Pendidikan karakter solusi total bangsa (2 lbr)

7

Click here to load reader

description

pendidikan karakte

Transcript of Pendidikan karakter solusi total bangsa (2 lbr)

Page 1: Pendidikan karakter solusi total bangsa (2 lbr)

PENDIDIKAN KARAKTER

SOLUSI TOTAL MASALAH BANGSA

Oleh : Drs. Nur Kholiq *).

Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman mara-

bahaya kepada masyarakat ((Theodore Roosevelt)"Tanamkanlah tindakan, anda akan menuai kebiasaan. Tanamkanlah

kebiasaan, anda akan mendapatkan karakter. Tanamkanlah karakter anda

akan mengukir nasib” (Prof. Dr. Quraish Shihab)

A. KRISIS MASALAH BANGSA

”Indonesia dikenal memiliki karakter kuat sebelum zaman kemerdekaan, tatkala mencapai kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Sekarang, karakter masyarakat Indonesia tidak sekuat pada masa lalu, sangat rapuh. Pemimpin saat ini juga tidak menjaga pembangunan karakter dan budaya bangsa.”. Demikian antara lain pernyataan Prof. Dr. Yahya Muhaimin dalam Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Kompas.com, 15/01/2010).Hal senada disampaikan oleh Thomas Lickona (1991) - seorang profesor pendidikan Karakter dari Cortland University -mengungkapkan bahwa “ada sepuluh tanda-tanda jaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, maka itu berarti bahwa sebuah bangsa sedang menuju jurang kehancuran”. Tanda-tanda yang dimaksud adalah : (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, (3) pengaruh peer-group yang kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol dan seks bebas. (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di

antara sesama. (Ary Ginanjar Agustian dalam Zuchdi, 2009: 38). Jika dicermati, ternyata kesepuluh tanda jaman tersebut sudah ada dan menggejala di Indonesia. Hal ini terbukti karena dalam aspek pengembangan sumber daya manusia, Indonesia kehilangan daya saing. Dalam laporan World Competitivness Scoreboard tahun 2007, Indonesia menempati peringkat 54 dari 55 negara, turun dari peringkat 52 pada tahun 2006. Kita kehilangan niat untuk menaati hukum, bahkan menaati aturan yang paling sederhana misalnya dalam hal aturan berlalu-lintas (Raka,2008:3). Dalam aspek budaya kita sudah kehilangan kecintaan terhadap kesenian tradisional sebagai warisan budaya adiluhung bangsa. Sebagian dari kita sudah kehilangan kejujuran dan rasa malu. Sudah sekian lamanya Indonesia mendapat predikat sebagai salah satu negara yang tingkat korupsinya sangat tinggi di dunia. Celakanya predikat ini tidak membuat kita merasa malu dan korupsi nyatanya terus berlangsung dengan modus operandi yang berubah-ubah. Kita nampaknya telah kehilangan rasa ke-Indonesiaan kita. Oleh karena kita makin menonjolkan kepentingan daerah dan golongan daripada kepentingan bangsa dan negara. Kita kehilangan cita-cita bersama (in-group feeling) sebagai bangsa. Tiada lagi “Indonesian Dream” yang mengikat kita bersama, yang lebih menonjol adalah cita-cita golongan untuk mengalahkan golongan lain. (Dasim Budimansyah, 2009 : 5-6).Dalam dunia pendidikan di Indonesia (kata Doni Kusuma) selama bertahun-tahun mengalami penyakit kronis yang bahkan sampai mengancam jiwa orang, baik itu siswa sendiri maupun orang lain. Penyakit itu adalah tawuran antar pelajar, kekerasan dan tindak kejahatan serta penggunaan obat-obatan terlarang.(Kusuma D, 2007 ; 286). Oleh karena, sekolah seolah-olah tidak berdaya menghadapi kenyataan ini. Sekolah selalu menjadi kambing hitam dari merosotnya watak dan karakter bangsa. Padahal, sekolah sendiri menghadapi berbagai masalah berat menyangkut kurikulum yang overload, fasilitas yang tidak

Page 2: Pendidikan karakter solusi total bangsa (2 lbr)

memadai, kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan yang rendah. Menghadapi beragam masalah ini sekolah seolah kehilangan relevansinya dengan pembentukan karakter. (Azumardi Azra,2010 ; 3).

B. DIPERLUKAN SOLUSI TOTAL

Bila dengan mencermati masalah-masalah di atas, maka sekarang diperlukan solusi untuk mengatasi secara frontal dan total masalah jati diri bangsa sesegera mungkin. Sebab apabila tidak segera dilakukan, maka bangsa kita ini akan berada diambang kehancuran. Berkenaan dengan itu, setelah melalui pengkajian, penelitian dan pembahasan yang cukup lama dicanangkanlah “Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa” sebagai solusi total masalah bangsa. Bapak Presiden SBY, Mendiknas Muhammad Nuh dan para menteri lainya dalam berbagai acara peringatan hari besar Nasional selalu menekankan pentingnya segera mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah dan dukungan dari berbagai pihak. Dalam kerangka tersebut, maka mulai tahun pelajaran 2010/2011 Pendidikan Karakter dilaksanakan (diimplementasikan) di tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Lanjutan Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Lanjutan Atas (SLTA) dan Perguruan Tinggi (PT). Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas), Mansyur Ramli, menyatakan bahwa sekurang-kurangnya 25 persen satuan pendidikan sudah mengembangkan pendidikan karakter bangsa pada 2012. Kementerian Pendidikan Nasional telah menyusun grand desain pendidikan karakter bangsa. Konsep ini akan segera diimplementasikan pada tingkat satuan pendidikan. Ditargetkan, seluruh satuan pendidikan telah mengembangkan pendidikan karakter bangsa pada 2014. (28 Agustus 2010 http://www.kemdiknas.go.id/berita/2010/8/28/karakter.aspx.).Apalagi bila dilihat dalam amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Pasal 3 ditegaskan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dalam Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama Tim Pendidikan Krakter Kemendiknas (2010:9-10) menyatakan visi Depdiknas 2014 :“Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Pemahaman insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas komprehensif yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis. (1) Cerdas spiritual : beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul; berkepribadian unggul dan gandrung akan keunggulan; bersemangat juang tinggi; mandiri; pantang menyerah; pembangun dan pembina jejaring; bersahabat dengan perubahan; inovatif dan menjadi agen perubahan; produktif; sadar mutu; berorientasi global; pembelajaran sepanjang hayat; dan menjadi rahmat bagi semesta alam; (2) Cerdas emosional dan sosial: beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya; beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang membina dan memupuk hubungan timbal balik; demokratis; empatik dan simpatik; menjunjung tinggi hak asasi manusia; ceria dan percaya diri; menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara; berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan

Page 3: Pendidikan karakter solusi total bangsa (2 lbr)

kewajiban warga negara; (3) Cerdas intelektual: beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif, inovatif dan imajinatif; (4) Cerdas kinestetis: beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan yang sehat, bugar, berdayatahan, sigap, terampil, dan trengginas; serta aktualisasi insan adiraga....”

C. DAMPAK PENDIDIKAN KARAKTER

Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik?. Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dari hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dariUniversity of Missouri – St Louis, menunjukkan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambar keberhasilan akademik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongong masa depan karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Dalam buku Emotional Intelligence and School Succes (Joseph Zins, et. al 2001) mengkomplikasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor risiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor risiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).

Sedangkan berdasarkan hasil penelitian dari The Monk Study. dalam penelitiannya, Mr. Doug Monk dari Kingwood Middle School di Humble, Texas, membandingkan evaluasi para guru terhadap murid sebelum dan sesudah diimplementasikannya kurikulum Lessons in Character. Dalam kurikulum yang lebih banyak mengajak murid untuk berinteraksi dalam kegiatan-kegiatan sosial dan mengembangkan kepekaan mereka, telah memberikan dampak positif dalam perubahan cara belajar, kepedulian dan rasa hormat terhadap para staff sekolah, dan meningkatnya keterlibatan para murid secara sukarela dalam proyek-proyek kemanusiaan (Brooks, 2005).

Demikian pula dari hasil penelitian Cheng Chao-Shun dan Lee Ro-Yu diperoleh kesimpulan bahwa pendidikan karakter telah terbukti memiliki hubungan yang signifikan dengan karaktersifat, kemampuan untuk merawat masyarakat, dan pengembangan potensi setiap individu. (Chao-Shun, Cheng, and Lee Ro-Yu, 2007 ; 2)

Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelaksaaan pendidikan karakter akan berpengaruh secara signifikan

Page 4: Pendidikan karakter solusi total bangsa (2 lbr)

terhadap pertumbuhan emosional siswa dan berdampak pada prestasi akademisnya.

D. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

KARAKTER

Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat (Kemendiknas, 2010 : 116). Sedangkan menurut Williams, Russell T. & Ratna Megawangi (2010), pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Dengan demikian, pendidikan karakater bangsa pendidikan yang dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasionalBerkaitan dengan itu, maka dalam implementasinya pendidikan karakter penting sekali untuk dikembangkan nilai-nilai etika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan mendiskusikannya, menggunakannya sebagai

dasar dalam hubungan antarmanusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti. (Bashori, 2010).Dengan demikian pendidikan karakter merupakan konsekuensi logis dari proses pendidikan itu sendiri, Kemendiknas (Tim Pendidikan Karakter: 2010:22- 24) telah mengidentifikasi peluang implementasi pendidikan karakter di sekolah melalui tiga jalur, yaitu ; (1). kegiatan pembelajaran di kelas, (2). kegiatan ekstrakurikuler dan (3). dalam kegiatan organisasi dan manajemen sekolah. Sedangkan tehnik pendekatannya menurut Thomas Lickona (1993) sebagaimana dikutip oleh (Kathleen Shea, 2003 ; 6) “menggunakan pendekatan komprehensif holistik untuk nilai / pendidikan karakter adalah direkomendasikan, berdasarkan asumsi bahwa segala sesuatu yang terjadi di dan sekitar siswa mempengaruhi nilai / karakter”.

E. PENUTUPMemperhatikan betapa arti penting pendidikan karakter untuk mengatasi masalah bangsa, agar dalam proses implementasi benar-benar berhasil dan berdayaguna, maka kini diperlukan komitmen, dukungan dan perhatian yang kuat dari berbagai pihak. Apabila hal ini tidak terjadi, dikhawatirkan nasib pendidikan karakter barangkali tidak kalah jauh dengan para pendahulunya, seperti : Pendidikan Moral Pancasila (PMP, P-4), Pendidikan Budipekerti, Integrasi Imtaq dan lain-lain.Guna menopang dan mendukung amanat besar bangsa, mari kita kembali kepada jati diri bangsa. Presiden Barack Obama saja (belum lama ini) ketika berkunjung ke Indonesia masih sangat mengagumi falsafah dan nilai-nilai adiluhung bangsa kita. Karena itu, apabila kita mampu mengimpementasikannya, maka kita akan menjadi bangsa yang kuat, mandiri dan disegani oleh bangsa lain. Semoga !.

*). Kepala SMAN 1 Kembang – Jepara.