Penelitian Tindakan Kelas

40
CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK) PENINGKATAN KEMAMPUAN SPEAKING DAN LISTENING SISWA DALAM CONVERSATION MELALUI SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANAN (PENELITIAN TINDAKAN KELAS DI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE JAKARTA BARAT) OLEH FATIMATUZZAHRO TIAM ASTUTI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE (NCEEC) JAKARTA 2011 PENINGKATAN KEMAMPUAN SPEAKING DAN LISTENING SISWA DALAM CONVERSATION MELALUI SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANAN (PENELITIAN TINDAKAN KELAS DI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE JAKARTA BARAT) A. Latar Belakang Masalah Dikemukakan oleh Diba Artsiyanti E.P., S.S. bahwa salah satu masalah dalam pembelajaran bahasa Inggris ialah pelajaran terlalu

description

file ini penting bagi kita yang akan mengadakan pTK

Transcript of Penelitian Tindakan Kelas

Page 1: Penelitian Tindakan Kelas

CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(PTK)

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPEAKING DAN LISTENING SISWA DALAM

CONVERSATION MELALUI SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANAN (PENELITIAN

TINDAKAN KELAS DI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE JAKARTA

BARAT)

OLEH

FATIMATUZZAHRO

TIAM ASTUTI

NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE (NCEEC)

JAKARTA 

2011

PENINGKATAN KEMAMPUAN SPEAKING DAN LISTENING SISWA DALAM

CONVERSATION MELALUI SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANAN (PENELITIAN

TINDAKAN KELAS DI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE JAKARTA

BARAT)

A. Latar Belakang Masalah

Dikemukakan oleh Diba Artsiyanti E.P., S.S. bahwa salah satu masalah dalam pembelajaran

bahasa Inggris ialah pelajaran terlalu ditekankan pada tata bahasa dan bukan pada percakapan.

Siswa jarang diberi arahan mengenai bagaimana dan apa fungsi dari unsur-unsur tata bahasa

yang mereka pelajari tersebut. Siswa menguasai pola-pola tata bahasa Inggris (misalnya struktur

untuk simple present tense, dan lain-lain), tetapi siswa tidak mengetahui kapan struktur tersebut

harus digunakan dan bagaimana pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal akan

lebih bermanfaat jika bahasa Inggris dapat digunakan dan diaplikasikan meskipun secara tata

Page 2: Penelitian Tindakan Kelas

bahasa siswa tidak terlalu menguasainya. Bukan berarti bahwa pembelajaran tata bahasa tidak

penting, tetapi teori-teori tersebut perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Sebagai upaya dalam peningkatan kemampuan percakapan (conversation) siswa, maka erat

kaitannya dengan kreatifitas guru dalam pemilihan metode yang tepat bagi pembelajaran.

Berkenaan dengan pemilihan metode Suwardi, M.Pd. (2007: 62) menyebutkan bahwa “Dalam

proses pembelajaran, pendidik dalam memilih metode pembelajaran sebaiknya memperhatikan

hal-hal seperti tujuan pendidikan, kemampuan pendidik, kebutuhan peserta didik, dan isi atau

materi pembelajaran”.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat pentingnya pemilihan metode pembelajaran yang

tepat untuk peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran. Dalam hal ini penulis ingin

meneliti pengaruh metode sosiodrama dan bermain peranan (role-playing) terhadap peningkatan

kemampuan berbicara (speaking) dan mendengarkan (listening) siswa dalam pembelajaran

conversation (percakapan).

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang sebelumnya, fokus penelitian ini berkaitan dengan

pengaruh penggunaan metode sosiodrama dan bermain peranan dalam meningkatkan

kemampuan speaking dan listening siswa. Maka permasalahan pokok penelitian ini dapat

dirumuskan dalam pertanyaan penelitian: “Apakah sosiodrama dan bermain peranan dalam

conversation dapat meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa di New Concept

English Education Centre Jakarta?”

Berdasarkan perumusan masalah di atas, agar penelitian ini lebih spesifik, maka peneliti

membatasi penelitian ini pada hal-hal yang berkaitan dengan kelebihan metode sosiodrama dan

bermain peranan untuk meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa dalam

pembelajaran conversation, kelemahan metode sosiodrama dan bermain peranan untuk

meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation, serta

peran guru dalam pengaplikasian metode sosiodrama dan bermain peranan untuk meningkatkan

kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.

C. Prosedur Pemecahan Masalah dan Hipotesis Tindakan

Prosedur pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini adalah tindakan metode

Page 3: Penelitian Tindakan Kelas

sosiodrama dan bermain peranan oleh tutor bahasa Inggris. Tindakan metode sosiodrama dan

bermain peranan ini akan ditempuh dengan tiga siklus, setiap siklus mencakup: rencana umum –

implementasi – evaluasi – perbaikan rencana. Melalui tindakan metode sosiodrama dan bermain

peranan dengan dibantu oleh tutor di New Concept English Education Centre ini diharapkan

dapat meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa di lembaga tersebut.

Selanjutnya hipotesis tindakan pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut: “Sosiodrama dan

bermain peranan dapat meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa ”.

D. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam speaking

dan listening. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan:

1. Mengetahui kelebihan metode sosiodrama dan bermain peranan untuk meningkatkan

kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.

2. Mengetahui kelemahan metode sosiodrama dan bermain peranan untuk meningkatkan

kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.

3. Mengetahui peran guru dalam pengaplikasian metode sosiodrama dan bermain peranan untuk

meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dengan didapatkannya tindakan

yang efektif dan optimal dalam meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa.

E. Kajian Teori

1. Tentang Conversation

Menurut Condra Antoni tentang keutamaan Pembelajaran Conversation (percakapan), ialah

dalam pemahaman tentang pemerolehan bahasa (terutama konsep second language acquisition

versi Stephen D. Krashen) bahwa pembelajaran bahasa kedua ataupun bahasa asing dimulai dari

conversation, bukan dari aturan tata bahasa. Lebih dari itu, conversation mengajarkan tentang

keharmonisan sosial dalam kehidupan. Maka bukan hanya dari aspek pembelajaran bahasa saja,

akan tetapi juga dalam aspek sosial, conversation merefleksikan banyak hal tentang

keharmonisan hubungan antar manusia.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam conversation ada subjek (speaker) dan objek (listener).

Dalam conversation terdapat pembagian peran dengan jelas, yaitu peran sebagai subjek dan

Page 4: Penelitian Tindakan Kelas

peran sebagai objek. Sebagai subjek adalah untuk menuturkan pesan yang harus disampaikan.

Sebagai objek adalah untuk menerima detail pesan dengan jelas, lalu memastikan bahwa pesan

yang diterima sama dengan maksud pesan yang disampaikan. Kepastian makna pesan yang

diterima adalah penting mengingat untuk menghindari terjadi kesalahpahaman antara subjek dan

objek.

Posisi sebagai objek dan subjek bukanlah posisi yang permanen. Sebab dalam conversation

antara pembicara dan pendengar mengalami reposisi. Ada kalanya pembicara harus jadi

pendengar, demikian sebaliknya. Hal ini tentunya mengajarkan bahwa dibutuhkan keluwesan

dan fleksibilitas dalam interaksi. Tidak selamanya menjadi yang didengarkan. Adakalanya harus

siap mendengarkan. Kedua posisi ini harus dijalani dengan maksimal untuk sebuah interaksi

yang baik. Demikian juga halnya dalam hubungan sosial. Jalinan hubungan antarpersonal dan

antarkomunitas hanya akan terjalin dengan baik jika masing-masing rela bertukar peran sebagai

pembicara atau pendengar saat dibutuhkan. 

2. Strategi Belajar Simulasi Mengajar Sosiodrama dan Bermain Peranan

Menurut Dra. Roestiyah N. K. (2008: 22) bahwa dalam pengajaran modern teknik simulasi telah

banyak dilakukan, sehingga siswa bias berperan seperti orang-orang atau dalam kedaan yang

dikehendaki. Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang

dimaksudkan dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang

bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu. Maka siswa berlatih memegang peranan

sebagai orang lain. Simulasi mempunyai bermacam-macam bentuk pelaksanaan ialah: peer-

teaching, sosiodrama, psikodrama, simulasi game dan role playing.

Selanjutnya Roestiyah menjelaskan (2008: 90) bahwa kadang-kadang banyak peristiwa

psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu

didramatisasikan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperanan dalam peristiwa sosial itu.

Dalam hal ini perlu digunakan teknik sosiodrama, yaitu siswa dapat mendramatisasikan tingkah

laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan social antarmanusia. Atau

dengan role-playing dimana siswa bisa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi

masalah sosial atau psikologis itu. Karena itu kedua teknik ini hampir sama, maka dapat

digunakan bergantian tidak ada salahnya.

Guru menggunakan kedua teknik ini dalam proses belajar memiliki tujuan agar siswa dapat

memahami perasaan orang lain dan dapat toleransi. Dapat diketahui sering terjadinya

Page 5: Penelitian Tindakan Kelas

perselisihan dalam pergaulan hidup antarmanusia; dapat disebabkan karena salah paham. Maka

dengan sosiodrama mereka dapa menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu

menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa dapat belajar watak

orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain,

dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya. Dan kemudian siswa dapat

mengerti dan menerima pendapat orang lain.

3. Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Sosiodrama dan Bermain Peranan

Dalam melaksanakan teknik ini, menurut Roestiyah (2008: 91) maka perlu mempertimbangkan

langkah-langkahnya, yaitu:

a. Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan

jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan social yang actual di

masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan; masing-masing

akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Dan siswa yang lain menjadi

penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.

b. Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Guru mampu

menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah

itu.

c. Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk

mengatur adegan yang pertama.

d. Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus

mempertimbangkan apakah murid tersebut tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja

siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.

e. Jelaskan kepada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas

peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog.

f. Siawa yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, di samping mendengar dan melihat,

mereka harus bisa member saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama

selesai.

g. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam

dialog.

h. Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimak, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-

kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada

Page 6: Penelitian Tindakan Kelas

kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan

pula bila sedang menemui jalan buntu.

i. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka

perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.

F. Metode Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lembaga pendidikan bahasa Inggris New Concept English Education

Centre (NCEEC) Jakarta Barat untuk program General English Pre-Beginner (setara SMP).

Direncanakan penelitian akan dilakukan pada bulan September hingga November tahun 2011.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini ialah siswa kelas Pre-Beginner tingkat 2 untuk General English Program

yang berjumlah 15 orang.

3. Desain Penelitian

Desain penelitian ini ialah berupa penelitian tindakan kelas model Lewin yang ditafsirkan oleh

Kemmis dengan alur tindakan:

Gagasan Awal → Reconnaissance → Rencana Umum → Implementasi Langkah I → Evaluasi

→ Perbaikan Rencana I → Implementasi Langkah II → Evaluasi → Perbaikan Rencana II →

Implementasi Langkah III → Evaluasi → Perbaikan Langkah III.

Berdasarkan alur desain penelitian di atas, tahapan penelitian tersebut akan diterangkan sebagai

berikut:

a. Gagasan Awal

Menetapkan pokok bahasan awal untuk kemudian dicari tahu faktanya di lapangan.

b. Reconnaissance

Pada tahap ini dilakukan identifikasi kemampuan speaking dan listening siswa Pre-Beginner

tingkat 2 di New Concept English Education Centre dan menganalisisnya untuk membuat

hipotesis.

c. Rencana Umum

Pada tahap ini membuat perencanaan untuk langkah-langkah yang akan diimplementasikan.

Masalah yang dirisaukan akan diatasi dengan melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan

berupa sosiodrama dan bermain peranan oleh tutor di New Concept English Education Centre

Page 7: Penelitian Tindakan Kelas

dengan 3 langkah implementasi.

d. Implementasi

Pada tahap pelaksanaan tindakan ini akan dilakukan tindakan berupa penggunaan metode

sosiodrama dan bermain peranan yang dilakukan oleh tutor pengampu, pengambilan /

pengumpulan data hasil angket, lembar observasi, dan hasil tes.

e. Evaluasi

Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan menganalisisnya yang kemudian

diambil kesimpulan dari penelitian tindakan kelas ini.

f. Perbaikan Rencana

Dilakukan kegiatan perbaikan rencana berdasarkan hasil evaluasi sebagai rujukan untuk kegiatan

implementasi langkah selanjutnya.

4. Jadwal Penelitian

Sejalan dengan rencana penelitian yang tersebut pada metode penelitian sebelumnya, penelitian

ini akan dilaksanakan melalui tahapan:

No Kegiatan September Oktober November Ket

Minggu ke… 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 

1 Perencanaan √ √ 

2 Persiapan √ 

3 Pelaksanaan Langkah I √ 

4 Pelaksanaan Langkah II √ √ 

5 Pelaksanaan Langkah III √ 

6 Pengolahan Data √ √ 

7 Penyusunan Laporan √ √ 

G. Pembiayaan

Kegiatan penelitian yang akan dilakukan direncanakan membutuhkan biaya operasional sejak

tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penyelesaian laporan hasil penelitian.

Biaya yang direncanakan untuk implementasi tindakan sosiodrama dan bermain peranan yang

dibantu oleh tutor New Concept English Education Centre terhadap 15 siswa Pre-Beginner

Page 8: Penelitian Tindakan Kelas

tingkat 2 program General English ini dianggarkan sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

H. Personalia Penelitian

Penelitian tindakan kelas ini melibatkan penulis sebagai ketua penelitian, dibantu oleh tutor New

Concept English Education Centre sebagai pelaksana tindakan.

I. Daftar Pustaka

K., Roestiyah N. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwardi. (2007). Manajemen Pembelajaran: Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetensi. Jawa

Tengah: STAIN Salatiga Press.

Wiriaatmadja, Rochiati. (2010). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja

Guru dan Dosen. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Page 9: Penelitian Tindakan Kelas

ROLE PLAY: SUATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN

MENYENANGKAN DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA

SMA KOSGORO KUNINGAN

Abstrak. Sebagai guru bahasa Inggris seringkali dihadapkan pada dua pilihan, mengajar bahasa

Inggris untuk mengejar nilai UN atau melatih kemampuan siswa menggunakan bahasa itu

sebagai bahasa komunikasi. Tampaknya pilihan pertama banyak dipilih karena selama ini tolok

ukur keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris diidentikkan dengan perolehan nilai UN. Yang

terjadi selanjutnya, pembelajaran di kelas monoton dari hari ke hari. Waktu belajar siswa banyak

dihabiskan untuk mengerjakan soal-soal latihan.

Bagaimana dengan keterampilan berbicara siswa? Tidak ada keraguan sama sekali bahwa

mereka enggan berbicara dalam bahasa Inggris. Mereka tampak merasa malu dan takut salah.

Mereka memang tahu banyak tentang bahasa Inggris tapi sayangnya tidak tahu harus berbuat apa

terhadap bahasa Inggris.

Salah satu upaya guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa adalah memberikanRole

Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk

menciptakan English atmosphere di dalam kelos. Dalam Role Playsiswa di-setting pada situasi

tertentu dan saling berinteraksi bersama teman-temannya dengan menggunakan bahasa Inggris.

Kata kunci: Keterampilan berbicara bahasa Inggris, Role Play Pembelajaran Englishatmosphere.

PENDAHULUAN

Kurikulum bahasa Inggris KBK dan suplemennya menekankan keterampilan membaca (reading)

pada pembelajaran bahasa Inggris di SMA (Kurikulum bahasa Inggris, 1994). Oleh karena itu,

kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas banyak difokuskan pada keterampilan membaca

(reading). Sementara itu, keterampilan lain utamanya keterampilan berbicara (speaking) tidak

banyak mendapatkan perhatian. Apalagi adanya kenyataan bahwa keterampilan berbicara tidak

diujikan dolam ulangan bersama atau dalam UN. Yang terjadi selanjutnya, banyak guru yang

memberi porsi secara berlebihan pada keterampilan membaca (reading), sementara

kemampuan speaking siswa sangat tidak kompeten. Keadaan ini menjadikan mereka enggan

berkomunikasi dalam bahasa Inggris (Yang Shuying, 1999).

Page 10: Penelitian Tindakan Kelas

Kondisi yang demikian ini terjadi di sekolah peneliti di SMA KOSGORO KUNINGAN.

Pembelajaran bahasa Inggris banyak difokuskan pada reading karena reading banyak

mendominasi soal-soal ulangan, baik ulangan bersama maupun UN. Disisi lain, keterampilan

berbicara tidak banyak mendapatkan perhatian yang cukup. Pembelajaran

keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-penjelasan mengenai fungsi ungkapan-

ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperaktikkan

ungkapan-ungkapan itu. Lebih parah lagi, bahasan-bahasan itu dikemas dalam bentuk soal-soal

latihan. Tidak lain, tujuannya adalah mengkondisikan siswa pada soal-soal UN. Faktor yang

demikian ini menjadikan kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris tertatih tatih.

Disisi lain, penguasaan seseoranq terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasiamat

penting. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai

bahasa asing atau bahasa kedua akan melebihi jumlah penutur aslinya (Melvia A. Hasman,

2000). Belum lagi pada tahun 2003 akan diberlakukan dua perjanjian, yaitu AFTA (Asean Free

Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area), sementara pada tahun 2020 akan

diberlakukon Perjanjian WTO.

Melihat peluang-peluang itu dan memperhatikan keberadaan sekolah peneliti ada di daerah

industri, tidak ada pilihan lain bahwa keterampilan berbicara siswa harus ditingkatkan. Mengapa

keterampilan berbicara? Dari keempat keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan

menulis), keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris sangat dibutuhkan dalam bidang industri.

Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMA KOSGORO

KUNINGAN, peneliti menggunakan Rote Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa

Inggris di kelas.

Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus

melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi

tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan

menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Rote Play sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk

aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan

memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris (Basri Syamsu, 2000).

Page 11: Penelitian Tindakan Kelas

Dalam Role Play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan

praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-

temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri

siswa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah

Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa

menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi

kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka

berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001).

Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran

tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2001).

Sementara itu, sesuai dengan pengalaman peneliti manfaat yang dapat diambil

dari RolePlay adalah: Pertama, Role Play dapat memberikan semacam hidden practise, dimana

siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang

mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk

kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan kepada siswa kesenangan

karena Role Play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain siswa akan merasa senang

karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita

(Bobby DePorter, 2000).

Peneliti juga menggunakan musik sebagai back-ground suara di dalam kelas pada saat siswa

melakukan praktik bahasa. Musik yang dimakud dalam hal ini adalah jenis musik klasik,

misalnya musik Mozart atau Barrogue. Musik ini berfungsi untuk mendukung lingkungan

pembelajaran, merubah mental siswa dan mempengaruhi kondisi hati siswa. Dalam suasana

hening, siswa biasanya merasa malu memulai pembicaraan dalam bahasa Inggris karena takut

salah. Di samping itu, irama, ketukan dan keharmonisan musik dapat mempengaruhi filosofi

manusia, terutama gelombang otak dan detak jantung, disamping dapat membangkitkan perasaan

dan ingatan. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Musik juga

memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa. Melalui musik, guru dapat berbicara

dalam bahasa mereka (Bobby DePorter, 2000).

Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba merumuskan masalah, yaitu: bagaimana

mengembangkan materi dan strategi pembelajaran bahasa

Page 12: Penelitian Tindakan Kelas

lnggris melalui Role Play gunameningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris

siswa-siswa SMA KOSGORO KUNINGAN?

Penelilian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan materi dan strategi pembelajaran

bahasa Inggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMA

KOSGORO KUNINGAN.

RENCANA TINDAKAN

Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMA KOSGORO

KUNINGAN, peneliti menggunakan Role Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa

Inggris di kelas. Pada setiap tatap muka selama 90 menit, siswa diminta secara aktif melakukan

praktik bahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) pada situasi tertentu dalam

kelompok kecil (yang terdiri dari 2 sampai 6 siswa) maupun kelompok besar (lebih dari 6, atau

melibatkan seluruh kelas). Dengan perlakukan seperti ini, didapatkan asurnsi bahwa

kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMA KOSGORO KUNINGAN akan

meningkat. Adapun bagian detilnya akan didapatkan setelah penelitian ini dilakukan, dan itu

akan disampaikan pada bagian kesimpulan.

Setting penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA KOSGORO KUNINGAN. Sebagai sasarannya adalah siswa

kelas II (dua) B dengan jumlah siswa sebanyak 41 siswa. Mereka sebagian besar adalah siswa-

siswa yang memiliki nilai akademik rendah, sisa-siswa yang tidak diterima di sekolah-sekolah

negeri.

Peneliti adalah guru bahasa Inggris, yang sudah sekitar 10 tahun mengajar bidang studi bahasa

Inggris di sekolah tersebut. Sekolah itu terletak di daerah industri di pinggiran kota dimana

sangat rentan terhadap munculnya masalah-masalah sosial yang dapat mempengaruhi proses

pembelajaran sjswa.

Persiapan penelitian

Untuk mendapatkan refleksi awal, peneliti melakukan tes awal yang berbentuk tes interview. Tes

awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi siswa sebenarnya tentang kemampuan berbicara

Page 13: Penelitian Tindakan Kelas

siswa dalam bahasa Inggris. Setelah peneliti mengetahui gambaran awal, peneliti melakukan

persiapan penelitian yang antara lain, menyusun rencana pengajaran sekaligus menyusun materi

pembelajaran dalam bentuk Role Play, membuat media pembelajaran (kartu, students’

worksheet, gambar, type recorder) dan membuat instrumen penelitian.

Siklus Penelitian

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menggunakan 3 siklussedang,

dan dalam setiap siklus sedang terdiri dari 6 siklus kecil. Total jumlah siklus kecil dalam

penelitian ini sebanyak 18 siklus kecil. Dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.

Pembagian siklus menjadi 3 siklus sedang dimaksudkan karena setiap siklus sedang memiliki

karakter dan tujuan yang berbeda-beda.

Siklus sedang I memiliki karakter bahwa materi yang diberikan kepada siswa sebagian besar

merupakan materi kelas I (satu), dan masih sederhana. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan

sekaligus meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa karena materi-materi itu pada

dasarnya sudah dikenal siswa pada saat kelas 1. Siklus sedang II, materinya dikembangkan satu

tingkat grade-nya di atas materi siklus sedang 1. Tujuan yang ingin dicapai adalah disamping

untuk meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa, sekaligus untuk meningkatkan

fluency. Sementara itu siklus sedang III, bobot materinya hampir sama dengan materi pada siklus

sedang II. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri

siswa, fluency dan accuracy. Topik atau tema pada masing-masing siklus dapat dilihat pada

bagian selanjutnya.

Sementara itu, yang dimaksud dengan siklus kecil adalah suatu kegiatan pembelajaran yang

menyajikan satu anak tema atau topik tertentu dalam satu tatap muka selama 90 menit (2 x 45

menit). Setiap siklus kecil terdiri dari empat tahapan

yaitu, planing, acting,observing, dan reflecting.

Instrumen Penelitian

Untuk mendukung validitas, penelitian ini menggunakan instrumen-instrumen sebagai

berikut; interview, questionaire, field notes, skala penilaian dan intsrumen lain berupa perangkat

elektronika. Instrumen-instrumen tersebut dimaksudkan agar didapatkan triangulasi data.

Page 14: Penelitian Tindakan Kelas

HASIL PENELITIAN

Refleksi Awal

Seperti yang telah peneliti uraikan pada awal bagian penelitian ini bahwa kemampuan berbicora

dalam bahasa Inggris siswa-siswa SMA KOSGORO KUNINGAN amat rendah. Kondisi seperti

ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pembelajaran sebelumnya, pada saat mereka kelas 1. Ini

terbukti dari hasil interview yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data bahwa kemampuan

berbicara siswa dalam bahasa Inggris siswa rata-rata sangat rendah. Sebanyak 10% siswa dapat

menjawab pertanyaan yang diajukan dengan mendapatkan nilai kategori baik (siswa dapat

menjawab pertanyaan dan jawabannya tetap mengacu pada pertanyaan dengan menggunakan

kosa kata yang tepat, dan kesalahan struktur hamper tidak ada). Sebanyak 20% siswa mendapat

nilai dengan kategori cukup (siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi menggunakan sedikit kosa

kata dan sering membuat kesalahan pada struktur, kadang-kadang jawabannya tidak mengarah

pada pertanyaan). Sedangkan sisanya, sebanyak 70 % siswa mendapatkan nilai kategori jelek

(Siswa tidak menjawab sama sekali karena tidak mengerti maksud pertanyaan. Atau jika paham,

mereka malu dan takut menjawab).

Di bawah ini daftar topik pertanyaan yang di-interview-kan kepada siswa:

1. Giving about the name, age, address, hobby

2. Giving information about family

3. Talking about job

4. Physical description

5. Like/dislike

6. Talking about colour

7. Talking about clothes

8. Giving information about daily activity

9. Replying where people are

Page 15: Penelitian Tindakan Kelas

10. Talking about ongoing actilvity

Siklus Sedang I

PERENCANAAN

Siklus sedang I terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.

Materi yang diberikan antara lain: Asking for

and giving personal information 1,Asking for and giving personal information 2,

Asking for and giving personal information 3,Talking about

family. Counting, Asking and replying where things are.

Langkah-langkah yang ditempuh antara lain:

Membuat setting Role Play agar tampak sebagaimana mestinya. Misalnya, menjelaskan kepada

siswa peran apa yang akan dimainkan. Di sini, peneliti melakukan persiapan-persiapan yang

berkaitan dengan setting Role Play dan atributnya.

Menjelaskan tujuan dan aturan permainan.

Memberikan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, membimbing cara

pengucapkannya beberapa kali dan sekaligus menjelaskan penggunaannya. Ini dilakukan dengan

maksud agar siswa merasa percaya diri menggunakan ungkapan-ungkapan itu dalam Role Play.

Memilih musik yang sesuai sebagai background suara agar suasana tampak rileks sehingga dapat

mengurangi ketegangan siswa.

PELAKSANAAN

Siswa diminta memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan selama

kurang lebih 50 menit. Untuk 5 menit pertama, peneliti membuat persiapan-persiapan

sebagai setting Role Play, misalnya menata kelas, membuat atribut dan menceriterakan kepada

siswa peran yang akan dimainkan. 5 menit berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan

permainan. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai

dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga

Page 16: Penelitian Tindakan Kelas

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan

dan kosa kata yang akan dipakai.

Untuk topik-toprk yang lebih rumit,kegiatan ini kadang-kadang membutuhkan lebih dari 15

menit. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa

memperaktikkanRole Play selama kurang lebih 25 menit dalam kelompok. Pada saat siswa

bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume

tertentu.

Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan kepada siswa.

Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, artinya dilakukan hampir seluruh siswa, peneliti

menjelaskan kembali secara klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok,

peneliti langsung memberikan penjelasan pada individu atau kelompok itu.

PENGAMATAN

Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui

respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Tabel benkut ini menunjukkan jumlah

rata-rata respon siswa dari 3 angket yang teriah disebarkan selama pelaksanaan sikius sedang 1.

Dari 41 jumlah didapatkan data seperti pada Tobel 1. Data Tabel 1 di-checkcross-kan dengan

Lembar Observasi Aktivitas dalam KBM yang dilakukan oleh kolaborator, dan didapatkan data:

1. Peneliti merasa kesulitan membuat gambar atau media lain untuk kata-kata tertentu sehingga

kata-kata itu langsung diterjemahkan. Hal yang demikian ini mengakibatkan sebanyak 64 %

siswa merasa kesulitan memahami arti kosa kata meskipun sudah diartikan kedalam bahasa

Indonesia.

2. Peneliti sudah memberi contoh cara melafalkan ungakapan-ungkapan yang dipakai namun

tidak banyak memberi penekanan sehingga mengakibatkan sebanyak 61% siswa merasa

kesulitan mengucapkan ungkapan-uangkapan itu saat mempraktikkanRole Play.

TABEL : 1

Page 17: Penelitian Tindakan Kelas

No

.JUMLAH URAIAN

1. 64 % Siswa

Menyatakan merasa kesulitan dalam

memahami arti kosa kata yang terdapat

dalam Role Play

2. 26 % SiswaMenyatakan bahwa kosa kata yang sukar

jumlahnya sedikit.

3. 58 % SiswaMenyatakan mudah memahami ungkapan-

ungkapan yang dipakai dalam Role Play

4. 61 % SiswaMenyatakan merasa kesulitan mengucapkan

ungkapan-ungkapan itu

5. 76 % SiswaMenyatakan merasa sudah jelas dengan

aturanRole Play

6. 79 % SiswaMenyatakan merasa jelas dengan contoh

yang telah diberikan oleh guru.

7. 76 % siswaMenyatakan merasa senang belajar bahasa

Inggris melalui Role Play

8. 59 % Siswa Menyatakan merasa sulit bermain Role Play

REFLEKSI

Sementara itu, hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang I

sebagaimana di bawah ini:

1. Pada awal pelaksanaan siklus sedang I tampaknya sebagian besar siswa masih merasa

canggung (tidak percaya diri) melakukan praktik bahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa

Inggris). Sebagai gantinya, siswa banyak melakukannya dengan cara melihat pekerjaan teman-

temannya. Kondisi yang demikian ini terjadi karena siswa belum terbiasa

Page 18: Penelitian Tindakan Kelas

melakukan Role Play. Kemungkinan lain, kurangnya penekanan pada latihan melafalkan

ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Playsehingga siswa merasa malu.

Masalah ini (percaya diri siswa) akan mendapat perhatian peneliti untuk pelaksanaan siklus

sedang berikutnya.

2. Di samping melihat pekerjaan teman-temannya, untuk mendapatkan dan memberi infromasi

yang semestinya dilakukan dengan cara bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris, banyak

siswa yang masih menggunakan bahasa daerah. Misalnya, untuk meminta perhatian seseorang,

minta maaf, menyuruh orang lain mengulang apa yang ia katakan. Padahal, untuk tujuan ini

mereka sebenarnya dapat saja melakukan dalam bahasa Inggris dengan cara melihat ungkapan-

ungkapan itu yang masih tertera di papan tulis. Keadaan seperti ini banyak dipengaruhi oleh

ketidak biasaan mereka berbicara dalam bahasa Inggris sehingga mereka enggan melakukannya.

Pada pelaksanaan siklus selanjutnya agar keadaan ini tidak terulang lagi siswa banyak dibekali

cara melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, dan siswa sering diingatkan

agar mereka tidak canggung dan ragu-ragu lagi.

3. Sebagian besar siswa merasa sulit beradaptasi dengan Setting Role Play yang dipersiapkan

sepenuhnya oleh peneliti. Keadaan ini akan mendapat perhatian peneliti pada pelaksanaan siklus

sedang berikutnya. Misalnya, dengan memberitahukan terlebih dahulu tentang setting Role

Play untuk pertemuan berikutnya, kemudian memberi penugasan kepada siswa untuk membuat

persiapan-persiapan setting RolePlay sebagaimana yang dikehendaki.

Siklus Sedang II

PERENCANAAN

Siklus sedang II terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.

Materi yang diberikan adalah: Asking where places are 1, Asking where places are 2, Asking for

things in a shop, Shopping around, Describing feelings, Talking about habits and hobbies.

Langkah-langkah yang ditempuh pada perencanaan siklus sedang II adalah:

1. Memberikan setting Role Play terlebih dahulu untuk perternuan berikutnya, dan memberikan

penugasan kepada siswa untuk mempersiapkan setting itu.

Page 19: Penelitian Tindakan Kelas

2. Menjelaskan dan menegaskan kembali kepada siswa tujuan dan aturan permainan agar siswa

tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya. Melainkan bertanya dan menjawab dalam bahasa

Inggris untuk mendapatkan dan memberi informasi.

3. Melatih siswa melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play beberapa kali,

dan sekaligus menjelaskan kegunaannya serta memberikan contoh agar mereka menjadi jelas dan

percaya diri disamping untuk meningkatkan fluency siswa.

4. Memperpanjang waktu bermain Role Play, semula 50 menit menjadi 60 menit.

5. Memilih jenis musik yang sesuai sebagai backround.

PELAKSANAAN

Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan

selama kurang lebih 60 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat persiapan-persiapan

sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah diberitahukan terlebih dahulu dan ditugaskan

oleh peneliti. Siswa tampaknya lebih mudah beradaptasi dengan setting yang telah mereka

persiapkan sendiri. 5 menit berikutnya, peneliti, menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada

bagian ini peneliti mengingatkan dan menekankan kepada siswa untuk melakukan Role

Play sebagaimana prosedurnya, dan bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit

selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan,

sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata beberapa kali hingga siswa

merasa jelas. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa mempraktikan Role

Play selama kurang lebih 35 menit dalam kelompok. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti

membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.

Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play, dan masih memberikan bantuan kepada

siswa. Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, kesalahan itu dijelaskan kembali secara

klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok, dijelaskan pada saat

kesalahan itu terjadi. Namun demikian, koreksi yang diberikan tidak menjadikan siswa down.

PENGAMATAN

Page 20: Penelitian Tindakan Kelas

Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui

respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh menunjukkan

adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.

Dari semula 64% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role

Play, kini turun menjadi 51%. Ini dikarenakn peneliti tidak langsung mengartikan kata-kata itu

tapi menggunakan gambar atau realia dan mungkin gesture. Sehingga gambar dan gesture itu

dapat dijadikan siswa sebagai alat cantolan untuk menambatkan kata-kata dalam benak mereka.

Semula 58% siswa yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai

dalam Role Play, kini meningkat menjadi 70%. Ini disebabkan guru banyak melatih siswa

melafalkan ungkapan-ungkapan itu. Disamping itu, siswa juga sudah mulai terbiasa

bermain Role Play sehingga mereka juga terbiasa melakukan tanya dan jawab dalam bahasa

Inggris. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play,semula dari 76% meningkat

menjadi 82%. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun,

semula 59 % menjadi 41 %. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play.

REFLEKSI

Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang II adalah sebagai

berikut:

1. Rasa percaya diri siswa selama pelaksanaan siklus sedang II tampak lebih baik dibandingkan

pada siklus sebelumnya. Banyak siswa yang tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya untuk

mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan dengan bertanya dan

menjawab dalam bahasa Inggris kendatipun cara melafalkannya (fluency) masih belum baik. Ini

dikarenakan sikap peneliti yang sering membantu siswa melafalkan dan sekaligus menjelaskan

fungsi ungkapan-ungkapan yang dipakai. Perpanjangan waktu untuk memperaktikkan Role

Play tenyata dapat mempengaruhi rasa percaya diri siswa karena siswa merasa lebih leluasa dan

lebih lama melakukan praktik bahasa.

2. Jumlah siswa yang menggunakan bahasa daerah saat mereka

memperaktikkan RolePlay berkurang. Untuk menyuruh temannya mengulang, misalnya, siswa

menggunakan ungkapan “What?”. Sementara untuk ungkapan-ungkapan yang dipakai

Page 21: Penelitian Tindakan Kelas

dalam RolePlay, mereka tidak ragu lagi menggunakannya walaupun pronounciation-nya masih

belum baik. Ini dikarenakan siswa sudah mulai terkondisi betul dengan permainan RolePlay.

3. Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar, lebih dari 6 siswa, suasananya tampak lebih

meriah dari pada jika dimainkan dalam kelompok kecil, yang dimainkan hanya 2 siswa atau

kurang dari 6 siswa. Faktor ini ternyata dapat mempengaruhi keberanian dan rasa percaya diri

siswa sekaligus dapat mempertahankan siswa untuk tetap melakukan praktik (bertanya dan

menjawab dalam bahasa Inggris). Ini dikarenakan bila Role Play dimainkan dalam kelompok

besar, siswa dapat memilih patner mereka sesuka hati. Berbeda dengan jika dimainkan dalam

kelompok kecil. Dalam kelompok kecil, siswa melakukan hanya terbatas kepada teman

sebangkunya saja. Pada siklus sedang berikutnya, pemilihan topik Role Play akan

dipertimbangkan dengan kelompok besar.

Siklus Sedang III

PERENCANAAN

Siklus sedang III terdiri dari 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.

Materi yang akan diberikan antara lain: Asking for and giving

permission. Talkingabout likes and dislikes. Describing places. Describing

houses, Asking about travelling towork.

Langkah-langkah yang diberikan pada perencanaan siklus sedang III sebagai berikut:

1. Memilih materi-materi Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar. Ini dimaksudkan

agar rasa percaya diri dan fluency siswa lebih meningkat. Dengan cara ini siswa dapat

menentukan pasangannya secara bergantian, dan dengan cara ini pula siswa dapat melatih rasa

percaya diri mereka kepada teman-temannya. Disamping itu, mereka juga dapat

mengukur fluency mereka dibanding dengan teman-temannya.

2. Menambah waktu bermain Role Play, semula 60 menit menjadi 75 menit. Ini dimaksudkan

agar siswa lebih lama melakukan peraktik bahasa bersama teman-temannya.

3. Memilih jenis musik yang sesuai sebagai background.

PELAKSANAAN

Page 22: Penelitian Tindakan Kelas

Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan

selama kurang lebih 75 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat persiapan-persiapan

sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya. 5 menit

berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada bagian ini peneliti

menekankan kembali kepada siswa untuk melakukan Role Play sebagaimana prosedurnya, dan

bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan

kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti

fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan

ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang akan dipakai beberapa kali hingga siswa merasa jelas.

Selanjutnya, peneliti meminta siswa mempraktikkan Role Play selama kurang lebih 50 menit

dalam kelompok besar. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai

background suara dengan volume tertentu.

Peneliti selanjutnya masih tetap memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan

kepada siswa.

PENGAMATAN

Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui

respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh menunjukkan

adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.

Dari semula 51% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role

Play, kini menjadi 31%. Ini dikarenakan kosa kata yang dipakai dalam RolePlay banyakyang

dikenal oleh siswa, ditambah lagi peneliti lebih banyak menggunakan gambar, realia dan

mungkin gesture untuk membantu siswa memahami artinya. Dari 70% siswa pada siklus

sebelumnya yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai

dalam Role Play, kini meningkat menjadi 87%. Kondisi yang demikian ini banyak dipengaruhi

oleh latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris pada siklus-siklus

sebelumnya. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play,semula dari 82%

meningkat menjadi 91%. Yang demikian ini karena bermain merupakan kegiatan yang disukai

siswa SMA Jadi, wajar kenaikan itu drastis. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit

bermain Role Play kini turun, semula 41% menjadi 23%. Ini tidak lain karena siswa sudah

Page 23: Penelitian Tindakan Kelas

terkondisi bermain Role Play. Mereka sudah terbiasa dengan tujuan dan aturan-aturannya.

Mereka juga tahu apa yang harus diperbuat dan harus mereka katakan.

REFLEKSI

Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang III adalah sebagai

berikut:

1. Selama pelaksanaan siklus sedang III, keberanian dan rasa percaya diri siswa benar benar

tampak. Sebagian besar siswa, sekitar 90%, tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya untuk

mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan dengan cara bertanya dan

menjawab dalam bahasa Inggris. Fluency mereka juga tampak lebih baik dibandingkan siklus

sebelumnya karena ungkapan-unkapan yang dipakai sudah banyak dikenal oleh siswa. Demikian

pula pada accuracy siswa. Karena materi yang dipilih merupakan materi Role Play yang

dimainkan pada kelompok besar, sehingga siswa dapat melakukan praktik bahasa (bertanya dan

menjawab melalui RolePlay).

2. Pada akhir pelaksanaan siklus sedang III penggunaan bahasa daerah sudah tampak berkurang.

Misalnya jika mereka mengatakan sesuatu yang salah, mereka mengucapkan “I’m sorry” atau

minimal “Sorry”, dan bukannya “Eh” dalam bahasa daerah. Jika mereka meminta perhatian

orang lain, mereka mengatakan “Excuse me!”, bukan “Lhe” dalam bahasa daerah. Dan begitu

seterusnya untuk ungkapan-ungkapan seperti, “Thank you”, “That’s OK“. Siswa begitu fasih

menggunakannya karena mereka sudah terbiasa.

KESIMPULAN

Salah satu variasi pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa SMA adalah pembelajaran bahasa

Inggris melalui Role Play. Role Play sebaiknya dipersiapkan dan dirancang dengan baik. Dalam

memberikan Role Play sebagai kegiatan pembelajaran bahasa Inggris, guru sebaiknya

memperhatikan level siswa, utamanya pada pemilihan materi. Role Play yang terlalu tinggi bagi

siswa dapat mempengaruhi psikologi siswa. Setting, tujuan dan aturan permainan

dalam Role Play harus disampaikan agar dapat menumbuhkan rangsangan tersendiri bagi siswa.

Siswa akan lebih bergairah bermain Role Play karena mereka sadar dan menganggap itu suatu

kebutuhan. Jika perlu siswa juga dapat diberdayakan misalnya, dalam pembuatan

Page 24: Penelitian Tindakan Kelas

setting Role Play. Karena Role Play yang baik adalah Role Play yang mampu memberdayakan

sekaligus membuat siswa aktif. Dengan cara demikian siswa akan terlatih melakukan praktik-

praktik bahasa, saling berinteraksi menggunakan bahasa Inggris bersama teman-temannya tanpa

mereka sadari sebelumnya.

SARAN

Guru sebaiknya dalam melakukan pengajaran bahasa Inggris di kelas tidak harus selalu

berorientasi pada perolehan hasil UN sebagai tujuannya. Ada yang lebih menantang, bagaimana

membekali siswa dengan keterampilan-keterampilan yang lebih menjanjikan bagi kehidupannya

kelak, yang sangat dibutuhkan pada era globalisasi nanti. Ketrampilan itu tidak lain adalah

keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk dapat memenuhi tujuan itu, guru

seyogyanya lebih kreatif menjadikan pembelajaran tampak lebih hidup, nyata dan lebih

bermakna, dan salah satunya melalui Role Play. Belajar adalah proses, dan butuh kesabaran di

pihak kita.

DAFTAR PUSTAKA

1) Bobby DePorter, dkk. 2000. Quantum teaching. Bandung: Kaifa.

2) Bobby DePorter dan Mike Hemacki, dkk. 2000. Quantum learning. Bandung: Kaifa.

3) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. GBPP bahasa Inggris KBK. Jakarta: Bidang

Dikmenum Kanwil Dikbud Propinsi Jawa Timur.

4) Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Contextual teaching and learning. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama

5) Hadfield, J. 1986. Harap’s communication games. Australia: Thomas Nelson and Son Ltd.

6) Hasman, M. A. 2000. The importance of English. Washington: English Teaching Forum.

7) Mulyasa, E. 2002. Kurilculum berbasis kompetensi: Konsep,

karakteristik, danimplementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

8) Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press.

Page 25: Penelitian Tindakan Kelas

9) Basri, S. 2000. Teaching speaking. Makalah disampaikan pada Penataran Instruktur Guru

Bahasa Inggris SMA Swasta tanggal 8 – 19 Pebruari 2000 di Jakarta.

Suka

Be the first to like this page.

Tinggalkan Balasan

Top of Form

Enter your comment here...

Bottom of Form

Apa yang dicari

Page 26: Penelitian Tindakan Kelas

Kurikulum bahasa Inggris KBK dan suplemennya menekankan keterampilan membaca (reading)

pada pembelajaran bahasa Inggris di SEKOLAH. Kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas

banyak difokuskan pada keterampilan membaca (reading). Padahal, keterampilan lain lain yang

lebih utamanya dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah keterampilan berbicara (speaking)

belum banyak mendapatkan perhatian yang optimal dari para guru sebagai sumber belajar.

Pembelajaran bahasa Inggris, hanya difokuskan pada reading karena reading, sedangkan

berbicara (speaking) tidak banyak mendapatkan perhatian dengan porsi pembelajaran yang

seimbang. Seringkali, pembelajaran keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-

penjelasan mengenai fungsi ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada

siswa untuk memperaktikkan ungkapan-ungkapan itu. Guna meningkatkan kemampuan

berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMP N 96 Jakarta, salah satunya dengan pembelajaran

dengan model Rote Play

Model Pembelajaran Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,

aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa

dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam

kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Rote Play sering kali dimaksudkan

sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di

luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris (Basri Syamsu,

2000).

Pembelajaran Role Play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif

melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama

teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada

diri siswa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan

Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran

bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka

diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila

mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono,

2001). Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses

pembelajaran tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2001).

Beberapa manfaat dari penggunaan model Role Play adalah: Pertama, Role Play dapat

memberikan semacam hidden practise, dimana siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-

Page 27: Penelitian Tindakan Kelas

ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan

jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan

kepada siswa kesenangan karena Role Play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain

siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil

kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000).

Setting role playing dalam pembelajaran kali ini, yaitu dengan membuat sebuah skenario

pembelajaran dengan ceritera seorang wisatawan manca negara yang berkunjung ke Indonesia,

yang sebelumnya sudah menghubungi Biro Wisata Terkenal. Skenario, dimulai dari

penyambutan tamu/wisatawan di bandara, ke hotel sampai dengan ke beberapa objek wisata.

Dalam skenario tersebut, dimainkan beberapa peran sebagai wisatawan berjumlah 5 orang yang

terdiri dari bapak, ibu, 2 anaknya (laki-laki dan perempuan) dan 1 perempuan keponakannya.

Tindakan kelas, juga berlangsung di dalam kelas, dan di luar kelas. Di luar kelas, dapat di setting

tindakan ketika wisatawan berada lobi bandara, penyambutan. Seting, di dalam kelas dilakukan

sebagai lobi hotel, dan di luar kelas kembali untuk setting pemanduan kunjungan ke beberapa

objek wisata.

Penelilian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan materi dan strategi pembelajaran

bahasa Inggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII di

SMP N 96 Jakarta. Sedangkan, manfaat yang diperoleh antara lain bagi guru, siswa, sekolah, dan

pemerhati pendidikan/orang tua. Khusus bagi guru, dapat berinovasi, berkreasi dalam melakukan

pembelajaran melalui berbagai model, khususnya model role playing.

Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalahnya, yaitu: Model Pembelajaran Role Play Untuk

Meningkatkan Keterampilan Berbicara dalam Bahasa Inggris Siswa-siswi SMP N 96 Jakarta?