Penelitian Tindakan Kelas
-
Upload
muflikh-wakhidi-al-banjily -
Category
Documents
-
view
218 -
download
0
description
Transcript of Penelitian Tindakan Kelas
CONTOH PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS
(PTK)
PENINGKATAN KEMAMPUAN SPEAKING DAN LISTENING SISWA DALAM
CONVERSATION MELALUI SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANAN (PENELITIAN
TINDAKAN KELAS DI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE JAKARTA
BARAT)
OLEH
FATIMATUZZAHRO
TIAM ASTUTI
NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE (NCEEC)
JAKARTA
2011
PENINGKATAN KEMAMPUAN SPEAKING DAN LISTENING SISWA DALAM
CONVERSATION MELALUI SOSIODRAMA DAN BERMAIN PERANAN (PENELITIAN
TINDAKAN KELAS DI NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE JAKARTA
BARAT)
A. Latar Belakang Masalah
Dikemukakan oleh Diba Artsiyanti E.P., S.S. bahwa salah satu masalah dalam pembelajaran
bahasa Inggris ialah pelajaran terlalu ditekankan pada tata bahasa dan bukan pada percakapan.
Siswa jarang diberi arahan mengenai bagaimana dan apa fungsi dari unsur-unsur tata bahasa
yang mereka pelajari tersebut. Siswa menguasai pola-pola tata bahasa Inggris (misalnya struktur
untuk simple present tense, dan lain-lain), tetapi siswa tidak mengetahui kapan struktur tersebut
harus digunakan dan bagaimana pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal akan
lebih bermanfaat jika bahasa Inggris dapat digunakan dan diaplikasikan meskipun secara tata
bahasa siswa tidak terlalu menguasainya. Bukan berarti bahwa pembelajaran tata bahasa tidak
penting, tetapi teori-teori tersebut perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Sebagai upaya dalam peningkatan kemampuan percakapan (conversation) siswa, maka erat
kaitannya dengan kreatifitas guru dalam pemilihan metode yang tepat bagi pembelajaran.
Berkenaan dengan pemilihan metode Suwardi, M.Pd. (2007: 62) menyebutkan bahwa “Dalam
proses pembelajaran, pendidik dalam memilih metode pembelajaran sebaiknya memperhatikan
hal-hal seperti tujuan pendidikan, kemampuan pendidik, kebutuhan peserta didik, dan isi atau
materi pembelajaran”.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat pentingnya pemilihan metode pembelajaran yang
tepat untuk peningkatan kemampuan siswa dalam pembelajaran. Dalam hal ini penulis ingin
meneliti pengaruh metode sosiodrama dan bermain peranan (role-playing) terhadap peningkatan
kemampuan berbicara (speaking) dan mendengarkan (listening) siswa dalam pembelajaran
conversation (percakapan).
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang sebelumnya, fokus penelitian ini berkaitan dengan
pengaruh penggunaan metode sosiodrama dan bermain peranan dalam meningkatkan
kemampuan speaking dan listening siswa. Maka permasalahan pokok penelitian ini dapat
dirumuskan dalam pertanyaan penelitian: “Apakah sosiodrama dan bermain peranan dalam
conversation dapat meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa di New Concept
English Education Centre Jakarta?”
Berdasarkan perumusan masalah di atas, agar penelitian ini lebih spesifik, maka peneliti
membatasi penelitian ini pada hal-hal yang berkaitan dengan kelebihan metode sosiodrama dan
bermain peranan untuk meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa dalam
pembelajaran conversation, kelemahan metode sosiodrama dan bermain peranan untuk
meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation, serta
peran guru dalam pengaplikasian metode sosiodrama dan bermain peranan untuk meningkatkan
kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.
C. Prosedur Pemecahan Masalah dan Hipotesis Tindakan
Prosedur pemecahan masalah yang akan digunakan dalam PTK ini adalah tindakan metode
sosiodrama dan bermain peranan oleh tutor bahasa Inggris. Tindakan metode sosiodrama dan
bermain peranan ini akan ditempuh dengan tiga siklus, setiap siklus mencakup: rencana umum –
implementasi – evaluasi – perbaikan rencana. Melalui tindakan metode sosiodrama dan bermain
peranan dengan dibantu oleh tutor di New Concept English Education Centre ini diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa di lembaga tersebut.
Selanjutnya hipotesis tindakan pemecahan masalahnya adalah sebagai berikut: “Sosiodrama dan
bermain peranan dapat meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa ”.
D. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam speaking
dan listening. Sedangkan secara khusus, penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui kelebihan metode sosiodrama dan bermain peranan untuk meningkatkan
kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.
2. Mengetahui kelemahan metode sosiodrama dan bermain peranan untuk meningkatkan
kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.
3. Mengetahui peran guru dalam pengaplikasian metode sosiodrama dan bermain peranan untuk
meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa dalam pembelajaran conversation.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan dengan didapatkannya tindakan
yang efektif dan optimal dalam meningkatkan kemampuan speaking dan listening siswa.
E. Kajian Teori
1. Tentang Conversation
Menurut Condra Antoni tentang keutamaan Pembelajaran Conversation (percakapan), ialah
dalam pemahaman tentang pemerolehan bahasa (terutama konsep second language acquisition
versi Stephen D. Krashen) bahwa pembelajaran bahasa kedua ataupun bahasa asing dimulai dari
conversation, bukan dari aturan tata bahasa. Lebih dari itu, conversation mengajarkan tentang
keharmonisan sosial dalam kehidupan. Maka bukan hanya dari aspek pembelajaran bahasa saja,
akan tetapi juga dalam aspek sosial, conversation merefleksikan banyak hal tentang
keharmonisan hubungan antar manusia.
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam conversation ada subjek (speaker) dan objek (listener).
Dalam conversation terdapat pembagian peran dengan jelas, yaitu peran sebagai subjek dan
peran sebagai objek. Sebagai subjek adalah untuk menuturkan pesan yang harus disampaikan.
Sebagai objek adalah untuk menerima detail pesan dengan jelas, lalu memastikan bahwa pesan
yang diterima sama dengan maksud pesan yang disampaikan. Kepastian makna pesan yang
diterima adalah penting mengingat untuk menghindari terjadi kesalahpahaman antara subjek dan
objek.
Posisi sebagai objek dan subjek bukanlah posisi yang permanen. Sebab dalam conversation
antara pembicara dan pendengar mengalami reposisi. Ada kalanya pembicara harus jadi
pendengar, demikian sebaliknya. Hal ini tentunya mengajarkan bahwa dibutuhkan keluwesan
dan fleksibilitas dalam interaksi. Tidak selamanya menjadi yang didengarkan. Adakalanya harus
siap mendengarkan. Kedua posisi ini harus dijalani dengan maksimal untuk sebuah interaksi
yang baik. Demikian juga halnya dalam hubungan sosial. Jalinan hubungan antarpersonal dan
antarkomunitas hanya akan terjalin dengan baik jika masing-masing rela bertukar peran sebagai
pembicara atau pendengar saat dibutuhkan.
2. Strategi Belajar Simulasi Mengajar Sosiodrama dan Bermain Peranan
Menurut Dra. Roestiyah N. K. (2008: 22) bahwa dalam pengajaran modern teknik simulasi telah
banyak dilakukan, sehingga siswa bias berperan seperti orang-orang atau dalam kedaan yang
dikehendaki. Simulasi adalah tingkah laku seseorang untuk berlaku seperti orang yang
dimaksudkan dengan tujuan agar orang itu dapat mempelajari lebih mendalam tentang
bagaimana orang itu merasa dan berbuat sesuatu. Maka siswa berlatih memegang peranan
sebagai orang lain. Simulasi mempunyai bermacam-macam bentuk pelaksanaan ialah: peer-
teaching, sosiodrama, psikodrama, simulasi game dan role playing.
Selanjutnya Roestiyah menjelaskan (2008: 90) bahwa kadang-kadang banyak peristiwa
psikologis atau sosial yang sukar bila dijelaskan dengan kata-kata belaka. Maka perlu
didramatisasikan, atau siswa dipartisipasikan untuk berperanan dalam peristiwa sosial itu.
Dalam hal ini perlu digunakan teknik sosiodrama, yaitu siswa dapat mendramatisasikan tingkah
laku, atau ungkapan gerak-gerik wajah seseorang dalam hubungan social antarmanusia. Atau
dengan role-playing dimana siswa bisa berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi
masalah sosial atau psikologis itu. Karena itu kedua teknik ini hampir sama, maka dapat
digunakan bergantian tidak ada salahnya.
Guru menggunakan kedua teknik ini dalam proses belajar memiliki tujuan agar siswa dapat
memahami perasaan orang lain dan dapat toleransi. Dapat diketahui sering terjadinya
perselisihan dalam pergaulan hidup antarmanusia; dapat disebabkan karena salah paham. Maka
dengan sosiodrama mereka dapa menghayati peranan apa yang dimainkan, mampu
menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Siswa dapat belajar watak
orang lain, cara bergaul dengan orang lain, cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain,
dalam situasi itu mereka harus bisa memecahkan masalahnya. Dan kemudian siswa dapat
mengerti dan menerima pendapat orang lain.
3. Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Sosiodrama dan Bermain Peranan
Dalam melaksanakan teknik ini, menurut Roestiyah (2008: 91) maka perlu mempertimbangkan
langkah-langkahnya, yaitu:
a. Guru harus menerangkan kepada siswa, untuk memperkenalkan teknik ini, bahwa dengan
jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan social yang actual di
masyarakat, maka kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan; masing-masing
akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya. Dan siswa yang lain menjadi
penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.
b. Guru harus memilih masalah yang urgen, sehingga menarik minat anak. Guru mampu
menjelaskan dengan menarik, sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah
itu.
c. Agar siswa memahami peristiwanya, maka guru harus bisa menceritakan sambil untuk
mengatur adegan yang pertama.
d. Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, harap ditanggapi tetapi guru harus
mempertimbangkan apakah murid tersebut tepat untuk perannya itu. Bila tidak ditunjuk saja
siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman seperti yang diperankan itu.
e. Jelaskan kepada pemeran-pemeran itu sebaik-baiknya, sehingga mereka tahu tugas
peranannya, menguasai masalahnya pandai bermimik maupun berdialog.
f. Siawa yang tidak turut harus menjadi penonton yang aktif, di samping mendengar dan melihat,
mereka harus bisa member saran dan kritik pada apa yang akan dilakukan setelah sosiodrama
selesai.
g. Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam
dialog.
h. Setelah sosiodrama itu dalam situasi klimak, maka harus dihentikan, agar kemungkinan-
kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada
kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Sosiodrama dapat dihentikan
pula bila sedang menemui jalan buntu.
i. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, walau mungkin masalahnya belum terpecahkan, maka
perlu dibuka tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.
F. Metode Penelitian
1. Setting Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lembaga pendidikan bahasa Inggris New Concept English Education
Centre (NCEEC) Jakarta Barat untuk program General English Pre-Beginner (setara SMP).
Direncanakan penelitian akan dilakukan pada bulan September hingga November tahun 2011.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini ialah siswa kelas Pre-Beginner tingkat 2 untuk General English Program
yang berjumlah 15 orang.
3. Desain Penelitian
Desain penelitian ini ialah berupa penelitian tindakan kelas model Lewin yang ditafsirkan oleh
Kemmis dengan alur tindakan:
Gagasan Awal → Reconnaissance → Rencana Umum → Implementasi Langkah I → Evaluasi
→ Perbaikan Rencana I → Implementasi Langkah II → Evaluasi → Perbaikan Rencana II →
Implementasi Langkah III → Evaluasi → Perbaikan Langkah III.
Berdasarkan alur desain penelitian di atas, tahapan penelitian tersebut akan diterangkan sebagai
berikut:
a. Gagasan Awal
Menetapkan pokok bahasan awal untuk kemudian dicari tahu faktanya di lapangan.
b. Reconnaissance
Pada tahap ini dilakukan identifikasi kemampuan speaking dan listening siswa Pre-Beginner
tingkat 2 di New Concept English Education Centre dan menganalisisnya untuk membuat
hipotesis.
c. Rencana Umum
Pada tahap ini membuat perencanaan untuk langkah-langkah yang akan diimplementasikan.
Masalah yang dirisaukan akan diatasi dengan melakukan langkah-langkah perencanaan tindakan
berupa sosiodrama dan bermain peranan oleh tutor di New Concept English Education Centre
dengan 3 langkah implementasi.
d. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini akan dilakukan tindakan berupa penggunaan metode
sosiodrama dan bermain peranan yang dilakukan oleh tutor pengampu, pengambilan /
pengumpulan data hasil angket, lembar observasi, dan hasil tes.
e. Evaluasi
Tahap ini dilakukan untuk mengumpulkan data-data dan menganalisisnya yang kemudian
diambil kesimpulan dari penelitian tindakan kelas ini.
f. Perbaikan Rencana
Dilakukan kegiatan perbaikan rencana berdasarkan hasil evaluasi sebagai rujukan untuk kegiatan
implementasi langkah selanjutnya.
4. Jadwal Penelitian
Sejalan dengan rencana penelitian yang tersebut pada metode penelitian sebelumnya, penelitian
ini akan dilaksanakan melalui tahapan:
No Kegiatan September Oktober November Ket
Minggu ke… 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Perencanaan √ √
2 Persiapan √
3 Pelaksanaan Langkah I √
4 Pelaksanaan Langkah II √ √
5 Pelaksanaan Langkah III √
6 Pengolahan Data √ √
7 Penyusunan Laporan √ √
G. Pembiayaan
Kegiatan penelitian yang akan dilakukan direncanakan membutuhkan biaya operasional sejak
tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penyelesaian laporan hasil penelitian.
Biaya yang direncanakan untuk implementasi tindakan sosiodrama dan bermain peranan yang
dibantu oleh tutor New Concept English Education Centre terhadap 15 siswa Pre-Beginner
tingkat 2 program General English ini dianggarkan sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah).
H. Personalia Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini melibatkan penulis sebagai ketua penelitian, dibantu oleh tutor New
Concept English Education Centre sebagai pelaksana tindakan.
I. Daftar Pustaka
K., Roestiyah N. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwardi. (2007). Manajemen Pembelajaran: Mencipta Guru Kreatif dan Berkompetensi. Jawa
Tengah: STAIN Salatiga Press.
Wiriaatmadja, Rochiati. (2010). Metode Penelitian Tindakan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja
Guru dan Dosen. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
ROLE PLAY: SUATU ALTERNATIF PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF DAN
MENYENANGKAN DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA
SMA KOSGORO KUNINGAN
Abstrak. Sebagai guru bahasa Inggris seringkali dihadapkan pada dua pilihan, mengajar bahasa
Inggris untuk mengejar nilai UN atau melatih kemampuan siswa menggunakan bahasa itu
sebagai bahasa komunikasi. Tampaknya pilihan pertama banyak dipilih karena selama ini tolok
ukur keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris diidentikkan dengan perolehan nilai UN. Yang
terjadi selanjutnya, pembelajaran di kelas monoton dari hari ke hari. Waktu belajar siswa banyak
dihabiskan untuk mengerjakan soal-soal latihan.
Bagaimana dengan keterampilan berbicara siswa? Tidak ada keraguan sama sekali bahwa
mereka enggan berbicara dalam bahasa Inggris. Mereka tampak merasa malu dan takut salah.
Mereka memang tahu banyak tentang bahasa Inggris tapi sayangnya tidak tahu harus berbuat apa
terhadap bahasa Inggris.
Salah satu upaya guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa adalah memberikanRole
Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas. Hal ini dimaksudkan untuk
menciptakan English atmosphere di dalam kelos. Dalam Role Playsiswa di-setting pada situasi
tertentu dan saling berinteraksi bersama teman-temannya dengan menggunakan bahasa Inggris.
Kata kunci: Keterampilan berbicara bahasa Inggris, Role Play Pembelajaran Englishatmosphere.
PENDAHULUAN
Kurikulum bahasa Inggris KBK dan suplemennya menekankan keterampilan membaca (reading)
pada pembelajaran bahasa Inggris di SMA (Kurikulum bahasa Inggris, 1994). Oleh karena itu,
kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas banyak difokuskan pada keterampilan membaca
(reading). Sementara itu, keterampilan lain utamanya keterampilan berbicara (speaking) tidak
banyak mendapatkan perhatian. Apalagi adanya kenyataan bahwa keterampilan berbicara tidak
diujikan dolam ulangan bersama atau dalam UN. Yang terjadi selanjutnya, banyak guru yang
memberi porsi secara berlebihan pada keterampilan membaca (reading), sementara
kemampuan speaking siswa sangat tidak kompeten. Keadaan ini menjadikan mereka enggan
berkomunikasi dalam bahasa Inggris (Yang Shuying, 1999).
Kondisi yang demikian ini terjadi di sekolah peneliti di SMA KOSGORO KUNINGAN.
Pembelajaran bahasa Inggris banyak difokuskan pada reading karena reading banyak
mendominasi soal-soal ulangan, baik ulangan bersama maupun UN. Disisi lain, keterampilan
berbicara tidak banyak mendapatkan perhatian yang cukup. Pembelajaran
keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-penjelasan mengenai fungsi ungkapan-
ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperaktikkan
ungkapan-ungkapan itu. Lebih parah lagi, bahasan-bahasan itu dikemas dalam bentuk soal-soal
latihan. Tidak lain, tujuannya adalah mengkondisikan siswa pada soal-soal UN. Faktor yang
demikian ini menjadikan kemampuan berbicara siswa dalam bahasa Inggris tertatih tatih.
Disisi lain, penguasaan seseoranq terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasiamat
penting. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah orang yang menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa asing atau bahasa kedua akan melebihi jumlah penutur aslinya (Melvia A. Hasman,
2000). Belum lagi pada tahun 2003 akan diberlakukan dua perjanjian, yaitu AFTA (Asean Free
Trade Area) dan AFLA (Asean Free Labour Area), sementara pada tahun 2020 akan
diberlakukon Perjanjian WTO.
Melihat peluang-peluang itu dan memperhatikan keberadaan sekolah peneliti ada di daerah
industri, tidak ada pilihan lain bahwa keterampilan berbicara siswa harus ditingkatkan. Mengapa
keterampilan berbicara? Dari keempat keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca dan
menulis), keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris sangat dibutuhkan dalam bidang industri.
Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMA KOSGORO
KUNINGAN, peneliti menggunakan Rote Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa
Inggris di kelas.
Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus
melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa dikondisikan pada situasi
tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas, dengan
menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Rote Play sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk
aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan
memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris (Basri Syamsu, 2000).
Dalam Role Play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama teman-
temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri
siswa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran bahasa
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi
kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila mereka
berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001).
Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran
tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2001).
Sementara itu, sesuai dengan pengalaman peneliti manfaat yang dapat diambil
dari RolePlay adalah: Pertama, Role Play dapat memberikan semacam hidden practise, dimana
siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang
mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk
kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan kepada siswa kesenangan
karena Role Play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain siswa akan merasa senang
karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil kita antarkan dunia kita
(Bobby DePorter, 2000).
Peneliti juga menggunakan musik sebagai back-ground suara di dalam kelas pada saat siswa
melakukan praktik bahasa. Musik yang dimakud dalam hal ini adalah jenis musik klasik,
misalnya musik Mozart atau Barrogue. Musik ini berfungsi untuk mendukung lingkungan
pembelajaran, merubah mental siswa dan mempengaruhi kondisi hati siswa. Dalam suasana
hening, siswa biasanya merasa malu memulai pembicaraan dalam bahasa Inggris karena takut
salah. Di samping itu, irama, ketukan dan keharmonisan musik dapat mempengaruhi filosofi
manusia, terutama gelombang otak dan detak jantung, disamping dapat membangkitkan perasaan
dan ingatan. Musik dapat membantu siswa masuk ke keadaan belajar optimal. Musik juga
memungkinkan guru membangun hubungan dengan siswa. Melalui musik, guru dapat berbicara
dalam bahasa mereka (Bobby DePorter, 2000).
Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba merumuskan masalah, yaitu: bagaimana
mengembangkan materi dan strategi pembelajaran bahasa
lnggris melalui Role Play gunameningkatkan keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris
siswa-siswa SMA KOSGORO KUNINGAN?
Penelilian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan materi dan strategi pembelajaran
bahasa Inggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMA
KOSGORO KUNINGAN.
RENCANA TINDAKAN
Guna meningkatkan kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMA KOSGORO
KUNINGAN, peneliti menggunakan Role Play sebagai bentuk kegiatan pembelajaran bahasa
Inggris di kelas. Pada setiap tatap muka selama 90 menit, siswa diminta secara aktif melakukan
praktik bahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) pada situasi tertentu dalam
kelompok kecil (yang terdiri dari 2 sampai 6 siswa) maupun kelompok besar (lebih dari 6, atau
melibatkan seluruh kelas). Dengan perlakukan seperti ini, didapatkan asurnsi bahwa
kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMA KOSGORO KUNINGAN akan
meningkat. Adapun bagian detilnya akan didapatkan setelah penelitian ini dilakukan, dan itu
akan disampaikan pada bagian kesimpulan.
Setting penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA KOSGORO KUNINGAN. Sebagai sasarannya adalah siswa
kelas II (dua) B dengan jumlah siswa sebanyak 41 siswa. Mereka sebagian besar adalah siswa-
siswa yang memiliki nilai akademik rendah, sisa-siswa yang tidak diterima di sekolah-sekolah
negeri.
Peneliti adalah guru bahasa Inggris, yang sudah sekitar 10 tahun mengajar bidang studi bahasa
Inggris di sekolah tersebut. Sekolah itu terletak di daerah industri di pinggiran kota dimana
sangat rentan terhadap munculnya masalah-masalah sosial yang dapat mempengaruhi proses
pembelajaran sjswa.
Persiapan penelitian
Untuk mendapatkan refleksi awal, peneliti melakukan tes awal yang berbentuk tes interview. Tes
awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi siswa sebenarnya tentang kemampuan berbicara
siswa dalam bahasa Inggris. Setelah peneliti mengetahui gambaran awal, peneliti melakukan
persiapan penelitian yang antara lain, menyusun rencana pengajaran sekaligus menyusun materi
pembelajaran dalam bentuk Role Play, membuat media pembelajaran (kartu, students’
worksheet, gambar, type recorder) dan membuat instrumen penelitian.
Siklus Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang menggunakan 3 siklussedang,
dan dalam setiap siklus sedang terdiri dari 6 siklus kecil. Total jumlah siklus kecil dalam
penelitian ini sebanyak 18 siklus kecil. Dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.
Pembagian siklus menjadi 3 siklus sedang dimaksudkan karena setiap siklus sedang memiliki
karakter dan tujuan yang berbeda-beda.
Siklus sedang I memiliki karakter bahwa materi yang diberikan kepada siswa sebagian besar
merupakan materi kelas I (satu), dan masih sederhana. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan
sekaligus meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa karena materi-materi itu pada
dasarnya sudah dikenal siswa pada saat kelas 1. Siklus sedang II, materinya dikembangkan satu
tingkat grade-nya di atas materi siklus sedang 1. Tujuan yang ingin dicapai adalah disamping
untuk meningkatkan keberanian dan rasa percaya diri siswa, sekaligus untuk meningkatkan
fluency. Sementara itu siklus sedang III, bobot materinya hampir sama dengan materi pada siklus
sedang II. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan rasa percaya diri
siswa, fluency dan accuracy. Topik atau tema pada masing-masing siklus dapat dilihat pada
bagian selanjutnya.
Sementara itu, yang dimaksud dengan siklus kecil adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
menyajikan satu anak tema atau topik tertentu dalam satu tatap muka selama 90 menit (2 x 45
menit). Setiap siklus kecil terdiri dari empat tahapan
yaitu, planing, acting,observing, dan reflecting.
Instrumen Penelitian
Untuk mendukung validitas, penelitian ini menggunakan instrumen-instrumen sebagai
berikut; interview, questionaire, field notes, skala penilaian dan intsrumen lain berupa perangkat
elektronika. Instrumen-instrumen tersebut dimaksudkan agar didapatkan triangulasi data.
HASIL PENELITIAN
Refleksi Awal
Seperti yang telah peneliti uraikan pada awal bagian penelitian ini bahwa kemampuan berbicora
dalam bahasa Inggris siswa-siswa SMA KOSGORO KUNINGAN amat rendah. Kondisi seperti
ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan pembelajaran sebelumnya, pada saat mereka kelas 1. Ini
terbukti dari hasil interview yang dilakukan oleh peneliti didapatkan data bahwa kemampuan
berbicara siswa dalam bahasa Inggris siswa rata-rata sangat rendah. Sebanyak 10% siswa dapat
menjawab pertanyaan yang diajukan dengan mendapatkan nilai kategori baik (siswa dapat
menjawab pertanyaan dan jawabannya tetap mengacu pada pertanyaan dengan menggunakan
kosa kata yang tepat, dan kesalahan struktur hamper tidak ada). Sebanyak 20% siswa mendapat
nilai dengan kategori cukup (siswa dapat menjawab pertanyaan tetapi menggunakan sedikit kosa
kata dan sering membuat kesalahan pada struktur, kadang-kadang jawabannya tidak mengarah
pada pertanyaan). Sedangkan sisanya, sebanyak 70 % siswa mendapatkan nilai kategori jelek
(Siswa tidak menjawab sama sekali karena tidak mengerti maksud pertanyaan. Atau jika paham,
mereka malu dan takut menjawab).
Di bawah ini daftar topik pertanyaan yang di-interview-kan kepada siswa:
1. Giving about the name, age, address, hobby
2. Giving information about family
3. Talking about job
4. Physical description
5. Like/dislike
6. Talking about colour
7. Talking about clothes
8. Giving information about daily activity
9. Replying where people are
10. Talking about ongoing actilvity
Siklus Sedang I
PERENCANAAN
Siklus sedang I terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.
Materi yang diberikan antara lain: Asking for
and giving personal information 1,Asking for and giving personal information 2,
Asking for and giving personal information 3,Talking about
family. Counting, Asking and replying where things are.
Langkah-langkah yang ditempuh antara lain:
Membuat setting Role Play agar tampak sebagaimana mestinya. Misalnya, menjelaskan kepada
siswa peran apa yang akan dimainkan. Di sini, peneliti melakukan persiapan-persiapan yang
berkaitan dengan setting Role Play dan atributnya.
Menjelaskan tujuan dan aturan permainan.
Memberikan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, membimbing cara
pengucapkannya beberapa kali dan sekaligus menjelaskan penggunaannya. Ini dilakukan dengan
maksud agar siswa merasa percaya diri menggunakan ungkapan-ungkapan itu dalam Role Play.
Memilih musik yang sesuai sebagai background suara agar suasana tampak rileks sehingga dapat
mengurangi ketegangan siswa.
PELAKSANAAN
Siswa diminta memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan selama
kurang lebih 50 menit. Untuk 5 menit pertama, peneliti membuat persiapan-persiapan
sebagai setting Role Play, misalnya menata kelas, membuat atribut dan menceriterakan kepada
siswa peran yang akan dimainkan. 5 menit berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan
permainan. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai
dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan
dan kosa kata yang akan dipakai.
Untuk topik-toprk yang lebih rumit,kegiatan ini kadang-kadang membutuhkan lebih dari 15
menit. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa
memperaktikkanRole Play selama kurang lebih 25 menit dalam kelompok. Pada saat siswa
bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai background suara dengan volume
tertentu.
Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan kepada siswa.
Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, artinya dilakukan hampir seluruh siswa, peneliti
menjelaskan kembali secara klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok,
peneliti langsung memberikan penjelasan pada individu atau kelompok itu.
PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui
respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Tabel benkut ini menunjukkan jumlah
rata-rata respon siswa dari 3 angket yang teriah disebarkan selama pelaksanaan sikius sedang 1.
Dari 41 jumlah didapatkan data seperti pada Tobel 1. Data Tabel 1 di-checkcross-kan dengan
Lembar Observasi Aktivitas dalam KBM yang dilakukan oleh kolaborator, dan didapatkan data:
1. Peneliti merasa kesulitan membuat gambar atau media lain untuk kata-kata tertentu sehingga
kata-kata itu langsung diterjemahkan. Hal yang demikian ini mengakibatkan sebanyak 64 %
siswa merasa kesulitan memahami arti kosa kata meskipun sudah diartikan kedalam bahasa
Indonesia.
2. Peneliti sudah memberi contoh cara melafalkan ungakapan-ungkapan yang dipakai namun
tidak banyak memberi penekanan sehingga mengakibatkan sebanyak 61% siswa merasa
kesulitan mengucapkan ungkapan-uangkapan itu saat mempraktikkanRole Play.
TABEL : 1
No
.JUMLAH URAIAN
1. 64 % Siswa
Menyatakan merasa kesulitan dalam
memahami arti kosa kata yang terdapat
dalam Role Play
2. 26 % SiswaMenyatakan bahwa kosa kata yang sukar
jumlahnya sedikit.
3. 58 % SiswaMenyatakan mudah memahami ungkapan-
ungkapan yang dipakai dalam Role Play
4. 61 % SiswaMenyatakan merasa kesulitan mengucapkan
ungkapan-ungkapan itu
5. 76 % SiswaMenyatakan merasa sudah jelas dengan
aturanRole Play
6. 79 % SiswaMenyatakan merasa jelas dengan contoh
yang telah diberikan oleh guru.
7. 76 % siswaMenyatakan merasa senang belajar bahasa
Inggris melalui Role Play
8. 59 % Siswa Menyatakan merasa sulit bermain Role Play
REFLEKSI
Sementara itu, hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang I
sebagaimana di bawah ini:
1. Pada awal pelaksanaan siklus sedang I tampaknya sebagian besar siswa masih merasa
canggung (tidak percaya diri) melakukan praktik bahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa
Inggris). Sebagai gantinya, siswa banyak melakukannya dengan cara melihat pekerjaan teman-
temannya. Kondisi yang demikian ini terjadi karena siswa belum terbiasa
melakukan Role Play. Kemungkinan lain, kurangnya penekanan pada latihan melafalkan
ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Playsehingga siswa merasa malu.
Masalah ini (percaya diri siswa) akan mendapat perhatian peneliti untuk pelaksanaan siklus
sedang berikutnya.
2. Di samping melihat pekerjaan teman-temannya, untuk mendapatkan dan memberi infromasi
yang semestinya dilakukan dengan cara bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris, banyak
siswa yang masih menggunakan bahasa daerah. Misalnya, untuk meminta perhatian seseorang,
minta maaf, menyuruh orang lain mengulang apa yang ia katakan. Padahal, untuk tujuan ini
mereka sebenarnya dapat saja melakukan dalam bahasa Inggris dengan cara melihat ungkapan-
ungkapan itu yang masih tertera di papan tulis. Keadaan seperti ini banyak dipengaruhi oleh
ketidak biasaan mereka berbicara dalam bahasa Inggris sehingga mereka enggan melakukannya.
Pada pelaksanaan siklus selanjutnya agar keadaan ini tidak terulang lagi siswa banyak dibekali
cara melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play, dan siswa sering diingatkan
agar mereka tidak canggung dan ragu-ragu lagi.
3. Sebagian besar siswa merasa sulit beradaptasi dengan Setting Role Play yang dipersiapkan
sepenuhnya oleh peneliti. Keadaan ini akan mendapat perhatian peneliti pada pelaksanaan siklus
sedang berikutnya. Misalnya, dengan memberitahukan terlebih dahulu tentang setting Role
Play untuk pertemuan berikutnya, kemudian memberi penugasan kepada siswa untuk membuat
persiapan-persiapan setting RolePlay sebagaimana yang dikehendaki.
Siklus Sedang II
PERENCANAAN
Siklus sedang II terdiri dan 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.
Materi yang diberikan adalah: Asking where places are 1, Asking where places are 2, Asking for
things in a shop, Shopping around, Describing feelings, Talking about habits and hobbies.
Langkah-langkah yang ditempuh pada perencanaan siklus sedang II adalah:
1. Memberikan setting Role Play terlebih dahulu untuk perternuan berikutnya, dan memberikan
penugasan kepada siswa untuk mempersiapkan setting itu.
2. Menjelaskan dan menegaskan kembali kepada siswa tujuan dan aturan permainan agar siswa
tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya. Melainkan bertanya dan menjawab dalam bahasa
Inggris untuk mendapatkan dan memberi informasi.
3. Melatih siswa melafalkan ungkapan-ungkapan yang dipakai dalam Role Play beberapa kali,
dan sekaligus menjelaskan kegunaannya serta memberikan contoh agar mereka menjadi jelas dan
percaya diri disamping untuk meningkatkan fluency siswa.
4. Memperpanjang waktu bermain Role Play, semula 50 menit menjadi 60 menit.
5. Memilih jenis musik yang sesuai sebagai backround.
PELAKSANAAN
Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan
selama kurang lebih 60 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat persiapan-persiapan
sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah diberitahukan terlebih dahulu dan ditugaskan
oleh peneliti. Siswa tampaknya lebih mudah beradaptasi dengan setting yang telah mereka
persiapkan sendiri. 5 menit berikutnya, peneliti, menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada
bagian ini peneliti mengingatkan dan menekankan kepada siswa untuk melakukan Role
Play sebagaimana prosedurnya, dan bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit
selanjutnya ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan,
sekaligus dijelaskan oleh peneliti fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menirukan cara melafalkan ungkapan-ungkapan dan kosa kata beberapa kali hingga siswa
merasa jelas. Selanjutnya setelah siswa merasa jelas, peneliti meminta siswa mempraktikan Role
Play selama kurang lebih 35 menit dalam kelompok. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti
membunyikan musik sebagai background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya memantau jalannya Role Play, dan masih memberikan bantuan kepada
siswa. Untuk kesalahan-kesalahan yang bersifat umum, kesalahan itu dijelaskan kembali secara
klasikal. Sementara kesalahan yang bersifat individu atau kelompok, dijelaskan pada saat
kesalahan itu terjadi. Namun demikian, koreksi yang diberikan tidak menjadikan siswa down.
PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui
respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh menunjukkan
adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.
Dari semula 64% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role
Play, kini turun menjadi 51%. Ini dikarenakn peneliti tidak langsung mengartikan kata-kata itu
tapi menggunakan gambar atau realia dan mungkin gesture. Sehingga gambar dan gesture itu
dapat dijadikan siswa sebagai alat cantolan untuk menambatkan kata-kata dalam benak mereka.
Semula 58% siswa yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai
dalam Role Play, kini meningkat menjadi 70%. Ini disebabkan guru banyak melatih siswa
melafalkan ungkapan-ungkapan itu. Disamping itu, siswa juga sudah mulai terbiasa
bermain Role Play sehingga mereka juga terbiasa melakukan tanya dan jawab dalam bahasa
Inggris. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play,semula dari 76% meningkat
menjadi 82%. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit bermain Role Play kini turun,
semula 59 % menjadi 41 %. Ini tidak lain karena siswa sudah terkondisi bermain Role Play.
REFLEKSI
Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang II adalah sebagai
berikut:
1. Rasa percaya diri siswa selama pelaksanaan siklus sedang II tampak lebih baik dibandingkan
pada siklus sebelumnya. Banyak siswa yang tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya untuk
mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan dengan bertanya dan
menjawab dalam bahasa Inggris kendatipun cara melafalkannya (fluency) masih belum baik. Ini
dikarenakan sikap peneliti yang sering membantu siswa melafalkan dan sekaligus menjelaskan
fungsi ungkapan-ungkapan yang dipakai. Perpanjangan waktu untuk memperaktikkan Role
Play tenyata dapat mempengaruhi rasa percaya diri siswa karena siswa merasa lebih leluasa dan
lebih lama melakukan praktik bahasa.
2. Jumlah siswa yang menggunakan bahasa daerah saat mereka
memperaktikkan RolePlay berkurang. Untuk menyuruh temannya mengulang, misalnya, siswa
menggunakan ungkapan “What?”. Sementara untuk ungkapan-ungkapan yang dipakai
dalam RolePlay, mereka tidak ragu lagi menggunakannya walaupun pronounciation-nya masih
belum baik. Ini dikarenakan siswa sudah mulai terkondisi betul dengan permainan RolePlay.
3. Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar, lebih dari 6 siswa, suasananya tampak lebih
meriah dari pada jika dimainkan dalam kelompok kecil, yang dimainkan hanya 2 siswa atau
kurang dari 6 siswa. Faktor ini ternyata dapat mempengaruhi keberanian dan rasa percaya diri
siswa sekaligus dapat mempertahankan siswa untuk tetap melakukan praktik (bertanya dan
menjawab dalam bahasa Inggris). Ini dikarenakan bila Role Play dimainkan dalam kelompok
besar, siswa dapat memilih patner mereka sesuka hati. Berbeda dengan jika dimainkan dalam
kelompok kecil. Dalam kelompok kecil, siswa melakukan hanya terbatas kepada teman
sebangkunya saja. Pada siklus sedang berikutnya, pemilihan topik Role Play akan
dipertimbangkan dengan kelompok besar.
Siklus Sedang III
PERENCANAAN
Siklus sedang III terdiri dari 6 siklus kecil, dan setiap siklus kecil berlangsung selama 90 menit.
Materi yang akan diberikan antara lain: Asking for and giving
permission. Talkingabout likes and dislikes. Describing places. Describing
houses, Asking about travelling towork.
Langkah-langkah yang diberikan pada perencanaan siklus sedang III sebagai berikut:
1. Memilih materi-materi Role Play yang dimainkan dalam kelompok besar. Ini dimaksudkan
agar rasa percaya diri dan fluency siswa lebih meningkat. Dengan cara ini siswa dapat
menentukan pasangannya secara bergantian, dan dengan cara ini pula siswa dapat melatih rasa
percaya diri mereka kepada teman-temannya. Disamping itu, mereka juga dapat
mengukur fluency mereka dibanding dengan teman-temannya.
2. Menambah waktu bermain Role Play, semula 60 menit menjadi 75 menit. Ini dimaksudkan
agar siswa lebih lama melakukan peraktik bahasa bersama teman-temannya.
3. Memilih jenis musik yang sesuai sebagai background.
PELAKSANAAN
Siswa diminta kembali memperaktikkan Role Play sesuai dengan tujuan dan aturan permainan
selama kurang lebih 75 menit. Untuk 5 menit pertama, siswa membuat persiapan-persiapan
sebagai setting Role Play sebagaimana yang telah dilakukan pada siklus sebelumnya. 5 menit
berikutnya, peneliti menjelaskan tujuan dan aturan permainan. Pada bagian ini peneliti
menekankan kembali kepada siswa untuk melakukan Role Play sebagaimana prosedurnya, dan
bukan melihat pekerjaan temannya. Kemudian 15 menit selanjutnya ungkapan-ungkapan dan
kosa kata yang dipakai dalam Role Play dituliskan di papan, sekaligus dijelaskan oleh peneliti
fungsinya. Peneliti juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menirukan cara melafalkan
ungkapan-ungkapan dan kosa kata yang akan dipakai beberapa kali hingga siswa merasa jelas.
Selanjutnya, peneliti meminta siswa mempraktikkan Role Play selama kurang lebih 50 menit
dalam kelompok besar. Pada saat siswa bermain Role Play, peneliti membunyikan musik sebagai
background suara dengan volume tertentu.
Peneliti selanjutnya masih tetap memantau jalannya Role Play sambil memberikan bantuan
kepada siswa.
PENGAMATAN
Pada setiap akhir dua siklus kecil, Angket Siswa dibagikan. Ini dimaksudkan untuk mengetahui
respon siswa setelah mereka mempraktikkan Role Play. Data yang diperoleh menunjukkan
adanya penurunan dan peningkatan di beberapa hal.
Dari semula 51% siswa yang menyatakan merasa kesulitan memahami arti kosa kata dalam Role
Play, kini menjadi 31%. Ini dikarenakan kosa kata yang dipakai dalam RolePlay banyakyang
dikenal oleh siswa, ditambah lagi peneliti lebih banyak menggunakan gambar, realia dan
mungkin gesture untuk membantu siswa memahami artinya. Dari 70% siswa pada siklus
sebelumnya yang menyatakan mudah memahami ungkapan-ungkapan yang dipakai
dalam Role Play, kini meningkat menjadi 87%. Kondisi yang demikian ini banyak dipengaruhi
oleh latihan melafalkan ungkapan-ungkapan dalam bahasa Inggris pada siklus-siklus
sebelumnya. Demikian pula yang menyatakan senang bermain Role Play,semula dari 82%
meningkat menjadi 91%. Yang demikian ini karena bermain merupakan kegiatan yang disukai
siswa SMA Jadi, wajar kenaikan itu drastis. Sementara itu, jumlah siswa yang menyatakan sulit
bermain Role Play kini turun, semula 41% menjadi 23%. Ini tidak lain karena siswa sudah
terkondisi bermain Role Play. Mereka sudah terbiasa dengan tujuan dan aturan-aturannya.
Mereka juga tahu apa yang harus diperbuat dan harus mereka katakan.
REFLEKSI
Hasil refleksi yang diperoleh di lapangan selama pelaksanaan siklus sedang III adalah sebagai
berikut:
1. Selama pelaksanaan siklus sedang III, keberanian dan rasa percaya diri siswa benar benar
tampak. Sebagian besar siswa, sekitar 90%, tidak lagi melihat pekerjaan teman-temannya untuk
mendapatkan dan memberi informasi. Melainkan mereka lakukan dengan cara bertanya dan
menjawab dalam bahasa Inggris. Fluency mereka juga tampak lebih baik dibandingkan siklus
sebelumnya karena ungkapan-unkapan yang dipakai sudah banyak dikenal oleh siswa. Demikian
pula pada accuracy siswa. Karena materi yang dipilih merupakan materi Role Play yang
dimainkan pada kelompok besar, sehingga siswa dapat melakukan praktik bahasa (bertanya dan
menjawab melalui RolePlay).
2. Pada akhir pelaksanaan siklus sedang III penggunaan bahasa daerah sudah tampak berkurang.
Misalnya jika mereka mengatakan sesuatu yang salah, mereka mengucapkan “I’m sorry” atau
minimal “Sorry”, dan bukannya “Eh” dalam bahasa daerah. Jika mereka meminta perhatian
orang lain, mereka mengatakan “Excuse me!”, bukan “Lhe” dalam bahasa daerah. Dan begitu
seterusnya untuk ungkapan-ungkapan seperti, “Thank you”, “That’s OK“. Siswa begitu fasih
menggunakannya karena mereka sudah terbiasa.
KESIMPULAN
Salah satu variasi pembelajaran bahasa Inggris untuk siswa SMA adalah pembelajaran bahasa
Inggris melalui Role Play. Role Play sebaiknya dipersiapkan dan dirancang dengan baik. Dalam
memberikan Role Play sebagai kegiatan pembelajaran bahasa Inggris, guru sebaiknya
memperhatikan level siswa, utamanya pada pemilihan materi. Role Play yang terlalu tinggi bagi
siswa dapat mempengaruhi psikologi siswa. Setting, tujuan dan aturan permainan
dalam Role Play harus disampaikan agar dapat menumbuhkan rangsangan tersendiri bagi siswa.
Siswa akan lebih bergairah bermain Role Play karena mereka sadar dan menganggap itu suatu
kebutuhan. Jika perlu siswa juga dapat diberdayakan misalnya, dalam pembuatan
setting Role Play. Karena Role Play yang baik adalah Role Play yang mampu memberdayakan
sekaligus membuat siswa aktif. Dengan cara demikian siswa akan terlatih melakukan praktik-
praktik bahasa, saling berinteraksi menggunakan bahasa Inggris bersama teman-temannya tanpa
mereka sadari sebelumnya.
SARAN
Guru sebaiknya dalam melakukan pengajaran bahasa Inggris di kelas tidak harus selalu
berorientasi pada perolehan hasil UN sebagai tujuannya. Ada yang lebih menantang, bagaimana
membekali siswa dengan keterampilan-keterampilan yang lebih menjanjikan bagi kehidupannya
kelak, yang sangat dibutuhkan pada era globalisasi nanti. Ketrampilan itu tidak lain adalah
keterampilan berbicara dalam bahasa Inggris. Untuk dapat memenuhi tujuan itu, guru
seyogyanya lebih kreatif menjadikan pembelajaran tampak lebih hidup, nyata dan lebih
bermakna, dan salah satunya melalui Role Play. Belajar adalah proses, dan butuh kesabaran di
pihak kita.
DAFTAR PUSTAKA
1) Bobby DePorter, dkk. 2000. Quantum teaching. Bandung: Kaifa.
2) Bobby DePorter dan Mike Hemacki, dkk. 2000. Quantum learning. Bandung: Kaifa.
3) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. GBPP bahasa Inggris KBK. Jakarta: Bidang
Dikmenum Kanwil Dikbud Propinsi Jawa Timur.
4) Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Contextual teaching and learning. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama
5) Hadfield, J. 1986. Harap’s communication games. Australia: Thomas Nelson and Son Ltd.
6) Hasman, M. A. 2000. The importance of English. Washington: English Teaching Forum.
7) Mulyasa, E. 2002. Kurilculum berbasis kompetensi: Konsep,
karakteristik, danimplementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
8) Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
9) Basri, S. 2000. Teaching speaking. Makalah disampaikan pada Penataran Instruktur Guru
Bahasa Inggris SMA Swasta tanggal 8 – 19 Pebruari 2000 di Jakarta.
Suka
Be the first to like this page.
Tinggalkan Balasan
Top of Form
Enter your comment here...
Bottom of Form
Apa yang dicari
Kurikulum bahasa Inggris KBK dan suplemennya menekankan keterampilan membaca (reading)
pada pembelajaran bahasa Inggris di SEKOLAH. Kegiatan pembelajaran bahasa Inggris di kelas
banyak difokuskan pada keterampilan membaca (reading). Padahal, keterampilan lain lain yang
lebih utamanya dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah keterampilan berbicara (speaking)
belum banyak mendapatkan perhatian yang optimal dari para guru sebagai sumber belajar.
Pembelajaran bahasa Inggris, hanya difokuskan pada reading karena reading, sedangkan
berbicara (speaking) tidak banyak mendapatkan perhatian dengan porsi pembelajaran yang
seimbang. Seringkali, pembelajaran keterampilan speaking disajikan sebatas pada penjelasan-
penjelasan mengenai fungsi ungkapan-ungkapan bahasa, tanpa memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memperaktikkan ungkapan-ungkapan itu. Guna meningkatkan kemampuan
berbicara dalam bahasa Inggris siswa SMP N 96 Jakarta, salah satunya dengan pembelajaran
dengan model Rote Play
Model Pembelajaran Role play adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,
aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1 986). Dalam Role Play siswa
dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam
kelas, dengan menggunakan bahasa Inggris. Selain itu, Rote Play sering kali dimaksudkan
sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di
luar kelas dan memainkan peran orang lain saat menggunakan bahasa Inggris (Basri Syamsu,
2000).
Pembelajaran Role Play siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif
melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab dalam bahasa Inggris) bersama
teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada
diri siswa (Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran
bahasa menjelaskan bahwa dalam pembelajaran bahasa, siswa akan lebih berhasil jika mereka
diberi kesempatan menggunakan bahasa dengan melakukan berbagai kegiatan bahasa. Bila
mereka berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono,
2001). Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif. Tanpa adanya aktivitas, maka proses
pembelajaran tidak mungkin terjadi (Sardiman, 2001).
Beberapa manfaat dari penggunaan model Role Play adalah: Pertama, Role Play dapat
memberikan semacam hidden practise, dimana siswa tanpa sadar menggunakan ungkapan-
ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari. Kedua, Role play melibatkan
jumlah siswa yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar. Ketiga, Role Play dapat memberikan
kepada siswa kesenangan karena Role Play pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain
siswa akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa. Masuklah ke dunia siswa, sambil
kita antarkan dunia kita (Bobby DePorter, 2000).
Setting role playing dalam pembelajaran kali ini, yaitu dengan membuat sebuah skenario
pembelajaran dengan ceritera seorang wisatawan manca negara yang berkunjung ke Indonesia,
yang sebelumnya sudah menghubungi Biro Wisata Terkenal. Skenario, dimulai dari
penyambutan tamu/wisatawan di bandara, ke hotel sampai dengan ke beberapa objek wisata.
Dalam skenario tersebut, dimainkan beberapa peran sebagai wisatawan berjumlah 5 orang yang
terdiri dari bapak, ibu, 2 anaknya (laki-laki dan perempuan) dan 1 perempuan keponakannya.
Tindakan kelas, juga berlangsung di dalam kelas, dan di luar kelas. Di luar kelas, dapat di setting
tindakan ketika wisatawan berada lobi bandara, penyambutan. Seting, di dalam kelas dilakukan
sebagai lobi hotel, dan di luar kelas kembali untuk setting pemanduan kunjungan ke beberapa
objek wisata.
Penelilian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan materi dan strategi pembelajaran
bahasa Inggris melalui Role Play guna meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas VIII di
SMP N 96 Jakarta. Sedangkan, manfaat yang diperoleh antara lain bagi guru, siswa, sekolah, dan
pemerhati pendidikan/orang tua. Khusus bagi guru, dapat berinovasi, berkreasi dalam melakukan
pembelajaran melalui berbagai model, khususnya model role playing.
Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalahnya, yaitu: Model Pembelajaran Role Play Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berbicara dalam Bahasa Inggris Siswa-siswi SMP N 96 Jakarta?