PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM NAZAM „AQIDAT AL-„AWȂM … · Karya Syekh Ahmad Marzuqi disusun oleh...

124
PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM NAZAM „AQIDAT AL-„AWȂM KARYA SYEKH MARZUQI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Oleh: Solihati NIM.1112011000115 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Transcript of PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM NAZAM „AQIDAT AL-„AWȂM … · Karya Syekh Ahmad Marzuqi disusun oleh...

PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM NAZAM „AQIDAT

AL-„AWȂM KARYA SYEKH MARZUQI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Solihati

NIM.1112011000115

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Skripsi yang berjudul Pendidikan Keimanan dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm

Karya Syekh Ahmad Marzuqi disusun oleh Solihati, NIM. 1112011000115,

jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan

dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang

munaqasyah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 18 Januari 2017

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing

Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag

NIP. 19710709 199803 1 001

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

“Pendidikan Keimanan dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm Karya

Syekh Ahmad Marzuqi”

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

Solihati

NIM. 1112011000115

Yang mengesahkan,

Dosen pembimbing

Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag

NIP. 19710709 199803 1 001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

UJI REFERENSI

Skripsi berjudul “Pendidikan Keimanan Dalam Nazam Aqidat al-„Awâm”

disusun oleh Solihati NIM. 111201100011, Jurusan Pendidikan Agama Islam,

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya

ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketetuan yang

ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 18 Januari 2017

Yang Mengesahkan,

Pembimbing

Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag

NIP. 19710709 199803 1 001

i

ABSTRAK

Solihati (NIM: 1112011000115). Pendidikan Keimanan dalam Naẕam „Aqidat

al-„Awȃm Karya Syekh Ahmad Marzuqi. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama

Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayadatullah Jakarta.

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pendidikan yang terdapat

pada Naẕam „Aqidat al-„Awȃm. Dengan harapan pendidikan yang terdapat pada

Naẕam „Aqidat al-„Awȃm, bisa mengatasi problematika akidah yang terjadi di

kalangan umat Islam guna menjaga keimanan umat Islam agar tetap konsisten.

Dan untuk mengatasi itu semua, dapat dimulai melalui pendidikan. Sebab,

lembaga pendidikan berperan penting dalam menanamkan keimanan, terlebih

lembaga pendidikan Islam. Untuk itu, lembaga pendidikan harus memikirkan

secara matang materi pendidikan keimanan yang akan disampaikan, tentunya

yang sesuai dengan ajaran Islam, sebagai tujuannya. benar-benar mempersiapkan

konsep pendidikan keimanan, tentunya yang sesuai dengan ajaran Islam, sebagai

tujuannya. Di samping itu, penting juga mempersiapkan konsep pada saat proses

pembelajaran, seperti penggunaan metode yang menyenangkan agar peserta didik

menikmati setiap proses pembelajaran yang dilalui.

Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif, lebih tepatnya adalah metode penelitian kepustakaan atau

library reasearch yang bercorak deskriptif analitis atau analitis kritis, yaitu

mengkaji gagasan primer mengenai ruang lingkup permasalahan yang dipercaya

oleh gagasan sekunder yang relevan.

Hasil penelitian yang didapat bahwasanya terdapat konsep pendidikan

keimanan dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm meliputi perkara rukun iman, selain

iman kepada qadha dan qadar. Hal itu dikarenakan perkara qadha dan qadar sulit

dipahami oleh orang awam, karena tujuan Nazam „Aqidat al-„Awȃm sendiri adalah

untuk mempermudah orang awam atau pemula yang mempelajari akidah. Selain

itu, perkara qadha dan qadar secara tersirat sudah terangkum dalam rukun iman

yang pertama yaitu iman kepada Allah Swt. Jadi, tidak ada paradigma baru yang

signifikan mengenai pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm,

karena berbicara masalah keimanan berarti berbicara mengenai rukun iman yang

enam perkara. Dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm juga mewajibkan untuk mukallaf

mengetahui dan meyakini persoalan nabi Muhammad Saw secara rinci.

ii

KATA PENGANTAR

ن الر يم بسم هللا الر حم

Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah Swt, atas berkat nikmat, rahmat serta hidayah-Nya yang telah memberikan

penulis inspirasi, kecerahan dalam berpikir serta kemudahan, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga selalu

tercurah kepada baginda alam, pemegang panji islam, nabi besar Muhammad

Saw, yang telah membawa kegelapan menuju cahaya kebenaran, semoga kita

dapati syafa‟atnya di hari kiamat nanti.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak, sehingga penulis terbantu dalam menyelesaikan karya

ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan yang

setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama

Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Dosen Penasehat

Akademik.

5. Dr. Akhmad Shodiq, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia

memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan saran kepada penulis selama

menyelesaikan skripsi ini.

6. Ayahanda Muhammad Anwar dan Ibunda tercinta Yatmi atas pengorbanan

serta do‟a yang selalu dipanjatkan untuk anakmu ini, semoga selalu dalam

kasih sayang dan rahmatt Allah Swt.

iii

7. Keluarga besar PONPES Daar El-Hikam, khususnya orang tua kedua

sekaligus guru yaitu Abi KH. Bahrudin, S.Ag. dan Umi Hj. Tuti Rosmaya

atas ilmu, kasih sayang dan do‟a yang telah diberikan kepada penulis.

8. Bapak-bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam dan seluruh

staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan atas ilmu yang telah diberikan.

9. Terima kasih buat sahabat setia, seperjuangan yang menginspirasi

Muhammad Yunus Yazid, Laeli Istiqomah, Ipah Latipah, Putri Firdah Rajak,

Nurjannah, Zuhdiyati, Rosita yang bersedia menemani dalam suka maupun

duka.

10. Terima kasih pula kepada keluarga pengurus putri PONPES Daar El-Hikam

Ceuceu Mpah, Wilda, Lili, Arsita, Ulfi, Makiyyah, Dewi, Mul, Farikha,

Naufal, Anisaul, Aisyah, Tria, Puji yang selalu membuat hari-hari penulis

berwarna dan memberi nilai kehidupan memahami satu sama lain.

11. Seluruh teman-teman PAI KANCA C (Een, Rini, Susi, Syifa, Ranti, Zairina,

Ayu, Febi, Amel, Mala, Ira, Fuji, dll) semoga ikatan kebersamaan kita selalu

terikat erat.

12. Teman-teman PAI angkatan 2012 yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, mereka yang telah

berkonstribusi langsung maupun tidak, sedikit ataupun banyak dalam proses

penyusunan skripsi ini, tiada kata yang paling indah dan layak selain ucapan

terima kasih, semoga semua amal baik mereka bernilai ibadah dan dibalas oleh

Allah Swt. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis

pribadi dan umumnya bagi pembaca lainnya.

Jakarta, 18 Januari 2017

Penulis

iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ........................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 11

C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 11

D. Rumusan Masalah ............................................................................ 12

E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 12

F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 12

BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 13

A. Pengertian Pendidikan ..................................................................... 13

B. Hakikat keimanan ............................................................................ 17

C. Objek Keimanan .............................................................................. 22

D. Pendidikan Keimanan ...................................................................... 25

1. Pengertian Pendidikan Keimanan ................................................ 25

2. Tujuan Pendidikan Keimanan ...................................................... 26

3. Ruang Lingkup Pendidikan Keimanan ........................................ 28

E. Pengertian Nazam ............................................................................ 47

F. Nazam „Aqidat al-„Awȃm Karya Syekh Marzuqi ............................. 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 56

A. Objek dan Waktu Penelitian ............................................................ 56

B. Metode Penulisan............................................................................. 56

C. Fokus Penelitian ............................................................................... 57

D. Prosedur Penelitian .......................................................................... 57

v

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 60

A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif Kitab Naẕam „Aqidat al-

„Awȃm .............................................................................................. 60

1. Biografi Pengarang Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm ................ 60

2. Karya-karya Syekh Marzuqi...................................................... 61

3. Tentang Kitab Naẕam „Aqidat Al-„Awȃm .................................. 62

B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komparatif Kitab ............................. 66

C. Interpretasi Hasil Analisis ................................................................ 67

D. Pembahasan Pendidikan Keimanan dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃm

......................................................................................................... 70

1. Iman Kepada Allah (ilahiyyat) .................................................... 71

2.Iman Kepada Rasul (nubuwwat) ................................................... 81

3. Iman Kepada Malaikat (Sam‟iyyat) ............................................. 86

4.Iman Kepada Kitab-Kitab ............................................................. 87

5.Iman Kepada Hari Kiamat ............................................................ 88

6. Silsilah nabi Muhammad Saw ..................................................... 90

7. Penutup Naẕam ............................................................................ 97

E. Nilai-Nilai Pendidikan Lainnya dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃm ..100

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...................................101

A. Kesimpulan ....................................................................................101

B. Implikasi ........................................................................................102

C. Saran ..............................................................................................102

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................103

LAMPIRAN

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt yang paling sempurna,

karena dilengkapi dengan akal, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. al-Tîn

(95): 4, yaitu:

ا ىلد خيل نس تليم ٱل حص ٤ ف أ

(4)Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk

yang sebaik-baiknya. (QS. al-Tîn (95): 4)1

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia merupakan sebaik- baik

makhluk ciptaan, karena hanya manusia makhluk yang dianugerahi oleh Allah

Swt berupa akal, sebagai alat untuk berpikir. Sehingga membuat manusia dapat

menerima pendidikan serta mendidik. Sehubungan dengan ayat itu, Ibnu „Arabi

berpendapat seperti yang telah dikutip oleh Ramayulis dari Ismail Raji‟ al-

Faraqi dalam bukunya Islam dan kebudayaan sebagai berikut:

Tak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, yang

memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat,

mendengar, berfikir dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis

yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan

syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya

sebagai makhluk Allah di muka bumi.2

Oleh karena itu, berkat anugerah akal dari Allah Swt tersebut, manusia

menempati beberapa kedudukan, diantaranya yaitu sebagai hamba Allah,

khalifah di muka bumi, dan makhluk yang dapat menerima pendidikan serta

mendidik. Berkenaan dengan kedudukan manusia sebagai hamba Allah,

dikarenakan manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama

sesuai dengan fitrahnya3, sebagaimana nabi Muhammad Saw. bersabda:

1 Departemen Agama RI, al- Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentara Abadi, 2010), h. 708

2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta:

Kalam Mulia, 2015), Cet. IV, h. 71

3 Ibid, h. 82

2

عن أب ىري رة، أنو كان ي قول: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: ما سانو، كما ت نتج من مولود إل يولد على الفطرة، فأب واه ي هودانو وي نصرانو ويج

رءوا البهيمة بيمة ج ون فيها من جدعاء؟ ث ي قول: أبو ىري رة واق س عاء، ىل تها ل ت بديل للق اهلل )إن شئتم: 4الية (فطرة اهلل الت فطر الناس علي

Dari Abu Hurairah ra, bahwasannya dia berkata: telah bersabda

rasulullah SAW: seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia

berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orangtuanyalah yang

akan membuatnya menjadi yahudi, nasrani, majusi, sebagaimana hewan

yang dilahirkan selamat tanpa cacat. Maka apakah kalian merasakan

adanya cacat? Lalu Abu Hurairah berkata: apabila kalian mau maka

bacalah firman allah yang berbunyi: “... fitrah Allah disebabkan dia

telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu”

Lebih lanjut, ayat yang berbicara mengenai fitrah manusia adalah

sebagai berikut:

ك حيفا فعرت فأ م للي ا ل تتديو ليق ٱجلاس ػعر ٱىت ٱلل وج لم ٱلل غيي ذ ٱلي لي

ؽث ٱى أ ن ٱجلاس ولؾ ٣٠ل يػي

(30) Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam);

(sesuai) fitrah Allah disebabkan dia telah menciptakan manusia menurut

(fitrah) itu. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak

mengetahui. (QS. Ibrahim/ 30:30)5

Dalam ayat ini fitrah diartikan “sebagai agama, karena manusia

diciptakan untuk melaksanakan tugas agama, yaitu ibadah.” Mengenai makna

fitrah para ulama berbeda pendapat, seperti Abu Hurairah, Ibnu Syihab dan

lain-lain yang berpendapat bahwa “fitrah berarti islam”.6

Pada hakikatnya manusia memiliki fitrah berupa keimanan kepada Allah,

sebagaimana dalam firman Allah disebutkan pada QS. al-A‟raf (7): 172,

berikut:

4 Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif al-Nawawi, Shahih Muslim bii Syarhi al-Nawawi

Juz. 15, (Kairo: Daar Ibn al-Jauzi, 2011), h. 168

5 Departemen Agama RI, op. cit, h. 495

6 Ibid, h, 496-497

3

لصج إذ و أ فص

أ لع د ش

وأ ذريخ ر ظ ةن ءادم خذ ربم

أ م ةربؾ ا ي ن تلل

ا ةل شدا أ

ث كال فيني ٱىلي هذا غ ا ع ١٧٢إا ن(172) Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-

anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap

jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka

menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami

lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:

"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah

terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS. al- A‟raf (7): 172)7

Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia telah melakukan perjanjian

secara terikat dengan Allah untuk bertauhid, yang berarti ketika dilahirkan

manusia telah dibekali tauhid, bukan dalam keadaan atheis maupun musyrik.8

Kemudian setelah manusia lahir, lingkungan tempat manusia hidup membawa

pengaruh terhadap keimanannya. Sebagaimana hadis sebelumnya, lingkungan

yang paling berpengaruh adalah orang tua, karena merupakan lingkungan yang

paling dekat. Seseorang yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang atheis

atau musyrik sudah barang tentu akan menjadi atheis atau musyrik. Kecuali,

ada pengaruh lingkungan lain yang membawa perubahan yang menghantarkan

kepadanya untuk memperoleh hidayah dari Allah Swt.

Pada dasarnya semua agama yang diturunkan oleh Allah Swt (agama

samawi), memposisikan tauhid sebagai komponen utama suatu agama. Oleh

sebab itu, setiap Rasul yang diutus oleh Allah Swt mempunyai tugas untuk

menanamkan tauhid ke dalam jiwa umatnya, dengan menyeru umatnya untuk

beriman kepada Allah Swt, menyembah, mengabdi, dan berbakti kepada-Nya,

serta melarang untuk menyektukan Allah Swt dalam bentuk apa pun, baik zat,

sifat, maupun af‟al-Nya.9

Begitu pun nabi Muhammad Saw. yang menjadikan tauhid sebagai misi

risalahnya. Beliau memusatkan dakwahnya untuk meng-Esa-kan Allah Swt,

seruan tersebut beliau lakukan ketika awal kerasulannya sejak periode Mekkah.

Bukti yang menunjukkan bahwa misi dakwah Rasulullah Saw. untuk

7 Departemen Agama RI, op. cit., h. 519

8 Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), Ed. I, Cet. III, h. XIII

9 Ibid, h. XIV

4

menanamkan tauhid, adalah ayat-ayat yang turun pada periode Mekkah atau

ayat Makiyyah berisi masalah-masalah perihal tauhid.10

Islam sebagai agama yang dirisalahkan oleh nabi Muhammad Saw.,

“menjadikan tauhid sebagai dasar pokok atau fondasi ajarannya, yang di

atasnya didirikan bangunan-bangunan seperti hukum, akhlak/moral dan

sebagainya.”11

Dengan fondasi yang kuat dan kokoh maka bangunan-

bangunan tersebut akan berdiri dengan kuat dan kokoh pula. Analoginya

adalah, apabila keimanan terhadap Allah Swt kuat dan kokoh, maka hukum,

akhlak/moral dan sebagainya akan terlaksana dengan baik dan benar. Ketika

hukum-hukum dan perbuatan manusia terlaksana dengan baik dan benar maka

keimanan pun menjadi bertambah.

Perumpamaan tersebut telah termaktub dalam QS. Ibrahim (14): 24- 25,

sebagai berikut:

لا ف ٱلل حر نيف ضب أ ا ذاةج وفرع صي

ث ظيتث نشجرة ظيتث أ رل ك

اء ويضب حؤت ٢٤ ٱلص ا حين بإذن ربا ك ؽي

رال ٱلل أ

ٱل اس ىػي لي

رو و ٢٥يخذنرون ث ختيرث نشجرة ختيرث ق ٱجخرج ك رض ف ٱل ا ا ل

رار ٱلل يثتج ٢٦ك ٱلي ا ة ل ءا ة ف ٱثلاةج ٱىل ي نيا ٱل ٱلل ويضو ٱألخرة وف ٱل

ني ا يشاء ٱلل ويفػو ٱىظي ٢٧

(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat

perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat

dan cabangnya (menjulang) ke langit,(25) (pohon) itu menghasilkan

buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat

perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu

ingat. (26) dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang

buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak

dapat tetap (tegak) sedikitpun. (27) Allah meneguhkan (iman) orang-

orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di

dunia dan akhirat; dan allah menyesatkan orang- orang yang zalim dan

allah berbuat apa yang dia kehendaki (QS. Ibrahim/14: 24-27)12

Ayat di atas menjelaskan bahwa perumpamaan iman yang kuat ibarat

pohon yang baik, dengan akar yang kokoh, sehingga cabangya menjulang ke

10 Ibid, h. XIV

11

Ibid, h. XV

12

Departemen RI, op. cit, h. 143

5

langit dan dapat menghasilkan buah pada setiap musim. Keimanan diibaratkan

sebagai akar atau pondasi, sedangkan hukum-hukum atau syari‟ah serta

akhlak/moral diibaratkan sebagai cabang dan buahnya.

Dari uraian di atas kita mengenal dalam Islam adanya rukun agama yang

tiga, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Iman bentuk implementasinya adalah akidah,

Islam implementasinya adalah syari‟at/ hukum-hukum dan ihsan

implementasinya adalah akhlak. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, karena

memiliki keterkaitan. “Ketika akidah tertanam dengan kuat maka akan

merefleksikan syari‟at dan akhlak yang baik dan benar, begitu pun sebaliknya

ketika akidah lemah maka syari‟at dengan akhlak tidak akan terlaksana dengan

baik. Dan ketika syari‟at dan akhlak terlaksana dengan baik, maka akan

menambah keimanan.”13

Keimanan atau akidah tak luput dari masalah di kalangan umat Islam.

Permasalahan akidah diawali ketika masa khalifah „Ali bin Abi Thalib.

Sedangkan pada masa Rasulullah Saw. sampai khalifah Usman bin „Affan

(644-656 M) belum terjadi problem teologis di kalangan umat Islam. Awal

mula terjadinya permasalahan akidah adalah ketika masa pemerintahan „Ali bin

Abi Thalib (656-661M) dengan munculnya kelompok khawarij, yaitu

pendukung „Ali yang memisahkan diri, karena tidak setuju dengan sikap „Ali

yang menerima tahkim14

(arbitrase) dalam menyelesaikan konfliknya dengan

Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Syam semasa perang shiffin. Kelompok

khawarij tersebut, bahkan berpendapat “pelaku tahkim yaitu Ali bin Abi

Thalib, Abu Musa al-Asy‟ari, Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, dan Amr bin „Ash,

13 Yusran Asmuni, op. cit, h. XV

14

Tahkim (Ar.: tahkim= menjadikan sebagai hakim). Berlindungnya dua pihak yang

bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya

untuk menyelesaikan persengketaan mereka; berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada

orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan/ menyelesaikan perselisihan

yang terjadi di antara mereka. Peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu‟awiyah bin

Abu Sufyan dalam penyelesaian perang siffin (657). Sebagai hakam (juru runding) dari pihak Ali

bin abi Thalib ditunjuk Abu Musa al-Asy‟ari, sedangkan dari pihak Mu‟awiyah ditunjuk Amr bin

Ash. Pada mulanya kedua hakam ini bersepakat untuk menurunkan Ali bin Abi Thalib dan

Mu‟awiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah. Tetapi, sejarah mencatat tahkim tersebut berjalan

pincang, sehingga Ali bin Ali Thalib turun dari jabatan kekhalifahannya, sementara Mu‟awiyah

dikukuhkan sebagai khlaifah. (Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar

Baru van Hoeve, 1999), Cet. II, h. 1750- 1751)

6

telah keluar dari Islam dan harus dibunuh. Namun, dalam catatan sejarah hanya

Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh oleh kelompok khawarij.”15

Selain itu, pemicu permasalahan akidah di kalangan umat Islam

disebabkan pula oleh munculnya filsafat Yunani dan pemikiran rasional pada

abad ke-2 Hijriah. Salah satunya lahirnya aliran mu‟tazilah yang

mengembangkan pemikirannya secara rasional dengan memposisikan akal di

tempat yang tinggi, sehingga banyak pemikirannya yang tidak sejalan dengan

pendapat kaum tradisional, yang kemudian menimbulkan pertentangan antara

keduanya.

Pertentangan antara dua kelompok tersebut memuncak ketika

pemerintahan Dinasti Abbasiyah yaitu pada masa khalifah al-Makmun (813-

833 M), beliau menjadikan mu‟tazilah sebagai mazhab resmi negara dan

memaksakan paham mu‟tazilah kepada kaum muslim. Sehingga memunculkan

reaksi keras dari kaum tradisional berupa paham ahlus sunnah wal jama‟ah

atau dikenal juga dengan sebutan sunny.16

Paham-paham akidah yang telah disebutkan di atas hanya sebagian kecil

saja, hingga sekarang ini, banyak firqah-firqah bermunculan yang berisikan

paham yang berbeda, bahkan bertentangan satu sama lain. Adapun munculnya

gerakan-gerakan radikalisme dilatarbelakangi oleh pemahaman keagamaan

literal, setengah-setengah dan ad hoc terhadap ayat al-Qur‟an. Dan

pemahaman-pemahaman tersebut tidak memberikan ruang akomodasi dan

kompromi dengan kelompok muslim lain pada umumnya, dan hampir selalu

dengan cara kekerasan. Padahal agama Islam melarang sekali segala bentuk

kekerasan, terlebih kekerasan atas nama agama.17

Meskipun demikian, aliran yang mendominasi di dunia ini adalah ahlu

al-sunnah wal jama‟ah.18

Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi

15 Asmuni, op. cit., h. XV

16

Ibid, h. XVI

17

Azyumardi Azra, “TANTANGAN PAI: RADIKALISME Peningkatan Efektivitas dan

Peran PAI”, Makalah disampaikan pada Studium Generale PAI, FITK UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Jakarta, 13 April 2015, h 3

18

Siradjuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunnah Wal-Jama‟ah, (Jakarta: Radar Jaya, 1995), Cet.

XX, h. 8

7

muslim terbanyak di dunia, yang dari dulu menganut paham ahlu al-sunnah.

Akan tetapi tidak bisa dipungkari Indonesia pun sudah banyak bertebaran

aliran-aliran atau paham-paham yang radikal, bahkan sesat mengatasnamakan

Islam, tak sedikit pula diantara mereka saling mem-bid‟ah-kan, dan saling

mengkhurafatkan, bahkan tak jarang pula di antara mereka saling

mengkafirkan satu sama lain.

Gerakan-gerakan tersebut semakin meluas. Oleh karena itu, yang

menjadi sasaran utamanya adalah merekrut kalangan pelajar dan mahasiswa.

Fenomena tersebut menyadarkan kita, bahwa keimanan dalam diri seseorang

sangatlah penting. Oleh karenanya, keimanan menjadi disiplin ilmu tersendiri.

Adapun ilmu yang mempelajari keimanan disebut ilmu tauhid yang merupakan

salah satu disiplin ilmu yang hukumnya wajib untuk dipelajari bagi umat Islam.

Bahkan hukumnya adalah fardlu „ain, artinya ada keharusan yang mutlak dan

memaksa bagi setiap individu untuk mempelajari ilmu tauhid atau ilmu akidah.

Hal ini sebagaimana diterangkan dalam kitab Ta‟lim Muta‟ailim fi Thariq al-

Ta‟allum yang artinya sebagai berikut:

Ketahuilah, bahwa yang fardlu bagi setiap muslim itu bukanlah menuntut

segala macam ilmu. Tapi hanyalah ilmu hal (ilmu tingkah laku/ keadaan,

maksudnya pengetahuan-pengetahuan yang selalu diperlukan dalam

menunjang kehidupan agamanya) seperti yang dikatakan: ilmu yang

paling utama adalah ilmu hal dan perbuatan paling utama yaitu

memelihara al-hal.19

Ilmu tauhid merupakan salah satu pengetahuan yang diperlukan untuk

menunjang kehidupan agama dalam diri seseorang. “Kedudukan ilmu tauhid

ini sangatlah sentral dan fundamental, karena menjadi asas atau gantungan

segala sesuatu dalam Islam.”20

Berkaitan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang dapat

menerima pendidikan. Keimanan dapat ditanamkan dengan mempelajari ilmu

tauhid melalui lingkungan pendidikan, khususnya adalah pendidikan Islam.

19 Syaikh Az-Zarnujiy, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu, Terj. dari Ta‟limul Muta‟allim Thoriqi

Al -Ta‟allum oleh Aliy As‟ad (Kudus: Menara Kudus), h. 3

20

Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008),

h. 199

8

Oleh sebab itu, lembaga pendidikan Islam dapat dikatakan memegang peranan

penting dalam menanamkan akidah atau keimanan. Jika keimanan tertanam

dengan baik, maka akan merefleksikan akhlak terpuji, sehingga tujuan

pendidikan Islam pun tercapai, karena pada dasarnya sebuah pembelajaran

adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan

perilaku21

, tentunya perilaku yang baik atau akhlak yang baik yang didasari

keimanan yang kuat.

Landasan yuridis yang berkaitan dengan penjelasan di atas adalah UUD

1945 Pasal 31 ayat (3) dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, yang merupakan

turunan dari nilai-nilai pancasila, yang mana inti nilai pancasila adalah

ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan nilai tauhid. Kemudian nilai

tersebut diturunkan kembali ke dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 diuraikan

bahwa “pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang

maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.22

Karena dengan

keimanan dan ketakwaan dapat mewujudkan peserta didik yang berakhlak

mulia serta mewujudkan tujuan lainnya.

Sedangkan pendidikan Islam secara rinci memiliki fungsi atau tujuan

terhadap masyarakat untuk memperbaiki (ishlah), salah satunya adalah Ishlah

al-aqidah, memperbaiki akidah umat. Islam telah mampu memperbaiki akidah

dan masyarakat yang menyembah berhala kepada agama tauhid. Dalam Islam,

zat yang berhak disembah hanyalah Allah Swt. Akal pun membenarkan bahwa

yang berhak disembah hanyalah Allah Swt semata.23

Pendidikan keimanan hendaknya ditanamkan sejak dini. Hal tersebut

terbukti dalam ajaran Islam ketika manusia baru dilahirkan dianjurkan untuk

didengarkan adzan dan iqomah, dengan tujuan agar kalimat pertama yang

didengar adalah kalimat Tauhid. Sedangkan sejalan dengan pertumbuhan dan

21 Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT.

Prestasi Pustakaraya, 2011), h. 16

22

Sisdiknas, (Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004), h. 7

23

Ramayulis, op. cit., h. 100-101

9

perkembagannya, manusia mengenal ilmu tauhid atau keimanan melalui

lingkup yang lebih luas, yaitu lembaga pendidikan. Tujuannya adalah agar

akidah seseorang tetap konsisten dan tidak menyimpang. Pentingnya

pendidikan keimanan bagi manusia terdapat dalam al-Quran, sebagaimana

Luqman menasehati anaknya yang diabadikan dalam QS. Luqman (31): 13,

sebagai berikut:

ل إذ و ة كال ىلم يػظ ۥو ك إن ٱلل يتن ل تشك ة ٱلش غظي ١٣ىظي(13) Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia

memberi pelajaran kepadanya: "wahai anakku!, janganlah engkau

mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah

benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman (31): 13)24

Pentingnya menanamkan keimanan atau akidah melalui pendidikan

menjadi perhatian para ulama, khususnya ulama tradisional atau ahlus sunnah.

Agar pelajar tidak menerima begitu saja paham-paham yang dapat memecah

belah umat Islam.

Salah satu ulama tradisional yang menyimpan perhatian mengenai

pentingnya penanaman keimanan bagi pelajar pemula atau awam adalah

Syaikh Ahmad al-Marzuqi dalam kitab„Aqidat al-„Awȃm dengan bentuk

nazam, lebih jelasnya terdiri dari 57 nazam. Kitab tersebut berisikan pokok-

pokok ajaran ahlus sunnah.

Syaikh Marzuqi adalah seorang yang sangat alim dan wara‟, bahkan

dikenal dengan waliyullah.25

Dalam sebuah riwayat dikisahkan bawa nazam-

nazam yang dimuat di dalam kitab ini berasal langsung dari Nabi Muhammad

Saw., sebagaimana termaktub dalam Syarh Nûr al-Zalam, dimana suatu

malam, tepatnya malam Jum‟at pertama di bulan Rajab hari ke-6 1258 H.

Ketika itu, Syaikh Marzuqi bermimpi bertemu Rasulullah Saw. dan dikelilingi

oleh para sahabat. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada Syeikh Marzuqi.

24 Departemen Agama RI, op. cit., h. 545

25

Toto Edi, Dkk, Ensiklopadi Kitab Kuning, (Ciputat: Aulia Press, 2007), h.125- 126

10

ي خ ل ك ن م د و ص ق م ال ال ن و ة ن ال ل خ ا د ه ظ ف ح ن م ت ال د ي ح و الت ة م و ظ ن أ م ر ق ا 26ة ن و الس اب ت ك ال ق اف و

“Bacalah nazam-nazam tauhid yang siapa orang bisa menghafalnya,

niscahya ia masuk surga dan tercapai tujuan dari setiap kebaikan yang sesuai

dengan al-Quran dan Sunnah”27

Pada intinya adalah Syeikh Marzuqi diberi pesan oleh Nabi Muhammad

Saw. melalui sebuah mimpi, dan pesan tersebut disampaikan hingga sampai

kepada kita sekarang ini, melalui sebuah karya tulis luar biasa yang diberi

judul „Aqidat al-„Awȃm. Kemudian diberi penjelasan atau syarh oleh ulama

besar Indonesia Syekh Nawawi al-Bantani dengan judul Nûr al-Zalȃm.

Hal tersebut, menunjukkan bahwa kitab tersebut memiliki visi dan misi,

upaya pengajaran akidah bagi pemula atau awam, dalam bentuk nazam yang

ringkas lagi padat sebagaimana diuraikan dalam bait ke 5128

ة ر س ي م ة ل ه س ام و ع ل ل * و ة ر ص ت م ة د ي ق ع ه ذ ى و Dan ini adalah akidah yang ringkas lagi padat

Bagi orang awam mudah tidak sulit29

Mudah yang dimaksud di atas adalah mudah dalam segi makna,

sedangkan tidak sulit di atas adalah dari segi kuantitas nazam yang tidak

banyak sehingga tidak sulit untuk menghafalkannnya. Karena, seiring dengan

perkembangan zaman dan pelbagai masalah dalam aqidah atau keimanan,

banyak manusia yang tidak tahu mengenai akidah dasar dalam islam.

Selain berisikan akidah dasar, keistimewaan lain dari kitab tersebut

adalah metode penyampaian yang berbentuk nazam. Pendidikan akidah dalam

bentuk nazam tersebut dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pembelajaran

akidah masa kini, khususnya bagi pemula untuk mengenalkan pondasi-pondasi

26 Syeikh Nawawi al-Jawi al-Syafi‟i, Nur al-Zalam: Syarhu „ala Manzumati „Aqidat al-

„Awami, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2008), Cet. I, h. 7

27

Syekh Nawawi al-Bantanie, Penarang Kegelapan, Terj. dari Nur al-Zalam oleh Team

Terjemah Pustaka Mampir, (tt.p :t.p., t.t.), h. 2

28

al-Syafi‟i, op. cit., h. 71

29

al-Bantanie, op. cit., h. 196

11

agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. agar tidak terpengaruh

ajaran-ajaran akidah yang bertentangan.

Kita ketahui bahwasannya banyak tenaga pendidik yang masih

kebingungan dalam mengaplikasikan metode untuk pembelajaran materi

tauhid, sehingga pembelajaran berlangsung secara monoton dan membosankan,

yang menyebabkan pesan-pesan dalam materi pembelajaran tersebut

khususnya materi tauhid tidak sampai kepada siswa, sehingga tujuan

pembelajaran pun tidak tercapai.

Oleh sebab itu, penulis memiliki ketertarikan untuk mengkaji lebih dalam

mengenai konsep pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm,

dituangkan dalam penelitian yang berjudul “PENDIDIKAN KEIMANAN

DALAM NAZAM „AQIDAT AL-„AWȂM”.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, dapat di identifikasi beberapa

masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya firqah-firqah berisikan paham-paham yang dikhawatirkan

mempengaruhi akidah di kalangan umat Islam, yang menjadikan sasaran

utamanya adalah kalangan pelajar dan mahasiswa.

2. Banyak tenaga pendidik yang masih kebingungan dalam mengaplikasikan

metode untuk pembelajaran materi tauhid, yang berimbas pada tidak

tercapainya tujuan pembelajaran.

3. Perlunya solusi untuk mengatasi permasalahan akidah melalui dunia

pendidikan berupa konsep pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-

„Awȃm.

C. Pembatasan Masalah

Atas dasar latar belakang serta identifikasi masalah di atas, dan

berdasarkan beberapa pertimbangan peneliti memfokuskan dan membatasi

masalah penelitian ini dengan upaya menemukan dan meneliti lebih rinci

mengenai Pendidikan Keimanan dalam Nazam „Aqidat Al-„Awȃm Karya Syekh

Marzuqi.

12

D. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pendidikan

keimanan yang terdapat dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm karya Syekh

Marzuqi?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan

keimanan yang terdapat dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat atau kegunaan dilakukannya penelitian ini di antaranya

adalah:

1. Agar masyarakat menambah kecintaannya terhadap ulama-ulama tradisional

yang karyanya mendunia.

2. Menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat bahwa karya ulama terdahulu

tidak kalah dengan karya-karya ilmuan di era modern

3. Sebagai upaya pengembangan pengetahuan dan pelatihan membuat karya

ilmiah bagi peneliti sendiri maupun orang lain.

4. Menambah khazanah pendidikan Islam di indonesia.

5. Agar mahasiswa berminat dan termotivasi untuk mengkaji kitab-kitab para

ulama terdahulu maupun sekarang.

13

BAB II

KAJIAN TEORITIK

A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan menurut orang awam adalah “mengajari murid di sekolah,

melatih anak hidup sehat, malatih silat, menekuni penelitian, membawa anak

ke mesjid, melatih anak menyanyi, bertukang, dan lain-lain”1. Pada sekitar

abad ke-6 SM orang-orang Yunani telah mengenal istilah pendidikan, mereka

menyatakan bahwa pendidikan adalah “usaha membantu menjadi manusia

dengan tiga kriteria yaitu: pertama, memiliki kemampuan dalam

mengendalikan diri; kedua, cinta tanah air; dan ketiga berpengetahuan.”2

Disebutkan bahwa salah satu kriteria menjadi manusia adalah mampu

mengendalikan diri. Pernyataan tersebut merupakan cikal bakal lahirnya istilah

emotional intelligence (EI) atau emotional quotient (EQ) yang berarti

kecerdasan emosional, yang muncul pada dekade 90-an (sekitar tahun 1995)

dalam buku Goleman.3

Akan tetapi menurut Ari Ginanjar, menyatakan bahwa IQ dan EQ saja

tidaklah cukup dalam diri manusia, masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa

kita pungkiri keberadaannya, yaitu kecerdasan spiritual atau spiritual quotient

(SQ).4 Karena, SQ mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang diajarkan agama,

yang tanpanya di dunia ini akan hanya ada kaum hedonisme. Secara tidak

langsung pernyataan tersebut menyatakan kesadaran akan pentingnya

keimanan sebagai tujuan pendidikan.

Pendidikan dapat diartikan juga sebagai sebuah proses dengan metode-

metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan

1Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2010),Cet. IX, h. 24

2Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. V,

h. 33

3Ibid, h. 33

4Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power: Sebuah Inner Journey melalui al- Ihsan, (Jakarta: Arga,

2007), Cet. XI, h. 65

14

cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.5 Pernyataan tersebut

menitikberatkan kepada kebutuhan manusia. Sebagaimana kita ketahui

bahwasannya kebutuhan manusia berbeda-beda pada setiap individunya, hal ini

tentunya disebabkan beberapa faktor, salah satunya ialah faktor lingkungan.

Sehingga pendidikan benar-benar perlu dirumuskan secara komprehensif,

sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian definisi

pendidikan ini masih terlalu umum.

Dalam dictionary of psychology (1972) pendidikan diartikan sebagai

“...the institutional procedures which are employed in accomplishing the

development of knowledge, habits, attitudes, etc. Usually the term is applied to

formal institution”. Jadi pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat

kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk

menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan,

kebiasaan, sikap, dan sebagainya.6

Pengertian ini tampaknya mengartikan pendidikan dalam arti sempit,

karena pendidikan dibatasi oleh institusi atau lembaga yang disebut sekolah

atau madrasah saja. Padahal, dalam perkembangannya pendidikan telah

diklasifikan menjadi tiga bagian yaitu pendidikan formal seperti lembaga

sekolah, pendidikan nonformal yaitu lembaga yang tidak tercatat secara resmi,

seperti pesantren-pesantren, yang merupakan ciri khas tradisi pendidikan Islam

di indonesia yang patut dibanggakan, dan pendidikan informal seperti keluarga

dan lingkungan. Dengan begitu pengertian tersebut hanya mengakui

pendidikan formal saja, dan menafikan pendidikan nonformal serta informal.

Adapun pendidikan menurut para ahli, menurut Marimba “pendidikan

adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap

perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian

yang utama.”7 Definisi oleh Marimba lebih menekankan kepada siapa pelaku

5Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 18,

h.10

6Ibid, h. 11

7Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2010), Cet. IX h. 24

15

pendidikan, dan membatasi bahwa pendidikan adalah usaha sadar oleh

seseorang kepada orang lain.

Adapun pengertian pendidikan Ki Hajar Dewantara yang merupakan

Bapak pendidikan di Indonesia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan berarti

“daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin atau

karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling

berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan

dan penghidupan anak-anak kita, dididik selaras dengan dunianya.”8

Pengertian yang diutarakan Bapak pendidikan Indonesia tersebut sesuai

dengan makna pendidikan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan

Nasional (UU RI No. 20 Th.2003) dinyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha

sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,

dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.”9 Tujuan

pendidikan tidak hanya agar manusia dapat memerankan peranannya di masa

depan, akan tetapi dilengkapi dengan tujuan untuk memajukan budi pekerti

atau akhlak mulia.

Secara rinci Abuddin Nata menjelasakan pendidikan berdasarkan

beberapa pengertian para ahli sebagai berikut:

Pendidikan adalah merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk

membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat

melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.

Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat

menunjukkan eksitensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan

manusia. Pendidikan demikian akan dapat dirasakan manfaatnya bagi

manusia.10

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan

adalah usaha sengaja serta sadar sebagai proses dalam membina sumber daya

manusia dari semua aspek kehidupan secara optimal, agar manusia siap dan

mampu melakukan perananya sebagai manusia sejati, dalam arti tujuan

manusia dalam agamanya dan negaranya, dipengaruhi oleh pelaku pendidikan

8Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. IX,

h. 338

9Ibid, h. 338

10

Abuddin Nata, loc.cit., h. 338

16

seperti diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

pendidikan lainnya.

Kita tidak bisa meng-claim definisi mana yang paling tepat atau paling

benar untuk menggambarkan pendidikan. Karena pendidikan sendiri selalu

berkembang seiring dengan perkembangan manusia sebagai subjek serta objek

pendidikan.

Adapun mengenai pengertian pendidikan menurut Islam adalah

keseluruhan pengertian dalam istilah ta‟lim, tarbiyyah dan ta‟dib. Hal ini

didasari oleh Konferensi Internasional Pendidikan Islam Pertama (First World

Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh Universitas King

Abdul Aziz, yang dilaksanakan di Jeddah, pada tahun 197711

.

Namun diantara ketiga istilah di atas, yang sering digunakan dalam

kehidupan adalah istilah tarbiyyah. Dalam al-Qur‟an dapat ditemukan kata

tarbiyyah yang asal katanya rabba yang dimaknai mendidik, pada QS. al-Isra

(17): 24, berikut:

اح وٱخفض ا ج ل ل ٱل اوكو رب ٱلرحث ا ربيان صغريا ٱرح ٢٤ن

(24) Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

kesayangan dan ucapkanlah: "wahai tuhanku, kasihilah mereka keduanya,

sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. al-Isra (17):

24)

Kemudian tarbiyyah berasal dari kata rabiya-yarba yang berarti menjadi

besar lalu tarbiyyah berasal juga dari kata rabba yarubbu yang berarti

memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara. Berangkat

dari pengertian tarbiyyah menurut bahasa, pengertian tarbiyah secara istilah

adalah bahwa tarbiyyah sebagai pendidikan terdiri empat unsur, yaitu:

pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh);

kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengarahkan fitrah menuju

kesempurnaan; keempat, dilaksanakan secara bertahap. Dari keempat unsur

tersebut menghasilkan definisi bahwa pendidikan adalah pengembangan

seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.12

11Ahmad Tafsir, op. cit, h. 28

12

Ibid, h. 28

17

B. Hakikat Keimanan

Keimanan berasal dari kata “iman”, di beri imbuhan “ke-an”, dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti keyakinan, ketetapan

hati, atau keteguhan hati.13

Kata iman sendiri berasal dari bahasa arab yaitu -امن يؤمن yang secara etimologis berarti aman atau tentram. Orang yang

beriman disebut dengan mukmin. Akan tetapi keimanan lebih dikenal diartikan

dengan تصديق yang berarti pembenaran, yaitu pembenaran oleh hati.

Perlu digarisbawahi bahwasannya tidak semua jenis pembenaran

dinamakan iman. Karena pembenaran yang disebut dengan iman terbatas pada

pembenaran menyangkut apa yang disampaikan oleh nabi Muhammad Saw.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab hayyaatu al-Islam bahwasannya:

صلى اهلل عليو وسلم ب الن و ب اء ا ج ب ق ي د ص الت و ى لن ي ل ا “Keimanan adalah pembenaran terhadap apa-apa yang datang dari

nabi Muhammad Saw.”.14

Hal serupa diungkapkan dari kalangan teologi, kaum asy‟ariah yang

menyatakan bahwa “iman adalah tashdiq, dan batasan iman sebagai diberikan

al-Asy‟ari, ialah al-tasdiq billah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang

adanya tuhan, rasul-rasul dan berita yang mereka bawa.” Tashdiq tidak

sempurna iman jika tidak disertai oleh pengetahuan. Bagaimanapun, iman

hanyalah tashdiq dan pengetahuan tidak timbul kecuali setelah datangnya

kabar yang dibawa wahyu bersangkutan.15

Sedangkan, keimanan jika diartikan secara terminologis atau secara

istilah adalah:

ان ك ر ال ب ل م ع , و ان س الل ب ار ر ق إ , و ب ل ق ال ب ق ي د ص ت

13Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar BahAsa Indonesia Pusat BahAsa, (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. IV, H. 526

14

Muhammad „Awad, Hayyatul Islam fi Ma‟rifati Sifaati Allah „Azza wa Jalla wa Sifaati

RAsulullah ShallAllahu „Alaihi wa Sallam, (Beirut: Maktabah Sya‟biyyah, t.t.), h. 4

15

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-

Press, 2010), Cet. V, h. 148

18

“Mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan

mengamalkan dengan anggota badan.”16

Sejalan dengan pendapat tersebut yaitu dalam redaksi hadis riwayat Ibnu

Majah, sebagai berikut:

يان عن علي بن أب طالب، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم: ال 17)و يف رواية لبن ماجو( معرفة بالقلب، وق ول باللسان، وعمل بالركان

Dari keterangan mengenai pengertian iman di atas, ada tiga unsur yang

saling berkaitan, yaitu: hati ( القلب) , lisan (اللسان), dan anggota badan (الركان). Tiga unsur dalam keimanan tersebut saling berkaitan, dan ketiganya benar-

benar harus sinkron dan sejalan, dengan begitu tercapailah kesempurnaan

iman. Sebagaimana dalam al-Qur‟an berbicara mengenai orang yang beriman

dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:

Pertama, orang yang beriman hanya dengan lisan saja, tidak disertai

dengan hati dan amal. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Baqarah (2): 8-9,

berikut:

ٱجلاس و ا ة يلل ءا ٱلل م وب ني ٱألخر ٱحل ؤ ة ا و ٱلل يخدغن ٨و ٱليا يشػرون و فص

ا يدغن إل أ ا و ٩ءا

(8) Di antara manusia ada yang berkata: "kami beriman kepada Allah

dan hari akhir," pada sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang

beriman. (9) Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal

mereka hanya menipu dirinya sendiri tanpa mereka sadari.18

(QS. al-Baqarah

(2): 8-9)

Kedua, orang yang beriman hanya dengan amal perbuatan saja, tetapi

tidak disertai hati dan lisannya. Sebagaimana, dalam firman Allah pada QS. al-

Nisa (4): 142, berikut:

نفلني إن إل ٱلل يخدغن ٱل ا إوذا كام خدع و ة نصال يراءون ٱلصي ا كام ١٤٢إل كييل ٱلل ول يذنرون ٱجلاس

16Abdul Hafidz dkk, Risalah Aqidah, (Ciputat: Aulia Press, 2007), Cet. I, h. 3

17

Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwayni (al-Imam Ibnu Majah), Sunan Ibnu

Majah, (Kairo: Daar al- Hadith, 2010), h. 59

18

Departemen agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Op. Cit, h. 43

19

(142) sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu allah, dan allah-

lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan

dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan

mereka tidak mengingat allah kecuali sedikit sekali.19

(QS. al-Nisa (4): 142)

Dua ayat tersebut menjelaskan dampak dari ketiadaan iman dalam diri

manusia. Adapun dampak yang ditimbulkan karena ketiadaan iman adalah

dapat membuat orang tersebut menjadi munafik dan paling parah menjadi

kafir.

Ketiga, orang yang benar-benar beriman baik ucapan, hati dan

perbuatannya. Sebagaimana, firman Allah dalam QS. al-Hadid (57): 19

وٱلي ا ة ورشي ٱلل ءا ولئم يلن أ د داء و ٱلص ٱلش جر

أ ل غد رب

و ور ا ا‍ب ٱلي ؽفروا وكذةا أ صحب يخ

ولئم أ ١٩ ٱلحي

(19) dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,

mereka itu orang-orang yang tulus hati (pencinta kebenaran) dan saksi-

saksi di sisi tuhan mereka. Mereka berhak mendapat pahala dan cahaya

mereka. Tetapi orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami,

mereka itulah penghuni-penghuni neraka20

. (QS. al-Hadid (57): 19)

Sehubungan dengan itu, terdapat definisi yang menyatakan mengenai

iman, sebagai berikut:

Iman merupakan seperangkat nilai yang seharusnya diresapi oleh setiap

insan. Iman bukan sekedar pengakuan, bukan hanya tutur kata yang

diucapkan lisan, bukan pula sekedar angan-angan yang hampa. Tapi,

iman ialah keyakinan yang menuntut bukti secara nyata berupa amal

shaleh. Amal shaleh inilah yang menjadi bukti berseminya iman di dalam

hati seseorang. Berdasarkan kenyataan itu, maka seharusnya semua orang

dapat menerjemahkan hakikat iman di alam yang abstrak, menjadi amal

shaleh di alam yang nyata.21

Pendapat tersebut diperkuat oleh Hasan Bashri yang mengungkapkan:

ل م الع ب و ق د ص و ب ل ق ال ف ر ق ا و م و ى ن ك ل ى و ل اات ب ل و ن ات ب ان ي ال س ي ل

19Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009),

Cet. III, h. 297

20

Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahannya Jilid IX, Op. Cit, h. 683

21

Imam Al- Baihaqi, RingkAsan Seberkas 77 Cabang Iman, Terj. dari Mukhtashar Syu‟abul

Iman oleh A. Sjinqithy Djamaludin, (tt.p. : Amarpress, 1989), h.12

20

“Iman bukan hanya angan-angan dan juga bukan hanya perhiasan.

Tapi, iman ialah sesuatu yang bersemi di dalam hati, dan dibuktikan

kebenarannya dengan amal perbuatan.”22

Kemudian iman menurut Quraish Shihab adalah:

Iman berkaitan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang harus menjadi

tolak ukur atau pegangan seseorang, sekaligus sebagai pendorong bagi

langkah-langkah konkret, menuju tujuan yang konkret pula, dan ini tidak

boleh bertentangan dengan akal atau ilmu, walaupun bisa jadi iman tidak

dimengerti hakikatnya oleh nalar.23

Selanjutnya, iman ialah kepercayaan dalam hati untuk meyakini dan

membenarkan adanya Allah Swt serta semua yang dibawa oleh nabi

Muhammad Saw.. Pembenaran tersebut dilakukan oleh hati. Oleh karena itu,

pembenaran oleh akal saja tidak cukup untuk disebut iman. Iman merupakan

sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera, karena iman letaknya

dalam hati.

Dengan demikian muncul ungkapan bahwasannya iman berbeda dengan

ilmu. Karena bisa saja seseorang mengetahui, akan tetapi ia belum tentu

mempercayai yang ia ketahui tersebut. Begitupun sebaliknya, bisa juga

seseorang percaya akan tetapi ia tidak tidak tahu. Perbedaan tersebut

dikarenakan letak sumber iman dan ilmu yang berbeda. Ilmu bersumber pada

akal, sedangkan iman bersumber pada kalbu, sebagaimana Quraish Shihab

berpendapat berikut ini:

Ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan kita dan iman

menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa kita. Ilmu menciptakan

alat-alat produksi dan akselerasi, sedangkan iman menetapkan haluan

yang dituju serta memelihara kehendak yang suci.24

Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya iman

mengarahkan seseorang dalam melakukan perbuatan yang dapat menjaga atau

memelihara diri manusia dari perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-

22Ibid, h. 12

23

M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur‟an Jilid 2, (Tangerang: Lentera hati, 2011), Cet. I,

h. 18

24

Ibid, h.21

21

Nya. Karena ketika iman telah tertanam, manusia akan senantiasa selalu

merasa diawasi dalam setiap melakukan suatu perbuatan.

Sayyid Sabiq mengungkapkan hal yang sama mengenai iman.

Menurutnya iman sulit digambarkan hakikatnya, karena iman dirasakan oleh

seseorang, tapi sulit bagi seseorang tersebut, terlebih lagi bagi orang lain,

menggambarkan perasaan itu. Iman mencerminkan aqidah dan pokok-pokok

yang menjadi landasan syari‟at Islam, dari landasan-landasan tersebut,

kemudian lahir cabang-cabangnya.25

Beliau juga mengungkapkan bahwa iman bagaikan matahari yang

dipenuhi cahaya dan dapat memancar, serta bagaikan bunga mawar yang

aromanya semerbak. Dengan kata lain iman itu memenuhi hati seseorang dan

darinya muncul berbagai pengaruh.26

Manusia memang tidak bisa menilai keimanan yang ada dalam diri

seseorang. Akan tetapi sadar atau tidak, sebenarnya gejala keimanan dapat

dirasakan oleh diri seseorang. Keimanan juga dapat tercermin dari perbuatan

seseorang, karena seseorang yang beriman akan berusaha melakukan

perbuatan-perbuatan yang baik dan berusaha agar tidak terjerumus dalam

perbuatan-perbuatan dosa.

Jadi, hakikat iman harus dipelajari dan diresapi dengan kesungguhan.

Sehingga iman tidak sekedar ada, tapi justru yang menghidupi, sebagaimana

Allah memberi perumpamaan iman bagaikan inti dan hati sebuah pohon. Iman

itulah yang dapat menumbukan buah yang lezat. Buah tersebut tidak lain

merupakan bukti kebenaran seseorang. Dengan demikian, iman bukanlah

sekedar tutur kata yang diucapkan lisan. Iman menuntut bukti nyata berupa

perbuatan yang sejalan dengan ucapan lisan. Sebab iman itu bisa membuktikan

hakikat zatnya dalam bentuk amal shaleh dan motivasi untuk mendekatkan diri

kepada Allah.27

25 Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, Terj. al-Aqidul-Islamiyyati oleh Ali Mahmudi, (Jakarta:

Robbani Press, 2008), Cet. II, h. 3

26

Ibid, h. 118

27

Imam Al-Baihaqi, Ringkasan Seberkas 77 Cabang Iman, Terj. dari Mukhtashar Syu‟abul

Iman oleh A. Sjinqithy Djamaludin, (tt.p. : Amarpress, 1989), h.12-13

22

Dengan demikian, walaupun iman tidak dapat digambarkan hakikatnya,

akan tetapi gejala-gejala keimanan dapat dirasakan. Keimanan menimbulkan

perilaku yang baik yang dinamakan amal shaleh, karena seseorang dikatakan

beriman apabila ia senantiasa melakukan amal shaleh atau kebaikan serta

senantiasa memelihara diri dari perbuatan yang dapat menjerumuskan ke dalam

lingkaran syeitan.

Adapun lawan dari iman yaitu kufur yang diartikan takdzib berarti

mendustakan28

atau kafir yang berarti keadaan tidak percaya atau tidak beriman

kepada Allah.

C. Objek Keimanan

Jika seseorang ditanya mengenai keimanan, kebanyakan dari umat Islam

akan cenderung menjawab tentang iman yang enam perkara, bukan gambaran

seperti apa keimanan tersebut. Karena seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya, hakikat keimanan sulit untuk dilukiskan, dengan kata lain

keimanan hanya dapat dirasakan. Enam perkara dalam keimanan atau lebih

dikenal dengan istilah rukun iman tersebut, sebenarnya adalah objek atau

kaidah-kaidah keimanan yang merupakan pokok-pokok ajaran yang

dirisalahkan oleh nabi Muhammad Saw. yang harus diyakini sepenuhnya oleh

umatnya yaitu umat Islam.

Keyakinan dengan enam perkara yang dimaksud adalah membenarkan

segala yang didatangkan oleh Allah dan rasul-Nya berupa keyakinan kepada

Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir serta keimanan

kepada qadha dan qodar, sebagaimana dijelasakan dalam al-Qur‟an:

رب ٱلرشل ءا زل إحل ا أ ن و ة ؤ ٱل ة لئهخ ٱلل ك ءا وكخت و

رشي ورشي حد ا إوحلم ل نفرق بني أ غفرام رب ا ظػ

ا وأ ػ ش ا وكال

صري ٱل ٢٨٥

(285) Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan

kepadanya (al-Quran) dari tuhannya, demikian pula orang-orang yang

beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,

28Yusran Asmuni, Op. Cit, h. 157

23

kitab-kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (mereka berkata): "kami tidak

membeda-bedakan seseorangpun dari Rasul-Rasul-Nya", dan mereka

berkata: "kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "ampunilah

kami ya tuhan kami dan kepada engkaulah tempat (kami) kembali."29

(QS. al-Baqarah (2) : 285)

Ayat di atas diperkuat dengan hadis nabi Muhammad Saw. yang masyhur

dengan sebutan hadis Jibril yang berbunyi:

يان، قال: أن ت ؤمن باهلل، وملئكتو، وكتبو، ورسلو، والي وم »قال: فأخبن عن ال 30،)الخر، وت ؤمن بالقدر خيه وشره

Kemudian ia bertanya lagi, “beritahukan kepadaku tentang iman”.

Nabi menjawab, “iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya,

kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah

yang baik dan yang buruk”. Ia berkata, “Engkau benar”.

Al-Qur‟an dan hadis tersebut yang melandasi objek atau kaidah yang

harus diimani yang terangkum dalam rukun iman. Sebagaimana Sayyid Sabiq

mendefinisikan iman atau akidah sebagai yang meliputi enam perkara, berikut:

Pertama: ma‟rifat kepada Allah, yang meliputi ma‟rifat kepada nama-

nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, ma‟rifat kepada

dalil-dalil-Nya wujud-Nya dan fenomena-fenomena keagungan-Nya di

alam semesta ini.

Kedua: ma‟rifat kepada alam yang ada di balik alam semesta ini atau

alam yang tidak dapat dilihat (alam ghaib). Demikian pula kekuatan-

kekuatan jahat yang tercermin pada iblis dan tentara-tentaranya dari

kalangan syaitan. Juga ma‟rifat kepada apa yang ada di alam ini berupa

makhluk jin dan ruh-ruh.

Ketiga: ma‟rifat kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan untuk

menentukan rambu-rambu kebenaran dan kebathilan, kebaikan dan

kejahatan, halal dan haram, yang baik dan yang buruk.

Keempat: ma‟rifat kepada para nabi dan rasul Allah yang telah dipilih

untuk menjadi penunjuk jalan dan pembingbing makhluk untuk mencapai

kebenaran.

Kelima: ma‟rifat kepada hari akhir dan hal-hal yang ada di dalamnya,

seperti kebangkitan dari kubur dan balasan amal, pahala dan siksa, surga

dan neraka.

29Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahannya, Op. Cit, h. 439

30

Imam Abi Husain Muslim bin Al-Hajaji Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 1,

(Daar al-Fikr, 1996), h. 27

24

Keenam: ma‟rifat terhadap qadar (takdir) yang di atas landasannya

sistem alam semesta ini berjalan, baik dalam penciptaan maupun

pengaturannya.31

Dalam penjelasan tersebut Sayyid Sabiq menggunakan istilah ma‟rifat

atau pengenalan. Karena dengan mengenal terlebih dahulu, barulah kita dapat

meyakini. Pemahaman akidah iman ini adalah akidah yang menjadi muatan

kitab-kitab yang diturunkan Allah, ajaran yang dibawa oleh para rasul-Nya,

dan wasiat-Nya kepada umat-umat terdahulu maupun umat belakangan.32

Puncak iman adalah apa yang dinamai ( يقني) yaqin, yakni pengetahuan

yang mantap tentang sesuatu dibarengi dengan tersingkinya apa yang

mengeruhkan pengetahuan tersebut, baik berupa keraguan maupun dalih- dalih

yang dikemukakan lawan.33

Yaqin bertingkat-tingkat. Dimulai dari tingkatan taklid, „ilmu al-yaqin,

„ain al-yaqin, sampai pada tingkatan tertinggi yaitu haqq al-yaqin. Berikut

penjelasan mengenai yaqin:

1. Taklid

Taklid merupakan tingkat keyakinan paling rendah yang didasarkan

atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipikirkan. Permasalahan taklid

dalam tauhid terdapat ikhtilaf atau perbedaan pendapat di kalangan ulama,

ada yang membolehkan ada juga yang tidak membolehkan.

Ulama yang melarang taklid, berpendapat bahwa taklid hanya boleh

pada masalah fiqh, sedangkan pada masalah tauhid tidak dibolehkan taklid,

karena tidak cukup mengenal Allah hanya dengan taklid atau ikut-ikutan

saja. Selain itu, taklid dapat mendatangkan keraguan. Sebagaimana Imam

Baijuri dalam Jauharat al-Tauhid, menyatakan:

34د ي د ر ت ن م ل ي ل و ان ي * إ د ي ح و الت يف د ل ق ن م ل ك ذ إ

31Sayyid Sabiq, op. cit, h. 4

32

Ibid, h. 5

33

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, (Tangerang: Lentera hati, 2011), Cet. I, h.

19

34

Syaikh al-Islam Ibrahim bin Muhammad al-Baijuri, Tuhfatu al-Murid „ala Jauharatu al-

Tauhid, (t.tp.: al-Haramain, t.t.), h. 22

25

Bagi setiap yang taqlid dalam tauhid

Imannya tidak kosong dari keraguan

Sedangkan ulama yang membolehkan taklid dalam tauhid berpendapat

bahwa sah iman seseorang yang taklid, kecuali bagi orang- orang yang

sudah mampu nazhar atau menganalisa sendiri masalah tauhid. Jadi,

kesimpulannya adalah taklid hanya boleh bagi orang awam saja yang belum

mampu nazhar, dengan kata lain anak kecil yang belum mukallaf atau

dibebani hukum boleh taklid. Sedangkan bagi orang yang mampu untuk

nazhar tingkatan yang paling minimal adalah pada „ilmu yaqin.

2. „Ilmu Yaqin

„Ilmu Yaqin adalah tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan

dalil yang jelas, tetapi belum menemukan hubungan yang kuat antara objek

keyakinan dengan dalil yang diperolehnya.

3. „Ainul Yaqin

„Ainul yaqin merupakan tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil

rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan

antara objek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan

argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang.

4. Haqqul Yaqin

Haqqul yaqin merupakan tingkat keyakinan yang didasari oleh dalil-

dalil rasional, ilmiah, mendalam, juga mampu membuktikan hubungan

antara objek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu menemukan dan

merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.35

D. Pendidikan Keimanan

1. Pengertian Pendidikan Keimanan

Dari pengertian pendidikan dan keimanan yang telah penulis

dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik benang merah mengenai apa itu

pendidikan keimanan. Jadi, pengertian pendidikan keimanan adalah

35Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),

Cet. II, h. 132

26

membimbing, mengajarkan, melatih, menanamkan, dan membina mengenai

nilai-nilai kebenaran tentang adanya Allah Swt, malaikat-Nya, kitab-kitab-

Nya, para rasul-Nya, hari kiamat serta qadha dan qadar Allah untuk

mempersiapkan manusia pada hari akhir dan kehidupan selanjutnya.

2. Tujuan Pendidikan Keimanan

Tujuan pendidikan keimanan dapat dilihat dari manfaat keimanan itu

sendiri. Selain itu, tujuan pendidikan keimanan juga dapat dirumuskan

dengan melihat kepada hubungan keimanan dengan aspek-aspek syari‟at

yaitu ibadah dan hukum, serta melihat hubungan keimanan dengan akhlak.

Adapun tujuan keimanan dilihat dari segi keterkaitan dengan syariat

dan akhlak, diuraikan sebagai berikut:

a. Dilihat dari segi syari‟at, keimanan dapat meningkatkan kualitas

ketakwaan, karena seorang muslim yang takwa sudah barang tentu

terdapat iman dalam hatinya.

Seorang dikatakan muslim apabila ia telah mengucapkan dua

kalimah syahadat. Dan kemuslimannya akan sempurna apabila disertai

dengan pelaksanaan rukun Islam lainnya. Akan tetapi syahadat

merupakan inti serta syarat pertama dan utama seseorang dikatakan

muslim, dan di dalamnya terdapat nilai-nilai keimanan. Karena syahadat

merupakan bentuk lafadz di dalamnya mengandung unsur akidah yang

berisikan objek yang harus diyakini dan dibenarkan oleh hati seorang

muslim, yaitu kepercayaan akan Allah SWT dan kerasulan nabi

Muhammad Saw., yang kemudian menyebabkan keyakinan-keyakinan

yang lain seperti keyakinan kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari

akhir serta qodho dan qodar.36

b. Dilihat dari segi etika atau akhlak, keimanan dapat membentuk

kepribadian yang baik pada diri seseorang.

Seperti yang telah dijelaskan bahwasannya keimanan merupakan

fondasi yang di atasnya berdiri bangunan-bangunan perihal kehidupan

36 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. I, h. 39

27

manusia, termasuk aspek kepribadiannya. Karena keimanan dapat

memberikan motivasi, sehingga dapat mengarahkan potensi-potensi

untuk melakukan perbuatan positif.37

Manfaat keimanan menurut Sayyid Sabiq, dirumuskan berdasarkan

kaidah-kaidah keimanan yang enam perkara adalah:

a. Manfaat iman kepada Allah adalah dapat menumbuhkan rasa muraqabah

yaitu perasaan selalu diawasi oleh Allah (muraqabah), memotivasi untuk

melakukan akhlak mulia, dan menjauhkan seseorang dari perbuatan yang

menjerumuskan kepada dosa.

b. Manfaat iman kepada para malaikat Allah dapat mendorong seseorang

untuk mencontoh sifat-sifat mereka dalam hal kesuciannya.

c. Manfaat iman kepada kitab-kitab Allah tiada lain adalah pengetahuan

tentang manhaj (sistem kehidupan) yang benar yang telah digariskan oleh

Allah untuk umat manusia, dengan begitu dapat mencapai jalan

keselamatan.

d. Manfaat iman kepada para rasul dapat meneladani perilaku atau sifat-

sifat mereka sesuai dengan ajaran yang rasul sampaikan.

e. Manfaat iman kepada hari akhir atau hari kiamat merupakan pendorong

paling kuat untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan,

dan selalu mengingatkan kepada kematian.

f. Manfaat iman kepada qadha dan qadar dapat memberikan bekal kepada

seseorang dengan berbagai hambatan dan kesulitan.38

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa tujuan

pendidikan keimanan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan, karena

dengan keimanan manusia dapat membersihkan perilaku, menyucikan jiwa

dan mengarahkannya kepada nilai-nilai yang mulia atau akhlak mulia, di

samping ia merupakan hakikat kebenaran yang kokoh dan tidak berubah-

37Ibid, h. 43

38

Sayyid Sabiq, op.cit , h. 44

28

ubah. Ia termasuk pengetahuan manusia yang paling tinggi, walaupun bukan

yang paling tinggi secara mutlaq.39

3. Ruang Lingkup Pendidikan Keimanan

Ruang lingkup pembahasan mengenai pendidikan keimanan,

berangkat dari objek yang wajib diimani atau diyakini, yakni rukun iman

yang enam perkara, sebagai berikut:

a. Iman kepada Allah Swt

Iman yang pertama dan yang paling utama ialah iman kepada Allah

Swt, disebut juga dengan akidah ilahiyah.40

Iman kepada Allah juga

merupakan inti dari ketauhidan. Adapun tauhid sendiri berasal dari kata

bahasa arab yaitu wahhada (وحد) – yuwahhidu (يوحد), yang secara

etimologis berarti ke-Esa-an. Sedangkan secara terminologis berarti

itikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa atau tunggal atau

satu41

.

Adapun aspek tauhid ilahiyah dibagi ke dalam beberapa bagian,

yaitu:

1) Uluhiyah

Tauhid ini merupakan inti dakwah Rasulullah untuk

menegakkan kalimat laailaaha illa Allah dan menafikan sembahan-

sembahan selain Allah. Selain itu, inti tauhid uluhiyah ialah meyakini

sepenuhnya bahwa Allah yang berhak disembah dan menerima semua

bentuk peribadahan makhluk. Segala bentuk pujian, doa, harapan,

takut, dan amal perbuatan hanya untuk pengabdian dan bakti kepada

Allah.

“Tauhid uluhiyah disebut juga tauhid „ubudiyah, karena

sesungguhnya adanya pengabdian yang hanya ditujukan kepada Allah

39Sayyid Sabiq, op. cit, h.7

40

Sayyid Husein Afandiy al-Jisr al-Tharabilisy, Memperkokoh Akidah Islamiyah, Terj. al-

Husnul Hamidiyyah Lilmuhaadhah Alal „Aqa‟id Al-Islaamiyyah oleh KH. Abdullah Zaky Al-

Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. I, h. 19

41

Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), Ed. I, Cet. III, h. 1

29

merupakan konsekuensi dari keyakinan bahwa tidak ada tuhan selain

Allah.”42

Oleh sebab itu, salah satu tujuan diciptakannya manusia ialah

untuk beribadah kepada Allah. Bukan berarti Allah menginginkaan

untuk disembah oleh manusia, melainkan peribadahan yang manusia

lakukan ialah wujud keimanan bahwa tiada yang layak disembah

selain Allah. Sehingga wujud atau konsekuensi keimanan tersebut

melahirkan ketaatan dan kepatuhan antara makhluk dengan khaliqnya.

Bahkan ajaran nabi-nabi sebelum nabi Muhammad Saw.

berisikan ajaran tauhid atau meng-Esa-kan Tuhan dan melarang umat

agar tidak menyekutukan Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan sebagai

berikut:

و ا رشل إل ح إحل أ ؼتيم ا رشي

ا ف ۥأ

إل أ ٢٥ ٱعتدون ل إل

(25) dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum

engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: "bahwa

tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah

Aku43

" (QS. al-Anbiya (21): 25)

Ayat di atas membuktikan bahwa ajaran yang dibawa oleh rasul-

rasul Allah pada dasarnya adalah sama yaitu menanamkan serta

membina keimanan untuk mengtauhidkan Allah Swt. Dalil serupa

berasal dari sabda nabi Muhammad Saw. Untuk menguatkan dalil

sebelumnya, Rasulullah Saw. bersabda:

2) Rububiyah

Tauhid rububiyah ialah mentauhidkan atau meyakini Allah

dalam seluruh perbuatan-Nya seperti menciptakan, memelihara,dan

memiliki. Dengan kata lain tauhid rububiyah membahas mengenai

af‟al Allah dalam penciptaan alam semesta beserta isinya, termasuk di

dalamnya adalah pengawasan serta pemeliharaan oleh Allah tanpa

dibantu oleh siapa pun.44

Sebagaimana Allah berfirman:

42Muhammad Ahmad, op. cit, h. 30

43

Departemen Agama RI, Al-Qur‟am dan Tafsirnya Jilid VI, op. cit, h. 242

44

Muhammad Ahmad, op. cit, h. 28

30

ىؾ ء ف رب ٱلل ذ ش خيق ك إل ل إل ؾ ء ٱعتدوه ش

ك لع و ١٠٢وكيو

(102) Itulah Allah, tuhan kamu; tidak ada tuhan selain dia;

pencipta segala sesuatu, maka sembahlah dia; dan dialah pemelihara

segala sesuatu45

. (QS. al-An‟am (6): 102)

Jadi, alam semesta beserta isinya tidak ada dengan sendirinya,

seperti yang dikatakan beberapa ahli filsafat Yunani. Alam semesta ini

ada, karena ada yang menciptakan yaitu Allah Swt.

Pendapat yang sama menyatakan bahwa tauhid rububiyah ialah

meyakini bahwa “Allah sebagai satu-satunya yang menciptakan,

mengurus, mengatur, serta menguasai alam semesta ini. Tidak ada

yang dapat menciptakan, mengurus, mengatur, serta menguasai alam

semesta ini selain Allah.”46

Adapun dalam penciptaan serta pemeliharaan-Nya, Allah Swt

tidak mengambil faidah atas perbuatan dan hukum-Nya, namun perlu

diyakini bahwa semua perbuatan dan hukum Allah Swt tidak akan sia-

sia, melainkan terdapat hikmah di dalamnya.47

Sebagaimana

dijelaskan dalam al-Qur‟an berikut:

ا ا و اء خيل رض و ٱلص ٱل لم ظ ا بعل ذ ا ةي و يو ٱلي ف ؽفروا

ؽفروا ٢٧ ٱجلار ىلي(27) Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang

ada antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir,

maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk

neraka48

(QS. Shad (38): 27)

3) Asma wa sifat

Tauhid asma wa sifat meupakan tauhid yang meyakini bahwa

Allah memiliki sifat-sifat yang agung serta nama-nama yang

menunjukkan kesempurnaan-Nya yang tidak sama dengan sifat-sifat

45Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III, h. 195

46

Muhammad Ahmad, op. cit, h. 29

47

M. Saberanity, Keimanan Ilmu Tauhid,(Jakarta: LeKDiS, 2006), Cet. II, h. 47

48

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VIII, h. 365

31

makhluk-Nya, dan tidak seorang pun mempunyai sifat sebagaimana

sifat Allah Swt.

Secara rinci sifat-sifat bagi Allah diklasifikasikan menjadi tiga

bagian yaitu sifat wajib bagi Allah berjumlah 20 sifat, sifat mustahil

bagi Allah berjumlah 20 dan sifat jaiz bagi Allah berjumlah satu.

Dengan kata lain dalam terdapat 41 akidah yang wajib diketahui serta

diyakini oleh mukallaf atau orang yang sudah dibebankan hukum

dalam Islam.

No 20 Sifat Wajib Sifat Mustahil

1. Sifat

Nafsiyyah Wujud (Ada) „Adam (Tidak Ada)

2. Sifat

Salbiyah

Qidam

(Tidak ada permulaan

atas wujud-Nya Allah)

Huduts (Adanya

Permulaan)

Baqo‟ (Kekal) Fana‟ (Binasa)

Mukholafatuhu lil

Hawaditsi

(Berbeda dengan

makhluk-Nya)

Mumatsalatuhu lil

Hawaditsi

(Sama dengan Makhluk-

Nya)

Qiyamuhu bi Nafsihi

(Berdiri Sendiri)

Ihtiyajuhu ila Ghairihi

(Membutuhkan Orang

Lain)

Wahdaniyah (Esa) Ta‟addud (Berbilang)

3 Sifat Ma‟ani

Qudrat (Maha Kuasa) „Ajzu (Lemah)

Iradat (Maha

Berkehendak) Karahiyyah (Terpaksa)

Ilmu (Maha Mengetahui) Jahlu (Bodoh)

Hayat (Maha Hidup) Maut (Mati)

Sama‟ (Maha

Mendengar) „Ama (Tuli)

32

Bashar (Maha Melihat) Shamam (Buta)

Kalam (Maha Berbicara) Bukmun (Bisu)

4 Sifat

Ma‟nawiyyah

Qadiran (Selalu dalam

Keadaan Berkuasa) Ajizan (Lemah)

Kaunuhu Muridan

(Selalu dalam Keadaan

Menghendaki)

Karihan (Terpaksa)

Kaunuhu „Aliman (Selalu

dalam keadaan

Mengetahui)

Jahilan (Bodoh)

Kaunuhu Hayyan (Selalu

dalam keadaan Maha

Hidup)

Mayyitan (Mati)

Kaunuhu Sami‟an (selalu

dalam keadaan

mendengar )

Ashamma (Tuli)

Kaunuhu Bashiran

(Selalu dalam keadaan

Melihat)

A‟ma (Buta)

Kaunuhu Mutakaliman

(Selalu dalam Keadaan

Maha Berkata)

Abkam (Bisu)

Demikian penjabaran dua puluh sifat wajib disertai dua puluh

sifat mustahil bagi Allah Swt. Adapun satu kaidah tersisa yaitu sifat

jaiz bagi Allah. Yaitu:

و ك ر ت و ا ني ك م ل ك ل ع ف Artinya boleh bagi Allah dalam melakukan atau tidak

melakukan. Dalilnya adalah:

33

ربؾ يرحؾ إن يشأ ةؾ غي

رشينم أ

أ ا و ةؾ يػذ

و إن يشأ

أ

وكيل ٥٤غيي(54) Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Jika Dia

menghendaki, niscaya Dia akan memberi rahmat kepadamu, dan jika

Dia menghendaki, pasti Dia akan mengazabmu. Dan, Kami tidaklah

mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penjaga bagi mereka49

(QS.

al-Isra (17): 54)

Adapun nama-nama bagi Allah ada 99 jumlahnya, nama-nama

tersebut terdapat dalam al-Qur‟an maupun al-Sunnah

و عليو وسلم: إن للو ت عال تسعة عن أب ىري رة، قال: قال رسول اللو صلى الل ر واحد من أحصاىا دخل النة، ىو اللو الذي ل إلو إل ىو وتسعني اسا مائة غي

هيمن ال

ؤمن امل

لم امل وس الس لك القد

ر الالق البارئ الرحن الرحيم امل تكب

عزيز البار املع

اب الرزاق الفتاح العليم القابض الباسط الافض الرافع امل ار الوى ار القه صور الغف

ز امل

ميع البصي احلكم العدل اللطيف البي احل ذل الس

كور العلي امل ليم العظيم الغفور الشجيب الواسع احلكيم الودود

قيت احلسيب الليل الكرمي الرقيب امل

الكبي احلفيظ امل

حصي

تني الول احلميد امل

هيد احلق الوكيل القوي امل جيد الباعث الش

عيد امل

بدئ امل

املر ؤخ

م امل قد

قتدر امل

اجد الواحد الصمد القادر امل

ميت احلي القيوم الواجد امل

حيي امل

امل

نتقم العفو الر

واب امل ت عال الب ر الت

ل الخر الظاىر الباطن الوال امل ءوف مالك الوانع الضار النافع النور اهلاد

غن امل

قسط الامع الغن امل

لك ذو اللل والكرام، امل

ي امل

50البديع الباقي الوارث الرشيد الصبور

Dari abu hurairah ra. Beliau berkata: bersabda Rasulullah Saw.,:

“bahwasannya tuhan Allah mempunyai 99 nama, barang siapa

menghafal semuanya akan dimasukkan ke dalam syurga. 1. Allah

(tuhan); 2. al-Rahman (Maha Pengasih); 3. al-Rahiim (Maha

Penyayang); 4. al-Malik (Maha Merajai); 5. al-Quddus (Maha Suci);

6. al-Salam (Maha Penyelamat); 7. al-Mukmin (Maha Memberi

keamanan); 8. al-Muhahaimin (Maha Menyatakan Dirinya Esa); 9.

al-„Aziz (Maha Gagah/ Maha Tak Terkalahkan); 10. al-Jabbar (Maha

Kuat/ Gagah); 11. al-Mutakabbir (Maha Agung); 12. al-Khaliq

(Maha Pencipta); 13. al-Bari (Maha Pencipta Makhluk); 14. al-

Mushawwir (Maha Pembentuk mahkluk); 15. al-Ghaffar (Maha

Pengampun); 16. al-Qahhar (Maha Perkasa); 17. al-Wahhab (Maha

49 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid V, h. 497

50

Iman Turmudzi, al-Jami‟u al-Shahih wa huwa Sunan al-Turmudzi, (Kairo: Dar el-Hadith,

2010), h. 353

34

Pemberi); 18. Ar-Razaq (maha pemberi rizki); 19. al-Fatah (Maha

Pembuka pintu rahmat); 20. al-„Alim (Maha Mengetahui); 21. al-

Qabidh (Maha Pencabut); 22. al-Basith (Maha Meluaskan); 23. al-

Khafidh (Maha Menjatuhkan); 24. al-Rafi‟ (Maha Mengangkat); 25.

al Mu‟iz (Maha Pemberi kemuliaan); 26. al-Mudzil (Maha Pemberi

kehinaan); 27. Al-Sami‟ (Maha Mendengar); 28. al-Bashir (Maha

Melihat); 29. al-Hakam (Maha Menetapkan hukum); 30. al-„Adlu

(Maha Adil); 31. al-Lathif (Maha Halus); 32. al-Khabir (Maha

Mengetahui yang Tersembunyi); 33. al-Halim (Maha Penyantun); 34.

al-„Adzim (Maha besar); 35. al-Ghafur (Maha Pengampun); 36. al-

Syakur (Maha Pembalas); 37. Al-„Ali (Maha Tinggi); 38. al-Kabir

(Maha Besar); 39. al-Hafidz (Maha Pemelihara); 40. al-Muqit (Maha

Pemberi kecukupan); 41. Al-Hasib (Maha Penjamin); 42. al-Jalil

(Maha Luhur); 43. al-Karim (Maha Pemurah); 44. al-Raqib (Maha

Peneliti); 45. al-Mujib (Maha Mengabulkan; 46. al-Wasi‟ (Maha

Luas); 47. al-Hakim (Maha Bijaksana); 48. al-Wadud (Maha

Pencinta); 49. al-Majid (Maha Mulia); 50. al-Ba‟its (Maha

Membangkitkan); 51. al-Syahid (Maha Menyaksikan); 52. al-Haqq

(Maha Benar); 53. al-Wakil (Maha Memelihara penyerahan); 54. al-

Qawiy (Maha Kuat); 55. al-Matin (Maha Kokoh); 56. al-Waliy (Maha

Melindungi); 57. al-Hamid (Maha Terpuji); 58. al-Muhshi (Maha

Penghitung); 59. al-Mubdi‟ (Maha Memulai); 60. al-Mu‟id (Maha

Mengulangi); 61. al-Muhyi (Maha Menghidupkan); 62. al-Mumit

(Maha Mematikan); 63. al-Hayyu (Maha Hidup); 64. al-Qayyum

(Maha Berdiri sendiri); 65. al-Wajid (Maha Kaya); 66. al-Majid

(Maha Mulia); 67. al-Wahid (Maha Esa); 68. al-Shamad (Maha

Dibutuhkan); 69. al-Qadir (Maha Kuasa); 70. al-Muqtadir (Maha

Menentukan); 71. al-Muqoddim (Maha Mendahulukan); 72. al-

Muakhir (Maha Mengakhirkan); 73. al-Awwal (Maha Pertama); 74.

al-Akhir (Maha Penghabisan); 75. al-Zhahir (Maha Nyata); 76. al-

Bathin (Maha Tersembunyi); 77. al-Wali (Maha Menguasai); 78. al-

Muta‟ali (Maha Suci dari kehinaan); 79. al-Barru (Maha

Dermawan); 80. al-Tawwab (Maha Penerima taubat); 81. al-

Muntaqim (Maha Penyiksa); 82. al-„Afuwwu (Maha pemaaf); 83. Al-

Rauf (Maha Pengasih); 84. Malik al-mulk (maha Menguasai

kerajaan); 85. Dzul Jalali wal Ikram (Maha Memiliki kebesaran dan

kemuliaan); 86. al-Muqsith (Maha Mengadili); 87. al-Jami‟ (Maha

Mengumpulkan); 88. al-Ghaniy (Maha Kaya); 89. al-Mughni (Maha

Pemberi kekayaan); 90. al-Mani‟u (Maha Membela); 91. al-Dharr

(Maha Pemberi bahaya); 92. an-Nafi‟u (Maha Pemberi manfaat); 93.

al-Nur (Maha bercahaya); 94. al-Hadi (Maha Pemberi petunjuk); 95.

al-Badi‟u (Maha Pencipta yang baru); 96. al- Warits (Maha

Pewaris); 97. al-Baqi (maha kekal); 98. al-Rasyid (Maha

Cendekiawan); 99. al-Shabur (Maha Penyabar).

35

b. Iman kepada Malaikat

Iman kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua setelah

beriman kepada Allah. Malaikat ialah makhluk halus ciptaan Allah yang

terbuat dari nur (cahaya). Mengenai bentuk fisik dan rupanya tidak ada

yang mengetahui, kecuali Allah. Jumlahnya pun banyak, tidak dapat

dihitung dan tidak dapat berkurang maupun bertambah. Sebagaimana

Rasulullah Saw. Bersabda:

قت الملئكة عن عائشة، قالت: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: خل 51من نور، وخلق الان من مارج من نار، وخلق آدم ما وصف لكم

Dari Aisyah r.a. Berkata: telah bersabda Rasulullah Saw.:

diciptakan malaikat dari cahaya, dan diciptakan jin dari api neraka, dan

diciptakan adam dari apa-apa yang disifatkan bagi mereka.

Malaikat tidak memerlukan makan maupun minum seperti

manusia dan mereka tidak akan mati sebelum datangnya hari kiamat.

Malaikat merupakan makhluk Allah yang taat terhadap perintah Allah

Swt. Malaikat tidak memiliki hawa nafsu, melainkan hanya memiliki

akal. Oleh karenanya malaikat terpelihara dari kesalahan dan dosa.52

Keimanan terhadap malaikat membawa pengaruh yang positif

terhadap pada seseorang, antara lain seseorang akan berhati-hati dalam

setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya

merekam apa yang ia katakan dan perbuat.53

Adapun sifat-sifat malaikat, sebagai berikut:

(1) Rendah hati untuk selalu beribadah kepada Allah

(2) Tidak pernah mengeluh karena letih dalam menjalankan tugas dari

Allah

(3) Waktunya habis untuk bertasbih kepada Allah

(4) Malaikat juga makhluk Allah, bukan anak Allah

(5) Tidak pernah lancang kepada Allah

51 Imam Abi Husain Muslim bin Al Hujaj Al Naisaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar El

Hadith, 2010), h. 540 60, 2996

52

Muhammad Ahmad, Op. Cit, h. 62

53

Yusran Asmuni, op. cit, h. 74

36

(6) Selalu menjalankan perintah Allah54

ف ولۥ ت رض و ٱلصمن غده ٱل غتادح ۥو ون ع ول ل يصخهب

ون ار و ٱحلو يصتحن ١٩يصخحس ون ٱجل ٢٠ل يفت(19) Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-

malaikat yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk

menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. (20) Mereka

(malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan

siang55

(QS. al-Anbiya (21): 19-20)

Wajib bagi mukallaf untuk meyakini 10 malaikat beserta tugasnya,

yaitu:

(1) Malaikat Jibril, tugasnya pengantar wahyu kepada para nabi dan

rasul-rasul, khususnya kepada nabi Muhammad Saw.

(2) Malaikat Mikail, tugasnya dalam soal-soal kesejahteraan ummat,

umpamanya mengantar hujan, mengantar angin, soal-soal tanah, dan

soal-soal kesuburan-kesuburan lainnya.

(3) Malaikat Israfil, tugasnya dalam soal-soal akhirat, umpamanya

meniup terompet (sangkakala) tanda kiamat, meniup terompet tanda

dibangkitkan kembali di padang mahsyar dan lain-lain sebagainya.

(4) Malaikat Izrail, tugasnya mencabut nyawa semua makhluk tidak

terlewatkan satu pun.

(5) Malaikat Munkar, tugasnya bertanya dalam kubur

(6) Malaikat Nakir, tugasnya bertanya dalam kubur

(7) Malaikat Rakib, tugasnya menuliskan amal kebaikan

(8) Malaikat Atid, tugasnya menuliskan amal keburukan

(9) Malaikat Malik, tugasnya menjada pintu neraka

(10) Malaikat Ridwan, tugasnya menjaga pintu surga56

Itulah 10 malaikat yang wajib diketahui. Adapun malaikat-malaikat

yang banyak lainnya cukuplah kalau kita yakini bahwa ada malaikat,

54 Abdul Hafidz dkk, op. cit, h. 34

55

Departemen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VI, h. 238

56

Sirajudin Abbas, op. cit, 42-43

37

sebangsa makhluk yang taat kepada tuhan dan yang mengerjakan

perintah-perintah yang diberikan tuhan kepada mereka.57

c. Iman kepada Kitab-Kitab

Kitab-kitab yang wajib diimani terbatas kepada kitab-kitab samawi

saja atau kitab yang benar-benar diturunkan oleh Allah, dan termasuk

rukun iman yang ketiga.

Adapun definisi kitab secara bahasa tersusun atas huruf ka-ta-ba

yang serupa dengan kata al-katbu yang berarti mengumpulkan/

menyatukan kulit yang sudah disamak dengan cara menjahitnya. Seiring

berkembangnya makna kitab diartikan dengan menyusun satu huruf

dengan lainnya (menyusun kalimat).58

Pengertian tersebut didasarkan kepada sejarah Islam dalam

pengkodifikasian al-Qur‟an, karena banyak para hafizd al-Qur‟an yang

gugur saat perang. Ketika itu khalifah Abu Bakar memerintahkan untuk

mengumpulkan kalam-kalam al-Qur‟an yang masih terpencar dan tertulis

di pelepah kurma, tulang belulang dan lain sebagainya. Hingga akhirnya

pengkodifikasian al-Qur‟an terealisasi pada masa Usman bin „Affan.

Kembali kepada definisi kitab secara istilah ialah firman-firman

Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya yang diwahyukan

kepada rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.59

Hal

ini menjelaskan pembahasan mengenai kitab-kitab yang Allah turunkan

termasuk ke dalam pembahasan aqidah nubuwwah karena pada dasarnya

kitab-kitab yang Allah turunkan kepada rasul-rasul-Nya.

Adapun kitab-kitab yang wajib diyakini oleh orang yang beriman

ada empat diantaranya:60

Pertama, kitab taurat yang diturunkan kepada nabi Musa As. pada

masanya. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an, berikut:

57 Ibid, h. 43

58

Abdurrahman Hasan Habanakah al-Maidani, Pokok-Pokok Aqidah Islam, Terj. Al-aqidah

al-Islamniyah wa Ususuha oleh A.M. BAsalamah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. II, h. 434

59

Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidani, op. cit, h. 434

60

Sirajudin Abbas, op. cit, h.

38

زجلا إناث أ رى ا ٱتل ة يؾ دى ور ا ٱجلبين ػي ٱلي للي ا شي

أ

و ادوا ين حتار و ٱلربا ٱل ة ا داء ٱلل نتب ٱشخحفظ غيي ش ا وك

ا ن اس و ٱجل فل تش وا ا‍ب ٱخش ا ول تشت يؾ ة ى ا كييل و يت زل

ٱلل أ ولئم

فرون فأ ٤٤ ٱىك

(44) Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab taurat di

dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang

dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh

nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim

mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka

diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi

saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada

manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu

menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa

yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka

mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. al-Maidah (5): 44)

Kitab taurat berisikan ajaran akidah serta syari‟at. Namun, dalam

catatan sejarah kitab taurat asli (murni) sudah tidak ada lagi, para ulama

pun menyepakati hal tersebut. Adapun kitab taurat yang beredar di

kalangan Yahudi saat ini sudah tidak murni lagi, melainkan orang-orang

yahudi telah melakukan perubahan-perubahan terhadap isi kitab tersebut.

Lebih tepatnya taurat saat ini adalah karangan atau tulisan orang-orang

yahudi dari masa ke masa. Isi ajarannya pun jauh sekali dari nilai-nilai

tauhid, dan banyak merendahkan perbuatan sejumlah nabi, bahkan

merendahkan Allah61

, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah

berikut:

ػن نل يص وكد كن فريق ىؾ ا ن يؤػن أ ػخع

ٱلل أ ۥ يرف

ن يػي ه و ا علي بػد ٧٥ (75) maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka

akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar

firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya,

padahal mereka mengetahuinya?62

(QS. al-Baqarah (2): 75)

61 Muhammad Ahmad, op. cit, h. 71

62

Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid I, h. 131

39

Kedua, adalah kitab zabur yang diturunkan kepada nabi Daud

„alaihissalam. Adapun isi dari kitab zabur adalah nasihat serta

peringatan. Karena dalam masalah akidah serta syari‟at nabi Daud

diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa As.

ف وربم ة غيرض و ٱلصمنت أ

ا بػض ٱل بػض ٱجلتي وىلد فضي لع

ا داو ٥٥زبرا ۥد وءاحي

(55)Dan tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di

bumi. Dan sungguh, kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian

nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan kami berikan zabur kepada

daud63

(QS. al-Isra (17): 55)

Ketiga, adalah kitab injil yang diturunkan kepada nabi Isa

„alaihissalam. Sama halnya dengan kitab taurat, kemurnian kitab injil

pun sudah tidak terjaga. Kitab injil yang digunakan orang kristen saat ini

adalah pemikiran-pemikiran para paulus dan terbagi-bagi seperti adanya

injil matius, injil lukas dan injil johanes. Antar kitab injil tersebut

terdapat perbedaan isi dan bahkan saling bertentangan. Dalam kitab injil

asli berisikan ajaran perintah-perintah Allah Swt berupa tauhid dan tidak

menyekutukannya dan menjelaskan akan datang nabi akhir zaman nabi

Muhammad Saw.64

sebagaimana Allah berfirman:

ا ءاثر ةػيس وؼفي لع ٱة ا بني يدي كا ل مصد ث مري رى ٱتل جنيو وءاتين ٱل ا بني يدي كا ل دى ور ومصد ث ػي رى دى ٱتل و

خلني غظث ىي ٤٦وم(46)dan kami iringkan jejak mereka (nabi nabi bani israil) dengan

isa putera maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu:

taurat. Dan kami telah memberikan kepadanya kitab injil sedang

didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan

membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab taurat. Dan

menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang

bertakwa (QS. al-Maidah (5): 46)

Orang-orang nasrani tidak sepenuhnya beriman kepada kitab injil

dan secara tidak langsung, mereka tidak pula beriman kepada nabi Isa

63 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid V, h. 497

64

Muhammad Ahmad, op, cit, h. 73

40

As. Hal ini terbukti mereka tidak mengimani adanya nabi terakhir setelah

nabi Isa As yaitu nabi Muhammad Saw. yang termaktub dalam kitab

injil.

Keempat, kitab terakhir yang diturunkan kepada nabi terakhir

penutup para nabi, yaitu kitab al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan kalam

atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. dan

membacanya merupakan suatu ibadah.65

Pengertian al-Qur‟an sendiri di dalamnya, sebagai berikut:

ا ى دون ٱىلرءان كن هذا و ن يفتبني ٱليولؾ حصديق ٱلل أ

رب ٱىهتب يدي وتفصيو ني ل ريب ػي م ٣٧ ٱىعي يللن أ ى كو ٱػت

ري ا بصرة ح و فأ ا ٱدغ دون ٱشخعػخ صدؼني ٱلل ٣٨إن نخ

(37) Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan

tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya

dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak

ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.

(38) Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-

buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu),

maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan

panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk

membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar" (QS.

Yunus (10): 37-38)

Adapun maksud dari kalimat ب ت ك ال ل ي ص ف ت ditafsirkan oleh Syaikh

Nawawi dalam Tafsir Munir sebagai berikut:

اء ي ب ن ى ال ل ع ة ل ز ن م ال ة ي هل ال ب ت ك ال ن م و ل ب ي ق ذ ال ق ي د ص ت ن ا ر ق ال ن ك ل و ي أ 66و ل ب ق

Dari tafsiran di atas, secara tidak langsung dijelaskan mengenai

definisi al-Qur‟an yaitu kitab yang diturunkan dengan tujuan untuk

membenarkan kitab-kitab ilahiyat sebelumnya, yang diturunkan kepada

nabi-nabi sebelumnya. Dengan kata lain, al-Qur‟an menyempurnakan

kitab-kitab yang sebelumnya.

65 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Terj. Mabahis fi „Ulumil Qur‟an oleh

Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2013

66

Syaikh Nawawi al-Jawi, Tafsir al-Nawawi al-Juz‟u al-Awwalu, (Semarang: Thoha Karya

Putera, t.t.), h.368

41

Adapun keistimewaan kitab al-Qur‟an adalah:

(1) Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.

(2) Mencakup semua aspek kehidupan manusia.

(3) Tidak dapat ditandingi kehebatannya, baik dari segi isi maupun

susunan redaksinya.

(4) Terpelihara kemurniannya.

كو ئػج ى نس ٱجخ و ٱل رو هذا ٱل ة

ا حن يأ

أ حن ٱىلرءان لع

ل يأ

ري ريا ة لػض ظ كن بػض ٨٨ول(88) Katakanlah: "sesungguhnya jika manusia dan jin

berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al Quran ini,

mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya,

sekalipun mereka saling membantu satu sama lain67

" (QS. al-Isra

(17): 88)

(5) Petunjuk dan rahmat bagi manusia.

(6) Paling banyak dibaca orang.

(7) Membacanya termasuk ibadah.

Selain kitab-kitab tersebut, dalam al-Qur‟an disebutkan adanya

sahifah atau suhuf yang berarti lembaran-lembaran yang berjumlah

seratus sahifah. Yang tersebar sebagai berikut:

(1) 60 sahifah kepada nabi Syits As

(2) 30 sahifah kepada nabi Ibrahim As

(3) 10 kepada nabi Musa As68

d. Iman kepada Nabi dan Rasul

Iman kepada rasul-rasul Allah merupakan rukun iman yang

keempat. Maksudnya adalah wajib bagi kita selaku orang beriman

mengimani atau meyakini bahwa Allah Swt telah mengutus para rasul-

Nya untuk membawa syiar agama dan membimbing umat pada jalan

lurus dan diridhai Allah.

Ulama sepakat bahwa jumlah rasul seluruhnya ada 124.000 yang

diangkat menjadi rasul 313 orang adapula yang mengatakan 315 orang.

67 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid V, op. cit, h.

68

Muhammad Ahmad, op. cit, h. 70

42

Dari pernyataan tersebut ada perbedaan mengenai makna nabi dan rasul.

Nabi secara bahasa adalah orang yang memberi kabar, sedangkan secara

istilah orang yang mendapat wahyu dari Allah Swt namun tidak

berkewajibannya menyampaikan kepada umatnya.

Sedangkan rasul secara bahasa berarti utusan. Secara istilah rasul

adalah utusan Allah yang ditugaskan menyampaikan ajaran agama

kepada umat manusia. Nabi-nabi dan rasul-rasul yang wajib diketahui

namanya adalah 25 orang, berdasarkan kepada dalam al-Qur‟an saja,

yang lain tidak wajib untuk diketahui.

وحيم ك لع ي إةر ا ءاتين ا إن ربم حجخ نشاء رػع درجج غيي ا ٨٣حهي ت ۥ ل وو ؼتو ا دي حا ا و دي إشحق ويػلب لكا ذريخ شف ومس وهرون وكذلم جنزي و ۥد داو و ب وي ي

وأ شييم

حصنني وزكريا ٨٤ ٱل إوشمػيو ٨٥ ٱىصيحني ويحي وغيس إوحلاس كا لع ٱىيصع و فضي

ني وينس ولظا ولك ٨٦ ٱىعي(83)Dan itulah keterangan kami yang kami berikan kepada ibrahim

untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang

kami kehendaki. Sesungguhnya tuhanmu maha bijaksana, maha

mengetahui. (84) dan kami telah menganugerahkan Ishak dan

Ya´qub kepadanya. Kepada masing-masing telah kami beri

petunjuk; dan sebelum itu kami telah memberi petunjuk kepada

Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) yaitu

Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Dan

demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang

berbuat baik. (85) dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya

termasuk orang-orang yang Shaleh, (86) dan Ismail, Alyasa´,

Yunus dan Luth. Masing-masing kami lebihkan (derajatnya) di atas

umat lain (pada masanya69

) (QS. al-An‟am (6) : 83-86)

Dalam ayat tersebut di sebutkan ada 18 rasul yaitu: (1)Ibrahim,

(2)Ishak, (3)Yaqub, (4)Nuh, (5)Dawud, (6)Sulaiman, (7)Ayyub,

(8)Yusuf, (9)Musa, (10)Harun, (11)Zakaria, (12)Yahya, (13)Isa,

(14)Ilyas, (15)Ismail, (16)Alyasa, (17)Yunus, Dan (18)Luth.

69 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III, h. 169

43

Sedangkan tujuh nabi lainnya disebutkan dalam al-Qur‟an secara

terpisah pada surah yang berbeda. Nabi Adam As, sebagai manusia dan

nabi pertama, termaktub dalam surah Ali Imran ayat 33:

رن لع ٱصعف ٱلل إن وءال غ ي حا وءال إةر ني ءادم و ٣٣ ٱىعي(33)Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga

Ibrahim dan keluarga ´Imran melebihi segala umat (pada masa masing-

masing)70

(QS. Ali Imran (3): 33)

Kemudian mengenai nabi Hud As, disebutkan dalam QS. Al-A‟raf

surah ke-7 ayat 65, yaitu:

م دا كال يل خا إول عد أ غريه ٱلل ٱعتدوا إل ا ىؾ فل تخلن ۥ

أ

٦٥ (65)Dan kepada kaum ´Ad (kami utus) Hud, saudara mereka. Dia

berkata: "wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan)

bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?71

(QS. al-A‟raf

(7): 65)

Lalu, disebutkan nabi Shaleh As yang diutus oleh Allah Swt

kepada kaum Tsamud, sebagai berikut:

م صيحا كال يل خاد أ إول غريه ٱلل ٱعتدوا إل ا ىؾ ۥ

ؽ نشأرض أ

و ٱل رك ا ف ٱشخػ إحل إن رب كريب ٱشخغفروه ػي

ا حب

يب ٦١م(61)Dan kepada kaum tsamud (kami utus) saudara mereka Shaleh.

Dia (Shaleh) berkata: "wahai kaumku!, sembahlah Allah, tidak ada

tuhan bagimu selain dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi

(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah

ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,

sesungguhnya tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan

memperkenankan (doa hamba-Nya)"72

(QS. Hud (11): 61)

Setelah itu, nabi Syu‟aib As disebutkan dalam QS. Hud surah ayat

84, yaitu:

70 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid I, h. 495

71

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III, h. 376

72

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid IV, h. 438

44

م شػيتا كال يل خا أ دي إول غريه ٱلل ٱعتدوا إل ا ىؾ ول ۥ

ا هيال حلص زيان و ٱل م ٱل غذاب ي خاف غييؾ أ ري إون

ؾ ب رى أ إن

يط ٨٤م(84)Dan kepada (penduduk) madyan (kami utus) saudara mereka,

Syu´aib. Dia berkata: "wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada

tuhan bagimu selain dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan

timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang

baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan

ditimpa azab pada hari yang membinasakan (kiamat)"73

(QS. Hud

(11):84)

Kemudian nabi Ismail As, nabi Idris As, dan nabi Dzulkifli As,

termaktub dalam QS. al-Anbiya surah ke-21 ayat 85, sebagai berikut:

ٱىهفو إودريس وذا إوشمػيو ك ٨٥ ٱىصبي(85) Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Mereka

semua termasuk orang-orang yang sabar74

(QS. al-Anbiya (21): 85)

Dan nabi Muhammad Saw. Sebagai nabi terakhir penutup para nabi

dan rasul disebutkan dalam QS. al-Ahzab (33): 40, sebagai berikut:

ا ولؾ رشل رجاىؾ حد أ ةاد أ ٱلل كن م ٱجلتي وخات ٱلل وكن ا ء غيي ٤٠ةؾو ش

(40) Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang di antara kamu,

tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah maha

mengetahui segala sesuatu75

(QS. al-Ahzab (33): 40)

Adapun nabi dan rasul memiliki sifat-sifat:

(1) Shidiq artinya jujur/benar dalam segala ucapannya mustahil kidzib

atau berdusta. Jika para nabi dan rasul berdusta maka binasalah umat

manusia. Adapun dalil naqli atas sifat nabi yang shidiq adalah:

رشين وصدق ... ٥٢ ٱل(52) ....dan benarlah rasul-rasul(Nya). (QS. Yaasin (36): 52)

73 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid IV, op. cit, h. 455

74

Departemen Agama RI, al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VI, op. cit, h. 298

75

Departemen Agama RI, al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VII, op. cit, h. 10

45

(2) Amanah artinya terpercaya, mustahil bagi para nabi dan rasul

khianat yang berarti tidak dapat dipercaya.

(3) Tabligh artinya menyampaikan mustahil kitman artinya

menyembunyikan. Menyampaikan yang dimaksud adalah

menyampaikan segala sesuatu yang datang sebagaimana dalam QS.

al-Maidah (5): 67

ا يأ ٱلرشل ي ا ةيغج رشاتل تفػو ػ ربم إون ى زل إحلم

أ ا ۥ ةيؼ

ٱلل و م دي ٱلل إن ٱجلاس يػص م ل ي ٱىل فري ٦٧ ٱىك(67) Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari

Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan

itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah

memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-

Maidah (5): 67)

(4) Fathanah artinya cerdas mustahil baladah artinya bodoh.

Selain sifat di atas, para rasul pun memiliki sifat jaiz artinya boleh

atau wewenang, yakni sifat kemanusian seperti makan, minum, haus,

lapar, menikah dan lain-lain.

e. Iman kepada Hari Kiamat

Hari kiamat ialah hari kehancuran alam semesta. Segala yang ada

di dunia ini akan musnah dan semua makhluk hidup akan mati.

Selanjutnya alam akan berganti dengan yang baru disebut dengan alam

akhirat.76

ن ن ٱلصاغث وأ

ا وأ ف ٱلل ءاتيث ل ريب ػي لتر يتػد

٧ ٱى(7) Dan sungguh, (hari) kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan

padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun di dalam

kubur77

(QS. al-Hajj (22): 7)

Rukun iman kelima adalah iman kepada hari kiamat atau hari

akhir, atau hancurnya dunia hingga masuknya seseorang ke surga atau

neraka. Selanjutnya orang mati sejak nabi Adam hingga yang terakhir

76 Yusran Asmuni, op. cit, h. 78

77

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VI, h. 352

46

akan dibangkitkan kembali. Beriman kepada hari kiamat maksudnya

setiap mukmin wajib percaya dengan sebenar-benarnya bahwa hari

kiamat itu akan datang. Hanya saja kapan saat itu terjadi tiada seorang

pun mengetahui bahkan nabi Muhammad dan malaikat. Hanya dapat

diketahui tanda-tandanya saja.78

Meyakini hari kiamat dapat menumbuhkan keyakinan akan ke

maha kuasaan sumber pertama dari-Nya timbul segala yang ada di alam

semesta serta menumbuhkan keyakinan akan kejadian akhir bagi

segenap benda yang pernah ada.79

Adapun manfaat beriman kepada hari

kiamat adalah:

(1) Menjaga dan memelihara diri dari melakukan perbuatan dosa dan

maksiat dan akan selalu taat dan bakti kepada tuhan karena segala

amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat.

(2) Sabar mengahadapi segala cobaan dan penderitaan hidup karena ia

yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup karena ia yakin

bahwa kesenangan yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti.

f. Iman kepada Qadha dan Qadar

Rukum iman yang terakhir ialah iman kepada qadha dan qadar

ialah ketentuan-ketentuan yang ditentukan oleh Allah Swt, sedangkan

qadha adalah pelaksanaan dari ketentuan tersebut. Beriman kepada

qadha dan qadar berarti percaya dan yakin bahwa alam semesta ini

sebelum adanya sudah diqadarkan terlebih dahulu oleh Allah Swt dan

berlakunya alam semesta ini adalah qadha-Nya yang sesuai dengan

qadar-Nya.80

Adapun manfaat Iman kepada Qadha dan Qadar adalah:

(1)Mendorong lahirnya keberanian dalam menegakkan kebenran

78 Muhammad Ahmad, op, cit, h. 103

79

Abdul Hafidz dkk, op, cit, h. 83

80

M. Sabernity, op. cit, h. 84

47

(2)Menimbulkan ketenangan jiwa dan pikiran, tidak putus asa dalam

menghadapi setiap persoalan, dan selalu tawakal kepada Allah Swt.81

Qadha ialah kepastian, sedangkan qadar ialah ketentuan.

Ketentuan itu telah ditulis di dalam lauh mahfudz (lembaran yang

terpelihara). Jadi, semua yang akan terjadi sedang atau sudah terjadi di

dunia ini semuanya sudah diketahui oleh Allah Swt, dan setiap manusia

tidak bisa membebaskan diri dari qadha dan qadar Allah.82

ا صيتث ف صاب رض أ

ٱل إل ف نتب فصؾ

ا ول ف أ

أ ن نب

ؼتو أ

لم لع ٢٢يصري ٱلل إن ذ(22)Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa

dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh)

sebelum kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi

Allah83

(QS. al-Hadid (57): 22).

E. Pengertian Nazam

“Nazam atau manzumah (bentuk jamaknya) merupakan susunan bait

(serupa syi‟ir) yang menguraikan kaidah keilmuan.”84

Ilmu khusus yang

membicarakan mengenai sya‟ir ialah ilmu arudh yang secara bahasa artinya

melintang/menghalang. Secara istilah arudh adalah juz terakhir syathr pertama

bait. Bait adalah baris dari pada syair. Dan Syathr adalah separuh dari bait.85

Jadi, nazam ialah sekumpulan sya‟ir yang berisikan kaidah keilmuan.

Sya‟ir merupakan jamak dari syi‟ir, dan syi‟ir memiliki pola tersendiri yang

disebut dengan bahar yang berarti lebar atau laut, akan tetapi lebih tepat

diartikan laut. Dinamakan bahar karena di dalam sya‟ir terdapat makna yang

bagaikan lautan luasnya. Ada 16 macam bahar dalam ilmu „arudh, yang sering

digunakan pada karya keilmuan ulama klasik ialah bahar rajaz yang polanya

81 Yusran Asmuni, op. cit, h. 82

82

Muhammad Ahmad, op. cit, h. 112

83

Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid IX, op.cit, h. 689

84

Toto Edi dkk, Ensiklopedi Kitab Kuning, (Jakarta: Aulia Press, 2007), h. 132

85

Syekh Damanhuri, Llmu „Arudh dan Qawafi, Terj. Mukhtashar al-Syafi oleh Mahfudz

(Pasuruan: t.p., 1996), h. 4

48

ل ع ف ت س م enam kali ( ست مرات ل ع ف ت س م )86 . Seperti nazam „Imrithi dan Alfiyah

pada ilmu nahwu, Nazam Maqsud pada ilmu sharaf, nazam Jauharat al-Tauhid

dan Aqidat al-„Awam pada ilmu tauhid, dan masih banyak lagi.

F. Nazam „Aqidat al-„Awȃm Karya Syekh Marzuqi

1. Bait ke-1

انس ح ال م ائ د م ي ح الر ب * و ن ح الر و اهلل م اس ب أ د ب ا Aku memulai dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih

Dan Maha Penyayang yang selalu berbuat baik

2. Bait ke-2

ل و ت ل ي ب اق ب ال ر خ ل * ا ل و ال مي د ق ال هلل د م احل ف Puji bagi Allah, Yang Maha Terdahulu dan Maha Awal

Dan Yang Maha Akhir dan Yang Maha Kekal tidak berubah

3. Bait ke-3

اد ح و د ق ن م ي خ ب ى الن ل ا * ع د م ر س م ل الس و ة ل الص ث Sholawat beserta salam sepanjang masa

Ke atas nabi, manusia terbaik (dalam) peng-Esa tuhan

4. Bait ke-4

ع د ت ب م ر ي غ ق احل ن ي د ل ي ب * س ع ب ت ن م و و ب ح ص و و ل ا و Atas keluarga, sahabat dan yang mengikuti

Jalan agama yang benar, bukan orang yang bid‟ah

5. Bait ke-5

ة ف ص ن ي ر ش ع هلل ب اج و ن * م ة ف ر ع م ال ب و ج و ب م ل اع ف د ع ب و Setelah itu ketahuilah wajib mengenal (ma‟rifat)

Sifat-sifat yang wajib bagi Allah ada dua puluh sifat

6. Bait ke-6

ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال ي * م اق ب مي د ق د و ج و م اهلل ف Maka Allah itu wujud, Maha Dahulu, Maha Kekal selamanya

Berbeda dengan makhluk secara mutlak

7. Bait ke-7

ي ش ل ك ب ال ع د ي ر م ر اد * ق ي ح و د اح و و ن غ م ائ ق و

86 Syekh Damanhuri, Mukhtashar al-Syafi, (t.tp.: Syarikat al-Nur Asiyan, t.t), h. 15

49

Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Tunggal dan Maha Hidup

Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Tahu segalanya

8. Bait ke-8

م ظ ت ن ت ة ع ب س ات ف ص و * ل م ل ك ت م ال و ر ي ص ب ال ع ي س Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berbicara

Dan mempunyai sifat- sifat yang tujuh macam tersusun rapi

9. Bait ke-9

ر م ت اس م ل ك م ل ع ال اة ي * ح ر ص ب ع س ة اد ر ا ة ر د ق ف Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat

Maha Hidup, Maha Mengetahui dan Maha Berbicara terus-menerus

10. Bait ke-10

و ت رك لكل مكن كفعل * بفضلو وعدلو ز ائ ج و Dia jaiz (boleh) dengan anugerah dan keadilan-Nya

Meninggalkan yang mungkin sama seperti halnya yang dia kerjakan

11. Bait ke-11

دق والتبليغ والمانة ارسل انبيا ذوى فطانو * بالصAllah utus para nabi yang fathanah

Dengan shiddiq, dan tabligh dan amanah

12. Bait ke-12

هم من عرض * بغي ن قص كخفيف المرض وجائز يف حقBoleh bagi mereka mempunyai sifat-sifat manusia

Tanpa mengurangi (derajat kenabian) seperti sakit yang ringan

13. Bait ke-13

ة ك ئ ل م واال ل اض ف و ة ب اج * و ة ك ئ ل م ال ر ائ س ك م ه ت م ص ع Mereka terpelihara dari dosa, seperti para malaikat

Dan wajib bagi mereka, melebihi para malaikat

14. Bait ke-14

ب اج و م ك ب ني س م ل ظ ف اح * ف ب اج و ل ك د ض ل ي ح ت س م ال و Dan mustahil adalah lawan dari wajib

Hafalkanlah 50 akidah yang wajib

15. Bait ke-15

م ن ت اغ و ق ق ح ف ف ل ك م ل * ك م ز ل ن ي ر ش ع و ة س خ ل ي ص ف ت Merincikan 25 rasul adalah kewajiban

Setiap mukallaf, karena itu nyatakan dan usahakanlah

16. Bait ke-16

50

ع ب ت م ل ك م ي اى ر ب ا و ح ال * ص ع م د و ى ح و ن س ي ر د ا م د ا م ى Mereka adalah nabi Adam, nabi Idris, nabi Nuh, nabi Hud serta

Nabi Shaleh, dan nabi Ibrahim yang diikuti semua

17. Bait ke-17

اذ ت اح ب و ي ا و ف س و ي ب و ق ع ا * ي ذ ك اق ح س ا ل ي اع س ا و ط و ل Nabi Luth dan nabi Ismail, nabi Ishaq, begitupun

Nabi Ya‟qub, nabi Yusuf, dan nabi Ayyub yang mengikuti

18. Bait ke-18

ع ب ات ان م ي ل س د او د ل ف ك وال * ذ ع س ي ال ى و س و م و ن و ار ى ب ي ع ش Nabi Syu‟aib, nabi Harun, nabi Musa, nabi Yasa‟

Nabi Dzulkifli, nabi Daud, nabi Sulaiman ikut juga

19. Bait ke-19

اي غ ع د ات خ و ط ى و س ي * ع ي ا ي ي ر ك ز س ن و ي اس ي ل ا Nabi Ilyas, nabi Yunus, nabi Zakaria, nabi Yahya

Nabi „Isa dan nabi Thaha penutup, maka tinggalkanlah

20. Bait ke-20

ام ي ال ت ام اد م م هل ا * و م ل الس و ة ل الص م ه ي ل ع Atas mereka shalawat keselamatan

Dan keluarga mereka sepanjang zaman

21. Bait ke-21

م هل م و ن ل و ب ر ش ل ل ك ا * ل م ا و ب ا ل ب ي ذ ال ك ل م ال و Dan Malaikat itu tanpa ayah dan tanpa ibu

Tidak makan, tidak minum dan tidak tidur bagi mereka

22. Bait ke-22

ل ي ائ ر ز ع ل ي اف ر س ا ال ك ي * م ل ي ب ج م ه ن م ر ش ع ل ي ص ف ت Rincian sepuluh malaikat itu adalah Jibril

Mikail, Israfil, Izrail

23. Bait ke-23

اذ ت اح ان و ض ر و ك ال م د ي ت ا * ع ذ ك و ب ي ق ر و ر ي ك ن ر ك ن م Munkar, Nakir, Raqib begitupun

„Atid, Malik, dan Ridwan yang ikut

24. Bait ke-24

اه ل ي ز ن ى ت د اهل ى ب س و م اة ر و ا * ت ه ل ي ص ف ت ب ت ك ن م ة ع ب ر ا Empat dari kitab-kitab, perinciannya

51

(ialah) taurat bagi nabi musa dengan membawa hidayah turunnya

25. Bait ke-25

ل م ال ي ى خ ل ع ان ق ر ف ى و س ي ى * ع ل ع ل ي ن ا و د او د ر و ب ز Zabur kepada nabi Daud dan Injil untuk

Nabi Isa, (terakhir) Furqan (al-Qur‟an) bagi manusia terbaik (nabi

Muhammad Saw)

26. Bait ke-26

م ي ل ع ال م ك احل م ل ا ك ه ي * ف م ي ل ك ال و ل ي ل ال ف ح ص و Mushaf-mushaf al-Khalil (Ibrahim) dan al-Kalim (Musa) itu

Di dalamnya kalam Maha Bijak Yang Maha Tahu

27. Bait ke-27

ل و ب ق ال و م ي ل س الت و ق ح * ف ل و س الر و ى ب ت اا م ل ك و Segala apa yang datang dibawa oleh rasul

Maka haknya (para rasul) adalah mengakui dan menerima

28. Bait ke-28

ب ج ع ال ن م و ب ان اك م ل ك * و ب ج و ر خ ا م و ي ا ب ن ان ي ا Iman kita dengan hari akhir adalah kewajiban

Dan semua perkara ghaib yang ada di dalamnya

29. Bait ke-29

ب اج و ن م ف ل ك ى م ل ا ع * م ب اج و ى ال اق ب ر ك ذ يف ة ات خ Penutup dalam menyebut sisa yang wajib

Karena apa yang bagi mukallaf wajib

30. Bait ke-30

ل ض ف و ة ح ر ني م ال ع ل * ل ل س ر أ د ق د م ا م ن ي ب ن Nabi kita Muhammad yang diutus

Bagi alam karena rahmat dan keutamaan

31. Bait ke-32

ب س ت ن ي اف ن م د ب ع م اش ى * و ب ل ط م ال د ب ع اهلل د ب ع ه و ب أ Ayahnya Abdullah bin Abdul Muthallib

Dan Hasyim bin Abdi Manaf yang senasab

32. Bait ke-33

ة ي د ع الس ة م ي ل ح و ت ع ض ر أ * ة ي ر ى الز ة ن م أ و م أ و Dan ibunya Aminat al-Zuhriyyah

Menyusuinya Halimat al-Sa‟diyah

33. Bait ke-33

52

ة ن ي د م ال ة ب ي ط ب و ات ف * و ة ن ي م ال ة ك ب ه د ل و م Lahirnya di Mekkah yang sejahtera

Wafatnya di sebaik-baiknya kota (Madinah)

34. Bait ke-34

ان ي ت الس ز او ج د ق ه ر م ع * و ني ع ب ر أ ي ح و ال ل ب ق ت أ Allah telah menyempurnakan sebelum wahyu empat puluh

Dan umurnya telah lewat enam puluh

35. Bait ke-35

هم * ثلثة من الذكور ت فهم عة أولده فمن وسب Dan tujuh anaknya, diantara mereka

Tiga laki-laki maka dipahami

36. Bait ke-36

قاسم وعبد اهلل وىو الطيب * وطاىربذين ذاي لقب Qasim, abdullah yang baik

Dan yang suci, dengan kedua ini ia dijuluki

37. Bait ke-37

أتاه إب رىيم من سرية * فأمو مارية القبطية Datang kepadanya Ibrahim dari wanita Surriyah

Maka ibunya adalah Mariyatu al-Qibthiyah (koptik)

38. Bait ke-38

ر إب را ىيم من خدية * ىم ستة فخذ بم وليجة وغي Dan selain Ibrahim, dari Khadiah

mereka enam orang, maka ambilah dengan cinta

39. Bait ke-39

ناث تذكر * رضوان رب للجميع يذكر وأربع من الEmpat perempuan yang akan disebut

Ridha tuhanku bagi semua yang disebut

40. Bait ke-40

بطان فضلهم جلي فاطمة الزىراء ب علها علي * واب ناها السFatimatu al-zahra suaminya ali

Dan dua anaknya adalah cucu nabi, keutamaan mereka terlihat jelas

41. Bait ke-41

ب وب عدىا رق ية * وأم كلث وم زكت رضية ف زي ن Lalu Zainab kemudian Ruqoyyah

53

Dan Umi Kultsum yang bersih lagi diridhai

42. Bait ke-42

ر ت فىن فاخت رن النب المق عن تسع نسوة وفاة المصطفى * خي Adapun dari sembilan istri yang ditinggal wafat oleh nabi

mereka diminta memilih, tetapi mereka (tetap) pilih mengikuti nabi

43. Bait ke-43

عائشة وحفصة وسودة * صفية ميمونة ورملة Siti Aisyah, Hafshah dan Saudah

Shofiyah, Maimunah, dan Ramlah

44. Bait ke-44

هات مرضية ىند وزي نب كذاجويرية * للمؤمنني أمHindun dan Zainab juga Juwairiyyah

ibu orang mukmin yang diridhai Allah

45. Bait ke-45

تو صفية ذات احتذا و وعباس كذا * عم حزة عمHamzah adalah paman nabi, begitu juga Abbas

bibi nabi adalah Shafiyyah yang mengikuti

46. Bait ke-46

ة ليل لقدس يدرا سرا * من مك وق بل ىجرة النب الSebelum hijrah, nabi melakukan isra

Dari Mekkah pada malam hari ke baitul maqdis diketahui

47. Bait ke-47

ما * حت راى النب ربا كلما وب عد اسراء عروج للسSetelah Isra‟ Naik Ke Langit

Hingga Nabi melihat tuhan Yang Berfirman

48. Bait ke-48

ت رض * عليو خسا ب عد خسني ف رض صار واف من غي كيف واهDengan cara yang tak bisa dibayangkan dan di jangkau, dan (Allah)

mewajibkan

Lima waktu (shalat), setelah sebelumnya diwajibkan 50 waktu

49. Bait ke-49

سراء * وف رض خسة بلامتاء ة بال وب لغ المNabi telah sampaikan kepada umat tentang peristiwa isra‟nya

54

dan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu tanpa diragukan

50. Bait ke-50

دق واف أىلو يق بتصديق لو * وبالعروج الص قد فاز صدBeruntung Abu Bakar as-Shiddiq karena mempercayainya

Dan dengan peristiwa mi‟raj ia menyetujui dan membenarkannya

51. Bait ke-51

رة وىذه عقيدة متصرة * وللعوام سهلة ميسIni akidah yang ringkas lagi padat

Bagi orang awam mudah tidak sulit

52. Bait ke-52

اد ق المصدوق ناظم تلك أحدالمرزوق * من ي نتمى للصPenaẕam akidah itu Syekh Ahmad Marzuqi

Yang memiliki nasab sampai kepada nabi yang dibenarkan

53. Bait ke-53

واحلمدهلل وصلى سلما * على النب خي من قد علم Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam

Ke atas nabi sebaik-baik insan yang telah mengajarkan (akidah ini)

54. Bait ke-54

وال والصحب وكل مرشد * وكل من بي ىدي ي قتديDemikian pula kepada keluarga, para sahabat dan setiap yang memberi

petunjuk

Dan setiap orang yang mengikuti akan petunjuk yang baik (tersebut)

55. Bait ke-55

واسأل الكرمي إخلص العمل * ون فع كل من با قداشت غل Aku memohon kepada Allah akan keikhlasan beramal

Dan semoga ia bermanfaat bagi yang mengamalkan (sibuk memperdalam)

56. Bait ke-56

ل * تاريهاأ ز بعد الم حي غر جل ل ب يات ها مي Bilanngan baitnya (nazam ini) sebanyak mengikuti bilangan huruf mayzun

(mim=40, ya=10, dan zai=7)/ (57)

Dan selesainya sesuai dengan himpunan bilangan huruf ly hayyu ghurrin

(lam=30, ya=10, ha‟=8, ya=10, ghain=1000, dan ra=200)/ (1258H)

57. Bait ke-57

55

ين بالتمام 87سيت ها عقيدة العوام * من واجب يف الدKunamakan nazam ini aqidatul awam

Dari kewajiban perkara agama yang sempurna (bagi orang awam)

87 Syekh al-Alim al-„Alamat Abi Abdi Al-Mu‟thi Muhammad bin Umar bin „Ali Nawawi al-

Jawi al-Bantani al-Tanari, Nur al-Zalam: Syarhu Manẕumati „Aqidat al-„Awȃmi, (Surabaya: Daar

al-Minhaj, 2008), Cet I, h. 29

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali sebuah konsep pendidikan

keimanan dalam kitab Nazam „Aqidat al-„Awȃm karya Syekh Marzuqi, yang

meliputi metode, tujuan serta ruang lingkup pendidikan keimanan yang

terdapat dalam kitab tersebut. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini

dimulai pada Mei 2016 dan selesai pada Januari 2017.

B. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif, lebih tepatnya adalah metode penelitian kepustakaan atau library

reasearch yang bercorak deskriptif analitis atau analitis kritis, yaitu mengkaji

gagasan primer mengenai ruang lingkup permasalahan yang dipercaya oleh

gagasan sekunder yang relevan. Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan,

membahas, dan mengkritik gagasan primer, kemudian dikonfrontasikan

dengan gagasan primer lainnya dalam rangka perbandingan, mencari

hubungan dan pengembangan model1. Adapun definisi dari penelitian

kepustakaan sendiri, merupakan penelitian yang mengambil bahan- bahan

kajiannya pada berbagai sumber, baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu

sendiri atau disebut dengan sumber primer (primary resource), maupun

sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai yang ditelitinya (secondary

resource). Karena penelitian ini bertujuan menelaah atau mengkaji suatu kitab

atau buku mengenai pendidikan keimanan, maka jenis penelitan yang sesuai

adalah penelitian pustaka.

Berdasarkan sumber lain penelitian pustaka adalah sesuatu penelitian

yang dilakukan di ruang perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal-

1 Jujun S. Suriasumantri dkk, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (Bandung: Yayasan

Nuansa Cendekia, 2001), h.68

57

periodikal, seperti majalah ilmiah yang diterbitkan berkala, kisah-kisah

sejarah, dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya, yang dapat

dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah2. Dengan

landasan tersebut penelitian jenis ini kebanyakan tidak memerlukan terjun ke

lapangan atau survei, observasi, wawancara atau teknik pengumpulan data

lainnya, karena pengumpulan data dalam penelitian ini, diperoleh dari buku-

buku yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.

Adapun untuk teknik pengumpulan data penelitian pustaka ini yaitu

dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah

yang dipecahkan3.

Adapun instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri

(human instrument), karena peneliti merupakan perencana, pelaksana

pengumpul data, analisis, penafsiran data dan pada akhirnya menjadi pelopor

hasil penelitian.4

C. Fokus Penelitian

Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada pembahasan pendidikan

keimanan yang terkandung dalam kitab Nazam „Aqidat al-„Awȃm karya Syekh

Marzuqi.

D. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang ditempuh peneliti

mulai dari pengumpulan data sampai dengan analisis data. Secara teknik

tahapan yang ditempuh adalah pengumpulan data, pengolahan data, dan

analisis data.

1. Pengumpulan Data

Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk keperluan

2 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT.

Renika Cipta, 2..006), Cet. I, h. 95-96

3 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet V, H. 27

4 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2011), Cet. XXIX, h. 168

58

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data Primer (Primary Resource)

Data primer yaitu “data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud

khusus menyelasaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data

dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau

tempat objek penelitian dilakukan.”5

Data primer ini merupakan sumber utama yang berperan dalam

pengumpulan data untuk kepentingan peneliti untuk penelitiannya.

Karena penelitian ini berjenis kajian pustaka, maka sumber utamanya

merupakan sebuah karya atau buku yang dikaji dalam penelitian ini

sendiri yaitu Kitab „Aqidat al-„Awȃm karya Sayyid Ahmad al-Marzuqi

al-Malikiy dan syarhnya yaitu kitab Tahsil Nayl al-Marȃm li Bayȃni

Manẕûmat „Aqidat al-„Awȃm.

b. Data Sekunder (Secondary Resource)

Data sekunder merupakan data yang dijadikan penunjang dalam

pengumpulan data yang peneliti butuhkan. Data sekunder yang penulis

gunakan berupa buku-buku atau sumber-sumber tertulis lainnya adalah

segala yang berkaitan tentang variabel atau fokus penelitian yang penulis

teliti. seperti terjemahan Nûr al-Zalam karya Syekh Nawawi al-Bantani,

dan lain-lain.

2. Pengolahan Data

Setelah data-data terkumpul lengkap, langkah berikutnya adalah

membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data

yang relevan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis

analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.

3. Analisis Data

Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis

menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu teknik analisa data yang

menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan

5Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),

Cet. VIII, H. 137

59

membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui

langkah mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data.

Adapun metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir induktif,

karena pada dasarnya penelitian kualitatif menggunakan analisis induktif.6

Pengklasifikasian data yang penulis lakukan dalam kitab yang dikaji

yaitu „Aqidat al-„Awȃm, adalah yang berkaitan mengenai masalah konsep

pendidikan keimanan yang meliputi deskripsi pendidikan keimanan, tujuan

pendidikan keimanan, metode pendidikan keimanan, dan ruang lingkup

pendidikan keimanan yang terdapat dalam kitab tersebut berlandaskan teori

di bab sebelumnya.

6 Lexy J. Moleong, op. cit, h. 10

60

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm

1. Biografi Pengarang Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm

Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm dikarang oleh Syekh Ahmad Marzuqi.

Beliau memiliki nama lengkap Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid

Ramadhan bin Mansyur bin Sayid Muhammad bin Syamsu al-Din

Muhammad bin Sayyid Rais bin Sayyid Zain al-Din bin Nasib al-Din bin

Nashir al-Din bin Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Rais Ibrahim

bin Muhammad ibn Sayyid Marzuqi al-Kafafi bin Sayyidi Musa bin

Abdullah al-Mahdi bin Imam Hasan al-Matsna bin Hasan al-Sibt bin Abi

Thalib al-Maliki al-Marzuqi.1 Adapun Syekh Marzuqi merupakan julukan

beliau karena ke-ma‟rifatannya kepada Allah Swt. Jika ditelusuri terus,

nasab beliau sampai kepada nabi Muhammad Saw. yakni bapaknya

keturunan Hasan bin „Ali.2

Syekh Ahmad Marzuqi lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Beliau

dikenal sangat cerdas dan menguasai berbagai bidang keilmuan, sehingga

beliau dijadikan mufti mazhab Maliki di kota Mekkah al-Mukaramah

menggantikan saudaranya Sayyid Muhammad yang wafat pada tahun 1261

H. Syekh Ahmad Marzuqi mengajar al-Qur‟an, Tafsir al-Qur‟an dan ilmu-

ilmu Syarî‟ah tepatnya di masjid Mekkah al-Mukaramah. Syekh Ahmad

Marzuqi juga terkenal sebagai seorang pujangga dan dijuluki dengan

panggilan Abu al-Fauzi.3

1 Syekh al-Alim al-„Alamat Abi Abdi Al-Mu‟thi Muhammad bin Umar bin „Ali Nawawi al-

Jawi al-Bantani al-Tanari, Nur al-Zalam: Syarhu Manẕumati „Aqidat al-„Awȃmi, (Surabaya: Daar

al-Minhaj, 2008), Cet I, h. 9

2 Abi al-Fauz Ahmad bin Muhammad bin Ramadhan al-Maliki al-Marzuqi al-Maliki al-

Husaini, Tahsil Nail al-Maram li Bayani Manẕumat Aqidat al-„Awami, (Surabaya: Daar al-Minhaj,

2008), Cet. I, h. 332

3 al-Tanari, loc. cit, h. 10

61

Adapun guru tempat beliau menuntut ilmu diantaranya adalah Syekh

al-Kabir Sayyid Ibrahim al-„Ubaidi yang pada masanya dikenal menguasai

bidang qira‟at al-„asyrah (qira‟ah 10). Sampai pada masanya, tersebab

keilmuan beliau yang sangat tinggi, banyak yang berguru kepada Syekh

Ahmad Marzuqi, diantara murid-muridnya yang menonjol serta karyanya

mendunia dan eksis hingga saat ini adalah Syekh Ahmad Dahman (1260-

1345 H.), Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (1232-1304 H.), Syekh Thahir al-

Takruni, dan lain-lain.4

2. Karya-karya Syekh Marzuqi

Syekh Marzuqi dikenal sebagai penulis yang handal, terutama

menyangkut puji-pujian kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw. Salah satu

karyanya yang terkenal dan eksis hingga saat ini adalah Manẕûmat „Aqidat

al-„Awȃm, yaitu ringkasan ilmu tauhid yang berisikan pokok-pokok akidah

ahlu al-sunnah wal jama‟ah bagi orang-orang awam, yang dituangkan

berupa naẕam atau susunan bait sebanyak 57 bait.

Kitab ini begitu penting sekali sehingga banyak para ulama yang

mengulas kembali dan menyusun penjelasan terhadap isi kandungan

manẕûmat. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari Manẕumat

'Aqidat al-„Awȃm ini, sehingga Syekh Nawawi ibn Umar al-Bantani al-Jawi,

juga turut memberikan penjelasan Manẕumat „Aqidat al-„Awȃm ini dalam

bentuk karya yang berjudul Nûr al-Ẕalȃm (cahaya dalam kegelapan). Perlu

kita ketahui bahwa Syekh Ahmad Marzuqi dengan Syekh Nawawi masih

dalam satu kurun waktu yang sama, dimana Syekh Ahmad Marzuqi adalah

merupakan kakek guru dari Syekh Nawawi, karena dianatara guru Nawawi

adalah Syekh Ahmad Zaini Dahlan yang masih murid dari Syekh Ahmad

Marzuqi.

Sebelum menulis Nûr al-Ẕalȃm, Syekh Nawawi sempat membaca

penjelasan „Aqidat al-„Awȃm yang ditulis oleh Syekh Marzuqi sendiri yang

berjudul Tahsil Nayl al-Marȃm li Bayȃni Manẕumat „Aqidat al-„Awȃm.

4 al-Tanari, op. cit, h. 10

62

Karena penguasaannya dalam banyak bidang keilmuan, beliau

menghasilkan banyak karya yang cukup terkenal, diantaranya :

a. „Aqidat al-„Awȃm.

b. Tahsil Naylu al-Marȃm li Bayȃni Manẕûmat „Aqidat al-„Awȃm (1326 H)

c. Bulûgh al-Marȃm li Bayȃn Alfȃẕ Maulid Sayyid al-Anȃm fî Syarh Maulid

Ahmad al-Bukhȃri (1282 H.)

d. Bayȃn al-Asli fî Lafẕi bi Afẕal.

e. Tasil al-Aḏan „ala Matan Taqwîm al-Lisȃn fî al-Nahwi li al-Khawarizmi

al-Baqali.

f. Al-Fawȃ`id al-Marzuqiyyah al-Zurmiyah.

g. Manẕumah fî Qawȃ`id al-Sarfi wa al-Nahwi.

h. Matan Nazam fi „Ilm al-Falak5.

3. Tentang Kitab Naẕam „Aqidat Al-„Awȃm

Aqidat al-„Awȃm yang berarti akidah bagi orang-orang awam

merupakan salah satu kitab cabang ilmu tauhid. Kitab ini berisikan pokok-

pokok akidah ahlu al-sunnah wal jamȃ‟ah yang wajib di ketahui oleh setiap

individu umat Islam. Pokok-pokok akidah tersebut dituangkan dalam bentuk

naẕam atau bait sebanyak 57 bait. Perinciannya adalah 25 bait langsung

dari Rasulallah Saw melalui mimpi Syekh Ahmad Marzuqi, dan selebihnya

berkat kealiman serta kelihaian dalam membuat sya‟ir yang dimiliki Syekh

Ahmad Marzuqi dalam melengkapi naẕam aqidah hingga menjadi 57 bait

yang indah. Walaupun hanya terdiri dari 57 bait naẕam, namun muatannya

padat dan simpel, sehingga semua aspek akidah bisa tercakup ke dalamnya.

ة ر س ي م ة ل ه س ام و ع ل ل * و ة ر ص ت م ة د ي ق ع ه ذ ى و Ini akidah yang ringkas lagi padat

Bagi orang awam mudah tidak sulit6

Mudah yang dimaksud di atas adalah mudah dalam segi makna,

sedangkan tidak sulit di atas adalah dari segi kuantitas naẕam yang tidak

5 al-Tanari, op. cit, h. 11

6 Syekh Nawawi al-Bantanie, Penerang Kegelapan, Terj. dari Nur al-Zhalam oleh Team

Terjemah Pustaka Mampir, (t.t.p.:Pustaka Mampir,2006), h. 196

63

banyak sehingga tidak sulit untuk menghafalkannnya. Karena, seiring

dengan perkembangan zaman dan pelbagai masalah dalam akidah atau

keimanan, banyak manusia yang tidak tahu mengenai akidah dasar dalam

Islam.7

Tidak seperti naẕam akidah lainnya, sebagai contoh naẕam Jauharat

al-Tauhid jika dilihat dari segi makna terbilang sulit, dari segi kuantitas pun

cukup banyak dan biasanya dikaji oleh santri tingkat „ulya (tinggi). Jadi,

menurut hemat penulis Naẕam „Aqidat al-„Awȃm merupakan naẕam yang

paling mudah untuk dipelajari dan dihafal bagi peserta didik tingkat dasar.

Hampir di setiap pesantren salafiyyah di Indonesia mengkaji kitab ini.

Biasanya, kitab ini dikaji oleh santri yang duduk di tingkat ibtidȃ (dasar).8

a. Latar Belakang Penyusunan Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm

Awal mula disusunnya Aqidat al-„Awȃm sangat menarik yakni

berawal dari sebuah mimpi Syekh Ahmad Marzuqi yang bertemu dengan

Rasulullah Saw. Tepatnya pada akhir malam Jum‟at dari awal Jum‟at

tanggal 6 pada bulan Rajab tahun 1258 H. Dalam mimpinya, Syekh

Ahmad Marzuqi melihat Rasulullah Saw didampingi para sahabat yang

mengelilingi Ahmad Marzuqi, dan diperintah oleh Rasulullah Saw untuk

membacakan naẕam-naẕam tauhid. Lalu Rasulullah Saw membacakan

naẕam-naẕam tauhid tersebut, kemudian diikuti oleh Syaikh Marzuqi.

Selanjutnya, tepat pada malam Jum‟at menjelang waktu Sahur,

tanggal 28 Zulqa‟dah, Ahmad Marzuqi bermimpi kembali melihat

Rasulallah Saw, dalam mimpinya Rasulullah Saw kembali

memerintahkan kepada Syekh Marzuqi membaca naẕam-naẕam yang

pernah dibacakan oleh Rasulullah Saw pada mimpi sebelumnya, dan

sudah beliau hafalkan. Kemudian, naẕam-naẕam tersebut dikodifikasi

dan selesai disusun pada tahun 1258 H, sampai akhirnya dapat dipelajari

hingga saat ini9.

7 al-Tanari, op. cit., h. 197

8 Toto Edi dkk, Ensiklopedi Kitab Kuning, (Jakarta: Aulia Press, 2007), h. 125

9 al-Bantanie, op.cit., h.2

64

Tidak ada yang perlu diragukan lagi untuk meyakini kisah yang

menjadi awal dalam penyusunan Naẕam „Aqidat al-„Awȃm ini, karena

telah jelas dikatakan dalam hadis nabi riwayat Muslim mengenai

seseorang yang bermimpi bertemu nabi Muhammad Saw, sebagai

berikut:

من رآن يف "عن أب ىري رة، قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: يطان ل ي تمثل ب 10)رواه مسلم( ."المنام ف قد رآن، فإن الش

Dari Abi Hurairah r.a berkata: telah bersabda Rasulullah Saw:

Siapa orang yang melihatku di dalam mimpi, maka sesungguhnya dia

melihatku, karena sesungguhnya syaitan tidak dapat menyerupaiku. (HR.

Muslim)

b. Sistematika Penulisan Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm

Dilihat dari segi sistematika penulisannya, berdasarkan ilmu „arud11

yaitu ilmu yang secara khusus membahas mengenai sya‟ir dalam bahasa

arab, Naẕam „Aqidat al-„Awȃm disusun menggunakan bahar rajaz

dengan wazan atau pola .12

Contohnya:

ان س ح ال م ائ د م ي ح الر ب و * ن ح الر و اهلل م اس ب أ د ب ا ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م * ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م

Secara umum penyusunannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga

bagian. Pertama, yaitu pembukaan yang diawali dengan basmallah atau

pujian bagi Allah Swt, kemudian shalawat dan salam yang ditujukan

kepada nabi Muhammad Saw. beserta keluarganya, para sahabatnya

hingga para pengikutnya.

10 Imam Abi al-Husain Muslim bin al-Hujjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Daar al-

Hadith, 2010), Jilid II, h. 71

11

Arudh secara bahasa artinya melintang/menghalang. Yaitu kayu yang melintang yang

berada di dalam rumah. Lafadz Arudh terambil dari lafadz „aridhah. Secara istilah „Arudh adalah

juz terakhir syathr pertama bait. Bait adalah baris dari pada syair. Dan Syathr adalah separuh

daripadanya. Lafadz Arudh ini muannats (perempuan). Maka, lafadz yang musytaq sesudahnya

yang menjadi sifat atau khabar daripadanya tentu harus menyimpan dhomir yang sesuai dengan

lafadz yang terambil dari yang lain, seperti isim fa‟il dan isim maf‟ul, yang keduanya terambil

dari masdar. Kebalikan dari musytaq ialah isim jamid (keras), ia tidak mempunyai dhomir seperti

lafadz “hajarun” (batu).

12

Syekh Damanhuri, Mukhtashar al-Syafi,

65

Kedua, yaitu bagian isi merupakan inti pembahasan pokok-pokok

akidah yang terkandung dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm, diantaranya :

(1) Sifat wajib, mustahil dan Jaiz bagi Allah.

(2) Sifat wajib, mustahil dan Jaiz bagi Rasul.

(3) 25 Nama-nama nabi dan Rasul yang wajib diketahui

(4) 10 Malaikat yang wajib diketahui.

(5) Kitab-kitab Allah yang wajib diketahui.

(6) Iman kepada hari kiamat.

(7) Perkara tentang nabi Muhammad Saw. yang terdiri dari:

(a) Biografi singkat nabi Muhammad Saw. (ayah dan ibunya, ibu

inangnya, serta tempat lahir dan wafatnya).

(b) Putra-putri nabi Muhammad Saw.

(c) Istri-Istri Rasulallah Saw.

(d) Sahabat dan paman Rasulallah Saw.

(e) Salah satu Mukizat nabi Muhammad yaitu Isra‟ wal Mi‟raj.

Dapat disimpulkan bahwa sub-sub pembahasan dalam „Aqidat al-

„Awȃm tersebut, merupakan ruang lingkup rukun iman, yaitu objek-objek

yang wajib diyakini oleh umat Islam. Hal tersebut, telah kita pelajari

pada pendidikan dasar atau ibtida, bahkan sudah kita hafal, walaupun

dengan cara terpisah. Inilah titik pembedanya, ketika seseorang yang

masih di bangku pendidikan dasar atau ibtida telah hafal Naẕam „Aqidat

al-„Awȃm berarti ia telah hafal keseluruhan aspek akidah yang harus

diyakini. Ketiga, ialah bagian penutup berisikan tentang pengarang,

alasan penamaan kitab, do‟a dan diakhiri dengan shalawat kepada nabi

kembali.

c. Kelebihan dan kelemahan kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm

Adapun kelebihan kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm, adalah:

(1) Mudah dalam segi makna, sehingga mudah diingat.

(2) Dari segi kuantitas naẕam yang tidak banyak sehingga tidak sulit

untuk menghafalkannnya.

66

(3) Muatannya padat dan simpel, sehingga semua aspek akidah bisa

tercakup ke dalamnya

(4) Dapat dipelajari pada semua tingkat pendidikan, mulai dari dasar

hingga atas.

(5) Ada kenikmatan tersendiri ketika menghafal naẕam, terlebih banyak

lagam yang dapat digunakan ketika menghafal.

Sedangkan kelemahan kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm:

(1) Butuh penjelasan lebih lanjut, khususnya bagi peserta didik pada

tingkat menengah dan atas yang mempelajarinya, karena tingkat

berfikirnya semakin berkembang seiring bertambahnya usia,

sehingga dikhawatirkan tidak sah keimanannya. Untuk itu, tidak

cukup jika mengetahui tanpa memahami dalil naqli serta „aqlinya.

(2) Tidak disebutkan secara rinci apa saja sifat-sifat mustahil bagi Allah

Swt dan Rasul-Nya, walaupun secara tersirat sifat mustahil sudah

otomatis berlawanan dengan sifat wajib.

B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komparatif Kitab

Sebagai bahan perbandingan dengan objek kajian peneliti yaitu

Manẕumat Aqidat al-„Awȃm, peneliti menggunakan kitab Dûrus al-Aqȃ‟id al-

Dîniyyah atas pertimbangan keduanya memiliki persamaan, diantaranya:

1. Sama-sama kitab cabang ilmu tauhid yang dipelajari pada tingkat dasar.

2. Membahas mengenai pokok-pokok akidah ahlu al-sunnah wal jamȃ‟ah.

3. Disajikan dengan metodik khusus, yang dapat mempermudah peserta didik

dalam belajar akidah.

Adapun perbedaannya adalah pendidikan keimanan atau akidah dalam

„Aqidat al-„Awȃm hanya intinya saja, karena disajikan dalam bentuk sya‟ir,

sedangkan dalam Durȗs al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah disajikan dalam bentuk tanya

jawab, sehingga disertakan penjelasan secara langsung, bahkan terdapat

penjelasan lebih luas di jilid selanjutnya dengan penyajian yang berbeda, yaitu

pembahasan.

67

Namun, jika ingin memperdalam mengkaji aqidat al‟awam dapat

dilakukan dengan mempelajari syarahnya, seperti Tahsîl Nayl al-Marȃm karya

Syekh Ahmad Marzuqi, Nȗr al-Zalȃm karya Syekh Nawawi al-Bantani, dan

Mujaz al-Kalȃm karya Muhammad bin „Ali bin Muhammad Ba‟athiyyah al-

Dau‟ani.

Adapun tujuan membandingkan dalam penelitian ini, bukan untuk

mencari kitab mana yang lebih unggul, karena pada dasarya keduanya

memiliki keunggulan masing-masing, hal tersebut hanyalah masalah perspektif

saja. Selain itu, peneliti juga sangat yakin kedua kitab tersebut sama-sama baik

untuk dipelajari, dikarenakan keduanya tidak dikarang oleh sembarang orang.

Tetapi, tokoh pengarang kedua kitab tersebut benar-benar telah dikenal

mumpuni dalam bidang keilmuan, khususnya tauhid. Jadi, tujuan dari

dilakukan komparasi ini adalah untuk mengetahui titik persamaan serta

perbedaan antara dua kitab tersebut.

C. Interpretasi Hasil Analisis

No. Aspek Analisis

Hasil Analisis

Manẕumat Aqidat al-

„Awȃm

Dûrus Al-Aqȃ‟id Al-

Dîniyyah

1 Pengarang

Ulama asal Mekkah-

Arab Saudi: Syekh

Ahmad Marzuqi

Ulama asal Indonesia:

Habib Abdurrahman bin

Saggaf bin Husen bin

Abubakar bin Umar bin

Seggaf Assegaf13

2 Latar Belakang memudahkan pemula memudahkan peserta

13Merupakan ulama klasik Indonesia yang sezaman dengan Habib Ali al-Habsyi Kwitang.

Habib Abdurrahman memulai studinya ketika masih kanak-kanak di bawah pengawasan sang ayah

yaitu Habib Segaf bin Husen Assegaf. Pada usia 9 tahun beliat diberangkan ke Hadramaut-Yaman

untuk meneruskan studinya, kemudian kembali ke Jakarta pada usia 22 tahun. Beliau pernah

diangkat menjadi nadir di madrasah jam‟iyyat al-khair, dan dipercaya pemerintah untuk

memangku jabatan sebagai qadli di Jakarta. Selain menulis karya di bidang tauhid beliau pun

menulis karya di bidang fiqih dengan judul serupa yaitu dûrus al-fiqhiyyah. Kemudian beliau tutup

usia pada 5 Februari 1952 tepatnya di usianya yang menginjak 81 tahun. (sumber:

www.islamnet.web.id)

68

Penyusunan atau orang awam

dalam mempelajari

ilmu tauhid

didik khususnya di

madrasah ibtidȃ`iyyah

dalam mempelajari ilmu

tauhid

3 Metode

Penyampaian Isi

Nazam (serupa dengan

sya‟ir)

Tanya jawab (jilid I dan

jilid II) dan pembahasan

(jilid III dan jilid IV)

4 Sistematika Terdiri dari 57 bait Terdiri atas empat jilid

5 Isi/ Materi

Pokok-pokok paham

ahlu al-sunnah wal

jama‟ah

Pokok-pokok paham

ahlu al-sunnah wal

jama‟ah

6 Keunggulan

Mudah dan tidak sulit

untuk dihafal,

mencakup semua

aspek akidah, Dapat

dipelajari pada semua

tingkat pendidikan,

banyak lagam yang

dapat digunakan

ketika menghafal.

Dari jilid satu hingga

jilid empat, saling

berkaitan satu sama lain,

sistematis, dan integral

(terpadu).

7 Kekurangan

Tidak cukup jika tidak

mempelajari

penjelasan atau

syarahnya lebih lanjut.

Apabila tidak

menyeluruh dalam

mengkajinya atau tidak

tuntas, sehingga akan

menyebabkan tidak

tercapainya pemahaman

yang sempurna

Dari segi latar belakang penyusunan, kedua kitab tersebut tampaknya

memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memudahkan penuntut ilmu atau

peserta didik khususnya di madrasah ibtidȃ`iyyah atau dalam Manẕumat Aqidat

69

al-„Awȃm digunakan istilah pemula atau mukallaf yang awam dalam

mempelajari ilmu tauhid. Oleh karena itu, dalam penyusunanya digunakan

metode yang khusus untuk merealisasikan tujuan tersebut, yakni pada

Manẕumat Aqidat al-„Awȃm digunakan metode penyusunan nazam atau sya‟ir,

yang pada aplikasinya dapat dilakukan dengan menerapkan metode tahfizh atau

menghafal nazam. Sedangkan pada Dûrus al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah

penyusunannya disajikan dengan menggunakan metode tanya jawab dan

pembahasan, di dalamnya juga disertai analogi-analogi sederhana sehingga

dapat mempermudah pelajar dalam menghafal dan memahami tauhid.

Ini merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan, khususnya bagi

Pendidikan Agama Islam pada aspek akidah, karena cukup sulit untuk

menentukan strategi pembelajaran pada materi akidah. Sedangkan,

pembelajaran akidah harus dipelajari sedini mungkin. Oleh sebab itu, disusun

sebuah kitab yang membahas materi-materi akidah dengan metodik khusus

sebagai solusi untuk memecahkan kesulitan dalam mempelajari materi akidah.

Kemudian dilihat dari segi sistematika penulisan kitab Manẕumat Aqidat

al-„Awȃm terdiri dari 57 bait dengan bahar rajaz. Sedangkan, kitab Dûrus Al-

Aqȃ‟id Al-Dîniyyah ini terdiri atas empat jilid, yakni dua jilid pertama

menggunakan metode tanya jawab dan dua jilid terakhir menggunakan metode

pembahasan. Pembabakan hingga empat jilid ini menunjukkan adanya

pentahapan dan kesinambungan materi yang disajikan dalam kitab ini.14

Jadi, sebenarnya jilid tiga dan jilid empat dari kitab ini merupakan syarah

atau penjelasan dari jilid pertama dan jilid dua, sebagaimana di jelaskan oleh

pengarang pada bagian muqadimah pada jilid pertama.15

Kesimpulannya

adalah tidak sepenuhnya kitab Durȗs al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah dipelajari pada

kelas ibtida` atau tingkat dasar, karena yang dikhsuskan untuk tingkat dasar

hanya jilid pertama dan kedua saja, sedangkan sisanya lebih tepat dipelajari

pada jenjang selanjutnya.

14

Toto Edi dkk, op. cit., h. 127

15

Abdurrahman bin Segaf bin Husain Assegaf al-Alwi al-Husaini asy-Syafi‟i al-Asy‟ari,

Durus al-Aqa‟id al-Diniyyah, (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nubhan Wa

Auladahu, t.t.), h.2

70

Sedangkan pembedaan metode, yakni tanya jawab dan pembahasan,

menunjukkan adanya metodologi pengajaran yang aplikatif. Inilah salah satu

keunggulan kitab Durȗs al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah. Dengan demikian, para santri

yang mengkaji akidah ahlu al-sunnah wal jamȃ‟ah melalui kitab ini akan

mempelajari materinya secara bertahap dan berjenjang.

Dari segi Kelebihan dan Kelemahan Kitab, untuk kelebihan dan

kekurangan Manẕumat Aqidat al-„Awȃm telah dijelaskan pada sub bab

sebelumnya. Sedangkan untuk kelebihan dan kekurangan kitab Dûrus al-

Aqȃ‟id al-Dîniyyah adalah semua materinya, yakni dari jilid satu hingga jilid

empat, saling berkaitan satu sama lain, sistematis, dan integral (terpadu).

Sebagai contoh, pembahasan tentang iman secara umum, sedangkan pada jilid

selanjutnya (jilid dua), iman didefinisikan dengan lebih terperinci dan

mendalam. Oleh karena itu, bagi santri berikutnya dengan penambahan materi

yang terukur.

Selain menjadi keunggulan, penyusunan dengan beberapa jilid tersebut,

dapat menjadi suatu kekurangan, apabila tidak menyeluruh dalam mengkajinya

atau tidak tuntas, sehingga akan menyebabkan tidak tercapainya pemahaman

yang sempurna. Sesungguhnya peneliti merasa tidak pantas, jika hal tersebut

dikatakan kekurangan, karena hikmah disusunnya menjadi beberapa jilid

semata-semata untuk kebaikan penuntut ilmu sendiri, yaitu demi tercapainya

pamahaman yang sempurna, dan mengandung nilai bahwa jangan pernah

merasa cukup dalam menuntut ilmu.

D. Pembahasan Pendidikan Keimanan Dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃm

Sub bab ini adalah inti dari penelitian yang penulis lakukan mengenai

konsep pendidikan keimanan dalam Naẕam„Aqidat al-„Awȃm. Karena pada

sub bab ini, penulis akan mengklasifikasikan nilai-nilai keimanan yang

terkandung dalam 57 bait Naẕam„Aqidat al-„Awȃm secara satu per satu. Bait

pertama sampai bait keempat merupakan bagian pembukaan atau muqadimah

naẕam, yang di dalamnya meliputi pujian kepada Allah Swt, kemudian

71

ucapan syukur kepada Allah Swt, diikuti dengan salawat kepada nabi

Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya.

Bait ke-1 sampai ke-4, yaitu:

ان س ح ال م ائ د م ي ح الر ب * و ن ح الر و اهلل م اس ب أ د ب ا Aku memulai dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih

dan Maha Penyayang yang selalu berbuat baik

ل و ت ل ي ب اق ب ال ر خ ل * ا ل و ال مي د ق ال هلل د م احل ف Puji bagi Allah, Yang Maha Terdahulu dan Maha Awal

Dan Yang Maha Akhir dan Yang Maha Kekal tidak berubah

اد ح و د ق ن م ي خ ب ى الن ل ا * ع د م ر س م ل الس و ة ل الص ث Sholawat beserta salam sepanjang masa

Ke atas nabi, manusia terbaik (dalam) peng-Esa tuhan

ع د ت ب م ر ي غ ق احل ن ي د ل ي ب * س ع ب ت ن م و و ب ح ص و و ل ا و Atas keluarga, sahabat dan yang mengikuti

jalan agama yang benar, bukan orang yang bid‟ah

1. Iman Kepada Allah (Ilahiyat)

a. Sifat Wajib Bagi Allah Swt

Nilai-nilai keimanan yang pertama yang terkandung dalam

Naẕam„Aqidat al-„Awȃm ialah iman kepada Allah Swt yang di

dalamnya mencakup 20 sifat wajib bagi Allah yang diuraikan pada bait

kelima sampai bait kesembilan. Kemudian mengenai sifat jaiz bagi

Allah Swt terdapat pada bait kesepuluh. Berikut perinciannya:

Bait ke-5, yaitu:

ة ف ص ن ي ر ش ع هلل ب اج و ن * م ة ف ر ع م ال ب و ج و ب م ل اع ف د ع ب و Setelah itu ketahuilah wajib mengenal (ma‟rifat)

Sifat-sifat yang wajib bagi Allah dua puluh sifat

Kata م ل اع pada bait kelima merupakan fi‟il amr yang memiliki

makna yaitu ketahuilah. Kata ketahuilah tersebut, ditafsirkan oleh Imam

Nawawi dalam Syarh Aqidat al-„Awȃm yaitu Nûr al-Zalȃm, “kenalilah”

atau “yakinilah”, yakni wajib bagi mukallaf untuk mengenali serta

meyakini mengenai yang berhubungan dengan Allah Swt (ilahiyȃt),

72

yang meliputi 20 sifat wajib dan mustahil bagi Allah secara terperinci

dan juga sifat jaiz bagi Allah Swt.

Imam Nawawi pun menambahkan dalam permasalahan taklid,

beliau mengatakan berhati-hati dalam taklid, karena taklid dapat

mendatangkan keraguan. Mengenai perkara taklid, ulama pun berbeda

pendapat, dari beberapa pendapat tersebut, menurut pendapat penulis

yang paling bijak adalah pendapat yang menyatakan bahwa, taklid

dalam akidah sah hukumnya jika seseorang yang bertaklid tersebut

tidak memiliki kemampuan berfikir untuk nazar (analisa). Sedangkan,

jika seseorang tersebut telah memiliki kemampuan berfikir untuk nazar

(analisa), maka ia berdosa.

Bait ke-6, yaitu:

ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال ي * م اق ب مي د ق د و ج و م اهلل ف Maka Allah itu Wujud, Maha Dahulu, Maha Kekal selamanya

Berbeda dengan makhluk secara mutlak

Pada bait ini sudah mulai diuraikan mengenai 20 sifat wajib bagi

Allah, yaitu bahwasannya pada bait ini diuraikan Allah memiliki sifat

Wujud, Maha Dahulu ( مي د ق ), Maha Kekal ( ياق ب ), dan berbeda dengan

makhluk secara mutlak ( ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال م ). Berikut

pembahasannya:

1) Wujud ( د و ج و م )

Wujud artinya ada, maksudnya bahwa Allah itu ada, mustahil

tidak ada, dalam bahasa arab „adam. Akan tetapi wujud atau adanya

Allah tidak seperti makhluk. Oleh karena itu, Imam nawawi

menjelaskan dalam Nûr al-Zalȃm, yang merupakan kitab penjelasan

dari naẕam Aqidat al-„Awȃm, mengenai lafaz wujud merupakan

73

amrun i‟tibary yang singkatnya diartikan ungkapan yang

diperkirakan dalam hati.16

Dalil naqlinya terdapat pada QS. Thoha (20): 14, sebagai

berikut:

Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang

hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk

mengingat aku. (QS. Thoha (20): 14)

Sedangkan dalil aqli-nya ialah apabila jika Allah tidak ada

maka tidak ada satupun makhluk.

2) Qidam ( مي د ق )

Qidam artinya Maha Terdahulu, maksudnya ialah tidak

permulaan serta akhir bagi Allah Swt. Maka mustahil bagi Allah itu

baharu atau huduts.

Dalil naqlinya terdapat dalam QS. al-Ikhlas (112): 3, sebagai

berikut:

Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (QS. al-Ikhlas

(112): 3)

Dalil aqlinya adalah karena jika Allah baharu pastilah Allah

ada yang menciptakan. Selain itu, jika dikehendaki adanya

permulaan bagi Allah, maka siapa yang menjadikan makhluk

terdahulu daripada-Nya.17

3) Baqȃ` ( ياق ب )

Baqȃ`artinya Maha Kekal Allah Saw maksudnya adalah tidak

ada akhir bagi wujudnya Allah. Maka mustahil bagi Allah binasa

atau fana‟ sebagai lawan dari sifat baqȃ`.

Dalil naqli yang menerangkan bahwa Allah memiliki sifat

baqȃ` adalah QS. al-Rahman (55): 22

16 al-Bantanie, op.cit., h.27

17

Sirajudin Abbas, op. cit, h. 26

74

dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (QS. al-Rahman

(55): 22)

4) Mukhȃlafatu lil Hawȃditsi ( ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال م )

Mukhȃlafatu lil hawȃditsi berarti Allah berbeda dengan

makhluk-Nya, itu artinya mustahil bagi Allah mumȃtsalatu lil

hawȃditsi yang berarti sama dengan makhluk-Nya. Allah adalah dzat

yang tiada satupun pada Allah sifat-sifat makhluk dan segala apa

yang terlintas pada hati manusia dari sifat-sifat makhluk.18

Dalil aqlinya adalah jika Allah serupa dengan makhluk berarti

Allah bukan tuhan. Untuk itu, mustahil bagi Allah serupa dengan

makhluk-Nya.

Adapun dalil naqli yang menjelaskan bahwa Allah tidak serupa

dengan makhluknya adalah

tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (QS. al-

Syuura(42):11)

Adapun di akhir bait terdapat kalimat bi al-ithlaqi yang artinya

dengan mutlaq, merupakan bayan atau penjelasan dari sifat

mukhȃlifatu lil hawȃditsi, maksudnya adalah tanpa batasan. Jadi,

Allah berbeda dengan makhluknya tanpa batasan apapun dalam

segala segi.19

Bait ke-7, yaitu:

ي ش ل ك ب ال ع د ي ر م ر اد * ق ي ح و د اح و و ن غ م ائ ق و Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Tunggal dan Maha Hidup

Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Tahu segalanya

Sifat wajib bagi Allah Swt yang diuraikan pada bait selanjutnya

ialah Allah memiliki sifat Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Tunggal

dan Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Tahu

segalanya.

18 Ibid, h. 28

19

al-Bantanie, op.cit, h. 29

75

5) Qiyȃmu bi al-Nafsi ( ن غ م ائ ق )

Allah memiliki qiyȃmu bi al-nafsi artinya bahwa Allah berdiri

sendiri mustahil bagi Allah memiliki sifat ihtiyajuhu ila ghairihi

yaitu membutuhkan orang lain. Tidak seperti berdirinya benda

dengan bantuan unsur-unsur tertentu.20

Dalil aqlinya adalah jika Allah membutuhkan orang lain,

berarti Allah sama dengan makhluk, jika Allah sama makhluk berarti

Allah hadits, jika Allah hadits berarti Allah ada yang menciptakan.

Oleh karena itu, Allah itu berdiri sendiri dan tidak membutuhkan

orang lain.

Adapun dalil naqli yang menjelaskan Allah Swt memiliki sifat

qiyȃmu bi al-nafsi adalah:

dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada

Tuhan yang hidup kekal lagi Senantiasa mengurus (makhluk-Nya).

dan Sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan

kezaliman. (QS. Thaha(20): 111)

Kemudian kata ghaniyyun merupakan bayan dari qaaimun

diartikan Maha Cukup, maksudnya adalah tidak butuhnya Allah Swt

pada selain-Nya.21

6) Wahdȃniyyah ( د اح و )

Allah memiliki sifat wahdȃniyyah artinya Allah itu Esa atau

tunggal. Maka dari itu, mustahil bagi Allah Swt ta‟adud atau

berbilang (banyak).

Dalil aqlinya adalah jika Allah Swt lebih dari satu apa yang

akan terjadi pada alam ini. Karena akan timbul perselisihan atau

perbedaan, sehingga alam ini akan binasa.

Dalil naqli yang berhubungan dengan Allah Swt memiliki sifat

wahdȃniyyah, adalah:

20 Ibid, h. 29

21

Ibid, h. 29

76

dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan

melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. al-

Baqarah(2):163)

7) Hayȃh ( ي ح )

Allah memiliki sifat hayȃh artinya Allah Swt itu Maha Hidup,

mustahil Allah Swt memiliki sifat maut. Dalil aqlinya adalah jika

Allah Swt mati, berarti Allah Swt sama makhluk berarti Allah

hadits, jika Allah Swt hadits atau baharu berarti Allah Swt ada yang

menciptakan.

...

dan bertawakkalah kepada Allah yang hidup (kekal) yang

tidak mati...(QS. al-Baqarah(2): 284)

8) Qudrah ( ر اد ق )

Allah memiliki qudrat artinya Allah Swt Maha Kuasa, lawan

dari qudrat adalah „ajzu yang berarti lemah. Maka dari itu, mustahil

bagi Allah memiliki sifat „ajzu atau lemah.

Dalil aqlinya adalah jika Allah Swt lemah,berarti Allah sama

dengan makhluk, jika Allah Swt sama makhluk berarti Allah Swt

hadits, jika Allah Swt hadits berarti Allah Swt ada yang

menciptakan. Oleh karena itu, maha kuasa, mustahil bagi Allah Swt

memiliki sifat lemah. Jika Allah Swt lemah tentu tidak akan ada

makhluk dan Allah Swt bukan tuhan.

Adapun dalil naqli yang menjelaskan mengenai Allah Swt

memiliki sifat qudrat, sebagai berikut:

dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. al-

Baqarah(2):284)

9) Irȃdah ( د ي ر م )

Allah Swt memiliki sifat irȃdah berarti Allah Maha

Berkehendak, artinya Allah Swt dalam menetapkan sesuatu menurut

77

kehendak-Nya. Mustahil bagi karahiyyah atau terpaksa dalam

menetapkan seseuatu. Karena terpaksa merupakan kekuatan yang

datang dari orang lain untuk melakukan sesuatu.

Dalil aqlinya adalah jika Allah terpaksa, berarti Allah butuh

orang lain, jika Allah butuh orang lain berarti Allah sama dengan

makhluk, jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah

hadits berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, Maha

Berkehendak, mustahil bagi Allah memiliki sifat terpaksa, karena

terpaksa merupakan sifat makhluk.

Adapun dalil naqli yang menjelaskan tentang Allah memiliki

sifat iradat adalah

Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang

Dia kehendaki. (QS. Hud(11):107)

10) Ilmu ( ي ش ل ك ب ال ع )

Allah memiliki sifat „ilmu artinya Allah itu Maha Mengetahui,

lawan dari sifat „ilmu ialah jahlu atau bodoh. Maka, mustahil bagi

Allah jahlu atau bodoh.

Dalil aqlinya adalah jika Allah bodoh, berarti Allah Swt sama

dengan makhluk, jika Allah Swt sama makhluk berarti Allah hadits,

jika Allah Swt hadits berarti Allah Swt ada yang menciptakan. Oleh

karena itu, Maha Mengetahui, mustahil bagi Allah memiliki sifat

bodoh, karena bodoh merupakan sifat makhluk-Nya.

Adapun dalil naqli yang menjelaskan mengenai Allah memiliki

sifat „ilmu adalah:

Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(QS. al-

Anfal(8): 75)

Bait ke-8, yaitu:

م ظ ت ن ت ة ع ب س ات ف ص و * ل م ل ك ت م ال و ر ي ص ب ال ع ي س Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berbicara

78

Dan mempunyai sifat-sifat yang tujuh macam tersusun rapi

Kemudian pada bait ini diuraikan bahwa Allah memiliki sifat

Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berbicara. Berikut

penjelasannya:

11) Sama‟ ( ع ي س )

Allah memiliki sifat sama‟ artinya Allah itu Maha Mendengar,

lawan dari sifat sama‟ adalah a‟ma artinya tuli. Mustahil bagi Allah

Swt tuli, karena tuli merupakan kekurangan, karena tidak masuk di

akal jika Allah memiliki kekurangan.

Dalil aqlinya adalah jika Allah tuli, berarti Allah memiliki

kekurangan, sebab Allah tidak memiliki satu kekurangan apapun.

Jika Allah memiliki kekurangan berarti Allah sama dengan makhluk,

jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah hadits

berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, maha

mendengar, mustahil bagi Allah memiliki kekurangan berupa sifat

tuli

Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (QS. al-

Syuura(42):11)

12) Basar ( ر ي ص ب ال )

Allah memiliki sifat basar artinya Allah itu maha melihat,

lawan dari sifat sumun artinya buta. Mustahil bagi Allah buta, karena

buta merupakan kekurangan, karena tidak masuk di akal jika Allah

memiliki kekurangan.

Dalil aqlinya adalah jika Allah buta, berarti Allah memiliki

kekurangan, sebab Allah tidak memiliki satu kekurangan apapun.

Jika Allah memiliki kekurangan berarti Allah sama dengan makhluk,

jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah hadits

berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, Maha Melihat,

mustahil bagi Allah memiliki kekurangan berupa sifat buta.

79

13) Kalȃm ( م ل ك ت م ال )

Allah memiliki sifat kalam artinya Allah itu Maha Berbicara,

lawan dari sifat kalam yaitu bukmun yang berarti bisu. Maka dari itu

mustahil bagi Allah memiliki sifat bukmun atau bisu. Karena

bukmun atau bisu merupakan kekurangan. Jadi, tidak masuk di akal

jika Allah memiliki kekurangan. Kalam Allah tidak dengan huruf,

dan tidak dengan suara, akan tetapi dengan kalȃm yang qadim yang

tiada permulaan dan tiada akhir bagi-Nya.22

Dalil aqlinya adalah jika Allah bisu, berarti Allah memiliki

kekurangan, sebab Allah tidak memiliki satu kekurangan apapun.

Jika Allah memiliki kekurangan berarti Allah sama dengan makhluk.

Jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah hadits

berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, maha berkata

atau berbicara, mustahil bagi Allah memiliki kekurangan berupa sifat

bisu.

dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.

(QS. al-Nisa(4):164)

Bait ke-9, yaitu:

ر م ت اس م ل ك م ل ع ال اة ي * ح ر ص ب ع س ة اد ر ا ة ر د ق ف Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha

Melihat

Maha Hidup, Maha Mengetahui dan Maha Berbicara terus-

menerus

Bait ini merupakan uraian mengenai sifat-sifat ma‟nawiyyah

Yaitu penjabaran sifat-sifat Allah dari sifat-sifat ma‟ani23

.kita dapat

mengetahuinya dengan adanya kata ر م ت س ا (terus-menerus), karena

sifat-sifat ma‟nawiyyah bermakna keadaan Allah yang tetap dan selalu

dalam sifat ma‟ani. Perinciannya sebagai berikut:

22 al-Bantanie, op.cit., h.2

23

Muhammad Ahmad, op. cit, h. 62

80

a) Qudrah ( ة ر د ق )

Allah itu memiliki kaunuhu qadirȃn. Artinya Allah tetap selalu

dalam keadaan berkuasa, mustahil bagi Allah „ajizȃn atau dalam

keadaan lemah. Adapun dalil qadirȃn sebgaimana dalil qudrat.

b) Iradah ( ة اد ر ا )

Allah itu memiliki kaunuhu muridȃn. Artinya Allah tetap

selalu dalam keadaan menghendaki, mustahil bagi Allah karihȃn

atau dalam keadaan terpaksa. Adapun dalil muridȃn sebagaimana

dalil iradah.

c) Sama‟ ( ع س )

Allah itu memiliki kaunuhu sami‟ȃn. Artinya Allah tetap selalu

dalam keadaan mendengar, mustahil bagi Allah ashamma atau dalam

keadaan tuli. Adapun dalil sami‟ȃn sebagaimana dalil sama‟.

d) Basar ( ر ص ب )

Allah itu memiliki kaunuhu basirȃn. Artinya Allah tetap selalu

dalam keadaan melihat, mustahil bagi Allah a‟ma atau dalam

keadaan buta. Adapun dalil basirȃn sebagaimana dalil bashar.

e) Hayah ( اة ي ح )

Allah itu memiliki kaunuhu hayyȃn artinya Allah tetap selalu

dalam keadaan maha hidup, mustahil bagi Allah mayyitan atau

dalam keadaan mati. Adapun dalil hayyan sebgaimana dalil hayat.

f) „Ilmu ( م ل ع ال )

Allah memiliki kaunuhu „alimȃn. Artinya Allah tetap selalu

dalam keadaan mengetahui, mustahil bagi Allah jahilan atau dalam

keadaan bodoh. Adapun dalil „aliman sebgaimana dalil „ilmu.

g) Kalȃm ( م ل ك )

Allah memiliki kaunuhu mutakalimȃn. Artinya Allah tetap

selalu dalam keadaan maha berkata, mustahil bagi Allah abkam atau

81

dalam keadaan bisu. Adapun dalil mutakalimȃn sebgaimana dalil

kalam.24

b. Sifat Jaiz Bagi Allah

Sifat jaiz bagi Allah Swt diuraikan pada bait ke-10, yaitu:

ت رك لكل مكن كفعلو * لو بفضلو وعد ز ائ ج و Dia jaiz (boleh) dengan anugerah dan keadilan-Nya

Meninggalkan yang mungkin sama seperti halnya yang dia

kerjakan

Sifat jaiz atau wenang, merupakan sifat yang harus diyakini pula

oleh setiap mukallaf. Sifat Jaiz bagi Allah disebut juga dengan hak

perogratif tuhan. Maksudnya adalah Allah boleh atau berwenang untuk

menciptakan sesuatu atau tidak menciptakannya. Seperti Allah berhak

menciptakan baik dan buruk. Adapun pemberian pahala bagi yang ta‟at

merupakan anugerah dari Allah, sedangkan siksa Allah bagi para

pembuat maksiat adalah bentuk keadilan Allah, karena sesungguhnya

Allah adalah pemberi manfa‟at dan madharat.

2. Iman Kepada Rasul (Nubuwwat) Sepuluh bait berikutnya menguraikan nilai-nilai pendidikan

keimanan yang kedua yaitu Iman kepada rasul serta hal-hal yang mengenai

kenabian lainnya. Pembahasan tersebut, tepatnya diuraikan pada bait ke-11

sampai bait ke-20, kemudian penulis klasifikasikan menjadi tiga bagian,

sebagai berikut:

a. Sifat Wajib Bagi Rasul Bagian pertama mengenai empat sifat wajib bagi rasul yang

wajib diyakini oleh mukallaf, terdapat pada bait ke-11, yaitu:

دق والتبليغ والمانة ارسل انبيا ذوى فطانو * بالصAllah utus para nabi yang fathanah

Dengan shiddiq, dan tabligh dan amanah

24 Sirajudin Abbas, op. cit, h.36-37

82

Kewajiban selanjutnya bagi setiap mukallaf ialah meyakini

adanya nabi-nabi atau rasul-rasul yang Allah jadikan mereka sebagai

utusan-Nya kepada umat. Serta wajib pula meyakini sifat-sifat nabi dan

rasul yang jumlahnya empat, yakni:

Pertama, fathanah ( فطانو) ialah cerdas, kemampuan untuk

mengatasi permusuhan dan hujjah (kemampuan berdebat) mereka dan

membatalkan claim mereka.

Kedua, shiddiq ( دق .artinya benar, jujur atau sesuai (الص

Maksudnya segala yang nabi atau rasul sampaikan ialah benar dan

sesuai dengan kenyataan.

Ketiga, tabligh ( التبليغ)ialah menyampaikan apa yang

diperintahkan oleh Allah kepada mereka kepada makhluk.

Keempat, amanah ( المانة) ialah penjagaan, maksudnya ialah

terpelihara diri nabi dari dosa dari maksiat.

b. Sifat Jaiz Bagi Rasul

Selain meyakini sifat wajib bagi rasul, wajib pula meyakini sifat

jaiz bagi rasul. Yakni sifat-sifat kemanusian yang ada pada rasul

layaknya manusia biasa. Sebagaimana diuraikan pada bait ke-12,

berikut:

هم من عرض * بغي ن قص كخفيف المرض وجائز يف حقBoleh bagi mereka mempunyai sifat-sifat manusia

Tanpa mengurangi (derajat kenabian) seperti sakit yang ringan

Sifat jaiz-nya nabi diartikan sebagai sifat kemanusiaan yang

terdapat pada diri nabi tanpa mengurangi derajat kenabian. Seperti

dalam bait diberikan contoh yaitu sakit yang ringan. Selain itu, seperti

berperang, makan, minum, tidur, menikah, jual beli dan lain-lain.

83

Adapun kata min (huruf jar) diartikan sebagian, jadi tidak semua sifat

manusia, melainkan sebagian saja, yakni sifat manusia yang tidak

mengurangi derajat kenabian.

Kemudian, bait ke-13 adalah pelengkap penjelasan di atas, yaitu:

ة ك ئ ل م واال ل اض ف و ة ب اج * و ة ك ئ ل م ال ر ائ س ك م ه ت م ص ع Mereka terpelihara dari dosa, seperti para malaikat

Dan wajib bagi mereka, melebihi para malaikat

Wajib pula kita ketahui bahwasannya nabi dan rasul itu terjaga

dan tepelihara dari dosa sebagaimana terpeliharanya malaikat. Akan

tetapi nabi dan rasul lebih mulia dari malaikat, terlebih para rasul ulul

azmi yang memiliki keistimewaan luar biasa yaitu nabi Muhammad

Saw, nabi Ibrahim As, nabi Musa, nabi Isa dan nabi Nuh.

c. Sifat Mustahil

Dalam bait selanjutnya, disinggung mengenai sifat mustahil bagi

Allah maupun bagi nabi dan rasul yang merupakan lawan dari sifat wajib,

yang telah penulis uraikan sebelumnya. Akan tetapi sifat mustahil baik

bagi Allah maupun bagi nabi dan rasul dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃmi

ini, tidak disebutkan secara rinci, melainkan hanya dikatakan terdapat sifat

mustahil bagi Allah serta bagi nabi dan rasul. Hal itu dikarenakan secara

tidak langsung dalam uraian mengenai sifat wajib tersirat suatu yang

menjadi lawan darinya adalah yaitu sifat mustahil. Sebagaimana dalam

bait di bawah ini, yaitu bait ke-14:

ب اج و م ك ب ني س م ل ظ ف اح * ف ب اج و ل ك د ض ل ي ح ت س م ال و Dan mustahil adalah lawan dari wajib

Maka hafalkanlah 50 akidah yang wajib

Dengan demikian, lengkap sudah penjelasan mengenai sifat-sifat

Allah serta nabi dan rasul, yang mencakup atas sifat wajib, sifat mustahil

dan sifat jaiz. Dengan begitu sempurnalah 50 akidah yang wajib diketahui

dan diyakini oleh mukallaf, yang terdiri dari 20 sifat wajib bagi Allah, 20

sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, 4 sifat bagi nabi, 4 sifat

84

mustahil bagi nabi, dan 1 sifat jaiz bagi nabi, sehingga seluruhnya

berjumlah 50 akidah.

d. 25 Nabi Yang Wajib Diketahui

Adapun nabi dan rasul yang wajib diketahui berjumlah 25 nabi, hal

tersebut sesuai dengan nash al-Qur‟an. Perinciannya diuraikan dari bait ke-

15 sampai dengan bait ke-20, sebagai berikut:

م ن ت اغ و ق ق ح ف ف ل ك م ل * ك م ز ل ن ي ر ش ع و ة س خ ل ي ص ف ت Merincikan 25 rasul adalah kewajiban-

Setiap mukallaf, karena itu nyatakan dan usahakanlah

ع ب ت م ل ك م ي اى ر ب ا و ح ال * ص ع م د و ى ح و ن س ي ر د ا م د ا م ى Mereka adalah nabi Adam, nabi Idris, nabi Nuh, nabi Hud serta

Nabi Shaleh, dan nabi Ibrahim yang diikuti semua

اذ ت اح ب و ي ا و ف س و ي ب و ق ع ا * ي ذ ك اق ح س ا ل ي اع س ا و ط و ل Nabi Luth dan nabi Ismail, nabi Ishaq, begitupun

Nabi Ya‟qub, nabi Yusuf, dan nabi Ayyub yang mengikuti

ع ب ات ان م ي ل س د او د ل ف ك وال * ذ ع س ي ال ى و س و م و ن و ار ى ب ي ع ش Nabi Syu‟aib, nabi Harun, nabi Musa, nabi Yasa‟

Nabi Dzulkifli, nabi Daud, nabi Sulaiman ikut juga

اي غ ع د ات خ و ط ى و س ي * ع ي ا ي ي ر ك ز س ن و ي اس ي ل ا Nabi Ilyas, nabi Yunus, nabi Zakaria, nabi Yahya

Nabi „Isa dan nabi Thaha penutup, maka tinggalkanlah

ام ي ال ت ام اد م م هل ا * و م ل الس و ة ل الص م ه ي ل ع Atas mereka shalawat keselamatan

Dan keluarga mereka sepanjang zaman

Nabi ke-1 ialah nabi Adam As, adalah Abu al-Basyar (bapak seluruh

manusia), karena merupakan manusia pertama yang Allah ciptakan. Ke-2

ialah nabi Idris As, merupakan kakek buyut dari nabi Nuh As. Ke-3 ialah

nabi Nuh As, yang Allah selamatkan dari tenggelam dan dilanda topan.

Ke-4 ialah nabi Hud yang Allah selamatkan dari angin yang sangat keras

suaranya yang menghancurkan kaum „ad kecuali orang mukmin.

Ke-5 ialah Shalih As yang Allah selamatkan dari jeritan malaikat

Jibril yang menghancurkan kaum tsamud kecuali kaum mukmin. Ke-6

85

ialah nabi Ibrahim As Khalil al-Rahman (kekasih Allah), yang Allah

selamatkan dari api pada masa raja Namrud.

Adapun maksud dari perkataan nȃzim ع ب ت م ل ك selain sebagai

penyempurna bait bermaksud bahwa setiap nabi dan rasul telah

mewajibkan umatnya untuk mengikuti perintah Allah serta larangan-Nya.

Dan untuk meyakini sifat kenabian dan kerasulan mereka.25

Ke-7 ialah nabi Luth As, merupakan saudara nabi Ibrahim As, yang

Allah selamatkan dari azab yang menimpa orang-orang kafir. Ke-8 ialah

nabi Ismail As bin Ibrahim As dari istrinya Siti Hajar. Ke-9 ialah nabi

Ishaq As bin Ibrahim As dari istrinya Siti Sarah, jadi nabi Ismail dan nabi

Ishaq merupakan saudara seayah. Ke-10 ialah nabi Yakub As putra nabi

Ishaq As. Ke-11 ialah nabi Yusuf As putra nabi Ya‟kub As. Ke-12 ialah

nabi Ayyub As yang Allah hilangkan darinya kesengsaraan.26

Dan maksud dari kata اذ ت ح ا adalah bahwasannya nabi Ayyub As,

telah mengukuti nabi dan rasul terdahulu atau disebutkan sebelumnya

dalam naẕam. Selain itu, juga kata tersebut berfungsi sebagai

penyempurna bait.27

Nabi ke-13 ialah nabi Syu‟aib As. Ke-14 ialah nabi Harun As

merupakan putra Imran As. Ke-15 ialah nabi Musa As merupakan putra

Imran, sekaligus saudara kandung dari nabi Harun As. Ke-16 ialah nabi

Ilyasa‟ As. Ke-17 ialah nabi Dzulkifli As. Ke-18 ialah nabi Daud As. Ke-

19 ialah nabi Sulaiman As. Ke-20 ialah nabi Ilyas As. Ke-21 ialah nabi

Yunus As. Ke-22 ialah nabi Zakaria As. Ke-23 ialah nabi Yahya As. Ke-

24 ialah nabi Isa As

Ke-25 ialah nabi Muhammad Saw, adapun dalam naẕam disebutkan

nama Thaha karena nama tersebut merupakan salah satu nama lain nabi

Muhammad Saw. Merupakan penutup para nabi dan rasul dan diutus

25

al-Husaini, op.cit., h. 303-304 26

Ibid , h. 305 27

al-Husaini, op.cit., h. 305

86

rahmatan lil „alamin. Adapun maksud dari kata اي غ ع د diluar fungsinya

sebagai penyempurna naẕam adalah perintah agar kita meninggalkan dari

berpaling terhadap yang benar, yakni nabi Muhammad ialah nabi

terakhir.28

3. Iman Kepada Malaikat (Sam’iyyat)

Nilai-nilai keimanan yang terkandung berikutnya adalah mengenai

rukun iman kepada malaikat, yang dijelaskan dalam tiga bait di bawah ini,

yaitu bait ke-21 sampai bait ke-23, sebagai berikut:

م هل م و ن ل و ب ر ش ل ل ك ا * ل م ا و ب ا ل ب ي ذ ال ك ل م ال و Dan Malaikat itu tanpa ayah dan tanpa ibu

Tidak makan, tidak minum dan tidak tidur bagi mereka

ل ي ائ ر ز ع ل ي اف ر س ا ال ك ي * م ل ي ب ج م ه ن م ر ش ع ل ي ص ف ت Rincian sepuluh malaikat itu adalah Jibril

Mikail, Israfil, Izrail

اذ ت اح ان و ض ر و ك ال م د ي ت ا * ع ذ ك و ب ي ق ر و ر ي ك ن ر ك ن م Munkar, Nakir, Raqib begitupun

„Atid, Malik, dan Ridwan yang mengikuti

Rukun iman kepada malaikat merupakan perkara yang wajib diyakini

bagi mukallaf. Perihal mengenai malaikat dalam nazam di atas mencakup

sepuluh nama malaikat serta sifat-sifat malaikat, diantaranya tidak

memiliki ayah dan ibu, tidak makan dan minum, tidak pula tidur, bukan

pula laki-laki atau perempuan.

Tidak berhenti sampai kewajiban meyakini kesepuluh nama malaikat

saja, melainkan wajib pula mengetahui bahwa secara rinci tugas-tugasnya,

berikut ini nama-nama malaikat yang wajib diyakini beserta tugas-

tugasnya:

Pertama, malaikat Jibril As yang bertugas menurunkan wahyu.

Kedua, malaikat Mikail As yang bertugas menurunkan rizki. Ketiga,

malaikat Israfil As meniup sangkakala. Keempat, malaikta „Izrail As

28

Ibid, h. 305-307

87

mencabut nyawa seluruh makhluk. Kelima dan keenam, adalah malaikat

Munkar As dan malaikat Nakir As. Kedua malaikat tersebut, mempunyai

tugas bertanya dalam kubur mengenai Allah Swt, nabi serta agama.

Ketujuh dan kedelapan, adalah malaikat Raqib As dan malaikat Atid

As, yang memiliki tugas mencatat amalan setiap mukallaf. Malaikat Raqib

As berada dikanan dan bertugas mencatat setiap amalan baik yang

dilakukan oleh manusia. Sedangkan, malaikat Atid As selalu berada di sisi

sebelah kiri manusia dan bertugas mencatat setiap amalan buruk yang

dilakukan oleh manusia.29

Kesembilan, adalah malaikat Malik As merupakan malaikat

pemimpin menjaga neraka, ditemani oleh malaikat Zabaniah yang

berjumlah 19 golongan, dan masing-masing golongan memiliki tentara

yang jumlahnya tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah. Kesepuluh,

adalah malaikat Ridwan As merupakan malaikat pemimpin dalam menjaga

surga. Adapun kenikmatan surga itu ialah apa yang tidak pernah mata

melihatnya, telinga tidak pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas

dalam hati manusia.30

Selesailah penjelasan mengenai malaikat-malaikat Allah Swt, yang

merupakan perkara sam‟iyyat. Dan wajib pula bagi mukallaf meyakini

perkara sam‟iyyat lainnya seperti surga dan neraka.

4. Iman kepada Kitab-Kitab Allah

Kemudian empat bait berikutnya, menguraikan mengenai kitab-kitab

yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf serta mushaf-mushaf para nabi.

Mengenai kitab-kitab yang Allah turunkan terdapat pada bait ke-24 dan

bait ke-25, sebagai berikut:

اه ل ي ز ن ى ت د اهل ى ب س و م اة ر و ا * ت ه ل ي ص ف ت ب ت ك ن م ة ع ب ر ا Empat dari kitab-kitab, perinciannya

(ialah) taurat bagi nabi musa dengan membawa hidayah turunnya

29

al-Husaini, op.cit., h. 311 30

Ibid, h. 309-312

88

ل م ال ي ى خ ل ع ان ق ر ف ى و س ي ى * ع ل ع ل ي ن ا و د او د ر و ب ز Zabur kepada nabi Daud dan Injil untuk

Nabi Isa, (terakhir) Furqan (al-Qur‟an) bagi manusia terbaik (nabi

Muhammad Saw)

Dua bait di atas menguraikan mengenai rukun iman terhdap kitab-

kitab yang Allah turunkan kepada utusan-utusan-Nya, yang seluruhnya

berjumlah empat kitab, yaitu:

Pertama, kitab Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa As.

Kedua, kitab Zabur, yang Allah turunkan kepada nabi Daud As. Ketiga,

kitab Injil, yang Allah turunkan kepada nabi Isa As. Keempat, al-Furqan

yakni al-Qur‟an yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad Saw yakni

khair almalaa yakni afdalu makhlûqîn (paling mulianya makhluk).

Dalam dua bait selanjutnya, diuraikan bahwa selain empat kitab yang

wajib diimani, Allah juga menurunkan mushaf-mushaf atau selembaran-

selembaran kepada nabi-Nya, yang juga wajib bagi setiap mukallaf

mengimaninya, yang diuraikan dalam bait ke-26 dan 27, yaitu:

م ي ل ع ال م ك احل م ل ا ك ه ي * ف م ي ل ك ال و ل ي ل ل ا ف ح ص و Mushaf-mushaf al-Khalil (Ibrahim) dan al-Kalim (Musa) itu

Di dalamnya kalam Maha Bijak Yang Maha Tahu

ل و ب ق ال و م ي ل س الت و ق ح * ف ل و س الر و ى ب ت اا م ل ك و Segala apa yang datang dibawa oleh rasul

Maka haknya adalah mengakui dan menerima

Adapun nabi dan rasul yang Allah turunkan Mushaf-mushaf

kepadanya ialah nabi Ibrahim al-Khalil, dan kepada nabi Musa As. Jadi,

selain menerima risalah berupa kitab taurat, nabi Musa As lebih dulu

menerima mushaf-mushaf. Kemudian menjadi kewajiban bagi mukallaf

lainnya ialah membenarkan, serta mentaati ajaran yang dibawa oleh

Rasulullah Saw.

5. Iman Kepada Hari Kiamat (Sam‟iyyat)

Dalam bait berikutnya dijelaskan mengenai kewajiban mukallaf

untuk mengimani adanya hari kiamat, yaitu bait ke-28:

89

ب ج ع ال ن م و ب ان اك م ل ك * و ب ج و ر خ ا م و ي ب ا ن ان ي ا Iman kita dengan hari akhir adalah kewajiban

Dan semua perkara gaib yang ada di dalamnya

Bait di atas menjelaskan mengenai iman kepada hari kiamat yang

termasuk rukun iman ke-5, dan wajib juga mengimani perkara yang

mencakup di dalamnya, seperti yaum al-hasyr (dikumpulkannya manusia

di padang mahsyar), yaum al-hisab (perhitungan amalan selama di dunia),

sirat, yaum al-mizan, yaum al-jaza‟ (pembalasan), surga, neraka, haudh

(telaga) dan syafa‟at. Hari kiamat dinamakan hari akhir karena tiada siang

dan malam lagi.31

Jika diperhatikan ruang lingkup keimanan dalam Manẕumat Aqidat al-

„Awȃm dapat dikatakan tidak lengkap karena hanya disebutkan lima perkara

saja, yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab

Allah, iman kepada nabi dan rasul dan iman kepada hari kiamat. Sedangkan,

iman kepada qada dan qadar tidak disebutkan. Berdasarkan analisis, hal

tersebut dikarenakan perkara mengenai iman kepada qada dan qadar sulit

untuk dipelajari oleh pemula dan orang awam, sedangkan berdasarkan tujuan

utama dari Manẕumat Aqidat al-„Awȃm adalah untuk memudahkan pemula

serta orang awam dalam memahami perihal keimanan. Oleh sebab itulah,

perkara mengenai rukun iman terakhir tidak disebutkan dalam bait Manẕumat

Aqidat al-„Awȃm. Selain itu, perkara iman kepada qada dan qadar juga masih

termasuk dalam perkara iman kepada Allah. Jadi, ketika kita beriman kepada

Allah Saw di dalamnya sudah termasuk beriman kepada qada dan qadar Allah.

Kemudian di luar perkara rukun iman di atas, perkara lain yang harus

diimani oleh orang muslim ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan Nabi

Muhammad Saw, diuraikan pada bait ke-29 dan seterusnya yang merupakan

bagian terakhir atau sisa yang harus diyakini oleh mukallaf selain rukun iman,

yakni, yaitu:

ب اج و ن م ف ل ك ى م ل ا ع * م ب اج و ى ال اق ب ر ك ذ يف ة ات خ

31 al-Husaini, op.cit., h. 315

90

Penutup dalam menyebut sisa yang wajib

Karena apa yang bagi mukallaf wajib

Bagian terakhir atau sisa bait pada Manẕumat Aqidat al-„Awȃm ialah

membahas mengenai perihal nabi Muhammad Saw, yang meliputi:

6. Silsilah Nabi Muhammad Saw

a. Biografi Singkat

Biografi nabi Muhammad Saw diuraikan pada Bait ke-30 sampai

bait ke-34:

ل ض ف و ة ح ر ني م ال ع ل * ل ل س ر أ د ق د م ا م ن ي ب ن Nabi kita Muhammad yang diutus

Bagi alam karena rahmat dan keutamaan

Diluar ruang lingkup rukun iman yang telah diuraikan di atas, perlu

kita yakini pula perkara-perkara mengenai nabi Muhammad Saw yang

telah Allah utus sebagai rahmatan lil „alamin. Disebutkan bahwa nabi

Muhammad memiliki keutamaan dalam artian khusus, maksudnya ialah

nabi Muhammad Saw merupakan nabi dan rasul yang paling utama di

antara nabi dan rasul lainnya dan pemimpin para nabi dan rasul.

Termasuk di dalamnya mengetahui perkara mengenai nasab nabi

Muhammad Saw yang diuraikan dalam bait ke-31 dan ke-32 di bawah

ini:

ب س ت ن ي اف ن م د ب ع م اش ى * و ب ل ط م ال د ب ع اهلل د ب ع ه و ب أ Ayahnya Abdullah bin Abdul Muthallib

Dan Hasyim bin Abdi Manaf yang senasab

ة ي د ع الس ة م ي ل ح و ت ع ض ر أ * ة ي ر ى الز ة ن م أ و م أ و Dan ibunya Aminah al-Zuhriyyah

Menyusuinya Halimat al-Sa‟diyah

Terdapat sesuatu yang menarik dalam menelusuri nasab nabi

Muhmmad Saw, yaitu adanya pertemuan nasab pada nasab ayah dan

ibunya. Adapun ayah nabi Muhammad Saw bernama Abdullah bin Abdul

Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Luay

91

bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin

Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan.32

Sedangkan nasab dari ibunya Aminah al-Zuhriyah bin Wahab bin

Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Jadi, nasab dari ayahnya Abdullah

sampai Adnan dan dari ibunya Aminah sampai Kilab, dan nasab

setelahnya sama menurut Imam Baijury dan ini pendapat yang shahih.33

Kemudian perkara selanjutnya mengenai kelahiran nabi

Muhammad Saw yang dijelaskan dalam bait setelahnya, yaitu bait ke-33:

ة ن ي د م ال ة ب ي ط ب و ات ف * و ة ن ي م ال ة ك ب ه د ل و م Lahirnya di Mekkah yang sejahtera

Wafatnya di sebaik-baiknya kota (Madinah)

Diuraikan bahwa Nabi muhammad dilahirkan di kota Mekkah yang

sejahtera pada hari senin 12 Rabiul Awal tahun Gajah, walaupun tidak

disebutkan waktunya, akan tetapi telah banyak periwayatan mengenai

waktu lahirnya. Kemudian beliau wafat di sebaik-baiknya kota yaitu

Madinah al-Munawarah pada tanggal yang sama seperti tanggal

kelahirannya yaitu senin 12 Rabiul Awal juga.

Lalu, mengenai nabi Muhammad Saw menerima wahyu, diuraikan

dalam bait ke-34, yaitu:

ان ي ت الس ز او ج د ق ه ر م ع * و ني ع ب ر أ ي ح و ال ل ب ق ت أ Allah telah menyempurnakan sebelum wahyu empat puluh

Dan umurnya telah lewat enam puluh

Bait di atas menguraikan tentang Nabi Muhammad Saw pada saat

menerima wahyu, yaitu pada usia genap 40 tahun tidak lebih tidak pula

kurang. Adapun beliau wafat pada usia 63, ketika wahyu sudah Allah

Swt turunkan secara sempurna dan telah pula nabi Muhammad

sampaikan kepada umatnya, yaitu dengan mewariskan al-Qur‟an dan

hadis, yang kemudian dikodifikasi pada masa khalifah setelahnya yaitu

32

Ibid, h. 309-312 33

al-Husaini, op.cit., h. 309-312

92

Usman bin Affan dan Umar bin Abdul Aziz. Bahkan sampai saat ini pun,

masih dapat kita kaji melalui para pewaris nabi yaitu para ulama.

b. Anak-Anak Nabi Muhammad Saw

Kemudian, mengenai keturunan nabi Muhammad Saw, diuraikan

mulai dari bait 35. Bait ke-35, yaitu:

هم * ثلثة من الذكور ت فهم عة أولده فمن وسب Dan tujuh anaknya, diantara mereka

Tiga laki-laki maka dipahami

Bait pertama di atas menjelaskan bahwasannya nabi Muhammad

dikaruniai tujuh anak, yang terdiri dari tiga orang putra dan sisanya

empat orang putri. sebagaimana perinciannya dijelaskan dalam bait

selanjutnya, yaitu bait ke-36 sampai bait ke-38:

قاسم وعبد اهلل وىو الطيب * وطاىربذين ذاي لقب Qasim, Abdullah yang baik

Dan yang suci dengan kedua ini ia dijuluki

أتاه إب رىيم من سرية * فأمو مارية القبطية Datang kepadanya Ibrahim dari wanita Surriyah

Maka ibunya adalah Mariyah al-Qibthiyah (koptik)

ر إب راىيم من خدية * ىم ستة فخذ بم وليجة وغي Dan selain Ibrahim, dari Khadiah

mereka enam orang, maka ambilah dengan cinta

Tiga bait di atas menguraikan tentang tiga putra nabi, yaitu Qasim,

Abdullah al-Thayyib al-Thahir, kemudian Ibrahim. Adapun putra nabi

Muhammad yang bernama Ibrahim merupakan putra dari wanita

Surriyah yaitu Mariah al-Qibthiyyah yang merupakan hadiah dari

penguasa mesir di Iskandaria yaitu Muqouqis al-Qibthiy. Jadi, hanya

Ibrahim putra yang tidak terlahir dari istrinya Khadijah, sedangkan enam

lainnya lahir dari rahim Khadijah.

Kemudian uraian mengenai empat putri nabi Muhammad Saw,

diuraikan pada tiga bait ke-39 sampai bait ke-41, yaitu:

93

ناث تذكر * رضوان رب للجميع يذكر وأربع من الEmpat perempuan yang akan disebut

Ridha tuhanku bagi semua yang disebut

بطان فضلهم جلي فاطمة الزىراء ب علها علي * واب ناها السFatimah al-Zahra suaminya Ali

Dan dua anaknya adalah cucu nabi, keutamaan mereka terlihat

jelas

ف زي نب وب عدىا رق ية * وأم كلث وم زكت رضية Lalu Zainab kemudian Ruqoyyah

Dan Umi Kultsum yang bersih lagi diridhai

Empat putri nabi Muhammad Saw dan Khadijah ialah Fatimah

yang sekaligus istri dari keponakan Rasulullah Saw yaitu Ali bin Abi

Thalib, dan dari pernikahan mereka lahirlah cucu nabi Muhammad Saw

yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali.

Lalu, tiga putri lainnya adalah Zainab, Ruqayyah dan Ummu

Kultsum. Adapun hikmah didahulukannya penyebutan Fatimah bukan

karena fatimah putri pertama nabi, melainkan paling mulia di antara putri

nabi Muhammad Saw yang lainnya.

Kemudian, Ruqayyah dinikahi oleh sahabat nabi yaitu Utsman bin

‟Affan, tatkala Ruqayyah wafat Utsman bin „Affan menikahi adik dari

istrinya yaitu Ummu Kultsum. Oleh sebab itu, Utsman bin „Affan

dijuluki al-Nurain karena menikahi dua putri nabi.

c. Istri-Istri Nabi Muhammad Saw

Selanjutnya disebutkan istri-istri nabi Muhammad Saw, tegasnya

adalah istri-istri nabi yang ditinggal wafat oleh beliau yang berjumlah 9

orang pada bait ke-42 sampai bait ke-44, yaitu:

ر ت فىن فاخت رن النب المق عن تسع نسوة وفاة المصطفى * خي Adapun dari sembilan istri yang ditinggal wafat oleh nabi

Mereka diminta memilih, tetapi mereka (tetap) pilih mengikuti nabi

ميمونة ورملة عائشة وحفصة وسودة * صفية Siti Aisyah, Hafshah dan Saudah

94

Shofiyah, Maimunah, dan Ramlah

هات مرضية ىند وزي نب كذاجويرية * للمؤمنني أمHindun dan Zainab juga Juwairiyyah

Ibu orang mukmin yang diridhai Allah

Sembilan istri nabi yang ditinggal wafat ialah: Siti Aisyah,

Hafshah, Saudah, Shafiyah, Maimunah, Ramlah, Hindun, Zainab,

Juwairiyyah. Ketika mereka ditinggal wafat oleh nabi Muhammad Saw,

mereka diberikan pilihan yakni untuk memilih antara perkara dunia dan

akhirat, kemudian mereka memilih perkara akhirat dengan terus

berpegang teguh pada ajaran nabi Muhammad Saw.

Adapun Aisyah merupakan istri nabi yang paling utama, baik dari

segi keilmuan, maupun perbuatannya atau akhlaknya.34

Mereka inilah ibu

dari orang-orang mukmin yang diridhai Allah. Jadi, kesimpulannya

adalah istri nabi lebih dari sembilan termasuk di dalamnya Siti Khadijah

yang telah dulu wafat.

d. Paman-Paman dan Bibi Nabi Muhammad Saw

Pada bait setelahnya diuraikan mengenai keluarga nabi lainnya

yaitu paman-paman nabi beserta bibinya, yang diuraikan dalam bait ke-

45, yaitu:

تو صفية ذات احتذا و وعباس كذا * عم حزة عمHamzah adalah paman nabi, begitu juga Abbas

Bibi nabi adalah Shafiyyah yang mengikuti

Pada dasarnya paman nabi berjumlah 12, namun yang disebutkan

dalam bait di atas ialah paman nabi yang paling membela serta beriman

kepada nabi Muhammad Saw. Adapun, mengenai paman nabi yaitu Abu

Thalib terdapat perbedaan pendapat mengenai keadaan wafatnya, ada

yang menyatakan bahwa Abu Thalib meninggal dalam keadaan kafir,

adapula yang mengatakan bahwa setelah meninggal dalam keadaan kafir

34 al-Husaini, op.cit., h. 322

95

Allah hidupkan kembali kemudian ia beriman kepada Allah serta

rasulnya. Wallahu a‟lam.35

Diriwayatkan bahwasannya Hamzah merupakan paman terbaik

nabi Muhammad Saw. Selain menjadi paman nabi Muhammad beliau

juga saudara sesusuan dengan nabi Muhammad Saw dengan ibu inang

Tsuwaibah. Selisih usia antara nabi Muhmmad dengan pamannya

Hamzah cukup dekat yakni ada yang menyatakan 4 tahun adapula yang

menyatakan 2 tahun. Hamzah dijuluki macan perang, macan Allah dan

rasul-Nya, karena beliau ditakuti dan disegani orang kafir quraisy, beliau

juga ikut serta dalam barisan perang bersama nabi diantaranya perang

badar dan perang uhud, dalam perang uhud itulah beliau gugur sebagai

syuhada dan dijuluki pemimpin para syuhada (Sayyid al-Syuhada).36

Selain Hamzah, paman yang beriman adalah Abbas, dalam sebuah

riwayat dikatakan bahwa Abbas memeluk Islam pada sebelum perang

badar dan merahasiakan hal tersebut hingga fathul mekkah. Pada riwayat

lain beliau masuk Islam sebelum penaklukan khaibar dan

merahasiakannya sampai fathul mekkah. Hal tersebut, disebabkan pada

perang badar beliau bergabung dengan pasukan kafir, namun sebenarnya

beliau terpaksa, sampai pada akhirnya beliau menjadi tawanan perang

dan menebus dirinya sendiri saat itu juga. Kemudian Abbas wafat dalam

keadaan beriman di usia 88 tahun pada 32 H.

Kemudian dari bibi-bibi nabi berjumlah 6 orang, akan tetapi yang

beriman hanyalah Shafiyah yang merupakan saudara kandung perempuan

pamannya yaitu Hamzah.37

e. Peristiwa Isra Wal Mi’raj

Perkara yang wajib diyakini selanjutnya ialah mengenai peristiwa

luar biasa yang dialami nabi Muhammad Saw yaitu isra wal mi‟raj pada

35 al-Bantanie, op.cit., h. 166

36

Ibid, h.166

37

al-Bantanie, loc.cit., h. 169

96

hari ke-27 di bulan Rajab, penjelasannya pada bait ke-46 sampai bait ke-

50, sebagai berikut:

ة ليل لقدس يدرا سرا * من مك وق بل ىجرة النب الSebelum hijrah, nabi melakukan isra

Dari Mekkah pada malam hari ke baitul maqdis diketahui

ما * حت راى النب ربا كلما وب عد اسراء عروج للسSetelah isra‟ nabi melakukan mi‟raj (perjalanan ke langit)

Hingga nabi melihat tuhan yang berfirman

ت رض * عليو خسا ب عد خسني ف رض صار واف من غي كيف واهDengan cara yang tak bisa dibayangkan dan di jangkau, dan

(Allah) mewajibkan

Lima waktu (shalat), setelah sebelumnya diwajibkan 50 waktu

سراء * وف رض خسة بلامتاء ة بال وب لغ المNabi telah sampaikan kepada umat tentang peristiwa isra‟nya

Dan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu tanpa diragukan

دق واف أىلو يق بتصديق لو * وبالعروج الص قد فاز صدBeruntung Abu Bakar as-Shiddiq karena mempercayainya

Dan dengan peristiwa mi‟raj ia menyetujui dan membenarkannya

Sebelum hijrah ke Madinah, nabi Muhammad mengalami peristiwa

luar biasa yaitu isra wal mi‟raj. Adapun isra ialah perjalanan nabi

Muhammad Saw yang ditempuh selama semalam, dari Masjid al-Haram

di Mekkah sampai ke Masjid al-Aqsha di Palestina, sebagaimana

dijelaskan dalam al-Qur‟an surah al-Isra ayat pertama, berikut ini:

Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada

suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang

telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan

kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami.

Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha

mengetahui.(QS. al-Israa (7):1)

Setelah isra, kemudian nabi melakukan mi‟raj yaitu peristiwa

naiknya nabi ke langit ke-7 yaitu sampai „arsy. Dalam perjalanan

97

menuju langit ke-7 nabi berjumpa dengan para nabi sebelumnya, yaitu di

langit pertama berjumpa dengan nabi Adam As, kemudian di langit

kedua dengan nabi Yusuf As, di langit ketiga dengan nabi Idris As, di

langit kelima dengan nabi Harun As, di langit keenam dengan nabi Musa

As dan terakhir di langit ketujuh berjumpa dengan nabi Ibrahim As.

Setelah itu, barulah nabi Muhammad sampai di „arsy dan tidak sampai

melewatinya.38

Di „arsy Allah bukakan hijab sehingga nabi Muhammad dapat

melihat wujud Allah Swt tanpa batasan dan tanpa cara yang dapat

dibayangkan oleh manusia selainnya.39

Adapun dalam perjalanan isra wal

mi‟raj, nabi Muhammad menggunakan kendaraan buraq, dinamakan

buraq karena kecepatannya seperti kilat, dan didampingi oleh malaikat

Jibril As.

Kemudian hasil dari peristiwa isra wal mi‟raj ialah kewajiban

shalat lima waktu, setelah nabi melakukan permohonan setelah Allah

memerintahkan shalat 50 waktu, mengikuti nasihat nabi sebelumnya

yang beliau temui. Setelah itu disampaikan kepada umat mengenai

perintah kewajiban shalat tersebut.

Diriwayatkan bahwa sahabat yang pertama kali membenarkan

peristiwa isra wal mi‟raj adalah Abu Bakar al-Shidiq, yang mana beliau

pun selalu membenarkan seluruh perkataan nabi Muhammad Saw oleh

karenanya dijuluki dengan julukan al-Shidiq (yang selalu membenarkan).

7. Penutup Naẕam

Pada Bait ke-51 sampai bait ke-52, diuraikan mengenai pengarang

nazam, penamaan nazam bahkan keistimewaannya, sebagai berikut:

رة وىذه عقيدة متصرة * وللعوام سهلة ميسIni akidah yang ringkas lagi padat

Bagi orang awam mudah tidak sulit

38 al-Bantanie, op.cit., h. 171

39

Ibid., h. 189

98

ادق المصدوق ناظم تلك أحدالمرزوق * من ي نتمى للصPenaẕam akidah itu Syekh Ahmad Marzuqi

Yang memiliki nasab sampai kepada nabi yang dibenarkan

Aqîdatun merupakan bahasa arab dengan wazan fa‟îlatun dengan

makna mufta‟alatun yang merupakan ismun maf‟ul. Mukhtasharah ismun

maf‟ul dengan wazan mufta‟alatun, yang berarti menyedikirkan lafaz dan

memperbanyak makna. „Awam dengan meringankan huruf mim (tidak

ditasydid), maksudnya ialah orang-orang mukallaf yang awam, termasuk

yang masih haus akan ilmu tauhid.

Sahlatun muyasaratun (mudah lagi tidak sulit), mudah yang dimaksud

ialah untuk mencapai makna. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak sulit

ialah dalam pengucapan dan dalam menghafalnya.40

Dalam bait ini

disebutkan bahwa yang membuat bait-bait akidah ini ialah Syekh Ahmad

Marzuqi. Adapun latar belakang penyusunannya telah dijelaskan pada

pembahasan sebelumnya.

Bait ke-53 hingga bait terakhir yaitu bait ke-57 merupakan bagian

penutup, sebagai berikut:

واحلمدهلل وصلى سلما * على النب خي من قد علم Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam

Ke atas nabi sebaik-baik insan yang telah mengajarkan (akidah ini)

وال والصحب وكل مرشد * وكل من بي ىدي ي قتديDemikian pula kepada keluarga, para sahabat dan setiap yang

memberi petunjuk

Dan setiap orang yang mengikuti akan petunjuk yang baik (tersebut)

واسأل الكرمي إخلص العمل * ون فع كل من با قداشت غل Aku memohon kepada Allah akan keikhlasan beramal

Dan semoga ia bermanfaat bagi yang mengamalkan (sibuk

memperdalam)

ل * تاريها ز بعد الم حي غر جل ل أب يات ها مي Bilanngan baitnya (nazam ini) sebanyak mengikuti bilangan (huruf)

mayzun

40 al-Husaini, op.cit., h. 330

99

Dan selesainya sesuai dengan himpunan bilangan (huruf) ly hayyu

ghurrin

Hitungan bait-bait dalam nazam ini berjumlah 57 bait mengikuti

hitungan huruf41

mayzun ( ز .yang terdiri dari huruf mim, ya dan zai (مي

Huruf mim= 40, ya=10, dan zai=7, sehingga di jumlah menjadi 57,

maksudnya adalah 57 bait. Kemudian kata تاريها diartikan selesainya

nazam ini dibuat dalam hitungan tahun mengikuti hitungan huruf حي غر

Yaitu huruf lam=30, ya=10, ha‟=8, ya=10, ghain=1000, dan .ل جل

ra=200, sehingga jika dihimpun berjumlah 1258. Maksudnya adalah bait-

bait Nazam Aqidat al-Awam selesai disusun pada tahun 1258 H.42

ين بالتمام سيت ها عقيدة العوام * من واجب يف الدKunamakan nazam ini aqidatul awam

Dari kewajiban perkara agama yang sempurna (bagi orang awam)

Nazam Aqidat al-Awam ini ditutup dengan hamdalah (pujian terhadap

Allah Swt), shalawat kepada nabi serta panjatan do‟a. Ibrah atau pelajaran

yang dapat diambil ialah alangkah baik dan indah jika segala sesuatu selalu

dimulai dan diakhiri dengan nama Allah Swt serta diiringi shalawat

terhadap nabi, karena kita sebagai manusia selalu butuh akan rahmat Allah

Swt dan syafa‟at (pertolongan) nabi. Adapun bait ke-58, merupakan

tambahan saja untuk memperindah dan menyempurnakan nazam ketika

dilagamkan.

41

Mengikuti hitungan huruf yang urutannya: غ ظ ض ذ خ ث ت ش ر ق ص ف ع س ن م ل ك ي ط ح ز و ى د ب ا (huruf hamzah sampai tho‟ bilangan satuan, huruf ya sampai shod bilangan puluhan, huruf qof

sampai zho bilangan ratusan, dan huruf ghain bilangan ribuan)

42

al-Bantanie, op. cit, h.204

100

E. Nilai-Nilai Pendidikan Lainnya dalam Naẕam „Aqidat al-„Awam

Selain mengkhususkan pembahasannya pada pendidikan keimanan,

ternyata ada nilai-nilai pendidikan lainnya dalam Naẕam „Aqidat al-„Awam

yaitu metode pembelajaran nazam. Metode pendidikan keimanan yang

terkandung dalam penelitian ini ialah metode pembelajaran nazam atau

tahfizul al-nazm. Nazam yang digunakan dalam penyampaian akidah dalam

„Aqidat al-„Awam dapat dijadikan sebuah metode pembelajaran akidah, karena

dapat mempermudah pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya apabila peserta didik telah mampu

menghafal Naẕam „Aqidat al-„Awam berarti ia telah mengetahui seluruh aspek

akidah yang wajib diyakini oleh kaum muslim, yang mana dasar aspek kognitif

pada peserta didik telah terpenuhi.

Sedangkan, untuk memenuhi aspek kognitif lainnya dapat digunakan

metode bandongan. Adapun definisi metode bandongan menurut Pradjarta

Dirjosandjoto dalam bukunya Memelihara Umat: Kyai Pesantren-Kiai

Langgar Di Jawa yang dikutip oleh M. Dian Nafi dkk. Adalah metode

pembelajaran dimana kyai membacakan teks-teks pada kitab bahasa arab lalu

diterjemahkan ke dalam bahasa lokal kemudian dijelaskan maksud yang

terkandung dalam kitab tersebut.43

Dapat dikatakan metode ceramah.

Pada umumnya di pesantren-pesantren metode tahfiz al-nazm selalu

diiringi dengan metode bandongan, jika kitab yang dikaji berupa nazam.

Biasanya, setelah mendengar penjelasan kyai dengan metode bandongan

tersebut, barulah para santri menyetorkan hafalannya kepada sang kyai.

43 M. Dian Nafi‟ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: Pt. Lkis Pelangi Aksara,

2007), h. 2

101

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan keimanan dalam

Nazam „Aqidat al-„Awȃm meliputi perkara rukun iman, selain iman kepada

qadha dan qadar. Jadi, hanya diuraikan lima perkara saja yaitu rukun iman

yang pertama sampai kelima, sedangkan rukun iman yang keenam yaitu iman

kepada qadha dan qadar tidak dibahas di dalamnya. Hal tersebut dikarenakan

dua hal, yaitu perkara qadha dan qadar sulit dipahami oleh orang awam karena

tujuan Nazam „Aqidat al-„Awȃm sendiri adalah untuk mempermudah orang

awam atau pemula yang mempelajari akidah. Selain itu, perkara qadha dan

qadar secara tersirat sudah terangkum dalam rukun iman yang pertama yaitu

iman kepada Allah Swt. Sehingga tidak ada paradigma baru yang signifikan

mengenai pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm, karena

berbicara masalah keimanan berarti berbicara mengenai rukun iman yang enam

perkara.

Selain itu, dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm diuraikan dengan rinci

perkara mengenai nabi Muhammad Saw, yang harus diyakini oleh mukallaf

sebagai nabi akhir zaman, yang meliputi silsilahnya, serta mukjizatnya.

Walaupun sebenarnya perkara tersebut termasuk ke dalam rukun iman kepada

nabi, namun dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm mewajibkan untuk mukallaf

mengetahui dan meyakini persoalan nabi Muhammad Saw sejak pendidikan

dasar melalui Nazam „Aqidat al-„Awȃm.

Maka dari itu, dengan mempelajari dan menghafal Nazam „Aqidat al-

„Awȃm, peserta didik khususnya tingkat dasar dapat mengetahui 50 akidah

pokok ahlus sunnah dan secara rinci mengetahui mengenai nabi Muhammad

Saw.

102

B. Implikasi

Penelitian ini memiliki implikasi atau dampak berupa hubungan positif

dengan aspek pendidikan sebagai berikut:

1. Isi pembahasan dari Nazam „Aqidat al-„Awȃm dapat digunakan sebagai

referensi pada materi mata pelajaran akidah.

2. Membuka wawasan dan menumbuhkan minat untuk melakukan penelitian

tentang pendidikan Islam melalui karya ulama klasik.

3. Tahfizul nazm dapat digunakan pada proses pembelajaran akidah dan

pendidikan keimanan.

C. Saran

1. Bagi peserta didik, hendaknya jangan puas terlebih dahulu ketika sudah

menghafal nazam, karena dikhawatirkan teradi pemahaman yang setengah-

setengah, sebaiknya mengkaji lebih lanjut syarhnya atau penjelasannya

untuk mendapatkan pemahaman yang sempurna.

2. Bagi pendidik, semoga dapat menjadi acuan dalam materi pembelajaran

akidah serta pengembangan metode pembelajaran pada tingkat pemula.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini belum dapat dikatakan sempurna

dan masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis sangat berharap

jika ada peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat tema sebagaimana

penelitian ini, untuk mengembangkan menjadi penelitian yang jauh lebih

baik.

103

DAFTAR PUSTAKA

„Awad Muhammad. Hayyatul Islam fi Ma‟rifati Sifaati Allah „Azza wa Jalla wa

Sifaati Rasulullah ShallAllahu „Alaihi wa Sallam. Beirut: Maktabah

Sya‟biyyah, t.t.

Abbas, Siradjuddin. I‟tiqad Ahlussunnah Wal-Jama‟ah. Jakarta: Radar Jaya,

1995.

Agustian, Ary Ginanjar. ESQ Power: Sebuah Inner Journey melalui al- Ihsan.

Jakarta: Arga, 2007.

---------------------. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010.

Ahmad, Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998.

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada, 2008.

Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2006.

Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid,. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996.

al-Asy‟ari, Abdurrahman bin Segaf bin Husain Assegaf al-Alwi al-Husaini asy-

Syafi‟i. Durus al-Aqa‟id al-Diniyyah. Surabaya: Maktabah Muhammad

bin Ahmad Nubhan Wa Auladahu, t.t.

Azra, Azyumardi. “TANTANGAN PAI: RADIKALISME Peningkatan

Efektivitas dan Peran PAI”, Makalah disampaikan pada Studium Generale

PAI, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 13 April 2015.

al-Baihaqi, Imam. Ringkasan Seberkas 77 Cabang Iman, Terj. dari Mukhtashar

Syu‟abul Iman oleh A. Sjinqithy Djamaludin. tt.p. : Amarpress, 1989.

al-Baijuri, Syaikh al-Islam Ibrahim bin Muhammad. Tuhfatu al-Murid „ala

Jauharatu al-Tauhid. t.tp.: al-Haramain, t.t.

al-Bantanie, Syekh Nawawi. Penerang Kegelapan, Terj. dari Nur al-Zhalam oleh

Team Terjemah Pustaka Mampir. t.t.p.:Pustaka Mampir,2006.

Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. JakSarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

1999.

Damanhuri, Syekh Damanhuri. Ilmu „Arudh dan Qawafi. Terj. Mukhtashar al-

Syafi oleh Mahfudz Pasuruan: t.p.. 1996.

Damanhuri, Syekh. Mukhtashar al-Syafi. t.tp.: Syarikat al-Nur Asiyan. t.t

104

Departemen Agama RI. al- Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentara Abadi, 2010.

---------------------------. Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI,

2009.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar BahAsa Indonesia Pusat Bahasa.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Edi, Toto dkk, Ensiklopadi Kitab Kuning. Jakarta: Aulia Press, 2007.

Fathoni, Abdurrahman. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.

Jakarta: PT. Renika Cipta, 2006.

Habanakah, al-Maidani, Abdurrahman Hasan. Pokok-Pokok Aqidah Islam, Terj.

al-Aqidah al-Islamniyah wa Ususuha oleh A.M. Basalamah. Jakarta:

Gema Insani, 2004.

Hafidz, Abdul dkk. Risalah Aqidah. Ciputat: Aulia Press, 2007.

al-Husaini, Abi al-Fauz Ahmad bin Muhammad bin Ramadhan al-Maliki al-

Marzuqi al-Maliki. Tahsil Nail al-Maram li Bayani Manẕumat Aqidat al-

„Awami. Surabaya: Daar al-Minhaj, 2008.

al-Jawi, Syaikh Nawawi. Tafsir al-Nawawi al-Juz‟u al-Awwalu. Semarang: Thoha

Karya Putera, t.t.

Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2011

Nafi‟, M. Dian dkk. Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: PT. Lkis

al-Naisaburi Imam Abi Husain Muslim bin Al Hujaj. Shahih Muslim. Kairo: Dar

El Hadith, 2010.

al-Naisaburi, Imam Abi Husain Muslim bin al-Hajaji al-Qusyairi. Shahih Muslim

Jilid 1. Daar al-Fikr, 1996.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa

Perbandingan.Jakarta: UI-Press, 2010.

Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.

al-Nawawi, Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif. Shahih Muslim bi Syarhi

al-Nawawi. Kairo: Daar Ibn al- Jauzi, 2011.

Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Terj. Mabahis fi „Ulumil Qur‟an

oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2013.

al-Qazwayni, Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwayni (al-Imam Ibnu

Majah). Sunan Ibnu Majah. Kairo: Daar al- Hadith, 2010.

105

Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofis Sistem Pendidikan

Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015

Saberanity, M.. Keimanan Ilmu Tauhid. Jakarta: LeKDiS, 2006.

Sabiq, Sayyid. Aqidah Islamiyah, Terj. al-Aqid al-Islamiyah oleh Ali Mahmudi.

Jakarta: Robbani Press, 2008.

Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur‟an Jilid 2. Tangerang: Lentera hati,

2011

Sisdiknas. Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,

2009.

Suriasumantri, Jujun S. Dkk. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam. Bandung:

Yayasan Nuansa Cendekia, 2001.

al-Syafi‟i, Syeikh Nawawi al-Jawi. Nur al-Zalam: Syarhu „ala Manzumati

„Aqidati al-„Awami. Jakarta: Daar al- Kutub al-Islamiyah, 2008.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2012.

------------------. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2010.

al-Tanari, Syekh al-Alim al-„Alamat Abi Abdi Al-Mu‟thi Muhammad bin Umar

bin „Ali Nawawi al-Jawi al-Bantani. Nur al-Zalam: Syarhu Manẕumati

„Aqidat al-„Awȃmi. Surabaya: Daar al-Minhaj, 2008.

al-Tharabilisy, Sayyid Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah,

Terj. al-Husnul Hamidiyyah Lilmuhaadhah Alal „Aqa‟id Al-Islaamiyyah

oleh KH. Abdullah Zaky Al- Kaaf. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999.

al-Turmudzi, Imam. al-Jami‟u al-Shahih wa huwa Sunan al-Turmudzi. Kairo: Dar

el-Hadith, 2010.

www.islamnet.web.id

Yudhawati, Ratna dan Dany Haryanto. Teori-Teori Psikologi Pendidikan. Jakarta:

PT. Prestasi Pustakaraya, 2011.

al-Zarnujiy. Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu, Terj. dari Ta‟limul Muta‟allim

Thoriqi Al -Ta‟allum oleh Aliy As‟ad. Kudus: Menara Kudus

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.