penelitian final.doc

72
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Daerah yang terparah saat itu adalah gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat bendungan kali Grogol jebol. Hingga kini banjir pun belum berhenti di Jakarta. Apalagi ketika musim penghujan telah tiba. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian wilayah di Jakarta kini kota Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau demikian warga Jakarta tidak berhenti mencoba menanggulangi banjir di Ibukota tercinta ini. Sehubungan dengan cara untuk mencoba menanggulangi banjir tersebut, maka berbagai maslah penyebab banjir pun 1

description

penelitian final.doc

Transcript of penelitian final.doc

Page 1: penelitian final.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sebagai kota yang berada di daratan rendah, Jakarta tidak terlepas dari ancaman

banjir yang sewaktu-waktu dapat menyerang. Menurut catatan sejarah Ibukota Jakarta

telah dilanda banjir sejak tahun 1621. Salah satu bencana banjir terparah yang pernah

terjadi di Batavia adalah banjir yang terjadi di bulan Februari 1918. Saat itu hampir

sebagian besar wilayah Batavia terendam air. Daerah yang terparah saat itu adalah

gunung Sahari, Kampung Tambora, Suteng, Kampung Klenteng akibat bendungan

kali Grogol jebol.

Hingga kini banjir pun belum berhenti di Jakarta. Apalagi ketika musim

penghujan telah tiba. Oleh karena banjir yang terus menerus melanda sebagian

wilayah di Jakarta kini kota Jakarta telah terkenal dengan Kota Banjir. Walau

demikian warga Jakarta tidak berhenti mencoba menanggulangi banjir di Ibukota

tercinta ini.

Sehubungan dengan cara untuk mencoba menanggulangi banjir tersebut, maka

berbagai maslah penyebab banjir pun mulai muncul dari masalah sampah, curah

hujan yang tinggi, peluapan air yang berlebihan, pecahnya bendungan sungai, serapan

air yang buruk, hingga pemukiman liar dan pemukiman padat penduduk. Dan warga

yang terkena banjir selalu mengambil strategi sendiri untuk menanggulangi banjir

ketika banjir datang ke rumah mereka.

Banjir yang terjadi  selalu menimbulkan kerugian  bagi mereka yang terkena

banjir baik secara langsung maupun tidak langsung yang dikenal sebagai dampak

banjir.

1

Page 2: penelitian final.doc

Dampak banjir yang terjadi sering kali menganggu kesehatan lingkungan dan

kesehatan warga. Lingkungan tidak sehat karena segala sampah dan kotoran yang

hanyut seringkali mencemari lingkungan . Sampah-sampah terbawa air dan

membusuk mengakibatkan penyakit gatal-gatal di kulit, dan lalat banyak beterbangan

karena sampah yang membusuk sehingga sakit perut juga banyak terjadi. Sumber air

bersih tercemar sehingga mereka yang terkena banjir kesulitan air bersih dan

mengkonsumsinya karena darurat, sebagai penyebab diare.

Penyakit Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan satu biliun kejadian sakit

dan 3-5 juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat, ada 20-35 juta kejadian

diare terjadi setiap tahunnya, sedangkan pada 16,5 juta anak sebelum berusia 5

tahun menghasilkan 2,1-3,7 juta anak yang harus berobat ke dokter akibat dari

penyakit diare tersebut (Nelson, 2000). Selain itu 500 bayi dan anak di Amerika

Serikat meninggal karena diare pertahunnya (Kumar Vinay, 2007).

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi salah satu masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia dengan angka kesakitan yang tinggi yaitu 200 -

400 kejadian diare di antara 1000 penduduk setiap tahunnya. Di berbagai daftar

urutan penyebab kunjungan pasien ke puskesmas atau balai pengobatan, diare hampir

selalu termasuk kedalam urutan ke 3 terbesar angka kesakitan. Dengan demikian di

Indonesia diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap

tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak di bawah umur 5

tahun (Widoyono, 2008). Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling

banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status

imunisasi campak.

2

Page 3: penelitian final.doc

Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair

dengan kandungan air tinja lebih banyak daripada biasanya atau dengan frekuensi

lebih dari 3x sehari yakni lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata,

2007). Kematian karena diare di negara berkembang terjadi terutama pada anak-anak

yang berusia kurang dari 5 tahun dimana 2/3 diantaranya tinggal di daerah atau

lingkungan yang buruk, kumuh, padat dengan sistem pembuangan sampah yang

tidak memenuhi syarat, keterbatasan sumber air bersih, kurangnya sumber

bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tidak memenuhi syarat, tingkat

pendidikan yang rendah serta kurangnya fasilitias pelayanan kesehatan (Setiawan,

2007).

Mekanisme penularan yang utama untuk patogen penyebab diare adalah

melalui fekal-oral, dengan makanan dan air yang merupakan media penghantar untuk

kebanyakan kejadian diare (Nelson, 2000). Maka dari itu peran kesehatan lingkungan

disini sangatlah penting seperti penyediaan air bersih, pembuangan sampah,

pembuangan limbah rumah tangga dan pembuangan kotoran manusia (Mubarak,

2009).

Kelurahan Pejaten Timur, Jakarta Selatan di pilih menjadi tempat penelitian

dikarenakan menurut catatan di puskesmas kelurahan Pejaten Timur angka

kejadian diare pada anak di sana khususnya pada balita menempati posisi yang

cukup tinggi setelah penyakit ISPA dan penyakit infeksi kulit. Selain itu RW 05,

RW 07 dan RW 08 dipilih dikarenakan daerah di lingkungan tersebut

merupakan daerah yang rawan banjir pada musim penghujan. Dimana hal

tersebut nantinya akan sangat berkaitan erat dengan peran kesehatan

lingkungan sebagai faktor penyebab angka kejadian penyakit diare

(Puskesmas Pejaten Timur 2012).

Berdasarkan uraian-uraian di atas penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

faktor kesehatan lingkungan apa sajakah yang mempunyai hubungan bermakna

3

Page 4: penelitian final.doc

dengan angka kejadian diare pada anak balita, khususnya penulis melakukan

penelitian di Kelurahan Pejaten Timur Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan,

sehingga diharapkan bisa dilakukan tindakan pencegahan untuk menekan angka

kejadian diare tersebut.

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Prevalensi angka kejadian diare pada balita di Jakarta masih sangat tinggi dan

prevalensi tersebut meningkat dengan adanya banjir di beberapa wilayah. Berbagai

studi berbasiskan populasi telah dilakukan untuk mengidentifikasi pelbagai faktor

resiko terjadinya diare. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah faktor apa

saja yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita pasca banjir terutama di

Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tercapainya penurunan kejadian diare pasca banjir pada balita

2. Tujuan Khusus

a) Didapatkan gambaran usia balita di Kelurahan Pejanten Timur

b) Didapatkan gambaran jenis kelamin balita di Kelurahan Pejanten Timur

c) Didapatkan gambaran pemberian ASI eksklusif pada balita di Kelurahan

Pejanten Timur

d) Didapatkan gambaran status gizi balita di Kelurahan Pejanten Timur

e) Didapatkan gambaran imunisasi campak pada balita di Kelurahan Pejanten

Timur

4

Page 5: penelitian final.doc

f) Didapatkan gambaran usia ibu yang memiliki balita di Kelurahan Pejanten

Timur

g) Didapatkan gambaran pendidikan ibu yang memiliki balita di Kelurahan

Pejanten Timur

h) Didapatkan gambaran pengetahuan ibu mengenai diare di Kelurahan Pejanten

Timur

i) Didapatkan gambaran pengadaan sarana air bersih di Kelurahan Pejanten

Timur

j) Didapatkan gambaran pengadaan jamban di Kelurahan Pejanten Timur

k) Didapatkan gambaran pengelolaan sampah di Kelurahan Pejanten Timur

l) Diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan (Pengadaan sarana air

bersih, jamban dan pengelolaan sampah) terhadap angka kejadian diare pada

anak balita di Kelurahan Pejaten Timur.

m) Diketahuinya hubungan antara faktor anak (usia, ASI ekslusif, status gizi,

imunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) terhadap angka kejadian diare

pada anak balita di Kelurahan Pejaten Timur.

n) Diketahuinya hubungan antara faktor ibu (usia pendidikan, pengetahuan,

penghasilan, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada

anak) terhadap angka kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pejaten

Timur.

5

Page 6: penelitian final.doc

1.4. HIPOTESIS

Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a) Ada hubungan antara faktor lingkungan (Pengadaan sarana air bersih, jamban

dan pengelolaan sampah) terhadap angka kejadian diare pada anak balita di

Kelurahan Pejaten Timur.

b) Ada hubungan antara faktor anak (usia, ASI ekslusif, status gizi, imunisasi

campak, kebersihan tangan dan kuku) terhadap angka kejadian diare pada

anak balita di Kelurahan Pejaten Timur.

c) Ada hubungan antara faktor ibu (usia pendidikan, pengetahuan, penghasilan,

kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak) terhadap

angka kejadian diare pada anak balita di Kelurahan Pejaten Timur.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat bagi peneliti

Untuk menambah pengalaman belajar serta wawasan tentang ilmu kedokteran

khususnya tentang hubungan kesehatan lingkungan dengan penyakit diare dan juga

untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah didapat khususnya dalam

melakukan penelitian ilmiah.

2. Manfaat bagi masyarakat

Memberikan gambaran kesehatan untuk masyarakat umumnya mengenai

pentingnya kebersihan dan kesehatan lingkungan.

6

Page 7: penelitian final.doc

3. Manfaat bagi instansi kesehatan

Bagi instansi kesehatan yang terkait yaitu Puskesmas Kelurahan

Pejaten Timur, untuk mengetahui gambaran hubungan antara PHBS dan faktor

lingkungan di masyarakat terhadap angka kejadian diare dengan

mempertimbangkan faktor-faktor lain yang belum diteliti pada penelitian ini.

Meningkatkan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan terjadinya diare pasca

banjir

4. Manfaat bagi institusi pendidikan

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan data awal dan acuan bagi peneliti

selanjutnya yang ingin meneliti lebih dalam mengenai kesehatan lingkungan.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada faktor PHBS dan faktor lingkungan

di Posyandu Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan,

Tahun 2013.

7

Page 8: penelitian final.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Banjir

2.1.1 Definisi

Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya

kering) karena volume air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air

yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau

pecahnya bendungan sungai.Di banyak daerah yang gersang di dunia, tanahnya

mempunyai daya serapan air yang buruk, atau jumlah curah hujan melebihi

kemampuan tanah untuk menyerap air. Ketika hujan turun, yang kadang terjadi

adalah banjir secara tiba-tiba yang diakibatkan terisinya saluran air kering dengan air.

2.1.2 Penyebab Banjir

Banjir merupakan bencana yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-

hari, baik yang terjadi di lingkungan sekitar kita maupun yang jauh dari tempat kita

berada. Banjir sangat merugikan karena bisa merusak roda perekonomian di suatu

daerah, menghentikan aktivitas kegiatan manusia, meninggalkan kerusakan harta

benda, menebar penyakit, bahkan dapat pula menelan korban jiwa.

Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat menyebabkan banjir :

1. Luapan Air Sungai

Sungai yang lebar dan kedalamannya tidak berubah, namun di sekitarnya

terjadi peningkatan jumlah penduduk yang sangat signifikan dapat menyebabkan

ketidakmampuan sungai untuk menampung secara keseluruhan air buangan, air hujan

8

Page 9: penelitian final.doc

dan sampah yang masuk ke dalamnya. Jika sudah penuh, maka air akan menggenangi

pinggiran sungai dan daerah rendah lainnya.

2. Pendangkalan Sungai, Kali, Selokan, Danau, Situ, Dll

Jika orang-orang selalu membuang sampah di sungai atau terus-menerus

terjadi erosi tanah di sekitarnya, maka akan terjadi pendangkalan. Sungai, danau dan

selokan yang dangkal tidak akan mampu menampung air dalam jumlah besar

sehingga air akan meluap menggenangi sekitarnya dan daerah-daerah yang rendah.

3. Kegagalan Tanah Menyerap Air

Jika jumlah luas keseluruhan lahan terbuka hijau dan tanah kosong berkurang

drastis di suatu daerah akibat berbagai sebab, maka air hujan yang turun akan

langsung meluncur dengan cepat ke selokan, sungai dan akhirnya ke laut. Jika air

yang meluncur tersebut sangat banyak jumlahnya, maka otomatis tidak akan

tertampung di saluran air yang ada. Walhasil air yang tidak dapat ditampung oleh

saluaran pembuangan air akan tergenang bebas dan menyebabkan banjir.

4. Penggundulan Hutan

Hutan yang berisi berbagai macam pohon-pohon lebat nan rindang serta

semak belukar yang rimbun dengan lantai hutan yang penuh dengan kompos alami

sampah hutan dapat menyerap air hujan dalam jumlah besar. Jika hutan digunduli dan

dipersempit, maka air hujan akan meluncur ke sungai dan kemudian berakhir di laut.

Jika sungai tidak mampu menampung air dalam jumlah besar, maka akan terjadi

banjir di sekitar sungai dan daerah rendah yang ada di sekitarnya.

9

Page 10: penelitian final.doc

5. Air Bah / Banjir Bandang

Air bah atau air banjir bandang yang datangnya cepat dan tiba-tiba bisa saja

terjadi akibat terjadinya sesuatu hal seperti jebol tanggul, jebol bendungan, tanah

longsor, hujan lebat di daerah sekitar hulu sungai, salju mencair masal secara tiba-tiba

dan lain sebagainya. Banjir yang tiba-tiba ini bisa saja langsung menghajar dan

menggenangi daerah pemukiman penduduk.

6. Hujan Deras Yang Lama

Jika hujan terjadi dengan intensitas yang tinggi dalam waktu yang panjang

bisa mengakibatkan suatu daerah yang tidak biasa banjir menjadi banjir jika tidak

sigap menghadapi kuantitas air yang tidak wajar di luar kebiasaan normalnya.

7. Air Laut Pasang (Rob)

Permukaan air laut yang dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan

permukaan daratan yang terus-menerus ambles mengakibatkan pada saat air pasang,

daerah-daerah pantai dan daerah yang rendah akan digenangi air laut yang asin.

8. Saluran Air Mampet

Jika got, selokan, comberan, parit dan atau sebangsanya mampet karena

sampah, maka aliran air akan terhambat, dengan begitu air yang tidak bisa menembus

barikade sampah tersebut akan meluap dan menggenangi di sekitar saluran air

tersebut. Oleh sebab itu perlu kesadaran masyarakat yang tinggi untuk tidak

membuang sampah sembarangan di mana pun berada. Terkadang orang menganggap

kali sebagai tempat membuang sampah yang sah, sehingga saat sampah menyangkut

dan menghambat laju air, maka bisa mengakibatkan banjir.

10

Page 11: penelitian final.doc

9. Perubahan Sistem Drainase Pembuangan Air

Suatu daerah yang biasanya tidak banjir bisa saja menjadi daerah langganan

banjir baru jika daerah di sekitarnya melakukan sesuatu yang mengubah sistem

drainase yang sudah ada tanpa memperhatikan amdal (analisis mengenai dampak

lingkungan). Contohnya seperti peninggian masal suatu wilayah rendah untuk

komplek perumahan baru, menyempitkan saluran air yang ada untuk suatu

pembangunan, hilangnya daerah rawa-rawa untuk dijadikan mall, dan lain

sebagainya.

10. Tsunami Air Laut

Adanya gempa bumi, pergeseran lempengan bumi, tumbukan meteor besar,

ledakan bom, angin besar, tanah longsor, es longsor, dan lain sebagainya bisa saja

menyebabkan gelombang tinggi air laut yang menyapu suatu daratan baik skala kecil

maupun besar. Banjir air laut akibat sunami bisa mencapai ketinggian ratusan meter

sehingga dapat menewaskan banyak orang yang dilaluinya.

2.1.3. Penanganan Banjir

Berikut ini beberapa cara untuk menanggulangi banjir.

1. Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Sungai dan

selokan adalah tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi

tempat sampah.

2. Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah

di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar hanya

dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu

peningkatan perekonomian. Malah sebaliknya, merusak lingkungan. Itu

11

Page 12: penelitian final.doc

sebabnya, pemerintah seharusnya tegas, melarang membuat rumah di dekat

sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas datang ke kota

dalam jangka waktu lama (untuk menetap).

3. Menanam p ohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Pohon

adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Bayangkan, bila sebuah

kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain

sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di

saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa

dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba

2.2 Kesehatan Lingkungan

2.2.1 Definisi

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup

lainnya (UU RI No.23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup).

Kesehatan Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimal pula (Mubarak, 2009).

12

Page 13: penelitian final.doc

2.2.2. Tujuan & Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Secara umum tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan

adalah (Chandra, 2006):

1) Melakukan korelasi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada

kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

2) Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber- sumber lingkungan

dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

3) Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat

dan isntitusi pemerintah serta lembaga non- pemerintah dalam menghadapi

bencana alam atau wabah penyakit menular.

Sedangkan tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus

meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup

manusia yang diantaranya berupa (Chandra, 2006) :

1) Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.

2) Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara

luas oleh masyarakat.

3) Pencemaran udara akibat sisa pembakaran kendaraan bermotor, batubara,

kebakaran hutan atau gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup

lain dan menjadi penyebab perubahan ekosistem.

4) Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan,

industri, rumah sakit, dan lain-lain.

5) Kontrol terhadap vektor-vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan

penyakitnya.

13

Page 14: penelitian final.doc

6) Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.

7) Kebisingan, radiasi dan kesehatan kerja.

8) Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan

lingkungan.

2.2.3 Sanitasi Sumber Air

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara.

Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun

dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa air. Kebutuhan air rata-rata setiap

individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon, kebutuhan tersebut

bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan

masyarakat. Berdasarkan analisis WHO pada negara-negara maju setiap orang

memerlukan air antara 60-120 liter perhari, sedangkan pada negara berkembang tiap

orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak, 2009).

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai

sumber, berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi (Chandra, 2006):

a) Air Angkasa atau Air Hujan

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Air ini

dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Walau pada saat presipitasi

merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran

ketika berada di atmosfer. Pencemaran tersebut dapat disebabkan oleh partikel debu,

mikroorganisme dan juga gas.

14

Page 15: penelitian final.doc

b) Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, air tersebut

meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk yang sebagian

besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Oleh karena keadaannya

yang terbuka, maka air permukaan mudah terkena pengaruh pencemaran, baik oleh

tanah, sampah maupun lainnya.

c) Air Tanah (Ground Water)

Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian

mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi alamiah,

sehingga membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan

proses yang telah dialami air hujan tersebut.

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau (Slamet, 2009). Air dinyatakan tercemar apabila mengandung bibit

penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah

industri. Berikut ini merupakan batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman

(Chandra, 2006):

a) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

b) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun

c) Tidak berasa dan tidak berbau

d) Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik/rumah tangga

e) Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen

Kesehatan RI

15

Page 16: penelitian final.doc

2.2.4. Penyediaan Jamban Keluarga

Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan tinja secara

sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan

dibidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam

pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi tersebut

biasanya ditemukan terutama pada masyarakat di pedesaan dan daerah kumuh

perkotaan (Chandra, 2006).

Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus

memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Harus diperhatikan juga

keadaan tanah, kemiringannya, permukaan tanah, pengaruh banjir pada musim hujan

dan sebagainya (Mubarak, 2009). Menurut konstruksi dan cara

mempergunakannya. Dikenal macam- macam tempat pembuangan tinja

(jamban/kakus), yaitu (Notoatmodjo,2007) :

a) Jamban Cemplung

Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana yang sering dijumpai

masyarakat di pedesaan. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang

di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Jamban semacam ini masih

menimbulkan gangguan karena baunya.

b) Jamban Plengsengan

Nama jamban ini berasal dari kata ”melengseng” yang artinya miring dan

digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat penampungan kotoran

dihubungkan oleh suatu saluran yang miring.

16

Page 17: penelitian final.doc

c) Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat

dengan menggunakan bor. Jamban bor mempunyai keuntungan bau yang

ditimbulkan sangat berkurang, akan tetapi kekurangannya adalah perembesan kotoran

akan lebih jauh dan mengotori air tanah.

d) Jamban Leher Angsa (Angsatrine / Water Seal Latrine)

Jamban jenis ini di bawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang alat

yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah

timbulnya bau karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang

melengkung.

e) Jamban di atas Balong/Empang (Fishpond Latrine)

Jamban jenis ini semacam rumah-rumahan di atas kolam, rawa, balong,

empang atau sungai. Kerugiannya adalah mengotori air permukaan tersebut

sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar melalui media

air tersebut.

f) Jamban Septic Tank

Dipergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran terjadi

proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang bersifat anaerob.

Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan tinja

secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan

dan perkembangbiakan lalat (Chandra, 2006). Penyakit-penyakit yang dapat

terjadi akibat keadaan tersebut misalnya adalah diare, disentri, tifoid, penyakit

infeksi cacing, penyakit infeksi gastrointestinal lain.

17

Page 18: penelitian final.doc

2.2.5. Sarana Pembuangan Sampah

Menurut definisi (WHO) Sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan

manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.

Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi oleh berbagai

kegiatan dan taraf hidup manusia. Beberapa faktor yang penting antara lain adalah

(Slamet, 2009):

a) Jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya maka akan semakin

banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju

pertambahan penduduk.

b) Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka

semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang.

c) Kemajuan Teknologi, dengan kemajuan teknologi akan menambah jumlah

maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara

pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya, sampah terbagi menjadi

sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik misalnya sisa makanan,

daun, sayuran, buah. Sedangkan sampah anorganik misalnya logam, barang

pecah belah atau abu. Berdasarkan bisa atau tidaknya dibakar, sampah terbagi

menjadi sampah yang mudah terbakar misalnya kertas, plastik, daun kering, kayu.

Dan sampah yang tidak mudah terbakar misalnya kaleng, besi, gelas. Jika

berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk, sampah terbagi menjadi sampah yang

mudah membusuk misalnya sisa makanan. Dan sampah yang sulit membusuk

misalnya plastik (Mukono, 2008).

18

Page 19: penelitian final.doc

Berdasarkan ciri atau karakteristiknya, sampah dapat dibedakan menjadi

(Notoatmodjo, 2007):

a) Garbage, terdiri atas zat-zat yang mudah membusuk dan dapat terurai dengan

cepat, khususnya jika cuaca panas. Sampah jenis ini dapat ditemukan ditempat

pemukiman, rumah makan, pasar, dan sebagainya.

b) Rubbish, terbagi menjadi 2 yaitu rubbish yang mudah terbakar yang terdiri atas

zat-zat organik misalnya kayu, kertas, daun kering. Dan rubbish yang tidak

mudah terbakar yang terdiri atas zat-zat anorganik misalnya kaca, kaleng.

c) Ashes, merupakan semua sisa pembakaran industri.

d) Street Sweeping, merupakan sampah dari jalan atau trotoar akibat aktivitas mesin

atau manusia.

e) Dead Animal, merupakan bangkai binatang besar misal anjing atau kucing yang

mati akibat kecelakaan atau secara alami.

f) House Hold Refuse, merupakan sampah campuran (berasal dari rubbish,

garbage, ashes) yang berasal dari perumahan.

g) Abandoned Vehicles, merupakan jenis sampah yang berasal dari bangkai

kendaraan.

h) Demolotion Waste & Constructions Waste merupakan sampah yang berasal dari

sisa-sisa hasil pembangunan atau perombakan gedung.

i) Sampah Industri, merupakan sampah yang berasal dari industri pengolahan hasil

bumi, tumbuh-tumbuhan dan industri lainnya.

j) Sewage Solid, terdiri dari benda-benda solid atau kasar yang umumnya

berupa zat organik hasil saringan pada pintu masuk pusat pengolahan air buangan.

19

Page 20: penelitian final.doc

k) Sampah Khusus, yaitu sampah yang membutuhkan penanganan khusus dalam

pengelolaannya. Misal kaleng, zat radioaktiif.

Pengelolaan sampah mempunyai pengaruh terhadap masyarakat dan

lingkungannya. Pengaruh dari pengelolaan sampah yang tidak benar tampak pada 3

aspek yaitu (Mukono, 2008):

a) Aspek Kesehatan

Sampah dapat memberikan tempat tinggal yang baik bagi vektor penyebab

penyakit, seperti serangga, tikus, cacing dan jamur. Dan dari vektor tersebut dapat

menimbulkan penyakit seperti diare dengan vektor pembawanya adalah lalat.

b) Aspek Lingkungan

Sampah dapat mempengaruhi estetika lingkungan, penurunan kualitas

udara dan pencemaran air.

c) Aspek Sosial Masyarakat

Pengelolaan sampah yang tidak baik dapat mencerminkan status keadaan

sosial masyarakat.

2.2.6 Penyakit Diare

2.2.6.1 Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair

atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih banyak daripada biasanya yakni

lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata, 2007). Diare merupakan salah

satu penyebab kematian terbesar pada anak-anak di seluruh dunia karena pada usia

tersebut sangat rentan terhadap dehidrasi (Nelson, 2000).

20

Page 21: penelitian final.doc

2.2.6.2 Klasifikasi

Diare dapat di klasifikasikan berdasarkan:

1) Lamanya waktu diare (Simadibrata, 2007):

a) Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari, sedangkan

menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut

didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari

normalnya dan berlangsung kurang dari 14 hari.

b) Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari c) Diare Persisten

merupakan kelanjutan dari diare akut, peralihan antara diare akut dan kronik.

2) Berdasarkan Mekanisme Patofisiologiknya (Simadibrata, 2007):

a) Diare Osmotik, disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus

halus yang disebabkan oleh obat- obat/zat kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi

umum dan defek dari absorpsi mukosa usus.

b) Diare Sekretorik, disebabkan meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus,

menurunnya absorpsi. Penyebab dari diare ini antara lain karena efek enterotoksin

pada infeksi Vibrio cholerae atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan

hormon, reaksi ileum dan efek obat laksatif.

3) Berdasarkan ditemukannya darah yang terlihat secara kasat mata disebut dengan

Disentri (Kumar Vinay, 2007).

2.2.6.3 Etiologi

Diare disebabkan oleh banyak penyebab dan dapat dibedakan menjadi diare

infeksi dan diare non-infeksi (Nelson, 2000).

21

Page 22: penelitian final.doc

1) Diare Infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis agen-agen penyebab, yaitu

(Brooks, 2005):

a) Enteropatogen Bakteri

Enteropatogen bakteri dapat menyebabkan diare radang atau non radang dan

enteropatogen spesifik dapat disertai dengan salah satu manifestasi klinis. Umumnya

diare radang akibat Aeromonas spp, Campylobacter jejuni, Clostridium difficle, E.

coli enteroinvasif, E. coli enterohemorhagik, Salmonella spp, Shigella spp, Vibrio

parahaemolyticus dan Yersinia enterocolitica. Sedangkan diare non radang dapat

disebabkan oleh E. coli enteropatogen, E.coli enterotoksik, dan Vibrio cholerae.

b) Enteropatogen Parasit

Enteropatogen parasit yang paling sering di Amerika Serikat adalah Giardia

lamblia. Patogen yang lainnya adalah Entamoeba histolytica, Cryptosporidium,

Strongyloides stercoralis, Isospora belli dan Enterocytozoon bieneusi.

c) Enteropatogen Virus

Penyebab gastroenteritis virus adalah Rotavirus, Adenovirus enterik,

Astovirus, Kalsivirus dan Virus Norwalk.

2) Sedangkan diare non-infeksi disebabkan oleh (Nelson, 2000):

a) Kesukaran Makan

b) Kelainan Struktur Anatomi pada saluran cerna, misal pada atrofi mikrovilli,

penyakit Hirschprung, dan sebagainya.

c) Pada Malabsorpsi

d) Pada Endokrinopati

e) Pada Keracunan Makanan

22

Page 23: penelitian final.doc

f) Pada Neoplasma

g) Macam-macam lainnya, misal karena obat pencahar, alergi susu, penyakit

Crohn, kolitis ulseratif, pada penyakit defisiensi imun.

2.2.6.4 Faktor Risiko

Kelompok risiko tinggi yang mungkin mengalami diare infeksi adalah

(Nasronudin, 2007):

1) Orang yang baru saja bepergian ke negara berkembang, daerah tropis. Misal pada

orang yang sering berkemah atau pergi ke tempat endemik.

2) Orang dengan imunosupresi dan imunodefisiensi, misal pada penderita HIV atau

penekanan sistem imun karena obat-obatan.

3) Orang yang baru saja menggunakan obat-obatan antimikroba pada institusi,

misal di rumah sakit.

4) Makanan atau keadaan makan yang tidak biasa, misal makan makanan

mentah atau mengkonsumsi makanan yang terpapar agen penyebab diare, misal:

Salmonella, Shigella.

2.2.6.5. Gejala Klinis

Secara umum gejala klinis yang timbul akibat diare adalah (Nasronudin, 2007):

1) Akibat kehilangan cairan tubuh:

a) turgor kulit berkurang

b) nadi lemah

c) takikardi

d) mata cekung

23

Page 24: penelitian final.doc

e) suara parau

f) kulit dingin

g) jari-jari sianosis

h) membran mukosa kering

i) buang air kecil kurang (anuria)

2) Akibat gangguan keseimbangan asam basa dan kehilangan elektrolit:

a) defisit bikarbonat (asidosis), dengan gejala: muntah, pernafasan cepat

dan dalam

b) defisiensi kalium, dengan gejala: lemah otot, aritmia jantung, ileus paralitik

c) kejang dan kom

2.2.6.7. Patofisiologi

Mekanisme utama dalam diare adalah terjadinya kelainan transport air dan

elektrolit. Distensi usus akibat bertambahnya cairan dan gas di lumen usus akan

merangsang timbulnya hiperperistalsis (Silbernagl, 2007). Ada beberapa

mekanisme utama patofisiologi dasar diare. Yang pertama, diare sekretorik akibat

sekresi air dan elektrolit yang berlebihan ke usus akibat rangsangan toksin suatu

bakteri pada mukosa usus. Yang kedua merupakan diare osmotik akibat makanan

yang mengandung zat yang sukar diserap. Yang ketiga akibat gangguan transport

ion, misal karena ketidakmampuan usus menyerap ion klor, akhirnya terjadi diare

akibat kekacauan motilitas usus seperti pada sindrom kolon iritabel. Dan yang

keempat adalah gabungan dari mekanisme tersebut (Sjamsuhidayat, 2005).

24

Page 25: penelitian final.doc

2.2.6.8. Diagnosis

Beberapa hal yang perlu dilakukan bila mendapatkan pasien terutama anak

dengan diare akut (Nelson, 2000):,

1) menilai tingkat dehidrasi dan memberikan pengganti cairan dan

elektrolit

2) mencegah penyebaran enteropatogen

3) menentukan agen etiologi dan memberikan terapi spesifik jika terindikasi.

2.2.6.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien diare adalah rehidrasi dengan menilai dari derajat

dehidrasinya. Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena

nausea atau muntah terutama pada anak- anak dan lansia. Dehidrasi bermanifestasi

sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya jumlah frekuensi urin pada

keadaan yang lanjut dapat mengarah ke gagal ginjal akut (Nelson, 2000).

Derajat Dehidrasi akibat diare pada anak dibedakan menjadi tiga yaitu

(Suraatmaja, 2010):

1) Tanpa dehidrasi, biasanya anak tampak normal, tidak ada tanda- tanda dehidrasi

2) Dehidrasi ringan/sedang, menyebabkan anak tampak rewel atau gelisah, mata

sedikit cekung, merasa haus, turgor kulit agak lambat jika dicubit

3) Dehidrasi berat, terjadi penurunan kesadaran pada anak, mata tampak cekung,

tidak bisa minum atau malas minum, turgor kulit sangat lama kembalinya jika

dicubit, nafas cepat dan anak terlihat lemah. Sedangkan derajat dehidrasi

menurut keadaan klinisnya terbagi atas (Simadibrata, 2007):

1) Dehidrasi ringan, jika kekurangan cairan < 5% berat badan

25

Page 26: penelitian final.doc

2) Dehidrasi sedang, jika kekurangan cairan 5-10% berat badan

3) Dehidrasi berat, jika kekurangan cairan > 10% berat badan

Tujuan Pengobatan yang efektif dalam menangani anak-anak yang menderita

diare akut menurut WHO adalah (Suraatmaja, 2010):

1) Penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mengatasi

dehidrasi.

2) Pemberian makanan terutama ASI dan makanan lunak selama diare dan masa

penyembuhan tetap dilakukan untuk mencegah kekurangan gizi.

3) Tidak menggunakan obat antidiare, antibiotika diberikan hanya pada kasus yang

sudah diketahui secara pasti apa agen yang menjadi penyebab diare tersebut.

Misalnya pada kasus kolera atau disentri yang disebabkan oleh Shigella.

4) Memberikan petunjuk dan edukasi yang efektif bagi ibu serta pengasuh dalam

penanganan dan pencegahan masalah diare

5) Diberikan terapi tambahan misalnya dengan pemberian suplemen zinc untuk

mengurangi lama dan beratnya diare.

2.2.6.10. Pencegahan

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan lingkungan, yaitu

(Widoyono, 2008):

1) Menggunakan sumber air bersih dan memasak air hingga mendidih

sebelum diminum untuk mematikan sebagian besar kuman penyakit.

2) Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan

dan sesudah buang air besar.

26

Page 27: penelitian final.doc

3) Menggunakan jamban yang sehat untuk keluarga dan membuang tinja bayi dan

anak dengan benar.

4) Menjaga higienitas makanan dan minuman.

5) Pengelolaan pembuangan sampah yang baik dan benar.

2.2.6.11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare

Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada bayi dan

balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal–oral yaitu melalui

makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung

dengan tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau

tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Adapun faktor

resiko terjadinya diare yaitu :

Faktor Anak

Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita

diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak.

a. Faktor umur

Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi

tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan

makanan pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan belum terbentuknya

kekebalan alami dari anak usia dibawah satu tahun. Pola ini menggambarkan

kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,

pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung

27

Page 28: penelitian final.doc

dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai dapat merangkak (Depkes,

1999).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005) terhadap

faktor-faktor risiko kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa kelompok

umur yang paling banyak menderita diare adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68

%, kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan paling sedikit umur 37- 60

bulan 16,67 %.

b. Status Gizi

Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare.

Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan

makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan

mengakibatkan diare yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare

persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi.

Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-

anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk (Palupi, 2009). Dari

penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) terhadap beberapa penelitian faktor

risiko diare di Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang buruk

merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita dengan status

gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali terkena diare akut dibanding balita dengan

status gizi baik.

28

Page 29: penelitian final.doc

c. Status Imunisasi Campak

Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan

dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan

lebih lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada

epitel usus. Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-

anak dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini

disebabkan karena penurunan kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).

Faktor Orang tua

Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare

sangatlah penting. Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan,

pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit.

Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang

pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak

terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko

mengalami dehidrasi.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994), ditemukan bahwa

kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25

kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan

kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah. Dari penelitian Cholis

Bachroen dan Soemantri (1993) diketahui pendidikan merupakan faktor yang

berpengaruh terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian Sunoto

(1990). Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam tatalaksana

penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak dengan dehidrasi (Sukawana,

2000). Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI (2007) terhadap

29

Page 30: penelitian final.doc

pengetahuan ibu tentang diare didapatkan data bahwa pengetahuan ibu tentang

pemberian paket oralit lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19

tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara itu pendidikan ibu

mempunyai hubungan yang positif dengan pengetahuan ibu tentang pemberian paket

oralit.

Faktor lingkungan

Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi

yang jelek akan mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat

shigellosis yaitu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat

berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anak- anak yang berumur 6

bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana

sebagian besar penularan melalui faecal- oral yang sangat dipengaruhi oleh

ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan

serta perilaku sehat dari keluarga.

Hyegine dan Kebersihan diri

Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap

pencegahan terjadinya diare pada bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih

yang sering dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada

anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002). Banyak penyakit mudah

ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku

mencuci tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran cerna (tinja)

30

Page 31: penelitian final.doc

maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007). Tangan yang kotor dan kuku panjang

merupakan sarana berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama penyebab

penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua memperhatikan kebersihan

tangan dan kuku pada anak usia bayi dan balita, dimana pada usia ini anak

berada pada tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda atau

tangan ke dalam mulut.

31

Page 32: penelitian final.doc

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

III.1. KERANGKA TEORI

32

Faktor Resiko

EksternalInternal

Penyakit Diare

Balita

(sebagai Host)Agen Penyakit

Penyimpanan sampah

Pengumpulan sampah

Pembuangan sampah

Sarana air bersih

Penyediaan Jamban

Pengelolaan sampah individu

Syarat pembuangan kotoran

Syarat bangunan jamban

LingkunganJenis Kelamin

Usia

Status Gizi

Imunisasi campak

Banjir

Faktor Ibu :

Usia

Pendidikan

Pengetahuan

Mencuci tangan sebelum memberikan makan

Page 33: penelitian final.doc

Keterangan :

= Variabel yang tidak diteliti

= variable diteliti secara univariat dan bivariat

Bagan 2.1 kerangka teori

III.2. KERANGKA KONSEP

Bagan 2.2 Kerangka Konsep

33

Faktor Anak :

Usia Jenis Kelamin Pemberian ASI Ekslusif Satus Gizi Imunisasi Campak

Kejadian diare pada balita 0-5tahun pasca banjir

Faktor Ibu :

Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan

sebelum memberikan makan pada anak

Faktor Lingkungan :

Pengadaan sarana air bersih

Pengadaan jamban Pengelolaan sampah

Page 34: penelitian final.doc

III.3 Definisi operasional

Variabel Definisi Operasional

Cara Ukur dan Alat ukur

Hasil Ukur Skala

Variabel Dependen

Kejadian Diare Bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer

0 = Tidak diare

1 = Diare

Nominal

Variabel Independent

Usia anak Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran

Cara ukur: melihat catatan medis dan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahun

Alat ukur : Kuesioner

1 = 0-24 bulan

2 =25-59 bulan

Interval

Jenis Kelamin Identitas diri atau seksual anak sejak ia dilahirkan

Melihat catatan medis dan melihat langsung pasien

1 = perempuan

2 = laki-laki

Nominal

Asi ekslusif Pemberian hanya ASI saja

Jawaban yang ada di

1= mendapatkan

Ordinal

34

Page 35: penelitian final.doc

sampai usia bayi 6 bulan

kuesioner ASI eksklusif

2 = tidak mendapatkan ASI eksklusif

Imunisasi campak

Cakupan pemberian imunisasi campak yang didapatkan dalam 1 tahun pertama

Jawaban yang ada di kuesioner

0 = mendapatkan imunisasi campak

1 = tidak mendapatkan imunisasi campak

2 = belum cukup umur

Nominal

Status Gizi Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu dibandingkan dengan standart WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standart

Cara ukur : Melihat dari catatan Kartu Menuju Sehat (KMS)

0 = Normal

1 = kurang gizi

2 = gizi buruk

Ordinal

Usia ibu Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan

Berdasarkan isi kuesioner yang ditulis

1 = 20-30 tahun (tidak berisiko)

Ordinal

35

Page 36: penelitian final.doc

tahun kelahiran ibu 2= <20 dan >30 tahun (berisiko)

Pendidikan Ibu Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus

Melihat dari pendidikan ibu yang diisi dari kuesioner

1=Tinggi (SLTA/AKA/ PT)

2=Rendah (SD - SMP)

Ordinal

Pengetahuan Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993)

Cara Ukur : Dengan melihat skor yang diperoleh responden, kemudian membandingka n dengan skor maksimal dan dikalikan 100

Alat Ukur : Kuesioner

0=Baik, bila nilai/skor ≥ 76%

1=Cukup, bila nilai skor 56-75 %

2=Kurang baik bila nilai/skor ≤ 55 %

Interval

Kebiasaan cuci tangan

Perilaku ibu untuk membersihkan tangan sebelum memberikan makan anak dengan menggunakan sabun

Jawaban dari kuesioner

1=Selalu

2=Kadang- kadang

3= Jarang

4=Tidak pernah

Ordinal

36

Page 37: penelitian final.doc

Penghasilan Kondisi keuangan atau penghasilan yang diperoleh keluarga per bulan

Catatan Ukur : Jawaban dari kuesioner

Alat Ukur : kuesioner

1=Tinggi, bila penghasilan

per bulan >1jt

2=Rendah bila penghasilan

per bulan <1 jt

Ordinal

Sarana air bersih

Sumber air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang memenuhi syarat kualitas air bersih

Kuesioner 1 = Tidak memenuhi kualitas air bersih ( nilai 0-7)

2= Memenuhi kualitas air bersih ( 8-11)

Ordinal

Penyediaan jamban

Jenis tempat buang air besar yang digunakan oleh keluarga yang memenuhi syarat pembuangan kotoran sesuai aturan kesehatan

Kuesioner 1= Jamban yang tidak memenuhi aturan kesehatan (0-7)

2 = Jamban yang memenuhi aturan kesehatan (8-10)

Ordinal

Pengelolaan Pembuangan

Jenis tempat dan

Kuesioner 1 = Tidak memenuhi

Ordinal

37

Page 38: penelitian final.doc

Sampah pengelolaan sampah perorangan yang meliputi : Penyimpanan, Pengumpulan, dan Pembuangan

kesehatan (0-7)

2 = Memenuhi kesehatan (8-11)

38

Page 39: penelitian final.doc

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan pendekatan desain “Cross

sectional”.

4.2 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar

Minggu, Jakarta Selatan karena Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti memiliki

kerjasama dengan Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dan saat ini peneliti sedang

sedang ditugaskan ditempat tersebut. Penelitian dilakukan pada tanggal 25

Februari 2013 – 20 Maret 2013.

4.3 Subyek penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh balita (berumur 0 - 5 tahun) di Posyandu

Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Tahun 2013.

39

Page 40: penelitian final.doc

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang dipilih secara acak dari 25

Posyandu yang ada di Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta

Selatan yang mewakili seluruh populasi.

Adapun kriteria inklusi dari sampel dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Ibu yang memiliki anak usia 0 sampai 5 tahun yang mengunjungi

Posyandu tersebut di hari pengambilan data Kelurahan Pejaten Timur,

Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

b) Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent

c) Responden yang komunikatif

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Tidak bersedia untuk menjadi responden

b) Responden yang tidak komunikatif

4.4 Teknik sampling

Sampel diambil dengan menggunakan metode Cluster Random Sampling,

yaitu proses penarikan sampel secara acak pada kelompok individu dalam populasi

yang terjadi secara alamiah (Dahlan, 2009). Cara ini sangat efisien bila populasi

tersebar luas dalam suatu wilayah sehingga tidak mungkin untuk membuat daftar

seluruh populasi tersebut (S. Sudigdo, 2008).

Proses pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan berdasarkan tingkat

wilayah secara bertahap. Tahap pertama dengan menentukan wilayahnya yaitu

Kelurahan Pejaten Timur Kecamatan Pasar Minggu. Peneliti kemudian mendatangi

kantor kelurahan dan mendapatkan informasi bahwa Kelurahan Pejaten Timur

40

Page 41: penelitian final.doc

mempunyai 11 RW dengan jumlah Posyandu sebanyak 25 lokasi yang letaknya

berjauhan kemudian dipilih secara acak 2 Posyandu yang balitanya diambil secara

acak sebagai sampel.

Jumlah sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebanyak 48

responden. Jumlah sampel ini didapat dengan menggunakan rumus sebagai

berikut (S.Sudigdo, 2008):

n = (Za)2 PQ

(d)2

Keterangan :

n = besarnya sampel

a = batas kemaknaan, yang digunakan adalah 0,05

Za = untuk a sebesar 0,05 dari tabel dua arah didapatkan nilai 1,96

P = proporsi penyakit diare

Q = 1-P

d = Akurasi dari ketepatan pengukuran untuk p > 10% adalah 0,05

Rumus untuk menghitung besar jumlah sampel ini digunakan pada sampel tunggal

untuk estimasi proporsi suatu populasi, dimana dalam rumus ini diperlukan 3

informasi, yaitu (S. Sudigdo, 2008):

1. Proporsi penyakit yang akan dicari, P

2. Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki, d

3. Tingkat kemaknaan, a

41

Page 42: penelitian final.doc

Proporsi yang digunakan berdasarkan angka proporsi kejadian diare di

Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar minggu, Jakarta Selatan tahun 2011

sebesar 17%. berdasarkan rumus di atas didapatkan sampel:

n = (1,96) 2 x 0,17 x (1-0,17)

(0,05) 2

= 216,819 dibulatkan menjadi 217

n = 217 responden

Rumus Populasi finit:

n = Besar sample yang di butuhkan untuk populasi finit

No = Besar sample dari populasi infinit = 217 responden

N = Besar sample populasi finit ( penderita penyakit diare di Kelurahan Pejaten

Timur Januari 2013sampai Februari 2013 )

n = 217 = 43,87867

(1+217/56)

n = 43,8786 dibulatkan menjadi 44

Sample akhir, N1 = n + n (10%)

N1 = 44 + 44 (0.1)

42

Page 43: penelitian final.doc

N1 = 48.4

Jadi besar sampel penelitian 48 sampel

4.5 Identifikasi variable penelitian

Variabel independent :

1. Faktor usia balita

2. Faktor jenis kelamin balita

3. Faktor pemberian ASI eksklusif

4. Faktor gizi balita

5. Faktor imunisasi campak

6. Faktor usia ibu dari balita yang diambil sebagai sampel

7. Faktor pendidikan ibu

8. Faktor pengetahuan ibu terhadap diare

9. Faktor penghasilan keluarga

10. Penyediaan sarana air bersih

11. Penyediaan jamban keluarga

12. Pengelolaan pembuangan sampah

Variabel dependen :

Penyakit diare pada anak balita pasca banjir.

43

Page 44: penelitian final.doc

4.6 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian ini diambil dengan menggunakan kuesioner yang berisi

pertanyaan tertutup dan terbuka tentang variabel-variabel penelitian yang diberikan

langsung kepada responden untuk diisi, dan melalui proses wawancara.

4.7 CARA PENGUMPULAN DATA

4.7.1 Alur Pengumpulan Data

Gambar 4.8. Alur Pengumpulan Data

44

Proposal disetujui

Saringan populasi

Mengumpulkan sampel

Peneliti melakukan wawancara dan kuesioner

Peneliti mengumpulkan data

Peneliti mengolah dan menganalisis data dalam bentuk

tabular, tekstular dan grafik dengan menggunakan Microsoft

Word dan SPSS 17,0

Penyajian data dalam bentuk presentasi

Page 45: penelitian final.doc

4.7.2 Pengumpulan Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil wawancara langsung dan kuesioner pada

responden yang dilakukan di Posyandu Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar

Minggu, Jakarta Selatan.

4.7.3 Pengumpulan Data Sekunder

Data yang diperoleh dari pencatatan kejadian penyakit diare yang didapatkan

dari laporan surveillance Puskesmas Kelurahan Pejaten Timur.

4.7.4 Pengumpulan Data Tersier

Data diperoleh dari buku teks, jurnal, dan penelitian yang ada sebelumnya.

4.8 Rencana pengolahan dan analisis data

Data yang telah berhasil diperoleh diolah secara elektronik setelah melalui

proses penyuntingan, pemindahan data ke komputer dan tabulasi. Data yang

terkumpul dari hasil kuesioner diolah, dianalisis dan dimasukkan dalam program

computer Microsoft office excel 2007 dan SPSS 17.0.

Adapun langkah-langkah pengolahan data dilakukan seperti tahap-tahap

dibawah ini :

1. Cleaning

Memeriksa kelengkapan data, kelengkapan kuesioner, apakah semua

pertanyaan telah dijawab dengan lengkap dan benar.

Memeriksa kesinambungan data, dalam arti tidak ditemukannya data atau

keterangan antara satu dengan yang lainnya.

Memeriksa keseragaman data, apakah ukuran yang digunakan dalam

mengumpulkan data sudah seragam atau tidak.

45

Page 46: penelitian final.doc

2. Coding

Pengkodean data (data coding) yaitu mengklasifikasikan data dan memberi

kode atau simbol tertentu, misal berupa angka untuk setiap jawaban.

3. Editing

Pengeditan data (editing) yaitu mengeluarkan data yang dianggap janggal,

yaitu dengan melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel dan melihat

kelogisannya. Setelah dicek kembali untuk memastikan data tersebut telah

bersih dari kesalahan, maka data tersebut siap untuk dianalisa.

4. Entry

Pemasukan data (data entry) yaitu memasukkan data kedalam program

computer yaitu SPSS untuk kemudian dianalisa.

4.9 Analisa Data

4.9.1 Analisa Univariat

Analisa menggunakan distribusi frekuensi data berdasarkan nilai rata-

rata (mean) terhadap variabel-variabel yang diteliti.

4.9.2 Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang digunakan adalah uji statistik chi-square, untuk

mencari hubungan yang bermakna secara statistik antara variabel dependen

dengan variabel independen yang mengacu pada nilai p-value <0,05.

4.10 Penyajian Data

Tekstural, hasil penelitian disajikan dalam bentuk kalimat.

46

Page 47: penelitian final.doc

Tabulasi, hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel.

Grafik, hasil penelitian disajikan dalam bentuk diagram pie dan diagram

batang

4.11 Jadwal Kegiatan Penelitian

Tahapan KegiatanWaktu Dalam Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

47

Page 48: penelitian final.doc

A Perencanaan

1 Orientasi dan Identifikasi Masalah                    

2 Pemilihan Topik

3 Penelurusan kepustakaan                    

4 Pembuatan Proposal                    

5 Konsultasi dengan pembimbing

6 Pembuatan questionnaire                    

7 Presentasi Proposal                    

B Pelaksanaan

1 Ujicoba questionnaire

2 Pengumpulan data dan Survey                    

3 Pengolahan data

4 Analisis data                    

5 Konsultasi dengan Pembimbing                    

C Pelaporan Hasil

1 Penulisan laporan sementara                    

2 Diskusi

3 Presentasi hasil laporan sementara

4 Revisi                    

5

Presentasi Hasil akhir

(puskesmas dan trisakti)                    

6 Penulisan laporan akhir                    

Tabel 2. Jadwal kegiatan

4.12 Perkiraan Biaya Penelitian

Penggandaan Kuesioner Rp. 250.000,-

Transportasi Rp. 200.000,-

48

Page 49: penelitian final.doc

Kertas A4 Rp 30,000,-

Tinta Printer Rp. 220.000,-

Cenderamata Rp 100,000,-

Biaya tak terduga: Rp. 300.000,-

Rp. 1.100.000,-

DAFTAR PUSTAKA

49

Page 50: penelitian final.doc

1. Sastroasmoro Sudigdo, Ismael Sofyan. (2008). Dasar-dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV. Sagung Seto.

2. Brooks Geo F, Butel Janet S, Moerse Stephen A. Jawetz, Melnick, &

adelberg’s (2005). Medical Microbiology twenty second ed. Jakarta :

Salemba Medika.

3. Chandra Budiman. (2006). Pengantar kesehatan Lingkungan. Jakarta :

EGC

4. Dahlan M. Sopiyudin. ( 2009). Langkah-langkah Membuat Proposal

Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan . Jakarta : Sagung Seto.

5. Dahlan M. Sopiyudin. ( 2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan

Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan . Jakarta :

salemba Medika.

6. Dahlan M. Sopiyudin. ( 2009). Statistik untuk Kedokteran dan

Kesehatan. Jakarta : salemba Medika.

7. Departemen Kesehatan RI (2000). Buku Pedoman Pelaksanaan

Program P2 Diare. Jakarta : Ditjen PPm dan PL

8. Kumar Vinay, Cotran RS, Robbins SL. (2007). Robbins Basic

Pathology, 7th ed.Jakarta: EGC.

9. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. (2000). Nelson

Textbook of Pediatrics, 15th ed. Jakarta : EGC

10. Widoyono. (2008). Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan,

Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

50