Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga...

35

Click here to load reader

Transcript of Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga...

Page 1: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga dan Dampaknya Bagi Kerukunan Masyarakat Beragama di

Lingkungan Sekitar Gereja

Oleh

Ivana Yohana Gabriela

71 2011 039

Tugas Akhir

Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi

Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2015

i

Page 2: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam
Page 3: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam
Page 4: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam
Page 5: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

Kata Pengantar

Era modernisasi merupakan era yang mendahulukan pemikiran rasional, kecanggihan

teknologi dan segala sesuatu yang bersifat instan. Hal ini telah menjadi bagian di seluruh dunia.

Tetapi siapa sangka, dengan kemajuan zaman, agama tetap menjadi bagian terpenting di

belahan dunia lainnya. Indonesia merupakan negara yang sangat mengedepankan agama,

walau di sisi lain menerima pengaruh kemajuan zaman.

Pada awalnya para pendiri negara Indonesia ini mencita-citakan suatu negara dan

masyarakat yang makmur, biasa disebut dengan civil society. Melihat perkembangan Indonesia

sampai pada kemerdekaannya yang ke-70 tahun, ternyata Indonesia masih saja mencari jati diri

mereka untuk mendirikan negara yang bermodelkan demokratis, agamis (fundamental) atau

sosialis. Komunitas model di atas memberikan masukan mereka dalam setiap kesempatan di

media sosial, melaui kebijakan pemerintah ataupun gerakan-gerakan agamawis tertentu.

Melihat dari sisi keagamaan, memang sejak tahun 1990, Indonesia sangat sensitif ketika

berbicara soal agama dilihat dari kekerasan yang dipelopori oleh agama itu sendiri.1 Agama

yang seharusnya memberitakan tentang kebaikan, justru menjadikan umatnya untuk

memelihara budaya kekerasan demi menjaga pemberitaan kebaikan dari salah satu agama

tertentu.

Penulisan jurnal ini ingin membawa para pembaca melihat bagaimana peran agama,

secara khusus untuk mewujudkan cita-cita awal para pejuang negara Indonesia, yakni

perwujudan civil society. Pengkritisan terhadap pengajaran di gereja melalui liturgi sebagai

pendidikan awal bagi jemaat dijelaskan dalam tulisan ini serta bagaimana penciptaan

pendidikan perdamaian melalui liturgi sebagai lawan dari budaya kekerasan oleh agama.

Akhirnya, ucapan terima kasih oleh penulis diperuntukan kepada Tuhan sebagai konselor

terbaik penulis untuk tetap bersemangat merampungkan tulisan walaupun banyak situasi yang tidak

mendukung. Peran konseling keilahian yang penulis rasakan terwujud melalui kehadiran orang-

orang di sekitar, yakni kekasih Eleksio Petrich yang selalu menemani di kala penulis merasa putus

asa. Abraham Wiriadinata-Latuihamallo, M.Div (papa), Nova Kaligis, S. PAK (mama), Rafael dan

Angel selaku keluarga yang terus memberikan dukungan dan kebebasan berpikir untuk kelanjutan

masa depan. Keluarga Jerry Pattiasina yang terus mendukung dalam doa. Pdt. Totok Wiryasaputra,

Th.D sebagai pendamping dan pemberi

1 Olaf Herbert Schumann, Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 1-5.

v

Page 6: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

masukan serta rekan-rekan pendeta PCF (Pastoral Counselling Foundation). Pdt. Yusak B.

Setyawan, Ph.D sebagai pembimbing pelatih mental integritas seseorang yang luar biasa. Pdt.

Mariska Lutherboom, MATS sebagai pembimbing kedua yang membantu penulis menuntaskan

prosedur penulisan. Angkatan Teologi 2011 yang memberikan makna warna-warni kehidupan,

teman-teman ASKARSEBA, Laura Agustina (2013) yang menolong memberikan tumpangan

kamar selama satu bulan serta GKMI Siloam Salatiga yang menerima penulis sehingga

terlaksanannya penelitian ini. Semoga tulisan ini menghadirkan makna perdamaian yang sejati bagi

para pembaca, sebagaiman perkataan Yesus “Peace be with you.

As the Father sent me, so I send you” (John 20:21).

Salatiga, 07 Oktober 2015

Ivana Yohana Gabriela

vi

Page 7: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

DAFTAR ISI Cover ................................................................................................................................. i Lembar Pengesahan........................................................................................................ ii Pernyataan Tidak Plagiat..............................................................................................iii Persetujuan Akses .......................................................................................................... iv Kata Pengantar ............................................................................................................... v Daftar Isi ........................................................................................................................ vii Abstrak ..........................................................................................................................viii 1. Pendahuluan ................................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah & Tujuan Penelitian ........................................................ 3

1.3 Metode & Teknik Pengumpulan Data Penelitan ........................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 4

1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................................... 4 2. Pendidikan Perdamaian Dalam Pelaksanaan Liturgi ............................................. 4

2.1 Pendidikan Perdamaian Dalam Arti Luas ..................................................... 5

2.2 Pendidikan Perdamaian Dalam Perspektif Kekristenan .............................. 6

2.3 Gereja Sebagai Pusat Pendidikan Perdamaian ............................................. 7

2.4 Liturgi Sebagai Pusat Pendidikan Perdamaian di Gereja ............................ 8 3. Pendidikan Perdamaian dan Liturgi di GKMI Siloam ......................................... 10

3.1 Sejarah GKMI ................................................................................................. 10

3.2 Pendidikan Perdamaian di GKMI Siloam ................................................... 12

3.3 Liturgi Sebagai Pusat Pendidikan Perdamaian di Gereja .......................... 13

3.4 Kesimpulan penelitian pendidikan perdamaian melalui liturgi

di GKMI Siloam .............................................................................................. 17 4. Tinjauan Perspektif Pendidikan Perdamaian Terhadap Unsur-unsur

Liturgi GKMI Siloam Salatiga dan Dampaknya Bagi Kerukunan

Masyarakat Beragama di Lingkungan Sekitar Gereja ........................................ 18

4.1 Wajah Liturgi dalam Kesatuan Tubuh Perdamaian .................................. 18

4.2 Tiga Porsi Penegasan sebagai perombak Liturgi Biasa .............................. 22

4.3 Fungsi Pastoral Liturgi Bagi Perwujudan Civil Society .............................. 23 5. Penutup ...................................................................................................................... 24

5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 24

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 25

vii

Page 8: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

Abstract

Since 1990, in Indonesia, it has been appeared that religion will be firmly and

strongly politicized and used as a stick to beat all opponents of a different religion or

religious doctrine. In fact, religion should teach about good things and not lead to the culture

of violence. This article describes how peace education center takes place through the liturgy

in church as the resistance of a culture of violence and leads to the civil society. GKMI

Siloam Salatiga is one of Anabaptis movement that declares peace. GKMI Siloam is located

in a small alley, called “Kampung Hitam,” but since the presence of GKMI Siloam there

was never violence between religions. By using the theory of peace and liturgy and

combining them into perspective about peace educative liturgy, I found that it is not solely

constituted by the ordinary parts of a common liturgy that contains the value of peacefulness,

but it emphasizes on how the appreciation of every order of the liturgy could be sensed by

the holistic of congregration inculding the spiritual value, moral value and real sense of

peacefulness. Keywords: education, peacefulness, church, liturgy

vi

Page 9: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

1

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Agama merupakan jembatan bagi manusia untuk bertemu dengan Tuhan melalui

pembentukan komunitas maupun aliran tersendiri. Dengan adanya agama, maka status

kehidupan manusia lebih terlihat jelas. Secara obyektif, agama adalah cara bagaimana manusia

berdiri di hadapan Tuhan dan bagaimana manusia harus berlaku terhadap Dia. Maka agama

dipahami sebagai iman yang diikat dengan rasa takut, segan serta dengan sungguh-sungguh

kepada Tuhan.1 Seiring berjalannya waktu, ternyata agama terbagi dalam beberapa golongan,

salah satunya yang menekankan hubungan pribadi dengan Tuhan (vertikalistik) sebagaimana

diungkapkan dalam pola-pola persekutuan, moral dan ibadah serta nyanyian khas.2 Golongan

ini biasa disebut dengan Gerakan Kharismatik atau fundamentalisme.3

Pada masa kontemporer, kekerasan berbau agama lebih sering disebabkan karena adanya

faktor-faktor politik, ekonomi, sosial dan budaya yang menumbuhkan suatu “budaya

kekerasan” (culture of violence).4 Di Indonesia, sejak tahun 1990, terlihat bahwa agama dengan

tegas dan kuat akan dipolitisasi dan dipakai sebagai tongkat untuk memukul semua lawan yang

berbeda agama ataupun doktrin keagamaan.5 Fakta-fakta tersebut yang memaparkan

keterkaitan antara agama dengan tindakan kekerasan mengakibatkan orang bertanya-tanya,

mengapa agama yang dianggap mengajarkan kebaikan justru melakukan tindakan-tindakan

yang bertentangan dengan ajaran yang dikumandangkannya sendiri. Kenyataan seperti itu

merupakan suatu gerakan keagamaan ekstrem yang mengakibatkan tanda-tanda kegagalan

agama merespon perkembangan zaman. Kekerasan terjadi dimana-mana dengan bersumber

pada Kitab Suci dari masing-masing agama.6 Dengan demikian tugas dari agama untuk

merevitalisasi ajaran-ajaran dan aspek-aspek agama tentang perdamaian.

Dari sinilah gereja, sebagai suatu persekutuan umat Kristiani perlu mengadakan suatu

pembaharuan, karena keberlangsungan sistem keagamaan yang ekstrem menyebabkan

keeksklusivan bagi penganutnya sehingga muncul suatu pertikaian antar agama. Penting disini

untuk menghubungkan makna perdamaian sebagai keutuhan dalam masyarakat yang dicirikan

1 Honog, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 2005), 49. 2 Kata “vertikalistik” menunjuk pada suatu golongan keagamaan yang menekankan hubungan pribadi dengan

Tuhan dan bersifat anti pluralisme. Zakaria J. Ngelow, Agama-agama & Problematika Sosial Keagamaan (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan PGI dan Mission 21, 2005), 34. 3 Ngelow, Agama-Agama, 34. 4 Schumann, Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 1-5. 5 Schumann, Agama-Agama, 1. 6 Schumann, Agama-Agama, 492.

Page 10: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

2

oleh relasi harmonis.7 Tulisan ini memaparkan bagaimana pemupukan kesadaran terhadap

persekutuan orang-orang yang mengabarkan Injil, baik sebagai gereja maupun sebagai individu

dengan caranya masing-masing dalam kehidupan sehari-hari tanpa mengedepankan golongan

vertikalistik dan yang bersifat introvert, guna mewujudkan suatu perdamaian antar agama serta

membangun suatu kehidupan manusia yang ideal dan/atau civil society, menciptakan rumusan

conflict prevention ataupun mencetak umat—menjadi peacemaker—sebagai pelaku

peacemaking.8

Berdasar pada pandangan Riemer bahwa ibadah adalah intisari gereja.9 Maka, dalam tulisan

ini penulis menyampaikan argumentasi bahwa perwujudan nilai-nilai perdamaian di gereja

berpusat pada liturgi. Hal ini menyatakan bahwa liturgi merupakan “kemasan” keseluruhan

peribadatan. Melalui liturgilah, usaha gereja menciptakan para peacemaker tersebut.

Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) adalah gereja Kristen beraliran Mennonit,

merupakan aliran yang telah lama hadir di Indonesia. Aliran Mennonit merupakan aliran yang

menekankan panggilan orang-orang percaya untuk mengikuti jalan Kristiani yang bersifat

kasih dan non-kekerasan dan untuk hidup terpisah dari kejahatan dunia.10 Aliran ini berupaya

memajukan kesatuan persaudaraan, memelihara ajaran dan kehidupan yang bersih dan

melayani sebagai suatu kesaksian terhadap orang lain.11 Secara geografis, GKMI Siloam

Salatiga yang menjadi pusat penelitian penulisan ini terletak di kawasan pasar Salatiga,

bertempat di pemukiman Pancuran dengan jumlah penduduk 1898 jiwa (641 KK) dan

penduduk beragama Kristen hanya berkisar 317 jiwa.12 Artinya lingkungan sekitar gereja

bermayoritaskan agama non-Kristiani dan kawasan tersebut biasa disebut dengan “Kampung

Hitam”, yakni masyarakat setempat yang adalah preman pasar, pemabuk dan penjudi. Sejak

berdirinya GKMI Siloam, yakni pada tahun 1988, gereja dan penduduk masyarakat sekitar

7 Tony Tampake, “Signifikansi Pendidikan Perdamaian Dalam Masyarakat Bhieka Tunggal Ika”, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk (Salatiga: Griya Media, 2011), 37. 8 Kata “Introvert” menunjuk pada suatu sikap yang hanya melihat kedalam (diri sendiri) tanpa melihat keluar dimana keberadaan “dia” saat itu. Kata ini dikaitakan kedalam hubungan keagamaan dan lingkungan dimana agama saat ini berada. Kata ini juga ingin merefleksikan bagaimana peran agama saat ini menganggapi lingkungan dimana agama itu berada dan apa saja yang telah dilakukan agama saat ini. Namun agaknya, agama memang hanya berfokus pada kehidupan mereka yang introvert itu. Adapun ide-ide mengenai rumusan conflict prevention dan pembentukan peacemaker terambil dari: David Carment and Albrecht Schnabel, Conflict Prevention: Path to Peace or Grand Illusion? (Tokyo: United Nations University Press, 2003), 70-71; Victor J. Seidle, Religions, Hatreds, Peacemaking and Suffering (New York: I.B Tauris, 2007), 27-45. 9 Riemer, Cermin Injil (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), 21. 10

Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008), 104-135. 11

Aritonang, Berbagai Aliran, 104-135. 12

Data diambil dari buku kependudukan warga Pancuran oleh ketua RW Pancuran dan disesuaikan dengan data resmi Pemerintah Kota Salatiga: http://salatigakota.bps.go.id/webbeta/frontend/, pada 28 September 2015, pukul 14:49 WIB.

Page 11: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

3

gereja tidak pernah mengalami suatu bentrokan yang disebabkan oleh agama. Sebutan

pemukiman “Kampung Hitam” itu juga telah memudar, seiring berjalannya waktu oleh

keberadaan gereja di pemukiman Pancuran.

Dengan berbagai latar belakang permasalahan tersebut, melalui tulisan ini penulis

memaparkan gagasannya mengenai makna liturgi GKMI Siloam melalui tinjauannya terhadap

liturgi itu sendiri dan menguraikannya di bawah judul: “Pendidikan Perdamaian Dalam

Liturgi GKMI Siloam Salatiga dan Dampaknya Bagi Kerukunan Masyarakat Beragama

di Lingkungan Sekitar Gereja.”

1.2 Rumusan Masalah & Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti merumuskan

permasalahan, yaitu apa unsur-unsur ibadah Minggu GKMI Siloam Salatiga dan dampaknya

jika ditinjau dari perspektif pendidikan perdamaian bagi kerukunan masyarakat beragama di

lingkungan sekitar gereja?

Tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan unsur-unsur

pendidikan perdamaian dalam liturgi ibadah Minggu GKMI Siloam Salatiga dan dampaknya

bagi kerukunan masyarakat beragama di lingkungan sekitar gereja.

1.3 Metode & Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif.13 Terdapat dua (2) metode yang

dipakai untuk mengumpulkan data, yakni: pertama, pengumpulan data primer merupakan

pengumpulan data dari lapangan, tempat di mana penelitian dilakukan. Metode ini dilakukan

dengan wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan masalah yang diteliti

dengan percakapan tatap muka, guna mendapatkan informasi yang lebih akurat dan terperinci

untuk memperkuat data tentang obyek yang diteliti. Bentuk wawancara yang digunakan adalah

wawancara terpimpin yaitu wawancara yang terarah dalam mengumpulkan data-data relevan.14

Penelitian dilakukan di GKMI Siloam Salatiga dan masyarakat di lingkungan sekitar gereja.

Kedua, pengumpulan data sekunder, yakni pengumpulan data melalui buku, artikel, naskah dan

bahan kepustakaan lainnya. Metode sekunder juga bermanfaat untuk menyusun landasan

teoritis yang akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian guna menjawab

persoalan pada rumusan masalah penelitian.

13 Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogjakarta: Gajah Mada University Press, 2004), 63. 14 Koenjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1983), 20.

Page 12: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

4

Informan yang dibutuhkan guna menunjang penelitian ini adalah orang-orang yang dapat

memberikan data serta informasi yang akurat dan tepat guna mendukung keakuratan hasil

penelitian. Adapun informan penunjang penelitian adalah para pimpinan gereja dan jemaat

GKMI Siloam Salatiga serta masyarakat sekitar yang berinteraksi secara langsung dengan

warga jemaat GKMI Siloam Salatiga.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini menjadi sumbangan terhadap pemahaman yang mendalam

mengenai liturgi, makna dan fungsi liturgi yang seharusnya berimplikasi pada tindakan gereja

secara nyata. Sebagai salah satu sarana gereja yakni tempat peribadatan umat Kristen dalam

usaha untuk mengurangi penderitaan dalam masyarakat dengan menjamin adanya keadilan,

kemakmuran dan kasih yang lebih besar dalam perikehidupan kemasyarakatan, melalui

menciptakan suatu kerukunan masyarakat beragama di lingkungan sekitar gereja. 15

Secara praktis penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi jemaat GKMI Siloam untuk

meningkatkan kualitas persekutuan dalam hidup berdampingan dengan orang lain yang

berbeda agama sehingga mewujudkan suatu kerukunan masyarakat yang berujung pada civil

society.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam kajian terbagi dalam lima bagian. Pada bagian pertama

berisikan pendahuluan. Bagian kedua berisikan kerangka konseptual, penjelasan konsep

mengenai pendidikan perdamaian dan hal-hal yang mendukung dalam pembentukan suatu

liturgi perdamaian yang nantinya akan digunakan sebagai tolak ukur dalam menganalisa hasil

penelitian yang ada. Bagian tiga berisi analisa hasil penelitian. Bagian empat berupa kajian

penelitian. Bagian lima akan memuat penutup daripada tulisan ini.

2. Pendidikan Perdamaian Dalam Pelaksanaan Liturgi

Gereja yang adalah institusi keagamaan dan bagian dari masyarakat, seharusnya

menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat. Gereja menjadi pusat dari kehidupan

masyarakat dan mengatasi setiap dimensi kehidupan.16 Dalam hal ini, gereja harus berperan

serta dalam menciptakan suatu kehidupan manusia yang ideal (civil society) yang terwujud

15 Simatupang, Tugas Kristen Dalam Revolusi (Percikan Pergumulan Seorang Awam Modern Ditengah-tengah Dunia Yang Bergolak) (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960), 12. 16 Williams, What In The World? (New York : Department of Publication Service NCCUSA, 1965), 23.

Page 13: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

5

dalam relasi yang harmonis antar masyarakat, khususnya dalam lingkup umat beragama,

karena dunia yang selalu dicengkram oleh ketidakadilan struktural ataupun cara berpikir

pemimpin keagamaan yang hanya berfokus pada politik keagamaan tanpa melihat keberadaan

mereka ditengah situasi dunia dan menatanya ke arah tatanan dunia yang lebih adil.17

Perdamaian antar agama yang tercipta menjadi suatu cita-cita tertinggi masyarakat beragama

yang ideal.18

2.1 Pendidikan perdamaian dalam arti luas

Pendidikan dilihat dari sudut etimologinya, sebagai suatu terjemahan dari education yang

adalah akar kata dari bahasa Latin, yakni ducare, berarti membimbing (to lead), dengan

tambahan “e” yang berarti keluar (out).19 Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan

disengaja untuk memperlengkapi individu kepada tahap perkembangan yang lebih tinggi dalam

tatanan kemajuan komunitas tertentu. Definisi alternatif atau luas terbatas menambahkan

bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan

pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang berlangsung melalui

proses pelembagaan yang sistematis dan sebuah cara penyebaran (transmition) pengetahuan

dan keterampilan, termasuk nilai-nilai dasar yang berlaku di dalam masyarakat.20 Itu berarti

bahwa semua segi kehidupan seperti spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasa, rasionalitas,

semuanya perlu mendapatkan porsi dalam proses pendidikan tersebut.21 Maka, manusia

merupakan subyek utama dari pendidikan yang adalah pembentukan manusia dalam

lingkungannya termasuk sebagai makhluk yang beradab.

Sedangkan perdamaian yang berasal dari kata dasar “damai”, dalam pengertian orang

Indonesia dipahami sebagai suasana dimana tidak terdapat permusuhan. Damai menunjuk

kepada hubungan yang serasi di antara dua atau lebih pihak. Dalam hal ini, damai berarti suatu

17 George R. Wilkes, “Religious Attitudes to The Middle East Peace Process”, ed. Philip Broadhead & Damien Keown (New York: I.B Tauris, 2007), 10. 18

Pernyataan “kehidupan masyarakat beragama yang ideal” merupakan pemikiran kritis terhadap isu-isu kekerasan yang dominan diperankan oleh agama. Pada kenyataannya, agamalah sebagai suatu komunitas yang mengumandangkan suatu kehidupan perdamaian, namun justru menjadi pelaku utama. Kehidupan masyarakat beragama yang ideal, membawa pemikiran kita kepada ke-konsistenan agama terhadap ajarannya serta tindakan nyata dan/atau sosial dalam kehidupan sehari-hari. 19 Nuhamara, Pembimbing PAK, Pendidikan Agama Kristen (Bandung, Jurnal Info Media, 2007), 57. 20 Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 11. 21 Suparno, SJ. Dkk., Reformasi Pendidikan; Sebuah Rekomendasi (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 13.

Page 14: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

6

kualitas kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan harkat, martabat dan hak

asasinya sehingga memungkinkan mereka untuk berinteraksi dengan adil, setara dan rukun.22

Berdasarkan definisi di atas, maka pendidikan perdamaian dipahami sebagai

pengembangan kemampuan-kemampuan pribadi secara optimal dengan tujuan-tujuan sosial

yang bersifat kemanusiaan seutuhnya yang dapat memainkan peranannya sebagai warga dalam

persekutuan hidup dan kelompok sosial.23 Sebagai suatu pengajaran yang menolong individu

dan masyarakat agar mereka mendapatkan keterampilan dalam menyelesaikan konflik tanpa

menggunakan kekerasan dan memperkuat keterampilan dalam menyelesaikan konflik tanpa

kekerasan. Pendidikan perdamaian memiliki pendekatan yang lebih proaktif. Maka, dapat

dipahami bahwa pendidikan perdamaian didefinisikan sebagai area edukasi interdisipliner

yang tujuannya adalah pengajaran. Namun usaha pendidikan perdamaian ini harus dilakukan

dengan metode yang bersifat partisipatoris, inklusif, mengakomodasi dan melibatkan berbagai

pemangku (stakeholders).24 Dengan maksud, pendidikan yang dilakukan bukan saja dilakukan

dari satu pihak, tetapi terdapat partisipasi dari setiap individu yang ada sehingga membentuk

suatu dialog secara sadar, agar pendidikan dapat benar-benar terjadi dan dihayati oleh individu-

individu yang ada.

2.2 Pendidikan perdamaian dalam perspektif kekristenan

Makna “damai” dalam teks-teks Alkitab, beberapa teks dalam Perjanjian Lama

mengartikan damai sebagai hal yang bertentangan dengan segala jenis konflik termasuk di

dalamnya adalah perang. Menurut pandangan Setyawan yang meninjau dari pandangan

Kremer bahwa “damai” memberikan arti penting, khususnya ketika Yesus menggunakannya

dalam salam perjumpaan maupun perpisahanNya yang menandakan bahwa Tuhan—meraja

saat itu. Hal ini tentunya berhubungan dengan Kerajaan Allah yang berarti adanya suatu

kedamaian, keadilan, kasih dan kerendahan hati.25 Tatanan perdamaian adalah kenyataan

Kerajaan Allah.26 Tanpa adanya kedamaian, maka Kerajaan Allah tidak dapat hadir. Nilai-nilai

di atas itulah yang menentukan kehidupan manusia untuk menghadirkan Kerajaan Allah.

22 Tony Tampake, “Signifikansi Pendidikan Perdamaian Dalam Masyarakat Bhineka Tunggal Ika”, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk. (Salatiga: Griya Media, 2011), 57. 23 Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, 11. 24 Trijono, Pembangunan Sebagai Perdamaian; Rekonstruksi Indonesia Pasca-Konflik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 65-67. 25 Yusak B, Setyawan, “Makna ‘Damai’ Dalam Alkitab”, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk. (Salatiga: Griya Media, 2011), 39-40. 26 Gruchy, Saksi Bagi Kristus; Kumpulan Cuplikan Karya Dietrich Bonhoeffer (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 128-131.

Page 15: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

7

Menurut Slattery, Yesus yang hadir di dunia merupakan kehadiran peacemaking pertama,

Dialah peacemaker itu yang melawan kejahatan dengan kebaikan.27 Yesus yang tersalib

merupakan pendidikan perdamaian yang diciptakanNya melalui sejarah. Yesus yang berkarya

dalam dunia hendak menghadirkan umat baru di dalam dunia. Sebagaimana ajaran pendidikan

perdamaian Yesus yakni, “Love your enemies and pray for those who abuse you” (Lk.6:27;

Mt.5:44).28 Karya Tuhan dalam dunia adalah maksudNya untuk menyelamatkan dunia, dunia

dibuat utuh secara keseluruhan dan dunia diharapkan dapat menentukan tanggapan benar

terhadap karyaNya itu. Maka, umat Tuhan dipanggil juga untuk berkarya di dalam dunia, bagi

segenap manusia khususnya ditunjukan kepada mereka yang menderita dan tertindas.

Jadi, pendidikan perdamaian dalam perspektif kekristenan adalah suatu pengajaran yang

dilakukan secara sengaja guna penerapan nilai-nilai Kerajaan Allah yakni, keadilan, kasih serta

kerendahan hati. Nilai-nilai ini tentunya tidak hanya bersifat vertikalistik,29 namun

mengandung pemaknaan yang dalam terhadap manusia dan sesamanya. Kelanjutan pendidikan

perdamaian yang telah dilakukan dalam sejarah itu, saat ini ditentukan di dalam gereja, guna

menciptakan umat yang memahami betul makna dari perdamaian dan bisa mempraktekannya

dalam kehidupan nyata sehingga terwujudlah cita-cita civil society itu.

2.3 Gereja sebagai pusat pendidikan perdamaian

Gereja yang adalah bagian dari masyarakat, memiliki tantangan untuk menciptakan dan

membangun tatanan dunia yang lebih adil dan merata. Keterlibatan dalam urusan-urusan dunia

sangat penting dalam mempertahankan eksistensi gereja itu sendiri.30 Gereja dipahami sebagai

persekutuan orang beriman yang dalam Perjanjian Baru ialah Ekklesia, diartikan sebagai umat

Allah yang terpanggil keluar untuk tujuan khusus dan pasti.31 Gereja ada karena Kristus sendiri

yang memanggil sehingga seharusnya keberadaan gereja memberikan dampak yang baik

(=damai, perdamaian) bagi lingkungan sekitarnya.32 Menurut Riemer, gereja seharusnya

27 Slattery, Jesus The Warrior? Historical Christian Pespective & Problems and The Morality of War & The Waging of Peace (Marquette: University Press, 2007), 53-55. 28 Slattery, Jesus The Warrior?, 53-55. 29 Kata “vertikalistik” menunjuk pada suatu golongan keagamaan yang menekankan hubungan pribadi dengan Tuhan saja dan bersifat anti pluralisme. Kata “vertikalistik” digunakan oleh Zakaria Ngelow dalam bukunya, Agama-agama & Problematika Sosial Keagamaan (Jakarta: Badan Peneliti dan Pengembangan PGI dan Mission 21, 2005), 34. 30 Weber, The Conggregation In Mission (New York: Abingdon Press, 1964), 171. 31 G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 359. 32 Jacobs, Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 12-13.

Page 16: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

8

memberikan perhatian yang besar terhadap ibadah, jika gereja ingin mewujudkan nilai-nilai

Kerajaan Allah, sebab ibadah adalah inti sari gereja.33

Dalam ibadah harus nyata benar bagaimana Tuhan bergaul dengan umatnya. Dasar ibadah

inilah yang memampukan umat untuk dapat melayani dan mengasihi sesama, bukan sebaliknya

umat mengasihi sesamanya karena ingin mendapat rahmat dari Tuhan. Berpijak pada

pengalaman bertemu dengan Bapa yang mengasihi, mengampuni dan menyelamatkan inilah

umat dimampukan mengasihi sesamanya. Tentunya hal ini merujuk pada liturgi, isi dan

dampak liturgi bagi umat Kristen ketika terjadi pelaksanaan peribadatan, sebagai suatu

“kemasan” yang menuntun dan menjadi fokus utama dalam peribadatan.

2.4 Liturgi sebagai pusat pendidikan perdamaian di gereja

Sebagaimana pandangan Riemer bahwa wujud dari nilai Kerajaan Allah terlihat dalam

ibadah yang menjadi inti sari gereja. Maka, liturgi merupakan jantung dari rangkaian

peribadatan gereja. Sebagai pengemas seluruh peribadatan dan tentunya dari jantung ibadah

inilah pendidikan perdamaian di gereja bermuara. Gereja merupakan elemen yang spesifik,

dalam liturgi inilah mencerminkan pijakan awal dari kegiatan gereja. Secara langsung atau

tidak langsung semuanya itu adalah bagian dari liturgi, berasal dari sifat kodrati gereja, yakni

sosial, universal, kelanjutan dari Kristus serta pelayanan pengudusan bagi manusia.

Liturgi berasal dari bahasa Yunani leitourgia. Kata leitourgia terbentuk dari dua akar kata

benda ergon yang berarti ‘karya’ dan leitos yang merupakan kata benda sifat untuk kata benda

laos (=bangsa atau rakyat).34 Secara harafiah leitourgia berarti karya atau pelayanan yang

dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti karya publik, yakni pelayanan dari

rakyat dan untuk rakyat dan/atau dipahami sebagai pelayanan/kerja bakti bagi masyarakat.35

Barulah dalam perkembangannya, liturgi juga bermakna kultis yakni sebagai tindakan

pelayanan bagi Tuhan dan sesama.

Liturgi dapat dipahami sebagai dasar dari kelanjutan perjalanan gereja. Liturgi adalah doa

gereja, doa yang digerakan dan dibimbing oleh Roh Kudus sendiri, melalui doa tersebut,

Kristus terus menerus hidup sezaman dengan kita. Liturgi merupakan undangan bagi jemaat

untuk masuk kedalam suatu tatanan penyangkalan diri, meninggalkan egoisme yang membuat

mereka cenderung untuk menampilkan diri dengan aneka perasaan dan kebutuhan pribadi, agar

33 Riemer, Cermin Injil (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), 21. 34 Martasudjita, Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogjakarta: Kanisius, 2011), 15. 35 Martasudjita, Liturgi Pengantar, 15.

Page 17: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

9

mereka dapat masuk kedalam sebagaimana yang telah disediakan gereja.36 Terdapat unsur

pasrtisipatoris, inklusif, mengakomodasi dan melibatkan berbagai pemangku, karena tanpa

adanya ketiga hal tersebut jemaat tidak dapat mengikuti peribadatan secara “khusuk.” Hal

tersebut merupakan wujud masuknya pendidikan perdamaian dalam liturgi yang melibatkan

kecerdasan kognitif, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritualitas yang

bersinggungan dengan nilai-nilai perdamaian.

Dapat disimpulkan bahwa liturgi pendidikan perdamaian merupakan usaha menumbuhkan

interaksi nyata dalam komunitas peribadatan di gereja seputar nilai-nilai perdamaian.

Demikian empat rumpun liurgi37 secara umum (universal) yang dipakai oleh gereja-gereja:

Pertama, menghadap Tuhan : Pujian Jemaat, Votum, Salam, Pengakuan Dosa.

Kedua, pelayanan Firman : Doa epiklese, Pembacaan Alkitab, Khotbah.

Ketiga, respon umat : Pujian Jemaat, Pengakuan Iman, Pengucapan Syukur.

Keempat, pengutusan : Pengutusan dan Berkat.

Keempat rumpun tersebut akan memuat pendidikan perdamaian jika di dalamnya secara terus-

menerus menegaskan38 bahwa (1) Manusia adalah salah satu ciptaan Tuhan yang diberikan

mandat untuk mengelola ciptaan Tuhan, guna menciptakan damai sejahtera. Maka pengelolaan

harus dilakukan secara bertanggung jawab, mengusahakan damai bagi sesama dan alam, bukan

kerusakan atau kekerasan. (2) Manusia adalah makhluk multidimensi yang dapat berelasi

dengan Tuhan, sesama dan alam. Liturgi perlu mempertegas kemultidimensian manusia. (3)

Manusia bersifat holistik yang terdiri dari jasmaniah, psikosomatik, dan rohaniah. Maka

pelaksanaan liturgi harus mencangkup ketiga hal tersebut yang bersinggungan pada partisipasi

jemaat secara spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasa dan rasionalitas.

Hanya dengan ketiga penegasan di atas yang dilakukan secara konsisten, berfokus dan

berkelanjutan dalam setiap unsur liturgi, dimonitoring dan stabil akan membuahkan budaya

36 Suster Martha E. Driscoll OCSO dalam Majalah Inspirasi Nomer 93 tahun VIII Mei 2012:24-25. 37 Secara umum unsur-unsur ini diambil dalam ketetapan liturgi universal oleh Riemer: G. Riemer, Cermin Injil (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995), 21-45. 38

Tiga rumusan penegasan di atas merupakan hasil pemikiran peneliti terhadap pemikiran para ahli-ahli, beberapa diantaranya ialah Redja Mudyahardjo dalam pemikirannya mengenai pendidikan, Yusak Setyawan dalam pemikirannya mengenai makna ‘damai’ dalam Alkitab, John de Gruchy dan Michael Slattery dalam pemikirannya tentang damai dalam perspektif Kristen, Riemer dalam pemikirannya mengenai liturgi, beberapa ahli lainnya yang berhubungan dengan topik yang ada serta penelitian yang telah dilakukan di GKMI Siloam Salatiga, guna merumuskan pendidikan perdamaian yang tertuang kedalam liturgi. Adapun ide-ide tersebut juga bersumber dari bacaan buku: Louis Leahy, Dunia, Manusia, dan Tuhan: Antologi Pencerahan Filsafat dan Teologi (Yogjakarta: Kanisius, 2008); Drijarkara, Filsafat Manusia (Yogjakarta: Kanisius, 1969).

Page 18: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

10

perdamaian dalam gereja serta menumbuhkan interaksi nyata antar umat.39 Budaya perdamaian

dalam suatu komunitas berujung pada pembentukan peacemakers.40 Pelaksanaan pendidikan

perdamaian di gereja melalui liturgi juga mewujudkan eksistensi gereja secara nyata, karena

perwujudan kehidupan yang damai inilah mencerminkan bagaimana manusia (baca=gereja)

memiliki hidup yang telah berdamai juga dengan Tuhan.

3. Pendidikan Perdamaian dan Liturgi di GKMI Siloam

3.1 Sejarah GKMI

Gereja Mennonit, diawali di Swiss pada tahun 1525 dengan akar di sayap radikal dari abad

ke-16 bagian dari Reformasi Protestan yang berupaya memulihkan Gereja Perjanjian Baru.

Dalam kepercayaan dan pengungkapan imannya Gereja Mennonit sungguh-sungguh mengakui

ke-Tuhan-an Yesus Kristus, berupaya untuk mengikuti jalan Kristiani yang bersifat kasih dan

non-kekerasan dan untuk hidup terpisah dari kejahatan dunia.41 Aliran ini berupaya memajukan

persaudaraan, memelihara ajaran dan kehidupan yang bersih serta melayani sebagai suatu

kesaksian terhadap orang lain.42 Istilah Mennonit berasal dari nama Menno Simons, seorang

imam dan tokoh gerakan Anabaptis negara Belanda yang menganut garis moderat—anti

kekerasan terkenal di Belanda pada abad pertengahan ke-16.43Aliran Mennonit merupakan

bagian dari gerakan Anabaptis yang muncul di daratan Eropa, tidak lama sesudah Martin

Luther mencanangkan Reformasi. Aliran ini telah lama berada di Indonesia, melalui kehadiran

Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) yang berpusat di Pati dan Persekutuan Gereja Kristen Muria

Indonesia (PGKMI) yang berdiri pada tahun 1950 (GITJ), 1960 (PGKMI) dan termasuk dalam

Persekutuan Gereja Indonesia (PGI).44 Mennoite dikenal karena penekanan mereka pada isu-

isu perdamaian, keadilan, kesederhanaan, komunitas yang melayani dan saling membantu.45

Menyibak kelahiran GKMI Siloam, berawal dari perpecahan yang dialami GKMI menjadi

dua gereja, yaitu GKMI dan GKMII (Gereja Kristen Muria Injili Indonesia) beraliran Injili.

Salah satu anggota GKMII adalah GKMII Kenari yang terletak di Kota Kudus. Lahir dari

ketidak-puasan terhadap kehidupan berjemaat di gereja sebelumnya dengan anggapan adanya

39 David Carment and Albrecht Schnabel, Conflict Prevention: Path to Peace or Grand Illusion? (Tokyo: United Nations University Press, 2003), 70-71. 40 David and Albrecht, Conflict Prevention, 11. 41

Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), 104-105.

42 Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), 104-105. 43 John D. Roth, Sejarah Mennonit 44 Aritonang, Berbagai Aliran, 105. 45 Aritonang, Berbagai Aliran, 105-107.

Page 19: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

11

ketidaksesuaian dengan ajaran Kitab Suci.46 Sudiarto Timoty yang adalah utusan GKMII

Kudus untuk melanjutkan pendidikan di belajar Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya

Wacana (UKSW) dan bertemu dengan bapak D.S.Harso Soedirjo (Alm), bapak Soewigyo

(Alm) yang awalnya merupakan anggota jemaat Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU),

bapak Soedibyo (Alm), bapak Hendy Lasimin (Alm) dan bapak Suwarno YS yang merupakan

salah satu simpatisan yang beragama Islam. Mereka berencana untuk membangun sebuah POS

PI (Pos Pelayanan Injil). Persekutuan mula-mula dilakukan pada tanggal 5 Febuari 1978

dengan tempat persekutuan yang berbeda-beda, oleh karena belum adanya tempat persekutuan

yang tetap; (1) Di daerah Langensuko tahun 1978, dilaksanakan tepatnya di depan Hotel

Mutiara. (2) Di rumah bapak Rustamaji, Jl.Taman Pahlawan yang sekarang menjadi pasar

Blauran II. (3) Di daerah Pancuran tahun 1983 hingga sekarang yang bertempat di Jalan Talang

Tirto No.5 Salatiga.

Bangunan tetap yang berdiri di kawasan Pancuran ini, sebagai suatu perubahan bagi jemaat

PI sebelumnya, tentu tidak membawa konsekuensi yang sedikit, mengingat kehadiran gereja di

tengah-tengah masyarakat Pancuran agaknya ditandai dengan sikap curiga dan yang biasa

disebut dengan “Kampung Hitam” itu. Pergulatan eksistensi gereja awal dengan mengingat

misi perintis pembangunan gereja di kawasan Pancuran, yakni “masyarakat Pancuran yang

membutuhkan keselamatan juga (=bukan hanya orang gedongan saja)”47 menjadi semangat

tersendiri bagi gereja. Siloam yang berarti “yang diutus” yang adalah kolam, sebagaimana

kisah yang terdapat dalam Injil Yohanes pasal 9. Diambilnya nama ini berdasarkan dua alasan;

pertama, lokasi gereja sebenarnya dulu adalah kubangan dan yang kedua, ketika pertama kali

dibangunnya gedung gereja, orang menemukan sumber air yang memancar terus menerus dan

hal inilah yang dipakai gereja sebagai sarana penampungan air dari mata air yang terletak di

belakang gereja bagi masyarakat umum. Terjadilah perubahan sikap dari masyarakat, dari

curiga menjadi bersahabat. Bentuk kesaksian hidup gereja inilah yang menarik daya tarik

gereja kepada masyarakat untuk bertobat dan percaya akan Yesus. Pada tanggal 17 Agustus

1988 GKMI Siloam Salatiga resmi menjadi gereja dewasa baru di lingkup Sinode GKMI

dengan tidak mengesampingkan peristiwa perpecahan yang sempat dialami tentunya dan hadir

pula di tengah masyarakat Pancuran. Hadir sebagai kolam yang memancarkan kesejukan,

46 Yusak B. Setyawan, “Menyibak Kelahiran Sang Kolam Di Pancuran Analisis Kesejarahan GKMI Siloam Periode 1978-1988,” Paper Penelitian, 3. 47 Hasil Wawancara Gembala Jemaat GKMI Siloam, 09 Juni 2015, pukul 11.30 WIB.

Page 20: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

12

mengubah wajah masyarakat Pancuran yang dulunya disebut sebagai “Kampung Hitam” itu

dan sekarang diliputi kasih dan kedamaian ilahi.48

3.2 Pendidikan perdamaian di GKMI Siloam

Secara Sinodal Gereja Kristen Muria Indonesia memiliki visi dan misi yang mewujudkan

suatu perdamaian.49 GKMI yang berpusat pada Yesus Kristus, setiap ajaran dan tindakan Yesus

memberikan pemaknaan tersendiri bagi orang-orang Mennonit ketika menapaki kehidupan

keseharian mereka. Nilai-nilai perdamaian dari orang-orang Mennonit ini juga terwujud pada

visi dan misi GKMI Siloam, yakni;

• Visi, Menjadi tanda Kerajaan Allah di kota Salatiga.

• Misi, Menjadi komunitas yang berubah dan berbuah yang menjadi dan menjadikan

murid Yesus dan yang hidup dalam kasih, keadilan dan damai sejahtera.

• Membentuk Image GKMI Siloam, Sebagai gereja yang menarik, ramah, akrab degan

ibadah yang hangat, pengajaran yang berkualitas tinggi dan peka terhadap kebutuhan

jemaat dan masyarakat serta sebagai gereja masa depan yang peduli pada kebutuhan

generasi muda.

Melihat hal di atas, tentunya konsep perdamaian menurut GKMI sangatlah dikenal di kalangan

jemaat, dengan penggambaran yakni mengikuti tindakan dan ajaran Yesus Kristus.

Peneladanan terhadap tindakan dan ajaran Yesus Kristus sangatlah ditekankan khususnya bagi

jemaat GKMI Siloam, melihat arsitektur bangunan gereja bagian dalam yang membentuk pilar-

pilar bertuliskan Matius, Markus, Lukas dan Yohanes (4 Injil) guna mengingatkan teladan yang

dicontohkan Yesus Kristus secara terus-menerus kepada jemaat.50 Hal ini termasuk dalam

tindakan gereja menciptakan pendidikan perdamaian melalui simbol-simbol gereja yang ada.

Data lain menyatakan bahwa pada tahun 2011, Badan Pelaksana Harian Sinode GKMI

dengan sengaja telah membagikan 15.000 batas Alkitab, kepada segenap anggota jemaat

GKMI dengan tujuan untuk mensosialisaikan makna perdamaian yang Alkitabiah.51 Dengan

harapan agar anggota jemaat paham bahwa GKMI merupakan gereja perdamaian. Disisi lain,

pembatas Alkitab tersebut tertulis, “Damai berarti....—hidup yang berpusat pada Yesus

Kristus; —moral yang bersih dan tulus; —tubuh yang sehat, cukup sandang, pangan, papan;

—hubungan yang benar dengan Tuhan, diri sendiri sesama dan alam lingkungan.” Selain itu,

48 Yusak B. Setyawan, “Menyibak Kelahiran Sang Kolam Di Pancuran Analisis Kesejarahan GKMI Siloam Periode 1978-1988,” Paper Penelitian, 3, Bdk.Hasil Wawancara, Pdt Jemaat Hasil Wawancara dengan Gembala Jemaat GKMI Siloam, 09 Juni 2015, pukul 11.30 WIB. 49 http://www.sinodegkmi.com/, pada 18 Juni 2015, pukul 17:44 WIB. 50 Hasil Wawancara dengan Gembala Jemaat GKMI Siloam, 09 Juni 2015, pukul 11.30 WIB. 51 Arsip Berita GKMI.

Page 21: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

13

gereja juga memiliki upaya untuk mensosialisasikan konsep perdamaian melalui tema-tema

perenungan Firman Tuhan yang berdasar pada nilai-nilai kebaikan yang telah dibuat oleh

Sinode GKMI, yakni:

a) Tahun 2010: Tahun Kasih, c) Tahun 2012: Tahun Keutuhan Ciptaan,

b) Tahun 2011: Tahun Perdamaian, d) Tahun 2013: Tahun Keadilan,

e) Tahun 2014: Tahun Kebenaran

f) Tahun 2015: Tahun Penyataan Perbuatan.

Salah satu tujuan pembentukan tema-tema di atas adalah untuk mewujudkan suatu perdamaian

di kalangan jemaat GKMI.

3.3 Liturgi sebagai pusat pendidikan perdamaian di gereja

3.3.1 Liturgi secara struktural

Fokus GKMI Siloam untuk mewujudkan pendidikan perdamaian yang telah tertuang dalam

visi-misi gereja, nyatanya telah memainkan perannya dalam liturgi ibadah Minggu GKMI

Siloam setiap Minggu. Adapun bentuk liturgi yang dipakai sebagai berikut:

Liturgi Kebaktian Umum Minggu I52 (Warna Liturgi: Variatif sesuai dengan tahun gereja)

a. Menghadap Tuhan : Votum, Salam, Pujian Jemaat “Gloria Patri”, Pembacaan Nats

Pembimbing.

b. Pendamaian : Pengakuan dosa, Berita Pengampunan dosa, Amanat Hidup

Baru: Salam Damai.

c. Pelayanan Firman : Doa epiklese, Pembacaan Alkitab, Khotbah.

d. Respon Umat : Pengucapan Syukur, Warta Jemaat, Doa Syafaat, Pujian

Jemaat.

e. Pengutusan : Pujian Jemaat “Ikut Dikau Saja Tuhan”, Komitmen Pemuridan,

Pengutusan, Tanggapan Jemaat “Kepada Allah B’ri Puji.”

Secara struktural liturgi ibadah Minggu GKMI Siloam telah memberikan unsur interaksi

antar jemaat untuk terjun langsung memasuki arti perdamaian itu sendiri. Dengan pengertian,

terdapat ajakan-ajakan dalam liturgi untuk melakukan peran nyata antar individu dengan

individu yang lain melalui “Salam Damai.” Ajakan-ajakan lain yang melibatkan jemaat secara

langsung bukan saja secara aksi, namun melibatkan unsur manusia yang lain, yakni aspek

spiritual dan moral yang dilakukan oleh pelayan melalui ajakan verbal. Pujian jemaat yang

52 Kumpulan Liturgi Gereja Kristen Muria Indonesia, 17.

Page 22: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

14

rutin dilakukan sebagai bagian pujian wajib dalam liturgi juga menginterpretasikan ajakan

gereja kepada jemaat dalam hal untuk mengikuti perbuatan Yesus Kristus dalam keseharian

umat. Sebagaimana yang dijelaskan gembala jemaat bahwa pendidikan yang sebenarnya terjadi

ketika sosialisasi dilaksanakan dan liturgi yang mengandung unsur perdamaian itu telah

dilakukan, kemudian umat dapat mengikuti gerak dan langkah hidup Yesus, menghayatinya

dan melakukannya setiap hari.53

3.3.2 Isi liturgi ibadah Minggu GKMI Siloam

Nilai-nilai utama yang tertuang pada visi-misi gereja menjadi patokan mendasar dalam

pembentukan program-program gereja secara struktural. Sebagaimana pemaparan secara

struktural dalam tatanan liturgi ibadah Minggu gereja, menunjukan bagaimana adanya

perenungan gereja bahwa liturgi sebagai dasar dari kelajutan tugas gereja dan liturgi juga

berfungsi sebagai ‘wajah’ Injil yang memperlihatkan kasih Kristus—Kemerajaan Kristus—

kepada jemaat dan kepada dunia.54

Sayangnya, perenungan yang harus dilakukan setiap hari ataupun ditegaskan setiap saat

melalui struktur dari liturgi itu sendiri tidak dijalankan sedemikian rupa.55 Terdapat sedikit di

antara struktur liturgi gereja yang mengandung pendidikan perdamaian. Sebagai contoh pujian

jemaat yang menjadi bagian terbanyak dalam liturgi. Pujian jemaat justru malah mengandung

pujian yang bernilai hubungan yang erat kepada Tuhan saja dengan tidak melihat hubungan

manusia kepada Tuhan, sesama dan alam sekitarnya. Biasanya hal tersebut ditekankan pada

pujian pop-Kristiani yang saat ini sedang menjadi trend di gereja-gereja saat ini.56 Ketentuan

awal GKMI Siloam dalam hal pujian adalah pada Minggu terakhir (Minggu ke-4 dan Minggu

ke-5) menggunakan liturgi variatif, yakni liturgi yang mengandung banyak pujian pop-

Kristiani sedangkan Minggu pertama hingga Minggu ketiga sepenuhnya menggunakan Puji-

pujian Rohani GKMI (PPR) yang di dalamnya lebih banyak mengandung unsur hubungan yang

seimbang antara manusia, Tuhan, sesama dan alam. Seiring berjalannya waktu, ketentuan

pujian dalam liturgi ibadah Minggu GKMI Siloam berubah, penggunaan PPR secara penuh ada

pada Minggu kedua sedangkan Minggu selanjutnya lebih banyak memasukan pujian pop-

53 Hasil Wawancara dengan Gembala Jemaat GKMI Siloam, 09 Juni 2015, pukul 11.30 WIB.

54 Riemer, Cermin Injil; Ilmu Liturgi (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1995), 20. 55 Hasil pengamatan analisis data penelitian oleh peneliti ketika mengikuti ibadah Minggu di GKMI Siloam secara intens mulai dari bulan Agustus (awal)-September (akhir) yang menjadi bulan perdamaian, salah satu program gereja. 56

Pujian pop-Kristiani adalah pujian yang cenderung menggunakan alat musik band dengan segala kevariatifan irama yang dimainkan.

Page 23: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

15

Kristiani walaupun pujian PPR tetap terselip pada beberapa bagian pujian jemaat. Hal ini

mengakibatkan ketidak-konsistenan pendidikan perdamaian melalui liturgi. Walupun beberapa

aspek sosial nyata yang dilakukan dalam liturgi, seperti pujiaan wajib, “salam damai” maupun

komitmen pemuridan. Tetapi seharusnya, pelaksanaan pendidikan harus menyentuh berbagai

aspek dalam kehidupan manusia, sebagaimana hakikat manusia itu sendiri, yakni manusia

holistik.57

Aspek manusia holistik ini juga dipengaruhi bagaimana peran pelayan dalam hal

pemanjatan doa dan pewartaan Firman (Wedaran Sabda) sebagai bagian dari struktur liturgi.

Nyatanya, dalam beberapa pekan bergereja pelayan sering tidak menghubungkan pewartaan

dengan tema besar gereja ataupun yang berhubungan dengan pendidikan perdamaian. Hal ini

terlihat dari ketidaksesuaian antara bahan yang tercantum dalam warta serta sampaian pelayan

secara verbal di atas mimbar.58 Adapun isi dari doa pelayan ibadah Minggu, sering tidak

menyentuh aspek perdamaian juga. Penyentuhan aspek perdamaian dalam arti antar sesama

dan bukan “berbau” ajaran vertikalistik saja hanya dilakukan pada Minggu ke-4 sebagai bagian

dari Altar Call.59

3.3.3 Program gereja sebagai perwujudan dari liturgi gereja

Segala bentuk upaya dalam menerapkan visi dan misi GKMI dilakukan melalui berbagai

cara yang terprogram baik oleh gereja lokal maupun program sinodal. Persekutuan Gereja

Mennonit Wilayah (PGMW) melalui programnya, yakni Youth For Peace menjadi wadah

pendidikan perdamaian di kalangan remaja dan pemuda GKMI se-Indonesia. Pemuda dididik

(Training) terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perdamaian.60 Pendidikan perdamaian

juga diteruskan gereja, bukan hanya dalam ibadah Minggu, namun secara serempak terus

dibicarakan melalui persekutuan Remaja, Pemuda, Sekolah Minggu, Ibadah Rayon maupun

Pendalaman Alkitab (PA).61

57 Leahy, Dunia, Manusia, dan Tuhan: Antologi Pencerahan Filsafat dan Teologi (Yogjakarta: Kanisius, 2008),

1-35. 58

Hasil pengamatan analisis data penelitian oleh peneliti ketika mengikuti ibadah Minggu di GKMI Siloam secara intens mulai dari bulan Agustus (awal)-September (akhir) yang menjadi bulan perdamaian, salah satu program gereja. Lihat juga lampiran-lampiran peneliti. 59

Altar Call, merupakan suatu kegiatan pemanggilan jemaat untuk maju kedepan dan di doakan oleh Gembala jemaat. Hal ini biasa dilakukan Gembala kepada jemaat yang biasanya mengalami permasalahan hidup dan kebanyakan adalah “akar pahit” atau jemaat yang memiliki permasalahan terhadap sesama maupun keluarga. Aksi ini merupakan wujud jemaat untuk mau di perdamaikan kembali dan/atau bertobat sebagai anggota Mennonit dalam kehidupan kesehariannya yang mewartakan tentang perdamaian itu. 60

Hasil Wawancara dengan Pemuda GKMI Siloam 07 Juni 2015, pukul 19.00 WIB 61 Hasil Wawancara dengan Aktivis GKMI Siloam 21 Juni 2015, pukul 09.00 WIB.

Page 24: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

16

Secara lokal, GKMI Siloam menetapkan bulan perdamaian pada program tahunan gereja.

Sebagai salah satu bulan pendidikan perdamaian yang berdampak nyata melalui liturgi gereja,

khususnya khotbah yang di dapat langsung dari Sinode GKMI, bertemakan “perdamaian” bagi

bulan perdamaian. Beberapa program gereja sebagai cerminan keluar dari bulan perdamaian

ini dan telah terlaksana di tahun-tahun sebelumnya adalah pemberian tempat sampah bagi

warga pancuran, kerja bakti gorong-gorong kampung Pancuran, pembinaan akupresur bagi

masyarakat yang berminat dan pembukaan les gratis bagi masyarakat Pancuran.62 Tentunya

GKMI Siloam telah melaksanakan tugas gereja sebagai panggilan mereka untuk memberikan

dampak yang baik (=damai, perdamaian) bagi lingkungan sekitarnya.63

3.3.4 Relevansi liturgi GKMI Siloam Salatiga bagi kerukunan masyarakat

beragama di lingkungan sekitar gereja

Perjalanan GKMI Siloam bagi perwujudan pendidikan perdamaian terus mengalami usaha-

usaha yang secara sadar, terprogram dan terstruktur dilakukan, baik bagi jemaat setempat

dalam arti tindakan pendidikan perdamaian ke arah “dalam” dan mewujud-nyatakanya ke arah

“luar” bagi masyarakat di lingkungan sekitar gereja. Hal tersebut terlihat dari program yang

telah dilaksanakan gereja.

Warga Pancuran menanggapi baik aksi gereja, dilihat dari sikap masing-masing individu

GKMI Siloam maupun program-program gereja yang telah dilakukan. Tanggapan ini terlihat

melalui aksi kerja bakti yang dilakukan masyarakat Pancuran bagi pembangunan gedung

GKMI Siloam yang berkisar selama 3 tahun serta panggilan kepercayaan Gembala sidang

GKMI untuk berdoa bagi warga Pancuran muslim yang sedang sakit.

Berbagai aksi yang dilakukan gereja, sebagaimana tersirat di atas, merupakan usaha gereja

dalam hal kerukunan masyarakat beragama di lingkungan sekitar gereja. Jelaslah bahwa gereja

mencoba membangun hubungan yang baik dengan masyarakat, khususnya masyarakat non-

kristen yang lebih banyak jumlahnya di perkampungan Pancuran itu. Kepercayaan yang

diberikan masyarakat kepada gereja ditengah-tengah gang yang sempit itu tetap harus dijaga.

Sebagaimana pengakuan salah satu tokoh masyarakat non-Kristiani di Pancuran yang mewakili

suara komunitas Pancuran berpendapat bahwa gereja yang telah diberi kepercayaan harus

menjaga kepercayaan itu dengan tidak berbuat hal yang dapat menghancurkan kepercayaan

warga hanya melalui musik-musik yang keras (band) dimainkan hingga malam sehingga

menganggu peribadatan umat Muslim.64 Sikap yang terbuka dan/atau komunikatif itulah yang

62 Hasil Wawancara dengan Gembala Jemaat GKMI Siloam, 09 Juni 2015, pukul 11.30 WIB. 63 Jacobs, Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 12-13. 64

Hasil Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Pancuran, 03 September 2015, pukul 15.30 WIB.

Page 25: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

17

dihormati masyarakat ketika ada acara-acara tertentu hingga malam hari yang melibatkan

permainan band.65

Adapun usaha gereja melalui programnya untuk melayani dan menjalin hubungan baik

dengan masyarakat, pertama-pertama gereja harus melihat kedalam aksi gereja yang

mengusahakan perdamaian tersebut yang secara tidak langsung akan berdampak keluar.

Dengan maksud, pujian gereja dan latihan drum yang menjadi program gereja sebagai

“pengganggu” ketenangan masyarakat Pancuran sekitar gereja. Usaha baik oleh gereja diterima

baik oleh masyarakat, namun dengan adanya program bantuan gereja kepada masyarakat

membuat rasa “sungkan” masyarakat untuk menegur gereja dalam hal ini, khususnya tiga tahun

belakangan ini.66

3.4 Kesimpulan penelitian pendidikan perdamaian melalui liturgi di GKMI Siloam

Setelah mencoba melakukan rekonstruksi dan analisa historis serta liturgis, maka penulis

menyimpulkan data yang telah didapat dan direalisasikan sehubungan dengan pendidikan

perdamaian demi kepentingan penulisan selanjutnya.

Pertama, pada dekade pertama perintis telah meletakan dasar-dasar dan teladan perdamaian

dalam pelayanan kepada jemaat maupun kepada masyarakat dalam hal perdamaian. Jadi, upaya

menyatakan suatu perdamaian telah ada pada awal mula atau sejarah dari gereja itu sendiri.

Sejarah yang ada menjadi pedoman dari usaha perdamaian sehingga menjadi suatu pendidikan

perdamaian tersendiri yang diajarkan oleh sejarah kepada perjalanan gereja selanjutnya. Maka,

pelaksanaan pendidikan itu terwujud dalam visi-misi gereja saat ini.

Kedua, pendidikan perdamaian yang dilakukan gereja dilaksanakan secara sengaja dengan

adanya bulan perdamaian yang menjadi salah satu program gereja dan liturgi setiap minggunya.

Namun belum ada kekonsistenan dalam menjalankan pendidikan perdamaian terlihat dari isi

liturgi. Dalam arti pendidikan perdamaian yang dilakukan tidak bersifat terus-menerus terlihat

dari unsur-unsur liturgi yang beberapa diantaranya tidak bersinggungan dengan nilai-nilai

perdamaian. Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian pemaparan isi liturgi ibadah Minggu

GKMI Siloam.

Ketiga, gereja tidak hanya menjalankan misi dari segi kehadiran (presence) dan upaya-

upayanya hanya sebatas dalam lingkup gereja saja, melainkan juga program-program gereja

yang telah diterapkan mulai dari berdirinya gereja mula-mula sampai saat ini, dengan

65 Hasil Wawancara dengan Tokoh Masyarakat Pancuran, 03 September 2015, pukul 15.30 WIB.

66 Hasil Wawancara dengan Beberapa Masyarakat Pancuran, 13 September 2015, pukul 08.00 WIB.

Page 26: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

18

pelaksanaan yang lebih terstruktur bagi masyarakat Pancuran. Misi melalui perorangan

(people) dalam bentuk kesaksian hidup juga menjadi kesaksian tersendiri bagi warga Pancuran.

Namun tetap ada hal-hal penting yang perlu diperhatikan gereja sehubungan dengan pujian

jemaat dalam liturgi gereja, sebagaimana keluhan masyarakat Pancuran sekitar gereja yang

termasuk dalam misi perorangan itu.

4. Tinjauan Perspektif Pendidikan Perdamaian Terhadap Unsur-unsur

Liturgi GKMI Siloam Salatiga dan Dampaknya Bagi Kerukunan

Masyarakat Beragama di Lingkungan Sekitar Gereja

Pendidikan perdamaian dalam liturgi menjadi suatu tonggak pengingat utama bagi umat

Kristen karena gereja yang lupa akan tugas panggilan mereka yang hadir di dunia untuk

menjadi pembawa damai. Justru dari agamalah kekerasan antar umat terjadi, oleh karena

kepentingan setiap individu secara vertikalistik, tanpa mengkritisi hakikat awal dari hubungan

vertikal yang seharusnya terwujud nyata dalam hubungan antar sesama, layaknya Yesus yang

hadir di dunia yang adalah peacemaker pertama dan yang menjadi peacemaking bagi dunia.67

Guna mempermudah pengkajian penelitian, maka penulis membagi dalam tiga kajian subjudul,

pertama, wajah liturgi dalam kesatuan “tubuh perdamaian.” Kedua, tiga “porsi penegasan”

sebagai perombak liturgi biasa. Ketiga, fungsi pastoral liturgi sebagai perwujudan civil society.

4.1 Wajah liturgi dalam kesatuan tubuh perdamaian

Gereja diyakini oleh umat Kristen sebagai simbol dari “tubuh” Kristus dan kepala gereja

ialah Kristus sendiri. Menurut Jacobs, gereja ada karena Kristus sendiri yang memanggil

sehingga eksistensi gereja seharusnya memberikan dampak yang baik bagi lingkungan

sekitarnya.68 Maka, ada keselarasan misi dari Kristus Sang kepala gereja dan gereja yang

diyakini sebagai tubuh Kristus itu, yakni hadir untuk memberikan dampak baik (=damai,

perdamaian). Lalu bagaimana kesatuan keselarasan itu terlihat dalam gereja? Hal ini membawa

pemikiran baru terhadap makna liturgi dan misi perdamaiannya itu. Sebagaimana pemahaman

penulis mengenai liturgi yang merupakan “kemasan” pusat perdamaian. Sekurang-kurangnya

terdapat tiga pokok penting dalam liturgi yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya demi

mewujudkan pendidikan perdamaian sebagai usaha membangun civil society.

67 Slattery, Jesus The Warrior? Historical Christian Pespective & Problems and The Morality of War & The

Waging of Peace (Marquette: University Press, 2007), 53-55. 68

Jacobs, Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 12-13.

Page 27: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

19

4.1.1 Pengaruh wajah liturgi bagi pendidikan perdamaian

Gereja Mennonit merupakan komunitas pengikut Kristus yang memelihara ajaran dan

kehidupan yang bersih, non-kekerasan dan melayani sesama sebagai suatu kesaksian terhadap

orang lain, memberikan karakter tersendiri kepada GKMI secara sinodal untuk mewartakan

nilai perdamaian itu bagi dunia.

Secara struktural liturgi GKMI Siloam merupakan interpretasi dari visi-misi gereja yang

tidak terlepas dari sejarah terbentuknya GKMI Siloam untuk mewujudkan pendidikan

perdamaian. Terkandung unsur-unsur pendidikan perdamaian di dalam liturgi GKMI Siloam.

Hal ini terlihat dari adanya ajakan dalam liturgi untuk melakukan “salam damai” yang termasuk

dalam kategori “Pendamaian” dalam liturgi, yakni ajakan kepada jemaat untuk mewujudkan

perdamaian yang telah dilakukan Tuhan kepada umatNya melalui pengakuan dosa, berita

pengampunan dosa dan amanat hidup baru, melalui respon jemaat dari tindakan nyata kepada

sesamanya. Praktek ini merupakan usaha gereja untuk mempraktekan metode yang bersifat

partisipatoris, inklusif, mengakomodasi dan melibatkan berbagai pemangku (stakeholders)69

dalam menjalankan suatu pendidikan perdamaian. Selain itu “salam damai” termasuk dalam

usaha gereja untuk menegaskan bahwa jemaat adalah salah satu ciptaan Tuhan diberikan

mandat untuk mengelola ciptaan Tuhan, guna menciptakan damai sejahtera dalam relasinya

kepada sesama dan alam.70

Unsur kedua pendidikan perdamaian dalam liturgi ibadah Minggu GKMI Siloam adalah

“komitmen pemuridan” yang dilakukan dalam kategori “Pengutusan.” Bunyi dari komitmen

pemuridan GKMI Siloam adalah sebagai berikut:

“Kami bersaksi bahwa tidak ada seorang pun mengenal Kristus

kecuali mengikutiNya setiap hari.”

Komitmen pemuridan merupakan refleksi gereja terhadap panggilan gereja sebagai

komunitas Mennonit dalam hal perwujudan nyata sikap orang Kristen yang penuh damai

melalui peneladanan terhadap sikap Yesus.71 Komitmen ini mengungkapkan pemahaman kaum

Anabaptis tentang kebebasan rohani yang berbeda dari kaum fanatik maupun kaum konformis,

yakni menekankan pentingnya kelahiran baru dan kemuridan.72 Bukti kelahiran baru terlihat di

dalam upaya yang sungguh-sungguh untuk hidup sebagai murid yang sudah mengikatkan diri

sepenuhnya kepada Kristus sebagai Tuhan. Tanda-tanda hidup dari pemuridan adalah kasih

69 Trijono, Pembangunan Sebagai Perdamaian; Rekonstruksi Indonesia Pasca-Konflik (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2007), 65-67. 70

Lihat tiga rumusan penegasan di bagian II hal. 9.

71 Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: Gunung Mulia, 2008), 104-105.

72 Aritonang, Berbagai Aliran, 104-105.

Page 28: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

20

dan tidak menggunakan perlawanan dan kekerasan (non-resistance). Kedua unsur inilah

merupakan wujud dari pendidikan perdamaian GKMI Siloam dalam liturgi, karena dilakukan

secara konsisten setiap Minggu, berfokus dan berkelanjutan. Kedua unsur ini tentunya akan

membuahkan budaya perdamaian dalam gereja serta menumbuhkan interaksi nyata antar

umat.73

Sayangnya, pelaksanaan pendidikan perdamaian dalam liturgi tidak menyinggung unsur-

unsur liturgi yang lain secara keseluruhan. Padahal untuk memberikan pengajaran kepada

“peserta didik” yang adalah manusia holistik itu serta upaya untuk membentuk peacemaker

dan perwujudan manusia yang beradab—cita-cita perwujudan civil society— haruslah melalui

beberapa tahap pemberian pengajaran. Hal ini bertalian dengan unsur pokok yang terlihat dari

empat rumpun liturgi yang tidak mendapatkan “porsi penegasan” yang sama dalam pemberian

pendidikan perdamaian melalui liturgi.74 Hanya dengan ketiga penegasan yang dilakukan

secara konsisten, berfokus dan berkelanjutan dalam setiap unsur liturgi, dimonitoring dan stabil

sebagai bagian dari upaya pendidikan akan membuahkan budaya perdamaian dalam gereja

serta menumbuhkan interaksi nyata antar umat.75 Budaya perdamaian dalam suatu komunitas

berujung pada pembentukan peacemakers.76 Hal tersebut itulah yang tidak mendapatkan

kelanjutan dalam unsur liturgi lainnya, sebagai contoh, pujian jemaat yang merupakan bagian

terbanyak dalam liturgi. Justru lebih menekankan pujian pop-Kristiani yang menekankan

hubungan yang vertikalistik kepada Tuhan tanpa memandang relasi yang seimbang terhadap

sesama dan alam. Pengubahan aturan pujian liturgi dari PPR menjadi pujian yang lebih banyak

pop-Kristiani ini didasarkan oleh alasan bahwa untuk mengikuti “anak muda” atau trend

gereja-gereja saat ini yang mengiringi pujian pop-Kristiani menggunakan band.77

Adapun khotbah yang diwartakan setiap Minggu merupakan pilihan Gembala Jemaat tanpa

adanya kesepakatan bersama secara sinodal, terkecuali pada bulan perdamaian, sinode GKMI

memiliki bahan khotbah sendiri dengan tema besar perdamaian. Terkadang khotbah tidak

bersesuaian dengan visi-misi dan/atau tema besar dari komunitas Mennonit itu sendiri ataupun

bahan khotbah yang terkandung dalam warta dan berbeda dengan penyampaian di atas mimbar.

Dapat diambil kesimpulan bahwa tidak adanya kestabilan pendidikan perdamaian dalam liturgi

73 David Carment and Albrecht Schnabel, Conflict Prevention: Path to Peace or Grand Illusion? (Tokyo: United Nations University Press, 2003), 70-71. 74

Lihat tiga rumusan penegasan di bagian II hal. 9.

75 David Carment and Albrecht Schnabel, Conflict Prevention: Path to Peace or Grand Illusion? (Tokyo: United Nations University Press, 2003), 70-71. 76 David and Albrecht, Conflict Prevention, 11. 77 Hasil Wawancara dengan Beberapa Masyarakat Pancuran, 13 September 2015, pukul 08.30 WIB.

Page 29: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

21

GKMI Siloam. Tidak adanya “porsi penegasan” yang sama pada setiap unsur liturgi GKMI

Siloam. Tidak adanya “wajah” liturgi yang sesuai sebagaimana kesatuannya dengan “tubuh

perdamaian” yang telah dibangun oleh sejarah komunitas Anabaptis, secara sinodal maupun

sejarah GKMI Siloam yang mewujudkan perdamaian dimulai dari dalam (baca=person) dan

menyebarkannya secara luas.78

4.1.2 Pengaruh simbol liturgi bagi pendidikan perdamaian

Penyentuhan aspek partisipasi jemaat secara spiritualitas, moralitas, sosialitas, rasa dan

rasionalitas tentunya merupakan bentuk pernyataan tersendiri bagi kedudukan simbol dalam

liturgi.79 Simbol merupakan cara untuk melibatkan emosi, gairah, keterlibatan dan

kebersamaan dari individu.80 Liturgi yang merupakan perjumpaan Tuhan dengan manusia itu

termasuk dalam segi katabtis dan anabatis.81 Simbol yang dimaksudkan melibatkan perayaan

tindakan, gerak, tempat, arah dan benda.

Tentunya arsitektur bangunan GKMI Siloam bagian dalam yang membentuk pilar-pilar

bertuliskan; Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, merupakan simbol yang termasuk dalam

liturgi untuk membawa jemaat dalam perjumpaannya dengan Tuhan melalui sejarah tindakan

Yesus, yakni sebagai peacemaking itu.82 Simbol yang dimaksudkan juga terwujud dalam

struktur liturgi, yakni pujian, doa, “salam damai”, pewartaan Firman serta “komitmen

pemuridan.” Faktanya, simbol terhadap kemerajaan Allah sebagai pendidikan perdamaian

tersebut belum terlihat secara keseluruhan melalui struktur liturgi GKMI.83 Walaupun ada

penegasan-penegasan pada bagian “salam damai” dan “komitmen pemuridan.” Porsi

penegasaan tetap berlaku dalam bagian ini, karena melalui perjumpaan dialogis simbolis yang

menyentuh keholistikan manusia dapat menyatakan arti perjumpaan sejati antara Allah dan

manusia. Simbol merupakan realitas keselamatan yang adalah perwujudan perdamaian yang

dirayakan oleh jemaat dalam liturgi.

78 Yusak B. Setyawan, “Menyibak Kelahiran Sang Kolam Di Pancuran Analisis Kesejarahan GKMI Siloam Periode 1978-1988,” Paper Penelitian, 1-35. 79

Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), 11. 80

Rachman, Hari Raya Liturgi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 156. 81

Rachman, Hari Raya, 156. 82

Slattery, Jesus The Warrior? Historical Christian Pespective & Problems and The Morality of War & The Waging of Peace (Marquette: University Press, 2007), 53-55. 83 Hasil pengamatan analisis data penelitian oleh peneliti ketika mengikuti ibadah Minggu di GKMI Siloam secara intens mulai dari bulan Agustus (awal)-September (akhir) yang menjadi bulan perdamaian, salah satu program gereja. Lihat juga lampiran-lampiran peneliti.

Page 30: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

22

4.1.3 Pengaruh “Suasana Damai” bagi wajah liturgi

Keikutsertaan peneliti dalam ibadah Minggu GKMI Siloam yang telah dilakukan selama

ini, memberikan pemahaman tersendiri terhadap suasana peribadatan di GKMI Siloam selama

ini. Secara implisit suasana ibadah dipengaruhi oleh dua faktor yang menonjol dalam hal

“kekhusukan” jemaat selama beribadah, yakni pengaruh pewartaan Firman dan teknis

peribadatan.

Pewartaan Firman merupakan bagian dalam liturgi yang tidak memunculkan ajakan

partisipasi dari jemaat secara nyata. Pelayan mengambil peran penuh dalam hal ini. Pada hasil

pengamatan ditemukan bahwa sering terjadi ketidaksesuaian pewartaan Firman dengan

konteks, tema dan bahan yang tertera di liturgi jemaat yang mengakibatkan kegelisahan jemaat

berupa tindakan verbal (berbicara dengan jemaat yang lain) atau tindakan untuk pergi keluar

tempat ibadah dengan alasan ke kamar mandi. Hal ini merupakan wujud tidak adanya suasana

yang baik dalam kesatuan tubuh perdamaian melalui wajah liturgi itu sendiri. Kemudian

persiapan yang terbatas dalam kaitannya dengan media yang digunakan, yakni LCD maupun

microphone yang mengakibatkan ketidaknyamanan pelayan, menimbulkan suasana yang tidak

nyaman juga oleh pelayan dan jemaat.84

Berdasar pada tanggapan Setyawan mengenai “damai” yang adalah Kemerajaan Allah yang

terwujud dalam tindakan kedamaian, keadilan, kasih dan kerendahan hati.85 Agaknya suasana

dalam peribadatan di GKMI Siloam belum mencerminkan secara utuh arti dari pendidikan

perdamaian dengan menjaga suasana damai itu sendiri. Mengingat kembali bagaimana

pendidikan perdamaian melalui liturgi dapat dilaksanakan jika segenap stakeholders

memainkan perannya dengan “porsi penegasan” yang sama di setiap unsur-unsur yang ada.

4.2 Tiga porsi penegasan sebagai perombak liturgi biasa

Evaluasi dari pelaksanaan pendidikan perdamaian melalui liturgi dapat dilihat dari

kehadiran budaya perdamaian.86 Artinya, ada interaksi nyata antar umat melalui kehadirannya

(presence) untuk mencerminkan nilai-nilai perdamaian. Hal tersebut itulah yang dinamakan

sebagai pelaku peacemaking.87

84 Hasil pengamatan analisis data penelitian oleh peneliti ketika mengikuti ibadah Minggu di GKMI Siloam

secara intens mulai dari bulan Agustus (awal)-September (akhir) yang menjadi bulan perdamaian, salah satu program gereja. 85

Yusak B, Setyawan, “Makna ‘Damai’ Dalam Alkitab”, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk. (Salatiga: Griya Media, 2011), 39-40. 86

David Carment and Albrecht Schnabel, Conflict Prevention: Path to Peace or Grand Illusion? (Tokyo: United Nations University Press, 2003), 70-71. 87

Slattery, Jesus The Warrior? Historical Christian Pespective & Problems and The Morality of War & The Waging of Peace (Marquette: University Press, 2007), 53-55.

Page 31: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

23

Perwujudan pendidikan perdamaian melalui liturgi dapat terlihat nyata jika ada dampak

keluar dari gereja yang baik bagi masyarakat di lingkungan sekitar gereja, secara khusus bagi

yang beragama non-Kristiani. Melihat pemaparan pada bagian subjudul pertama, tentunya

liturgi ibadah Minggu GKMI Siloam perlu melihat kembali makna dasar dari pendidikan

perdamaian itu. Tiga porsi penegasan yang mencangkup nilai kemanusiaan secara holistik dan

kemultidimensiaan manusia dapat menjadi masukan baik untuk meninjau fungsi gereja yang

berpusat dalam liturgi itu.88 Sebagaimana hakikat liturgi yakni pusat pendidikan perdamaian.89

Penciptaan “atmosfer perdamaian” yang tidak menyeluruh ini mengakibatkan adanya

ungkapan protes dari warga sekitar gereja dalam hal liturgi ibadah Minggu gereja maupun acara

gereja yang dilakukan setiap harinya. Tentu, hal ini berhubungan erat dengan pujian gereja

yang menggunakan alat band sebagai “pengganggu” ketenangan masyarakat sekitar gereja

yang memiliki keyakinan agama yang berbeda, khususnya tiga tahun belakangan ini.90

Maka, pantaslah perombakan kembali makna dari perdamaian secara utuh melalui liturgi

dengan implikasi ke dalam (=bagi gereja dan jemaat) maupun ke luar (=bagi masyarakat).

4.3 Fungsi pastoral liturgi bagi perwujudan civil society

Pastoral adalah tindakan memelihara dengan menjaga dan menumbuhkan.91 Pastoral bukan

pengobatan yang dikerjakan hanya jika sudah menjadi masalah. Melalui perayaan liturgi,

gereja menjaga kawanan domba Allah untuk selalu mengenangkan (anamnesis) peristiwa

Kristus.92 Kristus itulah sumber kehidupan gereja. Liturgi adalah nafas kehidupan gereja. Jadi,

liturgi harus menampakan kepada dunia bahwa gereja itu hidup. Hidup harus bertumbuh (lebih

taat, cerdas dan bijak), bergerak (ada aksi, respons, upaya dan kerja), sehat (aksi memberi

sedekah, giat membangun dan melayani) dan berguna bagi dunia (sebagai juru damai, menjadi

berkat dan inspirasi bagi masyarakat).93 Baik umat maupun lembaga gereja yang beribadah

dengan baik adalah umat dan lembaga gereja yang tahu menjalankan dan mengisi hidup dengan

baik.

Fungsi pastoral liturgi dapat dijalankan jika ada komitmen untuk mempraktekan

pendidikan perdamaian secara konsisten, sebagaimana hakikat dari pendidikan itu sendiri.

88 Lihat tiga rumusan penegasan di bagian II hal. 9. Bdk. Pemaparan pada bagian subjudul pertama; Wajah

liturgi dalam kesatuan tubuh perdamaian besarta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Hal. 18-22.

89 Pemikiran peneliti terhadap makna liturgi pada bagian II. Bdk. Riemer, Cermin Injil (Jakarta: Yayasan

Komunikasi Bina Kasih, 1995), 21. 90

Hasil Wawancara dengan Beberapa Masyarakat Pancuran, 13 September 2015, pukul 08.00 WIB.

91 Rasid Rachman, “Gereja Belum Melihat Liturgi Sebagai Teologi”, Berita OIKOUMENE, Januari-Febuari

2008, 31. 92

Rasid Rachman, “Gereja Belum Melihat Liturgi”, 31. 93

Rasid Rachman, “Gereja Belum Melihat Liturgi”, 31.

Page 32: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

24

Pelaksanaan pendidikan perdamaian melalui liturgi yang di dukung oleh fungsi pastoral dapat

menciptakan peacemakers Kristiani dan budaya perdamaian serta berujung pada civil society

di lingkungan sekitar gereja GKMI Siloam. Mengingat juga makna dari sejarah hadirnya

GKMI Siloam di Pancuran, sebagai kolam (baca=Siloam) yang memancarkan kesejukan bagi

Pancuran.

5. Penutup

5.1 Kesimpulan

Cita-cita untuk mewujudkan suatu perdamaian antar agama serta membangun suatu

kehidupan manusia yang ideal (civil society) memerlukan peranan penting dari agama dalam

kesanggupannya untuk memberikan pendidikan perdamaian. Liturgi yang sebagai pusat utama

pemberian pendidikan perdamaian itu, bukan semata-mata hanya dijalankan dengan

memasukan unsur-unsur perdamaian di dalamnya. Tetapi bagaimana unsur-unsur perdamaian

itu dapat memasuki area kehidupan manusia dari segi keberadaannya sendiri serta dilakukan

secara konsisten. Tiga penegasan yang menjadi usulan dalam penulisan ini, merupakan

landasan bagaimana pendidikan perdamaian dapat dilakukan melalui liturgi, guna mewujudkan

para peacemaker sebagai pelaku peacemaking.

Gereja yang diyakini tubuh Kristus itu, sepenuhnya memiliki tanggung-jawab yang besar

dalam mendidik umatNya. Sebagaimana perkataan Yesus “Peace be with you. As the Father

sent me, so I send you” (John 20:21). Gereja memiliki andil yang besar atas perintah Tuhan.

Maka, seharusnya gereja memampukan diri untuk menjawab persoalan kekerasan yang justru

ditimbulkan oleh agama dan melakukan pendidikan perdamaian sebagaimana tujuan awal

agama. Pendidikan perdamaian dalam liturgi sangat diperlukan bukan saja bagi GKMI Siloam,

namun juga gereja-gereja yang ada di Indonesia. Semoga pendidikan yang diharapkan dapat

terjadi, tentunya sesuai dengan kehendak Kristus bagi gereja untuk menyatakan Kemerajaan

Allah yang hadir secara nyata melalui umat Tuhan bagi sesama manusia di Pancuran, di

Indonesia dan di dunia.

Page 33: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

25

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan Sekitar Gereja (Jakarta: Gunung Mulia,

2008).

David Carment and Albrecht Schnabel, Conflict Prevention: Path to Peace or Grand

Illusion? (Tokyo: United Nations University Press, 2003).

Drijarkara, Filsafat Manusia (Yogjakarta: Kanisius, 1969).

G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2006).

Gruchy, John de, Saksi Bagi Kristus; Kumpulan Cuplikan Karya Dietrich Bonhoeffer

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993).

Honog, A.G. Jr., Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 2005).

Jacobs S.J., Dinamika Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 1990).

Koenjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1983).

Leahy, Louis, Dunia, Manusia, dan Tuhan: Antologi Pencerahan Filsafat dan Teologi

(Yogjakarta: Kanisius, 2008).

Martasudjita, Emanuel, PR., Liturgi Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogjakarta:

Kanisius, 2011).

Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-dasar

Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2001).

Nawawi, H. Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogjakarta: Gajah Mada University

Press, 2004).

Ngelow, Zakaria, Agama-Agama & Problematika Sosial Keagamaan (Jakarta: Badan

Penelitian dan Pengembangan PGI dan Mission 21, 2005).

Nuhamara, Daniel, Pembimbing PAK, Pendidikan Agama Kristen (Bandung, Jurnal Info

Media, 2007).

Paul Suparno, SJ. Dkk., Reformasi Pendidikan; Sebuah Rekomendasi (Yogyakarta: Kanisius,

2002).

Riemer, Cermin Injil (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1995).

Schumann, Olaf, Agama-Agama Kekerasan dan Perdamaian (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2011).

Page 34: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

26

Seidle, Victor J. Religions, Hatreds, Peacemaking and Suffering (New York: I.B Tauris,

2007).

Setyawan, Yusak B., “Makna ‘Damai’ Dalam Alkitab”, Buku Bacaan Pendidikan

Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk. (Salatiga: Griya Media, 2011).

Simatupang, T.B, Tugas Kristen Dalam Revolusi (Percikan Pergumulan seorang awam

modern ditengah-tengah dunia yang bergolak) (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1960).

Slattery, Michael, Jesus The Warrior? Historical Christian Pespective & Problems and The

Morality of War & The Waging of Peace (Marquette: University Press, 2007).

Tampake, Tony, “Signifikansi Pendidikan Perdamaian Dalam Masyarakat Bhieka Tunggal

Ika”, Buku Bacaan Pendidikan Perdamaian, ed. Theo Litaay, dkk (Salatiga: Griya

Media, 2011).

Trijono, Lambang, Pembangunan Sebagai Perdamaian; Rekonstruksi Indonesia Pasca-

Konflik (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007).

Weber W., George, The Conggregation In Mission (New York: Abingdon Press, 1964).

Wilkes, George R., “Religious Attitudes to The Middle East Peace Process”, ed. Philip

Broadhead & Damien Keown (New York: I.B Tauris, 2007).

Williams, Colin, What In The World? (New York : Department of Publication Service

NCCUSA, 1965).

Artikel :

Arsip Berita GKMI.

Kumpulan Liturgi Gereja Kristen Muria Indonesia.

Suster Martha E. Driscoll OCSO dalam Majalah Inspirasi Nomer 93 tahun VIII Mei 2012:24-

25.

Rasid Rachman, “Gereja Belum Melihat Liturgi Sebagai Teologi”, Berita OIKOUMENE,

Januari-Febuari 2008.

Paper Penelitian :

Yusak B. Setyawan, “Menyibak Kelahiran Sang Kolam Di Pancuran Analisis Kesejarahan

GKMI Siloam Periode 1978-1988.”

Website :

Pemerintah Kota Salatiga: http://salatigakota.bps.go.id/webbeta/frontend/

Sinode GKMI: http://www.sinodegkmi.com/

Page 35: Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam Salatiga ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9941/2/T1_712011039_Full... · Pendidikan Perdamaian Dalam Liturgi GKMI Siloam

27