penelitian
Transcript of penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Secara etimologi, karst (bukit gamping) adalah nama suatu daerah di timur
laut kota Triesta, di Slovenia. Karena kekhasan bentang alamnya, Cvijic seorang
geologiawan abad ke 19 yang meneliti daerah itu mengabadikan bentang alam
tersebut dengan istilah karst (Imran Ahmad, 2001).
Karst merupakan bentang alam khas yang berkembang di suatu kawasan
batuan karbonat (batu gamping dan dolomit) atau batuan lain yang mudah larut dan
mengalami proses karstifikasi atau kelarutan sampai tingkat tertentu. kekhasan bisa
dibedakan antara fenomena di atas permukaan tanah (eksokarst) atau fenomena di
bawah permukaan tanah (endokarst).
Kawasan karst terdiri dari batuan karbonat yaitu kalsium karbonat dan
dolomit. Kalsium karbonat dibutuhkan antara lain untuk industri semen dan aneka
industri lainnya yang membutuhkan mineral kalsium, seperti industri kosmetika, cat
dan baja. Industri marmer juga membutuhkan bongkahan-bongkahan batu gamping
yang digergaji menjadi lempengan-lempengan. Industri untuk semen, kecuali
dibutuhkan bahan baku kalsium karbonat murni, juga dibutuhkan lempung, pasir besi,
pasir kuarsa, dan gipsum. Bahan-bahan ini harus terdapat tidak jauh dari lokasi
pabrik. Dengan berlakunya undang-undang otonomi daerah telah memberi
kesempatan kepada pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang
1
mencakup kewenangan yang luas, dalam pengolahan sumber daya alam. Di samping
itu otonomi daerah juga memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada daerah
untuk melestarikan sumber daya alam tersebut.
Salah satu kawasan karst yang ada di Indonesia berada di dalam wilayah
Kabupaten Pangkep merupakan sumber daya alam yang berpotensi untuk
pertambangan, tetapi juga sekaligus merupakan suatu ekosistem yang unik,
mempunyai peranan dalam mempertahankan sistem kehidupan organisme dengan
melalui kerja sama antara komponen biotik dan komponen fisiknya sampai menjadi
keseimbangan yang mantap.
Seiring dengan pesatnya laju perkembangan industri dewasa ini, maka
kebutuhan akan batuan dan mineral semakin meningkat karena itu bahan galian ini
sangat menarik untuk diteliti dan dipelajari secara mendalam guna pemanfaatannya
secara efisien.
Dengan menyadari hal-hal yang diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk
mengetahui struktur lapisan batuan bawah permukaan di kawasan karst Kabupaten
Pangkep khususnya di daerah Balocci yang mana terlihat bahwa Balocci merupakan
daerah perindustrian yang jaraknya sekitar 50 km dari Ibu kota Propinsi Sulawesi
Selatan. Potensi geologi di daerah Balocci memungkinkan terendapkannya
anekaragam bahan galian dan diantara bahan galian ini ada yang langsung bisa
dimanfaatkan untuk keperluan pembangunan, jalan, gedung dan terdapat pula bahan
galian yang belum siap pakai dan harus diolah lebih lanjut menjadi bahan jadi.
(Kabupaten Pangkep dalam Angka, 1994).
2
Untuk eksplorasi kawasan ini dipergunakan metode geofisika untuk
mengetahui harga resistivitas, salah satu diantaranya adalah metode geolistrik.
Metode geolistrik lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal,
yaitu pada kedalaman dari 1000 feet atau 1500 feet. Oleh karena itu metode ini jarang
digunakan untuk eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang
engineering geology seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoar
air, juga digunakan dalam eksplorasi geothermal. Dalam hal ini meliputi pengukuran
potensial, pengukuran arus dan medan elektromagnetik yang terjadi baik secara
alamiah maupun akibat injeksi arus ke dalam bumi. Dari beberapa macam konfigurasi
elektoda maka yang digunakan pada penelitian ini adalah konfigurasi Wenner –
Schlumberger mengingat konfigurasinya yang tidak rumit sehingga memudahkan
peneliti pada saat pengambilan data di lapangan dan dapat memetakan batuan bawah
permukaan dengan cakupan yang dalam (Handayani, 2000).
Dari hasil eksplorasi ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
gambaran tentang struktur pelapisan batuan bawah permukaan daerah Balocci yang
dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti untuk pencarian dan
penambangan bahan galian, pemecahan masalah hidrogeologi dan geologi teknik
serta untuk perencanaan pengembangan atau tata guna lahan di daerah Balocci.
I.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan judul skripsi dan latar belakang masalah, maka dirumuskan
masalah yang menjadi pokok persoalan dalam skripsi ini, yang dibatasi sebagai
berikut :
3
1. Bagaimana stuktur lapisan bawah permukaan berdasarkan data geolistrik ?
2. Sejauh mana kedalaman lapisan penyusun berdasarkan nilai resistivitas yang
terukur?
3. Bagaimana potensi batuan di bawah permukaan tanah.
I.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini maka tujuan
yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk menyelidiki stuktur lapisan bawah permukaan berdasarkan data geolistrik.
2. Untuk menentukan kedalaman lapisan penyusun berdasarkan nilai resistivitas
yang terukur.
3. Untuk menentukan potensi batuan di bawah permukaan tanah.
I.4. Manfaat Penelitian
Dengan mengacu pada latar belakang masalah dan tujuan penelitian, maka
penelitian ini kiranya dapat memberi manfaat bagi :
1. Pemerintah
Merupakan sumbangan pemikiran untuk dijadikan bahan pertimbangan sebagai
informasi awal tentang adanya sumber daya alam yang dimiliki daerah tersebut.
2. Masyarakat
Sebagai informasi dalam pelestarian manfaat sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai macam kepentingan.
4
3. Universitas Negeri Makassar
Sebagai bahan masukan untuk memperkaya khasanah dan wawasan ilmiah yang
dapat menjadi bahan acuan untuk peneliti yang berhubungan dengan penelitian ini
dimasa yang akan datang.
4. Penulis
Untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang semakin memperkaya
pengetahuan yang telah diperoleh selama di bangku kuliah.
I.5. Sistematika Penulisan
Untuk terarahnya penelitian ini maka berikut ini dipaparkan sistematika
penulisan yang terdiri dari lima bab dengan komposisi sebagai berikut :
BAB I. Pendahuluan, merupakan pengantar sebelum lebih jauh mengkaji masalah
dalam penelitian, yang di dalamnya terdiri dari : latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II. Tinjauan pustaka, di dalamnya dipaparkan mengenai teori yang melandasi
masalah penelitian.
BAB III. Metodologi penelitian, dalam bab ini dikemukakan aspek-aspek penting
untuk diperhatikan dalam suatu penelitian yang meliputi pengkajian
variabel penelitian, desain penelitian, teknik pengambilan data, dan teknik
analisis data.
5
BAB IV. Hasil penelitian dan pembahasan, di dalamnya dikemukakan analisa data
dan penyajian hasil-hasil analisa data dan pembahasan hasil-hasil
penelitian.
BAB V. Kesimpulan dan saran, di dalamnya berisi kesimpulan dan saran-saran yang
dapat dipertimbangkan oleh yang berkepentingan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Batuan Penyusun Kerak Bumi
Kulit bumi bagian terluar atau kerak bumi tersusun berbagai macam material,
baik cair, padat maupun lepas seperti pasir/kerikil dan debu. Secara umum batuan
penyusun kerak bumi dapat digolongkan atas tiga golongan yaitu :
1. Batuan Beku, adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan silika cair dan
pijar yang dikenal dengan nama magma. Batuan beku dapat dikelompokkan atas
beberapa kelompok seperti ; kelompok granit, kelompok diorit, kolompok gabro,
kelompok ultra basa.
Granit berkomposisi terutama dari K-feldsfar dan kuarsa, K-feldsfar
merupakan mineral utamanya, berwarna merah muda, sedangkan Na-Ca
plagioklas terdapat dalam jumlah sedang berwarna putih seperti porselein mika
berwarna hitam atau serpihan berwarna bronz, tersebar merata dalam batuan
(Muhammad. Arsyad, 2001).
Diorit mempunyai tekstur mirip granit tetapi komposisinya tidak sama.
Mineral utamanya adalah Na-Plagioklas feldspar, sedangkan kuarsa K-feldspar
merupakan mineral minor. Komposisi diorit merupakan komposisi menengah
antara granit dan basatl.
Gabro, teksturnya berbutir kasar mirip dengan granit, tetapi komposisi
utamanya adalah piroksen dan Ca-plagioklas Dlivin terdapat sebagai mineral
7
minor, warna gabro hijau tua, abu-abu tua atau hitam. Gabro merupakan material
utama bagian bawah kerak samudra.
2. Batuan Metamorf, merupakan hasil dari perubahan-perubahan fundamental
batuan yang telah ada sebelumnya karena proses metamorfosa, yaitu proses
rekristalisasi di dalam kerak bumi yang sebagian besar terjadi dalam keadaan
padat. Batuan metamorf dapat dibagi menjadi ; metamorfosa kontak (termal),
metamorfosa dinamis (kataklastik), metamorfosa regional.
Metomorfosa kontak terjadi akibat instrusi tubuh magma panas pada
batuan yang dingin dalam kerak bumi akibat kenaikan suhu, maka rekristalisasi
kimia memang peranan utamanya. Batuan yang terkena instrusi mengalami
pemanasan dan termetamorfosa batuan metamorf kontak yang terjadi, keras
terdiri dari mineral berbutir seragam dan halus yang saling mengunci.
Metamorfosa dinamis (katalastik) kadang-kadang deformasi mekanik
pada metamorfisme dapat berlangsung tanpa disertai rekristalisasi kimia
meskipun hal ini jarang terjadi namun apabila terjadi sifatnya hanya setempat-
setempat saja. Misalnya batuan bersifat kasar, granit.
Metamorfosa regional, pada metamorfisme ini melibatkan juga deformasi
mekanik selain rekristalisasi kimia. Batuan metamorf umumnya dijumpai pada
kerak benua dengan penyebaran yang sangat luas, sampai puluhan ribu km2,
dibentuk oleh proses metamorfisme regional (Muhammad. Arsyad, 2000).
3. Batuan Sedimen, adalah batuan yang terbentuk dari proses sedimentasi karena
proses-proses fisika, kimia dan aktivitas organik. Batuan sedimen banyak sekali
8
jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan dari beberapa centimeter
sampai beberapa kilometer. Material sedimen dapat berupa :
a. fragmen dari batuan lain dan mineral-mineral seperti kerikil di sungai, pasir di
pantai dan lumpur di laut.
b. Hasil penguapan dan proses kimia, garam di danau payau dan kalsium
karbonat di laut dangkal.
c. Material organik, seperti terumbu koral di laut vegetasi di rawa-rawa.
Dibandingkan dengan batuan beku, maka batuan sedimen paling banyak
tersikap di atas permukaan bumi, sebesar 75 % luas daratan (Muhammad. Arsyad,
2000).
Pengelompokan yang sederhana dalam batuan sedimen adalah lima
kelompok besar :
a. Batuan Sedimen Klastik.
Batuan ini diendapkan dengan proses mekanis, terbagi dalam dua golongan
besar dan pembagian ini berdasarkan ukuran besar butirnya. Cara
terbentuknya batuan tersebut berdasarkan proses pengendapan baik yang
terbentuk di lingkungan darat atau air. batuan sedimen klastik terdiri dari
butiran-butiran besar yang disebut fragmen dan diikat oleh massa butiran-
butiran yang lebih halus, disebut matriks.
Batuan yang termasuk ke dalam golongan ini adalah breksi, konglomerat, batu
pasir, serpih dan batu gamping (Dodi Setia Graha, 1987).
9
b. Batuan Sedimen Evaporit.
Proses terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan
kimia yang cukup pekat. Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan
danau atau laut yang tertutup sehingga sangat memungkinkan selalu terjadi
pengayaan unsur-unsur tertentu. Batuan yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah gip, anhidrit, batu garam, batu gamping.
c. Batuan Sedimen Batu Bara.
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari tumbuh-
tumbuhan dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun
oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak memungkinkan untuk
terjadinya pelapukan.
d. Batuan Sedimen Silika.
Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan antara proses organik seperti
radiolaria atau di atom dan proses kimiawi. Batuan golongan ini tersebarnya
hanya sedikit dan terbatas sekali.
e. Batuan Sedimen Karbonat.
Proses pengendapannya merupakan tombakan dari batuan yang terbentuk dari
dahulu dan diendapkan di suatu tempat. Jenis batuan ini banyak sekali
jenisnya tergantung dari material penyususnnya, suatu contoh batu gamping
terumbu terbentuk karena batuan tersebut disusun oleh material terumbu
koral.
10
Pada umumnya klasifikasi batuan dilakukan terhadap besar butiran.
Pemberian nama dapat diperluas dengan memperkirakan jumlah relatif kelas ukuran
butiran. Ciri-ciri seperti struktur dan warna dapat dicantumkan di dalamnya.
Berdasarkan ukuran butirannya batuan dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu :
1. Batuan berbutir kasar (pasir, kerikil).
2. Batuan berbutir halus (lanau, lempung).
3. Tanah campuran.
Perbedaan antara pasir, kerikil dan lanau/lempung dapat diketahui dari sifat-
sifat material tersebut ; lanau/lempung seringkali terbukti kohesif (saling mengikat).
Sedangkan pasir, kerikil adalah tidak kohesif. Struktur dari batuan yang kohesif
ditentukan oleh konfigurasi dan ikatan diantara bagian-bagian kecil dari batuan. Pada
batuan campuran strukturnya terbentuk dari suatu matriks yang terdiri dari material
dengan butiran halus yang berfungsi sebagai pengikat bagi butiran yang lebih besar.
II.2. Letak Geografis dan Keadaan Wilayah
Kelurahan Kassi merupakan wilayah kelurahan dalam wilayah kecamatan
Balocci, Kabupaten Pangkep ini adalah salah satu dari 33 Kabupaten di Propinsi
Sulawesi Selatan yang terletak 50 km di sebelah Utara Kota Makassar (Ibu kota
Propinsi Sulawesi Selatan). Peta Kabupaten Pangkep pada lampiran C. Adapun
letak astronomis Kabupaten Pangkep adalah sebagai berikut :
1190 25’ 27’’– 1190 48’ 24’’ Bujur Timur dan
11
40 34’ 00’’ – 40 58’ 17’’ Lintang Selatan
Daerah Kabupaten Pangkep secara administratif terdiri dari 9 (sembilan)
Kecamatan dan 92 Desa/Kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Pangkep meliputi luas
1.112,29 Km persegi dengan batas-batas wilayah :
- Sebelah Utara dengan Kabupaten Barru.
- Sebelah Timur dengan Kabupaten Bone.
- Sebelah Selatan dengan Kabupaten Maros.
- Sebelah Barat dengan Pulau Kalimantan yang dibatasi oleh selat Makassar.
(Kabupaten Pangkep dalam angka, 1994, P : 5).
Daerah penelitian secara melokal merupakan daerah yang tersusun dari morfologi
yang dicirikan atas 3 satuan yaitu : satuan morfologi perbukitan, satuan morfologi
karst, dan satuan morfologi dataran rendah. Satuan morfologi perbukitan ini dialasi
oleh batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunung api formasi camba,
sebagian batuan terobosan basalt, trakit dan batu gamping, ketinggian antara 65
sampai 605 meter dari permukaan laut. Daerah ini merupakan daerah resapan air
hujan. Sebagian dimanfaatkan sebagai areal perkebunan. Satuan morfologi karst,
batuan yang mengalasi tersusun oleh batu gamping pejal dan batu gamping berlapis,
berada pada ketinggian kurang dari 605 meter dari permukaan laut. Satuan morfologi
ini umumnya termasuk dalam kawasan hutan lindung dan cagar alam budaya. Dan
satuan morfologi dataran rendah meliputi daerah persawahan.
12
II.3. Sifat Kelistrikan Batuan
Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus
listrik ke dalamnya. Arus listrik dapat berasal dari alam itu sendiri disebabkan oleh
adanya atom-atom penyusun kerak bumi yang berinteraksi satu sama lainnya akibat
adanya ketidakseimbangan muatan, atau arus listrik yang sengaja dimasukkan ke
dalamnya. Beberapa sifat kelistrikan batuan yang berguna dalam eksplorasi secara
geolistrik khususnya dalam metode resistivitas adalah potensial listrik alami,
konduktivitas listrik, dan konstanta dielektrik. (Handayani, 1996).
Potensial listrik alami terjadi karena adanya aktivitas elektrokimia atau
kegiatan mekanik alam. Potensial listrik ini dapat dikelompokkan menjadi:
1. Potensial elektrokinetik, terjadi bila larutan elektrolit bergerak melalui media
berbentuk pipa kapiler atau media yang berpori-pori.
2. Potensial difusi, terjadi bila ada perbedaar mobilitas dari ion-ion dalam larutan
yang mempunyai konsentrasi berbeda.
3. Potensial nerust, terjadi bila suatu elektroda logam dimasukkan ke dalam larutan
homogen.
4. Potensial mineralisasi, terjadi bila dua elektroda logam dimasukkan ke dalam
elektroda homogen.
Konduktivitas listrik adalah kemampuan dari batuan dalam menghantarkan
arus listrik. Arus listrik dapat mengalir dalam batuan dengan tiga cara yaitu :
(Mukhtamil Andi, 1996).
13
1. Konduksi secara elektronik, hal ini terjadi jika batuan mengandung banyak
elektron bebas, seperti bada batuan yang banyak mengandung logam. Sehingga
arus listrik mudah mengalir pada batuan tersebut.
2. Konduksi secara elektrolitik, ini banyak terjadi pada batuan yang bersifat porus
dan pada pori-pori tersebut terisi oleh larutan elektrolit. Sehingga arus listrik
mengalir di bawah oleh ion-ion larutan elektrolit.
3. Konduksi secara dielektrik, konduksi ini terjadi pada batuan yang bersifat
dielektrik, artinya batuan tersebut mempunyai elektron bebas sedikit dan bahkan
tidak ada. Tetapi karena adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron-
elektron dalam atom batuan dipaksa berpindah dan berpisah dengan intinya
sehingga terjadi polarisasi. Konduksi ini sangat bergantung pada konstanta
dielektrik batuan.
Berdasarkan harga resistivitasnya, batuan dapat digolongkan menjadi tiga
golongan, yaitu: (Handayani, 1996).
Konduktor baik : 10-6 < < 1 m
Konduktor pertengahan : 1 < < 107 m
Isolator : > 107 m
II.3.1. Teori Distribusi Potensial pada Bumi Berlapis
Untuk memahami hubungan antara besaran-besaran yang terukur dan
parameter-parameter yang mendefenisikan statifikasi tahanan jenis lapisan bawah
permukaan, dan juga untuk mempermudah interpretasi kuantitatif, maka perlu
14
menentukan potensial listrik pada permukaan bumi penurunan hubungan ini
dilakukan secara sederhana dengan meninjau medan potensial pada permukaan
dengan sebuah titik sumber arus. Selanjutnya, potensial untuk kasus yangn memiliki
dua elektroda arus dapat diperoleh dari penjumlahaan di jabar potensial dari elektroda
tunggal.
Potensial yang akan diturunkan didefinisikan dengan spesifikasi sebagai
berikut :
a. Lapisan bawah permukaan terdiri atas lapisan-lapisan yang jumlahnya berhingga
dan terpisah satu dengan yang lainnya oleh bidang batas horisontal. Lapisan yang
paling dalam dianggap memiliki kedalaman yang tak berhingga dan lapisan yang
lainnya memiliki ketebalan yang berhingga.
b. Sifat-sifat listrik pada setiap lapisan adalah homogen yang dikenal sebagai
isotropis elektris.
c. Medan potensial dibangkitkan oleh sebuah titik sumber arus yang ditempatkan
pada permukaan bumi.
d. Arus yang dibangkitkan oleh sumber adalah arus searah.
Spesifikasi di atas digunakan sebagai dasar untuk melakukan interpretasi data
pengukuran resistivitas. Meskipun demikian, secara umum diakui bahwa spesifikasi
tersebut tidak banyak sesuai dengan kondisi sesungguhnya pada lapisan bawah
permukaan, mengingat bahwa kondisi bawah permukaan sangat kompleks. Namun
dengan pendekatan tersebut di atas, diharapkan suatu analisis struktur geologi yang
mendeteksi kondisi sebenarnya.
15
II.3.2. Potensial dalam Medium Homogen Isotropis
Metode geolistrik adalah suatu metode dimana arus listrik dialirkan ke dalam
lapisan bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan potensialnya diukur melalui dua
buah elektroda potensial.
Suatu arus dialirkan kontinyu pada medium homogen isotropis seperti pada
gambar 2.1,
dimana adalah elemen luasan permukaan dan J adalah rapat arus listrik dalam
amper/meter2, maka besarnya elemen arus yang melalui elemen permukaan tersebut
adalah : (Telford, 1960).
(2.1)
dalam notasi biasa
16
q
dA J
A
V
Gambar 2.1. Medium homogen isotropis dialiri arus listrik
Sedangkan rapat arus dan medan listrik yang ditimbulkannya dihubungkan
oleh hukum Ohm, yaitu :
(2.2)
dengan :
adalah medan listrik dalam volt/meter.
adalah konduktifitas medium dalam mhos/meter
Oleh karena medan listrik merupakan gradien potensial skalar (V) :
(2.3)
maka :
(2.4)
Jika diasumsikan muatannya tetap, berarti tidak ada arus yang keluar atau arus
yang masuk dalam suatu volume tertutup dengan luas permukaan A maka dapat
ditulis
(2.5)
Menurut teorema Gauss, integral volume dari divergensi arus yang keluar dari
volume yang dilingkupi permukaan A adalah sama dengan jumlah total muatan yang
terdapat di permukaan A sehingga berlaku :
(2.6)
dengan V sebagai suatu tak terbatas yang meliputi suatu titik tertentu, sehingga
diperoleh :
17
(2.7)
Sehingga,
(2.8)
(2.9)
medan equipotensial dalam bumi berupa simetri bola, maka persamaan diferensial
laplace yang digunakan adalah persamaan untuk koordinat bola dituliskan sebagai
berikut :
(2.10)
Dengan anggapan bumi homogen isotropis dan simetri bola, maka arus mengalir
simetri terhadap dan maka potensial V merupakan fungsi r saja (V = V(r)),
akibatnya solusi umum persamaan laplace adalah :
(2.11)
dengan C1 dan C2 adalah konstanta.
Bila diterapkan syarat batas untuk potensial yaitu pada jarak r = , maka potensial di
tempat itu adalah nol, sevingga diperoleh C2 = 0 membuat persamaan (2.11) menjadi:
(2.12)
II.3.3. Potensial di Sekitar Titik Arus di Dalam Bumi
Arus keluar secara radial dari titik arus sehingga jumlah arus yang keluar melalui
permukaan bola dengan jari-jari r (Lilik Hendrajaya,1990) adalah :
18
sehingga :
maka
(2.13)
II.3.4. Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi
Permukaan yang dilalui arus I adalah permukaan setengah bola dengan luas
2 r, sehingga :
(2.14)
(2.15)
19
Arus
Titik arusPermukaan bumi
Permukaan Equipotensial
Gambar 2.2. Potensial di sekitar titik arus pada permukaan bumi
2.3.5 Faktor Geometri
Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap kedua elektroda arus
disebut faktor geometri (Lilik Hendrajaya,1990). Jika pada permukaan bumi
diinjeksikan dua sumber arus yang berlawanan polaritasnya seperti pada gambar
(2.5), maka besarnya potensial disuatu titik P adalah :
(2.20)
dengan :
r1 : Jarak dari titk P ke sumber arus positif
r2 : Jarak dari titk P ke sumber arus negatif
Jika ada dua titik yaitu P dan Q yang terletak didalam bumi tersebut, maka
besarnya beda potensial antara titik P dan titik Q adalah :
(2.21)
20
dengan, r3 : jarak titik Q kesumber arus positif
r4 : jarak titik Q kesumber arus negatif
Pada metode geolistrik, pengukuran potensial dilakukan dengan menggunakan
dua buah elektroda potensial seperti pada gambar (2.4), maka
(2.22)
sehingga :
(2.23)
21
Gambar 2.3. Permukaan equipotensial dan arah aliran arus
listrik akibat dua sumber arus (I dan – I) di permukaan bumi
homogen
dengan,
BNANBMAM
K1111
2
atau
(2.24) dengan K adalah faktor geometri
II.4. Konfigurasi Wenner – Schlumberger
Konfigurasi Wenner – Schlumberger adalah salah satu bentuk konfigurasi
yang digunakan pada survey sounding 1-D, modifikasi dari bentuk konfigurasi ini
dapat digunakan pada sistem yang menggunakan aturan spasi yang konstan yang
22
Gambar 2.4. Letak elektroda arus dan
elektroda potensial pada permukaan bumi
V
I
A M N B
diberi nama konfigurasi Wenner – Schlumberger. Dengan catatan faktor “n” untuk
konfigurasi ini adalah perbandingan jarak antara elektroda A – M (atau B – N)
dengan spasi antara M – N. Konfifurasi elektroda untuk Wenner-Schlumberger dapat
dilihat pada gambar 2.4.
Berdasarkan gambar 2.4. maka faktor geometri untuk konfigurasi wenner
Schlumberger adalah.
Dengan n menyatakan faktor pembanding dari elektroda potensial dan elektroda arus
a menyatakan spasi elektroda terkecil
Tahanan jenis pada konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah
23
V
I
A M N B
na naa
Gambar 2.5. Konfigurasi Wenner-Schlumberger
(2.16)
Bentuk kepekaan resistivitas untuk konfigurasi Wenner – Schlumberger
sedikit berbeda dengan konfigurasi wenner seperti pada gambar 2.5.
Keunggulan dari konfigurasi Wenner – Schlumberger dibanding dengan
konfigurasi lainnya antara lain :
- Karena elektroda arus dan elektroda potensial selalu berubah-rubah maka
konfigurasi ini sensitif terhadap adanya ketidak homogenan lokal, seperti lensa-
lensa dan gawair-gawir.
- Karena jarak elektoda potensial cukup besar maka beda potensial yang terukur
diantaranya juga cukup besar sehingga pengukuran yang dilakukan cukup sensitif.
- Cocok untuk memetakan batuan bawah permukaan dengan cakupan yang dalam.
24
Gambar 2.6. Staking Chart (a). Konfigurasi Wenner dan (b). Konfigurasi Schlumberger (Handayani, 2000).
Wenner
Wenner-Schlumberger
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas metodologi penelitian yang dilakukan dalam rangka
penyusunan tugas akhir ini.
III.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini pengukuran dilakukan selama 5 hari yaitu dari tanggal 5
Maret sampai dengan 9 Maret 2002. Secara administratif daerah penelitian berada
25
di Kelurahan Kassi Kecamatan Balocci Kabupaten Pangkep Propinsi Sulawesi
Selatan.
III.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
- Peta administrasi skala 1 : 50.000, gunanya untuk menentukan daerah penelitian.
- Peta geologi, gunanya untuk mengetahui struktur batuan lokasi penelitian.
- Resistivitymeter, gunanya untuk memberikan harga beda potensial (V) dan dan
kuat arus (I).
- Patok bernomor, untuk mengetahui penempatan elektroda yang akan dipasang.
- 2 buah Accu (12 V, 5 A), sebagai sumber arus.
- Elektroda potensial, gunanya untuk menentukan besarnya beda tegangan yang
ditimbulkan.
- Elektroda arus, gunanya untuk menginjeksikan arus ke dalam tanah.
- Meteran digunakan untuk mengukur panjang lintasan yang akan diukur.
- Kabel listrik digunakan sebagai kabel penghubung.
- Palu, digunakan untuk menancapkan elektroda potensial di tanah dan elektroda
arus
- Kompas, gunanya untuk menentukan arah lokasi pengukuran lapangan.
- Kalkulator, gunanya untuk menghitung atau menganalisa data-data yang
diperoleh dari hasil pengukuran.
- Alat tulis menulis, digunakan untuk menulis data dari hasil pengukuran.
26
III.3. Langkah-langkah penelitian
a. Tahap Persiapan
Pertama-tama mempelajari hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah dilakukan
oleh Departemen Pertambangan dan Energi Sul-Sel tahun 1994 dalam
penyelidikan geologi dan air bawah tanah secara pendugaan geolistrik di
Kabupaten Pangkep Sul-Sel. Dimana data-data yang didapat di daerah tersebut
tersusun oleh batuan fulkanik dan batu gamping berlapis berupa batu pasir
lempungan, batu pasir tupaan, batu lanau, batu pasir konglomerat. Dan penentuan
lokasi penelitian ditentukan dengan bantuan peta administrasi dan memperhatikan
kondisi lingkungan yang cocok untuk lokasi penelitian.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan meliputi pengambilan data geolistrik dan pengambilan
data geologi.
1. Pengambilan data geolistrik dilakukan dengan prosedur sebagai berkut :
- Penentuan lokasi titik pengukuran pada peta lapangan
Memperlihatkan beberapa faktor seperti faktor geologi, faktor tofografi
dan faktor-faktor lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Dalam
penelitian ditentukan sebanyak 24 titik pengukuran dengan jarak setiap
titik 5 meter.
- Penempatan lokasi titik pengukuran di lapangan
Titik pengukuran yang telah ditentukan pada peta lapangan dicari
posisinya secara tepat di lapangan. Dalam menentukan titik pengukuran
27
diusahakan pada permukaan yang mendatar dan mempunyai lintasan yang
lurus.
- Pengukuran resistivitas batuan
Pada titik-titik yang akan diambil datanya, ditentukan arah bentangan
elektroda dengan permukaan yang mendatar. Kemudian meteran dan
kabel-kabel elektoda dibentangkan sesuai dengan arah tersebut. Alat
resistivitimeter dan gulungan kabel elektroda diatur sedemikian rupa
sehingga mempermudah pelaksanaan pengukuran. Dalam penelitian ini
pengukuran dimulai dengan jarak bentangan elektroda arus (AB) 5 meter
dan jarak bentangan elektroda potensial (MN) 5 meter. Secara bertahap
jarak AB diperbesar sampai 110 meter dan jarak MN dipindah-pindahkan
dengan jarak yang tetap sampai 115 meter. Sehingga diperoleh nilai arus
(I) dan tegangan (V) dengan nilai-nilai yang berbeda. Kemudian data yang
diperoleh dimasukkan ke dalam tabel data lapangan.
2. Pengambilan data geologi.
Pengambilan data geologi dilakukan berdasarkan pengamatan kenampakan
fisik dan satuan batuan penyusun daerah penelitian, pangamatan ini
berdasarkan dengan geologi regional dari hasil penelitian Muhammad Tawil
tahun 1996 Tugas Akhir Jurusan Fisika Unhas Makassar yang merupakan data
penunjang dalam melakukan interpretasi.
III.4. Pemrosesan data dengan menggunakan perangkat Res2Dinv.
28
Dalam hal ini pemrosesan sepenuhnya dilakukan dengan menggunakan soft ware.
Adapun langkah-langkah pemrosesan data dapat dilihat pada diagram alir berikut
ini :
III.5. Interpretasi data resistivitas
Pada tahap ini akan dilihat bagaimana distribusi resistivitas bawah permukaan
daerah survey yang tergambar dari perbedaan warna pada penampang hasil
pemrosesan. Perbedaan nilai resistivitas dapat membedakan bentuk perlapisan
bawah permukaan dari daerah survey serta kedalaman setiap lapisan penyusun.
Nilai resistivitas yang didapat bervariasi dari rentang 10 ohm meter – 24 ohm
meter, 24ohm meter – 30 ohm meter, 30 ohm meter – 50 ohm meter, 60 ohm
meter – 100 ohm meter dan 100 ohm meter – 200 ohm meter. Kemudian
29
Data Observasi
Pengolahan dengan Excel
RK
annKI
VspVR
s
)1(
Input a, n, dp, s ke program notepad
Inversi data ke Res2Dinv
Buka Program Res2Dinv
Klik icon File
Pilih read data
Membuka data yang telah
tersimpan ke notepadKlik icon inversion
Pilih least squart
Tampilan Gambar dan
Harga Resistivitas
interpretasi data berdasarkan sebaran kesamaan nilai resistivitas dan kondisi
geologi di lapangan. Pengambilan data geologi dilakukan berdasarkan
pengamatan fisik dan satuan batuan penyusun daerah penelitian yang merupakan
data penunjang dalam melakukan interpretasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Berdasarkan Data Tahanan Jenis
Akuisisi data dilakukan di daerah survey dengan panjang lintasan 115 meter dengan
spasi elektroda terkecil adalah 5 meter dan jumlah data sebanyak 121
data. Data yang terukur di lapangan adalah nilai beda potensial (V)
dan kuat arus (I) yang diperoleh dari hasil injeksi arus yang dilakukan.
30
Sedangkan faktor geometri sebelumnya telah dihitung dengan
menggunakan persamaan :
Dari hasil pengukuran resistivitas, parameter yang terukur adalah nilai-nilai resistansi
batuan yang setelah dikalikan dengan faktor geometrinya, maka
diperoleh nilai-nilai resistivitas semu untuk setiap titik pengukuran
yang kemudian dimasukkan ke dalam tabel data lapangan (lampiran
2). Setelah data di olah dengan software Res2Dinv maka diperoleh
penampang resistivitas sebagai berikut :
Dari penampang-penampang tersebut dapat dilakukan penafsiran jenis lapisan batuan
penyusun pada setiap titik pengukuran berdasarkan sebaran kesamaan nilai
resistivitasnya, yaitu dengan menentukan range (kisaran) kesamaan nilai
resistivitasnya, sehingga struktur pelapisan batuan untuk setiap titik pengukuran dapat
digambarkan sebagai berikut :
Struktur pelapisan batuan bawah permukaan pada setiap titik pengukuran.
31
Gambar IV.1. Penampang Resistivitas
Jarak (m) Kedalaman (m)
Resistivitas(ohm meter)
Litologi
7,5 – 20
12,5 – 20
13 – 20
20 – 40
21 – 38
20 – 40
22,5 – 37,5
32 – 40
32,5 – 40
40 – 41,5
40 – 47,5
47,5 –60
47,5 –60
47,5 –60
40 – 60
40 – 60
42 – 60
60 – 79
60 – 72,5
7
2,5
11
2,5
1,5
6
15
17
19,8
4
16
6,4
12
14
19
21
25
2,5
4
25 – 30
30 – 50
10 – 24
30 – 50
60 – 100
25 – 30
10 – 24
25 – 30
30 – 50
30 – 50
25 – 30
25 – 30
10 – 24
25 – 30
30 – 50
60 – 100
100 – 200
30 – 50
25 – 30
Pasir halus – Sedang
Pasir kasar – Kerikil
Lempung
Pasir kasar – Kerikil
Batu Pasir
Pasir halus – Sedang
Lempung
Pasir halus – Sedang
Pasir kasar – Kerikil
Pasir kasar – Kerikil
Pasir halus – Sedang
Pasir halus – Sedang
Lempung
Pasir halus – Sedang
Pasir kasar – Kerikil
Batu Pasir
Konglomerat
Pasir kasar – Kerikil
Pasir halus – Sedang
32
60 – 80
60 – 80
60 – 80
60 – 72,5
79 – 97,5
80 – 107,5
80 – 94
92,5 – 102,5
80 – 92,5
80 – 87,5
87,5 – 100
80 – 85
12
13,5
20
25
1,5
2,5
6
6
10
17
14
18
10 – 24
25 –30
60 – 100
100 – 200
60 – 100
30 – 50
10 – 24
25 – 30
25 – 30
30 – 50
30 – 50
60 – 100
Lempung
Pasir halus – Sedang
Batu pasir
Konglomerat
Batu pasir
Pasir kasar – Kerikil
Lempung
Pasir halus – Sedang
Pasir halus – Sedang
Pasir kasar – Kerikil
Pasir kasar – Kerikil
Batu pasir
IV.1.2 Berdasarkan Stratigrafi
Statigrafi daerah penelitian dapat dilihat seperti gambar IV.2 berikut ini.
33
: Batu Pasir
: Pasir Kasar – Kerikil
: Lempung
: Konglomerat
Gambar IV.2. Stratigrafi daerah penelitian
: Pasir Halus – sedang
Susunan batuan di atas dikelompokkan dalam satuan Komplek Melange yang
menutupi hampir semua wilayah penyelidikan. Pada stratigrafi diatas
memperlihatkan susunan batuan di bawah permukaan setiap lapisan
yang mempunyai tahanan jenis yang berbeda sehingga dapat
ditafsirkan sebagai lapisan batuan tertentu dari jarak yang berbeda-
beda.
1. Untuk Lapisan I
Nilai Resistivitasnya sekitar antara 60 – 100 Ohm meter yang diperkirakan
merupakan lapisan Batu pasir yang terletak antara 21m – 38m dan 79m – 97,5m
pada kedalaman 1,5m.
2. Untuk Lapisan II
Nilai resistivitasnya sekitar antara 30 – 50 ohm meter diperkirakan merupakan
lapisan pasir kasar – kerikil yang terletak pada jarak 12,5 m – 20 m, 20 m – 40 m,
60 m – 79 m, 80 m – 107,5 m pada kedalaman 2,5 m dan jarak 40 m – 41,5 m
pada kedalaman 4 m.
3. Untuk Lapisan III
Nilai Resistivitasnya sekitar antara 25 – 30 ohm meter diperkirakan merupakan
lapisan pasir halus – sedang yang terletak pada jarak 7,5 m – 20 m pada
kedalaman 7 m, jarak 20 m – 40 m pada kedalaman 6 m, jarak 47,5 m – 60 m
pada kedalaman 6,4 m, jarak 60 m – 72,5 m pada kedalaman 4 m dan pada jarak
92, 5 m – 102,5 m pada kedalaman 6 m.
4. Untuk Lapisan IV
34
Nilai resistivitasnya sekitar antara 10 – 24 ohm meter diperkirakan merupakan
lapisan lempung yang terletak pada jarak 13 m – 20 m pada kedalaman 11 m,
jarak 22,5 m – 37,5 m pada kedalaman 15 m, jarak 47,5 m – 60 m, 60 m – 80 m
pada kedalaman 12 m dan pada jarak 80 m – 94 m pada kedalaman 6 m.
5. Untuk Lapisan V
Nilai resistivitasnya sama pada lapisan III yang terletak pada jarak 32 m – 40 m
pada kedalaman 17 m, jarak 40 m – 47,5 m pada kedalaman 16 m, jarak 47,5 m –
60 m pada kedalaman 14 m, jarak 60 m – 80 m pada kedalaman 13,5 m dan pada
jarak 80 m – 92,5 m pada kedalaman 10 m.
6. Untuk Lapisan VI
Nilai resistivitasnya sama pada lapisan II yang terletak pada jarak 32,5 m – 40 m
pada kedalaman 19,8 m, jarak 40 m – 60 m pada kedalaman 19 m, jarak 80 m –
87,5 m pada kedalaman 17 m dan pada jarak 87,5 m – 100 m pada kedalaman
14m.
7. Untuk Lapisan VII
Nilai resistivitasnya sama dengan lapisan I yang terletak pada jarak 40 m – 60 m
pada kedalaman 21 m, jarak 60 m – 80 m pada kedalaman 20 m, dan pada jarak
80 m – 85 m pada kedalaman 18 m.
8. Untuk Lapisan VIII
35
Nilai resistivitasnya sekitar antara 100- 200 ohm meter iperkirakan merupakan
lapisan konglomerat yang terletak pada jarak 42 m – 60 m dan 60 m – 80 m pada
kedalaman 25 m.
IV.2. Pembahasan
Pengukuran geolistrik dengan menggunakan konfigurasi Wenner-
Sclumberger, diperoleh hasil bahwa setiap titik duga penelitian didapatkan 6 lapisan
dengan nilai resistivitas yang bervariasi dari tiap lapisan batuan.
Setelah dilakukan inversi terhadap resistivitas semu hasil pengukuran, diperoleh
kecocokan maksimum antara penampang resistivitas semu hasil
pengukuran dengan hasil perhitungan pada iterasi ke-3 dengan
kesalahan rms sebesar 8,7 % (Gambar IV.1). Untuk setiap kecocokan
tersebut maka diperoleh model penampang resistivitas semu 2-D pada
lintasan pengukuran. Kedalaman yang bisa terpetakan dengan spasi
elektroda arus (A-B) sebesar 110 meter dan panjang lintasan 115
meter adalah 19,8 meter. Hasil inversi inilah yang menggambarkan
struktur resistivitas listrik bawah permukaan pada lintasan
pengukuran. Penampang yang dihasilkan kemudian diinterpretasi
untuk memahami struktur geologi bawah permukaan di lokasi
pengukuran.
Pada penampang bawah permukaan yang dihasilkan terlihat nilai resistivitas
relatif berfariasi, berdasarkan hasil interpretasi di atas yang diperoleh berdasarkan
36
stratigrafi maka dapat diprediksi bahwa dilokasi penelitian mengandung batu pasir,
pasir halus – sedang, lempung pasiran, pasir kasar – kerikil dan konglomerat.
Wilayah kerja di Kecamatan Balocci, tidak memungkinkan untuk diselidiki
bahan galiannya, mengingat merupakan daerah perindustrian semen dan hasil yang
diperoleh dapat diuraikan berikut ini :
1. Batu pasir
a. Lokasi
Sebaran batu pasir yang diketahui terdapat pada lapisan pertama dan lapisan
ketuju dari jarak yang berbeda.Pada lapisan pertama terdapat pada jarak 21m – 38m
dan 79m – 97,5m dengan kedalaman 1,5 meter dan pada lapisan ketuju terdapat pada
jarak 40m – 60m dengan kedalaman 21 meter, jarak 60m – 80m pada kedalaman
20m, dan pada jarak 80m – 85m pada kedalaman 18m.
b. Keadaan dan Pemanfaatannya
Batu pasir merupakan endapan atau sedimen klastik yang terbentuk secara
mekanik dari batuan-batuan yang terdiri dari bagian-bagian atau fragmen-
fragmen (karatan) batuan. Batu pasir umumnya berupa massa padat atau
berbutir yang ukuran butirannya antara 1/16 mm – 2 mm. Dapat
dikelompokkan menjadi batu pasir halus, sedang dan kasar. Jenis-jenis batu
pasir ditentukan oleh bahan penyusunnya misalnya Greywacke yaitu batu
pasir yang banyak mengandung feldspar dan kwarsa. Tetapi kedua jenis batu
37
pasir di atas hampir keseluruhannya terdiri dari beberapa butiran gamping.
Batuan ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan.
2. Pasir Kasar – Kerikil
a. Lokasi
Sebaran pasir kasar – kerikil yang diketahui terdapat pada lapisan II dan VI.
Pada lapisan II terdapat pada jarak 12,5 m – 40 m, 60 m – 79 m, 80 m – 107,5 m
dengan kedalaman 2 m, pada jarak 40 m – 41,5 m dengan kedalaman 4 m. Dan pada
lapisan VI terdapat pada jarak 32 m – 40 m dengan kedalaman 19,8 m, jarak 40 m –
60 m dengan kedalaman 19 m, jarak 80 m – 87,5 m kedalaman 17 m dan pada jarak
87,5 m – 100 m dengan kedalaman 14 m.
b. Keadaan dan Pemanfaatanya
Pasir kasar – kerikil merupakan batuan sedimen klastik yang terbentuk secara
mekanik. Bentuk butiran bervariasi dari membulat tanggung, memipih, bersegi,
lonjong, menyudut tanggung. Batuan ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, antara lain sebagai bahan konstruksi jalan, jembatan, gedung, rumah
tinggal dan sebagainya.
3. Pasir Halus – Sedang
a. Lokasi
38
Sebaran pasir halus – sedang yang diketahui terdapat pada lapisan III dan V.
Pada lapisan III terdapat pada jarak 7,5 m – 20 m dengan kedalaman 7 m, jarak 20 m
– 40 m dengan kedalaman 6 m, jarak 47,5 m – 60 m dengan kedalaman 6,4 m, jarak
60 m – 72,5 m dengan kedalaman 4 m, jarak 92,5 m – 102,5 m dengan kedalaman 6
m. Pada lapisan V terdapat pada jarak 32 m – 40 m dengan kedalaman 17 m, jarak 40
m – 47,5 m dengan kedalaman 16 m, jarak 47,5 m – 60 m dengan kedalaman 14 m,
jarak 60 m – 80 m dengan kedalaman 13,5 m, jarak 80 m – 92,5 m dengan kedalaman
10m.
b. Keadaan dan Pemanfaatannya
Pasir halus – sedang merupakan batuan sedimen klastik yang terbentuk secara
mekanik dari batuan-batuan yang terdiri dari bagian-bagian atau fragmen
batuan. Batuan ini umumnya berupa massa padat atau berbutir yang ukuran
butirannya antara 0,2 m – 0,02 mm. Batuan ini dapat digunakan sebagai bahan
bangunan dan sebagai bahan mentah untuk pembuatan semen.
4. Lempung Pasiran
a. Lokasi
Sebaran lempung pasiran yang diketahui terdapat pada lapisan IV pada jarak
13 m – 20 m dengan kedalaman 11 m, jarak 22,5 m – 37,5 m dengan kedalaman 15
m, jarak 47,5 m – 60 m, 60 m – 80 m dengan kedalaman 12 m dan pada jarak 80 m –
94 m dengan kedalaman 6 m.
b. Keadaan dan Pemanfaatannya
39
Lempung pasiran juga merupakan batuan sedimen klastik yang terbentuk
secara mekanik. Batu lempung umumnya berukuran butir sangat halus karena
batu itu dapat dimanfaatkan berbagai macam industri seperti industri keramik,
pembuatan genteng dan bahan baku batu bata.
5. Konglomerat
a. Lokasi
Sebaran konglomerat yang diketahui terdapat pada lapisan VIII pada jarak
40 m – 60 m dan jarak 60 m – 80 m dengan kedalaman 25 m.
b. Keadaan dan Pemanfaatannya
Konglomerat merupakan batuan sedimen klastik yang terbentuk dari fragmen-
fragmen batuan lain. Butiran-butiran yang besar disebut fragmen dan diikat
oleh massa butiran-butiran yang lebih halus disebut matriks serta batuan ini
fragmennya berukuran langkah yang bentuknya membulat dan apabila
fragmennya menyudut (tidak membulat) dinamakan breksi. Bentuk ukuran
batuan bervariasi: agak membulat, lonjong, agak memipih, bersegi:
permukaan halus sampai kasar. Batuan ini banyak digunakan untuk bahan
konstruksi bangunan jembatan, jalan, gedung, rumah dan bendungan.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Dari hasil pengukuran dan interpretasi data maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Penentuan struktur perlapisan bawah permukaan pada tiap titik pengukuran
diperoleh hasil bahwa setiap titik duga penelitian didapatkan 8 lapisan dengan
nilai resistivitas yang bervariasi dari tiap lapisan batuan.
2. Berdasarkan gambar penampang diperoleh nilai resistivitas
Lapisan I (60 – 100) m, dengan kedalaman 1,5 m pada jarak 21 m – 38 m dan 79 m
– 97,5 m.
41
Lapisan II (30 – 50) m, dengan kedalaman 2,5 m pada jarak 12,5 m – 40 m dan 60
m – 107,5 m.
Lapisan III (25 – 30) m, dengan kedalaman 7 m, 6 m, 6,4 m, 4 m, menyebar pada
jarak 7,5 m – 102,5.
Lapisan IV (10 – 24) m, dengan kedalaman 11 m, 15 m, 12 m, 6 m, menyebar pada
jarak 13 m – 94 m.
Lapisan V (25 – 30) m, dengan kedalaman 17 m, 16 m, 14 m, 10 m, menyebar pada
jarak 32 m – 92,5 m.
Lapisan VI (30 – 50) m, dengan kedalaman 19,8 m, 19 m, 17 m, 14 m, menyebar
pada jarak 32,5 m – 100.
Lapisan VII (60 – 100) m, dengan kedalaman 21 m, 20 m, 18 m, menyebar pada
jarak 40 m – 85 m.
Lapisan VIII (100 – 200) m, dengan kedalaman 25 m menyebar pada jarak 42 m –
80 m.
3. Potensi batuan yang dikandung yaitu batu pasir, pasir kasar – kerikil, pasir halus –
sedang serta konglomerat dapat dimanfaatkan dalam campuran bahan bangunan.
Dan lempung pasiran dapat dimanfaatkan dalam bidang industri seperti industri
keramik, pembuatan genteng, dan bahan baku bata.
V.2. Saran
1. Hendaknya peneliti lain mengambil daerah daerah penelitian yang lebih luas.
42
2. Untuk memperoleh data yang lebih akurat, sebaiknya digunakan metode lain
dalam eksplorasi geofisika, misalnya alat bor dan seismik kemudian hasilnya
dikorelasikan dengan hasil penelitian ini.
43