom-atom karbonnya, dan pada umumnya mempunyai titik lebur
yang rendah (Mangoensoekarjo,2003).
Rata–rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat padaTabel 2.1
Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 %
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam Lemak Jumlah Atom C Minyak Sawit (%)
Asam Lemak Jenuh
Oktanoat
Dekanoat
Laurat
Miristat
Palmitat
Stearat
Asam Lemak Tidak
Jenuh
Oleat
Linoleat
Linolenat
8
10
12
14
16
18
18
18
18
-
-
1
1-2
32-47
4-10
38-50
5-14
1
( Ketaren, 1986)
2.9 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan,
titik cair dan polimorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan, slipping point,
shot melting poin; bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, (turbidity point), titik
asap, titik nyala dan titik api.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Table 2.2 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu kamar (25-
27⁰C)
0,900 0,900-0,913
Indeks bias D 40⁰C 1,4565-1,4585 1,4565-1,4585
Bilangan Iodium 48-56 14-20
Bilangan penyabunan 196-205 244-254
( Ketaren, 1986).
2.10 Standar mutu
Akhir-akhir ini sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai
industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang menggunakannya sebagai
bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan
kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menetukan harga dan nilai komoditas
ini.
Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai
sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium.
Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut
ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu
internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran,
logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia
perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting
Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan
pasca panen, atau kesalahan selama pemrosesan dan pengangkutannya. Standart
mutu kelapa sawit, inti sawit dan minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 2.3
dibawah ini:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 2.3 Standart mutu minyak kelapa sawit
Karakteristik Minyak sawit Inti sawit Minyak inti
sawit
Keterangan
Asam lemak bebas 5% 3,5 % 3,5 % Maksimal
Kadar kotoran 0,5% 0,02 % 0,02 % Maksimal
Kadar zat penguap 0,5% 7,5 % 0,2 % Maksimal
Bilangan peroksida 6 meg - 2,2 meg Maksimal
Bilangan iodine 44-58 mg/gr - 10,5- 18,5 %
mg/g
-
Kadar logam (Fe,
Cu)
10 ppm - - -
Lovibond 3-4 R - - -
Kadar minyak - 47 % - Maksimal
Kontaminasi - 6 % - Maksimal
Kadar pecah - 15 % - Maksimal
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan,1989
2.11 Bilangan Peroksida
Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah karena peristiwa oksidasi dan
hidrolitik. Di antara kerusakan minyak yang mungkin terjadi ternyata kerusakan
karena autoksidasi yang paling besar pengaruhnya terhadap cita rasa. Untuk
mengetahui tingkat kerusakan minyak dapat dinyatakan sebagai angka peroksida
(Sudarmadji, 1989).
Bilangan peroksida sebuah indeks dari sejumlah lemak atau minyak yangsudah
mengalami oksidasi. Bilangan peroksida bermanfaat untuk menentukan kualitas
lemak atau minyak setelah proses dan penyimpanan. Peroksida akan meningkat
untuk memudian pasti selama masa penyimpanan sebelum digunakan. Dengan
kuantitas tergantung pada waktu, temperatur, ketajaman cahaya, dan udara (Lawson,
1985).
Ketika lemak dan minyak disimpan, lemak dan minyak mengalami perubahan
yang mana mempengaruhi nilai jual. Telah diketahui selama banyak tahun lemak dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
minyak secara lambat menangkap oksigen selama periode waktu sebelum
kemungkinan untuk dideteksi aroma dari produk yangtengik (Meyer, 1973).
Proses oksidasi yang intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan
warna (menjadi semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu
minyak sawit menjadi menurun. Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak
sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka
oksidasi. Dari angka oksidasi ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses
oksidasi berlanggsung sehingga dapat pula dilihat pula dinilai kemampuan minyak
sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan
yang lama (Tim Penulis, 1997).
2.12 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi
Trigliserida minyak kelapa sawit hanya mengandung sedikit ikatan asam lemak
tak jenuh majemuk (poly-unsaturated), juga mengandung tokoferol, sehingga agak
tahan terhadap oksidasi. Oksidasi ikatan rangkap tersebut, sama seperti hidrolisis,
juga akan berlangsung secara otokatalitik. Penambahan molekul oksigen terjadi pada
gugusan metilen dari ikatan rangkap.Ini menghasilkan hidro peroksida yang segera
terbagi menghasilkan radikal bebas. Dalam proses oksidasi, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecepatan oksidasi, yaitu :
1. Pengaruh suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) di udara akan bertambah
dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan
akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100– 115⁰C adalah
kedua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 100⁰C.Untuk mengurangi kerusakan
bahan pangan berlemak dan agak tahan dalam waktu yang lebih lama, dapat
dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.
2. Pengaruh cahaya
Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari
oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang
disimpan tanpa udara (O₂), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dikarenakan dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak.
Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam
lemak.
3. Bahan pengoksidasi
Salah satu pengoksidasi yang mempercepat proses oksidasi adalah peroksida.
Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dalam lemak
segar, serta dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi
lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan
pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan dapat mempercepat
proses oksidasi.
2.13 Dampak dari Tingginya Kadar Peroksida didalam Minyak
1.Palatability
Gejala timbulnya ketengikan oleh proses oksidasi lemak pada tahap permulaan
ditandai timbulnya perubahan rasa dan aroma yang terdapat secara alamiah.
Selanjutnya minyak tersebut berubah menjadi bau yang tidak disukai dengan
bauapek (tallow). Jika ketengikan telah mencapai tahap akhir, maka lemak biasanya
berbau tengik dan terasa getir (acrid quality) (Ketaren, 1986). Panjangnya periode
dipengaruhi beberapa faktor seperti temperatur, kelembapan, seberapa banyak udara
yang kontak dengan lemak atau ketidakhadiran antioksidan dan prooksidan (Meyer,
1973).
2.Warna
Peroksida aktif yang dihasilkan selama proses oksidasi lebih mampu sebagai
oxidizing agent dari pada oksigen udara dan juga dapat menimbulkan perubahan
yang tidak diingini terhadap komponen yang bukan lemak. Lemak atau minyak
dalam jaringan secara alamiah biasanya bergabung dengan pigmen, misalnya pigmen
karotenoid yang akan turut rusak oleh proses oksidasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.Kandungan vitamin
Vitamin perangsang anti opthalmic dalam lemak mudah rusak akibat oksidasioleh
oksigen udara, sedangkan vitamin yang penting dalam proses pertumbuhan dan
reproduksi akan rusak pada lemak-lemak yang telah menjadi tengik.
4.Keracunan
Nilai gizi dan palatability lemak yang teroksidasi, lebih rendah
dibandingkandengan lemak segar, sehingga dapat menganggu kesehatan dan
pencernaan atau gangguan-gangguan lainnya (Ketaren, 1986).
2.14 Bilangan Iodin
Bilangan Iodin adalah jumlah (gram) iodin yang dapat diikat oleh 100 gram
lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan bereaksi
dengan iodin atau senyawa iodin. Gliserida dengan tingkat ketidakjenuhan yang
tinggi akan mengikat iodin dalam jumlah yang lebih besar. Bilangan iodin di
tetapkan dengan melarutkan sejumlah contoh minyak atau lemak (0,1 sampai 0,5 g)
dalam kloroform atau karbon tetra klorida. Kemudian ditambahkan halogen secara
berlebihan. Setelah didiamkan pada tempat yang gelap dengan periode waktu yang
dikontrol, kelebihan dari iodin yang tidak bereaksi diukur dengan jalan menitrasi
larutan-larutan campuran tadi dengan natrium tiosulfat. Kemudian pada saat
mentritrasi I₂ tereduksi oleh natrium tiosulfat membentuk Iˉ kembali sedangkan
S4O3²ˉ teroksidasi membentuk S4O6²ˉ Reaksi dari ion yang berlebihan tersebut
adalah sebagai berikut:
2 Na₂S₂O₃ + I₂ 2 NaI + Na2S4O6………….. (2.2)
Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan indikator
amilum. Bilangan iodin dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau
lemak dan juga dapat digunakan menggolongkan jenis minyak pengering dan minyak
bukan pengering. Minyak mongering mempunyai bilangan iodin yang lebih dari 130.
Minyak yang mempunyai bilangan iodin 100 sampai 130 bersifat setengah
mengering. Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyerap sejumlah iodin dan membentuk senyawa jenuh. Besarnya jumlah iodin
yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.
Bilangan iodin dinyatakan sebagai jumlah gram iodin yang diserap oleh 100gr
lemak/minyak.
Kecepatan reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen tergantung pada
macam halogen dan struktur dari asam lemak. Dalam urutan iod > brom > flour >
klor, menunjukkan bahwa semakin kekanan reaktivitasnya semakin bertambah.
Penentuan bilangan iodin biasanya menggunakan cara Hanus, Kaufmann, dan Wijs
dan perhitungan bilangan iodin dari masing-masing cara tersebut adalah sama.
Semua cara ini berdasarkan atas prinsip titrasi dimana pereaksi halogen berlebihan
ditambahkan pada contoh yang diuji. Setelah reaksi sempurna kelebihan reaksi
ditentukan jumlahnya dengan titrasi (Ketaren, 1986).
Bilangan iodin berbanding langsung dengan derajat ketidakjenuhan. Bilangan
iodin yang tinggi diindikasikan ketidakjenuhan yang tinggi pula. Ini juga berguna
sebagai indikator dari bentuk lemak, bilangan iodin lemak yang tinggi biasanya
berupa cairan, sedangkan bilangan iodin yang rendah biasanya berupa padatan
.selama pemprosesan minyak dan lemak, sebagai derajat pertambahan hidrogenasi,
bilangan Iodin berkurang (Lawson,1985).
2.14.1 Cara Wijs
Pembuatan Larutan Wijs
Pereaksi Wijs yang terdiri dari larutan 16 gram iod monoklorida dalam 1000 ml
asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat larutan ini yaitu dengan
melarutkan 13 gram iod dalam 1000 ml asam asetat glasial, kemudian dialirkan gas
klor sampai terlihat perubahan warna yang menunjukkan bahwa jumlah gas klor
yang dimasukkan sudah cukup. Pembuatan larutan ini agak sukar, dan bersifat tidak
tahan lama: Larutan ini sangat peka terhadap cahaya, panas, dan udara, sehingga
harus disimpan di tempat yang gelap, sejuk dan tertutup rapat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Prosedur:
Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,1-0,5 gram di dalam
Erlenmeyer 500 ml yang bertutup, kemudian ditambahkan 20 ml karbon tetraklorida
sebagai pelarut. Ditambahkan 25 ml larutan wijs dengan pipet, dengan kelebihan
volume pereaksi sekitar 50-60 persen. Dengan cara yang sama dibuat juga larutan
blanko. Erlenmeyer disimpan di tempat gelap pada suhu 25±5ºC selama 30 menit.
Akhirnya ditambahkan 20 ml larutan kalium iodide 15 persen dan 100 ml air.
Kemudian, botol ditutup serta dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan
larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan menggunakan indikator larutan pati
(Ketaren,1986).
2.15 Titrasi Iodometri
Titrasi Iodometri dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I₂ yang
dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak
tua, menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, sampai akhirnya
lenyap. Namun lebih mudah dan lebih jelas bila ditambahkan amilum ke dalam
larutan sebagai indikator. Amilum dengan I₂ membentuk suatu kompleks berwarna
biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I₂ sedikit sekali. Pada titik akhir titrasi, iod
yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap
mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas.
Amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila iod sudah
tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda). Maksudnya ialah
agar amilum tidak membungkus iod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal
itu akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap sehingga titik akhir titrasi tidak
kelihatan tajam lagi. Bila iod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan
amilum dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir.
(Harjadi,1993).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
BAHAN DAN METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
1. Neraca analitik Kern Abs
2. Beaker Pirex
3. gelas ukur Pirex
4. cawan petri
5. pipet tetes
6. pipet volume Pirex
7. karet penghisap
8. buret Pirex
9. Erlenmeyer bertutup Pirex
10. Statif dan klem
11. Botol aquadest
12. Masker
13. Stopwatch
14. Sarung tangan tebal
15. Hot plate
3.2 Bahan
1. CPO
2. Aqudest
3. KI 15%
4. KI jenuh
5. Indikator Amilum
6. Na₂S₂O₃ 0.1612 N
7. Larutan Sikloheksana
8. Larutan wijs
9. Larutan asam asetat: kloroform (3:2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Prosedur percobaan
3.3.1 Penentuan Kadar Bilangan Peroksida Pada CPO
1. Ditimbang 2,5 g CPO
2. Dimasukka kedalam erlenmeyer
3. Ditambahkan 15 ml larutan campuran asam asetat : kloroform (3:2)
4. Diaduk hingga homogen
5. Ditambahkan 1 ml KI jenuh
6. Diaduk hingga homogen
7. Ditabahkan 30 ml aquadest
8. Ditambahkan 2 ml indikator larutan pati
9. Diaduk hingga homogen
10. Ditritrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna hitam kecoklatan
berubah menjadi putih
11. Dicatat volume natrium tiosulfat yang terpakai
3.3.2 Penentuan Kadar Bilangan Iodin pada CPO
1. Dihomogenkan CPO (dipanaskan sambil diaduk)
2. Dimasukkan kedalam cawan petri
3. Dipanaskan dalam oven selama satu jam
4. Ditimbang 0,5 g CPO kedalam Erlenmeyer
5. Ditambahkan Sikloheksana sebanyak 15 ml
6. Ditambahkan 25 ml larutan Wijs dengan pipet volume
7. Dihomogenkan
8. Didiamkan selama 30 menit dalam ruang gelap
9. Ditambahkan KI 15% sebanyak 20 ml
10. Ditambahkan 100 ml aquadest
11. Ditritrasi dengan larutan natrium tiosulfat sampai warna kuning nyaris
hilang
12. Ditambahkan 2 ml indikator larutan pati
13. Dilanjutkan titrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna biru hilang
14. Dicatat volume natrium tiosulfat yang terpakai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL DANPEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
Tabel 4.1 Data Analisa Bilangan Iodin Pada Crude Palm Oil
No Sampel Berat
Sampe
l (g)
Volume
Titrasi
Blanko
(ml)
Volume
Titrasi
Sampel
(ml)
Normalitas
Na₂S₂O₃ (N)
Kadar
Bilangan
Iodin ( ⁄ )
Rata-Rata
(
⁄ )
1 CPO 1 0,5220 36,85 17,9 0,1024 47,1735
2 CPO 2 0,5449 36,85 18 0,1024 46,8439 47,0486
3 CPO 3 0,5225 36,85 17,9 0,1024 47,1285
Tabel 4.2 Data Analisa Bilangan Peroksida Pada Crude Palm Oil
No Sampel Berat
Sampel
(g)
Volume
Titrasi
Blanko
(ml
Volume
Titrasi
Na₂S₂O₃ (ml)
Normalitas
Na₂S₂O₃ (N)
Kadar
Bilangan
Peroksida
(meq)
Rata-Rata
(meq)
1 CPO 1 2,5656 0,1 0,3 0,0165 1,2862
2 CPO 2 2,5849 0,1 0,3 0,0165 1,2766 1,1796
3 CPO 3 2,5352 0,1 0,25 0,0165 0,9762
4.2 Perhitungan
4.1 Perhitungan Kadar Bilangan Peroksida
Bilangan Peroksida = ( )
Keterangan :
S = Volume Titrasi untuk Na₂S₂O₃ (ml)
B = Volume Titrasi untuk Blanko (ml)
N = Normalitas Na₂S₂O₃
G = Berat Sampel (g)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bilangan Peroksida =( )
= 1,2862 meg
4.2 Perhitungan Kadar Bilangan Iodin
Bilangan Iodin = ( )
Keterangan :
B = Volume Titrasi untuk Blanko (ml)
S = Volume Titrasi untuk Sampel (ml)
N= Normalitas Na₂S₂O₃
G = Berat Sampel (g)
Bilangan Iodin = ( )
= 47,1735 meq
4.3 Pembahasan
Dari hasil analisis yang dilakukan, diperoleh kadar bilangan iodin untuk CPO 1
= 47,1735 meq,CPO 2 = 46,8439 meq,dan CPO 3 = 47,1285meq,dan kadar bilangan
peroksida untuk CPO 1 = 1,2862 meq, CPO 2 = 1,2766 meq, dan CPO 3 = 0,9762
meq. Dan dari data yang diperoleh hasil analisis telah memenuhi Standar Nasional
Indonesia yaitu untuk kadar bilangan iodin untuk CPO yaitu 44-58 meq dan untuk
kadar bilangan peroksida untuk CPO yaitu 6 meq.
Bilangan iodin menunjukkan besarnya ketidakjenuhan dari minyak atau lemak,
semakin besar bilangan iodin maka derajat ketidakjeuhannya semakin besar dan
kualitas minyak semakin tinggi. Akan tetapi bila bilangan iodin yang terlalu besar
maka akan mudah teroksidasi sehingga mutu minyak menjadi tengik dan menurun
daya simpannya. Jadi parameter iodin sangat penting dalam menentukan kualitas
minyak sehingga kualitas mutu nya terjamin.
Bilangan peroksida dalam jangka yang cukup lama dapat menyebabkan
destruksi beberapa macam vitamin. Peroksida juga dapat mempercepat proses
timbulnya bau tengik, apabila jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar
dari 100) akan bersifat beracun dan tidak dapat dimakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a) Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh kualitas minyak CPO masih
sesuai dengan standar mutu yang di tetapkan leh SNI
b) Diperoleh kadar bilangan iodin pada CPO yaitu CPO 1= 47,1735,CPO 2=
46,8439, dan CPO 3= 47,1288 dan kadar bilangan peroksida pada CPO
yaituCPO 1= 1,2862,CPO 2= 1,2766, dan CPO 3= 0,9762
5.2. Saran
a) Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti CPO dengan
parameter yang berbeda seperti Bilangan penyabunan, kadar air ataupun asam
lemak bebas, kadar kotoran supaya wawasan kita tidak terpaku pada bilangan
iodin dan peroksida saja
b) Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti sebaiknya
menganalisa dengan sampel yang berbeda
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Dapartemen Perindustrian, 1980. Pengembangan Industri Minyak Makan di
Indonesia.Proyek Survey Aneka Industri.
Fauzi, Y, 2002. Kelapa Sawit Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis
Usaha dan Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Harjadi, W, 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
Ketaren,S, 1986.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta: UI-Press
Lawson, H.W, 1985. Standards For Fats and Oil.Volume 5. Connecticut: Avi
Publishing Company.
Mangoensoekarjo, S,2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Mayer, L.H, 1973. Food Chemistry. New Delhi: Affilited East-West Press
PVT.LTD.
Naibaho, P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian
Kelapa Sawit.
Naibaho, P.M, 1988. Pemishan Karotena (Provitamin A) Minyak Sawit dengan
Metode Adsorpsi.Bogor: IPB.
Pahan, I, 2006.Panduan Lengkap Kelapa Sawit: Manajemen Agribisnis dari Hulu
hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sudarmadji, S, 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada
Tim Penulis, PS. 1994. Kelapa Sawit Usaha Budidaya, Pemanfaatan Hasil dam
Aspek Pemasaran. Jakarta: Penebar Swadaya.
Yazid, E, 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis.
Yogyakarta: Penerbit Andi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA