PENELITIAN -...
Transcript of PENELITIAN -...
PENELITIAN
PENINGKATAN KINERJA SISTEM PENGAPIAN PADA GASOLINE INTERNAL COMBUSTION ENGINES
DENGAN MENGOPTIMALKAN ARC DURATION
disusun oleh: Rosehan
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
Mei, 2004
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, telah
melimpahkan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penelitian dengan judul “Peningkatan Kinerja Sistem Pengapian pada Gasoline
Internal Combustion Engines dengan mengoptimalkan Arc duration“ merupakan
kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan pengendalian Emisi Gas Buang
dari Motor Bakar,. juga merupakan salahsatu pelaksanaan Tridharma
perguruan tinggi.
Dengan selesainya Penelitian ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Prof. Toeti Soekamto, selaku Ketua Lemlit Universitas Tarumanagara.
2. Ir ignatius Haryanto, M.M, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Tarumanagara.
3. DR. Erry Adesta, Ir. Jon Harmintardjojwono, M.T. dan Ir. Abrar Riza M.T.,
selaku teman sejawat yang banyak meluangkan waktu untuk memberikan
masukan tentang penelitian ini.
4. Suryo Djatono dan Pramono, selaku Karyawan Laboratorium Proses
Produksi dan Prestasi Mesin yang banyak membantu secara fisik.
5. David Wijaya, Nihemia Indrajaya, Hendra, Suryadi Chandra, selaku maha-
siswa bimbingan skripsi yang turut membantu pengambilan data dan
semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan sehingga terwujudnya Penelitian ini.
Akhir kata dengan selesainya penulisan Penelitian ini, dapat dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.
Jakarta, 20 Mei 2004
Penulis,
(Rosehan)
ii
ABSTRACT Gas Emission is result of reaction of burning process a mixture of air-fuel in in combustion chamber, in order to perform a new dissosiative process. Gas emission may be quite dangerous to human being and its sorruounding environment. The burning process inside the combustion chamber depends on when, how long and the amount of energy triggered by the ignition system. This research presents such analysis based in extensive literatur review and laboratorium experiment. Keyword: Emission, ignition system
iii
ABSTRAK Emisi gas buang adalah hasil reaksi pembakaran campuran udara-bahan bakar di dalam ruang bakar yang membentuk dissosiasi baru. Emisi gas buang sebagian besar berbahaya tehadap lingkungan. Pembakaran di dalam ruang bakar yang terjadi akan sangat tergantung dengan kapan, berapa lama dan besar energi pembakar yang mampu dilaksanakan oleh suatu sistem pengapian. Pada penelitian berikut akan dicoba menganalisa hubungan Emisi gas buang terhadap sistem pengapian berdasarkan refrensi dan pengamatan. Kata kunci: Emisi gas buang, sistem pengapian
iv
DAFTAR ISI Judul i
Ucapan terima kasih ii
Abstract iii
Abstrak iv
Daftar Isi v
Daftar Gambar viii
Daftar Tabel ix
Daftar Simbol x BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Pembatasan Ruang Lingkup Masalah 2
C. Masalah Penelitian 2
D. Tujuan Penelitian 2
E. Manfaat Penelitian 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Motor Bakar 3
B. Proses Siklus Motor Bakar Torak 3
1. Motor empat langkah 3
2. Motot dua langkah 4
C. Emisis Gas Buang 5
1. Hydrocarbon (HC) 5
2. Carbon monoxide (CO) 5
3. Oxides of nitogen (NOX) 6
D. Sistem Pengapian 6
1. Sistem pengapian konvensional 6
2. Magneto ignition 8
3. Dual ignition 9
4. Sistem pengapian transistor assisted contacts (TAC) 9
v
5. Sistem capasitive discharge ignition (CDI) 10
6. Intelligent-dual and sequential ignition (i-DSI) 12
E. Pembakaran 14
F. Daya Motor 16
G. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Operasional 19
B. Metode Penelitian 19
C. Tempat dan Waktu Penelitian 18
D. Peralatan yang Digunakan 19
E. Data dan Teknis Pengumpulan 19
F. Peralatan Uji 20
1. Motor Otto Kijang 5K 20
2. Torsi-meter 21
3. Sistem pengapian eksprimen 21
G. Eksprimen 21
1. Merekondisi motor oto Kijang 5K 21
2. Merekondisi prony brake 21
3. Membuat rancangan tabel pengambilan data 22
H. Prosedur Eksprimen 23
1. Prosedur awal 23
2. Prosedur utama 23
3. Prosedur akhir 23
I. Parameter dan Variabel yang Ditentukan 24
1. Penentuan derajat penyalaan pertama 24
2. Penentuan derajat interval penyalaan kedua 24
3. Penentuan derajat penyalaan kedua 24
J. Analisa Data 24
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data 26
1. Data karakteristik derajat interval lompatan bunga api 26
2. Penentuan derajat penyalaan I 26
3. Data penentuan derajat interval penyalaan kedua sistem
Dual CDI 27
vi
4. Data prestasi mesin otomobil dan emisi gas buang 27
B. Hasil Analisis Regresi 28
C. Prestasi Mesin 28
D. Perhitungan Prestasi Mesin 27
E. Pembahasan 34
1. Derajat penyalaan 34
2. Pemakaian bahan bakar spesifik 35
3. Emisi gas buang 36
BAB V ANALISIS A. Derajat Penyalaan 34
B. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik 35
C. Emisi Gas Buang 36
BAB KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 39
B. Saran 39
DAFTAR PUSTAKA 40
LAMPIRAN A 41
LAMPIRAN B 42
LAMPIRAN C 43
LAMPIRAN D 45
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram Siklus Kerja Motor Bakar Torak 4
Gambar 2. Sistem Pengapian Konvensional 7
Gambar 3. Sistem Pengapian Magneto dengan Kontak Pemutua 8
Gambar 4. Sistem Pengapian Magneto Sederhana 8
Gambar 5. Sistem Pengapian TS 9
Gambar 6. Sistem Pengapian TAC 10
Gambar 7. Sistem CDI 11
Gambar 8. Waktu Pengapian Beban Normal 13
Gambar 9. Waktu Pengapian Beban Tinggi 13
Gambar 10. Diagram Alir Penelitian 18
Gambar 11. Grafik Waktu Dubutuhkan Vf terhadap Putaran 29
Gambar 12. Grafik AFR terhadap Putaran 30
Gambar 13. Grafik Kadar Carbon Monoxide terhadap Putaran 30
Gambar 14. Grafik Kadar Carbon Dioxide terhadap Putaran 30
Gambar 15. Grafik Kadar Hydrocarbon terhadap Putaran 31
Gambar 16. Grafik Kadar Oxygen terhadap Putaran 31
Gambar 17 Grafik Temperatur Pelumas terhadap Putaran 31
Gambar 18. Grafik Derajat Interval Penyalaan II terhadap Putaran 32
Gambar 19. Grafik Jumlah Pemakaian Bahan Bakar Per-jam terhadap Putaran 33
Gambar 20. Grafik Daya Efektif Motor terhadap Putaran 33
Gambar 21 Grafik Pemakaian Bahan Bakar Spesifik terhadap Putaran 33
Gambar 22 Grafik Pemajuan Penyalaan Pengaruh Centrifugal Advance dan Vacum Advance 34
Gambar 23 Grafik Pemajuan Penyalaan I dan II Pengaruh Centrifugal Advance dan Vacum Advance 35
Gambar 24 Rangkaian Sistem Penyalaan CDI Konvensional 40
Gambar 25 Rangkaian Sistem Penyalaan Dual CDI. 41
viii
DAFTAR TABEL Tabel 1 Karakteristik Sistem Penyalaan 15
Tabel 2 Data Teknis Motor Otto Kijang 5K 20
Tabel 3 Data Teknis Torsi-meter 21
Tabel 4 Data Pengapian Eksprimen 21
Tabel 5 Rancangan Tabel Data Prestasi Mesin dan EGB 22
Tabel 6 Rancangan Tabel Data Derajat Penyalaan 22
Tabel 7 Rancangan Tabel Karakteristik Derajat Sistem Dual CDI 24
Tabel 8 Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI 26
Tabel 9 Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv.27
Tabel 10 Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI 27
Tabel 11 Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv. Analisa Model Regresi 29
Tabel 12 Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI dengan Analisa Model Regresi 29
Tabel 13 Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI. 32
Tabel 14 Hasil Perhitungan Prestasi Mesin untuk Kedua Sistem Penyalaan 32
Tabel 15 Waktu Antara Penyalaan I dan II terhadap Putaran. 35
Tabel 16 Perbedaan Pemakaian Bahan Bakar Spesifik antara CDI Konvensinal dan Dual CDI 36
Tabel 8a-e Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI 42
Tabel 9a-e Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv. 43
Tabel 10a-e Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI. 45
ix
DAFTAR SIMBOL A Luas penampang silinder hidrolik beban cm2
AFR Air-fuel ratio
Be Pemakaian bahan bakar Spesifik l /kWjam
Gf Jumlah bahan bakar digunakan l/jam
k Derajat polynomial
n Putaran min-1
L Jarak antara titik putar poros dengan beban m
Na Daya aksesori kW
Ne Daya poros berguna atau daya efektif kW
Ng Daya gesek kW
Ni Daya indikator kW
M Momen putar Nm
R2 Koefisien determinasi
tf Waktu yang dibutuhkan untuk Vf sec
tdg Waktu pembakaran dalam derajat engkol deg
tig Waktu pembakaran µsec
TMA Titik Mati Atas
TMB Titik Mati Bawah
Toil Temperatur minyak pelumas oC
VAC Volt Alternate Current
VDC Volt Direct Current
Vf Volume bahan bakar digunakan ml
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Banyak sistem pengapian yang sudah diterapkan pada motor bakar
bensin pada umumnya, seperti: (1) Breaker-point ignition, (2) Dual ignition,
(3) Magneto Ignition, (4) Transistor assisted contacts ignition, (5) Transistor
switching ignition, (6) Capacitive-discharge ignition, (7) Solid state ignition,
dan (8) initial Dual Sequential Ignition.
Beberapa teknologi sistem pengapian yang ada pada saat sekarang ini
banyak merupakan pengembangan sistem pengapian yang sudah atau
pernah dipakai pada motor bakar bensin. Seperti halnya sistem Dual
Ignition (DI) sudah pernah dikembangkan dengan menerapkan prinsip
dasar sistem breaker point ignition, di mana saat pengapian serentak atau
bersamaan pada satu ruang bakar, dua busi penyala dipasang seri
terhadap kumparan induksi tegangan tinggi, atau menggunakan dua busi
penyala dengan dua kumparan tegangan tinggi dan dua breaker point.
Tujuan sistem pengapian ini mempercepat peningkatan tekanan yang
cepat, sehingga rasio ekspansi lebih effektif (Held, 1956: 501), sedangkan
untuk hubungan busi seri dengan tujuan untuk meningkatkan tegangan
tinggi pada busi penyala, tetapi belum dapat menyelesaikan permasalahan
yang timbul pada saat itu. Hal itu karena dual ignition menerapkan
penyalaan serentak.
Sistem pengapian initial Dual Sequential Ignition (iDSI) yang digunakan
salah satu kendaraan bermotor terbaru merupakan pengembangan sistem
pengapian DI dengan memodifikasi saat penyalaan yang berurutan. Sistem
pengapian menggunakan dua buah busi penyala terhubung paralel. Tujuan
yang akan dicapai dari sistem pengapian ini secara teoretik belum diungkap
secara jelas.
Sistem pengapian yang baik adalah waktu peningkatan (rise time)
tegangan tinggi yang sangat cepat, lama penyalaan bunga api (arc
duration) yang cukup panjang untuk melaksanakan pembakaran campuran
1
udara bahan bakar dengan sempurna dan menghasilkan emisi gas buang
di bawah standar baku.
Sistem pengapian akan terus berkembang dengan tujuan hampir sama
yaitu: hemat bahan bakar, power optimum, emisi gas buang di bawah
standar baku mutu. Banyak kendaraan bermotor konvensional yang
seharusnya dapat menyumbangkan atau berperan seperti kendaraan
bermotor modern, yaitu dengan cara memodifikasi sistem pengapian. Pada
kendaraan bemotor konvensional dapat dilakukan modifikasi sistem
pengapian standar pabrik dengan sistem pengapian yang sudah ada atau
sistem pengapian yang belum pernah dicoba sama sekali.
B. Pembatasan Ruang Lingkup Masalah.
Mengingat luasnya ruang lingkup permasalahan dan fasilitas yang
tersedia maka di dalam penelitian ini, perlu adanya pembatasan
permasalahan yang akan dibahas, yaitu:
1. Pengujian menggunakan sistem pengapian CDI dengan sensor
mekanik.
2. Mesin kendaraan bermotor Toyota Kijang 5K
C. Masalah Penelitian.
Masalah yang diteliti adalah: bagaimanakah pengaruh modifikasi sistem
pengapian CDI lompatan bunga api dua kali, dengan hanya menggunakan
busi tunggal terhadap emisi gas buang, power serta torsi.
D. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh sistem pengapian
dua kali lompat bunga api dengan sistem pengapian standar CDI, terhadap
kinerja motor dan emisi gas buang.
E. Manfaat Penelitian.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan penjelasan ilmiah
akan dampak sistem pengapian terhadap emisi gas buang dan kinerja
motor.
2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Motor Bakar. Motor bakar torak adalah mesin kalor dengan pembakaran dalam
(Internal Combustion Engines) yang mengubah energi termal menjadi
energi mekanis, diteruskan dari piston melalui batang penghubung
(connecting rod) ke poros engkol. Proses pembakaran berlangsung di
dalam ruang bakar pada motor bakar itu sendiri, sehingga gas pembakaran
yang terjadi sekaligus berfungsi sebagai fluida kerja. Gas pembakaran
dihasilkan oleh proses pembakaran tersebut mampu menggerakkan torak
ber-translasi di dalam silinder, gerakan torak diteruskan oleh batang peng-
hubung (connecting rod) ke poros engkol sehingga menjadi gerakan rotasi.
Motor bakar torak yang umum digunakan pada kendaraan bermotor
terbagi menjadi dua yaitu; motor bensin (Otto) dan motor diesel. Kedua
jenis motor bakar torak ini dibedakan oleh sistem penyalaan dan bahan
bakar. Pada motor bensin, campuran udara bahan bakar dinyalakan oleh
lompatan bunga api listrik di antara kedua elektroda busi. Karena itu motor
bensin disebut juga Spark Ignition atau SI Engines. Pada motor diesel,
terjadi penyalaan sendiri (autoignition) karena bahan bakar di-injeksikan ke
dalam silinder berisi udara yang bertemperatur dan bertekanan tinggi, yang
biasanya disebut Compression Ignition atau CI Engines.
B. Proses Siklus Motor Bakar Torak.
Motor bakar torak satu kali usaha kerja motor membutuhkan empat
proses yang terdiri dari proses isap, kompresi, usaha (ekspansi) dan buang.
Proses pembakaran terjadi saat akhir proses kompresi sebelum TMA (Titik
Mati Atas) dan berakhir setelah TMA.
1. Motor empat langkah Satu kali usaha motor empat langkah membutuhkan dua kali
putaran poros engkol, saluran isap dan buang diatur oleh katup. Setiap
proses membutuhkan satu langkah, antara proses buang dan proses
3
isap kedua katup tebuka bertujuan untuk proses pembilasan
(scavenging).
2. Motor dua langkah Untuk melakukan satu kali usaha motor dua langkah membutuhkan
satu kali putaran poros engkol, saluran masuk dan buang diatur oleh
gerakan piston. Setiap proses membutuhkan setengah langkah piston
sehingga satu kali usaha terdiri dari dua langkah piston. Proses
pembilasan terjadi selama saluran masuk terbuka.
Siklus empat langkah Siklus dua langkah
Gambar 1 Diagram Siklus Kerja Motor Bakar Torak
Keterangan gambar:
TMA Titik Mati Atas TMB Titik Mati bawah Siklus empat langkah
a katup masuk buka
b katup masuk tutup, mulai kompresi
c katup buang terbuka, akhir usaha
d. katup buang tutup
Siklus dua langkah
a saluran masuk buka
a’ saluran masuk tutup
b. mulai kompresi
c saluran keluar buka
c’ saluran keluar tutup
Pada diagram siklus motor bakar torak, siklus empat langkah saat
pembilasan sangat singkat lebih kurang 20o sudut engkol. Pada siklus dua
langkah pembilasan terjadi selama saluran masuk bahan bakar terbuka,
lebih kurang 96o sudut engkol (Arismunandar, 1980: 38). Pembilasan terjadi
karena desakan udara bahan bakar terhadap gas sisa pembakaran di
dalam ruang silinder. Pada motor bakar dua langkah cenderung lebih
4
banyak campuran udara bahan bakar ikut keluar bersama sisa gas
pembakaran dibandingkan pada motor empat langkah. C. Emisi Gas Buang.
Motor otomobil dengan pembakaran dalam (internal combustion
engine) mengeluarkan tiga bahan pengotor utama, yaitu; hydrocarbon (HC),
carbon monoxide (CO), dan oxide nitrogen (NOx). Hasil sampingan
pembakaran pada motor berupa partikel timah, belerang, arang dan partikel
lain, seperti sulfur oxide. Motor diesel mengeluarkan lebih sedikit HC dan
CO tetapi lebih banyak partikel dan sulfur oxide daripada motor bensin.
1. Hydrocarbon (HC)
Bensin, minyak diesel, dan minyak pelumas semua merupakan
hydrocarbon. Emisi HC dari sebuah otomobil sebagian besar bersum-
ber dari bahan bakar yang tidak terbakar dan dikeluarkan pada saluran
pembuangan. Hasil pembakaran pada motor bensin pada otomobil
memberikan kontribusi sebesar 60% dari yang dihasilkan oleh sebuah
otomobil (Layne, 1986: 260.). Pembentukan HC banyak faktor yang
mempengaruh antara lain; AFR, pencampuran udara bahan bakar, sisa
pelumas pada dinding silinder, kompresi, overlap valve, deposit pada
ruang bakar (Pulkrabek, 1997: 279). Hydrocarbon dapat dikurangi
dengan pembakaran sempurna. Bila motor membakar semua bahan
bakar secara sempurna, tidak akan ada HC pada saluran buang, hanya
uap air (water vapor) dan carbon dioxide (CO2) (Maleav, 1983: 77.).
Tetapi jarang sekali pembakaran yang berlangsung sempurna. Bila
campuran udara-bahan bakar terlalu kaya, tidak semua bahan bakar
dapat tebakar atau salah satu silinder gagal melakukan pembakaran
campuran udara-bahan bakar, maka udara-bahan bakar yang tidak
terbakar akan dikeluarkan ke saluran buang (Layne, 1986: 260.).
2. Carbon monoxide (CO)
Carbon monoxide juga diakibatkan oleh pembakaran yang tidak
sempurna. Banyak CO yang dihasilkan tergantung pada bagaimana
hydrocarbon bahan bakar dibakar. Bila campuran kaya, maka tidak
cukup oxygen (O2) tersedia yang bersenyawa dengan carbon untuk
5
membentuk CO2. Campuran udara-bahan bakar dimungkinkan sangat
kurus sekali yang mengandung cukup oxygen untuk membentuk CO2
dengan tanpa menghasilkan CO. Pada kenyataan, pembentukan CO
tidak dapat dihilangkan secara sempurna dari proses pembakaran di
dalam motor (Layne, 1986: 261. dan Lichty, 1951: 149.).
3. Oxides of nitrogen (NOx)
Temperatur dan tekanan tinggi dari pembakaran akan menghasi-
kan dayaguna yang baik dan penghematan bahan bakar. Kondisi ini juga
menghasilkan oxides of nitrogen (NOx). Udara terdiri dari 21 prosen
oxygen dan 78 prosen nitrogen. Bila temperatur pembakaran melampaui
1370o C, oxygen dan nitrogen akan bersenyawa dalam jumlah besar
membentuk NOx (Layne, 1986: 261.) Emisi NOx tidak beracun. Bila
dalam jumlah besar NOx dan HC dalam udara mencapai ratio tertentu,
senyawa-senyawa tersebut saling mengikat menjadi kabut yang
menghalangi cahaya matahari, karena membentuk rumah kaca.
D. Sistem Pengapian.
Sistem pengapian sangat diperlukan untuk meyalakan campuran
udara-bahan bakar pada pembakaran di motor bensin. Pembakaran ini
sama pentingnya dengan sistem pengontrol emisi untuk mengurangi hasil
gas pembakaran yang berbahaya.
1. Sistem pengapian konvensional
Sistem pengapian konvensional menggunakan kontak pemutus
(breaker point) sebagai pengatur menghantarkan arus listrik ke induksi
kumparan primer. Kontak pemutus terbuka dan tertutup diatur oleh
poros nok di dalam distributor. Lama arus menghantar atau lama
kontak terhubung (tertutup) disebut dwell-angle. Untuk menghindari
lompatan bunga api pada kontak pemutus pada saat kontak mulai
terbuka, kontak pemutus dihubungkan secara parallel dengan
kapasitor.
Arus yang dibutuhkan pada kumparan primer antara 1 Ampere
sampai 4 Ampere dengan tegangan 9 VDC sampai 12 VDC (Layne,
1986: 201.). Bila kontak pemutus terhubung sesaat, ketika
6
hubungannya terlepas akan meningkat dengan cepat medan induksi
sehingga terjadi peningkatan dengan cepat tegangan sebesar 250 Volt
sampai 400 Volt pada kumparan primer. Maka pada kumparan induksi
sekunder akan dihasilkan tegangan tinggi antara 5.000 Volt sampai
25.000 Volt (Layne, 1986: 201.). Tegangan tinggi dihasilkan oleh
induksi kumparan sekunder diarahkan oleh pembagi (distributor) ke
busi.
Sistem pengapian konvensional kadang-kadang dilengkapi dengan
resistor (sering disebut ballast) yang digunakan untuk menghantarkan
arus listrik secara terus-menerus. Pada saat motor mulai dihidupkan
(start) resistor dihubungkan langsung (by-pass), atau pada kumparan
primer dibuat kumparan secara bertingkat untuk mengatasi tujuan yang
sama pada penggunaan resistor.
BATTERY BREAKER POINT
R
C
IGNITIONSWITCH P S
HVINDUC. COIL
Gambar 2. Sistem Pengapian Konvensional (Obert, 1973: 532.)
Kelemahan sistem pengapian konvensional:
a. Daya guna rendah pada putaran motor yang tinggi karena arus
listrik terbatas disebabkan adanya pengambangan mekanik
pemutus arus.
b. Ketidak mampuan membakar sebagian kotoran pada busi, karena
tegangan yang rendah saat kenaikan tegangan.
c. Umur kontak pemutus relatif singkat karena dialiri arus yang besar
pada saat putaran rendah. Umur busi relatif lebih singkat karena
energi besar dilepaskan pada saat putaran rendah.
d. Susah start karena pembukaan kontak pemutus terlambat terhadap
kecepatan engkol.
e. Tegangan sekunder yang dihasilkan tidak teratur dipengaruhi
kontak pemutus (Obert, 1973: 537.).
7
2. Magneto ignition. Sistem pengapian magneto tidak memakai battery seperti pada
pengapian konvensional, di mana battery merupakan sumber daya
listrik. Pada sistem pengapian magneto, listrik dihasilkan dari
perpotongan medan magnit yang dihasilkan oleh kutub-kutub magnit
tetap pada rotor yang berputar, maka kumparan magneto menghasilkan
listrik arus bolak balik. Untuk mengatur saat penyalaan digunakan
kontak pemutus. Sistem pengapian magneto juga menggunakan
kumparan induksi tegangan tinggi. Kumparan primer menerima arus
bolak balik setelah kontak pemutus membuka. Maka arus yang
dihasilkan oleh kumparan magneto akan meningkat dan terhantar ke
kumparan primer (lihat gambar 3).
BREAKERPOINT CIGNITION
SWITCH
P S
HVINDUC. COIL
MAGNETO
Gambar 3. Sistem Pengapian Magneto dengan Kontak Pemutus
(Lichty, 1951: 343.)
Sistem pengapian magneto yang lebih sederhana menerapkan
induksi langsung dari perpotongan medan magnit permanen pada
flywheel yang terdapat kutub magnit tunggal. Saat flywheel berputar
IGNITIONSWITCH
HV
IND
UC
. CO
IL MAGNETO
Gambar 4. Sistem Pengapian Magneto Sederhana (Lichty, 1951: 343.)
kutub magnit melintas pada inti besi kumparan tegangan tinggi, sehing-
ga terjadi perpotongan medan magnit yang mengakibatkan kumparan
tegangan tinggi terinduksi dan menghasilkan lompatan bunga api pada
8
busi. Saat penyalaan ini diatur sedemikian rupa sehingga bertepatan
dengan saat pembakaran di ruang bakar (lihat Gambar 4)
Keuntungan sistem pengapian magneto sederhana dan kompak
sehingga sering digunakan pada motor berukuran kecil. Kelemahan
sistem pengapian ini adalah diperlukan energi mekanik yang cukup
untuk memutar rotor magneto.
3. Dual ignition.
Sistem pengapian dual ignition menggunakan dua sistem
pengapian konvensional yaitu memiliki dua kontak pemutus, dua
kapasitor, dua kumparan induksi tegangan tinggi satu pembagi arus
dengan rotor dua penghantar berputar (rotor) dan dua busi yang
dihubungkan paralel atau seri pada satu ruang bakar. Tujuan dual
ignition adalah untuk memperbesar lompatan bunga api atau
meningkatkan tegangan tinggi dengan cara menghubungkan seri.
Keuntungan sistem pengapian ini dibanding dengan sistem
pengapian konvensional adalah peningkatan tekanan dalam ruang
bakar lebih cepat. Oleh karena itu akan terjadi pembakaran sempurna
saat piston akan memulai langkah ekspansi, sehingga rasio ekspansi
lebih efektif (Heldt, 1956: 502.). Kelemahan sistem pengapian dual
ignition sama dengan sistem pengapian konvensional.
4. Sistem pengapian transistor assisted contacts (TAC)
Sistem pengapian Transistor Assisted Contacts merupakan
pengembangan dari Transistor Switching (TS). Cara kerjanya sama
dengan sistem pengapian konvensional.
BATTERY BREAKER POINT
R
C
IGNITIONSWITCH P S
HVINDUC. COILTRANSISTOR
Gambar 5 sistem pengapian TS (Obert, 1973: 545.)
9
Sistem pengapian ini memperbaiki kelemahan pada kontak pemutus
yang sering mengalami gangguan hangus permukaan kontak (lapisan
platina). Transistor switching masih menggunakan kontak pemutus
yang hanya berfungsi sebagai sensor mekanik tanpa kapasitor,
sedangkan pada Transistor Assisted Contacts sensor mekanik diganti
dengan electrical pulse
SIGNAL SHAPINGCIRCUIT
BATTERY
R
IGNITIONSWITCH P S
HVINDUC. COILTRANSISTOR
PULSE PICKUP GEAR TOOTH
Gambar 6 Sistem pengapian TAC (Obert, 1973: 545.)
Kelebihan sistem pengapian TS dan TAC dibandingkan sistem
pengapian konvensional adalah (Obert, 1973: 546.):
a. Umur pemutus arus lebih panjang karena pada kontak pemutus
arus listrik kecil sehingga motor mudah dihidupkan.
b. Induktansi primer rendah sehingga dapat menurunkan arus listrik
primer dan mengakibatkan drop-off pada putaran lebih tinggi.
c. Tinggi angkat dan nyala bunga api pada kontak pemutus sangat
kecil sehingga meningkatkan dwell-time, mengurangi pengambang-
an mekanik kontak pemutus.
d. Tegangan sekunder dihasilkan teratur karena tidak dipengaruhi
kontak pemutus (Obert, 1973: 546.).
5. Sistem capacitive discharge ignition (CDI)
Pada sistem Capacitive Discharge Ignition, arus dan tegangan
utama memberi muatan pada kapasitor dalam modul sirkuit pengapian.
Pada waktu di mana modul sirkuit pengapian sedang berlangsung dan
kapasitor diberi muatan selama periode dwell, arus tidak dihantarkan ke
kumparan primer pada kondisi ini, tetapi dihantarkan ke kapasitor.
Tegangan yang dihantarkan ke kapasitor antara 300 Volt sampai 400
Volt berasal dari power circuit (Layne, 1986: 237; Agus dan Wito, 1978:
10
850.). Selama kapasitor diberi muatan, triac dalam kondisi hubungan
terbuka (open circuit) untuk menjaga agar kapasitor tidak melepas
muatan.
Bila timing circuit mengirim signal pulse ke gate dari triac, maka
terjadi hubungan tertutup (closed circuit), sehingga kapasitor melepas
muatannya. Kapasitor melepas muatan bertegangan ke kumparan
primer. Tegangan primer tiba-tiba meningkat dan arus meng-induksi
tegangan tinggi sekunder pada kumparan (coil). Tegangan sekunder
(HV) ini didistribusikan ke busi pada sistem pengapian.
Power circuit merupakan sirkuit untuk menaikkan tegangan battery
12 VDC menjadi 300 VAC sampai 400 VAC dengan frekuensi kurang
lebih 3,5 kHz, kemudian dirubah menjadi 300VDC sampai 400 VDC
setelah melalui rangkaian diode (D). Timing circuit, merupakan penguat
pulsa sinyal (signal pulse) yang dihasilkan oleh pulse pickup atau
breaker point (kontak pemutus) dikirim untuk memicu triac. Triac
berfungsi sebagai saklar elektronik akan bekerja apabila gate menerima
pulsa sinyal, sehingga akan terjadi hubungan singkat (close circuit).
Kapasitor tempat menampung muatan listrik akan dilepas ke induksi
kumparan primer (induction coil) saat terjadi hubungan singkat pada
triac (Layne, 1986: 238.; Obert, 1973: 547.).
TIMINGCIRCUIT
POWERCIRCUIT
TRIAC P S
CIs HV
BAT
D INDUC. COIL
PULSE PICKUP GEAR TOOTH
Gambar 7. Sistem CDI
Kelemahan dan kelebihan bila dibandingkan dengan sistem pengapian
sebelumnya adalah:
a. Motor mudah hidup dalam kondisi dingin (Obert, 1973: 547. dan
Agus dan Wito, 1978: 851.)
11
b. Mampu membakar campuran udara-bahan bakar di atas 14,7:1
dengan baik, karena tegangan sangat tinggi pada saat kenaikan
tegangan (Layne, 1986: 238.).
c. Umur kontak pemutus (sebagai sensor) lebih panjang karena
kontak pemutus tidak dialiri arus listrik yang besar (Agus dan Wito,
1978: 851.).
d. Waktu yang dibutuhkan untuk membangkitkan tegangan induksi
pada bagian kumparan induksi primer lebih cepat, drop-off pada
putaran lebih tinggi (Agus dan Wito, 1978: 851.).
e. Waktu peningkatan tegangan dan lama penyalaan sangat singkat
(Layne, 1986: 238. dan Obert, 1973: 543.).
6. Intelligent-dual and sequential ignition (i-DSI) (Zoelis, 2003: 30). Sistem i-DSI menggunakan dua buah busi. Kedua busi menyala
bersamaan, sehingga proses pembakaran cepat tercapai. Penempatan
kedua busi di ruang bakar diatur secara diagonal, pada sisi intake dan
exhaust untuk setiap selinder. Kontrol waktu pengapian sistem i-DSI
dilakukan oleh electronic control ignition (ECM). ECM menghitung basic
ignition timing dari busi sisi intake dan exhaust berdasarkan putaran
motor dan tekanan vakum pada intake manifold. Agar waktu pengapian
selalu optimal, setiap ada perubahan kondisi pemakaian, waktu
pengapian dikoreksi berdasarkan sinyal tiap sensor dan basic ignition
timing. Kemudian, ECM mengirim sinyal pengapian ke kumparan
tegangan tinggi dan diteruskan langsung ke busi.
Prinsip kerja i-DSI saat putaran idling (700 – 800 min-1), kedua busi
menyala secara bersamaan. Waktu pengapian 6o – 10
o sebelum titik
mati atas (TMA). Pada saat ini proses pembakaran berlangsung lebih
cepat. Pada saat putaran rendah (1.000 min-1) dengan beban ringan,
ECM mempercepat waktu pengapian pada busi sisi intake.
Titik pengapian sekitar 12o sebelum TMA, sedangkan busi sisi exhaust
tetap 6o – 10
o sebelum TMA. Tetapi pada 3600 min-1, kedua busi
kembali menyala secara bersamaan. Ketika kecepatan rendah dengan
beban penuh, waktu pengapian busi sisi intake dipercepat sekitar 6o
12
sebelum TMA, sedangkan busi di sisi exhaust diperlambat sekitar 2o
sebelum TMA. Ketika mencapai 5600 min-1, kedua busi kembali
menyala secara bersama.
`
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000Putaran Motor (1/min)
Der
ajat
wak
tu p
enga
pian
seb
elum
TM
A
0
5
10
15
20
25
INTAKEEXHAUST
PENGAPIAN SIMULTAN
Gambar 8. Waktu Pengapian Beban Normal (Zoelis, 2003: 30.)
1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000Putaran Motor (1/min)
Der
ajat
wak
tu p
enga
pian
seb
elum
TM
A
0
5
10
15
20
25INTAKEEXHAUST
PENGAPIANSIMULTAN
Gambar 9. Waktu Pengapian Beban Tinggi. (Zoelis, 2003: 30.)
Keuntungan atau keunggulan sistem ini adalah:
a. Pembakaran cepat, menaikkan rasio kompresi dan mengurangi
gejala knocking. Akibatnya tenaga meningkat, torsi besar, serta
mampu menghemat konsumsi bahan bakar. Bahkan sanggup
menghasilkan gas buang yang lebih bersih.
b. Campuran udara-bahan bakar dinyalakan pada dua lokasi, maka
jarak perambatan api yang harus dijangkau masing-masing busi
menjadi pendek.
13
c. Terjadi perbaikan pada konsumsi bahan bakar.
d. Pada kecepatan tinggi, kedua busi kembali menyala serentak,
menghasilkan kecepatan pembakaran dan meningkatkan tenaga
mesin.
E. Pembakaran. Proses pembakaran pada Sparks ignition dapat dibagi dalam tiga
bagian, yaitu; penyalaan dan pembentukan nyala api, perambatan nyala api
dan pengakhiran pembakaran. Pada pembentukan nyala api diperkirakan
menkonsumsi 5% - 10% campuran udara bahan bakar, sedangkan pada
perambatan nyala api campuran udara bahan bakar mencapai 80% - 90%.
Selama perambatan nyala api tekanan terus meningkat, dan ini akan
memberikan gaya untuk menghasilakn kerja pada langkah ekspansi.
Pengakhiran pembakaran terjadi saat tekanan mulai berkurang dengan
cepat, pada bagian ini campuran udara bahan bakar terbakar 5%-10%
(Pulkrabek, 1997: 229).
Pembakaran berlangsung selama 0,003 sec secara konstan pada
berbagai putaran, sehingga pada putaran 800 min-1 berlangsung pem-
bakaran dari 2o sebelum TMA berakhir pada 10
o sesudah TMA. Pada
putaran 1200 min-1 pembakaran dimulai 10o sebelum TMA berakhir 10
o
sesudah TMA. Pada putaran 2400 min-1 pembakar dipercepat sampai 40o
sebelum TMA dan berakhir 10o sesudah TMA (Layne, 1986: 62.). Untuk
memajukan penyalaan digunakan vacum advance dan centrifugal advance.
Lama pembakaran dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
ntt dgig
60360
1××= . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
Keterangan:
tig : Lama pembakaran berlangsung (detik)
tdg : Lama pembakaran berlangsung (deg)
n : Putaran motor (min-1)
Syarat suatu proses pembakaran adalah adanya udara, bahan bakar
dan energi pembakar dengan rasio yang sesuai. Apabila ketiga unsur
tersebut tidak memenuhi rasio yang sesuai, maka akan terjadi gagal
penyalaan atau pembakaran tidak sempurna. Dalam proses pembakaran
14
motor bakar bensin perbandingan antara udara-bahan bakar (Air Fuel
Ratio) dikenal dengan campuran sangat kurus (AFR = 18,5:1) dan
campuran sangat kaya (AFR = 8:1). Bila lebih atau kurang dari AFR tesebut
maka tidak mudah terjadi pembakaran. Perbandingan udara-bahan bakar
yang dapat terbakar hampir sempurna adalah apabila jumlah AFR kira-kira
sama dengan 14,7:1. Ini disebut stoichiometric ratio dan sangat penting
untuk kontrol emisi (Layne, 1986: 58.).
Campuran udara-bahan bakar dapat terbakar setelah ada energi
panas. Sistem pengapian menghasilkan energi listrik, yang akan berubah
menjadi energi panas.
Karakteristik sistem pengapian pada berbagai macam sistem adalah
perbedaan pada lama bunga api menyala, waktu peningkatan tegangan,
energi listrik dihasilkan, tegangan sekunder dan drop-off tegangan terjadi,
seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Karakteristik Sistem Penyalaan System Rise time Arc duration Energy Available Voltage &drop-off
µ sec µ sec m J kV rpm Convensional Various Delco-Remy TAC Various Delco-Remy Special Delco-Remy CDI Various Delco-Remy Special Delco-Remy Motorola
80 – 200
120
60 - 200 180 75
1 - 100 35 5
1.000 - 2.000
1.200
1.000 – 3.000 1.200 800
5 - 300 200 30
250 - 400
20 – 60
40
60 - 100 74 83
5 - 100 90 120 12
20 - 25
25
20 - 30 25 30
15 - 30 32 31 28
2.000 2.000
3.000 3.000 3.000
8.000 6.000
Sumber: Obert, 1973: 543.
Pada sistem pengapian konvensional, pengoperasian pada putaran
tinggi akan mengakibatkan CO tinggi, karena terjadi misfire (saat
pembakaran yang menyimpang). Waktu kenaikan tegangan relatif panjang
sehingga energi listrik yang dihasilkan belum mampu membakar campuran
udara-bahan bakar secara keseluruhan. Hal ini mengakibatkan terjadinya
pembakaran susulan setelah saat penyalaan (detonation) dan ada
kecenderungan menghasilkan sisa bahan bakar berupa HC.
Sistem pengapian TS dan TAC dapat dioperasikan pada putaran tinggi
karena tegangan sekunder yang dihasilkan stabil. Pada putaran lebih tinggi
akan terjadi misfire yang akan meningkatkan CO. Pada sistem ini waktu
15
kenaikan tegangan tetap tidak dapat diperbaiki. Untuk mengurangi CO
dengan menurunkan AFR, merupakan kelemahan dari sistem pengapian
TS dan TAC. Perbandingan udara-bahan bakar (AFR) tidak dapat ditekan
lebih tinggi dari angka 14,7:1 (AFR > 14,7). Hal ini akan mengakibatkan
pembakaran awal sebelum saat penyalaan (preignition). Pembakaran yang
tidak sempurna akan mengakibatkan ruang bakar bertemperatur dan
bertekanan tinggi menghasilkan NOx.
Dalam sistem pengapian CDI, waktu kenaikan tegangan relatif sangat
singkat, sehingga kemungkinan preignition tidak akan terjadi. Namun lama
penyalaan yang cukup singkat, ada kemungkinan akan terjadi detonansi
(menghasilkan HC). Detonansi dapat dikurangi dengan menurunkan AFR
(penurunan AFR akan memperkecil CO), karena sistem pengapian CDI
mampu mengatasi preignition. Namun AFR kecil akan mengakibatkan
ruang bakar bertemperatur tinggi sehingga motor banyak menghasilkan
NOx Untuk menghasilkan tegangan sekunder relatif singkat, maka pada
putaran sangat tinggi masih dapat membakar campuran bahan bakar relatif
sempurna.
F. Daya Poros.
Daya berguna ialah daya poros atau daya efektif, yang dibangkitkan
oleh daya indikator yang merupakan daya gas pembakaran dan yang
menggerakkan torak. Tidak semua daya indikator diteruskan ke beban
motor; sebagian kecil digunakan untuk mengatasi gesekan mekanik dalam
motor tersebut. Selain dibebani oleh mekanik motor daya indikator juga
dibebani oleh aksesori motor itu sendiri, seperti pompa air pendingin dan
pelumas, kipas pendingin serta pembangkit listrik. Besar daya poros itu
adalah (Arismunandar, 1980: 39.):
Ne = Ni – (Ng + Na) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
keterangan:
Ne : daya poros berguna atau daya efektif
Ni : daya indikator
Ng : daya gesek
Na : daya aksesori
16
Untuk mengukur daya poros, digunakan torsi-meter untuk mengukur
momen putar (torsi) dan tachometer untuk mengukur kecepatan putar poros
engkol. Daya poros dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Arends
dan Berenschot, 1992: 22.),
Ne = 2 . π . n . M . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
atau;
Ne = 2 . π . n . F. L
keterangan:
n : putaran poros engkol
M : momen putar
L : jarak antara titik putar poros dengan beban
F = P. A, : gaya yang bekerja pada lengan torsi-meter
P : tekanan hidrolik terbaca
A : luas penampang tabung hidrolik dikenai beban
G. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik. Pemakaian bahan bakar spesifik motor bakar dapat dihitung dengan
persamaan berikut (Arismunandar, 1980: 40.):
e
fe N
GB = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
keterangan:
fff tVG /)3600( ⋅= : jumlah bahan bakar yang digunakan
per-jam
Vf : volume bahan bakar yang digunakan
tf : waktu yang dibutuhkan untuk Vf
17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Secara skematik langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada gambar
berikut ini
Literatur, Majalah,Journal, Internet
AlternatifSistem
Pengapian
SistemPengapian
Putaran,Beban,
AFR
Motor bakar, Beban, alatukur dan sistem pengapian
ReduksiEGB,
Daya, Torsi
PengujianEGB,Daya,Torsi
Sistem PengapianPutaran, Beban,AFR, Data EGB,
Daya, Torsi
Pengolahan DataLiteratur, Majalah,Journal, Internet
Analisa DataLiteratur, Majalah,Journal, Internet
Kesimpulan
IS 1, IS 2
Put 1 - nNo
Yes
No
Yes
Uji keandalanSistem Pengapian
3000 Km
Yes
No
Gambar 10. Diagram Alir Penelitian
18
A. Tujuan Operasional. Tujuan operasional penelitian adalah:
1. Menguji sistem pengapian CDI konvensional dan sistem pengapian CDI
bunga api melomcat dua kali dengan sensor mekanik.
2. Menguji torsi, Daya dan emisi gas buang pada putaran 1000 min-1
sampai 3400 min-1 dengan interval 300 min-1 melalui pembebanan
prony brake.
3. Menguji emisi gas buang dengan menggunakan Digital Gas Emissions
Analyzer
4. Mengukur derajat pengapian dan waktu interval dengan Timing Light.
B. Metode Penelitian. Penelitian ini merupakan suatu eksperimen di laboratorium.
C. Tempat dan Waktu Penelitian. Eksperimen dilaksanakan di laboratorium Prestasi Mesin Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik selama 2 (dua) bulan (awal September
sampai akhir April 2004).
D. Peralatan Yang Digunakan. 1. Motor Toyota kijang 5K,
2. Torsi–meter (Prony brake),
3. Digital Gas Emissions Analyzer
4. Timing Light
5. Dwell Meter
6. Tachometer
7. Pressure meter
8. Stopwatch
9. Plint gauge
10. Sistem Pengapian CDI
11. Simulator pengapian
12. Osiloskop
E. Data dan Teknik Pengumpulan Data yang dikumpulkan pada setiap putaran yang ditetapkan adalah,
sebagai berikut:
19
1. Putaran mesin menggunakan Tachometer,
2. Tekanan berkerja pada Prony brake dengan mengunakan sistem
hidrolik,
3. Kadar Emisi berupa CO, CO2, HC, menggunakan Digital Gas Emissions
Analyzer,
4. AFR menggunakan Digital Gas Emissions Analyzer,
5. Derajat pengapian menggunakan Timing Light,
6. Interval saat penyalaan menggunakan Timing Light, simulator pengapi-
an, osiloskop dan stroboscope.
7. Waktu pemakaian bahan bakar dan
8. Lama sensor mekanik tertutup menggunakan Dwell meter.
F. Peralatan Uji.
1. Motor Otto Kijang 5K. Tabel 2. Data Teknis Motor OTTO Kijang 5K
Spesifikasi: Pabrik pembuat : Toyota Co LTD, Japan Jenis : Kijang 5K Tipe motor : 4 selinder sebaris 4 langkah Isi silinder : 1486 cc Perbandingan kompresi : 9,3 : 1 Diameter silinder : 80,5 mm Langkah Torak : 73,0 mm Daya maksimum : 73 PS / 5000 min-1 Torsi maksimum : 11,3 kg.m / 2800 min-1 Sistem bahan bakar : Karburator Bahan bakar : Bensin
Karburator: Pabrik : AISAN, Japan Tipe : Laras ganda, arus turun (down draft)
Distributor Pabrik : NIPPONDENSO Tipe : 191000 – 24101 Peralatan pengatur : centripugal advance dan vacum advance Kapasitor : 0,25 µF Point gap contact breaker : 0,45 mm
Busi: Pabrik : NIPPONDENSO Tipe : W16 EX-U Point gap electrode : 0,8 mm
Kumparan pengapian (coil): Pabrik : DENSO Tipe : 90919 - 02149
20
Tabel. Data Teknis Motor OTTO Kijang 5K (lanjutan)
Sistem penggerak katup: Tipe : OHV (Over Head Valve) Pengangkat katup : Hidrolik Last Adjuster Celah katup masuk : 0,20 mm Celah katup buang : 0,25 mm
Minyak Pelumas: Merk : Mesran Prima 20W/50 Pabrik : Pertamina
Sistem Pendingin: Air pendingin dengan radiator tertutup
2. Torsi-meter. Tabel 3. Data Teknis Torsi-meter
Spesifikasi: Jenis : Disk brake Diameter disk : 330 mm Panjang lengan : 200 mm Pengatur beban : Sistem hidrolik Pengukuran beban : Sistem hidrolik (dia. silinder 5/8”) Pembaca beban : Pressure gauge Pendingin disk : Air
3. Sistem pengapian eksprimen. Tabel 4. Data Teknis Sistem Pengapian
Spesifikasi: Jenis : CDI (Capacitive Discharge Ignition) Tegangan Kapasitor : 350 VDC Kapasitor : 0,68 µF / 630 VDC Sensor : contact breaker (mekanik) Pengatur interval : elektronik
G. Eksprimen. Urut-urutan eksprimen pada penelitian ini adalah:
1. Merekondisi motor Otto Kijang 5K. Motor Otto Kijang 5K dibersihkan ruang bakarnya dari deposit sisa
pembakaran dan ruang karter mesin. Dilakukan penyetelan jarak celah
katup isap dan buang. Memodifikasi pengisian bateri saat eksprimen,
hal ini bertujuan untuk menghindari reduksi kehilangan daya motor.
2. Merekondisi prony brake. Prony brake sebelumnya sering macet, sehingga mengakibatkan motor
mati mendadak, karena pengaturan beban tidak dapat dilakukan
21
dengan halus. Sistem pembacaan beban secara mekanik mengalami
kesulitan oleh getaran mesin. Untuk pembacaan dan penyetelan beban
sangat bahaya pada prony brake sebelumnya, sehingga direkondisi
dengan sistem hidrolik pada pembacaan dan pengaturan beban. Untuk
menghindari kemacetan drum brake dirubah menjadi disk brake.
3. Membuat rancangan tabel pengambilan data eksprimen. Data eksprimen terdiri dari tiga kelompok yaitu; torsi-meter, bahan
bakar, AFR dan saluran gas buang yang diambil secara bersamaan. Tabel 5. Rancangan Tabel Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang.
Sistem pengapian
: CDI / Dual CDI Derajat penyalaan
:
Beban torsimeter : Volume bahan bakar
:
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n
min-1 tfuel
(sec) AFR CO
( % ) CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Data derajat penyalaan ditabulasikan dalam suatu tabel terpisah,
seperti pada tabel berikut ini: Tabel 6. Rancangan Tabel Data Derajat Penyalaan
Derajat penyalaan bunga api pertama No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3400 1 2 3 4 5
Data prestasi mesin, emisi gas buang, bahan bakar, AFR dan derajat
penyalaan dilakukan 5 (lima) kali pengambilan pada waktu bersamaan.
Data yang diambil sebelum diolah dapat dilihat pada lampiran B, C dan
D.
22
H. Prosedur Eksprimen. 1. Prosedur awal
a. Sebelum dimulai eksprimen plint gauge terisi penuh bahan bakar
stopwatch dipersiapkan untuk mulai.
b. Motor diperiksa untuk meyakinkan bahwa motor beroperasi dengan
baik dan aman.
c. Torsi-meter dalam keadaan tanpa membebani motor.
d. Saluran by-pass bahan bakar dibuka, untuk meyalurkan bahan
bakar ke karburator.
e. Motor dioperasikan.
f. Katup throttle diatur pada kondisi idling, motor dipanaskan sampai
suhu air pendingin steady.
g. Motor dijalankan pada putaran 800 min-1 sampai temperatur kerja,
kemudian dilakukan penyetelan derajat penyalaan dan penyetelan
AFR = 14,7 :1.
2. Prosedur utama a. Plint gauge diisi sampai volume yang dibutuhkan.
b. Pembukaan katup throttle diatur perlahan-lahan diikuti penambahan
beban pada putaran motor dan bukaan throttle tertentu.
c. Setelah tercapai beban tertentu, motor didiamkan sesaat untuk
mencapai kondisi steady.
d. Dilakukan pencatatan tekanan P (Beban) membaca kadar emisi,
kemudian mencatat waktu pemakaian bahan bakar.
e. Tahapan berikutnya menaikkan putaran dengan interval 200 min-1
dan bukaan throttle. Dilakukan ulang dari urutan prosedur nomor 1
sampai 4.
3. Prosedur akhir a. Beban dikurangi secara pelahan-lahan dengan dikuti pengurangan
bukaan throttle.
b. Sebelum mesin dihentikan operasinya, terlebih dahulu kondisi
distabilkan.
c. Operasi motor. Semua sistem dalam kondisi off, dan saluran
minyak ditutup.
23
I. Parameter dan Variabel yang Ditentukan. 1. Penentuan derajat penyalaan pertama.
Derajat penyalaan pertama pada putaran idle 800 min-1 ditentukan
berdasarkan spesifikasi dari mesin tersebut, yaitu; 8o Penentuan derajat
penyalaan dilakukan dengan menggunakan satu kali lompatan bunga
api (sistem CDI konvensional).
2. Karakteristik derajat interval sistem pengapian kedua Sistem pengapian kedua adalah modifikasi dari sistem pengapian
CDI konvensional yang menerapkan lompatan bunga api dua kali
dengan interval tertentu (Sistem Dual CDI) (gambar rangkaian dapat
dilihat pada lampiran A). Derajat interval lompat bunga api yang
pertama dan kedua pengapian perlu untuk diketahui, guna
menganalisis lama pembakaran. Pengumpulan data dilakukan pada
simulator pengapian tanpa dilengkapi centrifugal advance dan vacuum
advance. Simulator pengapian menggunakan motor listrik DC dengan
kecepatan putar yang dapat diatur.
Tabel 7. Rancangan Tabel Karakteristik Derajat Sistem Dual CDI Derajat penyalaan bunga api kedua
No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3400 1 2 3 4 5
3. Penentuan derajat penyalaan kedua. Derajat interval penyalaan kedua pada berbagai kecepatan putar
diperoleh dengan mengakumulasi derajat pengapian pertama dan
derajat interval pengapian kedua.
J. Analisis Data Pengolahan data menggunakan bantuan software Excel dan MathCAD.
Untuk melihat hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain
digunakan model regresi. Hubungan linier antara variabel satu dengan yang
lainnya dalam bentuk ketergantungan (dependency) satu dengan yang lain.
24
Variabel x disebut variabel independen dan variabel y disebut variabel
dependen karena nilai x tergantung pada y, sedangkan nilai x bebas.
Garis regresi populasi dalam praktek tidak dapat ditentukan secara
tepat, oleh karena itu perlu dicari estimasi dari garis tersebut dengan
menggunakan data yang ada. Garis estimasi dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut;
Polynomial: 6
63
32
21 xc...xcxcxcby ⋅++⋅+⋅+⋅+=
Koefisien determinasi R2 , ini merupakan proporsi variabilitas dependen
dari sampel yang diterangkan oleh hubungan liniernya dengan variabel
independen. Nilai R2 ini adalah kuadrat koefisien korelasi sampel.
Koefisien determinasi
SSTSSER −= 12
Keterangan:
∑ −= 2)YY(SSE ii dan
∑ ∑−=n
)Y()Y(SST i
i
22
Untuk mencari hubungan antara x dan y digunakan model regresi.
Untuk itu perlu dicari nilai estimasi-nya yang dapat diperoleh dengan
menggunakan prosedur yang sudah dibahas dimuka atau juga digunakan
program komputer. Dari pengolahan data diperoleh koefisien determinasi
dan persamaan hubungan antara x dan y, seperti terlihat pada tabel berikut
ini.
25
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data.
Data Penelitian terbagi dua yaitu; data diambil dari simulator pengapian
dan motor otomobil. Data yang diambil dari simulator pengapian digunakan
untuk mengetahui karakteristik penyalaan kedua dari sistem Dual CDI. Data
yang diambil dari motor otomobil dengan sistem penyalaan CDI
konvensional dan Dual CDI. Data-data ini digunakan menganalisis kinerja
motor dan emisi gas buang (lihat lampiran C dan D).
1. Data karakteristik derajat interval lompatan bunga api. Data diambil dengan menggunakan simulator pengapian untuk
melihat karakteristik derajat interval lompatan bunga api antara bunga
api yang pertama dan kedua. Pada saat eksprimen data derajat
penyalaan yang diambil hanya lompatan bunga api kedua dari sistem
Dual CDI, mengingat ketidak mampuan alat pendeteksi mengukur
lompatan pertama dan kedua secara bersamaan. Lompatan bunga api
pertama dari sistem Dual CDI konstan, karena simulator pengapian
tidak dilengkapi centrifugal advance dan vacuum advance. Data derajat
interval lompatan bunga api dilakukan sepuluh kali pengukuran, dan
dapat dilihat pada lampiran B. Hasil pengolahan data adalah seperti
pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI. Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran
Saklar 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 1 0 0 0,5 0,9 1,6 1,7 2,7 2,4 4,6 5,1 2 0 0,2 0,6 1,2 1,4 2 2,6 2,9 3,8 5,4 3 0 0,5 1,2 1,8 2 3 3,8 4,5 5,5 5,9 4 0 0,8 1,9 2 2,8 3,9 5,4 5,7 7,2 9 5 0,4 1,3 1,9 2,5 3,8 4,7 6,6 7,9 9,6 11,6
2. Penentuan derajat penyalaan I.
Penentuan derajat penyalaan I, berdasarkan spesifikasi dari
pembuat yaitu 8o, pengaturan derajat ini dilakukan pada mesin
beberapa kali menggunakan timing light.
26
3. Data penentuan derajat interval penyalaan kedua sistem Dual CDI. Derajat interval penyalaan kedua memiliki lima saklar pilihan, data
pada tabel 8. Hasil pengolahan data pada saklar 5 kenaikan derajat
interval penyalaan cukup berarti yaitu 11o,36’’ pada putaran 3500 min-1.
Sehingga pada eksprimen ini dilakukan pada saklar 5.
4. Data prestasi mesin dan emisi gas buang Data eksprimen motor otomobil dengan pembebanan konstan,
ekprimen dilakukan uji emisi gas buang. Ekprimen motor otomobil
terdiri dari dua kelompok yaitu; motor otomobil dengan sistem
penyalaan CDI konvensional dan sistem penyalaan Dual CDI. Data
diambil sebanyak lima kali, seperti pada lampiran C dan D. Hasil
pengolahan data seperti pada Tabel 9 dan 10 berikut:
Tabel 9. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv. Sistem pengapian
: CDI Konvensional
Derajat penyalaan : 8 Beban torsimeter (P) : 6 kg/cm
o BTC / 800min-1
Volume bahan bakar (V
2 l)
: 50 ml
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n
min-1 tfuel
(sec) AFR CO
( % ) CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1015,4 134,08 30 0,3 0,44 1745 20,8 72 2 1351 113,3 30 0,04 2,72 519,4 20,74 75,6 3 1569,6 79,92 30 0,04 2,7 547,6 20,7 79,8 4 1962 48,28 30 0,04 2,7 561,4 20,7 83,6 5 2230,4 37,78 30 0,04 2,66 576,8 20,74 84 6 2515 31,42 30 0,05 2,68 523,6 20,74 88,2 7 2813,6 29,52 30 0,058 2,66 587,2 20,78 90,4 8 3118 25,88 30 0,062 2,7 527,8 20,72 94,4 9 3408 20,82 30 0,06 2,7 584,6 20,76 95,2
Tabel 10. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI Sistem pengapian
: CDI Konvensional
Derajat penyalaan : 8 Beban torsimeter (P) : 6 kg/cm
o BTC / 800min-1
Volume bahan bakar (V
2 l)
: 50 ml
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n
min-1 tfuel
(sec) AFR CO
( % ) CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1009 121,86 30 0,132 5,92 740,8 10,88 84,4 2 1370,2 107,18 18,87 0,144 10 180,4 4,28 82 3 1610,4 82,74 13,98 3,32 10,26 203,6 1,22 84 4 1976 44,9 10,68 9,746 6,3 300,2 0,78 79,4 5 2282,6 37,04 10,37 9,758 5,94 333,6 0,58 85,6 6 2566 32,46 10,32 9,766 5,72 309,2 0,6 92,6 7 2854,2 29,38 10,24 9,774 5,6 303,8 0,6 95,8 8 3187,8 27,66 10,29 9,774 5,56 339,8 0,6 98 9 3472,6 26,88 10,33 9,768 4,52 361,4 0,7 99,2
27
B. Hasil Analisis Regresi Pengolahan data lanjut dengan bantuan program MathCAD
menggunakan regresi polynomial. Dari data Tabel 8, 9 dan 10 diperoleh
koefisien determinasi dan persamaan hubungan antara x dan y. Berikut
contoh pemrograman untuk Tabel 9, hubungan antara Putaran dan tfuel :
coeffs( )T 317.039 0.228− 5.605 10 5−× 4.267− 10 9−×( )=
R2fit X( ) mean Y( )−( )2
→
∑
Y mean Y( )−( )2→
∑0.982=
Derajat kebebasan n k− 1− 5=
Data kurva i 0 n 1−..:= j 0 50..:=
tx j min X( ) jmax X( ) min X( )−
50⋅+:=
1000 1500 2000 2500 3000
50
100
150
X-Y dataLeast-squares fit
Put t
fit 1000( ) 141.283=
fit 1300( ) 106.586=
fit 1600( ) 78.983=
fit 1900( ) 57.781=
fit 2200( ) 42.289=
fit 2500( ) 31.816=
fit 2800( ) 25.67=
fit 3100( ) 23.161=
fit 3400( ) 23.597=
Masukkan matrik data Put, t yang akan dianalisa
Put
1015.4
1351
1569.6
1962
2230.4
2515
2813.6
3118
3408
:= t
134.08
113.3
79.92
48.28
37.78
31.42
29.52
25.88
20.82
:=
X Put 0⟨ ⟩:= Y t 0⟨ ⟩
:= n rows Put( ):=
Masukan derajat polynomial k 3:=
Jumlah data titik n 9=
Regresi z regress X Y, k,( ):=
Fungsi Polynomial fitting fit x( ) interp z X, Y, x,( ):=
Koeffisien coeffs submatrix z 3, length z( ) 1−, 0, 0,( ):=
C. Prestasi Mesin Dari program dihasilkan data-data dan grafik data terhadap putaran
mesin seperti berikut ini:
28
Tabel 11. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konvensional dengan Analisis Regresi.
Sistem pengapian
: CDI Konvensional Derajat penyalaan
: 8o BTC / 800min-1
Beban torsimeter : 6 kg/cm Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer No.
n min-1
tfuel (sec) AFR
CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1000 141,283 30 0,283 0,611 1649,0 20,803 72,661 2 1300 106,586 30 0,119 2,009 910,426 20,740 74,910 3 1600 78,983 30 0,033 2,742 522,029 20,712 78,315 4 1900 57,781 30 0,006 2,983 394,164 20,708 82,240 5 2200 42,289 30 0,019 2,905 436,697 20,721 86,049 6 2500 31,816 30 0,049 2,681 559,494 20,740 89,106 7 2800 25,670 30 0,077 2,483 672,421 20,757 90,775 8 3100 23,161 30 0,082 2,484 685,343 20,761 90,421 9 3400 23,597 30 0,045 2,857 508,127 20,744 87,407 R2 0,986 1 0,881 0,866 0,854 0,664 0,919 k 3 3 3 3 3 3 3
Tabel 12. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI dengan Analisis Regresi
Sistem pengapian
: CDI Konvensional Derajat penyalaan
: 8o BTC / 800min-1
Beban torsimeter : 6 kg/cm Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer No.
n min-1
tfuel (sec) AFR
CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1000 127,997 27,760 0,257 0,611 680,084 10,840 85,522 2 1300 102,490 21,590 1,646 2,537 378,803 5,433 81,600 3 1600 79,704 16,601 3,628 4,859 230,956 2,157 80,867 4 1900 60,139 12,793 5,865 7,253 196,851 0,534 82,537 5 2200 44,298 10,164 8,020 9,395 200,000 0,092 85,822 6 2500 32,68 8,717 9,757 10,96 311,092 0,356 89,937 7 2800 25,790 8,450 10,737 11,630 380,053 0,850 94,094 8 3100 24,127 9,363 10,624 11,070 403,984 1,101 97,506 9 3400 28,193 11,458 9,082 8,963 343,190 0,634 99,386 R2 0,971 0,927 0,750 0,6662 0,745 0,986 0,928 k 3 3 3 3 3 3 3
10
40
70
100
130
160
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Wak
tu d
ibut
uhka
n Vf
(det
) CDI Konv.
Dual CDI
Poly. (CDI Konv.)
Poly. (Dual CDI)
Gambar 11. Grafik Waktu Dubutuhkan Vf terhadap Putaran
29
8
12
16
20
24
28
32
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
AFR
CDI Konv.
Dual CDI
Poly. (CDI Konv.)
Poly. (Dual CDI)
Gambar 12. Grafik AFR terhadap Putaran.
-0,5
1,5
3,5
5,5
7,5
9,5
11,5
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Kad
ar C
O (%
)
CDI Konv.
Dual CDI
Poly. (CDI Konv.)
Poly. (Dual CDI)
Gambar 13. Grafik Kadar Carbon Monoxide terhadap Putaran
0
2
4
6
8
10
12
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Kad
ar C
O2
(%)
CDI Konv.
Dual CDI
Poly. (CDI Konv.)
Poly. (Dual CDI)
Gambar 14. Garfik Kadar Carbon Dioxide terhadap Putaran
30
150
450
750
1050
1350
1650
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Kad
ar H
C (p
pm)
CDI Konv.
Dual CDI
Poly. (CDI Konv.)
Poly. (Dual CDI)
Gambar 15. Garfik Kadar Hydrocarbon terhadap Putaran
0
4
8
12
16
20
1000 1500 2000 2500 3000 3500
Putaran (rpm)
Kad
ar O
2 (%
)
CDI Konv.Dual CDIPoly. (CDI Konv.)Poly. (Dual CDI)
Gambar 16. Grafik Kadar Oxygen terhadap Putaran
65
73
81
89
97
105
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Tem
pera
tur o
il (d
eg C
)
CDI Konv.Dual CDIPoly. (CDI Konv.)Poly. (Dual CDI)
Gambar 17. Grafik Temperatur Pelumas terhadap Putaran
31
Tabel 13. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI. Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran R2
Saklar 1000 1300 1600 1900 2200 2500 2800 3100 3400 5 0,893 1,568 2,387 3,365 4,515 5,852 7,389 9,14 11,119 0,998
0
2
4
6
8
10
12
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Der
ajat
pen
yala
an II
(deg
)
S5Poly. (S5)
Gambar 18. Grafik Derajat Interval Penyalaan II terhadap Putaran
D. Perhitungan Prestasi Mesin
Bahan bakar uji 50 ml dengan tfuel seperti pada Tabel 11 dan 12 dapat
dihitung jumlah pemakaian bahan bakar per-jam. Daya efektip motor diukur
dengan pembebanan konstan pada berbagai putaran yaitu: P = 6 kg/cm2
pada penunjukan pressure gage dengan menggunakan persamaan 3,
maka Ne dapat dihitung. Setelah jumlah pemakaian bahan bakar per-jam
dan daya efektip diperoleh, pemakaian bahan bakar spesifik dihitung
dengan persamaan 4. Berikut hasil perhitungan yang ditabulasikan dan
grafik terhadap putaran:
Tabel 14. Hasil Perhitungan Prestasi Mesin untuk Kedua Sistem Penyalaan CDI Konvensional Dual CDI
Put (min-1)
tfuel (sec)
Gf (l/jam)
Ne (kW)
Be (l /kWjam)
tfuel (sec)
Gf (l/jam)
Ne (kW)
Be (l /kWjam)
1000 141,283 1,274 2,485 0,513 127,997 1,406 2,485 0,566 1300 106,586 1,689 3,23 0,523 102,490 1,756 3,23 0,544 1600 78,983 2,279 3,976 0,573 79,704 2,258 3,976 0,568 1900 57,781 3,115 4,721 0,66 60,139 2,993 4,721 0,634 2200 42,289 4,256 5,467 0,779 44,298 4,063 5,467 0,743 2500 31,816 5,658 6,212 0,911 32,681 5,508 6,212 0,887 2800 25,670 7,012 6,957 1,008 25,790 6,979 6,957 1,003 3100 23,161 7,772 7,703 1,009 24,127 7,461 7,703 0,969 3400 23,597 7,628 8,448 0,903 28,193 6,385 8,448 0,756
32
1
2,5
4
5,5
7
8,5
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Gf (
l/jam
)
CDI Konv.Dual CDIPoly. (CDI Konv.)Poly. (Dual CDI)
Gambar 19. Grafik Jumlah Pemakaian Bahan Bakar Per-jam terhadap Putaran
2
3,5
5
6,5
8
9,5
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Ne
( l/H
Pjam
)
Gambar 20. Grafik Daya Efektif Motor terhadap Putaran
0,4
0,55
0,7
0,85
1
1,15
1000 1500 2000 2500 3000 3500Putaran (rpm)
Be
(l/kW
jam
CDI Konv.
Dual CDI
Poly. (CDI Konv.)
Poly. (Dual CDI)
Gambar 21. Grafik Pemakaian Bahan Bakar Spesifik terhadap Putaran
33
E. Pembahasan 1. Derajat penyalaan
Derajat penyalaan bervariasi pada setiap putaran yang dipengaruhi
oleh centrifugal advance dan vacuum advance. Perubahan derajat
penyalaan pengaruh centrifugal advance bergerak secara linier,
sedangkan vacuum advance tidak linier mengikuti tekanan vacuum
pada venturi karburator. lihat Gambar 22 berikut::
0
8
16
24
32
40
400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000Engine speed (rpm)
Engi
ne s
park
adv
ance
( de
g)
Vacum advance Centripugal advance
Gambar 22. Grafik Pemajuan Penyalaan Pengaruh Centrifugal Advance dan Vacum Advance (Lichty, 1951: 349.)
Derajat penyalaan I pada putaran idle 800 min-1 diatur 8o BTC,
putaran di atas 800 min-1 tidak dilakukan pengukuran derajat
penyalaan, secara teoretik penyalaan ini dipercepat sampai 30o BTC
pada putaran 3600 min-1, pemajuan derajat penyalaan dilakukan oleh
centrifugal advance. Pemajuan derajat penyalaan oleh vacuum
advance mencapai 36o pada putaran 2800 min-1.
Derajat penyalaan kedua diatur keterlambatan dari derajat
penyalaan I sebesar pada Tabel 13, sehingga derajat penyalaan I dan II
dapat diilustrasikan pada grafik Gambar 23 sebagai berikut:
34
0
8
16
24
32
40
400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000Engine speed, rpm
Engi
ne s
park
adv
ance
, deg
Centripugal advance IVacum advance ICentrifugal advance IIVacum advance II
Gambar 23. Grafik Pemajuan Penyalaan I dan II Pengaruh Centrifugal Advance dan Vacum Advance
Waktu antara penyalaan I dan II dapat dihitung dengan mengguna-
kan persamaan 1, seperti pada Tabel 15 berikut:
Tabel 15. Waktu Antara Penyalaan I dan II terhadap Putaran Putaran (min-1)
1000 1300 1600 1900 2200 2500 2800 3100 3400 tig (µsec) 149 201 249 295 342 390 440 491 545
Lama penyalaan secara teoretik terjadi 0,003 sec, waktu antara terjadi
pada penyalaan kedua terhadap penyalaan pertama masih berada di
bawah lama penyalaan teoritik, sehingga penyalaan II tidak terjadi pada
proses ekspansi. Jika arc duration terjadi selama 250 µsec (Tabel 1),
maka penyalaan I dan II akan terjadi overlap atau tidak terjadi interval
penyalaan pada putaran di bawah 1600 min-1, pada penyalaan di atas
1600 min-1 terjadi interval.
2. Pemakaian bahan bakar spesifik.
Pemakaian bahan bakar spesifik sangat ditentukan oleh daya efektif
motor dan jumlah pemakaian bahan bakar per-jam. Dari Tabel 11 dan 12
jumlah pemakaian bahan bakar dihitung berdasarkan waktu yang
dibutuhkan untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak 50 ml. Waktu
yang dibutuhkan untuk Gf pada sistem penyalaan CDI konvensional dan
Dual CDI dilihat dari grafik Gambar 11 relatif kecil perbedaannya,
sehingga jumlah pemakaian bahan bakar per-jam dari kedua sistem
35
penyalaan ini tidak jauh berbeda dengan waktu yang dibutuhkan Gf (lihat
Gambar 19). Daya efektif diperoleh dengan pembebanan konstan pada
berbagai putaran hasil perhitungan pada Tabel 14 dan grafik pada
Gambar 20. Menggunakan persamaan 4 pemakaian bahan bakar
spesifik dihitung kemudian di tabulasikan pada Tabel 14 dan grafik pada
Gambar 21. Pada grafik terlihat pemakaian bahan bakar spesifik pada
putaran kurang dari 1500 min-1 sistem penyalaan Dual CDI berada di
atas pemakaian bahan bakar spesifik sistem penyalaan CDI
konvensional. Pada putaran lebih dari 1500 min-1, spesifik pemakaian
bahan bakar sistem penyalaan Dual CDI berada di bawah pemakaian
bahan bakar spesifik sistem penyalaan CDI konvensional. Pemakaian
bahan bakar spesifik akan terlihat perbedaan antara kedua sistem
penyalaan dengan mentabulasikan selisih dari kedua pemakaian bahan
bakar spesifik, seperti pada tabel berikut:
Tabel 16. Perbedaan Pemakaian Bahan Bakar Spesifik antara CDI Konvensinal dan Dual CDI
Putaran min-1 1000 1300 1600 1900 2200 2500 2800 3100 3400 ∆ Be
(l /kWjam)
-0,053 -0,021 0,005 0,026 0,036 0,024 0,005 0,04 0,147
Dari Tabel 16 pemakaian bahan bakar spesifik pada putaran kurang
dari 1600 min-1 pada penyalaan sistem Dual CDI lebih besar dari
penyalaan sistem penyalaan CDI konvesional. Hal ini bila dilihat pada
derajat penyalaan di bawah 1600 min-1 penyalaan I dan II masih overlap
atau tidak tejadi interval, sehingga penyalaan I dan II seperti penyalaan
tunggal. Pada putaran di atas 1600 min-1 pemakaian bahan bakar
spesifik terjadi kenaikan dibandingkan dengan penyalaan I, hal ini
dimungkinkan karena penyalaan I dan II sudah terjadi interval penyalaan.
3. Emisi gas buang. Hasil sisa pembakaran bahan bakar dalam ruang kompresi akan
menghasilkan emisi gas buang. Emisi gas buang sangat berpengaruh
terhadap kesempurnaan pembakaran.
36
a. AFR. Pada sistem penyalaan CDI konvensional terlihat AFR: 30
konstan pada berbagai putaran. Ini diakibatkan energi pembakar
tidak mencukupi (arc duration CDI relatif singkat) untuk membakar
semua campuran udara bahan bakar sehingga tebentuk HC dan sisa
O2 yang tinggi. Hasil pembakaran sempurna terlihat CO sangat
rendah sekali (lihat Gambar 13 Tabel 11). Sistem penyalaan Dual
CDI pada putaran 1000 min-1, AFR mulai bergeser mengecil menjadi
AFR: 27,76 hingga AFR: 8,45 (Gambar 12 dan Tabel 11). AFR
mengindikasikan campuran kaya pada putaran lebih dari 1750 min-1.
Campuran kaya diakibatkan oleh sisa HC yang tidak tebakar secara
sempurna dikarenakan kekurangan O2 pada saat penyalaan II
(Gambar 16 dan Tabel 12).
b. Hydrocarbon Pada penyalaan I HC dihasilkan relatip tinggi, karena Arc dura-
tion yang sangat singkat, sehingga terlihat pada Tabel 11 dan Gam-
bar 15, HC tertinggi 1649 ppm dan terendah 394,164 ppm. Kemam-
puan penyalaan II membakar secara maksimum HC hasil penyalaan
I cukup tinggi, yaitu HC direduksi lebih 50%. Pada Gambar 15, HC
bergerak paralel lebih kecil dari sistem penyalaan CDI konvensional
dan pada Tabel 12, HC dihasilkan tertinggi 680,084 ppm, terendah
196,851 ppm. Sistem penyalaan Dual CDI mempunyai kemampuan
mereduksi 50% HC dibandingkan dengan CDI konvensional, sisa HC
setelah penyalaan II dapat diasumsikan sementara diakibatkan faktor
kondisi mesin, seperti telah dijelas sebelumnya.
c. Carbon monoxide dan carbon dioxide Dikarenakan oksigen berlebihan di atas 20% (lihat Tabel 9 dan
Gambar16), maka carbon monoxide terbentuk dari pengikatan C dan
O2 serta sebagian CO terikat dengan O2, mengakibatkan CO menjadi
rendah yaitu antara 0,006% sampai dengan 0,881%. Hasil reaksi se-
bagian CO dengan O2 akan membentuk CO2, pada sistem penyala-
an I CO2 berkisar antara 0,611% sampai 2,983% (lihat Tabel 9 dan
Gambar 14). Namun pembakaran tahap kedua dari sistem penyala-
an Dual CDI dibatasi ketersedian O2 sisa pembakaran tahap I,
37
sehingga nilai O2 paling kritis berada pada putaran 2200 min-1 yaitu
0.092%, HC tersedia 200 ppm pada putaran yang sama tidak dapat
terbakar habis. Pada putaran meningkat, CO dan CO2 naik seirama,
hal ini dimungkinkan karena O2 tersedia dari sisa pembakaran tahap
pertama tidak cukup, telihat O2 berada di bawah 1% setelah putaran
di atas 2200 min-1. Pada Gambar 12 grafik AFR menunjukan
kekurangan oksigen sehingga menjadi campuran kaya.
d. Temperatur pelumas
Pada penyalaan II temperatur pelumas mengalami kenaikan
dapat diakibatkan blow by gases dari ruang pembakaran melalui
celah ring piston. Temperatur minyak pelumas dapat mengindikasi-
kan temperatur ruang bakar. Dilihat dari perbedaan cukup berarti
pada putaran rendah dan tinggi (Gambar17.), temperatur minyak
pelumas pada sistem penyalaan Dual CDI berada di atas CDI
konvensional. Bila pada sistem penyalaan CDI konvensional sudah
menghasilkan NOx, maka pada sistem penyalaan Dual CDI NOx
terbentuk akan lebih banyak daripada sistem penyalaan CDI
konvensional.
38
BAB VI KESIMPULAN
A. Kesimpulan 1. Derajat Interval penyalaan Dual CDI terlalu kecil, maka proses
pembakaran sedikit berbeda dibandingkan dengan sistem penyalaan
CDI konvensional, karena pada priode setelah penyalaan dan pemben-
tukan nyala api dilanjutkan dengan perambatan nyala api. Sedangkan
derajat interval kecil waktu perambatan nyala api sangat kecil atau tidak
ada pembakaran kedua pada penyalaan pertama.
2. Sistem penyalaan Dual CDI dengan interval terus membesar
mengakibatkan penyalaan kedua mendekati TMA, sehingga terjadi
pembakaran tidak sempurna pada tahap II.
3. Pemakaian bahan bakar spesifik Dual CDI lebih kecil dibandingkan
dengan CDI konvensional pada pembebanan yang sama.
B. Saran
1. Perlu diteliti lagi sistem penyalaan yang sama , di mana penyalaan I, II
berimpit dan interval konstan kurang dari 2,5o, dapat dilihat dari grafik
emisi gas buang dan Gambar Grafik Pemakaian Bahan Bakar Spesifik.
2. Pada penyalaan dengan Dual CDI kekurangan O2 mulai pada putaran
1600 min-1, sehingga perlu diteliti proses pembakaran dengan
pengkayaan O2.
3. Pengaruh reaksi pembakaran kedua pada setiap penyalaan perlu diteliti
dengan penyalaan multi spark ignition.
4. Mereduksi temperatur pembakaran dan NOx, dapat diteliti dengan
menginjeksikan uap air kedalam campuran udara bahan bakar.
39
DAFTAR PUSTAKA 1. Agus dan Wito. 1978. Pengapian elektronik dengan CDI, Majalah Elektron,
Volume 08 TH. 02, hal. 848 - 851
2. Arends BPM dan Berenschot H. 1992. Motor bensin, terjemahan Umar
Sukrisno. Jakarta: Penerbit Erlangga.
3. Arismunandar Wiranto.1980. Motor bakar torak. Bandung: Penerbit ITB.
4. Heldt, P.M. 1956. High-speed combustion engines. Philadelphia: Pchilton
Company.
5. Hollembebeak, Barry. 1997. Automotive electricity & electronics, Second
edition. New York Delmar Publishers.
6. Jacobs, Christopher. 1999. Performeance ignition system. New York: The
Berkley, Publishing Group.
7. Layne, Ken. 1986. Automotive engine performance. Canada: John Wiley
and Sons.
8. Lichty, Lester C. 1951. Internal combustion engine. Tokyo: Mc Graw Hill
Book Company.
9. Maleev, V.L. 1983. Internal combustion engine. Tokyo: Mc Graw Hill Book
Company.
10. Obert, Edward F. 1973. Internal combustion engines and air pollution. New
york: Harper & Row, Publisher.
11. Pulkrabek, Willard W. 1997. Engineering fundamentals of the internal
Combustion Engine. New Jersey:Prentice-Hall, Inc.
12. Resko, Boy Sasongko. 1982. Pengapian elektronik dengan CDI, Majalah
Elektron, Volume 21 TH. VI, hal. 2124 – 2126.
13. SPX Corporation, Digital Gas Emissions Analyzer.
14. Zoelis. 2003. Pembakaran akurat bensin hemat Tabloid Otomotif, No. 11/XII
Senin 21 Juli, hal. 30.
40
LAMPIRAN A
200
1K1K8
100n
NE 555
1K
100
220
100mF/25V
86
.047 mF/400V
33330K
100
.47mF630V100 n
4K7
TIP 32
2 x TIP31
IN 4001CB
BAT
+
_
C
C
_
+
Gambar 24. Rangkaian Sistem Penyalaan CDI Konvensional.
200
1K1K8
100n
NE 555
2 x 220
2 x 100mF/25V
2 x 86
100
2 x IN4001
.047 mF/400V
33
330K
100
100n
.47mF
630V
300K
10K
20K
4K7
IN4001
BC 178
BC 107
BC 107
100n
5K
2K
2.2
53n68n100n115n 86n
100
100
100100100100100
100
IN4007
CB
BAT+ _
C + C_
100n
Gambar 24. Rangkaian Sistem Penyalaan Dual CDI.
41
LAMPIRAN B
Tabel 8a. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI Saklar 1. Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran
No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 1 0 0 0 0,5 1,5 1,5 1,5 1,5 2 4 2 0 0 0,5 1 1 1,5 2 2,5 4 4,5 3 0 0 0,5 1 2 2 3 2,5 6 6 4 0 0 1 1 1,5 1,5 4 3 5 5 5 0 0 0,5 1 2 2 3 2,5 6 6
Tabel 8b. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI Saklar 2. Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran
No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 1 0 0 0 1 1 2 2 2,5 3 4,5 2 0 0,5 1 1,5 1,5 2 2 3 3 4,5 3 0 0 1 1 2 2 3 3 4 6 4 0 0,5 1 1,5 1,5 2 3 3 5 6 5 0 0 0 1 1 2 3 3 4 6
Tabel 8c. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI Saklar 3.
Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 1 0 0 1 2 2 3 3 3 4,5 5 2 0 0,5 1,5 1,5 2 3 3,5 5 6 5,5 3 0 0,5 1 2 2 3 4,5 5 6 6 4 0 1 1,5 1,5 2 3 4 5 6 7 5 0 0,5 1 2 2 3 4 4,5 5 6
Tabel 8d. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI Saklar 4.
Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 1 0 0,5 1,5 2 2 3,5 4,5 4 6 8 2 0 1 2 2 3 4 4,5 6 7 8 3 0 1 2 2 3 4 6 6 8 10 4 0 0,5 2 2 3 4 6 6 7 10 5 0 1 2 2 3 4 6 6,5 8 9
Tabel 8e. Karakteristik Derajat Interval Sistem Pengapian Dual CDI Saklar 5. Derajat interval lompatan bunga api kedua terhadap putaran
No 800 1100 1400 1700 2000 2300 2600 2900 3200 3500 1 0 1 1,5 2,5 3,5 4 5 6 8 10 2 0,5 1,5 2 2,5 3,5 4,5 6 8 10 11 3 0,5 1 2 2,5 4 5 7 8 10 12 4 0,5 1,5 2 2,5 4 5 8 8,5 10 13 5 0,5 1,5 2 2,5 4 5 7 9 10 12
42
LAMPIRAN C
Tabel 9a. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv. Sistem pengapian
: CDI konvensional
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 966 138,4 30 0,33 0,5 1728 20,8 72 2 1394 116,5 30 0,04 2,8 531 20,7 78 3 1576 73 30 0,04 2,7 552 20,7 81 4 1925 49,8 30 0,04 2,7 573 20,7 84 5 2209 37,2 30 0,04 2,6 581 20,8 84 6 2526 32,3 30 0,05 2,6 287 20,7 89 7 2829 29,6 30 0,06 2,7 590 20,8 91 8 3072 25,1 30 0,07 2,7 579 20,8 96 9 3434 20,6 30 0,06 2,7 583 20,8 95
Tabel 9b. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv.
Sistem pengapian
: CDI konvensional
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1068 131,7 30 0,28 0,4 1762 20,8 71 2 1373 103,4 30 0,04 2,7 522 20,7 76 3 1574 82,2 30 0,04 2,7 547 20,7 79 4 1990 46,5 30 0,04 2,7 566 20,7 84 5 2233 38,8 30 0,04 2,7 577 20,7 83 6 2500 31,7 30 0,05 2,7 584 20,7 89 7 2829 29,6 30 0,06 2,6 588 20,8 90 8 3134 26,4 30 0,06 2,7 591 20,7 95 9 3434 20,5 30 0,06 2,7 587 20,7 97
Tabel 9c. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv.
Sistem pengapian
: CDI konvensional
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1068 131,1 30 0,29 0,4 1754 20,8 73 2 1318 121,7 30 0,04 2,7 512 20,8 74 3 1603 89,6 30 0,04 2,7 541 20,7 79 4 1963 49,1 30 0,04 2,7 558 20,7 83 5 2290 36,4 30 0,04 2,7 569 20,7 85 6 2529 30,4 30 0,05 2,7 582 20,8 87 7 2725 28,2 30 0,05 2,7 589 20,7 89 8 3134 25,8 30 0,06 2,7 590 20,7 93 9 3352 21,0 30 0,06 2,7 586 20,8 93
43
LAMPIRAN C
Tabel 9d. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv. Sistem pengapian
: CDI konvensional
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1000 132,6 30 0,28 0,4 1756 20,8 72 2 1320 120,8 30 0,04 2,7 512 20,8 74 3 1525 81,6 30 0,04 2,7 548 20,7 79 4 1930 48,8 30 0,04 2,7 556 20,7 83 5 2220 39,5 30 0,04 2,7 576 20,7 83 6 2520 30,2 30 0,05 2,7 581 20,8 87 7 2835 30,1 30 0,06 2,6 578 20,8 90 8 3125 26 30 0,06 2,7 588 20,7 93 9 3400 21,2 30 0,06 2,7 584 20,7 96
Tabel 9e. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem CDI Konv.
Sistem pengapian
: CDI konvensional
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 975 136,6 30 0,32 0,5 1725 20,8 72 2 1350 104,1 30 0,04 2,7 520 20,7 76 3 1570 73,2 30 0,04 2,7 550 20,7 81 4 2002 47,2 30 0,04 2,7 554 20,7 84 5 2200 37 30 0,04 2,6 581 20,8 85 6 2500 32,5 30 0,05 2,7 584 20,7 89 7 2850 30,1 30 0,06 2,7 591 20,8 92 8 3125 26,1 30 0,06 2,7 291 20,7 95 9 3420 20,8 30 0,06 2,7 583 20,8 95
44
LAMPIRAN D
Tabel 10a. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI. Sistem pengapian
: Dual CDI
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 954 121,7 30 0,13 5,8 749 11 84 2 1355 102,5 18,81 0,14 10 170 4,2 82 3 1631 82,5 13,8 3,43 10,3 203 1,2 84 4 1962 42,6 10,73 9,75 6,3 303 0,9 71 5 2285 37 10,29 9,76 5,8 371 0,6 87 6 2532 33,3 10,44 9,77 5,8 304 0,6 93 7 2882 29,4 10,16 9,78 5,5 308 0,6 97 8 3200 27,8 10,29 9,78 5,5 339 0,6 96 9 3514 27,5 10,29 9,77 5,7 378 0,7 100
Tabel 10b. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI.
Sistem pengapian
: Dual CDI
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1025 119,7 30 0,12 5,6 828 11,6 82 2 1393 105,2 18,81 0,15 10 157 4,2 82 3 1686 82,3 13,81 3,42 10,3 204 1,1 84 4 1998 42 10,73 9,75 6,2 310 0,9 77 5 2261 37 10,43 9,75 6,1 330 0,5 84 6 2575 32,2 10,29 9,76 5,8 304 0,6 93 7 2829 29,3 10,29 9,77 5,6 301 0,6 97 8 3139 27,7 10,29 9,77 5,6 365 0,6 98 9 3437 25,5 10,46 9,77 5,7 314 0,8 96
Tabel 10c. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI.
Sistem pengapian
: Dual CDI
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1015 123,2 30 0,14 6,2 689 10,4 86 2 1355 111,4 18,96 0,14 10 209 4,4 82 3 1552 83,1 14,22 3,16 10,2 204 1,3 84 4 1961 48,8 10,58 9,74 6,4 289 0,6 86 5 2291 37 10,43 9,76 6,0 298 0,6 85 6 2574 32,4 10,29 9,77 5,6 317 0,6 92 7 2839 29,3 10,29 9,77 5,7 301 0,6 94 8 3200 27,7 10,29 9,77 5,6 328 0,6 100 9 3454 27,2 10,28 9,76 5,6 370 0,6 100
45
LAMPIRAN D
Tabel 10d. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI. Sistem pengapian
: Dual CDI
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 1055 121,7 30 0,13 5,8 749 11 84 2 1355 111,4 18,96 0,14 10 209 4,4 82 3 1631 82,5 13,8 3,43 10,3 203 1,2 84 4 1961 48,8 10,58 9,74 6,4 289 0,6 86 5 2285 37 10,29 9,76 5,8 371 0,6 87 6 2574 32,4 10,29 9,77 5,6 317 0,6 92 7 2882 29,4 10,16 9,78 5,5 308 0,6 97 8 3200 27,7 10,29 9,77 5,6 328 0,6 100 9 3498 27,3 10,3 9,76 5,7 376 0,7 100
Tabel 10e. Data Prestasi Mesin dan Emisi Gas Buang Sistem Dual CDI.
Sistem pengapian
: Dual CDI
Derajat penyalaan : 8
Beban Torsimeter. : 6 kg/cm
o BTC / 800 min-1
Volume bahan bakar
: 50 ml
2
Motor : Otto Toyoya Kijang 5K
Torsi-meter : Prony brake
Penguji emisi
: Digital Gas
Emissions Analyzer
No. n min-1
tfuel (sec)
AFR CO ( % )
CO2 ( % )
HC (ppm)
O2 ( % )
Toil ( oC)
1 996 123 30 0,14 6,2 689 10,4 86 2 1393 105,4 18,8 0,15 10 157 4,2 82 3 1552 83,3 14,25 3,16 10,2 204 1,3 84 4 1998 42,3 10,76 9,75 6,2 310 0,9 77 5 2291 37,2 10,4 9,76 6,0 298 0,6 85 6 2575 32 10,3 9,76 5,8 304 0,6 93 7 2839 29,5 10,3 9,77 5,7 301 0,6 94 8 3200 27,4 10,3 9,78 5,5 339 0,6 96 9 3460 26,9 10,3 9,78 5,6 369 0,7 100
46