Penelitian Kebagusan Kaki Lima
-
Upload
reny-maulina -
Category
Documents
-
view
291 -
download
0
Transcript of Penelitian Kebagusan Kaki Lima
-
HASIL PENELITIAN
HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA
DI SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN
Pembimbing :
dr. Oktavianus Ch. Salim, M.Kes
dr. Devi Iriani Surya.
Disusun oleh :
Wan Mohamed Izham (030.04.276)
Reni Maulina (030.06.215)
Khairul Aizad (030.07.296)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU
PERIODE 21 JANUARI 2012- 31 MARET 2013
-
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat:
" HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI
SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN
Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi tugaas Ilmu
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Jakarta, Maret 2013
Pembimbing Akademis Pembimbing Puskesmas
Fakultas Kedokteran USAKTI Kecamatan Pasar Minggu
(dr. Oktavianus Ch. Salim, M.kes) (dr.Devi Surya Iriani)
Pembimbing Akademis Kepala Puskesmas
Fakultas Kedokteran USAKTI Kecamatan Pasar Minggu
(Prof. dr. Murad Lesmana) (dr. Eliza Rachmi)
-
KATA PENGANTAR
Segala puji kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penelitian
dengan judul HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA
DI SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN.Penelitian ini adalah salah satu
syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti periode 21 Januari 2013 sampai 31 Maret 2013 yang dilaksanakan di
Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Pada kesempatan kali ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada ;
1. dr. Oktavianus Ch. Salim, M. Kes selaku dosen pembimbing dari Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
2. Prof. dr. Murad Lesmana selaku dosen pembimbing dari Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti.
3. Dr. dr. Rina K. Kusumaratna, M.Kes. selaku kepala bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
4. Para dosen bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
5. dr. Devi Surya Iriani, selaku pembimbing dari Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu.
6. Para dokter, paramedik dan seluruh Staf Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan serta semua pihak yang telah banyak membantu kami selama penyusunan
penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Atas semua
keterbatasan yang penyusun miliki, maka semua saran dan kritik yang membangun akan
penyusun terima dengan lapang hati. Besar harapan penyusun semoga penelitian ini dapat
memberi manfaat yang besar pula bagi teman-teman klinik, pembaca dan kami sendiri.
Jakarta, Maret 2013
Penyusun
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang
dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Makanan-makanan tersebut
sangat mungkin sekali menjadi penyebab terjadinya gangguan dalam tubuh kita sehingga kita
jatuh sakit. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan adalah dengan mengkonsumsi makanan
yang aman, yaitu dengan memastikan bahwa makanan tersebut dalam keadaan bersih dan
terhindar dari wholesomeness (penyakit). Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu
makanan menjadi tidak aman, salah satu di antaranya dikarenakan terkontaminasi. Kontaminasi
yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan tersebut dapat menjadi
media bagi suatu penyakit.6 Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi
disebut penyakit bawaan makanan (food-borned diseases). Penyakit bawaan makanan
merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling
membebani yang pernah dijumpai di zaman modern ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak
korban dalam kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di
kalangan bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu. Anak-anak
merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit melalui makanan maupun minuman.
Anak-anak sering menjadi korban penyakit bawaan makanan akibat konsumsi makanan yang
disiapkan di rumah sendiri atau di kantin sekolah atau yang dibeli di penjaja kaki lima.10
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan,
terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan makanan jajanan, yaitu penjamah
makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana
penjaja. Beberapa aspek tersebut sangat mempengaruhi kualitas makanan.1 Banyak jajanan yang
kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan anak. Sebagian besar
makanan jajanan anak sekolah merupakan makanan yang diolah secara tradisional yang
dijajakan oleh pedagang kaki lima. Kontaminasi makanan pada pedagang kaki lima dapat terjadi
karena sanitasi dapur pengolahan makanan dan tempat penyajian makanan mungkin belum
-
memenuhi persyaratan kesehatan. Makanan tradisional pada umumnya memiliki kelemahan
dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia atau fisik. Adanya
bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan
baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannya praktik sanitasi dan higiene yang memadai
dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani makanan tradisional. 1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan M. Djaja (2003) menunjukkan kontaminasi
bakteri E. Coli bahan makanan yang rata rata dicatatkan sebanyak 40.0% (p
-
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti, di Kelurahan kebagusan terdapat
7 (Tujuh) sekolah dasar yang letaknya cukup strategis dan sering dilalui banyak kendaraan
bermotor. Beberapa pedagang makanan jajanan tradisional cukup mudah ditemui di sekolah-
sekolah tersebut. Pedagang tersebut kerap kali menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam
menjamah makanan, misalnya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka tepat di pinggir jalan
yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan kaki lima di lingkungan Sekolah Dasar
di Kelurahan kebagusan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan
makanan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi
makanan jajanan yang telah dimodifikasi. Mengingat akan pentingnya peranan makanan sehat
bagi masyarakat, maka pemerintah perlu mengadakan pembinaan dan pengawasan terhadap
makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Pengawasan terhadap kualitas makanan dan
minuman perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mengetahui kondisi higiene pedagang
dan sanitasi makanan berikut fasilitasnya. Karena dengan higiene pedagang dan sanitasi
makanan dan fasilitas yang baik akan mampu meningkatkan kualitas makanan dan minuman
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Bahan MknSaji Matang
KakiLima
RM
Jsbg
-
sehingga mampu melindungi masyarakat untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.1
Dalam penelitian ini akan digali informasi mengenai kondisi higiene pedagang kaki lima,
sanitasi fasilitas penjualan dan sanitasi makanan pedagang kaki lima di SD kelurahan kebagusan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan higiene dan sanitasi pada pedagang
makanan jajanan tradisional di lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan kebagusan tahun 2013.
Dengan adanya informasi tersebut diharapkan dapat memberikan masukan kepada Dinas
Kesehatan kelurahan kebagusan selaku instansi yang berwenang untuk melakukan pengawasan
higiene sanitasi dan memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai kondisi higiene
pedagang kaki lima dan sanitasi jajanan
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah bagi dalam penelitian ini
adalah apakah terdapat hubungan kontaminasi makanan dengan higenitas dan sanitasi pada
pedagang makanan kaki lima di SDN Kelurahan Kebagusan.
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor faktor dari higenitas dan sanitasi pedagang kaki lima terkait
kontaminasi pada makanan yang disediakan
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara kesehatan diri dari pedagang kaki lima dengan
kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
2. Mengetahui hubungan antara kebersihan individu dari pedagang kaki lima
dengan kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
3. Mengetahui hubungan antara cara penanganan makanan dengan kontaminasi
makanan pedangang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
-
4. Mengetahui hubungan antara pemakaian perlengkapan kerja dengan kontaminasi
makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
5. Mengetahui hubungan antara fasilitas lokasi penjualan dengan kontaminasi
makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
1.4 Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara kesehatan diri dari pedagang kaki lima dengan
kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
2. Terdapat hubungan antara kebersihan individu dari pedagang kaki lima dengan
kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
3. Terdapat hubungan antara cara penanganan makanan dengan kontaminasi
makanan pedangang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
4. Terdapat hubungan antara pemakaian perlengkapan kerja dengan kontaminasi
makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
5. Terdapat hubungan antara fasilitas lokasi penjualan dengan kontaminasi makanan
pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan
1.5 Manfaat penelitian
a. Untuk peneliti
Peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian
serta lebih memperkaya wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat pada umumnya
terutama yang berkaitan dengan bidang yang diteliti.
b. Untuk institusi
Puskesmas Pasar Minggu
Memberikan masukan kepada Puskesmas terkait penjagaan higenitas dan sanitasi
pada pedagang kaki lima di SDN Kelurahan Kebagusan untuk menjaga kualitas
makanan yang disajikan.
-
Fakultas Kedokteran Trisakti
- Menambah informasi dan wawasan kedokteran tentang hubungan higenitas
dan sanitasi dengan kontaminasi pada makanan di kaki lima.
- Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu kesehatan
masyarakat.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Sekolah Dasar
Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengolahan sekolah yang
sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab
Kabupaten/Kota. Sedangkan Departemen Pendidikan hanya berperan sebagai regulator dalam
bidang standar nasional pendidikan. Lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam
pendidikan. Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak
sekolah.5
Anak sekolah dasar disebut juga masa akhir anak-anak (Late Childhood) yaitu yang
berumur antara 7-12 tahun. Pertumbuhan dan perkembangannya lebih stabil dibandingkan pada
masa bayi atau remaja. Pada usia sekolah ini pertumbuhan dan perkembangan tetap terjadi tetapi
laju pertumbuhan fisiknya lebih lambat. Kemampuan motorik semakin membaik, perkembangan
kognitif dan kemampuan sosialnya makin matang dan pada masa ini diakhiri dengan masa
pubertas baik laki-laki maupun perempuan.
Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan. Pada
usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga lebih mudah
menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual disekitar sekolah,
lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu ingin mencoba makanan yang baru
dikenalnya. Secara umum nafsu makannya tidak mengalami masalah. Kondisi yang demikian
membutuhkan perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang
sehat dan bergizi.
Anak sekolah perlu diajar memilih dan menikmati bermacam-macam bahan pangan
secara baik dan memberi pengertian adanya hubungan antara pangan dengan pertumbuhan badan
serta kesehatan. Dengan demikian setelah menguasai pengetahuan tersebut, anak sekolah akan
senantiasa menjaga kesehatan dan status gizinya, memiliki kebiasaan pangan yang baik, bersikap
positif terhadap pangan-pangan yang bergizi, mempunyai keterampilan gizi serta mampu
berperan sebagai agen perubah terhadap kebiasaan makan keluarganya.
-
Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan sebagai bekal
penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk anak sekolah dasar yaitu periode
kritis karena masa ini merupakan motivasi untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan
untuk berusaha mencapai sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan
tersebut akan terus dibawa sampai dewasa.5
Kantin dan Penjaja Makanan Kaki Lima
Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain
penjaja makanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam
mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari
melalui penyediaan makanan jajanan sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan
sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman sehat.
Penjaja Makanan Kaki Lima mempunyai risiko ketidakamanan yang menentukan
perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin
sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan dari kelas dan
rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan bergizi. Namun banyak juga
kantin yang belum menyediakan makanan yang bergizi. Kepala sekolah dan guru belum
maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan makanan yang sehat, bergizi
dan aman bagi kesehatan.9
Menurut Depkes RI (2003), penjaja makanan jajanan dalam melakukan kegiatan
pelayanan penanganan pangan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain: 2
a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan
penyakit perut serta penyakit sejenisnya;
b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya);
c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;
d. Memakai celemek dan tutup kepala;
e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.
-
Disamping itu, penjaja makanan jajanan dalam memberikan pelayanan dilarang antara
lain:
a. Menjamah makanan tanpa alat perlengkapan atau tanpa alas tangan;
b. Sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);
c. Batuk atau bersin dihadapan pangan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau
hidung
-
Pangan Jajanan
Pangan jajanan menurut WHO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang
dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum
lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.
Makanan yang sehat, aman dan bergizi adalah makanan yang mengandung zat gizi yang
diperlukan seorang anak untuk dapat hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih,
tidak kadaluarsa dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya bagi kesehatan.
Selain masalah gizi, keamanan pangan juga merupakan masalah yang tidak kalah penting bagi
anak-anak sekolah. Makanan yang tidak bersih dan tidak aman dapat menimbulkan keracunan
dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit. 10
Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa makanan jajanan adalah jenis makanan
yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi
yang sejenis. Umumnya makanan jajanan ini dibagi empat kelompok yaitu makanan utama
(main dish), panganan (snacks), minuman, dan buah-buahan segar. Makanan jajanan memiliki
jenis yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.
Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu:
a. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah
terlebih dahulu atau disiapkan di kantin, seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, mie ayam,
lontong sayur dan lain-lain.
b. Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan, terdiri dari :
(1) makanan camilan basah yaitu pisang goreng, lumpia, lemper, risoles dan lain-lain;
(2) makanan camilan kering yaitu produk ekstruksi (brondong), kripik, biskuit, kue kering dan
lain-lain.
c. Minuman, kelompok minuman yang biasanya dijual dikantin:
(1) air putih, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri;
(2) minuman ringan, dalam kemasan misalnya teh, minuman sari buah, minuman berkarbonisasi
dan lain-lain, atau yang disiapkan sendiri oleh kantin misalnya es sirup dan teh; dan
(3) minuman campur, seperti es buah, es campur, es cendol, es doger dan lain-lain.
-
d. Buah merupakan salah satu jenis makanan sumber vitamin dan mineral yang penting untuk
anak usia sekolah. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi setiap hari, buah-buahan dapat dijual
dalam bentuk :
(1) utuh, misalnya pisang, jambu, jeruk dan lain-lain;
(2) kupas dan potong, misalnya papaya, nenas, melon, mangga dan lain-lain.
Fardiaz (1997) menyatakan makanan jajanan mempunyai risiko terhadap kesehatan
masyarakat. Hal ini karena pada umumnya makanan jajanan dipersiapkan dengan cara kurang
higiene dan masih banyak menggunakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan dalam
makanan atau melebihi batas yang diizinkan.
WHO menyatakan makanan jajanan dapat mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat
karena: 10
(1) kurangnya fasilitas infrastruktur dan jasa pelayanan lain seperti penyediaan air bersih
(2) sulit mengawasi para pedagang makanan jajanan karena jenisnya beraneka ragam dan bersifat
sementara
(3) tidak cukup sumberdaya untuk pengawasan dan analisis laboratorium
(4) kurangnya pengetahuan fakta yang sebenarnya tentang keadaan mikrobiologi atau data
epidemiologi yang tepat tentang makanan jajanan
(5) kurangnya pengetahuan para pedagang tentang penanganan keamanan pangan
(6) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya makanan jajanan.
-
Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keamanan Pangan
Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat
mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering
timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Departemen Gizi
dan Kesehatan Masyarakat 2008).
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh
manusia melalui indera mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan
lebih lama dibanding tidak disadari dengan pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan
diantaranya, yaitu :
1. Tahu (know)
Tingkatan tahu (know) ini merupakan tingkatan dari pengetahuan yang terendah.
Mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari termasuk ke dalam tingkat ini. Tingkat
pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
-
2. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu objek serta dapat
menginterpretasikannya dengan benar. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja,
seperti menjelaskan, menyebutkan contoh, meramalkan, menyimpulkan, dan sebagainya.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menerapkan materi yang pernah
dipelajarinya, seperti penggunaan rumus, metode, dan prinsip.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan suatu materi ke dalam
komponen-komponen secara berkaitan dan terstruktur. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur
melalui kata kerja seperti menambahkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis mengarah kepada kemampuan seseorang dalam membentuk formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja,
seperti menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan seseorang melakukan penilaian terhadap suatu objek
yang didasari dengan kriteria-kriteria tertentu.Pengetahuan gizi dan keamanan pangan perlu
dimiliki oleh semua orang. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan
dan zat gizi, serta sumber-sumber zat gizi pada makanan. Sedangkan pengetahuan keamanan
pangan merupakan pengetahuan tentang jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP),
penggunaannya dan bahaya yang akan ditimbulkan jika digunakan dalam jumlah yang tidak
dianjurkan serta pengetahuan tentang jenis-jenis BTP yang tidak diizinkan digunakan dalam
pengelolaan makanan/minuman. Pengetahuan gizi dapat diukur dengan cara wawancara atau
angket yang mencakup materi yang ingin diukur dari penjaja PJAS.Pengetahuan yang baik akan
menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah.
-
Sikap Gizi dan Keamanan Pangan
Sikap adalah perasaan, keyakinan dan kecendrungan untuk bertindak/ berperilaku
terhadap orang lain, kelompok lain, suatu pemikiran, ataupun suatu objek tertentu. Sikap
(attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sikap sangat
menentukan bagaimana perilaku (behavior) manusia terhadap sesamanya dalam lingkungan
kehidupan manusia. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan manusia terhadap masalah-
masalah kemasyarakatan yang dihadapi, baik yang berhubungan dengan intervensi pemerintah,
maupun yang berkaitan dengan tata kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat tinggalnya.9
Sikap gizi dan keamanan pangan merupakan perasaan, keyakinan, dan kecendrungan
untuk bertindak dalam pengolahan pangan jajanan yang memperhatikan kandungan gizi, serta
keamanan pangan agar menghasilkan pangan jajanan yang aman. Faktor lain yang
mempengaruhi sikap dan perilaku adalah kebiasaan (habits), norma sosial (social norms), dan
pandangan mengenai akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan diambil. Kebiasaan
menunjuk pada tindakan yang secara otomatis dilakukan seseorang pada suatu keadaan tertentu,
tanpa atau dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Norma sosial menunjuk pada adanya
harapan-harapan mengenai tindakan apa yang seharusnya dilakukan seseorang, yang secara
umum maupun secara khusus ada pada kelompok dimana seseorang itu berada. Apabila norma
sosial lebih kuat pengaruhnya, maka individu akan bertindak sesuai dengan yang dikehendaki
oleh norma sosial daripada menurut pada kehendak sikapnya. Sedangkan pandangan mengenai
akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan menunjuk pada adanya sanksi atau penghargaan
atau sikap perilaku yang dilakukan.5
Praktek Keamanan Pangan
Pangan aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang
terdiri atas bahaya biologis/mikrobiolois, kimia dan fisik. Bahaya keamanan pangan terdiri dari
(BPOM ): 11
1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti
Salmonella, E.Coli, virus, parasit dan jamur penghasil mikotoksin.
2. Bahaya kimia, adalah bahan kima yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan,
misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak digunakan
-
semestinya, pestisida, bahan kimia pembersih, racun/toksin asal tumbuhan/hewan, dan
sejenisnya.
3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat menyebabkan luka
misalnya pecahan kaca, kawat stepler, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku,
sisik dan sebagainya.
Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa.
Makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen
dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak
menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang sangat
memperhatikan segi kesehatan dan berat badan.
Higiene dan Sanitasi
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dengan sabun untuk melindungi kebersihan
tangan, mencuci piring dan melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang
rusak untuk melindungi kebutuhan makanan secara keseluruhan dan sebagainya. Sanitasi adalah
upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya.
Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat
sampah untuk mewaspadai sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI). 1
Penggunaan peralatan juga belum memenuhi syarat kesehatan. Kebanyakan penjual
makanan jajanan mempunyai peralatan terbatas untuk berbagai pemakaian dan belum
menggunakan sabun untuk mencuci peralatan yang kotor. Karena peralatan yang digunakan
umumnya terbuat dari bambu dan kayu, maka cenderung menjadi sarang pertumbuhan mikroba.
Piring, gelas, sendok sering dilap dengan kain yang basah dan kotor karena keterbatasan
jumlahnya. Lalat dan debu yang berasal dari sampah yang dibiarkan berceceran di lantai waktu
persiapan, pengolahan, maupun di lokasi berjualan semakin memperparah keadaan .
Salah satu masalah keamanan pangan yang sering dijumpai adalah praktek higiene dan
sanitasi yang masih kurang sehingga bahaya mikrobiologi sangat mungkin berada di produk
pangan. Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini
yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan. E.coli merupakan bakteri patogen
yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu mikroba indikator
-
sanitasi. Sedangkan S.aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut,
tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan E.coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi
lingkungan yang buruk sedangkan adanya S. aureus mengidentifikasi praktek higiene yang
kurang. 2
Penanganan dan Penyimpanan Pangan
Bahan pangan memerlukan tempat penyimpanan khusus yang dibedakan menjadi dua
yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan segar. Tempat
penyimpanan bahan makanan kering harus selalu bersih, tertata dengan baik, tidak dijangkau
oleh serangga dan tikus, sirkulasi udara harus baik, diberi penerangan yang cukup, jarak rak
terbawah dengan lantai 10 cm. Sedangkan untuk tempat penyimpanan bahan makanan segar
disimpan di dalam ruang pendingin, refrigerator ataupun freezer dengan suhu tertentu dan suhu
harus selalu diawasi.
Menggunakan air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air harus bebas mikroba dan
bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang. Memilih bahan baku yang aman
yaitu pangan harus segar dan utuh, jangan menggunakan bahan pangan setelah tanggal
kadaluarsanya. Mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum disajikan atau digunakan serta
membuang bagian yang busuk atau memar.5
Sarana dan Fasilitas
Praktek keamanan PJAS salah satu diantaranya adalah sarana dan fasilitas. Berdasarkan
Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 pada pasal 12 menyatakan bahwa pangan jajanan
yang dijajakan harus memiliki konstruksi sarana yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat
melindungi pangan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan
yaitu antara lain: mudah dibersihkan dan tersedia tempat air bersih, penyimpanan bahan
makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat,
tangan, bahan makanan), serta tempat sampah. 1
Fasilitas sanitasi dalam kantin maupun penjaja PJAS mempunyai persyaratan yaitu : (1)
Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak pengering; (2) Tersedia
wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissu di tempat makan dan tempat
pengolahan/persiapan makan; (3) Tersedia suplai air bersih yan cukup, baik untuk kebutuhan
-
pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan; (4) Tersedia alat
cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel,
dan bahan pembersih sepeti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Perlengkapan kerja karyawan
kantin/penjaja PJAS harus disediakan antara lain baju kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna
terang, serta lap bersih. Jika tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus
tertata rapi dengan dipotong pendek dan diikat.
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan
dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud teknologi
(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyimpanan atau pengangkutan
makanan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu komponen makanan atau mempengaruhi sifat
khas makanan (Depkes RI). 2
Pengaturan dan pengawasan BTP dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan saja
yang digunakan pada pengolahan makanan, dimana bahan tersebut betul-betul diperlukan untuk
pengolahan makanan yang bersangkutan, mutunya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dan jumlahnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak melebihi batas maksimum yang
diizinkan (Depkes RI).
Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam makanan jajanan: 2
1. Pewarna
Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna
pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna
makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada
makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.
2. Pemanis
Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis
pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Biasanya digunakan pada
makanan.
-
yang ditujukan pada penderita diabetes mellitus atau makanan diit agar badan langsing. Pemanis
buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan makanan jajanan umumnya adalah
siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan 300 kali gula alami.
3. Pengawet
Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah dan menghambat
fermentasi, pengasam dan pengurai lain terhadap makanan yang disebabkan oleh organisme.
Umumnya, dikenal dipasaran dengan sebutan anti basi.
4. Penyedap rasa
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988 dan diperbaiki
menjadi No. 1168/Menkes/Per/1999 tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan
aroma, dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan yang dapat memberikan,
menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Jenis bahan penyedap yaitu penyedap alami terdiri
dari bumbu alami, herbal, dan daun, misalnya esensial dan turunannya, oleoresin, isolate
penyedap, penyedap dari sari buah, ekstra tanaman dan hewan. Sedangkan penyedap sintesis
merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai penyedap alami.
Dampak penggunaan BTP selama ini kurang dipahami oleh para produsen maupun
konsumen. Dampak dari kesalahan dosis maupun kesalahan pemilihan jenis bahan tambahan
memang tidak langsung dirasakan. Dampak ini baru terasa beberapa waktu kemudian, setelah
terjadi akumulasi dalam tubuh. Oleh karena itu, memberi peringatan kepada masyarakat tentang
risiko dan manfaat BTP merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan.
Makanan jajanan menyumbang asupan energi bagi anak sekolah 36%, protein 29% dan
zat besi 52%, namun masalah keamanan pangan jajanan baik dari segi mikrobiologi maupun
penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) masih sangat penting untuk diperhatikan, yaitu
dengan menjamin konsumen memperoleh pangan yang aman untuk kesehatan. Dampak dari
kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan antara lain karacunan pangan karena proses
penyiapan dan penyajian yang tidak higiene, risiko berbagai penyakit karena penggunaan bahan
tambahan pangan (BTP) yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.
-
Pada tahun 2005, Badan POM RI melakukan pengujian terhadap 861 makanan jajanan
anak sekolah di 195 sekolah dasar di 18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar
Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 makanan jajanan)
tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Misalnya, es sirup atau buah (48.2%) dan minuman
ringan (62.5%) yang banyak dikonsumsi anak-anak mengandung bahan berbahaya dan tercemar
bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus atau sambal (61.5%) serta
kerupuk (56.3%). Dari total makanan jajanan tersebut, 10.5% mengandung pewarna yang
dilarang, yaitu rhodamin B, methanil yellow, dan amaranth . 11
Secara umum, jajanan yang dijual pedagang kaki lima di SD kualitasnya sangat
memprihatinkan bila ditinjau dari aspek kesehatan. Data Badan POM tahun 2010 menunjukkan
adanya jajanan yang tidak memenuhi syarat dengan ditemukannya dari 2.984 sampel yang diuji,
45% diantaranya tidak memenuhi syarat karena mengandung BTP yang dilarang seperti boraks,
formalin, rhodamin B, methanol yellow atau BTP yang diperbolehkan seperti benzoat, sakarin,
dan siklamat namun penggunaannya melebihi batas, serta ada yang tidak memenuhi uji cemaran
mikroba karena mengandung Escherichia coli. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya
perlindungan pada anak sekolah, padahal mengonsumsi jajanan saat bersekolah sudah menjadi
aktivitas rutin mereka.
-
Bahan Pencemaran : Escherichia coli
1. Sumber Bakteri Escherichia coli
Escherichia coli, atau biasa disingkat sebagai E Coli, adalah bakteri yang umum
ditemukan di saluran pencernaan manusia. Bakteri E.coli dapat ditemukan pada usus manusia
dan binatang berdarah panas
Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia. Oleh
karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya
ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati. Bakteri Escherechia coli merupakan
mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia, baik sehat maupun sakit. Dalam
satu gram kotoran manusia terdapat sekitar seratus juta bakteri E. coli.
Bakteri berasal dari kata Bakterion (Yunani = batang kecil). Berdasarkan Klasifikasi,
bakteri digolongkan dalam Divisio Schizomycetes. Escherichia coli (E. coli ) adalah salah satu
jenis spesies utama bakteri gram negatif, ditemukan oleh Theodor Escherich (tahun 1885). Hidup
pada tinja dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber serta
masalah pencernaan lainnya. Bakteri ini banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika
sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Hal
ini disebabkan karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.
2. Sifat Bakteri Escherichia coli,
Klasifikasi Escherichia coli :
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gamma proteobacteria
-
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteri aceae
Genus : Eschericia
Species : Eschericia coli
Sifat Fisik dan Biologi Eschericia coli , yaitu :
a. Sifat Fisik :
berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer
Volume sel E. coli berkisar 0.6-0.7 micrometer kubik
Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37
derajat.
berbagai strain atau varian yang mempunyai karakteristik yang sedikit berbeda.
b. Sifat Biologis :
Merupakan bakteri gram negatif, habitatnya dilingkungan akuatik, tanah, makanan, air,
sediaan tinja, dan bersifat sebagai patogen.
Dinding selnya mengandung petidoglikan, dan asam teikhoat, selalu berpasangan
membentuk rantai pendek atau seperti anggur, gram positif biasanya ada dikulit dan hidung
bersifat sebagai patogen.
Dalam jumlah yang normal, umumnya bakteria ini tidak membawa pengaruh negatif pada
manusia, namun jika terinfeksi strain yang berbahaya, maka mungkin timbul akibat buruk pada
manusia. Contoh strain jenis O104, yang merupakan strain langka dan mempunyai sifat
merugikan bagi manusia.
-
Bakteri E.coli merupakan organisme penghuni utama di usus besar, hidupnya komensal dalam
kolon manusia dan diduga berperan dalam pembentukan vitamin K yang berperan penting untuk
pembekuan darah.
3. Dampak. Efek terhadap lingkungan terutama manusia
Manusia sangat membutuhkan air dalam hidupnya, baik untuk keperluan minum,
memasak mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan kebutuhan, dalam satu hari, seorang
dewasa membutuhkan sekitar 1,6 liter air untuk dikonsumsi, sehingga penyediaan air minum
yang aman mutlak diupayakan. Bahaya laten yang selalu mengancam kita lewat media air bersih
dan air minum ini adalah bakteri e-coli.
Bakteri yang sangat identik dengan pencemaran tinja.
Mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja dapat menularkan beragam
penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja dapat mengandung 1 milyar partikel
virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10
derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja yaitu : virus,
Protozoa, cacing dan bakteri yang umumny diwakili oleh jenis Escherichia coli (E-coli).
Menurut catatan Badan Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah
memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari 120
jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja.
Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang jelas sehingga sulit
dilacak penyebabnya. Bakteri penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas ini telah
mengkontaminasi hampir keseluruhan air baku air minum, sungai, sumur.
Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada
kondis tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di
dalam pelvix ginjal dan hati.
-
Sesuai Permenkes Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum,
dipersyaratkan bahwa angka E.coli dalam air minum adalah Nol per 100 ml air harus
dipenuhi. Sedangkan menurut baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP 82/2001
tentang Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai
bahan baku air minum kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000.
Menurut salah satu penelitian (Kajian Dhani Arnantha staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan
Konservasi Lahan Basah) jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas Surabaya mencapai 1600
milyar
Berdasarkan data Depkes diketahui, persyaratan yang harus dipenuhi PDAM untuk
kualitas bakteriologis air minum PDAM menggunakan indikator coliform 0 per 100 ml air.
Sedangkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 46,858 sampel air minum dari 27
propinsi pada tahun 1995 diketahui, hanya 42,5 persen yang memenuhi syarat (coliform 0 per
100 ml air). Artinya 57,5 persen air minum dari PDAM tidak memenuhi syarat (teh
terkontaminasi bakteri e-coli). Faktor dominan terjadinya pencemaran air PDAM oleh bakteri e-
coli adalah kebocoran pipa serta kondisi air baku.
Namun yang harus kita perhatikan dari keadaan menyangkut banyak pertanyaan, antara
lain (mungkin) menyangkut klasifikasi dan managemen. Apakah PDAM kita maunya kita
masukkan dalam klasifikasi air bersih atau air minum. Apabila termasuk dalam air minum,
artinya saat keluar dari kran kita, air PDAM telah masuk katagori siap minum (dan itu
mempersyaratkan e-coli NOL). Namun apabila sepakat kita masukkan dalam katagoriPerusahaan
Daerah Air Berrsih/PDAB (tidak bisa langsung diminum) maka e-coli yang dipersyaratkan
minimal 10 per 100 ml (Permenkes 416).
Pengetahuan masyarakat terhadap bakteri E. coli agaknya memang masih kurang. Bakteri
jenis ini merupakan indikator utama terjadinya pencemaran suatau media oleh tinja, sehingga
dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagai kita.
-
Dari berbagai penelitian menunjukkan, beberapa galur atau strain dari bakteri E. coli juga
dapat menyebabkan wabah diare atau muntaber, terutama pada anak-anak. Bakteri penyebab
penyakit yang cukup berbahaya ini diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sifat-sifat
virulensinya.
Setiap kelompok dapat menyebabkan penyakit diare melalui mekanisme yang berbeda-
beda. Kelompok E. coli tersebut di antaranya adalah sebagai berikut ( sebagian besar tulisan
merupakan kutipan dari buku manual pemberantasan penyakit menular)
E. coli enteropatogen (EPEC)
Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara berkembang.
Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil dan
membentuk filamentous actin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (Watery diarrheae)
yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.
Distribusi Penyakit ; Sejak akhir tahun 1960-an, EPEC tidak lagi sebagai penyebab utama diare
pada bayi di Amerika Utara dan Eropa. Namun EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada
bayi di beberapa Negara sedang berkembang seperti Amerika Selatan, Afrika bagian Selatan dan
Asia. Reservoir : Manusia . Cara Penularan ; Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang
terkontaminasi.
Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui ala-alat dan tangan yang
terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan. Masa Inkubasi ;
Berlangsung antara 9 12 jam pada penelitian yang dilakukan di kalangan dewasa. Tidak
diketahui apakah lamanya masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah.
Masa Penularan ; Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat
berlangsung lama. Kerentanan dan Kekebalan ; Walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka
yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini disebabkan oleh
faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor umur atau faktor lain yang tidak
spesifik.
-
Oleh karena itu diare ini dapat ditimbulkan melalui percobaan pada sukarelawan dewasa
maka kekebalan spesifik menjadi penting dalam menentukan tingkat kerentanan. Infeksi EPEC
jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare seperti ini dapat disembuhkan
dengan pemberian antibiotika.
E. coli enterotoksigenik (ETEC)
Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti Indonesia.
Berbeda dengan EPEC, E. coli jenis ini memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang tahan
maupun tidak tahan panas di bawah kontrol genetis plasmid.
Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara merangsang sel epitel usus
untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare. Identifikasi ; Penyebab utama Travelers
diarrhea orang-orang dari negara maju yang berkunjung ke negara berkembang.
Penyakit ini juga sebagai penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara
berkembang. Strain enterotoksigenik dapat mirip dengan Vibrio cholerae dalam hal
menyebabkan diare akut yang berat (profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus).
Gejala lain berupa kejang perut, muntah, asidosis, lemah dan dehidrasi dapat terjadi,
demam ringan dapat/tidak terjadi; gejala biasanya berakhir lebih dari 5 hari. ETEC dapat
diidentifikasi dengan membuktikan adanya produksi enterotoksin dengan teknik immunoassays,
bioasay atau dengan teknik pemeriksaan probe DNA yang mengidentifikasikan gen LT dan ST
(untuk toksin tidak tahan panas dan toksin tahan panas) dalam blot koloni. Penyebab Penyakit ;
ETEC yang membuat enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin
tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau memproduksi kedua toksin tersebut (LT/ST).
Distribusi Penyakit ; Penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang.
Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan, hampir semua anak-anak di negara-negara berkembang
mengalami berbagai macam infeksi ETEC yang menimbulkan kekebalan; oleh karena itu
penyakit ini jarang menyerang anak yang lebih tua dan orang dewasa. Infeksi terjadi diantara
para pelancong yang berasal dari negara-negara maju yang berkunjung ke negara-negara
berkembang. Beberapa KLB ETEC baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat. Reservoir ;
-
Manusia. Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus; manusia merupakan reservoir strain
penyebab diare pada manusia.
Cara Penularan ; Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar.
Khususnya penularan melalui makanan tambahan yang tercemar merupakan cara penularan yang
165 paling penting terjadinya infeksi pada bayi. Penularan melalui kontak langsung tangan yang
tercemar tinja jarang terjadi.
E. coli enterohemoragik (EHEC) dan galur yang memproduksi verotoxin (VTEC).
Di Negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, VTEC menyebabkan sejumlah
kejadian luar biasa diare dan kolitis hemoragik. Penyakit ini bersifat akut dan bisa sembuh
spontan, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abdomen, diare disertai darah, gejala seperti
ini merupakan komplikasi dari diare ringan. Identifikasi ;
Kategori E. coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982 ketika terjadi suatu KLB colitis
hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh serotipe yang tidak lazim, E. coli O157:H7
yang sebelumnya tidak terbukti sebagai patogen enterik. Diare dapat bervariasi mulai dari yang
ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak
mengandung lekosit.
Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan
purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare karena EHEC berkembang
lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2.
Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1; (Article
Source by Drh. Andrijanto Hauferson Angi, M.Si)
Akibat dari bakteri E.coli adalah sebagai berikut:
Gangguan sistim pencernaan
Gangguan pada Ginjal
-
Serangan jantung atau stroke
Tekanan darah Tinggi
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah menkonfirmasi bahwa strain penyebab
outbreak penyakit ini adalah strain jenis 0104: H4, adalah bagian dari kelas bakteri Escherichia
coli yang dikenal sebagai penghasil toksin Shiga atau STEC, yang merupakan strain langka dan
mempunyai sifat merugikan bagi manusia.
Jenis Strain diklaim memiliki kemampuan menempel pada dinding usus. Strain ini akan
memompa keluar racun, sehingga menyebabkan diare dan muntah.
Seseorang yang terinfeksi strain E coli ini bisa menderita Enterohemorrhagic Escherichia
coli - diare berdarah - dan juga Haemolytic Uraemic Syndrome (HUS). HUS adalah suatu
kondisi dimana infeksi E coli tersebut sudah menyebabkan pengaruh pada darah, ginjal dan bisa
juga jaringan saraf pusat. Pada kasus yang parah, hal itu menyebabkan sindrom uremik
hemolitik, atau HUS, menyerang ginjal dan menyebabkan koma, kejang dan stroke.
Masa inkubasi bakteri sekitar 6-24 jam hingga akhirnya gejala jadi semakin parah pada
tubuh yang terjangkiti. Kalau tidak segera ditangani, gejala terparah bisa mengakibatkan
kematian karena dehidrasi berat. Jika gejala baru muncul 48 jam kemudian, itu berarti bukan
akibat bakteri E-coli.
Di negara-negara Eropa, bakteri E.Coli telah menjangkiti ribuan orang. Bahkan, telah
membuat puluhan orang meninggal dunia. Menghadapi kejadian ini, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia mengimbau pada masyarakat agar waspada terhadap penyakit akibat bakteri
Escherichia Coli (E.Coli) itu.
Menurut data, mulai 2 Juni 2011, Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic
syndrome (HUS) dengan 11 kematian. Terdapat 1.213 kasus enterohaemorrhagic Escherichia
coli(EHEC), 6 diantaranya meninggal. Artinya, di Jerman terdapat 1.733 kasus dan 17 kematian.
Wabah E-coli telah menyebar ke berbagai negara di Eropa, seperti Austria, Republik Ceko,
-
Denmark, Prancis, Belanda, Norwegia, Polandia, Spanyol, Swiss, dan Inggris. Kabar terakhir
menyebutkan, Amerika Serikat juga terdapat korban wabah E-coli.
Gejala infeksi akibat terjangkit bakteri E-Coli biasanya berupa diare, mual, demam, dan
muntah. Sementara, gejala infeksi paling serius berupa gagal ginjal akut disertai kerusakan sel
darah merah, gangguan syaraf, stroke, dan koma sehingga tingkat kematiannya bisa sebesar 3-5
persen.
Seperti dipaparkan dr Imranito SpPD, penyebaran bakteri E-coli bisa melalui tiga jalan,
yakni antar orang, makanan-minuman, serta binatang.
Pertama, antara orang ke orang, kemudian dari makanan-minuman yang tidak dimasak
dengan sempurna, dan bisa pula lewat binatang yang telah terinfeksi lalu menyebarkannya ke
makanan dan dikonsumsi manusia, misalnya lalat.
Semua makanan yang tidak dimasak dengan sempurna atau dicuci dengan air yang
tercemar e-Coli, mungkin saja karena sudah tercemar dengan tinja yang memang banyak E-coli
juga menjadi sumber penyebaran
Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, dalam rilis yang diterima vivan.
Bakteri E.coli dapat ditemukan pada usus manusia dan binatang berdarah panas.
Sebagian besar tidaklah berbahaya. Tetapi ada strain tertentu, yaitu enterohaemorrhagic E.
coli (EHEC) yang bisa menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan, kejadian di Eropa saat
ini.
Gejala penyakit ini berupa sakit perut seperti kram dan diare. Pada sebagian kasus,
bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan
muntah.
Masa inkubasi bakteri berkisar antara tiga sampai delapan hari, rata-rata empat hari.
Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 10 hari. Tapi pada keadaan khusus, penyakit dapat
berlanjut menjadi parah dalam kondisi yang disebut dengan haemolytic uraemic
syndrome (HUS).
-
HUS ditandai dengan kegagalan ginjal akut, anemia dan kekurangan trombosit (acute
renal failure, haemolytic anaemia and thrombocytopenia). Termasuk juga gangguan neurologis
sampai stroke dan koma. Diperkirakan sampai sekitar 10 persen pasien yang terinfeksi EHEC
akan berlanjut menjadi HUS yang angka kematiannya berkisar antara 3 5 persen.
4. Penanggulangan
Untuk mencegah EHEC dan HUS, kuncinya adalah berperilaku hidup bersih dan sehat.
Misalnya, dengan mencuci tangan pakai sabun setelah buang air besar (BAB) dan sebelum
makan.
Sementara itu, World Health Organization (WHO) menganjurkan lima kunci untuk keamanan
pangan, Yaitu :
Jaga kebersihan (personal hygiene) : Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan
mencuci tangan sebelum makan.
Pisahkan bahan mentah dengan makanan matang,
Masak makanan sampai matang,
Jaga makanan pada suhu aman : Penyimpanan bahan makanan juga selayaknya dibuat
terpisah antara sayur mayur, daging, dan bahan lain.
Gunakan air bersih untuk mencuci bahan pangan : semua produk sayur mayor harus selalu
dicuci dengan air bersih untuk mengurangi risiko masih adanya bakteri merugikan di bahan
pangan.
-
BAB III
KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP
3.2 VARIABEL PENELITIAN
i. Variabel bebas / Independent
a) Higenitas
Kesehatan diri
Kebersihan Individu
b) Sanitasi
Penanganan makanan
Pemakaian perlengkapan
Fasilitas
ii. Variabel tergantung / Dependent
a) Makanan
Makanan kaki lima
Higenitas
- Kesehatan diri
- Kebersihan individu
Sanitasi
- Penanganan makanan
- Pemakaian
perlengkapan
- Fasilitas
-
3.3 DEFINISI OPERASIONAL
Tabel 1 Definisi operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Kesehatan
diri
Keadaan
sejahtera dari
badan, jiwa, dan
sosial yang
memungkingkan
seseorang untuk
hidup secara
sosial dan
ekonomi.
Kuesioner Wawancara 1. Ya 2. Tidak
Nominal
2. Kebersihan
individu
Upaya
kesehatan
dengan cara
memelihara dan
melindungi
kebersihan
individu
subyeknya.
Kuesioner Wawancara 1. Ya 2. Tidak
Nominal
3. Penanganan
makanan
Kuesioner Wawancara 1. Ya 2. Tidak
Nominal
4. Pemakaian
perlengkapan
Kuesioner Wawancara 1. Ya 2. Tidak
Nominal
5. Fasilitas Kuesioner Wawancara 1. Ya 2. Tidak
Nominal
6. Makanan
-
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah survei analitik dengan menggunakan pendekatan cross
sectional yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data yang diperoleh pada saat melakukan
penelitian. Hal ini bermaksud mencari hubungan antara satu keadaan dengan keadaan yang
lain yang terdapat dalam populasi yang sama. Pendekatan tersebut berarti penelitian itu
dilakukan pada suatu saat tertentu dan tidak diikuti lebih lanjut.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Kelurahan Kebagusan Pasar Minggu pada bulan
Februari-Maret 2013.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kaki lima yang menjual jajanan makanan
di sekolah dasar Kelurahan Kebagusan Pasar Minggu.
4.3.2 Sampel
Besar sampel minimal dalam penelitian ini sesuai dengan rumus berikut ini untuk populasi
infinit:
Keterangan
n0 : Besar sampel optimal yang dibutuhkan
z : Pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96
p : Prevalensi / proporsi kelompok anak SD yang mengalami demam tifoid.
n0 = z2 x p x q
d2
n0 = 1,962 x x (1-)
(0,05)2
n0 =
-
q : Prevalensi / proporsi yang tidak demam tifoid (1-p)
d : Akurasi dari ketepatan pengukuran, untuk p = > 10 % adalah 0,05
Rumus populasi finit:
Keterangan
z : Target pada tingkat kesalahan
n : Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit
n0 : Besar sampel dari populasi infinit
p : Prevalensi variable yang didapatkan bakteri E. Coli di sampel makanan
q : Prevalensi variable yang tidak didapatkan bakteri E.Coli di sampel makanan
N : Besar populasi finit (jumlah pedagang makanan kaki lima yang berjualan di sekolah
dasar kelurahan Kebagusan yaitu 49 pedagang)
d : Persisi : 5%
n = __n0_
1+ (n0/N)
n = _...__
1+ (/.)
n=
-
Rumus populasi infinit:
Rumus populasi finit:
Dari populasi terjangkau yang berjumlah 49 pedagang kaki lima, maka besarnya sampel
minimal yang dibutuhkan adalah sebesar 43 orang.
4.4 Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi :
1. Pedagang kaki lima yang berjualan makanan di sekolah dasar Kelurahan Kebagusan
Pasar Minggu.
2. Bersedia menjadi responden pada saat pengambilan sampel.
3. Mampu berkomunikasi dengan baik (tidak dalam keadaan sakit).
Kriteria Eksklusi :
1. Kantin sekolah dasar
2. Warung makanan sekitar kawasan luar sekolah
3. Minuman
n0 = z2 x p x q
d2
n0 = (1,96)2 x 0,518 x 0,482
(0,05)2
n0 = 383,66
n = __n0_
1+ (n0/N)
n = 383.66
1+ (383.66 /49)
n 43
-
4.5 Instrumen Penelitian
Kuesioner
4.6 Alur Pelaksanaan Penelitian dan Pengambilan Data
Proposal disetujui
Peneliti turun ke lapangan
Mengumpulkan sampel
Peneliti melakukan wawancara
berdasarkan panduan kuesioner
yang ada
Peneliti mengumpulkan data
Peneliti mengolah data dalam
bentuk tabular dengan
menggunakan Microsoft Excel
2007, SPSS Statistics 17.0
Penyajian data dalam bentuk
presentasi
Peneliti mendapatkan data yaitu
populasi terjangkau sekitar 49
responden dari sekolah dasar
-
4.7 Rencana Pengolahan dan Analisa Data
Untuk menganalisis hubungan pengetahuan terhadap makanan yang dijual di sekolah dasar,
sikap terhadap hygiene dan sanitasi, praktik pengolahan bahan makanan,kemasan dan
penyajian terhadap makanan yang dijual pada anak-anak berusia 7-12 tahun di sekolah dasar
kelurahan Kebagusan dengan menggunakan program Microsoft excel 2007 dan SPSS 17.0.
Analisis data meliputi deskripsi variabel penelitian dan analisis bivariat.
4.8 Penyajian Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk :
1. Tekstular, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.
2. Tabular, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.
3. Grafikal, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik.
4.9 Organisasi Penelitian
Pembimbing dari Kedokteran Universitas Trisakti
dr. Oktavianus Ch.S, M.Kes
Pembimbing Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu
dr. Devi Iriani Surya
Penyusun dan Pelaksana Penelitian
Wan Mohamed Izham ( 030.04.276 )
Reni Maulina ( 030.06.215 )
Khairul Aizad Adzman ( 030.07.296 )
-
4.10 Anggaran Penelitian
1. Bahan-bahan
Kertas A4 1 Rim + Tinta Rp. 50.000,-
Tinta printer Rp. 100.000,-
2. Fotokopi dan penjilidan Rp. 100.000,-
3. Transportasi Rp. 100.000,-
5. Pemeriksaan mikrobiologi Rp. xxx,xxx
6. Dana tak terduga Rp. 50.000,-
Jumlah Rp. 400.000,-
4.11 Jadwal Kegiatan
A. Perencanaan
1. Pembentukan organisasi
2. Membaca kepustakaan
3. Pemilihan lapangan penelitian
4. Pembentukan proposal
5. Administrasi ijin
B. Pelaksanaan
1. Penyusunan Kuesioner
2. Pengumpulan dan pengolahan sampel
C. Penyusunan laporan
1. Penulisan laporan final setelah menerima masukan
2. Presentasi hasil penelitian
D. Pelaporan
1. Penulisan laporan final setelah menerima masukan
2. Penyerahan laporan penelitian
-
E. Jadwal Kegiatan Penelitian
Tahapan Kegiatan Waktu Dalam Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
A Perencanaan
1 Orientasi dan Identifikasi Masalah
2 Pemilihan Topik
3 Penelurusan kepustakaan
4 Pembuatan Proposal
5 Konsultasi dengan pembimbing
6 Pembuatan questionnaire
7 Presentasi Proposal
B Pelaksanaan
1 Uji coba kuesioner
2 Pengumpulan data dan Survey
3 Pengolahan data
4 Analisis data
5 Konsultasi dengan Pembimbing
C Pelaporan Hasil
1 Penulisan laporan sementara
2 Diskusi
3 Presentasi hasil laporan sementara
4 Revisi
5
Presentasi Hasil akhir
(puskesmas dan trisakti)
6 Penulisan laporan akhir
-
BAB V
HASIL PENELITIAN
-
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Kebersihan individu dengan hasil kultur E. Coli pada makanan
Metode penelitian adalah survei dengan menggunakan pendekatan simple random
sampling. Populasi penelitian adalah petugas penyaji makanan pedagang kaki lima, sampel yang
diteliti adalah 35 orang. Data yang dikumpulkan berupa data tentang kebersihan diri dengan cara
wawancara melalui kebiasaan cuci tangan sebelum menyajikan, setelah buang air besar,
kebiasaan memakai sarung tangan, memotong kuku serta observasi terhadap keadaan kuku.
Sedangkan pemeriksaan ada tidaknya Escherichia coli dilakukan pada laboratorium mikrobiologi
Universitas Trisakti. Hasil penelitian menunjukkan 6 responden tangannya minimal dari
terdapatnya bakteri E. Coli, sedangkan 29 responden ditemukan bakteri jenis Escherichia coli
tetapi tidak ditemukan bakteri patogen lainnya. Keadaan tersebut dapat menimbulkan masalah
bila dibiarkan sebab jenis bakteri tersebut dapat menghasilkan enterotoksin yang erat kaitannya
dengan terjadinya keracunan makanan. Berdasarkan hasil Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai
(x=..... dan p=.....) berarti terdapat kaitan antara kebersihan individu dengan adanya Escherichia
coli pada tangan responden. Upaya mencegah terjadinya keracunan makanan akibat Escherichia
coli adalah dengan memberikan penyuluhan kepada responden yang positif terdapat E. Coli pada
makanannya dengan membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah
menyajikan makanan serta perlunya pengadaan sarung tangan dan pakaian kerja atau apron bagi
petugas penyaji makanan pedagang kaki lima.
-
6.2 Penanganan makanan dan hasil kultur E. Coli
Banyak faktor yang mempengaruhi kontaminasi makanan oleh bakteri E. Coli. Saat ini
dilaporkan pengaruh dan besarnya resiko dari faktor penanganan makanan meliputi sumber
bahan baku, penyimpanan, pengelolaan bahan mentah dan penyajian makanan tersebut terhadap
kontamiasi makanan. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kontaminasi makanan yang
disajikan oleh pedagang kaki lima, dilakukan penelitian tingkat kontaminasi jajanan makanan
pada 35 pedagang kaki lima di sekolah dasar. Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat
kontaminasi dan faktor penanganan makanan yang berpengaruh terhadap adanya kontaminasi E.
Coli pada jajanan makanan di sekolah dasar kelurahan kebagusan. Dengan diketahuinya faktor
yang berpengaruh terhadap kontaminasi makanan, maka dapat diupayakan pengembangan
program penyehatan makanan untuk mengatasi masalah tersebut.
Penelitian ini mengukur kontaminasi E. Coli melalui makanan yang sudah disajikan oleh
pedagang kaki lima. Diukur kontaminasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap kontaminasi
makanan seperti: 1) kontaminasi sumber bahan makanan, 2) kontaminasi air, 3) kontaminasi
tangan pengolah makanan, 4) kontaminasi makanan yang belum matang, 5) kontaminasi
pewadahan makanan, 6) suhu pemasakan, 7) lamanya suhu tertinggi pemasakan makanan, 8)
suhu penyimpanan makanan, 9) lamanya penyimpanan makanan, dan 10) suhu penyajian
makanan yang juga dapat mempengaruhi kontaminasi makanan dan bakteri kontaminan.
Makanan yang diteliti adalah makanan yang dibuat sendiri oleh pedagang kaki lima dimulai dari
pengolahan bahan dasar sampai dengan penyajian makanan dan diolah dengan menggunakan air
sebagai penunjang pengolahan makanan yang memiliki resiko tinggi terkontaminasi bakteri.
Bakteri E. coli dipakai sebagai tolok ukur kontaminasi makanan sebagai indikator adanya bakteri
patogen dalam makanan.
-
6.3 Makanan dengan hasil kultur E. Coli
E. Coli adalah bakteri yang dapat ditularkan melalui makanan yang dibilas dengan air
ataupun makanan yang menggunakan bahan dasar air.Perlu diteliti lebih lanjut dari mana sumber
kontaminasi bakteri tersebut, menurut pustaka sumber tersering berasal dari makanan yang
memiliki kualitas yang rendah dan kebersihan yang kurang.
E. Coli adalah bakteri patogen yang banyak didapatkan pada makanan pedagang kaki
lima di sekolah dasar kelurahan kebagusan yang belum memenuhi syarat. Makanan adalah salah
satu komoditas perdagangan yang tidak dapat dianggap remeh sebagai pembawa
penyakit.Menyadari kepentingan itu diperlukan kesadaran produsen untuk menjaga kualitas dan
kebersihan dagangan makanannya , kewaspadaan konsumen untuk memilih makanan yang tepat
untuk menjaga ksehatannya serta pembinaan dan dukungan dari pemerintah setempat untuk
mengadakan pemeriksaan dan penyuluhan kepada pedagang untuk merasa bertanggung jawab
terhadap kualitas dan kebersihan makanan yang disajikan.
-
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Hasil uji laboratorium E. Coli adalah dari jumlah sampel yang diambil hasilnya positif.
2. Kondisi higiene dan sanitasi jajanan makanan pada pedagang kaki lima di sekolah dasar
di bawah standar menurut keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan
jajanan.
3. Kurangnya pengetahuan tentang higienitas dan sanitasi makanan pada pedagang kaki
lima sebagai produsen, pelajar sekolah dasar sebagai konsumen dan pemerintah setempat
sebagai pengawas kesehatan masyarakat.
SARAN
1. Meningkatkan pengetahuan kepada pedagang jajanan kaki lima mengenai higiene dan
sanitasi pengolahan makanan serta pendampingan untuk menumbuhkan kesadaran dan
melakukan pemantauan sehingga dapat meningkatkan kualitas makanan yang dijajakan.
2. Memperhatikan ketentuan bahan makanan dalam keadaan baik dan utuh, cara pencucian,
pengeringan dan penyimpanan memenuhi persyaratan dalam keadaan bersih sebelum
digunakan. Cara penyajian dan cara membawa makanan sebaiknya dalam keadaan
terbungkus atau tertutup serta menyajikan pada tempat yang bersih. Dalam menjamah
makanan agar memakai alat/sarung tangan dengan cara kerja yang bersih.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kota memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh
pedagang kaki lima terutama pedagang yang menjajakan makanan di sekolah.Perlu adanya
peningkatan pengetahuan siswa sebagai konsumen makanan jajanan tentang pemilihan
makanan yang baik dan berkualitas.
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 942/MENKES/SK/VII/2003
Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta. Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2003.
2. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 942/Menkes/Per/VII/2003 Persyaratan
Kualitas Air Minum. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
3. I.M Djaja. Kontaminasi E.coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) Di Jakarta Selatan. Makara, Kesehatan, Vol. 12, No.1, Juni 2008
4. S.P Oggy, L. Puji, R.W Manik. Deteksi Bakteri Patogen pada Makanan di Pedagang Kaki
Lima Kecamatan Gubeng Kota Surabaya. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,
2011.
5. E.A Trisna, A. Retno. Higiene dan Sanitasi Nasi Tempe Penyet Pedagang Kaki Lima
Jalan Karangmenjangan Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4, No.2, Januari
2008.
6. A. Febria, P. Rindit, F. Fatmalina. Higiene dan Sanitasi Pada Pedagang Makanan Jajanan
Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Deman Lebar Daun Palembang,
2009.
7. Sastroasmoro S, Ismael S, Editor.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi
Keempat.Jakarta.Sagung Seto;2011.
8. Singarimbun M, Effendi Sofian, Editor. Metode Penelitian Survai.Edisi
Revisi.Jakarta.LP3S Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan
Sosial
9. Marsaulina, Irnawati.2004, Study Tentang Pengetahuan Perilaku Dan Kebersihan
Penjamah Makanan Pada Tempat Umum Pariwisata Di DKI Jakarta. Fakultas Kesehatan
Masyarakat.Universitas Sumatera Utara.
10. WHO.Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
11. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Laporan Tahunan BPOM RI.
-
12. Anwar H. Sanitasi makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi
Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Pusdiknakes, 1989.
13. Departemen Kesehatan RI, Peraturan Mentri Kesehatan No. 329/MenKes/XII/1976.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1976.
14. Purawidjaja T. Enam Prinsip Dasar dan Ketentuan-ketentuan yang harus Dilaksanakan
dalam Penyediaan Makanan yang Aman Guna Mencegah Terjadinya Keracunan
Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1995.
15. Jacob M. Save Food Handling. Geneve: World Health Organization, 1989.
16. Karla L, Blaker GG. Sanitary Techniques Food Service. New York: John Wiley & Sons
Inc., 1982.
17. Jurusan Kesehatan Lingkungan FKM UI, Teknik Penyehatan Makanan dan Minuman
Bagi Penjaja Makanan di Kampus UI Depok 1998. Depok: Proyek Pengembangan Pusat
Studi Lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1999.
18. Karla L. Quantity Food Sanitation. New York: John Wiley & Sons Inc., 1980.
19. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI, 2000.
20. Trisari R. Hubungan Pembinaan dan Karakteristik Tenaga Penjamah Makanan terhadap
Personal Hygiene di Tempat Pengolahan Makanan Kecamatan Pakuhaji Tangerang.
Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia, 2003.
21. Departemen Kesehatan RI, Indonesia Sehat 2010 Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi
Pembangunan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1999.
22. Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
416/MenKes/Per/IX/1990,Jakarta: Depkes, 1990.
23. Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
712/MenKes/Per/X/1986. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1986.
24. A, Munif. 2009. Eschericia coli di air minum kita. diakses dari
http://environmentalsanitation.wordpress.com/category/e-coli/page/2/ pada tanggal 27
Februari 2013.
25. Echeverria P, Sethabur O, Pitarangsi C. Microbiology and diagnosis of infections with
-
Shigella and Enteroinvasive Escherichia coli. Review of Infectious Disease
1991;13(supplement 4):220-225.