Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

5
Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1% bagi WP Tertentu sesuai PP 46 Tahun 2013 (Bagian 2) Labels: New Regulations - PPh Pada artikel sebelumnya, penulis telah membahas sebagian dari pokok- pokok penegasan Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ/2014 (sebagaimana yang diralat dengan SE- 38/PJ/2014). Pada artikel berikut ini, adalah merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya sisa dari beberapa pokok penegasan lainnya. 3. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Badan atau Lembaga Nirlaba Bidang Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan perlakuannya adalah sebagai berikut. Atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut adalah bukan merupakan penghasilan yang bukan objek PPh. Dalam hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lebih sebagaimana diuraikan di atas tidak terpenuhi, maka atas sisa lebih tersebut merupakan objek PPh. Oleh sebab itu, perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan adalah mengacu kepada ketentuan tarif umum PPh. 4. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Reksa Dana

description

pph

Transcript of Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

Page 1: Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1% bagi WP Tertentu sesuai PP 46 Tahun 2013 (Bagian 2)Labels: New Regulations - PPh

Pada artikel sebelumnya, penulis telah membahas sebagian dari pokok-pokok

penegasan Direktur Jenderal Pajak melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor

SE-32/PJ/2014 (sebagaimana yang diralat dengan SE-38/PJ/2014). Pada artikel berikut

ini, adalah merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya sisa dari beberapa pokok

penegasan lainnya. 

3. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Badan atau Lembaga Nirlaba Bidang

Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan

Perlakuan PPh bagi Wajib Pajak badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan perlakuannya

adalah sebagai berikut. 

Atas sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang

bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan

pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang

ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan

dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4

(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut adalah bukan merupakan

penghasilan yang bukan objek PPh.

Dalam hal ketentuan persyaratan penanaman kembali sisa lebih sebagaimana

diuraikan di atas tidak terpenuhi, maka atas sisa lebih tersebut merupakan

objek PPh. Oleh sebab itu, perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak badan atau

lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang

penelitian dan pengembangan adalah mengacu kepada ketentuan tarif umum

PPh.

4. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Reksa Dana 

Reksa dana adalah suatu bentuk kegiatan usaha yang melakukan penghimpunan

dana dari masyarakat pemodal, untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio

Page 2: Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

efek oleh manajer investasi yang dapat berbentuk perseroan atau kontrak investasi

kolektif sesuai UU Pasar Modal. 

Aliran penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak reksa dana termasuk dalam kategori

penghasilan yang berasal dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Pasal

4 ayat (1) UU PPh. Sehingga, dalam hal Wajib Pajak reksa dana memenuhi kriteria PP

46 Tahun 2013, maka Wajib Pajak reksa dana dikenai PPh yang bersifat final sesuai

ketentuan PP 46 Tahun 2013. 

5. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Bank/Bank Perkreditan Rakyat/Koperasi

Simpan Pinjam/Lembaga Pemberi Dana Pinjaman 

Bagi Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga

pemberi dana pinjaman yang memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh

berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan dari usaha yang diterima atau

diperolehnya dikenai PPh bersifat final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap

bulan. 

Peredaran bruto yang menjadi dasar pengenaan pajak bagi Wajib Pajak bank/bank

perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga pemberi dana pinjaman adalah

jumlah seluruh penghasilan usaha jasa perbankan/peminjaman, antara lain: 

pendapatan bunga, fee, komisi, dan seluruh penghasilan yang terkait dengan

pemberi kredit/pinjaman, tidak termasuk pembayaran pokok kredit/pinjaman,

penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan atas simpanan di bank lain,

serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia, kecuali bagi Wajib pajak selain

bank/bank perkreditan rakyat.

Dalam hal Wajib Pajak bank/bank perkreditan rakyat/koperasi simpan pinjam/lembaga

pemberi dana pinjaman tidak memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh

berdasarkan PP 46 Tahun 2013, maka atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak

dikenai PPh berdasarkan tarif umum PPh. 

6. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (Wajib

Pajak OPPT) 

Page 3: Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

Bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha yang memiliki peredaran bruto tidak

melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak yang memenuhi kriteria sebagai Wajib

Pajak OPPT dan kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 46

Tahun 2013, maka atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperolehnya

dikenai PPh bersifat final sebesar 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan. 

Bagi Wajib Pajak OPPT yang memiliki peredaran bruto melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1

Tahun Pajak dan memenuhi kriteria sebagai Wajib Pajak OPPT, maka pengenaan PPh

bagi Wajib Pajak tersebut mengacu pada ketentuan tarif umum UU PPh dan

pembayaran angsuran PPh mengacu pada ketentuan Pasal 25 ayat (7) UU PPh yaitu

sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat

kegiatan usaha. 

7. Perlakuan PPh Bagi Wajib Pajak Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) 

Wajib Pajak orang pribadi yang berprofesi sebagai PPAT sebagaimana yang diatur

dalam UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

adalah: 

mempunyai persamaan kewenangan dengan Notaris, yaitu merupakan pejabat

umum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik tertentu yakni akta

yang berkaitan dengan pertanahan; dan

dapat dipersamakan dengan notaris sebagai Wajib Pajak orang pribadi yang

melakukan pekerjaan bebas.

Perlakuan perpajakan bagi Wajib Pajak PPAT adalah mengacu pada ketentuan umum

UU PPh yang dikenakan tarif PPh umum. 

8. Penegasan Mengenai Ketentuan Penyetoran dan Pelaporan SPT Masa PPh

Pasal 4 ayat (2) Sesuai Ketentuan PP 46 Tahun 2013 

a. Ketentuan Penyetoran PPh

Page 4: Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

Wajib Pajak wajib menyetorkan PPh terutang ke kas negara melalui: 

kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan

menggunakan SSP;

Anjungan Tunai Mandiri (ATM) bank-bank tertentu dimana Wajib Pajak

menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN) dengan teraan Nomor Transaksi

Penerimaa Negara (NTPN) dalam bentuk cetakan struk ATM yang

kedudukannya disamakan dengan SSP;

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 

Contoh: untuk setoran PPh Final 1% masa pajak September 2014 disetorkan paling

lambat tanggal 15 Oktober 2014. 

b.Ketentuan Pelaporan SPT Masa

Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud

pada huruf a wajib menyampaikan SPT Masa PPh paling lama 20 hari setelah Masa

Pajak berakhir. 

Contoh: untuk melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) masa pajak September 2014

dilaporkan paling lambat tanggal 20 Oktober 2014. 

Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran PPh final 1% dan telah mendapatkan

validasi NTPN, dianggap telah menyampaikan/melaporkan SPT Masa PPh, dengan

tanggal pelaporan sesuai tanggal NTPN yang tercantum pada SSP atau cetakan struk

ATM. 

Wajib Pajak dengan jumlah PPh Pasal 4 ayat (2) nihil tidak wajib melaporkan SPT Masa

PPh Pasal 4 ayat (2) ini. 

Ketentuan mengenai pelaporan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini diberlakukan mulai

Masa Pajak Januari 2014, sehingga atas keterlambatan pelaporan (sesuai tanggal

Page 5: Penegasan Pelaksanaan Pengenaan PPh Final 1

validasi NTPN) masa Juli s.d. Desember 2013 tidak dikenakan sanksi administrasi

berupa denda sebesar Rp 100.000 untuk setiap masa pelaporan.