PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERAMBAHAN …
Transcript of PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERAMBAHAN …
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PERAMBAHAN
HUTAN TNKS (STUDI KASUS DI KECAMATAN JANGKAT
KABUPATEN MERANGIN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Syariah
Oleh:
SUBHAN
NIM: 102170190
Pembimbing :
Dr. Robi’atul Adawiyah, S.H.I., M.H.I
Dr. Anggi Purnama Harahap, S.H., M.H
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UIN SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
1442 H / 2021 M
i
ii
iii
iv
MOTTO
ليذيقهم بعض الذى عملوا ظهر الفساد فى البر والبحر بما كسبت ايدى الناس
لعلهم يرجعون
Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan
sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan
yang benar)”. (Qs. Ar-Rum (30): 41)1
1 Ar-Rum (30): 41
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya:
Umardani Dan Murniati
Yang selalu menjadi semangat dalam hidupku
Yang selalu berjuang untuk anaknya supaya menjadi anak yang berguna
Bagi Agama, Nusa, dan Bangsa.
Semoga keikhlasan dan ketulusan Ayah dan Ibu
Di ridhoi oleh Allah SWT
Dengan balasan surga-Nya
Bapak dan Ibu Guru (Ustadz dan Ustadzah)
Yang selalu memberi inspirasi dan arahan yang baik untukku
Semoga jasa-jasa Bapak dan Ibu Guru
Dibalas oleh Allah SWT
Dengan selalu dalam lindungan Allah SWT
Ayuk, Abang Ipar dan Adek beserta keluarga besarku
yang selalu memberikan semangat untukku
Semoga kebaikannya dibalas oleh Allah SWT
Dengan apa yang dicita-citakannya dapat tercapai
Sahabat
Akhi dan ukhti
Lembaga Pengurus Asrama Ma’had Al-Jami’ah (La_PASMA),
Sahabat seperjuangan Demisioner_08 La_PASMA, Prodi Hukum Pidana Islam,
Ikatan Mahasiswa Bidik Misi UIN STS Jambi Angkatan 2017
Beserta seluruh teman-teman seperjuangan yang pernah berjuang bersama-sama
dimasa Perkuliahan ini
Semoga kita semua diberi kemudahan untuk mencapai Kesuksesan dan
kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin
vi
ABSTRAK
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian skripsi ini berkenaan dengan
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Perambahan Hutan TNKS. Tujuan penelitian
skripsi ini untuk mengetahui faktor penyebab perambahan hutan, Mengetahui
peran aparat penegak hukum dan proses penegakan hukum terhadap pelaku
perambahan hutan TNKS, Kendala yang dialami oleh aparat penegak hukum,
Serta mengetahui usaha-usaha yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum
dalam melakukan penegakan hukum.
Metode penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan penelitian Yuridis-
Empiris dengan analisis data kualitatif dan instrumen pengumpulan data melalui
Studi kepustakaan, Observasi, Wawancara dan Dokumentasi. Berdasarkan hasil
penelitian maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Penyebab
terjadinya perambahan hutan TNKS kecamatan Jangkat disebabkan oleh faktor
ekonomi, Faktor pendidikan dan Faktor jumlah aparat penegak hukum. Kedua,
Peran aparat penegak hukum dan masyarakat dalam penegakan hukum terhadap
pelaku perambahan hutan yang meliputi peran dalam penegakan hukum Preventif
(Pencegahan) dan Penegakan hukum Refresif (Penindakan), Beserta kendala yang
dihadapi dalam proses penegakan hukum. Ketiga, Usaha-usaha yang harus
dilakukan untuk mencegah dan memberantas perambahan hutan di Kecamatan
Jangkat yaitu: (1). Memperbaiki substansi hukumnya; (2). Meningkatkan fasilitas
pedukung; (3). Meningkatkan patroli; (4). Beri pemahaman yang lebih kepada
masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan.
Kata Kunci: Perambahan hutan, Faktor penyebab perambahan, Penegakan hukum,
Pelaku tindak pidana.
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT, yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya kepada peneliti, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penulisan dan penelitian dengan sebaik-baiknya.
Shalawat dan salam mari kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa dan membimbing umat-Nya kejalan
yang penuh dengan ilmu pengetahuan penulisan skripsi ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam
Hukum Pidana Islam pada Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
dengan judul: “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Perambahan Hutan
TNKS (Studi Kasus Di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin)”.
Dalam proses penyusunan hasil penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
dan bimbingan, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph.D Selaku Rektor UIN STS Jambi.
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag., M.H Selaku Dekan Fakultas Syari’ah
UIN STS Jambi.
3. Bapak Dr. Agus Salim, MA., M.I.R, Bapak Dr. Ruslan Abdul Gani,
S.H., M.H, Bapak Dr. H. Ishaq, S.H., M.Hum Selaku pembantu Dekan
I,II dan III di lingkungan Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi.
4. Ibuk Dr. Robi’atul Adawiyah, S.H.I., M.H.I dan Bapak Devrian Ali,
S.S.I., MA., Hk Selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Hukum Pidana
Islam Fakultas Syari’ah UIN STS Jambi.
viii
5. Ibu Dr. Robi’atul Adawiyah, S.H.I., M.H.I dan Bapak Dr. Anggi
Purnama Harahap, S.H., M.H Selaku Pembimbing I dan Pembimbing II
skripsi ini.
6. Bapak dan Ibuk Dosen beserta seluruh karyawan Fakultas Syari’ah
7. Dan kepada kedua Orang tua saya yang mendidik, membimbing, dan
menyekolahkan saya sampai ke tingkat sarjana ini.
8. Dan terima kasih kepada sahabat, dan teman-teman seperjuangan.
9. Dan kepada semua pihak yang terlibat dalam skripsi ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Di samping itu, disadari juga bahwa masih banyak kekurangan dalam
skripsi ini. Oleh karena itu, diharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberi
masukan dan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini menjadi lebih baik.
Maka kepada Allah SWT lah kita memohon ampunan dan kepada manusia kita
saling memaafkan. Semoga segala perbuatan dan amal kita di ridhoi Allah SWT.
Jambi, 15 Maret 2021
Penulis,
Subhan
NIM. 102170190
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................................... iii
MOTTO ................................................................................................................ iv
PERSEMBAHAN ................................................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 9
E. Kerangka Teori ....................................................................................... 9
F. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 14
BAB II METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 16
B. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 16
C. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 17
D. Unit Analisis ......................................................................................... 18
E. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 18
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 21
G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 22
H. Jadwal Penelitian .................................................................................. 24
x
BAB III GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Sejarah Singkat Hutan TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten
Merangin .......................................................................................... 27
B. Hukum Yang melindungi Hutan TNKS Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin ........................................................................ 30
C. Visi dan Misi Hutan TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten
Merangin .......................................................................................... 31
D. Struktur dan Tugas Pokok Hutan TNKS Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin ........................................................................ 34
E. Sarana dan Prasarana yang ada di Hutan TNKS Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin ........................................................................ 36
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Faktor penyebab terjadinya Perambahan Hutan di TNKS Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin ............................................................. 39
B. Peran Balai TNKS, Pemerintah Daerah, Polisi Kehutanan (POLHUT)
dan Masyarakat dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku
Perambahan Hutan ............................................................................. 47
C. Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencegah dan memberantas
Perambahan Hutan di Kecamatan Jangkat ......................................... 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
xi
DAFTAR SINGKATAN
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
TSL : Tumbuhan Satwa Liar
KSDAE : Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem
PPNS : Penyidik Pegawai Negeri Sipil
BPTN : Bidang Pengelolaan Taman Nasional
POLHUT : Polisi Kehutanan
UU : Undang-Undang
MMP : Masyarakat Mitra Polhut
MPA : Masyarakat Peduli Api
KKM : Kelompok Konservasi Mandiri
JPU : Jaksa Penuntut Umum
GAKUM : Lembaga Hukum
Kec : Kecamatan
Kab : Kabupaten
SD : Sekolah Dasar
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Rincian luas kawasan TNKS yang terbentang di alam Sumatera Tahun
2020 .......................................................................................................... 26
Tabel 2 : Kemudahan untuk mencapai sarana pendidikan terdekat bagi
Desa/Kelurahan yang tidak ada sarana pendidikan menurut
Desa/Kelurahan dan jenjang pendidikan di kecamatan Jangkat, 2019
.........................................................................................................41
Tabel 3 : Statistik Murid dan Guru di Kecamatan Jangkat 2018 ................... 42
Tabel 4 : Data Statistik Keluarga Kecamatan Jangkat dalam angka 2018 ..... 32
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Kerinci Seblat Ecosystem 2020 ............................................................... 29
Gambar 2 : Level Intervensi Visi dan Misi Taman Nasional Kerinci Seblat ............... 34
Gambar 3 : Struktu Lembaga Taman Nasional Kerinci Seblat Resor Merangin
Selatan...................................................................................................... 35
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penegakan Hukum merupakan seluruh kegiatan untuk melaksanakan
dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum,
penegakan hukum menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan,
khususnya yang lebih sempit lagi melalui proses peradilan pidana yang
melibatkan peran aparat kepolisian, kejaksaan, dan badan-badan peradilan.2
Penegakan Hukum juga merupakan hal yang sangat esensial dan
subtansial dalam konsep Negara hukum seperti di Indonesia hal tersebut
dikarenakan sebagaimana dikemukakan eleh Sudikno Mertokusumo, bahwa
“salah satu unsur untuk menciptakan atau memulihkan keseimbangan tatanan
di dalam masyarakat adalah penegakan hukum”.3
Demikian pula dengan Satjipto Rahardjo, dalam bukunya Yang
berjudul Masalah Penegakan Hukum menyatakan bahwa “penegakan hukum
pada hakikatnya merupakan penerapan dikresi (kebijakan) yang membuat
2Jimly asshiddiqi, “Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia”,
Disampaikan pada acara seminar menyoal moral penegak hokum, di selenggarakan oleh Fakultas
Hukum Universitas Gadjah Mada, 16 Februari 2006. 3 “Sistem Hukum Indonesia,”http://blogneniajeng.blogspot.com/2014/04/sistem-hukum-
indonesia.html, akses September 2020.
2
keputusan hukum tidak secara ketat diatur oleh undang-undang
melainkan juga berdasarkan kebijaksanaan antara hukum dan etika.4
Namun yang masih menjadi catatan, meskipun di Indonesia sudah
banyak peraturan perundang-undangan yang melarang perambahan dan
perusakan hutan, pada kenyataannya di lapangan, proses penegakan hukum
tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya dan masih saja terjadi
perambahan hutan.
Upaya untuk mengatasi dan menangani masalah perambahan hutan
merupakan hal yang sangat penting untuk menjadi perhatian semua pihak
dalam rangka menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi karena ini
menyangkut kepentingan banyak pihak sehingga permasalahannya bersifat
multidimensi, apalagi dengan adanya otonomi daerah di mana daerah diberi
wewenang dalam pengurusan hutan sering mengabaikan makna dari otonomi
daerah itu sendiri.
Hutan merupakan sumber kehidupan bagi kelangsungan hidup
manusia dan juga mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting
dalam menunjang pembangunan nasional. Hutan mempunyai banyak manfaat
yang besar bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu
hutan harus dilindungi sehingga dapat memberi manfaat bagi kebutuhan
manusia secara terus menerus terkhusus untuk hutan yang statusnya sudah
menjadi hutan lindung.
4 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),
hlm.80.
3
Hutan juga merupakan sumber daya yang sangat penting tidak hanya
sebagai sumber daya kayu, tetapi lebih sebagai salah satu bagian komponen
lingkungan hidup. Akses dan hak pemanfaatan atas berbagai kategori hutan
harus diatur dengan sebaiknya bagi semua kelompok masyarakat dengan
memerhatikan berbagai aspek sebagaimana ditegaskan dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan
perusakan Hutan pasal (1) ayat 9 yang berbunyi: “Pemanfaatan hutan adalah
kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan
kayu dan bukan kayu, serta memungutnya secara optimal dan adil untuk
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
“Menurut Salim H.S: Hutan merupakan salah satu bagian dari alam,
dan alam sendiri terdiri dari lingkungan yang tidak hidup dan yang hidup”.
Hutan merupakan kata yang memiliki makna yang sama dengan suatu kata
dalam Bahasa inggris, yaitu forrest yang berarti suatu daerah tertentu yang
tanahnya ditumbuhi pepohonan, tempat hidup binatang buas dan burung-
burung hutan.5
Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan kelompok hutan
tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, mempunyai fungsi
utama sebagai paru-paru dunia serta penyeimbang iklim Global. Dalam
tatanan Global, keanekaragaman hayati Indonesia menduduki posisi kedua di
dunia setelah Columbia sehingga keberadaannya perlu dipertahankan.
5 Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan (Edisi Revisi), (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
hlm.41.
4
Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal
utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak lain terhadap
peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan
wilayah dan pertumbuhan ekonomi.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
33 ayat (3) bahwa” bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”. Salah satu kekayaan alam yang dikuasai oleh negara adalah
sumberdaya hutan. Sebagai suatu sumber daya publik, hutan merupakan
sumberdaya yang erat dengan konflik, karena di dalamnya terlibat begitu
banyak pelaku yang memiliki kepentingan yang berbeda terhadap sumber
daya hutan yang bersangkutan. 6
Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1976 tentang ketentuan pokok
kehutanan juga dicantumkan beberapa pasal berkenaan dengan perlindungan
hutan menurut pasal 15, hutan perlu dilindungi secara lestari dapat memenuhi
fungsinya. Perlindungan ini meliputi usaha:
a. Mencegah dan membatasi kerusakan-kerusakan hutan dan hasil hutan
yang disebabkan oleh perbuatan manusia dan ternak, kebakaran, daya
alam, hama dan penyakit.
b. Mempertahankan dan menjaga hak-hak negara atas hutan dan hasil-hasil
hutan.
6 Baso Madiong, Penerapan prinsip Hukum Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, (Makassar :
Celebes Media Perkasa, 2012), hlm.1-2.
5
Dicantumkan pula bahwa “untuk menjamin terlaksananya
perlindungan hutan ini dengan sebaik-baiknya maka rakyat diikutsertakan”.7
Dalam masalah penanganan hutan sangat diperlukan keikutsertaan dari
masyarakat karena dengan suara masyarakat penegakan hukum dan kokoh
akan lebih kuat maka ada yang diistilahkan dengan kearifan lokal. Dengan
kearifan lokal inilah masalah- masalah yang ada di dalam masyarakat akan
dengan sangat mudah dapat diselesaikan.
Akhir-akhir ini disadari bahwa masalah hutan dan lingkungan hidup
bukan hanya masalah lingkungan fisik manusia tetapi juga masalah moral.
Kerusakan alam seperti erosi, banjir, luapan lumpur dan kebakaran hutan
bukan hanya menimbulkan kecemasan bagi nasib hidup manusia ini, tetapi
menimbulkan keprihatinan betapa perilaku manusia telah melampaui khittah-
nya dan rusak.
Akal pikiran manusia terkadang akan menjadi lebih kejam
dibandingkan dengan hati nurani dari seekor binatang sekalipun, bahkan
seorang pemikir fundamentalis dalam hipotesisnya menyatakan bahwa
“manusia adalah sumber pencemaran sehingga sebenarnya manusia hidup
bertujuan untuk mencemari manusia lain (to live is to pollute)”.8
Kecamatan Jangkat yang merupakan salah satu Kecamatan di
Kabupaten Merangin sudah menerapkan Perda mengenai Hutan Adat Marga
Serampas yaitu diatur dalam Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang
7 Soejono, Hukum Lingkungan Dan Peranannya Dalam Pembangunan, cet.1, (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 1996), hlm.198. 8 Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup Omo Ethic-Eco Ethic, (Bekasi: Gramata
publishing –anggota IKAPI, 2014), hlm. 4.
6
pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat marga serampas,
terutama yang terdapat pada pasal Berikut:
pasal 1 ayat (15) yang berbunyi:
hak masyarakat hukum adat adalah hak komunal atau peseorangan
berdasarkan asal usul yang melekat pada masyarakat adat yang
bersumber dari sistem sosial dan budaya mereka, khususnya hak
pengolahan atas tanah, wilayah dan sumber daya alam.9
Masyarakat marga serampas memiliki tugas untuk menjaga wilayah
adat dan kawasan hutan adat agar tetap berfungsi sebagai hutan adat dengan
kearifan lokalnya. Perambahan hutan yang di wilayah Kabupaten Merangin
kian mengkhawatirkan, Seakan negeri tak berhukum, pelaku perambahan
kian berani membabat hutan. Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) pun
terancam gundul.
Kepala Bidang TNKS wilayah I, Jaya Sumbena, Dia mengatakan,
sudah puluhan ribu TNKS kini mengalami kerusakan atau telah
dirambah.“Untuk wilayah I Jambi, data kita sudah 40 ribu hektar TNKS
sudah di rambah. Dan lebih 15 ribu hektar itu di wilayah Kabupaten
Merangin”.
Lanjut jaya sumpena, “Surganya perambah di Merangin yakni di
wilayah Kecamatan Jangkat, Lembah Masurai dan Jangkat Timur”. Tidaklah
pribumi yang melakukan perusakan, tapi dilakukan pendatang dari wilayah
Selatan Pulau Sumatera seperti Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung,
wilayah Merangin yang paling parah itu di wilayah Jangkat dan sekitarnya.
9 Perda Kab. Merangin No. 8 Tahun 2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat
Hukum Adat Marga Serampas Pasal 1 ayat 15.
7
“15 ribu hektar TNKS yang sudah dirambah itu terdapat diwilayah itu, Kalau
kita tidak melakukan tindakan pengamanan, itu kita serahkan ke Gakum,”
ujarnya.10
Diketahui perambahan hutan yang terjadi di Kabupaten Merangin
telah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Bukan saja kawasan TNKS, hutan
lindung dan lainnya juga telah dirambah. “Tanah yang subur dan cocok untuk
bertanam kopi, serta wilayah hutan yang luas termasuk TNKS, menjadi
magnet bagi perambah dari luar itu datang ke Merangin”.11 Maraknya
perambahan hutan di wilayah Jangkat dan sekitarnya sudah menimbulkan
konflik di tengah masyarakat. Bahkan beberapa kali situasi memanas antara
pribumi dengan perambah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti bermaksud untuk
mengangkat sebuah penelitian tentang faktor penyebab terjadinya
perambahan dan sejauh mana usaha penegakan hukum yang dilakuakan oleh
Polisi Kehutanan, Lembaga TNKS, Pemerintah Daerah dan masyarakat
dalam menyelesaikan masalah mengenai perambahan hutan di Kecamatan
Jangkat, Untuk itu penelitian ini diberi judul: Penegakan Hukum terhadap
Pelaku Perambahan Hutan TNKS, (Studi kasus di Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin).
10 “Perambah Kian Berani Membabat Hutan,” http://kajanglako.com/id-16-post-merangin-
seakan-negeri-tak-berhukum-perambah-kian-berani-babat-hutan.html, akses April 2020.
11“Perambah Kian Berani Membabat Hutan” http://kajanglako.com/id-16-post-merangin-
seakan-negeri-tak-berhukum-perambah-kian-berani-babat-hutan.html, akses April 2020.
8
B. Rumusan Masalah
Dari pemikiran dan uraian tersebut di atas, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa faktor penyebab terjadinya Perambahan Hutan di Kec. Jangkat Kab.
Merangin?
2. Bagaimana Peran Balai TNKS, Pemerintah Daerah, Polisi Kehutanan,
Lembaga Adat dan Masyarakat dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku
Perambahan Hutan?
3. Usaha-usaha apa saja yang harus dilakukan untuk mencegah dan
memberantas Perambahan Hutan di Kecamatan Jangkat?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian pada dasarnya bertujuan untuk menemukan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan
bearti memperoleh pengetahuan yang baru, mengembangkan maksudnya
memperluas dan menggali lebih dalam realitas yang sudah ada dan adapun
tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk menemukan dan menganalisis latar belakang terjadinya
Perambahan Hutan.
2. Untuk mengetahui peran Lembaga yang berwenang, Polisi Kehutanan,
Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pemberantasan Perambahan
Hutan.
3. Untuk mengetahui apa saja usaha pencegahan dan pemberantasan yang
harus dilakukan agar Perambahan Hutan tidak terjadi lagi.
9
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian memiliki dua hal yang sangat penting yaitu
mengembangkan ilmu pengetahuan (secara teoritis) dan membantu mengatasi
dan memecahkan masalah yang ada pada objek yang diteliti. Dan adapun
manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
khazanah pengetahuan Mahasiswa tentang penegakan hukum terhadap
pelaku perambahan Hutan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan atau masukan bagi lembaga tertentu, pemerintah
daerah dan masyarakat dalam mengambil kebijakan dalam upaya
penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan.
E. Kerangka Teori
Teori merupakan serangkain pernyataan sistematik yang bersifat
abstrak tentang subjek tertentu. Subjek itu dapat berupa pemikiran, pendapat,
nilai-nilai, norma-norma, pranata-pranata sosial, peristiwa-peristiwa, dan
perilaku manusia.12
1. Teori Penegakan Hukum
Penegakan Hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya
merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan
secara ketat yang diatur dalam kaidah hukum, akan tetapi mempunyai
12Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (EdisiRevisi), (Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 25.
10
unsur penilaian sendiri.13 Menurut Simons, perbuatan tindak pidana “suatu
tindakan atau perbuatan melanggar hukum yang ada dilakukan dengan
sengaja ataupun tidak sengaja oleh seseorang yang dapat di pertanggung
jawabkan atas tindakannya tersebut oleh Undang-Undang yang telah
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”.14
Dengan demikian suatu perbuatan yang dikategorikan dengan
tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan
perundang-undangan dam ancaman hukuman pidana penjara maupun
denda. Terhadap perbuatan yang berkaitan dengan pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup yang telah tegas telah dijelaskan dan diatur
dalam undang-undang dan telah diancam hukuman pidana bagi yang
melanggarnya.
Di dalam Ketentuan Pasal 63 ayat (2) KUHP terkadang asas lex
specialis derogate legi generalis yang merupakan suatu asas hukum yang
mengandung makna bahwa aturan yang bersifat khusus (specialis)
mengesampingkan aturan yang bersifat umum (general).
Berkaitan dengan hal di atas, salah satu bentuk peraturan
perundang-undangan yang bersifat khusus (specialis) yaitu penegakan
hukum di bidang lingkungan hidup. Menurut Niniek Suparmi, penegakan
hukum lingkungan hidup adalah suatu upaya untuk mencapai ketaatan
13 Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum Pidana, (Bandung,
PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm. 29.
14P.A.F. Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (bandung, CitraAditya,
1997), hlm. 185.
11
terhadap peraturan dan persyaratan dalam ketentuan hukum yang berlaku
secara umum dan individual, melalui pengawasan dan penerapan sanksi
secara administrasi, keperdataan dan pemidanaan.15
Masalah pokok yang berhubungan dengan hukum pidana adalah
membicarakan 3 (tiga) hal, yaitu:
a. Perbuatan yang dilarang
b. Orang yang melakukan tindak pidana itu
c. Pidana yang diancam terhadap pelanggar larangan itu
Artinya jika telah memenuhi hal-hal tersebut di atas maka suatu
perbuatan dapat disebut sebagai suatu tindak pidana, karena tindak pidana itu
sendiri merupakan perbuatan melakukan atau tidak melakukan suatu yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagi perbuatan yang dilarang dan
diancam dan pidana.16
Di Indonesia, banyak ahli hukum yang mengemukakan teori penegakan
hukum dan juga banyak pendapatnya mengenai penegakan hukum dan khusus
pada penelitian ini menggunakan teori penegakan hukum Sudarto, yang dijadikan
sebagai landasan teoritis dalam membahas masalah penelitian ini, adapun dalam
teorinya, Sudarto memberikan arti penegakan hukum adalah perhatian dan
penggarapan, baik perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang sungguh-
sungguh terjadi (onrecht in actu ) maupun perbuatan melawan hukum yang
mungkin akan terjadi (onrecht in potentie).17
15Niniek Suparmi, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup,
(Jakarta, Sinar Grafika,1992), hlm. 160. 16M.Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, (Bandung: Mandar Maju,
2000), hlm. 40. 17 Edi Setiadi dan Kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem
Penegakan Hukum di Indonesia, (Jakarta: Pranada Media, 2017), hlm. 141.
12
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Penegakan hukum
Sudarto, adapun menurut Sudarto di dalam proses penegakan hukum terdapat tiga
kerangka konsep yang dapat dibagi, di antaranya yaitu:
a. Konsep penegakan hukum preventif (pencegahan)
Penegakan hukum preventif (pencegahan) adalah suatu tindakan
yang diberikan oleh pihak berwajib dan berwenang sebelum
penyimpangan social terjadi agar suatu tindak pidana atau pelanggaran
dapat diredam atau dicegah. Pengendalian yang bersifat preventif
umumnya dilakukan dengan cara melalui pendidikan, bimbingan,
pengarahan dan ajakan.
b. Konsep penegakan hukum refresif (penindakan)
penegakan hukum refresif (penindakan) adalah suatu tindakan
aktif yang dilakukan oleh pihak yang berwajib pada saat penyimpangan
social terjadi, tujuannya dalah agar penyimpangan yang terjadi tersebut
dapat dihentikan. Penegakan hukum refresif dilakukan berdasarkan
aturan hukum acara pidana yang berlaku.
c. Konsep penegakan hukum kuratif (perbaikan)
penegakan hukum kuratif (perbaikan) adalah suatu kegiatan yang
dilakukan oleh pihak yang berwajib setelah terjadinya penyimpangan sosial.
Tindakan ini ditujukan untuk memberikan penyadaran kepada para pelaku
penyimpangan agar dapat menyadari kesalahannya dan mau memperbaiki
kehidupannya, sehingga dikemudian hari tidak mengulangi kesalahannya.18
18Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, (bandung: Alumni, 1981), hlm. 81.
13
2. Teori Tindak Pidana
Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan seseorang
atau sekelompok orang yang menimbulkan peristiwa pidana atau perbuatan
yang melanggar hukum pidana dan diancam dengan hukuman.19 Dalam
bahasa Belanda tindak pidana disebut “straafbaar feit “ yang terdiri dari
kata “straafbaar” dan “feit”, straafbaar diartikan dihukum dan feit berarti
kenyataan. Jadi straafbaar feit adalah sebagian dari kenyataan yang dapat
dihukum.20 Menurut Pompe, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Bambang Poernomo, pengertian stafbaar feit dibedakan menjadi :
a. Defenisi menurut teori memberikan pengertian strafbaar feit adalah suatu
pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si
pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata
hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.
b. Defenisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian strafbaar feit
adalah suatu kejadian (feit) yang oleh peraturan perundang-undangan
dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.21
3. Teori Bekerjanya Hukum Dalam Masyarakat
Soejono soekanto mengemukakan bahwa untuk melihat apakah
hukum itu dapat ditegakkan atau tidak maka dalam pelaksanaan penegakan
hukum dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor pokok yaitu :22
19J.B Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta, PT Prenhalindo, 2001), hlm. 93 20Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm.5. 21Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1992), hlm.
91.
14
a. Undang-undang atau peraturan hukum
b. Aparat penegak hukum
c. Sarana dan fasilitas
d. Faktor masyarakat
e. Faktor kebudayaan
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka adalah uraian-uraian penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian ini pada aspek tema, penulis akan memaparkan
beberapa penulisan yang berakaitan dengan Penegakan hukum terhadap
pelaku perambahan hutan. Diantaranya ialah sebagai berikut:
Pertama, judul ”Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pembalakan Liar
Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Filsafat Islam” yang ditulis oleh Moch.
Ridwan Almurtaqi mahasiswa fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta adapun hasil penelitinnya hanya terpokus pada
penegakan hukum secara umumnya dan perbandingan antara undang-undang
yang satu dengan yang lainnya yang mengatur mengenai aturan tentang hutan
dan kehutanan.23
Kedua, judul “Identifikasi Pola Komunikasi Perambahan Hutan
Taman Nasional Bukit Brisan Selatan (Studi Kasus Pada Desa Margo mulyo,
Kec. Way Semaka, Kab. Tanggamus)” yang ditulis oleh mahasiswa Fakultas
22 “Berlakunya Hukum Dalam Masyarakat” https://www.google.com/search?q=teori+
berlakukanya+hukum+dlam+masyarakat&oq=teori+berlakukanya+hukum+dlam+masyarakat&aqs
=chrome..69i57j0l2.13012j0j4&sourceid=chrome, akses April 2020. 23Moch. Ridwan Almurtaqi, Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pemabalakan Liar Perspektif
Hukum Positif Dan Hukum Filsafat Islam, Skripsi Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
15
IlmuSosial Dan Politik Universitas Lampung. Adapun hasil penelitiannya
menjelaskan tentang pendeskripsian pola komunikasi yang digunakan oleh
perambah hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sehingga perbuatan
perambahan hutan bisa dilakukan oleh seseorang atau suatu kelompok.24
Ketiga, judul “Karakteristik dan Pola Perambahan Hutan Taman
Naional Gunung Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kec.
Ciawi Kab. Bogor)” yang ditulis oleh Samsudin salah satu mahasiswa
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Adapun hasil penelitiannya
menjelaskan tentang karakteristik social ekonomi perambah hutan dan pola
dalam melakukan perambahan hutan TNGGP.25
Berdasarkan penjelasan dalam beberapa penelitian terdahulu, maka
terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian skripsi ini dengan
penelitian-penelitian yang lalu sama-sama objek pembahasannya adalah
tentang perambahan hutan, sedangkan perbedaanya jika dalam penelitian-
penelitian terdahulu hanya membahas karakteristik ataupun pola dalam
peramabahan hutan, sedangkan pada penelitian skripsi ini lebih menitik
beratkan pembahasan kepada proses dan upaya penegakan hukum terhadap
pelaku perambahan hutan di kecamatan jangkat kabupaten merangin.
24Noviatusa’adah, Identifikasi Pola Komunikasi Perambahan Hutan Taman Nasional Bukit
Brisan Selatan (Studi Kasus Pada Desa Margomulyo, Kec. Way Semaka, Kab. Tanggamus),
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik Universitas Lampung, 2018. 25Samsudin, Karakteristik dan Pola Perambahan Hutan Taman Naional Gunung Gede
Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kec. Ciawi Kab. Bogor), Skripsi Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 2006.
16
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini bertempat di Lembaga TNKS Kecamatan jangkat
Kabupaten Merangin atau lebih tepatnya TNKS Resor Merangin Selatan
yang bertempat di Desa Sungai Lalang Kecamatan Lembah Masurai
Kabupaten Merangin lokasi tersebut dipilih karena memiliki aspek
pendukung agar penelitian ini dapat berjalan dengan baik.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran
2020/2021 yaitu antara tanggal 17 November 2020 sampai 17 Februari
2021.
B. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan tipe
pendekatan yuridis-empiris yaitu pendekatan yang digunakan untuk melihat
gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan hukum dalam praktik legislasi di
Indonesia.26 Pendekatan yuridis-empiris mengkaji bagaimana ketentuan
hukum yang berlaku serta apa yang terjadi dalam perakteknya atau kenyataan
di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis
lebih dalam mengenai sampai sejauh mana proses dan usaha dalam
26 Noor Muhammad Aziz, “Urgensi Penelitian dan Pengkajian Hukum dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan,” Jurnal Rechts Vinding BPHN, Vol. 1 No. 1, (Januari-April
2012), hlm. 19.
17
Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Perambahan Hutan TNKS (Studi Kasus
di Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin).
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari data
lapangan dan diperoleh dari para responden,27 ataupun data yang didapat
langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama.28 Sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber perantara dan diperoleh
dengan cara mengutip dari sumber lain.29
2. Sumber Data
Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer terdiri dari:
a. Wawancara dengan Ketua Lembaga TNKS.
b. Wawancara dengan Kepala Desa Renah Alai.
c. Wawancara dengan Polisi Kehutanan (POLHUT).
d. Wawancara dengan Lembaga Adat setempat.
e. Wawancara dengan masyarakat umum Jangkat.
27Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi, (Bandung:
Alfabeta, 2017), hlm. 71. 28Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2015), hlm.
53. 29Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 34-35.
18
Sedangkan data sekunder terdiri dari materi yang terdapat dalam
buku-buku, jurnal, dan literature lainnya yang masih berkaitan dengan
permasalahan penelitian. Data sekunder ini hanya diperlukan sebagai
penunjang atau pendukung data primer.
D. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah Balai Taman Nasional
Kerinci Seblat(TNKS). Adapun informan-informan dalam penelitian ini
adalah Kepala Balai TNKS Kecamatan Lembah Masurai Kabupaten
Merangin, Polisi Kehutanan (POLHUT), Penasehat Lembaga Adat
Kabupaten Merangin, Aparat Desa Renah Alai dan Tokoh Masyarakat.
E. Instrumen Pengumpulan Data
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan metode tunggal yang digunakan
dalam penelitian hukum normatif. Sedangkan bagi penelitian hukum
empiris (sosiologis), studi kepustakaan merupakan metode pengumpulan
data yang dipergunakan bersama metode lain seperti wawancara,
pengamatan (observasi) dan lain-lain.30 Pada penelitian ini peneliti
melakukan pengumpulan data dari kepustakaan dengan membaca beberapa
literature yang berkaitan dengan permasalahan perambahan hutan seperti
jurnal, buku dan berbagai bahan normatif yang berupa produk hukum
seperti Undang-undang, Peraturan Daerah dan berbagai peraturan
perundang-undangan lainnya.
30 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008),
hlm. 50.
19
2. Observasi (Observation)
Dari persfektif sejarah, pengamatan merupakan alat pengumpulan
data yang tertua, pada zaman dahulu minsalnya, para filsof melakukan
pengamatan terhadap masyarakat guna merumuskan nilai-nilai yang
berlaku di dalam masyarakat-masyarakat tertentu sekarangpun
pengamatan masih dianggap relevan sebagai alat pengumpul data.
Pengamatan dalam pengertian sehari-hari (Leksikal) harus
dibedakan dengan pengamatan dalam penelitian ilmiah. Pengamatan
dalam penelitian ilmiah dituntut harus dipenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu (validitas dan reabilitas, sehingga hasil pengamatan sesuai dengan
kenyataan yang menjadi sasaran pengamatan.31 Adapun metode observasi
yang digunakan pada penelitian ini adalah Metode Observasi Non-
Partisipasi pada observasi ini pengamatan dilakukan secara diam-diam
agar partisipan tidak menyadari bahwa mereka sedang diawasi karena
metode ini lebih cocok untuk penelitian tentang perilaku yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku negatif.
3. Wawancara (Interview)
Wawancara (Interview) adalah situasi peranan antar pribadi
bertatap muka (face to face), ketika seseorang yakni pewawancara
mengajukan pertanyan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh
31Amiruddin dan zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008), hlm.72-73.
20
jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada
seseorang responden.32
Adapun dalam penelitian ini beberapa pihak yang telah peneliti
wawancarai yaitu:
a. Wawancara dengan Ketua Lembaga TNKS.
b. Wawancara dengan Aparat Desa Renah Alai.
c. Wawancara dengan Polisi Kehutanan (POLHUT).
d. Wawancara dengan Lembaga Adat setempat.
e. Wawancara dengan masyarakat umum Jangkat.
4. Dokumentasi (Documentation)
Dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
peneliti untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui
suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat
langsung oleh subjek yang bersangkutan mengenai kasus yang diteliti.33
Adapun dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan beberapa dekumen
yang berkaiatan dengan kasus perambahan.
32Amiruddin dan zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2008), hlm. 82. 33Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kulitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hlm.
143.
21
F. Teknik Analisis Data
Adapun analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu
berbentuk analisis data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif analisis data
dapat dilaksanakan dengan tiga bentuk yaitu:
1. Mereduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data dilakukan dengan cara mentranskripkan data-data
yang diperoleh dari pengumpulan data, seperti observasi, wawancara, dan
lain-lain. Adapun tujuannya yaitu untuk memudahkan peneliti dalam
memilih dan memilah data-data yang direduksi dalam penelitian ini yakni
data-data yang berhubungan dengan proses penegakan hukum terhadap
pelaku perabahan hutan TNKS (studi kasus di kecamatan Jangkat
kabupaten Merangin).
2. Menyajikan Data (Data Display)
Data yang ditranskripkan di atas, kemudian disajikan dengan cara
dipisahkan dan dipetakan kedalam data-data yang serupa kemudian
dimasukkan kedalam bagian-bagian tertentu yang telah diberitanda.
3. Membuat Kesimpulan (conclution)
Setelah melakukan reduksi data dan penyajian data maka langkah
terakhir yang dilakukan dalam menganalisis data kualitatif, yaitu membuat
kesimpulan sementara dari data-data yang terkumpul, sehingga dapat
22
diambil langkah-langkah awal untuk penelitian lanjutan dan mengecek
kembali data-data asli yang diperoleh.34
G. Sistematika Penulisan
Adapun dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari lima bab. Antara
satu bab dengan bab lainnya membahas permasalahan tersendiri, namun tetap
saling berhubungan. Untuk memberi gambaran secara mudah agar lebih
terarah dan jelas mengenai pembahasan skripsi ini, maka sistematika
penulisan terdiri dari:
Bab I, Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta
kerangka teori.
Bab II, Metode Penelitian. Bab ini memaparkan tentang metode
penelitian yang meliputi lokasi dan waktu penelitian, pendekatan penelitian,
jenis dan sumber data, instrument pengumpulan data, teknik analisis data,
sistematika penulisan serta jadwal penelitian.
Bab III, Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Bab ini berisi tentang
gambaran umum lokasi penelitian, yang meliputi tentang letak geografis
hutan TNKS kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin, sejarah hutan TNKS
kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin, hukum yang melindungi hutan
TNKS, struktur hutan TNKS kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin, visi
dan misi hutan TNKS kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin, tugas pokok
dan fungsi hutan TNKS kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin, serta sarana
34Tim penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, (EdisiRevisi), (Jakarta: Syari’ah Press, 2012),
hlm. 69-70.
23
prasarana dan sumberdaya yang ada dihutan TNKS kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin.
Bab IV, Pembahasan dan Hasil Penelitian. Bab ini menguraikan
tentang pembahasan dan hasil penelitian yang berisi tentang faktor penyebab
terjadinya perambahan hutan, peran aparat penegak hukum dalam proses
penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan di hutan TNKS
kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin. kendala-kendala yang dialami oleh
lembaga penegak hukum dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap
pelaku perambahan hutan. upaya-upaya yang dilakukan lembaga penegak
hukum dalam mengatasi kendala-kendala guna menyelesaikan kasus
perambahan hutan.
Bab V, Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran,
serta dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran dan Curriculum vitae.
24
H. Jadwal Penelitian
NO
Uraian Kegiatan
Waktu Pelaksanaan 2020-2021
Ket
Feb Apr Mei Jun Jul Agt Des jan Feb mar Apr
1 Pengajuan Judul V
2 Penyusunan
proposal
V V V
3 Perbaikan dan
Sminar
V V
4 Surat Izin Riset
Penelitian
V V
5 Pengumpulan data V
6 Pengolahan data V
7 Pembuatan
laporan
V
8 Bimbingan dan
perbaikan
V
9 Agenda dan Ujian
Skripsi
10 Penjilidan
25
BAB III
GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) adalah kawasan yang memiliki nilai
penting luar biasa dalam konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistem alam di
Indonesia. Maha taman ini memiliki luas kawasan hampir 1,4 juta hektar dan
tersebar di empat provinsi di Pulau Sumatera; Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu, dan
Sumatera Selatan. Keragaman tofografi dan ekosistem kawasan menjelma menjadi
bentang alam yang unik dan indah, seperti kawasan Danau Gunung Tujuh, Gunung
Kerinci, Rawa Bento, Goa Kasah, dan lain sebagainya.
Sebagian besar kawasan hutan TNKS adalah hutan hujan trofis yang
melindungi keberadaan flora dan fauna di dalamnya. Beberapa jenis tercatat
sebagai spesies endemik dan terancam punah, seperti harimau sumatera,
Gajah Sumatera, Beruang Madu, Tapir Asia, Padma Raksasa, dan lain-lain.
Keberadaan nilai penting tersebut membuat UNESCO menobatkan sebagai
situs warisan Dunia Sejak Tahun 2004.35 Adapun rincian luas kawasan TNKS
yang terbentang di alam Sumatera yaitu terinci sebagai berikut:
35 Hadinata Karyadi, dkk, Informasi TNKS Tahun 2018, (Jambi: Buku Kerinci Indo, 2018),
hlm. 5.
26
Tabel 1. Rincian Lokasi TNKS 202036
Provinsi Kabupaten Luas TNKS
(Ha)
Persentase
Luasan (%)
Jambi Kerinci 197.233,552 14,9
Merangin 166.635,170 11,99
Bungo 35.321,867 2,54
Sungai Penuh 39.811,635 2,87
Sarolangun 499,258 0,04
Sumatera Barat Pesisir Selatan 268.308,276 19,31
Solok 11.037,870 0,79
Solok Selatan 69.511,335 5,00
Dharmasraya 3.613,425 0,26
Bengkulu Rejang Lebong 26.281,121 1,89
Bengkulu Utara 68.921,952 4,96
Lebong 104.575,224 7,53
Mukomuko 148.728,317 10,70
Sumatera
Selatan
Musi Rawas 242.313,033 17,44
Lubuk Linggau 6.717,833 0,48
Jumlah Total 1.389.509,867 100,00
Sebagai gabungan dari berbagai wilayah konservasi, ada banyak sekali jenis
satwa dan tumbuhan yang hidup di kawasan ini. Hal tersebut didukung oleh kondisi alam
Taman Nasional Kerinci Seblat yang masih alami.
36 Hadinata Karyadi, dkk., Informasi TNKS Tahun 2018, (Jambi: Buku Kerinci Indo,
2018), hlm. 8.
27
A. Sejarah Singkat Hutan TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin.
Kerinci Seblat adalah kawasan taman nasional paling besar di Pulau
Sumatera. Taman nasional ini meliputi empat provinsi dengan sejarah yang
cukup panjang. Hal ini sesuai dengan banyaknya wilayah yang mencakup
kawasan ini.
Pada mulanya, kawasan ini mencakup beberapa cagar alam seperti
Cagar Alam Gunung Idrapura, Cagar Alam Bukit Tapan, dan Cagar
Alam Danau Gunung Tujuh. Juga mencakup beberapa Suaka
Margasatwa, yaitu Suaka Margasatwa Bukit Gedang Seblat, Suaka
Margasatwa Rawas Hulu Lakitan, Suaka Margasatwa Sangir Ulu, dan
Suaka Margasatwa Bukit Kayu Embun.37
Selain itu, ada pula beberapa Hutan Lindung di antaranya adalah
Hutan Lindung Bukit Regis, Hutan Lindung Kambang, Hutan Lindung
Bajang Air Tarusan Utara, Hutan Lindung Batang Maringin Barat, Hutan
Lindung Batang Maringin Timur, Hutan Lindung Gunung Sumbing, Hutan
Lindung Sangir Ulu, Hutan Lindung Bukit Gedang Seblat, dan Hutan
Produksi Terbatas.
Pada tahun 1921 ketika masa penjajahan, pemerintah Belanda
mengeluarkan pernyataan bahwa hutan yang berada di kawasan Bayang,
Kambang, Sangir I, Batanghari I, serta Jujugan berstatus sebagai kawasan
Hutan Lindung. Selanjutnya pada tahun 1926 kawasan hutan yang berada di
Batang Tebo, Batang Tabir, dan juga Sungai Ulu juga memperoleh status
37 “Taman Nasional Kerinci Seblat – Sejarah, Kondisi Alam, Flora Fauna & Wisata,”
https://rimbakita.com/taman-nasional-kerinci-seblat/, akses 28 Oktober 2020.
28
yang sama dengan beberapa hutan pada tahun 1921, yaitu sebagai kawasan
Hutan Lindung.
Status kawasan di empat provinsi Sumatera terus berkembang seiring
berjalannya waktu. Pada tahun 1929, giliran Gunung Indrapura yang menjadi
Cagar Alam dan kemudian pada tahun 1978 daerah Bukit Tapan juga
berstatus sebagai Cagar Alam. “Setahun setelah itu bagian Rawas Hulu
Lakitan menjadi Suaka Margasatwa Rawa Hulu Lakitan pada tahun 1979.
Kemudian pada tahun 1980 wilayah Kambang kemudian juga ditetapkan
sebagai Cagar Alam Kambang”.38
Berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No.
736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982, bahwa seluruh kawasan yang
telah disebutkan sebelumnya akan digabung dan kemudian berubah statusnya
menjadi Taman Nasional Kerinci Seblat.
Pada tanggal 5 Januari 1996 terjadi penambahan kawasan taman
nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 192/Kpts-II/96
bahwa wilayah Gunung Nilo (2.400 m), Gunung Masurai (2.600 m), dan
Gunung Sumbing (2.500 m) juga dimasukkan ke dalam Taman Nasional
Kerinci Seblat sehingga luasnya bertambah menjadi 1.368.000 hektar.
Tidak lama kemudian melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan
dan Perkebunan No. 280/Kpts-II/1998 tanggal 27 Februari 1998 tentang
38 “Taman Nasional Kerinci Seblat – Sejarah, Kondisi Alam, Flora Fauna & Wisata,”
https://rimbakita.com/taman-nasional-kerinci-seblat/, akses 28 Oktober 2020.
29
penambahan dan penetapan kelompok hutan Taman Nasional Kerinci Seblat
seluas 348.125,1 hektar yang berada di Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten
Solok, dan Kabupaten Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat. “Lalu pada
tahun 1999 kembali dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 46/Kpts/VII-3/1999 tentang pengesahan kelompok hutan
yang ada di Provinsi Sumatera Selatan ke dalam kelompok hutan pada Taman
Nasional Kerinci Seblat”.39
Masih pada tahun yang sama, tepatnya pada tanggal 14 April 1999.
Melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 200/Kpts-
II/1999 tentang penetapan kelompok hutan Taman Nasional Kerinci Seblat di
Provinsi Jambi. Dengan begitu kawasan taman nasional ini resmi
membentang di antara empat provinsi Pulau Sumatera.
Akhirnya pada tanggal 14 Oktober 1999 secara resmi dikeluarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 90/Kpts-II/1999
tentang “penetapan status kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yang
berada di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera
Selatan, dan Provinsi Bengkulu seluas 1.375.349,867 hektar”.40
39 “Taman Nasional Kerinci Seblat – Sejarah, Kondisi Alam, Flora Fauna & Wisata,”
https://rimbakita.com/taman-nasional-kerinci-seblat/, akses 28 Oktober 2020. 40 “Taman Nasional Kerinci Seblat – Sejarah, Kondisi Alam, Flora Fauna & Wisata,”
https://rimbakita.com/taman-nasional-kerinci-seblat/, akses 28 Oktober 2020.
30
Gambar 1. Kerinci Seblat Ecosystem
B. Hukum Yang Melindungi Hutan TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten
Merangin.
Dasar hukum TNKS adalah Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
192/kpts-II/1996 tanggal 1 Mei 1996 menyatakan bahwa:
1. Luas Kawasan: 103.841 Hektar
2. Panjang Kawasan: 179,2 KM ( 98 KM sudah direkon Tahun 2007)
3. Jumlah Pal Batas: 1539 Pal Batas
4. Kecamatan yang termasuk kawasan TNKS Resor Merangin Selatan
a. Lembah masurai: (Desa Durian Mukut, Koto Rami Muara
Kelukup, muara Lengayo, Muara Pangi, Nilo Dingin, Pasar
Masurai, Rancang, Rantau Jering, Sungai Lalang, Talang Asal,
Talang Paruh, Tanjung Berugo, Tanjung Dalam dan Dusun Tuo).
b. Jangkat: (Desa Koto Rawang, Koto Renah, Lubuk Mentilin, Lubuk
Pungguk, Muara Manderas, Pulau Tengah, Rantau Kermas, Renah
Alai, Renah Kemumu, Renah Pelaan dan Tanjung Kasri).
c. Jangkat Timur: (Desa Rantau Suli, Desa Baru, Talang Tembago,
Beringin Tinggi, Koto Tengah, Gedang, Tanjung Mudo, Pematang
Pauh, Tanjung Benuang, Jangkat, Koto Baru, Tanjung Alam,
Simpang Talang Tembago dan Kabu).41
41 Peraturan Daerah Kabupaten Merangin No. 5 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 02 Tahun 2007 Tentang Pembentukan Kecamatan
Bangko Barat, Nalo Tantan, Batang Masumai, Pamenang Barat, Tabir Ilir, Tabir Timur, Renah
Pembarap, Pangkalan Jambu dan Sungai Tenang, Pasal 3.
31
C. Visi dan Misi Lembaga Hutan TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten
Merangin.
Program TNKS diarahkan untuk menghasilkan dampak yang nyata
dan signifikan bagi konservasi hutan di Pulau Sumatra, sehingga Visi dan
Misi TNKS sesuai dengan Rencana Strategis TNKS 2015-2020 adalah
sebagai berikut:
1. Visi:
Konservasi Keanekaragaman Hayati Hutan Tropis Demi
Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Sumatra
2. Misi:
Fasilitasi kegiatan konservasi, perlindungan, restorasi dan
pemanfaatan hutan tropis di Sumatra secara berkelanjutan
3. Tujuan:
TNKS akan bekerja dengan 4 tujuan sebagai berikut:
a. Penguatan kelembagaan dan kebijakan pada seluruh tingkat
administrasi dan pemangku kepentingan. Termasuk di dalamnya
pelibatan pihak swasta dan masyarakat untuk meningkatkan efektivitas
pengelolaan hutan dan satwa terancam punah, juga demi menjamin
keberlanjutan sumber daya hutan;42
42 “Visi dan Misi Hutan TNKS” http://tfcasumatera.org/visi-dan-misi/, akses 14 November
2020.
32
b. Penguatan upaya intervensi pada pengelolaan di tingkat bentang alam
demi mempertahankan, melindungi dan meningkatkan fungsi ekologis
hutan, mengurangi deforestasi dan degradasi serta melakukan restorasi
secara ekologis terhadap hutan yang telah terdegradasi;
c. Memastikan keberlangsungan dan ketersediaan populasi yang dapat
bertahan untuk jangka panjang demi kelestarian satwa kunci (key
species) yang terancam punah dan merupakan spesies bendera (flagship
species) bagi Sumatra, antara lain Harimau Sumatra (Panthera tigris
sumatrae), Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), Orangutan
Sumatra (Pongo abelii), dan Gajah Sumatra (Elephas maximus
sumatranus);
d. Penguatan masyarakat dan komunitas lokal, peningkatan kesejahteraan
dan pendapatan, serta merancang insentif bagi keterlibatan masyarakat
dalam konservasi, perlindungan dan pengelolaan hutan.
TNKS menerjemahkan keempat tujuan tersebut ke dalam aksi
intervensi yang sesuai bagi setiap level intervensi di bawah ini:
a. Level kelembagaan dan kebijakan;
b. Level bentang alam (termasuk hutan, habitat dan populasi); dan
c. Level masyarakat
33
Hubungan antara misi, isu, objektif, level intervensi dan dampak yang
diharapkan tergambar dalam diagram di bawah ini:43
Gambar 2. Level Intervensi Visi dan Misi TNKS
43 “Visi dan Misi Hutan TNKS” http://tfcasumatera.org/visi-dan-misi/, akses 14 November
2020.
34
D. Struktur dan Tugas Pokok Lembaga TNKS Kecamatan Jangkat
Kabupaten Merangin
1. Struktur Lembaga TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin
Gambar. 3.
Struktur Lembaga TNKS Resor Merangin Selatan44
44 Dokumentasi Struktur Lembaga TNKS Resor Merangin Selatan, Desember 2020
POLHUT
RESORT
MUKTI ALI
NIP. 19781025
199803 1001
KEPALA RESORT
THABRANI
NIP. 19710609
199703 1001
POLHUT RESORT
HERIANTO
NIP. 19730610
199803 1001
POLHUT
RESORT
JEFRI JULIUS
NIP. 19770101
199903 1001
MASYARAKAT MITRA POLHUT
(MMP)
ARI SANDI
AZWAR ANAS
HARZUL FIKAR
RIKA SISWANTO
WISNU SETIAWAN
35
2. Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga TNKS
Lembaga Taman Nasional kerinci Seblat adalah lembaga yang
bertugas sebagai Penyelenggara konservasi sumberdaya alam dan
ekosistemnya.
Adapun fungsi dari Lembaga Taman Nasional Kerinci Seblat yaitu:
a. Inventarisasi potensi, penataan kawasan, dan penyusunan RP;
b. Perlindungan dan pengamanan kawasan hutan;
c. Pengendalian dampak kerusakan sumberdaya alam hayati;
d. Pengendalian kebakaran hutan;
e. Pengembangan dan pemanfaatan TSL untuk non komersial;
f. Pengawetan TSL dan habitatnya serta pengetahuan tradisional
kawasan;
g. Pengembangan dan pemanfaatan jasling;
h. Evaluasi kesesuaian fungsi, pemulihan ekosistem dan penutupan
kawasan;
i. Penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran KSDAE;
j. Pengembangan kerjasama dan kemitraan bidang KSDAE;
k. Pengembangan bina cinta alam serta penyuluhan KSDAE;
l. Pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan; dan
m. Pelaksanaan urusan tata usaha rumah tangga serta kehumasan.45
45 Hadinata Karyadi, dkk., Informasi TNKS Tahun 2018, (Jambi: Buku Kerinci Indo,
2018), hlm. 13.
36
E. Sarana dan Prasarana Lembaga TNKS Resort Merangin Selatan
1. Sarana Bangunan Kantor
Lembaga TNKS Resort Merangin Selatan memiliki sarana
bangunan kantor TNKS Resort Merangin Selatan, yang merupakan tempat
para petugas merencanakan dan melaksanakan tugasnya sebagai pelindung
dan pengawas hutan lindung. Dan sebagaimana komentar seseorang yang
merupakan warga masyarakat yang berkomentar di situs resmi TNKS
Resort Merangin Selatan, “untuk sebuah kantor pengelolaan Taman
Nasional Kerinci Seblat, maka ini sebuah kantor yang nyaman. Terdiri dari
4 kamar, dua kamar mandi dan dua ruang tengah yang cukup luas.
Pendingin ruangan tak diperlukan di sini karena sudah dingin dari alam.
Andaikan halaman depan dan belakang lebih ditata dan dibersihkan, kantor
resort ini bisa menjadi tempat asik untuk bekerja dan diskusi melayani
masyarakat.”46 Dengan posisi kantor yang strategis yang berada dekat
dengan jalan lintas sehingga memudahkan pengunjung untuk menemukan
secara langsung kantor Lembaga TNKS Resort Merangin Selatan.
2. Sarana Transportasi
Tamana Nasional Kerinci Seblat juga memiliki transportasi darat
yang berbentuk kendaraan roda empat dan roda dua. “Taman Nasional
Kerinci Seblat (TNKS) ini kan Merupakan Lembaga Pemerintahan juga,
Jadi untuk fasilitas pendukung kami disediakan 1 unit kendaraan roda
46 Suer Anywhere, “TNKS Resor Sungai Lalang,” https://www.google.com/search?q=
TNKS+ Resor+Sungai+Lalang &oq= TNKS+Resor+Sungai+Lalang&aqs= chrome..69i57. 1065
5j0j7 & sourceid=chrome&ie=UTF-8, akses 23 Desember 2020.
37
empat dan 2 unit kendaraan roda dua.”47 Yang difungsikan sebagai alat
pendukung untuk melakukan patroli yang diharuskan turun ke lapangan
langsung dan untuk kepentingan kantor.
3. Flora dan Fauna
a. Jenis Flora
Beberapa jenis Flora di TNKS antara lain yaitu: Meranti,
Medang, Balam, Tembesu, pulai, Suriad, Krwing, Bunga Bangkai,
Kantong Semat, Anggrek dan Bunga Edelwis dll.
b. Jenis Funa
Harimau, Beruang Madu, Tapir, Macan Dahan, Rusa, Kambing
Hutan, Landak, Musang, Siamang, Kuaw, Rangkong, Elang, berbagai
jenis burung juga ada berbagai jenis Reptil.
4. Potensi Objek Wisata
Taman Nasional Kerinci Seblat resort merangin selatan juga
memiliki sarana Objek wisata di dua kecamatan yang memiiki keindahan
yang sangat menawan antaranya:
a. Gunung Masurai pada puncaknya terdapat dua buah Danau: Danau
Kumbang dan Danau Mabuk (Kec. Lembah Masurai)
b. Gunung Nilo (Kec. Lemabah Masurai)
c. Gunung Sumbing (Kec. Lembah Masurai dan Jangkat)
d. Danau Pauh (Kec. Jangkat)
e. Danau Depati Empat dan Grao Sakti (Kec. Jangkat).
47 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
38
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Faktor penyebab terjadinya Perambahan Hutan di TNKS Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin
Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa di kecamatan
jangkat kabupaten merangin terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
sekelompok masyarakat melakukan perambahan hutan. Faktor-faktor yang
menyebabkan sekelompok masyarakat merambah adalah dari segi Faktor
Ekonomi, Faktor Pendidikan dan Faktor Jumlah Petugas Keamanan.
1. Faktor Ekonomi
Masyarakat yang mayoritas hidup berdekatan dengan hutan secara
berkelanjutan memenuhi kebutuhan kehidupannya dari hasil olahan hutan,
bahkan pada umumnya masyarakat kecamatan Jangkat hanya
mengandalkan sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Dan
Adapun kelompok kesejahteran ekonomi di kecamatan jangkat dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel. 4. Statistik Keluarga Di Kecamatan Jangkat 2017-2018.48
Uraian 2017 2018
Kel. Pra sejahtera 815 815
Kel. Sejahtera 1 1.405 1.405
Kelompok sejahtera 2 94 94
Kelompok sejahtera 3 29 29
48 Dokumentasi Data Statistik Kecamatan Jangkat dalam angka 2018.
39
Dalam sesi wawancara dengan seorang tokoh masyarakat desa
Renah Alai ia mengatakan bahwa:
Umumnya masyarakat di kecamatan Jangkat mata pencariannya
bertani yang mana harga semua hasil pertanian di kecamatan
Jangkat tergolong rendah karena jauh dari kota kabupaten. Adapun
masyarakat yang tergolong berekonomi rendah memilih ikut
merambah karena kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin,
ditambah lagi adanya pendatang yang semena-mena merambah
hutan sehingga masyarakat lokal marah dan agar hutan kawasan
terjaga beberapa dari masyarakat lokal yang pada awalnya
merambah untuk membuat perbatasan agar pendatang tidak biso
merambah malah terjerumus ikut merambah lebih luas.49
Dari tabel dan hasil wawancara di atas dapat diketahui bahwa
Kecamatan Jangkat pada umumnya tingkat ekonominya tergolong
menengah kebawah dan merupakan kecamatan yang umumnya mata
pencaharianya berasal dari perkebunan, sehingga masyarakat menanggap
perlu memiliki lahan perkebunan yang luas untuk hidup lebih sejahtera
dan layak, para perambah ini didominasikan oleh pelaku yang berasal dari
luar daerah Kecamatan Jangkat yang mata pencaharian di daerahnya sudah
kekurangan, untuk menutupi kekurangan itu mereka melakukan
perambahan di kecamatan jangkat yang wilayah hutannya masih luas,
maka muncul lah tindakan masyarakat yang melanggar hukum yaitu
melakukan perambahan hutan lindung yang mengakibatkan kerugian bagi
Negara dan masyarakat.
2. Faktor Pendidikan
49 Wawancara Dengan Pak Taufik, Anggota BPD Desa Renah Alai Kecamatan Jangkat, 14
Desember 2020.
40
Tingkat pendidikan di kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin
tergolong rendah menjadi salah satu faktor peyebab masyarakat kurang
menjaga lingkungan hutan lindung bahkan melakukan perambahan hutan
serta kurangnya informasi dan pemahaman yang diterima oleh masyarakat
sehingga masyarakat tanpa pengetahuan melakukan perbuatan melanggar
hukum bahkan merusak ekosistem alam dan lingkungan. Rendahnya
tingkat pendidikan di Jangkat bisa dilihat dari kemudahan dalam mencapai
sarana pendidikan berikut:
Tabel. 2.
Kemudahan untuk mencapai sarana pendidikan terdekat bagi
Desa/Kelurahan yang tidak ada sarana pendidikan menurut Desa/Kelurahan
dan jenjang pendidikan di kecamatan Jangkat, 2019
NO Desa/Keluraha
n
SD MI SMP M
Ts
SM
A
M
A
SM
K
AKADE
MI/PTN
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Muara Madras - - - - - M - S
2 Lubuk
Pungguk
- SM SM M SM SM M S
3 Pulau Tengah - - - - M - M S
4 Renah Alai - M - M M M M S
5 Lubuk
Mentilin
- M S S S S S SS
6 Rantau
Kermas
- M S S S S S S
7 Tanjung Kasri - S - S S S S S
8 Renah
Kemumu
- M - M S S S S
9 Koto Renah - M - M M M M S
10 Renah Pelaan - S S S S S S S
11 Koto Rawang - S SS SS SS SS SS SS
Keterangan: -M: Mudah -SM: Sangat Mudah -S: Sulit -SS: Sangat Sulit
Sumber: BPS, Pendataan Potensi Desa (Podes) 2019
41
Dilihat dari cara mencapai sarana pendidikan di kecamatan jangkat
dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kesulitan untuk mencapai sarana
pendidikan lebih tinggi dari yang mudah mencapai sarana pendidikan
sehingga banyak dari kalangan masyarakat yang Desanya jauh dari Kota
Kacamatan tidak melanjutkan pendidikan karena membutuhkan biaya
yang cukup besar hanya untuk Transportasi menuju tempat pendidikan.
Oleh karena itu maka pendidikan di kecamatan Jangkat tergolong Rendah
belum lagi tempat pendidikan yang kurang memadai sehingga mayoritas
masyarakat di kecamatan jangkat hanya melewati jenjang Sekolah Dasar
oleh karena pendidikan yang kurang memadai sehingga faktor pendidikan
di kecamatan jangkat menjadi faktor pendorong untuk melakukan tindakan
melawan hukum atau melakukan perambahan hutan tanpa izin. Dan juga
dapat dilihat dari penurunan jumlah angka dari Sekolah Dasar menuju
Sekolah Menengah Pertama sebagai berikut:
Tabel. 3. Statistik Murid dan Guru di Kecamatan Jangkat, 2018
Sekolah Murid Guru
SD Sederajat 1.424 190
SMP Sederajat 592 74
SMA Sederajat 327 57
Jumlah 2.343 321
Sumber: Jangkat Dalam Angka Tahun 2018
42
“Di Jangkat sendiri jumlah penduduknya mencapai 9.890 jiwa yang
mana usia muda yang dalam masa pendidikan usia 5-24 tahun mencapai
3.988”,50 dari jumlah ini hanya 2.343 yang berada dalam wadah
pendidikan artinya ada 1.645 anak yang tidak berada dalam wadah
pendidikan, bahkan Dari tabel di atas diketahui juga bahwa semakin tinggi
tingkat pendiikan maka semakin sedikit siswa yang melanjutkan
pendidikan dapat dilihat dari 1.424 siswa SD hanya 592 saja yang
melanjutkan sekolahnya begitupun dari jenjang SMP ke SMA hanya
berkisar sekitar 50% yang melanjutkan pendidikan artinya penurunan
inilah yang membuat pendidikan di kecamatan jangkat tergolong masih
rendah. Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan pendidikan di
kecamatan jangkat tergolong rendah terutama sarana pendidikan yang
kurang memadai sebagaimana dalam tabel kemudahan mencapai sarana
pendidikan, yang mana untuk mencapai sarana pendidikan sangat jauh
serta memerlukan biaya yang banyak.
3. Faktor Jumlah Petugas Keamanan
Petugas keamanan menjadi kebutuhan yang mendasar untuk
menciptkan keamanan bagi lingkungan agar suasana lingkungan kondusif
dan sebagai upaya untuk menjaga segala aset atau sumber daya alam
dalam suatu wilayah. Sebagaimana yang disampaikan oleh personil Polisi
Kehutanan (POLHUT):
50 “Badan Pusat Statistik Kecamatan Jangkat dalam angka 2019” https://meranginkab.bps.
go.id/publication/2019/12/13/6d77137c1486257896d16155/statistik-daerah-kecamatan-jangkat-
2019.html, akses 13 Maret 2021.
43
Untuk menjaga hutan konservasi, kita membutuhkan personil yang
mencukupi agar penjagaan terhadap hutan bisa terlaksana dengan
baik, di Jangkat ini sendiri personil ada, tapi terbatas bahkan di
kantor Balai TNKS Kecamatan Lembah Masurai personil
POLHUT hanya 5 orang, bahkan kemampuan dan wewenang
POLHUT bukan seperti polisi yang bisa melakukan tindakan
tembak ditempat. Dan juga kita kekurangan penyidik PPNS
(Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang mana penyidik hanya
ditempatkan di kota Provinsi. Sehingga dalam upaya penegakan
hukum masih diserahkan kepada penydik tunggal yaitu penyidik
Polri jadi keputusan hitam putihnya ada di Polri.51
Dengan keterbatasan personil yang dimiliki oleh Pihak Lembaga
TNKS Kecamatan Jangkat yang hanya berjumlah 5 orang dengan luas
hutan lindung 103.841 Hektar artinya 1 orang petugas harus menjaga hutan
lidung dengan luas 20.762,2 Hektar tentu ini bukanlah jumlah yang ideal
antara petugas dengan luas hutan lindung yang harus dijaga sehingga
penjagaan terhadap hutan lidung tidak efektif bahkan terkesan tidak
melakukan penegakan hukum padahal dari pihak TNKS sudah melakukan
banyak tindakan untuk menindak lanjuti perambah hutan akan tetapi
karena personil yang kurang membuat penegakan hukum tidak dapat
dijalankan secara efektif, karena pelaku perambahan hutan ini juga
dilakukan secara terorganisir sebagaimana disampaikan salah satu Polisi
Kehutanan. “Pelaku perambahan hutan ini ada kelompoknya bahkan ada
organisasinya yaitu Serikat Petani Indonesia (SPI), organisasi ini lah
sebagai wadah bagi para perambah yang datang dari luar daerah”.52
51 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020. 52 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
44
Dengan terorganisirnya kelompok perambah maka untuk menindak
lanjuti pelaku perambahan membuat petugas kewalahan sehingga kekuatan
para penegak hukum seperti Polisi Kehutanan tidak lagi mampu
menghalangi para pelaku melakukan perambahan hutan. Bahkan dikatakan
oleh salah satu aparat desa Renah Alai “Dan juga aparat tidak mampu lagi
mengatasi perambahan, karena banyaknya pelaku perambahan yang
masuk”.53 Memang jumlah pelaku yang ditahan dengan yang masuk tidak
sebanding, maka perambahan tidak akan pernah dapat diselesaikan makin
banyak yang ditahan yang masuk akan lebih banyak lagi tampak seperti
tidak ada rasa takut lagi bagi para perambah terhadap aparat penegak
hukum seakan berlaku hukum alam yang kuat itulah yang bertahan,
bahkan ada beberapa pelaku yang telah ditahan dan kelompok pelaku
perambahan melakukan penahanan juga terhadap aparat penegak hukum
sehingga terpaksa aparat penegak hukum melepaskan kembali anggota
kelompok tersebut agar aparat yang di tahan dapat diselamatkan.
53 Wawancara Dengan Pak Taufik, Anggota BPD Desa Renah Alai Kecamatan Jangkat, 14
Desember 2020.
45
B. Peran Balai TNKS, Pemerintah Daerah, Polisi Kehutanan (POLHUT)
dan Masyarakat dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku
Perambahan Hutan.
Penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan merupakan
suatu perbuatan penegakan hukum yang harus ditindak secara hukum oleh
aparat penegak hukum akan tetapi dalam hal penelitian ini tidak hanya
difokuskan kepada Polisi kehutanan tetapi juga pihak Balai TNKS dan
masyarakat yang berada di lingkungan setempat sebagai upaya menerapkan
dan melaksanakan aturan hukum yang berlaku terhadap pelaku perambahan
hutan. Penegakan hukum tersebut mencakup tindakan hukum baik yang
bersifat Preventif dan Refresif .
Berdasarkan hasil penelitian penulis yang dilakukan di Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin menguraikan bahwa, proses penegakan hukum
yang dilaksanakan oleh pihak Balai TNKS, Pemerintah Daerah, Polisi
Kehutanan dan masyarakat yang ikut membantu proses penegakan hukum
terhadap pelaku perambahan hutan yang meliputi proses penegakan hukum
yang bersifat Preventif dan Refresif.
1. Penegakan Hukum melalui Tindakan Preventif (Pencegahan).
Tindakan Preventif merupakan upaya pertama yang dilakukan oleh
pihak Balai TNKS, Polisi Kehutanan, pemerintah Daerah dan masyarakat
setempat dalam menegakkan hukum terhadap pelaku perambahan hutan.
Pihak Balai TNKS, Polisi Kehutanan, pemerintah Daerah dan masyarakat
setempat melakukan upaya pencegahan terlebih dahulu terhadap
46
kemungkinan-kemungkinan terjadinya perambahan hutan sebelum
melakukan penindakan secara tegas terhadap para pelaku perambahan
hutan berdasarkan aturan hukum pidana yang berlaku.
Berkaitan dengan penegakan hukum secara Preventif ini, Polisi
Kehutanan (POLHUT) Mahir BPTN Wilayah I Jambi TNKS, dalam wawancara
menjelaskan bahwa:
Upaya penanganan dan pencegahan adalah tindakan pertama yang
dilakukan oleh Pihak Balai TNKS dan jugo Pemerintah Daerah dalam
melaksanakan Penegakan Hukum terhadap pelaku perambahan hutan.
Tujuan dilakukan hal ini adalah untuk mencegah dan mengantisipasi
terjadinya tindakan perambahan hutan di wilayah TNKS Kecamatan
Lembah Masurai Kabupaten Merangin. Upaya mengantisipasi ini
dilakukan dengan cara: Pertama, Membuat dan memasang
spanduk/pamplet tentang Dampak Bahaya Gundulnya Hutan, kedua,
melaksanakan Penyuluhan Bahaya dari Perambahan hutan kepada
masyarakat, dan ketiga, melaksanakan Patroli Bersama Stake Holder atau
patroli keliling kawasan hutan lindung.54
Dari penjelasan yang disampaikan di atas saat wawancara, lebih lanjut
upaya penegakan hukum melalui tindakan preventif dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Membuat dan memasang Spanduk/Pamplet tentang Dampak Bahaya
Gundulnya Hutan.
Tindakan awal sebagai upaya pencegahan perambahan hutan yang
dilakukan oleh pihak Balai TNKS, Pemerintah Daerah adalah dengan
membuat dan memasang kalimat-kalimat peringatan, himbauan dan sanksi
hukum bagi pelaku perambahan hutan dalam bentuk spanduk-spanduk.
Spanduk tersebut biasanya dipasang di tempat-tempat tertentu seperti area
rawan perambahan, area perkebunan yang berdekatan dengan hutan lindung
54 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
47
dan juga area Hutan Lindung. Pada dasarnya pemasangan spanduk-spanduk
memperhatikan dapat dilihat atau tidaknya dengan mudah dan pemahaman
masyarakat terhadap spanduk tersebut dengan harapan warga dapat
memahami dan menerapkan dalam kehidupan sehari-harinya dan menjahui
segala tindakan yang melanggar hukum.
b. Melaksanakan Penyuluhan bahaya dari perambahan hutan kepada masyarakat
Pihak balai TNKS dan pemerintah daerah juga melakukan penyuluhan
pencegahan perambahan hutan kepada masyarakat yang berada di wilayah
Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi melalui
wawancara, sebagai berikut:
Upaya Pencegahan yang kami lakukan terhadap perambahan hutan
yaitu melakukan penyuluhan pencegahan dan bahaya dari perambahan
hutan kepada masyarakat. Adapun penyuluhan yang kami lakukan
dari pihak TNKS yaitu kami kumpulkan masyarakat kami sampaikan
materi tentang bahaya perambahan hutan dan ada juga langsung terjun
kelapangan kawasan yang berdekatan dengan hutan lindung, kalau ada
kedapatan masyarakat yang berada di kawasan hutan lindung tanpa
izin langsung kami usir.55
Harapannya dengan adanya penyuluhan yang telah dilakukan
masyarakat lebih memahami dampak bahaya dari perambahan hutan sehingga
masyarakat dapat mengurung niatnya untuk melakukan perambahan hutan
dan juga diharapkan mayarakat yang telah mengerti dan memahami bahaya
perambahan hutan dapat menyampaikan kepada masyarakat lainnya.
55 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
48
c. melaksanakan Patroli Bersama Stake Holder atau Patroli keliling kawasan
hutan lindung
untuk mencegah terjadinya perambahan hutan pihak Balai TNKS,
Permerintah Daerah dan Masyarakat juga melaksanakan Patroli kelilig
bersama Stake Holder ke kawasan hutan lindung yang berada di kawasan
TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin. Berkaitan dengan patroli
bersama Stake Holder ini, Polisi Kehutanan Slamet Bagianto, S.sos selaku
POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi TNKS, dalam wawancaranya
menyampaikan bahwa: “Usaha atau upaya kami dalam penegakan
hukum itu ada yang namanya patroli bersama Stake Holder instansi
terkait baik itu polisi, TNI, aparat kecamatan, aparat desa dan
masyarakat”.56 Patroli yang dinamakan Patroli bersama Stake Holder
ini merupakan sebuah patroli yang mengaitkan banyak elemen penegak
hukum sehingga patroli dapat dijalankan lebih efektif fan efesien
setidaknya dengan adanya patroli ini timbul kesadaran hukum dalam
masyarakat bahwa penegakan hukum itu bukan saja dilakukan oleh
aparat tertentu tetapi semua elemen masyarakat adalah penegak hukum
yang mempunyai peran tersendiri.
2. Penegakan Hukum Melalui Tindakan Refresif (Penindakan)
Sejatinya Penegakan hukum dimulai dari langkah Preventif dan ketika
langkah tersebut sudah ditempuh dan tetap dilanggar oleh masyarakat maka
seyogyanya tindakan selanjutnya yang harus dan mesti dilakukan adalah tindakan
56 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
49
Refresif maka tindakan Refresif merupakan langkah yang tidak kalah pentingnya
dalam penegakan hukum. Dalam melakukan tindakan Refresif ini tentu
mengalami banyak sekali kendala terutama di bagian lapangan, sebagaimana
disampaikan oleh Slamet Bagianto selaku Polisi Kehutanan Mahir Wilayah I
Jambi TNKS, dalam wawancara menerangkan bahwa:
Tindakan Refresif adalah tindakan penegakan hukum yang dilakukan
oleh pihak Polisi Kehutanan di mana tindakan ini dilakukan apabila
terjadinya tindak pidana perambahan hutan. Tindakan perambahan hutan
dapat diketahui baik itu dari laporan warga masyarakat maupun dari
patroli yang dilakukan oleh pihak Polisi Kehutanan. Apabila diketahui
terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang merusak ekosistem
hutan maka Polisi Kehutanan melalui wewenangnya sebagai aparat
penegak hukum malakukan tindakan secara tegas terhadap pelaku
perambahan hutan.57
Dalam penegakan hukum Refresif pihak Polisi Kehutanan melakukan
tindakan penegakan hukum dengan selalu memperhatikan dan mempedomani
undang-undang yang ada atau peraturan yang mengatur tentang Kehutanan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Slamet Bagianto selaku Polisi Kehutanan
Mahir Wilayah I Jambi TNKS, yang menjelaskan bahwa pelaku perambahan:
Kami dalam melaksanakan tugas selalu berpedoman kepada
undang-undang, yang merupakan melawan hukum atau melanggar
hukum tercantum dalam undang-undang No 41 tahun 1999 Pasal
50 ayat 1, 2, 3 dan 4 hurufnya a, b, c dan d, kalau di undang-
undang No. 18 tahun 2013 di melanggar di Pasal 12 ayat 1, 2 dan
3 ada juga sanksi pidananya dalam undang-undang tersebut, kalau
dikaitkan dengan hukum islam itu jelas ado kaitannyo jugo yaitu
kerusakan yang disebabkan oleh ulah tangan masusia.58
Setidaknya ada beberapa Undang-undang yang mengatur tentang
pelaku perambahan hutan yang akan dijelaskan sebagai berikut:
57 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020. 58 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
50
Di indonesia telah diresmikan beberapa peraturan perundang-
undangan yang menjadi sumber hukum sekaligus pedoman dalam
mengatur larangan dan sanksi bagi tindakan perambahan hutan baik dalam
bentuk undang-undang yang disusun dalam bentuk kitab Undang-Undang
Hukum Pidana peraturan-peraturan yang berada diluar Kitab Undang-
undang Hukum Pidana. Adapun perundang-undangan tersebut yaitu:
a. Pasal 50 ayat (3) huruf c Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan.
Dalam pasal 50 ayat (3) huruf c ini disebutkan bahwa “setiap orang
dilarang”
1) Merambah Kawasan Hutan59
Tindak pidana pelanggaran dalam pasal ini yang dilakukan dengan
adanya unsur keengajaan dijatuhi sanksi berupa “Dihukum pidana penjara
paling lama 10 Tahun dan denda paling banyak Rp. 5 Milyar”.60
b. Pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
Didalam pasal 17 ayat (2) huruf b disebutkan bahwa “setiap
orang dilarang” :
59 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 50 ayat (3).
60 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 78 ayat (2).
51
1) Melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam
kawasam hutan
c. Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan
pemberantasan perusakan hutan
Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertujuan untuk
menjaga hutan indonesia yang merupakan salah satu hutan tropis terluas di
dunia, khususnya dalam mengurangi dampak perubahan iklim global.
Berdasarkan pasal 1 ayat (3) UU No. 18 Tahun 2013 pengrusakan hutan
adalah proses , cara atau perbuatan yang membuat rusak kawasan hutan
melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin
atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan
pemberian izin dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, atau sedang
diproses petetapannya oleh pemerintah. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa pengrusakan hutan adalah berkurangnya luasan hutan karena
kerusakan ekosistemnya yang disebabkan oleh penebangan hutan atau
perambahan hutan.
Dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 juga
disebutkan bahwa kawasan hutan adalah kawasan tertentu yang ditetapkan
oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Namun saat ini begitu banyak terjadi perusakan hutan dan tindak pidana
kehutanan tanpa izin yang dapat dihukum dengan pidana penjara tau denda
yang diatur dalam pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 18 Tahun 2013
Tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan Yaitu:
52
Dalam pasal 12 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang:
1) Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak
sesuai dengan izin pemanfaatan hutan;
2) Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa
memiliki izin yang diluarkan oleh pejabat yang berwenang;
3) Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak
sah;
4) Memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai,
dan/atau memiliki hasil di kawasan hutan tanpa izin.
5) Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak
dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;
6) Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang,
memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa
izin pejabat yang berwenang;
7) Membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau
patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan
didalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
8) Memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga dari hasil pembalakan
liar.61
61 Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan
Hutan, Pasal 12 ayat (1).
53
Dari beberapa undang –undang di atas jelas bahwa perbuatan
perambahan merupakan norma larangan yang diatur dalam undang-undang
dan bahkan sanksi pidana dijadikan garda terdepan jika terjadi pelanggaran
larangan untuk menyelesaikan masalah tindak pidana perambahan hutan.
Karena dengan tindakan pidana penegakan hukum dapat dijalankan secara
efektif serta menanggulangi perbuatan perambahan hutan. Dengan
dikedepankannya pidana terhadap pelanggar larangan sehingga perlu
diperhatikan aparat yang akan menegakkan tindak pidana yang mana
untuk melakukan proses penegakan hukum dilapangan yang memiliki
wewenang adalah pihak Polisi Kehutanan atau pihak Balai TNKS, karena
pihak tersebut meanggap tidak mampu lagi melakukan penindakan
terhadap para perambah dengan kebijakannya pihak Polisi Kehutanan
yang dinaungi oleh Balai TNKS melakukan kerja sama dengan masyarakat
dan membentuk sebuah kelompok mitra yang dalam hal ini disampaikan
oleh Tokoh masyarakat Desa Renah Alai sebagai Berikut:
Di jangkat ini sekarang kita dibina oleh pihak TNKS, kita dibentuk
organisasinya ada yang namanya masyarakat patroli mandiri,
Masyarakat Mitra POLHUT (MMP), Masyarakat Peduli Api
(MPA) dan Kelompok Konservasi Mandiri (KKM). masyarakat itu
dibentuk, didukung kegiatannya dan pendanaan kegiatan
operasionalnya untuk berpatroli mengamankan desa Masing-
masing itu satu kelompok limo orang.62
Adapun kerja sama yang dilakukan adalah merupakan tindakan
penindakan terhadap pelaku perambahan hutan dimana Masyarakat mitra
tersebut diembankan tugas untuk menjaga wilayahnya masing-masing dari
62 Wawancara Dengan Pak Taufik, Anggota BPD Desa Renah Alai Kecamatan Jangkat, 14
Desember 2020.
54
para perambah sehingga penindakan terhadap pelaku perambahan hutan
dapat dijalankan secara maksimal dan efisien. Dengan tugas yang
diberikan kepada kelompok tersebut maka diberi weenang untuk menjaga
daerah atau desanya masing-masing yang mana dalam pemilihan
kelompok ini dibentuk langsung oleh pihak lembaga TNKS dan untuk
menjalankan tugasnya dilindungi oleh pihak lembaga TNKS Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin. Dalam melakukan proses Refresif ini ada
beberapa langkah yang dilalui oleh aparat penegak hukum sebagaimana
disampaikan oleh kepala Balai TNKS Kecamatan Jangkat Kabupaten
Merangin yaitu:
Penegakan hukum pidana yang dilakukan terhadap pelaku
perambahan hutan melalui tindakan Refresif dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dengan melalui beberapa
tahapan, diantara tahapan tersebut dimulai dari tahapan
Penyelidikan, Penyidikan, dan tahap pemeriksaan sampai ke
Penuntut umum. 63
Hal di atas lebih lanjut akan dibahas sebagai berikut:
a. Tahap Penyelidikan
Ada beberapa tindakan yang merupakan sumber tindakan
sebelum dilakukannya penyelidikan. Ada empat macam sumber
bertindak diantaranya Laporan, Pengaduan, diketahui sendiri oleh
petugas dan tertangkap tangan sedang melakukan perambahan. Dengan
adanya beberapa sumber tindakan tersebut, maka langkah pertama yang
63Wawancara Dengan PakThabrani, Kepala Balai TNKS Kecamatan Lembah Masurai
Kabupaten Merangin, 14 Desember 2020.
55
akan dilakukan oleh pihak Polisi Kehutanan adalah melaksanakan
tindakan penyelidikan,
“Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan
penyidikan.”64 Menurut pasal 1 angka 5 KUHAP penyelidikan adalah:
“penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Sedangkan yang dimaksud dengan penyelidik sebagimana yang
tercantum dalam butir 4 bahwa: “Penyelidik adalah pejabat polisi
negara Rebuplik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk melakukan penyelidikan.”65
Pada pasal 1 angka 5 di atas memberi penjelasan tentang
penyelidikan, yaitu merupakan upaya mencari pembuktian dan
keterangan cukup atau tidaknya suatu peristiwa untuk dijadikan
peristiwa pidana menurut hukum atau undang-undang yang berlaku,
dengan adanya peristiwa pidana adapun pendapat Hartono tentang
peristiwa pidana dapat dilihat melalui:
-Adanya laporan dan pengaduan tentang dugaan peristiwa pidana
kepada aparat penegak hukum;
-Adanya dugaan peristiwa pidana yang terjadi pada waktu atau saat
yang mudah dipahami oleh akal;
64 M. Yahya Harahap, pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP: Penyidikan
dan penuntutan, (Jakarta, Sinar Grafika, 2000), hlm. 101.
65 Pasal 1 angka 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
56
-Adanya pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas dugaan
peristiwa pidana ini;
-Adanya tempat atau lokasi kejadian yang jelas dan pasti atas dugaan
peristiwa pidana itu.
Dan adapun tindakan yang harus dilakukan dalam langkah
penyelidikan yaitu:
1) Menentukan siapa pelapor atau pengadunya;
2) Menentukan peristiwa apa yang dilaporkan;
3) Dimana peristiwa itu terjadi;
4) Kapan peristiwa itu terjadi;
5) Menentukan korban atau pihak yang dirugikan ; serta
6) Menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi.66
Dengan selesainya penyelidik melakukan penyelidikan maka
langkah selanjutnya adalah melaporkan hasil yang didapat melalui
penyelidikan tersebut kepada penyidik, maka dengan segera ditentukan
apakah peristiwa tersebut dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan atau
perkara tersebut dihentikan atau dibatalkan demi hukum. Apabila peristiwa
tersebut dapat didugakan merupakan tindakan merambah hutan maka
polisi kehutanan melaporkan kepada penyidik yang ditunjuk yaitu PPNS
yang ditunjuk untuk memperoses lebih lanjut suatu peristiwa pidana
merusak hutan.
66 Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum; melalui Pendekatan Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm. 18.
57
b. Tahap Penyidikan
Tahap awal sudah dilalui yaitu penyelidikan maka tahap
selanjutnya adalah tahap penyidikan yang merupakan proses hukum
yang harus ditempuh dalam menentukan apakah seseorang bersalah
atau tidak. Pada pasal 1 butir 2 KUHAP menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan penyidikan “penyidikan adalah serangkaian tindakan
penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna
menemukan tersangkanya”.67 Adapun mengenai penyidik dinyatakan
dalam butir 1 bahwa “penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik
Indonesia atau pejabat negeri sipil tertentu yang diberi hak khusus oleh
undang-undang untuk melakukan tindakan penyidikan.68
Diantara kegiatan yang dilakukan pada langkah penyidikan ini
mencakup beberapa langkah yaitu :
1) Pemanggilan beberapa orang atau pimpinan organisasi yang
berkaitan dengan proses perambahan;
2) Penangkapan dan/atau penahanan apabila diperlukan;
3) Pengeledahan tempat perkara;
4) Penyitaan barang-barang tertentu untuk sebagai bukti, berupa:
5) Barang-barang yang diperoleh dari hasil kejahatan (Corpora Delicti)
67 Pasal 1 Butir 2 Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, cet. 1,
(Surabaya, Sinar Sindo Utama, 2015), hlm. 205. 68 Pasal 1 Butir 1 Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, cet. 1,
(Surabaya, Sinar Sindo Utama, 2015), hlm. 205.
58
6) Alat yang dipakai untuk melakukan kejahatan (Instrumen Delicti)
7) Police Line atau penyegelan alat-alat tertentu atau tempat-tempat
tertentu yang ada kaitannnya dengan proses perambahan hutan.
c. Tahap Pemeriksaan
Setelah selesai tahap penyelidikan dan penyidikan, maka akan
dilanjutkan pada langkah selanjutnya yaitu tahap pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik dan dibantu oleh saksi ahli dan
tersangka yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Pada
langkah pemeriksaan ini meliputi:
1) Pemeriksaan saksi-saksi;
2) Pemeriksaan saksi ahli atau keterangan ahli;
3) Pemeriksaan laboratorium; serta
4) Pemeriksaan tersangka.
Untuk mendapatkan keterangan seorang ahli, keterangan saksi
dan tersangka yang tercantum dalam berita acara pemeriksaan guna
untuk membuat terang perkara itu merupakan tujuan dari pemeriksaan.
Dan adapun tujuan dari pemeriksaan laboratorium adalah untuk
mengetahui besarnya kerugian yang dihasilkan dari perambahan hutan
ilegal tersebut.
d. Tahap Penyelesaian Perkara.
Tahap terakhir yang dilakukan setelah melalui langkah-langkah
sebelumnya adalah tahap penyelesaian perkara terhadap pelaku
perambahan hutan tahap penyelesaian perkara ini merupakan tahap
59
penyerahan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Adapaun penyerahan
perkara kepada Jaksa Penuntut Umum sebagai berikut:
1) Tahap pertama, penyidik melakukan penyerahan berkas perkara
kepada Penuntut Umum; dan
2) Tahap kedua, dalam hal penyidikan dianggap sudah selesai,
penyidik menyerahkan tanggung jawabnya terhadap tersangka
kepada Jaksa Penuntut Umum setelah perkara dinyatakan lengkap
dari pihak sebelumnya.
Berdasarkan uraian diatas jelas bahwa penegakan hukum
terhadap pelaku perambahan hutan melalui dua langkah pertama,
Pencegahan yang meliputi langkah pemasangan pamplet bahaya
perambahan hutan, sosialisasi kemasyarakat dan Patroli keliling. Kedua,
penindakan meliputi langkah penyelidikan, penyidikan, pemeriksaan
dan penyerahan perkara kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan pihak
Polisi Kehutanan (POLHUT) balai TNKS Kecamatan Lembah
Kabupaten Merangin yang menangani secara langsung penegakan
hukum terhadap pelaku perambahan hutan di lapangan. Sepanjang
tahun 2018 sampai sekarang pihak Polisi Kehutanan telah melakukan
proses penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan sebanyak
1 kasus yang sampai ke pengadilan.69 Dapat diuraikan sebagai berikut:
69 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
60
Kasus tindak pidana perambahan hutan yang terjadi pada
tanggal 22 Mei 2018 yang dilakukan oleh Azhari, Abu Hasyim, Maardi
dan Indra Jaya yang di gelar di pengadilan negeri jambi keempat orang
ini merupakan ketua kelompok dan anggota dari Srikat Petani Indonesia
(SPI), dalam sidang terdakwa dikenai Empat pasal tentang
pemupakatan jahat dalam usaha perambahan hutan di desa Renah Alai
Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin. Terdakwa didakwa dengan
pasal 94 ayat 1 huruf a Subsider huruf b subsider pasal 81 ayat 1 huruf
b subsider huruf c Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 Tentang
Pencegahan Pemberantasan Hutan juntco pasal 55 ayat 2 KUHP.
Di dalam dakwaan tersebut juga disampaikan peran keempat
terdakwa yang terkait dengan proses perambahan tersebut. Yang mana
Azhari sebagai Ketua SPI didakwa sebagai orang yang menjamin
perambah dan penebang hutan dalam menguasai kawasan TNKS dan
tiga lainnya merupakan pelaku di lapangan. Dalam amar putusan
Pengadilan Negeri Jambi Azhari dinyatakan tidak terbukti melakukan
tindak pidana sebagaimana dakwaan pertama, kedua, ketiga dan
keempat karena pada saat penebangan Azhari tidak berada di lokasi
kejadian, sementara itu terkait 3 terdakwa lainnya divonis 8 Bulan 16
Hari yakni Abu Hasyim, Maardi dan Indra dan pidana Denda 500 Juta
dengan subsider enam bulan yang diputuskan dan ditetapkan oleh
Hakim Ketua Fransiskus Arkadeus Ruwe.
61
Sebenarnya kasus perambahan ini sudah seringkali dilakukan
penegakan hukum akan tetapi banyak kendala yang dihadapi oleh
aparat penegak hukum sebagaimana yang disampaikan oleh Polhut
Mahir BPTN wilayah I Jambi Slamet Bagianto saat diwawancarai
“Perambahan terjadi secara terus menerus ini bukannyo kami pihak
TNKS tidak melakukan penegakan hukum tetapi seringkali ada
perambah yang kami tahan malah perambah melakukan penahanan atas
aparat pulo tepakso kami lepas”.70 Jadi jelas bahwa seringkali kasus
yang hendak ditegakkan oleh aparat penegak hukum terpaksa tidak
ditegakkan dan tidak sampai ke pengadilan karena aparat penegak
hukum masih mementingkan kondusifnya kondisi masyarakat agar
tidak terjadi konflik baik itu antara para perambah dengan aparat
penegak hukum maupun perambah dengan masyarakat sekitar.
3. Kendala-Kendala yang dialami aparat penegak hukum dalam
melaksanakan penegakan hukum
Tindak pidana bisa terjadi dimana dan kapan saja. Namun
kejahatan atau tindak pidana perambahan hutan seringkali dilakukan
secara penyerobotan atau dilakukan secara sembunyi bahkan secara
terstruktur sehingga seringkali perambahan tidak dapat dilacak oleh aparat
penegak hukum apalagi hutan lidung yang wilayahnya sangat luas.
70 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
62
Penegakan hukum terhadap perambahan hutan merupakan suatu
hal yang sangat perlu diperhatikan secara khusus karena perbuatan tersebut
bisa merusak ekosistem lingkungan hidup bahkan merusak iklim global.
Kegiatan yang sering dilakukan oleh para pendatang maupun masyarakat
lokal ini seringkali menimbulkan konflik antar masyarakat. Dalam proses
penyelesaian masalah perambahan hutan aparat penegak hukum
mempunyai beberapa kendala yang kami jumpai dalam penelitian ini
dalam hal ini disampaikan oleh bapak Taufik selaku Aparat Desa Renah
Alai kecamatan Jangkat mengatakan bahwa:
Kendala yang dihadapi sekarang ini mengenai perambahan adalah
kurangnya pengetahuan pelaku perambahan mengenai bahaya dan
dampak dari perambahan hutan dan tidak pahamnya masyarakat
terhadap Undang-Undang Kehutanan dan bahkan masyarakat
menganggap enteng Hukum.71
Dari wawancara di atas didapati benang merah bahwa kendala
yang dihadapi oleh aparat penegak hukum yang ada di kecamatan jangkat
kabupaten merangin adalah kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap
bahaya dan dampak dari perbuatan yang dia lakukan dan kurangnya
pemahaman masyarakat terhadap undang-undang yang mengatur tentang
hutan lindung bahkan ada juga sebagian pelaku perambah yang menggap
hukum itu enteng dengan membandingkan hutan yang dia rambah dapat
digunakan seumur hidup dan palingan kalau dipenjara cuma beberap tahun
saja saat dia lepas bisa mengeola hutan yang sudah dia rambah kembali.
71 Wawancara Dengan Pak Taufik, Anggota BPD Desa Renah Alai Kecamatan Jangkat, 14
Desember 2020.
63
Di sisi lain penulis juga mewawancarai bapak Thabrani selaku
Ketua Balai TNKS kecamatan Lembah Masurai Kabupaten Merangin:
a) Luasnya hutan TNKS yang harus dijaga tidak sebanding dengan
jumlah aparat penegak hukum yang ada sehingga dalam penegakan
hukum terhadap pelaku perambahan hutan sebagian besar hanya
berasal dari laporan masyarakat.
b) Mahirnya pelaku dalam melakukan perambahan dan pengecohan
terhadap aparat penegak hukum. Walaupun aparat telah mengetahui
titik rawan perambahan tetapi tidak mudah untuk menangkap para
pelaku perambahan dikarenakan antara individu perambah sudah
berkerja sama sehingga ketika aparat penegak hukum hendak terjun ke
lapangan para perambah sudah terlebih dahulu bersembunyi.72
Kemudian peneliti juga mewawancarai Penasehat Lembaga Adat
Kabupaten Merangin Yaitu Datuk Baheri beliau menjelaskan dalam
wawancara bahwa:
Sanksi secara adat tu tidak ada kalau umtuk perambah hutan produksi
karena Adat Bersendi Syarak, Syarak bersendi kitabullah, kalau haram
hukumnya kata syarak, maka salah pula kata Adat, jadi kalau tidak
salah maka tidak ada sanksinya yang dikatakan itu syarak mengato
adat memakai baru ada sanksinya kalau tidak dikatakan syarak ya
tidak ada sansinya, yang melanggar adat sama dengan melanggar
syarak baru ada sanksinya.73
Jadi dari penjelasan di atas juga menejelaskan bahwa secara adat
sanksi terhadap pelaku perambahan hutan tidak diatur begitu jelas dan setiap
orang memiliki hak untuk mengelola tanah milik negara sehingga kesulitan
para pemangku adat untuk memberi sanksi adat kepada para perambah
kecuali pada tempat-tempat tertentu seperti hutan adat marga Serampas yang
72 Wawancara Dengan Pak Thabrani, selaku Kepala Balai TNKS Kecamatan Lembah
Masurai Kabupaten Merangin, 14 Desember 2020.
73 Wawancara Dengan Datuk Baheri, Penasehat Lembaga Adat Kabupaten Merangin, 12
Desember 2020.
64
sudah ada peraturan Khusus dan wewenang khusus bagi marga Serampas
untuk mengelola dan menegakkan hukum dalam wilayahnya.
Beberapa hal di atas merupakan kendala bagi aparat penegak hukum,
maka peran dan serta masyarakat dalam menegakkan hukum sangat penting
dan dibutuhkan. Menumbuhkan kesadaran hukum bagi masyarakat(law
awareness) sangatlah penting, supaya tidak ditemukan lagi kasus-kasus
perambahan hutan.
C. Usaha-Usaha Yang Harus Dilakukan Untuk Mencegah Dan
Memberantas Perambahan Hutan di Kecamatan Jangkat
Dalam menegakkan hukum ada beberapa usaha yang harus dilakukan
oleh aparat penegak hukum sehingga hukum tidak hanya dapat ditegakkan
secara Das Sollen tetapi dapat juga ditegakkan dan diterapkan di dalam
kehidupan bermasyarakat secara Das Sein. Di dalam penegakan hukum tentu
ada juga usaha yang telah dilakukan dan yang harus dan semestinya
dilakukan maka pada penelitian ini akan membahas mengenai usaha yang
harus dilakukan oleh aparat penegak hukum sehinggga hukum dapat
ditegakkan lebih maksimal.
Adapun usaha yang harus dan semestinya dilakukan oleh aparat
penegak hukum sebagaimana yang disampaikan saat wawancara oleh salah
satu aparat penegak hukum yang merupakan Polhut Mahir Wilayah I Jambi
yang sebelumnya bertugas di kecamatan jangkat Kabupaten merangin, dalam
wawancara mengatakan bahwa:
65
Dalam menegakkan hukum tentu aparat penegak hukum harus lebih
meningkatkan usahanya dalam menegakkan hukum dalam berbagai
bidang diantaranya yang yang harus dilakukan adalah: 1.
Memperbaiki substansi hukumnya; 2. Meningkatkan fasilitas
pedukung; 3. Meningkatkan patroli; 4. Beri pemahaman yang lebih
kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan.74
Dari hasil wawancara di atas ada beberapa usaha yang harus aparat
penegak hukum Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin lebih tingkatkan
yaitu:
1. Memperbaiki Substansi Hukumnya, maksudnya perlu dikaji ulang
beberapa peraturan dan perundang-undangan yang mengatur tentang
pelaku perambahan hutan dan perlindungan hutan, karena dengan
sanksi hukuman yang diatur oleh undang-undang tidak memberikan
efek jera kepada pelaku perambahan bahkan ada beberapa dari pelaku
meremehkan hukuman karena hukumannnya hanya beberapa bulan
saja. Adapun peraturan yang perlu dikaji ulang adalah mengenai
ketentuan pidana perambahan dalam UU No.18 Tahun 2013 yang mana
pedoman penjatuhan pidana perambahan hanya pada perbuatan
menebang pohon, sedangkan perambahan merupakan perbuatan yang
lebih merusak dari penebangan pohon.
2. Meningkatkan Fasilitas pendukung, dengan adanya aparat penegak
hukum tentu fasilitas pendukung sangat memiliki peran penting dalam
menegakkan hukum, seorang aparat penegak hukum akan susah
menegakkan hukum apabila fasilitas pendukungnya kurang memadai.
74 Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I Jambi
TNKS, 10 Desember 2020.
66
Adapun fasilitas yang harus di penuhi adalah seperti beberapa alat
canggih pendeteksi perambahan yaitu berupa Drone pengintai sehingga
patroli dapat dilakukan dari jarak jauh tanpa diketahui pelaku
perambahan.
3. Meningkatkan Patroli, di sini aparat penegak hukum dituntut untuk
lebih meningkatkan kegiatan patroli bahkan seharusnya aparat penegak
hukum tidak memandang waktu untuk melakukan patroli karena para
pelaku perambahan hutan lebih cerdik dalam memilih waktu dan tempat
untuk melakukan perambahan. Dalam melakukan penegakan hukum,
patroli merupakan tindakan awal. kurangnya perencanaan, rasa takut
terjadinya konflik menjadi dasar permasalahan dalam melakukan patroli
sehingga patroli jarang dilaksanakan.
4. Beri pemahaman yang lebih kepada masyarakat tentang pentingnya
menjaga hutan, memberikan pemahaman yang lebih kepada warga
masyarakat merupakan usaha yang perlu dan penting dilakukan karena
dalam menegakkan hukum aparat penegak hukum mustahil bisa
melakukan penegakan hukum sendiri tanpa adanya bantuan dan
partisipasi masyarakat terutama dalam hal laporan mengenai
perambahan itu sangat dibutuhkan oleh aparat penegak hukum.
Itulah usaha-usaha yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum
jika menginginkan hukum agar dapat ditegakkan dengan baik di hutan TNKS
Kecamatan Jangkat Kabupaten Merangin.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini maka didapati
beberapa kesimpulan mengenai penegakan hukum terhadap pelaku perambahan
hutan, antara lain:
1. Faktor penyebab terjadinya Perambahan Hutan di TNKS Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin, yaitu disebabkan oleh beberapa faktor dan
pada penelitian ini didapati tiga faktor dan faktor tersebut adalah Faktor
Ekonomi, Faktor Pendidikan dan Faktor Jumlah Petugas Keamanan, ketiga
faktor ini saling berkaitan satu sama lain dan bahkan dari beberapa faktor
di atas ada faktor yang lebih mendorong terjadinya perambahan yaitu
bahwa para pelaku melakukan perambahan secara terorganisir dan
terencana.
2. Peran Balai TNKS, Pemerintah Daerah, Polisi Kehutanan (POLHUT) dan
Masyarakat dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Perambahan Hutan,
setiap komponen penegakan hukum dalam suatu negara pasti mempunyai
peran masing-masing sehingga peran komponen tersebut bisa dilihat dari
tindakan yang dilakukan oleh komponen tersebut dalam menegakkan
hukum. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori Sudarto yang
digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga,
meliputi Penegakan hukum Preventif (Pencegahan), refresif (Penindakan)
68
dan Kuratif (Perbaikan). Dan adapun Penegakan hukum yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum dalam penelitian ini dikaji sampai ke tahap
Refresif saja. Adapun proses penegakan hukum terhadap pelaku
perambahan hutan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam
penelitian ini melalui dua tahap, yaitu tahap Preventif yang dilakukan
dengan cara: membuat dan memasang pamplet tentang bahaya kerusakan
hutan, melaksanakan sosialisasi, dan melaksanakan patroli keliling
kawasan hutan lindung. Sedangkan dalam tahap Refresif dilakukan dengan
tahap: Penyelidikan, Penyidikan, pemeriksaan, penyelesaian dan
penyerahan perkara ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Adapun kendala yang
dialami aparat peneggak hukum yaitu: 1. Luasnya hutan TNKS yang harus
dijaga tidak sebanding dengan jumlah aparat penegak; 2. Mahirnya pelaku
dalam melakukan perambahan, pengecohan terhadap aparat penegak
hukum dan terorganisasinya kegiatan para perambah.
3. Usaha-Usaha Yang Harus Dilakukan Untuk Mencegah Dan Memberantas
Perambahan Hutan di Kecamatan Jangkat yaitu: 1. Memperbaiki substansi
hukumnya dan/atau melakukan peninjauan terhadap efektifitas sanksi
dalam substansi hukum terhadap pelaku perambahan hutan; 2.
Meningkatkan fasilitas pedukung; 3. Meningkatkan patroli; 4. Beri
pemahaman yang lebih kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga
hutan.
69
B. Saran
1. Kepada Aparat Penegak hukum, penulis memiliki harapan kedepannya
untuk lebih meningkatkan upaya dalam menegakkan hukum terhadap pelaku
perambahan hutan sehinggga penegakan hukum ataupun menjalankan
hukum atau aturan tidak hanya dapat berlaku secara Das Sollen tetapi juga
dapat berlaku secara Das sein.
2. Kepada pemerintah, diharapkan untuk lebih meningkatkan perhatian kepada
penegakan hukum terhadap pelaku perambahan hutan melalui perhatian
pemerintah terhadap sarana, prasarana dan sarana pendukungnya bagi
aparat penegak hukum.
3. Kepada masyarakat, penulis sangat berharap untuk lebih meningkatkan
kepedulian dan ikut berpartisipasi dalam membantu aparat penegak hukum,
karena dalam penegakan hukum sangat diperlukan (Law awareness)
kesadaran hukum masyarakat.
70
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti,
2006.
Salim H.S, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan (Ed), Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Baso Madiong, Penerapan prinsip Hukum Pengelolaan Hutan Berkelanjutan,
Makassar : Celebes Media Perkasa, 2012.
Soejono, Hukum Lingkungan Dan Peranannya Dalam Pembangunan, cet.1,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996.
Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup Omo Ethic-Eco Ethic, Bekasi: Gramata
publishing –anggota IKAPI, 2014.
Jimly asshiddiqi, Pembangunan Hukum dan Penegakan Hukum di Indonesia,
Disampaikan pada acara seminar ”menyoal moral penegak hukum” dalam
rangka Lusrum Fakultas Universitas Gadjah Mada, 16 Februari 2006.
Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi (EdisiRevisi), Jambi: Syariah Press dan
Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014.
Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum Pidana,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2005.
P.A.F. Laminating, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, bandung, Citra
Aditya,1997.
Niniek Suparmi, Pelestarian, Pengelolaan dan Penegakan Hukum Lingkungan
Hidup, Jakarta, Sinar Grafika,1992.
M. Hamdan, Tindak Pidana Pencemaran Lingkungan Hidup, Bandung: Mandar
Maju, 2000.
Edi Setiadi dan Kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan
Hukum di Indonesia, Jakarta: Pranada Media, 2017.
Sudarto, Hukum Dan Hukum Pidana, bandung: Alumni, 1981.
J.B Daliyo, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, PT Prenhalindo, 2001.
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1992.
71
Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi,
(Bandung: Alfabeta, 2017.
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta,
2015.
Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), Jambi: Syariah Press
dan Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014.
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,
2008.
Amiruddin dan zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008.
Haris Herdiansyah, Metode Penelitian Kulitatif, Jakarta: Salemba Humanika,
2010.
Tim penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, EdisiRevisi, Jakarta: Syari’ah Press,
2012.
Hadinata Karyadi, dkk., Informasi TNKS Tahun 2018, Jambi: Buku Kerinci Indo,
2018.
M. Yahya Harahap, pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP:
Penyidikan dan penuntutan, Jakarta, Sinar Grafika, 2000.
Hartono, Penyidikan dan Penegakan Hukum; melalui Pendekatan Hukum
Progresif, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) & Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), cet. 1, Surabaya, Sinar Sindo Utama, 2015.
Dokumentasi Struktur Lembaga TNKS Resor Merangin Selatan, Desember 2020.
Data Objek Wisata, TNKS Resort Merangin Selatan, Desember 2020.
Wawancara Dengan Slamet Bagianto, S.sos, POLHUT Mahir BPTN Wilayah I
Jambi TNKS, 10 Desember 2020.
Wawancara dengan Pak Aldo, Tokoh Masyarakat Desa Renah Alai, 14 Desember
2020.
Wawancara Dengan Pak Taufik, Anggota BPD Desa Renah Alai Kecamatan
Jangkat, 14 Desember 2020.
72
Wawancara Dengan Pak Thabrani, Kepala Balai TNKS Kecamatan Lembah
Masurai Kabupaten Merangin, 14 Desember 2020.
Wawancara Dengan Datuk Baheri, Penasehat Lembaga Adat Kabupaten
Merangin, 12 Desember 2020.
B. Penelitian, Skripsi, Tesis, Desertasi.
Noviatusa’adah, Identifikasi Pola Komunikasi Perambahan Hutan Taman
Nasional Bukit Brisan Selatan (Studi Kasus Pada Desa Margomulyo, Kec.
Way Semaka, Kab. Tanggamus), Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Dan Politik
Universitas Lampung, 2018.
Samsudin, Karakteristik dan Pola Perambahan Hutan Taman Naional Gunung
Gede Pangrango (Studi Kasus di Desa Bojong Murni Kec. Ciawi Kab.
Bogor), Skripsi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, 2006
Moch. Ridwan Almurtaqi, Penegakan Hukum Bagi Pelaku Pembalakan Liar
Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Filsafat Islam, Skripsi Fakultas
Syari’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008.
C. Peraturan Perundang-undangan
Perda Kab. Merangin No. 8 Tahun 2016 tentang Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat Marga Serampas Pasal 1 ayat 15
Peraturan Daerah Kabupaten Merangin No. 5 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 02 Tahun 2007
Tentang Pembentukan Kecamatan Bangko Barat, Nalo Tantan, Batang
Masumai, Pamenang Barat, Tabir Ilir, Tabir Timur, Renah Pembarap,
Pangkalan Jambu dan Sungai Tenang.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Perusakan Hutan.
D. Website
“Taman Nasional Kerinci Seblat – Sejarah, Kondisi Alam, Flora Fauna
& Wisata ,” https://rimbakita.com/taman-nasional-kerinci-seblat/,
akses 28 Oktober 2020.
“Visi dan Misi Hutan TNKS” http://tfcasumatera.org/visi-dan-misi/, akses 14
November 2020.
73
“sistem hukum indonesia” http://blogneniajeng.blogspot.com/2014/04/sistem-
hukum-indonesia.html, akses September 2020.
“ merangin seakan negeri tak berhukum” http://kajanglako.com/id-16-post-merangin-
seakan-negeri-tak-berhukum-perambah-kian-berani-babat-hutan.html,
akses April 2020.
“Teori berlakunya hukum dalam masyarakat” https://www.google. com/search?q=
teori+berlakukanya+hukum+dlam+masyarakat&oq=teori+berlakukanya+h
ukum+dlam+masyarakat&aqs=chrome..69i57j0l2.13012j0j4&sourceid=ch
rome, akses April 2020.
Suer Anywhere, “TNKS Resor Sungai Lalang,” https://www.google.
com/search?q= TNKS+ Resor+Sungai+Lalang &oq=
TNKS+Resor+Sungai+Lalang&aqs= chrome..69i57. 1065 5j0j7 &
sourceid=chrome&ie=UTF-8, akses 23 Desember 2020.
“Badan Pusat Statistik Kecamatan Jangkat dalam angka 2019” https://meranginkab.bps.
go.id/publication/2019/12/13/6d77137c1486257896d16155/statistik-daerah-
kecamatan-jangkat-2019.html, akses 13 Maret 2021.
74
DOKUMENTASI
Gambar 1: Foto bersama sekaligus wawancara dengan bapak Slamet Bagianto,
S.Sos selaku Polisi Kehutanan (POLHUT) Mahir wilayah 1 Jambi, membahas
mengenai faktor penyebab terjadinya perambahan dan peran POLHUT dalam
menegakkan hukum.
Gambar 2: Foto dan wawancara bersama Datuk Baheri selaku Penasehat Lembaga
Adat Kabupaten Merangin membahas mengenai sanksi adat bagi pelaku
perambahan hutan di Kabupaten Merangin.
75
Gambar 3: Foto dengan bapak Taufik selaku Aparat Desa Renah Alai Kecamatan
Jangkat Kabupaten Merangin, membahas mengenai peran masyarakat dan
pemerintah desa setempat dalam penegakan hukum terhadap pelaku perambahaan.
Gambar 4: Penelitian Ke Kantor Balai TNKS Resort Merangin Selatan
76
Gambar 5: Kawasan aktif perambahan di kecamatan Jangkat
Gambar 6: Foto kawasan yang ditebangi oleh masyarakat Renah Alai yang hendak
dijadikan sebagai pembatas bagi perambah yang datang dari luar daerah dengan lokal.
77
Gambar 7: Foto kawasan pemukiman pelaku perambahan yang datang dari luar
daerah.
78
CURRICULUM VITAE
A. Identitas Diri
Nama : Subhan
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat/tgl. Lahir : Pulau Rengas 07 Juli 1999
Nim : 102170190
Alamat : Rt. 01 Desa Pulau Rengas Ulu Kec. Bangko Barat
Kab. Merangin Prov. Jambi
No. Telp/HP : 082385417807
Nama Ayah : Umardani
Nama Ibu : Murniati
B. Riwayat Pendidikan
1. SD/MI, tahun lulus : SD N 116/VI Des. Pulau Rengas Ulu, 2011
2. SMP/MTs, tahun lulus : MTs N Bangko, tahun 2014
3. SMA/MA, tahun lulus : SMA N 1 Merangin, tahun 2017
C. Prestasi Akademik/Skill/Olah Raga/Seni Budaya Yang dimiliki :
1. Pemain Bola Kaki UIN STS Jambi dalam Liga Mahasiswa Se-Prov.
Jambi tahun 2018 dan 2019
2. Terpilih sebagai Peserta KKN Se-Sumatera mewakili UIN STS Jambi
Tahun 2020
3. Juara III Tenis Meja tingkat Mahasiswa UIN STS Jambi
D. Riwayat Organisasi
1. Anggota Bidang Ta’lim La-PASMA 2018/2019
2. Ketua Bidang Keamanan La-PASMA 2019/2020
Jambi, 15 Maret 2021
SUBHAN
NIM: 102170190