Penelitian Mengenai Meningkatnya Angka TB MDR

download Penelitian Mengenai Meningkatnya Angka TB MDR

of 21

description

Penelitian Mengenai Meningkatnya Angka TB MDR

Transcript of Penelitian Mengenai Meningkatnya Angka TB MDR

Penelitian Mengenai Meningkatnya Angka TB MDR di Wilayah Kerja Puskesmas KI. PENDAHULUAN

Tuberkulosis paru adalah salah satu penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penularan kuman paling sering terjadi melalui udara ketika seseorang batuk, yang kemudian menjadi droplet dan terhirup oleh orang lain yang rentan. Di Indonesia, kasus TB paru masih sangat tinggi walau sudah dilakukan berbagai cara, seperti misalnya strategi DOTS. Salah satu faktor yang berpengaruh dalam hal tersebut adalah ketidakpatuhan pasien dalam mengambil obat secara rutin, yang juga menyebabkan tingginya angka kejadian multi drugs resistance. Oleh karena itu, penulis membuat makalah ini dengan tujuan untuk membahas mengenai penelitian, desain studi epidemiologi, analisis data, dan program pengendalian TBC di puskesmas.

II. PEMBAHASANPenelitian

Tujuan penelitian kesehatan atau kedokteran erat hubungannya dengan jenis penelitian yang akan dilakukan. Tujuan penelitian penelaahan lain dengan penelitian pengembangan, lain pula dengan tujuan verikatif. Demikian pula penelitian dasar, akan lain tujuannya dengan penelitian terapan, penelitian tindakan akan berbeda pula dengan penelitian evaluasi. Secara garis besar tujuan penelitian kesehatan/kedokteran itu dikelompokan menjadi 3 yakni untuk menemukan teori, konsep dalil atau generasi baru tentang kesehatan dan kedokteran, untuk memperbaiki atau modifikasi teori, sistem atau program pelayanan kesehatan, dan untuk memperkokoh teori, konsep, sistem atau generalisasi yang sudah ada.1Usulan Penelitian

Usulan penelitian disebut juga research proposal, research protocol, research plan. Research proposal adalah jika si peneliti membuat usulan penelitian untuk mendapatkan dana penelitian (sponsor), sedangkan research protocol adalah jika usulan penelitian tersebut digunakan sebagai pedoman dalam melakukan penelitian.1Usulan penelitian adalah suatu tulisan yang dibuat secara sistematis dalam rangka merencanakan suatu penelitian, berguna sebagai pedoman atau diajukan kepada pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan dana. Usulan penelitian yang dibuat dengan baik dan benar menandakan bahwa peneliti telah menyelesaikan tugas minimal setengah penelitiannya.1Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pengumpulan data (dibahas pada bagian teknik sampling) dan pengolahan data / analisis data (dibahas pada bagian analisis data).1,2Laporan Penelitian

Hasil dari penelitian adalah laporan penelitian, yang dilaporkan dalam bentuk teks, tabel-tabel atau grafik. Kemudian dijelaskan mengenai sampel yang terkumpul dan responden yang tereksklusi. Bila perlu, jelaskan kelemahan-kelemahan atau kendala-kendala yang dihadapi.1Teknik SamplingSampling adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya mendapatkan sampel yang memenuhi syarat. Alasan perlu dilakukan sampling adalah populasi yang besar (dapat menimbulkan kesalahan yang besar karena tidak akurat), pada sampel yang baik dapat dilakukan analisis yang lebih baik, kesalahan dapat dikontrol, serta dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya.1Secara umum sampling terdiri dari 2 jenis yaitu non-probability sampling dan probability sampling. Non-probability sampling adalah sampling yang tidak memenuhi syarat-syarat probabilitas. Misalnya consecutive sampling, purposive sampling, convenience sampling, snow ball sampling, quota sampling, dan lainnya. Probability sampling terdiri dari Simple Random Sampling, Systematic Random Sampling, Stratified Sampling, Cluster Sampling, dan Multistage Sampling.1Simple Random Sampling merupakan cara sampling yang sederhana dan mudah dilakukan. Caranya adalah dengan teknik undian atau dengan tabel random. Populasi studi dianggap homogen, bila tidak homogen dapat dilakukan cluster untuk tiap unit sampel, di mana populasi dibagi menjadi kelompok-kelompok yang mempunyal sifat yang sama untuk tiap kelompok. Contohnya untuk meneliti pengetahuan, sikap dan perilaku ibu-ibu tentang cacingan pada anak balita, maka dapat dilakukan SRS pada ibu-ibu yang mempunyai balita.1Systematic Random Sampling merupakan penentuan sampel dengan cara menentukan lebih dulu interval antara 2 responden/individu. Contohnya bila ingin dipilih 20 dari 200 pasien dengan cara sampling sistematik berarti diperlukan 20/200=1/10 bagian dari populasi yang akan diikutsertakan sebagai sampel, karenanya maka tiap pasien ke-10 akan dipilih. Mula-mula tiap subyek diberi nomor dari 1 sampai 200, kemudian tiap pasien ke-10 diambil sebagai sampel.1Stratified Random Sampling digunakan pada populasi yang heterogen dengan tujuan ingin diketahui sifat-sifat seluruh lapisan populasi. Caranya, populasi yang heterogen dibagi dulu menjadi beberapa lapisan (strata) yang homogen, kemudian dari tiap strata secara proporsional diambil sampel. Contohnya untuk mendapatkan sampel anak-anak SD dalam PSP tentang diare, di mana anak-anak SD terdiri dari kelas 1-6, PSP tidak sama, maka dapat dilakukan cluster dengan memilih sejumlah anak dari kelas 1, 2, 3, dan seterusnya. Sehingga didapatkan jumlah sampel yang dikehendaki. Misalnya ingin didapatkan 60 anak SD dari 300 orang anak SD. Kelas 1 dan 2 berjumlah 120 orang, dipilih 120/300 x 60 = 24 orang secara random. Kelas 3 dan 4 berjumlah 100 orang, dipilih 100/300 x 60 = 20 orang, Kelas 5 dan 6 berjumlah 80 orang, dipilih 80/300 x 60 = 16 orang. Teknik ini dinamakan proportional simple random sampling.1Cluster Sampling adalah proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah misalnya berdasarkan wilayah. Cara ini sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar seluruh populasi tersebut. Pada kondisi ini pemilihan dengan simple random sampling sangat sulit atau bahkan tidak mungkin dilakukan.1Multi Stage Sampling adalah pemilihan sampel terhadap kelompok-kelompok populasi yang telah ada sampai terpilihnya unit elementer (individu) secara acak. Contohnya bila kita ingin mengetahui cakupan imunisasi anak sekolah di dalam suatu propinsi. Pertama pilih secara acak 1 propinsi di Indonesia, kemudian pilih 1 kabupaten, 1 kecamatan, hingga terpilih 1 sekolah. Setelah itu, pilih semua anak sekolah yang ada dalam sekolah tersebut.1Analisis Data

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif adalah bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan data dan penyajian data sehingga mudah dipahami. Analisis deskriptif hanya berhubungan dengan hal menguraikan atau memberikan keterangan-keterangan mengenai suatu data atau keadaan. Dengan kata lain, analisis deskriptif berfungsi menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan. Penarikan kesimpulan pada analisis deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada.2Analisis Analitik Parametrik

Uji parametrik adalah uji yang mensyaratkan distribusi normal untuk variabel numerik. Untuk uji parametrik, terdapat tiga syarat yang perlu diperhatikan, yaitu skala pengukuran variabel, distribusi data, dan varians data. Skala pengukuran variabel harus berupa variabel numerik, distribusi data harus normal, dan kesamaan varians tidak menjadi syarat untuk uji kelompok yang berpasangan namun menjadi syarat tidak mutlak untuk 2 kelompok tidak berpasangan, artinya varians data boleh sama boleh juga berbeda. Kesamaan varians adalah syarat mutlak untuk >2 kelompok tidak berpasangan artinya varians data harus/wajib sama.2Analisis Analitik Non Parametrik

Uji nonparametrik adalah uji yang tidak mensyaratkan distribusi normal dan dapat dilakukan pada skala pengukuran numerik maupun kategorik. Untuk lebih jelas mengenai perbedaan parametrik dan nonparametrik dapat dilihat pada tabel 1. Uji non parametrik digunakan untuk keadaan sebagai berikut yaitu jika masalah skala pengukuran variabel adalah kategorik (ordinal dan nominal) dan jika data dengan masalah skala pengukuran numerik tetapi tidak memenuhi syarat untuk uji parametrik (misalnya distribusi data tidak normal), maka dilakukan uji nonparametrik yang merupakan alternatif dari uji parametriknya.2Tabel 1. Perbedaan antara Analitik Parametrik dan Nonparametrik3PARAMETRIKNONPARAMETRIK

Deskriptif

Asumsi DistribusiNormal-

Asumsi VarianHomogen-

Jenis DataRasio / IntervalOrdinal / Nominal

Hubungan data setIndependent-

Ukuran sentralMeanMedian

Manfaat> kesimpulanSederhana dan sedikit outlier

Tes

Uji korelasiPearson, RegresiSpearman

Uji 2 kelompok, berbedaIndependent sample T testMann-Whitney

Uji >2 kelompok, berbedaIndependent one way ANOVAKruskal-Wallis

Uji berulang, 2 kondisiPaired Sample T testWilcoxon

Uji berulang, >2 kondisiRepeated One Way ANOVAFriedman

Desain Studi Epidemiologi

Secara sederhana, ada dua model desain ilmu epidemiologi yaitu epidemiologi deskriptif dan epidemiologi analitik. Kedua studi ini memiliki manfaat/keuntungan dan kerugian sendiri-sendiri sesuai dengan tujuan peneliti dalam melaksanaan penelitian.3Epidemiologi Deskriptif

Epidemiologi deskriptif merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk menggambarkan pola distribusi penyakit dan determinannya menurut populasi, letak geografis, serta waktu. Indikator yang digunakan dalam epidemiologi deskriptif adalah faktor sosial ekonomi, seperti umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan maupun variabel gaya hidup, seperti jenis makanan, pemakaian obat dan perilaku seksual.3-5Beberapa manfaat dari studi epidemiologi deskriptif antara lain adalah biaya yang relatif murah daripada studi epidemiologi analitik, dapat memberikan masukan tentang pengalokasian sumber daya dalam rangka perencanaan yang efisien, dan dapat memberikan petunjuk awal untuk merumuskan hipotesis bahwa suatu variabel merupakan faktor risiko penyakit.3-5Pembagian studi epidemiologi deskriptif antara lain adalah laporan kasus dan seri kasus, studi ekologi / korelasi, dan cross sectional.3-5Laporan kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan satu kasus baru yang menarik, misalnya terjadi kasus keracunan merkuri di Teluk Minimata, Jepang. Serial kasus merupakan rancangan studi yang menggambarkan kejadian sekumpulan kasus baru dengan diagnosis serupa, misal pada tahun 1985 ditemukan penyakit break dancing neck. Kelemahan studi tipe ini adalah tidak adanya grup kontrol dan tidak dapat dilakukan studi hipotesis.3,4Studi korelasi merupakan studi epidemiologi yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan korelatif antara penyakit dengan karakteristik suatu populasi pada waktu yang sama atau pada populasi yang sama pada waktu yang berbeda. Karakteristik dari populasi yang akan diteliti biasanya tergantung pada minat seorang peneliti, misalnya, mengenai jenis kelamin, umur, kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu, obat-obatan, rokok, aktivitas, tempat tinggal dan lain-lain. Contohnya adalah hubungan antara tingkat penjualan obat anti asma dengan jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit asma. Contoh lainnya adalah hubungan antara jumlah konsumsi rokok pada satu wilayah dengan jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit paru. Kelebihan dari studi korelasi adalah sangat tepat bila digunakan sebagai dasar penelitian untuk melihat hubungan antara faktor paparan dengan penyakit, karena mudah dilakukan dengan informasi yang tersedia sehingga dapat muncul hipotesis kausal dan selanjutnya dapat diuji dengan rancangan studi epidemiologi analitik. Kelemahan dari studi korelasi adalah studi korelasi mengacu pada populasi (kelompok), sehingga tidak dapat mengidentifikasikan kondisi per individu dalam kelompok tersebut. Selain itu dalam studi korelasi juga tidak dapat mengontrol faktor perancu yang potensial, misalnya dalam studi korelasi mengenai hubungan antara jumlah perokok dengan jumlah penderita kanker paru. Pada studi korelasi tidak mampu untuk mengidentifikasikan faktor perancu lain seperti, faktor polusi, jenis pekerjaan, aktifitas, asbes dan lain-lain.5Cross sectional merupakan rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dengan paparan (pajanan) secara acak terhadap satu individu dimana faktor pencetus dan status penyakit diteliti pada waktu yang sama. Tujuan dari kegiatan ini adalah mempelajari angka kejadian suatu penyakit/masalah kesehatan dan hubungan antara suatu faktor risiko dengan angka kejadian suatu penyakit. Keuntungan dari studi epidemiologi cross sectional adalah mudah dan murah dilakukan, dilakukan pada satu waktu, berguna untuk rancangan kegiatan, menggambarkan hubungan dan kondisi satu penyakit dan pemicunya, dan tidak hanya terhadap individu yang mendapatkan pengobatan. Kerugian dari studi ini adalah tidak tepat untuk meneliti hubungan kausal antara penyakit dengan pemicunya karena penelitian dilakukan pada satu waktu, hanya akurat bila dilaksanakan pada individu yang representatif, dan tidak dapat dilaksanakan pada semua kasus.3,4

Epidemiologi Analitik

Epidemiologi analitik merupakan riset epidemiologi yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan antara faktor risiko dan penyebab penyakit. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada korelasi antara satu faktor terhadap sebuah penyakit dengan melaksanakan uji hipotesis. Langkah-langkah pelaksanaan epidemiologi analitik adalah pertama, mempelajari apakah ada hubungan / korelasi antara timbulnya penyakit pada satu kelompok dengan derajat pajanan (exposure) terhadap faktor risiko. Bila ternyata ada hubungannya, maka langkah kedua adalah menyusun hipotesis. Setelah itu, hipotesis yang telah disusun/dirancang diuji untuk membuktikan apakah ada asosiasi antara faktor risiko tersebut dengan penyakit yang diteliti di kalangan individu yang berasal dari kelompok penduduk yang mempunyai angka kesakitan tertinggi sehingga diketahui hanya orang-orang dengan faktor risiko tinggi saja yang akan mati akibat penyakit yang sedang diteliti. Bila pada uji hipotesis tidak diketemukan adanya hubungan/asosiasi maka akan memicu penelitian analitik / hipotesis baru terhadap jenis penyakit / faktor pajanan yang lain pula dan seterusnya.3-5Berdasarkan peran yang dimainkan oleh peneliti, studi epidemiologi analitik terbagi atas 2 hal yaitu studi observasional dan studi eksperimental. Studi observasional adalah penyelidikan di mana peneliti hanya mengamati perjalanan alamiah peristiwa, membuat catatan siapa yang terpapar dan tidak terpapar faktor penelitian tanpa melakukan manipulasi atas pemajan. Studi observasional terdiri atas studi kasus kontrol (retrospektif) dan studi Kohort (prospektif). Studi eksperimental adalah penyelidikan dimana peneliti mempelajari pengaruh manipulasi dari intervensi suatu faktor risiko terhadap timbulnya penyakit. Studi ini terdiri atas uji klinik dan uji lapangan.3-5Studi Kasus Kontrol (Retrospektif)

Studi kasus kontrol dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan populasi atau penyakit yang akan diselidiki. Kemudian, identifikasikan orang-orang yang terkena penyakit (case) dan bandingkan dengan orang yang tidak terkena penyakit (kontrol).3-5 PenyakitTotal

PajananYaTidak

YaABA+B

TidakCDC+D

TotalA+CB+DA + B + C + D

OR = (A/B) : (C/D)

OR = AD/BC

Penyakit xTotal

PajananYaTidak

Ya18725

Tidak203555

Total384280

OR = (A/B) : (C/D)

OR = AD/BC18 x 35 = 630 = 4,5

20 x 7 140

OR = Odds Ratio, yaitu rasio antara kedua persentase dari kasus untuk menggambarkan perkiraan risiko relatif akibat pemaparan. Arti dari perhitungan di atas adalah bahwa mereka yang pernah terpapar (faktor risiko) oleh penyakit x mempunyai kemungkinan relatif (relative risk) untuk menderita penyakit yang sedang diselidiki.3-5Keuntungan dari studi kasus kontrol adalah mudahnya mendapatkan kasus dan kontrol, data lebih cepat didapat, hasil analisis lebih cepat didapat, dan lebih murah. Namun, kekurangannya adalah tidak bersifat mencegah karena setelah kasus terjadi baru dicari penyebabnya, tidak efisien untuk kasus yang langka, dan pada kasus tertentu sulit untuk mencari hubungan antara paparan dan penyakit. Selain itu, karena subyek dipilih berdasarkan status penyakit maka dengan kasus kontrol peneliti tidak dapat menghitung laju insidensi dan karena kelompok kasus dipilih dari dua kelompok yang terpisah sehingga sulit dipastikan apakah kasus dan kontrol benar-benar seimbang.3-5Studi Kohort (Prospektif)

Studi kohort merupakan studi yang mempelajari antara hubungan paparan dengan penyakit dengan cara membandingkan kelompok yang terpapar dan kelompok yang tidak terpapar berdasarkan status penyakit. Langkah-langkah studi kohort adalah, pertama tentukan sebuah populasi. Kemudian, dilakukan pengamatan dan pencatatan pada kelompok tersebut secara terus menerus untuk melihat angka kesakitan yang timbul selama waktu observasi. Setelah itu, lakukan analisis hasil pencatatan. Bila paparan penyakit telah terjadi sebelum dilakukan pengamatan maka disebut studi kohort retrospektif, bila pengamatan dilakukan pada saat penderita baru terpapar atau selama diteliti disebut prospektif.3-5PenyakitTotal

PajananYaTidak

YaABA+B

TidakCDC+D

TotalA+CB+DA + B + C + D

RR = Ie= a/(a+b)

Iu= c/(c+d)

Penyakit (x)Total

PajananYaTidak

Ya18725

Tidak203555

Total384280

RR = Ie= a/(a+b)

Iu= c/(c+d)18 x 55 = 990 = 1,98

20 x 25= 500

Attributable Risk (AR) adalah selisih risiko sakit pada individu di grup terpajan dibandingkan dengan individu yang berada di grup tidak terpajan.

AR = Ie Iu

990 500 = 490

Persen AR (proporsi) adalah proporsi penyakit pada grup terpajan yang dapat dicegah jika faktor pemajan dihilangkan.AP 1-14 = 0.57 0.07 x 100 % = 87.7 %

0.57

AP 15-24 = 1.39 0.07 x 100 % = 94,96 %

1.39

AP 25 + = 2.27 0.07 x 100 % = 96.92 %

2.27

Total yang terpajan = 4,23

AR = 4.23 0.07 x 100 % = 98.34 %

4,16

EpidemiologiIndonesia adalah negara dengan prevalensi tuberkulosis paru (TB paru) ke tiga tertinggi di dunia setelah China dan India. Pada tahun 1998, kasus TB di China, India, dan Indonesia diperkirakan berjumlah 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus secara berurutan. Perkiraan kejadian dengan sputum positif BTA (basil tahan asam) di Indonesia adalah 266.000 kejadian di tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1985 dan survei kesehatan nasional tahun 2001, TB menempati peringkat ketiga sebagai penyebab mortalitas tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasonal terakhir dari TB paru diperkirakan berjumlah 0,24%.6,7Segitiga Epidemiologi

Penyakit menular adalah penyakit yang ditularkan melalui berbagai media. Berbeda dengan penyakit tidak menular yang biasanya bersifat menahun dan banyak disebabkan oleh gaya hidup (lifestyle), penyakit menular umumnya bersifat akut (mendadak) dan menyerang semua lapisan masyarakat.8Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu (host). Ketiga faktor penting ini disebut segitiga epidemiologi (epidemiologic triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.9Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit menjadi lebih banyak atau lebih ganas, sedangkan faktor pejamu tetap, maka bobot agen penyebab menjadi lebih berat. Sebaliknya, bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agen penyakit, maka orang akan sakit. Pada praktiknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor.9Agen

Agen penyebab penyakit terdiri dari bahan kimia, mekanik, stres (psikologik), atau biologis. Penyakit menular biasanya disebabkan oleh agen biologis seperti infeksi bakteri, virus, parasit, atau jamur. Pengetahuan mengenai sifat-sifat agen sangat penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit. Sifat-sifat tersebut termasuk ukuran, kemampuan berkembang biak, kematian agen, atau daya tahan terhadap pemanasan atau pendinginan.9Salah satu sifat agen penyakit adalah virulensi. Virulensi adalah kemampuan atau keganasan suatu agen penyebab penyakit untuk menimbulkan kerusakan pada sasaran. Biasanya yang diukur adalah derajat kerusakan yang ditimbulkan.9Pengaruh Agen terhadap Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya 0,3 sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu sekitar 37oC dengan tingkat pH optimal pada 6,4 sampai 7,0. Untuk membelah dari satu sampai dua (generation time) kuman membutuhkan waktu 14-20 jam. Kuman TB terdiri dari lemak dan protein. Lemak merupakan komponen lebih dari 30% berat dinding kuman, dan terdiri dari asam stearat, asam mikolik, mycosides, sulfolipid serta cord factor, sementara komponen protein utamanya adalah tuberkuloprotein (tuberkulin).10Karakteristik alami dari agen TB hampir bersifat resisten terhadap desinfektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Padahost, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementaraMycobacterium tuberculosissangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisihost. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital jarang terjadi.10Pejamu (Host)Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, atau daya tahan, pertahanan tubuh, higiene pribadi, gejala dan tanda penyakit, dan pengobatan. Karakteristik pejamu dapat dibedakan sebagai berikut.10Pertama adalah umur. Umur biasanya berhubungan dengan daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit. Seorang bayi masih memiliki kekebalan pasif dari ibunya. Namun dengan bertambahnya usia, kekebalan itu semakin berkurang. Asupan gizi akan menggantikan fungsi kekebalan dalam menghadapi penyakit. Keikutsertaan bayi dalam program imunisasi dasar sangat berguna pada pencegahan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.10Kedua adalah jenis kelamin. Sebagian besar penyakit menular menyerang semua jenis kelamin. Perbedaan prevalensi antara laki-laki dan wanita biasanya disebabkan oleh gaya hidup orang bersangkutan.10Ketiga adalah pekerjaan. Pekerjaan dapat berhubungan dengan penyakit menular yang dialami seseorang. Contohnya, petani akan lebih mudah terserang penyakit cacing yang penularannya melalui tanah atau daerah persawahan.10Keempat, adalah keturunan. Faktor keturunan atau genetik berhubungan dengan konstitusi tubuh manusia, daya tahan tubuh, kepekaan terhadap zat asing, termasuk agen penyebab penyakit.10Kelima adalah ras. Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih banyak diperdebatkan.10Terakhir adalah gaya hidup. Seorang yang sering keluar malam akan lebih mudah terkena malaria karena lebih sering terkena gigitan nyamuk. Kebiasaan yang kurang higienis juga mempermudah terjadinya infeksi.10Pengaruh Pejamu terhadap Tuberkulosis

Berbagai keadaan berpengaruh pada cara tubuh kita melawan basil tuberkel, termasuk diantaranya adalah usia dan jenis kelamin. Hampir tidak ada perbedaan di antara anak laki-laki dan perempuan sampai pada umur pubertas. Bayi dan anak kecil pada kedua jenis kelamin memiliki daya tahan yang lemah. Sampai berusia dua tahun, infeksi terutama dapat berakibat paling fatal yaitu dapat terjadinya tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosis, yang menyebar menurut peredaran darah. Sesudah usia satu tahun sampai sebelum masa pubertas, seorang anak yang terinfeksi dapat berkembang menjadi TB milier atau meningitis, atau salah satu bentuk tuberkulosis kronis yang lebih meluas, terutama mengenai kelenjar getah bening, tulang atau penyakit persendian. Di Eropa dan Amerika Utara, sewaktu tuberkulosis sering ditemukan, insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Angka pada pria selalu cukup tinggi pada semua usia tetapi angka pada wanita cenderung menurun tajam sesudah melampaui usia subur. Wanita sering mendapat tuberkulosis paru sesudah bersalin. Prevalensi tuberkulosis paru tampaknya meningkat seiring dengan peningkatan usia pada kedua jenis kelamin. Pada wanita prevalensi secara menyeluruh lebih rendah dan peningkatan seiring dengan usia adalah kurang tajam dibandingkan dengan pria. Pada wanita prevalensi mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan kemudian berkurang. Pada pria prevalensi terus meningkat sampai sekurang-kurangnya mencapai usia 60 tahun.10Selain itu, terdapat bukti sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi daya tahan terhadap penyakit ini. Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak.10Merokok dan minum banyak alkohol juga merupakan faktor penting yang dapat menurunkan daya tahan tubuh. Sama halnya dengan obat kortikosteroid dan imunosupresif lain yang digunakan pada pengobatan penyakit-penyakit tertentu.10Kemiskinan juga berperan di mana keadaan ini mengarah pada perumahan yang terlampau padat atau kondisi kerja yang buruk. Keadaan ini mungkin menurunkan daya tahan tubuh, sama dengan memudahkan terjadinya infeksi. Orang-orang yang hidup dengan kondisi ini juga sering bergizi buruk. Kompleks kemiskinan seluruhnya ini lebih memudahkan TB berkembang menjadi penyakit.10Lingkungan

Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan fisik terdiri dari keadaan geografis, kelembapan udara, dan temperatur. Sedangkan lingkungan nonfisik meliputi sosial (pendidikan, pekerjaan), budaya (adat, kebiasaan turun-temurun), ekonomi (kebijakan mikro dan kebijakan lokal), dan politik (suksesi kepemimpinan yang mempengaruhi kebijakan pencegahan dan penanggulangan suatu penyakit).9Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan penularan penyakit. Rumah dengan pencahayaan yang kurang memudahkan perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang bisa membunuh kuman penyakit. Aliran udara (ventilasi) berkaitan dengan penularan penyakit. Rumah dengan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman penyakit. Pertukaran udara juga dapat memecah dan mengurai konsentrasi kuman di udara.9Pengaruh Lingkungan terhadap Tuberkulosis

Makin buruk keadaan sosioekonomi masyarakat, maka semakin jelek nilai gizi dan higiene lingkungannya, yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka, sehingga memudahkan orang tersebut menjadi sakit seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang buruk, selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya TB yang sudah reda. Selain itu pemukiman yang padat dan rumah yang tidak memenuhi kriteria rumah sehat juga dapat meningkatkan penularan penyakit tuberkulosis.10Cara Penularan

Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Proses terjadinya infeksi oleh M. tuberculosis biasanya secara inhalasi droplet, sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibanding organ lainnya. Penularan penyakit ini sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau batuk berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA).8,9Cara Penularan pada Anak

Cara penularan pada anak memiliki sedikit perbedaan dengan orang dewasa, yaitu dari batuk orang dewasa, dari makanan atau susu, dan melalui kulit. Saat orang dewasa batuk, sejumlah tetesan cairan (ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita TB paru, banyak tetesan tersebut akan mengandung kuman. Selain itu, anak-anak bisa mendapatkan TB dari susu atau makanan, dan infeksi bisa mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung TB dari sapi (bovine TB), bila sapi-sapi di daerah tersebut menderita tuberkulosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Terakhir, TB pada anak dapat menular melalui kulit. Kulit yang utuh tahan terhadap TB yang jatuh di atas permukaannya. Namun bila terdapat luka atau goresan baru, TB dapat masuk dan menyebabkan infeksi yang serupa dengan ditemukan pada paru.8,9Penemuan Kasus TBC

Penemuan kasus bertujuan untuk mendapatkan kasus TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan terhadap suspek TB, pemeriksaan fisik dan laboratorium, menentukan diagnosis dan menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Kegiatan ini membutuhkan adanya pasien yang memahami dan sadar akan gejala TB, akses terhadap fasilitas kesehatan dan adanya tenaga kesehatan yang kompeten yang mampu melakukan pemeriksaan terhadap gejala dan keluhan tersebut. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.9Penemuan pasien TB, secara umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Pelibatan semua layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan pengobatan. Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai tidak cost-effective. Penemuan secara aktif dilakukan terhadap : 9 Kelompok khusus yang rentan atau berisiko tinggi sakit TB, seperti pada pasien dengan HIV (orang dengan HIV/AIDS)

Kelompok yang rentan tertular TB seperti di rumah tahanan, lembaga pemasyarakatn (para napi), mereka yang hidup pada daerah kumuh, serta keluarga atau kontak pasien TB, terutama mereka dengan TB BTA (+)

Pemeriksaan terhadap anak di bawah lima tahun pada keluarga TB harus dilakukan untuk menentukan tindak lanjut apakah diperlukan pengobatan TB atau pengobatan pencegahan

Kontak dengan pasien TB resisten obat

Penerapan manajemen tatalaksana terpadu bagi kasus dengan gejala dan tanda yang sama dengan gejala TB, seperti pendekatan praktis menuju kesehatan paru (PAL = practical approach to lung health), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), manajemen terpadu dewasa sakit (MTDS) akan membantu meningkatkan penemuan kasus TB di layanan kesehatan, mengurangi terjadinya misopportunity kasus TB dan sekaligus dapat meningkatkan mutu layanan. Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala : 91. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan, yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.92. Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.93. Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu atau lebih kriteria suspek di bawah ini :9 Pasien TB yang gagal pengobatan 2 kategori (kasus kronik)

Pasien TB di terkonversi pada pengobatan kategori 2

Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasilitas pelayanan kesehatan non DOTS

Pasien TB gagal pengobatan kategori I

Pasien TB tidak terkonversi setelah pemberian sisipan

Pasien TB kambuh

Pasien TB yang kembali berobat setelah lalai

Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR

ODHA dengan gejala TB-HIV

Langkah Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologi. Diagnosis pasti ditegakkan jika pada pemeriksaan bakteriologi ditemukan Mycobacterium tuberculosis di dalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat basil TB di dalam tubuh. Cara pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan serologi.11Ada sebagian besar pasien yang tidak menunjukkan adanya basil tuberkulosis pada pemeriksaan bakteriologinya, namun gejala klinis dan foto toraksnya mengarah kepada gejala tuberkulosis. Pada pasien yang seperti ini, tidak ditegakkan diagnosis pasti. Agar pasien tersebut dapat diberi terapi sesuai dengan penyakit TB dan penularan penyakitnya terbatas, perlu dibuat cara klasifikasi khusus untuk diagnosis TB paru. Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan sebagai rumah sakit rujukan nasional untuk penyakit paru telah membuat klasifikasi untuk pasien yang berkaitan atau pernah berkaitan dengan tuberkulosis paru, yaitu sebagai berikut: 111. TB paru

Diagnosis ini ditegakkan jika semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan mendukung (diagnosis pasti). Prosedur diagnostik adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologi. Pasien yang didiagnosis sebagai TB paru harus diobati secara adekuat.112. TB paru tersangka (suspek TB)

Dari semua hasil prosedur diagnostik yang dilakukan, hanya hasil pemeriksaan bakteriologi saja yang masih negatif. Pasien ini diobati dengan antibiotik yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan M. tuberculosis selama satu minggu untuk mengesampingkan pneumonia. Jika tidak terdapat perbaikan klinis maupun radiologi, segera diberi obat dengan OAT selama tiga bulan. Jika dengan pemberian OAT tersebut terjadi perbaikan klinis serta radiologis, pengobatan diteruskan sampai adekuat karena diagnosis TB paru tersangka telah diubah menjadi diagnosis TB paru.113. Bekas TB paru (Old pulmonary TB)

Pasien yang telah sembuh dari TB paru yang datang ke dokter karena terdapat keluhan pada sistem pernapasan.11Pemeriksaan Dahak

Pemeriksaan dahak mikroskopis berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Sewaktu yang pertama artinya dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. Pagi mewakili dahak yang dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan. Lalu, sewaktu yang kedua menunjukkan dahak yang dikumpulkan di fasilitas pelayanan kesehatan pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.11Pengambilan spesimen 3 dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal pemeriksaan laboratorium.11Pemeriksaan Biakan

Peran biakan dan identifikasi M. tuberculosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu pasien TB ekstra paru, pasien TB anak, dan pasien TB BTA (-). Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.11Uji Kepekaan Obat TB

Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk mengetahui resistensi M. tuberculosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantauan mutu atau quality assurance. Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.11Diagnosis TB paru ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan TB melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.11Diagnosis TB ekstra paru sesuai dengan gejala dan keluhannya tergantung dari organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilits TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.11Pengobatan TBCObat TB utama (lini pertama, lihat tabel 2) saat ini adalah rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin (S). Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain (lini kedua) adalah para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamid, prothionamid, ofloxacin, levofloxacin, moxiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamicin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR.12Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang, selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.12Sejak tahun 1997, WHO telah membuat klasifikasi regimen pengobatan pada berbagai keadaan penyakit tuberkulosis. Kategori I adalah kasus baru dengan sputum yang positif dan klinis penderita dengan keadaan yang berat seperti meningitis, tuberkulosis milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral spondilitis dengan gangguan neurologi, penderita dengan dahak negatif tapi kelainan paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Kategori II adalah kasus relaps atau gagal dengan dahak yang tetap positif. Kategori III adalah kasus dengan sputum yang negatif dengan kelainan paru yang tidak luas, dan kasus tuberkulosis ekstrapulmoner selain dari yang disebut dalam kategori I. Kategori IV adalah kasus tuberkulosis kronis.12Tabel 2. Obat Antituberkulosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya12`Dosis Harian

(mg/KgBB/hari)Dosis Maksimal

(mg per hari)Efek samping

Isoniazid

Rifampisin**

Pirazinamid

Etambutol

Streptomisin5-15*

10-20

25-35

15-25

15-40300

600

2000

1000

1000Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas

Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis, tromositopenia, peningkatan enzim hai, cairan tubuh berwarna orange kemerahan,

Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal

Neuritis optic, ketajaman mata berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan lapang pandang, hipersensitivitas, gastrointestinal

Ototoksik, nefrotoksik

*Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.

**Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan).

Panduan untuk kategori I : Dimulai dengan fase intensif 2RHZS(E). Obat diberikan selama 2 bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negatif, maka dimulai fase lanjutan. Bila sputum masih positif maka fase intensif diperpanjang 2-4 minggu lagi, baru diteruskan dengan fase lanjutan tanpa melihat sputum sudah negatif atau belum. Pada populasi dimana resistensi primer terhadap INH rendah maka fase intensif dengan 3 macam obat saja yaitu RHZ sudah cukup. Fase lanjutannya adalah 4RH atau 4R3H3.12Panduan untuk kategori II : ditentukan fase intensif dalam bentuk 2RHZES/1RHZE. Bila setelah fase intensif suptum menjadi negatif maka diteruskan dengan fase lanjutan. Fase lanjutan adalah 5R3H3E3 bila dapat dilakukan supervisi dan 5RHE bila tidak dapat dilakukan supervisi.12Panduan untuk kategori III : Fase intensif 2RHZ atau 2R3H3Z3 dan dilanjutkan dengan fase lanjutan 4RH atau 4R3H3.12Panduan untuk kategori IV : panduan pengobatan dengan prioritas rendah karena kemungkinan keberhasilan rendah. Untuk negara yang kurang mampu dapat diberikan INH saja seumur hidup. Untuk negara yang mampu dapat dicoba obat berdasarkan hasil tes resistensinya.12Strategi DOTS

Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Keteraturan dikatakan baik apabila pasien menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan. Keteraturan menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta mencegah relaps dan terjadinya resistensi.12Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment). Directly observe treatment short course (DOTS) adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB, dan telah dilaksanakan sejak tahun 1995.12Sesuai dengan rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu: 121. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan secara mikroskopis.

3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

4. Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB.

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang bertanggung jawab mengawasi pasien menelan obat, disebut sebagai PMO. Setiap pasien baru yang ditemukan harus selalu didampingi seorang PMO. Syarat untuk menjadi PMO adalah sebagai berikut : dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien, tempat tinggalnya dekat pasien, bersedia membantu pasien dengan sukarela, dan bersedia dilatih atau mendapatkan penyuluhan.12Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah atau petugas unit kesehatan sekolah yang sudah dilatih strategi DOTS. Tugas PMO adalah mengawasi pasien agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien untuk periksa sputum ulang (pasien dewasa), serta memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Sayangnya ternyata hasil dari strategi DOTS masih kurang dari yang diharapkan. Tahun 1995-1998, cakupan pasien TB dengan strategi DOTS baru mencapai 10 %.12Pendekatan Kedokteran Keluarga

Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, koordinatif, dengan mengutamakan pencegahan, menimbang peran keluarga dan lingkungan serta pekerjaannya. Pelayanan diberikan kepada semua pasien tanpa memandang jenis kelamin, usia ataupun jenis penyakitnya.13Sistem pelayanan dokter keluarga sesungguhnya merupakan bagian dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang perlu diatur dalam undang-undang. Disinilah sesungguhnya tumbuh kembang dari "five stars doctors", sebagai "the agent of change", yang berkemampuan dan berfungsi sebagai "care provider" (sebagai bagian dari kelurga, sebagai pelaksana pelayanan kedokteran komprehensif, terpadu, berkesinambungan, pada pelayanan dokter tingkat pertama; sebagai pelapis menuju ke pelayanan kedokteran tingkat kedua), sebagai "decision maker" (sebagai penentu pada setiap tindakan kedokteran, dengan memperhatikan semua kondisi yang ikut mempengaruhinya), sebagai "communicator" (sebagai pendidik, penyuluh, teman, mediator dan sebagai penasehat keluarga dalam banyak hal dan masalah: gizi, narkoba, keluarga berencana, seks, HIV, AIDS, kebersihan, pola hidup sehat, olah raga, olah jiwa, kesehatan lingkungan), sebagai "community leader" (membantu mengambil keputusan dalam ikhwal kemasyarakatan, utamanya kesehatan dan kedokteran keluarga, sebagai pemantau, penelaah ikhwal kesehatan dan kedokteran keluarga), dan sebagai "manager" (berkemampuan untuk berkolaborasi dalam kemitraan, dalam ikhwal penanganan kesehatan dan kedokteran keluarga).13Five stars doctor merupakan profil dokter ideal yang memiliki kemampuan untuk melakukan serangkaian pelayanan kesehatan untuk memenuhi kualitas, kebutuhan, efektifitas biaya, dan persamaan dalam dunia kesehatan. WHO menerapkan batasan bahwa dokter masa depan wajib memenuhi kriteria lima kualitas seorang dokter.13Pertama adalah care provider, artinya dalam memberikan pelayanan medis, seorang dokter hendaknya memperlakukan pasien secara holistik, memandang individu sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitas, memberikan pelayanan yang bermutu, menyeluruh, berkelanjutan dan manusiawi, serta dilandasi hubungan jangka panjang dan saling percaya. Kedua adalah decision maker. Seorang dokter diharapkan memiliki kemampuan memilih teknologi, menerapkan teknologi penunjang secara etik, dan cost effective. Ketiga adalah communicator. Seorang dokter, dimanapun ia berada dan bertugas, hendaknya mampu mempromosikan gaya hidup sehat, memberikan penjelasan dan edukasi yang efektif, dan memberdayakan individu serta kelompok untuk dapat tetap sehat. Keempat adalah community leader. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, seorang dokter hendaknya dapat menempatkan dirinya sehingga mendapatkan kepercayaan masyarakat, mampu menemukan kebutuhan kesehatan bersama individu serta masyarakat, dan mampu melaksanakan program sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terakhir adalah manager.Dalam hal manajerial, seorang dokter hendaknya mampu bekerja sama secara harmonis dengan individu dan organisasi di luar dan di dalam lingkup pelayanan kesehatan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasien dan komunitas serta mampu memanfaatkan data-data kesehatan secara tepat dan berhasil guna.13Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap dokter keluarga secara garis besarnya adalah : 13a. Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga.

b. Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan keterampilan klinik dalam pelayanan kedokteran keluarga.

c. Menguasai keterampilan berkomunikasi, menyelenggarakan hubungan professional dokter-pasien untuk :

Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga.

Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk bekerja sama menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan keluarga.

Dapat bekerjasama secara profesional secara harmonis dalam satu tim pada penyelenggaran pelayanan kedokteran/ kesehatan.

Karakteristik dokter keluarga menurut IDI yaitu dokter yang memandang pasien sebagai individu, bagian dari keluarga dan masyarakat. Selain itu dapat memberikan pelayanan menyeluruh dan maksimal, mengutamakan pencegahan, menyesuaikan dengan kebutuhan pasien dan memenuhinya, dan menyelenggarakan pelayanan primer serta bertanggung jawab atas kelanjutannya.13Tugas dokter keluarga, diantaranya adalah menyelenggarakan pelayanan primer secara paripurna menyeluruh dan bermutu guna sebagai penapisan untuk pelayanan spesialistik yang diperlukan. Tugas lainnya adalah mendiagnosis secara cepat dan memberikan terapi secara cepat dan tepat, memberi pelayanan kedokteran secara aktif kepada pasien pada saat sehat dan sakit, memberi pelayanan kedokteran kepada individu dan keluarganya, membina keluarga pasien untuk berpartisipasi dalam upaya peningkatan taraf kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan rehabilitasi, menangani penyakit akut dan kronik, melakukan tindakan tahap awal kasus berat agar siap dikirim ke rumah sakit, tetap bertanggung jawab atas pasien yang dirujukan ke dokter spesialis atau dirawat di RS, memantau pasien yang telah dirujuk atau dikonsultasikan, bertindak sebagai mitra, penasihat dan konsultan bagi pasiennya, mengkoordinasikan pelayanan yang diperlukan untuk kepentingan pasien, menyelenggarakan rekam medis yang memenuhi standar, dan melakukan penelitian untuk mengembangkan ilmu kedokteran secara umum dan ilmu kedokteran keluarga secara khusus.13Pencegahan

Primer (sebelum sakit)

Tujuan pencegahan primer adalah untuk mempertinggi nilai kesehatan (health promotion) dan untuk memberikan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit (specific protection).14Pencegahan primer untuk kasus TB dapat diberikan dengan cara pendidikan kesehatan, menjaga kesehatan lingkungan, rumah sehat, vaksin BCG, dan gizi yang baik.

Pertama adalah pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit TBC, bahaya-bahayanya, cara penularannya, serta usaha-usaha pencegahannya. Beberapa contoh pendidikan kesehatan yang dapat diberi, yaitu bahwa sinar matahari langsung membunuh TB dalam waktu 5 menit. Maka, memanfaatkan sinar matahari adalah cara yang paling cocok untuk dilakukan di daerah tropis (tetapi kuman-kuman dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di tempat gelap sehingga banyak penularan terjadi di rumah atau gubuk yang gelap). Selain itu, sodium hipoklorit (1%) melarutkan dahak dan membunuh TB dengan cepat, tetapi harus digunakan di wadah gelas, karena bahan tersebut dapat merusak logam. Bahan ini juga memutihkan/memudarkan warna bila terkena bahan berwarna. Tambahkan hipoklorit dua kali volume dahak. (TB dapat bertahan selama beberapa jam dalam fenol 5%). TB juga dapat dimusnahkan dalam waktu 20 menit pada suhu 60oC dan dalam 5 menit pada suhu 70oC. Tisu harus dibakar selekas mungkin sesudah digunakan. Menjemur di udara dan di bawah sinar matahari semua bahan-bahan seperti selimut, wol, katun.14Kedua adalah kesehatan lingkungan. Tujuannya ialah mengurangi risiko dari dahak pasien infeksius yang belum terdiagnosis. Terdapat keterbatasan mengenai apa yang dapat dicapai di negara-negara miskin, tetapi hal-hal berikut dapat menolong yaitu dengan sedapat mungkin menghindari kerumunan orang banyak yang terlalu padat (sekaligus dapat juga mengurangi penyakit pernapasan lain yang dapat menular, seperti pneumonia pada bayi), tingkatkan ventilasi di rumah, ajak setiap orang berpendapat bahwa meludah adalah suatu kebiasaan yang menjijikan yang tidak dapat diterima dan dapat menyebarkan penyakit.14Ketiga adalah rumah sehat. Di Indonesia, terdapat suatu kriteria untuk rumah sehat sederhana (RSS), yaitu luas tanah antara 60-90 meter persegi, luas bangunan antara 21-36 meter persegi, memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur, berdinding batu bata dan diplester, memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek, memiliki sumur atau air PAM, memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt, memiliki bak sampah dan saluran air kotor.14Selain kriteria-kriteria di atas, terdapat faktor-faktor kebutuhan yang perlu diperhatikan dan dipenuhi, seperti kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis, bebas dari bahaya kecelakaan atau kebakaran, dan kebutuhan lingkungan.14Kebutuhan Fisiologis 14a. Suhu ruangan. Suhu ruangan dijaga agar jangan banyak berubah. Suhu sebaiknya tetap berkisar 18-20oC.

b. Penerangan. Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruang diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari.

c. Ventilasi udara. Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar, cukup mengandung oksigen). Dengan demikian, setiap rumah harus memiliki jendela yang memadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka.

d. Jumlah ruangan atau kamar. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni atau jumlah orang yang tinggal bersama di dalam satu rumah atau sekitar 5 m2 per orang.

Kebutuhan Psikologis 14a. Keadaan rumah dan sekitarnya, cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan sehingga rumah menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.

b. Adanya jaminan kebebasan yang cukup bagi setiap anggota keluarga yang tinggal di rumah tersebut.

c. Untuk setiap anggota keluarga, terutama yang mendekati dewasa, harus memiliki ruangan sendiri sehingga privasinya tidak terganggu.

d. Harus ada ruangan untuk hidup bermasyarakat, seperti ruang untuk menerima tamu.

Rumah yang sehat dan aman dapat menjauhkan penghuninya dari bahaya kecelakaan dan kebakaran.14Kebutuhan lingkungan 14a. Memiliki sumber air bersih dan sehat serta tersedia sepanjang tahun

b. Memiliki tempat pembuangan kotoran, sampah, dan air limbah yang baik.

c. Dapat mencegah terjadinya perkembangbiakkan vektor penyakit, seperti nyamuk, lalat, tikus dan sebagainya.

d. Letak perumahan jauh dari sumber pencemaran (misal kawasan industri) dengan jarak minimal sekitar 5 km dan memiliki daerah penyangga atau daerah hijau (green belt) dan bebas banjir.

Keempat adalah vaksin BCG. BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil hidup yang dihilangkan virulensinya. Basil ini berasal dari suatu strain bovin yang dibiakkan selama beberapa tahun dalam laboratorium. BCG merangsang kekebalan dan meningkatkan daya tahan tubuh tanpa menyebabkan kerusakan. Sesudah vaksinasi BCG, TB kebanyakan dapat memasuki tubuh, tetapi dalam kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan mengendalikan atau membunuh kuman-kuman tersebut.6Percobaan-percobaan terkontrol di beberapa negara barat, dengan sebagian besar anak bergizi cukup, menunjukan bahwa BCG dapat memberikan 80% perlindungan terhadap tuberkulosis selama 15 tahun sebelum infeksi pertama kali (yakni kepada anak-anak dengan tuberkulin negatif). Dosis normal adalah 0,005 ml untuk neonatus dan bayi di bawah 1 tahun dan 0,1 ml untuk anak yang lebih besar dan orang dewasa.6Satgas imunisasi IDAI merekomendasikan pemberian BCG pada bayi 2 bulan. Pemberian BCG setelah usia 1 bulan lebih baik. Bayi yang diduga mempunyai kontak erat dengan pasien TB aktif, atau yang akan diimunisasi pada usia 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. BCG sebaiknya diberikan di regio lengan kanan-atas pada daerah insersio m. deltoideus kanan. Vaksin BCG tidak perlu diulang sebagai booster, demikian juga bila tidak terbentuk parut. Tidak ada bukti bahwa vaksinasi ulangan BCG memberikan proteksi tambahan.6Kelima adalah kemoprofilaksis. Terdapat dua macam kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi TB menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi untuk menjadi sakit TB, yaitu anak-anak dengan imunokompromis.6Terakhir adalah gizi. Tuberkulosis dan kurang gizi sering ditemukan secara bersamaan. Infeksi tuberkulosis menimbulkan penurunan berat badan dan penyusutan tubuh. Kekurangan makan meningkatkan risiko infeksi dan kemudian penyebaran penyakit tuberkulosis.1Anak yang sakit sangat berat dan kurang gizi mungkin menolak untuk makan. Berikan makanan dalam jumlah sedikit tapi sering. Tuba nasogastrik mungkin perlu dipasang sampai nafsu makan pulih. Pada awalnya susu (susu sapi, kambing, susu kering atau yang diuapkan) dapat digunakan, dengan menambahkan gula (50 g atau 10 sendok teh per liter). Pada kasus berat, diberikan setengah porsi pemberian makanan setiap 2 jam untuk mengurangi risiko diare. Lanjutkan selama kira-kira 3 hari, lalu dapat disambung dengan pemberian susu (makanan cair) berenergi tinggi.6Anak yang sakit dan kurang gizi mudah mengalami hipotermia (suhu tubuh terlalu rendah). Hipotermia merupakan keadaan yang sangat berbahaya dan lalu dapat menurunkan kekebalan tubuh. Pastikan bahwa anak tersebut dirawat di tempat yang hangat.1Pada anak-anak dengan keadaan seperti di atas, beri preparat multivitamin setiap harinya. Juga berikan satu dosis 200.000 unit vitamin A dalam minyak secara oral pada suatu kesempatan untuk mencegah komplikasi pada mata. UNICEF membagikan K-Mix 2 untuk penanganan kurang energi protein (KEP) 100g K-mix 2 dan 50g (58 ml) minyak sayur ditambahkan pada 1 liter air secara perlahan-lahan sambil mengaduknya dengan baik. Saat nafsu makan anak tersebut pulih, mulailah memperkenalkan makanan setempat yang biasa untuk menggantikan susu energi tinggi.6Pencegahan Sekunder

Tujuan pencegahan sekunder adalah mengenal dan mengetahui jenis penyakit pada tingkat awal, serta mengadakan pengobatan yang tepat dan segera. (Early Diagnosis and Prompt Treatment).14Pencegahan Tersier

Tujuan pencegahan tersier adalah pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability Limitation) dan rehabilitasi (Rehabilitation).14Follow Up

Pemeriksaan ulang dahak dilakukan setelah pengobatan awal bulan ke-4 dan selesai pengobatan awal bulan ke-6. Pemeriksaan ulang dahak dilakukan dua kali seminggu.6Bila hasil pemeriksaan ulang dahak mendapat BTA (-) maka penderita dinyatakan sembuh, tetapi bila pada akhir pengobatan masih BTA (+) maka pengobatan dilanjutkan selama 3 bulan lagi (secara intermiten) dalam waktu maksimal 9 bulan.6III. PENUTUPTingginya angka prevalensi tuberkulosis di Indonesia masih menjadi masalah hingga sekarang. Pendidikan, ekonomi, gaya hidup, dan kepedulian masyarakat yang kurang menjadi faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya pemberantasan penyakit ini. Puskesmas sebagai layanan kesehatan lini pertama memiliki peran penting untuk turut membantu mengatasi masalah ini. Salah satu hal yang telah dilakukan sebagai upaya dari puskesmas adalah dilakukannya strategi DOTS, namun sayangnya cara ini masih kurang efektif. Oleh karenanya, diperlukan penelitian untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab dari pasien yang tidak mau mengambil obat kembali. Untuk melakukan penelitian, maka perlu dibuat usulan penelitian sebelum melaksanakan penelitian dan melaporkan hasil penelitian tersebut. Diharapkan pada akhirnya, penelitian tersebut dapat kemudian berguna dan diimplementasikan untuk mengatasi masalah ini.Daftar Pustaka

1. Budiarto E. Metodologi penelitian kedokteran: sebuah pengantar. Jakarta: EGC; 2004.

2. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Ed.5. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2011.h.1-16.3. Sigarlaki HJOF. Metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: CV Informedika; 2008.h.42-172, 194-257.4. Budiarto E, Anggraeni D. Pengantar epidemiologi. Ed.2. Jakarta: EGC; 2008.h.1-11, 38-74, 107-140.5. Azwar A. Pengantar epidemiologi ed 1. Binapura Aksara, Jakarta 2007;39-71,113-140.6. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed.5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.h.2230-48.7. Aditama TY. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011.

8. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobiologis medis dan infeksi. Ed.3. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2009.h.40-1.

9. Chin J, Kandun IN. Manual pemberantasan penyakit menular. Jakarta: Infomedika. 2006.10. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinik. Ed.2. Jakarta: Widya Medika; 2005.11. Djojodibroto RD. Respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.151-168.

12. Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman nasional tuberkulosis anak. Ed.2. Jakarta: UKK Respirologi PP IDAI; 2007.h.47-107.

13. Soetono, Sadikin, Zanilda. Membangun praktek dokter keluarga mandiri. Jakarta: Pengurus Besar IDI. 2006.14. Chandra B. Pengantar kesehatan lingkungan. Jakarta: EGC; 2007.h.163-5.

1