Penelitian Kebagusan Kaki Lima

49
HASIL PENELITIAN HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN Pembimbing : dr. Oktavianus Ch. Salim, M.Kes dr. Devi Iriani Surya. Disusun oleh : Wan Mohamed Izham (030.04.276) Reni Maulina (030.06.215) Khairul Aizad (030.07.296) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU PERIODE 21 JANUARI 2012- 31 MARET 2013

description

referat

Transcript of Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Page 1: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

HASIL PENELITIAN

HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA

DI SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN

Pembimbing :

dr. Oktavianus Ch. Salim, M.Kes

dr. Devi Iriani Surya.

Disusun oleh :

Wan Mohamed Izham (030.04.276)

Reni Maulina (030.06.215)

Khairul Aizad (030.07.296)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

PERIODE 21 JANUARI 2012- 31 MARET 2013

Page 2: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat:

" HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI

SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN ”

Laporan penelitian ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi tugaas Ilmu

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Jakarta, Maret 2013

Pembimbing Akademis Pembimbing Puskesmas

Fakultas Kedokteran USAKTI Kecamatan Pasar Minggu

(dr. Oktavianus Ch. Salim, M.kes) (dr.Devi Surya Iriani)

Pembimbing Akademis Kepala Puskesmas

Fakultas Kedokteran USAKTI Kecamatan Pasar Minggu

(Prof. dr. Murad Lesmana) (dr. Eliza Rachmi)

Page 3: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penelitian

dengan judul ‘HIGIENE DAN SANITASI MAKANAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA

DI SEKOLAH DASAR KELURAHAN KEBAGUSAN’.Penelitian ini adalah salah satu

syarat kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti periode 21 Januari 2013 sampai 31 Maret 2013 yang dilaksanakan di

Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Pada kesempatan kali ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada ;

1. dr. Oktavianus Ch. Salim, M. Kes selaku dosen pembimbing dari Fakultas Kedokteran

Universitas Trisakti.

2. Prof. dr. Murad Lesmana selaku dosen pembimbing dari Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti.

3. Dr. dr. Rina K. Kusumaratna, M.Kes. selaku kepala bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

4. Para dosen bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

5. dr. Devi Surya Iriani, selaku pembimbing dari Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu.

6. Para dokter, paramedik dan seluruh Staf Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta

Selatan serta semua pihak yang telah banyak membantu kami selama penyusunan

penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Penyusun menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Atas semua

keterbatasan yang penyusun miliki, maka semua saran dan kritik yang membangun akan

penyusun terima dengan lapang hati. Besar harapan penyusun semoga penelitian ini dapat

memberi manfaat yang besar pula bagi teman-teman klinik, pembaca dan kami sendiri.

Jakarta, Maret 2013

Penyusun

Page 4: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang

dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Makanan-makanan tersebut

sangat mungkin sekali menjadi penyebab terjadinya gangguan dalam tubuh kita sehingga kita

jatuh sakit. Salah satu cara untuk memelihara kesehatan adalah dengan mengkonsumsi makanan

yang aman, yaitu dengan memastikan bahwa makanan tersebut dalam keadaan bersih dan

terhindar dari wholesomeness (penyakit). Banyak sekali hal yang dapat menyebabkan suatu

makanan menjadi tidak aman, salah satu di antaranya dikarenakan terkontaminasi. Kontaminasi

yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan makanan tersebut dapat menjadi

media bagi suatu penyakit.6 Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi

disebut penyakit bawaan makanan (food-borned diseases). Penyakit bawaan makanan

merupakan salah satu permasalahan kesehatan masyarakat yang paling banyak dan paling

membebani yang pernah dijumpai di zaman modern ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak

korban dalam kehidupan manusia dan menyebabkan sejumlah besar penderitaan, khususnya di

kalangan bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu. Anak-anak

merupakan kelompok yang berisiko tinggi tertular penyakit melalui makanan maupun minuman.

Anak-anak sering menjadi korban penyakit bawaan makanan akibat konsumsi makanan yang

disiapkan di rumah sendiri atau di kantin sekolah atau yang dibeli di penjaja kaki lima.10

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan,

terdapat beberapa aspek yang diatur dalam penanganan makanan jajanan, yaitu penjamah

makanan, peralatan, air, bahan makanan, bahan tambahan makanan, penyajian dan sarana

penjaja. Beberapa aspek tersebut sangat mempengaruhi kualitas makanan.1 Banyak jajanan yang

kurang memenuhi syarat kesehatan sehingga justru mengancam kesehatan anak. Sebagian besar

makanan jajanan anak sekolah merupakan makanan yang diolah secara tradisional yang

dijajakan oleh pedagang kaki lima. Kontaminasi makanan pada pedagang kaki lima dapat terjadi

karena sanitasi dapur pengolahan makanan dan tempat penyajian makanan mungkin belum

Page 5: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

memenuhi persyaratan kesehatan. Makanan tradisional pada umumnya memiliki kelemahan

dalam hal keamanannya terhadap bahaya biologi atau mikrobiologi, kimia atau fisik. Adanya

bahaya atau cemaran tersebut seringkali terdapat dan ditemukan karena rendahnya mutu bahan

baku, teknologi pengolahan, belum diterapkannya praktik sanitasi dan higiene yang memadai

dan kurangnya kesadaran pekerja maupun produsen yang menangani makanan tradisional. 1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan M. Djaja (2003) menunjukkan kontaminasi

bakteri E. Coli bahan makanan yang rata – rata dicatatkan sebanyak 40.0% (p<0.05) dengan

makanan pedagang kaki lima mencatatkan persentase tertinggi (51,8%) diikuti dengan makanan

di restoran dan rumah makan (29,4%). Kontaminasi makanan disajikan oleh bakteri E.coli rata –

rata sebanyak 12,2%, (p<0,05) tertinggi adalah pada pedagang kaki lima ( 18,8%) dan terendah

pada jasaboga (7,1%). Kontaminasi makanan matang rata – rata (7,5%) tidak menunjukkan

sebarang perbedaan (p<0.05), dengan pedagang kaki lima mencatatkan persentase 10,6% dan

jasaboga sebanyak 5,9%.3

Jenis TPM Pedagang Kaki Lima Rumah Makan Jabosaga p Rata - rata

Kontaminasi bahan

makanan

51,8 29,4 38,8 0,01 40,0

Kontaminasi

makanan saji

18,8 10,6 7,1 0,05 12,2

Kontaminasi

makanan matang

10,6 9,4 2,4 0,08 7,5

Page 6: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan peneliti, di Kelurahan kebagusan terdapat

7 (Tujuh) sekolah dasar yang letaknya cukup strategis dan sering dilalui banyak kendaraan

bermotor. Beberapa pedagang makanan jajanan tradisional cukup mudah ditemui di sekolah-

sekolah tersebut. Pedagang tersebut kerap kali menunjukkan perilaku yang tidak sehat dalam

menjamah makanan, misalnya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka tepat di pinggir jalan

yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan kaki lima di lingkungan Sekolah Dasar

di Kelurahan kebagusan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan

makanan Nomor 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi

makanan jajanan yang telah dimodifikasi. Mengingat akan pentingnya peranan makanan sehat

bagi masyarakat, maka pemerintah perlu mengadakan pembinaan dan pengawasan terhadap

makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Pengawasan terhadap kualitas makanan dan

minuman perlu dilakukan dengan sebaik-baiknya untuk mengetahui kondisi higiene pedagang

dan sanitasi makanan berikut fasilitasnya. Karena dengan higiene pedagang dan sanitasi

makanan dan fasilitas yang baik akan mampu meningkatkan kualitas makanan dan minuman

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

Bahan MknSaji Matang

KakiLima

RM

Jsbg

Page 7: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

sehingga mampu melindungi masyarakat untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat.1

Dalam penelitian ini akan digali informasi mengenai kondisi higiene pedagang kaki lima,

sanitasi fasilitas penjualan dan sanitasi makanan pedagang kaki lima di SD kelurahan kebagusan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan higiene dan sanitasi pada pedagang

makanan jajanan tradisional di lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan kebagusan tahun 2013.

Dengan adanya informasi tersebut diharapkan dapat memberikan masukan kepada Dinas

Kesehatan kelurahan kebagusan selaku instansi yang berwenang untuk melakukan pengawasan

higiene sanitasi dan memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai kondisi higiene

pedagang kaki lima dan sanitasi jajanan

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah bagi dalam penelitian ini

adalah apakah terdapat hubungan kontaminasi makanan dengan higenitas dan sanitasi pada

pedagang makanan kaki lima di SDN Kelurahan Kebagusan.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor – faktor dari higenitas dan sanitasi pedagang kaki lima terkait

kontaminasi pada makanan yang disediakan

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara kesehatan diri dari pedagang kaki lima dengan

kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

2. Mengetahui hubungan antara kebersihan individu dari pedagang kaki lima

dengan kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

3. Mengetahui hubungan antara cara penanganan makanan dengan kontaminasi

makanan pedangang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

Page 8: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

4. Mengetahui hubungan antara pemakaian perlengkapan kerja dengan kontaminasi

makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

5. Mengetahui hubungan antara fasilitas lokasi penjualan dengan kontaminasi

makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

1.4 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara kesehatan diri dari pedagang kaki lima dengan

kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

2. Terdapat hubungan antara kebersihan individu dari pedagang kaki lima dengan

kontaminasi makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

3. Terdapat hubungan antara cara penanganan makanan dengan kontaminasi

makanan pedangang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

4. Terdapat hubungan antara pemakaian perlengkapan kerja dengan kontaminasi

makanan pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

5. Terdapat hubungan antara fasilitas lokasi penjualan dengan kontaminasi makanan

pedagang kaki lima SDN Kelurahan Kebagusan

1.5 Manfaat penelitian

a. Untuk peneliti

Peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian

serta lebih memperkaya wawasan dalam bidang kesehatan masyarakat pada umumnya

terutama yang berkaitan dengan bidang yang diteliti.

b. Untuk institusi

Puskesmas Pasar Minggu

Memberikan masukan kepada Puskesmas terkait penjagaan higenitas dan sanitasi

pada pedagang kaki lima di SDN Kelurahan Kebagusan untuk menjaga kualitas

makanan yang disajikan.

Page 9: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Fakultas Kedokteran Trisakti

- Menambah informasi dan wawasan kedokteran tentang hubungan higenitas

dan sanitasi dengan kontaminasi pada makanan di kaki lima.

- Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu kesehatan

masyarakat.

Page 10: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anak Sekolah Dasar

Sekolah merupakan institusi pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun

swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengolahan sekolah yang

sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab

Kabupaten/Kota. Sedangkan Departemen Pendidikan hanya berperan sebagai regulator dalam

bidang standar nasional pendidikan. Lingkungan sekolah memiliki peran penting dalam

pendidikan. Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk perilaku anak

sekolah.5

Anak sekolah dasar disebut juga masa akhir anak-anak (Late Childhood) yaitu yang

berumur antara 7-12 tahun. Pertumbuhan dan perkembangannya lebih stabil dibandingkan pada

masa bayi atau remaja. Pada usia sekolah ini pertumbuhan dan perkembangan tetap terjadi tetapi

laju pertumbuhan fisiknya lebih lambat. Kemampuan motorik semakin membaik, perkembangan

kognitif dan kemampuan sosialnya makin matang dan pada masa ini diakhiri dengan masa

pubertas baik laki-laki maupun perempuan.

Anak usia sekolah dasar mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan. Pada

usia ini mereka lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah sehingga lebih mudah

menjumpai aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual disekitar sekolah,

lingkungan bermain, atau pemberian teman. Mereka selalu ingin mencoba makanan yang baru

dikenalnya. Secara umum nafsu makannya tidak mengalami masalah. Kondisi yang demikian

membutuhkan perhatian khusus agar makanan yang mereka konsumsi adalah makanan yang

sehat dan bergizi.

Anak sekolah perlu diajar memilih dan menikmati bermacam-macam bahan pangan

secara baik dan memberi pengertian adanya hubungan antara pangan dengan pertumbuhan badan

serta kesehatan. Dengan demikian setelah menguasai pengetahuan tersebut, anak sekolah akan

senantiasa menjaga kesehatan dan status gizinya, memiliki kebiasaan pangan yang baik, bersikap

positif terhadap pangan-pangan yang bergizi, mempunyai keterampilan gizi serta mampu

berperan sebagai agen perubah terhadap kebiasaan makan keluarganya.

Page 11: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Pada usia sekolah dasar diharapkan memperoleh dasar pengetahuan sebagai bekal

penyesuaian pada kehidupan selanjutnya. Sebutan lain untuk anak sekolah dasar yaitu periode

kritis karena masa ini merupakan motivasi untuk berprestasi sehingga membentuk kebiasaan

untuk berusaha mencapai sukses atau bersikap santai. Sekali terbentuk kebiasaan, kebiasaan

tersebut akan terus dibawa sampai dewasa.5

Kantin dan Penjaja Makanan Kaki Lima

Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain

penjaja makanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam

mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari

melalui penyediaan makanan jajanan sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan

sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman sehat.

Penjaja Makanan Kaki Lima mempunyai risiko ketidakamanan yang menentukan

perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin

sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan dari kelas dan

rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan bergizi. Namun banyak juga

kantin yang belum menyediakan makanan yang bergizi. Kepala sekolah dan guru belum

maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan makanan yang sehat, bergizi

dan aman bagi kesehatan.9

Menurut Depkes RI (2003), penjaja makanan jajanan dalam melakukan kegiatan

pelayanan penanganan pangan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain: 2

a. Tidak menderita penyakit yang mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare dan

penyakit perut serta penyakit sejenisnya;

b. Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya);

c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian;

d. Memakai celemek dan tutup kepala;

e. Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

Page 12: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Disamping itu, penjaja makanan jajanan dalam memberikan pelayanan dilarang antara

lain:

a. Menjamah makanan tanpa alat perlengkapan atau tanpa alas tangan;

b. Sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya);

c. Batuk atau bersin dihadapan pangan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau

hidung

Page 13: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Pangan Jajanan

Pangan jajanan menurut WHO didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang

dipersiapkan dan atau dijual oleh pedagang kaki lima dan di tempat-tempat keramaian umum

lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.

Makanan yang sehat, aman dan bergizi adalah makanan yang mengandung zat gizi yang

diperlukan seorang anak untuk dapat hidup sehat dan produktif. Makanan tersebut harus bersih,

tidak kadaluarsa dan tidak mengandung bahan kimia maupun mikroba berbahaya bagi kesehatan.

Selain masalah gizi, keamanan pangan juga merupakan masalah yang tidak kalah penting bagi

anak-anak sekolah. Makanan yang tidak bersih dan tidak aman dapat menimbulkan keracunan

dan dalam jangka panjang dapat menimbulkan penyakit. 10

Menurut Winarno (1997) menyebutkan bahwa makanan jajanan adalah jenis makanan

yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di pasar, tempat pemukiman serta lokasi

yang sejenis. Umumnya makanan jajanan ini dibagi empat kelompok yaitu makanan utama

(main dish), panganan (snacks), minuman, dan buah-buahan segar. Makanan jajanan memiliki

jenis yang sangat banyak dan sangat bervariasi dalam bentuk, rasa, dan harga.

Pangan jajanan menurut Nuraida et al (2009) dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok,

yaitu:

a. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah

terlebih dahulu atau disiapkan di kantin, seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, mie ayam,

lontong sayur dan lain-lain.

b. Makanan camilan adalah makanan yang dikonsumsi diantara dua waktu makan, terdiri dari :

(1) makanan camilan basah yaitu pisang goreng, lumpia, lemper, risoles dan lain-lain;

(2) makanan camilan kering yaitu produk ekstruksi (brondong), kripik, biskuit, kue kering dan

lain-lain.

c. Minuman, kelompok minuman yang biasanya dijual dikantin:

(1) air putih, baik dalam kemasan maupun yang disiapkan sendiri;

(2) minuman ringan, dalam kemasan misalnya teh, minuman sari buah, minuman berkarbonisasi

dan lain-lain, atau yang disiapkan sendiri oleh kantin misalnya es sirup dan teh; dan

(3) minuman campur, seperti es buah, es campur, es cendol, es doger dan lain-lain.

Page 14: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

d. Buah merupakan salah satu jenis makanan sumber vitamin dan mineral yang penting untuk

anak usia sekolah. Buah-buahan sebaiknya dikonsumsi setiap hari, buah-buahan dapat dijual

dalam bentuk :

(1) utuh, misalnya pisang, jambu, jeruk dan lain-lain;

(2) kupas dan potong, misalnya papaya, nenas, melon, mangga dan lain-lain.

Fardiaz (1997) menyatakan makanan jajanan mempunyai risiko terhadap kesehatan

masyarakat. Hal ini karena pada umumnya makanan jajanan dipersiapkan dengan cara kurang

higiene dan masih banyak menggunakan bahan-bahan yang tidak boleh digunakan dalam

makanan atau melebihi batas yang diizinkan.

WHO menyatakan makanan jajanan dapat mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat

karena: 10

(1) kurangnya fasilitas infrastruktur dan jasa pelayanan lain seperti penyediaan air bersih

(2) sulit mengawasi para pedagang makanan jajanan karena jenisnya beraneka ragam dan bersifat

sementara

(3) tidak cukup sumberdaya untuk pengawasan dan analisis laboratorium

(4) kurangnya pengetahuan fakta yang sebenarnya tentang keadaan mikrobiologi atau data

epidemiologi yang tepat tentang makanan jajanan

(5) kurangnya pengetahuan para pedagang tentang penanganan keamanan pangan

(6) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya makanan jajanan.

Page 15: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Pengetahuan, Sikap dan Praktek Keamanan Pangan

Pengetahuan Gizi dan Keamanan Pangan

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat

mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan

pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering

timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Departemen Gizi

dan Kesehatan Masyarakat 2008).

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh

manusia melalui indera mata dan telinga. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan

lebih lama dibanding tidak disadari dengan pengetahuan.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan dalam domain kognitif memiliki enam tingkatan

diantaranya, yaitu :

1. Tahu (know)

Tingkatan tahu (know) ini merupakan tingkatan dari pengetahuan yang terendah.

Mengingat kembali (recall) sesuatu yang telah dipelajari termasuk ke dalam tingkat ini. Tingkat

pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja, seperti menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

Page 16: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

2. Memahami (comprehension)

Memahami merupakan kemampuan seseorang dalam menjelaskan suatu objek serta dapat

menginterpretasikannya dengan benar. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja,

seperti menjelaskan, menyebutkan contoh, meramalkan, menyimpulkan, dan sebagainya.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menerapkan materi yang pernah

dipelajarinya, seperti penggunaan rumus, metode, dan prinsip.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan suatu materi ke dalam

komponen-komponen secara berkaitan dan terstruktur. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur

melalui kata kerja seperti menambahkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan

sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis mengarah kepada kemampuan seseorang dalam membentuk formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang telah ada. Tingkat pengetahuan ini dapat diukur melalui kata kerja,

seperti menyusun, merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan, dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan kemampuan seseorang melakukan penilaian terhadap suatu objek

yang didasari dengan kriteria-kriteria tertentu.Pengetahuan gizi dan keamanan pangan perlu

dimiliki oleh semua orang. Pengetahuan gizi merupakan pengetahuan tentang peran makanan

dan zat gizi, serta sumber-sumber zat gizi pada makanan. Sedangkan pengetahuan keamanan

pangan merupakan pengetahuan tentang jenis-jenis Bahan Tambahan Pangan (BTP),

penggunaannya dan bahaya yang akan ditimbulkan jika digunakan dalam jumlah yang tidak

dianjurkan serta pengetahuan tentang jenis-jenis BTP yang tidak diizinkan digunakan dalam

pengelolaan makanan/minuman. Pengetahuan gizi dapat diukur dengan cara wawancara atau

angket yang mencakup materi yang ingin diukur dari penjaja PJAS.Pengetahuan yang baik akan

menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah.

Page 17: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Sikap Gizi dan Keamanan Pangan

Sikap adalah perasaan, keyakinan dan kecendrungan untuk bertindak/ berperilaku

terhadap orang lain, kelompok lain, suatu pemikiran, ataupun suatu objek tertentu. Sikap

(attitude) sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sikap sangat

menentukan bagaimana perilaku (behavior) manusia terhadap sesamanya dalam lingkungan

kehidupan manusia. Sikap juga sangat mempengaruhi tanggapan manusia terhadap masalah-

masalah kemasyarakatan yang dihadapi, baik yang berhubungan dengan intervensi pemerintah,

maupun yang berkaitan dengan tata kehidupan manusia di dalam lingkungan tempat tinggalnya.9

Sikap gizi dan keamanan pangan merupakan perasaan, keyakinan, dan kecendrungan

untuk bertindak dalam pengolahan pangan jajanan yang memperhatikan kandungan gizi, serta

keamanan pangan agar menghasilkan pangan jajanan yang aman. Faktor lain yang

mempengaruhi sikap dan perilaku adalah kebiasaan (habits), norma sosial (social norms), dan

pandangan mengenai akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan diambil. Kebiasaan

menunjuk pada tindakan yang secara otomatis dilakukan seseorang pada suatu keadaan tertentu,

tanpa atau dengan dasar pemikiran yang sangat terbatas. Norma sosial menunjuk pada adanya

harapan-harapan mengenai tindakan apa yang seharusnya dilakukan seseorang, yang secara

umum maupun secara khusus ada pada kelompok dimana seseorang itu berada. Apabila norma

sosial lebih kuat pengaruhnya, maka individu akan bertindak sesuai dengan yang dikehendaki

oleh norma sosial daripada menurut pada kehendak sikapnya. Sedangkan pandangan mengenai

akibat atau konsekuensi dari perilaku yang akan menunjuk pada adanya sanksi atau penghargaan

atau sikap perilaku yang dilakukan.5

Praktek Keamanan Pangan

Pangan aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang

terdiri atas bahaya biologis/mikrobiolois, kimia dan fisik. Bahaya keamanan pangan terdiri dari

(BPOM ): 11

1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti

Salmonella, E.Coli, virus, parasit dan jamur penghasil mikotoksin.

2. Bahaya kimia, adalah bahan kima yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan,

misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak digunakan

Page 18: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

semestinya, pestisida, bahan kimia pembersih, racun/toksin asal tumbuhan/hewan, dan

sejenisnya.

3. Bahaya fisik, adalah bahaya benda-benda yang dapat tertelan dan dapat menyebabkan luka

misalnya pecahan kaca, kawat stepler, potongan tulang, potongan kayu, kerikil, rambut, kuku,

sisik dan sebagainya.

Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa.

Makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen

dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak

menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang sangat

memperhatikan segi kesehatan dan berat badan.

Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan

subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dengan sabun untuk melindungi kebersihan

tangan, mencuci piring dan melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang

rusak untuk melindungi kebutuhan makanan secara keseluruhan dan sebagainya. Sanitasi adalah

upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya.

Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat

sampah untuk mewaspadai sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI). 1

Penggunaan peralatan juga belum memenuhi syarat kesehatan. Kebanyakan penjual

makanan jajanan mempunyai peralatan terbatas untuk berbagai pemakaian dan belum

menggunakan sabun untuk mencuci peralatan yang kotor. Karena peralatan yang digunakan

umumnya terbuat dari bambu dan kayu, maka cenderung menjadi sarang pertumbuhan mikroba.

Piring, gelas, sendok sering dilap dengan kain yang basah dan kotor karena keterbatasan

jumlahnya. Lalat dan debu yang berasal dari sampah yang dibiarkan berceceran di lantai waktu

persiapan, pengolahan, maupun di lokasi berjualan semakin memperparah keadaan .

Salah satu masalah keamanan pangan yang sering dijumpai adalah praktek higiene dan

sanitasi yang masih kurang sehingga bahaya mikrobiologi sangat mungkin berada di produk

pangan. Bahaya biologi (mikroba) pada pangan perlu mendapat perhatian karena jenis bahaya ini

yang sering menjadi agen penyebab kasus keracunan pangan. E.coli merupakan bakteri patogen

yang sering menyebabkan keracunan pangan dan juga menjadi salah satu mikroba indikator

Page 19: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

sanitasi. Sedangkan S.aureus merupakan bakteri yang biasa menghuni hidung, mulut,

tenggorokan, maupun kulit. Keberadaan E.coli pada pangan dapat menunjukkan praktek sanitasi

lingkungan yang buruk sedangkan adanya S. aureus mengidentifikasi praktek higiene yang

kurang. 2

Penanganan dan Penyimpanan Pangan

Bahan pangan memerlukan tempat penyimpanan khusus yang dibedakan menjadi dua

yaitu tempat penyimpanan bahan makanan kering dan bahan makanan segar. Tempat

penyimpanan bahan makanan kering harus selalu bersih, tertata dengan baik, tidak dijangkau

oleh serangga dan tikus, sirkulasi udara harus baik, diberi penerangan yang cukup, jarak rak

terbawah dengan lantai 10 cm. Sedangkan untuk tempat penyimpanan bahan makanan segar

disimpan di dalam ruang pendingin, refrigerator ataupun freezer dengan suhu tertentu dan suhu

harus selalu diawasi.

Menggunakan air yang tidak berwarna dan tidak berbau. Air harus bebas mikroba dan

bahan kimia yang dapat membahayakan kesehatan seseorang. Memilih bahan baku yang aman

yaitu pangan harus segar dan utuh, jangan menggunakan bahan pangan setelah tanggal

kadaluarsanya. Mencuci sayuran dan buah-buahan sebelum disajikan atau digunakan serta

membuang bagian yang busuk atau memar.5

Sarana dan Fasilitas

Praktek keamanan PJAS salah satu diantaranya adalah sarana dan fasilitas. Berdasarkan

Kepmenkes No. 942/Menkes/SK/VII/2003 pada pasal 12 menyatakan bahwa pangan jajanan

yang dijajakan harus memiliki konstruksi sarana yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat

melindungi pangan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan

yaitu antara lain: mudah dibersihkan dan tersedia tempat air bersih, penyimpanan bahan

makanan, penyimpanan makanan jadi/siap disajikan, penyimpanan peralatan, tempat cuci (alat,

tangan, bahan makanan), serta tempat sampah. 1

Fasilitas sanitasi dalam kantin maupun penjaja PJAS mempunyai persyaratan yaitu : (1)

Tersedia bak cuci piring dan peralatan dengan air mengalir serta rak pengering; (2) Tersedia

wastafel dengan sabun/detergen dan lap bersih atau tissu di tempat makan dan tempat

pengolahan/persiapan makan; (3) Tersedia suplai air bersih yan cukup, baik untuk kebutuhan

Page 20: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

pengolahan maupun untuk kebutuhan pencucian dan pembersihan; (4) Tersedia alat

cuci/pembersih yang terawat baik seperti sapu lidi, sapu ijuk, selang air, kain lap, sikat, kain pel,

dan bahan pembersih sepeti sabun/detergen dan bahan sanitasi. Perlengkapan kerja karyawan

kantin/penjaja PJAS harus disediakan antara lain baju kerja, tutup kepala, dan celemek berwarna

terang, serta lap bersih. Jika tidak memungkinkan menggunakan tutup kepala, rambut harus

tertata rapi dengan dipotong pendek dan diikat.

Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan

dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai

nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud teknologi

(termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyimpanan atau pengangkutan

makanan yang bertujuan untuk menghasilkan suatu komponen makanan atau mempengaruhi sifat

khas makanan (Depkes RI). 2

Pengaturan dan pengawasan BTP dimaksudkan agar hanya bahan yang diizinkan saja

yang digunakan pada pengolahan makanan, dimana bahan tersebut betul-betul diperlukan untuk

pengolahan makanan yang bersangkutan, mutunya harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dan jumlahnya sesuai dengan cara produksi yang baik dan tidak melebihi batas maksimum yang

diizinkan (Depkes RI).

Bahan tambahan pangan yang sering digunakan dalam makanan jajanan: 2

1. Pewarna

Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna

pada makanan. Penambahan pewarna pada makanan dimaksud untuk memperbaiki warna

makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses pengolahan atau memberi warna pada

makanan yang tidak berwarna agar kelihatan lebih menarik.

2. Pemanis

Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan yang dapat menyebabkan rasa manis

pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi. Biasanya digunakan pada

makanan.

Page 21: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

yang ditujukan pada penderita diabetes mellitus atau makanan diit agar badan langsing. Pemanis

buatan yang paling umum digunakan dalam pengolahan makanan jajanan umumnya adalah

siklamat dan sakarin yang mempunyai tingkat kemanisan 300 kali gula alami.

3. Pengawet

Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah dan menghambat

fermentasi, pengasam dan pengurai lain terhadap makanan yang disebabkan oleh organisme.

Umumnya, dikenal dipasaran dengan sebutan anti basi.

4. Penyedap rasa

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/1988 dan diperbaiki

menjadi No. 1168/Menkes/Per/1999 tentang Bahan Tambahan Pangan, penyedap rasa dan

aroma, dan penguat rasa didefinisikan sebagai bahan tambahan yang dapat memberikan,

menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Jenis bahan penyedap yaitu penyedap alami terdiri

dari bumbu alami, herbal, dan daun, misalnya esensial dan turunannya, oleoresin, isolate

penyedap, penyedap dari sari buah, ekstra tanaman dan hewan. Sedangkan penyedap sintesis

merupakan komponen atau zat yang dibuat menyerupai penyedap alami.

Dampak penggunaan BTP selama ini kurang dipahami oleh para produsen maupun

konsumen. Dampak dari kesalahan dosis maupun kesalahan pemilihan jenis bahan tambahan

memang tidak langsung dirasakan. Dampak ini baru terasa beberapa waktu kemudian, setelah

terjadi akumulasi dalam tubuh. Oleh karena itu, memberi peringatan kepada masyarakat tentang

risiko dan manfaat BTP merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan.

Makanan jajanan menyumbang asupan energi bagi anak sekolah 36%, protein 29% dan

zat besi 52%, namun masalah keamanan pangan jajanan baik dari segi mikrobiologi maupun

penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) masih sangat penting untuk diperhatikan, yaitu

dengan menjamin konsumen memperoleh pangan yang aman untuk kesehatan. Dampak dari

kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan antara lain karacunan pangan karena proses

penyiapan dan penyajian yang tidak higiene, risiko berbagai penyakit karena penggunaan bahan

tambahan pangan (BTP) yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

Page 22: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Pada tahun 2005, Badan POM RI melakukan pengujian terhadap 861 makanan jajanan

anak sekolah di 195 sekolah dasar di 18 kota, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandar

Lampung, Denpasar, dan Padang. Hasil uji menunjukkan bahwa 39.9% (344 makanan jajanan)

tidak memenuhi syarat keamanan pangan. Misalnya, es sirup atau buah (48.2%) dan minuman

ringan (62.5%) yang banyak dikonsumsi anak-anak mengandung bahan berbahaya dan tercemar

bakteri patogen. Jenis lain yang tidak memenuhi syarat adalah saus atau sambal (61.5%) serta

kerupuk (56.3%). Dari total makanan jajanan tersebut, 10.5% mengandung pewarna yang

dilarang, yaitu rhodamin B, methanil yellow, dan amaranth . 11

Secara umum, jajanan yang dijual pedagang kaki lima di SD kualitasnya sangat

memprihatinkan bila ditinjau dari aspek kesehatan. Data Badan POM tahun 2010 menunjukkan

adanya jajanan yang tidak memenuhi syarat dengan ditemukannya dari 2.984 sampel yang diuji,

45% diantaranya tidak memenuhi syarat karena mengandung BTP yang dilarang seperti boraks,

formalin, rhodamin B, methanol yellow atau BTP yang diperbolehkan seperti benzoat, sakarin,

dan siklamat namun penggunaannya melebihi batas, serta ada yang tidak memenuhi uji cemaran

mikroba karena mengandung Escherichia coli. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya

perlindungan pada anak sekolah, padahal mengonsumsi jajanan saat bersekolah sudah menjadi

aktivitas rutin mereka.

Page 23: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Bahan Pencemaran : Escherichia coli

1. Sumber Bakteri Escherichia coli

Escherichia coli, atau biasa disingkat sebagai E Coli, adalah bakteri yang umum

ditemukan di saluran pencernaan manusia. Bakteri E.coli dapat ditemukan pada usus manusia

dan binatang berdarah panas

Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia. Oleh

karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja, sedangkan Enterobacter aerogenes biasanya

ditemukan pada hewan atau tanam-tanaman yang telah mati. Bakteri Escherechia coli merupakan

mikroorganisme normal yang terdapat dalam kotoran manusia, baik sehat maupun sakit. Dalam

satu gram kotoran manusia terdapat sekitar seratus juta bakteri E. coli.

Bakteri berasal dari kata “Bakterion” (Yunani = batang kecil). Berdasarkan Klasifikasi,

bakteri digolongkan dalam Divisio Schizomycetes. Escherichia coli (E. coli ) adalah salah satu

jenis spesies utama bakteri gram negatif, ditemukan oleh Theodor Escherich (tahun 1885). Hidup

pada tinja dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare, muntaber serta

masalah pencernaan lainnya. Bakteri ini banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika

sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. Hal

ini disebabkan karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.

2. Sifat Bakteri Escherichia coli,

Klasifikasi Escherichia coli :

· Kingdom : Bacteria

· Phylum : Proteobacteria

· Class : Gamma proteobacteria

Page 24: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

· Order : Enterobacteriales

· Family : Enterobacteri aceae

· Genus : Eschericia

· Species : Eschericia coli

Sifat Fisik dan Biologi Eschericia coli , yaitu :

a. Sifat Fisik :

· berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 micrometer dan diamater 0.5 micrometer

· Volume sel E. coli berkisar 0.6-0.7 micrometer kubik

· Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-40 derajat C, optimum pada 37

derajat.

· berbagai strain atau varian yang mempunyai karakteristik yang sedikit berbeda.

b. Sifat Biologis :

· Merupakan bakteri gram negatif, habitatnya dilingkungan akuatik, tanah, makanan, air,

sediaan tinja, dan bersifat sebagai patogen.

· Dinding selnya mengandung petidoglikan, dan asam teikhoat, selalu berpasangan

membentuk rantai pendek atau seperti anggur, gram positif biasanya ada dikulit dan hidung

bersifat sebagai patogen.

· Dalam jumlah yang normal, umumnya bakteria ini tidak membawa pengaruh negatif pada

manusia, namun jika terinfeksi strain yang berbahaya, maka mungkin timbul akibat buruk pada

manusia. Contoh strain jenis O104, yang merupakan strain langka dan mempunyai sifat

merugikan bagi manusia.

Page 25: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Bakteri E.coli merupakan organisme penghuni utama di usus besar, hidupnya komensal dalam

kolon manusia dan diduga berperan dalam pembentukan vitamin K yang berperan penting untuk

pembekuan darah.

3. Dampak. Efek terhadap lingkungan terutama manusia

Manusia sangat membutuhkan air dalam hidupnya, baik untuk keperluan minum,

memasak mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan kebutuhan, dalam satu hari, seorang

dewasa membutuhkan sekitar 1,6 liter air untuk dikonsumsi, sehingga penyediaan air minum

yang aman mutlak diupayakan. Bahaya laten yang selalu mengancam kita lewat media air bersih

dan air minum ini adalah bakteri e-coli.

Bakteri yang sangat identik dengan pencemaran tinja.

Mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja dapat menularkan beragam

penyakit bila masuk tubuh manusia, dalam 1 gram tinja dapat mengandung 1 milyar partikel

virus infektif, yang mampu bertahan hidup selama beberapa minggu pada suhu dibawah 10

derajat Celcius. Terdapat 4 mikroorganisme patogen yang terkandung dalam tinja yaitu : virus,

Protozoa, cacing dan bakteri yang umumny diwakili oleh jenis Escherichia coli (E-coli).

Menurut catatan Badan Kesehatan dunia (WHO), air limbah domestik yang belum diolah

memiliki kandungan virus sebesar 100.000 partikel virus infektif setiap liternya, lebih dari 120

jenis virus patogen yang terkandung dalam air seni dan tinja.

Sebagian besar virus patogen ini tidak memberikan gejala yang jelas sehingga sulit

dilacak penyebabnya. Bakteri penghuni usus manusia dan hewan berdarah panas ini telah

mengkontaminasi hampir keseluruhan air baku air minum, sungai, sumur.

Setelah tinja memasuki badan air, E-coli akan mengkontaminasi perairan, bahkan pada

kondis tertentu E-coli dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh dan dapat tinggal di

dalam pelvix ginjal dan hati.

Page 26: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Sesuai Permenkes Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum,

dipersyaratkan bahwa angka E.coli dalam air minum adalah Nol per 100 ml air harus

dipenuhi. Sedangkan menurut baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam PP 82/2001

tentang Pengendalian Limbah cair menyebutkan bahwa badan air yang dimanfaatkan sebagai

bahan baku air minum kandungan E-coli dalam 100 ml air tidak boleh lebih dari 10.000.

Menurut salah satu penelitian (Kajian Dhani Arnantha staf peneliti Lembaga kajian Ekologi dan

Konservasi Lahan Basah) jumlah E-coli dalam 100 ml air Kali Mas Surabaya mencapai 1600

milyar

Berdasarkan data Depkes diketahui, persyaratan yang harus dipenuhi PDAM untuk

kualitas bakteriologis air minum PDAM menggunakan indikator coliform 0 per 100 ml air.

Sedangkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap 46,858 sampel air minum dari 27

propinsi pada tahun 1995 diketahui, hanya 42,5 persen yang memenuhi syarat (coliform 0 per

100 ml air). Artinya 57,5 persen air minum dari PDAM tidak memenuhi syarat (teh

terkontaminasi bakteri e-coli). Faktor dominan terjadinya pencemaran air PDAM oleh bakteri e-

coli adalah kebocoran pipa serta kondisi air baku.

Namun yang harus kita perhatikan dari keadaan menyangkut banyak pertanyaan, antara

lain (mungkin) menyangkut klasifikasi dan managemen. Apakah PDAM kita maunya kita

masukkan dalam klasifikasi air bersih atau air minum. Apabila termasuk dalam air minum,

artinya saat keluar dari kran kita, air PDAM telah masuk katagori siap minum (dan itu

mempersyaratkan e-coli NOL). Namun apabila sepakat kita masukkan dalam katagoriPerusahaan

Daerah Air Berrsih/PDAB (tidak bisa langsung diminum) maka e-coli yang dipersyaratkan

minimal 10 per 100 ml (Permenkes 416).

Pengetahuan masyarakat terhadap bakteri E. coli agaknya memang masih kurang. Bakteri

jenis ini merupakan indikator utama terjadinya pencemaran suatau media oleh tinja, sehingga

dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan bagai kita.

Page 27: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Dari berbagai penelitian menunjukkan, beberapa galur atau strain dari bakteri E. coli juga

dapat menyebabkan wabah diare atau muntaber, terutama pada anak-anak. Bakteri penyebab

penyakit yang cukup berbahaya ini diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sifat-sifat

virulensinya.

Setiap kelompok dapat menyebabkan penyakit diare melalui mekanisme yang berbeda-

beda. Kelompok E. coli tersebut di antaranya adalah sebagai berikut ( sebagian besar tulisan

merupakan kutipan dari buku manual pemberantasan penyakit menular)

· E. coli enteropatogen (EPEC)

Merupakan penyebab diare terpenting pada bayi, terutama di negara berkembang.

Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel mukosa usus kecil dan

membentuk filamentous actin pedestal sehingga menyebabkan diare cair (“Watery diarrheae”)

yang bisa sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.

Distribusi Penyakit ; Sejak akhir tahun 1960-an, EPEC tidak lagi sebagai penyebab utama diare

pada bayi di Amerika Utara dan Eropa. Namun EPEC masih sebagai penyebab utama diare pada

bayi di beberapa Negara sedang berkembang seperti Amerika Selatan, Afrika bagian Selatan dan

Asia. Reservoir : – Manusia . Cara Penularan ; Dari makanan bayi dan makanan tambahan yang

terkontaminasi.

Di tempat perawatan bayi, penularan dapat terjadi melalui ala-alat dan tangan yang

terkontaminasi jika kebiasaan mencuci tangan yang benar diabaikan. Masa Inkubasi ;

Berlangsung antara 9 – 12 jam pada penelitian yang dilakukan di kalangan dewasa. Tidak

diketahui apakah lamanya masa inkubasi juga sama pada bayi yang tertular secara alamiah.

Masa Penularan ; Tergantung lamanya ekskresi EPEC melalui tinja dan dapat

berlangsung lama. Kerentanan dan Kekebalan ; Walaupun fakta menunjukkan bahwa mereka

yang rentan terhadap infeksi adalah bayi namun tidak diketahui apakah hal ini disebabkan oleh

faktor kekebalan ataukah ada hubungannya dengan faktor umur atau faktor lain yang tidak

spesifik.

Page 28: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Oleh karena itu diare ini dapat ditimbulkan melalui percobaan pada sukarelawan dewasa

maka kekebalan spesifik menjadi penting dalam menentukan tingkat kerentanan. Infeksi EPEC

jarang terjadi pada bayi yang menyusui (mendapat ASI). Diare seperti ini dapat disembuhkan

dengan pemberian antibiotika.

· E. coli enterotoksigenik (ETEC)

Merupakan penyebab diare umum pada bayi di negara berkembang seperti Indonesia.

Berbeda dengan EPEC, E. coli jenis ini memproduksi beberapa jenis eksotoksin yang tahan

maupun tidak tahan panas di bawah kontrol genetis plasmid.

Pada umumnya, eksotoksin yang dihasilkan bekerja dengan cara merangsang sel epitel usus

untuk menyekresi banyak cairan sehingga terjadi diare. Identifikasi ; Penyebab utama “Travelers

diarrhea” orang-orang dari negara maju yang berkunjung ke negara berkembang.

Penyakit ini juga sebagai penyebab utama dehidrasi pada bayi dan anak di negara

berkembang. Strain enterotoksigenik dapat mirip dengan Vibrio cholerae dalam hal

menyebabkan diare akut yang berat (profuse watery diarrhea) tanpa darah atau lendir (mucus).

Gejala lain berupa kejang perut, muntah, asidosis, lemah dan dehidrasi dapat terjadi,

demam ringan dapat/tidak terjadi; gejala biasanya berakhir lebih dari 5 hari. ETEC dapat

diidentifikasi dengan membuktikan adanya produksi enterotoksin dengan teknik immunoassays,

bioasay atau dengan teknik pemeriksaan probe DNA yang mengidentifikasikan gen LT dan ST

(untuk toksin tidak tahan panas dan toksin tahan panas) dalam blot koloni. Penyebab Penyakit ;

ETEC yang membuat enterotoksin tidak tahan panas (a heat labile enterotoxin = LT) atau toksin

tahan panas ( a heat stable toxin = ST) atau memproduksi kedua toksin tersebut (LT/ST).

Distribusi Penyakit ; Penyakit yang muncul terutama di negara yang sedang berkembang.

Dalam 3 tahun pertama dari kehidupan, hampir semua anak-anak di negara-negara berkembang

mengalami berbagai macam infeksi ETEC yang menimbulkan kekebalan; oleh karena itu

penyakit ini jarang menyerang anak yang lebih tua dan orang dewasa. Infeksi terjadi diantara

para pelancong yang berasal dari negara-negara maju yang berkunjung ke negara-negara

berkembang. Beberapa KLB ETEC baru-baru ini terjadi di Amerika Serikat. Reservoir ;

Page 29: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Manusia. Infeksi ETEC terutama oleh spesies khusus; manusia merupakan reservoir strain

penyebab diare pada manusia.

Cara Penularan ; Melalui makanan yang tercemar dan jarang, air minum yang tercemar.

Khususnya penularan melalui makanan tambahan yang tercemar merupakan cara penularan yang

165 paling penting terjadinya infeksi pada bayi. Penularan melalui kontak langsung tangan yang

tercemar tinja jarang terjadi.

· E. coli enterohemoragik (EHEC) dan galur yang memproduksi verotoxin (VTEC).

Di Negara maju seperti Amerika Serikat dan Kanada, VTEC menyebabkan sejumlah

kejadian luar biasa diare dan kolitis hemoragik. Penyakit ini bersifat akut dan bisa sembuh

spontan, penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri abdomen, diare disertai darah, gejala seperti

ini merupakan komplikasi dari diare ringan. Identifikasi ;

Kategori E. coli penyebab diare ini dikenal pada tahun 1982 ketika terjadi suatu KLB colitis

hemoragika di Amerika Serikat yang disebabkan oleh serotipe yang tidak lazim, E. coli O157:H7

yang sebelumnya tidak terbukti sebagai patogen enterik. Diare dapat bervariasi mulai dari yang

ringan tanpa darah sampai dengan terlihat darah dengan jelas dalam tinja tetapi tidak

mengandung lekosit.

Yang paling ditakuti dari infeksi EHEC adalah sindroma uremia hemolitik (HUS) dan

purpura trombotik trombositopenik (TTP). Kira-kira 2-7% dari diare karena EHEC berkembang

lanjut menjadi HUS. EHEC mengeluarkan sitotoksin kuat yang disebut toksin Shiga 1 dan 2.

Toksin Shiga 1 identik dengan toksin Shiga yang dikeluarkan oleh Shigella dysentriae 1; (Article

Source by Drh. Andrijanto Hauferson Angi, M.Si)

Akibat dari bakteri E.coli adalah sebagai berikut:

· Gangguan sistim pencernaan

· Gangguan pada Ginjal

Page 30: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

· Serangan jantung atau stroke

· Tekanan darah Tinggi

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah menkonfirmasi bahwa strain penyebab

outbreak penyakit ini adalah strain jenis 0104: H4, adalah bagian dari kelas bakteri Escherichia

coli yang dikenal sebagai penghasil toksin Shiga atau STEC, yang merupakan strain langka dan

mempunyai sifat merugikan bagi manusia.

Jenis Strain diklaim memiliki kemampuan menempel pada dinding usus. Strain ini akan

memompa keluar racun, sehingga menyebabkan diare dan muntah.

Seseorang yang terinfeksi strain E coli ini bisa menderita Enterohemorrhagic Escherichia

coli - diare berdarah - dan juga Haemolytic Uraemic Syndrome (HUS). HUS adalah suatu

kondisi dimana infeksi E coli tersebut sudah menyebabkan pengaruh pada darah, ginjal dan bisa

juga jaringan saraf pusat. Pada kasus yang parah, hal itu menyebabkan sindrom uremik

hemolitik, atau HUS, menyerang ginjal dan menyebabkan koma, kejang dan stroke.

Masa inkubasi bakteri sekitar 6-24 jam hingga akhirnya gejala jadi semakin parah pada

tubuh yang terjangkiti. Kalau tidak segera ditangani, gejala terparah bisa mengakibatkan

kematian karena dehidrasi berat. Jika gejala baru muncul 48 jam kemudian, itu berarti bukan

akibat bakteri E-coli.

Di negara-negara Eropa, bakteri E.Coli telah menjangkiti ribuan orang. Bahkan, telah

membuat puluhan orang meninggal dunia. Menghadapi kejadian ini, Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia mengimbau pada masyarakat agar waspada terhadap penyakit akibat bakteri

Escherichia Coli (E.Coli) itu.

Menurut data, mulai 2 Juni 2011, Jerman menemukan 520 kasus haemolytic uraemic

syndrome (HUS) dengan 11 kematian. Terdapat 1.213 kasus enterohaemorrhagic Escherichia

coli(EHEC), 6 diantaranya meninggal. Artinya, di Jerman terdapat 1.733 kasus dan 17 kematian.

Wabah E-coli telah menyebar ke berbagai negara di Eropa, seperti Austria, Republik Ceko,

Page 31: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Denmark, Prancis, Belanda, Norwegia, Polandia, Spanyol, Swiss, dan Inggris. Kabar terakhir

menyebutkan, Amerika Serikat juga terdapat korban wabah E-coli.

Gejala infeksi akibat terjangkit bakteri E-Coli biasanya berupa diare, mual, demam, dan

muntah. Sementara, gejala infeksi paling serius berupa gagal ginjal akut disertai kerusakan sel

darah merah, gangguan syaraf, stroke, dan koma sehingga tingkat kematiannya bisa sebesar 3-5

persen.

Seperti dipaparkan dr Imranito SpPD, penyebaran bakteri E-coli bisa melalui tiga jalan,

yakni antar orang, makanan-minuman, serta binatang.

Pertama, antara orang ke orang, kemudian dari makanan-minuman yang tidak dimasak

dengan sempurna, dan bisa pula lewat binatang yang telah terinfeksi lalu menyebarkannya ke

makanan dan dikonsumsi manusia, misalnya lalat.

Semua makanan yang tidak dimasak dengan sempurna atau dicuci dengan air yang

tercemar e-Coli, mungkin saja karena sudah tercemar dengan tinja yang memang banyak E-coli

juga menjadi sumber penyebaran

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, dalam rilis yang diterima vivan.

Bakteri E.coli dapat ditemukan pada usus manusia dan binatang berdarah panas.

Sebagian besar tidaklah berbahaya. Tetapi ada strain tertentu, yaitu enterohaemorrhagic E.

coli (EHEC) yang bisa menimbulkan penyakit berbahaya dan mematikan, kejadian di Eropa saat

ini.

Gejala penyakit ini berupa sakit perut seperti kram dan diare. Pada sebagian kasus,

bahkan dapat mengeluarkan diare berdarah (haemorrhagic colitis). Juga dapat timbul demam dan

muntah.

Masa inkubasi bakteri berkisar antara tiga sampai delapan hari, rata-rata empat hari.

Sebagian besar pasien dapat sembuh dalam 10 hari. Tapi pada keadaan khusus, penyakit dapat

berlanjut menjadi parah dalam kondisi yang disebut dengan haemolytic uraemic

syndrome (HUS).

Page 32: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

HUS ditandai dengan kegagalan ginjal akut, anemia dan kekurangan trombosit (acute

renal failure, haemolytic anaemia and thrombocytopenia). Termasuk juga gangguan neurologis

sampai stroke dan koma. Diperkirakan sampai sekitar 10 persen pasien yang terinfeksi EHEC

akan berlanjut menjadi HUS yang angka kematiannya berkisar antara 3 – 5 persen.

4. Penanggulangan

Untuk mencegah EHEC dan HUS, kuncinya adalah berperilaku hidup bersih dan sehat.

Misalnya, dengan mencuci tangan pakai sabun setelah buang air besar (BAB) dan sebelum

makan.

Sementara itu, World Health Organization (WHO) menganjurkan lima kunci untuk keamanan

pangan, Yaitu :

· Jaga kebersihan (personal hygiene) : Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan

mencuci tangan sebelum makan.

· Pisahkan bahan mentah dengan makanan matang,

· Masak makanan sampai matang,

· Jaga makanan pada suhu aman : Penyimpanan bahan makanan juga selayaknya dibuat

terpisah antara sayur mayur, daging, dan bahan lain.

· Gunakan air bersih untuk mencuci bahan pangan : semua produk sayur mayor harus selalu

dicuci dengan air bersih untuk mengurangi risiko masih adanya bakteri merugikan di bahan

pangan.

Page 33: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB III

KERANGKA KONSEP, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 KERANGKA KONSEP

3.2 VARIABEL PENELITIAN

i. Variabel bebas / Independent

a) Higenitas

Kesehatan diri

Kebersihan Individu

b) Sanitasi

Penanganan makanan

Pemakaian perlengkapan

Fasilitas

ii. Variabel tergantung / Dependent

a) Makanan

Makanan kaki lima

Higenitas

- Kesehatan diri

- Kebersihan individu

Sanitasi

- Penanganan makanan

- Pemakaian

perlengkapan

- Fasilitas

Page 34: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

3.3 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 1 Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Kesehatan

diri

Keadaan

sejahtera dari

badan, jiwa, dan

sosial yang

memungkingkan

seseorang untuk

hidup secara

sosial dan

ekonomi.

Kuesioner Wawancara 1. Ya

2. Tidak

Nominal

2. Kebersihan

individu

Upaya

kesehatan

dengan cara

memelihara dan

melindungi

kebersihan

individu

subyeknya.

Kuesioner Wawancara 1. Ya

2. Tidak

Nominal

3. Penanganan

makanan

Kuesioner Wawancara 1. Ya

2. Tidak

Nominal

4. Pemakaian

perlengkapan

Kuesioner Wawancara 1. Ya

2. Tidak

Nominal

5. Fasilitas Kuesioner Wawancara 1. Ya

2. Tidak

Nominal

6. Makanan

Page 35: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah survei analitik dengan menggunakan pendekatan cross

sectional yaitu data yang dikumpulkan sesaat atau data yang diperoleh pada saat melakukan

penelitian. Hal ini bermaksud mencari hubungan antara satu keadaan dengan keadaan yang

lain yang terdapat dalam populasi yang sama. Pendekatan tersebut berarti penelitian itu

dilakukan pada suatu saat tertentu dan tidak diikuti lebih lanjut.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Kelurahan Kebagusan Pasar Minggu pada bulan

Februari-Maret 2013.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kaki lima yang menjual jajanan makanan

di sekolah dasar Kelurahan Kebagusan Pasar Minggu.

4.3.2 Sampel

Besar sampel minimal dalam penelitian ini sesuai dengan rumus berikut ini untuk populasi

infinit:

Keterangan

n0 : Besar sampel optimal yang dibutuhkan

z : Pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96

p : Prevalensi / proporsi kelompok anak SD yang mengalami demam tifoid.

n0 = z2 x p x q

d2

n0 = 1,962 x … x (1-…)

(0,05)2

n0 = …

Page 36: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

q : Prevalensi / proporsi yang tidak demam tifoid (1-p)

d : Akurasi dari ketepatan pengukuran, untuk p = > 10 % adalah 0,05

Rumus populasi finit:

Keterangan

z : Target pada tingkat kesalahan

n : Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit

n0 : Besar sampel dari populasi infinit

p : Prevalensi variable yang didapatkan bakteri E. Coli di sampel makanan

q : Prevalensi variable yang tidak didapatkan bakteri E.Coli di sampel makanan

N : Besar populasi finit (jumlah pedagang makanan kaki lima yang berjualan di sekolah

dasar kelurahan Kebagusan yaitu 49 pedagang)

d : Persisi : 5%

n = __n0_

1+ (n0/N)

n = _...__

1+ (…/….)

n= …

Page 37: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Rumus populasi infinit:

Rumus populasi finit:

Dari populasi terjangkau yang berjumlah 49 pedagang kaki lima, maka besarnya sampel

minimal yang dibutuhkan adalah sebesar 43 orang.

4.4 Inklusi dan Eksklusi

Kriteria Inklusi :

1. Pedagang kaki lima yang berjualan makanan di sekolah dasar Kelurahan Kebagusan

Pasar Minggu.

2. Bersedia menjadi responden pada saat pengambilan sampel.

3. Mampu berkomunikasi dengan baik (tidak dalam keadaan sakit).

Kriteria Eksklusi :

1. Kantin sekolah dasar

2. Warung makanan sekitar kawasan luar sekolah

3. Minuman

n0 = z2 x p x q

d2

n0 = (1,96)2 x 0,518 x 0,482

(0,05)2

n0 = 383,66

n = __n0_

1+ (n0/N)

n = 383.66

1+ (383.66 /49)

n ≈ 43

Page 38: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

4.5 Instrumen Penelitian

Kuesioner

4.6 Alur Pelaksanaan Penelitian dan Pengambilan Data

Proposal disetujui

Peneliti turun ke lapangan

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara

berdasarkan panduan kuesioner

yang ada

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah data dalam

bentuk tabular dengan

menggunakan Microsoft Excel

2007, SPSS Statistics 17.0

Penyajian data dalam bentuk

presentasi

Peneliti mendapatkan data yaitu

populasi terjangkau sekitar 49

responden dari sekolah dasar

Page 39: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

4.7 Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Untuk menganalisis hubungan pengetahuan terhadap makanan yang dijual di sekolah dasar,

sikap terhadap hygiene dan sanitasi, praktik pengolahan bahan makanan,kemasan dan

penyajian terhadap makanan yang dijual pada anak-anak berusia 7-12 tahun di sekolah dasar

kelurahan Kebagusan dengan menggunakan program Microsoft excel 2007 dan SPSS 17.0.

Analisis data meliputi deskripsi variabel penelitian dan analisis bivariat.

4.8 Penyajian Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk :

1. Tekstular, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.

2. Tabular, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

3. Grafikal, dimana hasil penelitian disajikan dalam bentuk grafik.

4.9 Organisasi Penelitian

Pembimbing dari Kedokteran Universitas Trisakti

dr. Oktavianus Ch.S, M.Kes

Pembimbing Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

dr. Devi Iriani Surya

Penyusun dan Pelaksana Penelitian

Wan Mohamed Izham ( 030.04.276 )

Reni Maulina ( 030.06.215 )

Khairul Aizad Adzman ( 030.07.296 )

Page 40: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

4.10 Anggaran Penelitian

1. Bahan-bahan

Kertas A4 1 Rim + Tinta Rp. 50.000,-

Tinta printer Rp. 100.000,-

2. Fotokopi dan penjilidan Rp. 100.000,-

3. Transportasi Rp. 100.000,-

5. Pemeriksaan mikrobiologi Rp. xxx,xxx

6. Dana tak terduga Rp. 50.000,-

Jumlah Rp. 400.000,-

4.11 Jadwal Kegiatan

A. Perencanaan

1. Pembentukan organisasi

2. Membaca kepustakaan

3. Pemilihan lapangan penelitian

4. Pembentukan proposal

5. Administrasi ijin

B. Pelaksanaan

1. Penyusunan Kuesioner

2. Pengumpulan dan pengolahan sampel

C. Penyusunan laporan

1. Penulisan laporan final setelah menerima masukan

2. Presentasi hasil penelitian

D. Pelaporan

1. Penulisan laporan final setelah menerima masukan

2. Penyerahan laporan penelitian

Page 41: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

E. Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahapan Kegiatan Waktu Dalam Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

A Perencanaan

1 Orientasi dan Identifikasi Masalah

2 Pemilihan Topik

3 Penelurusan kepustakaan

4 Pembuatan Proposal

5 Konsultasi dengan pembimbing

6 Pembuatan questionnaire

7 Presentasi Proposal

B Pelaksanaan

1 Uji coba kuesioner

2 Pengumpulan data dan Survey

3 Pengolahan data

4 Analisis data

5 Konsultasi dengan Pembimbing

C Pelaporan Hasil

1 Penulisan laporan sementara

2 Diskusi

3 Presentasi hasil laporan sementara

4 Revisi

5

Presentasi Hasil akhir

(puskesmas dan trisakti)

6 Penulisan laporan akhir

Page 42: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB V

HASIL PENELITIAN

Page 43: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Kebersihan individu dengan hasil kultur E. Coli pada makanan

Metode penelitian adalah survei dengan menggunakan pendekatan simple random

sampling. Populasi penelitian adalah petugas penyaji makanan pedagang kaki lima, sampel yang

diteliti adalah 35 orang. Data yang dikumpulkan berupa data tentang kebersihan diri dengan cara

wawancara melalui kebiasaan cuci tangan sebelum menyajikan, setelah buang air besar,

kebiasaan memakai sarung tangan, memotong kuku serta observasi terhadap keadaan kuku.

Sedangkan pemeriksaan ada tidaknya Escherichia coli dilakukan pada laboratorium mikrobiologi

Universitas Trisakti. Hasil penelitian menunjukkan 6 responden tangannya minimal dari

terdapatnya bakteri E. Coli, sedangkan 29 responden ditemukan bakteri jenis Escherichia coli

tetapi tidak ditemukan bakteri patogen lainnya. Keadaan tersebut dapat menimbulkan masalah

bila dibiarkan sebab jenis bakteri tersebut dapat menghasilkan enterotoksin yang erat kaitannya

dengan terjadinya keracunan makanan. Berdasarkan hasil Kolmogorov Smirnov didapatkan nilai

(x=..... dan p=.....) berarti terdapat kaitan antara kebersihan individu dengan adanya Escherichia

coli pada tangan responden. Upaya mencegah terjadinya keracunan makanan akibat Escherichia

coli adalah dengan memberikan penyuluhan kepada responden yang positif terdapat E. Coli pada

makanannya dengan membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah

menyajikan makanan serta perlunya pengadaan sarung tangan dan pakaian kerja atau apron bagi

petugas penyaji makanan pedagang kaki lima.

Page 44: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

6.2 Penanganan makanan dan hasil kultur E. Coli

Banyak faktor yang mempengaruhi kontaminasi makanan oleh bakteri E. Coli. Saat ini

dilaporkan pengaruh dan besarnya resiko dari faktor penanganan makanan meliputi sumber

bahan baku, penyimpanan, pengelolaan bahan mentah dan penyajian makanan tersebut terhadap

kontamiasi makanan. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kontaminasi makanan yang

disajikan oleh pedagang kaki lima, dilakukan penelitian tingkat kontaminasi jajanan makanan

pada 35 pedagang kaki lima di sekolah dasar. Tujuan penelitian adalah mengetahui tingkat

kontaminasi dan faktor penanganan makanan yang berpengaruh terhadap adanya kontaminasi E.

Coli pada jajanan makanan di sekolah dasar kelurahan kebagusan. Dengan diketahuinya faktor

yang berpengaruh terhadap kontaminasi makanan, maka dapat diupayakan pengembangan

program penyehatan makanan untuk mengatasi masalah tersebut.

Penelitian ini mengukur kontaminasi E. Coli melalui makanan yang sudah disajikan oleh

pedagang kaki lima. Diukur kontaminasi faktor risiko yang berpengaruh terhadap kontaminasi

makanan seperti: 1) kontaminasi sumber bahan makanan, 2) kontaminasi air, 3) kontaminasi

tangan pengolah makanan, 4) kontaminasi makanan yang belum matang, 5) kontaminasi

pewadahan makanan, 6) suhu pemasakan, 7) lamanya suhu tertinggi pemasakan makanan, 8)

suhu penyimpanan makanan, 9) lamanya penyimpanan makanan, dan 10) suhu penyajian

makanan yang juga dapat mempengaruhi kontaminasi makanan dan bakteri kontaminan.

Makanan yang diteliti adalah makanan yang dibuat sendiri oleh pedagang kaki lima dimulai dari

pengolahan bahan dasar sampai dengan penyajian makanan dan diolah dengan menggunakan air

sebagai penunjang pengolahan makanan yang memiliki resiko tinggi terkontaminasi bakteri.

Bakteri E. coli dipakai sebagai tolok ukur kontaminasi makanan sebagai indikator adanya bakteri

patogen dalam makanan.

Page 45: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

6.3 Makanan dengan hasil kultur E. Coli

E. Coli adalah bakteri yang dapat ditularkan melalui makanan yang dibilas dengan air

ataupun makanan yang menggunakan bahan dasar air.Perlu diteliti lebih lanjut dari mana sumber

kontaminasi bakteri tersebut, menurut pustaka sumber tersering berasal dari makanan yang

memiliki kualitas yang rendah dan kebersihan yang kurang.

E. Coli adalah bakteri patogen yang banyak didapatkan pada makanan pedagang kaki

lima di sekolah dasar kelurahan kebagusan yang belum memenuhi syarat. Makanan adalah salah

satu komoditas perdagangan yang tidak dapat dianggap remeh sebagai pembawa

penyakit.Menyadari kepentingan itu diperlukan kesadaran produsen untuk menjaga kualitas dan

kebersihan dagangan makanannya , kewaspadaan konsumen untuk memilih makanan yang tepat

untuk menjaga ksehatannya serta pembinaan dan dukungan dari pemerintah setempat untuk

mengadakan pemeriksaan dan penyuluhan kepada pedagang untuk merasa bertanggung jawab

terhadap kualitas dan kebersihan makanan yang disajikan.

Page 46: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Hasil uji laboratorium E. Coli adalah dari jumlah sampel yang diambil hasilnya positif.

2. Kondisi higiene dan sanitasi jajanan makanan pada pedagang kaki lima di sekolah dasar

di bawah standar menurut keputusan menteri kesehatan republik indonesia nomor

942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan

jajanan.

3. Kurangnya pengetahuan tentang higienitas dan sanitasi makanan pada pedagang kaki

lima sebagai produsen, pelajar sekolah dasar sebagai konsumen dan pemerintah setempat

sebagai pengawas kesehatan masyarakat.

SARAN

1. Meningkatkan pengetahuan kepada pedagang jajanan kaki lima mengenai higiene dan

sanitasi pengolahan makanan serta pendampingan untuk menumbuhkan kesadaran dan

melakukan pemantauan sehingga dapat meningkatkan kualitas makanan yang dijajakan.

2. Memperhatikan ketentuan bahan makanan dalam keadaan baik dan utuh, cara pencucian,

pengeringan dan penyimpanan memenuhi persyaratan dalam keadaan bersih sebelum

digunakan. Cara penyajian dan cara membawa makanan sebaiknya dalam keadaan

terbungkus atau tertutup serta menyajikan pada tempat yang bersih. Dalam menjamah

makanan agar memakai alat/sarung tangan dengan cara kerja yang bersih.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kota memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh

pedagang kaki lima terutama pedagang yang menjajakan makanan di sekolah.Perlu adanya

peningkatan pengetahuan siswa sebagai konsumen makanan jajanan tentang pemilihan

makanan yang baik dan berkualitas.

Page 47: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

DAFTAR PUSTAKA

1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 942/MENKES/SK/VII/2003

Tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. Jakarta. Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, 2003.

2. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 942/Menkes/Per/VII/2003 Persyaratan

Kualitas Air Minum. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

3. I.M Djaja. Kontaminasi E.coli Pada Makanan Dari Tiga Jenis Tempat Pengelolaan

Makanan (TPM) Di Jakarta Selatan. Makara, Kesehatan, Vol. 12, No.1, Juni 2008

4. S.P Oggy, L. Puji, R.W Manik. Deteksi Bakteri Patogen pada Makanan di Pedagang Kaki

Lima Kecamatan Gubeng Kota Surabaya. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga,

2011.

5. E.A Trisna, A. Retno. Higiene dan Sanitasi Nasi Tempe Penyet Pedagang Kaki Lima

Jalan Karangmenjangan Surabaya. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol.4, No.2, Januari

2008.

6. A. Febria, P. Rindit, F. Fatmalina. Higiene dan Sanitasi Pada Pedagang Makanan Jajanan

Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Deman Lebar Daun Palembang,

2009.

7. Sastroasmoro S, Ismael S, Editor.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi

Keempat.Jakarta.Sagung Seto;2011.

8. Singarimbun M, Effendi Sofian, Editor. Metode Penelitian Survai.Edisi

Revisi.Jakarta.LP3S Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan

Sosial

9. Marsaulina, Irnawati.2004, Study Tentang Pengetahuan Perilaku Dan Kebersihan

Penjamah Makanan Pada Tempat Umum Pariwisata Di DKI Jakarta. Fakultas Kesehatan

Masyarakat.Universitas Sumatera Utara.

10. WHO.Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

11. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Laporan Tahunan BPOM RI.

Page 48: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

12. Anwar H. Sanitasi makanan dan Minuman pada Institusi Pendidikan Tenaga Sanitasi

Proyek Pengembangan Tenaga Sanitasi. Jakarta: Pusdiknakes, 1989.

13. Departemen Kesehatan RI, Peraturan Mentri Kesehatan No. 329/MenKes/XII/1976.

Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1976.

14. Purawidjaja T. Enam Prinsip Dasar dan Ketentuan-ketentuan yang harus Dilaksanakan

dalam Penyediaan Makanan yang Aman Guna Mencegah Terjadinya Keracunan

Makanan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1995.

15. Jacob M. Save Food Handling. Geneve: World Health Organization, 1989.

16. Karla L, Blaker GG. Sanitary Techniques Food Service. New York: John Wiley & Sons

Inc., 1982.

17. Jurusan Kesehatan Lingkungan FKM UI, Teknik Penyehatan Makanan dan Minuman

Bagi Penjaja Makanan di Kampus UI Depok 1998. Depok: Proyek Pengembangan Pusat

Studi Lingkungan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 1999.

18. Karla L. Quantity Food Sanitation. New York: John Wiley & Sons Inc., 1980.

19. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta:

Departemen Kesehatan RI, 2000.

20. Trisari R. Hubungan Pembinaan dan Karakteristik Tenaga Penjamah Makanan terhadap

Personal Hygiene di Tempat Pengolahan Makanan Kecamatan Pakuhaji Tangerang.

Skripsi Sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Indonesia, 2003.

21. Departemen Kesehatan RI, Indonesia Sehat 2010 Visi Baru, Misi, Kebijakan dan Strategi

Pembangunan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1999.

22. Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

416/MenKes/Per/IX/1990,Jakarta: Depkes, 1990.

23. Departemen Kesehatan RI, Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

712/MenKes/Per/X/1986. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1986.

24. A, Munif. 2009. Eschericia coli di air minum kita. diakses dari

http://environmentalsanitation.wordpress.com/category/e-coli/page/2/ pada tanggal 27

Februari 2013.

25. Echeverria P, Sethabur O, Pitarangsi C. Microbiology and diagnosis of infections with

Page 49: Penelitian Kebagusan Kaki Lima

Shigella and Enteroinvasive Escherichia coli. Review of Infectious Disease

1991;13(supplement 4):220-225.