PENELITIAN TESIS

18
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BIASA DAN RINGAN DI LUAR SISTEM PERADILAN PIDANA (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT KABUPATEN BENGKULU UTARA) A. Latar Belakang Penelitian Tindak pidana dalam istilah hukum pidana disebut kejahatan. Dalam teori pemidanaan (teori absulut), dirumuskan "setiap kejahatan harus berakibat dijatuhkan pidana kepada pelanggar". ' Teori ini mengarahkan kepada proses peradilan melalui sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana merupakan upaya penegakan hukum secara formal. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 2 dirumuskan bahwa: "ketentuan pidana berlaku bagi semua pelaku tindak pidana". Rumusan tersebut diperkuat oleh teori pertanggung jawaban pidana (criminal liability), "barang siapa melakukan perbuatan pidana diancam dengan pidana". Berdasarkan teori absulit di atas, penyelesaian tindak pidana harus melalui sistem peradilan pidana.

Transcript of PENELITIAN TESIS

Page 1: PENELITIAN TESIS

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN BIASA DAN

RINGAN DI LUAR SISTEM PERADILAN PIDANA (STUDI KASUS

PADA MASYARAKAT KABUPATEN BENGKULU UTARA)

A. Latar Belakang Penelitian

Tindak pidana dalam istilah hukum pidana disebut kejahatan. Dalam

teori pemidanaan (teori absulut), dirumuskan "setiap kejahatan harus berakibat

dijatuhkan pidana kepada pelanggar". ' Teori ini mengarahkan kepada proses

peradilan melalui sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana merupakan

upaya penegakan hukum secara formal.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 2

dirumuskan bahwa: "ketentuan pidana berlaku bagi semua pelaku tindak

pidana". Rumusan tersebut diperkuat oleh teori pertanggung jawaban pidana

(criminal liability), "barang siapa melakukan perbuatan pidana diancam

dengan pidana".

Berdasarkan teori absulit di atas, penyelesaian tindak pidana harus

melalui sistem peradilan pidana. Karena tindak pidana merupakan kejahatan.

Teori pemidanaan seperti teori absulut/teori pembalasan mengandung arti

perbuatan pidana akan dijatuhi hukuman bagi pelakunya sesuai dengan

perbuatannya. Teori ini lazim disebut dengan teori klasik, dalam istilah hukum

pidana islam disebut dengan teori qishash/ pembalasan. 1

1 . Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana. 1994 Jakarta. Renika Cipta, Hal 31. : 2 . Abdurrahman, Asas-asas Hukum Islam, 1993, Jakarta, Gramedia, Hal 24.

Page 2: PENELITIAN TESIS

Menurut R. Abdoel Djamali dalam penerapan hukuman ada empat asas

yang perlu diperhatikan:

1. Asas tentorial (tentorial beginsel). Ketentuan asas ini tercantum dalam Pasal 2 KUHP yang dirumuskan bahwa, ketentuan pidana dalam Undang- undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di dalam wilayah Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di dalam wilayah Indonesia melakukan tindak pidana.

2. Asas Nasionalitas Aktif (Actief nasionalitiet beginsel). Artinya, aturan pidana Indonesia tujuannya untuk mengatur kepentingan umum (nasinal),

3. AsasNasional Pasif (Pasiefnasionalitiet beginsel). Asas ini juga disebut "asas perlindungan", bertujuan melindungi kepentingan terhadap tindakan baik warga negara itu sendiri, maupun orang asing yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia.

4. Asas Universal (universaliteit beginsel) asas Universalitas melindungi kepentingan hubungan antar negara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya.

Asas tersebut di atas, menjadi dasar berlakunya hukum pidana terhadap

semua penduduk di seluruh Indonesia, termasuk masyarakat di kabupaten

Bengkulu Utara. Berdasarkan teori asas di atas, sistem peradilan pidana harus

menjadi pilihan (prioritas) utama dalam penyelesaian tindak pidana.

Namun, fenomena yang hidup dan berkembang selama ini di lingkungan

masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara (terutama masyarakat perdesaan)

menyelesaikan tindak pidana penganiayaan biasa dan ringan dengan cara

bermusyawarah antara pelaku, korban, tokoh masyarakat dan kepala desa.

Penyelesaian tindak pidana dengan bermusyawarah seperti yang dilakukan

oleh masyarakat Kabupaten bengkulu Utara, nampaknya sejalan dengan fungsi

hukum yaitu Pengawasan/pengendalian sosial. Penyelesaian sengketa dan

rekayasa sosial.2

23 Abdoel Djamli, Asas-asas Hukum Pidana, 1993, Renika Cipta. Jakarta, Hal 166.

Page 3: PENELITIAN TESIS

Dengan demikian tujuan utama penyelesaian tindak pidana renganiayaan

biasa dan ringan melalui sistem dan bentuk apa pun adalah -"tuk mengakhiri

perselisihan.

Fenomena yang hidup dan berkembang di kabupaten Bengkulu Utara

penyelesaian tindak pidana penganiayaan biasa dan ringan lebih -ergutamakan

bermusyawarah di antara pelaku, korban, tokoh masyarakat, ZIP. ^epala desa

dengan tujuan untuk berdamai.

Masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara melakukan musyawarah untuk

menyelesaikan perkara dengan didukung oleh semua pihak, yakni masyarakat,

korban/keluarganya, pelaku/keluarganya, kepala desa. dan termasuk pihak

kepolisian. Pada umumnya masyarakat menganjurkan kepada pihak yang

berperkara, untuk tidak melaporkan kasusnya ke pihak kepolisian dan

melakukan musyawarah untuk berdamai. Anjuran masyarakat ini merupakan

petunjuk yang harus dituruti/ditaati oleh orang yang berperkara.

Memperhatikan hal tersebut di atas bahwa terjadinya musyawarah

merupakan dorongan dan partisipasi masyarakat. Bila dilihat partisipasi

masyarakat terjadi fenomena hukum, ada dua bentuk tegaknya hukum dengan

menyelesaikan tindak pidana melalui sistem peradilan pidana. Kedua,

partisipasi dalam bentuk negatif. Masyarakat memberikan dukungan kepada

korban dan pelaku tindak pidana untuk tidak melaporkan kasusnya kepada

pihak kepolisian.

Page 4: PENELITIAN TESIS

Toliransi dan partisipasi terhadap "sesuatu" memang dapat memberi

dampak. Dampak tersebut sangat tergantung dengan fenomena yang dihadapj

"Toleransi sosial tenhadap gangguan-gangguan, merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan kurangnya partisipasi masyarakat dalam menanggulangi

gangguan tersebut".

Bila dicermati ada relevansinya pendapat Soekanto ini dijadikan dasar

untuk mengatakan bahwa partisipasi dan toleransi masyarakat terhadap \orban

tindak pidana untuk tidak melaporkan kasusnya ke pihak kepolisian, dan

menyelesaikannya dengan jalan musyawarah. Karena dalam musyawarah

partisipasi masyarakat dapat dikatakan "dominan," sebab dengan dorongan

dan nasihat masyarakat maka penyelesaian tindak pidana diselesaikan tidak

melalui sistem peradilan pidana.

Menurut Soerjono Soekanto adanya toleransi dan partisipasi -

nasyarakat disebabkan oleh hal-hal:

1. Daya jangkau perundang-undangan yang terlalu terbatas dan kurang dapat mengikuti perkembangan pola perilaku masyarakat.

2. Kurangnya kemampuan petugas penegakan hukum, karena:a. Kurangnya jumlah petugas.b. Kurangnya petugas profesional.c. Terlampau terikat pada institusi (sehingga kaku).d. Kurangnya fasilitas untuk melakukan tugas-tugas dengan benar.e. Kurangnya daya pembauran dengan warga masyarakat.

3. Warga Masyarakat yang kurang memahami dan merasakan manfaat ketaatan aturan-aturan hukum.3

Pedapat Soekanto uni menunjukkan bahwa upaya penegakan hukum -

arus didukung oleh semua pihak, termasuk masyarakat Kabupaten Bengkulu I

3 Soerjono soekanto, penegakan hukum di indonesia, 1985, jakarta. Ghalia Indonesia, Hal 30.5 ibid. hal. 32

Page 5: PENELITIAN TESIS

tara. yang pada umumnya "kurang mendukung" penegakan hukum yang

dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Pengungkapan "budaya masyarakat" terhadap hukum, dan faktor-faktor

yang mempengaruhi budaya masyarakat menjadi penting dalam penelitian ini.

Karena itu penelitian ini akan mempelajari dan mengangkat enomena hukum

yang hidup dalam masyarakat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas, bahwa hukum pidana adalah hukum yang

beraku terhadap semua penduduk di seluruh wilayah hukum Indonesia artinya,

Siapa saja yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia, maka secara

hukum pelakunya akan diancam dengan hukuman pidana. namun. keinginan

hukum dan teori-teori pemidanaan itu tidak selamanya dapat diterapkan di

semua wilayah. Kebiasaan, tradisi, dan budaya masyarakat terkadang dapat

mengenyampingkan norma dan aturan yang berlaku.

Perdamaian yang dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Bengkulu lara

dalam menyelesaikan kasus tindak pidana ikut mempengaruhi efektivitas

hukum nasional. Kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam lingkungan

masyarakat tetap dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat setempat.

Hukum pidana secara teori dan perundang-undangan berlaku bagi semua

penduduk Indonesia, bukanlah menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan

kasus tindak pidana bagi masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara. Kebiasaan

bermusyawarah dan berdamai tetap diutamakan. Hal ini didukung oleh tradisi

keagamaan dan budaya masyarakat yang berusaha untuk menjaga

Page 6: PENELITIAN TESIS

keseimbangan terhadap lingkungan sekitar. Fenomena ini menimbulkan

pertanyaan penelitian yang perlu dikaji dan dianalisis melaui pendekatan

teoritis dan budaya masyarakat setempat.

Pertanyaan penelitian tersebut dapat dikembangkan melaui perumusan

masalah berikut ini: .

1. Faktor-faktor apa saja yang mendorong masyarakat menempuh jalan

bermusyawarah dalam menyelesaikan tindak pidana penganiayaan biasa

dan ringan ?

2. Apa yang menjadi dasar nagi masyarakat dalam menyelesaikan tindak

pidana di luar sistem peradilan pidana ?

3. Bagaimana pandangan masyarakat dan pihak kepolisian terhadap

penyelesaian kasus tindak pidana di luar sistem peradilan pidana

4. Bagaimana kedudukan kasus tindak pidana yang diselesaikan di luar

sistem peradilan pidana ?

C. Kerangka Pemikiran

Sebagai suatu usaha untuk memahami dan mengkaji ''suatu masalah"

secara cermat dan mendalam, diperlukan metode tertentu. "kerangka

pemikiran'" merupakan bagian metode tersebut. Kerangka pemikiran dapat

membentuk wacana pemikiran terhadap permasalahan yang diangkat dalam

penelitian. Karena itu kerangka pemikiran menjadi bagian yang penting dalam

proposal penelitian.

Pendapat para pakar tentang pidana dan pemidanaan, perilaku

masyaralat dan budaya masyarakat terhadap hukum, serta kendala efektivikasi

Page 7: PENELITIAN TESIS

hukum dalam masyarakat menjadi bagian yang perlu dikemukakan. Pendapat

para pakar tersebut dijadikan dasar atau teori dalam pembahasan dan analisis

permasalahan.

Dalam perpustakaan hukum pidana, pembicaraan yang berkaitan dengan

tindak pidana selalu menitik - beratkan kepada doktrin-doktrin yang tercantum

dalam perundang-undangan. Dalam Kitab Undang-undang Hukum pidana

(KUHP), pada Pasal 2 dirumuskan"ketentuan pidana dalam Undang- undang

Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan yang boleh

dihukum (peristiwa pidana).

Pasal 2 KUHP di atas, mengandung arti, semua penduduk atau

masyarakat Indonesia yang berdomisili di wilayah Indonesia (dalam hal ini

masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara), akan dikenakan sanksi pidana,

apabila melakukan tindak pidana.

R. Soesilo menjabarkan Pasal 2 KUHP tersebut kepada dua kategori:1. Pasal ini merupakan luasnya kekuasaan Undang-undang Republik

Indonesia, berlaku kepada siapa dan dimana saja. Disini diletakkan prinsif teritorial.

2. Tiap orang, berarti siapa saja, baik warga negara sendiri, maupun bangsa asing, dengan tidak membedakan kelamin atau agama, kedudukan atau pangkat, yang berbuat peristiwa pidana di Indonesia.

Berkaitan dengan isi dan makna yang terkandung dalam Pasal 2 KUHP

di atas Moeljatno mengemukakan pendapatnya ; Ditinjau dari sudut negara,

adadua kemungkinan pendirian; pertama, perundang-undangan pidana berlaku

bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di wilayah negara, baik dilakukan

oleh warga negara sendiri, maupun oleh warga negara asing (asas tritorial).

Kedua, perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan

Page 8: PENELITIAN TESIS

pidana yang dilakukan oleh warga negara. dimana saja, juga di luar wilayah

negara (asas personal). Juga dinamakan prinsif nasional yang aktif.

Dari pernyataan Moeljatno di atas, kedua asas yang berkaitan dengan

Pasal 2 KUHP stu sebagai dasar pemidanaan, dasar menjatuhkan hukuman

pidana kepada pelaku tindak pidana, baik berdasarkan asas tritorial maupun

asas personal. Padasisi lain, asas ini menyebutkan "semua perbuatan pidana",

artinya, baik pidana penganiayan biasa, ringan maupun pidana berat (seperti

yang dirumuskan dalam Pasal 351 ayat 1 dan 2, Pasal 354 ayat 2 KUHP),

harus diproses melalui sistem peradilan pidana.

Jika semua tindak pidana diproses melaui pengadilan, maka secara

hukum dan teori, tidak ada permasalahan, atau kesenjangan antara hukum

dalam teori dan hukum dalam praktik. Hukum dapat diterapkan sesuai dengan

teori dan aturan hukumnya. Dalam hal ini disebut hukum berjalan dengan

efektif.

Namun, suatu kenyataan yang harus dihadapi, ada beberapa daerah di

wilayah Indonesia ini yang "tidak dapat" menerapkan aturan-aturan hukum

sebagaimana mestinya. Bila terjadi tindak pidana, maka penyelesaiannya tidak

melaiui jalur hukum (sistem peradilan pidana). Namun, masyarakat setempat

lebih mengutamakan penyelesaian tindak pidana di luar sistem peradilan

pidana dengan bermusyawarah.

Jika terjadi tindak pidana, maka jarang atau bahkan tidak pernah

dilaporkan kepada pihak kepolisian. Masyarakat Kabupaten Bengkulu Utara

beranggapan, melapor kepada kepolisian adalah melanggar "norma' dalam

Page 9: PENELITIAN TESIS

masyarakat. Keengganan masyarakat melapor kepada kepolisia, karena hasil

yang diperoleh (nantinya setelah sidang di pengadilan) tidak sesuai dengan

"keinginan dan harapan" masyarakat.

Menurut Soerjono Soekanto "ketidak serasian antara perumusan oleh

pihak yang berwenang dengan perumusan oleh masyarakat, disebut toleransi

sosial terhadap perilaku-perilaku yang ditentukan sebagai tingkah laku

menyeleweng". Bila ada kejadian (tindak pidana), kemudian dilaporkan

kepada pihak yang berwenang, maka pelaporan itulah yang dianggap sebagai

perbuatan yang menyimpang atau bahkan disebut menyeleweng.

Menurut B. Taneko8 "norma-norma, nilai-nilai serta ide-ide yang telah

melembaga, merupakan terkendala bagi terwujudnya perilaku hukum, sebab

norma-norma, nilai-nilai dan ide-ide melembaga itu pun adalah refresisni bagi

pelaku untuk melakukan tindakannya". Berdasarkan pendapat Taneko ini,

norma-norma dan nilai-nilai yang telah melembaga dalam komunitas

masyarakat, keberadaannya dapat mengalahkan aturan-aturan hukum positif,

termasuk hukum pidana.

Kekuatan norma-norma, termasuk di dalamnya norma-norma susila, dan

norma agama, menjadi landasan bagi masyarakat untuk menolak. Atas

penolakan terhadap keinginan hukum ini, menurut Soesilo Sumardjan9.

"merupakan penolakan rakyat terhadap perubahan", dikarenakan beberapa

alasan, antara lain:4

1. Mereka tidak memahaminya.2. Bertentangan dengan nilai-nilai serta norma-norma yang ada.

48. Taneko, Norma Hukum Dalam masyarakat, 1993. Bandung , Alumni, Hal 59.

Page 10: PENELITIAN TESIS

3. Para anggota masyarakat yang berkepentingan dengan keadaan yang ada (vested interest) cukup untuk menolak perubahan tersebut.

4. Risiko yang terkandung dalam perubahan itu lebih besar dari pada jaminan sosial dan ekonomi yang biasa diusahakan.

Memperhatikan pendapat soemardjan di atas, mengarahkan untuk

melakukan studi hukum dalam masyarakat. Karena itu faktor-faktor yang

mendorong maupun yang menghambat (menjadi kendala) penegakan hukum

dalam masyarakat. Menurut Soleman B. Taneko "apabila hukum dinyatakan

berlaku, maka berarti didorong oleh faktor motif dan gagasan berupa

kepentingan sendiri, tanggapan pengaruh sosial, sensitif terhadap sanksi, dan

kepatuhan. Sedangkan apabila hukum dinyatakan tidak berlaku, maka ada

sejumlah faktor yang turut menghalanginya, antara lain bertentangan dengan

nilai-nilai, norma-norma dan risiko sosial. Bila bertentangan dengan "risiko

sosial", artinya banyak pekerjaan yang terganggu/terhalang. Bagi masyarakat

Kabupaten Arga makmur hal ini menjadi alasan untuk tidak berurusan dengan

pihak pengadilan dalam penyelesaian perkara.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini mengambil bentuk/desain penelitian studi kasus.

Dengan bentuk studi kasus dapat mempelajari dan mendeskripsikan

menggambarkan proses penyelesaian tindak pidana penganiayaan biasa

dan ringan melaiui secara non penal. Menurut Suharmi Arikonto

"didalam studi kasus peneliti mencoba untuk mencermati individu atau

sebuah unit secara mendalam". Metode studi kasus ini melibatkan kita

Page 11: PENELITIAN TESIS

dalam penyelidikan lebih mendalam dan menyeluruh terhadap objek

penelitian.